hubungan kondisi tajuk pohon induk terhadap pertumbuhan

advertisement
Pengaruh Diameter dan Luas Tajuk Pohon Induk…(Yana Sumarna)
PENGARUH DIAMETER DAN LUAS TAJUK POHON INDUK TERHADAP
POTENSI PERMUDAAN ALAM TINGKAT SEMAI TUMBUHAN PENGHASIL
GAHARU JENIS KARAS (Aquilaria malaccensis Lamk)
(The Effect of Diameter and Canopy Width of Mother Tree on Seedling Potency of the
Agarwood Karas Species Aquilaria malaccensis Lamk)*)
Oleh/By :
Yana Sumarna
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam
Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp. 0251-8633234, 7520067; Fax 0251-8638111 Bogor
*) Diterima : 27 Desember 2007; Disetujui : 24 Maret 2008
ABSTRACT
The karas plant (Aquilaria malaccensis Lamk) is one of potentialy producing plant of high commercial
agarwood. Before, product was only exploited from dead tree. However, increasing utilization for perfume,
cosmetica and herb drug, which raises the value, has made people look for the agarwood by cutting away
living tree. Therefore, for the conservation effort and to sustain production which is not depended on natural
forest, the plantation needs to be established as a solution. Constraint in plantation establishment can be
solved by planting seedlings coming from seeds or the seedling growing under mother tree. Mother tree in
natural forest, grown within experimental plots with RCBD design are classified based on their diameter
class (D1 ± 20 cm, D2 ± 30 cm, D3 > 30 cm). Observation was done in five plots at random, with three
replication, of which class of diameter was considered as treatment. After 2-3 month seeds will fall and grow
into seedlings. Result showed that regeneration potential was depended on the mother tree diameter and
width of canopy. The number of seedling found under mother tree Ø ± 20 cm with canopy width of 26.33 m2 :
5.082 seedlings, trees with Ø ± 30 cm and 42.60 m2 canopy : 12.397 seedlings, and trees with Ø > 30 cm and
50.13 m2 canopy gave 18.348 seedlings. Analysis of variance test and least significance difference showed
that the difference in diameter class differed (significantly) in producing seedlings in nature. From the
biological point of view it can be assumed that the bigger the stem diameter and the wider the canopy of
mother tree, the higher potency to yield seedlings in nature. Hence the seedlings production can be
estimated from the diameter and canopy width of the mother tree.
Key words : Agarwood, natural seedling
ABSTRAK
Tumbuhan karas (Aquilaria malaccensis Lamk) tergolong salah satu jenis pohon penghasil gaharu yang
potensial dan bernilai komersial tinggi. Semula produksi hanya dengan memanfaatkan pohon produksi yang
mati alami. Akibat nilai guna yang berkembang selain sebagai bahan parfum, kosmetika, dan obat herbal
serta nilai jual yang semakin tinggi, mendorong masyarakat untuk mencari gaharu dengan cara menebang
pohon hidup. Dalam upaya konservasi dan melestarikan produksi agar tidak tergantung kepada hutan alam,
upaya budidaya merupakan solusi yang perlu dilaksanakan. Dalam budidaya, kendala pengadaan bibit dapat
ditempuh selain menggunakan benih juga dapat dibina dengan memanfaatkan anakan alam yang tumbuh di
bawah pohon induk. Melalui pengamatan terhadap pohon induk alami dalam rancangan berblok dengan tiga
faktor kelas diameter (D1 : ± 20 cm, D2: ± 30 cm, D3 : >30 cm) melalui lima plot pengamatan secara acak
pada tiga ulangan sesuai kelas diameter batang pohon induk, benih-benih yang jatuh setelah 2-3 bulan akan
tumbuh menghasilkan anakan alam. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa potensi permudaan alam
memiliki hubungan dengan diameter dan luas tajuk. Potensi anakan alam pada pohon induk Ø ± 20 cm dan
luas tajuk 26,33 m2 : 5,082 batang, pada Ø ± 30 cm dengan luas tajuk 42,60 m2 : 12,397 batang, dan pada
pohon Ø > 30 cm dengan luas tajuk 50,13 m2 menghasilkan 18,348 batang anakan alam. Hasil uji keragaman
dan uji beda nilai terkecil, antar kelas diameter batang berbeda nyata (signifikan) terhadap permudaan alam.
Sesuai hasil tersebut secara biologis dapat diasumsikan bahwa semakin besar diameter batang dan semakin
luas tajuk pohon induk akan semakin tinggi potensi permudaan-permudaan alam yang dihasilkan. Dalam
upaya pengadaan bahan tanaman dengan memanfaatkan anakan alam, secara teknis dapat diperkirakan sesuai
kelas diameter serta luas tajuk pohon induk.
Kata kunci : Gaharu, permudaan alam
21
Vol. V No. 1 : 21-27, 2008
I. PENDAHULUAN
Dunia mengakui bahwa Indonesia
memiliki potensi sumberdaya tumbuhan,
baik sebagai penghasil kayu, juga tumbuhan berbagai ragam jenis penghasil
non kayu yang memiliki nilai guna, baik
sebagai sumber bahan makanan, industri
maupun sebagai bahan obat herbal (Manan, 1998). Salah satu jenis komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang memiliki nilai guna sebagai bahan parfum,
kosmetika, dan sebagai bahan obat herbal
adalah gaharu (Heyne, 1987). Sumarna
(2002) melaporkan bahwa gaharu mulai
dikenal masyarakat pada abad ketujuh
yang ditemukan masyarakat Assam, India
berasal dari jenis Aquilaria agaloccha
Rottb. dan di Indonesia gaharu mulai dikenal sejak tahun 1200 yang ditunjukkan
oleh adanya perdagangan barter antara
masyarakat Palembang dan Pontianak dengan para pedagang dari Kwang Tung,
China. Tumbuhan gaharu di Indonesia
berasal dari famili Thymeleaceae, Leguminoceae, dan Euphorbiaceae dengan delapan genus yakni Aquilaria spp., Aetoxylon sp., Enkleia sp., Dalbergia sp.,
Excoccaria sp., Gyrinops sp., Gonystylus
sp., dan Wiekstroemia sp. (Gun et al.,
2004). Sidiyasa dan Suharti (1998) melaporkan bahwa jenis Aquilaria malaccensis Lamk tergolong sebagai salah satu pohon penghasil gaharu berkualitas dan bernilai komersial tinggi.
Produk gaharu alam yang dipungut
dari pohon mati memiliki bentuk serpih,
gumpalan atau bubuk. Akibat berkembangnya nilai guna dengan harga jual
yang tinggi, kini masyarakat memburu
gaharu di hutan alam dengan cara menebang pohon hidup yang sangat mengancam kelestarian sumberdaya pohon penghasil (Sumarna, 2002). Salampesi (2004)
melaporkan bahwa dampak pola produksi
dengan menebang pohon hidup, menghasilkan dampak terhadap semakin menurunnya populasi pohon penghasil yang
dapat mengancam kelestarian sumberdaya serta produksi. Sejak tahun 1998
potensi produksi terus menurun dari
22
sekitar 600 ton/tahun dan sejak tahun
2002 dengan kuota ekspor 300 ton/tahun
hanya terpenuhi sekitar 10-15% dan pada
tahun 2004 dengan kuota ekspor 150 ton/
tahun tidak tercatat adanya ekspor gaharu
dari Indonesia (Asgarin, 2004). Gun et al
(2004) melaporkan bahwa dalam upaya
konservasi tumbuhan penghasil gaharu,
komisi CITES (Convention on International Trade on Endangered Species of
Flora and Fauna) sejak tahun 2004 telah
menetapkan genus Aquilaria spp. dan
Gyrinops sp. masuk dalam kelompok
tumbuhan Appendix II CITES.
Dalam upaya konservasi sumberdaya
pohon penghasil gaharu serta perolehan
produksi tidak tergantung kepada potensi
dari hutan alam, maka pembudidayaan jenis pohon penghasil komersial dari genus
Aquilaria spp. atau Gyrinopsis sp. perlu
dilakukan. Sumarna (2002) melaporkan
bahwa dalam budidaya tumbuhan penghasil gaharu terdapat kendala teknis dalam pengadaan bahan tanaman. Pengembangan bibit tanaman dengan menggunakan benih, terkendala oleh sifat benih
yang rekalsitran dengan masa dormansi
yang rendah. Salah satu solusi alternatif
pengadaan bibit dapat dilakukan dengan
memanfaatkan potensi permudaan alam
tingkat semai yang tumbuh di bawah pohon induk alami (seed stand). Sumarna
dan Santoso (2005) melaporkan bahwa
benih dari genus Aquilaria spp. setelah 35 bulan benih jatuh akan tumbuh permudaan alam dalam jumlah yang sangat rapat, tetapi akibat persaingan hara serta
lingkungan tumbuh, potensi populasi
anakan alam akan menurun.
Loveless (1991) melaporkan bahwa
sistem regenerasi tumbuhan tropika sesuai dukungan iklim dan intensitas sinar
matahari akan berlangsung secara periodik dan akan menghasilkan permudaan
alam dalam jumlah yang dipengaruhi
oleh kondisi musim di wilayah setempat.
Nilai populasi pertumbuhan permudaan
alam dalam proses regenerasi akan ditentukan oleh faktor intern pohon induk,
menyangkut kematangan (maturasi) yang
Pengaruh Diameter dan Luas Tajuk Pohon Induk…(Yana Sumarna)
erat hubungannya dengan umur, tinggi,
dan diameter batang serta luas tajuk pohon induk (Fitter dan Hay, 1992).
Berdasarkan beberapa aspek dalam
hubungan dengan upaya pengadaan bibit
untuk tujuan pembudidayaan pohon
penghasil gaharu dari jenis karas (A. malaccensis), dilakukan penelitian dengan
mengamati hubungan diameter dan luas
tajuk pohon induk terhadap pertumbuhan
permudaan alam. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mendapatkan informasi tentang besarnya pengaruh diameter dan luas
tajuk pohon induk terhadap potensi permudaan alam tingkat semai yang dapat
membantu dalam mempersiapkan bahan
tanaman bagi upaya pembudidayaan pohon penghasil gaharu jenis karas (A. malaccensis).
II. METODOLOGI
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengamatan pohon induk dan potensi
permudaan alam dilaksanakan di kawasan hutan Lamban Sigatal dan Sepintun,
Kecamatan Pauh, Kabupaten Sorolangun,
Provinsi Jambi. Pohon induk yang diamati merupakan hasil inventarisasi pohon plus oleh Balai Perbenihan Tanaman
Hutan (BPTH) Sumatera Selatan. Waktu
penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2005.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Populasi pohon induk (seed stand) jenis Aquilaria malaccensis Lamk
2. Pita meter untuk mengukur kelas diameter batang pohon induk
3. Cheqcounter untuk membantu menghitung populasi anakan alam
4. Garpu, cangkul, golok, dan parang
untuk membantu dalam mengolah lahan di bawah pohon induk.
pengamatan dapat dipilah menjadi tiga
kelas diameter batang yaitu D1 : ± 20 cm,
D2 : ± 30 cm, dan D3 : > 30 cm.
b. Pembersihan dan Pengolahan Lahan
Lahan di bawah tajuk pohon induk dibersihkan, diolah, dan digemburkan untuk memberikan peluang tumbuhnya benih dalam menghasilkan permudaan alam.
2. Rancangan Pengamatan
Pengamatan potensi permudaan alam
di bawah pohon induk, terpola dalam rancangan kelompok, sebagai perlakuan adalah tiga kelas diameter batang pohon induk yaitu D1 : ± 20 cm, D2 : ± 30 cm, dan
D3 : > 30 cm yang diulang 3 kali. Penilaian potensi permudaan alam terukur secara acak dari bawah pohon induk sesuai
perlakuan kelas diameter, melalui sample
plot dalam ukuran 1 m x 1 m yang diulang lima kali pada tiga setiap ulangan
pohon induk sesuai kelas diameter batang. Pengamatan dilaksanakan setelah 23 bulan benih jatuh dan telah tumbuh
menghasilkan potensi anakan alam tingkat semai. Dugaan potensi permudaan
alam merupakan hasil kali ratarata dari
lima sample plot dari tiga ulangan sesuai
kelas diameter batang pohon induk. Perhitungan potensi anakan per pohon induk
adalah :
Potensi/Ph
n Induk 
5 plot x 3 ulangan 3 luas tajuk
x
5
3
3. Analisis Data
Data populasi permudaan alam dalam
setiap kelas diameter batang pohon induk
dianalisis dalam uji keragaman (Anova)
untuk membandingkan antar kelas diameter pohon induk. Dilanjutkan dengan uji
beda nilai terkecil (BNT) untuk mengetahui limit diameter pohon induk yang optimal menghasilkan permudaan alam
(Snedecor, 1956).
C. Metode
1. Persiapan Teknis
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Pemilihan Pohon Induk
A. Hasil
Untuk mendapatkan pohon induk gaharu karas (A. malaccensis) sesuai bahan
Hasil pengamatan terhadap tiga faktor
kelas diameter pohon induk penghasil
23
Vol. V No. 1 : 21-27, 2008
gaharu jenis karas (A. malaccensis)
dengan lima plot pada tiga ulangan pohon
induk, diperoleh data rataan potensi permudaan alam seperti tertuang pada Tabel 1.
Sesuai kelas diameter batang pohon
induk dari lima plot pengamatan diperoleh nilai rata-rata potensi anakan alam
per meter persegi pada kelas diameter +
20 cm : 193 batang, diameter + 30 cm :
291 batang, dan pada diameter >30 cm :
366 batang yang menunjukkan bahwa semakin besar kelas diameter batang pohon
induk, akan semakin banyak potensi permudaan alam yang dihasilkan (Tabel 2).
Hasil perhitungan untuk dapat menduga rata-rata potensi permudaan alam
tingkat semai setiap kelas diameter batang dan luas tajuk pohon induk, diperoleh data seperti tertera pada Tabel 3.
Hasil uji keragaman antar kelas diameter pohon induk menunjukkan bahwa
terdapat adanya perbedaan yang nyata
(signifikan), seperti tertera pada Tabel 4.
Hasil uji beda pengaruh antar kelas
diameter pohon induk, untuk menetapkan
nilai hubungan antara kelas diameter dengan potensi anakan alam yang tumbuh
di bawah tajuk pohon induk, menunjukkan bahwa semakin besar diameter pohon
induk, akan semakin tinggi potensi anakan alam yang tumbuh di bawahnya, seperti ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel (Table) 1. Potensi permudaan alam tingkat semai sesuai kelas diameter batang (Seedling potency
based on stem diameter class)
Ulangan
(Replication)
Plot contoh (Sample plot)
1
2
3
4
168
185
178
165
189
211
186
169
211
208
210
206
568
604
574
540
189
201
191
180
267
288
298
278
274
298
307
296
296
321
311
307
837
907
916
881
279
302
305
294
345
364
365
344
338
344
390
358
352
312
386
406
1.035
1.020
1.141
1.108
345
340
380
369
813
843
876
843
Keterangan (Remark) : D1 (Ø 20 cm), D2 (Ø 30 cm), D3 (Ø >30 cm)
D1 I
D1 II
D1 III
Total
Rataan (Mean)
D2 I
D2 II
D2 III
Total
Rataan (Mean)
D3 I
D3 II
D3 III
Total
Rataan (Mean)
5
188
201
221
610
203
252
278
294
824
275
321
364
498
1.183
394
872
Total
(Total)
Rataan
(Mean)
884
956
1.056
2.896
965
1.383
1.453
1.529
4.365
1.455
1.739
1.794
1.954
5.487
1.829
4.249
177
191
211
579
193
277
291
306
874
291
348
359
391
1.098
366
850
Tabel (Table) 2. Potensi permudaan alam tingkat semai per m2 sesuai kelas diameter pohon induk (Seedling
potency per m2 based on diameter class of mother tree)
Plot contoh (sample plot)
Perlakuan
(Treatmnet)
1
2
3
4
D1 (± 20 cm)
189
201
191
180
D2 (± 30 cm)
279
302
305
294
D3 (>30 cm)
345
340
380
369
Total
813
843
876
843
Keterangan (Remark) : D1 (Ø 20 cm), D2 (Ø 30 cm), D3 (Ø >30 cm)
24
5
203
275
394
872
Total
(Total)
964
1.455
1.828
4.247
Rataan
(Mean)
193
291
366
850
Pengaruh Diameter dan Luas Tajuk Pohon Induk…(Yana Sumarna)
Tabel (Table) 3. Potensi permudaan alam tingkat semai sesuai kelas diameter batang dan luas tajuk pohon
induk (Seedlings potency based on diameter class and canopy area of mother tree)
Ulangan
Jumlah anakan
Luas tajuk (Canopy)
(Replication)
(Number of seedling)/m2
(m2)
D1 I
177
24,8
D1 II
191
28,6
D1 III
211
25,6
Total
579
79,0
Rataan (Mean)
193
26,33
D2 I
277
36,4
D2 II
291
42,4
D2 III
306
49,0
Total
874
127,8
Rataan (Mean)
291
42,60
D3 I
348
49,9
D3 II
359
45,6
D3 III
391
54,9
Total
1.098
150,4
Rataan (Mean)
366
50,13
Keterangan (Remark) : D1 (Ø 20 cm), D2 (Ø 30 cm), D3 (Ø >30 cm)
Potensi anakan
(Seedling potency)
4.390
5.463
5.402
15.255
5.082
10.083
12.338
14.994
37.415
12.397
17.365
16.370
21.466
55.201
18.348
Tabel (Table) 4. Analisis uji keragaman pengaruh diameter pohon induk terhadap potensi permudaan alam
tingkat semai (Analysis of variance of effect of mother tree diameter on seedling potency)
Sumber keragaman
(Source of variance)
Plot
Diameter pohon (Tree diameter )
Error
Total
*) Berbeda nyata (Significant)
db
(df)
4
2
8
14
JK
(SS)
875,10
75113,97
53683,90
129672,00
KT
(MS)
218,77
37556,88
6710,49
-
Fh
(Fc)
0,03
5,60*
-
F.tabel (table)
5%
1%
3,26
5,41
4,46
8,65
Tabel (Table) 5. Uji Beda Nyata Jujur (HSD) pengaruh kelas diameter pohon induk terhadap potensi anakan
(HSD test effect of diameter of mother tree on seedling potency)
Diameter batang (Stem diameter)
D1
D2
D3
D1
D2
491*
D3
864**
373*
HSD5% : 366; 1% : 709 *) Berbeda nyata (Significant); ** Berbeda sangat nyata (Highly significant)
Keterangan (Remark) : D1 (Ø 20 cm), D2 (Ø 30 cm), D3 (Ø >30 cm)
B. Pembahasan
Hasil uji keragaman (Anova) dan hasil uji beda antar kelas diameter batang
yang menunjukkan bahwa diameter batang
dengan dukungan luas tajuk yang berpengaruh dan berbeda nyata (signifikan)
terhadap potensi permudaan alam (D1: Ø
± 20 cm x luas tajuk 26,33 m2 : 5,082
batang/phn; D2 : Ø ± 30 cm x luas tajuk
42,60 m2 : 12,397 batang/phn, dan D3 : Ø
> 30 cm x luas tajuk rata-rata 50,13 m2
menghasilkan potensi permudaan alam
18,348 batang/phn. Berdasarkan hasil ter-
sebut secara biologis dapat diasumsikan
bahwa kelas diameter batang pohon induk memiliki keeratan hubungan dengan
luas tajuk yang berkaitan erat dengan kemampuan pohon dalam menghasilkan
permudaan alam. Diameter batang pohon
induk dan luas tajuk juga erat hubungannya dengan kapasitas energi hara yang
tersedia pada setiap pohon induk yang secara fisilogis akan berperan dalam proses
regenerasi. Benih-benih yang jatuh secara
alami merupakan benih yang memiliki
tingkat kematangan fisiologis optimal
25
Vol. V No. 1 : 21-27, 2008
yang dapat menghasilkan kualitas dan kuantitas permudaan alam. Kramer dan
Kozlowski (1979) melaporkan bahwa
tumbuhan tropika memiliki masa berbunga dan berbuah secara periodik yang dipengaruhi oleh kondisi iklim dan lingkungan setempat serta kondisi musim.
Secara biologis potensi buah terbentuk
selain akan ditentukan oleh tingkat kematangan pohon (maturasi), juga akan ditentukan oleh tersedianya energi yang tersedia di dalam sel-sel di seluruh jaringan tanaman dan secara fisik selain ditentukan
oleh tinggi dan diameter batang, juga kapasitas tajuk serta kondisi daun sebagai
organ pembentuk energi tumbuh melalui
proses fotosintesa (Loveless, 1991). Fitter
dan Hay (1992) melaporkan bahwa potensi buah yang dihasilkan oleh berbagai
jenis tumbuhan tropika, selain ditentukan
oleh faktor fisiologis intern pohon induk,
juga akan sangat ditentukan oleh faktor
kondisi lahan serta kondisi lingkungan
tempat tumbuh. Sedangkan produktivitas
buah sebagai bahan regenerasi akan sangat ditentukan oleh faktor ketersediaan
hara lahan, juga faktor luas kanopi (tajuk)
yang erat hubungannya dengan fisiologis
kemampuan daun dalam menghasilkan
energi untuk mendukung produk buah
(Nambiar dan Brown, 1997). Kendala dalam budidaya tanaman penghasil gaharu
untuk jenis karas (A. malaccensis) secara
generatif adalah sifat benih yang rekalsitran dengan masa dormansi yang sangat
rendah, maka solusi alternatif untuk
memperoleh bibit dapat dipecahkan dengan memanfaatkan potensi permudaan
alam yang masih cukup tersedia di berbagai daerah sebaran tumbuh (Sumarna
dan Santoso, 2005). Sumarna (2004) melaporkan bahwa tumbuhan karas (A. malaccensis) memiliki sifat fenologis dengan badan buah yang tidak jatuh, buah
akan pecah dan benih-benih akan jatuh
setelah kurang dari satu minggu, setelah
2-3 bulan kemudian benih akan tumbuh
menghasilkan anakan tingkat semai dengan ukuran antara 10-15 cm yang cukup optimal untuk dicabut dan dipelihara
26
sebagai bahan tanaman. Sumarna (2002)
melaporkan bahwa dalam upaya memperoleh potensi anakan alam tingkat semai
sebagai bahan tanaman untuk tujuan budidaya, manajemen lahan di bawah tajuk
pohon induk perlu dikelola secara baik,
perlu diusahakan adanya pengolahan dan
pemeliharaan yang optimal agar benihbenih jatuh dapat menghasilkan kualitas
dan kuantitas pertumbuhan anakan tingkat semai yang tinggi.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Potensi pohon induk alami jenis karas
(Aquilaria malaccensis Lamk) berpeluang dalam menghasilkan anakan
tingkat semai setelah 2-3 bulan pasca
berbuah yang dapat dipola sebagai
bahan tanaman untuk tujuan konservasi dan pengembangan budidaya.
2. Terdapat hubungan erat antara kelas
diameter batang dan luas tajuk pohon
induk jenis karas (Aquilaria malaccensis Lamk) dalam menghasilkan
potensi pertumbuhan anakan tingkat
semai.
3. Pengembangan bahan tanaman dengan memanfaatkan permudaan alam
tingkat semai, dapat menjadi solusi
dalam memecahkan masalah sifat fenologis rekalsitran dan dormansi rendah bagi benih tumbuhan karas (Aquilaria malaccensis Lamk).
B. Saran
1. Untuk memperoleh kuantitas pertumbuhan semai sebagai bahan tanaman
diperlukan upaya manajemen lahan di
bawah tajuk pohon induk alami
(seeds stand) dengan pengolahan dan
pembersihan lahan, agar benih yang
jatuh berpeluang tumbuh secara baik.
2. Masa pungut anakan alam tingkat semai untuk dipelihara sebagai bahan
tanaman perlu dipola dengan memperhatikan masa buah/benih jatuh dan
Pengaruh Diameter dan Luas Tajuk Pohon Induk…(Yana Sumarna)
ukuran semai yang optimal dengan
memperhatikan tinggi dan jumlah daun terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA
Asgarin. 2004. Beberapa Masalah dan
Kendala Pengusahaan Kayu Gaharu. Prosiding Lokakarya Pengembangan Tanaman Gaharu. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan
dan Perhutanan Sosial. Jakarta.
Fitter, A. H. dan R.K.M. Hay. 1992. Environmental Physiology of Plant.
Department of Biology University
of York, England.
Gun, B., P. Steven, M. Singadan, L. Sunari, P. Chatterton. 2003. Eaglewood in Papua New Guinea. Tropical Rain Forest Project. Working
Paper No. 51. Vietnam.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid I s/d III. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta.
Kramer, P.J. dan T.T. Kozlowski. 1979.
Physiology of Woody Plant. University of Durhan, University of
Wisconsin, Academic Press Inc.
London.
Loveless, A. R. 1991. Prinsip-prinsip
Biologi Tumbuhan untuk Daerah
Tropika. Terjemahan. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Manan, S. 1998. Hutan Rimbawan dan
Masyarakat. Fakultas Kehutanan.
IPB Press. Bogor.
Nambiar, E.K.S. dan A.G. Brown. 1997.
Management of Soil, Nutrient and
Water in Tropical Plantation Forest.
ACIAR and CIFOR Published.
CSIRO Canberra. Australia.
Salampesi, F. 2004. Tata Niaga Perdagangan dan Ekspor Komoditi Gaharu. Makalah Pengajaran Pengembangan Gaharu. Seameo Biotrop.
Bogor.
Sidiyasa, K. dan S. Suharti. 1998. Potensi
Jenis Pohon Penghasil Gaharu. Prosiding Lokakarya Pengembangan
Tanaman Gaharu. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.
Snedecor, G.W. and W.G. Cochran.
1967. Statistical Methods. Sixth Ed.
Iowa State University Press. 593 pp.
Sumarna, Y. 2002. Budidaya Gaharu.
Seri Agribisnis. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sumarna, Y. 2004. Budidaya dan Rekayasa Produksi Gaharu. Sosialisasi
Mikoriza, Gaharu, dan Cuka Kayu.
Biro Kerjasama Luar Negeri. Jakarta.
Sumarna, Y. dan E. Santoso. 2005. Teknologi Budidaya dan Rekayasa Produksi Gaharu. Prosiding Temu Pakar Pengembangan HHBK. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan
dan Perhutanan Sosial. Jakarta.
27
Download