JRL Vol. 4 No.2 Hal 71-79 Jakarta, Mei 2008 ISSN : 2085-3866 PEMETAAN POTENSI MATAAIR DI PULAU BALI (MAPPING OF SPRINGS POTENCY IN BALI ISLAND) Noorhadi Rahardjo, Setyawan Purnama dan Budi Sulaswono Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Bulaksumur-Yogyakarta. Telp. 0272-902340/Fax. 0274-589595 Abstract There are three objectives of this research. First, to map springs location, second to know spring characteristic and third to calculat springs potency for domestic use. To reach these aims, springs location were plotted on map base on its coordinate. Springs characteristic were analysed descriptively by spatial analysis base on geologic, geomorphologic and hydrogeologic conditions. Springs potency were calculated base on its discharge, whereas domestic use was determined 60 l/person/day for rural and 120 l/person/ day for urban area. The study shows, that springs distribution in Bali Island are not homogeny Springs appearance were controlled by geologic structure as fault and rock contact. The differences of discharge also depend on the structure. Contact between volcanic rock (tuff and lahar) from Buyan-Bratan-Batur Formations with another rock formation in its surrounding result many springs appereance with high discharge. Beside that, orohydrology properties of Agung Mount as strato volcanic result springs belt in a certain elevation and each slope changing. Base on calculation, springs potency in Bali Island are 628.800 m3/month, whereas the domestic use is 9.079.990 m3/month. So, the springs potency is just 6,9% from domestic use in Bali Island Key words : springs potency, springs distribution, springs characteristic 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Mataair dapat dikatakan terdapat dimanamana dan muncul menurut berbagai cara. Hanya saja, persebarannya tidaklah merata, tergantung oleh hal-hal yang mempengaruhi keterdapatan mataair. Suatu gejala pemunculan mataair yang spesifik dapat dilihat pada gunung api strato. Pada ketinggian-ketinggian tertentu, ditemukan jalur mataair (spring belt), yang berkaitan dengan sifat orohidrologinya. Selain itu, jalur pemunculan ini juga berhubungan dengan perubahan lereng yang disebabkan oleh perubahan bahan pembentuknya. Mataair merupakan salah satu jenis sumberdaya air yang penting artinya terutama 71 untuk keperluan air minum dan irigasi. Bahkan sebagian besar atau seluruh air minum kemasan yang kita konsumsi sumber airnya berasal dari mataair. Oleh karena itu inventarisasi sumberdaya ini menjadi penting artinya guna pengembangan penggunaannya di waktu mendatang. Pulau Bali terletak di sebelah timur Pulau Jawa dan termasuk dalam rangkaian Kepulauan Nusa Tenggara yang dulu pernah disebut Kepulauan Sunda Kecil. Ditinjau dari ketersediaan airtanahnya, M.M. Purbo-Hadiwidjojo (1971) membagi potensi airtanah di Pulau Bali menjadi 7 kategori yaitu kandungan air besar (>10 l/det), kandungan air sedang (5-10 l/det), kandungan air agak kurang (1-5 l/det), kandungan air sedikit (0,5-1 l/det), kandungan air sangat sedikit (0,1-0,5 l/det), kandungan air sangat sedikit sekali, yaitu JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 71-79 daerah karst dan lava (< 0,1 l/det) serta daerah terpengaruh oleh laut (air payau). Daerah dengan potensi airtanah besar dijumpai di daerah selatan Pulau Bali, khususnya di daerah sekitar Denpasar, sedangkan daerah lainnya pada umumnya kurang begitu baik. Secara umum, sebagian besar Pulau Bali mempunyai potensi airtanah pada kategori agak kecil dan kecil. Perhatian perlu dicurahkan pada intrusi air asin yang disebabkan oleh faktor-faktor alami dan pemompaan pada akuifer. Daerah-daerah yang telah terkena intrusi air asin antara lain Denpasar Selatan, sekitar Gilimanuk, Negara bagian selatan dan Singaraja bagian utara. Berdasarkan permasalahan ini, pemanfaatan sumberdaya mataair menjadi penting artinya. Untuk dapat dapat menentukan pola pemanfaatan yang sesuai diperlukan pemahaman mengenai karakteristik dan potensinya untuk beberapa keperluan. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Memetakan pemunculan mataair di Pulau Bali Mengetahui karakteristik mataair di Pulau Bali Menghitung potensi mataair untuk keperluan domestik di Pulau Bali 2. 3. 1.3 springs) yaitu mataair yang mengeluarkan air sepanjang tahun dan tidak dipengaruhi oleh curah hujan, mataair musiman (intermittent springs) yaitu mataair yang mengeluarkan airnya pada musim-musim tertentu dan sangat tergantung dari curah hujan serta mataair periodik (periodic springs) yaitu mataair yang mengeluarkan airnya pada periode tertentu yang disebabkan oleh berkurangnya evapotranspirasi pada malam hari, perubahan tekanan udara, pasang surut dan pemanasan air oleh batuan. Berdasarkan suhu airnya, mataaair dibedakan menjadi mataair dingin (cold springs) yaitu mataair yang suhu airnya rendah dan airnya berasal dari pencairan salju dan es, mataair normal (non thermal or ordinary temperature springs) yaitu mataair yang suhu airnya hampir sama dengan suhu udara di sekitarnya dan mataair panas (thermal springs) yaitu mataair yang suhu airnya lebih tinggi daripada suhu udara sekitarnya. Ditinjau dari cara terjadinya, ada dua tenaga yang menyebabkan terjadinya pemunculan airtanah ke permukaan atau mataair, yaitu tenaga non gravitasi dan tenaga gravitasi (Bryan dalam Todd, 1980). Mataair yang terjadi karena tenaga non gravitasi antara lain mataair vulkanik (volcanic springs) dan mataair celah (fissure springs), yang biasanya merupakan mataair panas. Untuk mataair yang pemunculannya disebabkan oleh tenaga gravitasi dibedakan menjadi 5 tipe yaitu: Tinjauan Pustaka 1) Mataair (springs) adalah pemusatan pengeluaran airtanah yang muncul di permukaan tanah sebagai arus dari aliran air. Mataair dibedakan dengan rembesan (seepage). Rembesan adalah mataair yang keluar secara perlahanlahan dan menyebar pada permukaan tanah. Keadaan mataair sangat bervariasi. Menurut Tolman (1937), faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan mataair adalah tinggi rendahnya curah hujan, karakteristik hidrologi permukaan tanah (terutama permeabilitasnya), topografi, karakteristik hidrologi formasi akuifer dan struktur geologi daerahnya. Berdasarkan sifat pengalirannya, mataair dibedakan menjadi mataair menahun (perennial 72 2) 3) 4) Mataair cekungan (depression springs) yaitu mataair yang disebabkan oleh terpotongnya muka airtanah akibat perubahan lereng yang tajam. Mataair kontak (contact springs) yaitu mataaair yang muncul pada daerah kontak antara batuan lulus air dan kedap air. Mataair artesis (artesian springs) yaitu mataair yang airnya berasal dari airtanah tertekan. Mataair pada batuan kedap (impervious rock springs) yaitu mataair yang terjadi pada saluran atau retakan di batuan kedap. JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 71-79 5) Mataair retakan atau pipa (tubular or fracture springs) yaitu mataair yang terjadi dari pipa lava, pelarutan atau retakan batuan yang berhubungaan dengan airtanah. Selanjutnya berdasarkan tipe material pembawa airnya, mataair dibagi menjadi enam kelas yaitu mataair yang muncul dari material lulus air yang tipis, mataair yang muncul dari material lulus air yang tebal, mataair yang muncul pada perselingan batuan lulus dan kedap air, mataair yang muncul dari saluran pelarutan, mataair lava dan mataair yang muncul dari retakan batuan. Pemahaman secara menyeluruh mengenai kondisi mataair, sangat penting dalam menata kawasan mataair di suatu tempat. 2. Metode Penelitian 2.1 Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan berupa data sekunder, yaitu : (a) Data iklim (suhu udara dan curah hujan); (b) Data hidrologi (air sungai, airtanah dan mataair); (c) Data geologi (formasi batuan, jenis batuan dan struktur geologi); (d) Data geomorfologi (proses-proses yang terjadi); (e) Data tanah (jenis tanah) (a) (b) (c) 2.2 Berbagai jenis data tersebut dikumpulkan dari beberapa sumber, diantaranya : Kantor Biro Pusat Statistik Pulau Bali. Kantor BAPPEDA Pulau Bali. Kantor Pengelolaan Sumberdaya Air (PSDA), Departemen Pekerjaan Umum Pulau Bali. Analisis Data Analisis data karakteristik mataair dilakukan secara deskriptif menggunakan analisis spasial. Data pemunculan mataair diplot dalam peta sesuai dengan lokasinya. Selanjutnya dilakukan overlay dengan beberapa jenis peta antara lain 73 peta geologi, geomorfologi dan peta hidrogeologi. Dari hasil overlay dapat diketahui faktor dominan yang mempengaruhi karakteristik pemunculan mataair. Perlakuan serupa juga dilakukan untuk menganalisis karakteristik debit mataair. Potensi mataair dihitung berdasarkan data debit seluruh mataair yang terdapat pada masing-masing sub SWS di pulau ini, dalam kaitannya dengan kebutuhan air untuk keperluan domestik. Jumlah penduduk akan menentukan besar kebutuhan air domestik. Dalam perhitungan kebutuhan air domestik ini, konsumsi air per kapita per hari ditentukan sebesar 60 liter/hari/orang untuk penduduk perdesaan dan 120 liter/hari/ orang untuk penduduk perkotaan. 3. Hasil Dan Pembahasan 3.1 Karakteristik Mataair Untuk menyederhanakan pembahasan mengenai sub bab ini, mataair-mataair di Pulau Bali digolongkan menjadi 5 kelompok berdasarkan debit airnya sebagai berikut : 1. Mataair dengan debit < 10 liter/detik dikatakan mempunyai debit kecil. 2. Mataair dengan debit 10-50 liter/detik dikatakan mempunyai debit sedang. 3. Mataair dengan debit 50-100 liter/detik dikatakan mempunyai debit agak besar. 4. Mataair dengan debit 100-500 liter/detik dikatakan mempunyai debit besar. 5. Mataair dengan debit > 500 liter/detik dikatakan mempunyai debit sangat besar. Hasil penggolongan tersebut ditunjukkan pada Tabel 1, sedangkan distribusi pemunculannya ditunjukkan pada Gambar 1 dan 2. Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa Pulau Bali memiliki cukup banyak mataair. Jumlah total mataair yang terdata sebanyak 743 mataair, dengan 65 mataair mempunyai debit kurang dari 10 liter/detik, 101 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/detik, 51 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/detik, 350 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik dan 176 mataair mempunyai debit lebih dari 500 liter/detik. Sebagai JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 71-79 catatan, untuk mataair yang mempunyai debit kurang dari 10 liter/detik sebenarnya jumlahnya lebih banyak lagi. Tetapi sering tidak ditabulasi karena dianggap kurang berpotensi. Selanjutnya pada pembahasan berikut akan dikemukakan kondisi mataair di tiap Sub SWS yang terdapat di Pulau ini. Tabel 1. Jumlah dan Debit Mataair di Pulau Bali Sub Satuan Wilayah Sungai Jumlah Debit Mataair (liter/detik) (Sub SWS) 74 Mataair < 10 10-50 50-100 100-500 >500 03.01.01 0 2 0 16 12 30 03.01.02 0 1 3 37 0 71 03.01.03 0 0 0 9 7 46 03.01.04 0 8 4 4 2 18 03.01.05 0 3 1 7 0 11 03.01.06 0 7 3 10 0 20 03.01.07 2 2 6 1 0 11 03.01.08 13 12 3 13 0 41 03.01.09 4 19 6 6 4 39 03.01.10 13 17 5 10 2 47 03.01.11 20 19 4 18 2 63 03.01.12 5 2 2 6 5 20 03.01.13 0 4 1 9 2 16 03.01.14 1 1 6 36 0 44 03.01.15 4 0 3 8 6 31 03.01.16 2 2 2 141 61 208 03.01.17 0 0 1 15 0 16 03.01.18 0 0 0 0 3 3 03.01.19 0 0 0 0 0 0 03.01.20 1 2 1 4 0 8 65 101 51 350 176 743 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 71-79 Di Sub SWS 03.01.01 dijumpai 30 mataair. Dari 30 mataair tersebut, 2 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/detik, 16 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/ detik dan 12 mataair mempunyai debit lebih dari 500 liter/detik. Untuk mataair dengan debit kurang dari 10 liter/detik dan debit antara 10-50 liter/detik tidak dijumpai di Sub SWS ini. Adapun mataair yang debitnya antara lebih dari 500 liter/detik atau sangat besar adalah mataairmataair yang terdapat di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli seperti mataair Bantang, Penulisan, Kintamani (4 lokasi pemunculan), Melunjung (Petirtan Gunung Batu), Pelisan serta di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung seperti mataair Nungnung dan Belong. Di Sub SWS 03.01.02 dijumpai 71 mataair. Dari 71 mataair tersebut, 1 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/detik, 3 mataair mempunyai antara 50-100 liter/detik, 37 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik dan 30 mataair mempunyai debit lebih dari 500 liter/detik. Mataair yang debitnya kurang dari 10 liter/detik tidak terdata di Sub SWS ini. Mataair-mataair yang debitnya sangat besar atau lebih dari 500 liter/ detik umumnya terdapat di Kecamatan Baturiti dan Penebel, Kabupaten Tabanan. Di sub SWS 03.01.03 dijumpai 46 mataair. Sembilan mataair mempunyai debit antara 100500 liter/detik dan 37 mataair mempunyai debit lebih dari 500 liter/detik. Untuk mataair dengan debit kurang dari 10 liter/detik, antara 10-50 liter/ detik dan antara 50-100 liter/detik tidak dijumpai di Sub SWS ini. Mataair-mataair yang debitnya lebih dari 500 liter/detik umumnya muncul di wilayah Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan. Di Sub SWS 03.01.04 dijumpai 18 mataair. Dari 18 mataair tersebut, 8 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/detik, 4 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/ detik, 4 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik dan 2 mataair mempunyai debit lebih dari 500 liter/detik. Di Sub SWS ini tidak dijumpai mataair yang debitnya kurang dari 10 liter/detik. Adapun mataair yang debitnya lebih dari 500 liter/ detik atau sangat besar adalah mataair Manggis Sari dan mataair Pangeragoan yang terdapat di 75 Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana. Di Sub SWS 03.01.05 dijumpai 11 mataair. Tiga mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/ detik, 1 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/detik dan 7 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik. Mataair dengan debit sangat besar tidak dijumpai di Sub SWS ini. Di Sub SWS 03.01.06 terdata sejumlah 20 mataair. Tujuh mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/detik, 3 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/detik dan 10 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik. Mataair dengan debit kurang dari 10 liter/detik dan lebih dari 500 liter/ detik tidak dijumpai di Sub SWS ini. Seperti halnya di Sub SWS 03.01.05, di Sub SWS 03.01.07 juga ditemukan 11 mataair. Dari kesebelas mataair tersebut, 2 mataair mempunyai debit kurang dari 10 liter/detik, 2 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/ detik, 6 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/detik dan 1 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik. Di Sub SWS ini tidak terdata mataair berdebit sangat besar. Di Sub SWS 03.01.08 terdata sejumlah 41 mataair, yaitu 13 mataair mempunyai debit kurang dari 10 liter/detik, 12 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/detik, 3 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/detik dan 13 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik. Mataair dengan debit lebih dari 500 liter/detik tidak dijumpai di Sub SWS ini. Di Sub SWS 03.01.09 dijumpai 39 mataair. Dari 39 mataair tersebut 4 mataair mempunyai debit kurang dari 10 liter/detik, 19 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/detik, 6 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/detik, 6 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/ detik dan 4 mataair mempunyai debit lebih dari 500 liter/detik. Adapun mataair yang debitnya lebih dari 500 liter/detik tersebut adalah mataair Telabah Anyar dan mataair Subak Lenah yang terdapat di Desa Umejero, Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng, mataair Pupuan yang terdapat di Desa Pupuan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan dan mataair Bunut Panggang yang terdapat di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 71-79 Di Sub SWS 03.01.10 ditemukan 47 mataair, yaitu 13 mataair mempunyai debit kurang dari 10 liter/detik, 17 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/detik, 5 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/detik, 10 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik dan 2 mataair mempunyai debit lebih dari 500 liter/detik. Dua mataair yang mempunyai debit sangat besar tersebut adalah mataair Pancuh yang terdapat di Desa Tigawasa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng dan mataair Umakayu yang terdapat di Desa Gunungsari, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Di Sub SWS 03.01.11 terdata sejumlah 63 mataair, yaitu 20 mataair mempunyai debit kurang dari 10 liter/detik, 19 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/detik, 4 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/ detik, 18 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik dan 2 mataair mempunyai debit lebih dari 500 liter/detik. Mataair dengan debit lebih dari 500 liter/detik tersebut adalah mataair Gitgit yang terdapat di Desa Gitgit, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar dan mataair Pangkung Dalem yang terdapat di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Di Sub SWS 03.01.12 dijumpai 20 mataair. Dari 20 mataair tersebut 5 mataair mempunyai debit kurang dari 10 liter/detik, 2 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/detik, 2 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/detik, 6 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/ detik dan 5 mataair mempunyai debit lebih dari 500 liter/detik. Adapun 5 mataair yang debitnya lebih dari 500 liter/detik tersebut adalah mataairmataair yang muncul di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, yaitu mataair Kembangsari I dan Kembangsari II di Desa Dausa, mataair Toya Campuhan di Desa Pangejaran, mataair Penulisan di Desa Sukawana dan mataair Lateng di Desa Bantang. Di Sub SWS 03.01.13 dijumpai 16 mataair. Dari 16 mataair tersebut, 4 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/detik, 1 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/ detik, 9 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik dan 2 mataair mempunyai debit lebih 76 dari 500 liter/detik. Di Sub SWS ini tidak dijumpai mataair yang debitnya kurang dari 10 liter/detik. Adapun mataair yang debitnya lebih dari 500 liter/ detik atau sangat besar adalah mataair Batuaji yang terdapat di Desa Ban, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem dan mataair Batudewa yang terdapat di Desa Kubu, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. Di Sub SWS 03.01.14 terdata sejumlah 44 mataair, yaitu 1 mataair mempunyai debit kurang dari 10 liter/detik, 1 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/detik, 6 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/detik dan 36 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik. Mataair dengan debit lebih dari 500 liter/detik tidak dijumpai di Sub SWS ini. Di Sub SWS 03.01.15 dijumpai 31 mataair. Dari 31 mataair tersebut, 4 mataair mempunyai debit kurang dari 10 liter/detik, 3 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/ detik, 8 mataair mempunyai debit antara 100500 liter/detik dan 16 mataair mempunyai debit lebih dari 500 liter/detik. Di Sub SWS ini tidak dijumpai mataair yang debitnya antara 10-50 liter/detik. Adapun mataair yang debitnya lebih dari 500 liter/detik atau sangat besar adalah mataair-mataair yang muncul di Kecamatan Rendang dan Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem. Sub SWS 03.01.16 memiliki paling banyak mataair, yaitu sejumlah 208 mataair. Dari 208 mataair tersebut 2 mataair mempunyai debit kurang dari 10 liter/detik, 2 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/detik, 2 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/detik, 141 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik dan 61 mataair mempunyai debit lebih dari 500 liter/ detik. Mataair-mataair yang mempunyai debit sangat besar tersebut umumnya terdapat di Kabupaten Bangli, meliputi Kecamatan Bangli, Kecamatan Kintamani, Kecamatan Susut dan Kecamatan Tembuku. Selain itu ada pula yang terdapat di Kecamatan Rendang dan Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem serta Kecamatan Tampaksiring di Kabupaten Gianyar. JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 71-79 Di Sub SWS 03.01.17 dijumpai 16 mataair. Satu mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/ detik dan 15 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik. Untuk mataair dengan debit kurang dari 10 liter/detik, antara 10-50 liter/detik dan lebih dari 500 liter/detik tidak dijumpai di Sub SWS ini. Di Sub SWS 03.01.18 hanya ditemukan 3 mataair, yang kesemuanya mempunyai debit lebih dari 500 liter/detik. Mataair-mataair tersebut adalah mataair Pancasari I, Pancasari II dan Pancasari III yang terdapat di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Di Sub SWS 03.01.19 yang meliputi wilayah danau Batur dan sekitarnya tidak ditemukan adanya mataair, sedangkan di Sub SWS 03.01.20 yang meliputi Pulau Nusa Penida ditemukan 8 mataair. Dari delapan mataair tersebut 1 mataair mempunyai debit kurang dari 10 liter/detik, 2 mataair mempunyai debit antara 10-50 liter/ detik, 1 mataair mempunyai debit antara 50-100 liter/detik dan 4 mataair mempunyai debit antara 100-500 liter/detik. Tidak ditemukan mataair yang mempunyai debit sangat besar atau lebih dari 500 liter/detik di Sub SWS ini. Memperhatikan Peta 2, pemunculan mataair di Pulau Bali umumnya terdapat pada daerah batuan gunung api (tuf dan lahar) kelompok Buyan-Bratan-Batur. Selain dipengaruhi oleh jenis batuannya, banyaknya mataair yang muncul di daerah ini, dimungkinkan juga disebabkan oleh sifat orohidrologi kawasan ini. Seperti diketahui ada suatu fenomena pemunculan mataair yang unik pada gunung api strato, yaitu adanya jalur mataair (spring belt) pada ketinggian-ketinggian tertentu dan adanya perubahan lereng akibat perubahan bahan pembentuknya. Daerah pemunculan mataair lainnya adalah di Pulau Bali bagian tengah yaitu pada daerah kontak antara batuan gunung api Jembrana (lava, breksi gunung api dan tuf) dengan batuan gunung api (tuf dan lahar) kelompok Buyan-Bratan-Batur dengan arah utara-selatan, serta kontak antara kedua kelompok batuan tersebut dengan material aluvium di Pulau Bali bagian utara. Kawasan ini 77 juga merupakan wilayah jalur sesar di Pulau Bali, sehingga banyaknya mataair yang muncul di kawasan ini juga ditunjang oleh fenomena ini. Daerah kontak lain yang memunculkan banyak mataair adalah kontak antara Formasi Palasari (konglomerat, batupasir dan batu gamping terumbu dengan batuan gunungapi Jembrana (lava, breksi gunung api dan tuf) serta antara batuan gunung api (tuf dan lahar) kelompok Buyan-Bratan-Batur dengan batuan gunung api batukau, lava Gunung Pawon dan batuan gunung api kelompok Buyan-Bratan purba. Ditinjau dari debitnya sebagian besar mataair yang berdebit besar dan sangat besar muncul di Pulau Bali bagian tengah yaitu pada batuan gunung api (tuf dan lahar) kelompok Buyan-Bratan-Batur, serta daerah kontak antara kelompok batuan tersebut dengan kelompokkelompok batuan di sekitarnya, seperti batuan gunung api Agung (aglomerat, tuf, lava, lahar dan ignimbrite), batuan gunung api Jembrana (lava, breksi gunung api dan tuf), batuan gunung api batukau, lava Gunung Pawon dan batuan gunung api kelompok Buyan-Bratan purba. Mataair dengan debit kecil dan sedang umumnya terdapat di Pulau Bali bagian utara yaitu pada daerah kontak antara material aluvium dengan batuan gunung api (tuf dan lahar) kelompok Buyan-Bratan-Batur dan batuan gunung api Jembrana. Selain daerah tersebut, mataair-mataair yang muncul pada Formasi Palasari yang berbatuan konglomerat, batupasir dan batu gamping terumbu umumnya juga mempunyai debit kecil dan sedang. 3.2 Potensi Mataair untuk Kebutuhan Domestik Seperti telah diutarakan dalam sub bab analisis data, perhitungan potensi mataair didasarkan pada debit seluruh mataair yang terdapat pada masing-masing sub SWS yang terdapat di Pulau Bali. Dalam perhitungan ini ditentukan bahwa kebutuhan air domestik per orang adalah sebesar 60 liter/hari untuk penduduk perdesaan dan 120 liter/hari untuk penduduk perkotaan. JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 71-79 Gambar 1. Peta Sebaran Mataair Per Sub SWS di Pulau Bali Gambar 2. Peta Sebaran Mataair di Pulau Bali Ditinjau dari Segi Geologi 78 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 71-79 Dari hasil perhitungan diketahui bahwa secara keseluruhan potensi mataair di Pulau Bali (termasuk Nusa Penida) adalah sebesar 625.800 m3/bulan. Jumlah penduduk perdesaan sebesar 1.693.131 jiwa dan penduduk perkotaan sebesar 1.675.654 jiwa, sehingga kebutuhan air domestik mencapai 9.079.990 m3/bulan. Berdasarkan perhitungan ini, maka potensi mataair di Pulau Bali hanya mencapai 6,9% dari kebutuhan air domestiknya. 2. 4. Kesimpulan 1. 1. Hasil plotting lokasi mataair pada peta menunjukkan bahwa distribusi pemunculan mataair di Pula Bali tidak merata. Pemunculan mataair umumnya terdapat pada daerah berbatuan gunung api (tuf dan lahar) kelompok Buyan-Bratan-Batur. Selain itu pemunculan mataair juga terdapat pada daerah kontak antar kelompok batuan serta pada daerah sesar. Pemunculan mataair juga ditentukan oleh sifat orohidrologi gunung api strato yang terdapat di pulau tersebut, yang menghasilkan sabuk mataair pada ketinggian tertentu dan pada setiap perubahan lereng. Debit mataair di Pulau Bali juga sangat bervariasi. Kontak antara batuan gunung api (tuf dan lahar) kelompok BuyanBratan-Batur dengan kelompok-kelompok batuan di sekitarnya, seperti batuan gunung api Agung (aglomerat, tuf, lava, lahar dan ignim brite), batuan gunung api Jembrana (lava, breksi gunung api dan tuf), batuan gunung api batukau, lava Gunung Pawon dan batuan gunung api kelompok Buyan-Bratan purba menghasilkan mata air dengan debit besar dan sangat besar. Mataair dengan debit kecil dan sedang umumnya terdapat di Pulau Bali bagian utara yaitu pada daerah kontak antara material aluvium dengan batuan gunung api (tuf dan lahar) kelompok Buyan-BratanBatur dan batuan gunung api Jembrana. Selain daerah tersebut, mataair-mataair yang muncul pada Formasi Palasari yang berbatuan konglomerat, batupasir dan batugamping terumbu umumnya juga mempunyai debit kecil dan sedang. 2. 79 Dari hasil perhitungan diketahui bahwa potensi seluruh mataair di Pulau Bali sebesar 625.800 m 3/bulan, sedangkan kebutuhan air domestik mencapai 9.079.990 m3/bulan, sehingga potensi mataair di Pulau Bali hanya sebesar 6,9% dari kebutuhan airnya. Daftar Pustaka 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Martopo, S., 1991. Keseimbangan Ketersediaan dan Kebutuhan Air di Pulau Bali. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UGM, Yogyakarta. Martopo, S and B. Mitchell., 1995. Bali : Balancing Environment, Economy and Culture. Department of Geography, University of Waterloo, Waterloo. Purbo-Hadiwidjojo, M.M., 1971. Peta Hidrogeologi Tinjau. Direktorat Geologi, Bandung. Suharsono, P., 1986. Evaluasi Potensi dan Pemanfaatan Lahan di Pulau Bali Menggunakan Citra Landsat. Lembaga Penelitian UGM, Yogyakarta. Todd, D. K., 1980. Groundwater Hydrology. New York : John Wiley & Sons. Tolman, C.F., 1937. Groundwater. McGrawHill Book Company Inc, New York. Verstappen, H.T., 2000. Outline of The Geomorphology of Indonesia. International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences, The Netherlands. Wannielista, M., R. Kersten and R. Eaglen. 1997. Hydrology : Water Quantity and Quality Control. New York : John Wiley and Sons Inc. Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara.,1992. Profil Pulau Republik Indonesia : Bali. P.T. Intermasa, Jakarta. Yunus. H.S. 1977. Teknik Identifikasi Wilayah dan Aplikasinya : Kasus Pulau Bali. Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta. JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 71-79