FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UIN SYARIF

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI
POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PEMILIHAN LEGISLATIF
2009 KECAMATAN TANAH SAREAL KOTA BOGOR
Skripsi ini
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Syaratsyarat Mencapai Gelar Sarjana Sosial
Disusun Oleh:
Ali Murdani
105033201122
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
ABSTRAKSI
(A)
(B)
(C)
(D)
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
8 Desember 2011
Ali Murdani
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Pemilu Pemula dalam
Pemilu Legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor
(E) xi + 63 halaman
(F) Partisipasi politik adalah mengacu pada semua aktivitas yang sah oleh
semua warga negara untuk mempengaruhi pemilihan pejabat pemerintahan
dan tindakan-tindakan yang mereka ambil, sedangkan faktor-faktornya
adalah sebagai berikut: Faktor ekonomi, faktor pendidikan politik, faktor
nilai budaya remaja, faktor media, faktor intelektual.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor manakah yang paling
dominan dalam memberikan pengaruh kepada pemilih pemula Kecamatan
Tanah Sareal Kota Bogor untuk memilih dalam Pemilu Legislatif Tahun
2009.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitin ini adalah pendekatan
kuantitatif dengan metode statistik deskriptif penelitian ini dilaksanakan di
Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor dengan jumlah sampel sebanyak 60
remaja atau pemilih pemula. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah cluser random sampling. Pengumpulan data yang digunakan adalah
angket, studi pustaka, observasi yang dilakukan oleh peneliti.
Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa: statisti
deskriptif yaitu yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi
sebagaimana adanya kemudian dilakukan editing, yakni memeriksa
jawaban-jawaban responden untuk ditelaah dan juga dirumuskan
selanjutnya dijumlahkan sesuai pengelompokkannya kemudian dilakukan
tabulating. Yakni jawaban-jawaban responden dinyatakan dalam bentukbentuk tabel alternatif jawaban-jawaban responden tersebut dijadikan data
statistik prosentase artinya setiap data di prosentasikan setelah tabulating
dalam frekuensi jawaban responden dan kemudian dianalisa untuk
mendapatkan suatu kesimpulan partisipasi politik pemilih pemula pada
pemilihan legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih pemula berpartisipasi politik
dalam pemilu legislatif Tanah Sareal Kota Bogor 2009 adalah faktor
ekonomi, faktor pendidikan politik, faktor media, faktor nilai budaya
remaja, serta faktor intelektual tetapi semua faktor tidak begitu
mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula Kecamatan Tanah Sareal
Kota Bogo.
(G) Bahan Bacaan: 20 (1982-2009)
iv
KATA PENGANTAR
Skripsi
merupakan
prasyarat
dari
kelulusan
mahasiswa
dalam
memperoleh gelar kesarjanaan, dalam proses penyusunannya seseorang harus
mampu menerapkan dan mengintegrasikan ilmu-ilmu yang telah didapat pada
bangku perkuliahan. Tidak hanya kemauan, kemampuan serta materi yang
dibutuhkan dalam menyusun skripsi, tapi juga dibutuhkan keyakinan yang penuh
dalam diri untuk dapat menyelesaikan skripsi sesuai dengan yang diharapkan.
Alhamdulillah, sebuah hasil karya tak ternilai ini telah terselesaikan atas
kasih sayang Allah SWT dengan segala bantuan dan kesempatannya hingga
terselesaikan karya ini. Terima kasih dengan ucapan shalawat dan salam peneliti
haturkan pada Nabi Muhammad SAW yang membuat Islam sampai keseluruh
penjuru sehingga peneliti berada dalam naungan agama Islam dan memiliki Tuhan
yang sempurna.
Penyelesaian skripsi ini tentunya tak terlepas oleh sentuhan-sentuhan
hebat orang-orang disekitar penulis. Dengan sangat bangga maka penulis haturkan
untaian terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Orangtua tercinta, H. Abdul Khair dan Hj. Radiah yang menjadi pendorong
utama penyusunan hasil penelitian ini yang selalu mengharapkan anaknya bisa
menggunakan toga kebanggaan dengan hasil yang memuaskan atas
perjuangan selama empat tahun untuk mewujudkan cita-citanya. Terima kasih
atas kasih sayang, air mata, pengorbanan dan semua do’a-do’a yang terpanjat
untuk penulis.
v
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Ibu dan dosen pembimbing akademik.
3. Dosen Pembimbing Drs. Agus Nugraha, MA., yang selalu sabar saat
memberikan bimbingan dalam penyelesaian hasil karya ini. Tanpa coretan
beliau, hasil karya ini mungkin tak terbantu sampai di meja pendaftaran
sidang.
4. Untuk orang terkasih pilihan Tuhan untuk saat ini dan semoga hingga akhir
hayat,
untuk
semua
kesabaran,
perhatian,
pengertian
dan
semua
pengorbanannya (AYU) yang takkan pernah tergantikan sampai kapan pun
hanya Allah yang dapat membalas semuanya.
5. Untuk kakak-kakakku tercinta, terima kasih atas dukungan, perhatian serta
motivasi untuk penulis menyelesaikan skripsi dengan baik.
6. Untuk nenekku tersayang (Hj. Siti Nadiah), untuk dukungan dan keberkahan
do’a-do’anya yang selalu terpanjat untuk penulis.
7. The last and the most…specially untuk teman-teman Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah meluangkan
waktunya untuk membantu peneliti dalam penelitian ini dan untuk
persahabatannya selama 4 tahun ini.
kepadaNya dan beliau-beliau semuanya penulis ucapkan banyak-banyak
terima kasih. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang tepat bagi mereka.
Dan pada akhirnya penyusunan skripsi ini peneliti tujukan pada orang-orang
terkasih yang tersebut di atas.
Bogor, 8 Desember 2011
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................
i
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
ii
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................
iii
SURAT PENGESAHAN PENGUJI .............................................................
iv
ABSTRAKSI...................................................................................................
v
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Perumusan Masalah ...............................................................
6
C. Tujuan Penelitian.....................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ..................................................................
6
E. Metode Penelitian ....................................................................
7
F. Sistematika Penulisan..............................................................
8
KAJIAN TEORI
A. Partisipasi Politik
1. Pengertian Partisipasi Politik.............................................
12
2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik .....................................
15
B. Pemilu
1. Pengertian Pemilu ..............................................................
vii
17
BAB III
2. Tujuan Pemilu ....................................................................
19
3. Azas Pemilu .......................................................................
20
4. Sistem Pemilu Secara Umum .............................................
25
5. Sistem Pemilu di Indonesia ................................................
30
PROFIL
KECAMATAN
TANAH
SAREAL
KOTA
BOGOR DAN GAMBARAN UMUM PEMILU SERTA
RESPONDEN PENELITIAN
BAB IV
BAB V
A. Profil Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor ............................
32
B. Gambaran Pemilu di Kecamatan Tanah Sareal ........................
35
C. Gambaran Umum Responden...................................................
36
PRESENTASI DAN ANALISIS DATA
A. Hasil Penelitian ......................................................................
39
B. Analisa Data Hasil Penelitian ................................................
47
PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................
62
B. Saran ........................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA
viii
ix
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Angket Penelitian
Lampiran 2
Surat Keterangan dari KesBang
Lampiran 3
Surat Keterangan dari Kecamatan
Lampiran 4
Surat Keterangan dari RT/RW
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilu 2009, terdapat 141 parpol (dalam pemilu 2004 ada 268 parpol)
yang sudah terdaftar di Departemen Kehakiman HAM. Namun, sebagian besar
parpol yang terdaftar dinyatakan batal oleh UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 22
tahun 2007 sehingga dengan berbagai tingkat verifikasi faktual oleh KPU,
akhirnya hanya 48 parpol atau naik 100% dibanding peserta Pemilu 2004 yang
hanya diikuti oleh 24 parpol yang boleh mengikuti pemilu, atau hampir 70%
parpol yang terdaftar sudah drop out sebelum Pemilu 2009.1
Pemilu 2009 adalah pemilu yang ketiga kali setelah terjadinya reformasi
pada tahun 1998 dimana tumbangnya rezim orde baru yang berkuasa hampir 32
tahun lamanya, sejak saat itu dilakukan perbaikan-perbaikan sistem pemilu untuk
pelaksanaan pemilu yang lebih baik dan kebebasan rakyat dalam memilih dapat
terjamin dengan baik. Tidak seperti yang terjadi pada pemilu sebelum reformasi
terjadi, dimana pemilu hanya dijadikan stempel pelenggang kekuasaan suatu
rezim serta kebebasan rakyat dalam memilih terbelenggu dan dapat ditebak
pemenang pemilu adalah partai politik yang mendukung pemerintahan pada saat
itu.
1
Vina Martina Sianipar, “Survei CSIS: Golkar Dijagokan Pemilu Pemula”,www. detik
com, diakses Selasa, 15 Juli 2008.
1
2
Padahal pelaksanaan pemilu harus dilandasi bahwa rakyatlah yang
berdaulat serta rakyat bebas menentukan sikapnya dalam pemilu tanpa tekanan
dari pihak manapun. Pemilu adalah suatu alat yang penggunanya tidak boleh
mengakibatkan rusaknya sendi-sendi demokrasi yang dapat menimbulkan
penderitaan rakyat tetapi pemilu harus menjamin hak dan kewajiban rakyat
sebagai warga Negara seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar
1945.
Pelaksanaan pemilu juga harus menjamin terwujudnya tujuan pemilu,
adapun tujuan pemilu menurut UU No. 12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum,
DPR, DPD, dan DPRD adalah pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk
memilih wakil rakyat dan wakil daerah serta untuk membentuk pemerintahan
yang demokratis seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang 1945.2
Menurut Indria Samego pemilihan umum disebut juga politik market
artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu-individu
atasu masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak social antara peserta
pemilu (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah
melakukan serangkaian aktivitas politik seperti kampanye, iklan politik melalui
media cetak maupun media elektronik. Guna meyakinkan pemilih untuk
memilihnya sebagai wakil dalam badan legislatif maupun eksekutif.3
Adapun rakyat yang mempunyai hak untuk memilih adalah berlaku umum
yaitu semua warga Negara yang telah berusia 17 tahun atau sudah menikah berhak
mengikuti pemilihan umum termasuk di dalamnya pemilih pemula adalah Dalam
2
3
A. Rahman H.I., Sistem Politik Indonesia, (Jakarta:Graha Ilmu,2007) , hal. 148.
Ibid., hal. 47.
3
undang-undang pemilihan umum, pemilih pemula adalah pemilih yang baru
pertama kali memilih mereka serta telah berusia 17-21 tahun, yang telah memiliki
hak suara dalam pemilihan umum 4. Mereka umumnya berusia dikisaran 17-21
tahun.
Professor Dr. Harun A. Rasyid memasukkan mereka sebagai kelompok
pemilih pemula. Mereka adalah sekelompok pemilih yang baru pertama kali
memilih atau menggunakan hak pilihnya.5 Dalam pemilu jumlah mereka cukup
banyak dan sangat menggiurkan dalam segi kemenangan dan kekalahan dalam
pemilihan umum. Menurut data KPU Pemilu diikuti oleh 171.068.667 pemilih
tingkat nasional. Berdasarkan proyeksi dari data populasi penduduk Badan Pusat
Statistik tahun 2005, jumlah penduduk muda (usia di bawah 40 tahun) sekitar 95,7
juta jiwa pada tahun 2009. Jumlah tersebut setara 61,5% dari 189 juta penduduk
usia pemilih. Di antara penduduk usia muda paling banyak (22,3%) adalah mereka
yang pada tahun depan berusia 22-29 tahun. Mereka merupakan kelompok
penduduk yang baru berpengalaman satu atau dua kali mencoblos dalam pemilu
sebelumnya.6
Dari data di atas maka pemilih pemula menarik untuk dicermati dan diteliti
bagaimana kecenderungan politik kelompok pemilih pemula, dengan kondisi
psikologi yang dimiliki oleh pemilih pemula yaitu masih labilnya kejiwaannya
yang dimiliki maka mereka umumnya mudah dipengaruhi oleh orang lain yang
berupa pengaruh positif maupun negatif, dan mereka juga mulai melakukan
4
Zakaria,Sasaran Empuk Partai Politik, www.eramuslim.com.Senin, 5 Desember 2011
Harun A. Rasyid, Potensi Pemilih Pemula Cukup Signifikan, www.kompas.com Selasa,
15 Juli 2008.
6
Yusuf Ardiansah, Mahasiswa dan Pemilih Pemula Sebaiknya Tidak Golput,
www.kompas.com, Selasa 15 Juli 2008.
5
4
introspeksi untuk menemukan keseimbangan antara sikap ke dalam diri dengan
sikap kritis terhadap objek-objek (termasuk objek-objek politik) di luar dirinya.
Akan tetapi, belum banyak lembaga politik atau partai politik serta
pemerintah yang melakukan pendidikan politik serius terhadap pemilih pemula
ini. Padahal yang harus lebih berperan dalam pendidikan politik adalah partai
politik karena partai politik harus menjalankan fungsinya yaitu memberikan
pendidikan politik terhadap warga Negara serta kepada pemilih pemula seperti
partai politik pada masa kolonial dimana partai politik merupakan wadah
pendidikan dan pencerdasan bangsa dari pembodohan politik yang dilakukan oleh
rezim kolonial. Kenyataannya mereka hanya menggantungkan informasi politik
kepada berita-berita di media massa, sesame teman, orang tua, atau guru di
sekolah. Sehingga, mereka merasa kebingungan saat dihadapkan dengan
pemilihan umum tidak jarang dari mereka hanya memilih sebagai rutinitas yang
biasa dilakukan oleh orangtuanya dan tidak berpengaruh terhadap kehidupan
mereka.
Padahal mereka adalah generasi yang akan menjalankan Negara ini dan
akan menentukan nasib Negara ini nanti, maka pendidikan politik buat mereka
dalam demokrasi sejak dini bagi pemilih pemula sangat penting. Demi
keberhasilan Negara ini dan dapat menciptakan generasi yang lebih baik bagi
Negara ini kelak. Ketika kaum remaja yang nanti menjadi generasi pengganti
tidak diikutsertakan dalam mencerna dunia dan masalah-masalahnya. Untuk itu,
pendidikan politik yang pada saatnya mempengaruhi partisipasi politik pemilih
pemula yang berdasarkan kepentingan kaum remaja sendiri sangat diperlukan,
5
terutama untuk mencegah agar jangan suara mereka hanya dihitung sebagai
“pemilih pemula” yang tidak tahu apa-apa.
peneliti tertarik untuk meneliti kelompok pemilih pemula di Kecamatan
Tanah Sareal karena tingkat partisipasi politik warga Tanah Sareal sangat tinggi
sekitar 81% dengan tingkat partisipasi pemilih pemula menarik untuk diteliti
dimana jumlah pemilih pemula dalam legislatif ada 20% dari jumlah pemilih tetap
dan sangat besar dan berpengaruh pada tingkat partisipasi politik warga Tanah
Sareal Kota Bogor dan menarik untuk diteliti apa yang menyebabkan mereka
memilih dan tidak dalam pemilihan legislatif Kota Bogor.7
Dari uraian di atas maka penulis ingin meneliti lebih dalam pemilih
pemula di Kacamatan Tanah Sareal maka akan diperdalam dengan skripsi yang
berjudul:
“FAKTOR-FAKTOR
PARTISIPASI
POLITIK
APA
PEMILIH
YANG
PEMULA
MEMPENGARUHI
DALAM
PEMILU
LEGISLATIF DI KECAMATAN TANAH SAREAL KOTA BOGOR”
B. Perumusan Masalah
Atas dasar latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana tingkat partisipasi pemilih pemula di Kecamatan Tanah Sareal
Kota Bogor?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula
dalam pemilu legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor Tahun 2009?
7
Wawancara dengan Bapak Bambang Ketua PPK Kecamatan Tanah Sareal Kota
Bogor,13 Desember 2009
6
3. Faktor-faktor dominan apa yang mempengaruhi partisipasi politik pemilih
pemula dalam pemilu legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor Tahun
2009?
4. Faktor apa yang mempengaruhi pemilih pemula untuk tidak memilih pada
pemilu legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih pemula dalam pemilu
legislatif tahun 2009 ini adalah:
1. Untuk mengetahui tingkat partisipasi pemilih pemula di Kecamatan Tanah
Sareal Kota Bogor.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi partisipasi politik
pemilih pemula dalam pemilu legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor dominan apa yang mempengaruhi partisipasi
politik pemilih pemula dalam pemilu legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota
Bogor.
4. Untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi pemilih pemula untuk tidak
memilih dalam pemilu legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis: penelitian ini sebagai salah satu kajian politik pemerintah,
terutama berkaitan dengan orientasi politik dan perilaku politik.
7
2. Secara praktis: penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi pemerintah maupun partai politik agar senantiasa memberikan
pendidikan politik khususnya kepada pemilih pemula sehingga perilaku politik
dari pemilih pemula didasarkan atas orientasi yang jelas dan rasional.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data dalam bentuk angka
yang menggunakan statistic sederhana.8
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah pemilih pemula atau pemilih yang baru
pertama kali menggunakan hak pilihnya dalam pemilu legislatif di Kecamatan
Tanah Sareal Kota Bogor.
3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu subjek yang
merupakan perhatian peneliti, populasi merupakan keseluruhan anggota,
kejadian, atau objek-objek yang telah ditetapkan dengan baik.9
Populasi dalam penelitian ini adalah pemilih pemula di Kecamatan
Tanah Sareal Kota Bogor yang terdiri dari 11 Kelurahan.
8
Husen Usman, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 131.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), hal. 6.
9
8
Sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang didapat dari
populasi. Untuk jumlah sampel, peneliti menggunakan ukuran minimum yang
ditawarkan oleh Gay bahwa untuk penelitian diambil 30 subjek atau lebih.10
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemilih pemula
yang ada di Kecamatan Tanah Sareal atau remaja yang memiliki hak pilih
dalam pemilu legislatif atau yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap dan
diambil secara random. Pengambilan sampel dalam penelitian diambil dengan
menggunakan teknik cluser Sempling (sampeling daerah) yaitu sampel yang
akan diteliti atau sumbernya terlalu luas maka pengambilan sempelnya
berdasarkan daerah yang telah ditentukan, maka peneliti hanya mengambil 5
kelurahan dari 11 kelurahan dari setiap kelurahan atau desa diambil 2 RT
secara acak sehingga sampel berjumlah 60 orang dengan porsi 6 responden
setiap RT.
Untuk menganalisa data penetapan sampel yang lebih besar untuk
mengurangi bisa yang timbul dibandingkan dengan menggunakan sampel
dalam jumlah yang sedikit. Selain itu distribusi frekuensi dari data dengan
jumlah sampel besar dan tidak kurang dari 30 orang akan mendekati
penyebaran sampel.
Responden yang akan dijadikan sampel adalah remaja yang berdomisili
di Kecamatan Tanah Sareal yang sudah memiliki hak pilih dan baru pertama
kali mengikuti pemilihan anggota legislatif.
10
Sevila Cunsuelog.et all, Pengatar Metode Penelitan. (Jakarta : UI Pers, 1993), hal. 41
9
F. Metode Pengumpulan Data
1.
Interview (Wawancara)
Metode interview ini penulis lakukan dengan cara tanya jawab terhadap
responden atau seseorang yang berkaitan dengan penelitian pemilih pemula
agar mendapatkan informasi yang relevan dengan penelitian yang diharapkan.
Wawancara ini dilakukan dengan berstruktur yakni dengan menyusun
pertanyaan terlebih dahulu yang akan diteliti.
2. Kepustakaan
Kepustakaan ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang
berkaitan dengan permasalahan dari berbagai sumber. Teknik ini digunakan
untuk mendukung penelitian dengan cara mencari teori-teori yang sudah ada.
3. Observasi
Pada penelitian ini penulis melakukan pengamatan langsung terhadap
masyarakat yang memberikan informasi tentang pemilih pemula pada pemilu
legislatif 2009 di Kecamatan Tanah Sareal.
G. Teknik Analisa Data
1. Statistik Deskriptif
Statistic deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi
sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum. Deskriptif berfungsi memberikan gambaran atau uraian
atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang
10
diteliti.11 Karena dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan dideskripsikan
secara detail sehingga lebih mudah dipahami.
2. Editing
Yakni memeriksa jawaban-jawaban responden untuk ditelaah dan juga
dirumuskan selanjutnya sesuai pengelompokannya.
3. Tabulating
Yakni jawaban-jawaban responden dinyatakan dalam bentuk-bentuk
table alternative. Jawaban-jawaban responden tersebut dijadikan data statistik
prosentase artinya setiap data diprosentasekan setelah tabulating dalam
frekuensi jawaban responden dan kemudian dianalisis untuk mendapat suatu
kesimpulan sehingga dapat diketahui kecenderungan dari setiap alternative
jawaban. yang penulis gunakan dalam mencari prosentase:
Dengan ketentuan sebagai berikut:
P
= Prosentase
F
= Frekuensi
N
= Jumlah sampel (number of case)
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi adalah sebagai
berikut:
11
Husain Usman, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 129.
11
Bab I
: Pendahuluan, yang menjelaskan tentang latar belakang kajian atas
faktor- faktor yang mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula
dalam pemilu, pembatasan masalah, perumusan masalah penelitian,
tujuan serta manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II
: menjelaskan dan memaparkan kajian teori, partisipasi politik,
pemilu, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik pemilu
pemula.
Bab III
: Menjelaskan tentang profil dan gambaran umum pemilu di
Kecamatan Tanah Sareal serta gambaran umum responden.
Bab IV
: Merupakan bab analisa yang menjelaskan hasil penelitian yang di
lakukan peneliti dengan teori yang di gunakan yang di sajikan
dengan presentase dan analisis hasil penelitian
Bab V
: Pada bab terakhir atau penutup menyajikan kesimpulan dan saran.
Demikianlah kerangka umum dari gambaran singkat mengenai sistematika
skripsi ini dengan besar harapan penulis maksudkan untuk memberi arah dan
mempermudah para pembaca dalam meliput persoalan dan kajian yang terkait
dengan skripsi ini.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Partisipasi Politik
1.
Pengertian Partisipasi Politik
Keikutsertaan warga Negara berusaha untuk mencapai tujuan Negara
merupakan bentuk partisipasi politik warga Negara serta mempengaruhi
kebijakan atau keputusan yang diambil oleh negara. Dalam ilmu politik
partisipasi diartikan sebagai upaya warga masyarakat baik secara individual
maupun kelompok, untuk ikut serta dalam mempengaruhi pembentukan
kebijakan publik dalam sebuah Negara.1
Partisipasi adalah penentuan sikap dan ketertiban hak setiap individu
dalam situasi dan kondisi dalam rangka mengwujudkan kepentingan dan
kebutuhan, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk
berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam
setiap pertanggung jawaban bersama.2
Menurut Huntington, partisipasi politik hanya sebagai kegiatan warga
negara preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh pemerintah serta di dalamnya menentukan pemimpin sebuah
1
Afan Gafar, Merangsang Partisipasi Politik Rakyat, dalam Syahrifin Arbab (editor),
demitologi politik Indonesia: Mengusung Elitisisme dalam Orde Baru, (Jakarta: Pustaka Cesindo,
1998), hal. 240.
2
Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Fungsional, (Surabaya: SIC,
2002), hal. 128.
12
13
pemerintahan.3 Beriringan dengan Huntington, Ramlan Subakti, sebagaimana
dikutip Arifin Rahman mengartikan partisipasi politik sebagaimana kegiatan
warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan
kebijaksanaan
umum
dan
ikut
serta
dalam
menentukan
pemimpin
pemerintahan.4 Dengan partisipasi politik kita mengacu pada semua aktivitas
yang sah oleh yang semua warga negara untuk mempengaruhi pemilihan
pejabat pemerintahan dan mengawasi segala tindakan-tindakan yang mereka
ambil apakah tindakkan benar-benar memperhatikan kepentingan warga
negara.
Pada umumnya partisipasi politik masyarakat ada yang sifatnya mandiri
(autonomous) dimana individu dalam melakukan kegiatannya atas dasar
inisiatif dan keinginan sendiri tanpa ada tekanan dari pihak manapun tetapi
terkadang partisipasi mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor disekeliling
mereka. Hal ini boleh jadi atas dasar rasa tanggung jawabnya dalam
kehidupan politik, atau karena didorong oleh keinginan untuk mewujudkan
kepentingannya ataupun kepentingan kelompoknya. Namun tidak jarang pula
partisipasi
yang
dilakukan
bukan
karena
kehendak
individu
yang
bersangkutan, akan tetapi karena diminta atau digerakkan oleh orang lain dan
bahkan dipaksa oleh kelompoknya demi kepentingan tertentu suatu kelompok.
Partisipasi dalam bentuk yang terakhir ini adalah partisipasi yang digerakkan
atau sering disebut dengan mobilized political participation. Partisipasi politik
3
Samuel P. Huntington dan John M. Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal. 6.
4
Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia Dalam Prespektif Struktural Fungsional , hal.
129.
14
masyarakat biasanya bersumber pada basis-basis social-politik tertentu.
Kecuali partisipasi yang mengambil bentuk contacting, partisipasi politik pada
umumnya merupakan sebuah tindakan kolektif.5
Kecenderungan ke arah partisipasi warga negara yang lebih luas dalam
politik sebetulnya bermula pada masa renaissance dan reformasi abad ke-15
sampai abad ke-17 dan memperoleh dorongan kuat pada masa revolusi
industri pada abad ke-18 dan abad ke-19. Tetapi cara bagaimana lapisan
masyarakat seperti pedagang, buruh, petani dan kaum profesi menuntut hak
mereka untuk berpartisipasi lebih luas dalam pembuatan keputusan politik
akan sangat berbeda di tiap-tiap Negara tergantung pada kondisi setiap Negara
tersebut.6
Setidaknya ada lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan ke arah
partisipasi lebih luas dalam proses politik, seperti yang disampaikan Myron
Weiner, yaitu:
a. Modernisasi; komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi yang
meningkat, menyebarkan kepandaian baca-tulis, pengembangan media
komunikasi masa.
b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial; ketika terbentuk suatu kelas
baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama proses
industrialisasi, masalah yang tentang siapa yang berhak berpartisipasi
pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan
perubahan-perubahan dalam pola partisipasi politik.
5
6
129.
Afan Gafar, Merangsang Partisipasi Politik, hal. 221.
Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia Dalam Prespektif Struktral Fungsional, hal.
15
c. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi masa modern; kaum
intelektual seperti sarjana, wartawan, dan penulis sering menggelarkan
gagasan dan ide kepada masyarakat umum untuk membangkitkan tuntutan
akan partisipasi masa yang luas dalam pembuatan keputusan politik. Dan
sistem
transportasi
dan
komunikasi
modern
memudahkan
dan
mempercepat penyebaran ide dan gagasan tersebut.
d. Konflik di antara kelompok-kelompok pemimpin politik; jika timbul
kompetisi perebutan kekuasaan, salah satu strategi yang digunakan adalah
mencari dukungan rakyat untuk melegitimasi mereka melalui gerakangerakan partisipasi rakyat.
e. Campur tangan pemerintah yang berlebihan dalam masalah sosial;
ekonomi dan budaya, jika pemerintah terlalu menkooptasi masalahmasalah sosial masyarakat, maka lambat laun akan merangsang timbulnya
tuntutan-tuntutan yang terorganisasi untuk berpartisipasi.7
2.
Bentuk-bentuk Partisipasi Politik
Partisipasi politik masyarakat dapat dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung, partisipasi politik di lakukan melalui
kontak- kontak langsung dengan pejabat Negara yang ikut dalam penentuan
kebijakan Negara. Sedangkan secara tidak langsung adalah dengan cara
melalui media masa yang ada dengan menulis pendapat atau aspirasi terhadap
persoalan yang sedang terjadi di ranah publik.
7
Ibid., hal. 130-131.
16
Peran serta atau partisipasi politik masyarakat secara umum dapat kita
kategorikan dalam bentuk-bentuk berikut:
Electoral activity, yaitu segala bentuk kegiatan yang secara langsung
atau tidak langsung berkaitan dengan pemilihan. Termasuk dalam kategori ini
adalah ikut serta dalam memberikan sumbangan untuk kampanye, menjadi
sukarelawan dalam kegiatan kampanye atau rally politik sebuah partai,
mengajak seseorang untuk mendukung dan memilih sebuah partai atau calon
pemimpin, memberikan suara dalam pemilihan, mengawasi pemberian dan
penghitungan suara, menilai calon-calon yang diajukan dan lain-lainnya.
Lobbying, yaitu tindakan dari seseorang atau kelompok orang untuk
menghubungi pejabat pemerintah ataupun tokoh politik dengan tujuan untuk
mempengaruhinya menyangkut masalah tertentu.
Organizational activity, yaitu keterlibatan warga masyarakat ke dalam
organisasi sosial dan politik, apakah ia sebagai pemimpin, aktivis, atau
sebagai anggota biasa.
Contacting, yaitu partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat dengan
secara langsung pejabat pemerintah atau tokoh politik, baik dilakukan secara
individu maupun kelompok orang yang kecil jumlahnya. Biasanya, dengan
bentuk partisipasi seperti ini akan mendatangkan manfaat bagi orang yang
melakukannya.
17
Violence, yaitu dengan cara-cara kekerasan atau mempengaruhi
pemerintah, yaitu dengan cara kekerasan, pengacauan dan pengrusakan (by
doing physical damage) terhadap barang atau individu.8
bentuk-bentuk partisipasi di bedakan menjadi menjadi dua bagian
yaitu partisipasi konvensional dan partisipasi non-konvensional sesuai yang
terjadi pada kondisi yang terjadi berbagi Negara karena setiap warga Negara
mempunyai kondisi yang berbeda-beda. Bentuk-bentuk dan frekuensi
partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat stabilitas sistem
politik, integritas kehidupan politik, kepuasan/ketidakpuasan warga negara.
Tabel 2.1
Perbedaan Jenis Partisipasi
Konvensional
Non-Konvensional
Pemberian suara dalam pemilihan
Pengajuan petisi
Diskusi politik
Demonstrasi
Kegiatan kampanye
Konfrontasi
Membentuk dan bergabung dalam Mogok
kelompok kepentingan
Komunikasi
individual
Tindakan kekerasan politik
dengan
pejabat politik
Sumber: Muhtar Mas’oed danColin Mac Adrew,Perbandingan Sistem Politik,(jogyakarta : Gajah Mada Univerity)HAL 32
B. Pemilu
1.
Pengertian Pemilu
Pemilihan umum menurut kamus besar ilmu pengetahuan adalah
pemberian suara yang diatur dalam undang-undang untuk memilih calon-calon
8
Afan Gafar, Merangsang Partisipasi Rakyat, hal. 241-242.
18
yang dianggap layak guna menduduki jabatan-jabatan tertentu.9 Berbeda
dengan pemilu menurut Dr. Indria Sumego pemilu disebut politik market,
dimana pemilu adalah pasar untuk melakukan kesepakatan antara partai
(penjual) dan rakyat atau pemilih (pembeli). Secara sederhana, pemilu adalah
cara individual warga negara melakukan kontrak politik dengan orang atau
partai
politik
yang
diberi
mandate
menjalankan
sebagian
hak
kewarganegaraan pemilih.
2.
Tujuan Pemilu
Menurut rumusan penjelasan UU No. 15 tahun 1969, tentang Pemilihan
Umum, yang masih berlaku sampai tahun Pemilu 2007, disebutkan bahwa
tujuan pemilu adalah:
“Dalam mewujudkan penyusunan tata kehidupan yang dijiwai semangat
cita-cita Revolusi Kemerdekaan RI Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana
tersebut dalam Pancasila dan UUD 1945, maka penyusunan tata kehidupan itu
harus dilakukan dengan jalan Pemilihan Umum. Dengan demikian, diadakan
pemilihan umum tidak sekedar memilih wakil-wakil rakyat untuk duduk
dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan, dan juga tidak memilih wakilwakil rakyat untuk menyusun negara baru, tetapi suatu pemilihan wakil-wakil
rakyat oleh rakyat yang membawa isi hati nurani rakyat dalam melanjutkan
perjuangan, mempertahankan dan mengembangkan kemerdekaan NKRI
bersumber pada Proklamasi 17 Agustus 1945 guna memenuhi dan
mengemban Amanat Penderitaan Rakyat. Pemilihan Umum adalah suatu alat
9
Save Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, ( Jakarta : LPK ,1997) hal. 807.
19
yang penggunaannya tidak boleh mengakibatkan rusaknya sendi-sendi
demokrasi dan bahkan menimbulkan hal-hal yang menderitakan rakyat, tetapi
harus menjamin suksesnya perjuangan orde baru, yaitu tetap tegaknya
Pancasila dan dipertahankan UUD 1945.”10
Makna yang disimpulkan dalam pemilu di atas merupakan fundamen
pelaksanaan demokrasi di Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan tujuan Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD adalah “Pemilu
diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih rakyat dan wakil daerah, serta
untuk membentuk perintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh
dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.”11 Adapun tujuan pemilihan umum menurut Undang-Undang No. 23,
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yaitu:
“Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan dengan tujuan
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh dukungan yang
kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan
pemerintah negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.”12
10
A. Rahman HI, Sistem Politik Indonesia, hal. 148.
Ibid., hal. 149.
12
Ibid., hal. 148.
11
20
3.
Asas Pemilihan Umum
Mengenai asas pemilu di Indonesia dikenal ada beberapa asas pemilu
yang ditetapkan berdasarkan oleh Undang-Undang Pemilu yang berlaku di
Indonesia. Asas-asas pemilu tersebut adalah meliputi:
a. Asas pemilu menurut UU No. 15 Tahun 1969 adalah sebagai berikut:
1) Umum
Artinya semua warga negara yang telah berusia 17 tahun atau telah
menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak
dipilih.
2) Langsung
Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung
memberikan suaranya menurut hati naruninya tanpa perantara dan
tanpa tingkatan .
3) Bebas
Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa
adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.
4) Rahasia
Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui
oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya
atau kepada siapa suaranya diberikan (secret ballon).13
13
Ibid., hal. 149.
21
b. Asas Pemilu menurut UU No. 3 tahun 1999, adalah sebagai berikut:
Dalam UU No. 3/1999, ini terdapat penambahan dua asas pemilu dari
undang – sebelum nya yaitu, jujur dan adil. Adapun sengkapnya di
jelaskan di bawah ini adalah:
1) Jujur
Dalam
penyelenggaraan
pemilu,
penyelenggaraan
pelaksana,
pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau
pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak
langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2) Adil
Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik
peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari
kecukupan pihak manapun.
3) Langsung
Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung
memberikan suara sesuai dengan kehendak hati naruninya tanpa
perantara pihak manapun.
4) Umum
Artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah
berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih
dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).
22
5) Bebas
Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa
adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.
6) Rahasia
Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui
oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya
atau kepada siapa suaranya diberikan (seret ballon).14
c. Asas pemilu menurut UU No. 12 Tahun 2003, tentang Pemilihan Umum
anggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam UU No. 12/2003, asas pemilihan
umum meliputi:
1) Langsung
Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung
memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa
perantara.
2) Umum
Artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah
berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih
dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).
3) Bebas
Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa
adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.
14
Ibid., hal. 149.
23
4) Rahasia
Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui
oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya
atau kepada siapa suaranya diberikan (seret ballon).
5) Jujur
Dalam
penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksanaan,
pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas atau pemantau
pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak
langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
6) Adil
Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik
peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari
kecurangan pihak manapun.15
d. Ada pun asas pemilu menurut UU No. 23 Tahun 2003, menjelaskan
tentang asas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung. Dalam UU No. 23/2003, asas pemilihan umum meliputi:
1) Langsung
Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung
memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa
perantara.
15
Ibid., hal. 150.
24
2) Umum
Artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah
berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih
dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).
3) Bebas
Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa
adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.
4) Rahasia
Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui
oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya
atau kepada siapa suaranya diberikan (seret ballon).
5) Jujur
Dalam
penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksanaan,
pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas atau pemantau
pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak
langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
6) Adil
Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik
peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari
kecurangan pihak manapun.16
16
Ibid., hal. 150.
25
4.
Sistem Pemilu Secara Umum
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum,
akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
a. Single-Member Constituency ( yaitu sistem satu daerah pemilihan memilih
yang hanya memilih satu perwakilan tanpa melihat
jumlah pemilih,
biasanya disebut sistem Distrik).
b. Multi-Member Constituency (sistem pemilihan satu daerah pemilihan
memilih beberapa wakil untuk di jadikan perwakilan sesuai dengan jumlah
pemilih yang ada daerah tersebut, biasanya dinamakan Proportional
Representation atau perwakilan berimbang.
Secara umum sistem pemilihan umum dapat diklasifikasi dalam dua
sistem, yaitu:
a. Sistem Distrik
Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan
didasarkan atas kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena
kecilnya daerah yang diliput) mempunyai satu wakil dalam dewan
perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu daerah pemilihan dibagi dalam
sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dan dewan perwakilan
rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang dalam satu distrik
memperoleh suara yang terbanyak menang, sedangkan suara-suara yang
ditujukan kepada calon-calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan
tidak diperhitungkan lagi, bagaimana kecil pun selisih kekalahannya. Jadi,
tidak ada sistem perwakilan berimbang. Misalnya, dalam distrik dengan
26
jumlah suara 100.000, ada dua calon, yakni A dan B. Calon A memperoleh
60.000 dan B 40.000 suara, maka calon A memperoleh kemenangan
sedangkan jumlah suara 40.000 dari calon B dianggap hilang. Sistem
pemilihan ini tidak mempertimbangkan jumlah suara yg di dapat oleh
calon perwakilan yang ada tetapi jumlah distrik yang ada sistem ini
dipakai di Inggris, Kanada, Amerika Serikat dan India.
Sistem
“single-member
constituency”
mempunyai
beberapa
kelemahan:
1) Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan
golongan minoritas, apalagi jika golongan itu terpencar dalam
beberapa distrik.
2) Sistem ini kurang representative dalam arti bahwa calon yang kalah
dalam
suatu
distrik,
kehilangan
suara-suara
yang
telah
mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak
diperhitungkan sama sekali, dan kalau ada beberapa partai yang
mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat mencapai
jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil oleh golongangolongan yang merasa dirugikan dan suara pemilih terbuang sia- sia.
Di samping kelemahan-kelemahan tersebut di atas ada banyak segi
positifnya, yang oleh negara yang menganut sistem ini dianggap lebih
menguntungkan dari pada sistem pemilihan lain.
Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh
penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih
27
erat. Dengan demikian dia akan lebih terdorong untuk memperjuangkan
kepentingan distrik. Lagipula, kedudukannya terhadap partainya akan
lebih bebas, oleh karena dalam pemilihan semacam ini focus personalitas
dan kepribadian seseorang merupakan faktor yang penting.
Sistem ini lebih mendorong proses integrasi partai-partai politik
karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu.
Hal ini akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaanperbedaan
yang
ada
dan
mengadakan
kerjasama.
Di
samping
kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat sekedar dibendung,
sistem ini dapat mendorong proses penyederhanan partai tanpa diadakan
paksaan. Maurice Duverger berpendapat bahwa dalam proses seperti
Inggris dan Amerika, sistem ini telah memperkuat berlangsungnya sistem
dwipartai.
1) Berkurangnya partai dan meningkatkan kerjasama antara partai-partai
mempermudah
terbentuknya
pemerintah
yang
stabil
dan
mempertingkat stabilitas nasional.
2) Sistem ini sederhana dan murah untuk diselenggarakan.17
b. Sistem Perwakilan Berimbang
Sistem ini dimaksudkan untuk menghilangkan beberapa kelemahan
dari sistem distrik. Gagasan pokok ialah bahwa jumlah kursi yang
diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah
suara yang diperolehnya. Untuk keperluan ini ditentukan sesuatu
17
Ibid., hal. 152.
28
perimbangan, misalnya 1: 400.000, yang berarti bahwa sejumlah pemilih
tertentu (dalam hal ini 40.000 pemilih) mempunyai satu wakil dalam
dewan perwakilan rakyat, jumlah total anggota dewan perwakilan rakyat
ditentukan atas dasar perimbangan (1: 400.000) itu. Negara dianggap
sebagai satu daerah pemilihan yang besar, akan tetapi untuk keperluan
teknis administratif dibagi dalam beberapa daerah yang besar (yang lebih
besar dari pada distrik dalam sistem distrik), dimana setiap daerah
pemilihan pemilih sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya penduduk
dalam daerah pemilihan itu. Jumlah wakil dalam setiap daerah pemilihan
ditentukan oleh jumlah pemilih dalam daerah pemilihan itu, dibagi dengan
400.000. Dalam sistem ini setiap suara, dalam arti bahwa suara lebih yang
diperoleh oleh suatu partai atau golongan dalam suatu daerah pemilihan
dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai atau
golongan itu dalam daerah pemilihan lain, untuk menggenapkan jumlah
suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan maka tidak ada
suara pemilih yang terbuang sia-sia di sistem ini.18
Sistem Perwakilan Berimbang ini sering dikombinasikan dengan
beberapa prosedur lain antara lain dengan Sistem Daftar (List System).
Dalam Sistem Daftar setiap partai atau golongan mengajukan satu daftar
darinya dan dengan demikian memilih satu partai dengan semua calon
yang diajukan oleh partai itu untuk bermacam-macam kursi yang sedang
18
Ibid., hal. 152.
29
direbutkan. Sistem Perwakilan Berimbang dipakai di Negeri Belanda,
Swedia, Belgia, Indonesia tahun 1955 dan 1971 dan 1976.19
Dalam sistem ini ada beberapa kelemahan
1) Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partaipartai baru. Sistem ini tidak menjurus proses integrasi bermacammacam golongan dalam masyarakat, mereka lebih cenderung untuk
mencari dan memanfaatkan perbedaan-perbedaan yang ada dan
kurang terdorong untuk mencari dan memanfaatkan persamaanpersamaan kondisi negara tidak setabil mengakibatkan bayak nya
partai politik yang membuat bingung pemilih dan calon yang di pilih
tidak begitu dikenal oleh pemilih. Umumnya dianggap bahwa sistem
ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai.
2) Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan
kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya
adan akan mengakibatkan mereka akan lebih mementikan kepentingan
kelompok nya(partainya)ketimbang pemilih yg memilih mereka. Hal
ini disebabkan oleh karena dianggap bahwa dalam pemilihan
semacam ini partai lebih menonjol peranannya daripada kepribadian
seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan pimpinan partai.
3) Banyaknya partai mempersulit terbentuknya pemerintah yang stabil,
oleh karena umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua
partai atau lebih. Di samping kelemahan tersebut, sistem ini
19
Ibid., hal. 153.
30
mempunyai satu keuntungan besar, yaitu bahwa dia bersifat
representative dalam arti bahwa setiap suara turut diperhitungkan dan
praktis tidak ada suara yang hilang. Golongan-golongan bagaimana
kecil pun dapat menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan
rakyat. Masyarakat yang heterogen sifatnya, umumnya lebih tertarik
pada sistem ini, oleh karena dianggap lebih menguntungkan bagi
masing-masing golongan.20
5.
Sistem Pemilihan Umum di Indonesia
Sistem Pemilihan Umum di Indonesia sejak pemilu pertama (1) tahun
1955 sampai dengan pemilu yang kesepuluh (10) tahun 2004 selalu berubah –
ubah mencari format yang cocok untuk kondisi indonesia, Indonesia telah
menggunakan lima (5) macam sistem pemilu, yaitu:
a. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem
Proporsional yang tidak murni.
b. Pada Pemilu kedua tahun 1971, Indonesia menggunakan sistem
Perwakilan Berimbang dengan Stelsel Daftar.
c. Pada Pemilu ketiga tahun 1977 s/d pemilu ke delapan 1997, Indonesia
menggunakan Sistem Proporsional.
d. Pada Pemilu kesembilan tahun 1999, Indonesia menggunakan Sistem
Proporsional berdasarkan Stelsel Daftar.
e. Pada Pemilu kesepuluh tahun 2004, Indonesia menggunakan Sistem
Perwakilan Proporsional.
20
Ibid., hal. 153.
31
f. Pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004, Indonesia
menggunakan Sistem Distrik Berwakil Banyak. 21
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini mengacu pada teorinya. Nyron
Wainer, Oni Priono dan Pangabean tergambar dalam bagai sebagai berikut:
Pileg 2009
PARTISIPASI
POLITIK
Tinggi
atau
Rendah?
FAKTOR-FAKTOR
Faktor-faktor
partisipasi
politik
1. Faktor ekonomi
2. Faktor pendidikan politik
3. Faktor media
4. Faktor
nilai
budaya
remaja
5. Faktor intelektual
21
Ibid., hal. 153.
BAB III
PROFIL KECAMATAN TANAH SAREAL KOTA BOGOR
DAN GAMBARAN UMUM PEMILU SERTA
RESPONDEN PENELITIAN
A. Profil Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor
Mempunyai luas 2.030,7 km terletak di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat
dengan letak secara astronomis 1060 48’ Bujur Timur dan 60 36’ Lintang Selatan
jarak ± 130 km ke arah Barat Kota Bandung, ibukota Provinsi Jawa Barat.1 Batas
wilayah Kecamatan Tanah Sareal adalah:

Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede,
dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.

Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor.

Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor.

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecataman Bogor Selatan Kota Bogor.
Wilayah administrasi Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor terdiri atas 11
kelurahan, RW berjumlah 123 buah, RT berjumlah 619 buah.2
Suhu udara rata-rata setiap bulannya 260C, dan kelembaban udara yang
kurang dari 70%. Kota Bogor disebut juga Kota Hujan karena memiliki curah
1
2
“Profil Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor”, hal. 1.
Ibid., hal. 2.
32
33
hujan yang rata-rata yang tinggi. Curah hujan rata-rata di wilayah Kota Bogor
berkisar 4.000 sampai 4.500 mm/tahun.3
Tanah yang ada di sekitar wilayah Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor
umumnya memiliki sifat agak peka terhadap erosi, yang sebagian besar
mengandung tanah liat (clay), dengan tekstur tanah yang umumnya agak halus
hingga agak kasar, wilayah Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor dialiri oleh dua
sungai besar dan 7 anak sungai, yang secara keseluruhan anak-anak sungai itu
membentuk pola aliran pararel-subpararel sehingga mempercepat waktu mencapai
debit puncak (time to peak) pada 2 sungai besar yaitu sungai Ciliwung dan
Cisadane. Memanfaatkan kedua sungai ini sebagai sumber air baku bagi
Perusahaan Daerah Air Minum.
Sumber air bagi Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor diperoleh dari
sungai, air tanah dan mata air. Sungai utama yang mengalir di Kota Bogor adalah
Sungai Ciliwung, Cisadane dan beberapa anak sungainya. Selain dua sungai
tersebut, beberapa sungai lain yang ada di antaranya Sungai Cipakancilan, Sungai
Cidepit, Sungai Ciparagi, dan Sungai Cibalok. Kedalaman air tanah bervariasi
sekitar 3-12 m, kedalaman muka air tanah dalam keadaan normal (musim hujan)
berkisar 3-6 m, sedangkan pada musim kemarau kedalaman muka air tanah
mencapai 10-12 m. Kualitas air tanah di Kota Bogor terbilang cukup baik.
Dengan kondisi geografis yang relative lebih baik dibandingkan dengan
wilayah lainnya di kawasan Kota Bogor, maka Kecamatan Tanah Sareal
mempunyai potensi yakni menjadi tujuan utama bermukim para pekerja di DKI
3
Ibid., hal. 3.
34
Jakarta, serta tujuan wisata penduduk DKI Jakarta dan sekitarnya. Masalah yang
harus diwaspadai dan segera ditangani adalah mempertahankan ruang terbuka
hijau seluas 30% dari luas kota, pembangunan sumur resapan dan kolam retensi
untuk meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah dan mencegah tingginya debit
drainase yang ada yang dapat menimbulkan banjir. Selain itu memberikan
perkuatan kepada sempadan sungai maupun tebing yang sewaktu-waktu dapat
menimbulkan bencana longsor.
Kondisi ekonomi Kecamatan Tanah Sareal adalah ada sekitar 1.192 rumah
tangga yang kondisi ekonominya rendah dan belum sejahtera, rumah tangga
sederhana ada sekitar 6.920 keluarga, rumah tangga menengah ada 17.386
keluarga dan keluarga menengah ke atas ada sekitar 8.478 keluarga, sedangkan
rumah tangga atas atau sangat sejahtera ada sekitar 4.508.4
Sedangkan sarana pendidikan di Kecamatan Tanah Sareal ada sekitar 35
TK, SDN ada sekitar 35 sekolah, SD swasta ada sekitar 6 sekolah, SMPN ada
sekitar 4 sekolah, SMP swasta ada sekitar 14 sekolah, dan SMAN ada sekitar 2
sekolah, SMA swasta ada sekitar 12 sekolah. Sedangkan sekolah agama:
Madrasah Ibtidaiyah (MI) ada sekitar 289 sekolah, Madrasah Tsanawiyah ada
sekitar 129 sekolah dan Madrasah Aliyah ada sekitar 41 sekolah. Perguruan tinggi
ada 2 perguruan tinggi.5
4
5
Ibid., hal. 4.
Ibid., hal. 16.
35
B. Gambaran Pemilu di Kecamatan Tanah Sareal
Pada pemilihan legislatif di kota Bogor Kecamatan Tanah Sareal jumlah
pemilih yang terdaftar di daftar pemilih tetap berjumlah 63.733 berjenis kelamin
laki-laki dan jumlah pemilih berjenis kelamin perempuan berjumlah 62.639.
Jumlah keseluruhan pemilih dalam daftar pemilih adalah 126.372. Sedangkan
yang menggunakan hak pilihnya atau ikut berpartisipasi dalam pemilihan legislatif
pemilih laki-laki berjumlah 51.814 atau 41% sedangkan pemilih perempuan
berjumlah 53.254 atau 42,1% total keseluruhan yang memilih berjumlah 105.068
atau 83,1%. Pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya berjumlah laki-laki
11.919 atau 9,43% sedangkan pemilih perempuan berjumlah 8.385 atau 7,43%
jumlah yang tidak ikut memilih adalah 20.304 atau 16,86%. Di bawah disajikan
table partisipasi pemilih pada pemilihan legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota
Bogor 2009.6
Tabel 3.1
Tabel Partisipasi Politik Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor
No. Jenis Kelamin
Jumlah Pemilih yang
Ikut Memilih
Jumlah DPT
Persentase
1
Laki-laki
51.814
62.639
41%
2
Perempuan
53.254
62.639
42,1%
Jumlah
105.068
126.372
83,1%
Jumlah pemilih pemula 25.247 pemilih, jumlah pemilih laki-laki ada
11.723 pemilih (46,38%) pemilih. Pemilih perempuan ada 13.551 (53,65%).
6
Ibid., hal 5.
36
Menggunakan hak di bawah disajikan tabel jumlah pemilih pemula pada
pemilihan legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor 2009.7
Table 3.2
Jumlah Pemilih Pemula Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor
No.
Jenis Kelamin
Jumlah DPT
Persentase
1
Laki-laki
11.742
46,38%
2
Perempuan
13.551
53,62%
25,247
100%
Jumlah
C. Gambaran Umum Responden
Gambaran umum subjek penelitian ini diuraikan secara rinci di bawah ini,
yaitu berupa gambaran umum frekuensi dari jenis kelamin, umur, dan pendidikan.
Populasi dalam penelitian ini adalah Pemilih Pemula dalam legislatif 2009
Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor dan sampel penelitian 60 pemilih pemula
dalam legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Berikut ini adalah
gambarannya.
Tabel 3.3
Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No.
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
1
Laki-laki
20
33%
2
Perempuan
40
66,6%
60
100%
Total
Dari hasil penelitian data di atas, maka dapat diketahui bahwa responden
dalam penelitian ini berasal dari kelamin yang berbeda. Terdiri dari 20 Pemilih
7
Wawancara dengan Bapak Bambang Ketua PPK Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor
37
Pemula (33%) berjenis kelamin perempuan dan 40 pemilih pemuda (66,6%)
berjenis kelamin laki-laki, responden yang banyak digunakan dalam penelitian ini
berasal dari jenis kelamin laki-laki.
Gambar 3.4
Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan
No.
Tingkat Pendidikan
Frekuensi
Persentase
1
SMA
45
75,3%
2
SMP
11
18%
3
SD
4
6,7%
60
100%
Total
Dari hasil presentase data di atas, maka dapat diketahui bahwa responden
dalam penelitian ini berasal dari tingkatan Pendidikan yang berbeda. Pemilih
pemula yang berpendidikan SMA sebanyak 45 orang (75,3%), pemilih pemula
berpendidikan SMP sebanyak 11 orang (18%) dan pemilih pemula yang
berpendidikan SD sebanyak 4 orang (6,7%). Dalam penelitian ini, responden yang
banyak digunakan adalah pemilih pemula yang berpendidikan SMA.
Table 3.5
Gambaran Umum Responden Berdasarkan Umur
No.
Umur
Frekuensi
Persentase
1
19-20 tahun
18
30%
2
21-23
42
70%
60
100%
Total
Dari hasil presentase data di atas, maka dapat diketahui bahwa responden
dalam penelitian ini memiliki umur. Responden yang berumur 19-20 tahun
38
sebanyak 18 orang (30%), dan responden yang berumur 21-26 tahun sebanyak 42
orang (70%). Dalam penelitian ini, peneliti banyak menggunakan responden yang
berumur 21-23 tahun.
BAB IV
PRESENTASE DAN ANALISIS DATA
A. Hasil Penelitian
1. Deskriptif Frekuensi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Politik Pemula
Di bawah ini akan disajikan data analisis frekuensi faktor-faktor yang
mempengaruhi partisipasi politik pemula dari hasil penelitian yaitu sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Apakah Kamu Ikut Memilih dalam pemilu legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
56
93
Tidak
4
6,6
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 93%, yang menjawab tidak
6,6%. Hal ini menunjukkan bahwa 93% responden yang ikut memilih dalam
pemilu legislatif maka tingkat partisipasi pemilih pemula di Kecamatan Tanah
Sareal tinggi.
39
40
Tabel 4.2
Apakah Media Mempengaruhi Kamu untuk Ikut Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
20
33,3
Tidak
40
66,7
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 33,3%, yang menjawab tidak
adalah 66,7%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 33,3% responden yang
dipengaruhi media untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif.
Tabel 4.3
Apakah Orang Tua Mempengaruhi Kamu untuk Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
13
21,6
Tidak
47
78,4
Total
60
100%
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban
responden yang menjawab ya adalah 21,6%, yang menjawab tidak adalah
78,6%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 21,6% responden yang dipengaruhi
orang tua untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif.
41
Tabel 4.4
Apakah Teman Mempengaruhi Kamu untuk Ikut Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
6
10%
Tidak
54
90%
Total
60
100%
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor jawaban
responden yang menjawab ya adalah 10%, yang menjawab tidak adalah 90%.
Hal ini menunjukkan bahwa hanya 10% responden yang dipengaruhi teman
untuk ikut pemilu legislatif.
Tabel 4.5
Apakah Uang Mempengaruhi Kamu untuk Ikut Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
4
6,67
Tidak
56
93,33
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 6,67%, yang menjawab tidak
adalah 93,33%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 6,67% responden yang
dipengaruhi uang untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif.
42
Tabel 4.6
Apakah Tokoh Masyarakat Mempengaruhi Kamu untuk Ikut
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
8
13,33%
Tidak
52
86,67
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 13,33%, yang menjawab tidak
adalah 86,67%. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang dipengaruhi oleh
tokoh masyarakat untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif hanya 13,33%.
Tabel 4.7
Apakah Guru di Sekolahmu Mempengaruhi Kamu untuk Ikut
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
6
10
Tidak
54
90
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 10%, yang menjawab tidak
adalah 90%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 10% responden yang
dipengaruhi guru di sekolah untuk memilih dalam pemilu legislatif.
43
Tabel 4.8
Apakah Partai Politik Mempengaruhi Kamu untuk Ikut
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
27
45
Tidak
33
55
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 45%, yang menjawab tidak
55%. Hal ini menunjukkan hanya 45% responden yang dipengaruhi oleh partai
politik untuk ikut dalam pemilu legislatif.
Tabel 4.9
Apakah Media Mempengaruhi Kamu untuk Tidak Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
4
6,6%
Tidak
56
93,4
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 6,6%, yang menjawab tidak
adalah 93,4%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 6,6% responden yang
dipengaruhi media untuk tidak memilih dalam pemilu legislatif.
44
Tabel 4.10
Apakah Orang Tua Mempengaruhi Kamu untuk Tidak Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
1
1,6
Tidak
59
98,4
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 1,6%, yang menjawab tidak
adalah 98,4%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 1,6% responden yang
dipengaruhi orang tua untuk tidak ikut memilih dalam pemilu legislatif.
Tabel 4.11
Apakah Teman Mempengaruhi Kamu untuk Tidak Ikut Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
3
5
Tidak
57
95
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 5%, yang menjawab tidak
adalah 95%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 5% responden yang tidak ikut
memilih dalam pemilihan legislatif karena dipengaruhi oleh teman.
45
Tabel 4.12
Apakah Uang Mempengaruhi Kamu untuk Tidak Ikut Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
2
3,33
Tidak
58
96,67
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 3,33%, yang menjawab tidak
adalah 96,67%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 3,33% responden tidak
ikut memilih dalam pemilu legislatif karena dipengaruhi oleh uang.
Tabel 4.13
Apakah Tokoh Masyarakat Mempengaruhi Kamu untuk Tidak Ikut
Memilih dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
1
1,6
Tidak
59
98,4
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 1,6%, yang menjawab tidak
adalah 98,4%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 1,6% responden yang
memilih dipengaruhi oleh tokoh masyarakat dalam pemilu legislatif.
46
Tabel 4.14
Apakah Guru di Sekolahmu Mempengaruhi Kamu untuk Tidak
Ikut dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
4
6,6%
Tidak
56
93,4
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 6,6%, yang menjawab tidak
adalah 93,4%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 6,6% responden yang
memilih dipengaruhi oleh guru di sekolah.
Tabel 4.15
Apakah Partai Politik Mempengaruhi Kamu untuk Tidak Ikut
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
3
5
Tidak
57
95
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 5%, yang menjawab tidak
adalah 95%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 5% responden yang tidak
memilih dipengaruhi oleh partai politik.
47
B. Analisis Data Hasil Penelitian
Tabel 4.16
Tingkat Partisipasi Pemilih Pemula
No.
Tingkat Partisipasi
Frekuensi
Persentase
1.
Memilih
57
90%
2.
Tidak memilih
3
5%
60
100%
Total
Jadi dari data di atas tingkat partisipasi politik pemilih pemula Kecamatan
Tanah Sareal Kota Bogor adalah tinggi dari 60 responden hanya 4 responden yang
tidak ikut memilih pada pemilihan anggota legislatif. Banyak faktor yang
menyebabkan tingginya partisipasi politik pemilih pemula di Kecamatan Tanah
Sareal seperti di bawah ini:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih pemula berpartisipasi politik dalam
Pemilu Legislatif Tanah Sareal Kota Bogor 2009 adalah faktor ekonomi,
pendidikan politik, intelektual dan faktor nilai budaya remaja, serta faktor
media Lebih jelas dijelaskan di bawah ini:
a. Faktor ekonomi adalah salah satu bagian penting dalam kehidupan
bermasyarakat maupun bernegara merupakan bagian paling vital dalam
suatu negara karena tujuan suatu negara adalah mensejahterakan rakyatnya
apabila suatu negara dapat melakukan tujuan tersebut maka negara
tersebut akan berjalan dengan baik serta terjaga kestabilan suatu negara
akan tetapi bila suatu negara tidak bisa mensejahterakan tujuan tersebut
maka akan terganggu kestabilan suatu negara dan akan menimbulkan
48
kekacauan dalam negara terutama pada pemerintahan yang menjalankan
amanat
tersebut
maka
akan
timbul
ketidakpercayaan
terhadap
pemerintahan yang menjalankan hal tersebut bahkan dapat menggulingkan
pemerintah secara damai atau dengan cara revolusi. Maka ekonomi
merupakan bagian penting bagi timbulnya partisipasi politik bagi warga
negara. Begitu pula dengan pemilih pemula maka pemilih memasukan
uang sebagai salah satu unsur ekonomi dan di jadikan pertanyaan dalam
angket dan di dapatkan hasil seperti tabel di bawah ini.
Tabel 4.17
Uang Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Ikut dalam
Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
4
6,6%
Tidak
56
93,4
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi
skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 6,6%, yang menjawab
tidak adalah 93,4%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 6,6% responden
yang dipengaruhi uang untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif.
Dari data di atas menunjukkan bahwa faktor ekonomi berpengaruh
pada tingkat partisipasi politik pemula di Kecamatan Tanah Sareal Kota
Bogor tetapi tidak begitu mempengaruhi.
49
b. Faktor pendidikan politik adalah cara bagaimana suatu bangsa mentransfer
budaya politiknya yang satu ke generasi kemudian.1 Sedangkan budaya
politik adalah keseluruhan nilai, keyakinan empiric, dan lambang ekspresif
yang menentukan terciptanya situasi di tempat kegiatan politik
terselenggara.
Pendidikan politik sebagai proses penyampaian budaya politik
bangsa, mencakup cita-cita politik maupun norma-norma operasional dari
sistem perlu ditingkatkan sebagai kesadaran dalam berpolitik akan hak dan
kewajiban sebagai warga negara, sehingga pemilih pemula diharapkan ikut
secara aktif dalam kehidupan bernegara dan pembangunan.
Pendidikan politik mengupayakan penghayatan atau pemilikan
pemilih pemula terhadap nilai-nilai yang meningkat dan akan terwujud
dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam hidup kemasyarakatan
termasuk hidup kenegaraan serta berpartisipasi dalam usaha-usaha
pembangunan sesuai dengan fungsi masing-masing. Dengan kata lain
pendidikan politik menginginkan agar pemilih pemula berkembang
menjadi warga negara yang baik, yang menghayati nilai-nilai dasar yang
luhur dari bangsanya dan sadar akan hak-hak dan kewajibannya di dalam
kerangka nilai-nilai tersebut.
Pendidikan dalam sistem yang demokratis menempatkan posisi yang
sangat netral. Sangat ideal pendidikan dimaksudkan untuk mendidik warga
negara tentang kebijakan dan tanggung jawab sebagai anggota civil
1
hal. 42.
Pangabean, Pendidikan Politik dan Kaderisasi Bangsa, (Jakarta: Sinar Harapan, 1994),
50
society. Pendidikan dalam artian tersebut merupakan suatu proses yang
panjang sepanjang usia seseorang untuk mengembangkan diri. Proses
tersebut bukan hanya dilakukan dalam lingkungan pendidikan formal
seperti sekolah tetapi juga meliputi pendidikan dalam arti yang sangat luas
melibatkan keluarga dan juga lingkungan sosial.
Lembaga-lembaga pendidikan harus mencerminkan proses untuk
mendidik warga negara ke arah suatu masyarakat sipil yang kondusif bagi
berlangsungnya demokrasi dan sebaliknya harus dihindarkan sejauh
mungkin dari unsur-unsur yang memungkinkan tumbuhnya hambatanhambatan demokrasi.2 Namun demikian di samping dibicarakan masalah
kesadaran berpolitik, maka perlu pemahaman pula apa yang dimaksud
dengan pengertian budaya politik, menurut Meriam Budihardjo konsep
budaya politik ini berdasarkan keyakinan, bahwa setiap politik itu
didukung oleh suatu kumpulan kaedah, perasaan dan orientasi terhadap
tingkah laku politik.3peneliti memasukan orang tua,partai politik dan guru
sekolah unsur penting dalam pendidikan politik dan mendapatkan hasil
seperti yg twerlihat dalam tabel dibawah ini.
2
Rizal Noer Afani, Demokrasi Indonesia Kontemporer, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996), hal. 64.
3
Meriam Budihardjo, Dalam Masalah Kenegaraan, (Jakarta: PT. Gramedia, 1982), hal.
17.
51
Tabel 4.18
Orang Tua Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
13
21,6
Tidak
47
78,4
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 21,6%, yang menjawab
tidak adalah 78,4%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 21,6% responden
yang dipengaruhi orang tua untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif
Tabel 4.19
Guru di Sekolah Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Ikut
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
6
10
Tidak
54
90
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi
skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 10%, yang menjawab
tidak adalah 90%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 10% responden yang
dipengaruhi guru di sekolah untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif
tetapi tidak begitu mempengaruhi pemilih pemula.
52
Tabel 4.20
Partai Politik Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Ikut
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
27
45
Tidak
33
55
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 45%, yang menjawab tidak
adalah 55%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 55% responden yang
dipengaruhi oleh partai politik untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif.
Dari data di atas menunjukkan bahwa faktor pendidikan politik tidak
begitu berpengaruh pada tingkat partisipasi politik pemilih pemula dalam
pemilihan anggota legislatif 2009 dibawah 50% responden menunjukkan
bahwa pendidikan politik terhadap pemilih pemula sangat penting dan
perlu ditingkatkan agar mereka mengerti apa pentingnya pemilu, serta
untuk memahami hak dan kewajiban sebaga warga negara dan sebagai
wadah untuk mentransfer nilai-nilai luhur bangsa.
c. Faktor nilai budaya remaja. Remaja pada umumnya memiliki suatu sistem
sosial yang seolah-olah menggambarkan bahwa mereka mempunyai
“dunia sendiri”. Dalam sistem remaja ini terdapat kebudayaan yang antara
lain mempunyai nilai-nilai, norma-norma. Sikap serta bahasa tersendiri
yang berbeda dari orang dewasa. Dengan demikian remaja pada umumnya
mempunyai persamaan dalam pola tingkah laku, sikap dan nilai,
53
dimanapun pola tingkah laku kolektif ini dapat berbeda dalam beberapa
hal dengan orang dewasa.4
Nilai kebudayaan remaja antara lain adalah santai, bebas dan
cenderung pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh
karena itu semua hal yang kurang menyenangkan dihindari. Di samping
mencari kesenangan, kelompok sebaya adalah penting dalam kehidupan
seorang remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok
teman sendiri dalam pergaulan. Masa pubertas merupakan tahap
permulaan perkembangan perasaan sosial. Pada masa ini timbul keinginan
remaja untuk mempunyai teman akrab dan sikap bersatu dengan temantemannya, sedangkan terhadap orang dewasa mereka menjauhkan diri. Ini
berpengaruh sekali selama masa remaja sehingga nilai-nilai kelompok
sebaya mempengaruhi kelakuan mereka. Seorang remaja membutuhkan
dukungan dan consensus dari kelompok sebayanya. Dalam hal ini setiap
penyimpangan nilai dan norma kelompok akan mendapat celaan dari
kelompoknya, karena hubungan antara remaja dan kelompoknya bersifat
solider dan setia kawan.5 Pada umumnya para remaja atas kelompokkelompok yang lebih kecil berdasarkan persamaan dalam minat,
kesenangan atau faktor lain.
Berkenaan dengan kapasitas kebudayaan remaja tersebut, setidaknya
dapat dijadikan gambaran penting upaya melihat peta demokrasi dan
4
Oni Priyono, Kebudayaan Remaja dan Sub – Kebudayaan Delikeun, (Jakarta: CSIS,
1987), hal. 24.
5
Ibid., hal. 25.
54
kesadaran politik kalangan remaja di lingkungan persekolahan sebagai
bagian pemilih pemula.
Pemahaman perilaku politik (Political Bahavior) yaitu perilaku politik
yang dapat dinyatakan sebagai keseluruhan tingkah laku actor politik dan
warga negara yang telah saling memiliki hubungan antara pemerintah dan
masyarakat, antara lembaga-lembaga pemerintah, dan antara kelompok
masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan
keputusan politik. Sedangkan menurut Almond dan Verba yang dimaksud
budaya politik (Political Culture) merupakan suatu sikap orientasi yang
khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya,
dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu.
Warga negara senantiasa mengidentifikasi diri mereka dengan simbolsimbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka
miliki.6peneliti memasukan teman sebagai salah satu unsur kebudayaan
remaja seperti di jelaskan dalam tabel dibawah ini
Tabel 4.21
Teman Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Ikut Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
6
103.
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
6
10
Tidak
54
90
Total
60
100%
Budiyanto, Kewarganegaraan SMA Kurikulum 2004, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal.
55
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 10%, yang menjawab tidak
adalah 90%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 10% responden memilih
dalam pemilihan legislatif dipengaruhi teman.
Dari data di atas menunjukkan bahwa faktor nilai budaya remaja
mempengaruhi tingkat partisipasi politik pemula dalam pemilu legislatif
sekitar 10% responden dipengaruhi oleh teman ini menunjukkan bahwa
pemilih pemula di Kecamatan Tanah Sareal nilai budaya remaja tidak
begitu mempengaruhi partsipasi politik mereka.
d. Faktor Media, Media adalah salah satu alat yang paling penting untuk
menyampaikan suatu ide atau gagasan seseorang yang dapat bersentuhan
langsung terhadap masyarakat, dengan media seseorang juga dapat
membentuk suatu opini yang dapat menguntung atau merugikan bagi
orang lain, dimana media ini masuk langsung ke dalam setiap pintu-pintu
rumah dan masyarakat juga cenderung lebih mudah dan santai dalam
menerima wejangan-wejangan politik ketimbang mereka harus melakukan
diskusi politik di luar rumah mereka.
Tabel 4.22
Media Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Ikut Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
20
33,3
Tidak
40
66,7
Total
60
100%
56
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 33,3%, yang menjawab
tidak adalah 66,7%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 33,3% responden
yang dipengaruhi media untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif. Dari
data di atas menunjukkan bahwa faktor modernisasi berpengaruh pada
tingkat partsipasi pemilih pemula pada pemilu legislatif Kecamatan Tanah
Sareal Kota Bogor tapi tidak begitu mempengaruhi.
e. Faktor intelektual Kaum intelektual seperti sarjana, wartawan dan penulis
sering menggelar gagasan dan ide-ide kepada masyarakat umum untuk
membangkitkan tuntutan akan partisipasi massa yang luas dalam
pembuatan keputusan politik. Begitu juga dengan pemilih pemula yang
pertama kali memilih yang masih mudah untuk dipengaruhi oleh ide-ide
yang dikeluarkan oleh kaum intelektual yang termasuk di dalamnya adalah
tokoh masyarakat setempat.
Tabel 4.23
Apakah Tokoh Masyarakat Mempengaruhi Kamu untuk Ikut
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
8
13,33%
Tidak
52
86,67
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 13,33%, yang menjawab
tidak adalah 86,67%. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang
57
dipengaruhi oleh tokoh masyarakat untuk ikut memilih dalam pemilu
legislatif hanya 13,33%. Jadi Faktor intelektual berpengaruh tetapi
pengaruhnya tidak begitu besar terhadap pemilih pemula dalam memilih.
2. Faktor yang dominan dalam mempengaruhi partisipasi pemilih pemula dalam
memilih pada pemilihan legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor
t faktor yang dominan adalah Pendidikan politik di banding faktor yang lain.
Seperti tabel di bawah ini:
a. Faktor pendidikan politik, dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.24
Orang Tua Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
13
21,7
Tidak
47
78,3
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 21,7%, yang menjawab
tidak adalah 78,3%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 21,7% responden
yang dipengaruhi orang tua untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif.
58
Tabel 4.25
Guru di Sekolah Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Ikut
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
6
10
Tidak
54
90
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 10%, yang menjawab tidak
adalah 90%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 10% responden yang
dipengaruhi guru di sekolah untuk memilih dalam pemilu legislatif tetapi
tidak begitu mempengaruhi pemilih pemula.
Tabel 4.26
Partai Politik Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Ikut
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
27
45
Tidak
33
55
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 45%, yang menjawab tidak
adalah 55%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 45% responden yang
dipengaruhi partai politik untuk ikut memilih dalam pemilu legislatif.
59
Dari data di atas menunjukkan bahwa faktor pendidikan politik
berpengaruh pada tingkat partisipasi politik pemilih pemula dalam
pemilihan anggota legislatif 2009 sekitar 45% responden ini menunjukkan
bahwa pendidikan politik terhadap pemilih pemula
dominan dalam
mempengaruhi pemilih pemula untuk memilih dalam pemilu legislatif
2009 di Kecamatan Tanah Sareal dibanding faktor yang lain.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih pemula tidak ikut memilih dalam
pemilu legislatif.
a. Faktor ekonomi dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 4.27
Uang Mempengaruhi untuk Tidak Ikut Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
2
3,33
Tidak
58
96,67
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 3,33%, yang menjawab
tidak adalah 96,67%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 3,33% responden
tidak ikut memilih dalam pemilu legislatif dipengaruhi oleh uang. Dari
data di atas bahwa faktor ekonomi mempengaruhi pemilih pemula untuk
tidak berpartisipasi dalam pemilu legislatif Kota Bogor tetapi pengaruhnya
rendah.
60
b. Faktor nilai budaya remaja dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 4.28
Teman Mempengaruhi Tidak Ikut Memilih dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
3
5
Tidak
57
95
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi skor
jawaban responden yang menjawab ya adalah 5%, yang menjawab tidak
adalah 95%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 5% responden yang tidak
ikut memilih dalam pemilihan legislatif di pengaruhi oleh teman.
Dari data di atas menunjukkan bahwa faktor nilai budaya remaja
mempengaruhi pemilih pemula tidak berpartisipasi dalam pemilu legislatif
di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor tetapi pengaruhnya rendah.
c. Faktor Media dapat dilihat dari tabel di bawah ini
Tabel 4.29
Media Mempengaruhi Pemilih Pemula untuk Tidak ikut Memilih
Dalam Pemilu Legislatif
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Jumlah (%)
Ya
1
1,66
Tidak
59
98,34
Total
60
100%
Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa frekuensi
skor jawaban responden yang menjawab ya adalah 1,66%, yang menjawab
61
tidak adalah 98,34%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 1,66% responden
yang dipengaruhi media untuk tidak ikut memilih dalam pemilu legislatif.
Dari data di atas menunjukkan bahwa factor Media berpengaruh
pada pemilih pemula untuk tidak berpartisipasi politik pada pemilu
legislatif Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor tapi pengaruhnya rendah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tingkat partisipasi pemilih pemula di Kecamatan Tanah Sareal sangat tinggi.
2. Faktor yang mempengaruhi partisipasi pemilih pemula dalam pemilihan
anggota legislatife 2009 di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor adalah faktor
ekonomi, faktor Media, faktor nilai budaya remaja, faktor intelektual dan
faktor pendidikan politik tetapi tidak ada satu faktor pun yang sangat
mempengaruhi pemilih pemulan dalam pemilu legislatif pengaruhnya rendah
terhadap partisipasi politik pemilih pemula.
3. Faktor yang dominan dalam mempengaruhi partisipasi politik pemilih pemula
dalam pemilihan anggota legislatif 2009 di Kecamatan Tanah Sareal Kota
Bogor adalah faktor pendidikan politik di bandingkan dengan faktor yang lain.
4. Faktor yang mempengaruhi pemilih pemula untuk tidak ikut memilih dalam
pemilihan anggota legislatife 2009 di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor
adalah faktor nilai budaya remaja, faktor Media, faktor ekonomi, dan faktor
pendidikan politik tetapi tidak begitu mempengaruhi.
B. Saran
Hasil penelitian ini merupakan bukti empirik yang dapat dipertanggungjawabkan, dan karya ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembacanya. Adapun
saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu:
62
63
1.
Bagi peneliti, dapat dikembangkan dan diteruskan jumlah sampel yang lebih
besar serta penyebaran skala yang lebih luas sehingga didapat subyek yang
lebih general dan dapat dikembangkan lagi menjadi studi komparatif mencari
terhadap faktor yang ada.
2.
Peran orangtua harus lebih berperan untuk memberikan arahan positif kepada
pemilih pemula.
3.
Kepada partai politik harus menjalankan fungsi yaitu memberikan pendidikan
politik dengan baik kepada pemilih pemula.
DAFTAR PUSTAKA
Alfani, Riza Noer. Demokrasi Indonesia Kontemporer, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, 2002.
Azwar, S. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003.
Budiardjo, Miriam. Masalah Kenegaraan, Jakarta: PT. Gramedia, 1982.
“Data Rekapitulasi Hasil Pemilu 2009”,wawancara Ketua PPK Kecamatan
Tanah Sareal Bogor 13 desember 2009.
H.I. Rahman, A. System Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Hutington, Samuel P dan Nelson. Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Kerlinger, FM.N. Asas-asas Penelitian Behivioral, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2006.
Koentjaraningrat. Metode Penelitian Sosial, Jakarta: PT. Gramedia.
Kuncoro. Penulisan Skripsi, Jakarta: PT. Neo Dunia Damai, 2003.
Mulyasa. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Pemilih Pemula,
Jakarta: Green School Pendidikan, 2007.
Nazir, M. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.
Pangabean. Pendidikan Politik dan Kaderisasi Bangsa, Jakarta: Sinar Harapan,
1994.
Polma M. Margaret. Sosiologi Kontemporer, Jakarta: Rajawali, 1987.
Prijono, Onny. Kebudayaan Remaja dan Sub-Kebudayaan Delikeun, Jakarta:
CSIS, 1987.
Rahman Arifin, Sistem Politik Indonesia Dalam Prespektif Struktural Fungsional,
Surabaya : SIC, 2002.
Rush, Michael dan Althoff, Philip. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Rajawali
Press, 1990.
Sevila, Consuelog et.all. Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: UI Press, 1993.
Sihombing, Umberto. Menuju Pendidikan Bermakna Melalui Pendidikan
Berbasis Masyarakat, Jakarta: CV. Multiguna, 2002.
Sugiono. Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alphabet, 2008.
Surakhmamd, Winarno. Dasar-dasar Research Pengantar Ilmiah, Bandung: CV.
Tarsito, 1989.
Sutrisno, Hadi. Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1990.
Al-Rasyid Harun, Prof. Dr. Potensi Pemilih Pemula Cukup Signifikan,
www.kompas.com, 15 Juli 2008.
Ardian Yusuf. “Mahasiswa dan Pemilih Pemula Seharusnya Tidak Golput”,
www.Kompas.com, 15 Juli 2008.
Sianipar, Martina Vina. Survey CSIS: “Golkar Dijagikan Pemilih Pemula”,
www.detiknews.com, 15 Juli 2008
Rendra Pertama. Pemilih Pemula dalam Pemilu 2009, www.kompas.com, 15 Juni
2008.
Download