TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA PT.BANK DKI SEBAGAI ISSUER BANK DENGAN PT RINTIS SEJAHTERA MENGENAI PENGGUNAAN FASILITAS ATM ACQUIRER DAN EDC ACQUIRER SKRIPSI Oleh Aloen Sagara Badaruzaman E1A009050 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013 i TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA PT.BANK DKI SEBAGAI ISSUER BANK DENGAN PT RINTIS SEJAHTERA MENGENAI PENGGUNAAN FASILITAS ATM ACQUIRER DAN EDC ACQUIRER SKRIPSI Disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Oleh: Aloen Sagara Badaruzaman E1A009050 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013 ii LEMBAR PENGESAHAN TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA PT.BANK DKI SEBAGAI ISSUER BANK DENGAN PT RINTIS SEJAHTERA MENGENAI PENGGUNAAN FASILITAS ATM ACQUIRER DAN EDC ACQUIRER Oleh: Aloen Sagara Badaruzaman E1A009050 Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan Disahkan Pada Tanggal Mei 2013 Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Penguji Edi Waluyo, S.H., M.H. Nur Wakhid, S.H., M.H. Budiman Setyo Haryanto, S.H., M.H. NIP. 19581222198810 1 001 NIP. 19621225198903 1 003 NIP 19630620 198901 100 1 Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Dr. Angkasa,S.H., M.Hum. NIP.19640923 198901 1 001 iii SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini, Saya : Nama : ALOEN SAGARA BADARUZAMAN Nim : E1A009050 Judul : TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA PT.BANK DKI SEBAGAI ISSUER BANK DENGAN PT RINTIS SEJAHTERA MENGENAI PENGGUNAAN FASILITAS ATM ACQUIRER DAN EDC ACQUIRER Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain. Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana yang tersebut di atas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari pihak fakultas. Purwokerto, Mei 2013 ALOEN SAGARA BADARUZAMAN NIM.E1A009050 iv PRAKATA Alhamdulillah puji syukur kepada Allah swt, teriring salawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa pencerahan kepada umat manusia, karena atas berkah dan rahmat serta kesehatan yang diberikannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA PT.BANK DKI SEBAGAI ISSUER BANK DENGAN PT RINTIS SEJAHTERA MENGENAI PENGGUNAAN FASILITAS ATM ACQUIRER DAN EDC ACQUIRER. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari usaha, bimbingan, dan doa serta dukungan yang tidak ternilai harganya dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr.Angkasa, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 2. Bapak Edi Waluyo, S.H.,M.H. selaku Pembimbing I serta selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan masukan, motivasi, koreksi untuk segera menyelesaikan skripsi ini. v 3. Bapak Nur Wakhid, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang telah memberikan petunjuk, saran dan kritik serta bimbingannya dalam penulisan skipsi ini sehingga memperlancar dalam penulisan skripsi ini. 4. Bapak Budiman Setyo Haryanto S.H.,M.H. selaku penguji skripsi yang telah memberikan petunjuk, saran dan kritik dalam hasil penilaian akhir skripsi ini. 5. Bapak Sunarto, S.H., selaku dosen pembimbing akademik yang telah menjadi orang tua selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 6. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah bersedia memberikan ilmunya kepada penulis. 7. Seluruh Staf Akademik Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah membantu dalam urusan administrasi selama penulis menjalankan studi. 8. Keluarga tersayang yang telah memberikan dukungan, fasilitas, dan doa – doanya selama mengikuti pendidikan.. 9. Teman-Teman Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis yang telah ikut membantu dalam tersusunnya skripsi ini. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis hanya mampu memberikan untaian kata terima kasih dan doa tulus dari lubuk hati yang paling dalam. Kiranya kebaikan yang telah diberikan kepada penulis akan dibalas dengan kebaikan dan berkat yang melimpah dari Allah SWT. vi Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. Purwokerto, Mei 2013 Aloen Sagara Badaruzaman Penulis vii ABSTRAK Manusia adalah makhluk sosial dimana senantiasa berinteraksi dengan manusia lain demi memenuhi kebutuhannya. Demi memenuhi kebutuhannya tersebut hubungan yang dilakukan tidak hanya dilakukan manusia secara individual tapi juga secara berkelompok, contohnya adalah Bank. Bank biasanya demi meningkatkan pelayanan dibidang lalu lintas pembayaran melakukan kerjasama dengan pihak yang bergerak dibidang teknologi dan informasi, Mekanisme kerjasama demikian dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis. Salah satu contoh adalah perjanjian kerjasama antara PT Bank DKI dengan PT Rintis Sejahtera Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui konstruksi hukum perjanjian serta hak dan kewajiban dalam perjanjian kerjasama antara Bank DKI dengan Rintis Sejahtera, sebab dalam perjanjian ini ditulis dengan judul “perjanjian kerjasama” padahal dalam KUH Perdata buku III (bab V- bab XVIII) mengenai perjanjian bernama, tidak ada perjanjian dengan judul “perjanjian kerjasama”. Jadi apabila perjanjian kerjasama antara PT Bank DKI dengan PT Rintis Sejahtera dianggap sebagai peristiwa hukum, lalu peristiwa hukum mana yang dianggap sebagai aturan perjanjian kerjasama ini. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu metode dokumenter dan studi kepustakaan. Metode penyajian bahan hukum yang digunakan adalah dalam bentuk teks naratif. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, maka dapat diketahui bahwa : 1. Berdasarkan unsur essensialia dan causa dari perjanjian kerjasama antara PT Bank DKI dengan PT Rintis Sejahtera maka dapat ditemukan kesamaan antara perjanjian sewa menyewa, oleh karena itu konstruksi hukum perjanjian kerjasama ini adalah Perjanjian Sewa Menyewa. 2. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian ini adalah sama dengan perjanjian sewa menyewa yaitu PT Rintis Sejahtera sebagai pihak yang menyewakan wajib menyerahkan barang untuk dipakai kegunaannya selama jangka waktu tertentu dan PT Bank DKI sebagai penyewa wajib membayar sejumlah uang atas barang yang telah dipakai kegunaannya selama jangka waktu tertentu. Kata Kunci : Perjanjian, Perjanjian Kerjasama, Konstruksi Hukum, Sewa Menyewa viii ABSTRACT Humans are social creatures which continues to interact with other human beings in order to fulfill their needs. In order to fulfill their needs , an intercactions beetween human being are not only do individually but also in groups. For example is the Bank. Banks usually to improve their services in the field of payment traffic are work together with companies which are enganged in information and technology. And then, those cooperation mechanism are set forth in a written agreement. One of the example of written agreement is a cooperation agreement between PT Bank DKI with PT.Rintis Sejahtera. This research was aimed to analyse contract law of construction and rights and duty in the agreement between the Bank DKI with Rintis Sejahtera, because in this agreement is written under the title "cooperation agreement", whereas the third book in the Burgelijk Wetboek (chapter V-chapter XVIII) named on the agreement, there is no agreement with the title" cooperation agreement ". So if the agreement between PT Bank DKI and PT Sejahtera Rintis regarded as legal event, which rules that considered for the rules of “cooperation agreement”. The method approach used in this research is juridical normative. This research spesifications that used in this research is descriptive. Collection method of legal material is documentaru and literature study. Law materials presented in narative text. Based on the results of research and analysis of laws, it can be known that : 1. Based on the essensialia elements and causa of the cooperation agreement between PT Bank DKI with PT Sejahtera Rintis it can be found the similarities between the lease agreement, therefore legal construction agreements are lease agreement. 2. The rights and duties under this agreement is similar to a lease agreement, PT Sejahtera Rintis as the lessor must handover the goods to be used for a certain period to PT Bank DKI and PT Bank DKI as the lessee must pay a sum of money on items for the goods that have been used during the period of time. Keywords: Agreements, Partnership Agreements, Construction Law, Lease ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................... ............................................................... i HALAMAN SAMPUL ............................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN.................................................................... iv KATA PENGANTAR ................................................................................ v ABSTRAK .................................................................................................. viii ABSTRACT ................................................................................................ ix DAFTAR ISI............................................................................................... x BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7 D. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian ................................................................ 9 2. Asas Kebebasan Berkontrak ..................................................... 11 3. Unsur – Unsur Perjanjian .......................................................... 15 4. Syarat Sahnya Perjanjian........................................................... 18 B. Perjanjian Sewa - Menyewa x 1. Pengertian Perjanjian Sewa - Menyewa .................................... 24 2. Unsur – Unsur Perjanjian Sewa Menyewa................................ 27 3. Objek Perjanjian Sewa Menyewa ............................................. 29 4. Syarat Sah Perjanjian Sewa Menyewa ...................................... 29 5. Saat Lahirnya Perjanjian Sewa Menyewa ................................. 32 6. Hak dan Kewajiban Perjanjian Sewa Menyewa ....................... 37 BAB III. METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan ......................................................................... 40 B. Spesifikasi Penelitian ...................................................................... 41 C. Lokasi Penelitian ............................................................................ 41 D. Sumber Data ................................................................................... 42 E. Metode Pengumpulan Data............................................................. 43 F. Metode Penyajian Data ................................................................... 43 G. Metode Analisis Data ..................................................................... 44 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ............................................................................... 45 B. Pembahasan .................................................................................... 50 BAB V. PENUTUP A. Simpulan ......................................................................................... 82 B. Saran ............................................................................................... 84 DAFTAR PUSTAKA xi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak uang menjadi alat penukaran yang dapat diterima secara umum dalam proses pertukaran barang dan jasa serta sebagai alat pembayaran yang sah bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya. Maka munculah Bank yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.1 Bank dibagi menjadi dua jenis yaitu, bank umum dan bank perkreditan rakyat, bank umum adalah bank yang dapat melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau dengan prinsip syariah yang dalam kegiatan nya memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Sedangkan bank perkreditan rakyat adalah bank yang dapat melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau dengan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran dengan kemunculannya tersebut, bank memiliki peran yang disebut intermediasi yang fungsinya adalah mengalihkan dana dari pihak yang kelebihan dana (surplus) kepada pihak yang kekurangan dana (deficit), seperti contoh mengumpulkan dana yang sementara menganggur, untuk dipinjamkan kepada pihak lain dalam bentuk pinjaman 1 Kasmir, 1999, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Grafindo, Jakarta, halaman 23 2 seperti kredit kepada sektor sektor usaha riil dalam upaya pengembangan usahanya2. Melalu fungsi intermediasi yang dijalankan, sektor perbankan haruslah berperan sebagai agen dalam mempercepat pembangunan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. selain itu ada peran lain yang dimiliki oleh Bank yaitu sebagai Agen Pembangunan (Agent of Development) dalam pengertian ini bank dituntut dapat menyalurkan uang kepada pihak yang tepat sehingga dengan usahanya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebagai badan usaha, bank tidaklah semata-mata mengejar keuntungan (profit oriented), tetapi bank turut bertanggung jawab dalam pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.3 Jadi dalam hal ini bank juga memiliki tanggung jawab sosial. Seperti pertumbuhan ekonomi dan menyediakan lalu lintas pembayaran. Bank selaku pelaksana lalu lintas pembayaran berarti bank menjadi pelaksana penyelesaian pembayaran transaksi komersial dan / atau finansial dari pembayaran ke penerima melalui media bank. Lalu lintas pembayaran ini sangat penting untuk mendorong perdagangan dan globalisasi perekonomian, karena pembayaran transaksi aman praktis dan ekonomis 4 . Contohnya adalah seperti kegiatan kiriman uang (transfer) dan penarikan tunai yang dilakukan di mesin ATM. Sedangkan pengertian 2 Muhammad Djumhana, 1999, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 87 3 Ibid., halaman 86 4 <http://www.kartika.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/3451/Materi+7+C amel.pdf>, Diakses 23 november 2012 3 dari ATM itu sendiri adalah mesin anjungan tunai mandiri. Pada awalnya penarikan uang tunai dan transfer dapat dilakukan di ATM dan di bank serta umumnya hanya dapat dilakukan oleh nasabah dari bank penabung tetapi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memberikan kemudahan maka kegiatan transfer maupun penarikan uang tunai dapat dilakukan nasabah di mesin ATM bank lain meskipun bukan di bank tempat nasabah menabung. Hal ini merupakan bentuk pelayanan bank untuk memberikan kemudahan bagi nasabah yang kaitannya dengan peran bank sebagai lalu lintas pembayaran. Untuk dapat memberikan pelayanan tersebut, bank senantiasa membutuhkan kerjasama dengan pihak lain pemilik teknologi dan informasi. Mekanisme kerjasama demikian dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis. Pengaturan perjanjian dalam KUH Perdata terdapat dalam buku III yang pada prinsipnya berisi ketentuan umum ( Bab I – Bab IV ) dan ketentuan khusus ( Bab V – Bab XVII ) yang mengatur tentang perjanjian – perjanjian khusus seperti jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, perjanjian-perjanjian untuk melakukan pekerjaan, persekutuan, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam-pakai, pinjam-meminjam, bunga tetap atau abadi, perjanjian-perjanjian untung-untungan, pemberian kuasa, penanggungan dan perdamaian, yang dikenal sebagai Perjanjian Bernama. Melalui kebebasan berkontrak yang dianut Buku III dalam membuat perjanjian, masyarakat diperkenankan membuat perjanjian-perjanjian.Meskipun tidak 4 atau belum mendapatkan pengaturannya dalam undang-undang. Perjanjian seperti ini tunduk pada ketentuan umum Buku III KUH Perdata, yang dikenal sebagai Perjanjian Tak Bernama. Dalam hal masyarakat merasa bahwa perjanjian yang dibuatnya dirasa tidak atau belum ada pengaturannya dalam undang-undang, atas nama kebebasan berkontrak pada umumnya mereka yang membuat perjanjian baru yang tidak dikenal atau tidak diatur dalam KUH Perdata dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama. Sepintas perjanjian kerjasama jelas bukan perjanjian bernama, karena KUH Perdata tidak mengenal dan tidak mengatur. Dengan demikian perjanjian tersebut akan tunduk pada ketentuan umum Buku III KUH Perdata. Salah satu contoh adalah perjanjian kerjasama antara Bank DKI dan PT Rintis Sejahtera, dimana Bank DKI adalah perusahaan yang bergerak di bidang perbankan, dan PT Rintis Sejahtera adalah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi. Kerjasama ini dimaksudkan agar setiap nasabah Bank DKI dapat mengambil uangnya melalui ATM baik di ATM milik Bank DKI maupun ATM bank-bank lain yang berada dalam jaringan PT Rintis Sejahtera. Untuk tujuan ini PT Rintis Sejahtera mengikatkan diri bahwa perangkat fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER miliknya boleh digunakan oleh Bank DKI dalam waktu tertentu dan Bank DKI mengikatkan diri untuk membayar atas penggunaan perangkat fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER sesuai yang diperjanjikan. 5 Dari aspek ekonomi, terwujudnya kerjasama tersebut tidak dapat diragukan lagi telah memberikan manfaatnya dalam memenuhi tuntutan layanan di bidang lalu lintas pembayaran yang semakin tinggi. Jadi disamping menguntungkan kedua belah pihak juga sangat membantu kebutuhan akan lalu lintas pembayaran seiring semakin cepat laju perekonomian. Sedangkan dari aspek hukum, perjanjian kerjasama tersebut unik terutama terkait dengan aturan perjanjian yang harus diterapkan pada perikatan kerjasama tersebut. Alasan pentingnya memunculkan pertanyaan ini terkait dengan pernyataan Soedikno Mertokusumo “ peristiwa hukum adalah peristiwa yang relevan bagi hukum, peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan akibat hukum atau peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan timbulnya atau lenyapnya hak dan kewajiban. Sedangkan peristiwa konkrit (das sein) untuk menjadi peristiwa hukum memerlukan kaedah hukum berisi kenyataan normatif (das sollen). Jika dikatakan bahwa Sollen memerlukan Sein maka disini ada hubungan nya antara sollen-sein dan sein sollen”5. Dari pernyataan tersebut tampak jelas jika perjanjian kerjasama antara Bank DKI dengan PT Rintis tersebut dipandang sebagai peristiwa hukum, lalu termasuk peristiwa hukum yang mana mengingat didalam KUH Perdata tidak dikenal “Perjanjian Kerjasama” Bahwa pentingnya untuk menjawab dan memastikan dari pertanyaan diatas adalah untuk kepentingan kepastian hukum, yang hakikatnya adalah kepastian atas 5 Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, halaman 18-19 6 peristiwa konkrit tertentu yang dapat ditunjuk secara pasti aturan hukumnya atau apakah hak-hak dan kewajiban bagi orang yang terlibat dalam suatu peristiwa. Oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut mengenai peristiwa hukum ini terutama dari segi konstruksi hukumnya. Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka penulisan dalam penulisan skripsi ini memilih judul : “TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT.BANK DKI SEBAGAI ISSUER BANK DENGAN PT.RINTIS SEJAHTERA MENGENAI PENGGUNAAN FASILITAS ATM ACQUIRER DAN EDC ACQUIRER “. B. Perumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini penulis kemukakan permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana konstruksi hukum dalam Perjanjian Kerjasama PT.Bank DKI sebagai issuer bank dengan PT Rintis Sejahtera ? 2. Apakah hak dan kewajiban yang dimiliki para pihak dalam Perjanjian Kerjasama PT.Bank DKI sebagai issuer bank dengan PT Rintis Sejahtera ? 7 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian mengenai perjanjian kerjasama PT Bank DKI sebagai issuer bank dengan PT Rintis Sejahtera adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui konstruksi hukum dalam Perjanjian Kerjasama PT.Bank DKI sebagai issuer bank dengan PT Rintis Sejahtera. 2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban yang dimiliki para pihak dalam Perjanjian Kerjasama PT.Bank DKI sebagai issuer bank dengan PT Rintis Sejahtera. D. Kegunaan Penelitian Adapun yang menjadi kegunaan dalam penelitian mengenai perjanjian kerjasama PT Bank DKI sebagai isuuer bank dengan PT Rintis Sejahtera ini adalah : 1. Kegunaan Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan kepustakaan Hukum Perdata secara khusus mengenai Perjanjian Kerjasama PT.Bank DKI sebagai dengan PT Rintis Sejahtera. issuer bank 8 2. Kegunaan Praktis Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan gambaran kepada masyarakat mengenai Kerjasama PT.Bank DKI sebagai Sejahtera. pelaksanaan Perjanjian issuer bank dengan PT Rintis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata, Pembuat undangundang merumuskan perjanjian sebagai berikut : “ Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri nya terhadap satu orang lain atau lebih “. Suatu rumusan perjanjian umumnya dimaksudkan untuk memberikan batasan atau pedoman mengenai peristiwa apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup perjanjian dan mengesampingkan peristiwaperistiwa yang tidak termasuk perjanjian. Memang memahami suatu pengertian yang lengkap dan sempurna itu sulit khususnya pengertian dari perjanjian, maka untuk mempermudah dalam memahaminya akan dikemukakan beberapa pendapat sarjana. Menurut Abdulkadir Muhammad pasal mengenai perjanjian ini banyak memiliki kelemahan yang dapat diuraikan sebagai berikut : a) Hanya menyangkut sepihak saja Hal ini dapat dilihat dari kalimat ”satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata mengikatkan diri bersifat satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya 10 perumusannya adalah saling mengikatkan diri sehingga ada konsensus di antara para pihak. b) Kata ”perbuatan” juga mencakup tanpa konsensus Dalam pengertian ”perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwarneming). Tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus seharusnya dipakai kata persetujuan. c) Pengertian perjanjian terlalu luas Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut adalah terlalu luas karena mencakup juga perlangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal. d) Tanpa menyebut tujuan Dalam perumusan pasal tersebut di atas tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak tidak jelas mengikatkan diri untuk apa. 6 6 78 Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perikatan, Citra Adhitya Bhakti, Bandung, halaman 11 Menurut Subekti 7 , bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari kedua pendapat sarjana diatas, pengertian perjanjian yang awalnya memiliki kelemahan telah dikritik mendekati sempurna. Dari uraian di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dalam lapangan hukum kekayaan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih atau dimana kedua belah pihak saling mengikatkan dirinya. Jadi perumusan perjanjian ini mengakomodir agar tidak terlalu luas dengan hanya membatasi kata perjanjian ditujukan terhadap hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan seperti yang diatur dalam Buku III KUH Perdata tentang perikatan, dan agar tidak terlalu sempit karena telah mengandung perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. 2. Asas Kebebasan Berkonrak KUH Perdata menganut sistem kodifikasi yaitu pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara lengkap serta sistematis 8dan menganut sistem keterbukaan. Buku III KUH Perdata ini menganut sistem terbuka, yang artinya memberi kemungkinan untuk dilakukannya jenis-jenis 7 R. Subekti,1987, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, halaman 1 CST,Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, halaman 72 8 12 perjanjian selain yang diatur secara khusus dalam Buku III KUH Perdata dalam Bab V - XVIII. Berbeda dengan sistem yang dianut dalam Buku II/Hukum Benda adalah sistem tertutup. Sistem tertutup artinya orang tidak dapat mengadakan/membuat hak-hak kebendaan yang baru selain yang sudah ditetapkan dalam undang-undang. Jadi hak-hak kebendaan yang diakui itu hanya hal-hak kebendaan yang sudah diatur oleh undang-undang. Kita tidak boleh misalnya mengadakan hak milik baru yang tidak sama dengan hak milik yang sudah diatur oleh undang-undang.9 Sedangkan sarana untuk memasukan jenis-jenis perjanjian diluar ketentuan khusus tersebut menggunakan asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak yaitu kebebasan seluas-luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat-syarat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau tidak bahkan mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam KUH Perdata 10 . Penegasan mengenai adanya kebebasan berkontrak ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Konsekuensi yang timbul dari perjanjian yang lahir dari asas kebebasan berkontrak adalah perjanjian tersebut 9 Sudikno Mertokusumo, op.cit., halaman 124-125 Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, CV. Mandar Maju, Bandung, halaman 66. 10 13 tunduk oleh ketentuan umum yang terdapat dalam Buku III KUH Perdata Bab I - Bab IV. Sekalipun Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan seluasluasnya bukan berati bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian tanpa ada batas-batasnya, adapun yang menjadi batasannya adalah pasal 1337 KUH Perdata yaitu : “suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undangundang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Jadi sudah jelas bahwa meskipun sistem keterbukaan membolehkan setiap orang melakukan suatu perjanjian apa saja sejauh tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Buku III KUH Perdata terdiri dari bab I – bab IV yang merupakan ketentuan umum dan bab V – bab XVIII merupakan ketentuan khusus ,mengatur jenis-jenis perjanjian yang oleh undang-undang diberikan suatu nama khusus. Lalu untuk perjanjian yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu yang lahir akibat dari sistem keterbukaan dan asas kebebasan berkontrak sebenarnya memiliki pengaturannya untuk tunduk pada ketentuan umum bab I – bab IV, yaitu melalui pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi ”semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain”. Jadi akibat dianutnya sistem kodifikasi dan sistem 14 keterbukaan yang terdapat dalam buku III KUH Perdata menimbulkan konsekuensi adanya perjanjian bernama dan perjanjian tak bernama. Menurut Abdulkadir Muhammad 11 , perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokan sebagai perjanjian khusus, karena jumlahnya terbatas misalnya, jual-beli, sewa menyewa tukar menukar. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak memiliki nama tertentu dan jumlahnya terbatas. Sedangkan menurut R.Setiawan 12 , perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang- undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian-perjanjian ini oleh undang-undang telah diatur secara khusus didalam KUH Perdata bab V sampai dengan bab XVII ditambah titel VII A; dalam KUHD perjanjian asuransi dan perjanjian pengangkutan.baik untuk perjanjian bernama atau tak bernama pada asasnya berlaku buku I, buku II ,buku III dan buku IV KUH Perdata. Perjanjian Tak Bernama adalah perjanjian- perjanjian yang tidak diatur secara khusus di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak. 11 12 Abdulkadir Muhammad, op.cit., halaman 87 R. Setiawan, 1999, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra Bardin, Bandung, halaman 51 15 Konsekuensi lebih lanjut dari pembagian perjanjian bernama dan perjanjian tak bernama adalah segala perjanjian harus dapat digolongkan kedalam salah satu jenis perjanjian tersebut.Tidak selalu dengan mudah dapat dikatakan apakah suatu perjanjian itu merupakan perjanjian bernama atau tak bernama , karena ada perjanjian perjanjian yang mengandung berbagai unsur dari berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan sebagai perjanjian bernama atau tak bernama(perjanjian campuran). Undang-undang hanya memberikan pemecahannya yaitu yang tersebut dalam pasal 1601c13. Mengenai ketentuan perjanjian yang mengandung tanda perjanjian perburuhan dan perjanjian dari jenis lain, lalu untuk bisa menentukan apakah suatu perjanjian bernama, perjanjian tak bernama dan perjanjian campuran maka lebih lanjut harus diketahui unsur-unsur dari perjanjian itu sendiri. 3. Unsur-Unsur Perjanjian Dalam suatu perjanjian dapat dikelompokan unsur-unsur yang ada di dalamnya yaitu sebagai berikut : 14 1. Unsur Essensialia Unsur essensialia adalah unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur tersebut perjanjian tidak mungkin ada. Jadi dapat dikatakan unsur esensialia adalah sesuatu yang harus ada, yang merupakan hal 13 Ibid., halaman 52 J.Satrio, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku I, Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 67-68 14 16 pokok sebagai syarat yang tidak boleh diabaikan dan harus dicantumkan dalam suatu perjanjian. Tanpa hal pokok tersebut perjanjian tidak sah dan tidak mengikat para pihak yang membuat.15 Contohnya, sebab yang halal merupakan unsur esensialia untuk adanya perjanjian. Dalam perjanjian jual-beli, harga dan barang yang disepakati kedua belah pihak harus ada. Pada perjanjian yang riil, syarat penyerahan objek perjanjian merupakan essensialia, sama seperti bentuk tertentu merupakan essensialia dari perjanjian formil. Jadi dapat ditarik kesimpulan unsur essensialia dari suatu perjanjian masing-masing berbeda, tergantung pada jenis perjanjiannya sendiri. Misalnya pada perjanjian jual beli, yang merupakan esensialia adalah barang dan harga. Oleh karena itu, dalam perjanjian jual beli yang dibuat sekurang-kurangnya harus memuat tentang barang dan harga, meskipun mengenai hal-hal lain bisa saja diabaikan. Barang yang dijual dan harga barang merupakan hal utama yang harus dinyatakan dalam perjanjian. Bagi perjanjian lainnya, disyaratkan untuk menyebutkan hal-hal pokok yang harus dicantumkan dalam perjanjian (important in the highest degree). Dalam suatu perjanjian untuk dapat membedakan perjanjian satu dengan yang lain dapat diketahui dari unsur essensialia dan causa perjanjian, causa adalah akibat yang sengaja ditimbulkan oleh 15 Rai Widjaya, 2004, Merancang Suatu Kontrak, Megapoin, Bekasi, halaman 118 17 tindakan menutup perjanjian, yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak untuk ditutupnya suatu perjanjian tersebut. 16 Unsur essensialia dan causa dalam suatu perjanjian berbeda dengan perjanjian lainnya karena setiap perjanjian mempunyai tujuannya sendiri yang khas, meskipun kadang ada sedikit kemiripan. Contohnya : Unsur essensialia dalam perjanjian jual-beli adalah adanya barang dan adanya harga, sedangkan causa perjanjian jual-beli adalah penyerahan barang untuk dimiliki dengan pembayaran sejumlah uang. Sedangkan unsur essensialia dalam perjanjian sewa-menyewa adalah adanya barang dan adanya harga. Serta causa dalam sewa-menyewa adalah penyerahan barang untuk dinikmati atau dipakai kegunaanya oleh salah satu pihak dalam waktu tertentu dan penyerahan sejumlah uang tertentu. 2. Unsur Naturalia Unsur naturalia adalah unsur perjanjian yang oleh undangundang diatur, tetapi yang oleh para pihak dapat disingkirkan atau diganti. Disini unsur tersebut oleh undang-undang diatur dengan hukum yang mengatur dan menambah (aanvullend recht) 16 J.Satrio, Buku II, op.cit., halaman 60 18 Contohnya adalah kewajiban penjual untuk menanggung biaya penyerahan ( pasal 1476) dan untuk menjamin/vrijwaren (pasal 1491) dapat disimpangi atas kesepakatan bersama 3. Unsur Accidentalia Unsur accidentalia adalah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak , undang-undang sendiri tidak mengatur hal tersebut Contohnya adalah di dalam suatu perjanjian jual-beli, benda-benda pelengkap tertentu bisa dikecualikan. 4. Syarat Sahnya Perjanjian Dalam pasal 1320 KUH Perdata pembuat undang-undang memberikan kepada kita patokan umum tentang bagaimana suatu perjanjian itu lahir, di pasal tersebut ditentukan perbuatan-perbuatan apa saja yang harus dilakukan oleh orang, agar para pihak bisa secara sah melahirkan hak-hak dan kewajibankewajiban bagi mereka atau pihak ketiga. 17 Pada pasal 1320 KUH Perdata menyatakan untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal 17 J.Satrio, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 161 19 Kalau kita perhatikan dua syarat yang pertama adalah syarat yang menyangkut subyeknya, sedangkan dua syarat berikutnya adalah menyangkut obyeknya, sebagaimana kita akan melihat, suatu perjanjian yang mengandung cacat pada subyeknya, yaitu syarat sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan membuat suatu perikatan, tidak selalu membuat perjanjian tersebut menjadi batal dengan sendirinya tetapi hanya memungkinkan untuk dibatalkan. Namun apabila suatu perjanjian yang mengandung cacat pada obyeknya,yaitu syarat suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal adalah batal demi hukum18 Ad.1 Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Suatu syarat yang logis , karena dalam perjanjian setidak-tidaknya harus ada dua orang yang saling berhadapan dan mempunyai kehendak yang saling mengisi, dengan demikian Sepakat sebenarnya merupakan pertemuan antara dua kehendak, dimana kehendak orang yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain. Dalam kesepakatan kalau diteliti lebih lanjut memiliki dua unsur yang sangat penting untuk menentukan saat lahirnya perjanjian yaitu penawaran dan akseptasi. Maksudnya adalah yang dinamakan sepakat itu sebenarnya adalah suatu penawaran yang diakseptir oleh lawan janjinya. Penawaran dan akseptasi bisa datang dari kedua belah pihak secara timbal balik. Cara pengajuan penawaran dan akseptasi ini bebas, artinya karena 18 Ibid., halaman 162-164 20 oleh undang-undang tidak menentukan maka bisa bermacam macam. Yaitu secara diam-diam, tanpa kata-kata atau perbuatan dan secara tegas, baik dengan tanda, lisan maupun tertulis (otentik maupun dibawah tangan).Namun sayangnya pembuat undang-undang tidak memberikan patokan sejauh mana penawaran dan/atau akseptasi mengikat serta tidak memberikan perumusan mengenai apa itu penawaran/aanbod. Namun ada beberapa faktor yang menyebabkan sepakat itu menjadi tidak sah sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal1321 KUH Perdata,yaitu Khilaf, kekeliruan atau salah pengertian (dwaling) ,Paksaan (dwang), Penipuan (bedrog) dalam Pasal 1321 KUH Perdata kalau perjanjian itu dilakukan dengan adanya kekhilafan, paksaan atau penipuan berarti persesuaian kehendak itu tidak bebas dan dianggap tidak sah, sehingga perjanjian dapat dimintakan pembatalan. Sehubungan dengan bahwa pernyataan itu tidak selalu sesuai dengan kehendak maka timbul persoalan bagaimanakah cara untuk menentukan telah terjadinya kata sepakat. Para Sarjana telah sepakat untuk menyelesaikannya dengan mengemukakan berbagai teori,yaitu : 19 a. Teori Kehendak (Wiltheorie) Teori ini adalah yang tertua dan menekankan kepada factor kehendak. Menurut teori ini jika kita mengemukakan suatu pernyataan yang berbeda dengan apa yang dikehendaki, maka kita tidak terikat kepada pernyataan 19 R. Setiawan, op.cit., halaman 57 21 tersebut. Teori ini didukung oleh KUH-Perdata, buktinya Pasal 1343 KUH-Perdata : ”Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, harus dipilihnya menyelidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu, daripada memegang teguh arti kata-kata menurut huruf.” b. Teori Pernyataan (Verklaringstheori) Menurut teori ini pernyataan sepakat yang dinyatakan adalah mengikat dirinya, tanpa menghiraukan apakah yang dinyatakan kedua belah pihak sesuai atau tidak dengan kehendak masing-masing pihak, maka pernyataan itu tetap mengikat dirinya. Pasal 1342 yang mendukungnya. “Jika kata-kata suatu perjanjian jelas, tidaklah diperkenankan untuk menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran.” c. Teori Kepercayaan (Vetrouwenstheorie) Teori ini lahir sebagai penyempurnaan terhadap teori kehendak dan teori pernyataan. Menurut teori ini kata sepakat telah terjadi, jika ada dua pernyataan yang saling bertemu dan menimbulkan kepercayaan. Teori ini juga didukung oleh Pasal 1346 KUHPerdata. ”Apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan dalam negeri atau di tempat dimana perjanjian telah dibuat”. 22 Ad.2 Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Menurut Pasal 1329 KUH-Perdata, setiap orang adalah cakap untuk mengadakan perjanjian kecuali undang-undang menyatakan bahwa orang tersebut adalah tidak cakap. Undang-undang menyatakan siapa-siapa yang tidak cakap seperti yang tercantum dalam Pasal 1330 KUH-Perdata. a. Orang-orang yang belum dewasa b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan c. Orang-orang perempuan Ad.3 Suatu hal tertentu Syarat ketiga dari pasal 1320 KUH Perdata adanya suatu hal tertentu (een bepald onderrwerp). Untuk mengetahui yang dimaksud suatu hal tertentu maka kita perlu melihat dalam pasal 1333 dan pasal 1334 KUH Perdata, yang merupakan penjabaran dari pasal 1320 sub 2. Dalam pasal 1333 dikatakan , bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu benda ( zaak ) yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Ketentuan tersebut bisa ditafsirkan ,bahwa objek perjanjian harus “tertentu”, sekalipun masing-masing objek tidak harus secara individual tertentu. Mengenai syarat objeknya harus tertentu, dalam pasal 1333 ayat 2 dikatakan, bahwa jumlahnya semula boleh belum tertentu, asal dikemudian dapat ditentukan . artinya pada saat perjanjian ditutup objek perjanjian sudah harus tertentu 20. 20 J.Satrio,Buku II, op.cit., halaman 31-32 23 Objek perjanjian adalah isi dari prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan .Prestasi tersebut merupakan suatu perilaku tertentu, bisa berupa memberikan sesuatu, melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu. Isi prestasi tersebut harus tertentu, jika tidak tertentu bagaimana orang dapat menuntut pemenuhan haknya dan melunasi kewajibannya. Jika dalam pasal 1332 dan pasal 1333 KUH Perdata berbicara mengenai zaak yang menjadi objek daripada perjanjian, maka zaak yang dimaksud adalah objek prestasi perjanjian seperti yang telah disebutkan diatas. Zaak dalam pasal 1333 ayat 1, dalam arti perilaku tertentu, hanya mungkin untuk perjanjian yang prestasinya adalah untuk memberikan sesuatu. Jadi untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu adalah tidak mungkin. Logis sekali bahwa undang-undang mensyaratkan agar prestasi yang menjadi objek perjanjian adalah tertentu, karena jika tidak, bagaimana orang menentukan, apakah seseorang telah melakukan kewajiban prestasinya atau belum. Perjanjian tanpa suatu hal tertentu adalah batal demi hukum. Ad.4 Suatu sebab yang halal Menurut Pasal 1320 KUH Perdata pengertian sebab yang halal atau causa yang halal di sini ialah akibat yang sengaja ditimbulkan oleh tindakan menutup perjanjian, yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak bersama untuk menutup perjanjian. Dan karenanya disebut “tujuan objektif”, untuk 24 membedakannya dari tujuan subjektif yang dianggap sebagai motif. Motif, adalah alasan yang mendorong untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum21. Sedangkan yang dimaksud dengan “sebab” sebagaimana di dalam Pasal 1335 KUH Perdata bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan, jadi jelaslah tidak ada suatu perjanjian yang sah, jikatidak mempunyai sebab atau causa. B. Perjanjian Sewa menyewa 1. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa Sewa menyewa adalah salah satu jenis perjanjian yang diatur secara khusus oleh KUH Perdata yang terdapat dalam Bab VII Buku III. Sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak tersebut itu belakangan disanggupi pembayarannya. (Pasal 1548 KUH Perdata). Menurut Yahya Harahap, sewa menyewa (huur en verhuur) adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan disebut penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang yang hendak disewa kepada 21 Ibid., halaman 74 25 pihak penyewa untuk “dinikmati” sepenuhnya (volledige genot) . Dari perumusan diatas dapat kita lihat bahwa sewa menyewa merupakan, suatu perjanjian antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik barang) dengan pihak penyewa, pihak yang menyewa menyerahkan suatu barang kepada si penyewa untuk sepenuhnya dinikmati, penikmatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu pula.22 Jadi dalam suatu perjanjian sewa menyewa, dimana satu pihak mengikatkan dirinya untuk menyerahkan sesuatu yang untuk suatu waktu tertentu sedangkan pihak lain diwajibkan pula membayar sejumlah harga sebagai kontraprestasi dari barang yang diterimanya. Dalam perjanjian sewa menyewa,barang itu diserahkan tidak untuk dimiliki, tetapi hanya untuk dipakai dan dinikmati kegunaanya. Dengan demikian penyerahan tadi hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang disewa itu.Sewa-menyewa, seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, adalah suatu perjanjian konsensual. 23 Artinya, bahwa untuk melahirkan suatu perjanjian itu (dan perikatan yang ditimbulkan karenanya) sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya kesepakatan.Pada detik tersebut perjanjian sudah sah dan mengikat, bukannya pada detik-detik lain yang terkemudian atau yang sebelumnya. Jadi Perjanjian sudah sah dan mengikat pada detik 22 23 Yahya Harahap, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, halaman 220 Subekti, 1986, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, halaman 5-6 26 tercapainya sepakat mengenai unsur2 pokoknya , yaitu barang dan harga. 24 Tidak seperti dalam perjanjian riil, dimana perjanjian lahir bukan pada saat tercapainya kesepakatan , namun perjanjian akan sah dan mengikat apabila sudah terjadinya pelaksanaan dari suatu perjanjian tersebut. Sewa Menyewa dengan Pinjam Pakai adalah hal yang berbeda, seringkali masyarakat menganggap sewa menyewa dan pinjam pakai adalah hal yang sama. Pinjam Pakai menurut pasal 1740 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,adalah Suatu perjanjian dengan mana pihak satu memberikan suatu barang dengan Cuma-Cuma, dengan syarat setelah memakainya atau setelah lewatnya waktu akan mengembalikannya. Sedangkan Sewa Menyewa telah dijelaskan diatas dan berdasarkan pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak tersebut itu belakangan disanggupi pembayarannya. Meskipun definisi dan pengaturan nya berbeda dalam KUH Perdata, Sewa Menyewa dan Pinjam Pakai ini memiliki persamaan dan perbedaan nya. Persamaan Sewa Menyewa dan Pinjam Pakai adalah dalam hal barang yang dipinjam atau disewa tersebut tetap menjadi pemilik barangnya karena dalam sewa menyewa maupun pinjam pakai yang diserahkan hanyalah kekuasaan 24 Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, halaman 39 27 untuk menikmati barang yang dipinjam atau yang disewa . Sedangkan Perbedaan sewa menyewa dan pinjam pakai terletak pada masalah prestasi, Pada sewa menyewa untuk penggunan penikmatan yang diberikan kepada si penyewa tersebut harus menyerahkan kontraprestasi berupa sejumlah uang sewa (bersifat timbal balik ). Pada Pinjam pakai si peminjam tidak dibebanio suatu kontraprestasi ,peminjam diberi hak oleh pemilik untuk memakai dan menikmati barang secara cuma-cuma (bersifat sepihak)25 2. Unsur-unsur Perjanjian Sewa Menyewa 1. Adanya barang. Objek perjanjian sewa menyewa sebagaimana ketentuan Psl 1548 KUHPerdata menyatakan barang (zaak) yang terdiri dari: Barang berwujud.yaitu segala sesuatu yang dapat diraba oleh pancaindera, seperti: rumah,buku dan lain-lain Barang tidak bewujud. Yaitu segala macam hak . contohnya Hak Paten, Hak cipta dan lain-lain26 2. Adanya harga. Jika tidak ditentukan harganya, maka akan menjadi perjanjian pinjam meminjam. Apakah harga sewa harus selalu berupa uang? Terdapat dua pendapat mengenai hal ini: 25 26 Yahya Harahap, op.cit., halaman 221 CST,Kansil, op.cit., halaman 119 28 a. Harga sewa harus berwujud uang bukan hasil dari tanah yang disewakan. ( Hoffman )27 b. Harga sewa dapat bewujud selain uang tetapi bukan penyediaan tenaga dari si penyewa kepada yang menyewakan. Misal dpt dilakukan dengan barang. ( Subekti )28 Menurut Subekti,Tentang harga-sewa: Kalau dalam jual beli harga harus berupa uang , karena kalau berupa barang perjanjiannya bukan jual-beli lagi tetapi menjadi tukar-rnenukar , tetapi dalam sewa menyewa tidaklah menjadi keberatan bahwa harga-sewa itu berupa barang atau jasa.29 3. Adanya waktu tertentu. Hal ini penting diketahui karena apabila tidak ada waktunya akan menjadi perjanjian jual beli. Untuk menentukan sewa menyewa harus ada jangka waktu tertentu. Psl 1548 KUHPerd dihubungkan dg Pasal 1579 KUHPerd yaitu, yang menyewakan tidak dapat menghentikan persewaan dengan alasan akan dipakai sendiri barangnya.Para ahli berpendapat sewa menyewa dalam konteks KUHPerdata adalah untuk jangka waktu tertentu. Sema No.3/1963 menegaskan Pasal 1579 KUHPerd dianggap tidak berlaku lagi. Pasal tersebut baru bermanfaat jika perjanjian sewa berlaku 27 .J. Satrio, 1992, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 21 Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 39-41 29 Subekti, loc.cit. 28 29 tanpa jangka waktu tertentu dengan syarat harus memperhatikan tenggang waktu penghentian menurut kebiasaan. 30 3. Objek Perjanjian Sewa Menyewa Karena unsur-unsur perjanjian sewa menyewa telah diuraikan diatas maka dapat diketahui apakah yang menjadi objek dalam perjanjian. Kewajiban pihak yang menyewakan adalah menyerahkan barang untuk dinikmati dan hak dari pihak yang menyewa adalah menikmati kegunaan atas suatu barang tertentu.Maka objek perjanjian sewa menyewa ini adalah suatu barang, baik barang berwujud maupun barang yang tidak berwujud. 4. Syarat Sah Perjanjian Sewa Menyewa Pasal 1320 KUH Perdata Bab dua bagian ke dua mengatur syarat sahnya suatu perjanjian secara umum yang terdiri atas: 1. Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan diri 2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Adanya sesuatu hal tertentu 4. Adanya suatu sebab yang halal Karena pasal 1320 merupakan ketentuan umum dari buku III KUH Perdata maka apabila syarat sah mengenai perjanjian sewa menyewa tidak mengatur secara khusus, maka berlaku ketentuan umum tersebut atau dapat dikatakan 30 Ibid, halaman 40 30 bahwa syarat sah perjanjian sewa menyewa harus berpedoman pada syarat sahnya perjanjian pada pasal 1320 KUH Perdata. Pada pasal 1320 angka (1) KUH Perdata menyatakan adanya kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan diri. Sewa menyewa sama seperti halnya perjanjian pada umumnya haruslah ada persetujuan dan kesepakatan diantara penyewa dengan pihak yang menyewakan yang bersifat bebas dan secara sukarela tanpa adanya suatu kesesatan atau kekeliruan mengenai perjanjian tersebut, serta tidak ada paksaan dan tekanan dari kedua belah pihak, dan dalam kesepakatan tersebut haruslah tanpa adanya suatu unsur penipuan ataupun bentuk perbuatan melawan hukum lainnya . Pada perjanjian sewa menyewa apabila kata sepakat sudah tercapai maka perjanjian tersebut sudah sah dan mengikat para pihak karena sewa menyewa tergolong perjanjian yang konsensuil, berbeda dengan perjanjian riil yang perlu dengan pelaksanaan perjanjian baru mengikat para pihak. Pada pasal 1320 angka (2) KUH Perdata menyatakan Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Karena dalam Bab VII Buku III KUH Perdata yang mengatur tentang sewa menyewa tidak mengatur secara khusus mengenai kecakapan dalam membuat perjanjian, maka sewa menyewa berpedoman pada pasal 1320 angka (2) KUH Perdata. Kecakapan merupakan hal yang penting dalam melakukan perjanjian sewa menyewa, yaitu penyewa dan pihak yang menyewakan haruslah orang yang cakap untuk membuat dan 31 mengadakan suatu perjanjian yaitu orang-orang dewasa yang sehat pikirannya serta tidak dilarang oleh undang-undang dalam melakukan perbuatan hukum yang sah 31 seperti ketentuan dalam pasal 1330 KUH Perdata. Pentingnya kecakapan para pihak dalam membuat dan mengadakan perjanjian sewa menyewa adalah agar memenuhi syarat subjektif jadi perjanjian tidak ada kemungkinan dapat dibatalkan para pihak. Pada pasal 1320 angka (3) KUH Perdata menyatakan Adanya sesuatu hal tertentu. Hal tertentu merupakan prestasi pokok perikatan utama.Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan32. Dalam sewa menyewa, pihak penyewa dan pihak yang menyewakan harus menentukan jenis zaak-nya dan jumlahnya dapat ditentukan (dikemudian hari) 33 agar mempermudah terjadinya pelaksanaan perjanjian tersebut serta untuk lebih mempermudah hak dan kewajiban yang harus dipikul pihak penyewa dan yang menyewakan juga terhadap kemungkinan yang timbul dikemudian hari. Pada pasal 1320 angka (4) KUH Perdata menyatakan Adanya suatu sebab yang halal. Pada perjanjian sewa menyewa pun secara khusus tidak mengatur mengenai suatu sebab yang halal maka perjanjian sewa menyewa berpedoman pada pasal 1320 angka (4) KUH Perdata. Isi dari perjanjian sewa menyewa 31 haruslah halal dan tidak bertentangan dengan Wiryono Prodjodikoro, 1987, Hukum Perjanjian dan Perikatan, Pradnya Pramita, halaman 91. 32 Abdulkadir Muhammad, op.cit., halaman 93 33 J.Satrio, Buku II, op.cit., halaman 42 undang- 32 undang,kesusilaan dan ketertiban umum, karena apabila tidak halal dan bertentangan dengan hukum maka perjanjian tersebut batal demi hukum artinya sejak semula perjanjian sewa menyewa tersebut dianggap tidak ada. 5. Saat Lahirnya Perjanjian Sewa Menyewa Dalam perjanjian, antara penawaran dan akseptasi selalu ada selang waktu tertentu yang bisa cepat bisa juga memakan waktu yang cukup lama. Pada prinsipnya penawaran menjadi batal jika ditolak pihak lain dan sebelum diakseptir oleh pihak lain, penawaran tersebut dapat ditarik kembali. Pendapat yang demikian dapat menimbulkan masalah yaitu, apakah dalam hal sesudah ada akseptasi tetapi sebelum jawaban tersebut sampai pada pihak yang menawarkan, ada lahir perjanjian atau tidak? Ini semua bergantung dari kapan kita dapat menganggap telah terjadi perjanjian atau lahir perjanjian. Ketetapan mengenai kapan perjanjian tersebut lahir mempunyai arti penting dalam : a) Penentuan resiko b) Kesempatan penarikan penawaran c) Saat mulai dihitungnya daluarsa d) Menentukan tempat terjadinya perjanjian Masalah tersebut diatas berkaitan dengan masalah penetapan kapan dianggap bahwa pihak lain telah memberikan akseptasinya. Perjanjian sewa menyewa lahir , memiliki dua kemungkinan : 33 1. Konsensual, karena sewa menyewa merupakan perjanjian konsensual yaitu telah lahir pada saat telah terjadinya kata kesepakatan. Karena kesepakatan tidak selalu terjadi pada saat orang yang menawarkan dan orang yang mengakseptasi bertemu langsung, maka terdapat beberapa teori yang mengatur mengenai lahirnya perjanjian apabila penawaran dan akseptasi dilakukan dengan pengiriman secara tertulis 34 : a) Teori Pernyataan ( Uitingstheorie ) Menurut teori ini, Perjanjian telah ada, pada saat, atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan perkataan lain , perjanjian itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan atau akseptasinya ( penerimaan yang dinyatakan dalam wujud suatu tulisan ). Pada saat tersebut pernyataan kehendak dari orang yang menawarkan dan akseptor saling bertemu. Namun, keberatan dalam teori ini adalah bahwa orang tak dapat dengan pasti menetapkan secara pasti kapan perjanjian telah lahir,karena sulit bagi kita mengetahui dengan pasti saat penulisan tersebut, disamping itu perjanjian sudah terjadi pada saat akseptor masih mempunyai kekuasaan penuh atas surat jawaban tersebut. Ia dapat mengulur waktu atau bahkan membatalkan akseptasinya sedangkan orang yang menawarkan sudah terikat. Si akseptor bisa saja menghapus jawaban akseptasi yang sudah dibuat dan 34 J.Satrio, Buku I,op.cit., halaman 257-262 34 mengatakan tidak pernah menulis jawaban penerimaan, itulah yang disebut “dapat mengulur dan bahkan membatalkan penerimaan”. b) Teori Pengiriman ( Verzendingstheorie) Dengan menetapkan, bahwa saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya perjanjian, maka orang mempunyai peganagan yang relatif pasti mengenai saat terjadinya perjanjian . Tanggal cap pos dapat kita pakai sebagai patokan, sebab sejak surat tersebut dikirimkan , akseptor tidak mempunyai kekuasaan atas surat jawaban tersebut. Keberatannya teori ini masih mempunyai kelemahannya yaitu, bahwa perjanjian tersebut sudah lahir, telah mengikat orang yang menawarkan pada saat orang yang memberikan penawaran itu sendiri belum tahu akan hal itu. Konsekuensi dari diterimanya teori ini adalah bahwa dalam orang yang menawarkan telah mengirimkan berita penarikan kembali penawarannya lebih dahulu daripada tanggal pengiriman berita penerimaan dari pihak akseptor. Ada sesuatu yang dirasa tidak adil karena dari sudut orang yang menawarkan selalu masih ada kemungkinan untuk menarik kembali penawarannya asal penakan tersebut sampai sebelum pihak yang ditawari mengirimkan jawabannya. c) Teori Pengetahuan ( Vernemingstheorie ) 35 Untuk mengatasi kelemahan teori pengiriman, orang lalu menggeser saat lahirnya perjanjian sampai pada jawaban akseptasi diketahui orang yang menawarkan. Pada saat surat jawaban diketahui isinya oleh orang yang menawarkan ,maka perjanjian itu ada. Teori ini sebenarnya paling sesuai dengan prinsip bahwa perjanjian lahir atas pertemuan dua kehendak yang dinyatakan, dan kedua pernyataan kehendak itu harus dimengerti oleh pihak lain. Keberatannya teori ini sebenarnya sudh nampak adil dan baik tetapi dapat menimbulkan masalah yaitu dalam hal si penerima surat membiarkan suratnya tidak dibuka. Apakah dengan demikian perjanjian tidak lahir dan malahan karenanya tidak akan pernah lahir? Disamping itu kita masih menghadapi kesulitan yang sama seperti menghadapi teori pernyataan, yaitu menentukan dengan pasti kapan surat tersebut benar benar telah dibukadan dibaca, karena yang tahu secara pasti hanya sipenerima saja, maka bebas untuk mengundurkan saat lahirnya perjanjian. d) Teori Pitlo Pitlo mengembangkan teori tersendiri, yang olehnya disebut teori yang kelima dengan mengatakan bahwa perjanjian lahir pada saat orang yang mengirimkan jawaban secara patut boleh mempersangkakan (beranggapan) , bahwa orang yang diberikan 36 jawaban mengetahui jawaban itu. Dengan demikian jawaban itu harus sudah sampai pada orang yang dituju dan terlepas dari apakah si penerima jawaban secara riil sudah mengetahui isi jawaban atau belum, sesudah lewat jangka waktu tertentu yang dengan melihat kepada keadaan kiranya patut dipersangkakan bahwa orang itu mengetahui jawaban itu maka perjanjian lahir. Dengan teori itu hendak dihilangkan keberatan tersebut diatas, bahwa dengan membiarkan surat jawaban tidak terbuka maka perjanjian bisa dibuat tidak pernah lahir, karena sesudah surat jawaban diterima dan lewat jangka waktu tertentu, yang secara umum dengan memperhitungkan situasi dan kondisi yang dianggap layak untuk mempersangkakan bahwa sipenerima sudah mengetahui isi jawaban tersebut. Teori ini sebenarnya dasarnya juga teori pengetahuan karena disini ada unsur persangkaan mengetahui ( dianggap sama ) dengan riil mengetahui. Keberatannya terhadap teori ini adalah bahwa teori ini seperti juga pada teori penerimaan , tidak memperhitungkan apakah si penerima secara riil sudah mengetahui isi jawaban ,karena hanya atas dasar mempersangkakan adanya pengetahuan mengenai isi jawaban tersebut. e) Teori Penerimaan ( Onvangsttheorie ) 37 Sebagai jawaban atas kekurangan-kekurangan teori pengetahuan, maka muncul teori lain yaitu, teori penerimaan. Disini saat diterimanya jawaban , tak perduli apakah suratnya sudah dibuka atau dibiarkan tidak dibuka, menentukan saat lahirnya sepakat yang pokok adalah saat surat sampai pada alamat si penerima surat. 2. Perjanjian sewa menyewa juga dapat dikatakan lahir pada saat yang telah disepakati para pihak, diluar waktu akseptasi atau penerimaan yang diberikan. Contohnya, pemilik barang telah melakukan penyerahan nyata atas suatu barangnya terlebih dahulu kepada pihak lain dan barang tersebut sudah dinikmati kegunaannya, kemudian baru para pihak sepakat bahwa untuk diadakan perjanjian sewa menyewa atas penggunaan barang tersebut. 6. Hak dan Kewajiban Perjanjian Sewa Menyewa Oleh karena perjanjian sewa menyewa adalah juga perjanjian timbal balik, maka seperti halnya perjanjian jual beli dimana masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. 35 a) Hak dari pihak yang menyewakan 35 A Qirom Syamsudin Meliala, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Penjelasannya, Liberty, Yogyakarta, halaman 63-66 38 Dari pasal 1548 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa, hak yang menyewakan adalah menerima uang sewa sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan disamping itu yang menyewakan juga berhak untuk mengingatkan pihak penyewa apabila si penyewa tidak menjalankan kewajibannya memelihara barang yang menjadi objek perjanjian b) Kewajiban dari pihak yang menyewakan36 Pihak yang menyewakan diwajibkan karena sifat persetujuan dan dengan tak perlu adanya suatu janji untuk itu 1) Menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa 2) Memelihara barang yang disewakan sedemikian hingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan 3) Memberikan si penyewa kenikmatan yang tenteram daripada barang yang disewakan selama berlangsungnya sewa c) Hak dari pihak penyewa 1) Menerima barang yang disewa pada waktu dan dalam keadaan seperti yang telah ditentukan didalam perjanjiannya sebagai kontraprestasi, ini sudah jelas disebutkan pada pasal 1548 KUH Perdata. 36 Yahya Harahap, op.cit., halaman 223-231 39 2) Terpeliharanya barang yang disewakan sehingga penyewa dapat menikmati kegunaan barang tersebut dengan tenteram 3) Apabila selama berlangsungnya sewa menyewa, dalam pemakaian barang yang disewanya ternyata penyewa mendapat gangguan dari pihak ketiga berdasarkan atas hak yang dikemukakan oleh pihak ketiga tersebut, maka penyewa berhak untuk menuntut kepada pihak yang menyewakan supaya uang sewa dikurangi sepadan dengan sifat gangguan tersebut. 4) Berhak atas ganti kerugian, apabila yang menyewakan menyerahkan barang yang disewakan dalam keadaan cacat, yang telah mengakibatkan suatu kerugian bagi penyewa didalam pemakaiannya. d) Kewajiban dari pihak penyewa 1) Memakai barang yang disewa sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut perjanjian sewanya. 2) Membayar harga sewa pada waktu-watu yang telah ditentukan 3) Penyewa bertanggung jawab atas kerusakan barang yang disewanya kecuali apabila penyewa dapat membuktikan bahwa kerusakan tersebut terjadi karena diluar suatu hal kesalahan penyewa. 40 BAB III METODE PENELITIAN Menurut Ronny Hanitjo Soemitro penelitian hukum dapat dibedakan menjadi : 1. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder. 2. Penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis, yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data primer37 A. Metode Pendekatan Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan “yuridis normatif”. Pendekatan yuridis adalah suatu pendekatan yang mengacu kepada hukum yang berlaku yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Pendekatan normatif merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder.38 Sehubungan dengan metode penelitian yang digunakan tersebut penulis melakukannya dengan cara Metode pendekatan masalah menggunakan Pendekatan perundang-undangan (Statue Approach) 39 berupa 37 Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, halaman 10 38 Soerjono Soekanto,Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, halaman 33 39 Johnny,Ibrahim, 2008, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publising, Malang, halaman 295 41 inventarisasi peraturan perundang-undangan. Meneliti peraturan-peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum dan pendapat-pendapat para Sarjana Hukum terkemuka yang merupakan data sekunder, kemudian dikaitkan dengan keadaan yang sebenarnya. B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu dimaksudkan untuk memberi data yang seteliti mungkin suatu keadaan atau gejala-gejala lainnya. Dikatakan deskriptif , karena penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran secara rinci,sistematis dan menyeluruh mengenai segala hal yang berhubungan dengan permasalahan. Kemudian dianalisis menggunakan teori-teori hukum yang ada untuk diambil kesimpulan sebagai hasil penelitian untuk memecahkan permasalahan yang timbul. 40 C. Lokasi Penelitian Sumber bahan penelitian ini adalah data sekunder, dimana Bahan hukum yang diperoleh adalah lebih menjurus pada penelitian kepustakaan, maka ditetapkan lokasi penelitianya adalah di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan Universitas Jenderal Soedirman, Pusat Informasi Ilmiah (PII). Dan di Bank DKI , Jalan Ir.Djuanda III Nomor 7-9,Jakarta Pusat,untuk pengambilan Data Sekunder,Bahan hukum primer. 40 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, halaman 10 42 D. Sumber Data Adapun sumber data dari penelitian ini adalah bahan-bahan hukum yang terdiri dari : 1. Bahan Hukum Primer, yakni bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari peraturan Perundang-undangan, seperti Undang-Undang Dasar 1945,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu terdiri dari buku-buku, laporan-laporan penelitian dan dokumen khususnya Hukum Perdata yang berkenaan dengan perjanjian sewa menyewa. 3. Bahan Hukum Tertier, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Belanda dan kamus Bahasa Hukum,jurnal ilmiah, majalah dan surat kabar dan internet sebagai tambahan bagi penulis untuk memuat informasi yang berkaitan dengan penulisan ini. 43 E. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data yang berhubungan dengan penelitian ini, disini akan dipergunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari Studi Kepustakaan ( Library Research) untuk mencari konsepsi-konsepsi, teoriteori, pendapat ataupun penemuan penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan41, dengan cara mempelajari sejumlah literatur yang ada khususnya literatur hukum perdata dengan materi sewa menyewa, mempelajari dan menginventarisasi kemudian melakukan kajian peraturan perundang - undangan yang berlaku di Indonesia di bidang sewa menyewa. F. Metode Penyajian Data Metode penyajian data dalam penelitian ini akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh. 41 Ronny Hanitijo Soemitro, op.cit., halaman 98 44 G. Metode Analisis Data Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis normatif kualitatif, yaitu dengan menjabarkan dan menafsirkan data – data berdasarkan norma, teori – teori serta doktrin guna menjawab permasalahan yang diajukan.42 42 Masri Singarimbun, 1995, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, halaman 263 45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian dari data sekunder dilapangan adalah Surat Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis Sejahtera tertanggal 3 Agustus 2011 tentang penggunaan fasilitas ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER milik PT Rintis Sejahtera oleh PT Bank DKI, nomor : 68/PKS/DIR/VIII/2011, nomor: RS-SWC-1108-007. 1. Subyek Hukum dalam Perjanjian 1.1. Nama : Mulyatno Wibowo Jabatan : Direktur Pemasaran PT.Bank DKI Alamat : Jalan Ir.H.Juanda III Nomor 7-9, Jakarta Pusat Menjalankan jabatannya dalam hal ini bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama PT.Bank DKI ,selanjutnya disebut Issuer Bank 1.2. Nama : Suryono Hidayat Jabatan : Direktur PT Rintis Sejahtera 46 Alamat : International Financial Centre Lantai 10,Jalan Jenderal Soedirman Kaveling 22-23 Jakarta Selatan 12920 Menjalankan jabatannya dalam hal ini bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama PT.Rintis Sejahtera , selanjutnya disebut Rintis 2. Maksud dan Tujuan Issuer Bank dengan ini menyatakan kesediaannya untuk menggunakan perangkat fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER agar dapat digunakan oleh nasabah Issuer Bank untuk melakukan transaksi, serta Rintis dengan ini juga menyatakan bersedia memanfaatkan perangkat tersebut sehingga fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER dapat digunakan oleh nasabah Issuer Bank untuk melakukan transaksi. 3. Jangka Waktu Perjanjian ini berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal 18 Agustus 2011 ( delapan belas Agustus dua ribu sebelas ) sampai dengan 17 Agustus 2013 ( tujuh belas Agustus dua ribu tiga belas ). Perjanjian ini secara otomatis diperpanjang 47 dengan jangka waktu yang sama, apabila tidak ada pemberitahuan untuk tidak memperpanjang perjanjian ini secara tertulis selambatlambatnya 90 ( sembilan puluh ) hari sebelum jangka waktu berakhir. 4. Obyek Perjanjian Berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis Sejahtera tentang penggunaan fasilitas ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER milik PT Rintis Sejahtera oleh PT Bank DKI, nomor : 68/PKS/DIR/VIII/2011, nomor: RSSWC-1108-007, maka yang menjadi objek perjanjian adalah penggunaan fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER oleh Issuer Bank dan penyediaan perangkat oleh Rintis sehingga fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER dapat digunakan nasabah dari Issuer Bank untuk melakukan transaksi. 5. Hubungan Hukum 1. Rintis setuju menyediakan perangkat fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER agar dapat digunakan nasabah dari Issuer Bank untuk melakukan transaksi 48 2. Issuer Bank atas penerimaan fasilitas jaringan ACQUIRER dan EDC ACQUIRER tersebut, ATM bersedia membayar sejumlah uang kepada Rintis 3. Rintis setuju menyediakan perangkat lunak dan perangkat keras dari jaringan switching Rintis hingga ke titik koneksi/gateway penghubung yang ada di jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER 4. Issuer Bank dan Rintis setuju bahwa jangka waktu penggunaan fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER adalah 2 tahun dan otomatis diperpanjang, dan apabila tidak memperpanjang harus memberitahukan secara tertulis selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berakhir. 5. Issuer Bank diwajibkan membuka rekening giro di BCA atas nama Issuer Bank yang digunakan untuk membayar transaksi yang timbul berdasarkan perjanjian ini, , wajib menyetor dana tunai ke Rekening Issuer Bank sejumlah Rp 100.000.000,sebagai dana permulaan untuk mendanai semua transaksi yang dilakukan nasabah, wajib menyetor dana tunai sebesar Rp. 2.000.000.000,- kepada Rintis sebagai uang jaminan pembayaran Saldo Total Transaksi. Dan wajib menyetor dana 49 tunai sebagai uang keanggotaan kepada Rintis sebesar US$ 45.000 6. Rintis berhak menggunakan uang jaminan berdasarkan pertimbangan sendiri tanpa persetujuan Issuer Bank , baik pada saat Perjanjian berlangsung, sudah berakhir atau diakhiri karena sebab apapun, untuk : a. Melunasi kewajiban Issuer Bank sesuai Lampiran V dan Lampiran VI, b. Membayar biaya anggota peserta yang belum dibayarkan pada waktu yang telah ditentukan sesuai Lampiran III, c. Membayar saldo transaksi, semua kewajiban, biaya dan denda lainnya (termasuk pasal 17 Perjanjian ini ) yang belum dilaksanakan Issuer Bank sesuai ketentuan dalam perjanjian ini 7. Issuer Bank bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan Perangkat Komunikasi milik Rintis tersebut yang diletakan di lokasi yang ditentukan Issuer Bank. 8. Rintis berhak setiap saat untuk mengadakan pemeliharaan dan atau mengambil kembali Perangkat Komunikasi tersebut tanpa memerlukan persetujuan dari Issuer Bank. Dalam hal ini Issuer Bank menyetujui Rintis setiap saat berhak memasuki tempat Perangkat Komunikasi dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Issuer Bank. Dalam hal ini Issuer Bank tidak berhak 50 mengubah jadwal kedatangan Rintis ataupun menolak kedatangan Rintis secara sepihak. B. Pembahasan Penelitian ini ditujukan untuk meneliti suatu konstruksi hukum dari perjanjian kerjasama antara PT Bank DKI dengan PT Rintis Sejahtera serta untuk mengetahui hak-hak dan kewajiban apa saja yang timbul akibat dari hubungan hukum tersebut . Guna mempermudah dalam mendapatkan kesimpulan dari permasalahan diatas maka pembahasan ini akan ditinjau melalui pembahasan umum yang meliputi : konstruksi perjanjian terkait dengan sistem kodifikasi yang akan dihubungkan dengan pengaturan umum dan khususnya, serta kausa perjanjian dan unsur essensialia perjanjian. Selanjutnya analisa dalam pembahasan umum ini akan dijadikan sebagai acuan untuk menghubungkan konstruksi hukum dengan perjanjian kerjasama antara PT Bank DKI sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis Sejahtera serta untuk menunjuk hak-hak dan kewajiban para pihak. 1. Pembahasan Umum Untuk mengetahui secara teoritis tentang konstruksi hukum perjanjian kerjasama antara PT Bank DKI sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis Sejahtera ini, maka pembahasan akan diawali dengan penjelasan mengenai kodifikasi dengan sistem terbuka. 51 KUH Perdata menganut sistem kodifikasi yaitu pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara lengkap serta sistematis 43 dengan tujuan kepastian hukum, penyederhanaan hukum dan kesatuan hukum . KUH Perdata dibagi menjadi 4 buku , buku I tentang orang, buku II tentang benda, buku III tentang perikatan, buku IV tentang daluarsa dan pembuktian. Buku III KUH Perdata terdiri dari 2 bagian yaitu ketentuan umum dan ketentuan khusus. Ketentuan umum diatur di bab I – IV berisi ketentuan umum dan prinsip umum perikatan baik yang lahir dari perjanjian maupun undangundang, sedangkan ketentuan khusus diatur di bab V – XVIII berisi 14 bab yang mengatur perjanjian yang secara khusus telah diberi nama oleh KUH Perdata. Menurut J.Satrio, ketentuan umum dan ketentuan khusus memegang peranan penting dalam kaitannya dengan sistem terbuka yang dianut oleh buku III KUH Perdata44, yang artinya memberi kemungkinan untuk dibuatnya jenisjenis perjanjian baru selain yang diatur secara khusus dalam Buku III KUH Perdata dalam Bab V – XVIII. Sedangkan sarana untuk memasukan jenis-jenis perjanjian diluar ketentuan khusus tersebut menggunakan asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak yaitu kebebasan seluas-luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat-syarat perjanjian, dengan bentuk 43 44 CST,Kansil, op.cit., halaman 72 J.Satrio, Buku I, op.cit., halaman 10 52 tertentu atau tidak bahkan mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam KUH Perdata 45 . Penegasan mengenai adanya kebebasan berkontrak ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Konsekuensi yang timbul dari perjanjian yang lahir dari asas kebebasan berkontrak adalah perjanjian tersebut tunduk oleh ketentuan umum yang terdapat dalam Buku III KUH Perdata Bab I Bab IV. Perjanjian yang lahir akibat konsekuensi asas kebebasan berkontrak adalah perjanjian yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu. Perjanjian tersebut memiliki pengaturannya untuk tunduk pada ketentuan umum bab I – bab IV, yaitu melalui pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi ”semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain”. Jadi akibat dianutnya sistem kodifikasi dan sistem keterbukaan yang terdapat dalam buku III KUH Perdata menimbulkan konsekuensi adanya pembagian dua kelompok dari perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh masyarakat yaitu : 45 Purwahid Patrik, op.cit.,, halaman 66. 53 1. Perjanjian-perjanjian khusus tertentu yang telah diatur secara relatif lengkap dalam buku III KUH Perdata. Perjanjian-perjanjian ini umumnya disebut Perjanjian Bernama. 2. Perjanjian-perjanjian yang tumbuh dalam masyarakat yang belum atau tidak mendapatkan pengaturan secara khusus dalam buku III KUH Perdata. Perjanjian-perjanjian dalam kelompok ini disebut Perjanjian Tak Bernama dan tunduk pada ketentuan umum Buku III KUH Perdata. Perjanjian ditinjau dari segi nama dan pengaturannya, yaitu Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama. Menurut Abdulkadir Muhammad 46 , perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokan sebagai perjanjian khusus, karena jumlahnya terbatas misalnya, jual-beli, sewa menyewa tukar menukar. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak memiliki nama tertentu dan jumlahnya terbatas. Sedangkan menurut R.Setiawan 47, perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang- undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian-perjanjian ini oleh undang-undang telah diatur secara khusus didalam KUH Perdata bab V sampai dengan bab XVII ditambah titel VII A; dalam KUHD perjanjian asuransi dan perjanjian 46 47 Abdulkadir Muhammad, op.cit., halaman 87 R. Setiawan, op.cit., halaman 51 54 pengangkutan.baik untuk perjanjian bernama atau tak bernama pada asasnya berlaku buku I, buku II ,buku III dan buku IV KUH Perdata. Perjanjian Tak Bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur secara khusus di dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa dalam bidang hukum perjanjian yang menganut kodifikasi terbuka, tugas hukum menciptakan ketertiban ditempuh dengan cara, hukum perjanjian menyediakan pengaturan khusus yang relatif lengkap dalam KUH Perdata yang dikenal dengan perjanjian bernama dan disamping itu menyediakan ketentuan umum guna memberikan aturan umum bagi perjanjian bernama dan sekaligus berfungsi menampung perjanjian-perjanjian yang berkembang dalam masyarakat yang belum diatur secara khusus dalam undang-undang dikenal dengan perjanjian tak bernama. Jadi, ketertiban (dan kepastian) dalam hukum perjanjian menghendaki agar setiap peristiwa hukum tertentu dalam masyarakat akan dapat dimasukan kedalam kelompok perjanjian bernama yang telah diatur secara khusus dalam KUH Perdata ataukah kedalam kelompok perjanjian tidak bernama yang tunduk oleh ketentuan umum buku III KUH Perdata. 55 Salah satu alasan agar suatu peristiwa hukum tertentu dalam masyarakat dapat dimasukan kedalam dua kelompok perjanjian diatas adalah demi kepastian hukum dan ketertiban hukum. Jadi jika dalam masyarakat timbul peristiwa konkrit yang tidak dikenal dalam kodifikasi maka agar tidak terjadi kekosongan hukum, para ilmuwan dan praktisi hukum berusaha mengurai, menjelaskan, menghubungkan hungga menghasilkan suatu hubungan hukum (perjanjian) yang secara tegas dapat dibedakan atau disamakan dengan perjanjian yang sudah ada. Kegiatan demikian dikatakan sebagai mengkonstruksi, yang hasilnya dinamakan konstruksi hukum. Pengertian Konstruksi Hukum menurut Wiryono Projodikoro adalah cara penarikan peraturan hukum yang bersifat khusus atau yang bersifat rendah ke atas menjadi suatu peraturan yang bertingkat lebih tinggi atau yang bersifat lebih umum48. Sedangkan menurut J.Satrio adalah membuat suatu ketentuan khusus menjadi suatu ketentuan umum dan selanjutnya menerapkan secara analogis49. Bentuk konstruksi hukum ada 3 yaitu : Analogi, Penghalusan Hukum, Argumentum a Contrario. 1. Penafsiran Analogis Penafsiran daripada peraturan hukum dengan memberi ibarat pada kata – kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya. Sehingga suatu peristiwa 48 Wiryono Projodikoro, 1989, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, halaman 79 49 J.Satrio, 1988, Hukum Perjanjian Menurut KUHPerdata, Hersa, Purwokerto, halaman 135 56 yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan dianggap sesuai dengan peraturan tersebut. 2. Penghalusan Hukum ( Rechtsvertjining ) Penghalusan hukum dilakukan apabila penerapan hukum tertulis sebagaimana adanya akan mengakibatkan ketidakadilan yang sangat sehingga ketentuan hukum tertulis itu sebaiknya tidak diterapkan atau diterapkan secara lain apabila hendak dicapai keadilan. Jenis konstruksi ini sebenarnya merupakan bentuk kebalikan dari konstruksi analogi, sebab bila di satu pihak analogi memperluas lingkup berlaku suatu peraturan perundang-undangan, maka di lain pihak Penghalusan Hukum justru mempersempit lingkup berlaku suatu peraturan perundangundangan (bersifat restriktif). 3. Argumentum a Contrario Pengungkapan secara berlawanan, yaitu penafsiran Undang-undang yang didasarkan atas pengingkaran. Artinya berlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dengan soal yang diatur dalam suatu pasal dalam Undang-Undang. Penafsiran ini mempersempit perumusan hukum/ perundang- undangan lebih mempertegas kepastian hukum sehingga tidak menimbulkan keraguan. 57 Salah satu perjanjian yang perlu dicari konstruksi hukumnya adalah Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis Sejahtera, jadi perlu ditentukan apakah perjanjian tersebut tergolong dalam perjanjian bernama ataukah masuk kedalam perjanjian tak bernama. Karena dalam perjanjian bernama tidak dikenal adanya perjanjian dengan judul kerjasama, dan apakah sudah pasti perjanjian tersebut masuk kedalam golongan perjanjian tak bernama. Sebelum membahas lebih jauh tentang konstruksi hukum Perjanjian Kerjasama antara PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis Sejahtera, akan diuraikan terlebih dahulu mengenai definisi perjanjian. Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata, memberikan batasan definisi mengenai perjanjian yaitu “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. “ dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua pihak yang membuatnya atau dapat dikatakan pula bahwa perjanjian adalah sumber dari perikatan disamping sumber lain berupa undang-undang. Menurut J.Satrio, kata perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih dimana kedua belah pihak saling mengikatkan diri. Sedangkan kata saling mengikatkan diri mengandung maksud bahwa suatu perjanjian pasti menimbulkan perikatan, sedangkan yang dimaksud dengan perikatan menurut 58 J.Satrio adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan antara dua pihak, dimana pada pihak yang satu ada hak dan kewajiban pada pihak lain50. Apabila diperhatikan perumusan tentang apa yang disebut perjanjian, maka dapat diketahui bahwa perjanjian mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 1. Ada pihak-pihak minimal dua pihak; 2. Ada persetujuan antara pihak-pihak tersebut; 3. Ada tujuan yang hendak dicapai; 4. Ada prestasi yang hendak dilaksanakan; 5. Ada bentuk tertentu baik lisan maupun tulisan; 6. Ada syarat-syarat tertentu yang merupakan isi perjanjian51. Berdasarkan perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian, antara lain : unsur essensialia, unsur naturalia dan unsur accidentalia. Untuk mengetahui konstruksi hukum perjanjian maka yang diperlukan adalah unsur essensialia suatu perjanjian. Unsur essensialia adalah unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur tersebut perjanjian tidak mungkin ada. 52 Jadi dapat dikatakan unsur esensialia adalah sesuatu yang harus ada, yang merupakan hal pokok sebagai syarat yang 50 J.Satrio,Ibid., halaman 18 Abdulkadir Muhammad, op.cit., halaman 79 52 J.Satrio, Buku I, op.cit., halaman 67-68 51 59 tidak boleh diabaikan dan harus dicantumkan dalam suatu perjanjian. Tanpa hal pokok tersebut perjanjian tidak sah dan tidak mengikat para pihak yang membuat.53 Contohnya, unsur esensialia untuk adanya perjanjian. dalam perjanjian jual-beli adalah adanya harga dan adanya barang yang disepakati kedua belah pihak harus ada. Dalam suatu perjanjian untuk dapat membedakan perjanjian satu dengan yang lain dapat diketahui dari unsur essensialia dan causa perjanjian, causa adalah akibat yang sengaja ditimbulkan oleh tindakan menutup perjanjian, yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak untuk ditutupnya suatu perjanjian tersebut.54 Unsur essensialia dan causa dalam suatu perjanjian berbeda dengan perjanjian lainnya karena setiap perjanjian mempunyai tujuannya sendiri yang khas, meskipun kadang ada sedikit kemiripan. Unsur essensialia dalam perjanjian jual-beli adalah adanya barang dan adanya harga, sedangkan causa perjanjian jual-beli adalah penyerahan barang untuk dimiliki dengan pembayaran sejumlah uang. Sedangkan unsur essensialia dalam perjanjian sewa-menyewa adalah adanya barang dan adanya harga. Serta causa dalam sewa-menyewa adalah penyerahan barang untuk dinikmati atau dipakai kegunaanya oleh salah satu pihak dalam waktu tertentu dan penyerahan sejumlah uang tertentu. 53 54 Rai Widjaya, op.cit., halaman 118 J.Satrio, Buku II, op.cit., halaman 60 60 Dengan kemiripan unsur essensialia dari dua perjanjian diatas tidak berati bahwa perjanjian tersebut dikatakan sebagai sejenis, sewa menyewa dan jual beli masing-masing memiliki kausanya sendiri, jika jual beli penyerahan bendanya dengan maksud untuk dimiliki , berbeda dengan sewa menyewa yang diserahkan hanya bendanya untuk dinikmati kegunaannya bukan untuk dimiliki. 2. Pembahasan Pokok Permasalahan A. Konstruksi Hukum Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuser Bank dengan PT Rintis Sejahtera Menurut Satjipto Rahardjo, yang dimaksud dengan konstruksi hukum adalah konsep atau pengertian hukum (pengertian tertentu dalam konteks berfikir secara hukum) yang secara sadar dipikirkan benar, diciptakan dan dipakai untuk satu tujuan.55 Untuk melakukan suatu konstruksi hukum, Paul Scholten mengajukan tiga syarat yang harus dipenuhi yaitu : a. Konstruksi harus meliputi materi positif, artinya tindakan konstruksi harus didasarkan pada hal-hal yang sifatnya pokok dan aturan hukum yang sedang berlaku untuk saat ini 55 Satjipto Rahardjo, 1986, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, halaman 275-276 61 b. Tidak ada pertentangan didalamnya artinya bahwa ilmu hukum, dalil abstrak mengenai hukum dan ringkasannya dalam suatu pengertian menuntut kesatuan logis c. Harus memenuhi syarat estetis artinya manusia membutuhkan sesuatu yang sederhana, jelas dan mudah dimengerti, begitu juga ilmu hukum juga membutuhkan penggambaran yang jelas, disamping itu konstruksi harus juga berguna bagi tuntutan kepastian dan keadilan56 Metode yang digunakan dalam menyusun konstruksi menurut Ronny Hanitidjo Soemitro adalah metode dogmatik hukum yang didasarkan atas dalil-dalil, logika sedangkan analisisnya dilakukan dengan memasukan pasal pasal yang berisi norma hukum kedalam kategori pengertian dasar dari sistem hukum57. Prinsip dasar kegiatan mengkonstruksi tersebut akan dijadikan pedoman dalam mengkonstruksikan perjanjian kerjasama antara PT Bank DKI dengan PT Rintis Sejahtera. Hal pertama yang perlu dipastikan adalah hal tertentu dan kausa atau sebab yang halal. Maka dari itu perlu dibahas mengenai syarat sahnya perjanjian kerjasama antara PT Bank DKI dengan PT 56 Paul Scholten, Penerjemah Siti Soemantri Hartono, 1992, Mr. C. Asser, Penuntun Dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda, Bagian Umum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, halaman 67 57 Ronny Hanitidjo Soemitro, op.cit., halaman 96-97 62 Rintis Sejahtera. Bahwa syarat sahnya perjanjian ada dalam pasal 1320 ada 4 syarat, yaitu a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, Mengandung arti bahwa antara para pihak dalam perjanjian telah ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing. Kesepakatan ini tidak sah apabila disebabkan karena kekhilafan, paksaan, atau penipuan (Pasal 1321, Pasal 1322, Pasal 1328 KUH Perdata). Menurut Subekti, perjanjian pada umumnya adalah konsensuil artinya perjanjian lahir pada saat terjadinya kesepekatan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal pokok dari obyek perjanjian,namun adakalanya undang-undang menetapkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus diadakan secara tertulis (perjanjian perdamaian) atau dengan akta notaris (perjanjian penghibahan barang tetap) tetapi hal itu merupakan suatu pengecualian. Yang lazim, apabila sudah tercapai mengenai kesepakatan mengenai hal pokok dari perjanjian tersebut.58 Berdasarkan hasil penelitian pada point 4 Issuer Bank dengan Rintis telah sepakat mengadakan perjanjian sehingga syarat 58 Subekti, op.cit., halaman 15 63 sahnya perjanjian tentang sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya tercapai yaitu tertuang pada Surat Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis Sejahtera, nomor : 68/PKS/DIR/VIII/2011, nomor: RS-SWC-1108-007. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Syarat kedua adalah kecakapan, dalam arti orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 1329 KUH Perdata yang berbunyi :Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh Undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Adapun yang tidak cakap menurut Pasal 1330 KUH Perdata adalah : 1. Orang-orang yang belum dewasa 2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan 3.Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan Undang-undang dan semua orang kepada siapa Undangundang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Khusus untuk syarat ketiga sekarang sudah tidak berlaku lagi, hal ini dapat dilihat dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03/1963 tanggal 4 Agustus 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Negeri di seluruh 64 Indonesia, yang menjelaskan bahwa Pasal 108 dan 110 KUH Perdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di Pengadilan tanpa ijin dan bantuan dari suaminya sudah tidak berlaku lagi. Selain manusia sebagai subyek hukum, perkembangan selanjutnya sebagai subyek hukum adalah badan hukum. Badan hukum adalah orang atau persoon yang diciptakan oleh hukum Ditinjau dari pembentukannya, badan hukum dapat dibagi menjadi dua,yaitu :59 1. Badan hukum publik, contohnya : Negara, Provinsi, Kabupaten 2. Badan hukum privat, contohynya :Perseroan Terbatas (PT), Yayasan dan Koperasi Berdasarkan dari hasil penelitian poin 1.1 dan 1.2 subyek hukum yang menutup perjanjian adalah Issuer Bank yang merupakan badan hukum privat, dan Rintis yang merupakan badan hukum privat pula. Kedua subyek hukum tersebut berbentuk Perseroan Terbatas ( PT ) yaitu badan hukum privat yang dibentuk secara yuridis. Lembaga ini berasal dari perdata Eropa/Barat, dengan demikian perjanjian antara PT Bank DKI 59 J.Satrio, op.cit., halaman 34 65 dengan PT Rintis Sejahtera telah masuk dalam badan hukum eropa/barat maka hukum yang berlaku bagi para pihak yang menutup perjanjian adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sehingga syarat subyek hukum yaitu kecakapan untuk membuat suatu perikatan terpenuhi. c. Suatu hal atau obyek tertentu Suatu hal atau obyek tertentu merupakan pokok dari kedua belah pihak atau disebut juga prestasi. Dalam perjanjian tentang sesuatu hal atau obyek tertentu harus disebutkan dengan tegas dan jelas atau prestasi serta kontraprestasi apa dan bagaimana harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak. Prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan, sedangkan untuk dapat mengatakan tertentu dan dapat ditentukan harus ada jenis dari prestasi itu sendiri yang selanjutnya dapat ditentukan berapa jumlahnya. Tertentu di sini harus obyek yang dalam perdagangan karena benda diluar perdagangan tidak dapat dijadikan obyek dari perikatan. Berdasarkan hasil penelitian pada poin 5 dapat dideskripsikan bahwa suatu hal atau prestasi dan kontraprestasinya adalah tertentu hal ini dapat dilihat dari isi perjanjiannya : 66 Rintis memberikan hak kepada Issuer Bank dengan menyediakan dan menyerahkan perangkat fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER agar dapat digunakan nasabah dari Issuer Bank untuk melakukan transaksi, menyediakan perangkat lunak dan perangkat keras dari jaringan switching Rintis hingga ke titik koneksi/gateway penghubung yang ada di jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER. Dan sebagai kontraprestasi Issuer Bank menggunakan fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER milik Rintis, Issuer Bank wajib membayar harga sewa kepada PT Rintis atas barang yang telah dinikmati kegunaannya atau manfaatnya tersebut. Harga sewa didasarkan pada tarif sewa per transaksi antara Rp.1.600,- ; Rp 2.400,- ; Rp 2.500,;Rp.3.200,- ; Rp 4.000,-. Bank DKI wajib membayar sewa dalam bentuk simpanan (Deposit) minimal Rp 2.100.000.000,(dua milyar seratus juta rupiah) yang terdiri dari dana tunai sebesar Rp. 2.000.000.000,- kepada Rintis sebagai uang jaminan pembayaran Saldo Total Transaksi, dan uang sebesar Rp.100.000.000,- sebagai saldo awal untuk mendanai transaksi nasabah. 67 Dengan demikian bila transaksi telah melampaui Rp 2.100.000.000,- (dua milyar seratus juta rupiah) maka Bank DKI wajib menambah sampai jumlah harga Rp 2.100.000.000,- (dua milyar seratus juta rupiah). Sebaliknya bila sampai 2 tahun jumlah transaksi kurang dari Rp 2.100.000.000,- (dua milyar seratus juta rupiah) sisanya dikembalikan kepada PT Bank DKI ( penyewa) Berdasarkan hasil penelitian pada poin 3, Jangka waktu yang diperjanjikan dalam perjanjian ini juga tertentu yaitu berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal 18 Agustus 2011 ( delapan belas Agustus dua ribu sebelas ) sampai dengan 17 Agustus 2013 ( tujuh belas Agustus dua ribu tiga belas ). Perjanjian ini secara otomatis diperpanjang dengan jangka waktu yang sama, apabila tidak ada pemberitahuan untuk tidak memperpanjang perjanjian ini secara tertulis selambat-lambatnya 90 ( sembilan puluh ) hari sebelum jangka waktu berakhir. Berdasarkan pada poin 4, benda yang menjadi obyek perikatan juga tertentu yaitu fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER yang akan digunakan selama 2 tahun ( dan dapat diperpanjang selanjutnya). Benda dalam perjanjian ini 68 wujudnya adalah perangkat lunak artinya benda tersebut tidak memiliki wujud fisik meskipun tidak memiliki wujud, benda tersebut dianggap sah karena diatur dalam pasal 503 KUH Perdata yang mengatur tentang adanya benda berwujud dan tidak berwujud. d. Suatu kausa atau sebab yang halal Suatu kausa atau sebab yang halal merupakan syarat yang keempat atau terakhir untuk sahnya perjanjian. Melihat ketentuan dalam Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum. Hamaker dan Hoffman memberikan arti kausa pada perjanjian sebagai tujuan bersama yang hendak dicapai para pihak yang menutup perjanjian.60. Kausa atau sebab yang halal adalah hal yang menyebabkan adanya hubungan hukum yang berupa rangkaian kepentingankepentingan yang harus dipenuhi dalam perjanjian. Dari pernyataan tersebut, maka dalam perjanjian tidak mungkin ada persetujuan yang tidak mempunyai sebab atau kausa, oleh karena kausa sebetulnya isi dari perjanjian itu. Apabila 60 J.Satrio, op.cit., halaman 72 69 persetujuan tanpa kausa maka persetujuan tersebut batal demi hukum. Contoh suatu kausa dalam perjanjian sewa menyewa adalah berpindahnya suatu barang untuk dinikmati kegunaannya dalam jangka waktu tertentu dan atas penggunaan barang tersebut dilakukan suatu pembayaran sejumlah uang, dan contoh kausa dalam jual beli adalah penyerahan suatu barang untuk dimiliki dan penyerahan sejumlah uang atas pembayaran barang tersebut. Berdasarkan hasil penelitian pada poin 4 dapat dideskripsikan bahwa berdasarkan surat perjanjian kerjasama, tujuan bersama yang hendak dicapai para pihak adalah penggunaan fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER milik Rintis. Dan berdasarkan pada poin 3, penggunaan fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER tersebut hendak digunakan dalam jangka waktu 2 tahun dan otomatis diperpanjang dengan pembayaran penggunaan fasilitas tersebut sebesar US$ 45.000 (empat puluh lima ribu dollar Amerika Serikat) ditambah Rp 2.100.000.000,- (dua milyar seratus juta rupiah), dan dapat ditambah apabila uang tersebut telah habis digunakan transaksi oleh Nasabah Bank DKI. Dengan 70 demikian tujuan bersama tersebut dapat dikatakan untuk mengadakan suatu hubungan hukum, hal tersebut tidaklah bertentangan dengan pasal 1357 KUH Perdata, yang menentukan “suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.” Setelah mengetahui bahwa perjanjian kerjasama antara PT Bank DKI dengan PT Rintis Sejahtera telah memenuhi syarat sahnya perjanjian berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata, baik syarat subjektif maupun syarat objektif maka, hal berikutnya yang harus dipastikan adalah unsur essensialia dan kausa perjanjian dari perjanjian tersebut. Berdasarkan hasil penelitian pada poin 5.2, 5.5, dapat dideskripsikan bahwa Issuer Bank diwajibkan membuka rekening giro di BCA atas nama Issuer Bank yang digunakan untuk membayar transaksi yang timbul berdasarkan perjanjian ini, wajib menyetor dana tunai ke Rekening Issuer Bank sejumlah Rp 100.000.000,- sebagai dana permulaan untuk mendanai semua transaksi yang dilakukan nasabah, wajib menyetor dana tunai sebagai uang keanggotaan kepada Rintis sebesar US$ 45.000, wajib menyetor dana tunai sebesar Rp. 2.000.000.000,- kepada Rintis sebagai uang jaminan pembayaran Saldo Total Transaksi. 71 Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian pada poin 5.1, 5.3, dapat dideskripsikan bahwa Rintis wajib menyediakan perangkat switchingnya sehingga fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER dapat digunakan nasabah dari Issuer Bank untuk melakukan transaksi, berkewajiban menyediakan perangkat lunak dan perangkat keras dari jaringan switching Rintis hingga ke titik koneksi/gateway penghubung yang ada di jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER . Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan unsur esensialia dari perjanjian kerjasama antara PT Bank DKI dengan PT Rintis Sejahtera yaitu adanya benda ( perangkat switching fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER), benda dalam perjanjian disini wujudnya perangkat lunak artinya benda tersebut termasuk golongan benda tidak berwujud. dan adanya harga ( pembayaran yang dilakukan Issuer Bank ). Bila dikaitkan dengan causa perjanjian tersebut yaitu penyerahan benda untuk dinikmati atau dipakai kegunaanya oleh salah satu pihak ( menyediakan perangkat switchingnya sehingga fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER dapat digunakan nasabah dari Issuer Bank untuk melakukan transaksi (Poin 5.1), dalam waktu tertentu ( Poin 3 ) dan penyerahan sejumlah uang tertentu (poin 5.2, 5.5) sebagai pembayaran yang telah disanggupi oleh pihak lain (Issuer Bank diwajibkan membuka Rekening Giro di BCA atas nama Issuer Bank (selanjutnya disebut „Rekening 72 Issuer Bank‟ ) yang digunakan untuk membayar transaksi (dan atau kewajiban lainnya )yang timbul berdasarkan perjanjian ini, maka causa dan unsur essensialia perjanjian kerjasama PT Bank DKI dengan Rintis memiliki kemiripan dengan causa dan unsur essensialia perjanjian sewa menyewa. Perjanjian antara Issuer Bank dengan Rintis dapat dideskripsikan konstuksi hukum perjanjiannya dapat disebut sebagai perjanjian sewa menyewa, yaitu karena terdapat unsur-unsur dan causa yang ternyata sama dengan perjanjian sewa menyewa. Unsur esensialia dalam perjanjian kerjasama antara Issuer Bank dengan Rintis adalah adanya harga dan adanya barang. Serta causa atau tujuan ditutupnya perjanjian ini adalah sama dengan perjanjian sewa menyewa yaitu penyerahan barang untuk dinikmati atau dipakai kegunaanya oleh salah satu pihak dalam waktu tertentu dan penyerahan sejumlah uang tertentu sebagai pembayaran harga sewa. Disini Rintis menyediakan barang untuk diserahkan kepada Issuer Bank untuk dinikmati kegunaannya dalam waktu tertentu (2 tahun dan dapat diperpanjang selanjutnya), penikmatan yang dilakukan oleh Issuer Bank wujudnya adalah pengoperasian ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER serta penentuan waktu penggunaannya, dan Issuer Bank menyerahkan sejumlah uang tertentu sebesar US$ 45.000 ditambah Rp 2.100.000.000,- atas barang yang telah dinikmati kegunaannya tersebut sebagai pembayaran dan dapat ditambah 73 apabila uang tersebut telah habis digunakan transaksi oleh Nasabah Bank DKI. Oleh karena perjanjian antara Issuer Bank dengan Rintis termasuk golongan perjanjian sewa-menyewa, maka penamaan Surat Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis Sejahtera tentang penggunaan fasilitas ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER adalah bukan termasuk golongan perjanjian tidak bernama melainkan perjanjian bernama, yaitu perjanjian sewa menyewa. Sehubungan dengan perumusan perjanjian J.Satrio mengatakan bahwa suatu perumusan perjanjian selalu menonjolkan ciri-ciri khas yang terkandung dalam apa yang hendak dirumuskan dan perumusan perjanjian selalu menonjolkan isi prestasi pokok dari satu atau kedua belah pihak; seperti pada perjanjian jual beli, pasti menyebutkan pihak satu berkewajiban membayar sejumlah uang dan kontra prestasi yang lain menyerahkan barang 61 . Apabila pernyataan tersebut dihubungkan dengan perumusan Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis Sejahtera yang telah dideskripsikan sebelumnya, khususnya mengenai causa dan unsur essensialia, maka ciri-ciri khas yang terkandung dalam Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis Sejahtera ini sebenarnya adalah perjanjian sewa menyewa, dimana ditonjolkan prestasi 61 J.Satrio, 1996, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Pribadi Penanggungan (Borghtocht) dan Perikatan Tanggung Menanggung, Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 11 74 menyediakan barang untuk dinikmati manfaatnya pada waktu tertentu dan kontra prestasi yang lain yaitu pembayaran suatu harga yang telah disanggupi. B. Hak-Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis Hubungan hukum adalah hubungan antara subyek hukum dengan subyek hukum atau antara subyek hukum dengan obyek hukum yang menimbulkan akibat hukum, yaitu lahirnya hak-hak dan kewajiban para pihak. Berdasarkan konstruksi hukum Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis yang telah diuraikan sebelumnya , perjanjian tersebut adalah termasuk perjanjian bernama, yaitu perjanjian sewa menyewa. Oleh karena itu akibat hukum yang lahir dari Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis adalah karena hubungan hukum perjanjian sewa menyewa. Untuk memperoleh gambaran mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis, maka terlebih dahulu akan diuraikan mengenai perjanjian sewa menyewa yang diatur dalam pasal 1548 KUH Perdata yang menyatakan bahwa : “suatu perjanjian,dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang, 75 selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak terseebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.” Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa dalam perjanjian sewa menyewa melahirkan hubungan perikatan yang terdiri dari 1. Pihak yang satu ( yang menyewakan ) wajib menyerahkan hak untuk menikmati kemanfaatan suatu barang; 2. Dan pihak lain ( penyewa ) wajib membayar harga sewa. Kedua perikatan tersebut adalah perikatan pokok dalam perjanjian sewa menyewa, dimana pihak yang wajib menyerahkan barang yang dimaksud kepada penyewa untuk dinikmati kegunaan atau manfaatnya dalam waktu tertentu dan selanjutnya penyewa wajib membayar harga sewa kepada yang menyewakan. Apabila dihubungkan dengan data hasil penelitian poin 5 tentang hubungan hukum para pihak, maka dapat dideskripsikan hak dan kewajiban pokok Issuer Bank selaku penyewa mempunyai hak dan kewajiban pokok berupa : 1) Berhak menggunakan perangkat fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER agar dapat digunakan nasabah dari Issuer Bank untuk melakukan transaksi. 76 2) Wajib bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan Perangkat Komunikasi milik Rintis yang diletakan di lokasi yang ditentukan Issuer Bank. 3) Diwajibkan membuka rekening giro di BCA atas nama Issuer Bank (selanjutnya disebut „Rekening Issuer Bank‟) yang digunakan untuk membayar transaksi (dan atau kewajiban lainnya) yang timbul berdasarkan perjanjian ini. 4) Wajib menyetor dana tunai sebesar Rp. 2.000.000.000,- kepada Rintis sebagai uang jaminan pembayaran Saldo Total Transaksi. 5) Wajib menyetor dana tunai ke Rekening Issuer Bank sejumlah Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) paling lambat sehari sebelum ATM ACQUIRER dan atau EDC ACQUIRER diaktifkan bagi Issuer Bank sehingga dapat digunakan oleh Nasabah Berdasarkan hak dan kewajiban pokok penyewa maka pelaksanaan hak hak penyewa hanya dapat dilakukan apabila penyewa telah melakasanakan semua kewajibannya sendiri, apabila kewajiban-kewajiban diatas tidak dipenuhi maka secara otomatis fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER tidak dapat digunakan. Pelaksanaan kewajiban penyewa tersebut diatas tunduk pada ketentuan pasal 1560 KUH Perdata yang mengatur mengenai kewajiban utama seorang penyewa, yaitu : 77 memakai barang yang disewa dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan atau fungsinya serta membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan Selanjutnya berdasarkan data hasil penelitian poin 5 hubungan hukum para pihak, maka dapat dideskripsikan hak dan kewajiban pokok Rintis selaku pihak yang menyewakan mempunyai hak dan kewajiban pokok berupa : 1) Berkewajiban menyediakan dan menyerahkan perangkat switchingnya sehingga fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER dapat digunakan nasabah dari Issuer Bank untuk melakukan transaksi. 2) Berhak mendapatkan pembayaran dari Issuer Bank atas penggunaan fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER. Kewajiban penyerahan atau penyediaan barang sewa tersebut diatas, melekat kewajiban lain berdasarkan sifat perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1550 KUH Perdata yaitu memelihara barang yang disewa sedemikian rupa sehingga dapat dipakai sesuai dengan fungsinya dan juga harus menjamin pemakaian barang secara aman selama berlangsungnya sewa. Perikatan-perikatan diatas adalah perikatan pokok untuk lahirnya suatu perjanjian sewa-menyewa. Selanjutnya akan dibahas hak dan kewajiban para pihak yang sifatnya adalah pelengkap atau accesoir. 78 1. Hak dan kewajiban pihak yang menyewakan Berdasarkan pasal 1551 KUH Perdata disebutkan bahwa pihak yang menyewakan wajib menyerahkan barang yang akan disewakan dalam keadaan baik dan melakukan perbaikan-perbaikan terhadap barang sewa kecuali terhadap perbaikan yang menjadi kewajiban penyewa. Dalam pasal 1552 KUH Perdata disebutkan bahwa pihak yang menyewakan wajib menanggung adanya cacat tersembunyi, yang mengakibatkan berkurangnya atau tidak berfungsinya barang sewa dan menanggung segala kerugian apabila akibat adanya cacat tersembunyi tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak penyewa. Dalam pasal 1553 KUH Perdata disebutkan bahwa perjanjian sewa menyewa gugur apabila barang sewa musnah karena keadaan yang tidak disengaja dan apabila musnahnya hanya sebagian maka si penyewa dapat memilih untuk pengurangan harga sewa atau pembatalan perjanjian. Dalam pasal 1554 KUH Perdata disebutkan bahwa selama waktu sewa pihak yang menyewakan dilarang mengubah wujud maupun tatanan barang yang disewakan. Dalam pasal 1555 KUH Perdata disebutkan bahwa jika selama waktu sewa harus dilakukan pembetulan atau perbaikan yang tiudak dapat ditunda sampai selesainya waktu sewa maka penyewa harus menerima segala resikonya kecuali apabila perbaikan tersebut berlangsung lebih dari 40 hari, maka si penyewa dapat menuntut pengurangan harga sewa atau menuntut pembatalan sewa. 79 Berdasarkan hasil penelitian pada poin 5 Perjanjian Kerjasama antara PT Bank DKI dengan PT Rintis Sejahtera , para pihak tidak mengecualikan ketentuan pasal-pasal yang mengatur mengenai hak dan kewajiban pihak yang menyewakan meskipun tidak secara tegas. Maka hak dan kewajiban pihak yang menyewakan adalah : a) Mengadakan pemeliharaan atau mengambil kembali Perangkat Komunikasi tanpa memerlukan izin Issuer Bank. Menanggung cacat tersembunyi terhadap perangkat ATM ACQUIRER, EDC ACQUIRER serta perangkat pendukung yang disediakan oleh Rintis dan membayar ganti rugi yang ditimbulkan b) Tidak melakukan perubahan sistem dan fungsi perangkat ATM ACQUIRER, EDC ACQUIRER serta perangkat pendukung lainnya. c) Berhak menggunakan uang jaminan berdasarkan pertimbangan sendiri tanpa persetujuan Issuer Bank , baik pada saat Perjanjian berlangsung, sudah berakhir atau diakhiri karena sebab apapun, untuk : 1. Melunasi kewajiban Issuer Bank sesuai Lampiran V dan Lampiran VI; 2. Membayar biaya anggota peserta yang belum dibayarkan pada waktu yang telah ditentukan sesuai Lampiran III; 80 3. Membayar saldo transaksi, semua kewajiban, biaya dan denda lainnya (termasuk pasal 17 Perjanjian ini ) yang belum dilaksanakan Issuer Bank sesuai ketentuan dalam perjanjian ini. 2. Hak dan kewajiban penyewa Dalam pasal 1553 KUH Perdata disebutkan bahwa jika barang sewa musnah sebagian maka penyewa berhak menuntut pengurangan harga sewa atau menuntut pembatalan perjanjian. Dalam pasal 1555 KUH Perdata disebutkan bahwa jika selama waktu sewa harus dilakukan pembetulan atau perbaikan yang tiudak dapat ditunda sampai selesainya waktu sewa maka penyewa harus menerima segala resikonya kecuali apabila perbaikan tersebut berlangsung lebih dari 40 hari, maka si penyewa dapat menuntut pengurangan harga sewa atau menuntut pembatalan sewa. Dalam pasal 1559 KUH Perdata disebutkan bahwa penyewa dilarang melakukan sewa ulang tanpa izin pihak yang menyewakan. Dalam pasal 1564 KUH Perdata disebutkan bahwa penyewa bertanggung jawab terhadap kerusakan yang terjadi pada barang yang disewa selama waktu sewa. Berdasarkan hasil penelitian pada poin 5 Perjanjian Kerjasama antara PT Bank DKI dengan PT Rintis Sejahtera , para pihak tidak 81 mengecualikan ketentuan pasal-pasal yang mengatur mengenai hak dan kewajiban pihak yang menyewakan meskipun tidak secara tegas. Maka hak dan kewajiban pihak yang menyewakan adalah : a) Berhak menuntut pengurangan harga sewa atau menuntut pembatalan perjanjian sewa apabila perangkat ATM ACQUIRER, EDC ACQUIRER serta perangkat pendukung lainnya mengalami perbaikan selama lebih dari 40 hari b) Dilarang melakukan sewa ulang atau memperpanjang perjanjian ini tanpa pemberitahuan atau izin c) Bertanggung jawab terhadap kerusakan yang terjadi pada perangkat ATM ACQUIRER, EDC ACQUIRER serta perangkat pendukung lainnya akibat kesalahan operasional yang dilakukan oleh penyewa. 82 BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Konstruksi Hukum Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuser Bank dengan PT Rintis Sejahtera Perjanjian Kerjasama PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis Sejahtera memiliki : a. Unsur essensialia : adanya barang dan adanya harga. b. Causa perjanjian : kehendak pihak Issuer Bank untuk menikmati fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER milik PT Rintis dan kehendak PT Rintis untuk menyerahkan kegunaan fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER kepada issuer bank dengan pembayaran sejumlah uang tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. c. Konstruksi hukum : berdasarkan unsur essensialia dan causa perjanjian diatas maka konstruksi hukum perjanjian ini adalah Perjanjian Sewa Menyewa. 83 2. Hak-Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama Antara PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis Hak-hak dan kewajiban yang timbul akibat Perjanjian kerjasama Antara PT Bank DKI Sebagai Issuer Bank dengan PT Rintis ini telah diatur secara tegas dalam perjanjian sewa-menyewa bab VII KUH Perdata. Dimana memiliki perikatan pokok seperti perjanjian sewa-menyewa diantaranya : a. PT Rintis (pihak yang menyewakan) wajib menyerahkan barang ( fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER ) kepada PT.Bank DKI (penyewa) untuk dinikmati kegunaan atau manfaatnya dalam waktu tertentu ( 2 tahun ) ; b. PT.Bank DKI (penyewa) wajib membayar harga sewa kepada PT Rintis (pihak yang menyewakan) atas barang yang telah dinikmati kegunaannya atau manfaatnya tersebut. Harga sewa didasarkan pada tarif sewa per transaksi antara Rp.1.600,- ; Rp 2.400,- ; Rp 2.500,;Rp.3.200,- ; Rp 4.000,-. Bank DKI wajib membayar sewa dalam bentuk simpanan (Deposit) minimal Rp 2.100.000.000,- (dua milyar seratus juta rupiah) Dengan demikian bila transaksi telah melampaui Rp 2.100.000.000,(dua milyar seratus juta rupiah) maka Bank Dki wajib menambah sampai jumlah harga Rp 2.100.000.000,- (dua milyar seratus juta 84 rupiah). Sebaliknya bila sampai 2 tahun jumlah transaksi kurang dari Rp 2.100.000.000,- (dua milyar seratus juta rupiah) sisanya dikembalikan kepada PT Bank DKI ( penyewa). B. Saran Judul akta perjanjian kerjasama PT Bank DKI sebagai Issuser Bank dengan PT Rintis Sejahtera hendaknya diganti sesuai dengan peristiwa hukumnya yaitu Perjanjian Sewa-Menyewa fasilitas jaringan ATM ACQUIRER dan EDC ACQUIRER antara PT Bank DKI dengan PT Rintis Sejahtera. Demikian pula bagi masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian yang peristiwa hukumnya telah diatur dalam KUH Perdata menggunakan judul perjanjian yang telah ada aturan hukumnya. hendaknya DAFTAR PUSTAKA A. Literatur CST, Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta. Djumhana, Muhammad, 1999, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti: Bandung. Harahap, Yahya, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni: Bandung. Ibrahim, Johnny, 2008, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publising: Malang. J.Satrio, 1988, Hukum Perjanjian Menurut KUHPerdata, Hersa: Purwokerto. ---------, 1992, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti: Bandung. ---------, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Citra Aditya Bakti: Bandung. ---------, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku II, Citra Aditya Bakti: Bandung. ---------, 1996, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Pribadi Penanggungan (Borghtocht) dan Perikatan Tanggung Menanggung, Citra Aditya Bakti: Bandung. Kasmir, 1999, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Grafindo: Jakarta. Meliala, A Qirom Syamsudin, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Penjelasannya, Liberty: Yogyakarta. Mertokusumo, Sudikno, 2005, Mengenal Hukum, Liberty: Yogyakarta. Muhammad, Abdulkadir, 1990, Hukum Perikatan, Citra Adhitya Bhakti: Bandung. Patrik, Purwahid 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, CV. Mandar Maju: Bandung. Prodjodikoro, Wiryono, 1987, Hukum Perjanjian dan Perikatan, Pradnya Pramita:Bandung. ---------------, Wiryono 1989, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur: Bandung. Rahardjo, Satjipto, 1986, Ilmu Hukum, Alumni: Bandung. R. Setiawan, 1999, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra Bardin: Bandung. Scholten, Paul, Penerjemah Siti Soemantri Hartono, 1992, Mr. C. Asser, Penuntun Dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda, Bagian Umum, Gajah Mada University Press: Yogyakarta. Singarimbun, Masri, 1995, Metode Penelitian Survey, LP3ES: Jakarta. Soemitro, Ronny Hanitijo, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia: Jakarta. Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press: Jakarta. -----------, Soerjono, Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada: Jakarta. Subekti, 1986, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni: Bandung. ---------,1987, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa: Jakarta. ---------, 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti: Bandung. Widjaya, Rai, 2004, Merancang Suatu Kontrak, Megapoin: Bekasi. B. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03/1963 tanggal 4 Agustus 1963 C. Internet <http://www.kartika.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/3451/Materi+7+C amel.pdf>, Diakses 23 november 2012