10 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis Penelitian dengan judul Kajian Semantik pada Slogan Iklan Rokok di Televisi Nasional pernah dilakukan oleh Diana Susiana (2012). Penelitian yang dilakukan oleh Diana Susiana bertujuan (1) menemukan aspek-aspek situasi tuturan yang terdapat dalam wacana slogan iklan rokok, (2) menemukan proses semiosis tanda dalam wacana slogan iklan rokok, dan (3) menjelaskan makna kontekstual yang terdapat dalam wacana slogan iklan rokok. Landasan teori dalam penelitian tersebut adalah (1) bahasa, (2) semantik, (3) tanda, (4) makna kontekstual, dan (5) iklan. Metode penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif kualitatif. Datanya berupa slogan yang terdapat dalam iklan rokok yang ditayangkan pada televisi. Dari hasil penelitian milik Diana Susiana, peneliti belum pernah menemukan penelitian mengenai Analisis Makna pada Slogan Stasiun Televisi Nasional di Indonesia. Dengan demikian, maka peneliti melakukan penelitian mengenai makna dalam slogan stasiun televisi nasional di Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada tujuan penelitian, landasan teori, sumber data. Dalam penelitian ini tujuannya adalah (1) mendeskripsikan jenis makna dari slogan yang dimiliki oleh stasiun televisi nasional di Indonesia, dan (2) mendeskripsikan faktor perubahan makna yang terdapat pada slogan stasiun televisi nasional di Indonesia. Landasan teori penelitian ini adalah (1) bahasa, (2) semantik, (3) jenis makna, (4) faktor perubahan makna, dan (5) 10 Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 11 slogan. Sumber data dalam penelitian ini adalah tayangan mengenai slogan dan website dari stasiun televisi nasional di Indonesia. B. Bahasa 1. Pengertian Bahasa Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu pengertian. Selama ini kita mengartikan bahasa sebagai alat komunikasi karena bahasa pada dasarnya bahasa adalah sebuah alat. Menurut Chaer (2012: 32) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Menurut Dardjowidjodjo (2012: 16) bahasa adalah sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama. Keraf (2004: 2) menyatakan bahwa bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Bolinger (dalam Aminuddin, 2011: 29) menyatakan bahwa bahasa merupakan sesuatu yang bersistem, maka bahasa sebenarnya bersifat arbitrer sekaligus nonarbitrer. Dengan terdapatnya sistem dan sekaligus kesepakatan itulah, bahasa akhirnya dapat digunakan untuk berinteraksi. Poerwadarminta (2007: 80) memberikan pengertian bahwa bahasa diartikan sebagai sistem lambang (tanda yang berupa sebarang bunyi) yang dipakai orang untuk melahirkan pikiran dan perasaan. Bahasa menurut Kridalaksana (2011: 24) adalah sistem lambang bunyi Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 12 yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi atau simbol lisan yang arbitrer yang dapat diperkuat dengan gerak gerik badaniah yang nyata dan digunakan oleh para anggota kelompok sosial atau suatu masyarakat sebagai alat komunikasi untuk bekerja sama, berinteraksi, mengidentifikasi diri. Bahasa juga dipakai orang untuk melahirkan pikiran dan perasaan. Pada akhirnya bahasa dapat digunakan untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari. Oleh karena itu masyarakat menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya. 2. Fungsi Bahasa Selama ini kita mengartikan bahwa bahasa memiliki fungsi sebagai alat komunikasi karena bahasa pada dasarnya adalah sebuah alat. Menurut Keraf (2004: 3-7) fungsi bahasa terdiri atas empat fungsi yaitu (a) untuk menyatakan ekspresi diri, (b) sebagai alat komunikasi, (c) sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan (d) sebagai alat mengadakan kontrol sosial. Finnocchiaro (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 15-17) membagi fungsi bahasa atas enam bagian yaitu (a) fungsi personal atau pribadi, (b) fungsi direktif, (c) fungsi interpersonal, (d) fungsi referensial, (e) fungsi metalingual atau metalinguistik, dan (f) fungsi imaginatif. Halliday (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 15-17) membagi fungsi bahasa atas lima bagian yaitu (a) fungsi Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 13 personal atau pribadi, (b) fungsi instrumental, (c) fungsi intractional, (d) fungsi representational, dan (e) fungsi imaginatif. Menurut Jakobson (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 15-17 fungsi bahasa dibedakan menjadi enam bagian yaitu (a) fungsi emotif, (b) fungsi retorikal, (c) fungsi fatik, (d) fungsi kognitif, (e) fungsi metalingual atau metalinguistik, dan (f) fungsi poetic speech. Dari beberapa pendapat yang sudah dikemukakan mengenai fungsi bahasa tersebut, peneliti menggunakan pendapat yang dikemukakan Keraf (2004: 3-7) yang membagi bahasa menjadi empat fungsi yaitu untuk menyatakan ekspresi diri, sebagai alat komunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial dan sebagai alat mengadakan kontrol sosial. a. Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri. Bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. b. Sebagai alat komunikasi. Bahasa merupakan sarana perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. c. Sebagai alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Bahasa di samping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu serta belajar berkenalan dengan orang lain. Melalui bahasa seorang anggota masyarakat perlahan-lahan belajar mengenal istiadat, tingkah laku dan tatakrama masyarakatnya. Bahasa-bahasa Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 14 menunjukkan perbedaan antara satu dengan yang lainnya, tetapi masingmasing tetap mengikat kelompok penuturnya dalam satu kesatuan. d. Sebagai alat mengadakan kontrol sosial. Kontrol sosial adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain. Semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena dapat diatur dengan menggunakan bahasa. Dalam mengadakan kontrol sosial, bahasa itu mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat. B. Wacana 1. Pengertian Wacana Istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/fak, artinya „berkata, berucap‟ (Douglas dalam Mulyana, 2005: 3). Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tinggi atau terbesar (Chaer, 2012: 267). Wacana menurut Kridalaksana (2011: 259) adalah satuan terlengkap dalam hierarki gramatikal tertinggi atau terbesar, direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh, paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Wacana adalah wujud atau bentuk bahasa yang bersifat komunikatif, interpretatif dan kontekstual (Mulyana, 2005: 21). Menurut Eriyanto (2008: 5) wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan yang utuh, paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 15 lengkap. Wacana juga bersifat komunikatif, interpretatif dan kontekstual dan untuk mengungkapkan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Wacana merupakan satuan gramatikal yang tinggi atau terbesar. Satuan gramatikal wacana dinyatakan dalam bentuk karangan utuh (novel, buku, seri ensiklopedi). Wacana mencakup bukan hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan di muka umum dan juga tulisan. Dalam penelitian ini wacana yang dimaksud adalah wacana slogan yang berupa tulisan atau pembicaraan di muka umum. 2. Unsur Internal Wacana a . Kata Menurut Ramlan (2012: 34) yang dimaksud kata adalah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satuan-satuan bebas merupakan kata. Menurut Kridalaksana (2011: 110) kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Pendapat lain mengatakan bahwa kata adalah kesatuan kumpulan fonem atau huruf terkecil yang mengandung pengertian (Alisyahbana dalam Putrayasa, 2010: 44). Selain itu, Bloomfield (dalam Putrayasa, 2010: 44) mengatakan, kata adalah minimal free from, yaitu sebagai bentuk yang dapat diujarkan tersendiri dan bermakna, tetapi bentuk tersebut tidak dapat dipisahkan atas bagian-bagian yang satu di antaranya (bermakna). Menurut Poerwadarminta (2007: 527) kata adalah apa-apa yang dilahirkan dengan ucapan, ujar, bicara, cakap. Menurut Putrayasa (2010: 43) kata Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 16 merupakan bentuk yang ke dalam mempunyai susunan fonologis stabil yang tidak berubah dan ke luar mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat. Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulakan bahwa kata merupakan satuan bebas yang paling kecil (satuan bahasa) yang dapat berdiri sendiri. Kata terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem dan kumpulan fonem atau huruf terkecil yang mengandung pengertian. Kata juga dapat diujarkan tersendiri dan bermakna. Kata dilahirkan melalui ucapan, ujar, bicara dan cakap. Susunan fonologis kata berbentuk stabil dan tidak berubah serta mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat. b. Frasa Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif (Chaer, 2012: 222). Menurut Kridalaksana (2011: 66) frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, gabungan itu dapat rapat, dapat renggang. Parera (2009: 54) mengatakan bahwa frasa adalah suatu konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau lebih. Sebuah frasa sekurangkurangnya mempunyai dua anggota pembentuk. Menurut Tarigan (2009: 96) frasa adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa atau yang tidak melampaui batas subjek atau predikat, dengan kata lain sifatnya tidak predikatif. Dari pengertian beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih. Frasa mempunyai sifat nonpredikatif yang berupa gabungan kata yang dapat rapat Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 17 dan dapat renggang. Gabungan tersebut terbentuk oleh dua kata atau lebih. Frasa tidak mempunyai ciri-ciri klausa atau tidak melampaui batas subjek atau predikat. Jadi, sebuah frasa sekurang-kurangnya mempunyai dua anggota pembentuk yang bersifat nonpredikatif. c. Kalimat Menurut Parera (2009: 21) kalimat adalah sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari sebuah konstruksi ketatabahasaan yang lebih besar dan lebih luas. Kalimat adalah kata atau kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan yang mengutarakan suatu pikiran dan perasaan (Poerwadarminta, 2007: 513). Fokker (dalam Mulyana, 2005: 8) menyatakan bahwa kalimat adalah ucapan bahasa yang memiliki arti penuh dan batas keseluruhannya ditentukan oleh intonasi (sempurna). Menurut Tarigan (2009: 6) kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa. Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa (Kridalaksana, 2011: 103). Menurut Chaer (2012: 240) kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari sebuah konstruksi ketatabahasaan yang lebih besar dan lebih luas. Konstruksi ketatabahasaan tersebut data berupa kata atau kelompok kata. Kalimat merupakan Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 18 suatu kesatuan yang mengutarakan pikiran dan perasaan. Kalimat memiliki arti penuh dan batas keseluruhannya ditentukan oleh intonasi. Kalimat dibentuk dari kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. d. Teks Menurut Kridalaksana (2011: 238) teks adalah satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak. Halliday (1992: 13) berpendapat bahwa teks adalah bahasa yang berfungsi, bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi, berlainan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat lepas yang mungkin dituliskan di papan tulis. Menurut Eriyanto (2008: 9) teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya. Santoso (2003: 17) mengemukakan bahwa teks adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas untuk mengekspresikan fungsi atau makna sosial dalam suatu konteks situasi dan konteks kultural. Menurut Budiman (dalam Sobur, 2009: 53) teks adalah seperangkat tanda yang ditransmisikan dari seorang pengirim pada seorang penerima melalui medium tertentu dan dengan kode-kode tertentu. Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa teks adalah satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak. Teks merupakan bahasa yang berfungsi untuk melaksanakan tugas tertentu dalam kontes situasi yang di dalamnya terdapat kata-kata atau kalimat-kalimat. Sebuah teks bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, gambar, efek Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 19 suara, citra dan sebagainya. Teks ditransmisikan dari seorang pengirim pada seorang penerima melalui medium tertentu dan dengan kode-kode tertentu. Dalam hal ini dikhususkan pada teks slogan yang berupa kata-kata, gambar dan efek suara. 3. Unsur Eksternal Wacana Konteks adalah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab atau alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Oleh karena itu konteks sangat berpengaruh dalam menentukan makna suatu wacana. Syafi‟e (dalam Mulyana, 2005: 24) membedakan konteks menjadi: (1) konteks linguistik, (2) konteks epistemis, (3) konteks fisik, dan (4) konteks sosial. Menurut Halliday (1992: 66-67) konteks dibedakan menjadi: (1) konteks situasi, (2) konteks budaya, (3) konteks intertektual, dan (4) konteks intratekstual. Setelah merangkum pendapat kedua pakar, peneliti membatasi teori tentang konteks sosial, konteks budaya dan konteks situasi untuk mendeskripsikan makna yang terdapat pada slogan stasiun televisi nasional di Indonesia. a. Konteks Sosial Konteks sosial (social context) yaitu relasi sosio-kultural yang melengkapi hubungan antara pelaku atau partisipan dalam percakapan (Syafi‟ie dalam Mulyana, 2005: 24). Menurut Lobov (dalam Parera, 2004: 224) ada kaidah-kaidah tertentu dalam wacana yang tidak dapat dideskripsikan tanpa rujukan ke konteks sosial. Setiap wacana harus dianalisis secara atau sesuai dengan konteks sosial dan Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 20 konteks keterjadian. Menurut Poerwadarminta (2007: 613&1141) konteks adalah apa yang ada di depan atau di belakang (kata, kalimat, ucapan) yang membantu menentukan makna. Sosial adalah segala sesuatu mengenai masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa konteks sosial adalah yaitu relasi sosio-kultural yang melengkapi hubungan antara pelaku atau partisipan dalam percakapan. Wacana percakapan tertentu tidak dapat dideskripsikan tanpa rujukan ke konteks sosial. Setiap wacana harus dianalisis sesuai dengan konteks sosial dalam wacana tersebut. Konteks sosial membantu menentukan makna yang berkaitan dengan masyarakat yang melengkapi hubungan antara pelaku atau partisipan dalam percakapan. Masayarakat berpengaruh terhadap penggunaan slogan yang digunakan stasiun televisi nasional. b. Konteks Kultural (Budaya) Konteks budaya adalah keseluruhan kebudayaan atau situasi nonlinguistis di mana sebuah komunikasi terjadi (Kridalaksana, 2011: 135). Halliday (1992: 66) menyatakan bahwa konteks budaya adalah latar belakang kelembagaan dan ideologis yang memberi nilai pada teks dan mendayakan penafsirannya. Latar belakang tersebut lebih luas dan diacu untuk menafsirkan teks. Budaya menurut Poerwadarminta (2007: 180) adalah akal, budi pekerti, jiwa yang telah berkembang, beradab atau maju. Menurut Parera (2004: 227) konteks adalah satu situasi yang terbentuk karena terdapat setting, kegiatan dan relasi. Dapat disimpulkan bahwa konteks budaya adalah keseluruhan kebudayaan atau situasi non linguistis di mana sebuah komunikasi terjadi. Komunikasi Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 21 tersebut terjadi karena adanya akal, budi pekerti, jiwa, yang telah berkembang berdab atau maju. Konteks budaya terbentuk karena terdapat setting, kegiatan dan relasi. Konteks budaya merupakan latar belakang kelembagaan dan ideologis. Konteks budaya memberi nilai pada teks dan mendayakan penafsirannya. c. Konteks Situasi Konteks situasi (context of situation) adalah lingkungan nonlinguistis ujaran yang merupakan alat untuk memperinci ciri-ciri situasi yang diperlukan untuk memahami makna ujaran (Kridalaksana, 2011: 135). Menurut Halliday (1992: 62) konteks situasi adalah lingkungan langsung tempat teks itu benar-benar berfungsi. Menurut Poerwadarminta (2007: 613 & 1135) konteks adalah apa yang ada di depan atau di belakang (kata kalimat, ucapan) yang membantu menentukan makna (kata kalimat, ucapan, dsb). Situasi adalah keadaan. Dari pengertian beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa konteks situasi adalah lingkungan atau keadaan nonlinguistis ujaran yang merupakan alat. Konteks situasi digunakan untuk memperinci ciri-ciri situasi yang diperlukan untuk memahami makna ujaran. Makna ujaran yang dipahami meliputi kata, kalimat, ucapan dan sebagainya. Konteks situasi adalah keadaan yang membantu menentukan makna baik kata, kalimat, ucapan dan sebagainya. Selain itu, konteks situasi merupakan lingkungan langsung tempat teks itu benar-benar terjadi. D. Semantik 1. Pengertian Semantik Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti „tanda‟ atau „lambang‟. Kata Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 22 kerjanya adalah semaio yang berarti „menandai‟ atau „melambangkan‟. Yang dimaksud tanda atau lambang di sini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik. Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, semantik merupakan cabang linguistik yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu sosial-soial lain seperti sosiologi dan antropologi, bahkan juga dengan filsafat dan psikologi (Chaer, 2013: 2-4). Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Oleh karena itu, semantik mencakup makna-makna kata, perkembangan dan perubahannya (Tarigan, 2009 :7). Menurut Kridalaksana (2011: 216) semantik merupakan bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara. Dari pendapat beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa semantik adalah telah makna. Semantik merupakan cabang linguistik yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu sosial lain yang menyatakan makna. Salah satu cabang linguistik yang memiliki hubungan dengan semantik adalah sosiologi, hal ini dikarenakan sering dijumpai bahwa penggunaan kata-kata tertentu untuk mengatakan sesuatu makna dapat menandai kelompok dalam masyarakat. Semantik berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara serta pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Dalam penilitian ini semantik digunakan untuk mengkaji slogan televisi yang ditujukan oleh pihak televisi kepada masyarakat. Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 23 2. Jenis Semantik Seperti yang telah dijelaskan bahwa yang menjadi objek studi semantik adalah makna bahasa. Lebih tepat lagi, makna dari satuan-satuan bahasa seperti kata, frasa, klausa, kalimat, wacana. Untuk mempelajari makna tersebut semantik dibagi menjadi beberapa jenis. Menurut Verhaar (1985: 124-131), semantik memiliki 3 jenis, yaitu: (a) semantik leksikal, (b) semantik gramatikal, dan (c) semantik maksud. Berikut adalah uraian dari ketiga jenis semantik tersebut. a. Semantik Leksikal Semantik leksikal yaitu tataran atau bagian dari bahasa yang menyelidiki makna pada leksem-leksem dari bahasa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal (Chaer, 2013: 8). Leksem adalah istilah yang lazim digunakan dalam istilah studi semantik untuk menyebut satuan bahasa bermakna. Setiap leksem atau unsur leksikal memiliki arti atau makna tertentu. Bila makna tersebut diuraikan untuk setiap kata (dalam bahasa tertentu) hal itu merupakan tugas ahli leksikologi atau leksikografi (Verhaar, 1985: 127). b. Semantik Gramatikal Tataran tata bahasa atau gramatika dibagi menjadi dua subtataran, yaitu morfologi dan sintaksis. Morfologi adalah cabang dari linguistik yang mempelajari struktur intern kata, serta proses-proses pembentukannya, sedangkan sintaksis adalah studi mengenai hubungan kata dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar yaitu frasa, klausa dan kalimat. Satuan-satuan morfologi yaitu morfem dan kata, maupun satuan sintaksis yaitu kata, frasa, klausa dan Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 24 kalimat jelas ada maknanya. Baik proses morfologi dan proses sintaksis juga mempunyai makna. Oleh karena itu, pada tataran ini ada masalah-masalah semantik yaitu yang disebut semantik gramatikal karena objek studinya adalah makna-makna gramatikal dari tataran tersebut (Chaer, 2013: 9). Jadi, dapat disimpulkan bahwa semantik gramatikal adalah tataran atau bagian dari bahasa yang menyelidiki makna karena terjadinya proses grmatikal. c. Semantik Maksud Semantik maksud yaitu tataran atau bagian bahasa yang berkenaan dengan pemakaian bentuk-bentuk gaya bahasa seperti metafora, ironi, litotes dan sebagainya. Lazim diartikan sebagai bidang studi semantik yang mempelajari makna ujaran yang sesuai dengan konteks situasinya (Chaer, 2013: 10). Semantik maksud harus menyangkut bahasa. Dalam hal metafora jelas menyangkut bahasa. Kadang-kadang sulit dibedakan maksud linggual dan maksud ekstralinggual, khususnya dalam hal nada suara (Verhaar, 1985: 131). E. Makna 1. Pengertian Makna Menurut Djajasudarma (2009: 7) makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Grice dan Bolinger (dalam Aminuddin, 2011: 52-53) mengatakan bahwa makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Menurut pandangan Ferdinand de Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 25 Saussure (dalam Chaer, 2012: 287) bahwa makna adalah „pengertian‟ atau „konsep‟ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Menurut Pateda (2010: 79) makna (meaning) merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang linguistik. Dari pendapat beberapa ahli maka dapat disimpulkan pengertian makna yaitu hubungan antar bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa. Hubungan para pemakai bahasa harus disepakati agar saling dimengerti. Makna merupakan konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Makna juga dapat diartikan pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri. Sebuah makna juga merupakan istilah yang membingungkan. 2. Jenis Makna Bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa menjadi bermacam-macam bila dilihat dari kriteria dan sudut pandang yang berbeda. Menurut Chaer (2013: 6078) jenis makna meliputi: (1) makna leksikal dan gramatikal, (2) makna referansial dan nonreferensial, (3) makna denotatif dan makna konotatif, (4) makna konseptual dan makna asosiatif, (5) makna idiomatikal dan peribahasa (6) makna kias, dan (7) makna lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Selanjutnya menurut Pateda (2010: 97-132) jenis makna dibedakan menjadi: (1) makna afektif, (2) makna denotatif, (3) makna deskriptif, (4) makna ekstensi, (5) makna emotif, (6) makna gereflekter, (7) makna gramatikal, (8) makna idesional, (9) makna intensi, Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 26 (10) makna khusus, (11) makna kiasan, (12) makna kognitif, (13) makna kolokasi, (14) makna konotatif, (15) makna konseptual, (16) makna kontruksi , (17) makna kontekstual, (18) makna leksikal, (19) makna lokusi, (20) makna luas, (21) makna piktorial, (22) makna proporsional, (23) makna pusat, (24) makna referensial, (25) makna seempit, (26) makna stilistika, (27) makna tekstual, (28) makna tematis, dan (29) makna umum. .Hal serupa juga dikemukakan oleh Djajasudarma (2009: 8-20) jenis makna meliputi: (1) makna sempit, (2) makna luas, (3) makna kognitif, (4) makna konotatif dan emotif, (5) makna referensial, (6) makna kontruksi, (7) makna leksikal dan gramatikal, (8) makna idesional, (9) makna proposisi, (10) makna pusat, (11) makna piktorial, dan (12) makna idiomatik. Setelah merangkum pendapat ketiga pakar, peneliti membatasi teori tentang makna asosiatif, makna denotatif, makna ekstensi, makna emotif dan makna kiasan untuk mendeskripsikan jenis makna yang terdapat pada slogan stasiun televisi nasional di Indonesia. Hanya kelima jenis makna itu yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini. a. Makna Asosiatif Chaer (2013: 72) mengatakan bahwa makna asosiatif adalah adalah makna yang dimilki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Makna asosiatif ini sesungguhnya sama dengan perlambangperlambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Maka dengan demikian, dapat dikatakan melati digunakan sebagai perlambang „kesucian‟. Merah digunakan sebagai perlambang „keberanian‟ (dalam dunia politik sebagai lambang golongan komunis). Srikandi digunakan sebagai perlambangan „kepahlawanan wanita‟. Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 27 b. Makna Denotatif Makna denotatif (denotative meaning) adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat. Makna denotatif adalah makna polos, makna apa adanya, sifatnya objektif. Makna denotatif didasarkan atas petunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan pada konvensi tertentu. Makna denotatif dapat disebut makna sebenarnya (Pateda, 2010: 98). Menurut Chaer (2012: 292) makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna denotatif menurut Djajasudarma (2009: 11) adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Dari pengertian para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa makna denotatif yaitu makna asli atau sebenarnya, yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan dan bersifat objektif. Misalnya kata uang yang mengandung makna benda kertas atau logam yang digunakan dalam transaksi jual beli. Kita memaknakan uang tanpa mengasosiasikannya dengan halhal lain. Makna yang terkandung dalam uang tidak dihubungkan dengan hal-hal lain, tidak ditafsirkan dalam kaitannya degngan benda atau peristiwa lain. Makna denotatif dapat disebut makna sebenarnya. c. Makna Ekstensi Makna ekstensi (extensional meaning) adalah makna yang mencakup semua ciri-ciri obyek atau konsep (Kridalaksana dalam Pateda, 2010: 100). Makna ini meliputi semua konsep yang ada pada kata. Makna Ekstensi mencakup Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 28 semua makna atau kemungkinan makna yang muncul dalam kata. Misalnya kata ayah dapat dimaknakan (i) orangtua anak-anak, (ii) laki-laki, (iii) telah beristri, (iv) tidak memakai BH, (v) sebagai kepala rumah tangga, dan (vi) orang yang berusaha keras mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Setiap kata dapat diuraikan komponen-komponen maknanya. Semua komponen yang membentuk pemahaman kita tentang kata tersebut, itulah makna ekstensinya (Pateda, 2010: 100). d. Makna Emotif Makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai atau terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan (Shipley dalam Pateda, 2010: 101). Menurut Djajasudarma (2009: 13) makna emotif adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar, penulis dan pembaca) ke arah yang positif. Makna emotif menunjuk sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan. Makna emotif cenderung mengacu kepada halhal (makna) yang positif. Dari pengertian beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa makna emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi atau sikap terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan (pembicara dan pendengar, penulis dan pembaca) ke arah yang positif. Misalnya, kata kerbau yang muncul dalam urutan kata engkau kerbau. Kata kerbau ini menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar, atau dengan kata lain kata kerbau mengandung makna emotif. Kata kerbau dihubungkan dengan perilaku yang malas, lamban dan dianggap sebagai penghinaan. Orang Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 29 yang mendengarnya merasa tersinggung, perasaannya tidak enak. Tidak heran jika orang yang mendengar kata itu akan mengambil sikap melawan, dan kalau orang itu tidak terlalu memahami hal-hal yang berhubungan dengan hukum maka kemungkinan ia akan meninju orang yang berkata atau mengatai kerbau tersebut. e. Makna Kiasan Makna kiasan (transferred meaning atau figurative meaning) adalah pemakain kata yang maknanya tidak sebenarnya (Kridalaksana dalam Pateda, 2010: 108). Menurut Pateda (2010: 108) makna kiasan tidak sesuai lagi dengan konsep yang terdapat di dalam kata tersebut. Makna kiasan sudah bergeser dari makna sebenarnya, namun kalau dipikir secara mendalam, masih ada kaitan dengan makna sebenarnya. Makna kiasan banyak tedapat di dalam idiom, peribahasa dan ungkapan. Dalam Bahasa Indonesia terdapat kata batang yang muncul dalam ungkapan: Jangan berdiri di situ seperti batang, berbuatlah sesuatu. Kata batang di sini tidak dihubungkan lagi dengan batang pohon, batang pisang, tetapi dihubungkan dengan orang yang tegak saja, diam, tidak bekerja. 3. Perubahan Makna a. Pengertian Perubahan Makna Menurut Parera (2004: 107) perubahan makna adalah gejala pergantian rujukan dari simbol bunyi yang sama, ini berarti dalam konsep perubahan makna terjadi pergantian rujukan yang berbeda dengan rujukan semula. Sedangkan menurut Chaer (2013: 130) secara sinkronis makna sebuah kata tidak akan berubah; tetapi secara diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Maksudnya Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 30 dalam masa yang relatif singkat makna sebuah kata akan tetap sama, tidak berubah. Tetapi, dalam waktu yang relatif lama ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah. Selanjutnya menurut Pateda (2010: 158) perubahan terjadi karena manusia sebagai pemakai bahasa menginginkannya; pembicara membutuhkan kata; manusia membutuhkan kalimat untuk berkomunikasi; membutuhkan kata-kata baru dan lain sebagainya. Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa perubahan makna adalah pergantian rujukan yang berbeda dengan rujukan semula. Manusia sebagai pemakai bahasa menginginkannya, membutuhkan kata, membutuhkan kalimat untuk berkomunikasi, membutuhkan kata-kata baru untuk mengungkapkan konsep-konsep baru. Makna sebuah kata tiak akan berubah artinya secara sinkronis sedangkan secara diakronis kemungkinan dapat berubah. Maksudnya dalam masa yang relatif singkat makna sebuah kata akan tetap sama, tidak berubah. Tetapi, dalam waktu yang relatif lama ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah. b. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Makna Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Pemakaian bahasa diwujudkan di dalam bentuk kata-kata dan kalimat. Manusialah yang menggunakan kata dan kalimat itu dan manusia pula yang menambahkan kosakata yang sesuai dengan kebutuhannya (Pateda, 2010: 158). Ada kemungkinan ini bukan berlaku untuk semua kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa, melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata saja. Dengan demikian, perubahan makna dalam lingkungan masyarakat dapat terjadi dan banyak faktor yang menyebabkannya. Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 31 Membicarkan perubahan makna, orang tidak melepaskan diri dari pembicaraan tentang lambang dan acuan. Perubahan makna yang menampak dalam kata-kata adalah akibat perkembangan kebutuhan manusia sebagai pemakai bahasa. Menurut Pateda (2010: 160-161) faktor yang memudahkan terjadinya perubahan makna antara lain: (1) kebetulan, (2) kebutuhan baru, (3) tabu. Selanjutnya menurut Chaer (2013: 132-140) faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna di antaranya: (1) perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, (2) perkembangan sosial dan budaya, (3) perkbedaan bidang pemakaian, (4) adanya asosiasi, (5) pertukaran tanggapan indra, (6) perbedaan tanggapan, (7) adanya penyingkatan, (8) proses gramatikal, (9) pengembangan istilah. Hal serupa juga dikemukakan oleh Ullmann (dalam Pateda, 2010: 163167) yang menyebutkan beberapa hal sebagai faktor perubahan makna antara lain: (1) faktor kebahasaan, (2) faktor kesejarahan, (3) faktor sosial, (4) faktor psikologis, (5) pengaruh bahasa asing, dan (6) kebutuhan kata baru. Penelitian ini menggunakan rangkuman ketiga pakar dan membatasi menjadi: (1) perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, (2) perkembangan sosial dan budaya, (3) adanya asosiasi, (4) kebutuhan kata yang baru, (5) pengaruh bahasa asing. 1) Perkembangan dalam Bidang Ilmu dan Teknologi Perkembangan dalam ilmu dan kemajuan dalam teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang terkandung telah berubah sebagai akibat dari Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 32 pandangan baru, atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi (Chaer, 2013: 131). Menurut Parera (2004: 117) kemajuan kebudayaan, ilmu dan teknologi dengan temuan dan pikiran baru memerlukan kosakata secukupnya untuk sarana komunikasi. Lahirlah banyak kosakata baru, inovasi kata baru, inovasi kata lama dengan makna baru, perluasan makna yang sudah ada dan akhirnya juga digunakan metafora-metafora baru. Sebagai akibat perkembangan teknologi kita lihat kata berlayar yang pada awalnya bermakna „perjalanan di laut (di air) dengan menggunakan perahu atau kapal yang digerakan dengan tenaga layar‟. Walaupun kini kapal-kapal besar tidak lagi menggunakan layar, tetapi sudah menggunakan tenaga mesin, malah juga tenaga nuklir, namun kata berlayar masih digunakan. Nama perusahaanya pun masih bernama pelayaran seperti Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI). Malah lebih jauh lagi bagi umat Islam di Indonesia kata berlayar diberi makna „pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah‟. Kini pun, meskipun perjalanan ke Mekkah sudah tidak lagi menggunakan kapal laut, sudah diganti dengan kapal terbang, masih terdengar ucapan “Insya Allah tahun depan kami akan berlayar” belum terdengar ucapan “Insya Allah tahun depan kami akan terbang”. 2) Perkembangan Sosial dan Budaya Perekembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna (Chaer, 2013: 132). Perkubahan makna yang disebabkan oleh faktor sosial dihubungkan dengan perkembangan makna kata dalam masyarakat (Pateda, 2010: 165). Menurut Parera (2004: 112) masyarakat pemakai bahasa mempengaruhi pergeseran dan perubahan makna. Berdasarkan pengalaman, pemakai bahasa Indonesia mempengaruhi makna kata untuk Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 33 menggambarkan pengalaman mereka sedekat dan senyata mungkin. Menurut Chaer (2012: 311) perkembangan dalam masyarakat berkenaan dengan sikap sosial dan budaya yang menyebabkan terjadinya perubahan makna. Misalnya kata saudara bermakna „seperut‟ atau „orang yang lahir dari kandungan yang sama‟. Tetapi kini kata saudara digunakan juga untuk menyebut orang lain, sebagai kata sapaan, yang diperkirakan sederajat, baik usia maupun kedudukan sosial. Pada zaman feodal dulu, untuk menyebut orang lain yang dihormati, digunakan kata tuan. Kini, kata tuan yang berbau feudal itu, kita ganti dengan kata bapak, yang terasa lebih demokratis. 3) Adanya Asosiasi Menurut Chaer (2012: 313) yang dimaksud dengan adanya asosiasi di sini adalah adanya hubungan antara sebuah bentuk ujaran dengan sesuatu yang lain yang berkenaan dengan bentuk ujaran itu, sehingga dengan demikian bila disebut ujaran itu maka yang dimaksud adalah sesuatu yang lain yang berkenaan dengan ujaran itu. Umpamanya, kata amplop. Makna amplop sebenarnya adalah „sampul surat‟. Tetapi dalam kalimat “Supaya urusan cepat beres, beri saja amplop”, amplop itu bermakna „uang sogok‟. Amplop yang sebenarnya harus berisi surat, dalam kalimat ini berisi uang sogok. Jadi, dalam kalimat itu kata amplop berasosiasi dengan uang sogok. 4) Kebutuhan Kata yang Baru Perubahan makna karena faktor kebutuhan terhadap kata baru dapat dijelaskan dari segi kebutuhan pemakai bahasa. Telah diketahui bahwa pemikiran manusia berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 34 memerlukan nama atau kata baru, karena bahasa adalah alat komunikasi. Kadangkadang konsep baru itu belum ada lambangnya. Dengan kata lain manusia berhadapan dengan ketiadaan kata atau istilah baru yang mendukung pemikirannya. Kebutuhan tersebut bukan saja kata atau istilah tersebut belum ada, tetapi oang merasa bahwa perlu menciptakan kata atau istilah baru untuk suatu konsep hasil penemuan manusia (Pateda, 2010: 167). Misalnya kata bui, penjara, tutupan, diganti dengan kata lembaga pemasyarakatan. Orang yang di dalamnya disebut napi atau orang lembaga. Penggantian kata tutupan menjadi lembaga pemasyarakatan berhubungan pula dengan konsep kata tersebut. Orang yang mendekam di lembaga pemasyarakatan bukan saja ditahan, tetapi mereka sekaligus disadarkan agar mereka dapat menjalankan fungsi kemanusiaan yang wajar di tengah-tengah masyarakat. Mereka diberi aneka ketrampilan, diberikan hiburan, diberikan santapan rohani berupa penerangan agama, diberikan kesempatan olahraga yang semuanya tidak pernah ada ketika masih ada di zaman penjajahan Belanda. 5) Pengaruh Bahasa Asing Perubahan bahasa satu terhadap bahasa yang lain tidak dapat dihindarkan. Hal itu disebabkan oleh interaksi antara sesama bangsa. Itu sebabnya pengaruh bahasa asing terhadap Bahasa Inonesia, juga tidak dapat dihindarkan (Pateda, 2010: 166). Misalnya kata keran yang berasal dari bahasa Inggris crank yang kemudian dalam Bahasa Indonesia bermakna keran, pancuran air leding yang dapat dibuka dan ditutup. Selain itu, terdapat kata paper yang berasal dari bahasa Inggris paper yang bermakna kertas, namun dalam Bahasa Indonesia, makna kata Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 35 paper dikaitkan dengan karya ilmiah yang disusun untuk didiskusikan dalam forum ilmiah berupa seminar atau kongres. c. Jenis Perubahan Makna Perubahan makna yang terjadi akibat adanya berbagai faktor memunculkan beberapa jenis perubahan makna. Menurut Chaer (2013: 140-144) membagi jenis peruahan makna menjadi: (1) meluas, (2) menyempit, (3) perubahan total, (4) penghalusan, (5) pengasaran. Menurut Tarigan (2009: 79-90) membagi jenis perubahan makna menjadi: (1) generalisasi, (2) spesialisasi, (3) ameliorasi, (4) peyorasi, (5) sinestesia, (6) asosiasi. Dalam penelitian ini pembahasan perubahan makna dijadikan satu dengan faktor-faktor perubahan makna karena adanya pembatasan pada pembahasan faktor-faktor perubahan makna. Setiap kata yang mengalami perubahan makna akibat faktor yang mempengaruhi perubahan makna memiliki jenis makna tersendiri. 1) Generalisasi (Meluas) Generalisasi atau perluasan adalah suatu proses perubahan makna kata dari yang lebih khusus kepada yang lebih umum, atau dari yang lebih sempit kepada yang lebih luas. Dengan kata lain, bahwa cakupan makna pada masa kini lebih luas daripada makna pada masa lalu (Tarigan, 2009: 79). Gejala ini terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah „makna‟, tetapi kemudian karena karena berbagai faktor menjadi memiliki makna lain (Chaer, 2013: 140). Umpamanya kata saudara pada mulanya hanya bermakna „seperut‟ atau „sekandung‟, kemudian maknannya berkembang menjadi „siapa Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 36 saja yang sepertalian darah‟. Lebih jauh lagi, selanjutnya siapa pun yang masih mempunyai kesamaan asal-usul disebut juga saudara. 2) Spesialisasi (Menyempit) Yang dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja (Chaer, 2013: 142). Proses spesialisasi mengacu pada suatu perubahan makna menjadi lebih khusus atau lebih sempit. Kata tertentu pada suatu waktu dapat diterapkan pada suatu kelompok umum, tetapi belakangan mungkin semakin terbatas atau kian sempit dan khusus dalam maknanya. Dengan kata lain, cakupan makna pada masa lalu lebih luas daripada masa kini (Tarigan, 2009: 81). Contoh adalah kata preman, pada masa lalu berarti „partikelir, bukan tentara‟, sedangkan pada masa kini berarti „brandalan‟. 3) Perubahan Total Mennurut Chaer (2013: 142) yang dimaksud perubahan total adalah berubahnya makna sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tampak sudah jauh sekali. Misalnya kata pena pada mulanya berarti „bulu‟. Kini maknannya sudah berubah total karena kata pena berarti „alat tulis yang menggunakan tinta‟. Memang sejarahnya ada, yaitu dulu orang menulis dengan tinta menggunakan bulu ayam atau bulu angsa sebagai alatnya, sedangkan bulu ini dalam bahasa Sansekerta disebut pena. Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 37 4) Ameliorasi (Penghalusan) Kata ameliorasi (yang berasal dari bahasa Latin melior „lebih baik‟) berarti „membuat menjadi lebih baik, lebih tinggi, lebih anggun, lebih halus‟. Dengan kata lain, perubahan ameliorasi mengacu kepada peningkatan makna kata. Makna baru dianggap lebih baik atau lebih tinggi nilainya daripada makna dulu (Tarigan, 2009: 83). Menurut Chaer (2013: 143) penghalusan (eufemia) merupakan gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Misalnya kata penjara atau bui diganti dengan kata ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu lembaga pemasyarakatan. 5) Peyorasi (Pengasaran) Menurut Tarigan (2009: 85) peyorasi adalah suatu proses perubahan makna kata menjadi lebih jelek atau lebih rendah daripada makna semula. Kata peyorasi berasal dari bahasa Latin pejor yang berarti „jelek, buruk‟. Menurut Chaer (2013: 144) pengasaran (disfemia) yaitu usaha untyk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan. Misalnya kata mendepak dipakai untuk mengganti kata mengeluarkan seperti dalam kalimat Juventus berhasil mendepak Real Madrid di semifinal. 6) Sinestesia Menurut Tarigan (2009: 88) sinestesia adalah perubahan makna yang terjadi akibat pertukaran tanggapan antara dua indra yang berbeda. Alat indra Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 38 manusia yang berjumlah lima, sebenarnya sudah mempunyai tugas-tugas tertentu untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Dalam pemakaian bahasa Indonesia secara umum banyak sekali terjadi gejala sinestesia. Misalnya kata sedap pada kalimat Suaranya sedap didengar. Kata sedap adalah urusan indra perasa lidah, tetapi dalam alimat tersebut digunakan untk tanggpan indra pendengar. 7) Asosiasi Menurt Tarigan (2009: 90) ada perubahan yang terjadi sebagai akibat persamaan sifat. Perubahan makna seperti itu disebut asosiasi. Makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Misalnya kata garuda pada kalimat Saya naik Garuda ke Medan. Kata garuda yang bermakna „sejenis burung elang besar‟ diasosiasikan dengan pesawat terbang. F. Slogan 1. Pengertian Slogan Kata slogan berasal dari kata sluagghairm (bahasa Gaelik) yang artinya „teriakan bertempur‟. Slogan adalah kata-kata yang menarik atau mencolok dan mudah diingat yang dipakai untuk mengiklankan sesuatu (Poerwadarminta ,2007 :1136). Menurut Tim Penulis (dalam Materi Inti dan Soal-Soal Bahasa Indonesia 2, 2009: 79) slogan adalah perkataan atau kalimat pendek yang menarik atau mencolok dan mudah diingat untuk menginformasikan atau menjelaskan tujuan suatu golongan, organisasi, ideologi, partai politik dan sebagainya. Slogan Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 39 menurut TIM MGMP Kabupaten Banyumas (2013: 71) adalah perkataan atau kalimat pendek yang menarik atau mencolok atau mudah diingat untuk memberitahukan sesuatu. Slogan juga sering diartikan sebagai motto di dalam masyarakat kita sehingga kita sering menjumpai banyak organisasi yang memiliki motto atau slogan. Setelah mengetahui beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa slogan adalah perkataan atau kalimat pendek yang menarik, mencolok dan mudah diingat untuk memberitahukan atau menyampaikan sesuatu. Umumnya orang melihat sebuah slogan dalam bentuk iklan, penjual atau produsen membuat slogan untuk menjelaskan dan mempromosikan produk dan jasanya kepada masyarakat luas. Slogan berupa ungkapan yang khas, indah, unik dan mudah dikenali. Banyak sekali poster atau iklan jasa maupun barang yang menggunakan slogan-slogan tertentu untuk memikat pelanggan atau pembelinya. Saat ini penggunaan slogan sudah meluas kepada hal-hal lain seperti kampanye anti korupsi, kampanye anti narkoba dan lain-lain. 2. Fungsi Slogan Dibuatnya sebuah slogan tentu berdasarkan tujuan-tujuan tertentu, yaitu: a. menyampaikan suatu informasi kepada khalayak ramai, b. mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu, c. menghimbau orang lain agar mau melakukan suatu hal, d. memotivasi orang lain agar senantiasa bersemangat, e. menyadarkan orang lain akan sesuatu yang berbahaya (http://posterina.blogspot.com/2014/09/pengertian-slogan-tujuan-serta-ciri.html). Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 40 3. Ciri-ciri Slogan Slogan juga memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan yang lain, yaitu: a. merupakan sebuah frasa, kata-kata, kalimat ataupun motto, b. merupakan sebuah ide atau gagasan yang memiliki tujuan tertentu, c. terdiri dari beberapa kata singkat, menarik dan mudah diingat, d. di dalamnya terdapat ajakan atau informasi yang tersirat, e. bisa berupa motto atau semboyan individu maupun organisasi (http://posterina.blogspot.com/2014/09/pengertian-slogan-tujuan-serta-ciri.html). Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015 41 Peta Konsep Analisis Makna pada Slogan Stasiun Televisi Nasional di Indonesia Semantik Bahasa Pengertian Bahasa Fungsi Bahasa Pengertian Wacana Unsur Internal 1. 2. 3. 4. Kata Frasa Kalimat Teks Teks Wacana Unsur Eksternal Semantik Gramatikal Semantik Maksud Makna Pengertian Makna Slogan Jenis Semantik Jenis Makna 1. 2. 3. 4. 5. Makna Asosiatif Makna Denotatif Makna Ekstensi Makna Emotif Makna Kiasan Faktor Perubahan Makna 1. Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi 2. Perkembangan Sosial dan Budaya 3. Adanya Asosiasi 4. Kebutuhan kata yang baru 5. Pengaruh Bahasa Asing 41 Ciri-ciri Slogan Semantik Leksikal 1. Konteks Sosial 2. Konteks Kultural 3. Konteks Situasi Pengertian Slogan Fungsi Slogan Pengertian Semantik Analisis Makna Pada..., Siswoko Aji, FKIP UMP, 2015