Peraturan Terkait Hibah_2.indd

advertisement
a
b
DAFTAR ISI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA
PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN
PENERIMAAN HIBAH ................................................
1
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH
75
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 191/PMK.05/2011 TENTANG
MEKANISME PENGELOLAAN HIBAH ......................
109
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 230/PMK.05/2011 TENTANG
SISTEM AKUNTANSI HIBAH ....................................
145
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG
TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS
PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ...
227
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 180/PMK.08/2012 TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
KEUANGAN NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG
TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS
PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH .....
255
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 188/PMK.07/2012 TENTANG
HIBAH DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA
PEMERINTAH DAERAH ............................................
285
i
8.
9.
ii
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 123/PMK.06/2013 TENTANG
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG
BERASAL DARI ASET LAIN-LAIN ........................
345
PERATURAN
DIREKTUR
JENDERAL
PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 81 /PB/2011
TENTANG TATA CARA PENGESAHAN HIBAH
LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENYAMPAIAN
MEMO
PENCATATAN
HIBAH
LANGSUNG
BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA ........
387
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2011
TENTANG
TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR
NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH
iii
iv
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2011
TENTANG
TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERIDAN
PENERIMAAN HIBAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pemanfaatan pinjaman luar negeri
dan penerimaan hibah, perlu mengganti
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006
tentang TataCara PengadaanPinjaman dan/
atau Penerimaan Hibah serta Penerusan
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
b.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 38
ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara,
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman
Luar Negeri dan Penerimaan Hibah;
1
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang
Perbendaharaan
Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR
NEGERIDAN PENERIMAAN HIBAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
Pinjaman Luar Negeri adalah setiap pembiayaan melalui
utang yang diperoleh Pemerintah dari Pemberi Pinjaman Luar
Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak
berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali
dengan persyaratan tertentu.
2.
Hibah Pemerintah, yang selanjutnya disebut Hibah, adalah
setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang
dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga
yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak perlu dibayar
kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri.
3.
Pemberi Pinjaman Luar Negeri adalah
memberikan pinjaman kepada Pemerintah.
2
kreditor
yang
4.
Pemberi Hibah adalah pihak yang berasal dari dalam
negeri atau luar negeri yang memberikan Hibah kepada
Pemerintah.
5.
Penerima Penerusan Pinjaman Luar Negeri adalah Pemerintah
Daerah dan BUMN.
6.
Perjanjian Pinjaman Luar Negeri adalah kesepakatan tertulis
mengenai pinjaman antara Pemerintah dan Pemberi Pinjaman
Luar Negeri.
7.
Perjanjian Hibah adalah kesepakatan tertulis mengenai Hibah
antara Pemerintah dan Pemberi Hibah yang dituangkan dalam
dokumen perjanjian pemberian hibah atau dokumen lain yang
dipersamakan.
8.
Perjanjian Pinjaman yang bersumber dari Hibah, yang
selanjutnya disebut Perjanjian Pinjaman Hibah, adalah
kesepakatan tertulis mengenai pinjaman antara Pemerintah
dan penerima pinjaman Hibah yang dituangkan dalam
dokumen perjanjian atau dokumen lain yang dipersamakan.
9.
Perjanjian Penerusan Hibah adalah dokumen perjanjian untuk
penerusan Hibah atau dokumen lain yang dipersamakan
antara Pemerintah dan Penerima Penerusan Hibah.
10. Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri adalah kesepakatan
tertulis antara Pemerintah dan Penerima Penerusan Pinjaman
Luar Negeri untuk penerusan Pinjaman Luar Negeri.
11. Perjanjian Hibah yang bersumber dari Pinjaman Luar Negeri,
yang selanjutnya disebut Perjanjian Hibah Pinjaman Luar
Negeri, adalah kesepakatan tertulis antara Pemerintah dan
penerima Hibah mengenai Hibah yang dituangkan dalam
dokumen perjanjian atau dokumen lain yang dipersamakan.
12. Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah,
yang selanjutnya disingkat DRPLN-JM, adalah daftar rencana
kegiatan yang layak dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri untuk
periode jangka menengah.
3
13. Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri, yang
selanjutnya disingkat DRPPLN, adalah daftar rencana
kegiatan yang telah memiliki indikasi pendanaan dan siap
dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri untuk jangka tahunan.
14. Daftar Rencana Kegiatan Hibah, yang selanjutnya disingkat
DRKH, adalah daftar rencana kegiatan yang layak dibiayai
dengan Hibah dan telah mendapatkan indikasi pendanaan
dari Pemberi Hibah.
15. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya
disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat.
16. Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang selanjutnya
disingkat RPJM, adalah dokumen perencanaan pembangunan
nasional untuk periode 5 (lima) tahun.
17. Daftar Kegiatan adalah daftar rencana kegiatan yang telah
tercantum di dalam DRPPLN dan siap untuk diusulkan kepada
dan/atau dirundingkan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar
Negeri.
18. Pinjaman Tunai adalah Pinjaman Luar Negeri dalam bentuk
devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan
defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang.
19. Pinjaman Kegiatan adalah Pinjaman Luar Negeri yang
digunakan untukmembiayai kegiatan tertentu.
20. Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri, adalah
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan negara.
21. Menteri
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, yang
selanjutnya disebut Menteri Perencanaan, adalah menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perencanaan pembangunan nasional.
4
22. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung
jawab atas pengelolaan keuangan kementerian/lembaga yang
bersangkutan.
23. Kementerian/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga
pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
24. Kreditor
Multilateral
adalah
lembaga
keuangan
internasional yang beranggotakan beberapa negara, yang
memberikanpinjaman kepada Pemerintah.
25. Kreditor Bilateral adalah pemerintah negara asing atau
lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah negara asing atau
lembaga yang bertindak untuk pemerintah negara asing
yangmemberikan pinjaman kepada Pemerintah.
26. Kreditor Swasta Asing adalah lembaga keuangan asing,
lembaga keuangan nasional, dan lembaga non keuangan
asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di
luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan
pinjaman kepada Pemerintah berdasarkan perjanjian pinjaman
tanpa jaminan dari Lembaga Penjamin Kredit Ekspor.
27. Lembaga Penjamin Kredit Ekspor adalah lembaga yang
ditunjuk negara asing untuk memberikan jaminan, asuransi,
pinjaman langsung, subsidi bunga, dan bantuan keuangan
untuk meningkatkan ekspor negara yang bersangkutan atau
bagian terbesar dari dana tersebut dipergunakan untuk membeli
barang/jasa dari negara bersangkutan yang berdomisili dan
melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik
Indonesia.
28. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
5
29. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
30. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disingkat
BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.
Pasal 2
Pinjaman Luar Negeri dan penerimaan Hibah harus memenuhi
prinsip:
a.
transparan;
b.
akuntabel;
c.
efisien dan efektif;
d.
kehati-hatian;
e.
tidak disertai ikatan politik; dan
f.
tidak memiliki muatan yang dapat mengganggu stabilitas
keamanan Negara.
Pasal 3
(1) Menteri berwenang melakukan Pinjaman Luar Negeri dan/
atau menerima Hibah yang berasal dari luar negeri dandalam
negeri.
(2) Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diteruspinjamkan dan/atau dihibahkan.
(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diterushibahkan dan/atau dipinjamkan kepada Pemerintah
Daerah dan BUMN.
6
Pasal 4
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN dilarang
melakukan perikatan dalam bentuk apapun yang dapat menimbulkan
kewajiban untuk melakukan Pinjaman Luar Negeri.
BAB II
PINJAMAN LUAR NEGERI
Bagian Kesatu
Jenis dan Sumber Pinjaman Luar Negeri
Pasal 5
Pinjaman Luar Negeri menurut jenisnya terdiri atas:
a.
Pinjaman Tunai; dan
b.
Pinjaman Kegiatan.
Pasal 6
Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
bersumber dari:
a.
Kreditor Multilateral;
b.
Kreditor Bilateral;
c.
Kreditor Swasta Asing; dan
d.
Lembaga Penjamin Kredit Ekspor.
Bagian Kedua
Penggunaan Pinjaman Luar Negeri
Pasal 7
(1) Pinjaman Luar Negeri digunakan untuk:
7
a.
membiayai defisit APBN;
b.
membiayai kegiatan prioritas Kementerian/Lembaga;
c.
mengelola portofolio utang.
d.
diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah;
e.
diteruspinjamkan kepada BUMN; dan/atau
f.
dihibahkan kepada Pemerintah Daerah.
(2) Pemerintah Daerah dapat meneruspinjamkan dan/atau
menerushibahkan Pinjaman Luar Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf f kepada BUMD
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Perencanaan Pinjaman Luar Negeri
Paragraf 1
Perencanaan Pembiayaan
Pasal 8
(1) Pinjaman Luar Negeri merupakan bagian dari Nilai Bersih
Pinjaman yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Perubahan pinjaman yang tidak menambah selisih lebih dari
Nilai Bersih Pinjaman, tidak memerlukan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari persetujuan
APBN.
Pasal 9
(1) Menteri menyusun rencana batas maksimal Pinjaman Luar
Negeri yang ditinjau setiap tahun.
8
(2) Rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan:
a.
kebutuhan riil pembiayaan;
b.
kemampuan membayar kembali;
c.
batas maksimal kumulatif utang;
d.
kapasitas sumber Pinjaman Luar Negeri; dan
e.
risiko utang.
(3) Rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan alat pengendali Pinjaman
Luar Negeri.
(4) Menteri dapat berkonsultasi dengan Gubernur Bank Indonesia
dalam rangka penyusunan rencana batas maksimal Pinjaman
Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Paragraf 2
Perencanaan Pinjaman Kegiatan
Pasal 10
Menteri Perencanaan menyusun rencana pemanfaatan Pinjaman
Luar Negeri untuk Pinjaman Kegiatan jangka menengah dan
tahunan untuk pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf b, huruf d, huruf e, dan huruf f yang dituangkan dalam
dokumen:
a.
Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri;
b.
DRPLN-JM;
c.
DRPPLN; dan
d.
Daftar Kegiatan.
9
Pasal 11
(1) Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf (a) disusun dengan
berpedoman pada RPJM dan memperhatikan rencana batas
maksimal pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1).
(2) Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri memuat indikasi
kebutuhan dan rencana penggunaan Pinjaman Luar Negeri
dalam jangka menengah.
Pasal 12
(1) Kementerian/Lembaga dan BUMN menyampaikan usulan
kegiatan yang dapat dibiayai Pinjaman Luar Negeri kepada
Menteri Perencanaan dengan berpedoman pada RPJM dan
memperhatikan Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri.
(2) Usulan kegiatan Kementerian/Lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) termasuk kegiatan yang
pembiayaannya akan dihibahkan kepada Pemerintah Daerah.
(3) Dalam hal Kementerian/Lembaga akan mengusulkan
pinjaman luar negeri untuk penyertaan modal negara, usulan
harus disampaikan melalui Kementerian Keuangan.
(4) Pemerintah Daerah menyampaikan usulan kegiatan
yang dapat dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri kepada
Menteri Perencanaan dengan berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan memperhatikan
Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri.
Pasal 13
(1) Menteri Perencanaan melakukan penilaian kelayakan usulan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dengan
mempertimbangkan Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar
Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
10
(2) Menteri Perencanaan dapat meminta pertimbangan Menteri
Dalam Negeri dalam melakukan penilaian usulan kegiatan
yang diajukan Pemerintah Daerah.
(3) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam DRPLN-JM.
(4) DRPLN-JM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diperbarui dan disempurnakan sesuai kebutuhan dan/atau
perkembangan perekonomian nasional.
Pasal 14
(1) Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN
harus melakukan peningkatan kesiapan kegiatan untuk
rencana kegiatan yang telah tercantum dalam DRPLN-JM
sesuai dengan kriteria kesiapan kegiatan yang meliputi:
a. rencana pelaksanaan kegiatan;
b. indikator kinerja pemantauan dan evaluasi;
c. organisasi dan manajemen pelaksanaan kegiatan; dan
d. rencana pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali,
dalam hal kegiatan memerlukan lahan.
(2) Menteri Perencanaan melakukan penilaian pemenuhan kriteria
kesiapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Berdasarkan penilaian pemenuhan kriteria kesiapan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Perencanaan
menyusun DRPPLN.
(4) Dalam penyusunan DRPPLN sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Menteri Perencanaan dapat melakukan koordinasi,
komunikasi, dan konsultasi dengan calon Pemberi Pinjaman
Luar Negeri serta instansi terkait.
11
Pasal 15
(1) Berdasarkan DRPPLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (4), Menteri Perencanaan menyampaikan Daftar
Kegiatan yang dapat dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri
kepada Menteri.
(2) Daftar Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi
usulan kegiatan yang telah memenuhi kriteria kesiapan dan
siap dirundingkan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar
Negeri.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pengajuan
usulan, dan penilaian kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 diatur dalam Peraturan Menteri
Perencanaan.
Pasal 17
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN
mencantumkan kegiatan prioritas yang telah tercantum dalam
DRPPLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dalam
dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga,
Rencana Kerja Pemerintah Daerah, atau Rencana Kerja BUMN.
Bagian Keempat
Perencanaan Penerusan Pinjaman Luar Negeri
Paragraf 1
Umum
Pasal 18
Pinjaman Luar Negeri yang diteruspinjamkan dan/atau dihibahkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d, huruf e,
dan huruf f dilaksanakan oleh Menteri.
12
Paragraf 2
Pengusulan, Penilaian, dan Penetapan Pembiayaan
Pasal 19
(1) Usulan
pembiayaan
Pinjaman
Luar
Negeri
yang
diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d diajukan Pemerintah
Daerah kepada Menteri setelah mendapat pertimbangan
Menteri Dalam Negeri.
(2) Pinjaman Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diteruspinjamkan oleh Pemerintah Daerah
kepada BUMD dengan ketentuan usulan BUMD diajukan
melalui Pemerintah Daerah kepada Menteri setelah mendapat
pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
(3) Usulan
pembiayaan
Pinjaman
Luar
Negeri
yang
diteruspinjamkan kepada BUMN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e diajukan oleh BUMN kepada
Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 20
Usulan pembiayaan Pinjaman Luar Negeri yang dihibahkan
kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (1) huruf f, diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga
teknis terkait kepada Menteri setelah mendapat pertimbangan
dari Menteri Dalam Negeri.
Pasal 21
(1) Menteri melakukan penilaian kelayakan pembiayaan atas
usulan Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19.
13
(2) Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri memperhatikan:
a.
kebutuhan riil pembiayaan luar negeri;
b.
kemampuan membayar kembali;
c.
batas maksimal kumulatif utang;
d.
persyaratan dan risiko penerusan pinjaman; dan
e.
kesesuaian dengan kebijakan Pemerintah berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
(1) Berdasarkan penilaian kelayakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21, Menteri menetapkan Pinjaman Luar Negeri
yang akan:
a.
diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah dan BUMN;
dan
b.
dihibahkan kepada Pemerintah Daerah.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sebelum pelaksanaan perundingan dengan calon Pemberi
Pinjaman Luar Negeri.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan, penilaian,
dan penetapan penerusan Pinjaman Luar Negeri diatur dengan
Peraturan Menteri.
14
Bagian Kelima
Pinjaman Tunai dan Pinjaman Kegiatan
Paragraf 1
Pinjaman Tunai
Pasal 24
(1) Menteri mengajukan usulan Pinjaman Tunai kepada calon
Pemberi Pinjaman Luar Negeri dengan memperhatikan
rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri untuk mendapat
komitmen pembiayaan.
(2) Dalam hal calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri
mempersyaratkan kebijakan tertentu dalam Pinjaman Tunai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), persyaratan tersebut
harus mendapat persetujuan dari Kementerian/Lembaga yang
terkait dengan kebijakan tertentu tersebut.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator yang membidangi
urusan yang terkait dengan substansi pinjaman dengan
melibatkan Menteri dan Menteri Perencanaan.
Paragraf 2
Pinjaman Kegiatan
Pasal 25
Menteri mengajukan usulan Pinjaman Kegiatan kepada calon
Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang bersumber dari Kreditor
Multilateral dan/atau Kreditor Bilateral dengan memperhatikan
rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri sebagaimana
dimaksud Pasal 9 ayat (1) dan Daftar Kegiatan sebagaimana
dimaksud Pasal 15 ayat (1) untuk mendapat komitmen pembiayaan.
15
Pasal 26
(1) Menteri menetapkan salah satu sumber pembiayaan dalam hal
Daftar Kegiatan menyebutkan indikasi pembiayaan bersumber
dari Kreditor Swasta Asing atau Lembaga Penjamin Kredit
Ekspor.
(2) Penetapan sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan kepada Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Daerah dan BUMN, yang mengusulkan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 19 sebagai
dasar pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Pasal 27
Dalam hal Menteri menetapkan sumber pembiayaan dari Kreditor
Swasta Asing, pengadaan pembiayaan dilaksanakan secara
terpisah dengan pengadaan barang/jasa dengan ketentuan:
a.
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN,
melakukan pengadaan barang/jasa setelah menerima
penetapan sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (2); dan
b.
Menteri melakukan pengadaan pembiayaan setelah sumber
pembiayaan ditetapkan.
Pasal 28
Dalam hal Menteri menetapkan sumber pembiayaan berasal dari
Lembaga Penjamin Kredit Ekspor, pengadaan pembiayaan
dilaksanakan satu paket dengan pengadaan barang/jasa dengan
ketentuan:
a.
16
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN,
melakukan pengadaan barang/jasa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan setelah menerima penetapan
sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (2);
b.
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN,
menetapkan pemenang pengadaan barang/jasa sebagaimana
dimaksud pada huruf a setelah mendapatkan pertimbangan
Menteri yang terkait dengan persyaratan pembiayaan.
c.
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN,
menyampaikan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri sesuai
dengan hasil proses pengadaan barang/jasa kepada Menteri
untuk perundingan Pinjaman Luar Negeri.
Pasal 29
Dalam hal pelaksanaan pemilihan sumber pembiayaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 telah
dilakukan tetapi tidak mendapatkan pendanaan dari Kreditor
Swasta Asing atau Lembaga Penjamin Kredit Ekspor, Menteri
dapat mencari sumber pembiayaan alternatif.
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan sumber
pembiayaan, pengadaan pembiayaan, dan pencarian sumber
pembiayaan alternatif diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keenam
Perundingan dan Perjanjian
Paragraf 1
Pelaksanaan Perundingan Pinjaman Luar Negeri
Pasal 31
(1) Menteri atau pejabat yang diberi kuasa melakukan perundingan
mengenai ketentuan dan persyaratan pinjaman Luar Negeri.
(2) Dalam hal
dengan:
Pinjaman
Kegiatan,
perundingan
dilakukan
17
a.
Kreditor Multilateral sebelum pengadaan barang/jasa
dilaksanakan;
b.
Kreditor Bilateral sebelum pengadaan barang/jasa
dilaksanakan atau setelah kontrak pengadaan barang/
jasa;
c.
Kreditor Swasta Asing secara bersamaan atau setelah
kontrak pengadaan barang/jasa; atau
d.
Lembaga Penjamin Kredit Ekspor setelah kontrak
pengadaan barang/jasa.
(3) Pelaksanaan perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melibatkan unsur Kementerian Keuangan, Kementerian
Perencanaan, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah,
BUMN, dan/atau instansi terkait lainnya.
(4) Perundingan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri
dilakukan setelah kriteria kesiapan kegiatan dipenuhi.
(5) Dalam hal diperlukan, Menteri dapat meminta dokumen
kesiapan perundingan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga,
Pemerintah Daerah, dan BUMN.
Paragraf 2
Perjanjian Pinjaman Luar Negeri dan Perjanjian Penerusan
Pinjaman Luar Negeri
Pasal 32
(1) Hasil perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
dituangkan dalam Perjanjian Pinjaman Luar Negeri yang
ditandatangani oleh Menteri atau pejabat yang diberi kuasa
dan Pemberi Pinjaman Luar Negeri.
(2) Perjanjian Pinjaman Luar Negeri memuat paling sedikit:
18
a.
jumlah;
b.
peruntukan;
c.
hak dan kewajiban; dan
d.
ketentuan dan persyaratan.
(3) Dalam hal sumber pembiayaan berasal dari Kreditor Swasta
Asing atau Lembaga Penjamin Kredit Ekspor, Perjanjian
Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditandatangani, apabila kontrak pengadaan barang/jasa
telah ditandatangani oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah
Daerah, atau BUMN.
(4) Salinan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri disampaikan oleh
Kementerian Keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan
dan instansi terkait lainnya.
Pasal 33
(1) Perjanjian untuk Pinjaman Luar Negeri yang bersumber dari
Kreditor Multilateral dan Kreditor Bilateral dapat didahului
dengan perjanjian induk.
(2) Perjanjian induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau hukum
internasional.
(3) Perjanjian
induk
memuat
persyaratan
yang
tidak
mengakibatkan beban APBN atau hanya terbatas pada
persyaratan yang bersifat indikatif, kecuali:
a.
mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang terkait
dengan indikasi persyaratan keuangan yang mengikat
dan mengakibatkan beban APBN; dan/atau
b.
mendapat persetujuan tertulis Menteri Perencanaan yang
terkait dengan indikasi persyaratan penggunaan dana
untuk pembiayaan kegiatan dan/atau kelompok kegiatan
tertentu.
19
Pasal 34
(1) Pinjaman Luar Negeri yang dipinjamkan, dituangkan dalam
Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri.
(2) Pinjaman Luar Negeri yang dihibahkan dituangkan dalam
Perjanjian Hibah Pinjaman Luar Negeri.
(3) Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri dan Perjanjian
Hibah Pinjaman Luar Negeri memuat paling sedikit:
a. jumlah;
b. peruntukan;
c. hak dan kewajiban; dan
d. ketentuan dan persyaratan yang mengacu pada
Perjanjian Pinjaman Luar Negeri.
(4) Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Menteri atau
pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur, Bupati/Walikota
atau Direksi BUMN.
(5) Perjanjian Hibah Pinjaman Luar Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Menteri atau
pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur, Bupati/Walikota.
Pasal 35
(1) Penerima Penerusan Pinjaman Luar Negeri wajib melakukan
pembayaran kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri.
(2) Pembayaran cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya
dari Penerima Penerusan Pinjaman Luar Negeri kepada
Pemerintah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara
atau rekening lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(3) Penerimaan pembayaran cicilan pokok dicatat sebagai
pembiayaan, serta penerimaan bunga dan kewajiban lainnya
dicatat sebagai pendapatan.
20
Pasal 36
(1) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak memenuhi kewajiban
pembayaran cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2), kewajiban
pembayaran tersebut diperhitungkan dengan Dana Alokasi
Umum dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak daerah
tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Dalam hal BUMN tidak memenuhi kewajiban pembayaran
cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2), BUMN dikenakan sanksi
berupa denda keterlambatan dan/atau sanksi lainnya sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Penerusan
Pinjaman Luar Negeri.
Pasal 37
Menteri melakukan koordinasi dengan Menteri/Pimpinan Lembaga,
Gubernur, Bupati/Walikota, atau direksi BUMN untuk memastikan
pemenuhan seluruh ketentuan dan persyaratan Perjanjian Pinjaman
Luar Negeri dan/atau Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri.
Paragraf 3
Perubahan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri
Pasal 38
(1) Menteri dapat mengajukan usulan perubahan Perjanjian
Pinjaman Luar Negeri kepada Pemberi Pinjaman Luar
Negeri dalam hal:
a.
Menteri menganggap perlu untuk dilakukan perubahan;
b.
terdapat usulan perubahan perjanjian pinjaman dari
Menteri/Pimpinan Lembaga; dan/atau
21
c.
terdapat usulan perubahan dari Pemerintah Daerah
atau BUMN, terhadap Perjanjian Penerusan Pinjaman
Luar Negeri.
(2) Dalam hal usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan untuk pelaksanaan kegiatan, pengajuan
usulan perubahan dilakukan setelah memperhatikan
pertimbangan Menteri Perencanaan.
Bagian Ketujuh
Penganggaran, Penarikan Pinjaman, dan Pembayaran Kewajiban
Paragraf 1
Penganggaran
Pasal 39
(1) Kementerian/Lembaga menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran Pinjaman Luar Negeri sebagai bagian dari Rencana
Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17.
(2) Menteri menyusun rencana pembiayaan atas Pinjaman Luar
Negeri yang:
a.
diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah atau BUMN;
atau
b.
dihibahkan kepada Pemerintah Daerah, sebagai Bagian
Anggaran Bendahara Umum Negara.
Paragraf 2
Penarikan Pinjaman
Pasal 40
(1) Penarikan Pinjaman Luar Negeri dari Pemberi Pinjaman
Luar Negeri dilakukan melalui:
22
a.
transfer ke Rekening Kas Umum Negara;
b.
pembayaran langsung;
c.
rekening khusus;
d.
Letter of Credit (L/C); atau
e.
pembiayaan pendahuluan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan Pinjaman
Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Pembayaran Kewajiban
Pasal 41
(1) Menteri wajib membayar cicilan pokok, bunga, dan kewajiban
lainnya sampai berakhirnya masa pinjaman melalui Bank
Indonesia.
(2) Menteri mengalokasikan dana dalam APBN untuk membayar
cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) setiap tahun sampai dengan
berakhirnya kewajiban tersebut.
(3) Dalam hal dana untuk membayar cicilan pokok, bunga, dan
kewajiban lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
melebihi perkiraan dana yang disediakan dalam APBN, Menteri
wajib melakukan pembayaran.
(4) Realisasi pembayaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dimuat dalam perubahan APBN atau dalam
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
23
BAB III
HIBAH
Bagian Kesatu
Bentuk, Jenis, dan Sumber Hibah
Paragraf 1
Bentuk dan Jenis Hibah
Pasal 42
(1) Hibah yang diterima Pemerintah berbentuk:
a.
uang tunai;
b.
uang untuk membiayai kegiatan;
c.
barang/jasa; dan/atau
d.
surat berharga.
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sebagai bagian dari APBN.
Pasal 43
Hibah yang diterima Pemerintah
dalam bentuk uang tunai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a disetorkan
langsung ke Rekening Kas Umum Negara atau rekening yang
ditentukan oleh Menteri sebagai bagian dari Penerimaan APBN.
Pasal 44
Hibah yang diterima Pemerintah dalam bentuk uang untuk
membiayai kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (1) huruf b dicantumkan dalam dokumen pelaksanaan
anggaran.
24
Pasal 45
Hibah yang
sebagaimana
dengan mata
untuk dicatat
diterima Pemerintah dalam bentuk barang/jasa
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c dinilai
uang rupiah pada saat serah terima barang/jasa
dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Pasal 46
Hibah yang diterima Pemerintah dalam bentuk surat berharga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf d dinilai
dengan mata uang rupiah berdasarkan nilai nominal yang disepakati
pada saat serah terima oleh Pemberi Hibah dan Pemerintah untuk
dicatat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Pasal 47
(1) Pemerintah dapat menerima Hibah dalam bentuk uang
untuk membiayai kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (1) huruf b melalui Dana Perwalian.
(2) Ketentuan mengenai Dana Perwalian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 48
(1) Penerimaan Hibah menurut jenisnya terdiri atas:
a.
Hibah yang direncanakan; dan/atau
b.
Hibah langsung.
(2) Hibah yang direncanakan adalah Hibah yang dilaksanakan
melalui mekanisme perencanaan.
(3) Hibah langsung adalah Hibah yang dilaksanakan tidak
melalui mekanisme perencanaan.
25
Paragraf 2
Sumber Hibah
Pasal 49
Hibah bersumber dari:
a.
dalam negeri; dan
b.
luar negeri
Pasal 50
(1) Hibah dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
huruf a berasal dari:
a.
lembaga keuangan dalam negeri;
b.
lembaga non keuangan dalam negeri;
c.
Pemerintah Daerah;
d.
perusahaan asing yang berdomisili dan melakukan
kegiatan di wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia;
e.
lembaga lainnya; dan
f.
perorangan.
(2) Hibah luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
huruf b berasal dari:
26
a.
negara asing;
b.
lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa;
c.
lembaga multilateral;
d.
lembaga keuangan asing;
e.
lembaga non keuangan asing;
f.
lembaga keuangan nasional yang berdomisili dan
melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara
Republik Indonesia; dan
g.
perorangan.
Bagian Kedua
Penggunaan Hibah
Pasal 51
Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 digunakan untuk:
a.
mendukung program pembangunan nasional; dan/atau
b.
mendukung penanggulangan bencana alam dan bantuan
kemanusiaan.
Bagian Ketiga
Perencanaan Hibah
Paragraf 1
Perencanaan Penerimaan Hibah yang Direncanakan
Pasal 52
(1) Menteri Perencanaan menyusun rencana kegiatan jangka
menengah dan tahunan yang bersumber dari Hibah dengan
berpedoman pada RPJM.
(2) Rencana kegiatan jangka menengah dan tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. rencana pemanfaatan Hibah; dan
b. DRKH.
Pasal 53
(1) Rencana pemanfaatan Hibah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 ayat (2) huruf a memuat arah kebijakan, strategi,
dan pemanfaatan Hibah jangka menengah sesuai dengan
prioritas pembangunan Nasional.
(2) DRKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2)
huruf b memuat rencana tahunan kegiatan Kementerian/
27
Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN yang layak
dibiayai dengan Hibah dan telah mendapatkan indikasi
pendanaan dari Pemberi Hibah.
(3) DRKH digunakan sebagai salahsatu bahan penyusunan
Rencana Kerja Pemerintah.
Pasal 54
(1) Menteri/Pimpinan Lembaga mengusulkan kegiatan yang akan
dibiayai dengan Hibah kepada Menteri Perencanaan.
(2) Menteri Perencanaan melakukan penilaian usulan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan berpedoman
pada RPJM serta memperhatikan rencana pemanfaatan
Hibah.
(3) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dituangkan dalam DRKH dan disampaikan kepada Menteri.
(4) Berdasarkan DRKH sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Menteri mengusulkan kegiatan yang dibiayai dengan Hibah
kepada calon Pemberi Hibah.
Pasal 55
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana
kegiatan, pengajuan usulan, dan penilaian kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 54 diatur dengan Peraturan
Menteri Perencanaan.
Paragraf 2
PenerimaanHibah Langsung
Pasal 56
(1) Menteri/Pimpinan Lembaga dapat menerima Hibah Langsung
dari Pemberi Hibah dengan memperhatikan prinsip dalam
penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
28
(2) Menteri/Pimpinan Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib mengkaji maksud dan tujuan Hibah dan bertanggung
jawab terhadap Hibah yang akan diterima tersebut.
(3) Menteri/Pimpinan Lembaga mengkonsultasikan rencana
penerimaan Hibah Langsung pada tahun berjalan kepada
Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan, dan Menteri/
Pimpinan Lembaga terkait lainnya sebelum dilakukan
penandatanganan Perjanjian Hibah.
(4) Dalam hal diperlukan, Menteri Keuangan, Menteri
Perencanaan, dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait lainnya
dapat memberikan tanggapan tertulis atas rencana penerimaan
Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Bagian Keempat
Penerusan Hibah
Pasal 57
(1) Hibah yang bersumber dari luar negeri dapat:
a.
diterushibahkan atau dipinjamkan kepada Pemerintah
Daerah; atau
b.
dipinjamkan kepada BUMN; sepanjang diatur dalam
Perjanjian Hibah.
(2) Hibah yang bersumber dari luar negeri yang diterushibahkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dituangkan
dalam Perjanjian Penerusan Hibah yang ditandatangani oleh
Menteri atau Pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur atau
Bupati/Walikota.
(3) Hibah yang bersumber dari luar negeri yang dipinjamkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam
Perjanjian Pinjaman Hibah yang ditandatangani oleh Menteri
atau Pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur, Bupati/
Walikota atau direksi BUMN.
29
(4) Perjanjian Penerusan Hibah atau Perjanjian Pinjaman Hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. jumlah;
b. peruntukan; dan
c. ketentuan dan persyaratan.
(5) Kementerian Keuangan menyampaikan salinan Perjanjian
Penerusan Hibah dan salinan Perjanjian Pinjaman Hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Badan
Pemeriksa Keuangan dan instansi terkait lainnya.
Pasal 58
(1) Hibah yang diterushibahkan dan/atau dipinjamkan kepada
Pemerintah Daerah wajib dicatat dalam APBN dan APBD.
(2) Hibah dan/atau Pinjaman Hibah kepada BUMD dilakukan
melalui Pemerintah Daerah.
Bagian Kelima
Perundingan Hibah
Pasal 59
(1) Perundingan Hibah yang direncanakan
Menteri atau pejabat yang diberi kuasa.
dilakukan
oleh
(2) Pelaksanaan perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melibatkan unsur Kementerian Keuangan, Kementerian
Perencanaan, dan/atau Kementerian/Lembaga teknis terkait
lainnya.
Pasal 60
Perundingan Hibah langsung dilakukan oleh Menteri/Pimpinan
Lembaga atau pejabat yang diberi kuasa.
30
Bagian Keenam
PerjanjianHibah
Paragraf 1
Hibah yang Direncanakan
Pasal 61
(1) Perjanjian Hibah ditandatangani oleh Menteri atau pejabat
yang diberi kuasa oleh Menteri.
(2) Perjanjian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat:
a.
jumlah;
b.
peruntukan; dan
c.
ketentuan dan persyaratan.
(3) Menteri menyampaikan salinan Perjanjian Hibah kepada
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan dan pimpinan instansi
terkait lainnya.
Pasal 62
(1) Menteri dapat mengajukan usulan perubahan Perjanjian Hibah
kepada Pemberi Hibah dalam hal:
a.
Menteri menganggap perlu untuk dilakukan perubahan;
b.
terdapat usulan perubahan Perjanjian Hibah dari Menteri/
Pimpinan Lembaga penerima Hibah; dan/atau
c.
terdapat usulan perubahan dari Pemerintah Daerah
terhadap Perjanjian Hibah.
(2) Pengajuan usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan setelah memperhatikan pertimbangan
Menteri Perencanaan.
31
Paragraf 2
Hibah Langsung
Pasal 63
(1) Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberi kuasa
melakukan penandatanganan Perjanjian Hibah.
(2) Perjanjian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat:
a.
jumlah;
b.
peruntukan; dan
c.
ketentuan dan persyaratan.
Pasal 64
Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan salinan Perjanjian
Hibah yang telah ditandatangani kepada Menteri, Badan
Pemeriksa Keuangan, dan instansi terkait lainnya.
Pasal 65
(1) Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mengajukan
perubahan Perjanjian Hibah kepada Pemberi Hibah.
usulan
(2) Dalam mengajukan usulan perubahan Perjanjian Hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri/Pimpinan
Lembaga mengoordinasikan rencana usulan perubahan
Perjanjian Hibah kepada Menteri Perencanaan, Menteri,
dan pimpinan instansi terkait lainnya.
(3) Setelah usulan perubahan Perjanjian Hibah disetujui oleh
Pemberi Hibah, Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan
dokumen perubahan kepada Menteri Perencanaan, Menteri,
dan pimpinan instansi terkait lainnya.
32
Bagian Ketujuh
Penganggaran dan Pelaksanaan Hibah
Pasal 66
(1) Kementerian/Lembaga menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran Hibah sebagai bagian dari Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian/Lembaga untuk dicantumkan dalam
dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44.
(2) Dalam hal Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai
kegiatan diterushibahkan kepada Pemerintah Daerah
dan/atau dipinjamkan kepada Pemerintah Daerah dan
BUMN, Menteri menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44.
(3) Hibah dalam bentuk barang/jasa
dengan ketentuan Pasal 45.
dilaksanakan
sesuai
(4) Hibah dalam bentuk surat berharga dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Pasal 46.
Pasal 67
Kementerian/Lembaga pelaksana Kegiatan wajib menyediakan
dana pendamping, dalam hal dipersyaratkan dalam Perjanjian
Hibah.
Pasal 68
Pemerintah Daerah dan BUMN pelaksana kegiatan wajib
menyediakan dana pendamping, dalam hal dipersyaratkan dalam
Perjanjian Hibah, Perjanjian Penerusan Hibah, dan Perjanjian
Pinjaman Hibah.
33
Pasal 69
Dana Hibah untuk kegiatan yang belum selesai dilaksanakan,
ditampung dalam dokumen pelaksanaan anggaran tahun berikutnya.
Pasal 70
(1) Dalam hal Hibah diterima setelah pagu APBN ditetapkan,
dokumen pelaksanaan anggaran Hibah dapat diterbitkan
setelah Kementerian/Lembaga menyampaikan usulan kepada
Menteri.
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh
Menteri dalam perubahan APBN.
Pasal 71
(1) Dalam keadaan darurat, Hibah dalam bentuk uang untuk
membiayai kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan mendahului penerbitan
dokumen pelaksanaan anggaran.
(2) Pertanggungjawaban pelaksanaan Hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan mekanisme
APBN.
Pasal 72
(1) Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan dapat
dilaksanakan secara langsung oleh Kementerian/Lembaga.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilaksanakan mendahului penerbitan dokumen pelaksanaan
anggaran.
(3) Pertanggungjawaban pelaksanaan Hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan mekanisme
APBN.
34
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pertanggungjawaban
pelaksanaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 73
(1) Penarikan Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai
kegiatan dilakukan melalui:
a.
transfer ke rekening Kas Umum Negara;
b.
pembayaran langsung;
c.
rekening khusus;
d.
letter of credit (L/C); atau
e.
pembiayaan pendahuluan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan Hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
BAB IV
PENATAUSAHAAN PINJAMAN LUAR NEGERIDAN HIBAH
Pasal 74
(1) Menteri melaksanakan penatausahaan atas Pinjaman Luar
Negeri danHibah.
(2) Penatausahaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah mencakup
kegiatan:
a.
administrasi pengelolaan; dan
b.
akuntansi pengelolaan.
(3) Setiap Perjanjian Pinjaman Luar Negeri dan Perjanjian
Hibah wajib diregistrasi oleh Kementerian Keuangan.
35
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatausahaan Pinjaman
Luar Negeri dan Hibah diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB V
PENGADAAN BARANG DAN JASA
Pasal 75
(1) Pengadaan barang/jasa kegiatan yang dibiayai Pinjaman
Luar Negeri atau Hibah dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/
jasa.
(2) Dalam hal terdapat perbedaan antara ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa
dengan ketentuan pengadaan barang/jasa yang berlaku bagi
Pemberi Pinjaman Luar Negeri atau Hibah, para pihak
dapat menyepakati ketentuan pengadaan barang/jasa yang
akan dipergunakan.
(3) Pengadaan barang/jasa kegiatan yang direncanakan dibiayai
dari Pinjaman Luar Negeri dari Kreditor Swasta Asing atau
Lembaga Penjamin Kredit Ekspor dilakukan setelah dikeluarkan
penetapan sumber pembiayaan oleh Menteri.
(4) Kontrak pengadaan barang/jasa kegiatan yang dibiayai
Pinjaman Luar Negeri atau Hibah dilakukan setelah
berlakunya perjanjian Pinjaman Luar Negeri atau Hibah
atau setelah adanya perjanjian induk Pinjaman Luar Negeri.
(5) Ketentuan mengenai kontrak pengadaan barang/jasa
kegiatan yang dibiayai Pinjaman Luar Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dikecualikan untuk pengadaan
barang/jasa kegiatan yang direncanakan dibiayai Pinjaman
Luar Negeri dari Kreditor Swasta Asing atau Lembaga
Penjamin Kredit.
36
BAB VI
PEMANTAUAN, EVALUASI, PELAPORAN, DAN PENGAWASAN
PINJAMAN LUAR NEGERIDAN HIBAH
Pasal 76
Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur, Bupati/Walikota atau direksi
BUMN, selaku pelaksana kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman
Luar Negeri dan/atau Hibah, masing-masing harus menyampaikan
laporan triwulanan kepada Menteri dan Menteri Perencanaan paling
sedikit mengenai:
a.
pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
b.
kemajuan fisik kegiatan;
c.
realisasi penyerapan;
d.
permasalahan dalam pelaksanaan; dan
e.
rencana tindak lanjut penyelesaian masalah.
Pasal 77
(1) Menteri melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
triwulanan mengenai realisasi penyerapan Pinjaman Luar
Negeri dan/atau Hibah Luar Negeri dan aspek keuangan
lainnya.
(2) Menteri Perencanaan melakukan pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan triwulanan mengenai kinerja pelaksanaan kegiatan
yang dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah Luar
Negeri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan realisasi penyerapan Pinjaman Luar
Negeri dan/atau Hibah Luar Negeri dan aspek keuangan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
37
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan kinerja pelaksanaan kegiatan yang
dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah Luar
Negeri sebagaimna dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri Perencanaan.
Pasal 78
Menteri dan Menteri Perencanaan dapat melakukan evaluasi
bersama secara semesteran mengenai pelaksanaan kegiatan yang
dibiayai Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
Pasal 79
(1) Menteri mengambil langkah penyelesaian pelaksanaan
kegiatan yang lambat atau penyerapan yang rendah dan/atau
tidak sesuai dengan peruntukannya, termasuk pengusulan
pembatalan sebagian atau seluruh Pinjaman Luar Negeri
dan/atau Hibah.
(2) Langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan setelah mendapat pertimbangan Menteri
Perencanaan.
(3) Menteri mengajukan usulan perubahan dan/atau pembatalan
sebagian atau seluruh Pinjaman Luar Negeri dan/atau
Hibah dalam rangka penyelesaian pelaksanaan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemberi
Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pemberi Hibah.
Pasal 80
(1) Dalam hal Pemberi Pinjaman Luar Negeri atau Pemberi
Hibah menetapkan pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan
Perjanjian Pinjaman Luar Negeri atau Perjanjian Hibah dan
dalam Perjanjian Pinjaman Luar Negeri atau Perjanjian
Hibah tersebut mewajibkan Pemerintah mengembalikan
38
sebagian atau seluruh Pinjaman Luar Negeri atau Hibah,
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN
pelaksana kegiatan harus menyediakan dana pengembalian.
(2) Ketentuan mengenai penyediaan dan pengembalian dana
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 81
Pengawasan terhadap pelaksanaan dan penggunaan Pinjaman
Luar Negeri atau Hibah dilakukan oleh Instansi pengawas internal
dan eksternal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB VII
PUBLIKASI
Pasal 82
(1) Menteri menyelenggarakan publikasi informasi mengenai
Pinjaman Luar Negeri dan Hibah secara berkala paling sedikit
6 (enam) bulan sekali.
(2) Publikasi informasi mengenai Pinjaman Luar Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kebijakan tentang Pinjaman Luar Negeri;
b. posisi Pinjaman Luar Negeri termasuk struktur jatuh
tempo dan komposisi suku bunga;
c. sumber Pinjaman Luar Negeri;
d. realisasi penyerapan Pinjaman Luar Negeri; dan
e. pemenuhan kewajiban Pinjaman Luar Negeri.
(3) Publikasi informasi mengenai Hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. kebijakan tentang Hibah;
b. jumlah, posisi, dan komposisi jenis mata uang Hibah;
39
c.
d.
sumber dan penerima Hibah; dan
jenis Hibah.
BAB VIII
PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 83
Menteri
menyusun
pertanggungjawaban atas pengelolaan
Pinjaman Luar Negeri dan Hibah sebagai bagian dari
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
BAB IX
PAJAK DAN BEA MASUK
Pasal 84
(1) Perlakuan pajak atas Pinjaman Luar Negeri atau penerimaan
Hibah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Perlakuan Bea Masuk atas Pinjaman Luar Negeri atau
penerimaan Hibah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 85
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1.
40
Pelaksanaan pengadaan Pinjaman Luar Negeri
penerusan Pinjaman Luar Negeri, yang berasal dari:
serta
a.
b.
Pinjaman Bilateral dan Pinjaman Multilateral yang
Daftar Kegiatannya telah disampaikan oleh Menteri
Perencanaan kepada Menteri;
Kreditur Swasta Asing atau Lembaga Penjamin
Kredit Ekspor yang telah diterbitkan alokasi pinjaman
pemerintah atau kredit ekspornya, tetap
dilakukan
berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman
dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri sampai dengan pengadaan
Pinjaman Luar Negeri serta penerusan Pinjaman Luar
Negeri selesai dilaksanakan.
2.
Perjanjian Hibah yang sudah ditandatangani, berdasarkan
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau
Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau
Hibah Luar Negeri tetap berlaku sampai dengan Perjanjian
Hibah tersebut berakhir.
3.
Dana Perwalian yang dibentuk sebelum Peraturan
Pemerintah ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai
dengan mandat berakhir.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 86
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah
Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
(Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4597) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku;
41
2.
Semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan
Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (Lembaran Negara
Tahun 2006 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4597), dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dan belum
diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 87
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Februari 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Februari 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011
NOMOR 23
42
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2011
TENTANG
TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI
DAN PENERIMAAN HIBAH
I.
UMUM
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara menetapkan bahwa untuk membiayai dan mendukung
kegiatan prioritas dalam rangka mencapai sasaran
pembangunan, Pemerintah dapat mengadakan pinjaman dan/
atau menerima Hibah baik yang berasal dari dalam negeri
maupun dari luar negeri serta penerusan pinjaman atau
hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD.
Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 38 ayat
(4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Pinjaman Luar Negeri dan Hibah
Pemerintah memerlukan dasar hukum yang ditetapkan
dengan suatu peraturan pemerintah untuk menjamin
terlaksananya tertib administrasi dan pengelolaan Pinjaman
Luar Negeri dan Hibah. Dasar hukum Pinjaman Luar Negeri
dan hibah luar negeri telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan
Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Luar Negeri serta
Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
Namun dalam perkembangannya, ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah tersebut dipandang tidak lagi memenuhi
perkembangan pengelolaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah,
43
perkembangan pasar keuangan, serta tuntutan terhadap
prinsip pengelolaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah yang
baik(good governance). Hal ini menghendaki penyempurnaan
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006.
Dalam Peraturan Pemerintah ini telah diakomodasi berbagai
ketentuan mengenai pengelolaan pinjaman luar negeri yang
berupa pemisahan kewenangan dan tanggung jawab masingmasing institusi yang terkait, penyempurnaan konsep mengenai
batas maksimum pinjaman luar negeri yang dimaksudkan
sebagai alat pengendali dalam rangka pengelolaan portofolio
utang secara optimal dan pemenuhan kebutuhan riil pembiayaan,
konsep mengenai fleksibilitas pemilihan sumber pembiayaan,
Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri, penerimaan
Hibah melalui Dana Perwalian. Selain itu memperjelas
kebijakan peneruspinjaman Pinjaman Luar Negeri baik untuk
kebutuhan pembiayaan APBD melalui Pinjaman Luar Negeri
dan pemberian Hibah oleh Pemerintah yang bersumber dari
Pinjaman Luar Negeri untuk pembiayaan kegiatan tertentu
bagi Pemerintah Daerah berdasarkan kebijakan Pemerintah
maupun untuk kebutuhan BUMN untuk investasi.
Pengaturan mengenai penerimaan Hibah Pemerintah
diarahkan untuk membuka seluas-luasnya masuknya Hibah
kepada Pemerintah baik yang bersumber dari dalam negeri
maupun yang bersumber dari luar negeri untuk mendukung
kegiatan prioritas Pemerintah guna mencapai tujuan
pembangunan nasional, namun dengan tetap menjaga
kehati-hatian (prudent), transparansi, dan akuntabilitas dalam
proses penerimaannya. Oleh
karena itu, Kementerian/
Lembaga/Pemerintah Daerah perlu diberikan kewenangan
untuk mengusahakan Hibah sebanyak-banyaknya akan
tetapi harus dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip
penerimaan Hibah yang baik.
Mekanisme penerimaan Hibah juga perlu dipermudah
dan disederhanakan sehingga tidak menimbulkan proses
44
birokrasi yang rumit yang dapat menimbulkan disinsentif
bagi calon pemberi Hibah karena terkesan dipersulit. Untuk
itu, maka dalam proses penerimaan Hibah perlu dibuka
dua jenis alternatif, yaitu Hibah yang dilaksanakan melalui
mekanisme
perencanaan dan Hibah langsung, yaitu Hibah yang
tidak perlu mengikuti mekanisme perencanaan namun tetap
diregistrasikan dan ditatausahakan.
Kedua alternatif penerimaan Hibah tersebut, diharapkan
dapat menjembatani perbedaan kepentingan dari pihak
calon pemberi Hibah yang menghendaki kemudahan dalam
pemberian Hibah dan dari kepentingan pihak Pemerintah
sebagai penerima Hibah yang menghendaki penerimaan
Hibah harus mengikuti ketentuan APBN dengan proses
yang dianggap kurang memberi kemudahan, serta
dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pemangku
kepentingan (stakeholders).
Hibah yang diterima Pemerintah yang bersumber dari luar
negeri dapat diterushibahkan atau dipinjamkan kepada
Pemerintah
Daerah,
atau dipinjamkan kepada BUMN
sepanjang diatur dalamPerjanjian Hibah.
Guna menjamin terwujudnya penerimaan Hibah yang
transparan dan akuntabel, maka penerimaan Hibah tersebut
perlu ditatausahakan dengan baik, diadministrasikan sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, dilakukan publikasi
informasi, dilakukan monitoring, evaluasi, dan pengawasan
secara terus-menerus.
Oleh karena itu, untuk menyesuaikan perkembangan
pengelolaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah, perlu mengganti
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Luar
Negeri serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
45
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “tidak disertai ikatan politik”
adalah pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan
penerimaan Hibah tidak mempengaruhi kebijakan
politik negara.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
46
Pasal 5
Huruf a
Pinjaman Tunai dapat berupa pinjaman program,
stand by loan, pembiayaan likuiditas jangka pendek,
pembiayaan kontijensi, pembiayaan untuk permodalan
dan lain-lain, yang pencairannya bersifat tunai dalam
bentuk antara lain Official Development Assistance/
ODA (bilateral), Concessional (multilateral), Non
Official Development Assistance/Non-ODA (bilateral),
Non Concessional (multilateral), komersial, dan Mixed
Credit/pinjaman campuran (bilateral).
Huruf b
Pinjaman Kegiatan dapat berupa pinjaman proyek,
credit line, dan lain-lain, yang pencairannya
terkait dengan kegiatan dalam bentuk antara lain
Official Development Assistance/ODA (bilateral),
Concessional (multilateral), Non-Official Development
Assistance/Non-ODA (bilateral), Non-Concessional
(multilateral), Fasilitas Kredit Ekspor, komersial, dan
Mixed Credit/pinjaman campuran (bilateral).
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kegiatan” adalah bagian
dari program yang dilaksanakan oleh satu atau
47
lebih unit kerja pada satuan kerja sebagai bagian
dari pencapaian sasaran terukur pada suatu
program dan terdiri atas sekumpulan tindakan
pengerahan sumber daya, berupa sumber daya
manusia, barang modal termasuk peralatan dan
teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa
atau semua jenis sumber daya tersebut sebagai
masukan untuk menghasilkan keluaran dalam
bentuk barang/jasa.
Kegiatan prioritas termasuk pula penyertaan
modal negara.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “mengelola portofolio
utang” adalah kegiatan dalam rangka mencapai
komposisi utang yang optimal baik dari sisi
instrumen, mata uang, tingkat bunga, jenis
suku bunga, sumber, dalam upaya untuk
meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko
yang terkendali.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Pinjaman Luar Negeri yang akan dihibahkan
kepada
Pemerintah
Daerah
merupakan
kebijakan dan kewenangan diskresi Pemerintah
dalam rangka mencapai sasaran-sasaran RPJM.
Ayat (2)
Cukup jelas.
48
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Nilai Bersih Pinjaman”
adalah selisih lebih atau selisih kurang pinjaman
dalam pos pembiayaan APBN tahun berjalan. Selisih
lebih Nilai Bersih Pinjaman terjadi jika pinjaman yang
ditarik lebih besar dibandingkan dengan pinjaman
yang dilunasi. Sedangkan selisih kurang Nilai Bersih
Pinjaman terjadi jika pinjaman yang ditarik lebih kecil
dibandingkan dengan pinjaman yang dilunasi.
Ayat (2)
Contoh perubahan pinjaman yang tidak memerlukan
persetujuan DPR sebagai berikut:
APBN telah mencantumkan selisih lebih nilai
bersih pinjaman sebesar Rp.10.000.000.000.000
(sepuluh triliun) yaitu jumlah yang ditarik sebesar
Rp.20.000.000.000.000,(dua
puluh
triliun)
dikurangi jumlah yang dibayarkan sebesar
Rp.10.000.000.000.000,- (sepuluh triliun). Apabila
jumlah yang ditarik sebesar Rp.25.000.000.000.000,(dua puluh lima triliun) dan jumlah yang dibayar
sebesar Rp.15.000.000.000.000,- (lima belas triliun)
maka tidak perlu persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat karena selisih lebih nilai bersih pinjaman
adalah sama.
Namun
apabila
jumlah yang ditarik sebesar
Rp.25.000.000.000.000,(dua
puluh
lima
triliun) dan jumlah yang dibayarkan sebesar
Rp.10.000.000.000.000,(sepuluh
triliun),
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat diperlukan
karena selisih lebih nilai pinjaman
bertambah
sebesar Rp.5.000.000.000.000,- (lima triliun).
49
Ayat (3)
Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atas APBN
meliputi jumlah penerimaan, pagu belanja, perkiraan
defisit, dan sumber-sumber pembiayaan yang
akan digunakan untuk menutup defisit dengan
memperhatikan kewajiban dari sisi pembiayaan.
Pembiayaan yang berasal dari Pinjaman Luar Negeri
merupakan bagian dari total kebutuhan pembiayaan
yang berasal dari utang.
Pasal 9
Ayat (1)
Rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri
merupakan alat pengendali Pinjaman Luar Negeri yang
berupa perkiraan besaran kebutuhan pembiayaan
APBN melalui Pinjaman Luar Negeri termasuk untuk
pembiayaan penerusan pinjaman yang disusun
berdasarkan proyeksi rencana penarikan pinjaman
dalam periode 3 (tiga) tahun sampai dengan 5
(lima) tahun yang ditinjau setiap tahun sesuai
dengan perkembangan kebutuhan tahunan dengan
berpedoman pada strategi pengelolaan utang yang
dapat dipenuhi dengan komitmen pinjaman baik
yang sudah ditandatangani maupun yang berpotensi
untuk ditandatangani.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
50
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “memperhatikan rencana
batas maksimal pinjaman” adalah memperhatikan
besaran Pinjaman kegiatan yang diindikasikan
Menteri untuk membiayai kegiatan baik untuk
prioritas Kementerian Negara/Lembaga, penerusan
pinjaman yang diteruskan sebagai pinjaman atau
sebagai hibah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Kegiatan yang dapat diusulkan untuk dapat dibiayai
dengan Pinjaman Luar Negeri adalah kegiatan
prioritas untuk mencapai sasaran RPJM. Khusus
untuk Kementerian/Lembaga usulan juga disesuaikan
dengan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kementerian/Lembaga harus mengusulkan melalui
Kementerian Keuangan karena Menteri Keuangan
dalam kedudukannya sebagai Bendahara Umum
Negara dan menjadi bagian Bagian Anggaran
Bendahara Umum Negara.
51
Ayat (4)
Usulan kegiatan yang dapat diajukan oleh Pemerintah
Daerah terbatas pada kegiatan yang dibiayai dari
Pinjaman Luar Negeri yang diteruspinjamkan oleh
Pemerintah kepada Pemerintah Daerah termasuk
yang diteruspinjamkan dan/atau dihibahkan oleh
Pemerintah Daerah kepada BUMD.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
52
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Yang dimaksud dengan “satu paket” adalah calon penyedia
barang/jasa mengajukan penawaran pengadaan barang/
jasa bersamaan dengan usulan pembiayaan kepada
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN
untuk dinilai sebagai satu kesatuan dalam penentuan
pemenang.
Huruf a
Cukup jelas.
53
Huruf b
Menteri memberikan pertimbangan yang terkait
dengan persyaratan pembiayaan sebagai bahan
evaluasi
Kementerian/Lembaga,
Pemerintah
Daerah, atau BUMN, untuk menetapkan pemenang
pengadaaan barang/jasa.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 29
Pencarian sumber pinjaman alternatif adalah tindakan
yang dapat dilakukan Menteri untuk memenuhi sumber
pembiayaan agar kontrak barang/jasa yang telah
ditandatangani tetap dapat dilaksanakan sesuai dengan
tahun anggaran berkenaan berupa pencarian langsung
sumber pembiayaan yang tersedia antara lain melakukan
perundingan langsung dengan lembaga pinjaman (bank
ataunon bank atau sindikasi pinjaman) termasuk penyedia
barang/jasa untuk pemberian pinjaman(Supplier Credit).
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
54
Huruf b
Perundingan dengan kreditor bilateral pada
prinsipnya dilaksanakan tidak terkait langsung
dengan kontrak barang/jasa namun terbuka
kemungkinan perundingan dilaksanakan untuk
suatu perjanjian pinjaman yang dimaksudkan
untuk
membiayai
kontrak
yang
telah
ditandatangani dalam hal dipersyaratkan dalam
komitmen pinjaman yang disepakati sebelumnya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
dengan Pinjaman Luar Negeri yang efektif dan efisien,
Kementerian Negara/Lembaga, Pemerintah Daerah,
atau BUMN diharapkan dapat segera melaksanakan
kegiatan setelah memperoleh pembiayaan. Untuk
itu Menteri dapat meminta dokumen yang mampu
menunjukkan kesiapan pelaksanaan kegiatan.
Dokumen kesiapan perundingan memuat antara
lain pernyataan kesanggupan bagi Kementerian/
Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN, pelaksana
kegiatan untuk melaksanakan isi perjanjian.
Ayat (5)
Sebelum melakukan perundingan dengan calon
Pemberi Pinjaman Luar Negeri, Menteri perlu
55
melakukan penelaahan atas kelengkapan dokumen
terkait. Penelahaan atas dokumen persiapan
perundingan dimaksudkan untuk memastikan
kegiatan segera dapat dilaksanakan setelah Naskah
Perjanjian Pinjaman Luar Negeri ditandatangani.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan dan persyaratan pinjaman meliputi
antara lain: tingkat bunga, jangka waktu penarikan,
ketentuan/persyaratan penarikan, pengefektifan
pinjaman, masa pembayaran (repayment), dan jatuh
tempo (maturity date).
Ayat (3)
Kontrak yang ditandatangani oleh Kementerian/
Lembaga, Pemerintah
Daerah
atau
BUMN
termasuk kontrak yang ditandatangani oleh BUMD
dalam hal Pinjaman Luar Negeri diteruspinjamkan
atau dihibahkan oleh Pemerintah Daerah kepada
BUMD.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “instansi terkait lainnya”
adalah Kementerian Negara/Lembaga sebagai
Kuasa Pengguna Anggaran dan Bank Indonesia.
Pasal 33
Ayat (1)
Perjanjian induk dapat berupa Memorandum of
Understanding (MoU), Umbrella Agreement, Financial
56
Protocol, komitmen resmi dan dokumen lain yang
mengindikasikan kesepakatan.
Ayat (2)
Pada prinsipnya perjanjian induk yang terkait
dengan Pinjaman Luar Negeri ditandatangani oleh
Menteri. Namun dimungkinkan untuk ditandatangani
oleh pejabat lain yang ditunjuk sesuai hukum
internasional, misalnya Menteri Luar Negeri untuk
perjanjian internasional sebagaimana diatur dalam
Konvensi Wina.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
57
Pasal 40
Ayat (1)
Huruf a
Penarikan pinjaman luar negeri melalui transfer
ke Rekening Kas Umum Negara dilakukan untuk
pinjaman tunai.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” antara lain
biaya pengelolaan (management fee), commitment
fee dan premi asuransi (insurance premium).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
58
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Hibah dalam bentuk
uang tunai” adalah Hibah dalam bentuk uang
yang diterima Pemerintah dan penggunaannya
sepenuhnya ditentukan oleh Pemerintah melalui
mekanisme APBN.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Hibah dalam bentuk
uang untuk membiayai kegiatan” adalah Hibah
yang diterima Pemerintah yang peruntukannya
ditentukan dalam Perjanjian Hibah dan
dilaksanakan oleh Kementerian Negara/
Lembaga/ Pemerintah Daerah penerima Hibah.
Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai
kegiatan hanya bisa dicairkan berdasarkan
kemajuan pekerjaan kegiatan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Hibah dalam bentuk
barang” adalah Hibah yang diterima Pemerintah
yang pengadaannya dilaksanakan oleh Pemberi
Hibah untuk mendukung kegiatan Kementerian
Negara/ Lembaga/Pemerintah Daerah/BUMN.
Yang dimaksud dengan “Hibah dalam bentuk
jasa” adalah Hibah yang diterima Pemerintah
berupa jasa tertentu yang kegiatannya
dilaksanakan oleh Pemberi Hibah untuk
59
mendukung kegiatan Kementerian Negara/
Lembaga/ Pemerintah Daerah/BUMN.
Hibah dalam bentuk jasa berupa bantuan dalam
rangka kerjasama teknik seperti penugasan
tenaga ahli, beasiswa, penelitian, dan jasa lain.
Huruf d
Hibah dalam bentuk surat berharga dapat
berupa antara lain saham kepemilikan pada
perusahaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Yang dimaksud dengan “dokumen pelaksanaan anggaran”
adalah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau
dokumen lain yang dipersamakan.
Pasal 45
Hibah yang diterima dalam bentuk barang/jasa tidak perlu
dicantumkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran
tetapi dicantumkan dalam LKPP.
Pasal 46
Hibah yang diterima dalam bentuk surat berharga
tidak perlu dicantumkan dalam dokumen pelaksanaan
anggaran tetapi dicantumkan dalam LKPP.
60
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Dana Perwalian (Trust
Fund”) adalah dana Hibah yang diberikan oleh satu
atau beberapa Pemberi Hibah yang dikelola oleh
suatu lembaga sebagai wali amanat (Trustee) untuk
tujuan penggunaan tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Hibah yang dimaksud pada ayat ini mencakup:
a. Hibah yang diberikan untuk mempersiapkan
dan/atau mendampingi pinjaman;
b. Hibah yang telah masuk dalam dokumen
perencanaan yang disepakati bersama antara
Pemerintahdan Pemberi Hibah;
c. Hibah yangmemerlukan dana pendamping.
d. Hibah yang dilaksanakan oleh Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) melalui Pemerintah;
e. Hibah dalam rangka kerjasama antar Instansi
dengan Pemberi hibah luar negeri diluarnegeri,
seperti: sister city.
Ayat (3)
Hibah yang dimaksud pada ayat ini mencakup:
a.
Hibah untuk penanggulangan bencana alam
seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
61
banjir, kekeringan, angin topan dan tanah
longsor; bencana non alam seperti gagal
teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit; bencana sosial seperti konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas
masyarakat,dan teror
b.
Hibah dalam rangka kerjasama teknik antara
Kementerian/Lembaga
dengan
pemberi
hibah luar negeri (seperti workshop pelatihan,
seminar), Hibah Bersaing (seperti riset dosen,
riset peneliti).
c.
Hibah yang atas permintaan donor diserahkan
langsung ke Kementerian/Lembaga.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “negara asing” adalah
negara yang secara bilateral memberikan Hibah
langsung atau melalui lembaga pemerintah atau
lembaga resmi yang ditunjuk termasuk negara
bagian.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “lembaga di bawah
Perserikatan Bangsa-Bangsa” antara lain Food
and Agricultural Organization, World Health
62
Organization, United Nations Development
Programme, I nternational Labour Organization,
World Food Programme, dan United Nations
Framework Convention on Climate Change.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “lembaga multilateral”
antara lain Bank Dunia, Bank Pembangunan
Asia, Bank Pembangunan Islam, dan Lembaga
Regional seperti Association of Southeast Asian
Nations, Europe Union.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “lembaga keuangan
asing” antara lain Perbankan Internasional.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “lembaga non
keuangan asing” antara lain perusahaan swasta
internasional, organisasi non pemerintah
Internasional, dan perguruan tinggi yang
berkedudukan di Luar Negeri.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 51
Huruf a
Yang dimaksud dengan “mendukung program
pembangunan nasional”, termasuk Hibah yang
diteruskan kepada Pemerintah Daerah, antara lain:
63
1.
meningkatkan kapasitas
sumber daya manusia;
2.
menunjang peningkatan fungsi pemerintahan;
3.
menunjang penyediaan pelayanan dasar umum;
4.
meningkatkan
teknologi;
5.
mendukung sumber daya alam, lingkungan
hidup, dan budaya; dan
6.
mendukung kegiatan antisipasi dampak climate
change.
transfer
kelembagaan
pengetahuan
dan
dan
Huruf b
Yang dimaksud dengan “mendukung penanggulangan
bencana alam dan bantuan kemanusiaan” adalah
termasuk penanggulangan pada saat bencana dan
setelah kejadian bencana (pasca bencana) untuk
pemulihan (recovery).
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam melakukan penilaian kegiatan dapat dilakukan
koordinasi dengan Intansi Pengusul, Kementerian
Keuangan, dan calon Pemberi Hibah.
64
Ayat (3)
Dalam rangka penyusunan DRKH, Menteri
Perencanaan dapat melakukan identifikasi calon
Pemberi Hibah, melakukan komunikasi dan konsultasi
secara berkala dengan Calon Pemberi Hibah untuk
memperoleh informasi tentang kegiatan yang dapat
dibiayai oleh masing-masing calon Pemberi Hibah
serta dapat melakukan langkah-langkah koordinasi
lebih lanjut dengan calon Pemberi Hibah untuk
meningkatkan kesiapan kegiatan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Menteri/Pimpinan Lembaga
terkait dalam ayat ini adalah Menteri Sekretaris
Negara, Menteri Luar Negeri, dan Menteri/Pimpinan
Lembaga teknis.
Ayat (4)
Tanggapan tertulis dimaksudkan untuk memastikan
terpenuhinya prinsip penerimaan Hibah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan penggunaan Hibah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51.
65
Pasal 57
Ayat (1)
Hibah yang bersumber dari luar negeri yang dapat
dipinjamkan adalah Hibah yang dalam perjanjian
Hibahnya dapat dijadikan sebagai dana bergulir
(revolving fund).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Ketentuan dan persyaratan Perjanjian Pinjaman
Hibah dan Penerusan Hibah meliputi antara
lain tingkat bunga, jangka waktu penarikan,
ketentuan
atau
persyaratan
penarikan,
pengefektifan pinjaman, masa pembayaran
(repayment), dan jatuh tempo (maturity date).
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “instansi terkait lainnya”
adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
66
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
dan Bank Indonesia.
Pasal 58
Ayat (1)
Penerusan Hibah kepada Pemerintah Daerah
dicatat dalam APBN sebagai Belanja Hibah dan
dicatat dalam APBD sebagai Penerimaan Hibah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Perundingan dapat dilakukan dengan cara tatap
muka atau korespondensi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Kuasa diberikan kepada pejabat di lingkungan
Kementerian Keuangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “instansi terkait” adalah
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
67
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,
dan Bank Indonesia.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Yang dimaksud dengan “instansi terkait lainnya” adalah
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan Bank
Indonesia.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
68
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Perjanjian induk dapat dilanjutkan dengan
membuat satu atau beberapa perjanjian Pinjaman
Luar Negeri atau kontrak pengadaan barang dan
jasa sesuai dengan persyaratan yang tercantum
dalam perjanjian induk.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
69
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Ayat (1)
Dana yang harus disediakan oleh Kementerian
Negara/Lembaga merupakan bagian dari pagu
anggaran tahunan Kementerian Negara/Lembaga
yang bersangkutan. Sedangkan dana yang harus
disediakan oleh Pemerintah Daerah berasal dari
APBD dan BUMN berasal dari anggaran BUMN yang
bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas .
70
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN
NOMOR 5202987
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
71
72
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2012
TENTANG
HIBAH DAERAH
73
74
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2012
TENTANG
HIBAH DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pengelolaan hibah daerah serta
menyesuaikan dengan perkembangan
kebutuhan
pelaksanaan
kewenangan
daerah dalam rangka hubungan keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, perlu mengatur kembali mengenai
hibah daerah sebagaimana yang telah
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada
Daerah;
b.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Hibah Daerah;
75
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);
3.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4438);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HIBAH
DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
76
Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah.
3.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya
disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan
Pemerintahan Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat.
4.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya
disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan
Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama
oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
5.
Pinjaman Luar Negeri adalah setiap pembiayaan melalui
utang yang diperoleh Pemerintah dari pemberi pinjaman
luar negeri yang dituangkan dalam perjanjian pinjaman dan
tidak berbentuk surat berharga negara, yang dibayar kembali
dengan persyaratan tertentu.
6.
Pemberi Pinjaman Luar Negeri adalah
memberikan pinjaman kepada Pemerintah.
7.
Perjanjian Pinjaman Luar Negeri adalah kesepakatan tertulis
mengenai pinjaman antara Pemerintah dan Pemberi Pinjaman
Luar Negeri.
8.
Pemberi Hibah Luar Negeri adalah pemerintah negara asing,
lembaga multilateral, lembaga keuangan dan lembaga non
keuangan asing, serta lembaga keuangan non asing, yang
berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah
Negara Republik Indonesia yang memberikan hibah kepada
Pemerintah.
9.
Perjanjian Hibah Luar Negeri adalah kesepakatan tertulis
mengenai hibah luar negeri antara Pemerintah dan Pemberi
Hibah Luar Negeri yang dituangkan dalam perjanjian atau
bentuk lain yang dipersamakan.
kreditor
yang
77
10. Hibah Daerah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas
sesuatu dari Pemerintah atau pihak lain kepada Pemerintah
Daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian.
11. Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang dan jasa yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik.
12.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pasal 2
Hibah Daerah meliputi:
a.
Hibah kepada Pemerintah Daerah;
b.
Hibah dari Pemerintah Daerah.
BAB II
BENTUK DAN SUMBER HIBAH
Pasal 3
Hibah Daerah dapat berbentuk uang, barang, dan/atau jasa.
Pasal 4
(1)
78
Hibah kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf a dapat berasal dari:
a.
Pemerintah;
b.
badan, lembaga, atau organisasi dalam negeri; dan/atau
c.
kelompok masyarakat atau perorangan dalam negeri.
(2) Hibah kepada Pemerintah Daerah yang berasal dari Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bersumber dari
APBN.
(3) Hibah dari Pemerintah yang bersumber dari APBN sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a.
penerimaan dalam negeri;
b.
hibah luar negeri; dan
c.
Pinjaman Luar Negeri.
Pasal 5
Hibah kepada Pemerintah Daerah yang bersumber dari luar negeri
dilakukan melalui Pemerintah.
Pasal 6
(1) Hibah kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf a merupakan salah satu sumber penerimaan
Daerah untuk mendanai penyelenggaraan urusan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah dalam kerangka hubungan
keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(2) Hibah kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diteruskan kepada badan usaha milik
daerah.
(3) Hibah kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diprioritaskan untuk penyelenggaraan Pelayanan
Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Hibah kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan stabilitas
dan keseimbangan fiskal.
79
Pasal 7
Hibah dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 huruf b harus dilaksanakan sesuai dengan asas pengelolaan
keuangan daerah.
Pasal 8
(1) Hibah dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf b dapat diberikan kepada:
a.
Pemerintah;
b.
Pemerintah Daerah lain;
c.
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah;
dan/atau
d.
badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang
berbadan hukum Indonesia.
(2) Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan
ketentuan:
a.
Hibah dimaksud sebagai penerimaan negara; dan/atau
b.
hanya untuk mendanai kegiatan dan/atau penyediaan
barang dan jasa yang tidak dibiayai dari APBN.
(3) Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah
lain, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c,
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 9
(1) Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah atau
sebaliknya dilaksanakan melalui mekanisme APBN dan APBD.
(2) Hibah Daerah dilakukan melalui perjanjian.
80
BAB III
PERENCANAAN HIBAH
Bagian Kesatu
Usulan Kegiatan Hibah yang Bersumber dari Luar Negeri
Pasal 10
(1) Rencana kegiatan yang dibiayai dari pemberian/penerusan
hibah yang bersumber dari Pinjaman Luar Negeri dan
hibah luar negeri diusulkan oleh menteri/pimpinan lembaga
pemerintah non kementerian kepada menteri yang membidangi
perencanaan.
(2) Menteri yang membidangi perencanaan melakukan penilaian
kelayakan usulan kegiatan yang diajukan oleh menteri/
pimpinan lembaga pemerintah non kementerian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Menteri yang membidangi perencanaan, berdasarkan penilaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menuangkan usulan
kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dalam Daftar
Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah.
(4) Menteri yang membidangi perencanaan, berdasarkan penilaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menuangkan usulan
kegiatan yang dibiayai dari hibah luar negeri dalam Daftar
Rencana Kegiatan Hibah.
(5) Menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian,
berdasarkan Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka
Menengah dan Daftar Rencana Kegiatan Hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) mengusulkan pembiayaan
kegiatan kepada Menteri.
(6) Menteri, berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) menetapkan jumlah alokasi peruntukan Pinjaman
81
Luar Negeri yang dihibahkan dan hibah luar negeri yang
diterushibahkan sebelum pelaksanaan perundingan dengan
calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri atau Pemberi Hibah Luar
Negeri.
Bagian Kedua
Kriteria Kegiatan
Pasal 11
(1) Usulan kegiatan hibah yang bersumber dari Pinjaman Luar
Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang merupakan
urusan Pemerintah Daerah dalam rangka pencapaian
sasaran program dan prioritas pembangunan nasional yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Usulan kegiatan hibah yang didanai dari hibah luar negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.
kegiatan yang menjadi urusan Pemerintah Daerah;
b.
kegiatan yang mendukung
nasional; dan/atau
c.
kegiatan tertentu yang secara spesifik ditentukan oleh
calon Pemberi Hibah Luar Negeri.
program
pembangunan
(3) Usulan kegiatan hibah yang didanai dari penerimaan dalam
negeri harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
82
a.
kegiatan yang menjadi urusan Pemerintah Daerah atau
untuk kegiatan peningkatan fungsi pemerintahan, layanan
dasar umum, dan pemberdayaan aparatur Pemerintah
Daerah;
b.
kegiatan lainnya sebagai akibat kebijakan Pemerintah
yang mengakibatkan penambahan beban pada APBD;
c.
kegiatan tertentu yang merupakan kewenangan Daerah
yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan
berskala nasional atau internasional; dan/atau
d.
kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
BAB IV
PEMBERIAN/PENERUSAN HIBAH
DARI PEMERINTAH KEPADA PEMERINTAH DAERAH
Pasal 12
(1) Menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian dapat
mengusulkan besaran hibah dan daftar nama Pemerintah
Daerah yang diusulkan sebagai penerima hibah kepada
Menteri berdasarkan penetapan Pemerintah untuk hibah
kepada Pemerintah Daerah yang bersumber dari penerimaan
dalam negeri.
(2) Menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian
mengusulkan besaran hibah dan daftar nama Pemerintah
Daerah yang diusulkan sebagai penerima hibah kepada Menteri
berdasarkan penetapan Menteri atas alokasi peruntukkan
pinjaman luar negeri dan hibah luar negeri.
(3) Pengusulan Pemerintah Daerah sebagai penerima hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan
mempertimbangkan:
a.
kapasitas fiskal daerah;
b.
Daerah yang ditentukan oleh Pemberi Hibah Luar Negeri;
c.
Daerah yang memenuhi persyaratan yang ditentukan
oleh kementerian negara/lembaga pemerintah non
kementerian terkait; dan/atau
d.
Daerah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
83
Pasal 13
(1) Kapasitas fiskal daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (3) huruf a dituangkan dalam peta kapasitas fiskal
Daerah.
(2) Peta kapasitas fiskal Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Menteri secara berkala.
Pasal 14
(1) Menteri menerbitkan surat penetapan pemberian hibah
kepada masing-masing Pemerintah Daerah setelah dasar
pemberian hibah yang bersumber dari penerimaan dalam
negeri ditetapkan oleh Pemerintah dan pagunya ditetapkan
dalam APBN berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (1).
(2) Menteri menerbitkan surat penetapan pemberian hibah
kepada masing-masing Pemerintah Daerah setelah Perjanjian
Pinjaman Luar Negeri ditandatangani dan pagunya ditetapkan
dalam APBN berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (2).
(3) Menteri menerbitkan surat persetujuan penerusan hibah kepada
masing-masing Pemerintah Daerah setelah Perjanjian Hibah
Luar Negeri ditandatangani berdasarkan usulan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).
(4) Berdasarkan surat penetapan pemberian hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan penandatanganan
perjanjian Hibah Daerah.
(5) Berdasarkan surat penerusan hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan penandatanganan perjanjian penerusan
hibah.
84
BAB V
PERJANJIAN HIBAH
Pasal 15
(1) Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (4) ditandatangani antara Menteri atau pejabat yang
diberi kuasa dan Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat
yang diberi kuasa.
(2) Perjanjian penerusan hibah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (5) ditandatangani antara Menteri atau pejabat
yang diberi kuasa dan Gubernur atau Bupati/Walikota atau
pejabat yang diberi kuasa.
Pasal 16
(1) Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1) huruf a ditandatangani antara kepala daerah atau
pejabat yang diberi kuasa dan Menteri atau pejabat yang diberi
kuasa.
(2) Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1) huruf b ditandatangani oleh masing-masing kepala
daerah atau pejabat yang diberi kuasa.
(3) Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1) huruf c ditandatangani oleh kepala daerah atau
pejabat yang diberi kuasa dan pimpinan badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah.
(4) Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1) huruf d ditandatangani oleh kepaladaerah atau
pejabat yang diberi kuasa dan pimpinan badan, lembaga, atau
organisasi kemasyarakatan.
85
Pasal 17
(1) Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1), Pasal 16, dan Perjanjian Penerusan Hibah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) paling sedikit
memuat:
a.
tujuan;
b.
jumlah;
c.
sumber;
d.
penerima;
e.
persyaratan;
f.
tata cara penyaluran;
g.
tata cara pelaporan dan pemantauan;
h.
hak dan kewajiban pemberi dan penerima; dan
i.
sanksi.
(2) Salinan perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib disampaikan oleh:
a.
Menteri kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan
kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian
terkait, dalam hal hibah diberikan oleh Pemerintah.
b.
kepala daerah kepada Menteri, Badan Pemeriksa
Keuangan, dan pimpinan kementerian negara/lembaga
pemerintah non kementerian terkait, dalam hal hibah
diberikan oleh Pemerintah Daerah.
(3) Salinan perjanjian penerusan hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib disampaikan oleh Menteri kepada
Badan Pemeriksa Keuangan, kementerian negara/lembaga
pemerintah non kementerian terkait dan Pemberi Pinjaman
Luar Negeri atau Pemberi Hibah Luar Negeri.
(4) Dalam hal Perjanjian Pinjaman Luar Negeri, atau Perjanjian
Hibah Luar Negeri mengalami perubahan, maka perjanjian
86
Hibah Daerah atau perjanjian penerusan hibah harus
disesuaikan.
(5) Salinan perjanjian Hibah Daerah dan/atau perjanjian penerusan
hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
diumumkan dalam Berita Daerah.
BAB VI
PENGANGGARAN HIBAH
Pasal 18
(1) Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dianggarkan
dalam APBN sebagai Bagian Anggaran Bendahara Umum
Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Dalam hal APBN telah ditetapkan, penerushibahan kepada
Pemerintah Daerah yang bersumber dari hibah luar negeri
dapat dilaksanakan untuk kemudian dianggarkan dalam
perubahan APBN.
(3) Dalam hal hibah luar negeri diterima setelah APBN Perubahan
ditetapkan, penerushibahan kepada Pemerintah dapat
dilaksanakan untuk kemudian dilaporkan dalam Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat.
Pasal 19
(1) Penerimaan hibah oleh Pemerintah Daerah dianggarkan
dalam Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah sebagai
jenis pendapatan hibah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Penggunaan dana hibah dianggarkan sebagai belanja dan/atau
pengeluaran pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
87
(3) Dalam hal APBD telah ditetapkan, penggunaan dana hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan
untuk kemudian dianggarkan dalam Perubahan APBD.
(4) Dalam hal Perubahan APBD telah ditetapkan, penggunaan
dana hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilaksanakan untuk kemudian dilaporkan dalam Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah.
Pasal 20
(1) Berdasarkan perjanjian Hibah Daerah/perjanjian penerusan
hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan
ayat (2), Menteri menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Perjanjian Hibah Daerah/perjanjian penerusan hibah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2)
digunakan oleh Pemerintah Daerah sebagai dasar penerbitan
dokumen pelaksanaan anggaran atau dokumen lain yang
dipersamakan.
Pasal 21
(1) Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah, Pemerintah
Daerah lain, badan usaha milik daerah, badan usaha milik
negara, masyarakat, dan/atau organisasi kemasyarakatan
yang berbadan hukum Indonesia dikelola sesuai dengan
mekanisme APBD.
(2) Hibah dari Pemerintah Daerah dapat dianggarkan apabila
Pemerintah Daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja
urusan wajib guna memenuhi standar pelayanan minimum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundangundangan.
88
BAB VII
PENYALURAN HIBAH
Bagian Kesatu
Penyaluran Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah
Berupa Uang
Pasal 22
(1) Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah disalurkan
berdasarkan permintaan penyaluran dana dari Pemerintah
Daerah.
(2) Hibah kepada Pemerintah Daerah dapat disalurkan secara
bertahap sesuai dengan capaian kinerja.
(3) Penyaluran hibah kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk
uang yang bersumber dari penerimaan dalam negeri dilakukan
melalui pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke
dalam Rekening Kas Umum Daerah.
(4) Penyaluran hibah kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk
uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersumber
dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri dilakukan melalui:
a. pemindah bukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke
Rekening Kas Umum Daerah;
b. pembayaran langsung;
c. rekening khusus;
d. letter of credit(L/C); atau
e. pembiayaan pendahuluan.
(5) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyediakan dana
pendamping atau kewajiban lain yang dipersyaratkan, maka
penyaluran dana hibah tidak dapat dilakukan.
(6) Dalam hal penyaluran hibah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan ayat (4) melibatkan kementerian negara/
89
lembaga pemerintah non kementerian, penyaluran hibah
dilakukan setelah mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari
kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran hibah
dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk
uang diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 23
Dana hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah untuk
kegiatan yang belum selesai dilaksanakan, ditampungd alam
dokumen pelaksanaan anggaran Daerah tahun berikutnya.
Bagian Kedua
Penyaluran Hibah Berupa Barang dan Jasa
Pasal 24
(1) Penyaluran hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa
dilaksanakan berdasarkan perjanjian dan kelayakan barang
dan/atau jasa.
(2) Penyaluran barang dan/atau jasa yang bersumber dari hibah
luar negeri kepada Pemerintah Daerah dapat dilaksanakan
oleh Pemberi Hibah Luar Negeri setelah penandatanganan
perjanjian penerusan hibah.
(3) Penyaluran barang dan/atau jasa yang bersumber dari hibah luar
negeri kepada badan usaha milik daerah dapat dilaksanakan
oleh Pemberi Hibah Luar Negeri melalui Pemerintah Daerah
setelah penandatanganan perjanjian penerusan hibah.
Pasal 25
(1) Penyaluran barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) dituangkan dalam berita
90
acara serah terima yang ditandatangani oleh Pemberi Hibah
Luar Negeri atau pihak yang dikuasakan dan Pemerintah
Daerah.
(2) Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibuat setelah mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari
kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian.
(3) Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaporkan oleh Pemerintah Daerah kepada Menteri.
(4) Salinan berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digunakan sebagai dasar pencatatan dalam Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah.
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran hibah barang
dan/atau jasa kepada Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Ketiga
Penyaluran Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah
Pasal 27
(1) Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah berupa
uang disalurkan melalui Menteri atau kuasanya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah berupa
barang atau jasa diterima oleh Menteri atau kuasanya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
91
BAB VIII
PENATAUSAHAAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI, SERTA
PELAPORAN
Bagian Kesatu
Penatausahaan
Pasal 28
(1) Pemerintah Daerah melaksanakan penatausahaan atas
realisasi hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa.
(2) Realisasi hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat
dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
(3) Dalam hal hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diteruskan kepada badan usaha milik daerah, dicatat dalam
laporan keuangan badan usaha milik daerah.
Bagian Kedua
Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan
Pasal 29
(1) Gubernur, bupati, atau walikota menyampaikan laporan triwulan
pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari hibah kepada Menteri
dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian
terkait.
(2) Menteri dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah non
kementerian terkait berdasarkan laporan triwulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melakukan pemantauan dan evaluasi.
(3) Tata cara pemantauan, evaluasi, dan pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
92
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku perjanjian
penerusan hibah atau perjanjian Hibah Daerah yang telah dilakukan
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, tetap berlaku sampai
dengan berakhirnya perjanjian.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a.
Peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 57
Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577), dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah ini dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan
yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
b.
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah
Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4577), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 32
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
93
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Januari 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012
NOMOR5
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Perekonomian,
SETIO SAPTO NUGROHO
94
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2012
TENTANG
HIBAH DAERAH
I.
UMUM
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara mengamanatkan dengan tegas bahwa selain
berkewajiban mengalokasikan dana perimbangan, Pemerintah
dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah
Daerah atau sebaliknya. Pengalokasian dana perimbangan
dan pemberian pinjaman dan/atau hibah ini dilaksanakan
dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan
Keuangan
antara
Pemerintah
Pusat
dan Pemerintahan Daerah diatur bahwa dalam rangka
penyelenggaraan asas desentralisasi dan untuk mendanai
pelaksanaan otonomi Daerah, Pemerintah memberikan
sumber-sumber penerimaan kepada Pemerintah Daerah,
yang antara lain terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, dan Pinjaman Daerah sebagai salah satu
sumber pembiayaan. Selain itu, Pemerintah Daerah diberikan
juga peluang untuk memperoleh pendapatan lainnya, yaitu
pendapatan hibah sebagai lain-lain pendapatan.
Berdasarkan hal di atas, menjadi jelas bahwa pelaksanaan
kebijakan Hibah Daerah merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari penyelenggaraan asas desentralisasi dan
95
otonomi Daerah. Pemberian hibah oleh Pemerintah kepada
Pemerintah Daerah atau sebaliknya merupakan wujud
pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah yang merupakan suatu sistem
pendanaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan,
yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah serta pemerataan antar-Daerah
secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan
memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan Daerah,
sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta
tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk
pengelolaan dan pengawasan keuangannya.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara menetapkan bahwa untuk
mendanai dan mendukung kegiatan pembangunan dan
dalam rangka mencapai sasaran pembangunan, Pemerintah
dapat mengadakan pinjaman dan/atau menerima hibah
baik yang berasal dari dalam dan luar negeri. Sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah, perlu ditetapkan Peraturan
Pemerintah yang mengatur tata cara pemberian, penerimaan,
dan penggunaan hibah kepada Pemerintah Daerah, baikyang
bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Tata cara
pengadaan pinjaman dan penerimaan hibah serta penerusannya
yang bersumber dari Pinjaman Dalam Negeri dan/atau Pinjaman
Luar Negeri maupun dari Hibah Dalam Negeri dan/atau Hibah
Luar Negeri telah diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan namun untuk penerusan hibah kepada Pemerintah
Daerah belum diatur secara komprehensif. Dasar hukum yang
mengatur mengenai pemberian, penerimaan, dan penggunaan
hibah kepada Pemerintah Daerah tersebut telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah
Kepada Daerah. Namun dalam perkembangannya, ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang
96
Hibah Kepada Daerah masih memerlukan penyempurnaan
sehingga dapat secara responsif dalampengaturannya baik
terhadap berbagai sumber hibah, penyaluran hibah maupun
pengelolaan hibah. Sebagai upaya untuk melakukan perbaikan
dalam pengelolaan keuangan negara dan Daerah khususnya
terkait pengelolaan Hibah Daerah serta untuk mengakomodasi
kondisi dan perkembangan pelaksanaan hibah di Daerah, dan
adanya perubahan peraturan terkait pelaksanaan Hibah Daerah
menyebabkan penyempurnaan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah menjadi
sangat penting untuk dilakukan.
Melalui Peraturan Pemerintah ini, kebijakan Hibah Daerah
yang mencakup hibah kepada Pemerintah Daerah dan hibah
dari Pemerintah Daerah, diharapkan dapat dikelola dan
dilaksanakan sesuai dengan prinsip pengelolaan keuangan
yang baik sehingga Hibah Daerah harus dikelola secara tertib,
taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Pemerintah
dapat
memberikan
PemerintahDaerah atau sebaliknya.
hibah
kepada
Pasal 3
Yang dimaksud dengan “uang” adalah kas atau mata uang
asing.
97
Yang dimaksud dengan “barang” adalah barang habis
pakai dan barang modal yang dinilai dengan uang.
Yang dimaksud dengan “jasa” adalah bantuan teknis,
pendidikan, pelatihan, penelitian, tenaga ahli, dan lainnya
yang dinilai dengan uang.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Kewenangan Pemerintah Daerah dalam ketentuan
ini sejalan dengan pembagian urusan pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah
dapat diteruspinjamkan, diterushibahkan, dan/atau
dijadikan penyertaan modal kepada badan usaha
milik daerah dalam kerangka hubungan keuangan
antara Pemerintah Daerah dan badan usaha milik
daerah.
Ayat (3)
Penyelenggaraan Pelayanan Publik (Public Service
Obligations/PSO) merupakan prioritas pemberian/
penerusan hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah
Daerah. Penyelenggaraan Pelayanan Publik dapat
98
dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau dapat
dilimpahkan atau didelegasikan kepada pihak lain
seperti badan usaha milik daerah, badan/lembaga
swasta.
Ayat (4)
Pemberian/penerusan hibah kepada Pemerintah
Daerah
memperhatikan
stabilitas
kondisi
perekonomian nasional dan keseimbangan fiskal
antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta
antar-Daerah.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “badan usaha milik
negara” adalah yang menyelenggarakan urusan
pelayanan publik.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya tumpang tindih pendanaan yang bersumber
dari APBN dan APBD.
99
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kegiatan” adalah bagian dari
program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit
kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur
pada suatu program dan terdiri atas sekumpulan
tindakan pengerahan sumber daya, berupa personal
(sumber daya manusia), barang modal termasuk
peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari
beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut
sebagai masukan (input) untuk menghasilkan
keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Daftar Rencana Pinjaman
Luar Negeri Jangka Menengah” adalah daftar
rencana kegiatan yang layak dibiayai dari Pinjaman
Luar Negeri untuk periode jangka menengah.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “Daftar Rencana Kegiatan
Hibah” adalah daftar rencana kegiatan yang layak
dibiayai dengan hibah dan telah mendapatkan
indikasi pendanaan dari pemberi hibah.
100
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “jumlah alokasi peruntukan”
adalah jumlah alokasi atas Pinjaman Luar Negeri
atau Hibah Luar Negeri yang akan diberikan
kepada penerima manfaat
seperti kementerian
negara/lembaga pemerintah non kementerian atau
diteruskan/diberikan kepada Pemerintah Daerah.
Pasal 11
Ayat (1)
Hibah yang bersumber dari Pinjaman Luar Negeri
tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan
investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka
penyediaan Pelayanan Publik yang menghasilkan
penerimaan langsung.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “urusan Pemerintah
Daerah” adalah urusan yang sangat mendasar
kepada masyarakat yang diselenggarakan
oleh Pemerintah Daerah yang diwujudkan
dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar,
pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan
fasilitas umum yang layak serta mengembangkan
sistem jaminan sosial.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
101
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kebijakan Pemerintah
yang mengakibatkan penambahan beban
pada APBD” adalah kebijakan yang ditetapkan
oleh Pemerintah untuk pencapaian prioritas
pembangunan nasional.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “peta kapasitas fiskal
Daerah”adalah gambaran kapasitas fiskal yang
dikelompokan berdasarkan indeks kapasitas fiskal
Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
102
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kepala daerah” adalah
gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah
kabupaten atau walikota bagi daerah kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
103
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”capaian kinerja” adalah
ukuran prestasi kerja yang telah dicapai dari
keadaan semula oleh Pemerintah Daerah dengan
mempertimbangkan faktor kualitas dan kuantitas
output.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Rekening Kas Umum
Negara” adalah rekening tempat penyimpanan uang
negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung
seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh
pengeluaran negara pada bank sentral.
Yang dimaksud dengan “Rekening Kas Umum
Daerah” adalah rekening tempat penyimpanan
uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/
walikota untuk menampung seluruh penerimaan
Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah
pada bank yang ditetapkan.
Yang dimaksud dengan ”pemindahbukuan” adalah
transfer dari Rekening Kas Umum Negara pada
APBN ke Rekening Kas Umum Daerah pada APBD.
Pemindah bukuan secara bertahap dari Rekening
Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah
bersifat penyediaan dana atau pembayaran atas
penyelesaian pekerjaan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
104
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “hibah melibatkan
kementerian negara/lembaga pemerintah non
kementerian” adalah hibah untuk mendanai kegiatan
yang merupakan satu kesatuan dengan kegiatan
di kementerian negara/lembaga pemerintah non
kementerian yang telah ditunjuk sebagai penanggung
jawab kegiatan secara keseluruhan.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Kelayakan fisik atas barang dan/atau jasa diperlukan
terkait dengan isi dari berita acara serah terima.
Ayat (2)
Penyerahan barang dan/atau jasa dapat diserahkan
oleh pihak yang ditunjuk donor kepada Pemerintah
Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
105
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN
NOMOR 5272
106
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 191/PMK.05/2011
TENTANG
MEKANISME PENGELOLAAN HIBAH
107
108
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 191/PMK.05/2011
TENTANG
MEKANISME PENGELOLAAN HIBAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
74 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan
Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah;
Mengingat
1.
:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);
109
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri Dan Penerimaan Hibah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5202);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5165);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG
MEKANISME PENGELOLAAN HIBAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1.
Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat K/L adalah
kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian
negara/lembaga negara.
2.
Pendapatan Hibah adalah setiap penerimaan Pemerintah Pusat
dalam bentuk uang, barang, jasa dan/atau surat berharga yang
diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali,
yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri, yang atas
110
pendapatan hibah tersebut, pemerintah mendapat manfaat
secara langsung yang digunakan untuk mendukung tugas dan
fungsi K/L, atau diteruskan kepada Pemerintah Daerah, Badan
Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah.
3.
Pendapatan Hibah Langsung adalah hibah yang diterima
langsung oleh K/L, dan/atau pencairan dananya dilaksanakan
tidak melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang
pengesahannya dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/
Kuasa Bendahara Umum Negara.
4.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat
DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun
oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang
disahkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
5.
Pemberi Hibah adalah pihak yang berasal dari dalam negeri
atau luar negeri yang memberikan hibah kepada Pemerintah
Pusat.
6.
Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat
CaLK adalah bagian yang tak terpisahkan dari laporan
keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan pospos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang
memadai.
7.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN
adalah Menteri Keuangan.
8.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut
Kuasa BUN adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan pada
tingkat Pusat, dan Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara pada tingkat Daerah.
9.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya
disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal
Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku
111
Kuasa BUN Daerah yang bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
10. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang yang selanjutnya
disingkat DJPU adalah unit eselon I pada Kementerian
Keuangan yang bertindak sebagai Unit Akuntansi Pembantu
Bendahara Umum Negara Pengelola Hibah.
11. Rekening Hibah adalah rekening pemerintah lainnya yang
dibuka oleh K/L dalam rangka pengelolaan hibah langsung
dalam bentuk uang.
12. Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya
disingkat SP2HL adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang
ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan hibah langsung dan/
atau belanja yang bersumber dari hibah langsung.
13. Surat Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat
SPHL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa
BUN untuk mengesahkan Pendapatan Hibah Langsung dan/
atau belanja yang bersumber dari hibah langsung.
14. Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah
Langsung yang selanjutnya disingkat SP4HL adalah surat
yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan
pembukuan pengembalian saldo Pendapatan Hibah Langsung
kepada Pemberi Hibah.
15. Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah
Langsung yang selanjutnya disingkat SP3HL adalah surat yang
diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk mengesahkan
pengembalian hibah langsung kepada Pemberi Hibah.
16. Berita Acara Serah Terima yang selanjutnya disingkat BAST
adalah dokumen serah terima barang/jasa sebagai bukti
penyerahan dan peralihan hak/kepemilikan atas barang/jasa/
surat berharga dari Pemberi Hibah kepada penerima hibah.
112
17. Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung yang
selanjutnya disingkat SPTMHL adalah surat pernyataan
tanggung jawab penuh atas Pendapatan Hibah Langsung
dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung/belanja
barang untuk pencatatan persediaan dari hibah, belanja
modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnyadari hibah, dan
pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga
dari hibah.
18. Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung
Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya
disingkat SP3HL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat
lain yang ditunjuk untuk diajukan pengesahan Pendapatan
Hibah Langsung bentuk barang/jasa/surat berharga ke DJPU.
19. Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat
Berharga yang selanjutnya disingkat MPHL-BJS adalah surat
yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencatat/
membukukan Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/
jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pencatatan
persediaan dari hibah/belanja modal untuk pencatatan aset
tetap/aset lainnya dari hibah/pengeluaran pembiayaan untuk
pencatatanan surat berharga dari hibah.
20. Persetujuan Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk
Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disebut
Persetujuan MPHL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh
KPPN selaku Kuasa BUN Daerah sebagai persetujuan
untuk mencatat Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/
jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pencatatan
persediaan dari hibah, belanja modal untuk pencatatan aset
tetap/aset lainnya dari hibah, dan pengeluaran pembiayaan
untuk pencatatan surat berharga dari hibah.
21. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya
disingkat SPTJM adalah surat pernyataan yang dibuat oleh
113
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang
menyatakan bertanggungjawab penuh atas pengelolaan
seluruh
Pendapatan
Hibah
Langsung/pengembalian
Pendapatan Hibah Langsung dan belanja yang bersumber dari
hibah langsung/belanja barang untuk pencatatan persediaan
dari hibah/belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset
lainnya dari hibah/pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan
surat berharga dari hibah.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini
adalah:
a.
mekanisme pengelolaan hibah terencana;
b.
tata cara pengesahan hibah langsung dalam bentuk uang; dan
c.
tata cara pengesahan hibah langsung dalam bentuk barang/
jasa/surat berharga.
BAB III
KLASIFIKASI DAN MEKANISME
Pasal 3
(1) Klasifikasi hibah dapat dibedakan menurut bentuk hibah,
mekanisme pencairan hibah, dan sumber hibah.
(2) Berdasarkan bentuknya, hibah dibagi menjadi:
a.
hibah uang, terdiri diri:
1)
114
uang tunai; dan
2)
uang untuk membiayai kegiatan.
b. hibah barang/jasa; dan
c. hibah surat berharga
(3) Berdasarkan mekanisme pencairannya, hibah dibagi menjadi:
a. hibah terencana; dan
b. hibah langsung.
(4) Berdasarkan sumbernya, hibah dibagi menjadi:
a. hibah dalam negeri; dan
b. hibah luar negeri.
Pasal 4
Mekanisme perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan atas
pendapatan hibah terencana mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB IV
TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG DALAM
BENTUK UANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
Mekanisme pelaksanaan dan pelaporan atas hibah langsung dalam
bentuk uang dan belanja yang bersumber dari hibah langsung,
dilaksanakan melalui pengesahan oleh BUN/Kuasa BUN.
115
Pasal 6
Pengesahan pendapatan dan belanja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a.
pengajuan permohonan nomor register;
b.
pengajuan persetujuan pembukaan Rekening Hibah;
c.
penyesuaian pagu hibah dalam DIPA; dan
d.
pengesahan Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk uang
dan belanja yang bersumber dari hibah langsung.
Bagian Kedua
Pengajuan Permohonan Nomor Register
Pasal 7
(1) Menteri/pimpinan lembaga/kepala kantor/Satuan Kerja (Satker)
selaku Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) mengajukan permohonan nomor register atas hibah
langsung bentuk uang kepada Direktur Jenderal Pengelolaan
Utang c.q. Direktur Evaluasi Akuntansi dan Setelmen.
(2) Permohonan nomor register sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilampiri:
a. perjanjian hibah (grant agreement) atau dokumen lain
yang dipersamakan; dan
b. ringkasan hibah (grant summary).
(3) DJPU memberikan nomor register kepada K/L dengan tembusan
kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB).
(4) DJPU menyampaikan rekapitulasi nomor register kepada
DJPB setiap triwulan.
(5) Surat permohonan nomor register dan ringkasan hibah disusun
sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
dan Lampiran II yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri Keuangan ini.
116
Bagian Ketiga
Pengelolaan Rekening Hibah
Pasal 8
(1) Menteri/pimpinan lembaga selaku PA mengajukan permohonan
persetujuan pembukaan Rekening Hibah kepada BUN/Kuasa
BUN dalam rangka pengelolaan hibah langsung dalam bentuk
uang.
(2) Dalam hal hibah langsung dalam bentuk uang diterima oleh
BUN/Kuasa BUN, maka BUN/Kuasa BUN membuka dan
menetapkan rekening tersebut sebagai Rekening Hibah.
(3) Permohonan persetujuan pembukaan rekening sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilampiri surat pernyataan penggunaan
rekening sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan
mengenai pengelolaan rekening milik K/L/kantor/Satker.
(4) Atas dasar persetujuan pembukaan rekening dari BUN/Kuasa
BUN, Menteri/pimpinan lembaga/kepala kantor/Satker selaku
PA/KPA membuka Rekening Hibah untuk mendanai kegiatan
yang disepakati dalam Perjanjian Hibah atau dokumen yang
dipersamakan.
(5) Pengelolaan Rekening Hibah dilaksanakan oleh Bendahara
Pengeluaran Satker berkenaan yang dapat dibantu oleh
Bendahara Pengeluaran Pembantu.
(6) Rekening Hibah yang telah dibuka sebelum berlakunya
Peraturan Menteri Keuangan ini wajib dilaporkan dan
dimintakan persetujuan kepada BUN/Kuasa BUN sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pengelolaan
Rekening Milik K/L/kantor/Satker.
(7) K/L dapat langsung menggunakan uang yang berasal dari hibah
langsung tanpa menunggu terbitnya persetujuan pembukaan
Rekening Hibah.
117
Pasal 9
(1) Rekening Hibah yang sudah tidak digunakan sesuai dengan
tujuan pembukaannya wajib ditutup oleh menteri/pimpinan
lembaga/kepala kantor/Satker dan saldonya disetor ke
Rekening Kas Umum Negara (RKUN), kecuali ditentukan lain
dalam perjanjian hibah atau dokumen yang dipersamakan.
(2) Tata cara penyetoran dan pencatatan penyetoran saldo
Rekening Hibah ke RKUN diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan.
(3) Jasa giro/bunga yang diperoleh dari Rekening Hibah disetor
ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP), kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Hibah atau
dokumen yang dipersamakan.
Pasal 10
BUN/Kuasa BUN Pusat/Kuasa BUN Daerah dapat melakukan
monitoring atas pengelolaan Rekening Hibah.
Bagian Keempat
Penyesuaian Pagu Hibah Dalam DIPA
Pasal 11
(1) PA/KPA pada K/L melakukan penyesuaian pagu belanja yang
bersumber dari hibah langsung dalam bentuk uang dalam DIPA
K/L.
(2) DJPU melakukan penyesuaian pagu Pendapatan Hibah dalam
DIPA Bagian Anggaran 999.02 berdasarkan rencana penarikan
hibah.
(3) Penyesuaian pagu belanja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui revisi DIPA yang diajukan kepada Direktur
Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah (Kanwil)
118
DJPB untuk disahkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan
mengenai tata cara revisi anggaran.
(4) Penyesuaian pagu belanja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah sebesar yang direncanakan akan dilaksanakan
sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan, paling tinggi
sebesar perjanjian hibah atau dokumen yang dipersamakan.
(5) Penyesuaian pagu pendapatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dilakukan melalui revisi DIPA yang diajukan kepada
Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk disahkan sesuai
ketentuan perundang-undangan.
(6) Revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
menambah pagu DIPA tahun anggaran berjalan.
(7) Hibah langsung yang sudah diterima tetapi belum dilakukan
penyesuaian pagu DIPA diproses melalui mekanisme revisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) pada
kesempatan pertama.
(8) K/L dapat langsung menggunakan uang yang berasal dari
hibah langsung tanpa menunggu terbitnya revisi DIPA.
Pasal 12
(1) Dalam hal terdapat sisa pagu belanja yang bersumber dari
hibah langsung dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan
pada DIPA K/L tahun anggaran berjalan yang akan digunakan
pada tahun anggaran berikutnya, dapat menambah pagu
belanja DIPA tahun anggaran berikutnya.
(2) Penambahan pagu DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) setinggi-tingginya sebesar sisa uang yang bersumber dari
hibah pada akhir tahun berjalan.
(3) Penambahan pagu DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui mekanisme revisi yang diajukan oleh PA/
KPA kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kanwil
DJPB sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
119
(4) Untuk Pendapatan Hibah Langsung yang bersifat tahun jamak
(multiyears), pelaksanaan revisi penambahan pagu DIPA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digabungkan
dengan revisi penambahan pagu DIPA dari rencana penerimaan
hibah langsung tahun berikutnya.
Bagian Kelima
Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung Dalam Bentuk Uang
Dan Belanja Yang Bersumber Dari Hibah langsung
Pasal 13
(1) PA/KPA mengajukan SP2HL atas seluruh Pendapatan Hibah
Langsung yang bersumber dari luar negeri dalam bentuk uang
sebesar yang telah diterima dan belanja yang bersumber dari
hibah langsung yang bersumber dari luar negeri sebesar yang
telah dibelanjakan pada tahun anggaran berjalan kepada
KPPN Khusus Jakarta VI.
(2) PA/KPA mengajukan SP2HL atas seluruh Pendapatan Hibah
Langsung yang bersumber dari dalam negeri dalam bentuk
uang sebesar yang telah diterima dan belanja yang bersumber
dari hibah langsung yang bersumber dari dalam negeri sebesar
yang telah dibelanjakan pada tahun anggaran berjalan kepada
KPPN mitra kerjanya.
(3) Batas waktu penyampaian surat perintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan.
(4) Atas Pendapatan Hibah Langsung bentuk uang dan/atau
belanja yang bersumber dari hibah langsung, PA/KPA membuat
dan menyampaikan SP2HL ke KPPN dengan dilampiri:
120
a.
copy Rekening atas Rekening Hibah;
b.
SPTMHL;
c.
SPTJM; dan
d.
copy surat persetujuan pembukaan rekening untuk
pengajuan SP2HL pertama kali.
(5) Atas dasar SP2HL sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
KPPN menerbitkan SPHL dalam rangkap 3 (tiga) dengan
ketentuan:
a.
lembar ke-1, untuk PA/KPA;
b.
lembar ke-2, untuk DJPU dengan dilampiri copy SP2HL;
dan
c.
lembar ke-3, untuk pertinggal KPPN.
(6) Atas dasar SPHL, KPPN membukukan Pendapatan Hibah
Langsung dan belanja yang bersumber dari hibah langsung
serta saldo kas di K/L dari hibah.
(7) Atas dasar SPHL yang diterima dari KPPN, DJPU membukukan
Pendapatan Hibah Langsung.
(8) Atas dasar SPHL yang diterima dari KPPN, PA/KPA
membukukan belanja yang bersumber dari hibah langsung
dan saldo kas di K/L dari hibah.
Bagian Keenam
Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung Bentuk
Uang
Pasal 14
(1) Sisa uang yang bersumber dari hibah langsung dalam bentuk
uang, dapat dikembalikan kepada Pemberi Hibah sesuai
perjanjian hibah atau dokumen yang dipersamakan.
(2) Atas pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA/
KPA mengajukan SP4HL kepada KPPN Khusus Jakarta VI
dalam hal hibah berasal dari luar negeri.
121
(3) Atas pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA/
KPA mengajukan SP4HL kepada KPPN mitra kerjanya dalam
hal hibah berasal dari dalam negeri.
(4) Batas waktu penyampaian surat perintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(5) Atas pengembalian Pendapatan Hibah Langsung bentuk
uang, PA/KPA membuat dan menyampaikan SP4HL ke KPPN
dengan dilampiri:
a.
copy rekening atas Rekening Hibah;
b.
copy bukti pengiriman/transfer kepada Pemberi Hibah;
dan
c.
SPTJM.
(6) Atas dasar SP4HL sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
KPPN menerbitkan SP3HL dalam rangkap 3 (tiga) dengan
ketentuan:
a.
lembar ke-1, untuk PA/KPA;
b.
lembar ke-2, untuk DJPU dengan dilampiri copy SP4HL;
dan
c.
lembar ke-3, untuk pertinggal KPPN.
(7) Atas dasar SP3HL, KPPN membukukan pengembalian
Pendapatan Hibah Langsung dan mengurangi saldo kas di K/L
dari hibah.
(8) Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN untuk pendapatan
hibah tahun berjalan, DJPU membukukan pengembalian
Pendapatan Hibah Langsung sebagai pengurang realisasi
pendapatan hibah.
(9) Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN untuk pendapatan
hibah tahun yang lalu, DJPU tidak melakukan pencatatan,
namun diungkapkan dalam CaLK.
122
(10) Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN, PA/KPA
membukukan pengurangan saldo kas di K/L dari hibah.
(11) Saldo kas di K/L dari hibah tidak boleh bernilai negatif.
BAB V
TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG DALAM
BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
Bagian Kesatu
Ketentuan Umum
Pasal 15
(1) Mekanisme pelaksanaan dan pelaporan atas Pendapatan Hibah
Langsung bentuk barang/jasa/surat berharga dilaksanakan
melalui pengesahan oleh DJPU.
(2) Mekanisme pelaksanaan dan pelaporan atas belanja barang
untuk pencatatan persediaan dari hibah/belanja modal untuk
pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah/pengeluaran
pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah
dilaksanakan melalui pencatatan oleh BUN/Kuasa BUN.
Pasal 16
Pengesahan pendapatan dan pencatatan belanja/pengeluaran
pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut:
a.
penandatanganan BAST
pendukung lainnya;
dan
penatausahaan
dokumen
b.
pengajuan permohonan nomor register;
c.
pengesahan Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/jasa/
surat berharga ke DJPU;
d.
pencatatan hibah bentuk barang/jasa/surat berharga ke KPPN.
123
Bagian Kedua
Penandatanganan Berita Acara Serah Terima dan Penatausahaan
Dokumen Pendukung Lainnya
Pasal 17
(1) Pimpinan K/L/Satker yang menerima hibah dalam bentuk
barang/jasa/surat berharga membuat dan menandatangani
BAST bersama dengan Pemberi Hibah.
(2) BAST sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling kurang
memuat:
a.
tanggal serah terima;
b.
pihak pemberi dan penerima hibah;
c.
tujuan penyerahan;
d.
nilai nominal;
e.
bentuk hibah; dan
f.
rincian harga per barang.
(3) Dokumen pendukung lain terkait penerimaan hibah harus
ditatausahakan oleh penerima hibah.
Bagian Ketiga
Pengajuan Permohonan Nomor Register
Pasal 18
(1) Menteri/pimpinan lembaga/kepala kantor/Satker selaku PA/
KPA mengajukan surat permohonan nomor register kepada
DJPU c.q. Direktur Evaluasi Akuntansi dan Setelmen.
(2) Surat permohonan nomor register dibuat sesuai format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang menjadi
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
124
(3) Permohonan nomor register sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilampiri:
a.
perjanjian hibah atau dokumen lain yang dipersamakan;
dan
b.
ringkasan hibah.
(4) Dalam hal tidak terdapat dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), permohonan nomor register dilampiri dengan:
a.
Berita Acara Penyerahan Hibah (BAPH); dan
b.
SPTMHL.
(5) BAPH sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) paling kurang
memuat:
a.
tanggal serah terima;
b.
pihak Pemberi dan Penerima;
c.
tujuan Penyerahan;
d.
nilai nominal;
e.
bentuk hibah; dan
f.
rincian harga per barang.
Bagian Keempat
Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung Dalam Bentuk Barang/
Jasa/Surat Berharga ke DJPU
Pasal 19
(1) Menteri/pimpinan lembaga/kepala kantor/Satker selaku PA/
KPA mengajukan SP3HL-BJS dalam rangkap 3 (tiga) kepada
DJPU c.q. Direktur Evaluasi Akuntansi dan Setelmen dengan
dilampiri:
a.
BAST; dan
b.
SPTMHL.
125
(2) Dalam SPTMHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, telah mencantumkan nilai barang/jasa/surat berharga yang
diterima dalam satuan mata uang Rupiah.
(3) Nilai barang/jasa/surat berharga sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diperoleh dari BAST/dokumen pendukung hibah
lainnya.
(4) Apabila nilai barang/jasa/surat berharga sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dalam mata uang asing, dikonversi ke
mata uang Rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia
pada tanggal BAST.
(5) Apabila dalam BAST atau dokumen pendukung hibah lainnya
tidak terdapat nilai barang/jasa/surat berharga, menteri/
pimpinan lembaga/kepala kantor/Satker selaku PA/KPA
penerima hibah melakukan estimasi nilai wajar atas barang/
jasa/surat berharga yang diterima.
Pasal 20
(1) DJPU mengesahkan SP3HL-BJS dalam rangkap 3 (tiga)
dengan ketentuan:
a.
lembar ke-1, untuk PA/KPA;
b.
lembar ke-2, untuk PA/KPA guna dilampirkan pada
pengajuan MPHL-BJS; dan
c.
lembar ke-3, untuk pertinggal DJPU.
(2) SP3HL-BJS dibuat sesuai format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri Keuangan ini.
126
Bagian Kelima
Pencatatan Hibah Dalam Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga ke
KPPN
Pasal 21
(1) PA/KPA mengajukan MPHL-BJS atas seluruh belanja barang
untuk pencatatan persediaan dari hibah/belanja modal
untuk pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah/
pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga
dari hibah dan Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/
jasa/surat berharga baik dari luar negeri maupun dari dalam
negeri sebesar nilai barang/jasa/surat berharga seperti yang
tercantum dalam SP3HL-BJS pada tahun anggaran berjalan
kepada KPPN mitra kerjanya.
(2) Batas waktu penyampaian memo pencatatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan.
(3) Atas belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah/
belanja modal untuk pencatatan aset tetap atau aset lainnya
dari hibah, PA/KPA membuat dan menyampaikan MPHL-BJS
ke KPPN dengan dilampiri:
a.
SPTMHL;
b.
SP3HL-BJS lembar kedua; dan
c.
SPTJM.
(4) Atas dasar MPHL-BJS sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
KPPN menerbitkan Persetujuan MPHL-BJS dalam rangkap 3
(tiga) dengan ketentuan:
a.
lembar ke-1, untuk PA/KPA;
b.
lembar ke-2, untuk DJPU c.q. Direktorat Evaluasi Akuntansi
dan Setelmen dengan dilampiri copy MPHL-BJS; dan
c.
lembar ke-3, untuk pertinggal KPPN.
127
(5) Atas dasar Persetujuan MPHL-BJS, KPPN membukukan
belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah/belanja
modal untuk pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah
dan Pendapatan Hibah.
(6) Atas dasar Persetujuan MPHL-BJS yang diterima dari KPPN,
PA/KPA membukukan belanja barang untuk pencatatan
persediaan dari hibah/belanja modal untuk pencatatan aset
tetap atau aset lainnya dari hibah.
Pasal 22
(1) Apabila menteri/pimpinan lembaga/kepala kantor/Satker
selaku PA/KPA penerima hibah tidak dapat menghasilkan
estimasi nilai wajar atas barang/jasa/surat berharga yang
diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5),
atas Pendapatan Hibah Langsung tidak diajukan permohonan
nomor register dan tidak dilakukan pengesahan baik ke DJPU
maupun ke KPPN.
(2) Atas Pendapatan Hibah Langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diungkapkan secara memadai pada CaLK.
BAB VI
SANKSI
Pasal 23
(1) K/L yang menerima hibah dalam bentuk uang, barang, jasa
dan surat berharga yang tidak mengajukan register dan/atau
pengesahan diberikan sanksi administrasi.
(2) Hibah yang diterima langsung oleh K/L dan tidak dikelola
sesuai Peraturan Menteri Keuangan ini menjadi tanggung
jawab penerima hibah.
128
BAB VII
PENDAPATAN HIBAH YANG INELIGIBLE
Pasal 24
(1) Apabila terjadi ineligible atas Pendapatan Hibah yang tidak
diajukan register dan/atau pengesahan oleh K/L, negara tidak
menanggung atas jumlah ineligible Pendapatan Hibah yang
bersangkutan.
(2) Apabila terjadi ineligible atas Pendapatan Hibah yang telah
diajukan register dan pengesahan oleh K/L, negara dapat
menanggung atas jumlah yang ineligible melalui DIPA K/L yang
bersangkutan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
(1) Terhadap Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk barang/
jasa/surat berharga yang telah diterima sebelum ditetapkannya
Peraturan Menteri Keuangan ini serta telah disahkan oleh
DJPU, tidak diperlukan pengesahan kembali berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Pendapatan Hibah Langsung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan pencatatan oleh KPPN dengan berpedoman
pada Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 26
Terhadap Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk barang/
jasa/surat berharga yang telah diterima sebelum ditetapkannya
Peraturan Menteri Keuangan ini namun belum disahkan oleh DJPU,
dilakukan pengesahan dan dengan berpedoman pada Peraturan
Menteri Keuangan ini.
129
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.05/2010 tentang Tata Cara
Pengesahan Realisasi Pendapatan Dan Belanja Yang Bersumber
Dari Hibah Luar Negeri/Dalam Negeri Yang Diterima Langsung
Oleh Kementerian/Lembaga Dalam Bentuk Uang, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 28
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 November 2011
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
130
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 763
Salinan sesuai aslinya
KEPALA BIRO UMUM
ub
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
GIARTO
NIP 195904201984021001
131
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
191/PMK.05/2011
TENTANG
MEKANISME
PENGELOLAAN PENERIMAAN HIBAH
(KOP SURAT)
KEMENTERIAN/LEMBAGA
Nomor
: …………….
Sifat
: …………….
Lampiran : …………….
Hal
: Permohonan Permintaan Nomor Register Hibah
Yth. Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Kementerian Keuangan
Menunjuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor: .....………/PMK.05/2011
tentang ………………………………….., dengan ini kami mengajukan permohonan
permintaan nomor register hibah untuk proyek/kegiatan ......(1)......... yang berasal
dan donor .........(2).................
Sebagai syarat permintaan nomor register terlampir kami sampaikan:
1.
Dokumen Perjanjian
dipersamakan;
Hibah
(Grant Agreement)/dokumen
2.
Ringkasan Hibah (Grant Summary).
lain
yang
Untuk memudahkan dalam penyampaian persetujuan nomor register,
persetujuan tersebut dapat disampaikan kepada ...............(3)...............................
Demikian disampaikan untuk dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Atas kerjasamanya yang baik diucapkan terima kasih.
........(4)...,.....(5)...............
...............(6).....................
..........(7)...........................
NIP ....................................
Tembusan :
........(8)...............
132
PETUNJUK PENGISIAN
PERMOHONAN NOMOR REGISTER HIBAH
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
MENTERI KEUANGAN
u.b.
ttd.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
GIARTO
NIP 195904201984021001
REPUBLIK INDONESIA,
133
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
191/PMK.05/2011 TENTANG MEKANISME
PENGELOLAAN PENERIMAAN HIBAH
RINGKASAN HIBAH (GRANT SUMMARY)
1.
Nama Hibah/Grant
:
2.
Nilai Hibah/Grant
:
3.
Mata Uang
:
4.
Nomor Hibah/Grant
:
5.
Nomor Referensi lain
:
6.
Tanggal Penandatanganan
:
7.
Kementerian Lembaga Penerima/Executing Agency :
8.
Implementing Agency/Beneficiary dan Kode Satker (bisa lebih dari satu)
9.
10.
a.
Nama
:
b.
Alamat
:
c.
Kode Satker
:
d.
Nomor Telepon/Faximile :
e.
E-mail
Kode Satker :
/
:
Donor/Pemberi Hibah :
a.
Negara
:
b.
Alamat
:
c.
Nomor Telepon/Faximile :
d.
E-mail
Sumber Pembiayaan
/
:
: â–¡ Lembaga Multilateral â–¡ Lembaga Bilateral
â–¡ Lembaga Swasta
â–¡ Perorangan
â–¡ Lainnya :
11.
Jenis Pembiayaan (Grant Purpose)
:
12.
Jenis Hibah
: â–¡ Terencana
13.
Penarikan Hibah
:
a.
Tatacara Penarikan
: â–¡ PP
b.
Rencana Penarikan/Disbursement Plan
134
â–¡ L/C
â–¡ Langsung
â–¡ PL
:
â–¡ Reksus
c.
Diterushibahkan
14.
Sektor Pembiayaan
15.
Lokasi/Alokasi Proyek :
16.
Tanggal Efektif/Effective Date :
Tanggal
Bulan
Tahun
17.
Tanggal Batas Waktu Pengefektifan/
Date Effective Limit
: Tanggal
Bulan
Tahun
18.
Tanggal Batas Penarikan/Closing
Date
: Tanggal
Bulan
Tahun
19.
Tanggal Penutupan Rekening/
Date of Closing Account
:
Bulan
Tahun
20.
Biaya:
21.
Ketentuan pengiriman NoD
:
22.
Persyaratan Pengefektifan/
Conditions Precedent for
Effectiveness
:
Tanggal
â–¡ Ada
â–¡ Tidak ada
135
23.
Nomor Registrasi Grant/Hibah :
(Diisi oleh Direktorat EAS)
24.
DMFAS Grant ID
(Diisi oleh Direktorat EAS)
:
Tempat, tanggal, bulan, tahun
Jabatan
Nama
NIP/NRP
136
PENJELASAN & PETUNJUK PENGISIAN
RINGKASAN HIBAH/GRANT SUMMARY
137
Salinan sesuai dengan aslinya
MENTERI KEUANGAN,
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
ttd.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
GIARTO
NIP 195904201984021001
138
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
191/PMK.05/2011 TENTANG MEKANISME
PENGELOLAAN PENERIMAAN HIBAH
KOP SURAT (1)
SURAT PERINTAH PENGESAHAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK
BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
TANGGAL......NOMOR.........
Yth. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang - Kementerian Keuangan RI
Cq. Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Seteirnen
Bersama ini disampaikan Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung
Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga sebagai dasar untuk mengesahkan dan
membukukan hibah yang diterima berupa Barang/Jasa/Surat Berharga dengan
rincian sebagai berikut:
Penerima Hibah
Bagian Anggaran/Eselon I
Kode dan Nama Satker
: (2)
: (3)
Pemberi Hibah
Negara Donor
: (4)
Nama Donor
: (5)
Nama Proyek
: (6)
Nomor & TgI Perjanjian Hibah : (7)
Nilai Hibah
: (8)
Rincian Pendapatan Hibah
Nomor register
Nilai realisasi Hibah
Bentuk Hibah
Akun
: (9)
: (10) equivalen Rp (11)
: â–¡ Barang â–¡ Jasa â–¡ Surat Berharga (12)
: (13)
Telah disahkan/dibukukan
(14),(15)
Tanggal............(17)
PA/KPA
TTD
TTD
NAMA (18)
(16)
NIP (19)
139
PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PERINTAH PENGESAHAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK
BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
140
Salinan sesuai dengan aslinya
MENTERI KEUANGAN,
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
ttd.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
GIARTO
NIP 195904201984021001
141
142
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 230/PMK.05/2011
TENTANG
SISTEM AKUNTANSI HIBAH
143
144
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 230/PMK.05/2011
TENTANG
SISTEM AKUNTANSI HIBAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
12 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem
Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah
Pusat,
telah
ditetapkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/
PMK.05/2009 tentang Sistem Akuntansi
Hibah;
b.
bahwa sehubungan adanya perkembangan
terkait dengan peraturan perundangundangan dan transaksi hibah, perlu
dilakukan pengaturan kembali atas Sistem
Akuntansi Hibah sebagaimana diatur dalam
145
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/
PMK.05/2009;
Mengingat
:
c.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Sistem Akuntansi Hibah;
1.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri Dan Penerimaan Hibah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5202);
3.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/
PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi
Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah
Pusat;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
146
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG
SISTEM AKUNTANSI HIBAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1.
Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat K/L adalah
kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian
negara/lembaga negara.
2.
Sistem Akuntansi Hibah yang selanjutnya disebut SIKUBAH
adalah serangkaian prosedur manual dan terkomputerisasi
meliputi pengumpulan data, pengakuan, pencatatan,
pengikhtisaran, serta pelaporan posisi dan operasi hibah
pemerintah.
3.
Pendapatan Hibah adalah hibah yang diterima oleh Pemerintah
Pusat dalam bentuk uang, barang, jasa dan/atau surat berharga
yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar
kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri,
yang atas Pendapatan Hibah tersebut, Pemerintah mendapat
manfaat secara langsung yang digunakan untuk mendukung
tugas dan fungsi K/L atau diteruskan kepada Pemerintah
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik
Daerah.
4.
Belanja Hibah adalah setiap pengeluaran Pemerintah Pusat
dalam bentuk uang, barang, jasa dan/atau surat berharga
kepada Pemerintah Daerah, pemerintah lainnya atau
perusahaan daerah, yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta
tidak secara terus menerus.
5.
Pendapatan Hibah Langsung adalah hibah yang diterima
langsung oleh K/L, dan/atau pencairan dananya dilaksanakan
tidak melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara,
sehingga pengesahannya harus dilakukan oleh Bendahara
Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.
147
6.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat
DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun
oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan
disahkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara.
7.
Pemberi Hibah adalah pihak yang berasal dari dalam negeri
atau luar negeri yang memberikan hibah kepada Pemerintah
Pusat.
8.
Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan
informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit
dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran
yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya
dalam satu periode.
9.
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi
keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas dana pada
tanggal tertentu.
10. Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat
CaLK adalah bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan pospos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang
memadai.
11. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN
adalah Menteri Keuangan.
12. Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut
Kuasa BUN adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan pada
tingkat pusat, dan Kepala Kantor Pelayananan Perbendaharaan
Negara pada tingkat daerah.
13. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya
disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal
Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku Kuasa
BUN Daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan.
148
14. Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara yang selanjutnya
disingkat SA-BUN adalah serangkaian prosedur manual
maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data,
pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi
keuangan dan operasi keuangan yang dilaksanakan oleh
Menteri Keuangan selaku BUN.
15. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum
Negara Pengelola Hibah yang selanjutnya disebut UAKPA
BUN Pengelola Hibah adalah unit akuntansi yang melakukan
kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja di bawah
Bagian Anggaran BUN untuk transaksi Pendapatan Hibah dan/
atau Belanja Hibah.
16. Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara Pengelola
Hibah yang selanjutnya disebut UA-PBUN Pengelola Hibah
adalah unit akuntansi pembantu BUN yang melakukan kegiatan
penggabungan pelaporan keuangan unit akuntansi tingkat
pengguna anggaran untuk transaksi Pendapatan Hibah dan/
atau Belanja Hibah.
17. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang yang selanjutnya
disingkat DJPU adalah unit eselon I pada Kementerian
Keuangan yang bertindak sebagai UAP-BUN Pengelola Hibah.
18. Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi
keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/sub sistem
yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.
19. Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam
laporan keuangan, permintaan keterangan, dan analitik
yang harus menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawas
Internal Pemerintah untuk memberi keyakinan terbatas bahwa
tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas
laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan.
20. Rekening Hibah adalah rekening pemerintah lainnya yang
dibuka oleh K/L dalam rangka pengelolaan hibah langsung
dalam bentuk uang.
149
21. Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya
disingkat SP2HL adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna
Angaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang
ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan Pendapatan Hibah
Langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah
langsung.
22. Surat Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat
SPHL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa
BUN Daerah untuk mengesahkan Pendapatan Hibah Langsung
dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung.
23. Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah
Langsung yang selanjutnya disingkat SP4HL adalah surat
yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan
pembukuan pengembalian saldo Pendapatan Hibah Langsung
kepada Pemberi Hibah.
24. Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah
Langsung yang selanjutnya disingkat SP3HL adalah surat
yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN Daerah untuk
mengesahkan pengembalian Pendapatan Hibah Langsung
kepada Pemberi Hibah.
25. Berita Acara Serah Terima yang selanjutnya disingkat BAST
adalah dokumen serah terima barang/jasa sebagai bukti
penyerahan dan peralihan hak/kepemilikan atas barang/jasa/
surat berharga dari Pemberi Hibah kepada penerima hibah.
26. Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung yang
selanjutnya disingkat SPTMHL adalah surat pernyataan
tanggung jawab penuh atas Pendapatan Hibah Langsung dan/
atau belanja yang bersumber dari hibah langsung atau belanja
barang untuk pencatatan persediaan dari hibah atau belanja
modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya dari hibah atau
pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga
dari hibah.
150
27. Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung
Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya
disingkat SP3HL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat
lain yang ditunjuk untuk diajukan pengesahan Pendapatan
Hibah Langsung dalam bentuk barang/jasa/surat berharga ke
DJPU.
28. Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/
Surat Berharga yang selanjutnya disingkat MPHL-BJS adalah
surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk
mencatat/membukukan Pendapatan Hibah Langsung dalam
bentuk barang/jasa/surat berharga dan belanja barang untuk
pencatatan persediaan dari hibah atau belanja modal untuk
pencatatan aset tetap/aset lainnya dari hibah atau pengeluaran
pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah.
29. Persetujuan Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/
Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disebut Persetujuan
MPHL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku
Kuasa BUN Daerah sebagai persetujuan untuk mencatat
Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/jasa/surat
berharga dan belanja barang untuk pencatatan persediaan
dari hibah atau belanja modal untuk pencatatan aset tetap/
aset lainnya dari hibah atau pengeluaran pembiayaan untuk
pencatatan surat berharga dari hibah.
30. Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah
arsip data berupa Compact Disc, USB Flash Disk, atau media
penyimpanan digital lainnya yang berisikan data transaksi,
data buku besar, dan/atau data lainnya.
151
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini
adalah:
a.
akuntansi untuk Pendapatan Hibah; dan
b.
akuntansi untuk Belanja Hibah.
BAB III
KLASIFIKASI
Pasal 3
(1) Klasifikasi hibah dapat dibedakan menurut bentuk, mekanisme
pencairan, dan sumber hibah.
(2) Berdasarkan bentuknya, hibah dibagi menjadi :
a.
hibah uang, terdiri dari:
1)
uang tunai; dan
2)
uang untuk membiayai kegiatan;
b.
hibah barang/jasa; dan
c.
hibah surat berharga.
(3) Berdasarkan mekanisme pencairannya, hibah dibagi menjadi :
a.
hibah terencana; dan
b.
hibah langsung.
(4) Berdasarkan sumbernya, hibah dibagi menjadi:
152
a.
hibah dalam negeri; dan
b.
hibah luar negeri.
(5) Uraian secara rinci mengenai klasifikasi hibah dituangkan dalam
Modul SIKUBAH sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV
yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
Keuangan ini.
BAB IV
SISTEM AKUNTANSI HIBAH
Bagian Kesatu
Sistem Akuntansi
Pasal 4
(1) SIKUBAH merupakan subsistem dari SA-BUN.
(2) SIKUBAH menghasilkan laporan keuangan berupa Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca dan CaLK.
Pasal 5
Dalam rangka pelaksanaan SIKUBAH sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4, Menteri Keuangan selaku BUN menetapkan:
a.
DJPU selaku UA-PBUN;
b.
Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen, DJPU selaku
UAKPA-BUN untuk transaksi Pendapatan Hibah dan Belanja
Hibah; dan
c.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selaku UAKPABUN untuk transaksi Belanja Hibah kepada daerah.
Pasal 6
Dokumen sumber yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan
Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah adalah:
a.
Berita Acara Serah Terima;
153
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
DIPA dan/atau revisinya;
DIPA pengesahan;
Notice of disbursement (NoD);
SP2HL dan SPHL;
SP4HL dan SP3HL;
SP3HL-BJS;
MPHL-BJS;
Persetujuan MPHL-BJS;
Surat Setoran Pengembalian Belanja;
Surat Setoran Bukan Pajak; dan
Memo Penyesuaian.
Bagian Kedua
Pembukuan, Rekonsiliasi dan
Pelaporan Keuangan
Pasal 7
(1) UAKPA-BUN Pengelola Hibah membukukan dokumen sumber
transaksi keuangan atas Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah.
(2) Satuan kerja (Satker) di K/L membukukan dokumen sumber
transaksi keuangan atas:
a.
belanja yang bersumber dari hibah langsung bentuk uang;
b.
saldo kas di K/L dari hibah;
c.
belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah;
dan
d.
belanja modal untuk pencatatan aset tetap atau aset
lainnya dari hibah;
(3) UAKPA-BUN Pengelola Investasi Pemerintah membukukan
pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga
dari hibah.
154
Pasal 8
(1) UAKPA-BUN Pengelola Hibah melakukan Rekonsiliasi dengan
BUN/Kuasa BUN atas transaksi Pendapatan Hibah secara
semesteran dan Belanja Hibah secara bulanan.
(2) Satker melakukan Rekonsiliasi atas belanja yang bersumber
dari hibah dan belanja barang untuk pencatatan persediaan
dari hibah, belanja modal untuk pencatatan aset tetap atau aset
lainnya dari hibah, pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan
surat berharga dari hibah dengan KPPN secara bulanan.
(3) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi.
Pasal 9
(1) UAKPA-BUN Pengelola Hibah dan Satker menyusun laporan
keuangan yang telah direkonsiliasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a.
Laporan Realisasi Anggaran;
b.
Neraca; dan
c.
CaLK.
(3) Petunjuk teknis penyusunan laporan keuangan tingkat
UAKPA-BUN mengikuti ketentuan yang tercantum dalam
Modul SIKUBAH sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV
yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
Keuangan ini.
(4) Tata cara penyusunan laporan keuangan Satker mengikuti
ketentuan yang mengatur mengenai Sistem Akuntansi Instansi.
155
Pasal 10
(1) UAKPA-BUN Pengelola Hibah menyampaikan laporan
keuangan berupa LRA dan Neraca setiap bulan ke UA-PBUN.
(2) UAKPA-BUN wajib menyampaikan laporan keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) ke UA-PBUN
setiap semesteran dan tahunan.
Pasal 11
(1) UA-PBUN melakukan penggabungan laporan keuangan dari
UAKPA-BUN.
(2) UA-PBUN menyusun laporan keuangan tingkat UA-PBUN
berdasarkan hasil penggabungan laporan keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a. Laporan Realisasi Anggaran;
b. Neraca;
c. CaLK; dan
d. ADK.
Pasal 12
UA-PBUN menyampaikan laporan keuangan tingkat UA-PBUN
kepada UA-BUN setiap semesteran dan tahunan.
Bagian Ketiga
Akuntansi Hibah
Pasal 13
(1) Pendapatan Hibah dalam bentuk uang diakui pada saat kas
diterima atau pada saat pengesahan dilakukan oleh KPPN.
(2) Pendapatan Hibah dalam bentuk barang/jasa/surat berharga
diakui pada saat dilakukan pengesahan oleh DJPU.
156
(3) Pengembalian Pendapatan Hibah pada periode penerimaan,
dibukukan sebagai pengurang pendapatan.
(4) Pengembalian Pendapatan Hibah atas penerimaan tahun
anggaran yang lalu, dibukukan sebagai pengurang ekuitas
dana.
Pasal 14
(1) Pendapatan Hibah dalam bentuk uang dicatat sebesar nilai
nominal hibah yang diterima.
(2) Pendapatan Hibah dalam bentuk barang/jasa/surat berharga
dicatat sebesar nilai nominal hibah yang diterima pada saat
terjadi serah terima barang/jasa/surat berharga.
(3) Dalam hal nilai nominal Pendapatan Hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui, UAKPA penerima
hibah dapat melakukan estimasi nilai wajarnya.
(4) Pendapatan Hibah dilaksanakan berdasarkan azas bruto:
a. membukukan penerimaan bruto; dan
b. tidak mencatat jumlah neto.
Pasal 15
(1) Belanja Hibah dalam bentuk uang, diakui pada saat terjadi
pengeluaran kas.
(2) Belanja Hibah yang direalisasikan dalam bentuk barang, jasa
dan surat berharga, diakui pada saat pengeluaran kas atas
perolehan barang/jasa/surat berharga yang akan dihibahkan.
(3) Dalam hal penyerahan barang, jasa, dan surat berharga
diperoleh bukan dari Belanja Hibah, penyerahan tersebut tidak
diakui sebagai Belanja Hibah.
(4) Penerimaan kembali Belanja Hibah yang terjadi pada periode
pengeluaran Belanja Hibah, dibukukan sebagai pengurang
Belanja Hibah pada periode yang sama.
157
(5) Penerimaan kembali Belanja Hibah atas Belanja Hibah periode
tahun anggaran yang lalu, dibukukan sebagai pendapatan lainlain.
Pasal 16
(1) Belanja Hibah dalam bentuk uang, dicatat sebesar nilai nominal
pada saat terjadi pengeluaran hibah.
(2) Belanja Hibah dalam bentuk barang, jasa, dan surat berharga,
dicatat sebesar nilai nominal perolehan barang, jasa, dan surat
berharga yang dihibahkan.
Pasal 17
(1) Atas hibah yang diterima dalam bentuk barang/jasa/surat
berharga yang langsung diterushibahkan, diakui adanya
Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah pada saat yang sama
dengan nilai yang sama.
(2) Pengakuan Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diakui pada saat pengesahan dilakukan
oleh KPPN.
(3) Atas hibah yang langsung diterushibahkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah
dicatat sebesar nilai nominal barang/jasa/surat berharga.
(4) Dalam hal nilai nominal sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) tidak diketahui, UAKPA Belanja Hibah dapat melakukan
estimasi nilai wajarnya.
Pasal 18
(1) Realisasi Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah dinyatakan
dalam mata uang Rupiah.
(2) Dalam hal realisasi Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah
dalam mata uang asing, maka dijabarkan dan dinyatakan
dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs transaksi.
158
Pasal 19
(1) Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah disajikan dalam Laporan
Realisasi Anggaran BUN Pengelola Hibah.
(2) Belanja yang bersumber dari hibah, belanja barang untuk
pengesahan persediaan dari hibah dan belanja modal untuk
pengesahan aset tetap/aset lainnya dari hibah, disajikan dalam
Laporan Realisasi Anggaran K/L.
(3) Pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan surat berharga
dari hibah, disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran BUN
Pengelola Investasi Pemerintah.
Pasal 20
(1) Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk uang yang sampai
dengan akhir tahun belum digunakan dan belum disahkan,
disajikan dalam Neraca K/L.
(2) Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk uang yang telah
disahkan dan masih terdapat sisa pada akhir tahun anggaran,
disajikan dalam Neraca K/L dan merupakan bagian dari Saldo
Anggaran Lebih.
(3) Aset yang diperoleh dari Pendapatan Hibah dalam bentuk
barang disajikan dalam Neraca K/L.
(4) Aset yang diperoleh dari Pendapatan Hibah dalam bentuk surat
berharga disajikan dalam Neraca BUN Pengelola Investasi
Pemerintah.
Pasal 21
Belanja Hibah dalam bentuk barang/surat berharga yang sampai
dengan akhir tahun anggaran belum diserahkan kepada penerima
hibah, disajikan dalam Neraca BUN Pengelola Hibah.
159
Pasal 22
Pendapatan Hibah dalam bentuk barang/jasa/surat berharga dan
belanja barang untuk pengesahan persediaan dari hibah, belanja
modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya dari hibah,
pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan surat berharga, tidak
dibukukan dalam Laporan Arus Kas.
Pasal 23
(1) Entitas akuntansi dan entitas pelaporan menyajikan klasifikasi
pendapatan menurut jenis pendapatan dalam Laporan
Realisasi Anggaran Pendapatan Hibah, dan rincian lebih lanjut
jenis pendapatan, disajikan pada CaLK.
(2) Entitas akuntansi dan entitas pelaporan menyajikan klasifikasi
Belanja Hibah menurut organisasi dan menurut fungsi dalam
Laporan Realisasi Anggaran Belanja.
(3) Dalam rangka pelaksanaan SIKUBAH, K/L penerima hibah
mencatat realisasi belanja yang bersumber dari hibah, belanja
barang untuk pengesahan persediaan dari hibah, belanja
modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya dari hibah
dalam Laporan Realisasi Anggaran dan mengungkapkan
Pendapatan Hibah dalam CaLK.
(4) Dalam rangka pelaksanaan SIKUBAH, UAP-BUN Pengelola
Investasi Pemerintah mencatat realisasi pengeluaran
pembiayaan untuk pengesahan surat berharga dari hibah
dalam Laporan Realisasi Anggaran dan mengungkapkan
Pendapatan Hibah dalam CaLK.
Pasal 24
Uraian secara rinci mengenai akuntansi Pendapatan Hibah, Belanja
Hibah, belanja barang untuk pengesahan persediaan dari hibah,
belanja modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya dari hibah
dan pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan surat berharga dari
hibah, dituangkan dalam Modul SIKUBAH sebagaimana dimaksud
160
dalam Lampiran IV yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri Keuangan ini.
Bagian Keempat
Rekonsiliasi
Pasal 25
(1) K/L melakukan Rekonsiliasi dengan DJPU atas realisasi
Pendapatan Hibah Langsung secara triwulanan.
(2) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dari tingkat UAPA sampai dengan UAKPA.
(3) Dalam hal terjadi ketidakcocokan pada saat Rekonsiliasi,
kedua belah pihak melakukan penelusuran.
(4) Hasil Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
(2) dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi.
Pasal 26
(1) K/L melakukan pencocokan data dengan Pemberi Hibah atas
realisasi Pendapatan Hibah secara triwulanan.
(2) Dalam hal terjadi ketidakcocokan data, kedua belah pihak
melakukan penelusuran.
(3) Hasil pencocokan data dituangkan dalam Berita Acara.
(4) Copy Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan kepada DJPU c.q. Direktorat Evaluasi Akuntansi
dan Setelmen.
Pasal 27
(1) DJPU melakukan konfirmasi kepada Pemberi Hibah atas
realisasi Pendapatan Hibah secara semesteran.
(2) Dalam hal terjadi ketidakcocokan data, DJPU dan Pemberi
Hibah melakukan penelusuran.
161
Bagian Kelima
Pernyataan Tanggung Jawab dan Reviu
Pasal 28
(1) UAKPA-BUN wajib membuat Pernyataan Tanggung Jawab
(Statement of Responsibility) atas laporan keuangan
semesteran dan tahunan.
(2) Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat pernyataan bahwa pengelolaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah diselenggarakan
berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan
akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan.
(3) Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilengkapi dengan paragraf penjelasan atas
suatu kejadian yang belum termuat dalam laporan keuangan.
(4) Bentuk dan isi dari Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang menjadi bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 29
(1) UA-PBUN wajib membuat Pernyataan Tanggung Jawab atas
laporan keuangan semesteran dan tahunan.
(2) Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah
diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern
yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
(3) Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilengkapi dengan paragraf penjelasan atas
suatu kejadian yang belum termuat dalam laporan keuangan.
162
(4) Bentuk dan isi dari Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang menjadi bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 30
(1) Dalam rangka pertanggungjawaban keuangan, UA-PBUN
sebagai entitas pelaporan wajib menyajikan laporan keuangan.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
di reviu oleh Aparat Pengawasan Internal.
(3) Reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam
laporan hasil reviu berupa Pernyataan Telah Direviu.
(4) Pernyataan Telah Direviu sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) ditandatangani oleh Aparat Pengawasan Intern.
(5) Bentuk dan isi dari Pernyataan Telah Direviu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III yang menjadi bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(6) UA-PBUN menyampaikan laporan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) disertai dengan Pernyataan
Telah Direviu dan Pernyataan Tanggung Jawab.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 31
Petunjuk teknis pelaksanaan akuntansi hibah dituangkan dalam
Modul SIKUBAH sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV yang
menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan
ini.
163
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.05/2009 tentang Sistem
Akuntansi Hibah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2011
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
164
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR
861
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM
U.B.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
GIARTO
NIP 195904201984021001
165
LAMPIRAN I
PERATURAN
MENTERI
NOMOR
230/PMK.05/2011
SISTEM AKUNTASI HIBAH
KEUANGAN
TENTANG
PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB
UAKPA BUN
PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB
Dengan ini kami menyatakan bertanggung jawab sepenuhnya atas
isi Laporan Keuangan Satuan Kerja …………………………… selaku UAKPA
BUN Pengelola Hibah, yang terdiri dari (1) Laporan Realisasi Anggaran, (ii)
Neraca dan (iii) Catatan Atas Laporan Keuangan sebagaimana terlampir.
Laporan keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem
pengendalian intern yang memadai dan isinya telah menyajikan informasi
pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan.
Tempat, tanggal
Kuasa Pengguna Anggaran
(
Salinan sesuai dengan aslinya
)
MENTERI KEUANGAN
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
ttd.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
GIARTO
NIP 195904201984021001
166
LAMPIRAN II
PERATURAN
MENTERI
NOMOR
230/PMK.05/2011
SISTEM AKUNTASI HIBAH
KEUANGAN
TENTANG
PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB
UA-PBUN
Dengan ini kami menyatakan bertanggung jawab sepenuhnya atas
isi Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian
Keuangan selaku UA-PBUN Pengelola Hibah, yang terdiri dari (i) Laporan
Realisasi Anggaran, (ii) Neraca dan (iii) Catatan Atas Laporan Keuangan
sebagaimana terlampir.
Laporan keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem
pengendalian intern yang memadai dan isinya telah menyajikan informasi
pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan.
Tempat, tanggal
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang,
(
Salinan sesuai dengan aslinya
)
MENTERI KEUANGAN
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
ttd.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
GIARTO
NIP 195904201984021001
167
LAMPIRAN III
PERATURAN
MENTERI
NOMOR
230/PMK.05/2011
SISTEM AKUNTASI HIBAH
KEUANGAN
TENTANG
PERNYATAAN TELAH DI-REVIEW
INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN
PERNYATAAN TELAH DI-REVIEW DITJEN PENGELOLAAN UTANG
SELAKU UAPBUN PENGELOLA HIBAH TAHUN ANGGARAN ……………
Dengan ini kami menyatakan telah melakukan review atas
Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang selaku UAP
BUN Pengelola Hibah berupa Neraca untuk tanggal 31 Desember 20XX,
Laporan Realisasi Anggaran, dan Catatan atas Laporan Keuangan untuk
periode yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan dan peraturan perundang-undangan terkait.
Seluruh informasi yang dimuat dalam laporan keuangan merupakan
penyajian manajemen Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang selaku UAP
BUN Pengelola Hibah.
Review pada prinsipnya terdiri dari permintaan keterangan kepada
pejabat entitas pelaporan dan prosedur analitik yang diterapkan atas data
keuangan. Review memuat cakupan yang lebih sempit daripada audit yang
dilaksanakan atas laporan keuangan secara keseluruhan.
Berdasarkan review tersebut, kami menyatakan tidak terdapat
perbedaan yang menjadikan kami yakin bahwa laporan keuangan
dimaksud tidak disajikan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan peraturan perundangundangan terkait lainnya.
Tempat, tanggal,
Jabatan penandatangan pernyataan review,
Ketua Tim Review
(NIP
)
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
GIARTO
NIP 195904201984021001
168
MENTERI KEUANGAN
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
LAMPIRAN IV
PERATURAN
MENTERI
NOMOR
230/PMK.05/2011
SISTEM AKUNTASI HIBAH
KEUANGAN
TENTANG
MODUL SIKUBAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara menetapkan bahwa untuk membiayai dan mendukung
kegiatan prioritas dalam rangka mencapai sasaran
pembangunan, Pemerintah dapat mengadakan pinjaman dan/
atau menerima hibah, baik yang berasal dari dalam negeri
maupun luar negeri.
Selain itu, untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah Republik
Indonesia (Pemerintah) juga dituntut untuk melaksanakan
tata kelola keuangan yang baik (good governance) dengan
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, khususnya
dalam mekanisme pengadaan pinjaman dan
hibah. Penyajian dan pengungkapan (disclosure) laporan
yang lengkap dan informatif merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam mendukung aspek akuntabilitas dan
transparansi.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara (BUN) berwenang melakukan
pengelolaan utang. Sehubungan dengan kewenangan
tersebut, Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat untuk
169
dan atas nama Menteri Keuangan mengadakan utang dan/
atau menerima hibah yang berasal dan dalam negeri dan/atau
luar negeri sesuai dengan perundang-undangan.
Sejalan dengan hal tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Dan/Atau
Penerimaan Hibah (PP 10/2011) menyatakan bahwa pinjaman
dan/atau hibah harus ditatausahakan, diadministrasikan, dan
diakuntasikan secara baik, sehingga laporan yang disajikan
akan memberikan manfaat bagi pemangku kebijakan.
Sebelum PP 10/2011 ditetapkan, dalam pelaksanaan
pertanggungjawaban hibah, Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) berpedoman pada Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.05/2009 tentang Sistem
Akuntansi Hibah (PMK 40/2009) yang intinya memuat
pedoman mengenai penatausahaan dan pertanggungjawaban
hibah. Dengan diterbitnya PP 10/2011, PMK 40/2009 perlu
disesuaikan agar dapat mengakomodasi praktik dalam
penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban hibah
yang lebih komprehensif dan aktual.
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Modul Sistem Akuntansi Hibah (SIKUBAH)
mencakup Pendapatan Hibah yang diperoleh dari dalam negeri
dan/atau luar negeri, Belanja Hibah, belanja yang bersumber
dari hibah, belanja barang untuk pengesahan persediaan dari
hibah, belanja modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya
dan hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan
surat berharga dan hibah.
1.3. Maksud
Modul SIKUBAH dimaksudkan sebagai petunjuk operasional
bagi pelaksanaan akuntansi hibah baik pada Kementerian/
Lembaga (K/L) maupun BUN sehingga para pihak yang
berkepentingan dapat memahami dan mengimplementasikan
170
proses akuntansi hibah secara tepat waktu, akurat, transparan,
dapat dipertanggingjawabkan sesuai ketentuan yang berlaku.
1.4. Tujuan
Modul SIKUBAH ditujukan untuk menyempurnakan modul
SIKUBAH sebelumnya sebagaimana ditetapkan dalam PMK
40/2009 sehingga Iebih komprehensif dan lebih memudahkan
bagi para penggunanya.
1.5. Definisi-definisi terkait
a.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
b.
Appropriasi adalah anggaran yang disetujui oleh DPR/
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan
mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/
walikota untuk melakukan pengeluaran-pengeluaran
sesuai tujuan yang ditetapkan.
c.
Asas Bruto adalah prinsip yang tidak memperkenankan
pencatatan secara neto penerimaan setelah dikurangi
pengeluaran pada suatu unit organisasi atau tidak
memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah
dilakukan
kompensasi
antara
penerimaan
dan
pengeluaran.
d.
Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui
pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas
atau setara kas diterima atau dibayar.
e.
Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas
Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana
lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan
yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah.
171
f.
Entitas Akuntansi adalah unit pemerintah pengguna
anggaran/pengguna
barang
yang
berkewajiban
menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan
keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
g.
Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dan
satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan
laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
h.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara
yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN
untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran
Pemerintah Pusat.
i.
Kebijakan akuntansi adalah prinsip, konvensi, aturan,
dan praktik spesifik yang ditetapkan oleh suatu entitas
pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan.
j.
Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.
k.
Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen
pelaksanaan anggaran yang menunjukkan bagian dan
apropriasi yang disediakan bagi instansi dan digunakan
untuk memperoleh uang dan Rekening Kas Umum Negara/
lDaerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran
selama periode otorisasi tersebut.
l.
Rekening Kas Umum Negara (R-KUN) adalah rekening
tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh
penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran
negara pada bank sentral.
m. Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara
pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan.
n.
172
Transfer adalah penenimaan/pengeluaran uang dan suatu
entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain,
termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
o.
Belanja Hibah adalah pengeluaran Pemerintah Pusat
dalam bentuk uang, barang, jasa, dan/atau surat berharga
kepada pemerintah Lainnya, dan perusahaan daerah, yang
secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat
tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak berlangsung
terus menerus.
1.6. Sistematika
Modul SIKUBAH disusun dengan sistematika sebagai berikut.
BAB I,
PENDAHULUAN
meliputi Latar Belakang, Ruang Lingkup,
Maksud, Tujuan, Pengertian dan Sistematika,
BAB II,
AKUNTANSI HIBAH
meliputi Definisi Hibah, Kiasifikasi Hibah,
Perlakuan Akuntansi Hibah, Dokumen Sumber
Hibah, Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan
untuk Hibah.
BAB III,
BAGAN AKUN DAN JURNAL STANDAR HIBAH
meliputi Bagan Akun Standar, Jurnal Stanciar
Hibah, dan Simulasi Jurnal dan Laporan Hibah.
BAB IV,
SISTEM DAN PROSEDUR AKUNTANSI HIBAH
meliputi Sistem dan Prosedur Akuntansi Hibah
yang direncanakan, Sistem dan Prosedur
Akuntansi Hibah yang Diperoleh Secara
Langsung, Sistem dan Prosedur Rekonsiliasi
Hibah.
BAB V,
PELAPORAN HIBAH
meliputi Laporan Realisasi Anggaran, dan
Catatan atas Laporan Keuangan.
Bab VI,
PENUTUP
173
BAB II
AKUNTANSI HIBAH
2.1. Ketentuan-ketentuan umum terkait hibah
Beberapa ketentuan umum yang perlu mendapat penegasan
lebih lanjut antara lain sebagai berikut:
a.
Pendapatan Hibah;
b.
Belanja Hibah;
c.
belanja yang bersumber dari hibah;
d.
belanja barang untuk pengesahan persediaan dari
hibah, belanja modal untuk pengesahan aset tetap/aset
lainnya dari hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk
pengesahan surat berharga dari hibah; dan
e.
belanja yang timbul dalam rangka penerimaan hibah.
2.1.1. Pendapatan Hibah
Pendapatan Hibah adalah penerimaan Pemerintah Pusat yang
berasal dari badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan,
pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/
lembaga internasional, baik dalam bentuk rupiah/devisa,
barang, jasa, dan/atau surat berharga yang tidak perlu dibayar
kembali oleh pemerintah, dan manfaatnya dapat secara
langsung digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi K/L,
atau diteruskan kepada Pemerintah Daerah (Pemda), Badan
Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD).
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU
17/2003) yang menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dapat
memberikan hibah/pinjaman kepada atau menerima hibah/
pinjaman dan pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan
174
DPR. Kewenangan untuk mencatat Pendapatan Hibah berada
pada Menteri Keuangan selaku BUN, dan secara struktural
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
(DJPU).
2.1.2. Belanja Hibah
Belanja Hibah adalah pengeluaran Pemerintah Pusat dalam
bentuk uang, barang, jasa, dan/atau surat berharga kepada
pemerintah lainnya, dan perusahaan daerah, yang secara
spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib,
tidak mengikat, dan tidak berlangsung terus menerus.
Sesuai ketentuan Pasal 23 UU 17/2003, Pemerintah dapat
memberikan hibah/pinjaman atau menerima hibah/pinjaman
dari pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR.
Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri Keuangan
sebagai BUN. Dengan demikian, kewenangan untuk mencatat
Belanja Hibah (kode akun 56XXXX) hanya berada pada
Kementerian Keuangan, dan secara struktural dilaksanakan
oleh DJPU dan Ditjen Perimbangan Keuangan.
Sebagai ilustrasi, misalnya Pemerintah akan memberikan
bantuan hibah dalam bentuk beras kepada Pemerintah Somalia
yang sedang mengatasi bencana kelaparan, pengeluaran
tersebut dibebankan pada Bagian Anggaran BUN melalui
Belanja Hibah.
2. 1.3. Belanja yang bersumber dari hibah
Belanja yang bersumber dari hibah baik dari dalam negeri
maupun luar negeri adalah belanja yang membebani
pengeluaran K/L dalam rangka melaksanakan/mendukung
kegiatan operasional K/L dimana sumber dananya berasal dari
Pendapatan Hibah. Dalam hal hibah yang yang diterima dalam
bentuk uang, K/L dapat membelanjakan uang tersebut terlebih
dahulu mendahului revisi DIPA. Belanja yang dilakukan K/L
dibebankan ke dalam kode akun belanja barang (akun 52XXX),
175
belanja modal (akun 53XXXX) maupun belanja bantuan sosial
(akun 57XXXX).
2.1.4. Belanja barang untuk pengesahan persediaan dari hibah,
belanja modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya dari
hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan surat
berharga dari hibah
Belanja barang untuk pengesahan persediaan dari hibah
adalah belanja barang yang dicatat oleh K/L dan dilaporkan
dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) sebagai akibat dari
perolehan persediaan dari pihak Pemberi Hibah.
Belanja modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya
dari hibah adalah belanja modal yang dicatat oleh K/L dan
dilaporkan dalam LRA sebagai akibat dari perolehan aset
tetap/aset lainnya dari pihak pemberi hibah.
Pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan surat berharga
dari hibah adalah pengeluaran pembiayaan yang dicatat oleh
BUN Pengelola Investasi Pemerintah dan dilaporkan dalam
LRA sebagai akibat dari perolehan surat berharga dari pihak
Pemberi Hibah.
2.1.5. Belanja yang timbul dalam rangka Pendapatan Hibah
Belanja/pengeluaran lain yang timbul dalam rangka Pendapatan
Hibah adalah seluruh pengeluaran yang dikeluarkan Pemerintah
dalam rangka untuk memperoleh hibah berdasarkan perjanjian
yang mengikat yang menimbulkan komitmen untuk membayar
kepada pihak yang ditunjuk sesuai perjanjian. Salah satu contoh
pengeluaran lain yang timbul dalam rangka Pendapatan Hibah
adalah biaya banking commission.
176
2.2 Klasifikasi Hibah
2.2.1. Sumber Hibah
Ditinjau dari sumbernya, Pendapatan Hibah dibedakan menjadi
Pendapatan Hibah yang bersumber dari dalam negeri dan
Pendapatan Hibah yang bersumber dari luar negeri.
Pendapatan Hibah yang bersumber dari dalam negeri dapat
berasal dari:
1. lembaga keuangan dalam negeri;
2.
lembaga non keuangan dalam negeri;
3. Pemda;
4. perusahaan asing yang berdomisili dan melakukan
kegiatan di wilayah negara Republik Indonesia;
5. lembaga lainnya;
6. masyarakat dan kelompok masyarakat; dan
7. perorangan.
Sedangkan Pendapatan Hibah yang bersumber dari luar negeri
dapat berasal dari:
1. negara asing, yaitu negara yang secara bilateral
memberikan hibah melalui lembaga pemerintah atau
lembaga resmi yang ditunjuk, termasuk negara bagian,
misalnya: USAID, AUSAID, KfW dan lainnya;
2. lembaga di bawah Persenikatan Bangsa-Bangsa, antara
lain: UNDP, WHO, UNESCO, ILO dan lainnya;
3. lembaga multilateral lainnya, antara lain Bank
Pembangunan Asia, Bank Pembangunan Islam, ASEAN,
dan European Union;
4. lembaga keuangan asing, misalnya International Monetary
Fund;
5. lembaga non keuangan asing misalnya: Global Fund;
177
6.
7.
lembaga keuangan non asing yang berdomisili dan
melakukan kegiatan usaha di luar wilayah negara Republik
Indonesia; dan
perorangan yang berada di luar negeri.
2.2.2. Hibah menurut bentuknya
Menurut bentuknya, hibah dapat dibedakan menjadi:
1.
hibah uang, terdiri dari:
a.
hibah uang tunai; dan
b.
hibah uang untuk membiayai kegiatan;
2.
hibah barang/jasa; dan
3.
hibah surat berharga.
2.2.3. Hibah berdasarkan mekanisme pencairan dananya
Ditinjau dan mekanisme pencairan dananya, hibah dibedakan
menjadi sebagai benikut:
1.
Hibah Terencana
Hibah yang diterima Pemerintah dan Pemberi Hibah dan
dibelanjakan oleh K/L yang pencairan dananya melalui
KPPN. Hibah Terencana memiliki ciri-ciri antara lain:
2.
a.
Mekanisme pencairan dananya dengan menggunakan
mekanisme transfer ke R-KUN, Direct Payment
(Pembayaran Langsung), Letter of Credit, Special
Account (Rekening Khusus) dan Pre Financing
(pembiayaan pendahuluan); dan
b.
kementerian dapat membelanjakan dana hibah dari
Pemberi Hibah setelah dokumen anggaran diperoleh.
Hibah Langsung
Hibah yang berasal dari Pemberi Hibah yang diterima
secara langsung oleh K/L dan dibelanjakan secara
178
Iangsung tanpa melalui pencairan dana dari KPPN. Agar
mekanisme penerimaan dan penggunaan hibah oleh
K/L sesuai dengan mekanisme APBN, maka K/L wajib
melakukan registrasi, ijin pembukaan rekening, revisi
DIPA dan pengesahan. Hibah Langsung memiliki ciri-ciri
antara lain:
a.
perjanjian hibah ditandatangani Iangsung oleh K/L;
b.
pencairan dananya tidak melalui KPPN, namun
pengesahannya akan dilakukan di KPPN;
c.
hibah dapat diperoleh secara langsung dari pihak
Pemberi Hibah dalam bentuk uang, barang/jasa, dan
surat berharga (khusus BUN);
d.
pengadaan barang/jasa dapat dilaksanakan oleh
Pemberi Hibah atau K/L sendiri; dan
e.
pengadaan hibah dapat saja dilakukan secara
terencana (on budget), namun pencairan dananya
tidak melalui KPPN/BUN (off treasury).
Untuk hibah dalam bentuk uang, K/L dapat
membelanjakannya sebelum revisi DIPA ditetapkan.
2.3. Fungsi Hibah
Fungsi hibah antara lain sebagai berikut
a.
menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan;
b.
menunjang penyediaan layanan dasar umum;
c.
menunjang
manusia;
d.
membantu penyiapan rancangan kegiatan pembangunan;
e.
mendukung pelestarian sumber daya alam, lingkungan
hidup, dan budaya;
f.
mendukung pengembangan riset dan teknologi;
peningkatan
kemampuan
sumber
daya
179
g.
h.
mendukung peningkatan fungsi
keamanan; dan
mendukung kegiatan kemanusiaan.
pertahanan
dan
2.4. Perlakuan Akuntansi Hibah
2.4.1. Basis Akuntansi
Basis akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan pemerintah adalah cash towards accrual. Basis
kas digunakan untuk pengakuan pendapatan, belanja dan
pembiayaan dalam LRA dan basis akrual untuk pengakuan
aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca.
Basis kas untuk LRA berarti bahwa pendapatan diakui pada
saat kas diterima di R-KUN atau oleh entitas pelaporan,
sedangkan belanja diakui pada saat dikeluarkan dari R-KUN
atau entitas pelaporan.
Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban dan
ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi
atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh
pada keuangan pemerintah tanpa memperhatikan saat kas
atau setara kas diterima atau dibayar.
2.4.2. Akuntansi Anggaran Hibah
Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban
dan pengendalian manajemen yang digunakan untuk
membantu pengelolaan pendapatan, belanja, transfer,
dan pembiayaan. Akuntansi anggaran diselenggarakan
sesuai dengan struktur anggaran yang terdiri dari anggaran
pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Anggaran pendapatan
meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi alokasi
estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dan apropriasi
yang dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment).
Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran
disahkan dan anggaran dialokasikan.
180
2.4.3. Akuntansi Pendapatan Hibah
Pendapatan diakui pada saat diterima pada R-KUN. Transaksi
Pendapatan Hibah yang terjadi tanpa diterima pada R-KUN
diakui pada saat dilakukan pengesahan atas transaksi
Pendapatan Hibah.
Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring)
atas Pendapatan Hibah pada periode penerimaan maupun
pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang
pendapatan. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak
berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang
terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan
sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama.
Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang
(nonrecurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi
pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang
ekuitas dana lancar pada periode ditemukannya koreksi dan
pengembalian tersebut.
Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto
yaitu dengan membukukan penerimaan bruto dan tidak
mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan
pengeluaran). Akuntansi pendapatan disusun untuk memenuhi
kebutuhan pertanggungiawaban sesuai dengan ketentuan dan
untuk keperluan pengendalian bagi manajemen Pemerintah
Pusat dan daerah.
2.4.4. Akuntansi Belanja terkait Hibah
Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari R-KUN.
Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran
pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas
pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai
fungsi perbendaharaan. Belanja diklasifikasikan menurut
klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi.
Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan klasifikasi
yang telah ditetapkan dalam dokumen anggaran.
181
Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja)
yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan
sebagai pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila
diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran
belanja dibukukan dalam pendapatan lain-lain. Perlakuan
akuntansi ini digunakan untuk akuntansi Belanja Hibah, dan
akuntansi belanja yang bersumber dari hibah.
2.4.5 Akuntansi hibah yang diterima dalam bentuk valas
Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam
mata uang rupiah dengan menjabarkan jumlah mata uang
asing tersebut menurut kurs transaksi.
Terhadap Pendapatan Hibah dalam bentuk uang yang diterima
dalam mata uang asing (valas), satuan kerja disarankan untuk
mengkonversi seluruh valuta asing tersebut ke dalam mata
uang rupiah. Pendapatan yang disahkan sebesar realisasi
jumlah rupiah berdasarkan hasil konversi. Dalam hal demikian,
maka tidak akan terjadi selisih kurs. Ketentuan lebih lanjut
terhadap hibah yang diterima dalam bentuk valuta asing akan
diatur dalam ketentuan tersendiri.
2.4.6.Penyajian dan Pengungkapan Hibah
Pendapatan Hibah dikategorikan sebagai transaksi pendapatan
yang sifatnya tidak berulang (non recurring), sehingga dalam
hal terjadi pengembalian pcndapatan hibah maka apabila terjadi
pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai
pengurang pendapatan pada periode yang sama. Dalam hal
koreksi dan pengembalian yang terjadi pada periode setelah
periode penerimaan pendapatan maka dibukukan sebagai
pengurang ekuitas dana lancar.
Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan menurut
jenis pendapatan dalam LRA, dan rincian Iebih lanjut jenis
pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan
(CaLK). Entitas pelaporan menyajikan kiasifikasi belanja
182
menurut jenis belanja dalam LRA. Klasifikasi belanja menurut
organisasi disajikan dalam ERA atau di CaLK. Klasifikasi
belanja menurut fungsi disajikan dalam CaLK.
2.5. Dokumen Sumber Hibah
Dokumen sumber yang terkait dengan Hibah antara lain:
a.
Dokumen Induk
1. perjanjian hibah/dokumen yang dipersamakan
beserta perubahan perjanjian;
2. ringkasan perjanjian hibah dan rencana penarikan/
realisasi hibah; dan
3. nomor register hibah.
b.
Dokumen sumber transaksi dan dokumen pendukung
Dokumen yang termasuk sebagai sumber data transaksi
adalah semua dokumen yang berkaitan dengan:
1.
Apropriasi dalam APBN
Dokumen APBN yang di dalamnya terdapat jumlah
yang direncanakan untuk dibelanjakan atau diterima.
2.
Alokasi Rencana Pendapatan Hibah
Dokumen sumber berupa Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA)
3.
Realisasi Pendapatan dan Pengembalian Pendapatan
Hibah Dokumen sumber dan dokumen pendukungnya
dalam bentuk:
a) Notice of Disbursement (NoD) dari donor yang
dilampiri dengan Withdrawal Application yang
diterbitkan oleh KPPN Khusus Jakarta VI;
b) SPHL (Surat Pengesahan Hibah Langsung);
c) SP2HL (Surat Perintah Pengesahan Hibah
Langsung);
183
d)
SP3HL (Surat Pengesahan Pengembalian
Pendapatan Hibah Langsung);
e) SP4HL
(Surat
Perintah
Pengesahan
Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung);
f) SP3HL-BJS (Surat Perintah Pengesahan
Pendapatan Hibah Langsung Bentuk Barang/
Jasa/Surat Berharga);
g) MPHL-BJS (Memo Pencatatan Hibah Langsung
Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga);
h) Persetujuan MPHL-BJS (Persetujuan Memo
Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/
Jasa/Surat Berharga);
i)
SPTMHL (Surat Pernyataan Telah Menerima
Hibah Langsung);
j)
SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab
Mutlak);
k) BAST (Berita Acara Serah Terima);
l)
Rekening Koran; dan
m) Memo Penyesuaian.
4.
Alokasi Pagu Belanja Hibah/ allotment
Dokumen sumber berupa:
a. DIPA;
b. revisi DIPA;
c. RKA-BUN; dan
d. RKA-K/L.
5.
Realisasi Belanja Hibah
Dokumen sumber dan dolcumen pendukungnya
dalam bentuk:
184
a.
SPM/SP2D;
b.
SSPB;
c.
d.
Memo Penyesuaian; dan
BAST.
2.6. Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan Hibah
Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang dan oleh karenanya wajib
menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan
untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari
satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan
peraturan perundangundangan wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
Untuk menyelenggarakan kegiatan akuntansi dan pelaporan,
maka dibentuk unit akuntansi, yaitu:
a.
Unit Akuntansi Pembantu BUN dilaksanakan oleh DJPU.
b.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran untuk
Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah dilaksanakan oleh:
1.
Direktorat Evaluasi Akuntansi dan Setelemen (Dit. EAS)
Dit. EAS berfungsi sebagai Unit Akuntansi Kuasa
Pengguna Anggaran atas transaksi-transaksi berikut:
a) Pendapatan Hibah dengan mekanisme pencairan
melalui Kuasa BUN.
b) Pendapatan Hibah melalui pengesahan transaksi
Pendapatan Hibah yang Iangsung diterima oleh K/L.
c) Belanja Hibah.
2.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK).
DJPK berfungsi sebagal Unit Akuntansi Kuasa Pengguna
Anggaran atas transaksi-transaksi Belanja Hibah
kepada daerah baik menggunakan dana APBN maupun
mekanisme on granting (penerusan hibah).
185
2.6.2.Pengguna Anggaran dan Entitas Pelaporan Hibah
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf 1 UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
Menteri Keuangan selaku BUN berwenang menetapkan sistem
penerimaan dan pengeluaran negara. Selanjutnya, sesuai
ketentuan Pasal 38 ayat (2 Menteri Keuangan dapat menunjuk
pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk
mengadakan utang Negara atau menerima hibah yang berasal
dari dalam negeri dan/atau luar negeri.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/
PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Keuangan, dinyatakan bahwa unit organisasi yang mempunyai
wewenang untuk mengelola utang dan hibah adalah DJPU
sehingga unit ini yang ditunjuk sebagai entitas pelaporan.
UA - BUN
UAP - BUN
UAKPA
BUN
UAKPA
BUN
Dengan demikian, DJPU bertindak sebagai Unit Akuntansi
Pembantu BUN (UAP-BUN). DJPU akan mengkonsolidasikan
seluruh transaksi Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah dari
setiap UAKPA-BUN. Laporan keuangan UAP BUN Pengelola
Hibah kemudian digabungkan dengan laporan keuangan UAP
BUN yang lain oleh Unit Akuntansi BUN yang dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
186
Di sisi lain, K/L sebagai entitas akuntansi yang menenima
manfaat atas hibah yang diterima baik dengan mekanisme
hibah yang direncanakan maupun secara langsung akan
mempertanggungjawabkannya dalam Sistem Akuntansi
Instansi yaitu dilaporkan dalam LRA atas realisasi belanja
barang (52), belanja modal (53) maupun belanja bantuan sosial
(57) dan di dalam neraca atas persediaan, aset tetap, dan aset
lainnya yang dihasilkan.
187
BAB III
BAGAN AKUN DAN JURNAL STANDAR HIBAH
3.1. Bagan Akun Standar
Bagan Akun Standar adalah daftar perkiraan buku besar
yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk
memudahkan perencanaan pelaksanaan anggaran, serta
pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan Pemerintah
Pusat. Pembentukan Bagan Akun Standar ini bertujuan untuk:
1.
memastikan rencana keuangan (anggaran), realisasi dan
pelaporan keuangan dinyatakan dalam istilah yang sama;
2.
meningkatkan kualitas informasi keuangan; dan
3.
memudahkan pengawasan keuangan.
Akun (perkiraan) yang terkait dengan transaksi hibah antara
lain sebagai berikut.
3.1.1. Akun APBN Hibah
43
Estimasi Pendapatan Hibah
431 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri dan Luar Negeri
4311 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri
43111
Estimasi Pendapatan
Terencana
Hibah
Dalam
Negeri-
431111
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam
Negeri — Terencana Perorangan
431112
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam
Negeri - Terencana Lembaga/Badan
Usaha
431119
Estimasi Pendapatan Hibah
Negeri — Terencana Lainnya
Dalam
43112 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam NegeriLangsung Bentuk Barang/Jasa/ Surat Berharga
188
431121
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam
Negeri — Langsung Bentuk Barang
431122
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam
Negeri — Langsung Bentuk Jasa
431123
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam
Negeri-Langsung Bentuk Surat Berharga
43113 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang
431131
Estimasi Pendapatan Hibah
Negeri
Langsung
Bentuk
Perorangan
431132
Estimasi
Negeri
Pendapatan
Langsung
Hibah
Bentuk
Dalam
UangDalam
Uang
-
Lembaga/Badan Usaha
431133
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam
Negeri Langsung Bentuk Uang Pemerintah Daerah
431139
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam
Negeri Langsurig Bentuk Uang- Lainnya
4312 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri
43121 Estimasi Pendapatan Hlbah Luar Negeri - Terencana
431211
Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Terencana Perorangan
431212 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Terencana Bilateral
431213 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Terencana Multilateral
431219 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Terencana Lainnya
43122 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri —
Langsung Bentuk Barang/Jasa/ Surat Berharga
431221 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri
— Langsung Bentuk Barang
431222 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri
— Langsung Bentuk Jasa
431223 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri
— Langsung Bentuk Surat Berharga
189
43123
Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri
— Langsung bentuk Uang
431231 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri
Langsung — Perorangan
431232 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri
Langsung — Bilateral
431233 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri
Langsung — Multilateral
431239 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri
Langsung — Lainnya
43124 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri yang
Langsung Diterushibahkan
431241 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri
Bentuk
Barang
yang
Langsung
Diterushibahkan
431242 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri
Bentuk
Jasa
yang
Langsung
Diterushibahkan
431243 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri
Bentuk Surat Berharga yang Langsung
Diterushibahkan
52
Appropriasi Belanja Barang
521 Appropriasi Belanja Barang
5216 Appropnasi Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah
52161 Appropriasi Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan
dari Hibah
521611 Appropriasi Belanja Barang untuk Pencatatan
Persediaan dari Hibah
522 Appropriasi Belanja Jasa
5223 Appropriasi Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah
52231 Appropriasi Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah
522311 Appropriasi Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa
dari Hibah
53
Appropriasi Belanja Modal
531 Appropriasi Belanja Modal Tanah
5312 Appropriasi Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari
Hibah
190
53121 Appropriasi Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah
dari Hibah
531211 Appropriasi Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan
Tanah dari Hibah
532 Appropriasi Belanja Modal Peralatan dan Mesin
5322 Appropriasi Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan
Peralatan dan Mesin dari Hibah
53221 Appropriasi Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk
Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah
532211 Appropriasi Belanja Modal Peralatan dan Mesin
untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah
533 Appropriasi Belanja Modal Gedung dan Bangunan
5332 Appropriasi Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk
Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah
53321 Appropriasi Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk
Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah
533211 Appropriasi Belanja Modal Gedung dan Bangunan
untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari
Hibah
534 Appropriasi Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
5342 Appropriasi Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk
Pencatatan Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah
53421 Appropriasi Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk
Pencatatan Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah
534211 Appropriasi Belanja Modal Jalan, Irigasi dan
Jaringan untuk Pencatatan Jalan Irigasi dan
Jaringan dari Hibah
536 Appropriasi Belanja Modal Fisik Lainnya
5362 Appropriasi Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap
Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hibah
53621 Appropriasi Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset
Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hibah
536211 Appropniasi Belanja Modal Lainnya untuk
Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset
Lainnya dari Hibah
56
Appropriasi Belanja Hibah
561 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri
191
5611 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri
56111 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri
561111 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemenintah
Luar Negeri
562 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional
5621 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional
56211 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional
562111 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi
Internasional
563 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah
5631 Appropniasi Belanja Hibah Kepada Pemenintah Daerah
56311 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah
563111 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah
Daerah
56312 Approriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah dari
Penerusan Hibah
563121 Approriasi Belanja Hibah Barang Kepada
Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah Luar
Negeri
563122 Approriasi Belanja Hibah Jasa Kepada Pemerintah
Daerah dari Penerusan Hibah Luar Negeri
563123 Approriasi Belanja Hibah Surat Berharga Kepada
Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah Luar
Negeri
564 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri
5641 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri
56411 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam
Negeri
564111 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi
Dalam Negeri
72
Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan
724 Appropriasi Penyertaan Modal Negara
7244 Appropriasi Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan Surat
Berharga dari Hibah
72441 Appropriasi Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan
Surat Berharga dari Hibah
192
724411 Appropriasi Penyertaan Modal Negara untuk
Pencatatan Surat Berharga dari Hibah
3.1.2. Akun DIPA Hibah
43
Estimasi Pendapatan Hibah Yang Dialokasikan
431 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri dan Luar Negeri Yang
Dialokasikan
4311 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri Yang Dialokasikan
43111 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri Terencana Yang
Dialokasikan
431111 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri —
Terencana Perorangan Yang Dialokasikan
431112 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri —
Terencana
Lembaga/Badan
Usaha
Yang
Dialokasikan
431119 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri —
Terencana Lainnya Yang Dialokasikan
43112 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung
Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga Yang Dialokasikan
431121 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri —
Langsung Bentuk Barang Yang Dialokasikan
431122 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri —
Langsung Bentuk Jasa Yang Dialokasikan
431123 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri —
Langsung Bentuk Surat Berharga Yang
Dialokasikan
43113 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung
bentuk Uang yang dialokasikan
431131 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri
Langsung Bentuk Uang — Perorangan yang
dialokasikan
431132 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri
Langsung Bentuk Uang-Lembaga/Badan Usaha
yang dialokasikan
431133 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri
Langsung Bentuk Uang - Pemerintah Daerah yang
dialokasikan.
193
431139 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri
Langsung Bentuk Uang- Lainnya yang dialokasikan.
4312 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri yang dialokasikan
43121 Estimasi
Pendapatan
Hibah
Luar
Negeri
—
Terencana Yang Dialokasikan
431211 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri —
Terencana Perorangan yang dialokasikan
431212 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri —
Terencana Bilateral yang dialokasikan
431213 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri —
Terencana Multilateral yang dialokasikan
431219 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negen —
Terencana Lainnya yang dialokasikan
43122 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung
Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga Yang Dialokasikan
431221 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri —
Langsung Bentuk Barang yang dialokasikan
431222 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri —
Langsung Bentuk Jasa yang dialokasikan
431223 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri —
Langsung Bentuk Surat Berharga yang
dialokasikan
43123 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung
bentuk Uang Yang Dialokasikan
431231 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Langsung
Perorangan yang dialokasikan
431232 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Langsung
— Bilateral yang dialokasikan
431233 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Langsung
—Multilateral yang dialokasikan
431239 Estimasi Pendapatan Hibah Luar
Langsung—Lainnya Yang Dialokasikan
Negeri
43124 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri yang Langsung
Diterushibahkan Yang Dialokasikan
431241 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk
Barang yang Langsung Diterushibahkan Yang
Dialokasikan
194
431242 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk
Jasa yang Langsung Diterushibahkan Yang
Dialokasikan
431243 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk
Surat Berharga yang Langsung Diterushibahkan
Yang Dialokasikan
52
Allotment Belanja Barang
521 Allotment Belanja Barang
5216 Allotment Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah
52161 Allotment Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan
dari Hibah
521611 Allotment Belanja Barang untuk Pencatatan
Persediaan dari Hibah
522 Allotment Belanja Jasa
5223 Allotment Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah
52231 Allotment Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah
522311 Allotment Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari
Hibah
53
Allotment Belanja Modal
531 Allotment Belanja Modal Tanah
5312 Allotment Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Hibah
53121 Allotment Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah
dari Hibah
531211 Allotment Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan
Tanah dari Hibah
532 Allotment Belanja Modal Peralatan dan Mesin
5322 Allotment Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan
Peralatan dan Mesin dari Hibah
53221 Allotment Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk
Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah
532211 Allotment Belanja Modal Peralatan dan Mesin
untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah
533 Allotment Belanja Modal Gedung dan Bangunan
5332 Allotment Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan
Gedung dan Bangunan dari Hibah
53321 Allotment Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk
Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah
195
533211 Allotment Belanja Modal Gedung dan Bangunan
untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah
534 Allotment Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
5342 Allotment Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk
Pencatatan Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah
53421 Allotment Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk
Pencatatan Jalan Irigasi dan Janingan dari Hibah
534211 Allotment Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
untuk Pencatatan Jalan, Irigasi dan Jaringan dari
Hibah
536 Allotment Belanja Modal Fisik Lainnya
5362 Allotment Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap
Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hibah
53621 Allotment Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset
Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hlbah
536211 Allotment Belanja Modal Iainnya untuk Pencatatan
Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hibah
56
Allotment Belanja Hibah
561 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri
5611 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri
56111 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri
561111 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar
Negeri
562 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional
5621 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional
56211 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional
562111 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi
Internasional
563 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah
5631 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah
56311 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah
563111 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah
Daerah
56312 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah dari
Penerusan Hibah
196
563121 Allotment Belanja Hibah Barang Kepada
Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah Luar
Negeri
563122 Allotment Belanja Hibah Jasa Kepada Pemerintah
Daerah dari Penerusan Hibah Luar Negeri
563123 Allotment Belanja Hibah Surat Berharga Kepada
Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah Luar
Negeri
564 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri
5641 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri
56411 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri
564111 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam
Negeri
72
Allotment Pengeluaran Pembiayaan
724 Allotment Penyertaan Modal Negara
7244 Allotment Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan Surat
Berharga dari Hibah
72441 Allotment Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan
Surat Berharga dari Hibah
724411 Allotment Penyertaan Modal Negara
Pencatatan Surat Berharga dari Hibah
untuk
3.1.3.Akun Realisasi Pendapatan Hibah
43
Pendapatan Hibah
431 Pendapatan Hibah Dalam Negeri dan Luar Negeri
4311 Pendapatan Hibah Dalam Negeri
43111 Pendapatan Hibah Dalam Negeri Terencana
431111 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Terencana
Perorangan
431112 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Terencana
Lembaga/Badan Usaha
431119 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Terencana
Lainnya
43112 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung Bentuk
Barang/Jasa/Surat Berharga
197
431121 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung
Bentuk Barang
431122 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung
Bentuk Jasa
431123 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung
Bentuk Surat Berharga
43113 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung Bentuk Uang
431131 Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk
Uang — Perorangan
431132 Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk
Uang - Lembaga/Badan Usaha
431133 Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk
Uang - Pemerintah Daerah
431139 Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk
Uang - Lainnya
4312 Pendapatan Hibah Luar Negeri
43121 Pendapatan Hibah Luar Negeri - Terencana
431211 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Terencana
Perorangan
431212 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Terencana
Bilateral
431213 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Terencana
Multilateral
431219 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Terencana
Lainnya
43122 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk
Barang/Jasa/Surat Berharga
431221 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung
Bentuk Barang
431222 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung
Bentuk Jasa
431223 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung
Bentuk Surat Berharga Pendapatan Hibah Luar
Negeri - Langsung Bentuk Uang
431231 Pendapatan Hibah Luar Negeri - Langsung Bentuk
Uang Perorangan
431232 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung
Bentuk Uang Bilateral
198
431233 Pendapatan Hibah Luar Negeri - Langsung Bentuk
Uang Multilateral
431239 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung
Bentuk Uang Lainnya
43124 Pendapatan Hibah
Diterushibahkan
Luar
Negeri
yang
Langsung
431241 Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk Barang
yang Langsung Diterushibahkan
431242 Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk Jasa yang
Langsung Diterushibahkan
431243 Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk Surat
Berharga yang Langsung Diterushibahkan
52
Belanja Barang
521 Belanja Barang
5216 Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah
52161 Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah
521611 Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari
Hibah
522 Belanja Jasa
5223 Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah
52231 Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah
522311 Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah
53
Belanja Modal
531 Belanja Modal Tanah
5312 Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Hibah
53121 Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Hibah
531211 Belanja Modal Tanab untuk Pencatatan Tanah dari
Hibah
532 Belanja Modal Peralatan dan Mesin
5322 Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan
dan Mesin dari Hibah
53221 Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan
Peralatan dan Mesin dari Hibah
532211 Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk
Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah
199
533 Belanja Modal Gedung dan Bangunan
5332 Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung
dan Bangunan dari Hibah
53321 Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan
Gedung dan Bangunan dari Hibah
533211 Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk
Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah
534 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
5342 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk Pencatatan Jalan,
Irigasi dan Jaringan dari Hibah
53421 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk Pencatatan
Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah
534211 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk
Pencatatan Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah
536 Belanja Modal Fisik Lainnya
5362 Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/
atau Aset Lainnya dari Hibah
53621 Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap
Lainnya dan atau Aset Lainnya dari Hibah
536211 Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset
Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hibah
3. 1.4.Akun Realisasi Belanja Hibah
56
Belanja Hibah
561 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri
5611 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri
56111 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri
561111 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri
562 Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional
5621 Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional
56211 Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional
562111 Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional
563 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah
5631 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah
56311 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah
200
563111 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah
56312 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah dari Penerusan
Hibah
563121 Belanja Hibah Barang Kepada Pemerintah Daerah
dari Penerusan Hibah Luar Negeri
563122 Belanja Hibah Jasa Kepada Pemerintah Daerah
dari Penerusan Hibah Luar Negeri
563123 Belanja Hibah Surat Berharga Kepada Pemerintah
Daerah dari Penerusan Hibah Luar Negeri
564 Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri
5641 Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri
56411 Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri
564111 Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri
72
Pengeluaran Pembiayaan
724 Penyertaan Modal Negara
7244 Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan Surat Berharga dari
Hibah
72441 Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan Surat
Berharga dari Hibah
724411 Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan Surat
Berharga dari Hibah
3.1.5.Akun Neraca
11
Aset Lancar
111 Kas dan Setara Kas
1118 Kas Lainnya dan Setara Kas
11182 Kas Lainnya pada Kementerian Negara/Lembaga
111822 Kas Lainnya di Kementerian Negara/Lembaga dari
Hibah
31
Ekuitas Dana Lancar
311 Ekuitas Dana Lancar
3119 Dana Lancar Lainnya
31191 Dana Lancar Lainnya
311911 Dana Lancar Lainnya dari Hibah Langsung
201
Bagan Akun Standar ditetapkan dalam peraturan tersendiri.
3.2. Jurnal Standar Hibah
a.
Pendapatan Hibah yang dialokasikan.
DR. Pendapatan Hibah yang dialokasikan + uraian MAP XXX
CR. Utang kepada KUN
XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat diterimanya pendapatan hibah
yang dialokasikan yang dicantumkan dalam DIPA)
b.
Belanja Hibah.
DR. Piutang dari KUN
XXX
CR. Belanja + Uraian MAK
XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat diterimanya belanja hibah yang
dicantumkan dalam DIPA)
c.
Realisasi pendapatan hibah.
DR
Utang Kepada KUN
CR
Pendapatan Hibah + uraian MAP
XXX
XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat pendapatan hibah diterima/
direalisasikan)
d.
Realisasi Belanja hibah.
DR
Belanja + uraian MAK
XXX
CR
Piutang dari KUN
XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat belanja hibah diterima/
direalisasikan)
e.
Realisasi Pengembalian Belanja Hibah Tahun Berjalan.
DR
Piutang dari KUN
CR
Belanja + uraian MAK
XXX
XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat pengembalian belanja hibah
diterima/direalisasikan pada tahun anggaran berjalan)
f.
Realisasi Pengembalian Belanja Hibah Setelah Tahun Berjalan.
DR
Penerimaan Kembali Belanja Hibah T.A. Yang Lalu
CR
Hutang dari KUN
XXX
XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat pengembalian belanja diterima/
direalisaaikan setelah tahun anggaran berjalan)
202
e.
Realisasi Pengembalian Belanja Hibah Tahun Berjalan.
DR
Piutang dari KUN
CR
Belanja + uraian MAK
XXX
XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat pengembalian belanja hibah
diterima/direalisasikan pada tahun anggaran berjalan)
f.
Realisasi Pengembalian Belanja Hibah Setelah Tahun Berjalan.
DR
Penerimaan Kembali Belanja Hibah T.A. Yang Lalu
CR
Hutang dari KUN
XXX
XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat pengembalian diterima/
direalisasikan setelah tahun anggaran berjalan)
g.
Realisasi Pengembalian Pendapatan Hibah Tahun Berjalan.
DR
Pendapatan Hibah + uraian MAP
CR
Utang Kepada KUN
XXX
XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat pengembalian diterima/
direalisasikan pada tahun anggaran berjalan)
h.
Realisasi Pengembalian Pendapatan Hibah Setelah Tahun Berjalan.
DR SAL
CR Kas
XXX
XXX
Jurnal yang terkait dengan Sistem Akuntansi Instansi (SAl) dilakukan
dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai jurnal
standar SAI.
203
BAB IV
SISTEM DAN PROSEDUR AKUNTANSI HIBAH
Pada Bab ini akan digambarkan rangkaian sistem dan prosedur
akuntansi dari berbagai transaksi hibah yang saling berkaitan
untuk menghasilkan output berupa laporan hibah bagi pihak-pihak
yang berkepentingan dalam pengelolaan hibah. Beberapa tahapan
sistem dan prosedur yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.
I.
Penandatanganan perjanjian hibah (grant agreement)
Perjanjian hibah adalah kesepakatan tertulis mengenai hibah
antara Pemerintah dengan Pemberi Hibah yang dituangkan
dalam dokumen perjanjian pemberian hibah atau dokumen
lain yang dipersamakan. Perjanjian hibah disusun untuk
memberikan kepastian hukum kepada para pihak dan di
dalam perjanjian tersebut terdapat hak dan kewajiban yang
melakukan perikatan.
Sesuai PP 10/2011, Perjanjian hibah paling sedikit memuat
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a.
Pemberi Hibah/Donor;
b.
Penerima hibah/ beneficiary,
c.
Jumlah dan rencana realisasi per tahun;
d.
Bentuk (uang/barang/jasa/ surat berharga);
e.
Peruntukan;
f.
Ketentuan dan Persyaratan; dan
g.
Jangka waktu (meliputi informasi mengenai waktu hibah
mulai aktif dan hibah dinyatakan selesai).
Dalam hal hibah yang direncanakan, penandatanganan
perjanjian hibah dilakukan oleh Menteri Keuangan atau pejabat
yang ditunjuk, sedangkan hibah langsung, penandatanganan
Perjanjian Hibah dapat dilakukan oleh menteri/pimpinan
lembaga atau pejabat yang diberi kuasa.
204
II.
Permohonan Registrasi
Registrasi merupakan proses pendaftaran hibah yang diajukan
oleh K/L kepada DJPU yang selanjutnya akan diberikan nomor
register. Nomor register merupakan nomor unique yang diberikan
oleh DJPU dalam rangka membedakan satu hibah dengan
hibah yang lainnya. Proses registerasi hibah merupakan entry
point untuk memasukan hibah dalam mekanisme APBN, tanpa
adanya nomor register akan berpengaruh terhadap proses
pelaksanaan dan pertanggungjawaban hibah selanjutnya.
Registrasi dilakukan tidak hanya untuk hibah yang berasal dari
luar negeri tetapi juga dilakukan untuk hibah yang berasal dari
dalam negeri. Selain itu, jika dilihat dari mekanisme pencairan
dananya, registrasi wajib dilakukan atas hibah yang diterima
secara terencana (pencairan dananya melalui KPPN) maupun
hibah yang diterima secara langsung oleh K/L (pencairan
dananya tidak melalui KPPN).
Satu perjanjian hibah/dokumen yang dipersamakan hanya
memiliki satu nomor register. Dalam hal perjanjian tersebut
terdapat lebih dan satu K/L yang menerima hibah, maka salah
satu dari K/L ditunjuk sebagai executing agency yang akan
mengajukan proses registrasi ke DJPU.
Nomor registrasi yang telah diterbitkan oleh DJPU dapat
digunakan oleh K/L untuk tahapan pelaksanaan dan
pertanggungjawaban hibah selanjutnya. Berkenaan dengan
itu, maka koordinasi antara K/L sebagai executing agency
dengan K/lainnya sebagai Project Implementing Unit (PIU)
mutlak diperlukan.
Beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk memperoleh
nomor register adalah sebagai berikut.
a.
Setelah perjanjian hibah ditandatangani oleh K/L dan
Pemberi Hibah, Sekretaris Jendral K/L mengajukan surat
permohonan nomor register dengan melampirkan:
205
b.
1)
Perjanjian hibah (PH)/Memorandum of Understanding
(MoU) atau dokumen lain yang dipersamakan; dan
2)
Grant Summary atau ringkasan perjanjian hibah dan
disbursement plan. Disbursement plan atau rencana
penarikan hibah disajikan per-tahun sampai dengan
perjanjian hibah dinyatakan tidak dapat ditarik lagi
(closed).
Surat balasan (nomor registrasi) dari Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan dalam hal
ini Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen ditujukan
kepada Sekretaris Jenderal K/L atau kepada pihak yang
mengajukan permohonan registrasi.
Nomor register yang telah diperoleh dari DJPU merupakan
dasar pengajuan ijin pembukaan rekening dan pencantuman
nomor register ke dalam Dokumen Anggaran (DIPA). Tidak
diperkenankan pengajuan revisi DIPA tanpa nomor registrasi
yang diberikan oleh DJPU. Dalam pengajuan nomor register ke
DJPU terdapat ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
206
a.
pemberian nomor register tidak berdasarkan negara
Pemberi Hibah namun berdasarkan jumlah perjanjian
hibah, misalnya: hibah dan World Bank yang diberikan
kepada K/L sebanyak 5 (lima) perjanjian hibah yang
berbeda, maka pengajuan nomor registrasi kepada DJPU
sebanyak 5 (lima) hibah dan akan diberikan 5 (lima) nomor
register;
b.
pemberian nomor register tidak didasarkan atas bentuk
hibah, misalnya dalam satu perjanjian hibah, pemberi
hibah akan memberikan hibah berupa uang, barang
dan jasa, maka pemberian nomor register hibah tidak
didasarkan pada bentuk hibah tersebut; dan
c.
pemberian nomor register hibah tidak diberikan atas dasar
lamanya waktu penarikan hibah, misalnya: dalam satu
perjaniian hibah ditentukan akan diterima dalam waktu
5 (lima) tahun (multiyears), maka K/L tidak perlu untuk
mengajukan register setiap tahunnya, cukup satu kali saja
untuk satu perjanjian hibah.
Proses Penerbitan Nomor Registrasi
Terkait dengan proses pengesahan atas penyerahan aset yang
dilakukan K/L kepada Pemda, tidak perlu dilakukan proses
permohonan nomor register.
III. Hibah yang Direncanakan
1.
Hibah yang direncanakan adalah hibah yang diperoleh
dengan mekanisme yang direncanakan, mulai dari
pengajuan kegiatan yang didanai dari hibah, pencantuman
dalam Daftar Rincian Kegiatan hibah, penandatanganan
hibah, pencantuman dalam APBN dan Dokumen
Anggaran serta pencairan dananya melalui KPPN (BUN)
untuk selanjutnya dipertanggungjawabkan. Untuk hibah
yang direncanakan, terdapat beberapa ketentuan yang
akan diatur dalam peraturan lainnya yaitu:
a.
tata cara penyusunan rencana kegiatan, pengajuan
usulan, dan penilaian kegiatan diatur dalam
207
Peraturan Menteri Perencanaan mengenai petunjuk
penyusunan dan penelaahan RKA-KL dan RKA-BUN;
2.
b.
penyusunan dan revisi dokumen anggaran akan
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai
tata cara revisi anggaran; dan
c.
tata cara penanikan hibah diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan mengenai pedoman pembayaran
dalam pelaksanaan APBN.
Tata cara penarikan hibah yang direncanakan dilakukan
dengan 5 (lima) cara yaitu:
a.
Transfer ke R-KUN;
b.
Pembayaran Langsung (Direct Payment);
c.
Rekening Khusus (Special Account),
d.
Letter of Credit; dan
e.
Pembiayaan Pendahuluan (Pre Financing)./
Tata cara penarikan hibah yang direncanakan tersebut
berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
mengenai tata cara penarikan pinjaman luar negeri dan/atau
hibah luar negeri.
Dalam hal tata cara penarikan hibah tersebut tidak melalui kelima
cara diatas, maka hibah yang diterima tersebut dikategorikan
sebagai hibah yang diterima secara Iangsung oleh K/L. Pada
hibah tertentu proses pengadaan hibah dilakukan secara
terencana/sesuai dengan prosedur perencanaan, namun
demikian dalam perjanjian hibah dinyatakan bahwa pengadaan
barang/jasa dilaksanakan langsung oleh Pemberi Hibah
(executed by donor) maka hibah tersebut juga merupakan
hibah langsung. Demikian pula halnya jika Pemberi Hibah
memberikan hibah berupa uang kepada K/L tanpa melalui KPPN
(BUN) maka hal ini juga dikategorikan sebagai hibah langsung.
208
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa meskipun proses
pengadaan hibah dilakukan dengan terencana, namun jika
proses eksekusinya dilakukan oleh Pemberi Hibah (executed
by donor) tanpa melibatkan KPPN, maka hibah
tersebut masuk dalam kategori hibah langsung.
Untuk menggambarkan proses pengadaan hibah yang
direncanakan secara menyeluruh akan tampak pada bagan
alur berikut.
IV. Hibah Langsung
K/L dapat menerima Hibah langsung dari Pemberi Hibah
dengan memperhatikan prinsip dalam Pendapatan Hibah.
Selain itu, K/L wajib mengkaji maksud dan tujuan hibah serta
bertanggung jawab terhadap Hibah yang akan diterima dan
mengkonsultasikan rencana penerimaan Hibah langsung
pada tahun berjalan kepada Menteri Keuangan, Menteri
209
Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri/Pimpinan
Lembaga terkait lainnya sebelum dilakukan penandatanganan
Perjanjian Hibah. Untuk hibah yang langsung diterima K/L,
penjanjian hibah paling sedikit memuat:
a.
jumlah/nilai;
b.
peruntukan;
c.
bentuk;
d.
ketentuan dan persyaratan; dan
e.
jangka waktu.
Hibah Iangsung diterima K/L sewaktu-waktu, tidak mengikuti
sikius APBN, dapat diserahkan oleh Pemberi Hibah kepada
K/L pada saat apapun saja, tergantung pada siklus anggaran
di negara dimana pemberi hibah berasal. Namun demikian
hibah langsung dapat saja telah dimasukkan ke dalam
perencanaan APBN, DIPA sudah tersedia diawal tahun namun
pencairannya tidak dilakukan melalui KPPN maka hibah ini
juga diklasifikasikan sebagai Hibah Langsung.
Hibah langsung yang diterima dari Pemberi Hibah dapat
berupa berupa uang tunai, uang untuk membiayai kegiatan,
barang/jasa dan surat berharga. Berikut ini gambaran sistem
dan prosedur hibah sesuai dengan bentuknya.
1.
Hibah Langsung Bentuk Uang
a.
Sistem dan Prosedur hibah berupa uang/kas yang
diterima secara langsung oleh K/L
1)
Registerasi hibah Iangsung ke DJPU
2)
Mengajukan Ijin Pembukaan Rekening
Penerimaan hibah berupa uang, Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA)
wajib melakukan ijin pembukaan rekening ditujukan
kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan
210
(Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat) Kementerian
Keuangan ditembuskan kepada Direktur Pengelolaan
Kas Negara untuk mendapatkan persetujuan.
Persetujuan atas Nomor Rekening Hibah dapat
dilakukan sesudah rekening dibuka.
3)
Penyesuaian pagu belanja yang bersumber dari
hibah dalam DIPA.
Hibah yang diperoleh dari pemberi hibah berupa
uang, K/L wajib melakukan penyesuaian pagu belanja
dalam DIPA kepada Ditjen Perbendaharaan.
4)
K/L melakukan Pengesahan Pendapatan dan Belanja
yang bersumber dari hibah
Dana hibah yang diperoleh dari donor dibelanjakan
sesuai dengan peruntukan yang tertuang dalam
perjanjian hibah. Dalam hal revisi DIPA belum
dilakukan, K/L dapat melakukan belanja yang akan
disahkan dalam akun: 52 (Belanja Barang), 53
(Belanja Modal), 57 (Belanja Bantuan Sosial).
Mekanisme pengelolaan dan pengesahan dapat
digambarkan dalam bagan alur sebagai berikut:
2.
Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga
Sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian hibah,
Pemberi Hibah akan merealisasikan hibah berupa
barang/jasa kepada K/L atau surat berharga kepada BUN.
Pengadaan barang/jasa/surat berharga sepenuhnya
dilakukan oleh Pemberi Hibah, sedangkan penerima hibah
(beneficiary) hanya menerima manfaat atas hibah barang/
jasa/surat berharga yang diberikan.
Pada saat Pemberi Hibah memberikan hibah berupa
barang/jasa/surat berharga, langkah-langkah yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut.
211
a.
Satker/KPA bersama-sama Pemberi Hibah membuat
Berita Acara Serah Terima (BAST) Barang/Jasa/Surat
Berharga.
BAST merupakan dokumen sumber yang di dalamnya
sekurang-kurangnya berisikan:
1)
Tanggal serah terima, merupakan tanggal
penyerahan barang/jasa/surat berharga dari
pemberi hibah kepada penerima hibah;
2)
Para pihak, merupakan nama pemberi hibah dan
penerima hibah;
3)
Jumah (valas dan/atau rupiah), merupakan
jumlah nominal hibah yang diterima ekuivalen
dengan uang; dan
4)
Bentuk/jenis hibah, merupakan bentuk hibah
yang diterima, dapat berupa barang/jasa/surat
berharga. Dalam hal hibah yang diterima dalam
bentuk barang harus disebutkan rincian harga
barang yang diterima. Jika harga barang belum
tercantum pada BAST, PA/KPA dapat melakukan
penilaian harga barang sesuai dengan harga
wajar/harga pasar (fair value).
5)
Tujuan
Penyerahan,
merupakan
tujuan
penyerahan barang/jasa/surat berharga, yaitu
untuk hibah dari pemberi hibah kepada penerima
hibah.
BAST berfungsi sebagai berikut:
212
1)
Dokumen sumber bagi pemberi hibah dan
penerima hibah;
2)
Dokumen sumber awal untuk penyusunan
dokumen-dokumen sumber lainnya untuk
pertanggungjawaban hibah; dan
3)
Dokumen
sumber
untuk
perencanaan
penerimaan hibah (disbursement plan).
b.
Atas dasar perjanjian hibah atau dokumen yang
dipersamakan, PA/KPA mengajukan permohonan
registrasi dan dokumen yang dibutuhkan untuk
registerasi sama dengan prosedur yang telah
disebutkan diatas. Dalam hal hibah barang atau jasa
yang diterima sebagai bagian dari kegiatan hibah
yang perjanjian hibahnya sudah di-register, maka
Satker tidak perlu mengajukan registrasi baru (dapat
menggunakan nomor register yang sama).
c.
Satker/KPA mengajukan permohonan pengesahan
yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan
Utang c.q. Direktorat Evaluasi Akuntansi dan
Setelmen dengan kelengkapan:
1)
Perjanjian Hibah atau dokumen lain yang
dipersamakan;
2)
Berita Acara Serah Terima (BAST); dan
3)
Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Dalam
Bentuk Barang atau Jasa/(SPTMHL) dalam
bentuk barang/jasa.
d.
Atas dasar surat permintaan pengesahan dan
berbagai dokumen tersebut, Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang melakukan pengesahan dan
sebagai dokumen sumber bagi DJPU untuk mencatat
realisasi penerimaan hibah.
e.
Pengesahan hibah bentuk barang/jasa/Surat berharga
ke KPPN melalui Memo Pencatatan Hibah Langsung
Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga (MPHL-BJS).
213
V.
Sistem dan Prosedur Rekonsiliasi
Rekonsiliasi adalah pencocokan data antara satu sistem
dengan sistem yang lainnya dengan menggunakan dokumen
sumber yang sama. Rekonsiliasi hibah merupakan salah
satu prosedur internal control untuk memastikan bahwa
Pendapatan Hlbah dan Belanja Hibah telah dicatat dengan
besaran yang sama antara BUN dengan Pengguna Anggaran/
KuaSa Pengguna Anggaran Hibah. Disamping itu, rekonsiliasi
juga dilaksanakan dengan antara DJPU selaku Unit akuntansi
yang melaporkan Pendapatan Hibah dengan K/L selaku yang
menerima Pendapatan Hibah secara langaung. Rekonsiliasi
dilaksanakanan paling sedikit satu kali dalam 3 (tiga bulan)
Rekonsiliasi hibah dilaksanakan antara:
214
1.
DJPU dengan Dit. PKN atas Pendapatan Hibah dalam
bentuk uang yang berasal dari luar negeri;
2.
DJPU dengan Kementerian/Lembaga atas Pendapatan
hibah yang diterima secara Langsung berupa uang,
barang, dan jasa;
3.
DJPU dengan DJKN dalam hal hibah berupa surat
berhanga;
4.
DJPK dengan Dit. PKN/KPPN mitra kerja atas Belanja
Hibah (on granting), dan
5.
DJPU dengan Dlrektorat APK atas Pendapatan Hibah dan
Belanja Hibah yang diterima.
BAB V
PELAPORAN HIBAH
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan Informasi yang
relevan mengenai posisi keuangan dan realisasi anggaran untuk
seluruh transaksi yang dilakukan suatu entitas pelaporan selama
satu periode pelaporan. Laporan Keuangan terutama digunakan
untuk membandingkan realisasi pendapatan dan belanja dengan
anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan,
mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan,
dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan
perundang-undangan. Setiap entitsa pelaporan mempunyai
kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta
hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis
dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan
akuntabilitas, manajemen, transparansi dan keseimbangan antar
generasi.
Transaksi hibah juga harus di sajikan dalam laporan keuangan
dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengaturan mengenai SIKUBAH mengacu pada Standar Akuntansi
Pemerintahan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Dalam UU 17/2003 dan UU 1/2004, Menteri Keuangan sebagai BUN,
dalam hal ini DJPU selaku Unit Akuntansi Pembantu BUN, diberikan
kewenangan untuk melaporkan Pendapatan Hibah dan Belanja
Hibah. K/L sebagai pengguna anggaran diberikan kewenangan
untuk melaporkan belanja yang bersumber dari hibah dan belanja
untuk pencatatan hibah bentuk barang dan jasa, sedangkan DJKN
selaku pengguna anggaran BUN Pengelola Investasi Pemerintah
melaporkan pengeluaran pembiayaan hibah.
Selain menyusun laporan keuangan untuk tujuan akuntabilitas,
DJPU juga dimungkinkan untuk menghasilkan laporan manajerial
untuk kebutuhan khusus manajemen. Salah satu aplikasi yang
dipakai untuk mcnghasilkan laporan untuk kebutuhan khusus
215
tersebut adalah Debt Management and Financial Analysis System
(DMFAS). Aplikasi DMFAS ini merupakan supporting system yang
dapat menghasilkan laporan tambahan terhadap penyusunan
laporan keuangan pemerintah. Jika diperlukan, DMFAS dapat
dipakai untuk menghasilkan laporan hibah yang Iebih terinci sebagai
pelengkap laporan keuangan pemerintah.
K/L sebagai entitas akuntansi dan entitas pelaporan khususnya
atas pelaksanaan belanja yang sumber dananya berasal dari hibah,
diwajibkan melaporkan belanja tersebut dalam LRA, sebagaimana
mekanisme yang berlaku atas belanja yang berada pada K/L.
Selanjutnya, terhadap hibah yang diperoleh dalam bentuk barang,
K/L sebagai entitas akuntansi dan entitas pelaporan wajib untuk
melaporkannya dalam Neraca, LRA, dan CaLK. Sedangkan hibah
yang diperoleh dalam bentuk jasa, K/L wajib melaporkan dalam
LRA dan CaLK.
5.1. Periode Pelaporan
Laporan Keuangan disajikan sekurang-kurangnya dua kali
dalam setahun, yaitu laporan keuangan semesteran dan
laporan keuangan akhir tahun.
5.2. Komponen Laporan Hibah
Laporan Hibah setidak-tidaknya terdiri dari:
1.
Neraca;
2.
LRA;
3.
CaLK; dan
4.
Laporan (managerial report).
Pendapatan Hibah dalam bentuk uang, barang, jasa dan/
atau surat berharga harus disajikan dalam LRA. Transaksi
Pendapatan Hibah dan penerusannya ke daerah (Belanja
Hibah) dilaporkan dalam LRA dan diungkapkan dalam CaLK.
216
Dalam hal Hibah tidak termasuk dalam perencanaan Hibah
pada tahun anggaran berjalan, Hibah harus dilaporkan dalam
Laporan Keuangan.
5.3. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
LRA menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian
sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah,
yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan
realisasinya dalam satu periode pelaporan.
Unsur yang dicakup secara langsung oleh LRA atas hibah
terdiri dari Belanja Hibah dan Pendapatan Hibah. Pendapatan
Hibah berupa Barang/Jasa/Surat Berharga serta Belanja
untuk pencatatan hibah berupa Barang/Jasa/Surat Berharga
merupakan transaksi non Kas.
Berikut ini adalah ilustrasi Laporan Realisasi Anggaran atas
hibah:
217
218
43
II
431X
431XX
431XXX
43
I
KODE
3
2
TRANSAKSI KAS
Pemerintah Dalam Negeri
Penerimaan Hibah
Pendapatan Hibah Dalam Negeri dan
Luar Negeri
Uraian akan Pendapatan Hibah 4 digit
Uraian akan Pendapatan Hibah 5 digit
Uraian akan Pendapatan Hibah 6 digit
Jumlah Pendapatan XXXXX
Jumlah Pendapatan XXXX
Jumlah Pendapatan XXX
Jumlah Pendapatan XX
TRANSAKSI NON KAS
Pemerintah Dalam Negeri
Penerimaan Hibah
Pendapatan Hibah Dalam Negeri dan
Luar Negeri
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
PENDAPATAN
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
4
JUMLAH SAMPAI
DENGAN BULAN
LALU
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
5
BULAN INI
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
99999.99
99999.99
99999.99
99999.99
99999.99
7
% REAL.
PEND
: LRPS.B01
: XX/XX/XXXX
: XX
:
JUMLAH
SAMPAI
DENGAN
BULAN INI
6
KODE LAP
TANGGAL
HAL
PROG ID
REALISASI PENDAPATAN
: (999) BENDAHARA UMUM NEGARA
: (02) HIBAH
: (0100) DKI JAKARTA
: XXXXXX KANTOR XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
: (KP) KANTOR PUSAT
URAIAN
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
ESELON I
WILAYAH/PROPINSI
SATUAN KERJA
JENIS SATUAN KERJA
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH SATUAN KERJA MELALUI KPPN DAN BUN
UNTUK BULAN YANG BERAKHIR XX-XXXXXXXXX-XXXX
(DALAM RUPIAH)
219
431X
431XX
431XXX
Uraian akan Pendapatan Hibah 4 digit
Uraian akan Pendapatan Hibah 5 digit
Uraian akan Pendapatan Hibah 6 digit
Jumlah Pendapatan XXXXX
Jumlah Pendapatan XXXX
Jumlah Pendapatan XXX
Jumlah Pendapatan XX
Jumlah Pendapatan Hibah Non Kas
JUMLAH PENDAPATAN DAN HIBAH
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
99999.99
99999.99
99999.99
99999.99
99999.99
99999.99
99999.99
220
2
TRANSAKSI KAS
Uraian Sumber Dana
Uraian Cara penarikan
Uraian Fungsi
Uraian Sub Fungsi
Uraian Program
Uraian Kegiatan
Uraian Output
Uraian Jenis Belanja
Uraian Jenis Belanja
Uraian MAK
Uraian MAK
JUMLAH BELANJA XXXX
Uraian Jenis Belanja
Uraian MAK
Uraian MAK
JUMLAH BELANJA XXXX
JUMLAH BELANJA XX
JUMLAH BELANJA OUTPUT XXXX.XXXX
JUMLAH BELANJA KEGIATAN XXXX
JUMLAH BELANJA PROGRAM XX.XX.XXXX
JUMLAH BELANJA SUBFUNGSI XX.XX
1
I
XX
X
XX
XX
XXXX
XXXX
XXXX
XX
XXXX
XXXXXX
XXXXXX
XXXX
XXXXXX
XXXXXX
URAIAN
KODE
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
ESELON I
WILAYAH/PROPINSI
SATUAN KERJA
JENIS SATUAN KERJA
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
4
ANGGARAN
SETELAH
REVISI
3
ANGGARAN
SEMULA
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
JUMLAH
SAMPAI
DENGAN
BULAN LALU
5
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
6
BULAN INI
REALISASI BELANJA
: (999) BENDAHARA UMUM NEGARA
: (02) HIBAH
: (0100) DKI JAKARTA
: XXXXXX KANTOR XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
: (KP) KANTOR PUSAT
LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA
BELANJA SATUAN KERJA MELALUI KPPN DAN BUN
UNTUK BULAN YANG BERAKHIR XX-XXXXXXXXX-XXXX
(DALAM RUPIAH)
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
JUMLAH
SAMPAI
DENGAN
BULAN INI
7
KODE LAP
TANGGAL
HAL
PROG. ID
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
8
% REAL.
ANGG.
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
9
SISA
ANGGARAN
: LRPS.B01
: XX/XX/XXXX
: XX
: XXXXXXXX
221
TRANSAKSI NON KAS
Uraian Sumber Dana
Uraian Cara penarikan
Uraian Fungsi
Uraian Sub Fungsi
Uraian Program
Uraian Kegiatan
Uraian Output
Uraian Jenis Belanja
Uraian Jenis Belanja
Uraian MAK
Uraian MAK
JUMLAH BELANJA XXXX
XXXX
Uraian Jenis Belanja
XXXXXX
Uraian MAK
XXXXXX
Uraian MAK
JUMLAH BELANJA XXXX
JUMLAH BELANJA XX
JUMLAH BELANJA OUTPUT XXXX.XXXX
JUMLAH BELANJA KEGIATAN XXXX
JUMLAH BELANJA PROGRAM XX.XX.XXXX
JUMLAH BELANJA SUBFUNGSI XX.XX
JUMLAH BELANJA FUNGSI XX
JUMLAH BELANJA CARA PENARIKAN X
JUMLAH BELANJA SUMBER DANA XX
JUMLAH BELANJA TRANSAKSI KAS
JUMLAH BELANJA
TRANSAKSI KAS DAN NON KAS
II
XX
X
XX
XX
XXXX
XXXX
XXXX
XX
XXXX
XXXXXX
XXXXXX
JUMLAH BELANJA FUNGSI XX
JUMLAH BELANJA CARA PENARIKAN X
JUMLAH BELANJA SUMBER DANA XX
JUMLAH BELANJA TRANSAKSI KAS
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
99,999.99
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999
5.4. Catatan atas Laporan Keuangan (CALK)
CaLK meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang
tertera dalam LRA dan Neraca. CaLK juga mencakup informasi
tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas
pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan
untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan
serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan
penyajian laporan keuangan secara wajar.
CaLK Hibah secara khusus meliputi:
222
1.
penyajian informasi mengenai kebijakan Hibah,
pencapaian target Undang-Undang APBN, berikut kendala
dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target
dimaksud;
2.
penyajian ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama
tahun pelaporan,
3.
penyajian informasi mengenai dasar penyusunan laporan
keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih
untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadiankejadian penting lainnya;
4.
pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Standar
Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan pada
lembar muka laporan keuangan;
5.
penjelasan atas perkiraan LRA dan Neraca;
6.
penyajian basis pengukuran atas hibah;
7.
penyajian secara lebih rinci sumber-sumber atau jenisjenis hibah; dan
8.
penyediaan informasi tambahan yang diperlukan untuk
penyajian yang wajar, yang tidak disajikan pada lembar
muka laporan keuangan.
BAB VI PENUTUP
Hibah yang bersumber dari luar negeri dan dalam negeri
merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang ikut
menopang pengeluaran negara. Pendapatan Hibah yang diterima
oleh Pemenintah tidak hanya melalui mekanisme hibah yang
direncanakan, namun banyak pula hibah diperoleh dari pemberi
hibah secara langsung kepada K/L. Agar hibah secara langsung
yang diterima K/L dapat dilaksanakan dengan pninsip-prinsip tata
kelola yang baik, diperlukan mekanisme pertanggungiawaban yang
transparan dan akuntabel.
Guna menjawab tantangan tersebut di atas, telah disusun PMK
40/2009 yang menjadi pedoman dalam tata kelola sistem akuntansi
hibah. Namun PMK tersebut masih perlu dilakukan penyesuaian
guna menjawab permasalahan hibah dan beberapa ketentuan yang
diatur dalam PP 10/2011.
Agar pelaksanaan pertanggungjawaban hibah lebih mudah untuk
dilaksanakan oleh para entitas akuntansi, telah disusun modul
SIKUBAH sebagai lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.
Modul ini memberikan pedoman dalam penyusunan dan penyajian
laporan keuangan terkait hibah sesuai dengan prinsip-prinsip yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Entitas terkait hibah tidak
hanya di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai BUN, tetapi
juga bagi K/L yang memperoleh hibah secara Iangsung dapat
melakukan pengesahan kepada BUN sehingga Pendapatan Hibah
ini dapat tercatat dalam laporan keuangan. Sehingga dengan
demikian diharapkan upaya untuk mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara khususnya pengelolaan
hibah dapat terwujud.
Penyusunan Peraturan Menteri Keuangan ini berikut Modul
SIKUBAH bukan merupakan tujuan akhir pelaksanaan akuntansi
hibah. Namun yang lebih penting yaitu memberikan payung
hukum atas pelaksanaan akuntansi hibah dan merancang Sistem
223
Aplikasi Hibah yang komprehensif sehingga dapat untuk membantu
menyusun laporan keuangan yang akurat, informatif dan tepat
waktu sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/
PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat.
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U.
KEMENTERIAN
GIARTO
NIP 195904201984021001
224
MENTERI KEUANGAN
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 224/PMK.08/2011
TENTANG
TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI
ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA
PEMERINTAH
225
226
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 224/PMK.08/2011
TENTANG
TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN
DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 77
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman
Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah dan Pasal
26 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008
tentang Tata Cara Pengadaan Dan Penerusan
Pinjaman Dalam Negeri Oleh Pemerintah,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Tata Cara Pemantauan Dan Evaluasi
Atas Pinjaman Dan Hibah Kepada Pemerintah;
Mengingat
1.
:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004
227
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);
2.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun
2008 tentang Tata Cara Pengadaan Dan
Penerusan Pinjaman Dalam Negeri Oleh
Pemerintah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 115,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4885);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri Dan Penerimaan Hibah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5202);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
228
PERATURAN
MENTERI
KEUANGAN
TENTANG PEMANTAUAN DAN EVALUASI
ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA
PEMERINTAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1.
Kementerian/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga
pemerintah non kementerian negara/lembaga negara yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan.
2.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan melalui utang yang
diperoleh Pemerintah baik dari pemberi pinjaman dalam negeri
maupun pemberi pinjaman luar negeri yang diikat oleh suatu
perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga, yang
harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
3.
Hibah adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk
devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/
atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah baik
dari dalam negeri maupun luar negeri yang tidak perlu dibayar
kembali.
4.
Executing Agency, selanjutnya disingkat EA, adalah
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Badan
Usaha Milik Negara yang menjadi penanggung jawab secara
keseluruhan atas pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari
Pinjaman dan/atau Hibah.
5.
Surat Perintah Membayar, selanjutnya disingkat SPM,
adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/
Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk
untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan
dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran.
229
6.
Surat Perintah Pencairan Dana, selanjutnya disingkat SP2D,
adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum
Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPM.
7.
Pengguna Anggaran, selanjutnya disingkat PA, adalah pejabat
yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan
anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
8.
Kuasa Pengguna Anggaran, selanjutnya disingkat KPA, adalah
pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab
dari PA untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan
kepadanya.
9.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, selanjutnya disingkat
DIPA, adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun
oleh PA/KPA dan disahkan oleh Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara yang berfungsi sebagai dokumen
pelaksanaan anggaran dan dokumen pendukung akuntansi
pemerintahan.
10. Aplikasi Penarikan Dana (Withdrawal Application), selanjutnya
disingkat WA, adalah penarikan initial depositdana Pinjaman
dan/atau Hibah pengisian kembali rekening khusus
(replenishment), pengisian kembali rekening dana talangan
(reimbursement), penarikan dana untuk penggantian atas
pengeluaran-pengeluaran yang telah dibayarkan terlebih
dahulu oleh Pemerintah, membayar langsung kepada rekanan
atau pihak yang dituju, dan penarikan dana dalam rangka
transfer langsung ke Rekening Kas Umum Negara (R-KUN).
11. Notice of Disbursement atau dokumen yang dipersamakan,
selanjutnya disingkat NOD, adalah dokumen yang menunjukkan
bahwa pemberi Pinjaman dan/atau Hibah telah melakukan
pencairan Pinjaman dan/atau Hibah yang antara lain memuat
informasi Pinjaman dan/atau Hibah, nama proyek, jumlah uang
yang telah ditarik (disbursed), cara penarikan, dan tanggal
230
transaksi penarikan yang digunakan sebagai dokumen sumber
pencatatan penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan
Hibah.
12. Surat
Perintah
Pembukuan/Pengesahan,
selanjutnya
disingkat SP3, adalah surat perintah yang diterbitkan KPPN
Khusus selaku Kuasa Bendahara Umum Negara, yang
fungsinya dipersamakan sebagaimana SPM/SP2D, kepada
Bank Indonesia dan Satuan Kerja (Satker) untuk dibukukan/
disahkan sebagai penerimaan dan pengeluaran dalam APBN
atas realisasi penarikan Pinjaman dan/atau Hibah melalui
mekanisme pembayaran langsung dan/atau letter of credit
(L/C).
13. Disbursement Plan adalah dokumen rencana penarikan dana
Pinjaman dan/atau Hibah yang disusun berdasarkan rencana
kerja kegiatan.
14. Disbursement Ratio, selanjutnya disingkat DR, adalah
perbandingan antara realisasi penarikan Pinjaman dan/atau
Hibah dengan komitmen nilai bersihnya.
15. Availability Period adalah periode yang tersedia untuk penarikan
Pinjaman dan/atau Hibah, yaitu periode antara tanggal efektif
Pinjaman dan/atau Hibah (effective date) sampai dengan
tanggal penutupan Pinjaman dan/atau Hibah (closing date).
16. Elapse Time Ratio, selanjutnya disingkat ETR, adalah
perbandingan antara periode yang telah dilampaui mulai
effective date dengan periode penarikan Pinjaman dan/atau
Hibah (availability period).
17. Progress Variant, selanjutnya disingkat
perbandingan antara DR dengan ETR.
PV,
adalah
18. Condition Precedent of Effectiveness adalah persyaratanpersyaratan yang disepakati oleh pemberi Pinjaman dan/
atau Hibah dengan penerima Pinjaman dan/atau Hibah untuk
menentukan berlaku efektifnya suatu Pinjaman dan/atau
Hibah.
231
19. Nota Disposisi, selanjutnya disebut Nodis, adalah surat yang
memuat informasi antara lain realisasi L/C dan berfungsi
sebagai pengantar dokumen kepada importir.
20. Restrukturisasi Pinjaman adalah reorganisasi Pinjaman yang
melibatkan pemberi dan penerima Pinjaman untuk merubah
persyaratan yang telah disepakati dalam rangka membayar
kembali pinjaman yang dapat mencakup skema-skema seperti
penjadwalan kembali (rescheduling), pembiayaan kembali
(refinancing), penghapusan (debt forgiveness), konversi
Pinjaman (debt conversion) dan percepatan pembayaran
Pinjaman sebelum jatuh tempo (prepayment).
21. Surat Penetapan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/
Lembaga, selanjutnya disingkat SP-RKAKL, adalah alokasi
anggaran yang ditetapkan menurut unit organisasi dan Program
dan dirinci ke dalam satuan kerja-satuan kerja berdasarkan
penelaahan RKA-KL.
Pasal 2
Peraturan Menteri Keuangan ini bertujuan untuk memberikan
pedoman dalam melaksanakan pemantauan, evaluasi, pelaporan
dan publikasi atas kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman dan/atau
Hibah.
232
BAB II
PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN ATAS PINJAMAN
DAN HIBAH
Bagian Kesatu
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha
Milik Negara
Paragraf 1
Pemantauan dan Evaluasi
Pasal 3
(1) Pimpinan Kementerian/Lembaga (K/L), Gubernur, Bupati/
Walikota atau Direktur Utama Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) selaku pimpinan EA melakukan pemantauan dan
evaluasi terhadap kinerja kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman
dan/atau Hibah.
(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup tahapan:
a.
pelaksanaan, yang meliputi pemantauan dan evaluasi
terhadap perkembangan proses pengadaan barang
dan/atau jasa, kinerja pelaksanaan fisik kegiatan,
perkembangan realisasi penyerapan dana, perkembangan
pencapaian indikator masukan (input) dan keluaran
(output), permasalahan yang dihadapi, dan tindak lanjut
yang diperlukan; dan
b.
pasca kegiatan, yang meliputi evaluasi terhadap output,
dampak, kesinambungan, dan indikator keberhasilan
lainnya.
233
Paragraf 2
Pelaporan
Pasal 4
(1) Pimpinan EA menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, yang terdiri atas:
a.
laporan triwulanan pelaksanaan kegiatan; dan
b.
laporan pasca kegiatan.
(2) Laporan triwulanan pelaksanaan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan kepada Menteri
Keuangan u.p. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang paling
lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah berakhirnya triwulan
yang bersangkutan.
(3) Batas akhir masing-masing triwulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah sebagai berikut:
a.
triwulan pertama setiap tanggal 31 Maret;
b.
triwulan kedua setiap tanggal 30 Juni;
c.
triwulan ketiga setiap tanggal 30 September; dan
d.
triwulan keempat setiap tanggal 31 Desember.
(4) Bentuk formulir laporan triwulanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) mengacu pada format laporan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang menjadi bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(5) Laporan pasca kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b berupa Laporan Akhir Kegiatan (Project Completion
Report) atau dokumen lain yang sejenis.
(6) Laporan pasca kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
disampaikan kepada Menteri Keuangan u.p. Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang paling lambat 6 (enam) bulan setelah
kegiatan dinyatakan selesai.
234
(7) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialamatkan
kepada:
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
u.p. Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4
Jakarta 10710
Email : [email protected]
Faksimili : (021) 3843712
Bagian Kedua
Kementerian Keuangan
Paragraf 1
Pemantauan
Pasal 5
(1) Direktur Jenderal Pengelolaan Utang melakukan pemantauan
terhadap realisasi penyerapan dan aspek keuangan atas
Pinjaman dan/atau Hibah.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melibatkan unit-unit terkait di lingkungan Kementerian
Keuangan.
Pasal 6
(1) Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan
terhadap data dan informasi yang meliputi:
a.
Disbursement plan atas perjanjian Pinjaman dan/atau
Hibah yang masih berstatus aktif dan perjanjian Pinjaman
dan/atau Hibah baru dalam rangka memenuhi kebutuhan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
berjalan;
235
b.
pemenuhan condition precedents of effectiveness
Pinjaman dan/atau Hibah termasuk persyaratan biaya
Pinjaman dan realisasi pembayarannya;
c.
amandemen perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah;
d.
restrukturisasi
Pinjaman
termasuk
rescheduling,
prepayment, debt swap dan skema restrukturisasi lainnya;
e.
rencana penarikan Pinjaman dan/atau Hibah yang
dialokasikan dalam DIPA tahun berjalan;
f.
realisasi pencairan dana Pinjaman dan/atau Hibah yang
ditunjukkan di dalam dokumen SP2D, WA, SP3, Nodis
dan dokumen sejenis lainnya; dan
g.
realisasi pencairan dana dari pemberi Pinjaman dan/atau
Hibah yang tercermin dalam NOD atau dokumen sejenis
lainnya.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersumber dari:
a.
basis data Debt Management and Financial Analysis
System (DMFAS);
b.
laporan triwulanan yang diterima dari K/L, Pemerintah
Daerah (Pemda), dan BUMN, selaku EA;
c.
hasil rapat berkala dan ad hoc dengan K/L, Pemda, dan
BUMN selaku EA; dan
d.
dokumen atau sumber-sumber lain yang relevan.
Pasal 7
Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat didukung
dengan:
a.
236
data dan informasi yang diperoleh dari kunjungan ke lokasi
kegiatan (on-site visit);
b.
hasil pengamatan terhadap persiapan kegiatan, proses
pengadaan barang/jasa, pelaksanaan kegiatan fisik, proses
administrasi, dan pengelolaan kegiatan;
c.
informasi yang dilakukan melalui wawancara atau pengumpulan
data primer dan hasil perbandingan antara sasaran kegiatan,
indikator keberhasilan dan kemajuan yang telah dicapai dalam
pelaksanaan kegiatan;
d.
koordinasi dan rekonsiliasi data dengan K/L, Pemda, dan
BUMN selaku EA atau penerima penerusan Pinjaman dan/atau
Hibah yang dilakukan secara periodik maupun ad hoc;
e.
hasil pertukaran data Pinjaman dan/atau Hibah yang dilakukan
oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dengan:
1)
Direktorat Jenderal Anggaran, terkait dengan data SPRKAKL dan rencana penarikan Pinjaman dan/atau Hibah;
dan/atau
2)
Direktorat Jenderal Perbendaharaan, terkait dengan data
DIPA, data realisasi penarikan Pinjaman dan/atau Hibah
melalui SP2D, WA, Nodis, dan SP3.
Pasal 8
Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat berupa
penyusunan mekanisme peringatan dini (early warning mechanism)
terhadap:
a.
Pinjaman dan/atau Hibah yang akan mengalami penutupan
masa laku pada 2 (dua) triwulan ke depan dari triwulan berjalan;
b.
Pinjaman dan/atau Hibah yang masa lakunya telah berakhir
namun masih terdapat sisa dana yang belum ditarik;
c.
Pinjaman dan/atau Hibah yang belum efektif dan/atau
persyaratan penarikan pertama yang belum terpenuhi; dan
d.
Pinjaman dan/atau Hibah yang telah dinyatakan berlaku efektif
namun belum ada penarikan dana.
237
Paragraf 2
Kajian, Identifikasi, dan Pengukuran
Pasal 9
Berdasarkan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a.
Mengkaji kesesuaian pelaksanaan
rencananya, yang terkait dengan:
kegiatan
dengan
1)
pemenuhan condition precedents of effectiveness untuk
pengefektifan perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah;
2)
disbursement plan;
3)
pengalokasian dana Pinjaman dan/atau Hibah ke dalam
DIPA;
4)
pengajuan penarikan Pinjaman dan/atau Hibah;
5)
realisasi penarikan Pinjaman dan/atau Hibah; dan
6)
penerbitan SP3.
b.
Mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam
pelaksanaan kegiatan yang dapat menghambat penyerapan
Pinjaman
dan/atau
Hibah
serta
langkah-langkah
penyelesaiannya.
c.
Mengukur kaitan antara kemajuan pelaksanaan kegiatan
dengan indikator kinerja kegiatan.
Paragraf 3
Evaluasi
Pasal 10
(1) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang melakukan pengujian
konsistensi data perencanaan anggaran Pinjaman dan/atau
Hibah dan realisasinya.
238
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui cara sebagai berikut:
a.
membandingkan antara rencana penarikan dana dengan
alokasi dana dalam DIPA;
b.
membandingkan antara alokasi Pinjaman dan/atau Hibah
dalam DIPA dengan realisasi pencairan dana Pinjaman
dan/atau Hibah berupa SP2D, WA, Nodis, dan SP3;
c.
membandingkan antara WA serta SP3 dari KPPN
Khusus dengan realisasi NOD atau dokumen lain yang
dipersamakan dari pemberi Pinjaman dan/atau Hibah;
dan
d.
mengukur atau membandingkan antara capaian
pelaksanaan kegiatan yang sedang berjalan dengan
menggunakan teknik perhitungan PV.
(3) Berdasarkan hasil perhitungan PV sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf d, Direktorat Jenderal Pengelolaan
Utang mengkategorikan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
Pinjaman dan/atau Hibah sebagai berikut:
a.
”on and above schedule” untuk kegiatan dengan nilai PV
≥ 1 yang berarti realisasi penarikan Pinjaman dan/atau
Hibah yang bersangkutan telah sesuai atau lebih cepat
dari jadwal yang direncanakan;
b.
”behind schedule” untuk kegiatan dengan nilai PV = 1 > x
> 0,30 yang berarti realisasi penarikan Pinjaman dan/atau
Hibah yang bersangkutan lebih lambat dari jadwal yang
direncanakan;
c.
”at risk” untuk kegiatan dengan nilai PV ≤ 0,30 yang berarti
realisasi penarikan Pinjaman dan/atau Hibah mengalami
keterlambatan yang akut sehingga berisiko tinggi
memunculkan biaya tambahan yang harus ditanggung
APBN.
239
(4) Khusus untuk Pinjaman dan/atau Hibah yang berstatus
tidak ada penarikan sama sekali (zero disbursement), hasil
perhitungan PV dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori yaitu:
a.
”behind schedule” bila ETR telah melampaui 1% (satu
persen) sampai dengan 70% (tujuh puluh persen) dari
Availability Period;
b.
“at risk” bila ETR telah melampaui 71% (tujuh puluh satu
persen) dari periode penarikan Pinjaman dan/atau Hibah
yang direncanakan;
Pasal 11
(1) Menteri Keuangan dapat berkoordinasi dengan Menteri
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Kepala
Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional untuk melakukan
evaluasi bersama secara semesteran mengenai pelaksanaan
kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah.
(2) Evaluasi bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam upaya untuk:
240
a.
mempercepat penyerapan Pinjaman dan/atau Hibah yang
dilaksanakan oleh K/L;
b.
memutuskan langkah-langkah penyelesaian masalah
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sangat lambat dan/
atau berisiko membebani keuangan negara, termasuk
untuk pembatalan Pinjaman dan/atau Hibah; dan
c.
melakukan reviu terhadap hasil (outcome) dan dampak
(impact) atas kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman dan/
atau Hibah yang telah berakhir masa pelaksanaannya.
Paragraf 4
Langkah Tindak Lanjut
Pasal 12
Berdasarkan kajian, identifikasi, pengukuran, dan evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10, Direktur
Jenderal Pengelolaan Utang memberikan rekomendasi mengenai
langkah-langkah penyelesaian masalah pelaksanaan Pinjaman
dan/atau Hibah dengan kategori ”behind schedule” dan ”at risk”
antara lain:
a.
mendorong K/L untuk mengambil langkah-langkah percepatan
penyerapan Pinjaman dan/atau Hibah;
b.
mengusulkan perubahan alokasi dana Pinjaman dan/atau
Hibah dari alokasi yang tercantum dalam perjanjian Pinjaman
dan/atau Hibah;
c.
memfasilitasi K/L, Pemda, dan BUMN dalam menyelesaikan
masalah penyerapan Pinjaman dan/atau Hibah dengan pihakpihak terkait; atau
d.
mengusulkan pembatalan sebagian atau seluruh dana
Pinjaman yang tercantum dalam perjanjian Pinjaman.
Pasal 13
Pengusulan pembatalan Pinjaman sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 12 huruf d dilakukan paling sedikit memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.
didasarkan pada hasil koordinasi dengan Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional dan K/L selaku EA;
b.
mempertimbangkan manfaat dan biaya dari pembatalan;
c.
pinjaman berada dalam status ”at risk” paling sedikit 90%
(sembilan puluh persen) dari keseluruhan waktu penarikan
dananya;
241
d.
pinjaman berpotensi memunculkan risiko biaya tambahan yang
dapat membebani keuangan negara;
e.
memperhatikan aspek hukum termasuk klausul gagal bayar
(default) atau ”cross default” dalam perjanjian Pinjaman; dan
f.
mempertimbangkan risiko reputasi Pemerintah.
BAB III
PUBLIKASI
Pasal 14
(1) Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam Bab II, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
menyusun laporan perkembangan Pinjaman dan/atau Hibah
secara triwulanan.
(2) Laporan perkembangan Pinjaman dan/atau Hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup antara lain:
a.
perkembangan Pinjaman dan/atau Hibah secara agregat;
b.
kinerja Pinjaman dan/atau Hibah;
c.
analisa rencana dan realisasi penyerapan Pinjaman dan/
atau Hibah;
d.
laporan dan hasil analisa kegiatan on-site visit terhadap
kegiatan yang mengalami keterlambatan penarikan;
e.
perhitungan PV atas kinerja penyerapan Pinjaman dan/
atau Hibah; atau
f.
kesimpulan dan rekomendasi terhadap penyelesaian
masalah atau langkah-langkah percepatan dalam
penyerapan Pinjaman dan/atau Hibah.
(3) Laporan perkembangan Pinjaman dan/atau Hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada K/L, Pemda,
BUMN selaku EA dan kepada instansi terkait lainnya.
242
(4) Laporan
perkembangan
Pinjaman
dan/atau
Hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat pada situs resmi
(website) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dalam rangka
pelaksanaan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku,
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan atas Pinjaman dan/atau
Hibah kepada Pemerintah yang prosesnya dimulai sebelum
Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan, tetap berpedoman
pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PKM.08/2010 tentang
Monitoring, Evaluasi, Pelaporan, Publikasi Dan Dokumentasi
Pinjaman Dan/Atau Hibah Pemerintah sampai dengan berakhirnya
perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah bersangkutan.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.08/2010 tentang Monitoring,
Evaluasi, Pelaporan, Publikasi Dan Dokumentasi Pinjaman Dan/
Atau Hibah Pemerintah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
243
Pasal 17
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Desember 2011
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Desember 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR
853
244
245
246
247
248
249
250
251
252
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 180/PMK.08/2012
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
KEUANGAN NOMOR 224/PMK.08/2011
TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN
EVALUASI ATAS
PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA
PEMERINTAH
253
254
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 180/PMK.08/2012
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN
DAN EVALUASI
ATAS
PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa dalam rangka meningkatkan
efektivitas serta untuk lebih menjamin
kepastian hukum atas pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan pinjaman dan
hibah kepada Pemerintah, perlu dilakukan
penyesuaian atas beberapa ketentuan
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
224/PMK.08/2011 tentang Tata Cara
Pemantauan Dan Evaluasi Atas Pinjaman
Dan Hibah Kepada Pemerintah;
255
b.
Mengingat
:
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan
Nomor
224/PMK.08/2011
Tentang Tata Cara Pemantauan Dan
Evaluasi Atas Pinjaman Dan Hibah Kepada
Pemerintah;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/
PMK.08/2011 tentang Tata Cara Pemantauan
Dan Evaluasi Atas Pinjaman Dan Hibah Kepada
Pemerintah;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR
224/PMK.08/2011
TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN
EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH
KEPADA PEMERINTAH.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
224/PMK.08/2011 tentang Tata Cara Pemantauan Dan Evaluasi
Atas Pinjaman Dan Hibah Kepada Pemerintah diubah sebagai
berikut.
1.
256
Ketentuan Pasal 1 ditambahkan 9 (sembilan) angka yaitu
angka 22, angka 23, angka 24, angka 25, angka 26, angka 27,
angka 28, angka 29, dan angka 30 sehingga Pasal 1 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Kementerian/Lembaga adalah kementerian negara/
lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga
negara yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
kegiatan.
2.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan melalui utang yang
diperoleh Pemerintah baik dari pemberi pinjaman dalam
negeri maupun pemberi pinjaman luar negeri yang diikat
oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat
berharga, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan
tertentu.
3.
Hibah adalah setiap penerimaan negara baik dalam
bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang,
jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi
hibah baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang
tidak perlu dibayar kembali.
4.
Executing Agency yang selanjutnya disingkat EA adalah
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Badan
Usaha Milik Negara yang menjadi penanggung jawab
secara keseluruhan atas pelaksanaan kegiatan yang
dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah.
5.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat
SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain
yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber
dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen
lain yang dipersamakan dengan Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran.
6.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat
SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN
selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas
257
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
berdasarkan SPM.
7.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah
pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas
penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang
bersangkutan.
8.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat
KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan
tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran
yang dikuasakan kepadanya.
9.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya
disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran
yang disusun oleh PA/KPA dan disahkan oleh Menteri
Keuangan selaku BUN yang berfungsi sebagai dokumen
pelaksanaan anggaran dan dokumen pendukung
akuntansi pemerintahan.
10. Aplikasi Penarikan Dana (Withdrawal Application) yang
selanjutnya disingkat WA adalah penarikan initial deposit
dana Pinjaman dan/atau Hibah pengisian kembali rekening
khusus (replenishment), pengisian kembali rekening
dana talangan (reimbursement), penarikan dana untuk
penggantian atas pengeluaran-pengeluaran yang telah
dibayarkan terlebih dahulu oleh Pemerintah, membayar
langsung kepada rekanan atau pihak yang dituju, dan
penarikan dana dalam rangka transfer langsung ke
Rekening Kas Umum Negara (R-KUN).
11. Notice of Disbursement atau dokumen yang dipersamakan
yang selanjutnya disingkat NOD adalah dokumen yang
menunjukkan bahwa pemberi Pinjaman dan/atau Hibah
telah melakukan pencairan Pinjaman dan/atau Hibah yang
antara lain memuat informasi Pinjaman dan/atau Hibah,
nama proyek, jumlah uang yang telah ditarik (disbursed),
cara penarikan, dan tanggal transaksi penarikan yang
258
digunakan sebagai dokumen sumber pencatatan
penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan Hibah.
12. Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan yang selanjutnya
disingkat SP3 adalah surat perintah yang diterbitkan KPPN
Khusus selaku Kuasa BUN, yang fungsinya dipersamakan
sebagaimana SPM/SP2D, kepada Bank Indonesia dan
Satuan Kerja (Satker) untuk dibukukan/disahkan sebagai
penerimaan dan pengeluaran dalam APBN atas realisasi
penarikan Pinjaman dan/atau Hibah melalui mekanisme
pembayaran langsung dan/atau letter of credit (L/C).
13. Disbursement Plan adalah dokumen rencana penarikan
dana Pinjaman dan/atau Hibah yang disusun berdasarkan
rencana kerja kegiatan.
14. Disbursement Ratio yang selanjutnya disingkat DR adalah
perbandingan antara realisasi penarikan Pinjaman dan/
atau Hibah dengan komitmen nilai bersihnya.
15. Availability Period adalah periode yang tersedia untuk
penarikan Pinjaman dan/atau Hibah yaitu periode antara
tanggal efektif Pinjaman dan/atau Hibah (effective date)
sampai dengan tanggal penutupan Pinjaman dan/atau
Hibah (closing date).
16. Elapse Time Ratio yang selanjutnya disingkat ETR adalah
perbandingan antara periode yang telah dilampaui mulai
effective date dengan periode penarikan Pinjaman dan/
atau Hibah (availability period).
17. Progress Variant yang selanjutnya disingkat PV adalah
perbandingan antara DR dengan ETR.
18. Condition Precedent of Effectiveness adalah persyaratanpersyaratan yang disepakati oleh pemberi Pinjaman dan/
atau Hibah dengan penerima Pinjaman dan/atau Hibah
untuk menentukan berlaku efektifnya suatu Pinjaman dan/
atau Hibah.
259
19. Nota Disposisi yang selanjutnya disebut Nodis adalah
surat yang memuat informasi antara lain realisasi L/C dan
berfungsi sebagai pengantar dokumen kepada importir.
21. Surat Penetapan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat SPRKAKL adalah alokasi anggaran yang ditetapkan menurut
unit organisasi dan Program dan dirinci ke dalam satuan
kerja-satuan kerja berdasarkan penelaahan RKA-KL.
22. Hibah Yang Direncanakan adalah hibah yang dilaksanakan
melalui mekanisme perencanaan.
23. Hibah Langsung adalah hibah yang dilaksanakan tidak
melalui mekanisme perencanaan.
24. Surat Perintah Pengembalian Pendapatan Hibah
Langsung yang selanjutnya disingkat SP3HL adalah surat
yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk
mengesahkan pengembalian hibah langsung kepada
Pemberi Hibah.
25. Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan
Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP4HL
adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/
Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk
untuk mengesahkan pembukuan pengembalian saldo
Pendapatan Hibah Langsung kepada Pemberi Hibah.
26. Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara yang
selanjutnya disingkat KPPN adalah institusi vertikal
Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh
kewenangan selaku Kuasa Bendaharawan Umum
Negara (BUN) Daerah yang bertanggung jawab langsung
kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan.
27. Surat Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya
disingkat SPHL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN
260
selaku kuasa BUN untuk mengesahkan Pendapatan
Hibah Langsung dan/atau belanja yang bersumber dari
hibah langsung.
28. Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang
selanjutnya disingkat SP2HL adalah surat yang diterbitkan
oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan
pembukuan hibah langsung dan/atau belanja yang
bersumber dari hibah langsung.
29. Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung
Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya
disingkat SP3HL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh
Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran atau
pejabat lain yang ditunjuk untuk diajukan pengesahan
Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/jasa/surat
berharga ke DJPU.
30. Persetujuan Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk
Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disebut
Persetujuan MPHL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh
KKPN selaku Kuasa BUN Daerah sebagai persetujuan
untuk mencatat Pendapatan Hibah Langsung bentuk
barang/jasa/surat berharga dan belanja barang untuk
pencatatan persediaan dari hibah, belanja modal untuk
pencatatan asset tetap/asset lainnya dari hibah, dan
pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga
dari hibah.
2.
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan pedoman
dalam melaksanakan pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan
publikasi atas kegiatan yang dibiayai dari:
261
3.
a.
Pinjaman;
b.
Hibah Yang Direncanakan; dan/atau
c.
Hibah Langsung.
Ketentuan Pasal 4 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7)
diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (8) sehingga
Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Pimpinan EA menyusun laporan hasil pemantauan dan
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, yang
terdiri atas:
a.
laporan triwulanan pelaksanaan kegiatan; dan
b.
laporan pasca kegiatan.
(2) Laporan triwulanan pelaksanaan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan kepada
Menteri Keuangan u.p. Direktur Jenderal Pengelolaan
Utang paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah
berakhirnya triwulan yang bersangkutan.
(3) Batas akhir masing-masing triwulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) adalah sebagai berikut:
a.
triwulan pertama setiap tanggal 31 Maret;
b.
triwulan kedua setiap tanggal 30 Juni;
c.
triwulan ketiga setiap tanggal 30 September; dan
d.
triwulan keempat setiap tanggal 31 Desember.
(4) Bentuk formulir laporan triwulanan pinjaman dan hibah
yang pengajuan pencairan dananya melalui KPPN
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada
format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
262
I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, Lampiran V dan
Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
(5) Bentuk formulir laporan triwulanan hibah yang
pengesahannya diajukan melalui KPPN dan/atau
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang cq. Direktorat
Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) mengacu pada format laporan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VII atau Lampiran VIII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(6) Laporan pasca kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b berupa Laporan Akhir Kegiatan (Project
Completion Report) atau dokumen lain yang sejenis.
(7) Laporan pasca kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) disampaikan kepada Menteri Keuangan u.p.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang paling lambat 6
(enam) bulan setelah kegiatan dinyatakan selesai.
(8) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialamatkan
kepada:
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
u.p. Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Gedung
Frans Seda Lantai 7
Jl. Wahidin Raya No. 1
Jakarta 10710
Email : [email protected]
Faksimili : (021) 3843712
263
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 November 2012
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 November 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR
1122
264
A.
V.
:
TANGGAL EFEKTIF ACTUAL
B.
:
ORIGINAL
ACTUAL
B.
:
:
TANGGAL PENUTUPAN NPPHLN
A.
:
:
IV.
:
:
TANGGAL EFEKTIF TENTATIF
TANGGAL PENANDATANGANAN NPPHLN
III.
TANGGAL EFEKTIF NPPHLN
NOMOR NPPHLN DAN REGISTER
II.
:
A.
NAMA PROYEK PINJAMAN/HIBAH
:
TAHUN ANGGARAN 20...
I.
DESKRIPSI
NAMA PEMBERI PHLN
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN
YANG DIBIAYAI DARI PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGER
NAMA KEMENTERIAN/LEMBAGA :
FORMULIR A: UMUM
265
PERATURAN
MENTERI
KEUANGAN
REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR
180/PMK.08/2012
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG
TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS
PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
LAMPIRAN I
TUJUAN
KATEGORI PINJAMAN
LINGKUP PEKERJAAN
XI.
XII.
5.
4.
3.
2.
1.
INSTANSI PELAKSANA (IMPLEMENTING AGENCY)
X.
:
INSTANSI PENANGGUNG JAWAB (EXECUTING AGENCY) :
:
IX.
:
:
ORIGINAL
ACTUAL
A.
B.
:
:
JUMLAH PINJAMAN/HIBAH
VIII. SASARAN
VII.
VI.
266
B.
I.
:
:
Alamat Kantor
Nomor Telp
Alamat E-mail
:
Nomor Faksmili :
:
Nama
Kepala Project Management Office/
PMU
PETUGAS YANG DAPAT DIHUBUNGI
II.
:
:
:
Alamat E-mail
:
Nomor Faksmili :
Nomor Telp
Alamat Kantor
Nama
Jabatan Struktural atasan PMU
XIV. DISBURSEMENT PLAN DAN REALISASI PHLN
XIII. LOKASI (PROVINSI/KABUPATEN/KOTA)
:
:
:
Alamat E-mail
:
Nomor Faksmili :
Nomor Telp
Alamat Kantor
Nama
267
III. A. Project Implementing Unit I
:
:
Alamat Kantor
Nomor Telp
Alamat E-mail
:
Nomor Faksmili :
:
Nama
Lainnya
:
GIARTO
NIP 195904201984021001
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
IV.
:
:
:
:
Alamat E-mail
:
Nomor Faksmili :
Nomor Telp
Alamat Kantor
Nama
III.D. Project Implementing Unit IV
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
268
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
:
Alamat E-mail
Nomor Telp
:
:
Alamat E-mail
:
Nomor Telp
Alamat Kantor
Nama
Nomor Faksmili :
:
Alamat Kantor
III.C. Project Implementing Unit III
Nomor Faksmili :
:
Nama
III.B. Project Implementing Unit II
1.
GIARTO
NIP 195904201984021001
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
Nilai tukar satu valas = Rp.....
KEUANGAN (dalam valas)
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
FORMULIR B.1: RINGKASAN PELAKSANAAN DALAM TAHUN ANGGARAN 20..
269
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
180/PMK.08/2012
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA
PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH
KEPADA PEMERINTAH
II.
GIARTO
NIP 195904201984021001
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U.
KEMENTERIAN
PELAKSANAAN FISIK (dalam %)
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
FORMULIT B.2 : RINGKASAN PELAKSANAAN DALAM TAHUN ANGGARAN 20..
270
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 180/PMK.08/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG
TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN
DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
GIARTO
NIP 195904201984021001
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U.
KEMENTERIAN
FORMULIR C : STATUS PERMASALAHAN
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
271
LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
180/PMK.08/2012
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA
PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH
KEPADA PEMERINTAH
(b)
(a)
PROSES PENGADAAN
Prakualifikasi
Oleh Penanggung Jawab Kegiatan
Persetujuan Pemberi Pinjaman
Pasca Kualifikasi
Oleh Penanggung Jawab Kegiatan
Persetujuan Pemberi Pinjaman
Evaluasi Pengadaan
Oleh Penanggung Jawab Kegiatan
Persetujuan Pemberi Pinjaman
KONTRAK
Tandatangan Kontrak
Persetujuan oleh Bappenas (Bila Diperlukan)
Persetujuan Pemberi Pinjaman
Permintaan Uang Muka
Penarikan Uang Muka
TANGGAL
RENCANA
D.2 LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
(untuk paket prakontrak pada bulan Januari 20...)
D1. PAKET KONTRAK : .....................................................
(c)
TANGGAL
PERUBAHAN
(d)
TANGGAL
AKTUAL
(Prakontrak, Kontrak, Amandemen untuk Pekerjaan Tambahan, dan Perubahan Lainnya)
FORMULIR D ; STATUS PAKET KONTRAK
D4. STATUS TERAKHIR
- Tanggal Kontrak
:
- Tanggal Persetujuan
:
- Periode Kontrak
:
- Tanggal Akhir Kontrak
: hari
- Nama kontraktor/konsultan/suplayer :
272
D3. STATUS KONTRAK
Untuk kontrak berjalan pada bulan Januari 20...
LAMPIRAN V
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
180/PMK.08/2012
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA
PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH
KEPADA PEMERINTAH
(g)
Realisasi
penyerapan
WA TH YL
(h)
Target
(i)
Realisasi
Akhir Triwulan I
(j)
Target
(k)
Realisasi
Akhir Triwulan II
GIARTO
NIP 195904201984021001
(l)
Target
(m)
Realisasi
(n)
Target
(o)
Realisasi
PENYERAPAN TA 20....
Akhir Triwulan IIII
Akhir Triwulan IV
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
: Penyerapan Jumlah pada saat prakontrak atau jumlah yang terkontrak
PENYERAPAN
KUMULATIF
SAMPAI 31
DESEMBER 20...
(f)
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U.
KEMENTERIAN
*)
(e)
NILAI
KONTRAK
*)
D5. STATUS PENYERAPAN
(p)
273
(q)
Realisasi
TOTAL TA 20...
Target
GIARTO
NIP 195904201984021001
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U.
KEMENTERIAN
FORMULIR E : RINCIAN DOKUMEN ANGGARAN
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
274
LAMPIRAN VI
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
180/PMK.08/2012
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA
PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH
KEPADA PEMERINTAH
275
IX. INSTANSI PENANGGUNG JAWAB (EXECUTING AGENCY) : ....................................................................................................................
: ....................................................................................................................
VIII. TUJUAN
V. TANGGAL EFEKTIF NPH
: ....................................................................................................................
: ....................................................................................................................
IV. TANGGAL PENANDATANGANAN NPH
: ....................................................................................................................
: ....................................................................................................................
III. NOMOR REGISTER
VII. NILAI HIBAH
: ....................................................................................................................
II. NOMOR NASKAH PERJANJIAN HIBAH (NPH)
VI. TANGGAL PENUTUPAN NPH
: ....................................................................................................................
: ....................................................................................................................
I. NAMA HIBAH
: ....................................................................................................................
: .................................................................................................................................................................
A. DESKRIPSI
NAMA PEMBERI HIBAH
NAMA KEMENTERIAN/LEMBAGA : .................................................................................................................................................................
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN
YANG DIBIAYAI DARI HIBAH DALAM BENTUK UANG
TAHUN ANGGARAN ......
TRIWULAN ......................
LAMPIRAN VII
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
180/PMK.08/2012
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA
PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH
KEPADA PEMERINTAH
:
:
:
JUMLAH
:
C.
E. dan seterusnya
:
B.
D.
:
A.
TAHUN ANGGARAN
Triwulan III
Triwulan IV
DISBURMENT PLAN
TOTAL
276
4.
Triwulan II
.......................................................................................................................................................................................................................
dan seterusnya
3.
Triwulan I
.......................................................................................................................................................................................................................
XII. DISBURMENT PLAN
.......................................................................................................................................................................................................................
ALOKASI HIBAH
: ...................................................................................................................
2.
JUMLAH
INSTANSI PELAKSANA
1.
XI. LINGKUP PEKERJAAN
5.
4.
3.
2.
1.
NO
X. INSTANSI PELAKSANA (IMPLEMENTING AGENCY)
UANG MASUK KE REKENING
PAGU DIPA
Alamat E-mail :
Nomor Faksmili :
Nomor Telp :
Alamat Kantor :
Unit Organisasi :
Jabatan :
Nama :
B. PETUGAS YANG DAPAT DIHUBUNGI
NO.
JUMLAH
TRIWULAN IV
TRIWULAN III
TRIWULAN II
TRIWULAN I
PERIODE
XIV. ALOKASI DIPA DAN REALISASI HIBAH TAHUN BERJALAN
JUMLAH
TRIWULAN IV
TRIWULAN III
TRIWULAN II
TRIWULAN I
PERIODE
XIII. PENDAPATAN HIBAH
REALISASI BELANJA
TELAH DISAHKAN SEBAGAI PENDAPATAN HIBAH
277
GIARTO
NIP 195904201984021001
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U.
KEMENTERIAN
Sub Total Satker
TOTAL
Sub Total Satker
NOMOR
REKENING
MASUK
IZIN PEMBUKAAN
REKENING
TGL DAN NO.
SURAT
IV. IMPLEMENTING AGENCY
NILAI KOMITMEN
:
:
III. NAMA DONOR
SATKER
:
II. NOMOR REGISTER
NO.
:
I. NAMA HIBAH
C. LAMPIRAN PELAKSANAAN HIBAH
Rp
Rp
Rp
Rp
JUMLAH
SUDAH/
BELUM
NILAI
REVISI DIPA
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
BELANJA
PENDAPATAN
PENGESAHAN
NO.
SPHL/SP2H
L/SP4HL/S
P3HL/SSBP
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
TANGGAL
UANG MASUK KE
REKENING
278
: ..........................................................................................................................
VI. NILAI HIBAH
279
VII. INSTANSI PENANGGUNG JAWAB (EXECUTING AGENCY) : ..........................................................................................................................
: ..........................................................................................................................
: ..........................................................................................................................
III. TANGGAL PENANDATANGANAN NPH
V. TANGGAL PENUTUPAN NPH
: ..........................................................................................................................
II. NOMOR NASKAH PERJANJIAN HIBAH (NPH)
IV. TANGGAL EFEKTIF NPH
: ..........................................................................................................................
: ..........................................................................................................................
I. NAMA HIBAH
: ..........................................................................................................................
: .......................................................................................................................................................................
A. DESKRIPSI
NAMA PEMBERI HIBAH
NAMA KEMENTERIAN/LEMBAGA : .......................................................................................................................................................................
TRIWULAN ...............................
TAHUN ANGGARAN ................
YANG DIBIAYAI DARI HIBAH DALAM BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN
LAMPIRAN VII
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
180/PMK.08/2012
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA
PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH
KEPADA PEMERINTAH
BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
JUMLAH
INSTANSI PELAKSANA
Alamat E-mail :
Nomor Faksmili :
Nomor Telp :
Alamat Kantor :
Unit Organisasi :
Jabatan :
Nama :
B. PETUGAS YANG DAPAT DIHUBUNGI
NO
IX. REALISASI HIBAH
3.
2.
1.
NO
VIII. INSTANSI PELAKSANA (IMPLEMENTING AGENCY)
-
Rp
Rp
Rp
NILAI
Rp
Rp
Rp
DJPU
-
-
-
Rp
Rp
Rp
PENGESAHAN
ALOKASI HIBAH
KPPN
280
-
-
-
: ..........................................................................................................................
Sub Total Satker
TOTAL
Sub Total Satker
Sub Total Satker
Sub Total Satker
Sub Total Satker
Sub Total Satker
BARANG
:
IV. IMPLEMENTING AGENCY
NILAI
KOMITMEN
:
III. NAMA DONOR
Satker
:
II. NOMOR REGISTER
NO.
:
I. NAMA HIBAH
C. LAMPIRAN PELAKSANAAN HIBAH
JASA
BENTUK
SURAT
BERHARGA
BERITA ACARA
SERAH TERIMA
(BAST)
TANGGAL
DAN
NILAI
NOMOR
No. SP3HLBJS
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
NILAI
PENGESAHAN
No.
Persetujuan
MPHLBJS
281
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
NILAI
PENCATATAN
282
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 188/PMK.07/2012
TENTANG
HIBAH DARI PEMERINTAH PUSAT
KEPADA PEMERINTAH DAERAH
283
284
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 188/PMK.07/2012
TENTANG
HIBAH DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH
DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa untuk melaksanakan Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang
Hibah Kepada Daerah telah ditetapkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/
PMK.07/2008 tentang Hibah Daerah dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/
PMK/07/2008 tentang Tata Cara Penyaluran
Hibah kepada Pemerintah Daerah
b.
bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi dalam pengelolaan hibah daerah,
telah ditetapkan Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah
sebagai pengganti Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2005;
285
Mengingat
286
:
c.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22
ayat (7) dan Pasal 26 Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2012, ketentuan mengenai
tata cara penyaluran hibah uang dan
barang/jasa dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan;
d.
bahwa untuk menyesuaikan ketentuan
mengenai hibah daerah sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah mengenai
hibah dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah sebagaimana telah
diatur sebelumnya dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 168/PMK.07/2008 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/
PMK.07/2008;
e.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf
b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Hibah
dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah;
1.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4438);
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012
tentang Hibah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
5, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5272);
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG
HIBAH DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA
PEMERINTAH DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
3.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya
disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat.
4.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
287
5.
Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah yang
selanjutnya disebut Hibah adalah pemberian dengan pengalihan
hak atas sesuatu dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah
yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan
dilakukan melalui perjanjian.
6.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah
pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian.
7.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat
KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk
melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab
penggunaan
anggaran
kementerian
negara/Iembaga
pemerintah non kementerian yang bersangkutan.
8.
Executing Agency yang selanjutnya disingkat EA adalah
kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian
yang menjadi penanggung jawab secara keseluruhan atas
pelaksanaan kegiatan.
9.
Surat Penetapan Pemberian Hibah adalah surat yang
diterbitkan oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi
kuasa kepada Pemerintah Daerah yang memuat kegiatan dan
besaran Hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri
dan/atau pinjaman luar negeri.
10. Surat Persetujuan Penerusan Hibah adalah surat yang
diterbitkan oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi
kuasa kepada Pemerintah Daerah yang memuat kegiatan dan
besaran Hibah yang bersumber dari hibah luar negeri.
11. Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara atau
dokumen yang dipersamakan yang selanjutnya disebut RDPBUN adalah rencana kerja dan anggaran Bagian Anggaran
Bendahara Umum Negara yang memuat rincian kebutuhan dana
baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan
dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan
transfer kepada daerah yang pengelolaannya dikuasakan oleh
288
Presiden kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara.
12. Daftar isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya DIPA
adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh
PA/KPA.
13. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya
disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal
Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara
Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi Bendahara
Umum Negara.
14. Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat
DPA adalah dokumen yang memuat pendapatan dan
belanja Pemerintah Daerah yang digunakan sebagai dasar
pelaksanaan oleh PA.
15. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN
adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan
membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
16. Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat
RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah
yang ditentukan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota untuk
menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar
seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
17. Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang selanjutnya
disingkat PHLN adalah pinjaman dan/atau hibah luar negeri
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor
10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri dan Penerimaan Hibah.
18. Perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri adalah
kesepakatan tertulis mengenai pinjaman dan/atau hibah antara
Pemerintah dengan Pemberi Pinjaman dan/atau Hibah Luar
Negeri.
289
19. Rencana Komprehensif Penggunaan Hibah yang selanjutnya
disebut Rencana Komprehensif adalah dokumen yang memuat
rincian kegiatan dan besaran pendanaan selama jangka waktu
pelaksanaan Hibah.
20. Rencana Tahunan Penggunaan Hibah atau dokumen yang
dipersamakan yang selanjutnya disebut Rencana Tahunan
adalah dokumen yang memuat rincian kegiatan dan besaran
pendanaan selama satu tahun.
21. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya
disingkat SPTJM adalah surat pernyataan dari pengguna dana
yang menyatakan bahwa pengguna dana bertanggung jawab
secara formal dan material kepada KPA atas kegiatan yang
dibiayai dengan dana tersebut.
22. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM
adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat
lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari
DIPA atau dokumen lain yangdipersamakan.
23. Surat Perintah Membayar Rekening Khusus yang selanjutnya
disebut SPM-Reksus adalah SPM dengan sumber dana DIPA
atau dokumen lain yang dipersamakan yang berasal dari PHLN
dengan cara penarikan Rekening Khusus.
24. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat
SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kuasa
Bendahara Umum Negara atau Bendahara Umum Daerah
untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN atau atas
beban APBD berdasarkan SPM.
25. Surat Perintah Pencairan Dana Rekening Khusus yang
selanjutnya disebut SP2D-Reksus adalah SP2D pengeluaran
atas beban APBN berdasarkan SPM-Reksus.
26. Bank Umum yang selanjutnya disebut Bank adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
290
27. Backlog atas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri adalah
penggunaan Dana Talangan Pemerintah dalam rangka
penarikan PHLN melalui mekanisme Reksus yang belum
dimintakan dan/atau belum mendapatkan penggantian dan/
atau tidak mendapatkan penggantian dan Pemberi PHLN.
28. Backlog atas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang
eligible yang selanjutnya disebut Backlog Eligible adalah
penggunaan Dana Talangan Pemerintah yang masih dapat
dimintakan penggantiannya dan Pemberi PHLN.
29. Backlog atas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang
ineligible yang selanjutnya disebut Backlog Ineligible adalah
penggunaan Dana Talangan Pemerintah yang tidak dapat
dimintakan penggantiannya dari Pemberi PHLN.
30. Closing Date adalah batas akhir waktu untuk pencairan dana
PHLN melalui penerbitan SP2D oleh KPPN.
31. Closing Account adalah batas akhir waktu untuk penarikan
dana PHLN yang dapat dimintakan kembali penggantiannya
kepada Pemberi PHLN atas pengeluaran yang telah dilakukan
oleh Pemerintah.
32. Rekening Khusus Kosong yang selanjutnya disebut Reksus
Kosong adalah Reksus yang tidak mencukupi untuk membayar
belanja yang dibiayai dari PHLN.
33. Dana Talangan Pemerintah adalah dana Rupiah Murni yang
digunakan untuk membiayai sementara belanja yang bersumber
dari PHLN, yang antara lain disebabkan oleh Reksus Kosong,
yang akan diajukan penggantiannya kepada Pemberi PHLN.
34. Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat
KPBJ adalah perjanjian tertulis antara Pejabat Pembuat
Komitmen dengan penyedia barang/jasa (supplier) atau
pelaksana swakelola.
35. No Objection Letter atau dokumen yang dipersamakan yang
selanjutnya disingkat NOL adalah surat persetujuan dari
291
Pemberi PHLN atas suatu KPBJ dengan atau tanpa batasan
nilai tertentu berdasarkan jenis pekerjaan yang ditetapkan.
36. Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan yang selanjutnya
disingkat SP3 adalah surat perintah yang diterbitkan oleh
KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara, yang fungsinya
dipersamakan sebagai SPM/SP2D, kepada Bank Indonesia dan
satuan kerja untuk dibukukan/disahkan sebagai penerimaan
dan pengeluaran dalam APBN atas realisasi penarikan PHLN
melalui tata cara Pembayaran Langsung, Letter of Credit, dan/
atau Pembiayaan Pendahuluan.
37. Surat Permintaan Penerbitan Aplikasi Penarikan Dana
Pembayaran
Langsung/Rekening
Khusus/Pembiayaan
Pendahuluan yang selanjutnya disebut SPP APD-PL/Reksus/
PP adalah dokumen yang ditandatangani oleh KPA Hibah
sebagai dasar bagi Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau
KPPN dalam mengajukan permintaan pembayaran kepada
Pemberi PHLN.
38. Surat Pemintaan Penerbitan Surat Kuasa Pembebanan Letter
of Credit yang selanjutnya disingkat SPP SKP-L/C adalah
dokumen yang ditandatangani oleh KPA Hibah sebagai dasar
bagi KPPN yang ditunjuk untuk menerbitkan Surat Kuasa
Pembebanan atas penarikan PHLN melalui mekanisme Letter
of Credit.
39. Surat Kuasa Pembebanan Letter of Credit yang selanjutnya
disingkat SKP-L/C adalah surat kuasa yang diterbitkan oleh
KPPN yang ditunjuk atas nama Menteri Keuangan kepada
Bank Indonesia atau Bank untuk melaksanakan penarikan
PHLN melalui Letter of Credit.
40. Sistem Akuntansi Instansi yang selanjutnya disingkat SAl
adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi
mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran,
sampai dengan pelaporan posisi dan operasi keuangan pada
kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian.
292
41. Dana Awal Rekening Khusus (initial deposit) yang selanjutnya
disebut Initial Deposit adalah dana awal yang ditempatkan
pada Reksus oleh Pemberi PHLN atas permintaan Bendahara
Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum Negara untuk
kebutuhan pembiayaan selama periode tertentu atau sejumlah
yang ditentukan dalam Perjanjian PHLN.
42. Surat Permintaan Persetujuan Pembukaan Letter of Credit
yang selanjutnya disebut SPP Pembukaan L/C adalah
dokumen yang ditandatangani oleh KPA Hibah sebagai dasar
bagi KPPN untuk menerbitkan Surat Persetujuan Pembukaan
Letter of Credit.
43. Surat Persetujuan Pembukaan Letter of Credit yang selanjutnya
disebut SP Pembukaan L/C adalah surat persetujuan
pembukaan Letter of Credit dari KPPN selaku Kuasa Bendahara
Umum Negara kepada Bank Indonesia atau Bank atas SPP
Pembukaan L/C dari KPA Hibah untuk membuka Letter of Credit
yang besarnya tidak melebihi nilai SP Pembukaan L/C dalam
hal terdapat pengadaan barang/jasa dengan menggunakan
Letter of Credit atas beban Reksus.
44. Advis Debet Kredit adalah warkat pembukuan yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia atau Bank sehubungan dengan realisasi
atas penarikan PHLN yang digunakan sebagai dokumen atas
pendebitan dan pengkreditan Rekening Pemerintah pada
Bank Indonesia atau Bank dan dapat digunakan sebagai
dokumen pembanding atas realisasi penerimaan/pendapatan
dan belanja APBN.
45. Nota Disposisi yang selanjutnya disebut Nodis adalah surat
yang diterbitkan oLeh Bank Indonesia atau Bank yang antara
lain memuat informasi realisasi Letter of Credit dan berfungsi
sebagai pengantar dokumen kepada importir.
46. Surat Perintah Pembukuan Penarikan Pinjaman dan/atau
Hibah Luar Negeri yang selanjutnya disingkat SP4HLN adalah
dokumen yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan
293
Utang yang memuat informasi mengenai pencairan PHLN dan
informasi penganggaran.
47. Notice of Disbursement atau dokumen yang dipersamakan yang
selanjutnya disingkat NoD adalah dokumen yang menunjukkan
bahwa Pemberi PHLN telah melakukan pencairan PHLN yang
antara lain memuat informasi PHLN, nama proyek, jumlah uang
yang telah ditarik (disbursed), cara penarikan, dan tanggal
transaksi penarikan yang digunakan sebagai dokumen sumber
pencatatan penerimaan pembiayaan dan/ atau pendapatan
hibah.
48. Rekening Pengeluaran pada Bank Indonesia yang selanjutnya
disebut Rekening Pengeluaran BI adalah rekening Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara yang digunakan
untuk membayar pengeluaran negara pada Bank Indonesia.
49. Rekening Pengeluaran adalah rekening Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara yang digunakan untuk
membayar pengeluaran negara pada Bank Indonesia dan
Bank/badan lainnya.
50. Aplikasi Penarikan Dana yang selanjutnya disingkat APD
adalah dokumen penarikan initial deposit dana PHLN,
pengisian kembali Rekening Khusus, pengisian kembali
Rekening Dana Talangan, penarikan dana untuk penggantian
atas pengeluaran-pengeluaran yang telah dibayarkan terlebih
dahulu oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, membayar
langsungkepada penyedia barang/jasa, dan penarikan dana
dalam rangka transfer langsung ke RKUN.
51. Aplikasi Penarikan Dana Pembayaran Langsung yang
selanjutnya disingkat APD-PL adalah aplikasi penarikan dana
yang diterbitkan oleh KPPN kepada Pemberi PHLN untuk
membayar langsung kepada penyedia barang/jasa.
52. Aplikasi Penarikan Dana Rekening Khusus yang selanjutnya
disingkat APD-Reksus adalah aplikasi penarikan dana yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q.
294
Direktorat Pengelolaan Kas Negara kepada Pemberi PHLN
untuk menarik initial deposit atau penggantian dana yang telah
membebani Reksus atau Rekening Dana Talangan.
53. Aplikasi Penarikan Dana Pembiayaan Pendahuluan yang
selanjutnya disingkat APD-PP adalah aplikasi penarikan dana
yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan/
KPPN untuk mengganti pengeluaran atas kegiatan yang
pembiayaannya terlebih dahulu membebani Rekening
Bendahara Umum Daerah/RKUD atau rekening yang ditunjuk.
54. Surat Perintah Pembebanan Surat Perintah Pencairan Dana
Reksus yang selanjutnya disingkat SPB-SP2D adalah Surat
Perintah Pembebanan Reksus yang diterbitkan oleh KPPN
berdasarkan SP2D-Reksus.
55. Daftar Surat Perintah Pembebanan yang selanjutnya disebut
Daftar SPB adalah daftar rekapitulasi SPB-SP2D yang
diterbitkan oleh KPPN pada hari berkenaan untuk disampaikan
kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat
PengeloLaan Kas Negara.
56. Daftar Surat Perintah Debet yang selanjutnya disebut Daftar
SPD adalah daftar surat perintah pendebitan Reksus yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q.
Direktorat Pengelolaan Kas Negara kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia atau Bank atas dasar SPB-SP2D.
57. Warkat Pembebanan Rekening yang selanjutnya disingkat WPR
adalah sarana penarikan rekening giro yang distandardisasi
oleh Bank Indonesia untuk memindahbukukan dana atas
beban Reksus ke RKUN atau rekening yang ditunjuk.
295
BAB II
BENTUK DAN SUMBER HIBAH
Pasal 2
(1) Hibah dapat berbentuk uang, barang, dan/atau jasa.
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:
a.
penerimaan dalam negeri;
b.
pinjaman luar negeri; dan/atau
c.
hibah luar negeri.
BAB III
PEMBERIAN/PENERUSAN HIBAH
Bagian Kesatu
Pemberian Hibah yang Bersumber dari Penerimaan Dalam Negeri
Pasal 3
(1) Menteri Keuangan menetapkan alokasi Hibah dalam APBN
berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dengan
prioritas untuk kegiatan investasi prasarana dan sarana
pelayanan publik.
(2) Menteri negara/pimpinan lembaga pemerintab non kementerian
dapat mengusulkan besaran hibah dan daftar nama Pemerintah
Daerah yang diusulkan sebagai penerima hibah kepada Menteri
Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
berdasarkan penetapan Menteri Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri
Keuangan menerbitkan Surat Penetapan Pemberian Hibah
kepada masing-masing Pemerintah Daerah setelah dasar
296
pemberian hibah yang bersumber dari penerimaan dalam
negeri ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan pagunya
ditetapkan dalam APBN berdasarkan usulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Berdasarkan Surat Penetapan Pemberian Hibah sehagaimana
dimaksud pada ayat (3), dilakukan penandatanganan Perjanjian
Hibah Daerah antara Menteri Keuangan atau pejabat yang
diberi kuasa dan Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat
yang diberi kuasa.
(5) Berdasarkan Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat
yang diberi kuasa menyusun Rencana Komprehensif dan/atau
Rencana Tahunan.
(6) Penyusunan Rencana Komprehensif dan/atau Rencana
Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan
oleh Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi
kuasa dengan kementerian negara/lembaga pemerintah non
kementerian terkait.
Bagian Kedua
Pemberian Hibah yang Bersumber dari Pinjaman Luar Negeri
Pasal 4
(1) Menteri
negara/pimpinan
lembaga
pemerintah
non
kementerian mengusulkan besaran hibah dan daftar nama
Pemerintah Daerah yang diusulkan sebagai penerima hibah
kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan berdasarkan penetapan Menteri Keuangan atas
alokasi peruntukkan pinjaman luar negeri.
(2) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri
Keuangan menerbitkan Surat Penetapan Pemberian Hibah
kepada masing-masing Pemerintah Daerah setelah Perjanjian
Pinjaman Luar Negeri ditandatangani dan pagunya ditetapkan
297
dalam APBN berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Berdasarkan Surat Penetapan Pemberian Hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan penandatanganan Perjanjian
Hibah Daerah antara Menteri Keuangan atau pejabat yang
diberi kuasa dan Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat
yang diberi kuasa.
(4) Berdasarkan Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat
yang diberi kuasa menyusun Rencana Komprehensif dan/atau
Rencana Tahunan.
(5) Penyusunan Rencana Komprehensif dan/atau Rencana
Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikoordinasikan
oleh Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi
kuasa dengan kementerian negara/Iembaga pemerintah non
kemeriterian terkait.
Bagian Ketiga
Penerusan Hibah yang Bersumber dari Hibah Luar Negeri
Pasal 5
(1) Menteri
negara/pimpinan
lembaga
pemerintah
non
kementerian mengusulkan besaran hibah dan daftar nama
Pemerintah Daerah yang diusulkan sebagai penerima hibah
kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan berdasarkan penetapan Menteri Keuangan atas
alokasi peruntukkan hibah luar negeri.
(2) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri
Keuangan menerbitkan Surat Persetujuan Penerusan Hibah
kepada masing-masing Pemerintah Daerah setelah Perjanjian
Hibah Luar Negeri ditandatangani berdasarkan usulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
298
(3) Penerbitan Surat Persetujuan Penerusan Hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan sebelum pagu Hibah
ditetapkan dalam APBN.
(4) Berdasarkan Surat Persetujuan Penerusan Hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan penandatanganan Perjanjian
Penerusan Hibah antara Menteri Keuangan atau pejabat yang
diberi kuasa dan Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat
yang diberi kuasa.
(5) Berdasarkan Perjanjian Penerusan Hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Gubernur atau Bupati/Walikota atau
pejabat yang diberi kuasa menyusun Rencana Komprehensif
dan/a tau Rencana Tahunan.
(6) Penyusunan Rencana Komprehensif dan/atau Rencana
Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi
kuasa dengan kementerian negara/lembaga pemerintah non
kementerian terkait.
BAB IV
PENGANGGARAN HIBAH
Bagian Kesatu
Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran Hibah
Pasal 6
(1) Menteri Keuangan selaku PA Hibah mempunyai kewenangan
atas pelaksanaan anggaran Hibah.
(2) Untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), PA Hibah menunjuk Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Pembiayaan dan
Kapasitas Daerah sebagai KPA Hibah.
299
(3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
menyusun RDP-BUN Hibah;
b.
menyusun DIPA;
c.
menetapkan pejabat yang bertanggungjawab untuk
menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran;
d.
menetapkan pejabat yang bertanggungjawab untuk menguji
Surat Permintaan Pembayaran dan menandatangani
SPM;
e.
menerbitkan SPP SKP-L/C;
f.
menerbitkan SPP APD-PL;
g.
menerbitkan SPP APD-PP; dan
h.
menyusun laporan pelaksanaan Hibah.
Bagian Kedua
Penyusunan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum
Negara atau Dokumen yang Dipersamakan dan Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran Hibah
Pasal 7
(1) KPA Hibah menyusun RDP-BUN berdasarkan Rencana
Tahunan.
(2) KPA Hibah menyampaikan RDP-BUN sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Anggaran.
(3) Berdasarkan RDP-BUN sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Penetapan
RDP-BUN.
(4) Penyusunan RDP-BUN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
300
Pasal 8
(1) KPA Hibah menyusun DIPA Hibah berdasarkan Surat
Penetapan RDP-BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3).
(2) Penyusunan DIPA Hibah dilaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
sesuai
dengan
(3) KPA Hibah menyampaikan DIPA Hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang
diberi kewenangan untuk disahkan.
(4) DIPA Hibah yang telah mendapatkan pengesahan digunakan
sebagai dasar penyaluran hibah.
Pasal 9
(1) Dalam hal hibah luar negeri diterima setelah penetapan
APBN, penerushibahan kepada Pemerintah Daerah dapat
dilaksanakan setelah DIPA Hibah disahkan untuk kemudian
dianggarkan dalam Perubahan APBN.
(2) Dalam hal hibah luar negeri diterima setelah Perubahan APBN
ditetapkan, penerushibahan kepada Pemerintah Daerah dapat
dilaksanakan setelah DIPA Hibah disahkan
untuk kemudian dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat.
(3) Prosedur penyusunan dan pengesahan DIPA Hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan
Pasal 8.
301
Bagian Ketiga
Penganggaran Hibah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
Pasal 10
(1) Hibah dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Hibah Daerah
atau Perjanjian Penerusan Hibah antara Menteri Keuangan
atau pejabat yang diberi kuasa dengan Gubernur atau Bupati/
Walikota atau pejabat yang diberi kuasa.
(2) Hibah dapat diteruskan kepada Badan Usaha Milik Daerah.
(3) Hibah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme pengelolaan
keuangan daerah.
Pasal 11
(1) Pemerintah Daerah menganggarkan penerimaan Hibah pada
Lain-lain Pendapatan dalam APBD.
(2) Pemerintah Daerah menganggarkan penggunaan Hibah
sebagai belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan dalam
APBD berdasarkan Rencana Tahunan dan mencantumkannya
dalam DPA.
(3) Pemerintah Daerah menganggarkan dana pendamping atau
kewajiban lain dalam APBD apabila dipersyaratkan dalam
Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah.
Pasal 12
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan perubahan Rencana
Tahunan yang disebabkan antara lain:
a. perubahan lingkup kegiatan;
b. perubahan rencana penarikan Hibah pada tahun berjalan;
dan/atau
c. luncuran dan sisa kegiatan tahun sebelumnya.
302
(2) Perubahan Rencana Tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikoordinasikan oleh Pemerintah Daerah dengan
kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian
terkait.
(3) Pemerintah Daerah menyampaikan perubahan Rencana
Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA
Hibah.
(4) Perubahan Rencana Tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditampung dalam APBD dan dituangkan dalam DPA.
(5) Perubahan Rencana Tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan
perubahan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri atau Perjanjian
Hibah Luar Negeri.
Pasal 13
(1) Dalam hal Hibah diterima setelah APBD ditetapkan,
penggunaan dana Hibah dapat dilaksanakan setelah Gubernur
atau Bupati/Walikota melakukan perubahan atas Peraturan
Gubernur atau Bupati/Walikota mengenai penjabaran APBD
dan memberitahukan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan
dalam DPA untuk kemudian dianggarkan dalam Perubahan
APBD.
(3) Dalam hal Hibah diterima setelah Perubahan APBD ditetapkan,
penggunaan dana Hibah dapat dilaksanakan setelah Gubernur
atau Bupati/Walikota melakukan perubahan atas Peraturan
Gubemur atau Bupati/Walikota mengenai penjabaran
Perubahan APBD dan memberitahukan kepada Pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(4) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan
dalam DPA untuk kemudian dilaporkan dalam Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah.
303
BAB V
PENYALURAN HIBAH
Bagian Kesatu
Penyaluran Hibah Berupa Uang
Pasal 14
(1) Penyaluran Hibah dalam bentuk uang dilaksanakan sesuai
dengan mekanisme APBN dan APBD.
(2) Penyaluran Hibah yang bersumber dari penerimaan dalam
negeri dilaksanakan melalui tata cara pemindahbukuan dari
RKUN ke RKUD.
(3) Penyaluran Hibah yang bersumber dari PHLN dilaksanakan
melalui tata cara:
a.
Pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD;
b.
Pembayaran Langsung;
c.
Rekening Khusus;
d.
Letter of Credit; dan/atau
e.
Pembiayaan Pendahuluan.
(4) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan
capaian kinerja.
(5) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyediakan dana
pendamping atau kewajiban lain yang dipersyaratkan, maka
penyaluran dana Hibah tidak dapat dilakukan.
(6) Dalam hal penyaluran hibah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) melibatkan kementerian negara/
lembaga pemerintah non kementerian, penyaluran hibah
dilakukan setelah mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari
kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian.
304
Pasal 15
(1) Penyaluran Hibah dilakukan berdasarkan Surat Permintaan
Penyaluran Hibah dari Gubernur atau Bupati/Walikota atau
pejabat yang diberi kuasa kepada KPA Hibah.
(2) Dalam hal Hibah diteruskan kepada Badan Usaha Milik Daerah,
Surat Permintaan Penyaluran Hibah kepada Badan Usaha
Milik Daerah diajukan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota atau
pejabat yang diberi kuasa kepada KPA Hibah.
(3) Surat Permintaan Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilengkapi dengan dokumen
pendukung sebagai berikut:
a.
SPTJM;
b.
Surat Pertimbangan Penyaluran Hibah dari kementerian
negara/lembaga pemerintah non kementerian; dan
c.
dokumen lain yang dipersyaratkan dalam Perjanjian Hibah
Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah.
(4) Surat Permintaan Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) disusun dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 16
(1) Penyaluran Hibah melalui tata cara Pemindahbukuan dari
RKUN ke RKUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(2) dan ayat (3) huruf a merupakan transfer dana dari RKUN ke
RKUD.
(2) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi
kuasa mengajukan Surat Permintaan Penyaluran Hibah
kepada KPA Hibah dengan melampirkan dokumen
305
pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat
(3) berdasarkan permintaan pembayaran dari penyedia
barang/jasa dan/atau SP2D yang diterbitkan oleh
Bendahara Umum Daerah.
b.
Berdasarkan Surat Permintaan Penyaluran Hibah, KPA
Hibah menerbitkan dan menyampaikan SPM kepada
KPPN.
c.
Berdasarkan SPM, KPPN menerbitkan SP2D sebagai
dasar transfer dana dari RKUN ke RKUD.
d.
Dalam hal Hibah bersumber dari luar negeri, penyaluran
Hibah dilaksanakan setelah Pemberi PHLN melakukan
transfer dana ke RKUN.
Pasal 17
(1) Penyaluran Hibah melalui tata cara Pembayaran Langsung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b
merupakan pembayaran langsung dari Pemberi PHLN kepada
penyedia barang/jasa setelah menerima APD dari KPPN yang
ditunjuk atas permintaan KPA Hibah.
(2) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
306
a.
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi
kuasa mengajukan Surat Permintaan Penyaluran Hibah
kepada KPA Hibah dengan melampirkan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat
(3).
b.
Berdasarkan Surat Permintaan Penyaluran Hibah, KPA
Hibah menyampaikan SPP APD-PL kepada KPPN.
c.
Berdasarkan SPP APD-PL sebagaimana dimaksud pada
huruf b, KPPN menerbitkan dan menyampaikan APD-PL
kepada Pemberi PHLN dengan tembusan kepada KPA
Hibah dan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q.
Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
d.
Berdasarkan APD-PL sebagaimana dimaksud pada huruf
c, Pemberi PHLN melakukan transfer kepada penyedia
barang/jasa.
e.
Sebagai
pemberitahuan
pelaksanaan
transfer
sebagaimana dimaksud pada huruf d, Pemberi PHLN
menerbitkan dan menyampaikan NoD kepada Direktur
Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi,
Akuntansi, dan Setelmen.
f.
Dalam hal terdapat NoD yang diterima kementerian negara/
lembaga pemerintah non kementerian atau Gubernur
atau Bupati/Walikota dan Pemberi PHLN sebagaimana
ketentuan yang dipersyaratkan Perjanjian PHLN, NoD
disampaikan kepada KPA Hibah.
g.
KPA Hibah menyampaikan NoD yang diterimanya kepada
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
h.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi,
Akuntansi, dan Setelmen melakukan verifikasi atas NoD
dari Pemberi PHLN dengan dokumen pembanding berupa
APD-PL dari KPPN.
i.
Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud
pada huruf h, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q.
Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menerbitkan
dan menyampaikan SP4HLN yang dilampiri salinan NoD
kepada KPPN.
j.
Dalam hal Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q.
Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen belum
menerima NoD dari Pemberi PHLN, sedangkan tembusan
APD-PL sudah diterima dari KPPN, maka Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan
Setelmen melakukan konfirmasi kepada Pemberi PHLN.
k.
KPPN menerbitkan SP3 setelah dilakukan verifikasi
terhadap dokumen SP4HLN dan salinan NoD sebagaimana
307
dimaksud pada huruf i dengan dokumen pembanding
berupa APD-PL .
l.
KPPN menyampaikan SP3 kepada:
1. Bank Indonesia atau Bank, sebagai dasar pencatatan
realisasi penarikan PHLN; dan
2. KPA Hibah, sebagai dasar pembukuan SAI pada
tahun anggaran berjalan. *
m. KPA Hibah menyampaikan salinan SP3 kepada Gubernur
atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa
sebagai dasar pencatatan dan pelaporan Hibah dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Pasal 18
(1) Penyaluran Hibah melalui tata cara Rekening Khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf c
merupakan transfer dana dari Rekening Pemerintah yang
dibuka Menteri Keuangan pada Bank Indonesia atau Bank
yang ditunjuk untuk menampung dan menyalurkan dana PHLN
yang dapat dipulihkan saldonya (revolving) kepada:
a.
RKUD sebagai penggantian dana atas pelaksanaan
kegiatan yang terlebih dahulu membebani APBD; atau
b.
Penyedia barang/jasa.
(2) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
308
a.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Pinjaman dan Hibah menyampaikan salinan Perjanjian
PHLN kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q.
Direktur Pengelolaan Kas Negara.
b.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Pinjaman dan Hibah menyampaikan surat keterangan
effectiveness date atas Perjanjian PHLN kepada:
1.
2.
3.
EA;
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen; dan
Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur
Pengelolaan Kas Negara.
c.
Berdasarkan penyampaian effectiveness date sebagimana
dimaksud pada huruf b, EA menyampaikan:
1. permintaan pembukaan Reksus;
2. permintaan pengisian initial deposit;
3. permintaan penerbitan petunjuk pelaksanaan tata
cara pencairan dana PHLN; dan
4. surat pernyataan kesiapan pelaksanaan kegiatan
dari pelaksana kegiatan, kepada Direktur Jenderal
Perbendaharaan.
d.
Berdasarkan permintaan dan surat pernyataan
sebagimana dimaksud pada huruf C, Direktur Jenderal
Perbendaharaan melakukan:
1. pembukaan Reksus pada Bank Indonesia atau
Bank, namun dalam rangka percepatan pelaksanaan
kegiatan,
Direktur
Jenderal
Perbendaharaan
dapat mengajukan pembukaan Reksus ke Bank
Indonesia atau Bank berdasarkan Perjanjian PHLN
atau dokumen lain yang menetapkan bahwa tata
cara penarikan PHLN berkenaan menggunakan
mekanisme Reksus;
2. permintaan pengisian initial deposit kepada Pemberi
PHLN; dan
3. penerbitan petunjuk pelaksanaan tata cara pencairan
PHLN.
e.
Permintaan pengisian initial deposit sebagaimana
dimaksud pada huruf d butir 2 dapat dilakukan oleh pejabat
di Lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang
ditunjuk.
309
310
f.
Setelah dilakukan pembukaan Reksus dan pengisian initial
deposit, Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang
diberi kuasa mengajukan Surat Permintaan Penyaluran
Hibah kepada KPA Hibah dengan melampirkan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat
(3).
g.
Berdasarkan permintaan Gubernur atau Bupati/Walikota,
KPA Hibah mengajukan SPM-Reksus kepada KPPNA
dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan.
h.
Berdasarkan SPM-Reksus sebagaimana dimaksud pada
huruf g:
1. Kepala KPPN menerbitkan SP2D-Reksus dalam 3
(tiga) rangkap;
2. Kepala KPPN menyampaikan SP2D-Reksus lembar
pertama kepada Bank Operasional I/Bank Indonesia/
Bank, SP2D-Reksus lembar kedua kepada KPA
Hibah, dan SP2D-Reksus lembar ketiga sebagai
arsip;
3. Kepala KPPN menerbitkan dan menyampaikan SPBSP2D dan Daftar SPB yang dilampiri salinan SP2DReksus kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan
c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara; dan
4. KPA Hibah menyampaikan salman SPM dan salinan
SP2D-Reksus kepada EA sebagai bahan penyusunan
APD-Reksus.
i.
KPA Hibah menyampaikan salinan Lembar kedua SP2DReksus kepada Pemerintah Daerah sebagai dasar
pencatatan dan pelaporan hibah.
j.
Berdasarkan Daftar SPB dari KPPN sebagaimana
dimaksud pada huruf h butir 3, Direktur Jenderal
Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara
menerbitkan dan menyampaikan Daftar SPD dan WPR
kepada Bank Indonesia atau Bank.
k.
Bank Indonesia atau Bank melakukan pembebanan pada
Reksus untuk dikreditkan pada Rekening Penerimaan
PHLN dalam rangka Reksus atau sesuai dengan perintah
yang tercantum dalam Daftar SPD dan WPR untuk
selanjutnya dipindahbukukan ke RKUN.
l.
Bank Indonesia atau Bank menerbitkan dan menyampaikan
Advis Debet Kredit beserta Laporan Rekening Koran
Reksus/Rekening Dana Talangan harian dan mingguan
sebanyak 1 (satu) rangkap kepada Direktur Jenderal
Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara.
m. Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur
Pengelolaan Kas Negara menyampaikan salinan
Rekening Koran Reksus/Rekening Dana Talangan kepada
EA sebagai dokumen pendukung penyusunan SPP APDReksus.
n.
Untuk pengisian kembali Reksus, EA mengajukan SPP
APD-Reksus yang dilampiri dokumen pendukung yang
dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN kepada Direktur
Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas
Negara.
o.
Berdasarkan SPP APD-Reksus sebagaimana dimaksud
pada huruf n:
1. Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur
Pengelolaan Kas Negara mengajukan APD-Reksus
kepada Pemberi PHLN dengan melampirkan
dokumen pendukung sebagaimana dipersyaratkan
dalam Perjanjian PHLN, dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen dan Bank
Indonesia atau Bank; dan
2. EA dan Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q.
Direktur Pengelolaan Kas Negara melakukan
rekonsiliasi data atas belanja yang membebani
Reksus dan Rekening Dana Talangan.
311
312
p.
Untuk Reksus Kosong, EA menyampaikan SPP APDReksus kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q.
Direktur Pengelolaan Kas Negara.
q.
EA dan Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur
Pengelolaan Kas Negara secara aktif melakukan
koordinasi dalam rangka meniadakan/mengurangi jumlah
Backlog Eligible dan Backlog Ineligible.
r.
Untuk Backlog Ineligible yang disebabkan oleh PHLN
berstatus closing date/closing account dan/atau
pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan ketentuan
dalam Perjanjian PHLN, maka penyelesaiannya
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
s.
Sebagai pemberitahuan transfer dana PHLN ke Reksus
atau Rekening Dana Talangan:
1. Pemberi PHLN menerbitkan dan menyampaikan
NoD kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen;
2. Dalam hal terdapat NoD yang diterima kementerian
negara/lembaga pemerintah non kementerian
atau Gubernur atau Bupati/Walikota dari Pemberi
PHLN sebagaimana ketentuan yang dipersyaratkan
Perjanjian PHLN, NoD disampaikan kepada KPA
Hibah; dan
3. KPA Hibah menyampaikan NoD yang diterimanya
kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q.
Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
t.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang eq. Direktur
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen melakukan verifikasi
NoD dari Pemberi PHLN dengan dokumen pembanding
berupa tembusan APD-Reksus.
u.
Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada
huruf t, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menerbitkan SP4HLN
dengan lampiran salinan NoD dan menyampaikan
kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur
Pengelolaan Kas Negara.
v.
Penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan hibah
diakui saat kas diterima pada Reksus atau Rekening Dana
Talangan, setelah dilakukan verifikasi antara SP4HLN
yang dilampiri salinan NoD dengan APD-Reksus.
w.
Dalam hal kas telah diterima pada Reksus atau Rekening
Dana Talangan, namun SP4HLN yang dilampiri salinan NoD
belum diterima, maka Direktur Jenderal Perbendaharaan
c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara melakukan:
1. konfirmasi kepada Direktur Jenderal Pengelolaan
Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan
Setelmen; dan/atau
2. pengakuan kas pada Reksus atau Rekening Dana
Talangan sebagai penerimaan pembiayaan dan/atau
pendapatan hibah yang ditangguhkan.
x.
Dalam hal terdapat ketidaksesuaian antara arus kas
masuk pada Reksus atau Rekening Dana Talangan
dengan NoD, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q.
Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen dan Direktur
Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas
Negara melakukan rekonsiliasi dan klarifikasi data.
(3) Apabila dalam penarikan PHLN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdapat pengadaan barang/jasa yang mewajibkan
pembukaan Letter of Credit, tata cara penarikan dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi
kuasa mengajukan Surat Permintaan Penyaluran Hibah
kepada KPA Hibah dengan melampirkan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat
(3) dan dokumen sebagai berikut:
313
1.
2.
3.
4.
5.
6.
314
KPBJ asli bertanda tangan basah untuk pengajuan
pertama yang memuat informasi paling sedikit:
a) Nilai KPBJ bruto (termasuk Pajak Pertambahan
Nilai);
b) Tahapan/termin pembayaran;
c) Nilai KPBJ dalam valuta asing maupun Rupiah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
Amandemen KPBJ jika ada;
daftar barang yang diimpor (master list) yang dibuat
oleh Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang
diberi kuasa dan telah mendapatkan persetujuan
kementerian negara/lembaga pemerintah non
kementerian;
daftar rencana penarikan Letter of Credit per tahun
anggaran;
NOL atau dokumen yang dipersamakan sepanjang
dipersyaratkan oleh Pemberi PHLN; dan
dokumen lain yang dipersyaratkan dalam perjanjian
PHLN.
b.
Berdasarkan permintaan Gubernur atau Bupati/Walikota,
KPA Hibah mengajukan SPP Pembukaan L/C sebesar
sebagian/seluruh nilai KPBJ atau yang ditentukan dalam
Perjanjian PHLN kepada KPPN dengan melampirkan
dokumen yang dipersyaratkan.
c.
Berdasarkan SPP Pembukaan L/C sebagaimana dimaksud
pada huruf b, KPPN menerbitkan SP Pembukaan L/C dan
menyampaikan kepada:
1. KPA Hibah;
2. Bank lndonesia atau Bank; dan
3. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
d.
Berdasarkan SP Pembukaan L/C sebagaimana dimaksud
pada huruf c, KPA Hibah memberitahukan kepada
penyedia barang/jasa atau kuasanya melalui Gubernur
atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa,
untuk mengajukan pembukaan Letter of Credit di Bank
Indonesia atau Bank yang besarnya tidak melebihi nilai
SP Pembukaan L/C.
e.
Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
huruf d, penyedia barang/jasa atau kuasanya membuka
Letter of Credit dengan melampirkan salinan:
1. KPBJ;
2. dokumen Perjanjian PHLN;
3. daftar barang/jasa yang akan diimpor (master list)
yang telah mendapat pengesahan KPA Hibah; dan
4. dokumen yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia
atau Bank.
f.
Berdasarkan SP Pembukaan L/C dan permintaan
pembukaan Letter of Credit dan penyedia barang/jasa
atau kuasanya, Bank Indonesia atau Bank:
1. membuka Letter of Credit pada bank koresponden
yang besarnya tidak melebihi nilai SP Pembukaan
L/C; dan
2. menyampaikan surat pemberitahuan pembukaan
Letter of Credit yang dilampiri salinan dokumen
pembukaan Letter of Credit kepada:
a) penyedia barang/jasa atau kuasanya;
b) KPA Hibah; dan
c) KPPN.
g.
Berdasarkan surat pemberitahuan pembukaan Letter of
Credit yang dilampiri salinan dokumen pembukaan Letter
of Credit sebagaimana dimaksud pada huruf f butir 2,
KPPN melakukan pencatatan pada kartu pengawasan
Reksus L/C.
315
h.
Berdasarkan dokumen tagihan/realisasi Letter of Credit
yang diterima dari bank koresponden, Bank Indonesia
atau Bank menerbitkan dokumen/pemberitahuan tertulis
atas realisasi Letter of Credit dan menyampaikan kepada
penyedia barang/jasa atau kuasanya, KPPN, dan KPA
Hibah.
i.
Berdasarkan dokumen/pemberitahuan tertulis yang
diterima dari Bank Indonesia atau Bank, KPA Hibah
mengajukan SPM-Reksus kepada KPPN dengan
melampirkan dokumen yang dipersyaratkan.
j.
Dalam rangka penerbitan SP2D-Reksus, KPPN melakukan
pengujian atas:
1. dokumen/pemberitahuan
tertulis
sebagaimana
dimaksud pada huruf g; dan
2. SPM-Reksus dan lampiran dokumen yang
dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada huruf h.
k.
KPPN menerbitkan SP2D-Reksus atas beban Rekening
Pengeluaran BI atau Bank atau rekening yang ditunjuk
dalam SP2D untuk keuntungan supplier/beneficiary dalam
3 (tiga) rangkap dan menyampaikan SP2D-Reksus:
1. lembar pertama kepada Bank Indonesia atau Bank;
2. lembar kedua kepada KPA Hibah; dan
3. lembar ketiga untuk arsip.
l.
KPA Hibah menyampaikan salinan lembar kedua SP2DReksus kepada Pemerintah Daerah sebagai dasar
pencatatan dan pelaporan hibah.
m. Berdasarkan SP2D-Reksus dari KPPN, Bank Indonesia
atau Bank melakukan pembayaran kepada supplier/
beneficiary dengan membebankan pada Rekening
Pengeluaran di Bank Indonesia/Bank atau rekening yang
ditunjuk dalam SP2D-Reksus.
316
n.
Bank Indonesia atau Bank menerbitkan dan menyampaikan
Nodis atau dokumen yang dipersamakan kepada KPPN,
KPA Hibah, dan penyedia barang/jasa atau kuasanya.
o.
Atas pembebanan pada Rekening Pengeluaran di Bank
Indonesia atau Bank atau rekening yang ditunjuk dalam
SP2D-Reksus sebagaimana dimaksud pada huruf m, Bank
Indonesia atau Bank menerbitkan dan menyampaikan
Advis Debet Kredit beserta Laporan Rekening Koran
kepada KPPN.
p.
KPA Hibah menyampaikan salinan SPM dan salman
SP2D-Reksus lembar kedua kepada EA sebagai
dokumen pendukung dalam penyusunan APD-Reksus
atas pelaksanaan Reksus-L/C.
q.
Atas penerbitan SP2D-Reksus sebagaimana dimaksud
pada huruf k, KPPN menerbitkan SPB SP2D dan Daftar
SPB serta menyampaikannya kepada Direktorat Jenderal
Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara
dengan lampiran salinan SP2D-Reksus:
r.
Berdasarkan Daftar SPB dari KPPN sebagaimana dimaksud
pada huruf q, Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q.
Direktorat Pengelolaan Kas Negara menerbitkan Daftar
SPD dan WPR serta menyampaikannya kepada Bank
Indonesia atau Bank.
s.
Berdasarkan Daftar SPD dan WPR sebagaimana
dimaksud pada huruf r, Bank Indonesia atau Bank
melakukan pembebanan pada Reksus untuk:
1. dikreditkan pada Rekening Penerimaan PHLN dalam
rangka Reksus; dan
2. dipindahbukukan ke RKUN.
t.
Setelah menerima Daftar SPD dan WPR, Bank Indonesia
atau Bank menerbitkan Advis Debet Kredit beserta
Laporan Rekening Koran Reksus atau Rekening Dana
317
Talangan harian dan mingguan sebanyak 1 (satu) rangkap
dan menyampaikannya kepada Direktorat Jenderal
Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
u.
Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur
Pengelolaan Kas Negara menyampaikan salinan Rekening
Koran Reksus atau Rekening Dana Talangan kepada EA
sebagai dokumen pendukung penyusunan SPP APDReksus.
v.
Untuk pengisian kembali Reksus, EA mengajukan
SPP APD-Reksus dengan melampirkan dokumen
pendukung yang dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN
kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur
Pengelolaan Kas Negara.
w.
Berdasarkan SPP APD-Reksus, Direktur Jenderal
Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara
mengajukan APD-Reksus kepada Pemberi PHLN dengan
melampirkan dokumen yang dipersyaratkan dalam
Perjanjian PHLN.
x.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
sampai dengan huruf e, dan huruf o sampai dengan huruf
x berlaku mutatis mutandis pada ayat ini.
Pasal 19
(1) Penyaluran Hibah melalui tata cara Letter of Credit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf d merupakan janji
tertulis dari bank penerbit Letter of Credit (issuing bank) yang
bertindak atas permintaan pemohon (applicant) atau atas
namanya sendiri untuk melakukan pembayaran kepada pihak
ketiga atau eksportir atau kuasa eksportir (pihak yang ditunjuk
oleh beneficiary/supplier) sepanjang memenuhi persyaratan
Letter of Credit.
(2) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
318
a.
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi
kuasa mengajukan Surat Permintaan Penyaluran Hibah
melalui tata cara Letter of Credit kepada KPA Hibah
dengan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dan dokumen sebagai
berikut:
1. KPBJ asli bertanda tangan basah untuk pengajuan
pertama yang memuat informasi paling sedikit:
a) Nilai KPBJ bruto (termasuk Pajak Pertambahan
Nilai);
b) Tahapan/termin pembayaran; dan
c) Nilai KPBJ dalam valuta asing maupun Rupiah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2. amandemen KPBJ jika ada;
3. daftar barang yang diimpor (master list) yang dibuat
oleh Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang
diberi kuasa dan telah mendapatkan persetujuan
kementerian negara/lembaga pemerintah non kemen
terian;
4. daftar rencana penarikan Letter of Credit per tahun
anggaran;
5. NOL atau dokumen yang dipersamakan sepanjang
dipersyaratkan oleh Pemberi PHLN; dan
6. dokumen lain yang dipersyaratkan dalam perjanjian
PHLN.
b.
Berdasarkan permintaan Gubernur atau Bupati/Walikota,
KPA Hibah mengajukan SPP-SKP L/C sebesar sebagian/
seluruh nilai KPBJ atau yang ditentukan dalam Perjanjian
PHLN kepada KPPN dengan melampirkan dokumen yang
dipersyaratkan.
c.
Berdasarkan SPP SKP-L/C sebagaimana dimaksud pada
huruf b, KPPN menerbitkan SKP-L/C dan menyampaikan
319
kepada Bank Indonesia atau Bank, dengan tembusan
kepada:
1. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
2. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen; dan
3. KPA Hibah.
320
d.
Berdasarkan tembusan SKP L/C, KPA Hibah
memberitahukan kepada penyedia barang/jasa atau
kuasanya melalui Gubernur atau Bupati/Walikota atau
pejabat yang diberi kuasa, untuk mengajukan pembukaan
Letter of Credit di Bank Indonesia atau Bank yang besarnya
tidak melebihi nilai SKP-L/C.
e.
Permintaan pembukaan Letter of Credit kepada Bank
Indonesia atau Bank disampaikan dengan melampirkan
salinan:
1. KPBJ
2. dokumen Perjanjian PHLN;
3. daftar barang/jasa yang akan diimpor (master list)
yang telah mendapat pengesahan KPA Hibah; dan
4. dokumen yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia
atau Bank.
f.
Berdasarkan SKP.L/C dan permintaan pembukaan Letter
of Credit dari penyedia barang/jasa atau kuasanya, Bank
Indonesia atau Bank:
1. membuka Letter of Credit pada Bank Koresponden;
2. menyampaikan surat pemberitahuan dan dokumen
pembukaan Letter of Credit kepada:
a) Penyedia barang/jasa atau kuasanya;
b) KPA Hibah; dan
c) KPPN.
g.
Berdasarkan surat pemberitahuan dan dokumen
pembukaan Letter of Credit sebagaimana dimaksud pada
huruf f butir 2, KPPN melakukan pencatatan pada kartu
pengawasan Letter of Credit.
h.
Bank Indonesia atau Bank selaku penerbit Letter of Credit
(issuing bank) mengajukan permintaan untuk menerbitkan
surat pernyataan kesediaan melakukan pembayaran
(letter of commitment) kepada Pemberi PHLN sepanjang
dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN.
i.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf h berlaku
dalam hal Letter of Credit dibuka pada Pemberi PHLN.
j.
Berdasarkan dokumen realisasi Letter of Credit yang
diterima dari bank koresponden, Bank Indonesia atau
Bank menerbitkan Nodis sebagai informasi realisasi Letter
of Credit dan menyampaikan kepada penyedia barang/
jasa atau kuasanya, dengan tembusan kepada KPPN,
KPA Hibah, dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
k.
Pemberi PHLN menerbitkan dan menyampaikan NoD
kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q.
Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen, sebagai
pemberitahuan pelaksanaan transfer dana kepada
beneficiary/supplier atas realisasi Letter of Credit.
l.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menyampaikan salinan
NoD kepada Bank Indonesia atau Bank.
m. Dalam hal terdapat NoD yang diterima kementerian negara/
lembaga pemenintah non kementerian atau Gubernur
atau Bupati/Walikota dari Pemberi PHLN sebagaimana
ketentuan yang dipersyaratkan Perjanjian PHLN, NoD
disampaikan kepada KPA Hibah.
321
n.
KPA Hibah menyampaikan NoD yang diterimanya kepada
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
o.
Berdasarkan SKP-L/C sebagaimana dimaksud pada huruf
c dan Nodis sebagaimana dimaksud pada huruf j, Direktur
Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi,
Akuntansi, dan Setelmen menyampaikan konfirmasi
kepada Pemberi PHLN dalam hal:
1. SKP-L/C dan Nodis telah diterima; dan
2. NoD belum diterima sampai dengan batas waktu
kewajaran transfer dana PHLN.
p.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menerbitkan dan
menyampaikan SP4HLN dengan lampiran salinan NoD
kepada KPPN.
q. Sebagai dasar penerbitan SP3, KPPN melakukan verifikasi
SP4HLN yang dilampiri salinan NoD dengan dokumen
pembanding berupa Nodis dan kartu pengawasan Letter
of Credit.
322
r.
KPPN menyampaikan SP3 kepada:
1. Bank Indonesia atau Bank sebagai dasar pencatatan
realisasi penarikan PHLN; dan
2. KPA Hibah sebagai dasar pembukuan SAl pada tahun
anggaran berjalan.
s.
KPA Hibah menyampaikan salinan SP3 kepada Gubernur
atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa
sebagai dasar pencatatan dan pelaporan Hibah dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Pasal 20
(1) Penyaluran Hibah melalui tata cara Pembiayaan Pendahuluan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf e
merupakan cara pembayaran yang dilakukan oleh Pemberi
PHLN sebagai penggantian dana atas pelaksanaan kegiatan
yang terlebih dahulu membebani APBD.
(2) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Pinjaman dan Hibah menyampaikan salinan Perjanjian
PHLN kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q.
Direktur Pengelolaan Kas Negara.
b.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menyampaikan
surat keterangan effectiveness date kepada EA dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q.
Direktur Pengelolaan Kas Negara.
c.
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi
kuasa mengajukan Surat Permintaan Penyaluran Hibah
kepada KPA Hibah dengan melampirkan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat
(3) dan berdasarkan SP2D yang diterbitkan Bendahara
Umum Daerah.
d.
Berdasarkan Surat Permintaan Penyaluran Hibah
sebagaimana dimaksud pada huruf c, KPA Hibah
menyampaikan SPP APD-PP kepada KPPN dengan
melampirkan bukti-bukti pengeluaran Pembiayaan
Pendahuluan dan dokumen lain yang dipersyaratkan
dalam Perjanjian PHLN.
e.
Berdasarkan SPP APD-PP sebagaimana dimaksud pada
huruf d, KPPN menerbitkan dan menyampaikan APD-PP
kepada Pemberi PHLN dengan tembusan kepada Direktur
323
Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi,
Akuntansi, dan Setelmen.
324
f.
Berdasarkan APD-PP sebagaimana dimaksud pada huruf
e, Pemberi PHLN melakukan transfer dana pengganti ke
RKUD.
g.
Pemberi PHLN menerbitkan dan menyampaikan NoD
sebagai pemberitahuan pelaksanaan transfer dana
kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
h.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen melakukan verifikasi
NoD dan Pemberi PHLN dengan dokumen pembanding
berupa tembusan APD-PP.
i.
Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada
huruf h, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menerbitkan dan
menyampaikan SP4HLN dengan lampiran salinan NoD
kepada KPPN.
j.
KPPN melakukan verifikasi SP4HLN yang dilampiri
salinan NoD dengan dokumen pembanding berupa APDPP sebagai dasar penerbitan SP3.
k.
KPPN menyampaikan SP3 kepada:
1. Bank Indonesia atau Bank sebagai dasar pencatatan
realisasi penarikan PHLN; dan
2. KPA Hibah sebagai dasar pembukuan SAI pada
tahun anggaran berjalan.
I.
KPA Hibah menyampaikan salinan SP3 ke Pemerintah
Daerah sebagai dasar pencatatan dan pelaporan hibah
dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Pasal 21
(1) Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa
membuat dan menyampaikan Bukti Penerimaan Hibah kepada
KPA Hibah atas setiap realisasi penyaluran Hibah.
(2) Penyampaian Bukti Penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan paling lama 15 (lima belas) hari setelah
SP2D atau SP3 diterbitkan.
(3) Bukti Penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedua
Penyaluran Hibah Berupa Barang dan/atau Jasa
Pasal 22
(1) Penyaluran Hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa yang
bersumber dan penerimaan dalam negeri dan/atau pinjaman
luar negeri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Penyaluran Hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa yang
bersumber dan hibah luar negeri dilaksanakan berdasarkan
perjanjian dan kelayakan barang dan/atau jasa.
(3) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Gubernur atau Bupati/Walikota atnu pejabat yang diberi
kuasa mengajukan surat permintaan pertimbangan atas
kelayakan barang dan/atau jasa kepada kementerian
negara/lembaga pemerintah non kementerian.
b.
Kementerian
negara/lembaga
pemerintah
non
kementerian menyampaikan surat pertimbangan atas
325
kelayakan barang dan/atau jasa kepada Gubernur atau
Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa sebagai
dasar pembuatan Berita Acara Serah Terima.
c.
Berita Acara Serah Terima ditandatangani oleh Pemberi
Hibah Luar Negeri atau pihak yang diberi kuasa dengan
Pemerintah Daerah.
d.
Berita Acara Serah Terima paling kurang memuat:
1. tanggal serah terima;
2. pihak pemberi dan penerima Hibah;
3. tujuan penyerahan;
4. jenis barang dan/atau jasa; dan
5. nilai nominal barang dan/atau jasa dalam mata uang
rupiah.
e.
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang
diberi kuasa menyampaikan salinan Berita Acara Serah
Terima kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan.
(4) Penyaluran barang dan/atau jasa dapat disampaikan langsung
oleh Pemberi Hibah Luar Negeri kepada Pemerintah Daerah
setelah penandatanganan Perjanjian Penerusan Hibah
antara Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dan
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa.
BAB VI
PENATAUSAHAAN DAN PELAPORAN
Pasal 23
(1) KPA Hibah menyelenggarakan penatausahaan, akuntansi,
dan pelaporan keuangan atas pelaksanaan penyaluran Hibah
dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
326
(2) Dalam rangka pelaporan keuangan, KPA Hibah menyusun
Laporan Keuangan yang terdiri atas:
a.
Laporan Realisasi Anggaran;
b.
Neraca; dan
c.
Catatan atas Laporan Keuangan.
Pasal 24
(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan penatausahaan,
akuntansi dan pelaporan keuangan atas realisasi Hibah dalam
bentuk uang, barang dan/atau jasa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal Hibah diteruskan kepada Badan Usaha Milik
Daerah, Hibah dimaksud dicatat dalam Laporan Keuangan
Badan Usaha Milik Daerah.
Pasal 25
(1) Gubernur atau Bupati/Walikota bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari Hibah.
(2) Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa
menyampaikan Laporan Triwulan Pelaksanaan Kegiatan
kepada KPA Hibah dan menteri negara/pimpinan lembaga
pemerintah non kementerian.
(3) Laporan Triwulan Pelaksanaan Kegiatan
dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
sebagaimana
a.
Laporan Triwulan I untuk periode 1 Januari sampai dengan
31 Maret;
b.
Laporan Triwulan II untuk periode 1 April sampai dengan
30 Juni;
c.
Laporan Triwulan III untuk periode I Juli sampai dengan 30
September; dan
327
d.
Laporan Triwulan IV untuk periode I Oktober sampai
dengan 31 Desember.
(4) Dalam hal kegiatan telah berakhir, batas waktu penyampaian
Laporan Pelaksanaan Kegiatan dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
(5)
a.
Untuk Hibah yang bersumber dari penerimaan dalam
negeri, Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang
diberi kuasa menyampaikan laporan paling Lambat 30
(tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun anggaran
berkenaan.
b.
Untuk Hibah yang bersumber dari luar negeri, Gubernur
atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa
menyampaikan Laporan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
setelah closing date.
Laporan Triwulan Pelaksanaan Kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB VII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pasal 26
(1) Menteri Keuangan dan menteri negara/pimpinan lembaga
pemerintah non kementerian terkait dapat melakukan
pemantauan atas kinerja pelaksanaan kegiatan dan
penggunaan Hibah dalam rangka pencapaian target dan
sasaran yang ditetapkan dalam Perjanjian Hibah Daerah atau
Perjanjian Penerusan Hibah.
(2) Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dapat
meninjau kembali atau menghentikan penyaluran Hibah apabila
328
terjadi penyimpangan dan/atau penyalahgunaan Hibah dari
maksud dan tujuan sebagaimana tertuang dalam Perjanjian
Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah.
(3) Peninjauan kembali atau penghentian penyaluran Hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah
Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa mendapat
pertimbangan menteri negara/pimpinan lembaga pemerintah
non kementerian terkait.
(4) Dalam hal penyaluran Hibah tersebut dihentikan, Pemerintah
Daerah wajib memenuhi maksud dan tujuan pemberian Hibah
tersebut dengan dana yang bersumber dari APBD.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1.
Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah
yang telah ditandatangani sebelum Peraturan Menteri ini
diundangkan, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya
perjanjian;dan
2.
Hibah yang dilakukan sebelum Peraturan Menteri ini
diundangkan, tetap berpedoman pada Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 169/PMK.07/2008 tentang Tata Cara
Penyaluran Hibah Kepada Pemerintah Daerah sepanjang
tidak dilakukan perubahan atas Perjanjian Hibah Daerah atau
Perjanjian Penerusan Hibah.
329
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/ 2008
tentang Hibah Daerah; dan
2.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.07/2008 tentang
Tata Cara Penyaluran Hibah kepada Pemerintah Daerah,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 29
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2012
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
330
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
td.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR
1183
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U, KEMENTERIAN
GIARTO
NIP 195904201984021001
331
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 188/PMK.07/2012 TENTANG
HIBAH DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA
PEMERINTAH DAERAH
FORMAT SURAT PERMINTAAN PENYALURAN HIBAH
(KOPSURAT)
Nomor
: ……………………………………… (1)
Lampiran
: …………………………………...... (2)
Perihal
: Permintaan Penyaluran Hibah
Kepada
Yth. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
Kementerian Keuangan RI
selaku Kuasa Pengguna Anggaran Hibah
Jln. Wahidin No. 1
Jakarta
Berdasarkan Perjanjian Penerusan Hibah/Perjanjian Hibah Daerah No ……(3), tanggal
……..(4), bersama ini kami mengajukan Permintaan Penyaluran Hibah untuk kegiatan
……………………..(5)
Tahun
Anggaran
…….(6)
sebesar
Rp
…………….(7)
(……………………..(8) rupiah).
Dana
hibah
dimaksud
agar
disalurkan
ke
Rekening
Kas
Umum
Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota ………………(9), pada Bank ………………(10) dengan Nama
Rekening ………………(11) No. Rekening ………………………(12).
Untuk mendukung Permintaan Penyaluran Hibah tersebut, dengan ini dilampirkan
dokumen-dokumen pendukung sebagai berikut:
a) Surat Pemyataan Tanggung Jawab Mutlak;
b) Surat Pertimbangan Penyaluran Hibah dari Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah
Non Kementerian;
c) ……………………………………………………………………………………………….. (13)
Demikian disampaikan, dan atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih.
………………, tanggal ……………… (14)
………………………………………… (15)
Stempel
(16)
………………………………………… (17)
NIP……………………………………. (18)
Tembusan Yth:
1. ……………………………………………………………………………………………… (19)
332
PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PERMINTAAN PENYALURAN HIBAH
NOMOR
URAIAN ISIAN
(1)
Diisi nomor urut surat
(2)
Diisi berkas yang dilampirkan
(3)
Diisi nomor Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah
(4)
Diisi tanggal Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah
(5)
Diisi nama kegiatan hibah
(6)
Diisi tahun anggaran permintaan penyaluran hibah
(7)
Diisi nilai permintaan penyalur hibah (dalam angka)
(8)
Diisi nilai permintaan penyaluran hibah (dalam huruf)
(9)
Diisi nama pemerintah daerah
(10)
Diisi nama bank tujuan penyaluran hibah
(11)
Diisi nama rekening bank pemerintah daerah
(12)
Diisi nomor rekening bank pemerintah daerah
(13)
Diisi dokumen lain yang dipersyaratkan dalam perjanjian hibah
(14)
Diisi tempat, tanggal, bulan, tahun pembuatan surat
(15)
Diisi jabatan yang bertanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau
pejabat yang diberi kuasa)
(16)
Diisi tanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang
diberi kuasa)
(17)
Diisi nama penanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat
yang diberi kuasa)
(18)
Diisi nomor induk pegawai penanda tangan
Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(19)
Diisi kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait
(Gubernur
atau
333
FORMAT SURAT PERMINTAAN PENYALURAN HIBAH KE REKANAN
(KOPSURAT)
Nomor
: ……………………………………… (1)
Lampiran
: …………………………………...... (2)
Perihal
: Permintaan Penyaluran Hibah ke Rekanan
Kepada
Yth. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
Kementerian Keuangan RI
selaku Kuasa Pengguna Anggaran Hibah
Jln. Wahidin No. 1
Jakarta
Berdasarkan Perjanjian Hibah Daerah /Perjanjian Penerusan Hibah No ……(3),
tanggal ……..(4), bersama ini kami mengajukan Permintaan Penyaluran Hibah untuk
kegiatan ……………………..(5) Tahun Anggaran …….(6) sebesar Rp …………….(7)
(……………………..(8) rupiah).
Dana hibah dimaksud agar disalurkan ke rekening …………….(9), pada Bank
…………………(10) dengan No. Rekening: ……………………………..(11).
Untuk mendukung Permintaan Penyaluran Hibah tersebut, dengan ini dilampirkan
dokumen-dokumen pendukung sebagai berikut:
a) Surat Pemyataan Tanggung Jawab Mutlak;
b) Surat Pertimbangan Penyaluran Hibah dari Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah
Non Kementerian;
c) ……………………………………………………………………………………………….. (12)
Demikian disampaikan, dan atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih.
………………, tanggal ……………… (13)
………………………………………… (14)
Stempel
(15)
………………………………………… (16)
PETUNJUK PENGISIAN
NIP……………………………………. (17)
Tembusan Yth:
1. ……………………………………………………………………………………………… (18)
334
PETUNJUK PENGISIAN
NOMOR
(1)
URAIAN ISIAN
Diisi nomor urut surat
(2)
Diisi berkas yang dilampirkan
(3)
Diisi nomor Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan
Hibah
(4)
Diisi tanggal Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan
Hibah
(5)
Diisi nama kegiatan hibah
(6)
Diisi tahun anggaran permintaan penyaluran hibah
(7)
Diisi nilai permintaan penyalur hibah
(8)
Diisi terbilang nilai permintaan penyaluran hibah
(9)
Diisi nama penyedia barang/jasa
(10)
Diisi nama bank rekening penyedia barang/jasa
(11)
Diisi nama rekening penyedia barang/jasa
(12)
Diisi dokumen lain yang dipersyaratkan dalam perjanjian hibah
(13)
Diisi tempat, tanggal, bulan, tahun pembuatan surat
(14)
Diisi jabatan yang bertanda tangan (Gubernur
Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(15)
Diisi tanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat
yang diberi kuasa)
(16)
Diisi nama penanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau
pejabat yang diberi kuasa)
(17)
Diisi nomor induk pegawai penanda tangan (Gubernur atau
Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(18)
Diisi kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian
terkait
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
atau
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
GIARTO
NIP 195904201984021001
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
335
FORMAT SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK
(KOPSURAT)
SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama
: ………………………………………………………………..………………….. (1)
Jabatan
: ………………………………………………………………..………………….. (2)
Sebagai Pengguna Dana Hbah/ Penerusan Hibah/Penerusan Pinjaman sebagai Hibah
pada Provinsi/Kabupaten/Kota ……(3) untuk kegiatan ……(4) dan sesuai dengan
Perjanjian Penerusan Hibah/Perjanjian Hibah Daerah No: ………(5) tanggal ………(6)
dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya bertanggungjawab penuh
terhadap kebenaran perhitungan dan penetapan besaran serta penggunaan dana hibah
untuk permintaan tahap ………(7) sebasar ……(9) (………(9) rupiah) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan menyatakan bahwa kegiatan hibah
dimaksud telah dialokasikan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran.
Demikian surat pernyataan ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
………………, tanggal ……………… (10)
………………………………………… (11)
Materai
Rp. 6.000,-
(12)
………………………………………… (13)
NIP……………………………………. (14)
Tembusan Yth:
1. ……………………………………………………………………………………………… (15)
336
PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK
NOMOR
URAIAN ISIAN
(1)
Diisi nama pengguna dana hibah (Gubernur arau Bupati/Walikota
atau pejabat yang diberi kuasa)
(2)
Diisi jabatan pengguna dana hibah (Gubernur
Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(3)
Diisi nama pemerintah daerah yang menerima hibah
(4)
Diisi nama kegiatan hibah
(5)
Diisi nomor Perjanjian Penerusan Hibah/Perjanjian Hibah Daerah
(6)
Diisi tanggal, bulan, tahun Perjanjian Penerusan Hibah/Perjanjian
Hibah Daerah
(7)
Diisi tahap penyaluran hibah
(8)
Diisi nilai permintaan penyaluran hibah (dalam angka)
(9)
Diisi nilai permintaan penyaluran hibah (dalam huruf)
(10)
Diisi tempat, tanggal, bulan, tahun pembuatan surat
(11)
Diisi jabatan yang bertanda tangan (Gubernur
Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(12)
Diisi tanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat
yang diberi kuasa)
(13)
Diisi nama penanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau
pejabat yang diberi kuasa)
(14)
Diisi nomor induk pegawai penanda tangan (Gubernur atau
Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(15)
Diisi kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian
terkait
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U.
KEMENTERIAN
atau
atau
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
GIARTO
NIP 195904201984021001
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
337
FORMAT BUKTI PENERIMAAN HIBAH/KUITANSI
(KOPSURAT)
Telah terima dari
: Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Pembiayaan
dan Kapasitas Daerah selaku Kuasa
Pengguna Anggaran Hibah Kepada Pemerintah Daerah
Untuk Keperluan
: Penyaluran Belanja Hibah untuk kegiatan………………………(1)
Dengan rincian
:
TAHAP
TANGGAL
DITERIMA
JUMLAH (Rp)
TERBILANG (dengan huruf)
(2)
(3)
(4)
(5)
Dana tersebut telah diterima pada :
Nomor Rekening
:
……………………………………………………………….…….…(6)
Nama Rekening
:
……………………………………………………………….……….(7)
Nama Bank
:
………………………………………………………………………..(8)
………………, tanggal ……………… (9)
………………………………………… (10)
Materai
Rp. 6.000,-
(11)
………………………………………… (12)
NIP……………………………………. (13)
338
PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PENERIMAAN HIBAH/KUITANSI
NOMOR
(1)
URAIAN ISIAN
Diisi nama kegiatan hibah
(2)
Diisi tahapan penyaluran hibah
(3)
Diisi tanggal dana diterima
(4)
Diisi jumlah dana yang diterima (dalam angka)
(5)
Diisi jumlah dana yang diterima (dalam huruf)
(6)
Diisi nomor rekening penerima dana
(7)
Diisi nama rekening penerima dana
(8)
Diisi nama bank penerima dana
(9)
Diisi tempat, tanggal, bulan, tahun pembuatan surat
(10)
Diisi jabatan yang bertanda tangan (Gubernur
Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(11)
Diisi tanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat
yang diberi kuasa)
(12)
Diisi nama penanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau
pejabat yang diberi kuasa)
(13)
Diisi nomor induk pegawai penanda tangan (Gubernur atau
Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
atau
339
FORMAT LAPORAN TRIWULAN PELAKSANAAN KEGIATAN
(KOPSURAT)
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN
TRIWULAN… TA 20..
Nama Kegiatan
: ………………………(1)
Periode Laporan
: ………………………(2)
Tahun Anggaran
: ………………………(3)
NO
NAMA
KEGIATAN
1
(4)
TANGGAL PELAKSANAAN
TOTAL BIAYA
KETERANGAN
4
5
6
(7)
(8)
(9)
MULAI
SELESAI
2
3
(5)
(6)
JUMLAH
………………, tanggal ……………… (10)
Materai
Rp. 6.000,-
………………………………………… (11)
(12)
………………………………………… (13)
NIP. .…………………………………. (14)
340
PETUNJUK PENGISIAN
LAPORAN TRIWULAN PELAKSANAAN KEGIATAN
NOMOR
URAIAN ISIAN
(1)
Diisi nama kegiatan hibah
(2)
Diisi periode laporan
(3)
Diisi tahan anggaran
(4)
Diisi nomor urut
(5)
Diisi nama kegiatan hibah
(6)
Diisi tanggal pelaksanaan kegiatan mulai
(7)
Diisi tanggal pelaksanaan kegiatan selesai
(8)
Diisi total biaya
(9)
Diisi keterangan
(10)
Diisi tempat, tanggal, bulan, tahun pembuatan laporan
(11)
Diisi jabatan penanda tangan (kepala dinas/pejabat yang diberi
kuasa)
(12)
Diisi tanda tangan (kepala dinas/pejabat yang diberi kuasa)
(13)
Diisi nama penanda tangan (kepala dinas/pejabat yang diberi
kuasa)
(14)
Diisi nomor induk pegawai
dinas/pejabat yang diberi kuasa)
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
u.b.
KEPALA BAGIAN T.U.
KEMENTERIAN
penanda
tangan
(kepala
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
GIARTO
NIP 195904201984021001
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
341
342
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 123/PMK.06/2013
TENTANG
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA
YANG BERASAL DARI ASET LAIN-LAIN
343
344
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 123/PMK.06/2013
TENTANG
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL
DARI ASET LAIN-LAIN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa Barang Milik Negara yang berasal
dari Aset Lain-lain merupakan Barang
Milik Negara yang berasal dari perolehan
lainnya yang sah yang pengelolaannya
perlu dilakukan secara tertib dan akuntabel,
dengan tetap menjunjung tinggi tata kelola
yang baik (good governance);
b.
bahwa Barang Milik Negara yang berasal
dari Aset Lain-lain sebagaimana dimaksud
dalam huruf a belum diatur secara
komprehensif dalam Peraturan Menteri
345
Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan,
Penghapusan,
Dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara;
Mengingat
346
:
c.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset
Lain-lain;
1.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4609) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4855);
4.
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara Serta Susunan
Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 142);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA
YANG BERASAL DARI ASET LAIN-LAIN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
2.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan
Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas,
dan fungsi di bidang kekayaan negara.
3.
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain adalah
Barang Milik Negara yang berasal dari perolehan lain yang
sah.
347
4.
Penyerah Barang adalah badan internasional, negara asing,
badan yang dibentuk Kementerian/Lembaga, badan-badan ad
hoc, yayasan yang akan/telah dibubarkan yang memiliki secara
sah atas barang yang akan diserahkan kepada Pemerintah.
5.
Kementerian/Lembaga
Selaku
Counterpart
adalah
Kementerian/ Lembaga yang melakukan kerjasama dengan
badan internasional/ negara asing yang dituangkan dalam
perjanjian kerja sama.
6.
Pihak Ketiga adalah pihak yang menggunakan Barang Milik
Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain, baik Pemerintah
Daerah, Lembaga Non Pemerintah, maupun Lembaga Sosial
Masyarakat.
7.
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara
Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada pihak lain dengan
menerima penggantian dalam bentuk uang.
8.
Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah
Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan
tugas dan fungsi atau kepada pihak lain untuk kepentingan
sosial, keagamaan, atau kemanusiaan tanpa memperoleh
penggantian.
9.
Pemusnahan adalah kegiatan untuk menghilangkan wujud
awal dan sifat hakiki suatu barang.
10. Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik
Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain dari daftar barang
dengan mencoret dari daftar Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain untuk membebaskan Direktur Jenderal
atau pejabat Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart dari
tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada
dalam penguasaannya.
11. Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum
dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang
semakin meningkat untuk mencapai harga tertinggi, yang
didahului dengan pengumuman lelang.
348
12. Penilaian adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh
penilai untuk memberikan suatu opini nilai yang didasarkan
pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan
metode/teknik tertentu atas objek tertentu pada saat tanggal
penilaian.
13. Nilai Wajar adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal
Penilaian yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli, hasil
penukaran, atau penyewaan suatu properti antara pembeli
yang berminat membeli dan penjual yang berminat menjual
atau antara penyewa yang berminat menyewa dan pihak yang
berminat menyewakan dalam suatu transaksi bebas ikatan,
yang penawarannya dilakukan secara layak dalam waktu
yang cukup, dimana kedua pihak masing-masing mengetahui
kegunaan properti tersebut bertindak hati-hati, dan tanpa
paksaan.
14. Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan dilelang
dan ditetapkan oleh penjual/pemilik barang.
15. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi
pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara
Yang Berasal Dari Aset Lain-lain sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi pengelolaan Barang
Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang terdiri dari:
a.
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang telah
diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
b.
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang
telah diserahkan kepada Kementerian/Lembaga Selaku
Counterpart.
349
Pasal 3
(1) Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain meliputi
barang yang diperoleh dari:
a.
pelaksanaan perjanjian kerja sama antara Pemerintah
Republik Indonesia dengan badan internasional dan/atau
negara asing;
b.
pembubaran badan yang dibentuk Kementerian/
Lembaga, seperti unit pelaksana teknis yang dibentuk
oleh Kementerian/Lembaga;
c.
pembubaran badan-badan ad hoc; atau
d.
pembubaran yayasan sebagai tindak lanjut temuan
pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terhadap barang yang digunakan atau
berasal dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan
Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, pengelolaannya
mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengelolaan Barang Milik Negara eks Badan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumatera Utara.
Pasal 4
Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
meliputi:
a.
penetapan status penggunaan;
b.
Penjualan;
c.
Hibah;
d.
Pemusnahan;
350
e.
Penghapusan;
f.
pengamanan dan pemeliharaan;
g.
Penatausahaan.
BAB II
KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB
Bagian Kesatu
Kewenangan dan Tanggung Jawab Menteri
Pasal 5
Menteri berwenang dan bertanggungjawab dalam melakukan
pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6
(1) Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 meliputi:
a.
menerima penyerahan Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain;
b.
melakukan pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain yang telah diserahkan;
c.
menetapkan keputusan mengenai penetapan status
penggunaan, Penjualan, Hibah, dan Pemusnahan Barang
Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain;
d.
menyetujui permohonan Hibah dan Pemusnahan Barang
Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain; dan
e.
melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab lain
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pengelolaan Barang Milik Negara.
351
(2) Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) secara fungsional dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 7
(1) Wewenang dan tanggung jawab Direktur Jenderal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilimpahkan kepada pejabat
Eselon II di lingkungan kantor pusat Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara yang memiliki kewenangan mengelola
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain.
(2) Pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
wewenang dan tanggung jawab untuk menetapkan keputusan
atau persetujuan atas nama Menteri mengenai penetapan
status penggunaan, Penjualan, Hibah, Pemusnahan dan
Penghapusan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset
Lain-lain.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), penetapan keputusan atau persetujuan atas nama Menteri
terhadap Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
berupa tanah dan/atau bangunan tetap menjadi kewenangan
dan tanggung jawab Direktur Jenderal.
Bagian Kedua
Wewenang dan Tanggung Jawab Penyerah Barang
Pasal 8
(1) Penyerah Barang berwenang dan bertanggung jawab untuk
menyerahkan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset
Lain-lain kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan/
atau Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart.
(2) Penyerah Barang melaksanakan wewenang dan tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan didasarkan
pada:
352
a.
perjanjian; dan/atau
b.
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Wewenang dan Tanggung Jawab
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart
Pasal 9
(1) Menteri/Pimpinan pada Kementerian/Lembaga
Counterpart berwenang dan bertanggung jawab:
Selaku
a.
melaporkan data Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Aset Lain-lain kepada Direktur Jenderal;
b.
melakukan Penatausahaan Barang Milik Negara Yang
Berasal Dari Aset Lain-lain;
c.
menerima Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset
Lain-lain berupa selain tanah dan/atau bangunan dari
Penyerah Barang;
d.
melakukan pengamanan Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain yang berada dalam penguasaannya;
e.
mengajukan permohonan penetapan status penggunaan,
Hibah, Pemusnahan, atau Penghapusan atas Barang Milik
Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada Direktur
Jenderal;
f.
menetapkan keputusan Hibah atau Pemusnahan atas
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
yang telah mendapat persetujuan Menteri; dan
g.
melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab lain
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kewenangan dan tanggung jawab Menteri/Pimpinan pada
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart sebagaimana
353
dimaksud pada ayat (1) secara fungsional dilaksanakan
oleh pejabat struktural pada unit organisasi Eselon I yang
membidangi pengelolaan Barang Milik Negara lingkup
Kementerian/Lembaga terkait.
(3) Pejabat struktural pada unit organisasi Eselon I sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat menunjuk pejabat pada kantor
pusat dan/atau pejabat di instansi vertikal untuk melaksanakan
kewenangan dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
BAB III
PENYERAHAN
Pasal 10
(1) Penyerah Barang melakukan penyerahan Barang Milik Negara
Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada:
a.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; atau
b.
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart sesuai dengan
perjanjian.
(2) Penyerahan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterima oleh
pejabat yang menerima penugasan.
(3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
setelah melalui verifikasi bersama antara Penyerah Barang
dengan:
354
a.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dalam hal
penyerahan dilakukan kepada Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara; atau
b.
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart, dalam hal
penyerahan dilakukan kepada Kementerian/Lembaga
Selaku Counterpart.
(4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan
dalam Berita Acara Serah Terima.
(5) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat
dalam daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain.
(6) Penyerahan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart
dilaporkan oleh Menteri/Pimpinan pada Kementerian/Lembaga
Selaku Counterpart atau pejabat struktural yang menerima
pelimpahan wewenang kepada Direktur Jenderal dan
ditembuskan kepada Kementerian Sekretariat Negara paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak penyerahan.
Pasal 11
(1) Penyerah Barang, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
atau Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart bertanggung
jawab atas pembayaran pajak dan/atau bea masuk terutang
atas barang yang mendapat fasilitas pembebasan bea masuk
apabila:
a.
terkena kewajiban pembayaran pajak dan/atau bea masuk
terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
di bidang pajak dan/atau kepabeanan; atau
b.
dalam perjanjian kerja sama teknis diperjanjikan
pembayaran pajak dan/atau bea masuk terutang
dibebankan pada Penyerah Barang, Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara atau Kementerian/Lembaga Selaku
Counterpart.
(2) Dalam hal kewajiban pembayaran pajak dan/atau bea masuk
terutang dibebankan pada Penyerah Barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, pembayaran dilakukan oleh
Penyerah Barang sebelum penyerahan kepada Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara atau Kementerian/Lembaga
Selaku Counterpart.
355
(3) Dalam hal kewajiban pembayaran pajak dan/atau bea masuk
terutang dibebankan pada Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara atau Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pembayaran
dilakukan setelah penyerahan.
Pasal 12
(1) Penyerahan atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset
Lain-lain dilakukan oleh Penyerah Barang kepada Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara atau Kementerian/Lembaga
Selaku Counterpart yang sekurang-kurangnya disertai dengan
data dan dokumen:
a. daftar barang yang akan diserahkan;
b. dokumen kepemilikan;
c. surat pernyataan dari Penyerah Barang bahwa barang
dalam keadaan tidak terdapat permasalahan hukum (free
and clear); dan
d. data nilai perolehan, tahun perolehan, spesifikasi
dan identitas teknis, serta foto kondisi terkini barang
bersangkutan.
(2) Penyerahan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset
Lain-lain oleh Penyerah Barang yang mendapat fasilitas
pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (1) harus memenuhi persyaratan tambahan berupa
adanya:
a. surat persetujuan dari Kementerian Sekretariat Negara;
dan
b. surat izin pemindahtanganan kepada selain penerima
fasilitas pembebasan bea masuk dari Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai.
(3) Dalam hal pembayaran pajak dan/atau bea masuk terutang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
356
atau Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart, surat
izin pemindahtanganan kepada selain penerima fasilitas
pembebasan bea masuk dari Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai diselesaikan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
atau Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart setelah
penyerahan.
(4) Terhadap penyerahan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Aset Lain-lain yang mendapat pembebasan bea masuk, tidak
perlu disertai dengan dokumen kepemilikan.
BAB IV
PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN
Bagian Kesatu
Pengamanan
Pasal 13
Direktur Jenderal atau pimpinan Kementerian/ Lembaga Selaku
Counterpart bertanggung jawab melakukan pengamanan Barang
Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang telah diserahkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
Pasal 14
Pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 meliputi
pengamanan fisik, pengamanan administrasi, dan pengamanan
hukum.
Pasal 15
Pengamanan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 meliputi
penyimpanan dan penitipan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Aset Lain-lain.
357
Pasal 16
Pejabat eselon II yang menerima pelimpahan wewenang dapat
meminta bantuan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara untuk melakukan penyimpanan atas
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang berada
di wilayah kerjanya.
Pasal 17
(1) Pejabat eselon II dilingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara yang menerima pelimpahan wewenang atau pimpinan
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart dapat menitipkan
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada
Pihak Ketiga yang fisik barangnya berada di Pihak Ketiga
tersebut.
(2) Penitipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
penitipan untuk dapat digunakan oleh Pihak Ketiga
bersangkutan.
(3) Penitipan dituangkan dalam Berita Acara Penitipan.
Pasal 18
Pengamanan administrasi meliputi pencatatan dan penyimpanan
bukti kepemilikan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain secara tertib dan aman.
Pasal 19
Pengamanan hukum meliputi pengurusan dokumen kepemilikan.
358
Bagian Kedua
Pemeliharaan
Pasal 20
(1) Direktur Jenderal atau pimpinan Kementerian/Lembaga Selaku
Counterpart bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang
fisik barangnya berada padanya.
(2) Pihak Ketiga yang menerima penitipan Barang Milik Negara
Yang Berasal Dari Aset Lain-lain bertanggung jawab penuh
atas pemeliharaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Aset Lain-lain yang fisik barangnya berada padanya, termasuk
segala biaya yang menyertainya.
BAB V
TATA CARA PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 21
(1) Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang
telah diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
ditindaklanjuti dengan cara penetapan status penggunaan,
Penjualan, Hibah, Pemusnahan, atau Penghapusan.
(2) Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang telah
diserahkan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart
ditindaklanjuti dengan cara penetapan status penggunaan,
Hibah, Pemusnahan, atau Penghapusan.
(3) Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak dapat
ditindaklanjuti dengan cara penetapan status penggunaan,
359
Hibah dan tidak mempunyai nilai ekonomis dilakukan
Pemusnahan oleh Kementerian/Lembaga selaku counterpart
setelah mendapat persetujuan dari Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara.
Bagian Kedua
Penetapan Status Penggunaan
Pasal 22
Penetapan status penggunaan Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain dilakukan dalam hal:
a.
diperlukan untuk penyelenggaraan
Kementerian/Lembaga; atau
tugas
dan
fungsi
b.
diperlukan untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka
menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi
Kementerian/Lembaga.
Pasal 23
(1) Kementerian/Lembaga mengajukan permohonan penetapan
status penggunaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Aset Lain-lain kepada Direktur Jenderal yang sekurangkurangnya memuat:
a.
alasan permohonan penggunaan;
b.
tujuan penggunaan; dan
c.
kebutuhan luas tanah dan/atau bangunan atau jumlah
barang selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melampirkan pula daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Aset Lain-lain yang dimintakan penetapan status penggunaan.
(3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Direktur Jenderal melakukan penelitian administrasi dan
360
kelayakan dalam menunjang tugas dan fungsi Kementerian/
Lembaga.
(4) Dalam hal penelitian administrasi dan kelayakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) belum mencukupi, dapat dilakukan
peninjauan lapangan.
(5) Peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan.
(6) Peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dilakukan sebatas pada permohonan penetapan status
penggunaan atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Kementerian/Lembaga
Selaku Counterpart.
Pasal 24
(1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atau pejabat Eselon II
yang menerima pelimpahan wewenang menetapkan keputusan
penetapan status penggunaan yang memuat data barang,
sekurang-kurangnya meliputi tahun perolehan, spesifikasi/
identitas teknis, bukti kepemilikan, jenis, jumlah, dan nilai
perolehan.
(2) Berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan serah terima antara Direktur Jenderal/pejabat
Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang/pejabat yang
menerima penugasan dan pemohon.
(3) Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan
dalam Berita Acara Serah Terima.
Pasal 25
(1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (1) tidak disetujui, permohonan penetapan status
361
penggunaan dikembalikan kepada pemohon disertai dengan
alasan yang mendasari pengembalian.
(2) Berdasarkan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dalam hal pemohon adalah Kementerian/Lembaga Selaku
Counterpart yang menguasai Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain, maka Kementerian/Lembaga Selaku
Counterpart menyerahkan Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain kepada Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara atas barang yang tidak disetujui permohonannya.
(3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan
dalam Berita Acara Serah Terima.
Bagian Ketiga
Penjualan
Pasal 26
(1)
Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain dilakukan dengan pertimbangan:
a. tidak terdapat Kementerian/Lembaga yang memerlukan
untuk pelaksanaan tugas dan fungsi; dan
b. sampai dengan batas waktu 6 (enam) bulan setelah
penyerahan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
tidak terdapat permohonan penetapan status penggunaan
atau Hibah.
(2) Apabila dalam jangka waktu 6 bulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdapat permohonan penetapan status
penggunaan atau Hibah namun permohonan tersebut tidak
disetujui, dilakukan Penjualan.
Pasal 27
Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
dilaksanakan melalui Lelang.
362
Pasal 28
(1) Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan dengan
pengajuan usulan Penjualan oleh pejabat Eselon II yang
menerima pelimpahan wewenang kepada Direktur Jenderal.
(2) Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain berupa selain tanah dan/atau bangunan yang diserahkan
kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dilaksanakan
oleh pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang.
(3) Dalam hal diperlukan, pejabat Eselon II yang menerima
pelimpahan wewenang dapat meminta bantuan kepada Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk
melaksanakan Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/atau bangunan.
Pasal 29
(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
dapat mengajukan saran Penjualan atas Barang Milik
Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang berada dalam
penyimpanannya kepada Direktur Jenderal atau pejabat
Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang.
(2) Saran Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditindaklanjuti dengan peninjauan lapangan.
(3) Peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan.
(4) Dalam hal saran Penjualan diterima, pejabat Eselon II yang
menerima pelimpahan wewenang menindaklanjuti dengan :
a.
mengajukan usulan Penjualan kepada Direktur Jenderal,
untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain berupa tanah dan/atau bangunan; atau
363
b.
melaksanakan Penjualan, untuk Barang Milik Negara
Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/
atau bangunan.
Pasal 30
(1) Dalam rangka Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain dilakukan Penilaian.
(2) Penilaian Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk
mendapatkan Nilai Wajar.
(3) Nilai Wajar menjadi dasar dalam menetapkan Nilai Limit Lelang.
(4) Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
oleh:
a. Direktur Jenderal, untuk Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain berupa tanah dan/atau bangunan;
b. pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang,
untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
berupa selain tanah dan/atau bangunan yang diserahkan
kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Pasal 31
(1) Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1) dilaksanakan dengan cara mengajukan
usulan Penjualan secara tertulis yang memuat pertimbangan
dan penjelasan usulan Penjualan disertai data dan dokumen:
364
a.
daftar barang yang diusulkan untuk dijual;
b.
data tanah, antara lain status dan bukti kepemilikan,
gambar situasi termasuk lokasi tanah dan luas;
c.
data bangunan, antara lain tahun pembuatan, konstruksi,
luas, dan nilai perolehan bangunan;
d.
nilai buku atau nilai perolehan, tahun perolehan, kondisi
tanah dan/atau bangunan, dan foto kondisi terkini barang
bersangkutan; dan
e.
konsep keputusan Nilai Limit.
(2) Dalam hal Direktur Jenderal menyetujui rencana Penjualan,
Direktur Jenderal menetapkan Nilai Limit dan keputusan
Penjualan.
(3) Dalam hal Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Aset Lain-lain memerlukan persetujuan Presiden/Dewan
Perwakilan Rakyat, Menteri mengajukan permohonan
persetujuan Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Aset Lain-lain kepada Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Dalam hal persetujuan Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat
melebihi batas waktu hasil Penilaian, maka sebelum dilakukan
Penjualan terlebih dahulu harus dilakukan Penilaian ulang.
(5) Hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dijadikan sebagai dasar penetapan Nilai Limit Penjualan.
(6) Dalam hal hasil Penilaian ulang lebih tinggi atau lebih rendah
dari hasil Penilaian sebelumnya dan mengakibatkan terjadinya
perubahan pejabat yang berwenang memberi persetujuan,
Menteri mengajukan permohonan baru persetujuan Penjualan
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
kepada Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat sesuai batas
kewenangannya.
(7) Dalam hal hasil Penilaian ulang lebih tinggi, sama atau
lebih rendah dari hasil Penilaian sebelumnya dan tidak
mengakibatkan terjadinya perubahan atas pejabat yang
berwenang memberi persetujuan, permohonan persetujuan
yang telah diajukan kepada Presiden/Dewan Perwakilan
Rakyat masih dapat digunakan dan tidak perlu diulang kembali
sepanjang nilai tersebut masih dalam batas kewenangannya.
365
(8) Keputusan Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memuat daftar barang meliputi:
a.
tahun perolehan;
b.
spesifikasi/identitas teknis;
c.
bukti kepemilikan;
d.
jenis dan jumlah barang; dan
e.
nilai perolehan.
(9) Dalam hal telah ditetapkan keputusan penjualan, pejabat
Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang mengajukan
permohonan Lelang kepada Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang setempat.
Pasal 32
(1) Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
berupa selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan dengan
mengajukan permohonan Lelang kepada Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang setempat dengan disertai data
dan dokumen:
a.
daftar barang yang direncanakan untuk dijual;
b.
data barang, antara lain bukti kepemilikan;
c.
nilai buku atau nilai perolehan, tahun perolehan, dan foto
kondisi terkini barang bersangkutan; dan
d.
Nilai Limit.
(2) Dalam hal Lelang selesai dilaksanakan dan Barang Milik
Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain laku terjual, pejabat
Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang melaporkan
kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan salinan risalah
Lelang paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah selesainya
Lelang bersangkutan.
366
(3) Berdasarkan salinan risalah Lelang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan
wewenang melakukan Penghapusan.
(4) Dalam hal pelaksanaan Penjualan dikuasakan kepada Kepala
Kantor Wilayah, laporan pelaksanaan Lelang dilakukan oleh
Kepala Kantor Wilayah bersangkutan kepada pejabat Eselon II
yang menerima pelimpahan wewenang dengan melampirkan
salinan risalah Lelang paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
setelah pelaksanaan Lelang untuk selanjutnya dilaporkan
kepada Direktur Jenderal.
(5) Dalam hal Lelang selesai dilaksanakan dan Barang Milik Negara
Yang Berasal Dari Aset Lain-lain tidak laku terjual, pejabat
Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang melaporkan
kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan salinan risalah
Lelang paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan
Lelang.
Pasal 33
(1) Dalam hal Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain tidak laku terjual pada Lelang pertama, dilakukan Lelang
kedua.
(2) Nilai Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
dalam Lelang kedua menggunakan nilai yang sama pada saat
Lelang pertama.
(3) Dalam hal Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain tidak laku terjual pada Lelang kedua, dapat diusulkan untuk
dilakukan Lelang ketiga.
(4) Dalam hal diusulkan Lelang ketiga, dilakukan Penilaian kembali
atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain.
(5) Persetujuan Lelang ketiga ditetapkan oleh Kepala Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang memiliki wilayah
kerja pada lokasi barang tersebut berada.
367
(6) Ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 mutatis mutandis berlaku untuk pelaporan
pelaksanaan Lelang kedua atau ketiga.
Pasal 34
Ketentuan dalam pelaksanaan Penjualan secara Lelang mengikuti
tata cara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di bidang Lelang.
Pasal 35
Dalam hal Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
tidak laku terjual pada pelaksanaan Lelang ketiga, dapat dilakukan
Pemusnahan.
Bagian Keempat
Hibah
Pasal 36
Hibah atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
dilakukan dengan pertimbangan:
a.
diperlukan untuk penyelenggaraan tugas
penyelenggaraan Pemerintah Daerah; atau
dan
fungsi
b.
diperlukan untuk kepentingan sosial, kebudayaan, keagamaan,
atau kemanusiaan.
Pasal 37
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara,
dapat mengajukan saran Hibah terhadap Barang Milik Negara Yang
Berasal Dari Aset Lain-lain yang berada dalam penyimpanan.
368
Pasal 38
(1) Dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah Daerah
mengajukan permohonan Hibah secara tertulis kepada:
a.
Direktur Jenderal, untuk Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Direktur
Jenderal; atau
b.
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart, untuk
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
yang diserahkan kepada Kementerian/Lembaga Selaku
Counterpart.
(2) Dalam rangka kepentingan sosial, kebudayaan, keagamaan,
atau kemanusiaan, Pihak Ketiga selain Pemerintah Daerah
mengajukan permohonan Hibah secara tertulis kepada:
a.
Direktur Jenderal, untuk Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Direktur
Jenderal; atau
b.
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart, untuk
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
yang diserahkan kepada Kementerian/Lembaga Selaku
Counterpart.
Pasal 39
Nilai Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang
menjadi objek Hibah didasarkan pada hasil Penilaian.
Pasal 40
(1) Permohonan Hibah Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset
Lain-lain berupa tanah dan/atau bangunan diajukan secara
tertulis yang memuat sekurang-kurangnya pertimbangan dan
369
penjelasan permohonan Hibah, termasuk penjelasan mengenai
peruntukan Hibah, dengan disertai data dan dokumen:
a. daftar barang yang dimohonkan untuk Hibah;
b. data tanah, antara lain status dan bukti kepemilikan,
gambar situasi termasuk lokasi tanah, dan luas;
c. data bangunan, antara lain tahun pembuatan, konstruksi,
luas, dan nilai perolehan bangunan;
d. nilai buku atau nilai perolehan, tahun perolehan, kondisi
tanah dan/atau bangunan, dan foto kondisi terkini barang
bersangkutan; dan
e. pernyataan kesediaan menerima Hibah dari penerima
Hibah.
(2) Permohonan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditindaklanjuti dengan penelitian administrasi dan dapat
dilakukan peninjauan lapangan.
(3) Hasil peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan.
(4) Hasil penelitian administrasi dan hasil Penilaian, serta Berita
Acara Peninjauan Lapangan dalam hal dilakukan peninjauan
lapangan, disampaikan kepada pejabat Eselon II yang
menerima pelimpahan wewenang, untuk dijadikan dasar
bagi Direktur Jenderal dalam menentukan disetujui atau tidak
disetujuinya permohonan Hibah.
(5) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi dan hasil
Penilaian, serta Berita Acara Peninjauan Lapangan dalam
hal dilakukan peninjauan lapangan, permohonan Hibah
dinyatakan layak untuk dilakukan sesuai dengan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Direktur Jenderal
menetapkan keputusan Hibah.
(6) Dalam hal Hibah Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset
Lain-lain memerlukan persetujuan Presiden/Dewan Perwakilan
Rakyat, Menteri mengajukan permohonan persetujuan Hibah
370
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada
Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat.
(7) Keputusan Hibah memuat sekurang-kurangnya:
a.
identitas pihak penerima Hibah;
b.
barang yang dihibahkan;
c.
lokasi barang yang dihibahkan;
d.
peruntukan Hibah; dan
e.
perintah membuat akta Hibah.
(8) Berdasarkan keputusan Hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan
wewenang membuat akta Hibah dan melakukan serah terima
kepada penerima Hibah yang dituangkan dalam Berita Acara
Serah Terima.
(9) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi dan hasil
Penilaian, serta Berita Acara Peninjauan Lapangan dalam hal
dilakukan peninjauan lapangan, permohonan Hibah dinyatakan
tidak layak untuk dilakukan sesuai dengan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, permohonan Hibah
dikembalikan kepada pemohon disertai dengan alasan yang
mendasari penolakan permohonan.
Pasal 41
(1) Permohonan Hibah Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/atau bangunan yang
diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
diajukan secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya
pertimbangan dan penjelasan permohonan Hibah, termasuk
penjelasan mengenai peruntukan Hibah, dengan disertai data
dan dokumen:
a.
daftar barang yang dimohonkan untuk Hibah;
371
b.
data barang, antara lain bukti kepemilikan;
c.
nilai buku atau nilai perolehan, tahun perolehan, foto
kondisi terkini barang bersangkutan; dan
d.
pernyataan kesediaan menerima Hibah dari penerima
Hibah.
(2) Permohonan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditindaklanjuti dengan penelitian administrasi dan dapat
dilakukan peninjauan lapangan.
(3) Hasil peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan.
(4) Hasil penelitian administrasi dan hasil Penilaian, serta Berita
Acara Peninjauan Lapangan dalam hal dilakukan peninjauan
lapangan, disampaikan kepada pejabat Eselon II yang
menerima pelimpahan wewenang, untuk dijadikan dasar bagi
pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang dalam
menentukan disetujui atau tidak disetujuinya permohonan
Hibah.
(5) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi dan hasil
Penilaian, serta Berita Acara Peninjauan Lapangan dalam
hal dilakukan peninjauan lapangan, permohonan Hibah
dinyatakan layak untuk dilakukan sesuai dengan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, pejabat Eselon II yang
menerima pelimpahan wewenang menetapkan keputusan
Hibah.
(6) Keputusan Hibah memuat sekurang-kurangnya:
372
a.
identitas pihak penerima Hibah;
b.
barang yang dihibahkan;
c.
lokasi barang yang dihibahkan;
d.
peruntukan hibah; dan
e.
perintah membuat akta Hibah.
(7) Berdasarkan keputusan Hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan
wewenang atau pejabat yang menerima penugasan
menerbitkan akta Hibah dan melakukan serah terima kepada
penerima Hibah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah
Terima.
(8) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi, Berita
Acara Peninjauan Lapangan dan hasil Penilaian, permohonan
Hibah dinyatakan tidak layak untuk dilakukan sesuai dengan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36,
permohonan Hibah dikembalikan kepada pemohon disertai
dengan alasan yang mendasari penolakan permohonan.
Pasal 42
(1) Permohonan Hibah Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/atau bangunan yang
diserahkan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart
diajukan oleh Pihak Ketiga secara tertulis kepada Kementerian/
Lembaga Selaku Counterpart.
(2) Berdasarkan permohonan Pihak Ketiga selain Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian/
Lembaga Selaku Counterpart mengajukan permohonan hibah
kepada Direktur Jenderal dengan memuat sekurang-kurangnya
pertimbangan dan penjelasan permohonan Hibah, termasuk
penjelasan mengenai peruntukan Hibah, dengan disertai data
dan dokumen:
a.
daftar barang yang dimohonkan untuk Hibah;
b.
data barang, antara lain bukti kepemilikan;
c.
nilai buku atau nilai perolehan, tahun perolehan, dan foto
kondisi terkini barang bersangkutan; dan
d.
pernyataan kesediaan menerima Hibah dari penerima
Hibah.
373
(3) Permohonan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditindaklanjuti dengan penelitian administrasi dan dapat
dilakukan peninjauan lapangan.
(4) Hasil peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan.
(5) Hasil penelitian administrasi dan hasil Penilaian, serta Berita
Acara Peninjauan Lapangan dalam hal dilakukan peninjauan
lapangan, disampaikan kepada pejabat Eselon II yang
menerima pelimpahan wewenang untuk dijadikan dasar bagi
pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang dalam
menentukan disetujui atau tidak disetujuinya permohonan
Hibah.
(6) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi dan hasil
Penilaian, serta Berita Acara Peninjauan Lapangan dalam
hal dilakukan peninjauan lapangan, permohonan Hibah
dinyatakan layak untuk dilakukan sesuai dengan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, pejabat Eselon II yang
menerima pelimpahan wewenang selanjutnya menerbitkan
surat persetujuan Hibah.
(7) Surat persetujuan Hibah memuat sekurang-kurangnya:
a. identitas pihak penerima Hibah;
b. barang yang dihibahkan;
c. lokasi barang yang dihibahkan;
d. peruntukan hibah; dan
e. perintah membuat akta Hibah.
(8) Berdasarkan surat persetujuan Hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (6), pejabat yang berwenang dari Kementerian/
Lembaga Selaku Counterpart menerbitkan keputusan Hibah
dan akta Hibah serta melakukan serah terima kepada penerima
Hibah, yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
(9) Setelah Hibah selesai dilaksanakan, pejabat yang berwenang
dari Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart melaporkan
374
kepada pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan Hibah.
Bagian Kelima
Pemusnahan
Pasal 43
(1) Pemusnahan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset
Lain-lain dilakukan dengan pertimbangan:
a.
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
berupa selain tanah dan/atau bangunan tidak laku dijual
dalam 3 (tiga) kali Lelang, tidak ada permohonan Hibah
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terakhir dan tidak
mempunyai nilai ekonomis; atau
b.
alasan lain sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pemusnahan dilakukan dengan cara:
a.
dibakar;
b.
dihancurkan;
c.
ditimbun;
d.
ditenggelamkan dalam laut; atau
e.
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44
(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
dapat mengajukan saran Pemusnahan atas Barang Milik
Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa selain tanah
dan/atau bangunan yang berada dalam penyimpanan kepada
Direktur Jenderal atau pejabat Eselon II yang menerima
pelimpahan wewenang.
375
(2) Pengajuan saran Pemusnahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), sekurang-kurangnya disertai dengan data dan
dokumen:
a.
daftar barang yang diusulkan untuk dimusnahkan;
b.
sebab-sebab/penjelasan usulan Pemusnahan; dan
c.
nilai perolehan, tahun perolehan dan foto kondisi terkini
barang bersangkutan.
(3) Saran Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat ditindaklanjuti dengan peninjauan lapangan.
(4) Dalam hal saran Pemusnahan diterima, pejabat Eselon II yang
menerima pelimpahan menindaklanjuti dengan mengajukan
usulan Pemusnahan kepada Direktur Jenderal atas Barang
Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa selain
tanah dan/atau bangunan yang diserahkan kepada Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara.
Pasal 45
Pelaksanaan Pemusnahan terhadap Barang Milik Negara Yang
Berasal Dari Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara dilakukan dengan penerbitan keputusan
Pemusnahan oleh pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan
wewenang dan dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan.
Pasal 46
(1) Permohonan Pemusnahan terhadap Barang Milik Negara
Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang diserahkan kepada
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart diajukan oleh
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart kepada Direktur
Jenderal secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya
pertimbangan dan penjelasan permohonan pemusnahan
dengan disertai data dan dokumen:
376
a.
daftar barang yang diusulkan untuk dimusnahkan;
b.
nilai buku atau nilai perolehan, tahun perolehan, dan foto
kondisi terkini barang bersangkutan; dan
c.
cara Pemusnahan.
(2) Permohonan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditindaklanjuti dengan penelitian administrasi dan
peninjauan lapangan.
(3) Hasil peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi dan Berita
Acara Peninjauan Lapangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), permohonan Pemusnahan dinyatakan layak untuk
dilakukan sesuai dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43, pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan
wewenang memberikan persetujuan Pemusnahan.
(5) Persetujuan Pemusnahan memuat sekurang-kurangnya:
a.
identitas barang yang dimusnahkan;
b.
cara pemusnahan;
c.
lokasi barang yang dimusnahkan; dan
d.
tanggung jawab Kementerian/Lembaga terhadap barang
yang direncanakan untuk dimusnahkan.
(6) Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
pejabat yang berwenang pada Kementerian/Lembaga Selaku
Counterpart menetapkan keputusan Pemusnahan paling lama
2 (dua) bulan setelah tanggal persetujuan diberikan.
(7) Pelaksanaan Pemusnahan dilakukan oleh Kementerian/
Lembaga Selaku Counterpart dan dituangkan dalam Berita
Acara Pemusnahan serta dilaporkan kepada Direktur Jenderal
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan
pemusnahan.
377
(8) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi dan
Berita Acara Peninjauan Lapangan permohonan Pemusnahan
dinyatakan tidak layak, permohonan Pemusnahan dikembalikan
kepada pemohon disertai dengan alasan yang mendasari
penolakan permohonan.
BAB VI
PENGHAPUSAN
Pasal 47
(1) Penghapusan dari daftar Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain dilakukan dalam hal:
a.
telah selesainya pelaksanaan penetapan
penggunaan, Penjualan, dan serah terima Hibah;
status
b.
telah terjadinya Pemusnahan; atau
c.
adanya sebab-sebab lain yang secara normal diperkirakan
wajar menjadi penyebab Penghapusan, antara lain hilang,
kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair, terkena
bencana alam, kadaluwarsa, rusak berat, dan terkena
dampak dari terjadinya keadaan kahar (force majeure).
(2) Penghapusan dilakukan oleh:
a.
378
pejabat yang menerima penugasan dengan cara mencoret
dari daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset
Lain-lain berdasarkan:
1. keputusan penetapan status penggunaan, untuk
Barang Milik Negara dari daftar Barang Milik Negara
Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang ditetapkan
status penggunaannya pada Kementerian/Lembaga;
2. risalah Lelang, untuk Barang Milik Negara dari daftar
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
yang laku terjual secara Lelang;
3.
4.
5.
b.
Berita Acara Pemusnahan, untuk Barang Milik Negara
dari daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Aset Lain-lain yang dilakukan Pemusnahan;
akta Hibah, untuk Barang Milik Negara dari daftar
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain
yang dihibahkan; atau
surat keterangan dari instansi yang berwenang,
untuk Barang Milik Negara dari daftar Barang Milik
Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang terkena
dampak dari sebab-sebab lain yang secara normal
diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan.
pejabat struktural yang menerima pelimpahan wewenang
dari Menteri/Pimpinan pada Kementerian/Lembaga Selaku
Counterpart berdasarkan keputusan penetapan status
penggunaan, keputusan Pemusnahan, Akta Hibah, atau
Berita Acara Serah Terima penyerahan kepada Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara.
(3) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a dilakukan untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara.
(4) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dilakukan untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset
Lain-lain yang diserahkan kepada Kementerian/Lembaga
Selaku Counterpart.
BAB VII
PENATAUSAHAAN
Pasal 48
(1) Penatausahaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset
Lain-lain dilaksanakan oleh:
379
a.
b.
pejabat Eselon II di lingkungan kantor pusat Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara yang memiliki kewenangan
melakukan Penatausahaan Barang Milik Negara Yang
Berasal Dari Aset Lain-lain dengan melakukan pencatatan
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain ke
dalam daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset
Lain-lain;
pejabat struktural yang menerima pelimpahan wewenang
dari Menteri/Pimpinan pada Kementerian/Lembaga Selaku
Counterpart dengan melakukan pencatatan Barang Milik
Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain ke dalam daftar
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain.
(2) Pencatatan ke dalam daftar barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a didasarkan pada Berita Acara Serah
Terima antara:
a. Penyerah Barang dan Direktur Jenderal/pejabat yang
menerima penugasan, dalam hal penyerahan dilakukan
kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; atau
b. Penyerah Barang dan Kementerian/Lembaga Selaku
Counterpart, dalam hal penyerahan dilakukan kepada
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart.
(3) Pencatatan ke dalam daftar barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b didasarkan pada Berita Acara Serah
Terima antara Penyerah Barang dan Kementerian/Lembaga
Selaku Counterpart, dalam hal penyerahan dilakukan kepada
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart.
Pasal 49
(1) Penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
ayat (1) huruf a dilaporkan setiap semester kepada Direktur
Jenderal.
(2) Penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat
(1) huruf b dilaporkan setiap semester kepada pejabat yang
380
berwenang dari Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart,
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, permohonan
pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain yang belum mendapatkan persetujuan sebelum berlakunya
Peraturan Menteri ini:
a.
penyelesaiannya dilakukan dengan berpedoman pada
ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat diajukannya
permohonan, dalam hal Barang Milik Negara Yang Berasal
Dari Aset Lain-lain telah dilakukan Penilaian;
b.
penyelesaiannya dilakukan dengan berpedoman pada
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini, dalam hal Barang
Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain belum dilakukan
Penilaian.
Pasal 51
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, pengelolaan
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang telah
dilaksanakan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan
tetap berlaku.
381
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai format surat menyurat atau
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 12, Pasal
17, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 31,
Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 45, dan Pasal 46, serta petunjuk
teknis pelaksanaan Peraturan Menteri ini diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal.
Pasal 53
Penggunaan, penilaian, pemindahtanganan, penghapusan, dan
penatausahaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini dilaksanakan
sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara.
Pasal 54
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
382
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Agustus 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MUHAMAD CHATIB BASRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Agustus 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR
1064
383
384
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PERBENDAHARAAN
NOMOR PER 81/PB/2011
TENTANG
TATA CARA PENGESAHAN HIBAH
LANGSUNG BENTUK UANG DAN
PENYAMPAIAN MEMO PENCATATAN
HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/
JASA/SURAT BERHARGA
385
386
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER- 81 /PB/2011
TENTANG
TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG
DAN PENYAMPAIAN MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG
BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN,
Menimbang :
a.
bahwa dalam rangka pengesahan hibah
langsung bentuk uang dan pencatatan
hibah langsung bentuk barang/jasa/
surat berharga dipandang perlu mengatur
mekanisme pengesahan dan pencatatan
hibah langsung;
b.
bahwa tugas dan fungsi Direktorat Jenderal
Perbendaharaan adalah merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi
teknis di bidang perbendaharaan negara
sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan:
c.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b. perlu menetapkan Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang
Tata Cara Pengesahan Hibah Langsung
Bentuk Uang dan Penyampaian Memo
Pencatatan Hibah Langsung Bentuk
Barang/Jasa/Surat Berharga
387
Mengingat
:
1.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286):
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355):
3.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 66. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5156):
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri dan Penerimaan Hibah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 23. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5202);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
388
PERATURAN
DIREKTUR
JENDERAL
PERBENDAHARAAN
TENTANG
TATA
CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG
BENTUK UANG DAN PENYAMPAIAN MEMO
PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK
BARANG/JASA/SURAT BERHARGA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini yang
dimaksud dengan.
1.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat
DIPA adalah suatu dokumen pelaksanaan anggaran yang
dibuat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara.
2.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/
lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
3.
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang
selanjutnya disebut PA/Kuasa PA adalah Menteri/Pimpinan
Lembaga atau kuasanya yang bertanggung jawab atas
pengelolaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga
yang bersangkutan.
4.
Pejabat Penguji/Penerbit Surat Perintah Membayar yang
selanjutnya disebut PP-SPM adalah pejabat yang diberi
kewenangan oleh PA/Kuasa PA untuk melakukan pengujian
dan perintah pembayaran atas beban belanja Negara, serta
melakukan pengujian atas perintah pengesahan pendapatan
hibah langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah
langsung serta pengembalian hibah.
389
5.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya
disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal
Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku Kuasa
Bendahara Umum Negara.
6.
Rekening Hibah adalah rekening yang dibuka oleh Kementerian
Negara/Lembaga yang digunakan dalam rangka pengelolaan
hibah langsung bentuk uang.
7.
Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya
disebut SP2HL adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/
Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan
pembukuan pendapatan hibah langsung dan/atau belanja
yang bersumber dari hibah langsung. Surat Pengesahan Hibah
Langsung yang selanjutnya disebut SPHL adalah dokumen
yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum
Negara untuk mengesahkan pendapatan hibah langsung dan/
atau belanja yang bersumber dari hibah langsung.
8.
Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah
Langsung yang selanjutnya disebut SP4HL adalah dokumen
yang diterbitkan oleh PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang
ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan pengembalian saldo
pendapatan hibah langsung kepada pemberi hibah.
9.
Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah
Langsung yang selanjutnya disebut SP3HL adalah dokumen
yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum
Negara untuk mengesahkan pengembalian pendapatan hibah
langsung kepada Pemberi Hibah.
10. Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah
Langsung yang selanjutnya disebut SP3HL adalah dokumen
yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum
Negara untuk mengesahkan pengembalian pendapatan hibah
langsung kepada Pemberi Hibah.
11. Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat
Berharga selanjutnya disebut MPHL-BJS adalah dokumen yang
390
diterbitkan oleh PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk
untuk mencatat/membukukan pendapatan hibah langsung
bentuk barang/jasa/surat berharga dan belanja barang
untuk pencatatan persediaan dari hibah/belanja modal untuk
pencatatan aset tetap/aset lainnya dan hibah/pengeluaran
pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah.
12. Persetujuan Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk
Barang/Jasa/Surat Berharga selanjutnya disebut Persetujuan
MPHL-BJS adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPPN
selaku Kuasa Bendahara Umum Negara sebagai persetujuan
untuk mencatat pendapatan hibah langsung bentuk barang/
jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pencatatan
persediaan dari hibah, belanja modal untuk pencatatan aset
tetap/aset lainnya dari hibah. dan pengeluaran pembiayaan
untuk pencatatan surat berharga dari hibah
13. Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung yang
selanjutnya disebut SPTMHL adalah surat pernyataan tanggung
jawab penuh atas penerimaan hibah langsung dan/atau belanja
terkait hibah langsung (belanja yang bersumber dari hibah
langsung/belanja barang untuk pencatatan persediaan dari
hibah. belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya
dari hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan
surat berharga dari hibah) yang ditandatangani oleh Kuasa PA.
14. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya
disingkat SPTJM adalah surat pernyataan yang dibuat oleh
PA/Kuasa PA yang menyatakan bertanggungjawab penuh atas
seluruh pendapatan hibah langsung dan belanja terkait hibah
langsung serta pengembalian hibah.
15. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang yang selanjutnya
disingkat DJPU adalah Unit Eselon 1 pada Kementerian
Keuangan yang bertindak sebagai Unit Akuntansi Pembantu
Bendahara Umum Negara Pengelolaan Hibah.
391
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini
meliputi: Pengesahan hibah langsung bentuk uang; dan Pencatatan
hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga.
BAB III
PENGESAHAN DAN PENCATATAN HIBAH LANGSUNG
Bagian Kesatu
Pengesahan Hibah Langsung Bentuk Uang
Pasal 3
(1) PA/Kuasa PA mengajukan SP2HL atas seluruh pendapatan
hibah langsung luar negeri bentuk uang sebesar yang telah
diterima, dan belanja yang bersumber dari Hibah Langsung
Luar Negeri sebesar yang telah dibelanjakan pada tahun
anggaran berjalan kepada KPPN Khusus Jakarta VI. paling
tinggi sebesar alokasi dana yang tercantum pada DIPA.
(2) Dalam hal hibah berasal dari dalam negeri. PA/Kuasa PA
mengajukan SP2HL atas seluruh pendapatan hibah langsung
dalam negeri bentuk uang sebesar yang telah diterima dan
belanja yang bersumber dad Hibah Langsung Dalam Negeri
sebesar yang telah dibelanjakan pada tahun anggaran berjalan
kepada KPPN mitra kerjanya, paling tinggi sebesar alokasi
dana yang tercantum pada DIPA.
(3) Format SP2HL adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran
I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini.
392
(4) SP2HL dibuat menggunakan aplikasi yang disediakan oleh
Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 4
(1) Sisa uang yang bersumber dari hibah langsung bentuk uang
dapat dikembalikan kepada Pemberi Hibah sesuai Perjanjian
Hibah atau dokumen yang dipersamakan.
(2) Atas pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA/
Kuasa PA mengajukan SP4HL yang berasal dari luar negeri
kepada KPPN Khusus Jakarta VI.
(3) Atas pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA/
Kuasa PA mengajukan SP4HL yang berasal dad dalam negeri
kepada KPPN mitra kerjanya.
(4) Format SP4HL adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran
III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini.
(5) SP4HL dibuat menggunakan aplikasi yang disediakan oleh
Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Bagian Kedua
Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga
Pasal 5
(1) PA/Kuasa PA mengajukan MPHL-BJS atas seluruh pendapatan
hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga dan belanja
barang untuk Pencatatan Persediaan dan Jasa dari Hibah/
Belanja Modal untuk Pencatatan Aset Tetap atau Aset Lainnya
dari Hibah/Pengeluaran Pembiayaan untuk Pencatatan Surat
Berharga dari Hibah baik dari Luar Negeri maupun dari Dalam
Negeri sebesar nilai barang/jasa/surat berharga pada tahun
anggaran berjalan kepada KPPN mitra kerjanya.
393
(2) Format MPHL-BJS adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran
V yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini.
(3) MPHL-BJS dibuat menggunakan aplikasi yang disediakan oleh
Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
BAB IV
PEJABAT PERBENDAHARAAN
Pasal 6
(1) Pejabat Pembuat Komitmen untuk pelaksanaan kegiatan
yang bersumber dari hibah langsung adalah Pejabat Pembuat
Komitmen Satuan Kerja yang bersangkutan.
(2) Dalam hal diperlukan, dapat ditunjuk Pejabat Pembuat Komitmen
tersendiri untuk pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari
hibah langsung oleh Kuasa Pengguna Anggaran.
Pasal 7
(1) Pejabat Penandatangan SP2HL dan SP4HL adalah PP-SPM.
(2) Pejabat Penandatangan MPHL-BJS adalah Kuasa Pengguna
Anggaran.
(3) Dalam hal penunjukkan PP-SPM telah ditetapkan, PA/Kuasa
PA melakukan revisi terhadap surat keputusan penunjukan
PP-SPM dengan menambahkan kewenangan sebagai
penandatangan SP2HL dan SP4HL.
(4) Revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
kepada Kepala KPPN.
394
BAB V
PETUGAS PENGANTAR SP2HL, SP4HL DAN MPHL-BJS
Pasal 8
(1) Petugas pengantar SP2HL, SP4HL dan MPHL-BJS adalah
petugas pengantar SPM.
(2) Dalam hal penunjukan petugas pengantar SPM Tahun Anggaran
2011 telah ditetapkan, PA/Kuasa PA melakukan revisi terhadap
surat keputusan penunjukan petugas pengantar SPM dengan
menambahkan tugas untuk mengantar SP2HL, SP4HL dan
MPHL-BJS.
(3) Revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada Kepala KPPN.
BAB VI
PENYAMPAIAN SP2HL
Pasal 9
(1) Atas pendapatan hibah langsung bentuk uang dan/atau belanja
yang bersumber dari hibah langsung, PA/Kuasa PA membuat
dan menyampaikan SP2HL ke KPPN dengan dilampiri:
a.
Copy Rekening Koran Terakhir alas Rekening Hibah;
b.
SPTMHL;
c.
SPTJM; dan
d.
Copy surat persetujuan pembukaan rekening untuk
pengajuan SP2HL pertama kali.
(2) Penyampaian SP2HL ke KPPN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam satu
tahun anggaran.
395
(3) Format SPTMHL dan SPTJM adalah sebagaimana diatur
dalam Lampiran VII dan Lampiran VIII yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
BAB VII
PENYAMPAIAN SP4HL
Pasal 10
(1) Atas pengembalian pendapatan hibah langsung bentuk uang,
PA/Kuasa PA membuat dan menyampaikan SP4HL dengan
dilampiri:
a.
Copy Rekening Koran Terakhir atas Rekening Hibah;
b.
Copy bukti pengiriman/transfer kepada Pemberi Hibah;
dan
c.
SPTJM.
(2) Penyampaian SP4HL ke KPPN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan segera setelah semua kegiatan dalam
perjanjian hibah selesai dilaksanakan dan pengembalian hibah
telah dilakukan.
BAB VIII
PENYAMPAIAN MPHL-BJS
Pasal 11
(1) Penyampaian MPHL-BJS ke KPPN dilakukan pada tahun
anggaran berjalan setelah dilakukan pengesahan penerimaan
hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga ke Direktorat
Jenderal Pengelolaan Utang.
(2) Penyampaian MPHL-BJS ke KPPN sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam satu
tahun anggaran.
396
Pasal 12
Atas pendapatan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat
berharga, dan belanja barang untuk Pencatatan Persediaan
dan Jasa dari Hibah/Belanja Modal untuk Pencatatan Aset Tetap
atau Aset Lainnya dari Hibah/Pengeluaran Pembiayaan untuk
Pencatatan Surat Berharga dari Hibah, PA/Kuasa PA membuat dan
menyampaikan MPHL-BJS ke KPPN dengan dilampiri:
a.
SPTMHL bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga:
b.
Surat Perintah Pengesahan Penerimaan Hibah Langsung
Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga (SP3HL-BJS) yang sudah
disetujui DJPU lembar kedua; dan
c.
SPTJM.
BAB IX
PENERBITAN SPHL
Pasal 13
(1) Atas dasar SP2HL yang diajukan oleh satuan kerja. KPPN
menerbitkan SPHL dalam rangkap 3 (tiga) dengan ketentuan:
a.
Lembar ke-1, untuk PA/Kuasa PA;
b.
Lembar ke-2, untuk Direktorat Jenderal Pengelolaan
Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi. dan Setelmen
dengan dilampiri copy SP2HL; dan
c.
Lembar ke-3, untuk pertinggal KPPN.
(2) Format SPHL adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran
II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini.
397
Pasal 14
(1) KPPN menerbitkan SPHL setelah dilakukan pengujian terhadap
SP2HL.
(2) Pengujian SP2HL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a.
Memeriksa kelengkapan lampiran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9;
b.
Memeriksa kesesuaian kode kegiatan/outpuUjenis belanja/
sumber dana dengan DIPA;
c.
Memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh
terdapat cacat dalam penulisan;
d.
Menguji kesesuaian tanda tangan pada SP2HL dengan
spesimen tanda tangan;
e.
Memastikan jumlah belanja tidak melebihi pagu dalam DIPA;
f.
Memeriksa kesesuaian pencantuman pendapatan dan/atau
belanja pada SP2HL dengan SPTMHL;
g.
Menguji kesesuaian tanda tangan PA/Kuasa PA pada SPTMHL;
dan
h.
SPTJM dengan spesimen tanda tangan; dan
i.
Memeriksa Saldo Kas di Kementerian Negara/Lembaga dari
Hibah tidak boleh bemilai negatif.
(3) SPHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan
menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Direktorat
Jenderal Perbendaharaan.
BAB X
PENERBITAN SP3HL
398
Pasal 15
(1) Atas dasar SP4HL yang diajukan oleh satuan kerja. KPPN
menerbitkan SP3HL dalam rangkap 3 (tiga) dengan ketentuan.
a.
Lembar ke-1, untuk PA/Kuasa PA;
b.
Lembar ke-2, untuk Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q.
Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen dengan dilampiri
copy SP4HL; dan
c.
Lembar ke-3. untuk pertinggal KPPN.
(2) Format SP3HL adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran
IV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini.
Pasal 16
(1) KPPN menerbitkan SP3HL setelah dilakukan pengujian
terhadap SP4HL.
(2) Pengujian SP4HL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi
a.
Memeriksa kelengkapan lampiran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10;
b.
Memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak
boleh terdapat cacat dalam penulisan;
c.
Menguji kesesuaian tanda tangan pada SP4HL dengan
spesimen tanda tangan;
d.
Memastikan jumlah yang dikembalikan sama dengan
saldo kas di Kementerian Negara/Lembaga dari hibah;
e.
Memeriksa kesesuaian pencantuman pengembalian
pendapatan pada SP4HL dengan bukti pengiriman/
pengembalian pendapatan hibah;
399
f.
Menguji kesesuaian tanda tangan PA/Kuasa PA pada
SPTJM dengan spesimen tanda tangan; dan
g.
Memeriksa Saldo Kas di Kementerian Negara/Lembaga
dari Hibah tidak boleh bemilai negatif.
(3) SP3HL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Direktorat
Jenderal Perbendaharaan
BAB XI
PENERBITAN PERSETUJUAN MPHL-BJS
Pasal 17
(1) Atas dasar MPHL-BJS yang diajukan oleh satuan kerja, KPPN
menerbitkan Persetujuan MPHL-BJS dalam rangkap 3 (tiga)
dengan ketentuan:
a.
Lembar ke-1, untuk PA/Kuasa PA;
b.
Lembar ke-2. untuk Direktorat Jenderal Pengelolaan
Utang c.q. Direktorat Evaluasi. Akuntansi, dan Setelmen
dengan dilampiri copy MPHL-BJS; dan
c.
Lembar ke-3, untuk pertinggal KPPN.
(2) Format Persetujuan MPHL-BJS adalah sebagaimana diatur
dalam Lampiran VI yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
Pasal 18
(1) Persetujuan MPHL-BJS diterbitkan oleh KPPN setelah
dilakukan pengujian terhadap MPHL-BJS;
(2) Pengujian MPHL-BJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
400
a.
Memeriksa kelengkapan lampiran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12;
b.
Memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak
boleh terdapat cacat dalam penulisan;
c.
Menguji kesesuaian tanda tangan pada MPHL-BJS
dengan spesimen tanda tangan;
d.
Mencocokkan nomor register pada MPHL-BJS dengan
nomor register yang dicantumkan dalam SPTMHL;
e.
Menguji kesesuaian pencantuman pendapatan dan
belanja pada MPHL-BJS dengan SPTMHL;
f.
Memeriksa jumlah pendapatan hibah langsung bentuk
barang/jasa/surat berharga adalah sama dengan jumlah
belanja barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah/
Belanja Modal untuk Pencatatan Aset Tetap atau Aset
Lainnya dari Hibah/Pengeluaran Pembiayaan untuk
Pencatatan Surat Berharga dari Hibah; dan
g.
Menguji kesesuaian tanda tangan PA/Kuasa PA path
SPTJM dengan spesimen tanda tangan.
(3) Persetujuan MPHL-BJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Direktorat
Jenderal Perbendaharaan.
BAB XII
PENGAMBILAN SPHL. SP3HL DAN PERSETUJUAN MPHL-BJS
Pasal 19
(1) Petugas pengambil SPHL, SP3HL dan Persetujuan MPHLBJS adalah petugas pengambil SP2D.
(2) Dalam hal penunjukan petugas pengambil SP2D Tahun
Anggaran 2011 telah ditetapkan, PA/Kuasa PA melakukan
revisi terhadap surat keputusan penunjukan petugas pengambil
401
SP2D dengan menambahkan tugas untuk mengambil SPHL,
SP3HL dan Persetujuan MPHL-BJS.
(3) Revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada Kepala KPPN
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Novenber 2011
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO
NIP19530814 197507 1 001
402
LAMPIRAN I
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN
HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH
LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
FORMAT SURAT PERINTAH PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG
(SP2HL)
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA (1)
SURAT PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG
Tanggal : ……..(2)
Nomor : ………(3)
Kuasa Bendahara Umum Negara, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara ……4)
Agar mengesahkan pendapatan dan/atau belanja terkait hibat sejumlah:
Saldoawal
Rp…………………………
(5)
Pendapatan Hibah
Rp…………………………
(6)
Belanja terkait Hibah
Rp…………………………
(7)
Saldo akhir
Rp…………………………
(8)
Untuk Periode Triwulan : ………………. (9)
Tahun Anggaran : ………………… (10)
Dasar Pengesahan :
Satker
Kewenangan
Nama Satker
……. (11)
xxxxxx
xx
xxxxxxxxxx.. (12)
Fungsi, Subfungsi, BA, Unit Eselon I, Program
xx.xx.xxx.xx.xx
(13)
Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja
xxxx.xx.xx.xx.xx
(14)
Sumber Dana/Cara Penarikan
: xx/xx
Nomor Register
: xxxxxxx (16)
BELANJA
Akun
(15)
PENDAPATAN
Jumlah Uang
xxxxxx………… (17)
………….(18)
Jumlah Belanja
………….(19)
BA/Unit Eselon I
Jumlah Uang
/Lokasi/Akun/Satker
(20)
xxx.xx.xx.xx.xxxxxx.xxxxxx
Jumlah Pendapatan
………………………… (21)
………………………… (22)
Kepada
: Bendahara Umum Negara untuk dibukukan seperlunya
Yaitu
: ……………………………………………………………………….. (23)
……………….,…………….. (24)
a.n. Kuasa Pengguna Anggaran
Pejabat Penandatangan SPM
.. (25)
…………………………………….
NIP/NRP…………………….. (26)
403
PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PERINTAH PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG (SP2HL)
NOMOR
(1)
URAIAN ISIAN
Diisi uraian Kementerian Negara/Lembaga
(2)
Diisi tanggal diterbitkan SP2HL
(3)
Diisi nomoe SP2HL
(4)
Diisi uraian KPPN yang melakukan pengesahan, siikuti kode KPPN
(5)
Diisi saldo awal hibah langsung
(6)
Diisi jumlah pendapatan hibah langsung yang telah diterima.
(7)
Diisi jumlah belanja terkait Hibah.
(8)
Diisi jumlah saldo awal dengan selisih antar pendapatan hibah dengan belanja terkait hibah
(9)
Diisi periode triwulan
(10)
Diisi Tahun Anggaran
(11)
Diisi dasar diterbitkannya SP2HL, misalnya UU APBN, nomor dan tanggal DIPA, atau
(12)
Diisi kode Satker (6 digit), kode kewenangan (2 digit), serta nama Satker penerima hibah
(13)
Diisi kode Fungsi, Sub Fungsi, BA, Unit Eselon I, Program
dokumen penerimaan dan pengeluaran lainnya
(14)
Diisi jenis Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja
(15)
Diisi sumber dana dan cara penarikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kode (10) Hibah Langsung Dalam Negeri (HLD): untuk hibah langsung bentuk uang
yang berasal dari dalam negeri dan kode cara penarikan (-).
2. Kode (11) Hibah Langsung Luar Negeri (HLL): untuk hibah langsung bentuk uang yang
berasal dari luar negeri dan kode cara penarikan (-).
(16)
Diisi nomor register
(17)
Diisi akun belanja sesuai akun-akun belanja yang telah ada pada revisi DIPA
(18)
Diisi jumlah rupiah masing-masing akun belanja
(19)
Diisi total rupiah jumlah belanja terkait hibah
(20)
1. Diisi kode Bagian Anggaran dan Eselon I: 999.02; kode lokasi. 01.51; kode akun
pendapatan; Kode Akun yang Khusus digunakan dalam SP2HL; dan kode Satker:
960186
2. Kode Akun yang khusus digunakan dalam Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung
(SP2HL), sebagai berikut:
Kode Akun
431131
Uraian
Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang –
Perorangan
404
431132
Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang –
431133
Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang –
431139
Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang –
431231
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Uang –
431232
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Uang
431233
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Uang
421239
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Uang
Lembaga/Badan Usaha
Perintah Daerah
Lainnya
Perorangan
Bilateral
Multilateral
Lainnya
(21)
Diisi jumlah rupiah masing-masing akun pendapatan hibah
(22)
Diisi total rupiah jumlah pendapatan hibah
(23)
Diisi uraian keperluan pengesahan
(24)
Diisi nama kota dan tanggal diterbitkan SP2HL (sama seperti pada poin 2)
(25)
Diisi tanda tangan Pejabat Penandatangan SPM
(26)
Diisi nama dan NIP/NRP Pejabat Penandatangan SPM
(27)
Diisi bar code hasil enkripsi aplikasi SPM
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO
NIP. 19530814 197507 1 001
405
LAMPIRAN II
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN
HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH
LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
FORMAT SURAT PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG
(SPHL)
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
SURAT PENGESAHAN
HIBAH LANGSUNG
KPPN
: .........................................(4)
Nomor SPHL : .................................(1)
Tanggal
: .........................................(5)
Tanggal
: .................................(2)
Nomor
: ............/............../.............(6)
Satker
: .................................(3)
Tahun Anggaran
: ...........................(7)
Telah disahkan pendapatan Hibah dan/ atau belanja dari Hibah sejumlah :
Saldo Awal
Rp.
Pendapatan Hibah
Rp.
Belanja Terkait Hibah
Rp.
Saldo Akhir
Rp.
(8)
Yaitu : ...............................................................................................................................
...........................................................................................................................(9)
Kuasa Bendahara Umum Negara
..........,.......................................(10)
Kepala Seksi Pencairan Dana
Kepala Seksi Bank/Giro Pos/Bendum
.........................................(11)
.........................................(13)
NIP....................................(12)
NIP....................................(14)
406
PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG
NOMOR
URAIAN PENGISIAN
(1)
Diisi nomor SP2HL
(2)
Diisi tanggal SP2HL
(3)
Diisi uraian satker sesuai yang ada pada SP2HL
(4)
Diisi kode dan uraian KPPN
(5)
Diisi tanggal diterhitkan SPHL
(6)
Diisi Nomor dengan susunan: nomor penerbitan SPHL/kode KPPN/kode
bank.
(7)
Diisi Tahun Anggaran
(8)
Saldo Awal diisi sesuai SP2HL
Pendapatan Hibah diisi sesuai SP2HL
Belanja Terkait Hibah diisi sesuai SP2HL
Saldo Akhir diisi sesuai SP
(9)
Diisi uraian SPHL sesuai dengan yang tercantum pada SP2HL
(10)
Diisi kota tempat KPPN dan tanggal penerbitan Surat Pengesahan Hibah
Langsung
(11)
Diisi Nama Kepala Seksi Pencairan Dana
(12)
Diisi NIP Kepala Seksi Pencairan Dana
(13)
Diisi Nama Kepala Seksi Bank/Giro Pos/Bendum
(14)
Diisi NIP Kepala Seksi Bank/Giro Pos/Bendum
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO
NIP. 19530814 197507 1 001
407
LAMPIRAN III
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN
HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH
LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
FORMAT SURAT PERINTAH PENGESAHAN PENGEMBALIAN PENDAPATAN
HIBAH LANGSUNG (SP4HL)
KEMENTERIAN/LEMBAGA ………… (1)
SURAT PERINTAH PENGESAHAN PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG
Tanggal : ….. (2) Nomor : …. (3)
Kuasa Bendahara Umum Negara, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara …………… (4)
Agar mengesahkan pengembalian pendapatan hibah sejumlah :
1.
Sisa Hibah
Rp. ……………….
(5)
2.
Pengembalian Pendapatan Hibah
Rp. ……………….
(6)
3.
Saldo Akhir
Rp. ……………….
(7)
Tahun ……. (8)
Dasar Pengesahan :
…. (9)
Satker
Kewenangan
Nama Satker
xxxxxx
xx
xxxxxxxxxx (10)
Fungsi, Subfungsi, BA, Unit Eselon I, Program
xx.xx.xxx.xx.xx (11)
Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja
xxxxxx
xx
xx.xx
xx
Sumber Dana/Cara Penarikan
: xx/xx (13)
Nomor Register
: xxxxxxx (14)
(12)
PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG
BA/Unit Eselon I
/Lokasi/Akun/Satker
(15) xxx.xx.xx.xx.xxxxxx.xxxxxx
Jumlah Pengembalian
Jumlah Uang
………… (16)
………… (17)
Kepada
: Bendahara Umum Negara untuk dibukukan seperlunya
Yaitu
: ……………………………………………………………………….. (18)
……………….,…………….. (19)
a.n. Kuasa Pengguna Anggaran
Pejabat Penandatangan SPM
.. (20)
…………………………………….
NIP/NRP…………………….. (21)
408
PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERINTAH PENGESAHAN PENGEMBALIAN
PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG (SP4HL)
NOMOR
URAIAN ISIAN
(1)
Diisi uraian Kementerian Negara/Lembaga
(2)
Diisi tanggal diterbitkan 4
(3)
Diisi nomoe SP4HL
(4)
Diisi uraian KPPN yang melakukan pengesahan, siikuti kode KPPN
(5)
Diisi sisa uang dari hibah yang akan dikembalikan ke donor
(6)
Diisi jumlah pengembalianpendapatan hibah langsung
(7)
Diisi selisih antara sisa hibah dengan pengembalian hibah
(8)
Diisi Tahun Anggaran
(9)
Diisi dasar diterbitkannya SP4HL, misalnya: Nomor UU APBN, nomor dan tanggal
DIPA, atau dokumen penerimaan dan pengeluaran lainnya
(10)
Diisi kode Satker (6 digit), kode kewenangan (2 digit), serta nama Satker penerima
hibah
(11)
Diisi kode Fungsi, Sub Fungsi, BA, Unit Eselon I, Program
(12)
Diisi jenis Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja
(13)
Diisi sumber dana dan cara penarikan dengan ketentuan sebagai berikut:
3. Kode (10) Hibah Langsung Dalam Negeri (HLD): untuk hibah langsung bentuk
uang yang berasal dari dalam negeri dan kode cara penarikan (-).
4. Kode (11) Hibah Langsung Luar Negeri (HLL): untuk hibah langsung bentuk uang
yang berasal dari luar negeri dan kode cara penarikan (-).
(14)
Diisi nomor register
(15)
Diisi kode Bagian Anggaran, Unit Eselon 1, kode Lokasi, Akun da kode Satker,
dengan ketentuan:
1. Untuk
pengembalian
tahun
anggaran
berjalan
diisi
:
999.02.01.51.431xxx.960186
2. Untuk pengembalian tahun anggaran lalu: kode BA, Eselon I, kode Lokasi, dan
kode Satker merujuk pada kode Satker penerbit SP4HL dengan akun 311911
(16)
Diisi jumlah rupiah masing-masing akun pengembalian pendapatan
(17)
Diisi total rupiah jumlah pengembalian pendapatan
(18)
Diisi uraian keperluan pengesahan, yaitu: Pengembalian Hibah Langsung bentuk
Uang kepada Pemberi Hibah sesuai bukti setor tanggal…….. Nomor ……………..
(19)
Diisi nama kota dan tanggal diterbitkan SP4HL (sama seperti pada poin 2)
(20)
Diisi tanda tangan Pejabat Penandatangan SPM
409
(21)
Diisi nama dan NIP/NRP Pejabat Penandatangan SPM
(22)
Diisi bar code hasil enkripsi aplikasi SPM
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO
NIP. 19530814 197507 1 001
410
LAMPIRAN IV
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN
HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH
LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
FORMAT SURAT PENGESAHAN PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH
LANGSUNG (SP3HL)
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
SURAT PENGESAHAN
PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KPPN
: .........................................(4)
Tanggal
: .........................................(5)
Nomor SP4HL : .................................(1)
Nomor
: ............/............../.............(6)
Tanggal
: .................................(2)
Tahun Anggaran
Satker
: .................................(3)
: ...........................(7)
Telah disahkan pengembalian pendapatan Hibah Langsung sejumlah :
Sisa Hibah
Rp.
Pengembalian Pendapatan Hibah
Rp.
Saldo Akhir
Rp.
(8)
Yaitu : ...............................................................................................................................
...........................................................................................................................(9)
Kuasa Bendahara Umum Negara
..........,.......................................(10)
Kepala Seksi Pencairan Dana
Kepala Seksi Bank/Giro Pos/Bendum
.........................................(11)
.........................................(13)
NIP....................................(12)
NIP....................................(14)
411
PETUNJUK PFNGISIAN
SURAT PENGESAHAN PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG
NOMOR
(1)
URAIAN PENGISIAN
Diisi nomor SP4HL
(2)
Diisi tanggal SP4HL
(3)
Diisi kode dan uraian satker sesuai yang ada pada SP4HL
(4)
Diisi kode dan uraian KPPN
(5)
Diisi tanggal diterhitkan SP3HL
(6)
Diisi Nomor dengan susunan: nomor penerbitan SP3HL/kode KPPN/kode
bank.
(7)
Diisi Tahun Anggaran
(8)
Sisa Hibah
Pengembalian Pendapatan Hibah
Saldo Akhir
Rp mengikuti SP4HL
Rp mengikuti SP4HL
Rp mengikuti SP4HL
(9)
Diisi uraian SP3HL sesuai dengan yang tercantum pada SP4HL
(10)
Diisi kota tempat KPPN dan tanggal penerbitan SP3HL
(11)
Diisi Nama Kepala Seksi Pencairan Dana
(12)
Diisi NIP Kepala Seksi Pencairan Dana
(13)
Diisi Nama Kepala Seksi Bank/Giro Pos/Bendum
(14)
Diisi NIP Kepala Seksi Bank/Giro Pos/Bendum
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO
NIP. 19530814 197507 1 001
412
LAMPIRAN V
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN
HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH
LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
FORMAT MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG
BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA (MPHL-BJS)
KEMENTERIAN/LEMBAGA ………… (1)
MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
Tanggal : ….. (2) Nomor : …. (3)
Kuasa Bendahara Umum Negara, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara …………… (4)
Agar melakukan pencatatan atas penerimaan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga:
Tahun Anggaran ……. (5)
Dasar Pencatatan:
Satker
Kewenangan
Nama Satker
….................(6)
xxxxxx
xx
xxxxxxxxxx (7)
Fungsi, Subfungsi, BA, Unit Eselon I, Program
xx.xx.xxx.xx.xx (8)
Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja
xxxxxx
xx
xx.xx
(9)
: xx/xx (10)
Nomor Register
: xxxxxxx (11)
BELANJA
Akun
xx
Sumber Dana/Cara Penarikan
PENDAPATAN
Jumlah Uang
BA/Unit Eselon
Jumlah Uang
I/Lokasi/Akun/Satker
(15)
xxxxxx.. (12)
...............(13)
Jumlah Belanja
...............(14)
xxx.xx.xx.xx.xxxxxx.xxxxxx
Jumlah Pendapatan
....................................(16)
....................................(17)
Kepada
: Bendahara Umum Negara untuk dibukukan seperlunya
Yaitu
: ……………………………………………………………………….. (18)
……………….,…………….. (19)
Kuasa Pengguna Anggaran
.. (20)
…………………………………….
NIP/NRP…………………….. (21)
413
PETUNJUK PENGISIAN
MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/
SURAT BERHARGA (MPHL-BJS)
NOMOR
URAIAN ISIAN
(1)
Diisi uraian Kementerian Negara/Lembaga
(2)
Diisi tanggal diterbitkan MPHL-BJS
(3)
Diisi nomor MPHL-BJS
(4)
Diisi uraian KPPN yang melakukan pengesahan, siikuti kode KPPN
(5)
Diisi Tahun Anggaran
(6)
(7)
Diisi dasar diterbitkannya MPHL-BJS, yaitu: PP No.10/2011, dan Tanggal serta
Nomor SP3HL-BJS.
Diisi kode Satker (6 digit) kode kewenangan (2 digit), serta nama Satker penerima
hibah
(8)
Diisi kode Fungsi, Sub Fungsi, BA, Unit Eselon I, Program
(9)
Diisi Kode Kegiatan, Output. Lokasi. Jenis Belanja. Untuk Kegiatan dan Output diisi kode
kegiatan dan output yang ada pada Satuan Kerja berkenaan yang paling sesuai dengan
maksud dan tujuan penerimaan hibah barang/jasa/surat berharga.
Diisi sumber dana dan cara penarikan dengan ketentuan sebagai berikut:
(10)
(11)
1. Kode (12) Hibah Langsung Barang Dalam Negeri (HLBD): untuk hibah langsung
bentuk barang yang berasal dari dalam negeri dan kode cars penarikan (-).
2. Kode (13) Hibah Langsung Barang Luar Negeri (HLBL): untuk hibah langsung bentuk
barang yang berasal dari luar negeri dan kode cara penarikan (-).
3. Kode (14) Hibah Langsung Jasa Dalam Negeri (HUD): untuk hibah langsung bentuk
jasa yang berasal dari dalam negeri dan kode cara penarikan (-).
4. Kode (15) Hibah Langsung Jasa Luar Negeri (HLJL): untuk hibah langsung bentuk
jasa yang berasal dari luar negeri dan kode cars penarikan (-).
5. Kode (16) Hibah Langsung Surat Berharga Dalarn Negeri (HLSD): untuk hibah
langsung bentuk surat berharga yang berasal dari dalam negeri dan kode cara
penarikan (-).
6. Kode (17) Hibah Langsung Surat Berharga Luar Negeri (HLSL): untuk hibah langsung
bentuk surat berharga yang berasal dari luar negeri dan kode cara penarikan (-)
Diisi nomor register
Diisi akun belanja seperti di bawah ini:
1. Untuk Belanja dalam bentuk Barang:
Kode Akun
(12)
521611
Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hiba
531211
Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Hibah
532211
Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan
Peralatan dan Mesin dari Hibah
533211
414
Uraian
Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan
Gedung dan Bangunan dari Hibah
534211
536211
Belanja ModalJalan, Irigasi dan Jaringan untuk Pencatatan
Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah
Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya
dan/atau Aset Lainnya dari Hibah
2. Untuk Belanja dalam bentuk Jasa
Kode Akun
Uraian
522311
Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah
3. Untuk Belanja dalam bentuk Surat Berharga:
Kode Akun
724411
Uraian
Penyertaan Modal
Berharga dari Hibah
Negara
untuk
Pencatatan
Surat
(13)
Diisi jumlah rupiah masing-masing akun belanja
(14)
Diisi total rupiah jumlah belanja terkait hibah
(15)
Diisi Kode BA/Unit Eselon I/Lokasi/Akun/Satker: 999.02.01.51.431xxx.960186 Kode Akun
Pendapatan yang khusus digunakan dalam Memo Pencatatan Hibah Langsung-Barang/Jasa/Surat Berharga (MPHL—BJS):
1. Untuk Pendapatan dalam bentuk Barang:
Kode Akun
Uraian
431121
Pendapatan Hibah Dalam Negeri – Langsung Bentuk Barang
431221
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Barang
2. Untuk Pendapatan dalarn bentuk Jasa:
Kode Akun
Uraian
431122
Pendapatan Hibah Dalam Negeri – Langsung Bentuk Jasa
431222
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Jasa
3. Untuk Pendapatan dalam bentuk Surat Berharga
(16)
Kode Akun
Uraian
431123
Pendapatan Hibah Dalam Negeri – Langsung Bentuk Surat
Berharga
431223
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Surat
Berharga
Diisi jumlah rupiah masing-masing akun pendapatan hibah
(17)
Diisi total rupiah jumlah pendapatan hibah
(18)
Diisi uraian keperluan pencatatan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga
415
(19)
Diisi tanggal diterbitkan MPHL-BJS (sama seperti pada poin 2)
(20)
Diisi tanda tangan Kuasa Pengguna Anggaran
(21)
Diisi nama dan NIP/NRPKuasa Pengguna Anggaran
(22)
Diisi bar code hasil enkripsi aplikasi SPM
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO
NIP. 19530814 197507 1 001
416
LAMPIRAN VI
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN
HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH
LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
FORMAT PERSETUJUAN MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK
BARANG/JASA/SURAT BERHARGA (PERSETUJUAN MPHL-BJS)
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
Nomor MPHL-BS
: .................................(1)
Tanggal
: .................................(2)
Satker
: .................................(3)
PERSETUJUAN MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG
BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
KPPN
: .........................................(4)
Tanggal
: .........................................(5)
Nomor
: ............/............../.............(6)
Tahun Anggaran
: ...........................(7)
Telah disetujui pencatatan pendapatan Hibah dan belanja pencatatan Hibah sejumlah :
Pendapatan
Rp.
Belanja
Rp.
Yaitu : ...............................................................................................................................
...........................................................................................................................(8)
Kuasa Bendahara Umum Negara
..........,.......................................(9)
Kepala Seksi Pencairan Dana
Kepala Seksi Vertifikasi dan Akuntansi
.........................................(10)
.........................................(12)
NIP....................................(11)
NIP....................................(13)
417
PETUNJUK PFNGISIAN SURAT PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG
NOMOR
URAIAN PENGISIAN
(1)
Diisi nomor MPHL-BJS
(2)
Diisi tanggal MPHL-BJS
(3)
Diisi uraian satker sesuai yang ada pada MPHL-BJS
(4)
Diisi kode dan uraian KPPN
(5)
Diisi tanggal diterhitkan MPHL-BJS
(6)
Diisi Nomor dengan susunan: nomor penerbitan
KPPN/kode
MPHL-BJS/kode
bank.
(7)
Diisi Tahun Anggaran
(8)
Diisi uraian MPHL-BJS sesuai dengan yang tercantum pada MPHLBJS
(9)
Diisi kota tempat KPPN dan tanggal penerbitan Persetujuan MPHL-BJS
(10)
Diisi Nama Kepala Seksi Pencairan Dana
(11)
Diisi NIP Kepala Seksi Pencairan Dana
(12)
Diisi Nama Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi
(13)
Diisi NIP Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO
NIP. 19530814 197507 1 001
418
LAMPIRAN VII
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN
HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH
LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
SURAT PERNYATAAN TELAH MENERIMA HIBAH
LANGSUNG TANPA MELALUI KPPN (SPTMHL)
NOMOR ……(1) TANGGAL ………. (2)
Menyatakan bahwa saya atas nama
Kementerian Negara/Lembaga
: (xxx)…….………(3)
Eselon I
: (xx)……….……..(4)
Satker
: (xxxxxx).…..……(5)
Nomor dan Tanggal DIPA
: ..…….…………..(6)
Nomor dan Tanggal SP Pengesahan
: …………………..(7)
bertanggung jawab penuh atas segala penerimaan hibah berupa ……………(8)
yang diterima langsung dari:
Pemberi Hibah
:
……(9)
Tanggal & Nomor Perjanjian Hibah
:
……(10)
Nomor Register
:
……(11)
Nilai Hibah/Komitmen Hibah :
……(12)
tanpa melalui KPPN dengan rincian sebagai berikut:
Bukti-bukti terkait hal tersebut di atas disimpan sesuai ketentuan yang berlaku pada
Satuan Kerja …….(25) untuk kelengkapan admistrasi dan keperluan pemeriksaan
aparat pengawas fungsional.
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
…..(26), tanggal, bulan, tahun
Pengguna Anggaran/
Kuasa Pengguna Anggaran
Nama…(27)
NIP……(28)
419
PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PERNYATAAN TELAH MENERIMA HIBAH DAN BELANJA
LANGSUNG TANPA MELALUI KPPN (SPTMHL)
NOMOR
URAIAN
(1)
Diisi nomor SPTMHL
(2)
Diisi tanggal SPTMHL
(3)
Diisi kode dan uraian Kementerian/Lembaga
(4)
Diisi kode dan uraian Eselon I
(5)
Diisi kode dan uraian Satuan Kerja
(6)
Untuk hibah bentuk uang, diisi nomor dan tanggal DIPA. Untuk hibah bentuk
Barang/Jasa/Surat Berharga, diisi tidak ada DIPA.
(7)
Untuk hibah berbentuk uang, diisi nomor dan tanggal SP Pengesahan. Untuk
hibah bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga, diisi tidak ada SP Pengesahan.
(8)
Diisi bentuk hibah langsung yaitu: Hibah bentuk Uang/Barang/Jasa/Surat Berharga
(9)
Diisi nama pemberi hibah
(10)
Diisi tanggal dan nomor Perjanjian Hibah/Grant Agreement/dokumen yang
dipersamakan/Nomor BAST
(11)
Diisi nomor register
(12)
Diisi nilai hibah atau nilai yang disepakati sesuai PH/Grant Agreement
(13)
Diisi akun pendapatan hibah sesuai Bagan Akun Standar
(14)
Dikosongkan
(15)
Diisi realisasi pendapatan hibah s.d. bulan lalu
(16)
Diisi realisasi pendapatan hibah bulan ini
(17)
Diisi realisasi pendapatan hibah s.d. bulan ini
(18)
Dikosongkan
(19)
Diisi akun belanja sesuai Bagan Akun Standar
(20)
Untuk hibah bentuk uang diisi pagu anggaran belanja yang bersumber dari hibah
langsung. Untuk hibah bentuk barang/jasa/surat berharga dikosongkan
(21)
Diisi realisasi belanja terkait hibah langsung s.d. bulan lalu
(22)
Diisi realisasi belanja terkait hibah langsung bulan ini
420
(23)
Diisi realisasi belanja terkait hibah langsung s.d. bulan ini
(24)
Untuk hibah bentuk uang diisi sisa pagu belanja. Untuk hibah bentuk
barang/jasa/surat berharga dikosongkan.
(25)
Diisi uraian satker
(26)
Diisi kota tempat Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan tanggal
penerbitan SPTMHL
(27)
Diisi Nama PA/Kuasa PA
(28)
Diisi NIP PA/Kuasa PA
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO
NIP. 19530814 197507 1 001
421
LAMPIRAN VIII
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN
HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH
LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK
Nomor: …….
1.
Kode Satuan Kerja
:
2.
Uraian Satuan Kerja
:
3.
Kegiatan/Output
:
4.
No. Grant/Register
:
Kuasa Pengguna Anggaran menyatakan bertanggungjawab terhadap: *)
1.
Penerimaan…….(1)
Rp……………..(3)
dengan
nomor
register
……………(2)
sebesar
2.
Belanja terkait hibah sebagaimana butir 1, sebesar Rp……………………..(4)
atas beban DIPA Nomor …………….(5) dengan akun …………..(6)
3.
Pengembalian sisa hibah bentuk uang kepada Dono sebesar Rp ……………
(7)
Hingga ditandatangani SPTJM ini seluruh penerimaan hibah telah diajukan
pengesahannya dan seluruh kewajiban yang berkaitan dengan perpajakan telah
kami penuhi.
Apabila dikemudian hari terdapat kerugian negara atas belanja sebagaimana
angka 2, kami bersedia untuk menyetor kerugian negara tersebut ke Rekening
Kas Negara.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak ini disimpan oleh Kuasa Pengguna
Anggaran untuk kelengkapan administrasi dan keperluan pemeriksaan aparat
pengawasan fungsional.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
…..,……………..(8)
Penggung Anggaran/
Kuasa Pengguna Anggaran
……………………………(9)
NIP. ………………………(10)
Keterangan
*) SPTJM untuk penerbitan SP2HL dan MPHL menggunakan uraian pada nomor (1) dan (2)
saja. SPTJM untuk penerbitan SP4HL menggunakan uraian pada nomor (3) saja.
422
PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK
(SPTJM)
NOMOR
URAIAN PENGISIAN
(1)
Diisi bentuk hibah yaitu: Hibah Langsung Bentuk
Uang/Barang/Jasa/Saham
(2)
Diisi Nomor Register
(3)
Diisi jumlah rupiah hibah langsung yang diterima. Untuk hibah langsung
dalam bentuk barang/jasa/surat berharga diisi sebesar nilai tertera dalam
dokumen atau nilai wajarnya.
(4)
Diisi jumlah belanja terkait hibah langsung. Untuk hibah langsung dalam
bentuk barang/jasa/surat berharga diisi sebesar nilai tertera dalam
dokumen atau nilai wajarnya.
(5)
Diisi Nomor DIPA atas belanja yang bersumber dari hibah langsung
bentuk uang. Untuk hibah langsung dalam bentuk barang/jasa/surat
berharga uraian tentang Nomor DIPA tidak ditulis.
(6)
Di isi kode akun belanja sesuai Bagan Akun Standar
(7)
Di isi jumlah rupiah yang dikembalikan kepada Donor
(8)
Di isi tempat dan tanggal pembuatan SPTJM
(9)
Diisi nama PA/Kuasa PA penandatangan SPTJM
(10)
Diisi NIP PA/Kuasa PA penandatangan SPTJM
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO
NIP. 19530814 197507 1 001
423
Download