BAB V The Role of Volatiles

advertisement
BAB V
THE ROLE OF
VOLATILES
Pendahuluan
Volatil adalah bahan yang mudah menguap.
Jika magma mengandung volatile (bahan yang mudah
menguap) yang tidak larut maka pada saat mencapai
permukaan akan meletus secara efusif – hanya mengalir
keluar melalui lubang (vent) membentuk aliran atau kubah
lava ( tergantung pada kandungan kimia dan tingkat
efusinya – chapter 10).
• Namun sebagian besar letusan yang terjadi secara sub
areal melibatkan beberapa tingkat ledakan (eksplosif).
• Dalam vulkanologi istilah “eksplosif” digunakan untuk
menunjukkan adanya letusan dimana magma
terfragmentasi dan dikeluarkan melalui lubang (vent) yang
didalamnya mengandung aliran gas. (Sebagaimana
dijelaskan dalam bagian 1.2)
• Dalam beberapa kasus ledakan (eksplosif) vulkanik
adalah peristiwa yang transien (sementara waktu saja,ini
akan dijelaskan pada bab 7) tetapi sering juga
fragmentasi dapat terjadi terus menerus selama erupsi
stabil yang mungkin berlangsung beberapa jam atau hari
(letusan tersebut dibahas pada bab 6).
• Dalam beberapa kasus, letusan eksplosif terjadi karena
suatu zat yang mudah menguap seperti air tercampur
dengan magma saat mendekati permukaan.
• Namun, dalam beberapa kasus letusan eksplosif
disebabkan karena magma yang naik memiliki volatile
(zat yang mudah menguap) yang terlarut di dalam
magma.
• Saat magma naik ke permukaan dan batas tekanan
menurun, zat-zat volatile (mudah menguap) secara
bertahap melepaskan diri dari magma membentuk
gelembung gas yang didistribusikan keseluruh cairan.
• Proses ini mirip dengan botol soda ketika dibuka.
Minuman bersoda mengandung karbon dioksida (CO2) yang dimasukkan
kedalam botol dengan tekanan yang tinggi, sehingga CO2 larut di dalam
cairan.
Maka ketika botol dibuka, tekanan pada botol akan menjadi sama dengan
tekanan atmosfer, sehingga CO2 tidak dapat tetap larut, senagian akan
melepaskan diri dari cairan dan membentuk gelembung gas yang memuai dan
membentuk busa (“Fizz”).
• Dalam magma biasanya 95-99% dari massa material
yang tererupsi adalah batuan cair, jumlah gas hanya
beberapa persen dari beratnya, tetapi sejumlah kecil gas
tersebut menyumbang volume yang sangat besar ketika
memuai pada tekanan atmosfer, dan pada dasarnya gas
berperan penting di dalam memproduksi letusan
eksplosif.
Pada bab ini akan membahas tentang:
- Gas apa saja yang umumnya terlarut di dalam magma,
- Bagaimana komposisi magma mempengaruhi jumlah gas
yang terlarut, dan
- Bagaimana gas-gas terlepaskan dari magma.
Volatile dalam Magma
• Volatile yang paling umum terlarut adalah H2O (air) dan
CO2 (karbondioksida).
• Namun, ada beberapa gas lain yang juga biasanya
terlarut dalam magma, seperti:
Sulfur
Banyak gunungapi aktif yang mengeluarkan gas belerang
(sulfur) yang disebabkan oleh penguapan hydrogen
sulfida (H2S). sering juga kumpulan belerang dapat
ditemukan di sekitar lubang (vent) dan fumarol, pada
kenyataannya campuran sulfur yang paling umum
terlepaskan oleh gunung api adalah sulfur dioksida (SO2).
Solfatara, yaitu fumarol yang mengeluarkan gas sulfur (belerang).
• Gas sulfur sangat berkaitan dengan magma basaltic –
erupsi basaltic akan melepaskan sekitar 10 kali belerang
sebanyak letusan rhyolitic dengan ukuran yang sama.
• Ini merupakan factor penting ketika mempertimbangkan
efek letusan gunung berapi pada iklim (bab 12).
Volatile yang lain
• Berbagai volatile lainnya dapat ditemukan dalam jumlah
yang bervariasi dalam magma, termasuk hydrogen klorida
(HCl) dan hydrogen fluoride (HF).
5.3 Daya Larut Volatiles dalam Magma
Faktor yang mempengaruhi jumlah volatile yang
larut dalam magma:
• Tekanan,
• Komposisi magma,
• Temperatur magma.
„Solubility Law‟ untuk kombinasi volatile
dalam magma:
• Pada H2O yang larut dalam basalt; n = 0,1078 P0,7
• Pada H2O yang larut dalam rhyolit; n = 0,4111 P0,5
• Pada CO2 yang larut dalam semua jenis magma;
n = 0,0023 P
Dimana:
n = jumlah gas yang larut (dalam persentase berat / wt% )
P = tekanan dalam magma ( dalam megapascal / Mpa )
grafik 5.2
grafik tersebut menunjukkan daya larut H2O di dalam rhyolite dan
basalt sebagai fungsi tekanan dan kedalaman di bawah permukaan bumi.
Pada grafik tersebut menggambarkan jika terdapat 2 jenis
magma, rhyolitic dan basaltic. Kita ambil setiap 2 wt% air yang larut
pada kedalaman 7 km (titik A). Selama kenaikan magma tidak
mengalami gangguan hingga titik B, tercapai kurva daya larut untuk
magma basalt, dimana pada titik tersebut magma dikatakan jenuh di
dalam air. Dan jika magma terus bergerak naik, magma akan menjadi
sangat jenuh di dalam air. Proses yang sama juga terjadi pada
rhyolite magma, hanya saja untuk mencapai keadaan jenuh,
kedalaman magma lebih dangkal dan tekanan lebih rendah
dibandingkan pada basaltic magma (titik C).
grafik 5.2
grafik tersebut membandingkan daya larut H2O dan CO2 pada basaltic dan
rhyolitic magma.
Diagram tersebut menunjukkan beberapa aspek penting mengenai sifat
gas;
• Daya larut CO2 pada basaltic dan rhyolitic magma sangat mirip dan
lebih rendah daripada daya larut H2O pada basaltic dan rhyolitic
magma,
• Semakin rendah daya larut CO2 pada basaltic magma menandakan
lebih
cenderung
untuk terurai (exsolved) dari
kedalaman yang lebih besar daripada H2O.
magma pada
5.4 Bubble Nucleation
Pada prinsipnya, gelembung seharusnya membentuk
atom di magma secepat mungkin selama jenis volatile
yang mudah larut tersaturasi dalam lelehan. Namun,
proses nukleasi gelembung tidak sepele. Menurut
definisinya nukleasi ini melibatkan molekul dalam
jumlah besar yang datang bersama-sama untuk
membentuk gelembung stabil dalam gelembung yang
mencoba untuk membentuk dirinya sangat kecil, gaya
tegangan permukaan berperan untuk mengecilkan
gelembung yang pada tingkat molekuler, berarti
mendorong molekul volatil kembali ke dalam cairan.
Pengumpulan molekul jenis volatil yang terjadi secara
spontan ke dalam gelembung dengan cara ini
dinamakan homogenous nucleation .
nukleasi dibantu oleh adanya kristal padat, dan kristal
tersebut biasa hadir dalam banyak magma, terutama jika
magma telah disimpan dalam dapur magma sebelum
letusan cukup lama untuk telah didinginkan di bawah
temperatur solidus, sehingga setidaknya salah satu mineral
telah mulai mengkristal. Penggunaan kristal ini dalam
magma sebagai tempat terjadinya nukleasi gelembung gas
yang memiliki analogi dengan cara uap air mengembun
menjadi serbuk motes di atmosfer untuk membentuk
hujan.
Jika tidak ada pendukung nukleasi dalam magma maka
mungkin ada penundaan trivial pada timbulnya
pembentukan gelembung, dan magma dapat menjadi amat
sangat tersaturasikan, sebanyak kurang lebih 100 MPa,
sebelum gelembung mulai terbentuk. Keseimbangan
antara tekanan supersaturasi ΔP dan jejari gelembung r
adalah
5.5 Bubble Growth
BUBBLE GROWTH
Setelah gelembung gas telah terbentuk dalam kenaikan
magma, gelembung tumbuh secara progresif melalui
beberapa kombinasi dari tiga proses: penyebaran banyak
gas ke dalam gelembung yang ada, dekompresi dan
perluasan gas yang ada pada gelembung, dan koalesensi
gelembung.
Growth by diffusion
Pertumbuhan dengan difusi melibatkan migrasi ke dalam
gelembung molekul dari senyawa volatil yang masih
terlarut dalam magma sekitarnya. Volatile utama memasuki
gelembung akan menjadi pertama yang telah terlebih
dahulu menjadi jenuh sehingga menyebabkan nukleasi
gelembung, tetapi beberapa molekul dari setiap volatile
yang ada juga akan memasuki gelembung. Proses difusi
dari salah satu volatil dipengaruhi oleh banyak faktor,
terutama komposisi magma,tempeiature magma, dan
campuran dari spesies volatil lain yang ada.
Migrasi dari molekul dari volatil kedalam gelembung gas dari cairan sekitarnya
meningkatkan gradien konsentrasi dalam cairan terdekat (area berbayang).
mendorong molekul ke arah growing bubble.
Growth by decompression
• Hukum Boyle (salah satu Hukum Gas) menyatakan
bahwa:
• PV = constant
atau p1v1=p2v2
Ini berarti bahwa jika tekanan gas berkurang, volume gas
akan naik, misalnya gas mengembang. Jadi kenaikan
magma dan tekanan yang diberikan di atasnya oleh
penurunan batuan sekitarnya, gelembung gas apapun
dalam magma juga mengalami penurunan tekanan dan
kenaikan volume.
Misalnya, jika gelembung terbentuk pada kedalaman
sekitar 200 m di bawah permukaan dan tumbuh dengan
dekompresi hingga mencapai permukaan tekanan awal
pada gelembung, P1 adalah
Variasi radius gelembung gas dengan kedalaman di bawah
permukaan pada penaikan magma. Selama ini berbagai
kedalaman pertumbuhan gelembung dikendalikan terutama
oleh difusi molekul volatil dari cairan sekitarnya
5.5.3 BUBBLE COALESCENCE
BUBBLE COALESCENCE
Proses akhir dimana gelembung dapat meningkat adalah
melalui koalesensi. Ini hanya proses yang signifikan
dalam keadaan tertentu, tetapi penting dalam letusan
eksplosif transien seperti strombolian dan vulcanian
eruptions.
BUBBLE COALESCENCE
distribusi tipikal ukuran gelembung
dalam magma yang naik ke
permukaan. gelembung terbesar
adalah yang paling awal terbentuk di
bawah permukaan dan sudah terdifusi
dan terdekompresi, gelembung
terkecil adalah gelembung yang baru
memiliki nukleus. panjang panah
gelembung mencerminkan kecepatan
kenaikan relatif palung gelembung
magma, gelembung terbesar memiliki
kecepatan kenaikan terbesar.
BUBBLE COALESCENCE
Gambar menunjukkan skematik "snapshot" yang diambil
dari gelembung dalam magma yang naik ke permukaan.
pada waktu tertentu magma akan berisi populasi
gelembung berbagai ukuran. saat gelembung mulai
terbentuk pada tingkat larutan padat, gelembung baru
terus bernukleasi sampai magma tersebut akhirnya
meletus. Namun, seperti yang terlihat sebelumnya,
proses nukleasi tergantung pada ketersediaan nukleasi
dan tingkat kejenuhan dari magma pada waktu tertentu.
Namun, pada umumnya magma akan berisi beberapa
gelembung yang relatif besar yang terbentuk beberapa
waktu yang lalu di level yang lebih dalam di bawah
permukaan dan yang telah berkembang melalui difusi dan
dekompresi, dan juga beberapa gelembung sangat kecil
yang baru saja terbentuk.
5.6 MAGMA
FRAGMENTATION AND THE
INFLUENCE OF VOLATILES
ON ERUPTION STYLES
4 Tahap Terjadinya Ledakan Erupsi dan Pecahnya
Magma
• Magma asam, naik ke permukaan dengan cepat 
menghasilkan pumice, piroklastik dengan lubang-lubang
yang jarang-jarang
• Magma basa, naik ke permukaan dengan lambat 
menghasilkan scoria, piroklastik dengan gelembunggelembung yang berkoalisi atau bergabung
Pumice
Scoria
Download