PENERAPAN HUKUMAN MATI DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM DALAM PEMENUHAN RASA KEADILAN MASYARAKAT SRI AYU ASTUTI Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo ABSTRAK Pertentangan kontra dan pro pelaksanaan hukuman mati dalam negara hukum Indonesia terus bergulir dengan berbagai alasan hukum masing-masing. Sikap hukum Pemerintah Indonesia dalam menegakkan ketentuan hukum pidana yang berlaku di Indonesia tetap tegas di dalam ruang hukum kedaulatan negara Republik Indonesia. Meski penegakan hukuman mati dalam kasus Bali Nine yang baru dieksekusi dan ramai di-blow up media mendapat berbagai tanggapan pemikiran yang luar biasa. Pemerintahan yang berdaulat saat ini tetap pada sikap hukumnya menerapkan hukuman mati pada kasus kejahatan yang masuk kategori kejahatan luar biasa. Mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim dan dalam hukum Islam hukuman pidana mati itu memang ada sebagai upaya bahwa manusia dalam bertindak dan berperilaku dalam kehidupan sosialnya menjalankannya sesuai prinsip kehidupan Islami yang mengajarkan pada setiap insan bahwa ada kewajiban dan hak dalam menjaga hubungan antar manusia (habluminannas) dan kehidupannya yang bertanggungjawab pada Allah sebagai bentuk menjalankan kewajibannya dalam menjaga amanah di dunia dan akhirat kepada Tuhan yang menciptakan dan mengajarkan tentang kebaikan dan kemungkarannya (habluminallah). Penegakan hukum dalam pidana hukuman mati bukan sekedar memberikan efek jera (detterend efect) atau sekedar mencapai kepastian hukum (supremacy of law) tapi esensinya adalah bentuk pertanggungjawaban dari manusia sebagai makhluk yang berakhlak dan beradab, atas daya pikirnya dengan menggunakan akalnya sebagai alat untuk berpikir lebih baik sebelum mengambil tindakan yang sia-sia, dan memudharatkan dirinya dan orang lain. Pemberian pidana berupa hukuman mati akan memberikan rasa keadilan masyarakat sesuai dengan perbuatan kejahatan yang dilakukan manusia dan harus mengambil pertanggungjawabannya atas perilaku, bukan berhenti pada unsur balas dendam, tetapi lebih pada sebuah rasa mendudukan setiap orang yang memiliki keadilan yang sama di depan hukum. Kata Kunci : hukuman mati dalam islam, keadilan masyarakat, peran media I. PENDAHULUAN Hukum adalah undang-undang namun secara tradisional hukum dipandang sebagai bersifat idiil atau etis, hingga pengertian hukum tidak selalu sama dan terus berubah bersama berjalannya waktu dan sesuai tuntutan Dinamika Kontemporer Hukuman Mati di Indonesia -------ISBN 978-602-73912-0-8 Sri Ayu Astuti, Penerapan Hukuman Mati dalam Pandangan Hukum Islam.... kebutuhan masyarakat dari jaman ke jaman. Namun keberadaan hukum diperlukan sebagai upaya melaksanakan ketertiban dalam masyarakat luas dengan berbagai kepentingannya, dan untuk menegakkan hak dan kewajiban dikenal adanya batasan dan batasan itu adalah hukum. Pelaksanaan hukuman mati yang dijatuhkan Pemerintah Indonesia atas perintah Undang-Undang yang berlaku dalam kasus Bali Nine terhadap terpidana mati yang terlibat dalam kejahatan kategori serius yaitu pengedar narkoba, beberapa bulan menjadi head line pemberitaan di media massa baik media mainstream dan media on line, menjadi perbincangan yang kembali mengemuka terhadap sikap hukum Indonesia di ruang masyarakat hukum Internasional. Presiden Joko Widodo yang mengambil sikap tegas dalam penegakan hukum mendapat apresiasi yang beragam, bagi saya sendiri melihatnya dari kaca mata keilmuan hukum, sikap tersebut adalah bentuk ketegasan seorang yang mengemban penegakan hukum dalam ruang sebuah negara berdaulat merupakan sikap yang patut mendapatkan apresiasi positif, apalagi dalam ketentuan Konstitusi Negara pada Pasal 1 Ayat (3) Indonesia telah menyatakan diri secara tegas sebagai “Negara Hukum”, itu berarti ada konsekuensi logis sebagai negara hukum yang berdaulat meletakkan keputusan hukum berdasarkan ketentuan yang berlaku sebagai komitment marwah kebangsaan secara Nasional. Dasar Hukum pelaksanaan hukuman mati (death penalty) bukan tanpa dasar hukum, tetapi memiliki dasar hukum yang kuat untuk melaksanakannya. Ini dapat dilihat saat Mahkamah Konstitusi menolak permohonan hukuman mati terpidana mati Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra, Mahkamah Konstitusi dalam putusan yang dibacakan Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin Mahfud MD dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, yang bertempat di Jakarta pada hari Selasa, 21 Oktober 2008 menolak permohonan Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra yang mempersoalkan hukuman mati dengan cara ditembak. Dalam putusannya MK menegaskan bahwa tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia adalah menurut ketentuan UndangUndang yang berlaku sebagai dasar hukum melakukan pelaksanaan hukuman 2 Sri Ayu Astuti, Penerapan Hukuman Mati dalam Pandangan Hukum Islam.... mati tersebut. Berkaitan dengan tindak pidana yang mendapatkan hukuman mati adalah UU No. 2/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati1, Mahkamah Konstitusi juga menyatakan UU No. 2/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati merupakan lex specialis yang menegaskan Pasal 11 KUHAP. MK juga dengan tegas menyatakan UU tersebut tidak bertentangan dengan Pasal 28 I Ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang pastinya berkaitan dengan ketentuan Pasal 28 J ayat (2) yang memiliki frasa bahwa hak asasi setiap manusia yang menjalankan hak dan kebebasannya wajib dan tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang. Jelas tata cara pelaksanaan hukuman mati dalam ketentuan UU yang berlaku tegas yang menyebutkan bahwa pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan di lingkungan peadilan umum atau peradilan militer dilakukan dengan ditembak sampai mati. Baik tata caranya maupun siapa yang melaksanakan eksekusinya, jadi tidak dilakukan tanpa aturan. Mengenai peraturan secara teknis eksekusi pidana mati diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati pada Pasal 1 angka 3 Perkapolri 12/2010 disebutkan antara lain bahwa hukuman mati/pidana mati adalah salah satu hukuman pokok yang dijatuhkan oleh Hakim kepada terpidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.2 Eksekusi pidana mati terhadap sindikat Narkoba Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukmaran serta 6 orang lain yang hampir semuanya adalah warga negara asing dalam kelompok yang menentang (kontra) dan yang pro, akan memberikan alasan hukum dalam kemerdekaan pikiran dan pendapat sendiri. Tetapi dalam masyarakat yang berkeyakinan Islam dan mentaati ketentuan Allah atas firmanNya dalam al-Qur’an dan as Sunah justru memberikan kepastian hukum akan kepercayaan itu. Dapat kita lihat disini bagaimana Allahu Rabb memberikan perintah dengan ketegasan dalam 1 Putusan Nomor 21/PUU-VI/2008 mengenai pengujian UU No.02/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati Putusan ini diucapkan dalam Sidang Terbuka untuk umum pada 15 Oktober 2008. 2 Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010. 3 Sri Ayu Astuti, Penerapan Hukuman Mati dalam Pandangan Hukum Islam.... pengambilan keputusan terhadap hamba ciptaanNya yang mengambil hak orang lain, dalam konteks memberikan mudharat pada orang lain. Di dalam Hukum Islam hukuman mati (uqbah al-‘idam) memang nyata dalam ketentuannya, untuk itu ditemukan 3 bentuk pemidanaan yaitu hudud, qishas, dan ta’zir. Hukuman mati sebagai hukuman maksimal yang senantiasa eksis dan diakui realitasnya dan hukuman mati untuk tindak kejahatan (Jarimah) tertentu. Islam dalam kontekstual substanstive sejatinya menawarkan gagasangagasan yang pro hak asasi manusia, hal ini dalam Islam hukuman mati itu pokok penerapannya lebih untuk melindungi kepentingan individu dan masyarakat dari tindakan kejahatan yang membahayakan. Dalam ketentuan Hukum Islam, hukuman bagi siapa saja yang melanggar aturan dalam hukum Islam bersifat tegas dan adil untuk semua pihak. Sejatinya kita dapat melihat bagaimana kebenaran itu datang dari Allah sebagai sumber keyakinan utama yaitu “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”, (QS. al-Baqarah [2]: ayat 147), dilanjut al-qur’an Surah Yaasiin ayat [2] “demi al-Qur’an sebagai Hakim”. Itulah Hukum Islam menerapkan hukuman mati itu memiliki tujuan umum yaitu pidana mati memberikan sebuah realisasi kemaslahatan umat dan menegakkan keadilan. Jadi pemenuhan unsur keadilan bukan berhenti sekedar memenuhi kekecewaan dari keluarga korban tetapi ada pesan mendalam dalam mengusung untuk tidak memudahkan apa yang dikerjakan tetapi mengajak umat agar mampu bersikap cerdas dengan cermat dan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam bertindak dan berprilaku di ruang sosial kehidupan bermasyarakat, bukan justru sebaliknya dengan kecerdasannya mempertontonkan kecerobohannya dalam mengambil keputusan dan bertindak sesuka hati hingga merugikan orang lain. Dalam pemberitaan tentang perilaku yang baik dan seharusnya dalam perspektif kepantasan dan kepatutan mensyiarkan maslahahn itu terdapat peran media yang merupakan penyampai pesan bagi masyarakat luas. Seharusnya setiap media baik mainstream dan on line mampu memberikan informasi yang berimbang dalam meletakkan persoalan hukum mati ini 4 Sri Ayu Astuti, Penerapan Hukuman Mati dalam Pandangan Hukum Islam.... dengan baik secara proporsional pada kepentingan maslahah umat, bukan justru membenturkan sebagai capaian rating untuk meramaikan informasi itu dalam perspektif kepentingan kelompok politik tertentu. Hal tersebut dapat kita simak pandangan Hikmanto seorang Guru Besar Hukum dari UI yang mengatakan situasi pelaksanaan hukuman mati di Indonesia yang mendapat pertentangan keras dari Australia dan Belgia dengan menarik duta besarnya dari Indonesia juga bermuatan politis. Sementara saya mengamati, adalah hal ketidakpatutan 2 (dua) negara tersebut dalam memberikan teguran keras pada Indonesia karena Indonesia adalah negara merdeka dan berdaulat yang memiliki hak untuk menerapkan hukumnya di wilayah hukumnya sendiri, sepanjang pelaku tindak pidana itu memang benar-benar melakukan kejahatan yang memiliki unsur merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam suatu negara berdaulat dan akan membawa kehancuran dalam proses perjalan suatu negara yang memiliki warga negara sebagai unsur bagi keberlangsungan sebuah negara. II. NEGARA HUKUM DAN PENERAPAN HUKUMAN MATI DALAM HUKUM ISLAM 2.1 Indonesia Negara Hukum Indonesia sebagai negara yang menyatakan diri negara hukum memiliki konsekuensi logis dalam melaksanakan penegakan hukum (rule of law), dan itu berarti Indonesia harus memenuhi prasyarat sebagai negara hukum yaitu : 1. Adanya pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan; 2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh semua kekuasaan dan kekuatan apapun juga; 3. Legalitas dalam segala bentuk. Konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia banyak dipengaruhi paham Eropa Kontinental. Kondisi itu dapat kita pahami karena Indonesia merupakan negara yang pernah dijajah Belanda dan memberikan warisan pengaruh 5 konsep negara hukum Eropa Sri Ayu Astuti, Penerapan Hukuman Mati dalam Pandangan Hukum Islam.... Kontinental. Istilah itu digunakan dalam terminologi bahasa Rechtstaat, akan tetapi berjalan juga konsep negara hukum dalam pengaruh kultur keberagaman suku yang tentunya terdapat pemberlakuan sistem hukum adat disana, yang pasti prinsip penegakan hukum telah cukup kental berharmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pendapat Philipus M. Hadjon bahwa Rechtstaat mulai populer di Eropa sejak Abad ke-19, meski hal itu telah lama ada 3 . Dalam konsep negara hukum baik pada the rule of law maupun pada rechtstaat diakui adanya kedaulatan hukum atau supremasi hukum, melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan memungkinkan individu menikmati hak-hak sipil dan politiknya sebagai manusia. Dalam konsep negara hukum Albert Van Dicey mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) unsur utama negara hukum (the rule of law), yaitu : 1. Supremasi hukum (supremacy of law) artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi di dalam negara adalah hukum (kedaulatan hukum) dan tidak ada peradilan adiministrasi; 2. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi setiap orang (equality before the law); 3. Konstitusi tidak merupakan sumber dari hak-hak asasi manusia dan jika hak-hak asasi manusia itu diletakkan dalam konstitusi, konstitusi harus melindunginya (constitution based on individual rights)4 Dari pendapat di atas itu diketahui bahwa sejatinya esensi dari negara hukum adalah terwujudnya supremasi hukum sebagai salah satu sendi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kontekstual tersebut menghadirkan hukum harus tampil sebagai saran yang harus mewarnai kehidupan baik orang perorangan, masyarakat maupun lembaga-lembaga negara dan pemerintahan. 3 Philipus. M. Hadjon, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum dan Negara Hukum dan Hak-hak Asasi Manusia, kumpulan tulisan dalam rangka 70 Tahun Sri Soemantri Martosoewignyo, Media Pratama, Jakarta, 1996, hlm. 78. 4 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1983, hlm. 161. 6 Sri Ayu Astuti, Penerapan Hukuman Mati dalam Pandangan Hukum Islam.... Untuk Indonesia dalam pelaksanaan hukuman mati memang bukan hal baru untuk diperdebatkan. Indonesia tahun ini mendapat sorotan kembali dengan dilakukannya pelaksanaan hukuman mati, meski negara Indonesia bukan negara yang sering melaksanakan eksekusi mati. Bahkan dalam data yang ada justru negara penggema demokrasi Amerika Serikat adalah negara berada dalam urutan 5 besar teratas yang sering melakukan pelaksanaan hukuman mati. Dari 5 negara yang tercatat sebagai negara yang paling sering melaksanakan hukuman mati itu adalah Cina, Iran, Irak, Arab Saudi, dan Amerika Serikat. Mengapa Indonesia mendapatkan sorotan tidak lain karena Australia yang bersuara paling keras seperti kaget karena tidak pernah menyangka memiliki keberanian dalam menegakkan hukuman mati tersebut di bawah penguasa era Joko Widodo saat ini. Di dalam Hukum Positif tujuan pemberian hukuman mati tidah hanya upaya pencapaian hasil memberikan efek jera (detterend efect) mencegah timbulnya kejahatan atau pelanggaran, tetapi juga adanya upaya memberikan kemuliaan terhadap pelaku pidana sebagai manusia yang memiliki tanggung jawab moral untuk menegakkan tanggung jawab hukum pada dirinya atas perbuatan hukum yang sudah dilakukannya. Ini dapat dilihat pada KUHP Indonesia yang mengancam kejahatan-kejahatan berat dengan hukuman mati. Dalam Pasal 340 KUHP diatur : “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun”. Hukuman mati juga diatur dalam ketentuan Undang-Undang tentang Narkotika dan Psikotropika, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Pengadilan HAM, dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 7 Sri Ayu Astuti, Penerapan Hukuman Mati dalam Pandangan Hukum Islam.... 2.2 Penerapan Hukum Mati dalam Hukum Islam Dalam perspektif hukum Islam, hukuman mati bagi pelaku jarimah, tidak dimaksudkan sebagai upaya membalas dendam tetapi Islam lebih meletakkan pada maksud mulia melakukan perbaikan pada perilaku umat manusia khususnya terhadap pelaku tindak pidana. Hukuman mati hanya dikenakan kepada pelaku jarimah. Ini dilakukan karena pertanggungjawaban pidana hanya dikenakan pada pelaku pidananya, kecuali masalah diyat baru dapat ditanggung keluarganya. Bagi pelaku pembunuhan harus menanggung hukuman yang sepadan dengan apa yang diperbuat sedangkan dalam masalah ta’zir ancaman hukuman mati ditujukan bagi pelaku jarimah di luar qishas dan hudud yang oleh penguasa diyakini sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup dan kemaslahatan masyarakat luas, seperti halnya narkoba dan terorisme. Dalam Islam yang diancam pidana mati yaitu: pembunuhan dengan sengaja, zina, pemberontakan (bughot) dan gangguan keamanan (hirobah). Sebagaimana penjatuhan pidana mati terhadap terpidana mati Bali Nine dalam pandangan Islam sepatutnya orang yang mengambil persoalan hukum harus bertanggung jawab terhadap permasalahan hukum itu. Dalam hal kemudharatan narkoba, Islam melihat narkoba itu memberikan dampak kerusakan baik secara fisik maupun psikologis. Allah berfirman dalam Surah al Baqarah ayat 195: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan”. Narkoba sebagai alat perusak itu dalam pemikiran penulis sudah masuk kategori sebagai barang yang tidak memiliki kemanfaatan dalam peruntukan yang disimpangkan penggunaannya, dan bila digunakan menjadi kemaksiatan. Hal ini merujuk pada mudharat yang ada yaitu menimbulkan kehilangan kesadaran bagi pemakainya dan membahayakan jiwa. Bagi pengedar narkoba yang sering kali melakukan tipu daya dan juga melakukan kejahatan fisik terhadap pengguna lebih luas dan melakukan daya paksa secara tidak langsung pada korbannya itu juga 8 Sri Ayu Astuti, Penerapan Hukuman Mati dalam Pandangan Hukum Islam.... dipandang sebagai kemudharatan. Pengedar Narkoba itu dalam Keputusan Majelis Kibar Ulama terdapat keputusan Nomor 85 tertanggal 11 Dzulqa’dah 1401, yang menyatakan sebagai berikut: “Para ulama menegaskan bahwa hukuman bunuh termasuk bentuk hukum ta’zir (bentuk hukuman yang belum ditetapkan dalam syariat dan diserahkan kepada Pemerintah setempat) yang dibolehkan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: Manusia yang kerusakannya tidak bisa dihentikan kecuali dengan dibunuh boleh dihukum mati, sebagaimana hukum bunuh untuk pemberontak, menyimpang dari persatuan kaum muslimin atau gembong dari perbuatan bid’ah dalam agama. Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam pernah memerintahkan untuk membunuh orang yang sengaja berdusta atas nama beliau (dengan membuat Hadits palsu). 5” Di dalam al-Qur’an hukuman mati juga ditegaskan karena pelaku tindak pidana sudah melakukan kerusakan yang sangat parah, yaitu dapat kita lihat pada Surah Ar-Ruum [41] : “Telah nampak kerusakan di darat dan lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Demikian Islam memberikan sikap tegasnya dalam pelaku tindak pidana yang melakukan kejahatan dan telah banyak memberikan kerusakan yang tidak dapat dihentikan. Kendati Islam sebagai agama rahmatan lil “alamin juga menebarkan kasih sayang sebagaimana dalam al Baqarah Ayat 178: “Hai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu memberlakukan qishas atas pembunuhan. Nyawa orang merdeka bayar dengan merdeka, budak bayar budak, perempuan bayar perempuan. Dan jika engkau memaafkan, maka lakukanlah. Dengan cara yang terbaik, sesungguhnya yang demikian (memaafkan) itu merupakan bentuk kasih sayang dan rahmatNya.” Dengan demikian bahwa Islam memberikan pilihan yang sangat baik dalam pemikiran tentang hukuman mati ini yaitu pada mereka yang sudah menjadi pengedar dan perilakunya sudah banyak memberikan kerusakan yang sulit dihentikan, untuk orang seperti ini 5 http://fsi.-febui.com/hukum Islam. 9 Sri Ayu Astuti, Penerapan Hukuman Mati dalam Pandangan Hukum Islam.... harus dihentikan dengan hukuman mati, sedangkan pada penggunanya dalam hal ini adalah korban maka hukumannya disesuaikan dengan bukan diberikan hukuman mati. Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin telah membawa pada kebaikan pemikiran untuk mengajak umat melakukan upaya perbaikan dalam perilaku umat. Apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah sebagai wilayah hukumnya maka hukum ta’zir sudah benar dilakukan dalam memberikan keputusan hukuman mati pada bandar Narkoba yang memberikan kerusakan pada umat, yang banyak mati sia-sia karena barang haram tersebut. III. INDONESIA DIANTARA PENERAPAN HUKUM MATI DAN TREND GLOBAL Regulasi dalam pemberlakuan hukuman mati tetap menjadi ketentuan hukuman yang masih diperlukan. Hal ini memang tidak hanya dalam ketentuan undang-undang kita masih memiliki legalitas dalam hukum pidana tapi juga didukung oleh prinsip-prinsip hukum pidana yang fundamental. Hukuman mati memang merupakan hukuman yang paling berat (mors dicitur ultimum supplicum), permasalahannya bukan pada penekanan hukuman mati sebagai pertanggungjawaban tapi perbuatan kejahatannya dan dampak yang tidak baik itu merupakan kewajiban bagi pelaku untuk menunaikan tanggung jawabnya sebagai penegakan hukum yang berkaitan dalam tanggung jawab moral. Kaitannya sikap dari beberapa negara dengan pelaksanaan hukuman mati secara garis besar terbagi dalam 4 bagian yaitu: 1. Negara yang menghapus pidana mati untuk semua kejahatan tanpa pengecualian; 2. Negara-negara yang menghapus pidana mati hanya untuk kejahatan biasa, sedangkan untuk kejahatan luar biasa hukuman mati tetap diberlakukan; 3. Negara-negara yang menghapus pidana mati secara de facto artinya terhadap kejahatan biasa pidana mati tetap diancamkan dalam ketentuan Undang-Undang namun dalam praktiknya tidak pernah lagi diterapkan; 10 Sri Ayu Astuti, Penerapan Hukuman Mati dalam Pandangan Hukum Islam.... 4. Negara yang menerapkan pidana mati secara retensi yakni setelah sepuluh tahun seorang pidana mati jika berkelakuan baik maka diberikan pengampunan untuk mengubah hukuman tersebut. Dalam negara hukum dan beberapa negara yang meletakkan prinsip menjaga ketertiban dalam masyarakat dan guna melindungi masyarakat dari perbuatan kejahatan orang yang tak bertanggungjawab terhadap kerusakan hidup manusia, akan tegas mengambil keputusan untuk melaksanakan penegakan hukum sesuai dengan bentuk kejahatan yang dilakukannya. Sejalan dengan hakikat penegakan hukum yang masuk dalam ketegori kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) ancaman pidana mati menjadi layak diberikan. Prinsip kelayakan dijatuhkannya pidana mati itu memiliki alasan hukum selain efek jera (deterrent effect) dan dalam ajaran hukum pidana juga dikenal bahwa kejahatan yang tidak dapat dihentikan dapat dimusnahkan dengan hukuman mati, di samping itu hukuman mati menyelesaikan perkara (mars omnia solvit); maka pidana mati juga merupakan upaya penyeimbang terhadap korban kejahatan. Indonesia sebagai negera berdaulat meski mengadopsi HAM dan Covenant ICCPR dalam ketentuan Pasal 28 Bab XA yang memasukan HAM, memiliki sikap hukum sendiri dalam penentuan penghapusan hukuman pidana mati dalam berbagai pasal yang terdapat pada keseluruhan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Hukum Indonesia tersebut bukan tanpa alasan yang berarti, tetapi dikarenakan Indonesia yang merupakan negara atas beragam etnis juga memiliki sistem hukum yang beragam dalam masyarakatnya seperti hukum adat dan hukum Islam, harus bijak menyikapi situasi itu dengan pertimbangan memenuhi rasa keadilan masyarakat secara proporsional atas perbuatan pidana yang dilakukan seseorang sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum setiap orang yang melakukan kejahatan serius. Pidana mati (the death penalty) yang ramai diperdebatkan dalam upaya penghapusannya karena jelas hukum adalah hukum sebagaimana pandangan Meyer, dalam arti manusia sudah tahu bahwa ada perbuatan 11 Sri Ayu Astuti, Penerapan Hukuman Mati dalam Pandangan Hukum Islam.... yang tidak boleh dilakukan dan bila dengan sengaja melakukan perlawanan terhadap ketentuan hukum yang sudah ada ketentuan peraturan perudangundangan bahkan perbuatan hukum yang dilakukan adalah memberikan dampak kerusakan yang sangat luar biasa (extra ordinary) maka diperlukan ketegasan sikap hukum untuk memberikan kepastian hukum atas penekan hukum yang ada. Indonesia tidak perlu harus mengikuti ketentuan sikap menghapus pidana mati (the death penalty abolitionist) dari ketentuan perundangundangan yang berlaku. Bila hukum kedepan akan mengambil sikap keputusan menghapus hukum mati dalam ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku maka keputusan itu tidak hanya bersandar pada gagasan keadilan dari sudut pandang negara tetapi lebih menyerap aspirasi dan kehendak masyarakat Indonesia yang berdaulat, ini pun harus tetap memperhatikan adanya perubahan yang terjadi pada hukum nasional dan internasional. Menjadi sangat penting adalah menegakkan hukum di negara berdaulat Indonesia sebagai kepentingan nasional dan memegang konsistensi terhadap Konstitusi Negara yaitu berlakunya peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tuntutan keadilan masyarakat. KESIMPULAN Pidana mati (the death penalty) dalam peraturan perudang-undangan Indonesia yang bertujuan memberikan efek jera (deterrend effek), sekaligus memberikan keadilan pada masyarakat, ini lebih dikarenakan pada kepentingan hukum masyarakat yang tidak semuanya dapat menerima bahwa kejahatan dapat dilepaskan begitu saja setelah seseorang melakukan perbutan pidananya. Ini menjadi penguat alasan hukum bahwa Indonesia memiliki sikap hukum sendiri untuk tidak mengikuti trend global adanya upaya penghapusan pidana mati (the death penalty abolitionist), sebagai sikap hukum yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat di atas kepentingan hukum nasional sebagai negara hukum yang memiliki sistem hukum sendiri. DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie, Jimly, 1996, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Angkasa. 12 Sri Ayu Astuti, Penerapan Hukuman Mati dalam Pandangan Hukum Islam.... Hamzah, Andi dan Sumangelipu, 1993, Pidana Mati di Indonesia di Masa Lalu, Kini dan Di Masa Depan, Jakarta, Ghalia Indonesia. Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Keenam, Jakarta, Rineka Cipta. Sahetapy, J.E, 2007, Pidana Mati Dalam Negara Pancasila, Bandung, PT Citra Aditya Bakti. 13