BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkecambahan merupakan salah satu cara yang dilakukan tumbuhan untuk mempertahankan spesiesnya dari kepunahan. Perkecambahan ini berawal dari biji. Biji mengandung embrio dan cadangan makanan serta kulit biji yang menyelubunginya. Pada sebagian tumbuhan, nuselus dan endosperm sebagai tempat cadangan makanan, hanya diperluakan dalam tahap awal perkembangan embrio. Perkecambahan pada biji terjadi ketika radikula mulai mincul dari kulit biji dalam kondisi baku. Hal ini berarti bahwa meskipun biji cukup air dan diberi kondisi yang baik untuk perkembangan tetap tidak akan berkecambah. Namun jika kondisi untuk mematahan dormansi berjalan, biji akan berkecambah (Sallisbury, 1995). Dalam perkecambahan, biji selalu mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah proses kenaikan volume karena adanya penambahan substansi bahan dasar yang bersifat irreversibel (tidak dapat kembali). Sedangkan, perkembangan adalah proses menuju tercapainya kedewasaan yang tidak dapat diukur. Pertumbuhan dalam suatu perkecambahan biji dapat langsung diukur apabila tunasnya sudah keluar dan tumbuh. Sama halnya dengan pertumbuhan, perkembangan juga dapat dilihat dari tunas awal, hanya saja tidak diukur melainkan melihat apa saja struktur tubuh kecambah yang mulai ada dari awal tunas muncul. Seperti pada awalnya, berkembang batang, akar, dan daun. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas didapatkan rumusan masalah : Bagaimana pengaruh lama perendaman biji dalam air terhadap perkecambahan biji Cabe? C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui pengaruh lama perendaman biji dalam air terhadap perkecambahan biji. BAB II KAJIAN TEORI Biji merupakan rantai penyambung yang hidup antara induk dan keturuannya merupakan alat penyebaran yang utama. Biji seringkali harus bertahan untuk melawan lingkungan yang ekstreme (keadaan beku, api banjir, atau dimakan hewan) selama menunggu kondisi yang menguntungkan bagi perkecambahan dan pertumbuhan. Secara biologis suatu biji adalah bakal biji yang masak dan telah dibuahi (Dwijoseutro, 1994). A. Perkembangan Biji Biji berasal dari hasil mikrosporogenesis dan megagametogenesis yaitu, berturutturut pembentukan butir serbuk sari (gametofit jantan) dan pembentukan embrio (gametofit betina). Sel induk mikrospora dalam kepala sari dan sel induk megaspora dalam kantung embrio kemudian membelah lagi tidak secara meiosis, menghasilkan sel anak yang haploid, kemudian secara mitosis untuk melipatgandakan jumlah inti haploidnya. Hasil akhir adalah sel atau butir serbuk sari masing-masing dengan dua inti dan kantung embrio membelah untuk membentuk sel telur dan sebuah inti yang membelah lagi untuk membentuk inti kutub dari bakal biji (Sastramihardja, 1993). Pada fertilisasi, satu dari dua inti serbuk sari berfusi dengan sel telur pada katung embrio, untuk membentuk embrio sehingga mengembalikan kantung diploid, kromosom (2N). Inti sperma yang kedua berfusi dengan inti kutub untuk membentuk endosperma (3N) (Sastramihardja, 1993). Pada tumbuhan monokotil, endosperma merupakan suatu satuan struktural utama biji yang mempunyai ciri tersendiri. Endosperma monokotil tersusun atas sel parenkim yang tidak mengalami diferensiasi yang terbungkus dalam kantung lapisan luar yang tipis, yang membungkus sel hidup dan kaya akan protein, yaitu aleuron (Lovelles, 1999). Pada tumbuhan dikotil, endosperma sebagian besar atau seluruhnya diserap oleh embrio, khususnya oleh kotiledon atau daun biji. Kulit biji atau testa merupaka derivat dari integumen luar ovarium yang merupakan jaringan induk. Hilum merupakan bekas ari-ari biji (penghubung pembuluh). Hilum ini membantu lewatnya air dan oksigen terlarut secara bolak-balik, keduanya penting bagi perkecambahan. Air dan gas terlarut juga masuk ke dalam mikrofil, suatu saluran yang mikroskopis bekas tempat masuknya pembuluh serbuk menuju ke integumen. Seringkali hilum dilengkapi dengan suatu sumbat untuk memungkinkan terjadinya kehilangan air tetapi bukan pemasukan air (Lovelles, 1999). Biji yang masak mempunyai empat komponen yang secara fisiologis maupun ekologis penting bagi kelangsungan hidupnya yaitu 1). kulit biji, suatu pebungkus pelindung, 2). embrio, suatu bakal tanaman atau sporofit, 3). cadangan makanan cadangan mineral yang memberi maka sporofit muda hingga dapat berdiri sendiri, 4). Enzim dan hormon yang diperlukan untuk mencera cadangan makanan dan untuk menyusun jaringan baru dalam semai selama perkecambahan. Keadaan tersebut juga memelihara biji dengan mekanisme perlindungan untuk mempertahankan diri terhadap lingkungan yang amat buruk selama dalam keadaan dorman (istirahat dalam keadaan kering). Dalam keadaan dorman, biji tidak aktif tetapi masih hidup. Suatu keadaan yang berlangsung hingga kondisi meguntungkan bagi perkecambahan. Kandungan kelembaban dan laju metabolisme pada biji selama dormansi, mungkin hanya sepersepuluh atau kurang dibandingkan pada jaringan tumbuhan (Lovelles, 1999). B. Perkecambahan Definisi perkecambahan menurut seorang analis biji yaitu sebagai suatu perubahan morfologis, seperti penonjolan akar lembaga (radikula), tetapi bagi seorang petani, perkecambahan adalah munculnya semai. Secara tehnis, perkecambahan adalah permulaan munculnya pertumbuhan aktif yang menghasilkan pecahnya kulit biji dan munculnya semai (Santoso, 1990). Pada perkecambahan meliputi peristiwa-peristiwa fisiologi dan morfologi, sebagai berikut : a. imbibisi dan absorpsi air b. hidrasi jaringan c. absorpsi oksigen d. pengaktifan ezim dan penceraan e. trasport molekul yang dihidrolisis ke sumbu embrio f. peningkatan respirasi dan asimilasi g. inisiasi pembelahan dan pembesaran sel h. munculnya embrio Pada pertumbuhan suatu embrio, awal mula pertumbuhan akar lembaga (radikula) lebih cepat daripada pucuk lembaga (plumula) dan umumnya radikula pertama muncul dari kulit biji yang pecah. Berat kering pada pucuk melampaui berat kering akar dalam waktu beberapa hari. Berat keseluruhan semai mengalami kemunduran dalam waktu kira-kira 10 hari karena hilangnya respirasi. Suatu urutan pertumbuhan dengan pertumbuhan akar mendahului pertumbuhan pucuk. Tampaknya menguntungkan bagi kelangsungan hidup suatu semai (Dwijoseputro, 1994). C. Metabolisme Cadangan Makanan Perkecambahan dan munculnya semai memerlukan suatu energi yang tinggi lewat respirasi cadangan makanan biji. Energi dalam ikatan kimia pada karbohidrat, lemak, dan protein dilepaskan oleh pencernaan dan fosforilasi oksidatif, yang menghasilkan nukleotida berenergi tinggi, seperti adenosin trifosfat (ATP), di dalam mitokondria yang merupakan tempat terjadinya respirasi (Sallisbury, 1995). Apabila ATP diubah menjadi adenosin difosfat (ADP) dilepaskan energi untuk aktivitas biologis sebagai berikut : (ADP + Pi) ATP Karbohidrat,lemak ---------------------hasil degradasi --------------------biosintesis atau protein ATP (ADP + Pi) Tepung dihidrolisis oleh - dan - amilase, diperantarai oleh giberelin, menjadi gula maltose (disakarida) dan glukose Beberapa glukose diubah oleh enzim invertase menjadi sukrose, gula yang umumnya ditranspor pada tumbuhan. Metabolisme glukose dilakukan dengan (1). Glikolisis, yang membentuk dua molekul asam piruvat dan ATP, dan (2). Oksidasi lewat daur krebs atau daur asam trikarboksilat, yang secara lengkap dapat mengoksidasi asam perantara menjadi CO2, H2O, dan ATP atau kemungkinan lain menjadi jalur lintas pentosa fosfat (Sallisbury, 1995). D. Germinabilitas (kemampuan berkecambah) dan Viabilitas Biji yang masak viable (terkecambahkan) sebelum berpisah atau saat berpisah dengan tumbuhan induknya, tetapi biji tersebut mungkin tidak dapat dikecambahkan (mampu berkecambah dengan cepat dalam kondisi yag meguntungkan). Biji pada beberapa spesies adalah dorman dan dapat menjadi dikecambahkan hanya sesudah dikenai kondisi tertentu. Biji tanaman budidaya adalah viabel dan dorman (yaitu, hidup tetapi tidak berkecambah karena kondisi lingkungan kurang mendukung untuk perkecambahan, seperti tidak cukup air atau temperatur yang tidak cocok) dan umumnya dapat dikecambahkan apabila dipisahkan dari tumbuhan induknya (Salisbury, 1995). Kebanyakan dari biji atau hampir semua spesies liar dan spesies budidaya makanan ternak tertentu tetap dorman, walaupun kondisinya menguntungkan bagi perkecambahan. Karena itu germinabilitas dan viabilitas mungkin berbeda 100% pada populasi biji yang berbeda. Perkecambahan tidak berlangsung hingga masa dormansi berlalu, walaupun biji viabel dan germinabel (dapat dikecambahkan). Pada umumnya viabilitas mengalami penurunan dan germinabilitas mengalami peningkatan sejalan dengan umur, karena secara alami terjadi pemecahan faktor-faktor dormansi pada biji (lpvelles, 1999). E. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan 1. Air Air merupakan faktor yang paling penting, karena biji berada dalam keadaan terdehidrasi. Secara normal biji mengandung sekitar 5-20% dari berat totalnya dan harus menyerap sejumlah air sebelum perkecambahan dimulai. Tahap awal perkecambahan adalah pengambilan air dengan cepat yang disebut imbibisi (Salisbury, 1995). Biji yang hidup atau mati mengalami imbibisi air dan membengkak. Banyaknya air imbibisi tergantung pada komposisi kimia biji. Protein, getah, dan pektin lebih bersifat koloid dan hidrofilik dan lebih banyak mengalami imbibisi air daripada zat tepung. Laju perkecambahan berlangsung lebih lambat pada kelembaban tanah yang mendekati titik layu. Kandungan air yang kurang dari batas optimum biasanya menghasilkan imbibisi sebagian dan memperlambat atau menahan perkecambahan. Komposisi medium, khususnya kandungan zat terlarut mempengaruhi ketersediaan air (Salisbury, 1995). 2. Temperatur atau suhu Selain imbibisi, proses perkecambahan juga meliputi sejumlah proses katabolisme dan anabolisme yang dikendalikan enzim dan karenanya sangat responsive terhadap temperatur. Temperatur kardinal (maksimum, minimum, dan optimum) untuk perkecambahan pada kebanyakan biji tanaman budidaya pada dasarnya merupakan temperatur kardinal untuk pertumbuhan vegetative yang normal.temperatur optimum adalah temperatur yang memberikan persentase perkecambahan yang paling tinggi dalam periode waktu yang paling pendek (Salisbury, 1995). 3. Gas Perkecambahan memerlukan tingkatan O2 yang tinggi kecuali bila respirasi yang berhubungan dengan hal ini terjadi karena fermentasi. Kebanyakan spesies memberikan respon yang baik terhadap komposisi udara normal: 20 % O 2. 0,03 % CO2, dan 80 % N. Penurunan kandungan O2 udara di bawah 20 % biasanya menurunkan kegiatan perkecambahan. Pada beberapa biji dapat berkecambah secara anaerob, tetapi hal ini akan menghasilkan kecambah yang abnormal. Sementara perkecmbahan biji pada kebanyakan spesies berlangsung dengan baik pada kandungan O2 udara normal atau pada konsentrasi O2 yang lebih tinggi (Salisbury, 1995). 4. Cahaya Biji membutuhkan cahaya untuk perkecambahan, yang berpengaruh sebagai pemicu dalam memeahkan macam dormansi. Cahaya memberikan respon pada perkecambahan biji sama seperti dengan mekanisme pengendalian proses formatif lainnya seperti pembungaan, pembentukan pigmen, pemanjangan batang, dan pelurusan kait hipokotil. Panjang gelombang yang paling efektif unutk menggalakkan dan menghambat perkecambahan bijji berturut-turut yaitu merah dan infra merah (Dwijoseputro, 1994). 5. Senyawa kimia eksogen Dalam Fisiologi Tumbuhan, (Sallisbury, 1995) sejumlah senyawa kimia dalam medium menggalakkan perkecambahan beberapa spesies. Senyawa kimia hanya hanya sebagai perangsang dan bukan prasyarat perkecambahan. Beberapa senyawa kimia yang lebih penting digunakan untuk merangsang perkecambahan adalah sebagai berikut : a. Kalium nitrat (KNO3) b. Tiourea atau CS(NH2)2 c. Hidrogen peroksida (H2O2) d. Etilen (C2H4) e. Giberelin (GA) 6. Kematangan Di dalam lingkungan yang menguntungkan sekalipun, perkecambahan tidak akan terjadi sampai berlangsung tingkat morfogenesis minimum di dalam biji. Umumnya terjadi perkembangan yang cukup untuk viabilitas dan germinabilitas, jauh sebelum biji mengalami pemasakan. Umumnya dormansi biji meningkat dengan terjadinya pemasakan biji (Sallisbury, 1995). Hormon-hormon Perkecambahan Pada dasarnya perkecambahan biji diatur oleh sejumlah hormon yang kerjanya bertahap. Adapun hormon yang memulai dan memperantai proses perkecambahan, yaitu fitohormon. Selain itu ada beberapa aktivitas hormon pertumbuhan lain yang penting, yakni giberelin yang berfungsi untuk menggiatkan enzim hodrolitik serta sitokinin yang berfungsi untuk merangsang pembelahan sel, munculnya radikula dan plumula serta auksin yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan (Kimball, 1983). Adapun mekanisme kerja hormon-hormon ini dalam perkecambahan, yaitu pertama kali absorbsi air dari tanah menyebabkan embrio memproduksi sejumlah kecil giberelin yang kemudian berdifusi kedalam selapis sel aleuron yang mengelilingi sel cadangan makanan endospora, yang menyebabkan sel endospora itu mengalami pemecahan dan mencair. Dan akibat hal ini, sitokinin dan auksin terbentuk. Sehingga aktivitas dua hormon ini mengaktifkan pertumbuhan embrio dengan membuat sel-sel membelah dan membesar sehingga terjadi perkecambahan (Kimball, 1983). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental, karena dilakukan percobaan untuk menjawab rumusan masalah, dan terdapat variabel-variabel dalam penelitian yang dilakukan, yaitu variabel kontrol, variabel manipulasi dan variabel respon. B. Variabel Penelitian Variabel Manipulasi : lama perendaman biji (4 jam, 3 jam, 2 jam, 1 jam dan 0 jam (tanpa perendaman). Variabel Kontrol : jenis biji (biji cabe), tempat mengecambahkan (toples), volume air untuk perendaman. Variabel Respon : perkecambahan biji (jumlah biji yang berkecambah). C. Alat Dan Bahan Alat - Toples 5 buah - Kapas secukupnya - Gelas ukur 1 buah Bahan - Biji cabe 250 biji - Air secukupnya D. Langkah Kerja 1. Merendam biji cabe selama 4 jam, 3 jam, 2 jam, 1 jam dan 0 jam/tanpa perendaman. 2. Menanam biji cabe pada toples yang telah dialasi kapas basah, masing-masing toples berisi 50 biji cabe. 3. Menutup toples dan menyimpannya di tempat yang tidak terkena sinar matahari secara langsung. 4. Mengamati dan menghitung biji yang berkecambah setiap hari, hingga dicapai 75% kemudian pisahkan biji yang telah berkecambah pada tempat lain. 5. Menghitung IKP biji yang berkecambah setelah diperoleh 75%, dengan cara : IKP (Indeks kecepatan perkecambahan) = X X X1 X + 2 + 3 +…+ n 2 n 3 1 Prosentase perkecambahan = jumlah biji yang berkecamba h x 100% jumlah keseluruha n biji E. Alur Kerja 250 Biji Cabe - Direndam dalam air selama 4 jam, 3 jam, 2 jam 1 jam, dan 0 jam (tanpa direndam) masing-masing 50 biji - Ditanam dalam waktu bersamaan pada toples yang sudah dialasi kapas basah - Ditutup kemudian disimpan ditempat gelap - Diamati setiap hari berapa jumlah biji yang berkecambah selama 10 hari - Dipisahkan antara biji yang belum berkecambah dengan biji yang sudah berkecambah dan sudah dilakukan penghitungan Jumlah Biji yang Berkecambah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Tabel Pengaruh Lama Perendaman Biji dalam Air terhadap Perkecambahan Biji Cabe Jumlah biji yang berkecambah pada perendaman Hari ke- Tanpa 4 jam 3 jam 2 jam 1 jam direndam 1 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 3 2 10 2 0 0 4 6 7 14 0 0 5 3 2 9 10 0 6 20 24 23 25 35 7 8 2 1 14 14 8 0 4 0 0 0 9 4 0 0 0 0 10 5 0 0 0 0 50 50 49 49 49 100% 100% 98% 98% 98% 11,64 10,39 9,94 8,3 7,83 Total biji yang berkecambah Persentase perkecambahan IKP 14 12 10 8 6 4 2 0 0 1 2 3 4 Histogram Pengaruh Lama Perendaman Biji dalam Air terhadap Perkecambahan Biji Cabe Keterangan: X = Lama perendaman (jam) Y = Indeks Kecepatan Perkecambahan B. Analisis Data Berdasarkan data dan grafik yang diperoleh dalam percobaan ini, dapat diambil suatu analisis bahwa lama perendaman dalam air dapat mempengaruhi perkecambahan biji. Pada perendaman 4 jam, biji mulai berkecambah pada hari ke dua, dengan jumlah biji yang berkecambah adalah 2, begitu juga pada hari ke tiga. Pada hari ke empat, biji yang berkecambah meningkat menjadi 6 biji. Namun, pada hari ke lima jumlah biji yang berkecambah menurun menjadi 3 biji. Pada hari ke enam, jumlah biji yang berkecambah meningkat pesat menjadi 20 biji. Pada hari ke tujuh jumlah biji yang berkecambah menurun menjadi 8. Biji tidak mengalami perkecambahan pada hari ke 8. Namun, biji kembali berkecambah pada hari ke sembilan dengan jumlah biji yang berkecambah adalah 4 biji, dan pada hari ke sepuluh ada 5 biji yang berkecambah. Jumlah seluruh biji yang berkecamabh adalah 50 biji, dengan persentase perkecambahan adalah 100% dan IKP 11,64. Pada perendaman 3 jam, biji mulai berkecambah pada hari ke tiga, dengan jumlah biji yang berkcambah adalah 10 biji. Pada hari ke empat, jumlah biji yang berkecambah mengalami penurunan menjadi 7 biji, begitu juga pada hari ke lima, jumlah biji yang berkecambah adalah 2 biji. Pada hari ke enam jumlah biji yang berkecambah meningkat tajam menjadi 24 biji. Namun, biji yang berkecambah kembali menurun pada hari ke tujuh, menjadi 2 biji. Semua biji yang ditanam sudah berkecambah pada hari ke delapan, dengan penambahan 4 biji. Persentase perkecambahan pada perendaman 3 jam adalah 100% dan IKP 10,39. Pada perendaman 2 jam, biji juga mulai tumbuh pada hari ke tiga, dengan jumlah biji yang berkecambah adalah 2. Pada hari ke empat, jumlah biji yang berkecmbah meningkat menjadi 14 biji. Namun, pada hari ke lima jumah biji yang berkecambah menurun menjadi 9 biji. Jumlah biji yang berkecambah kembali meningkat pada hari ke enam, dengan jumlah iji yang berkecambah adalah 23 biji. Pada hari hari ke tujuh, hanya ada 1 biji yang berkecambah. Pada hari ke delapan hingga sepuluh, tidak ada biji yang berkecambah, jumlah total biji yang berkecambah adalah 49. Persentase perkecambahan adalah 98%, dengan IKP 9,94. Pada perendaman 1 jam, perkecambahan biji berlangsung lambat. Biji mulai berkecambah pada hari ke 5, dengan jumlah biji yang berkecambah adalah 10 biji. Pada hari ke enam, jumlah biji yang berkecambah meningkat menjadi 25 biji. Namun, jumlah biji yang berkecambah menurun pada hari ke tujuh, dengan jumlah biji yang berkecambah adalah 14 biji. Pada hari ke delapan hingga sepuluh, 1 biji yang tersisa tidak mengalami perkecambahan. Jumlah total biji yang berkecambah adalah 49 biji, dengan persentase perkecambahan 98% dan IKP 8,3. Pada perendaman 0 jam atau tidak direndam, perkecambahan biji berlangsung paling lambat. Biji mulai berkecambah pada hari ke enam, dengan jumlah biji yang berkecambah adalah 35. Pada hari berikutnya, yaitu hari ke tujuh, terdapat 14 biji yang berkecambah. Namun, pada hari ke delapan hingga sepuluh, 1 biji yang tersisa tidak mengalami perkecambahan. Jumlah total biji yang berkecambah adalah 49 biji, dengan persentase perkecambahan 98% dan IKP 7,83. C. Pembahasan Tumbuhan memerlukan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan. Nutrisi atau zat makanan terdiri dari unsur-unsur atau senyawa-senyawa kimia. Nutrisi yang diperlukan merupakan sumber energi dan sumber materi untuk sintesis berbagai komponen sel yang diperlukan selama pertumbuhan. Sebelum tumbuhan mengalami perkembangan lebih dewasa, maka akan dimulai terlebih dahulu dengan fase embrio. Embrio yang tumbuh belum memiliki klorofil, sehingga embrio belum dapat membuat makanan sendiri. Pada tumbuhan dikotil embrio mengambil makanan dari kotiledon, sedangkan monokotil dari endosperma. Pengambilan nutrisi dari tanah pada umumnya bersamaan dengan air. Air dibutuhkan tumbuhan sebagai pelarut bagi kebanyakan reaksi dalam tubuh tumbuhan dan sebagai medium reaksi enzimatis. Pada percobaan ini, biji yang direndam lebih lama, 4 jam, memiliki persentase perkecambahan dan Indeks Kecepatan Perkecambahan (IKP) yang lebih besar dibandingkan dengan biji yang direndam selama 3 jam, 2 jam, 1 jam atau biji yang tidak direndam. Hal tersebut disebabkan oleh, semakin lama biji direndam, maka semakin besar masuknya air ke dalam endosperma biji. Perendaman biji dalam air mengakibatkan kulit biji lembab dan lebih lunak memungkinkan pecah dan robek sehingga perkembangan embrio dan endosperm lebih cepat terjadi, serta untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen (larut dalam air) kedalam biji. Selain itu air juga berfungsi mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai fungsinya serta sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru. Perkecambahan dimulai dari masuknya air kedalam sel-sel biji, atau disebut proses imbibisi. Proses ini merupakan proses fisika. Imbibisi menyebabkan enzimenzim dalam biji dapat bekerja. Bekerjanya enzim merupakan proses kimia. Pada saat air diserap oleh biji maka enzim amilase yang ada pada biji dapat bekerja memecah tepung menjadi maltosa, selanjutnya maltosa dihidrolisis oleh maltase menjadi glukosa. Saat proses ini berlangsung, protein juga dipecah menjadi berbagai macam asam amino. Senyawa glukosa masuk ke dalam proses metabolisme dan dipecah menjadi energi atau diubah menjadi senyawa karbohidrat yang menyusun struktur tubuh. Berbagai macam asam amino yang terbentuk nantinya akan dirangkai menjadi protein yang berfungsi untuk menyusun enzim-enzim baru. Sedangkan asam lemak terutama dipakai untuk menyusun membrane sel. Air yang diserap oleh biji akan mempercepat proses metabolisme dalam biji, karena air dibutuhkan tumbuhan sebagai pelarut bagi kebanyakan reaksi di dalam tubuh tumbuhan dan dipakai sebagai medium reaksi enzimatis, sehingga proses metabolisme yang terjadi dalam biji yang direndam lebih lama akan berlangsung lebih cepat dan menyebabkan perkecambahan biji juga akan lebih cepat dan lebih efisien. Sebaliknya pada biji yang tidak direndam, kulit biji menjadi keras sehingga proses perkembangannya menjadi lambat. Keberadaan air bagi biji akan mengimbibisi dinding sel biji dan menentukan turgor sel sebelum membelah. Biji dapat diketahui berkecambah jika yang pertama muncul dari biji tersebut adalah radikula (akar lembaga) yang berasal dari kulit biji yang pecah akibat pembengkakan biji setelah biji mengalami proses imbibisi. Pada biji yang kering gas O2 akan masuk ke dalam sel secara difusi. Apabila dinding sel kulit biji dan embrio telah menyerap air, maka suplai okigen akan meningkat pada sel-sel hidup, sehingga memungkinkan untuk terjadinya proses respirasi dan CO 2 yang dihasilkan lebih mudah berdifusi keluar. Sedangkan untuk biji yang tidak direndam, dinding selnya hampir tidak permeable untuk gas, sehingga masuknya O 2 ke dalam biji akan menjadi lambat. Pada biji yang direndam dengan air dapat membentuk alat transport makanan yang berasal dari endosperm, kotiledon pada titik tumbuh, pada embrionik di ujung yang nantinya akan digunakan untuk membentuk protoplasma baru. Namun, ketika suplai air rendah atau tidak tersedia maka pembentukan sitoplasma baru akan berlangsung sangat lambat. Air berpengaruh terhadap kecepatan reaksi biokimia dalam sel yang berhubungan dengan kerja enzim. Perkecambahan memerlukan suhu yang tepat untuk aktivitas enzim, sehingga dalam percobaan ini diletakkan pada tempat gelap. Keadaan gelap berpengaruh terhadap bentuk luar dan laju perpanjangan. Tumbuhan yang diletakkan di tempat gelap akan tumbuh lebih cepat daripada yang ditempatkan di tempat yang terkena cahaya. Hal ini dilakukan untuk menjaga intensitas cahaya yang diterima tumbuhan agar pertumbuhan berlangsung dengan baik. Salah satu faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah hormone tumbuhan. Pada biji cabe mengalami masa dormansi namun tidak lama. Ketika dormansi biji cabe telah hilang maka biji akan membentuk hormon giberelin dan sitokinin yang diperlukan untuk mengungguli efek kerja asam absisat yang penghambat pertumbuhan, sehingga pertumbuhan pun dapat dimulai. Dalam keadaaan tersebut, apabila dilakukan perendaman dalam air maka biji pun akan berkecambah. Kadar air dalam sel berpengaruh terhadap pembentukan hormon, sehingga biji cabe yang direndam selama 4 jam akan lebih cepat berkecambah, akibatnya nilai IKP tinggi dan persentase perkecambahanpun juga tinggi. Sebaliknya dengan biji cabe yang tidak direndam dalam air memiliki nilai IKP yang rendah, akibat hormon giberelin dan sitonin ketika sudah dihasilkan tidak dapat diteruskan pada proses lebih lanjut yaitu perkecambahan karena ketersediaan air tidak mencukupi. Oleh karena itu ketersediaan air mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan. Proses perkecambahan biji juga dipengaruhi oleh oksigen, suhu dan cahaya. Oksigen dipakai untuk proses oksidasi dan reduksi sel, untuk menghasilkan energi. Perkecambahan memerlukan suhu yang tepat untuk proses aktivasi enzim. Perkecambahan tidak dapat berlangsung dalam suhu yang tinggi, karena suhu yang tinggi dapat merusak enzim. Perkecambahan umumnya berlangsung baik dalam keadaan gelap, karena proses ini membutuhkan hormon auksin dan hormon ini mudah mengalami kerusakan pada intensitas cahaya tinggi. Jika sudah terjadi perkecambahan maka tahap selanjutnya adalah pembentukan akar, batang dan daun. Pada ujung akar dan ujung batang terdapat selsel meristem yang dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel yang memiliki struktur dan fungsi yang khusus. Aktivitas meristem sel menyebabkan batang dan akar tumbuh memanjang. BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari hasil percobaan ini dapat diperoleh simpulan, yaitu ada pengaruh perendaman biji dalam air terhadap perkecambahan, biji yang direndam lebih lama memiliki persentase perkecambahan yang lebih besar dibandingkan dengan biji yang direndam lebih singkat atau yang tidak direndam. Begitu pula dengan indeks kecepatan perkecambahan (IKP), biji yang direndam lebih lama memiliki IKP lebih besar dibandingkan biji yang direndam dalam waktu singkat atau tidak direndam. B. Saran Saran yang dapat praktikan berikan untuk praktikan lain yang akan melakukan percobaan yang sama antara lain: 1. Tanamlah biji pada media tanam dan tempat yang sama, sebagai variabel kontrol, 2. Pisahkan biji yang sudah berkecambah dengan biji yang belum berkecambah untuk mempermudah penghitungan 3. Hitung dan amati kecambah yang tumbuh pada waktu yang sama setiap hari, 4. Ambillah biji yang terkena jamur dari media tanam, agar jamur tidak menyerang biji-biji yang lain. DAFTAR PUSTAKA Dwijoseputro. D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia Pustaka Tama. Kimball, John. 1983. Biologi jilid II edisi ke lima. Jakarta: Erlangga. Rahayu, Yuni dkk. 2014. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya Santoso. 1990. Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press. Sastramihardja, D. dkk. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Biologi FMIPA ITB Soerodikosoemo, Wibisono. 1993. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sallisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press. Lovelles, A. R. 1999. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Jakarta: PT. Gramedia Indonesia. LAMPIRAN Gambar 1. Biji pada hari pertama Gambar 2. Biji yang direndam 4 jam dalam air Gambar 3. Biji yang direndam 3 jam dalam air Gambar 4. Biji yang direndam 2 jam dalam air Gambar 5. Biji yang direndam 1 jam dalam air Gambar 6. Biji yang tidak direndam dalam air Perhitungan Persentase Perkecambahan Prosentase perkecambahan = jumlah biji yang berkecamba h x 100% jumlah keseluruha n biji Perhitungan IKP IKP (Indeks kecepatan perkecambahan) = X X X1 X + 2 + 3 +…+ n 2 n 3 1