67 ABSTRAK YULIA SULISTIA (102017024017

advertisement
67
ABSTRAK
YULIA SULISTIA (102017024017) “Pengaruh Pendekatan Induktif Terhadap
Hasil Belajar Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Juni 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pendekatan
induktif terhadap hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP
Negeri 3 Telukjambe Karawang tahun ajaran 2007/2008.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen
dengan desain penelitian randomize subject postest only group desain. Subyek
penelitian ini adalah 80 siswa yang terdiri dari 40 siswa untuk kelompok
eksperimen dan 40 siswa untuk kelompok kontrol yang diperoleh dengan teknik
cluster random sampling pada siswa kelas VII.
Pengunpulan data dilakukan setelah diberi perlakuan diperoleh dari nilai tes hasil
belajar matematika siswa. Tes yang diberikan terdiri dari 9 soal bentuk uraian,
dengan koefisien reliabilitas 0,854.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan induktif berpengaruh terhadap
hasil belajar matematika siswa. Dimana rata-rata hasil belajar matematika siswa
yang diberi pendekatan induktif lebih besar daripada rata-rata hasil belajar
matematika siswa yang diberi pendekatan konvensional.
68
ABSTRACT
YULIA SULISTIA (102017024017) “The effect of Inductive Approach to
Learning Outcome in Mathematics”. Thesis for Mathematic Education, Faculty of
Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University
Jakarta, June 2010.
The purpose of this research is to study the effect of inductive approach to
learning outcome in mathematics. The research was conducted at SMPN 3
telukjambe Karawang at academic year 2007/2008.
The method used in this research is quasi experimental with the randomize postest
only control group design. Sample for this research are 80 students consist of 40
students for experimental gruop and 40 for control group which selected in
cluster random sampling technique from 7th grade.
The data collection after being given obtined from the test score learning outcome
in mathematics Test consisted of 9 question in essay. With the coefficient of
interater reliability 0,854.
The result of this reseach show that there is effect of inductive approach to
Learning outcome in mathematics. Where the students who tought with inductive
approach have mean score learning of mathematic student higher then who
tuoght with inductive approach.
69
KATA PENGANTAR
‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮ ﺣﻤﻦ اﻟﺮ ﺣﻴﻢ‬
Alhamdulillahi Robbil ‘alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang telah memberikan hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para
pengikutnya.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akhir akademis di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta guna mencapai gelar sarjana pendidikan
matematika. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai atas bantuan
banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membentu memberikan dorongan baik moril maupun materil.
Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada:
1.
Prof. Dr. Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Matematika, dan
Bpk. Otong Suhyanto, M.Si, sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan
matematika yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan arahan.
3.
Ibu Tita Khalis Maryati, M.Kom, selaku Dosen Penasehat Akademik,
yang sudah memberikan bimbingan,nasehat, serta memotivasi penulis dari
awal semester sampai akhir.
4.
Bapak Dr. Kadir, M.Pd. Dosen Pembimbing I, dan Ibu Muchlisrarini,
M.Pd. Dosen Pembimbing II yang sudah memberikan bimbingan, arahan,
nasihat, dan semangat yang takkan terlupakan dan akan membekas dihati
5.
Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan
serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga
ilmu yang bapak dan ibu berikan mendapat keberkahan dari Allah SWT.
Amin.
70
6.
Ibu Hj. Nunung Nengsiarsah S.Pd., kepala SMP Negeri 3 Telukjambe,
Bpk Dr. Sutirna Kepala SMP Negeri 1 Telukjambe Barat, dan Seluruh
guru dan karyawan yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada
penulis, memperkenankan penulis untuk melaksanakan penelitian dan
memberikan segala fasilitas yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
7.
Pimpinan dan staf Perpustakaan fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan
Jurusan Pendidikan Matematika yang telah memberikan fasilitas kepada
penulis untuk menelaah serta memberi pinjaman sumber literatur yang di
perlukan.
8.
Teristimewa untuk orang-orang yang kucintai dan kusayangi, Aping
(Ma’mun Rukmana), Mama (Muniroh), Suamiku (Wahyudin), Anakku
yang bageur dan kasep (Fajar Sultan Aliyudin), Nenekku (Mih) yang tak
henti-hentinya mendoakanku, mendidik, memotivasi, memberi semangat,
selalu sabar dan selalu memberikan limpahan kasih sayang kepadaku,
terimakasih atas segalanya, hanya Allah SWT, yang dapat membalasnya,
semoga penulis dapat memberikan yang terbaik untuk kalian.
9.
Untuk adik-adikku tersayang Dede Imam dan Bungsu Ufa yang selalu
memberikan semangat dan selalu menghibur. Terima kasih juga
kupersembahkan kepada Keluarga Besar H. Sukana, Keluarga Besar H.
Syamsudin, Bapak H.Ferry dan Keluarga Besar H. Akma Wijaya yang
sudah memberikan dukungan demi kelancaran penulisan skripsi ini.
10.
Sahabat-sahabatku yang baik hati tempat curhat dikala duka maupun suka
Ela Siti & Arfah (thak’s banget untuk kesabaran, semangat, dan
keikhlasannya), begitu pula untuk teman-teman seperjuangan Ayu, Alfi,
Rizma, Co2m-A, Hai, Teman-teman angkatan 2002 Co2m, Athi, Euis
Yuli, Ami, Iis ais, Iis Fa, Febby, Tuti, Ratna, Euis Nur, Fitri, Njah, Ela Pai,
Ucup, Islah dll, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas
kebersamaan dalam melewati hari-hari kuliah yang penuh suka dan duka,
karena kalianlah hari-hari kuliah menjadi sangat menyenangkan dan
bewarna.
71
11.
Siswa dan siswi SMP Negeri 3 Telukjambe Karawang, khususnya siswa
dan siswi kelas VIIA dan VIIE, yang telah membantu selama penuli
smengadakan penelitian
12.
Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan, informasi
serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, mudah-mudahan bantuan, bimbingan, arahan, dan do’a
yang telah diberikan menjadi amal shaleh dan diterima oleh allah SWT. Serta
balasan yang berlipat ganda, amin. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan umumnya.
Jakarta, Juni 2010
Penulis
Yulia Sulistia
72
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakangan
Kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang dapat memberikan
harapan dan kemungkinan-kemungkinan yang lebih baik dimasa mendatang,
telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat
terhadap setiap derap langkah dan perkembangan dunia pendidikan.
Pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan atas individu untuk menghasilkan
perubahan-perubahan yang sifatnya permanen (tetap) dalam tingkah laku,
pikiran, dan sikapnya. Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai sarana untuk
persiapan hidup yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan sekarang yang
dialami individu dalam perkembangannya menuju ke tingkat kedewasaannya.1
Pendidikan sebagai salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas
hidup manusia, pada intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia,
mendewasakan, merubah perilaku, serta meningkatkan kualitas menjadi lebih
baik.
Selanjutnya ilmu pendidikan dalam perspektif Islam adalah bimbingan
yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran Islam. 2 Allah SWT menciptakan fitrah yang
bersih dan mulia dalam diri manusia, lalu melengkapinya dengan bakat dan
sarana pemahaman yang baik yang memungkinkan manusia mengetahui
kenyataan-kenyataan besar di alam raya ini. Fitrah manusia mungkin mengarah
ke alam raya untuk mengungkap rahasia dan tujuan penciptanya serta berakhir
dengan memahami posisi dirinya di alam raya ini dan menentukan bagaimana
ia harus berbuat dan bersikap di dalamnya. Ilmu yang diperoleh manusia
semestinya dapat membuahkan penanaman akidah dan pendalaman keimanan
1 Nanang Fattah, Landasan manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004), hlm. 5.
2 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004), cet ke-4, hlm. 32.
73
yang tulus kepada Allah. Keimanan merupakan kebutuhan fitrah, di samping
merupakan kebutuhan akal manusia. Manusia tidak dapat lepas dari kebutuhan
ini karena ia telah ditanamkan di dalam dirinya, dan manusia sendiri diciptakan
dengan fitrah itu.3
Allah berfirman dalam QS Al-Hajj ayat 54,
[àÕµŽ
́”5ˆ
a1„ Ý΋mµ‹ˆ
a2ß µÎÞ
[c´P|s
Gµ%
V0´ÝdÍ*Œß
…I´‹ˆ
¤µ´
s`ŒÞ
‰ÉAµ%݌ÉlŒß
Ü1ÅN͉ΠÎ
8ÕµŽ
Ä ‹p«¦
‰Î"ˆÏ
µl`NŒ
t„´
¢ÉŒ
Ž
;‰ÉA%‹Ê
­´³® 2l¯*Ù{w%
“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa AlQur’an adalah benar dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan hati mereka
tunduk kepadanya. Sesungguhnya Allah memberi petunjuk orang-orang yang
beriman ke jalan yang lurus. (QS Al-Hajj: 54)
Ungkapan yang menakjubkan ini menunjukkan hakikat hubungan
antara ilmu dan iman. Ilmu diikuti oleh iman secara langsung tanpa jeda, dan
iman diikuti oleh gerakan hati yang tunduk dan khusyuk kepada Allah SWT.
Demikianlah ilmu membuahkan keimanan, dan keimanan membuahkan
kekhusyukan serta sikap tunduk kepada-Nya.4
Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metodemetode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan
cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Peningkatan kualitas
pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan
bangsa secara keseluruhan.
3 Ahmad Fuad Pasya, Dimensi Sains Al-Qur’an: Menggali Kandungan Ilmu Pengetahuan
dari Al-Qur’an, (Solo: Tiga Serangkai, 2006), cet ke-2, hlm. 1.
4 Ahmad Fuad Pasya, Dimensi Sains ..., hlm. 5.
74
Dalam undang-undang RI No. 20 tahun 20003 tentang sistem
pendidikan nasional dengan tegas dinyatakan bahwa "Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar
siswa secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara." 5 Hal
ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan suatu bangsa pendidikan memegang
peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan suatu bangsa.
Strategi pelaksanaan pendidikan dilakukan dalam bentuk kegiatan
bimbingan, pengajaran,
dan latihan. Bimbingan pada hakikatnya adalah
bantuan, arahan, motivasi, nasihat, dan penyuluhan agar siswa mampu
mengatasi, memecahkan masalah, menanggulangi kesulitan diri sendiri.
Pengajaran adalah bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam
proses belajar mengajar antara peserta didik dan guru untuk mengembangkan
perilaku sesuai dengan tujuan pendidikan
Mengenai hal ini, Indonesia merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional Indonesia yang tertulis dalam Undang-undang Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yaitu
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta beradaban bangsa yang bermartabat
dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepda tuhan
yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.6
Untuk mewujudkan tujuan yang dirumuskan tersebut diatas, diperlukan
suatu proses yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Salah satu proses
tersebut adalah proses belajar mengajar. Oleh karena itu, keberhasilan dari
proses belajar mengajar dapat di capai jika perencanaan yang telah di susun
dengan baik untuk mencapai tujuan yang di harapkan dapat diimplikasikan
secara optimal.
5 http://www.inhereht-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, hlm. 2.
6 http://www.inhereht-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, hlm. 4.
75
Pendididkan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu
berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam
mengembangkan berbagai hal, seperti; konsep, prinsip, kreativitas, tanggung
jawab dan keterampilan. Dengan kata lain perlu, mengalami perkembangan
dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Demikian pula individu juga
makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sesamanya. Objek
sosial akan berpengaruh terhadap perkembangan individu. Melalui pendidikan
dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara perkembangan aspek
individual dan aspek sosial. Aspek lain yang dikembangkan adalah kehidupan
susila. Hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma dan nilai-nilai
dlam kehidupannya, sehingga manusia dapat menetapkan tingkah laku mana
yang tidak baik dan tidak bersifat susila. Aspek lain adalah kehidupan religius
dalam hubungannya dengan Allah SWT. dapat menghayati dan mengamalkan
ajarannya sesuai dengan agamanya. Semua itu dapat terwujud melalui
pendidikan. 7
Pada kenyataannya pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana,
melainkan sesuatu kegiatan yang dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan
akan selalu berubah seiring dengan perubahn jaman. Setiap saat pendidikan
selalu menjadi fokus perhatian dan bahkan tidak jarang menjadi sasaran
ketidakpuasan, karena pendidikan menyangkut kepentingan semua orang,
bukan hanya menyangkut invesi dan kondisi kehidupan dimasa yang akan
datang, melainkan juga menyangkut kondisi dan suasana kehidupan saat ini.
Itulah sebabnya pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan
peningkatan sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan
kehidupan masyrakat.
Komponen guru dan siswa merupakan ujung tombak yang sangat
menentukan keberhasilan proses belajar mengajar di dalam kelas. Profesi guru
tidak dapat disamai oleh satu profesi lain dalam hal keutamaan dan kedudukan,
profesi sebagai guru termasuk semulia-mulia dan seluhur-luhurnya profesi.
Setiap kali materi pelajaran yang diajarkan lebih mulia dan lebih bermanfaat,
7 Nanang Fattah, Landasan Manajemen …, hlm. 5.
76
maka kemuliaan dan kedudukan pemiliknyapun akan semakin terangkat.8
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Peranan
guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang
berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembang siswa
yang menjadi tujuannya. 9 Di antara adab-adab guru adalah menasehati orangorang yang diajarnya, bersikap lembut kepada mereka, memudahkan jalan bagi
mereka, serta mengerahkan segenap kemampuan untuk menolong dan
membantu mereka. 10
Sedangkan siswa merupakan aktor yang harus memiliki kemampuan,
motivasi, dan kesiapan yang memadai untuk mengikuti proses belajar mengajar
di kelas. Adapun syarat-syarat untuk murid (siswa) agar ilmunya dapat
berkembang dan sempurna adalah; pertama, akal yang dengannya hakikat
segala perkara dapat dipahami. Kedua, kecerdasan yang dengannya ilmu-ilmu
yang tersembunyi dapat dimengerti. Ketiga, kepandaian yang dengannya dapat
dikokohkan hapalan apa yang dimengertinya dan pemahaman apa yang
diketahuinya. Keempat, keinginan kuat yang dengannya pencarian terus
dilakukan dan tidak cepat ditimpa kebosanan. Kelima, mencukupkan diri
dengan materi yang mencukupinya dari pencarian yang berbelit-belit. Keenam,
waktu luang yang dengannya ilmu dapat dikembangkan dan diperbanyak.
Ketujuh, tidak adanya penghalang-penghalang yang mengusutkan pikiran,
seperti kesedihan, kesibukan, dan penyakit. Kedelapan, panjangnya umur dan
luasnya rentang waktu, agar usaha untuk memperbanyak ilmu dapat
mengantarkannya kepada derajat kesempurnaan. Kesembilan, keberuntungan
mendapatkan guru yang dermawan dengan ilmunya dan berpelan-pelan dalam
mengajar. 11 Menurut Alexander, penuntut ilmu (siswa) membutuhkan empat
8 Fu’ad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru: Panduan
Lengkap Metodologi Pengajaran Cara Rasulullah saw, (Jakarta: Darul Haq, 2009), hlm. 1.
9 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2002), hlm. 4.
10 Abu Hamid Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah: Kitab Panduan Lengkap Beribadah dan
Bermuamalah, (Jakarta: Himmah, 2008), cet ke-1, hlm. 241.
11 Abu Hamid Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah …, hlm. 242.
77
hal, yaitu: waktu, harta, bakat dan keinginan kuat. Dan pelengkapnya adalah
yang kelima, yaitu: guru yang tulus.
Pendidikan adalah upaya sadar untuk mengubah perilaku manusia
supaya menjadi lebih berkualitas, secara holistik; meliputi aspek kognitif,
apektif dan psikomotor, serta menyangkut kecerdasan intelektual, emosional,
sosial dan spiritual. Sebagai bagian dari suatu proses budaya, pendidikan
senantiasa terus berubah untuk mengikuti, mengadaptasi dan menentukan
dinamika perkembangan kebudayaan itu sendidri.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan tata nilai
serta kompleksitas persoalan hidup dan peradaban masyarakat, menjadi
tantangan bagi kalangan pendidikan untuk terus menemukan inovasi yang
dapat mengatasi persoalan tersebut. Oeh sebab itu, inovasi pendidikan pada
hakekatnya adalah suatu cara berfikir untuk menentukan serta mengembangkan
metodologi, tata nilai, proses dan produk baru yang inovati dalam mengatasi
persoalan-persoalan pendidikan.
Dlam konteks Indonesia, upaya inovasi pendidikan akan berhadapan
dengan banyak masalah, baik masalah internal maupuan masalah eksternal.
Masalah internal, menyangkut kualitas para pelaku pendidikan sendiri,
terutama kualitas guru. Masalah eksternal, terkait dengan kebijakan ekonomi
dan politik pendidikan serta tantangan globalisasi. 12
Tidaklah sederhana untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas hasil
pendidikan, termasuk untuk menentukan kualitas pembelajaran sekarang. Bell
mengatakan bahwa sangat susah sebenarnya menentukan apakah pembelajaran
matematika modern berhasil atau gagal. Lebih lanjut bell mengatakan bahwa
untuk menimbang penilaian positif dan negatifnya revolusi matematika
modern, kebanyakan orang-orang yang betul-betul mengetahui matematika
modern sampai kepada kesimpulan bahwa matematika modern itu bukan pula
keberhasilan yang berlimpah ruah. Pendapat ini menggambarkan bahwa
kualitas hasil belajar matematika belum menggembirakan.
12 M. Syaom Barliana, Inovasi Pembelajaran antara Kreasi dan Inovasi, (Jurnal
Pendidikan, No. 3, Tahun ke-XXIV, Maret 2005), hlm. 3.
78
Dampak dari kualitas pembelajaran matematika tersebut dan kesadaran
semua pihak akan pentingnya pembelajaran matematika yang berkualitas, telah
mendongkrak berbagai upaya pembenahan pembelajaran matematika.namun
sayang , upaya tersebut sampai saat ini belum sesuai dengan yang diharapkan.
Hampir tiga dekade pelaksanaan kurikulum bermuatan modern, tetapi
keberhasilan belajar siswa belum tercapai secara optimal. Kualitas hasil
pembelajaran matematika sekolah, masih memprihatinkan baik dalam hasil
belajar siswa maupun dalam proses pembelajarannya. Sekolah wajib memuat
matematika sebagai mata pelajaran yang harus dikuasai siswa, bahkan
matematika menjadi satu dari tiga pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional
untuk menentukan kelulusan siswa. Namun hasil belajar siswa masih rendah,
terlihat dari jumlah siswa yang tidak lulus mengalami peningkatan.
Manusia mempunyai nilai strategis dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Keterampilan matematika merupakan salah satu
kunci keberhasilan dalam menghadapi berbagai pekerjaan penting di
masyarakat sekarang yang sarat teknologi tinggi. Mengingat pentingnya
matematika dalam dunia ilmu pengetahuan serta dalam kehidupan pada
umumnya, maka matematika perlu dipahami dan dikuasai oleh semua lapisan
masyarakat terutama siswa sekolah formal.13
Matematika adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata cara
berfikir dan mengelolah logika, baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif. Pada matematika diletakakn dasar bagaimana mengembangkan cara
berfikir dan bertindak melui aturan yang disebut dalil (dapat dibuktikan) dan
aksioma (tanpa pembuktian). Selanjutnya dasar tersebut dianut dan digunakan
oleh bidang studi atau ilmu lain.
Matematika adalah cara berfikir yang digunakan untuk memecahkan
berbagai permasalahan (pemerintahan, industri, dan sains), dalam sejarahnya
matematika berperan dalam membangun peradaban manusia sepanjang masa.
13 Encep Sudirjo, Perbandingan Hasil Belajar Matematka antara Model Problem
Solving dengan Model Eksposisi, (Jurnal Pendidikan, No. 1, Tahun ke-XXXII, Januari 2008),
hlm. 78.
79
Perlu pula diketahui baik isi maupun metode pencarian kebenaran dalam
matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam apalagi dengan ilmu
pengetahuan pada umumnya. Metode mencari kebenaran yang dipakai oleh
matematika adalah ilmu deduktif, namun dalam matematika mencari kebenaran
itu bisa dimulai dengan cara induktif, tetapi selanjutnya generalisasi yang benar
untuk semua keadaan harus bisa dibuktikan secara deduktif. Penalaran induktif
adalah penarikan kesimpulan dari kasus-kasus khusus. Penalaran deduktif
adalah penalaran dari kasus yang umum ke khusus.
Matematika merupakan pengetahuan yang berdasarkan analisis menarik
kesimpulan berdasarkan pola berfikir tertentu atau dengan kata lain, ilmu
pengetahuan yang di dapat melalui suatu logika tertentu. Menurut johnson dan
rising dalam bukunya menyatakan bahwa matematika adalah pola fikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa
yang menggunakan istilah yang didenifisikan dengan cermat, jelas dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahsa simbol mengenai
ide dari pada mengenai bunyi. Matematika adalah bahasa khusus yang
menggunakan angka-angka dan simbol-simbol untuk mempelajari hubungan
antara kuantitas. Mengetahui matematika dasar sangatlah penting untuk setiap
orang. Matematika adlah ilmu pengetahuan yang hidup dan berkembang.
Semakin kita mempelajarinya, maka semakin baik alat yang dihasilkan.
Kemudian, dengan alat-alat yang dihasilkan ini, akan muncul lebih banyak
persoalan atau masalah. Matematika adalah ilmu yang tidak pernah berakhir
yang selalu mengahasilkan kemampuan matematika yang baru. Keinginan
untuk mau mempelajari matematika adalah sebuah batu loncatan untuk menuju
sukses pada masa depan. 14
Dalam pembelajaran matematika sering kali terdengar keluhan dari
siswa dan guru tentang kesulitan yang di hadapi oleh masing-masing siswa
maupun guru. Siswa mengalami kesulitan dalam memahi matematika karena di
rasakan sukar, membosankan dan tidak tampak kaitanya dalam kehidupan
14 Janice Van Cleave, Matematiak untuk Anak, (Bandung: Pakar Raya, 2005), cet ke-2,
hlm. 2.
80
sehari-hari. Guru merasakan kesulitan dalam memberikan materi pelajaran
karena sulit melakukan pendekatan yang mampu memotivasi siswa agar
tertarik dan tidak merasa bosan akibat ketidak kemampuan mereka menyerap
materi yang disampaka oleh guru tersebut.
Guru harus semakin kompeten dalam matematika, karena mereka yang
mengetahui matematika, dan mengetahui bagaimana mengajarkannya. Siswa
yang diharapkan berhasil dalam proses pendidikan adalah siswa yang bersikap
kritis, kreatif, logis, matematis, mandiri dan bertanggung jawab, dan mampu
belajar sendiri. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak guru
(termasuk guru matematika) yang sekedar memberikan informasi secara satu
arah dalam bentuk ceramah dan instruksi-instruksi kepada siswa untuk
menyelesaikan masalah. Hal itulah yang merupakan kendala dalam strategi
pembelajaran matematika.
Untuk mengatasi hal tersebut dia atas, guru harus melakukan
pendekatan yang dapat merangsang siswa turut serta secara aktif dalam proses
pembelajaran. Proses pembelajaran harus diawali dengan upaya agar siswa
memahmi cara yang benar dalam mempelajari setiap pokok pembahasan
matematika sehingga perhitungan yang didapat adalah hasil pemahaman
mereka terhadap cara yang benar tersebut.
Pendekatan yang lebih menekankan pada aktifitas siswa dalam
menemukan jawaban dari suatu permasalahan adalah pendekatan induktf.
Dengan pendekatan ini, seorang guru harus mengawali suatu materi dengan
contoh-contoh melalui proses taya jawab dengan siswa,dilanjutkan dengan
proses penemuan suatu aturan. Pembuktian dari aturan itu sendiri harus
dilaksanakan secara deduktif karena aturan dalam matematika tidak dapat
digeneralisir hanya melalui contoh.
Pendekatan terbaik hanya akan didapatkan manakalah seorang guru
senantiasa berupaya melakukan penyempurnaan dalam proses pembelajaranya
melalui evaluasi yang tepat terhadap cara pembelajaran yang telah
ditempuhnya. Evaluasi terhadap cara pembelajaran dapat dilakukan oleh
seorang guru apabila yang bersangkutan mau mengadakan penelitian tentang
81
tindakan yang harus dilakukan ketika mengalami kesulitan dalam memberikan
materi pembelajaran. Melalui tindakan yang berkesinambungan dalam
penelitian tersebut, diharapkan guru memperoleh satu atau beberapa langkah
yang tepat dalam melakasanakan proses pembelajaran disesuiakan dengan
kondisi dan tujuannya. Berdasarkan kajian latar belakang di atas, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ PENGARUH PENDEKATAN
INDUKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA“.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka timbul beberapa masalah
yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran matematika selama ini?
2. Pendekatan apa saja yang selama ini diberikan oleh guru?
3. Bagaimana hasil belajar matematika siswa selama ini?
4. Kesulitan apa saja yang dialami siswa selama ini?
5. Apakah pendekatan indukif
berpengaruh terhadap hasil belajar
matematika siswa?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat masalah yang diteliti masih mencakup ruang lingkup yang
luas, maka untuk memungkinkan pengelolaan yang memadai perlu dilakukan
pembatasan dalam ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut :
Pendekatan pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pendekatan induktif, dan penelitian ini dilakukan pada siswa SMPN 3
Telukjambe kelas VII pada pokok bahasan bilangan pecahan. Adapun hasil
belajar matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang
diperoleh siswa dari tes yang diberikan setelah diberi perlakuan. Data hasil
belajar siswa diperoleh dari hasil akhir yang diberikan pada akhir perlakuan
dengan menggunakan tes hasil belajar.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ''Apakah terdapat
pegaruh pendekaan indukif terhadap hasil belajar matematika?''.
D. Tujuan Penelitian
82
Berdasrkan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pendekatan induktif terhadap hasil
belajar matematika siswa.
E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru; Sebagai bahan literatur (acuan) guna memperbaiki dirinya
dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas.
2. Bagi siswa; Mempermudah siswa dalam menentukan konsep dan
memahami pelajaran serta dapat melakukan opersi hitung bilangan
pecahan dalam pemecahan masalah.
3. Bagi Lembaga Penelitian atau Instansi terkait lainnya; Sebagai bahan
kajian para ahli guna dijadikan literatur bagi pengembangan ilmu sejenis
(matematika) dimasa yang akan datang.
83
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Hasil Belajar Matematika
a. Pengertian Matematika
Istilah Matematika berasal dari kata latin "mathematica" yang
berasal dari bahasa Yunani "mathematike", yang berarti “relating to
learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata "mathema" yang artinya
pengetahuan atau ilmu. Perkataan "mathematike" berkaitan pula
dengan kata "mathanein" yang mengandung arti belajar (berpikir)”.15
jadi berdaarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu
pengetahuan yang didapat dengan berfikir (bernalar). Matematika lebih
menekankan
kegiatan
dalam
dunia
rasio
(penalaran),
bukan
menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi, matematika
terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan
idea, proses dan penalaran. 16 Menurut Elea Tinggih seperti yang
dikutip oleh Erman Suherman, secara etimologis matematika berarti
ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. 17
Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam
dunianya secara empiris. Kemudian penalaman itu diproses di dalam
15 Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer, (Jakarta: UPI, edisi
revisi), h. 15
16 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press,
2006), hlm. 3.
17 Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran ..., h.16
84
dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur
kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya
konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh
oranglain dan dapa dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa
matematika atau notasi matematika yang bernilai global (universal).
Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika
adalah dasar terbentuknya matematika.
Menurut Russefendi, matematika terorganisasikan dari unsurunsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan
dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku
secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.
James dan James menyatakan bahwa matematika adlaah ilmu
tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep
yang berhubungan satu dengan lainnya. Matematika terbagi dalam tiga
bagian besar yaitu aljabar, analisis dan geometri. Tetapi ada pendapat
yang mengatakan bahwa matematika terbagi menjadi empat bagian
yaitu aritmatika, aljabar, geometri dan analisis dengan aritmatika
mencakup teori bilangan statistika.
Selanjutnya menurut Johnson dan Rising matematika adalah
pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian logis, matematika
itu adalah bahasa yang, menggunakan istilah yang didefinisikan
dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan
padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai
bunyi. Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi,
sifat-sifat dalam teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada
unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah
dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide,
dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada
keterurutan dan keharmonisannya.
Begitu pula Kline menyatakan bahwa matematika itu bukan
pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,
85
tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam
memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam. 18
Matematika adalah cara berfikir yang digunakan untuk
memecahkan berbagai permasalahan (pemerintahan, industri, dan
sains), dalam sejarahnya matematika berperan dalam membangun
peradaban manusia sepanjang masa.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, matematika adalah ilmu
tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan-bilangan dan
produk operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah
mengenai bilangan. Hal ini berarti matematika selalu berhubungan
dengan bilangan.
Matematika adalah cara berfikir yang digunakan untuk
memecahkan berbagai permasalahan (pemerintahan, industri, dan
sains), dalam sejarahnya matematika berperan dalam membangun
peradaban manusia sepanjang masa. Perlu pula diketahui baik isi
maupun metode pencarian kebenaran dalam matematika berbeda
dengan ilmu pengetahuan alam apalagi dengan ilmu pengetahuan pada
umumnya. Metode mencari kebenaran yang dipakai oleh matematika
adalah ilmu deduktif, namun dalam matematika mencari kebenaran itu
bisa dimulai dengan cara induktif, tetapi selanjutnya generalisasi yang
benar untuk semua keadaan harus bisa dibuktikan secara deduktif.
Penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan dari kasus-kasus
khusus. Penalaran deduktif adalah penalaran dari kasus yang umum ke
khusus.
Matematika merupakan pengetahuan yang berdasarkan analisis
menarik kesimpulan berdasarkan pola berfikir tertentu atau dengan
kata lain, ilmu pengetahuan yang di dapat melalui suatu logika
tertentu. Menurut johnson dan rising dalam bukunya menyatakan
bahwa matematika adalah pola fikir, pola mengorganisasikan,
pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang
18 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran..., hlm. 4.
86
menggunakan istilah yang didenifisikan dengan cermat, jelas dan
akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahsa
simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Matematika adalah
bahasa khusus yang menggunakan angka-angka dan simbol-simbol
untuk mempelajari hubungan antara kuantitas. Mengetahui matematika
dasar sangatlah penting untuk setiap orang. Matematika adlah ilmu
pengetahuan
yang
hidup
dan
berkembang.
Semakin
kita
mempelajarinya, maka semakin baik alat yang dihasilkan. Kemudian,
dengan alat-alat yang dihasilkan ini, akan muncul lebih banyak
persoalan atau masalah. Matematika adalah ilmu yang tidak pernah
berakhir yang selalu mengahasilkan kemampuan matematika yang
baru. Keinginan untuk mau mempelajari matematika adalah sebuah
batu loncatan untuk menuju sukses pada masa depan.
Matematika merupakan ilmu terstruktur yang terorganisasikan.
Hal ini karena matematika dimulai dari unsur yang tidak didefinisikan,
kemudian unsur yang didefiniska ke aksioma/postulat dan akhirnya
pada teorema. Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis,
terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling
sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Oleh karena itu
untuk mempelajari matematika, konsep sebelumnya yang menjadi
prasyarat, harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami topik atau
konsep selanjunya. 19
Walaupun tidak terdapat satu pengertian tentang maematika
yang tunggal dan disepakati oleh semua tokoh atau para pakar
matematika, namun dapat terlihat adanya ciri-ciri atau karakterisik
yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum.
Beberapa karakteristik itu adalah:
1. Obyek Pembicaraan yang Abstrak
Dengan obyek pembicaraan yang nabstrak ini, dalam
memperkenalkan konsep terhadap siswa harus melalui benda
19 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran..., hlm. 7.
87
konkret akan tetapi siswa tetap harus didorong untuk melakukan
proses abstraksi, yaitu mengabaikan atribut-atribut yang tidak
penting, menangkap kesamaan-kesamaan dari obyek contoh,
kemuudisn
melakukan
penyempurnaan
untuk
mempertajam
pengertian, dan akhirnya menangkap pengertian tersebut sebaggai
suatu konsep yang abstrak (generalisasi).
2. Pembahasannya menggunakan tata nalar.
Informasi awal berupa pengertian atau pernyataan pangkal
dubiat seminimal mungkin. Pengertian atau pernyataan lain harus
dijelaskan atau dibuktikan kebenarannya dengan tata nalar yang
logis.
3. Definisi atau pernyataan dalam matematika diberikan berjenjang
dan sangat konsisten.
Konsep
sangat
jelas
dan
berjenjang
sehingga
terjaga
konsistensinya. Konsep yang satu diterangkan oleh konsep
sebelumnya.
4. Melibatkan perhitungan atau pengerjaan (operasi).
Belajar matematika tidak cukup hanya memahami, tetapi juga
berlatih hingga terampil melakukan prosedur pengerjaan suatu
persoalan. 20
5. Matematika dapat dialihgunakan dalam berbagai aspek ilmu
maupun dalam kehidupan sehari-hari, sehingga disebut sebagai
pelayan ilmu dan teknologi.
Dari beberapa pengertian matematika di atas, dapat dikatakan
bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang lebih memfokuskan
kepada aspek penalaran, yang dapat digunakan untuk melatih
kemampuan berfikir logis.
20 Tatang Ibrahim, Format penyusunan Penelitian Tindakan Kelas pada Mata Pelajaran
Matematika di Tingkat Madrasah, (Media Pembinaan No. 11, Tahun ke-XXIX, Pebruari 2003),
hlm. 19.
88
b. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu pembentukan, perubahan, ppenambahan,
atau pengurangan perilaku individu. Pembentukan atau perubahan itu
bersifat menetap atau permanen, dan disebabkan oleh adanya latihan
yang terarah, dan perubahan itu bukan disebabkan oleh kelelahan atau
karena pengaruh minuman keras. Obat atau ramuan lain yang
mempengaruhi berfunginya syaraf.
Seseorang
dikatakan
belajar
jika
ia
telah
melakukan
serangkaian kegiatan. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan
tingkah laku itu merupakan proses belajar. Perubahan ini dapat
mengarah kepada perubahan ke arah yang baik dan ke arah yang
kurang baik. Walaupun demikian diharapkan seseorang memiliki
tingkah laku yang lebih baik dalam arti yang positif. Berkaitan dengan
tingkah laku Slameto mengungkapkan salah satu ciri perubahan
tingkah laku dalam belajar adalah perubahan yang bersifat positif dan
aktif.
Menurut Ausebel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua
dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau
materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau
penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat
mengikuti informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur
kognitif
adalah
fakta-fakta,
konsep-konsep
dan
generalisasi-
generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Burton menyatakan “Learning is a change in the individual due
to intruction of that individual and his environment, wich feels a need
and makes him more capable of dealing adequately with hid
environment”. Dalam pengertian ini terdapat kata change atau
“perubahan” yang berarti bahwa seseorang telah mengalami proses
belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek
89
pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya
dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari
ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan. Kriteria
keberhasilan dalam belajar diantaranya di tandai dengan terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar.
Menurut Gagne membelajarkan adalah pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang guru atau oleh tim dalam rangka pencapaian
setinggi-tingginya tingkat kematangan dan tujuan belajar anak didik.
Seorang guru mempunyai fungsi sebagai perancang dan pengatur dari
peristiwa pengajaran; guru yang sekaligus juga sebagai penilai
terhadap hasil belajar siswanya. Membelajarkan berarti mencakup
peristiwa pengajaran dan peristiwa belajar anak didik.
Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses
kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengehuan,
dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangannya
terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental
itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam
didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya,
dan model-model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang,
dan kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi
orang itu.
Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui
belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh mengenai belajar
penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih
baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan
berpikir secara bebas, dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif
untuk menemukan dna memecahkan masalah. 21
Peristiwa belajar yang oleh banyak ahli dianggap sebagai lawan
dari kematangan adalah aspek penting lainnya yang perlu dipahami
untuk
kepentingan
membelajarkan.
Peristiwa
membelajarkan
21 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 1996), hlm. 108.
90
berhadapan dengan dua aspek dari anak didik, yaitu aspek kematangan
(maturation) dan aspek belajar (learning). Kematangan anak didik
adalah hasil proses perkembangan dari sifat-sifat perorangan anak
didik yang berbeda-beda dan telah terbentuk sejak sebelum lahir. Sifatsifat ini telah dirancang dalam sel-sel konsepsi yagn terbentuk jauh
dari kelahirannya. Sehari-hari sifat-sifat ini sering diperkenalkan pada
kita sebagai potensi bawaan yang disebut sebagai pembawaan atau
bakat.
Membelajarkan dapat diartikan sebagai menata berbagai
kondisi belajar secara pantas. Kondisi yang ditata itu adalah kondisi
eksternal anak didik. Termasuk di dalam kondisi eksternal ini adalah
komunikasi verbal guru terhadap anak didik. Dengan demikian,
sesungguhnya kunci untuk proses membelajarkan itu terletak pada
penataan dan perancangan lingkungan yang memungkinkan anak didik
dapat berinteraktif, artinya terjadi hubungan timbal balik antara anak
secara pribadi dan lingkungan. Anak didik dapat berinteraktif apabila
telah mencapai kematangan psikologis.
Ada tiga aspek pendidikan yang perlu diketahui guru dalam
tugasnya sebagai pengajar, yaitu memahami yang belajar, proses
belajar dan situasi belajar. Yang disebut dengan yang belajar adalah
murid atau siswa yang secara individual atau kelompok mengikuti
suatu proses belajar dalam situasi belajar tertentu. Proses belajar
adalah perubahan tingkah laku individu. Perubahan ini terjadi terus
menerus dalam diri individu yang tidak banyak ditentukan oleh faktor
keturunan atau genetic. Perubahan karena belajar ini banyak ditentukan
oleh faktor-faktor eksternal. Perubahan ini mungkin terjadi dalam
pengetahuan, keterampilan, sikap kepribadian, pandangan hidup,
persepsi, norma-norma, motivasi atau gabungan dari unsur-unsur itu.
Penyebab terjadinya perubahan itu mungkin dengan sengaja dan
sistematis, mungkin meniru perbuatan orang lain atau mungkin juga
tanpa sengaja dirancang terlebih dahulu.
91
Adapun yang dimaksud dengan situasi belajar adalah semua
faktor atau kondisi yang mungkin mempengaruhi hasil dan proses
terjadinya belajar. Faktor dan kondisi ini mungkin ada secara konkret,
mungkin juga tidak secara konkret ada, tetapi memberi makna pada
belajar. Salah satu contoh yang tidak konkret adalah sikap orang tua
murid terhadap pendidikan. Guru merupakan faktor kunci yang paling
bermakna dalam situasi belajar. Sekiranya guru tidak mampu
memanfaatkan kondisi dan faktor yang mempengaruhi belajar maka
hasil belajar itu tidak akan mencapai hasil optimal. Keseluruhan
kegiatan belajar itu merupakan rangkaian mata rantai yang saling
sambung menyambung dan saling melangkapi satu sama lain.
Sambung menyambung antar peristiwa eksternal dan internal akhirnya
terwujud sebagai kegiatan belajar.
Belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa,
yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung
antara lain kemampuan menyelidik dan memecahkan masalah, belajar
mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaiman
semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta,
keterampilan, konsep dan aturan.
Dalam proses berpikir, seseorang akan menyusun hubunganhubungan antara bagian-bagian informasi yang telah direkam di dalam
pikirannya sebagai pengertian-pengertian. Dari pengertian-pengertian
inilah terbentuk pendapat pada akhirnya ditarilah kesimpulan.
Kemampuan berpikir seseorang dipengaruhi oleh intelegensi orang itu
sendiri. Dengan demikian terlihat adanya hubungan antara intelegensi
dengan proses belajar matematika.
Apabila terjadinya proses belajar itu baik, maka dapat
diharapkan hasil belajar peserta didik akan baik pula. Dengan proses
belajar matematika yang baik, subyek yang belajar akan memahami
matematika dengan baik pula, dan ia akan lebih mudah memahami
92
pelajaran selanjutnya. Sehingga dapat mengaplikasikannya ke situasi
baru, yaitu dapat menyelesaikan masalah baik dalam matematika
maupun ilmu lainnya atau dalam kehidupan sehari-hari.
Sangatlah jelas dari pengertian-pengertian belajar yang telah
dikemukakan oleh para pakar tersebut, bahwa belajar adalah proses
perubahan yang terus-menerus terjadi dalam diri individu yang tidak
ditentukan oleh unsur keturunan, tetapi lebih banyak ditentukan oleh
faktor-faktor dari luar (eksternal). Perubahan itu mungkin terjadi dalam
pandangan hidup, perilaku, keterampilan, persepsi, motivasi ataupun
gabungan dari unsur-unsur itu. Dengan demikian, pengertian belajar
itu selalu menunjuk pada perubahan yang terjadi secara sistematik
dalam perilaku anak didik. Perubahan itu terjadi sebagai akibat atau
hasil dari pengalaman yang ditemukan dalam situasi khusus.
c. Pengertian Hasil belajar
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan
belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri
dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar
merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Hasil
belajar, untuk sebagian adalah berkat tindak guru, suatu pencapaian
tujuan pengajaran. Pada bagian lain, merupakan peningkatan
kemampuan mental siswa. Hasil belajar tersebut dapat dibedakan
menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring. Dampak
pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam
angka rapor, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah
latihan.
Dampak
pengiring
adalah
terapan
pengetahuan
dan
kemampuan di bidang lain, suatu transfer belajar.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Gagne membagi
lima kategori hasil belajar yakni informasi verbal, keterampilan
intelektual, strategi kognitif sikap dan keterampilan motoris. Lebih
jauh
Gagne
mengemukakan
bahwa
hasil
belajar
didasarkan
93
pengamatan tingkah laku, melalui stimulus respon dan belajar
bersyarat. Alasannya adalah bahwa manusia itu organisme pasif yang
bisa dikontrol melalui imbalan dan hukuman.
Klasifikasi hasil belajar menurut Benyamin Bloom bertujuan
untuk mengkategorisasi hasil perubahan kognisi pada diri siswa
sebagai hasil pembelajaran. Bloom dalam taksonominya, yang
selanjutnya
disebut
Taksonomi
Bloom,
hanya
memasukkan
perubahan-perubahan mental yang dapat dirukur dan teramati.
Perubahan-perubahan yang dimaksud di atas antara lain adalah yang
berkaitan dengan pemecahan masalah, testing dan pengamatan melalui
gagasannya, Bloom menyediakan rujukan yang dapat digunakan oleh
guru
(matematika)
untuk
memformulasikan
tujuan-tujuan
pembelajaran, memilih metode mengajar, dan mendesain tes serta
aktivitas belajar siswa.
Hasil belajar diperoleh karena adanya proses yang disebut
dengan pendidikan. Seseorang dapat mencapai hasil belajar apaila
orang tersebut telah melakukan suatu kegiatan, kejadian atau peristiwa
yang memberikan suatu penilaian atau pengukuran. Baik buruknya
hasil belajar seseorang tergantung pada orang tersebut yang
melakukannya. Lebih jauh Gagne mengemukakan bahwa hasil belajar
harus didasarkan pada pengamatan tingkah laku, melalui stimulus
respon dan belajar bersyarat. Alasannya adalah bahwa manusia itu
organisme pasif yang bisa dikontrol melalui imbalan dan hukuman.
Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan
untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan
berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama.
Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut harus dimiliki dan
dikuasai siswa secara tuntas, bukan hanya dalam bentuk hafalan, ranah
kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan
mental/otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berfikir,
mulai dari yang tingakatan rendah sampai tingkatan tinggi, yakni: (1)
94
pengetahuan / ingatan-ingatan knowledge, (2) pemahaman –
comprehension, (3) penerapan – application, (4) analisis – analysis, (5)
sistesis – synthesis, dan (6) evaluasi – evaluation. Untuk menilai aspek
penguasaan materi (kognitif) ini digunakan bentuk tes, yang dapat
mengukur keenam tingkatan tersebut.s
Dari beberapa pengertian hasil belajar diatas, dapatlah
disimpulkan bahwa hasil belajar atau achievement merupakan realisasi
atau pemekaran yang terjadi pada diri siswa sebagai umpan balik
berupa kecakapan-kecakapan potensi setelah mengikuti proses belajar
dalam jangka waktu tertentu.
2. Pendekatan Induktif dalam Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Pendekatan
Secara alamiah, manusia memiliki hasrat atau rasa ingin tahu
akan segala sesuatu, dan berangkat dari hasrat atau rasa ingin tahu
itulah, manusia berupaya mendapatkan pengetahuan yang benar
(secara alamiah). Atau mendekati kebenaran mengenai segala sesuatu
yang diinginkannya.
Ketika orang akan mengerjakan sesuatu, maka orang tersebut
mestinya menetapkan sasaran yang hendak dicapai. Untuk mencapai
sasaran itu seseorang memilih pendekatan yang tepat sehingga
diperoleh hasil yang optimal, berhasil guna dna tepat guna.
Pendekatan pembelajaran yaitu cara yang ditempuh guru dalam
pelaksanaan pembelajarna agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi
dengan siswa. Atau pendekatan belajar sebagai segala cara atau
strategi yang ingin digunakan siswa untuk menunjukkan keefektifan
dan efisiensi dalam proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam
hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa
sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan
belajar tertentu. Strategi yang dipilih oleh seorang tersebut melibatkan
pendekatan, metode dan teknik yang lazim digunakan dalam
pembelajaran matematika.
95
Pendekatan pembelajaran merupakan suatu konsep atau
prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran
yang
pelaksanaannya
memerlukan suatu atau lebih metode pembelajaran.
Metode pembelajaran adalah cara yang dapat digunakan untuk
membelajarkan sesuatu bahan pelajaran. Untuk dapat melakukan tidak
memerlukan keahlian yang khusus. Pelaksanaan suatu metode
pembelajaran diperlukan satu atau lebih teknik. Misalnya metode
ceramah, metode diskusi, metode penemuan, metode tanya jawab dan
lain-lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan teknik pembelajaran adalah
cara yang sistematis melaksanakan kegiatan pembelajaran. Untuk
melaksanakan diperlukan keahlian dan bakat tertentu. Misalnya teknik
menjelaskan, teknik bertanya dan lain-lain.
Pelaksanaan suatu strategi pembelajaran matematika sekolah
diperlukan beberapa pendekatan, pelaksanaan suatu pedekatan
mungkin diperlukan beberapa metode, dan pelaksanaan suatu metode
mungkin diperlukan beberapa teknik.
Pendekatan (approach) pembelajaran matematika adalah cara
yang ditempuh guru dalam melaksanakan pembelajaran agar konsep
yang disajikan dapat diadaptasikan oleh siswa. Ada dua jenis
pendekatan dalam pembelajaran matematika, yaitu pendekatan yang
bersifat metodologi dan pendekatan yang bersifat materi. Pendekatan
metodologik berkenaan dengan cara siswa mengadaptasi konsep yang
disajikan ke dalam struktur kognitifnya, yang sejalan dengan cara guru
menyajikan bahan tersebut. Yang termasuk ke dalam pendekatan
metodologik salah satunya adalah pendekatan iduktif. Sedangkan
pendekatan material yaitu pendekatan pembelajaran matematika di
mana dalam menyajikan konsep matematika melalui konsep
matematika lain yang telah dimiliki siswa. Misalnya untuk menyajikan
96
penjumlahan bilangan menggunakan pendekatan garis bilangan atau
himpunan. 22
Nisbet mengatakan bahwa tidak ada belajar (tunggal) yang
paling benar, dan cara mengajar yang paling baik, orang-orang berbeda
dalam kemampuan intelektual, sikap dan kepribadian sehingga mereka
mengadopsi pendekatan-pendekatan yang karakteristiknay berbeda
untuk belajar. 23 dari sini dapat kita katakan bahwa masing-masing
individu akan memilih cara dan gayanya sendiri untuk belajar dan
untuk mengajar.
Pendekatan pembelajaran dan strategi atau kiat melaksanakan
pendekatan. Serta metode belajar dalam proses pembelajaran termasuk
faktor-faktor yang menentukan keberhasilan belajar siswa. Pendekatan
tersebut bertitik tolak pada aspek psikologi dilihat dariperrtumbuhan
dan perkembangan siswa, kemampuan intelektual dan kemampuan
lainnya, yang mendukung kemampuan belajar.
Dari beberapa pengertian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa
pendekatan pembelajaran merupakan suatu konsep atau prosedur yang
digunakan dalam membahas suatu bahan pembelajaran untuk
mencapai
tujuan pembelajaran. Yang peleksanaannya memerlukan
satu atau lebih metode pembelajaran. Pendekatan ini dilakukan
sebaagai strategi yang dipandang tepat untuk memudahkan siswa
memahami pelajarandan juga belajar yang menyenangkan.
b. Pengertian Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof
Inggris Prancis Bacon (1561) yang menghendaki agar penarikan
kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yangkonkrit sebanyak mingkin,
berfikir induktif ialah suatu prroses berfikir yang berlangsung dari
22 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajarna ..., hlm. 7.
23 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajarna ..., hlm. 74.
97
khusus menuju ke umum. 24 Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat
tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa
ciri-ciri itu terdapat pada semua jenis fenomena.
Tepat atau tidaknya kesimpulan atau cara berfikir yang diambil
secara induktif ini menurut Purrwanto bergantung pada refresentatif
atau tidaknya sample yang diambil mewakili fenomena keseluruhan.
Makin besar jumlah sample yang diambil berrarti makin refresentatif
dan makin besar pula taraf dapat dipercaya dari kesimpulan itu dan
sebaliknya. Dalam konteks pembelajaran pendekatan pembelajaran
yang bermula dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian
dapat disimpulkan menjadi suatu faakta, prinsip atau aturan. 25
Proses berfikir yang dilakukan untuk menarik kesimpulan dari
kasus-kasus yang bersifat khusus menjadi yang bersifat umum disebut
penalaran induktif. Karenanya seorang pengajar dapat menggunakan
teknik mengajar dengan penalaran induktif yang diawali dengan
mengemukakan fakta-fakta dan masalah matematika, baru kemudian
diberikan aksioma dan teorema yang berlaku setelah peserta didik
menarik kesimpulan dari fakta-fakta yang mereka amati dengan
dibantu oleh guru. Setelah didapat suatu kesimpulan yang diharapkan
maka guru menyampaikan aksioma dan teorema yang berlaku.
Penalaran ini merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk
memperoleh pengetahuan yang bersifat empiris digunakan penalaran
induktif.
Suatu
pembelajaran
matematika
yang
prosedurnya
menggunakan penalaran induktif dikatakan menggunakan pendekatan
induktif.
Pada hakikatnya matematika merupakan suatu ilmu yang
diadakan atas akal yang berhubungan dengan benda-benda pikiran
yang abstrak. Ini bertentangan dengan sejarah yang diperolehnya
24 Erna Suwangsih danTiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press,
2006) hal. 107
25 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran…, hal. 107
98
matematika. Menurut sejarah, matematika ditemukan sebagai hasil
pengamatan dan pengalaman serta pernah dikembangkan dengan
analogi atau coba-coba (trial and error). Namun dalam matematika
formal, penalaran yang digunakan untuk menarik kesimpulan yang
berlaku umum adalah penalaran induksi lengkap atau induksi
matematika.
Para ahli pendidikan matematika menyadari bahwa muridmurid masih suka menggunkaan akalnya dalam belajar matematika
yang
menggunakan
pendekatan
deduktif.
Berdasarkan
atas
pertimbangan ini, dan alasan lain, maka pada program pengajaran
sekarang banyak dipakai bermacam-macam pendekatan. Tetapi pada
umumnya pendekatan lain itu merupakan pula pemdekatan deduktif
atau pendekatan induktif. Pendekatan induktif menggunakan penalaran
induktif, hingga cara empiris bisa diterapkan. Dengan cara ini konsepkonsep matematika yang abstrak dapat dimengerti murid melalui
benda-benda konkret.
Dalam pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar
dan
menengah,
pendekatan
induktif
disarankan
untuk
masih
digunakan. Hal ini didasari oleh pendapat pada ahli yang mengatakan
bahwa masih banyak siswa sekolah dasar dan menengah yang sulit
untuk menggunakan penalaran deduktif. Oleh karenannya, mereka
lebih mudah menggunakan penalaran induktif untuk memahami
konsep-konsep matematika.
Metode induktif adalah salah satu metode mengajar yang
dikembangkan berdasarkan logika induktif, yaitu berjalan mulai dari
yang konkret menuju yang abstrak, dari yang khusus menuju yang
umum dan dari contoh-contoh menuju ke aturan umum. Metode ini
adalah metode menyusun rumus umum, dengan bantuan contoh-contoh
konkret, yang jumlahnya cukup untuk menurunkan rumusan umum itu.
berdasarkan induksi, yang berarti membuktikan kebenaran universal
dengan menunjukkan bahwa benar untuk satu contoh khusus,
99
selanjutnya benar untuk contoh-contoh khusus yang cukup banyak.
Suatu formula (rumus) atau generalisasi dicapai melalui proses nalar
dan penyelesaian problem yang meyakinkan. Sesudah beberapa
keadaan konkret telah dipahami, murid-murid akan sukses berusaha
mencapai generalisasi. 26
John
Dewey
adalah
seorang
tokoh
teori
Gestalt.
Ia
mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang
diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
1) Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian.
2) Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan
kesiapan intelektual siswa.
3) Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.
Dari ketiga hal di atas, dalam menyajikan pelajaran guru jangan
memberikan konsep yang harus diterima begitu saja, melainkan harus
lebih mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep
tersebut dari pada hasil akhir. Untuk hal ini guru bertindak sebagai
pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
proses melalui metode induktif.
Pendekatan dan metode yang digunakan tersebut haruslah
disesuaikan pula dengan kesiapan intelektual siswa. Siswa SMP masih
ada pada tahap operasional konkret, artinya jika ia akan memahami
konsep abstrak matematika harus dibantu dengan menggunakan benda
konkret. Oleh karena itu dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
mulailah dengan menyajikan contoh-contoh konkret yang beraneka
ragam, kemudian mengarah pada konsep abstrak tersebut. Dengan cara
seperti ini diharapkan kegiatan belajar mengajar bisa berjalan secara
bermakna.
Strategi induktif terdiri dari dua bagian yaitu bagian data atau
contoh khusus, dan bagian generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh
26 Sutrisman M dan Tambunan G, Pengajaran Matematika Modul 1 – 12, (Jakarta: Karunika
Universitas Terbuka, 1987), hlm. 6.2.
100
khusus tidak dapat dipakai sebagai bukti untuk generalisasi, hanya
merupakan jalan menuju penemuan.
Mengambil kesimpulan (penemuan) dengan startegi induktif,
selalu mengandung resiko, apakah kesimpulan itu benar atau tidak.
Oleh karena itu kesimpulan yang ditemukan dengan setrategi induktif
sebaiknya selalu menggunakan perkataan “barangkali” atau “mungkin”
atau “besar kemungkinan”. Kesimpulan yang diambil dengan strategi
induktif adalah kesimpulan dari data konkret, yang dapat diperiksa
menuju generalisasi yang tidak dapat diperiksa. Dalam matematika
data yang diperiksa itu adalah contoh-contoh khusus. 27
Ada dua proses yang tidak dapat dipisahkan dari metode
penemuan induktif ini, yaitu: abstraksi dan generalisasi. Siswa
melakukan abstarksi apabila mereka sudah melihat sifat-sifat yang
sama dari apa yang diamatinya. Siswa melihat kesamaan di antara
perbedaan-perbedaan. Generalisasi terjadi jika siswa melaksanakan
dugaan bahwa hubungan yang berlaku untuk satu contoh khusus, juga
berlaku untuk semua (berlaku umum).
Jadi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif,
untuk mengenalkan teorema pada siswa dilakukan dengan pemberian
contoh-contoh yang mengarah pada suatu formula (rumus) yang di
kehendaki.
c. Ciri-ciri Khas Pendekatan Induktif
Ciri-ciri khas pendekatan induktif adalah sebagai berikut :
1. Beralamatkan kepada pembentukan kebiasaan
2. Menggunakan pengantaran media (pengalaman media) untuk
mendapatkan pengetahuan.
3. Memerlukan kekerapan ulangan dalam berbagai konteks untuk
menguasai sesuatu kemahiran
4. Menekankan pengajaran yang berbentuk konkrit
27 Sutrisman M dan Tambunan G, Pengajaran Matematika ... , hlm. 6.9.
101
5. Memberi peluang sepenuhnya kepada murid-murid belajar di
bawah bimbingan guru
6. Menekankan penglibatan murid secara aktif
7. Mampu mewujudkan suasana pembelajaran yang menarik dan
berkesan.
8. Banyak menekankan aspek lain.
d. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Induktif
1. Kelebihan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
induktif.
a.
Memberikan
kesempatan
menemukan
rumus
pada
(formula)
siswa
untuk
dengan
aktif
observasi,
bereksperimen dan berfikir. Kesalahan konsep pada diri
siswa akan lebih awal dapat diketahui dan diatasi.
b.
Bagi siswa-siswa pada tingkat rendah dan siswa yang
lemah, penggunaan pendekatan induktif sangat sesuai.
c.
Meningkatkan pemahaman, lebih mudah memahami prinsip
matematika melalui contoh-contoh khusus.
d.
Metode induktif adalah logika, oleh karena itu cocok
dengan matematika.
e.
Berdasarkan observasi, berfikir dan eksperimen sebenarnya.
f.
Menghilangkan keragu-raguan, oleh sebab itu cocok untuk
anak-anak.
2. Kelemahan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
induktif
a.
Memerlukan waktu yang cukup lama sehingga bagi siswa
yang pandai pendekatan ini mengakibatkan pelajaran
membosankan.
b.
Ada keterbatasan dalam ruang lingkup. Berisi porses
penemuan rumus dengan pertolongan beberapa rumus
konkret, tetapi selanjutnya tidak diberikan, seolah-olah
102
kesimpulan itu diambil secara menduga.
c.
Tidak dapat dipakai pada tahap lanjut, karena ada
keterangan yang diteil yang tidak perlu, yang dapat
menimbulkan kebosanan.
d.
Pemakaiannya terbatas hanya pada pemahaman rumus dan
aturan, sesudah rumus telah terbukti, tidak dipergunakan
lagi.
e. Pelaksanaan
Pendekatan
Induktif
dalam
Pembelajaran Matematika
Proses berpikir yang dilakukan untuk menarik kesimpulan dari
kasus-kasus yang bersifat khusus menjadi hal bersifat umum disebut
penalaran induktif. Penalaran ini merupakan kebalikan dari penalaran
deduktif. Untuk memperoleh pengetahuan dari percobaan atau
eksperimen yang umum bersifat empiris digunakan penalaran induktif.
Suatu pembelajaran matematika yang prosedurnya menggunakan
penalaran induktif dikatakan menggunakan pendekatan induktif.
Untuk mengatasi kendala yang mungkin akan terjadi dalam
kegiatan pembelajaran, seorang guru matematika diharapkan agar
senantiasa berusaha mengevaluasi metode dari setiap pembelajaran
yang telah dilaksanakannya dan mencari langkah pembelajran yang
tepat sehingga dapat dipahami oleh siswa. Dalam pembelajaran
matematika khususnya bagi siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)
perlu dilakukan suatu proses pembelajaran yang sesuai dengan tingkat
kemampuan nalar mereka. Pembelajaran matematika di SMP harus
dilaksanakan dengan menekankan pada pengertian dibanding dengan
hafalan. Menekankan bahwa konsep-konsep matematika tidak dapat
diajarkan melalui contoh-contoh yang relevan.
Contoh-contoh tersebut haruslah melibatkan konsep-konsep
tertentu yang harus dijamin bahwa konsep-konsep tersebut sudah
103
terbentuk dalam pikiran siswa yang belajar. Guru yang baik hendaknya
dapat membantu pemahaman suatu konsep dengan pemberian contohcontoh yang dapat diterima kebenarannya oleh siswa secara intuitif.
Artinya siswa dapat menerima kebenaran itu dengan pemikiran yang
sejalan dengan pengalaman yang telah dimilikinya tanpa melalui
rasionalisasi. Contoh-contoh yang diberikan hendaknya memiliki ciriciri yang sama dengan pembentukan konsep tersebut.
Agar siswa berhasil dalam belajar, guru harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Siswa harus memiliki kemampuan untuk menerima konsep-konsep
atau bahan pelajaran yang dipelajari, yaitu perkembangan
koginitif, kecerdasan, dan pengetahuan siap pakai.
2. Siswa harus memiliki motivasi belajar.
3. Adanya bimbingan dari guru agar tidak cepat putus asa dalam
proses penemuan suatu konsep dan memanipulasi suatu konsep
tersebut sebagai aplikasinya.
Apabila persyaratan tersebut telah dipenuhi, guru sebaiknya
melakukan tindakan sebagai berikut :
1. Konsep diajarkan melalui penemuan, tidak melalui pemberitahuan.
Siswa sebaiknya berpengalaman dalam memanipulasi benda
konkret. Pengajaran dimulai dengan contoh-contoh yang menuju
pada suatu konsep secara induktif.
2. Mengajarkan konsep hendaknya terkait dengan bagian-bagian lain
yang relevan, tidak berdiri sendiri. Belajar skematis lebih baik dari
pada belajar bagian demi bagian secara terpisah.
3. Mengajarkan suatu konsep harus dikaitkan dengan konsep lain
yang mendasarinya yang tingkatnya lebih rendah, belajar konsep
menurut hierarki.
4. Mengajarkan suatu konsep diusahakan melalui bagian media dan
berbagai cara mengajar agar lebih dapat dipahami.
104
Pembelajaran matematika dijenjang pendidikan dasardan
menengah, pendekatan induktif disarankan masih digunakan. Hal ini
didasari oleh pendapat para ahli yang mengatakan bahwa masih
banyak siswa sekolah dasar dan menengah yang sulit untuk
menggunakan penalaran deduktif. Oleh karenanya, mereka lebih
mudah mengguanakan penalaran induktif untuk memahami konsepkonsep matematika.
Di bawah ini disajikan beberapa contoh penerapan pendekatan
induktif dalam pembelajran dikelas, misalnya pada topik menulis
pecahan. Guru memberikan contoh dengan menggunakan selembar
kertas, caranya selembar kertas dibagi menjadi empat bagian sama
besar, kemudian satu bagian kertas diarsir. Pecahan yang didapat dari
bagian kertas yang diarsir adalah
1
4
. Ketika membaca sebuah
pecahan, ucapkan bilangan yang ada di atas terlebih dahulu, kemudian
bilangan yang ada di bawahnya. Pecahan
1
4
dibaca satu per empat.
Angka yang ada di atas disebut pembilang, pembilang menunjukkan
berapa bagian yang sama dari suatu besaran (bagian utuh) yang
dipertimbangkan. Angka yang ada di bawah disebut penyebut,
penyebut menunjukkan banyaknya seluruh bagian yang sama dari
suatu besaran (bagian utuh).
Begitu pula dalam mengalikan pecahan dengan menggunakan
kertas berpetak dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Sediakan kertas berpetak dan pensil warna atau krayon.
2. Gambarlah sebuah persegi panjang dengan panjang sisi-sisinya
sama dengan penyebut pada pecahan yang dikalikan. Misalnya,
mencari hasil kali
1
5
. Karena penyebutnya 3 dan 7,
dan
3
7
gambarlah persegi panjang dengan panjang sisi 3 petak dan 7
petak.
105
3. Arsirlah lajur baris untuk menggambarkan pecahan
1
.
3
5
4. Arsirlah lajur baris untuk menggambarkan pecahan , gunakan pol
7
aarsiran atau warna yang berbeda dengan lajur baris.
5. Hitunglah banyak petak yang diwarnai atau di arsir sebanyak dua
kali. Tulislah pecahan dengan pembilangnya banyak petak yang
diwarnai atau diarsir dua kali, yaitu 5. Penyebutnya yaitu jumlah
seluruh petak. Pecahan yang dimaksud
5
. Inilah hasil perkalian
21
1
5
1 5 5
dan . Jadi, × =
3
7
3 7 21
Mengalikan pecahan
a
c
dengan , maka mereka akan sampai
b
d
pada kesimpulan. Untuk myelesaikan operasi perkalian pada pecahan
biasa yaitu, mengalikan pembilang dengan pembilang, dan mengalikan
penyebut dengan penyebut.
Selanjutnya contoh penerapan pendekatan induktif dalam
pembelajran dikelas pada topik dua garis sejajar, misalnya suruhlah
murid menggambar beberapa himpunan dua garis sejajar yang
dipotong oleh garis transversal ketiga. Suruh mereka mengukur sudut
berseberangan dalam dan luar, serta sudut sehadap dalam setiap
himpunan. Dari contoh-contoh khusus ini, mereka akan menarik
kesimpulan bahwa: Dua garis sejajar dipotong oleh garis transversal
ketiga, maka sudut bersebrangan dalam, sudut berseberangan luar
sudut sehadap adalah sama.
Contoh lain dalam melukis segitiga, misalnya suruhlah murid
melukis beberapa segitiga, suruh mereka mengukur sudut-sudut setiap
106
segitiga lalu dijumlahkan. Mereka akan mengambil kesimpulan bahwa
jumlah setiap segitiga adalah 1800 atau 2 x sudut siku-siku.
Selanjutnya dalam pengkuadratan dua suku dua kita dapat
memberikan murid-murid sejumlah contoh-contoh a+b, x+y, 1+m dan
p+q, suruh mereka mengkuadratkan setiap contoh, maka mereka akan
sampai pada kesimpulan (suku pertama + suku kedua)2 = (suku
pertama)2 + (suku kedua)2 + 2(suku pertama) x (suku kedua).
Begitupula dalam menghitung rat-rata, kita dapat memberikan
3,5 dan 7 barang (obyek) kepada 3 orang murid secara individu,
kemudian suruhlah mereka membagia semua barang-barang tersebut
antara mereka bertiga, sehingga masing-masing memperoleh bagian
yang sama. Kemudian berikan lagi 3,6,7 dan 8 barang kepada 4 orang
murid, dan suruh mereka membagi barang-barang tersebut, sehingga
masing-masing mendapat bagian yang sama, demikianlah seterusnya,
berikan beberapa keadaan khusus lagi seperti itu, mereka akan
melakukan membagi jumlah barang-barang tersebut sesama meraka
dengan bagian masing-masing sama. Guru memberikan istilah untuk
ini sebagai rata-rata. Tadi menghitung rata-rata adalah membagi
jumlah barang-barang dengan jumlah murid. Akhirnya mereka akan
sampai pada rumus: rata − rata =
jumlahsuku − susku
banyaksuku
Contoh berikutnya pada materi banyak himpunan bagian suatu
himpunan,
1) Tentukan semua himpunan bagian dari tiap himpunan:
a) {a}
b) {a, b}
c) {a, b, c}
d) {a, b, c, d}
107
2) Lenkapilah daftar berikut dengan hasil-hasil yang didapat pada soal
bagain 1).
Himpunan
Banyaknya
Banyak himpunan
Himpunan
anggota Bagian
bagian
{a}
{a, b}
{a, b, c}
{a, b, c, d}
3) Berapa banyak himpunan bagian dari {a, b, c, d, e, f}
Keterangan
Setelah semua himpunan bagian tiap himpunan itu
ditulis, siswa dapat menentukan banyak himpunan bagiannya.
Bilangan-bilangan banyak anggota dan banyak himpunan
bagiannya adalah:
Banyaknya anggota
1
2
3
4
Banyaknya himpunan bagian
2
4
8
16
Dari pasangan-pasangan bilangan dalam kolom kedua
itu dicari hubungan yang berlaku umum, sebagai kesimpulan
yang ditarik dengan penalaran induktif. Hasilnya adalah
“banyaknya himpunan bagian merupakan hasil pemangkatan
dari 2 dengan bilangan banyak anggota” atau “jika banyak
anggota himpunan adalah n, maka banyak himpunan bagiannya
adalah 2n”.
Dengan demikian, maka soal bagian 3) itu jawabnya adalah:
26 atau 64.
108
B. Kerangka Berfikir
Tujuan
umum
pembelajaran
matematika
adalah
memberikan
penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika, baik dalam
kehidupan
sehari-hari
maupun
dalam
membantu
mempelajari
ilmu
pengetahuan lainnya. Adapun salah satu tujuan khusus pembelajaran
matematika di SMP adalah agar siswa memiliki pandangan yang cukup luas
dan memiliki sikap logis, kritis, cermat dan disiplin serta menghargai
kegunaan matematika.
Dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru hendaknya memilih
dan menggunakan strategi, pendekatan, metode dan teknik yang banyak
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental fisik maupun sosial.
Menurut petunjuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar matematika
di sekolah, bahwa penerapan strategi yang dipilih dalam pembelajaran
matematika haruslah bertumpu pada dua hal, yaitu optimalisasi interaksi
semua unsur pembelajaran, serta optimalisasi keterlibatan seluruh indra siswa.
Pendekatan pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih
keterampilan dan hafal fakta. Tetapi pada pemahaman konsep. Tidak hanya
kepada “bagaimana” suatu soal harus diselesaikan, tetapi juga pada
“mengapa” soal tersebut diselesaikan dengan cara tertentu. Dalam
pelaksanaannya tentu saja disesuaikan dengan tingkat berfikir siswa.
Pendekatan pembelajaran dan atrategi atau kiat melaksanakan
pendekatan. Serta metode belajar dalam proses pembelajaran termasuk faktorfaktor yang menentukan keberhasilan belajar siswa. Pendekatan tersebut
bertitik tolak pada aspek
psikologi dilihat dariperrtumbuhan dan
perkembangan siswa, kemmpuan intelektual dan kemampuan lainnya, yang
mendukung kemampuan belajar.
Dalam menyajikan pelajaran guru jangan memberikan konsep yang
harus diterima begitu saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman
terhadap proses terbentuknya konsep tersebut daripada hasil akhir. Untuk hal
ini guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan proses melalui metode induktif. Namun untuk beberapa
109
materi perlu dipilihkan pendekatan yang lebih tepat sehingga hasil belajar
siswa lebih optimal.
Berdasarkan uraian di atas maka diduga pemberian pendekatan
induktif dalam pembelajaran matematika berpengaruh terhadap hasil belajar
matematika.
C. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diberi pendekatan induktif
lebih besar dari pada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diberi
pendekatan konvensional.
110
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Telukjambe Karawang.
adapun yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan sekolah tersebut dijadikan
sebagai tempat penelitian karena penelitian semacam ini belum pernah dilakukan
di sekolah tersebut. waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September
2007 dilakukan sebanyak 8 kali pertemuan pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol, setiap pertemuan dilaksanakan selama 2 jam atau selama 80 menit.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 3
Telukjambe Karawang tahun ajaran 2007/2008 yang terdiri dari lima kelas (VIIA, VII-B, VII-C, VII-D dan VII-E) dengan jumlah 198 siswa. Alasan dipilihnya
kelas VII SMP karena pada jenjang tersebut terdapat pokok bahasan Bilangan
Pecahan.
Sampel yang diambil untuk dijadikan obyek penelitian ini sebanyak dua
kelas yaitu 80 siswa yang terdiri dari 40 orang siswa kelas VII.A dan 40 orang
siswa kelas VII.E. Adapun tehnik pengambilan sampelnya menggunakan tehnik
Cluster Random Sampling, yaitu sampel diambil secara acak dengan cara undian,
dimana semua populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih
menjadi anggota sampel.
C. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan matode penelitian
eksperimen semu (Quasi-eksperimen Research) adalah penelitian yang bertujuan
untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan yang dapat diperoleh
111
dengan sebenarnya dalam kondisi yang memungkinkan untuk mengontrol dan
atau memanipulasi semua variabel yang relevan. Dimana penulis mengambil dua
kelas yang dibedakan ke dalam kelas dengan sistem pembelajaran melalui
pendekatan induktif sebagai kelas eksperimen dan sistem pembelajaran dengan
menggunakan
sistem
pembelajaran
dengan
mengguankan
pendekatan
konvensional sebagai kelas kontrol. Masing-masing kelas yaitu eksperimen dan
kontrol mendapatklan pembelajaran pada pokok bahasan Bilangan Pecahan,
setelah proses penyampaian materi selesai maka penulis memberikan tes akhir
bagi semua siswa tersebut untuk diajdikan data yang kemudian diolah sebagai
hasil belajar siswa.
Adapun desain peelitianya adalah sebgai berikut:
Tabel 1
Desain Penelitian
Kelompok
Perlakuan (Treatment)
Tes Akhir
(R) E
XE
T
(R) K
-
T
Keterangan:
E
: kelompok Eksperimen
K
: Kelompok Kontrol
XE
: Perlakuan pada kelompok eksperimen
T
: Tes akhir
R
: Pemilihan subjek secara random.
D. Varibel Penelitian
1. Varibel bebas (X)
: Penggunaan pendekatan induktif
2. Varibel terikat (Y)
: Hasil belajar matematika siswa.
112
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini
adalah tes setelah penerapan pengajaran dengan pendekatan induktif pada kelas
eksperimen dana pendekatan konvensional pada kelas kontrol yang diberikan pada
tes akhir setelah penyampaian materi. tes ini berbentuk essay, alasan penulis
menggunakan tes essay adalah untuk mengidentifikasi soal-soal pada matrei
Bilangan Pecahan.
Tes tersebut terdiri dari soal-soal tentang Bilangan Pecahan. Tes diberikan
sebanyak 15 soal. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:
Tabel 2
Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Kompetensi Dasar
Indikator
No. Soal
Skor
Memberikan
contoh
berbagai bentuk dan
jenis
pecahan
dan
mengubah
bentuk
pecahan ke bentuk lain
1
2
5
5
Mengurutkan pecahan
dan
menentukan
letaknya
pada
garis
Mengenal bilangan pecabilangan
han
dan
melakukan
operasi hitung bilangan
Menyelesaikan operasi
pecahan
hitung: tambah, kurang,
kali, bagi dan pangkat
dengan
melibatkan
peca-han
serta
mengaitkannya dalam
kejadian sehari-hari
3
10
4
5
6
7
8
9
5
5
10
5
10
10
9
60
Total Skor
113
F. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan untuk hasil belajar bilangan pecahan adalah skor
yang diambil dari tes akhir setelah perlakuan diberikan yaitu sistem pembelajaran
malalui pendekatan induktif dan sistem pembelajaran melalui pendekatan
konvensional. Data tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok
eksperimen (X) adalah hasil belajar siswa yang diajar dengan pendekatan induktif
dan kelompok kontrol (Y) adalah hasil belajar siswa yang diajar dengan
pendekatan konvensinal.
Analisis Instrumen Penelitian
1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu
instrumen. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang
hendak diukur. 28 Validiatas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran
dan dari hasil pengalaman.
Validitas merupakan suatu proses yang dilakukan oleh penulis atau
pengguna instrumen untuk mengumpulkan data secara empiris guna
mendukung kesimpulan yang dihasilkan oleh skor instrumen. Untuk tes
berbentuk essay perhitungan validitas
menggunakan
rumus
Product
momen 29 :
rxy
=
N ∑ XY - (∑ X )(∑ Y )
(N∑ X
2
)(
- (∑ X ) N ∑ Y 2 - (∑ Y )
2
2
)
Keterangan:
rxy
: Koefisien korelasi antara variabel X dan varibel Y, dua variable
yang
dikorelasikan.
N
: Number of cases (Jumlah Siswa)
∑ XY
: Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y
∑X
: Jumlah skor X
28 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.65
29 Arikunto, Dasar-dasar..., h. 72
114
∑Y
: Jumlah skor Y
Setelah dilakukan pengujian validitas, dari 15 butir soal diperoleh 10 butir
soal yang valid, yaitu butir soal nomor 1, 2, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, dan 14.
2. Reliabilitas Instrumen
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika
tes tersebut dapat memberikan hasil yang tepat.
suatu alat ukur memiliki reabilitas yang baik bila alat ukur itu memiliki
konsistensi yang handal. untuk menentukan reabilitas soal essay penulis
menggunakan rumus Alpha 30 , sebagai berikut:
2
⎛ k ⎞⎛⎜ ∑ Si ⎞⎟
r11 = ⎜
⎟ 12
S t ⎟⎠
⎝ k − 1 ⎠⎜⎝
2
dengan S =
∑X
(∑ X )
−
2
2
N
N
Keterangan:
r11
= Reliabilitas yang dicari
ΣS i2
= Jumlah varians skor tiap-tiap butir soal
St
= Varians total
k
= Banyaknya butir soal yang valid
S i2
= Varians skor tiap-tiap butir soal
ΣX
= Jumlah skor seluruh siswa pada tiap-tiap butir soal
ΣX 2
= Jumlah kuadrat skor seluruh siswa pada tiap-tiap butir soal
N
= Banyak siswa
3. Pengujian Taraf Kesukaran
Taraf kesukaran bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai
dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan untuk mengukur taraf
30 Arikunto, Dasar-dasar..., h. 109
115
kesukaran. Untuk mengukur indeks kesukaran soal essay digunakan rumus
sebagai berikut:
IK =
S A + SB
N × Maks
Keterangan:
IK
= Indeks Kesukaran
SA
= Jumlah skor siswa kelompok atas dari tiap butir soal
SB
= Jumlah skor siswa kelompok bawah dari tiap butir soal
N
= Jumlah siswa kelompok atas dan bawah
Maks
= Skor maksimum yang dicapai tiap butir soal
Ketentuan Indeks Kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut 31 :
0,10 – 0,30
sukar
0,30 – 0,70
sedang
0,70 – 1,00
mudah
4. Pengujian Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
kemampuan siswa 32 . Rumus yang digunakan untuk mengukur daya pembeda
untuk soal essay adalah sebagai berikut:
DP =
S A − SB
1
× N × Maks
2
Keterangan:
DP
= Daya Pembeda
SA
= Jumlah skor siswa kelompok atas dari tiap butir soal
SB
= Jumlah skor siswa kelompok bawah dari tiap butir soal
N
= Jumlah siswa kelompok atas dan bawah
Maks
= Skor maksimum yang dicapai tiap butir soal
31 Arikunto, Dasar-dasar..., h. 210
32 Arikunto, Dasar-dasar..., h. 211
116
Klasifikasi daya pembeda 33 , adalah sebagai berikut:
0,00 – 0,20
Jelek (Poor)
0,20 – 0,40
Cukup (Satisfactory)
0,40 – 0,70
Baik (Good)
0,70 – 1,00
Baik Sekali (Excellent)
G. Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dan dianalisis untk dapat
menjawab masalah dan hipotesis penelitian. Sebelum diuji hipotesis dilakukan,
terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian
hipotesis. Berikut penjelasan singkatnya.
1. Pengujian Prasarat.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk diketahui apakah sampel yang diteliti
berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan yaitu uji
Lilliefors 34 .
b. Uji Homogenitas (Kesamaan Varians)
Uji homogenitas ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah kedua
kelompok siswa (eksperimen dan kontrol) dalam pemelitian ini berasal dari
populasi yang homogen (sama) atau tidak. Uji homogenitas yang diguankan
adalah uji homogenitas dua varians atau uji Fishr 35 . Rumusnya sebagai
berikut:
33 Arikunto, Dasar-dasar..., h. 218
34 Sudjana, Metode Statistik, (Bandung: Tarsito, 2005), h. 466
35 Sudjana, Metode…, h. 249
117
n∑ X 2 − (∑ X )
S12
2
F = 2 , dimana S =
n(n − 1)
S2
2
Keterangan:
F = Homogenitas
S12 = Varians data pertama/varians terbesar
S 22 = Varians data kedua/varians terkecil
Adapun kriteria pengujian untuk uji homogenitas ini adalah:
Ho diterima jika Fh < Ft dimana Ho memiliki varins yang homogen, dan
Ho ditolak jika Fh > Ft dimana Ho memiliki varins yang homogen.
2. Pengujian Hipotesis
Setelah uji prasyarat dilakukan dan data dinyatakan berdistribusi normal
dan homogen, maka untuk menguji hipotesis dari penelitian ini digunakan
rumus uji-t sebagai berikut:
a. Jika varians populasi homogen, maka 36 :
t=
X1 − X 2
, dimana S =
1 1
+
n1 n2
(n1 − 1)S12 + (n2 − 1)S22
(n1 + n2 − 2)
b. Jika varians populasi heterogen, maka 37 :
t=
X1 − X 2
S12 S 22
+
n1 n2
Keterangan:
Xx
= Rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen
Xy
= Rata-rata hasil belajar kelompok kontrol
nx
= Jumlah sampel pada kelompok eksperimen
36 Sudjana, Metode…, h. 239
37 Sudjana, Metode…, h. 241
118
ny
= Jumlah sampel pada kelompok kontrol
S12
= Varians kelompok eksperimen
S 22
= Varians kelompok kontrol
H. Perumusan Hipotesis Statistik
Dalam bentuk hipotesis statistik
Ho : μ1 = μ 2
H1 : μ1 > μ 2
Keterangan:
μ1 : Rata-rata hasil belajar matematika yang diajar menggunakan pendekatan
induktif
μ 2 : Rata-rata hasil belajar matematika yang diajar menggunakan pendekatan
konvensional
Dengan kriteria penerimaan untuk uji satu pihak sebagai berikut:
Jika th ≤ tt , maka H1 ditolak dan Ho diterima
Jika th > tt , maka H1 diterima dan Ho ditolak
119
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Data yang diperoleh adalah melalui total nilai hasil belajar matematika
siswa kelas eksperimen yang menggunakan sistem pembelajaran melalui
pendekatan
induktif
dan
kelas
kontrol
yang
menggunakan
sistem
pembelajaran melalui pendekatan konvensional dengan menggunakan
instrumen berupa tes hasil belajar yang berbentuk essay. Dari hasil uji coba,
diperoleh bukti yang valid sebanyak 9 butir soal essay. Adapun deskripsi data
kelas eksperimen dan kontrol masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
1. Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Kelas Ekaperimen
Dari data tes hasil belajar matematika 40 orang siswa yang menggunakan
sistem pembelajaran melalui pendekatan induktif diperoleh rentangan nilai
dari 35 sampai 94 dengan rata-rata (X
) sebesar 69,25, simpangan baku ( S
x
)
sebesar 13,49 dan varians ( S x2 ) sebesar 181,99. Adapun kemiringan sebesar 0,08 dan ketajaman (kurtosis) sebesar 0,23. Penyajian data dalam bentuk
distribusi frekuensi dapat dilihat pada tebel di bawah ini: 38
Tabel. 4.1
Distribusi Frekuensi
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen
Relatif
Interval
Absolut
Kumulatif
(%)
35 – 44
3
3
7,5
45 – 54
2
5
5,0
55 – 64
7
12
17,5
65 – 74
14
26
35,0
75 – 84
9
35
22,5
85 – 94
5
40
12,5
40
38 Lampiran 3a, Deskripsi Data Statistika Kelas Eksperimen, hlm. 73
48
100
120
Adapun penyebaran datanya dapat dilihat pada histogram dan polygon
berikut ini:
14
12
Frekuensi
10
8
6
4
2
0
34,5 44,5 54,5 64,5 74,5 84,5 94,5
Nilai
Gambar 4.1
Poligon Frekuensi
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen
2. Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Kelas Kontrol
Dari data tes hasil belajar matematika 40 orang siswa yang menggunakan
sistem pembelajaran melalui pendekatan induktif diperoleh rentangan nilai
dari 28 sampai 92 dengan rata-rata ( X ) sebesar 62,15, simpangan baku ( S x )
sebesar 14,21 dan varians ( S x2 ) sebesar 201,98. Adapun kemiringan sebesar 0,17 dan ketajaman (kurtosis) sebesar 0,26. Penyajian data dalam bentuk
distribusi frekuensi dapat dilihat pada tebel di bawah ini: 39
39 Lampiran 3b, Deskripsi Data Statistika Kelas Kontrol, hlm. 77.
121
Tabel. 4.2
Distribusi Frekuensi
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Kontrol
Relatif
Interval
Absolut
Kumulatif
28 – 38
3
3
7,5
39 – 49
4
7
10,0
50 – 60
10
17
25,0
61 – 71
12
29
30,0
72 – 82
9
38
22,5
83 - 93
2
40
5,0
40
(%)
100
Adapun penyebaran datanya dapat dilihat pada histogram dan polygon
berikut ini:
12
Frekuensi
10
8
6
4
2
0
27,5 38,5 49,5 60,5 71,5 82,5 93,5
Gambar 4.2
Poligon Frekuensi
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Kontrol
Nilai
122
3. Rangkuman Data
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada dua kelas,
penulis memperoleh data nilai hasil belajar matematika siswa kelas
eksperimen yang menggunakan sistem pembelajran melalui pendekatan
induktif dan kelas control yang menggunkan sistem pembelajaran melalui
pendekatan konvensional. Data statistika dari kedua kelompok tersebut dapat
disajikan pada tebel sebagai berikut:
Tabel. 4.3
Rekapitulasi Data Statistika Kelas Ekaperimen dan Kontrol
Kelas
Statistika
Ekaperimen
Kontrol
n
40
40
Maksimum
94
92
Minimum
35
28
Rentangan
59
65
Mean
69,25
62,15
Simpangan Baku
13,49
14,21
Median
70,21
63,25
Modus
70,33
64,5
Kemiringan
-0,08
-0,17
Ketajaman
0,23
0,26
Dari data di atas, terlihat jelas perbedaan hasil belajar matematika antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata nilai kelas eksperimen lebih
tinggi dari pada kelas control, dengan selisih rata-rata dari kedua kelas
tersebut sebesar 7,1.
123
B. Pengujian Prasyarat Analisis
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan
pengujian prasyarat analisis terhadap data hasil penelitian berupa tes hasil
belajar matematika siswa. Adapun uji prasyarat yang dilakukan adalah uji
normalitas dan uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan Uji Lilliefors,
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Hipotesis
Ho : Sampel berasal dari populasi normal
H1 : Sampel berasal dari populasi tidak normal
b. Menentukan harga Lo
1) Data x1, x2, x3, … , xn, dijadikan harga baku z1, z2, z3,…,zn dengan
menggunakan rumus:
zi =
xi − xx
S
Keterangan:
x x : Rata-rata nilai hasil belajar matematika
S : Simpangan baku
2) Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, dihitung peluang
F(zi) = P(z ≤ zi) untuk setiap i = 1, 2, 3,…., n.
3) Kemudian dihitung proporsi z1, z2, z3,…,zn yang lebih kecil dari atau
sama dengan zi. Proporsi ini dinyatakan dengan S(zi) yaitu:
S(zi) =
Banyaknya.z1 , z2 , z3 ,..., zn yang ≤ zi
n
4) Hitung selisih F(zi) - S(zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.
5) Diambil harga yang terbesar diantara harga-harga mutlak selisih
tersebut dan notasikan dengan Lo. Harga Lo inilah kemudian
dibandingkan dengan L tabel
124
c. Menentukan harga L tabel
Dari tabrl harga kritis uji Lilliefors untuk n = 40 dan α = 5% diperoleh
harga L tabel =
d. Kriteria pengujian
Terima Ho jika Lo ≤ Ltabel
e. Kesimpulan
Hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji Lilliefors pada
kelompok eksperimen dan kontrol disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel. 4.4
Hasil Uji Normalitas Data dengan Menggunakan Uji Lilliefors
Kriteria
Kesimpulan
Kelas
n
Lo
Ltabel
Eksperimen
40
0,0600
Lo ≤ Ltabel
Normal
Kontrol
40
0,0707
Lo ≤ Ltabel
Normal
Karena Lo ≤ Ltabel, maka Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa data nilai hasil belajar matematika siswa berdistribusi normal, baik itu
pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. 40
2
Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan uji fisher. Hasil Pengujian disajikan
pada tabel berikut ini: 41
Tabel. 4.5
Hasil Uji Homogenitas Data dengan Menggunakan Uji Fisher
Ftabel
Kesimpulan
Kelas
Varians Db
F0
Eksperimen 181,99
39
1,11 1,75
Homogen
Kontrol
201,98
Karena Fhitung < Ftabel (1,11 < 1,75), maka H0 diterima. Dengan
demikian dari data di atas dapat disimpulkan bahwa H0 diterima pada tarap
40 Lampiran 4a, Perhitungan Uji Normalitas Data Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
Eksperimen, hlm, 84-85.
41 Lampiran 5, Perhitungan Uji Homogenitas, hlm. 86.
125
signifikan α= 0,05 dengan derajat kebebasan pembilang = 201,98 dan derajat
kebebasasan penyebutnya = 181,99. Jadi populasi dari kedua kelompok
mempunyai varians yang homogen (sama). Dengan demikian analisis data
Uji-t dapat digunakan.
C. Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan pengujian prasyarat analisis, dari kedua kelompok
diperoleh bahwa data berdistribusi normal dan homogen. Selanjutnya
dilakukan pengujian hipotesis dengan mengguakan uji-t, hasul pengujian
disajikan pada tabel berikut: 42
Tabel. 4.6
Kelas
Hasil Uji Hipotesis Data dengan Menggunakan Uji-t
n
Mean
Sgab
Db
thitung
ttabel
Kesimpulan
Eksperimen
40
69,25
Kontrol
40
62,15
13,86
78
2,33
1,667
H0 ditolak
Dari hasil perhitungan diperoleh harga thitung = 2,33 dan nilai ttabel = 1,667.
jadi, thit > ttabel (2,33 > 1,67), maka H0 ditolak atau H1 diterima. Dengan
demikian disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang
diberi pendekatan induktif lebih besar daripada rata-rata hasil belajar
matematika siswa yang diberi pendekatan konvensional.
D. Pembahasan
Setelah dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t pada
taraf signifikan α= 5%, ternyata ada perbedaan hasil belajar matematika siswa
antara yang diberi pendekatan induktif dengan yang diberi pendekatan
konvensional. Dari hasil perhitungan diperoleh rata-rata hasil belajra matematika
siswa yang diberi pendekatan induktif lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar
matematika siswa yang diberi pendekatan konvensional. Sehingga dapat
42 Lampiran 6, Perhitungan Uji Hipotesis, hlm. 87
126
diinterpretasikan bahwa terdapat pengaruh pendekatan induktif terhadap hasil
belajr matematika siswa. Pengaruh ini juga dapat dilihat dari perbedaan hasil
belajar matematika siswa pada kelas eksperimen yang memperoleh nilai tertinggi
sebesar 94 dan nilai terendah sebesar 35, sedangkan pada kelas kontrol nilai
tertinggi sebesar 92 dan nilai terendah sebesar 28. ini dapat dikatakan bahwa
pendekatan induktif merupakan pendekatan yang efektif dalam pembelajaran
untuk memperoleh hasil belajar matematika siswa pada jenjang kognitif.
Dalam penelitian ini, lebih tingginya hasil belajar matematika siswa yang
diberi pendekatan induktif dibuktikan oleh perbedaan perolehan nilai dan rata-rata
hasil belajar matematika siswa, serta diperkuat dengan hasil pengujian hipotesis.
Selain itu, ditunjang dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki pendekatan
induktif bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif
memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif menemukan rumus (formula)
dengan observasi, bereksperimen dan berfikir. Sehingga dapat meningkatkan
pemahaman, lebih mudah memahami prinsip melalui contoh-contoh khusus
menuju ke aturan umum, dalam pembelajaran matematika di jenjang pendidikan
dasar dan menengah, pendekatan induktif disarankan untuk masih digunakan. Hal
ini didasari oleh pendapat pada ahli yang mengatakan bahwa masih banyak siswa
sekolah dasar dan menengah yang sulit untuk menggunakan penalaran deduktif.
Oleh karenannya, mereka lebih mudah menggunakan penalaran induktif untuk
memahami konsep-konsep matematika.
Dari hasil pengamatan penulis selama proses pembelajaran berlangsung,
pembelajran
dengan
menggunakan
pendekatan
induktif
ini
merupakan
pengalaman baru bagi guru dan siswa karena proses pembelajaran ini belum
pernah diterapkan sebelumnya. Sehingga kesulitan-kesulitan yang dialami oleh
sebagian siswa dalam memahami matematika, maupun kesulitan yang dialami
oleh sebagian guru dalam memberikan materi pelajaran karena sulit melakukan
pendekatan yang mampu memotivasi siswa agar tertarik dan tidak mesara bosan
akibat ketidakmampuan mereka menyerap materi yang disampaikan oleh guru
tersebut, dapat teratasi dengan melakukan pendekatan yang dapat merangsang
siswa turut serta secara aktif dalam proses pembelajaran.
127
Pendekatan yang lebih menekankan pada aktifitas siswa dalam
menemukan jawaban dari suatu permasalahan adalah pendekatan induktf. Dengan
pendekatan ini, seorang guru harus mengawali suatu materi dengan contoh-contoh
melalui proses taya jawab dengan siswa,dilanjutkan dengan proses penemuan
suatu aturan. Pembuktian dari aturan itu sendiri harus dilaksanakan secara
deduktif karena aturan dalam matematika tidak dapat digeneralisir hanya melalui
contoh.
Pendekatan induktif dalam pembelajaran matematika ini menjadi suatu
pertimbangan dalam memilih pendekatan pembelajaran, karena sesuai dengan
dugaan sementara penulis dan berdasarkan teori-teori yang ada serta berdasarkan
perhitungan statistika yang telah dilakukan penulis telah terbukti bahwa
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif mempunyai pengaruh
terhadap hasil belajar matemata siswa.
128
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan temuan penelitian maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar matematika siswa yang diberi pendekatan induktif lebih
besar daripada hasil belajar matematika siswa yang diberi pendekatan
konvensional.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
pembelajaran
dengan
menggunakan pendekatan induktif berpengaruh nyata terhadap hasil belajar
matematika siswa atau dapat meningkatkan rata-rata hasil belajar matematika
siswa.
B. Saran
Dengan demikian karena hasil belajar matematiak siswa yang diajar
menggunakan pendekatan induktif lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
belajar matematika siswa yang tidak diajarkan dengan menggunakan
pendekatan induktif , maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:
1. Guru diharapkan dapat memiliki pendekatan pembelajaran matematika
yang tepat, sehingga dapat tercipta suasana belajar yang menyenangkan
dan tujuan pembelajaran tercapai.
2. Guru dapat menerapkan pendekatan induktif tersebut dengan topik yang
lain yang cocok diajarkan dengan pendekatan induktif .
Guru dapat menerapkan pendekatan induktif dalam pokok bahasan kesetaraan
anatar satuan yang tidak hanya menciptakn suasana belajar
3. yang menyenangkan dan membuat siswa berminat dalam belajar
matematika tetapi juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
4. Guru diharapkan dapat mengatur suasana belajar agar proses belajar dapat
berjalan lancar dan
kelemahan-kelemahan dalam pendekatan induktif
tidak terjadi.
57
129
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Abu, Hamid, Bidayatul Hidayah: Kitab Panduan Lengkap Beribadah
dan Bermuamalah. Jakarta: Himmah. 2008.
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
2005.
Dahar, Ratna, Wilis, Teori-teori Belaja.. Jakarta: Gelora Aksara Pratama. 1996.
Fattah, Nanang, Landasan manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2004.
Fu’ad, bin Abdul Aziz asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru: Panduan
Lengkap Metodologi Pengajaran Cara Rasulullah saw. Jakarta: Darul
Haq. 2009.
Pasya, Ahmad, Fuad, Dimensi Sains Al-Qur’an: Menggali Kandungan Ilmu
Pengetahuan dari Al-Qur’an. Solo: Tiga Serangkai. 2006.
Sudjana, Metode Statistik. Bandung: Tarsito. 2005.
Suherman, Erman,. Dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer. Jakarta:
UPI. 2003.
Sutrisman, M,. dan Tambunan, G, Pengajaran Matematika Modul 1 – 12. Jakarta:
Karunika Universitas Terbuka. 1987.
Suwangsih, Erna. dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI
Press. 2006.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2004.
Usman, Moh, Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2002.
Van Cleave, Janice, Matematika untuk Anak. Bandung: Pakar Raya. 2005.
Download