ALTRUISME DITINJAU DARI EMPATI PADA SISWA SMK Mochammad Bagus Setiawan Lucia Rini Sugiarti Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris hubungan antara empati dengan altruisme pada siswa SMK. Hipotesis yang diajukan peneliti adalah ada hubungan positif antara empati dengan altruisme pada siswa. Semakin besar empati maka semakin besar pula altruisme pada siswa, dan sebaliknya. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 96 siswa, yang terdiri atas 34 orang siswa kelas X Multimedia, 32 siswa kelas X Persiapan, dan 30 siswa XII Persiapan SMK Negeri 11 Semarang, serta berusia 15-18 tahun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik cluster random sampling. Penelitian ini menggunakan Skala Altruisme dan Skala Empati dalam pengambilan data. Metode analisis yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan teknik statistik yang dipakai adalah teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson yang dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara empati dengan altruisme pada siswa SMK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara altruisme pada siswa SMK dengan empati dengan nilai rxy = 0,314 dan (p < 0,01), sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Kata Kunci : altruisme siswa, empati ALTRUISM REVIEW OF EMPATHY ON VOCATIONAL SCHOOL STUDENTS Abstract This research aims to find out empirically the relationship between empathy and altruism in the students of SMK. The hypothesis put forward is there a positive relationship researcher between empathy with altruism on the students. The bigger empathy the large also altruism in students, and vice versa. Subjects in this study amounted to 96 students, consisting of 34 students of class X Multimedia, 32 students of class X Foundation, and 30 students Preparation XII SMK Negeri 11 Semarang, aged 15-18 years. Sampling technique used was cluster random sampling techniques. This research uses the Altruism Scale and the Scale of Empathy in data retrieval. The method of analysis was quantitative method with a statistical technique used the correlation technique of Karl Pearson Product Moment aimed to determine the relationship between empathy and altruism on the students of SMK. The results showed that there was positive relationship between altruism in students of SMK with empathy with the value rxy = 0,314 and (p < 0.01), so the hypothesis in this study was accepted. Keywords: altruism, empathy students 39 PENDAHULUAN berpijak pada prinsip perhitungan atau norma Individu adalah makhluk sosial, yang timbal balik, yang akan mengantarkan individu selalu berhubungan dengan orang lain dalam pada kehidupan yang mementingkan diri berbagai situasi, sehingga sejak dilahirkan sendiri dan menipisnya kesetiakawanan sosial. senantiasa membutuhkan pergaulan dengan Hal ini membawa akibat dalam kehidupan orang lain untuk memenuhi individu kebutuhan hidupnya seperti kebutuhan- yaitu berkurangnya kepedulian makanan, terhadap lingkungan sekitar. Individu lebih minuman dan sebagainya. Individu dalam mementingkan urusannya sendiri sehingga kehidupan sehari-hari tidak bisa lepas dari timbullah sifat egois pada dirinya. Individu kehidupan saling tolong menolong, setinggi cenderung tidak peduli terhadap orang lain apapun kemandirian individu namun pada yang saat-saat tertentu akan membutuhkan orang misalnya seorang pemuda yang membiarkan lain. Manusia sebagai makhluk sosial, maka orangtua yang berdiri dalam bus yang penuh tindakan-tindakannya juga sering menjurus sesak, sementara dirinya dapat duduk dengan kepada kepentingan-kepentingan masyarakat nyaman sebagai cerminan semakin pudarnya (Walgito, 2002: 21). nilai-nilai altruisme. Myers (dalam Sarwono, sedang dalam keadaan kesulitan, Perkembangan jaman membuat pola hidup 2002: 328) menyatakan bahwa altruisme bersama dan bermasyarakat tersebut telah sebagai hasrat untuk menolong orang lain berubah menjadi pola hidup masyarakat tanpa modern disertai dengan kemajuan teknologi Altruisme dapat ditunjukkan individu karena dalam pembangunan. Kehidupan modernisasi pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ini suka menolong (altruis). membuat nilai budaya masyarakat mengalami perubahan. Modernisasi membawa dampak pada kepentingan sendiri. Sears, dkk (1994: 47) mendefinisikan masalah altruisme sebagai tindakan sukarela yang disorganisasi, yaitu proses berpudarnya atau dilakukan individu atau sekelompok individu melemahnya norma-norma dan nilai-nilai untuk dalam masyarakat karena adanya perubahan mengharapkan imbalan apapun. Suatu perilaku (Soekanto, 2002: 347). Salah satu contoh dikatakan altruistik tergantung pada tujuan si perubahan penolong. yaitu, terjadinya memikirkan terjadi perubahan ciri menolong orang Keterikatan lain antar tanpa individu kehidupan masyarakat desa yang tadinya diharapkan dapat menumbuhkan kesediaan memiliki nilai-nilai gotong royong menjadi untuk memberikan bantuan kepada orang lain individual. Individu tidak ubahnya seperti kapanpun dan tanpa mengharapkan imbal balik mesin yang melakukan suatu tindakan dengan dari orang maupun keluarga yang ditolongnya. 40 Munculnya kesediaan untuk menolong karena memfokuskan penelitian pada siswa SMK individu sebagai makhluk sosial senantiasa karena siswa SMK kurang dapat menunjukkan membutuhkan bantuan dan tidak dapat hidup altruisme. Selain itu siswa SMK yang rata-rata secara terpisah tanpa peran orang lain, adalah laki-laki kemungkinan kurang dapat sehingga menunjukkan menumbuhkan kesediaan untuk nilai-nilai altruisme dalam memberikan bantuan. Begitu juga halnya kehidupan sehari-hari, sesuai dengan hasil dengan siswa, diharapkan dapat menjalin penelitian yang dilakukan Karmakar dan suatu ikatan kebersamaan baik di dalam kelas Ghosh (2012: 47) tentang perilaku altruisme maupun di luar kelas. pada remaja, diketahui bahwa altruisme pada Studi yang dilakukan Urgel-Semin tentang remaja awal lebih rendah dibandingkan nilai perilaku prososial (dalam Hakam, 2008: 22) altruisme pada remaja pertengahan. Remaja menunjukkan bahwa perilaku mementingkan perempuan lebih dapat menunjukkan altruisme diri sendiri (selfish) semakin berkurang sesuai dibandingkan remaja laki-laki. dengan perkembangan usia. Pada usia 12 Hasil penelitian yang dilakukan tahun perilaku selfish sudah benar-benar Purnamasari, dkk (2004: 38) tentang perilaku ditinggalkan. Hal tersebut menarik perhatian prososial peneliti mengingat saat ini masih terdapat Yogyakarta menunjukkan bahwa tidak ada remaja yang kesulitan dalam menunjukkan perbedaan perilaku prososial antara siswa laki- altruisme. yang laki dan perempuan. Ajaran tentang sikap dihadapi orangtua ketika anaknya beranjak tolong-menolong, silaturahmi, berderma pada remaja adalah anak menjadi susah diatur dan kaum dhuafa, zakat, shodaqoh, kerjasama selalu ingin memberontak. Semua bentuk sesama umat, saling toleransi, rendah hati, perubahan sangat murah hati, dan perilaku prososial yang lain memengaruhi pola hidup individu dalam juga sering diberikan di dalam pengajian di masyarakat dan dampak paling besar adalah sekolah sehingga akan menambah pemahaman pengaruhnya siswa tentang ajaran agama terutama perilaku Masalah dalam Perubahan paling banyak struktur terhadap sosial sosial kaum tersebut remaja. menjiwai masyarakat saat ini dan secara eksplisit terdapat ideologi yang pada siswa SMU Negeri di prososial. Berdasarkan hasil analisis observasi pada mengutamakan tanggal 09 dan 16 Juni 2012 pada siswa SMK kepentingan dan interest individual (Kartono, Negeri 11 Semarang, diketahui bahwa siswa 2011: 75-75). SMK kurang dapat menunjukkan altruisme. Altruisme dalam penelitian ini adalah altruisme pada siswa SMK. Peneliti Berdasarkan observasi diketahui bahwa dua orang siswa SMK tersebut enggan membantu 41 teman yang kesusahan dan meringankan bahwa pekerjaan orang lain. Ketika ada tukang sapu kesejahteraan subjektif individu dengan cara yang sedang bekerja membersihkan jalanan yang lebih efektif dan berbeda dengan orang supaya bersih dari sampah-sampah, siswa lain. Kesediaan untuk menunjukkan altruisme SMK yang kebetulan ada di sana justru pada membuang merasakan sampah ke jalanan secara altruisme remaja mampu akan meningkatkan menjadikan kebahagiaan remaja tersendiri atas sembarangan padahal di dekat remaja tersebut tindakan yang dilakukan dengan menolong sedang berkumpul ada tempat sampah. Dua orang lain. orang siswa SMK yang diobservasi tersebut Batson (dalam Bierhoff, 2002: 111) juga enggan memberikan sedekah kepada menyatakan bahwa empati merupakan perasaan pengemis yang berhenti di depannya dan yang berorientasi pada perhatian, kasih sayang, menunjukkan terhadap kelembutan, yang terjadi sebagai akibat dari kehadiran pengemis tersebut. Kondisi tersebut menyaksikan penderitaan orang lain. Altruisme ditunjang dengan hasil wawancara yang dapat muncul ketika seseorang melihat kondisi dilakukan peneliti pada tanggal 16 Juni 2012 orang lain yang kurang menguntungkan dan terhadap berusaha menolong individu lain tersebut tanpa tiga menunjukkan ketidakpedulian orang bahwa siswa SMK masih yang terdapat memperdulikan motif-motif si penolong, permasalahan mengenai kurangnya perilaku timbul karena adanya penderitaan yang dialami altruistik. Kurangnya altruisme terlihat dari oleh pernyataan siswa yang menunjukkan bahwa membantu, saling menghibur, persahabatan, siswa enggan memberikan bantuan berupa penyelamatan, pengorbanan, kemurahan hati, penjelasan ketika ada teman yang mengalami dan saling membagi. Perilaku altruisme juga kesulitan dalam suatu pelajaran. Siswa juga merupakan salah satu bentuk perilaku yang kurang dapat menujukkan kepedulian terhadap muncul dalam kontak sosial, sehingga perilaku penderitaan yang dialami orang lain, seperti altruisme adalah tindakan yang dilakukan atau halnya ketika ada pengumpulan dana untuk direncanakan untuk menolong orang lain tanpa korban bencana, masih terdapat siswa yang mempedulikan motif-motif si penolong. enggan memberikan sejumlah uang untuk membantu. Hasil penelitian yang dilakukan Pareek orang Baron lain dan menjelaskan yang Byrne beberapa meliputi (2005: saling 116-117) faktor yang memengaruhi altruisme, salah satunya adalah dan Jain (2012: 140) tentang hubungan empati. Faturochman kesejahteraan subjektif dengan altruisme dan mengungkapkan permintaaan maaf pada remaja, diketahui kaitannya dengan empati. Ada hubungan bahwa (2006: altruisme 75-79) erat 42 antara besarnya empati dengan kecenderungan lain, bekerjasama dan mendorong siswa untuk menolong. senantiasa siap ketika ada orang lain yang Empati berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengekspresikan membutuhkan bantuannya. emosinya, oleh karena itu empati seseorang Hasil penelitian yang dilakukan Asih dan dapat diukur melalui wawasan emosionalnya, Pratiwi (2010: 41) tentang perilaku prososial ekspresi kemampuan ditinjau dari empati dan kematangan emosi, peran dari menunjukkan bahwa empati berkorelasi positif emosional, seseorang dalam dan mengambil individu lainnya. terhadap pemberian pertolongan. Batson Analisis terhadap hasil wawancara yang (dalam Farsides, 2007: 475) menyatakan dilakukan peneliti pada tanggal 16 Juni 2012 bahwa empati menjadi penentu altruisme yang terhadap tiga orang siswa di salah satu SMK ditunjukkan individu. Empati yang mendasari yang ada di Semarang, diketahui bahwa siswa munculnya telah dapat menunjukkan empati ketika ada perasaan simpatik, keprihatinan, serta adanya teman yang sedang mengalami kesulitan. kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain. Siswa berusaha membina hubungan yang baik Empati akan menjadikan siswa SMK bersedia dengan teman lainnya, saling bertegur sapa menunjukkan altruisme ketika ada orang yang dengan teman, merasa iba ketika melihat membutuhkan sebagai bentuk kemampuan teman kesulitan dalam suatu pelajaran yang dalam merasakan penderitaan orang lain. diikuti dengan kesediaannya memberikan Kenyataannya, siswa SMK masih kesulitan penjelasan. Hal ini dikarenakan siswa mampu dalam merasakan apabila dirinya kesulitan dan menjumpai orang yang membutuhkan bantuan. membutuhkan bantuan dari teman lainnya. Altruisme Empati digambarkan dikarenakan menunjukkan altruisme adanya ketika proses Batson, dkk (dalam Snyder dan Lopez, memahami pengalaman subyektif seseorang 2002: 485) menyatakan bahwa altruisme melalui perwakilan berbagi pengalaman itu mengacu pada bentuk spesifik dari motivasi dengan memberikan tetap menjaga sebagai altruisme sikap waspada manfaat pada organisme, Altruisme merupakan (Ioannidou dan Konstantikaki, 2008: 118- biasanya 119). Perasaan kasihan terhadap orang lain bentuk khusus dari motivasi dan istilah dapat meningkatkan kesediaan siswa SMK membantu untuk merujuk pada perilaku yang untuk berbagi bermanfaat bagi orang lain. Sarwono (2002: memberikan sumbangan yang berarti kepada 330-331) menyatakan bahwa terdapat tiga orang mampu macam norma sosial yang dijadikan pedoman berempati akan bersikap hangat kepada orang untuk menolong, yaitu norma timbal balik, bekerja lain. sama Siswa dan SMK mau yang manusia. 43 norma tanggung jawab, dan norma keseimbangan. a. Menguntungkan orang lain b. Dilakukan secara sukarela Batson (1943: 6) menyatakan bahwa altruisme adalah keadaan termotivasi yang dilakukan untuk mencapai kesejahteraan orang lain. Bartal, dkk (dalam Desmita, 2010: 243) c. Dilakukan secara sengaja d. Tujuan yang ingin dicapai harus bermanfaat e. Dilakukan tanpa mengharapkan imbalan mendefinisikan altruisme sebagai tahap dimana apapun individu melakukan tindakan menolong secara Lead (dalam Desmita, 2010: 236-237) sukarela. Tindakannya semata-mata hanya menambahkan bahwa terdapat tiga kriteria dari bertujuan menolong dan menguntungkan orang tingkah laku altruistik, yaitu: lain tanpa mengharapkan hadiah dari luar. a. Tindakan Tindakan menolong dilakukan karena pilihannya sendiri dan didasarkan pada prinsipprinsip moral. Sepanjang menyangkut keselamatan orang lain, individu dapat menilai yang menguntungkan bertujuan orang khusus lain tanpa mengharapkan reward eksternal. b. Tindakan yang dilakukan dengan sukarela. c. Tindakan yang menghasilkan sesuatu yang kebutuhan orang lain, simpati kepada orang baik. lain membutuhkan Peneliti akan menggunakan pendapat yang bantuan, dan tidak mengharapkan keuntungan diutarakan oleh Baron dan Byrne (2005: 186) timbal balik untuk tindakannya. menyatakan yang menderita dan bahwa altruisme mencakup Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh beberapa aspek tindakan, antara lain berbagi, di atas dapat disimpulkan bahwa altruisme membantu orang lain, baik hati, dan kerja merupakan perilaku dan tindakan menolong sama. yang memberi manfaat positif bagi yang ditolong, tidak mementingkan diri sendiri dan tanpa pamrih. Empati Empati pada awalnya didefinisikan sebagai pengalaman indrawi dan emosional secara Baron dan Byrne (2005: 186) menyatakan bersama (Eisenberg dan Strayer, 1987: 219). bahwa altruisme mencakup beberapa aspek Empati merupakan respons emosional yang tindakan, antara lain berbagi, membantu orang berorientasi pada kesejahteraan yang dirasakan lain, baik hati, dan kerja sama. orang lain. Terdapat beberapa konsep yang Pillavin dan Charng (1990: 30) menyatakan bahwa aspek-aspek altruisme adalah: menggambarkan empati, yaitu mengetahui keadaan internal orang lain memiliki asumsi terhadap konsep yang diamati, dapat merasa menjadi orang lain, memproyeksikan diri ke 44 dalam situasi lain, membayangkan bagaimana lain, membayangkan a. Kognitif perasaan orang bagaimana seseorang akan berpikir dan empati dapat memahami apa yang orang merasa di tempat lain, serta merasakan lain rasakan dan mengapa hal tersebut kekecewaan terhadap penderitaan orang lain dapat terjadi pada orang tersebut. (Snyder dan Lopez, 2002: 486-488). Empati Individu yang memiliki kemampuan b. Afektif memiliki komponen kognitif yaitu kemampuan Individu yang berempati merasakan apa untuk melihat keadaan psikologis dalam diri yang orang lain rasakan. orang lain atau apa yang disebut sebagai Batson, dkk (dalam Decety, 2012: 60) mengambil perspektif orang lain (Santrock, menyatakan bahwa aspek yang terkandung 2003: 453). dalam empati, antara lain: Berdasarkan disimpulkan uraian di bahwa atas empati dapat adalah a. Simpati b. Iba kemampuan untuk mengerti dan menghargai c. Kehangatan perasaan orang lain dengan cara memahami d. Kelembutan perasaan dan serta Peneliti akan menggunakan pendapat yang memandang situasi dari sudut pandang orang diutarakan oleh Batson, dkk (dalam Decety, lain. 2012: 60) bahwa aspek-aspek empati adalah Eisenberg emosi dan orang Strayer lain (1987: 235) menyatakan bahwa aspek-aspek empati, antara lain: karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah: Menilai perspektif berdasarkan keterlibatan pemikiran. a. Siswa-siswi SMK Negeri 11 Semarang b. Berusia 15-18 tahun. b. Afektif Teknik Perspektif terhadap kepedulian dan kesulitan pribadi dalam menanggapi emosi orang lain. menyatakan METODE PENELITIAN Adapun a. Kognitif Baron simpati, iba, kehangatan dan kelembutan. Byrne bahwa (2005: dalam 111-113) empati juga sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Adapun dan pengambilan skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Altruisme dan Skala Empati. terdapat aspek-aspek, yaitu: 45 PEMBAHASAN adanya kemampuan menempatkan diri dalam Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perspektif orang lain yang sedang mengalami ada ada hubungan positif antara empati kesulitan. dengan altruisme pada siswa. Semakin besar memberikan bantuan secara langsung tanpa empati maka semakin besar pula altruisme mengharapkan imbal pada siswa, dan sebaliknya. Hasil penelitian altruistik yang ditunjukkannya. Siswa akan bersedia untuk balik atas perilaku ini mendukung pendapat yang diutarakan oleh Empati merupakan respons emosional yang Baron dan Byrne (2005: 116-117) yang berorientasi pada kesejahteraan yang dirasakan menjelaskan yang orang lain. Terdapat beberapa konsep yang memengaruhi altruisme, salah satunya adalah menggambarkan empati, yaitu mengetahui empati. 75-79) keadaan internal orang lain memiliki asumsi erat terhadap konsep yang diamati, dapat merasa kaitannya dengan empati. Ada hubungan menjadi orang lain, memproyeksikan diri ke antara besarnya empati dengan kecenderungan dalam situasi lain, membayangkan bagaimana menolong. perasaan beberapa faktor Faturochman mengungkapkan (2006: bahwa Empati altruisme berkaitan dengan orang lain, membayangkan kemampuan individu dalam mengekspresikan bagaimana seseorang akan berpikir dan merasa emosinya, oleh karena itu empati seseorang di tempat lain, serta merasakan kekecewaan dapat diukur melalui wawasan emosionalnya, terhadap penderitaan orang lain (Snyder dan ekspresi kemampuan Lopez, 2002: 486-488). dengan empati yang peran dari tinggi akan dapat merasakan penderitaan orang emosional, seseorang dalam dan mengambil individu lainnya. Batson lain dengan berusaha menempatkan dirinya (dalam menyatakan Bierhoff, bahwa 2002: empati 111) pada penderitaan tersebut. Siswa akan terlibat merupakan secara perasaan sehingga berusaha untuk perasaan yang berorientasi pada perhatian, memberikan bantuan kasih membutuhkan sebagai bentuk altruismenya. sayang, kelembutan, yang terjadi sebagai akibat dari menyaksikan penderitaan orang lain. Kemampuan siswa dalam kepada orang yang Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Krebbs (1971: 413) menumbuhkan empati akan menjadikan siswa menunjukkan bahwa terdapat tiga percobaan mampu merasakan setiap kesulitan yang mendukung gagasan bahwa reaksi empatik dialami orang lain, sehingga dapat tergerak dapat untuk menunjukkan altruisme. Empati yang Kemampuan dalam merasakan penderitaan dimiliki siswa akan dapat menjadikan siswa orang lain sebagai wujud dari empati akan bersedia dapat menunjukkan altruisme karena memediasi mendorong respon individu altruistik. memberikan 46 bantuan guna meringankan penderitaan yang mengarah rendah berarti bahwa siswa kurang dialami orang lain. Empati dalam diri siswa dapat tergerak untuk memberikan bantuan SMK kepada orang lain yang sedang kesulitan. akan dapat menunjang perilaku altruisme yang ditunjukkan siswa ketika menjumpai individu lain yang sedang membutuhkan bantuan. Pada variabel empati diperoleh Mean Empirik sebesar 58,04, Mean Hipotetiknya sebesar 50 dan Standar Deviasi Hipotetiknya Berdasarkan hasil data penelitian yang sebesar 10. Mean Empirik variabel empati diperoleh, variabel altruisme diperoleh Mean pada area (-) 1SD hingga (+) 1SD. dari Mean Empirik sebesar 38,31, Mean Hipotetiknya Hipotetiknya. Hal ini mengindikasikan bahwa sebesar 40,5 dan Standar Deviasi Hipotetiknya empati sebesar 13,5. Mean Empirik variabel altruisme mengarah tinggi. Hal ini berarti siswa SMK pada area (-) 1SD hingga (+) 1SD. Hal ini Negeri 11 Semarang cukup dapat merasakan mengindikasikan bahwa altruisme berada pada penderitaan yang dirasakan oleh orang lain kategori sedang mengarah rendah, bahwa serta memahami kesulitan yang sedang dialami siswa SMK Negeri 11 Semarang cukup dapat oleh orang lain. menunjukkan altruisme atau kesediaan untuk Sumbangan tergolong pada efektif kategori variabel sedang empati memberikan bantuan kepada orang lain yang terhadap altruisme 9,8%. Sisanya sebesar menunjukkan. 90,2% dari variabel lain seperti faktor internal, Bartal, dkk (dalam Desmita, 2010: 243) meliputi kepribadian, suasana hati, rasa mendefinisikan altruisme sebagai tahap dimana bersalah, distres diri, perasaan, tahapan moral, individu melakukan tindakan menolong secara orientasi seksual, jenis kelamin, mempercayai sukarela. Tindakannya semata-mata hanya dunia yang adil, kemampuan, kognitif, arousal, bertujuan menolong dan menguntungkan orang mood, locus of control, serta egosentrisme lain tanpa mengharapkan hadiah dari luar. rendah dan faktor eksternal, meliputi situasi, Tindakan karena agama, tanggung jawab sosial, karakteristik pilihannya sendiri dan didasarkan pada prinsip- orang yang terlibat, serta norma. Sumbangan prinsip menyangkut efektif yang diberikan variabel empati terhadap keselamatan orang lain, individu dapat menilai variabel altruisme tergolong kecil dikarenakan kebutuhan orang lain, simpati kepada orang terdapat lain membutuhkan memberikan peran penting dalam altruisme bantuan, dan tidak mengharapkan keuntungan yang ditunjukkan siswa seperti halnya dengan timbal balik untuk tindakannya. Altruisme modeling yang dilakukan siswa terhadap orang siswa SMK yang berada pada kategori sedang lain yang ada di lingkungannya. menolong moral. yang dilakukan Sepanjang menderita dan faktor lain yang kemungkinan 47 Kelemahan dalam penelitian ini adalah pada saat dilaksanakannya penelitian yang bertepatan dengan jam pelajaran yang dapat mengganggu pengisian konsentrasi skala mengantisipasi subjek penelitian. kondisi tersebut, dalam Untuk peneliti memastikan agar tidak ada pernyataan yang terlewatkan oleh subjek dan memberikan kesempatan kepada subjek untuk menanyakan kepada peneliti. Kelemahan lain dalam penelitian ini adalah metode analisis data yang seharusnya juga membedakan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan untuk mengetahui altruisme siswa dari jenis kelamin yang berbeda. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan ada hubungan positif antara empati dengan altruisme pada siswa. Semakin besar empati maka semakin besar pula altruisme pada siswa, dan sebaliknya, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. DAFTAR PUSTAKA Asih, G. Y., dan Pratiwi, M.M.S. 2010. Perilaku Prososial ditinjau dari Empati dan Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus. Vol. 1. No. 1. Hal. 33-42. Baron and Byrne. 2005. Psikologi Sosial 1. Alih Bahasa: Ratna Djuwita. Jakarta: Erlangga. Batson, C. D. 1943. The Altruism Question: Toward a Social Psychological Answer. USA: Lawrence Erlbaum Associate, Inc. Bierhoff, H. W. 2002. Prosocial Behavior. USA: Taylor and Francis Inc. Decety, J. 2012. Empathy. Massachussetts Institute of Technology. Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Eisenberg, N., dan Strayer, J. 1987. Empathy and Its Development. New York: Press Syndicate of the University Cambridge. Farsides, T. 2007. The Psychology of Altruism. The Psychologist. Vol. 20. No. 8. Hal. 474477. www.thepsychologist.org.uk. (Rabu, 24 Oktober 2012). Faturochman. 2006. Pengantar Sosial. Yogyakarta: Pinus. Psikologi Hakam, K.A. 2008. Membina Sikap Prososial Melalui Pendidikan. Fasilitator. Edisi 2. Ioannidou, F dan Konstantikaki, V. 2008. Empathy and Emotional Intelligence: What Is It Really About? International Journal of Caring Sciences. Vol 1 Issue 3. http://www.caringsciences.org/volume001/ issue3/Vol1_Issue3_03_Ioannidou. (Rabu, 07 November 2012). Karmakar, R., dan Ghosh, A. 2012. Altruistic Behavior of Adolescents of Different Regions of India. Journal of The Indian Academy of Applied Psychology. Vol. 38. Hal. 44-53. Psyinsight, IJJP. Kartono, K. 2011. Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers. Krebbs, D. 1971. Infrahuman Altruism. Psychological Bulletin. Vol. 76. No. 6. pp.411-414. Harvard University. Pareek, S., dan Jain, M. 2012. Subjective WellBeing in Relation to Altruism and Forgiveness Among School Going Adolescents. Vol. 2. No. 5. Page.138-141. 48 International Journal of Psychology and Behavioral Sciences. Pillavin, J. A., Charng, H. W. 1990. Altrusim: A Review of Recent Theory and Research. University of Wisconsin, Madison, Winconsin. http://www.nd.edu/~wcarbona/piliavinaltruism-ARS.pdf. Diakses pada tanggal 19 November 2012. Purnamasari, A., Endang, E., Fadhila, A. 2004. Perbedaan Intensi Prososial Siswa SMUN dan MAN di Yogyakarta. Humanitas. Vol. 1. No. 1. Hal. 32-42. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Sarwono, S. W. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Sears, D.O, Fredman, J. L., dan Peplau, L.A. 1994. Psikologi Sosial. Jilid II. Alih Bahasa: Michael Ardiyanto. Jakarta: Erlangga. Snyder, C. R., dan Lopes, S. J. 2002. Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press. Soekanto, S. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada. Walgito. B. 2002. Psikologi Yogyakarta: Andi Offset. Sosial. 49