faktor-faktor pendukung dalam upaya

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DALAM UPAYA MEWUJUDKAN
PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS
BAGI PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN
15-30 TAHUN DI WILAYAH PATANGPULUHAN
PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN-YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Njo Mei Fang
NIM: 121124056
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada
Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Sebab segala sesuatu adalah dari Dia dan oleh Dia, dan kepada Dia;
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.”
(Rm 11:36)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DALAM
UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN
INDISSOLUBILITAS BAGI PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK YANG
USIA PERKAWINAN 15-30 TAHUN DI WILAYAH PATANGPULUHAN
PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN-YOGYAKARTA,
dipilih penulis untuk membantu pasangan suami istri Katolik yang kurang
menghayati perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Dalam perkawinan
Katolik, pasangan suami istri mengikrarkan janji perkawinan untuk setia seumur
hidup dalam suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit, dalam upaya
mewujudkan ciri/ sifat perkawinan Katolik, yakni unitas dan indissolubilitas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pasangan suami istri
Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun, ditemukan pasangan suami istri
menghayati janji perkawinan untuk tetap setia seumur hidup didukung oleh
beberapa faktor antara lain: faktor kepribadian, faktor internal keluarga, faktor
budaya, faktor kesehatan dan faktor fisik dalam upaya dalam upaya mewujudkan
perkawinan yang unitas; sedangkan faktor pendukung dalam upaya mewujudkan
perkawinan yang indissolubilitas, yakni: faktor iman, ekonomi dan sosial. Faktorfaktor di atas membantu pasangan suami istri Katolik dalam upaya mewujudkan
perkawinan yang bahagia bersama pasangan dan tidak ingin bercerai.
Dalam penelitian juga ditemukan pasangan mengalami hambatan dalam
upaya mewujudkan janji perkawinan untuk setia seumur hidup, ketika mengalami
suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit. Hambatan dalam upaya
mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas menyebabkan
perkawinan yang tidak bahagia bersama pasangan dan ingin bercerai. Beberapa
hambatan yang dialami antara lain: kurang puas dalam hubungan seks dengan
pasangan dan masalah anak; menyimpan dan sukar melupakan kesalahan pasangan
yang menyakitkan hati serta kurang mengampuni dan tidak menerima pasangan
yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali; tidak terlibat dalam kegiatan
doa di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak; pasangan lebih
mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga dan keterlibatan di lingkungan
dan masyarakat kadang membuat keluarga harmonis.
Penulis dalam skripsi ini mengusulkan program pendampingan iman yang
sesuai, yakni rekoleksi untuk mengingatkan kembali pasangan suami istri Katolik
akan janji pernikahannya dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan
indissolubilitas. Dengan demikian kebahagiaan dan kesetiaan dalam hidup
perkawinan di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran
semakin terwujud.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
This thesis entitled SUPPORTING FACTOR IN AN EFFORT TO
FORM THE UNITAS AND INDISSOLUBILITAS MARRIAGE FOR
CATHOLIC COUPLES AGE 15-30 YEARS OF MARRIAGE
IN
PATANGPULUHAN AREA OF SECRED HEART OF JESUS PUGERAN
PARISH. It is chosen by the writer to help catholic couples who have less
understanding of the unity and inseparable of marriage. In catholic marriage, a
husband and a wife states their marriage vow to live faithfully in good and bad, in
sickness and healthy, in an effort to form the feature/nature of catholic marriage,
that is unity and inseparable.
Based on research done to catholic couples ages15-30 years of marriage, it
was found that couples experience to the full their marriage vow to be always
faithful a long their life, supported by some factors such as: personality factor,
family internal factor, cultural factor, health factor, and physical factor for the
unity marriage. However, the supporting factors for the inseparable marriage are:
faith, economic and social factors. The above factors help the catholic couples to
form a happy family and far from divorce. In the research it is also found that
couples experience obstacles in the effort to form their marriage vow to live
faithfully a long their life when they experience the good and bad, sickness and
healthy.
Those Obstacles causes unhappy marriage and willingness to divorce.
Those obstacles are: unsatisfied sexual intercourse with spouse and children
problem, keeping and uneasy to forget hurting mistake of the spouse, uneasy to
forgive and to receive back unfaithful spouse to be reunited; not participate in
prayer activity in the community together with the spouse and children; the
spouse chooses job more than the family and to participate actively in the
community and society maybe to build a harmony family.
The writer in the thesis suggests a suitable faith assistance program, that is
recollection to remind catholic couples for their marriage vows in effort to form
unity and inseparable marriage. Thus, happiness and faithfulness of marriage in
Patangpuluhan area of Sacred Heart of Jesus Pugeran Parish could be realized.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih, atas segala rahmat dan kasihNya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul FAKTOR-FAKTOR
PENDUKUNG DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG
UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS
BAGI PASANGAN SUAMI ISTRI
KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN 15-30 TAHUN DI WILAYAH
PATANGPULUHAN PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERANYOGYAKARTA. Skripsi ini diajukan guna memberikan sumbangan pemikiran,
gagasan, dan inspirasi
bagi
siapapun
yang memilki
kerinduan
dalam
mengembangkan Gereja Katolik di manapun berada.
Proses penyusunan skripsi ini, berjalan dengan lancar karena dukungan dan
kebaikan dari banyak orang, sehingga memampukan penulis untuk tetap semangat
meskipun mengalami banyak kesulitan. Penulis mengalami pendampingan,
dukungan, motivasi, serta perhatian, yang diyakini sebagai karya Tuhan dalam
membimbing serta memampukan penulis menyelesaikan skripsi dengan penuh
kesetiaan. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ, selaku dosen pembimbing utama dan dosen
penelitian yang telah setia meluangkan waktu untuk membimbing dan
mendampingi penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran, memberi
masukan-masukan dan kritikan-kritikan, sehingga penulis termotivasi dalam
penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.
2.
Drs. F.X. Heryatno W. W., S.J., M.Ed., selaku dosen pembimbing akademik
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan dosen penguji II yang telah meluangkan waktu untuk mempelajari dan
memberi masukan sehubungan dengan skripsi ini.
3.
P. Banyu Dewa HS, S. Ag., M. Si., selaku dosen penguji III yang telah
meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberikan masukan demi
semakin baiknya skripsi ini.
4.
Para dosen Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah mendidik
dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini dengan
penuh kasih dan sepenuh hati.
5.
Staf dan karyawan Prodi PAK yang turut memberi perhatian dan dukungan
bagi penulis.
6.
Sr. Yosepha Bahketah, KKS sebagai Pemimpin Umum Kongregasi Suster
Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menjalani studi di Prodi PAK.
7.
Para Suster KKS yang selalu mendukung, mendoakan dan memberi semangat
kepada penulis selama menjalani masa studi.
8.
RD. F. Ngadiyono, RP. Sarto Mitakda SVD, dan Br. Rein Sihura BM, yang
menyemangati, mendoakan, memotivasi dan mendukung penulis selama
menjalani studi.
9.
Keluarga yang senantiasa memberikan cinta dan perhatian serta dukungan doa
kepada penulis.
10. RD. Paulus Supriyo selaku Romo Kepala Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus
Pugeran, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ............................................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................
ii
PENGESAHAN ..............................................................................................
iii
PERSEMBAHAN ...........................................................................................
iv
MOTTO ...........................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .........................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................
vii
ABSTRAK .......................................................................................................
viii
ABSTRACT .......................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR .....................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................
xix
BAB I. PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang .......................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................
4
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................
5
D. Manfaat Penulisan ..................................................................................
5
E. Metode Penulisan....................................................................................
7
F. Sistematika Penulisan .............................................................................
7
BAB II. FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
MEMPENGARUHI UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN
KATOLIK YANG UNITAS DAN INDIS SOLUBILITAS .......
10
A. Perkawinan Katolik ........................................................................... ....
10
1. Hakikat ....................................................... .......................................
10
2. Tujuan ........................................................ .......................................
13
a. Kesejahteraan Suami Istri (Bonum Coniugum) .................... .......
15
1) Pengertian Kesejahteraan ……………………………...... ......
15
2) Aspek-Aspek Sejahtera Seutuhnya ………………………......
16
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3) Kesejahteraan Suami Istri ........................................................
16
4) Beberapa Upaya Menyejahterakan Pasangan .................... ......
19
b. Kelahiran Anak (Prokreasi) ................................................... ......
19
c. Pendidikan Anak ……………………………………............ ......
20
3. Ciri/Sifat Perkawinan Katolik .................................................... .......
22
a. Unitas (kesatuan) ..………...................................................... ....
24
1) Dasar Unitas ……………….............................................. ......
24
2) Pengertian Unitas .............................................................. ......
26
3) Implikasi atau konsekuensi Unitas …………..…............. .......
27
b. Indissolubilitas (tak terputuskan) ........................................... ......
28
1) Dasar Indissolubilitas ..…….............................................. ......
28
2) Pengertian Indissolubilitas ................................................ ......
30
3) Implikasi atau konsekuensi Indissolubilitas .……............ .......
32
4. Sakramental ……………………………….………………..............
34
5. Janji Perkawinan Katolik …....................................................... .......
36
B. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Mempengaruhi Upaya
Mewujudkan Perkawinan Yang Unitas ................................................
38
a) Faktor Kepribadian …..……................................................ .........
38
b) Faktor Internal Keluarga ……………..................................... .....
40
c) Faktor Budaya .......... ....................................................................
43
d) Faktor Kesehatan ……………………………………………. .....
44
e) Faktor Fisik …………………………………………………. .....
45
C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Mempengaruhi Upaya
Mewujudkan Perkawinan Yang Indissolubilitas ……………………..
46
a) Faktor Iman/ Agama ..…...............................................................
46
b) Faktor Ekonomi .…………………….…………………............ ..
48
c) Faktor Sosial (relasi dengan orang lain)...................................... ..
50
BAB III. PENELITIAN TERHADAP PASANGAN SUAMI ISTRI
KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN 15-30 TAHUN
DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG
UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS DI WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI HKTY PUGERAN-YOGYAKARTA ........
52
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Gambaran Umum Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta .........................
52
1. Sejarah Paroki ….……………………………………………… .....
52
2. Keadaan Geografis ……………………………...............................
55
3. Keadaan Demografis ......................................................................
58
4. Visi Misi Gereja ...............................................................................
59
5. Situasi Umum Umat Paroki .............................................................
63
a. Situasi Kependudukan ………………………………........... .......
63
1) Gambaran Umum ……….................................................. ......
63
2) Keadaan Umat ..……….................................................... ......
64
3) Jenis Kelamin dan Hubungan Kekeluargaan .................... .......
66
4) Kesukuan (Etnis) ……....................................................... ......
69
5) Struktur Usia ………………………..……………........... .......
70
b. Situasi Sosial Ekonomi ………….................................................
72
1) Keadaan Ekonomi Keluarga …......................................... .......
72
2) Kegiatan Ekonomi …………............................................ .......
74
c. Tingkat Pendidikan ……………………....……............... ...........
77
d. Situasi Perkawinan ..……………………….……………….. ......
78
1) Perkawinan Katolik …....................................................... ......
80
2) Perkawinan Beda Gereja ................................................... ......
80
3) Perkawinan Beda Agama .................................................. ......
80
4) Perkawinan Bermasalah ………………………………… ......
81
B. Gambaran Umum Perwujudan Perkawinan Yang Unitas dan
Indissolubilitas Di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY PugeranYogyakarta .............................................................................................
81
C. Penelitian Tentang Faktor-Faktor Pendukung Dalam Upaya
Mewujudkan Perkawinan Yang Unitas dan Indissolubilitas Di
Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta …………
82
1. Metodologi Penelitian …………….…………………............... .......
82
a. Latar Belakang Penelitian …………………………………. .......
82
b. Tujuan Penelitian ……………………………………..................
83
c. Manfaat Penelitian ………………................................................
84
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d. Jenis Penelitian ………………………………………......... ........
84
e. Tempat dan Waktu Penelitian …………………................... .......
85
f. Responden Penelitian ………………………….................... .......
85
g. Instrumen Penelitian ……………………………………..... ........
86
h. Variabel Penelitian ……………............................................ .......
86
2. Laporan Hasil dan Pembahasan Penelitian ................................ .......
87
a. Gambaran Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Perkawinan
Yang Unitas dan Indissolubilitas Di Wilayah Patangpuluhan
Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta .................. ...........................
87
1) Faktor-faktor yang berpengaruh pada unitas perkawinan .......
88
a) Faktor Kepribadian .............................................................
88
b) Faktor Internal Keluarga .....................................................
91
c) Faktor Budaya .....................................................................
95
d) Faktor Kesehatan ................................................................
99
e) Faktor Fisik .........................................................................
103
2) Faktor-faktor yang berpengaruh pada indissolubilitas perkawinan ....................................................................................
107
a) Faktor Iman .........................................................................
107
b) Faktor Ekonomi ..................................................................
111
c) Faktor Sosial .......................................................................
115
3) Bahagia Bersama Pasangan .....................................................
119
4) Keinginan Tidak Bercerai ........................................................
121
b. Keterbatasan Penelitian …………………………….………..... ..
123
c. Kesimpulan Penelitian ..................................................................
124
BAB IV. PENGOLAHAN HASIL PENELITIAN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS ................................................................................
126
A. Unitas (Kesatuan) ..................................................................................
127
1. Faktor Pendukung .............................................................................
127
a. Faktor Kepribadian .......................................................................
127
b. Faktor Internal Keluarga ..............................................................
128
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Faktor Budaya ..............................................................................
129
d. Faktor Kesehatan ..........................................................................
129
e. Faktor Fisik ..................................................................................
130
2. Faktor Penghambat ...........................................................................
131
B. Indissolubilitas (Tak Terputuskan) ........................................................
132
1. Faktor Pendukung .............................................................................
133
a. Faktor Iman ..................................................................................
133
b. Faktor Ekonomi ............................................................................
134
c. Faktor Sosial .................................................................................
134
2. Faktor Penghambat ...........................................................................
135
C. Bahagia Dengan Pasangan .....................................................................
136
D. Tidak Ingin Bercerai ..............................................................................
136
BAB V. PROGRAM PEMBINAAN IMAN: REKOLEKSI BAGI
PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK USIA PERKAWINAN
15-30 TAHUN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS DI
WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI HKTY PUGERANYOGYAKARTA ..............................................................................
138
A. Latar Belakang Pemilihan Program Dalam Bentuk Rekoleksi ..............
139
B. Usulan Program Dalam Bentuk Rekoleksi Bagi Pasangan Suami Istri
Katolik Yang Usia Perkawinan 15-30 Tahun Di Wilayah Pantangpuluhan Paroki HKTY Pugeran – Yogyakarta ......................................
142
C. Tema Dan Tujuan Rekoleksi .................................................................
143
D. Matriks Program ....................................................................................
148
E. Gambaran Pelaksanaan Program ...........................................................
152
F. Contoh Salah Satu Pelaksanaan Program ..............................................
154
BAB VI. PENUTUP .......................................................................................
166
A. Kesimpulan ............................................................................................
166
B. Saran ......................................................................................................
168
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
171
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Penelitian ..........................................
xvii
(1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2 : Surat Telah Melakukan Penelitian ........................................
(2)
Lampiran 3 : Kuisioner Penelitian ...............................................................
(3)
Lampiran 4 : Salah Satu Contoh Jawaban Responden Penelitian ................ (10)
Lampiran 5 : Rekap Hasil Kuisioner Penelitian........................................... (20)
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan
Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat.
(Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik
Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende:
Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.
Kej : Kejadian
Ul
: Ulangan
Mal : Malaekhi
Hos : Hosea
Mat : Matius
Mrk : Markus
Luk : Lukas
Kor : Korintus
Ef
: Efesus
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
KGK : Katekismus Gereja Katolik. Dicetak oleh Percetakan Arnoldus, Ende,
1995.
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus
Yohanes Paulus II, 25 Januari 1983.
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
GE
: Gravissimum Educationis. Pernyataan Konsili Vatikan II tentang
Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965.
GS
: Gaudium Et Spes. Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang
GerejaDewasa ini, 7 Desember 1965.
LG
: Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang
Gereja, 21 November 1965.
FC
: Familiaris Consortio. Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II
tentang Peran Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern, 22 November
1981.
CC
: Casti Cannubii. Ensiklik Paus Pius XI tahun 1930.
HV : Humanae Vitae. Ensiklik Paus Paulus VI tahun 1968.
C. Singkatan Lain
Art. : Artikel
Bdk. : Bandingkan
Kan. : Kanonik
UU : Undang-Undang
RI
: Republik Indonesia
No
: Nomor
Th
: Tahun
PIL : Pria Idaman Lain
WIL
: Wanita Idaman Lain
TTM
: Teman Tapi Mesra
KSPL
: Kitab Suci Perjanjian Lama
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KSPB
: Kitab Suci Perjanjian Baru
PMI
: Palang Merah Indonesia
LCD
: Liquid Crystal Display
RT
: Rukun Tetangga
RW
: Rukun Warga
SJ
: Serikat Yesus
Pr
: Projo
dsb.
: dan sebagainya
km
: kilometer
PS
: Puji Syukur
xxi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hidup perkawinan merupakan panggilan dari Allah. Oleh karena itu hidup
perkawinan adalah sakral dan kudus, yang mendorong pasangan suami istri
menghayati kesucian persatuan laki-laki dan perempuan. Hal ini ditegaskan
Susianto Budi (2015: 9) mengatakan “Hubungan cinta kasih suami istri bersifat
luhur, mulia, dan ilahi, dikehendaki Allah dan menunjuk kepada kesatuan Kristus
dan Gereja-Nya” (bdk. Ef 5:11-22).
Dalam menjalani hidup panggilan berkeluarga, penulis mengamati adanya
pasangan suami istri Katolik yang mengalami hambatan dalam hidup perkawinan,
sehingga mengakibatkan ketidak-setiaan pasangan suami istri terhadap komitmen
untuk saling menyerahkan diri seutuhnya dan perceraian, seperti terdapat dalam
Dokumen Konsili Vatikan II Gaudium et Spes artikel 47 mengatakan:
Akan tetapi tidak dimana-mana martabat lembaga itu bersama-sama berseri
semarak, sebab disuramkan oleh poligami, malapetaka perceraian, apa
yang disebut percintaan bebas, dan cacat cedera lainnya. Selain itu cinta
perkawinan sering dicemarkan oleh cinta diri, gila kenikmatan dan ulah
cara yang tidak halal melawan timbulnya keturunan. Kecuali itu situasi
ekonomis, sosio-psikologis dan kemasyarakatan dewasa ini menimbulkan
gangguan-gangguan yang tidak ringan terhadap keluarga (GS, art. 47).
Yohannes Paulus II dalam Amanat Apostolik Familiaris Consortio artikel
6 menggambarkan situasi keluarga dalam dunia dewasa ini sebagai berikut:
Tidak sedikit tanda-tanda merosotnya berbagai nilai yang mendasar: salah
pengertian teoretis maupun praktis tentang tidak saling tergantungnya
suami istri; salah faham yang serius mengenai hubungan kewibawaan
antara orangtua dan anak-anak; kesukaran-kesukaran konkret yang dialami
oleh keluarga sendiri dalam menyalurkan nilai-nilai; makin banyaknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
perceraian; malapetaka pengangguran; makin kerapnya
tumbuhnya mentalitas yang jelas-jelas kontraseptif (FC, art. 6).
sterilisasi;
Di tengah kesulitan dan tantangan zaman, ditemukan semakin meningkat
presentase jumlah perceraian dan sikap-sikap egois lainnya yang merusak relasi
dan komunikasi keluarga merupakan fenomena yang memprihatinkan dan
membuat keluarga masuk dalam kegelisahan (bdk. GS, art. 47 dan FC, art. 1).
Agung Prihartana (2013: 27) mengatakan bahwa “Keluarga mengabaikan bahkan
tidak setia pada rahmat pengudusan dan sakramen baptis dan perkawinan (bdk.
FC, art. 58).
Selain itu ditemukan pasangan suami istri Katolik yang mampu
mewujudkan hidup perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Cinta perkawinan
itu setia dan eksklusif dari semua yang lain dan itu sampai mati (HV, art. 12).
Hello (2006: 16-17) mengatakan bahwa “Walaupun kesetiaan suami istri
seringkali memberikan kesulitan-kesulitan, namun bukan hal yang mustahil, sebab
kesetiaan merupakan sesuatu yang terhormat dan berguna serta memperoleh
penghargaan tertinggi.” Barang siapa setia sampai akhir, ia akan menuai
kebahagiaan. Kesetiaan dalam perkawinan bagi seorang Kristiani dipahami
sebagai tak terceraikan dan tak terbatalkan.
Penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian kepada pasangan suami istri
Katolik mengenai faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan
yang unitas dan indissolubilitas, alasannya: pertama pasangan suami istri Katolik
lebih mudah untuk memberikan jawaban secara jujur, sehingga penelitian yang
dilaksanakan lebih akurat; kedua membantu pasangan suami istri Katolik semakin
menghayati janji perkawinan dan mewujudkan perkawinan yang unitas dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
indissolubilitas; ketiga membantu pasangan suami istri Katolik semakin
mewujudkan kesetiaan dan kebahagian dalam hidup perkawinan.
Faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang
unitas dan indissolubilitas, antara lain: faktor iman, pada saat pasangan suami istri
Katolik menghayati perkawinan sebagai lambang cinta kasih Kristus kepada
Gereja-Nya bersifat total, penuh, tidak terbatas dan berlangsung kekal abadi,
sehingga mereka mampu menghayati perkawinan yang bersifat unitas dan
indissolubilitas (bdk. Ef 5:21-32); faktor sosial, pada saat pasangan suami istri
terus menerus menjaga keutuhan dalam cinta yang eksklusif dan sepenuhnya
sepanjang hidup atau kekal tak terceraikan (bdk. Mat 19:6), sehingga praktek
poligami, apapun alasannya bertentangan dengan kehendak Allah sendiri (bdk.
GS, art. 49).
Penulis memilih usia perkawinan antara 15-30 tahun, alasannya: pertama
pada usia perkawinan 15-30 tahun dianggap pasangan suami istri Katolik sudah
matang dalam menjalani hidup perkawinan; kedua usia sekitar 40-55 tahun, saat
itu pasangan suami istri Katolik telah melewati masa krisis dalam perkawinan;
ketiga pasangan suami istri masih lengkap atau keduanya masih hidup.
Penulis memilih tempat di Wilayah Patangpuluhan, Paroki Hati Kudus
Tuhan Yesus (HKTY) Pugeran-Yogyakarta, alasannya: pertama tempat penulis
berdomisili, sehingga lebih mudah dalam melaksanakan penelitian; kedua Gereja
di Wilayah Patangpuluhan bernaung dalam perlindungan Keluarga Kudus Nazaret,
Yesus, Maria, Yosef yang menjadi teladan bagi keluarga Kristiani; ketiga jumlah
pasangan suami istri Katolik yang akan diteliti sebanyak 46 pasang dari 8
lingkungan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Rubiyatmoko (2015: 20) menjelaskan ciri-ciri hakiki perkawinan ialah
unitas dan indissolubilitas, yang dalam perkawinan Kristiani memperoleh
kekukuhan khusus atas dasar sakramen (bdk. kan. 1056). Kedua kekhasan ini
esensial, karena terlekat dan terkandung dalam setiap perkawinan sebagai realitas
natural. Kedua sifat ini merupakan data hukum ilahi kodrati, yang sudah tertanam
dalam kodrat manusia sebagai tatanan fundamental bagi kebaikan umat manusia.
Catur Raharso (2014: 100) mengatakan bahwa “Kesetiaan adalah konsekuensi
langsung dan logis dari kesatuan atau monogami.”
Penulis tertarik melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai faktorfaktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan
indissolubilitas, dengan mengambil judul skripsi “Faktor-Faktor Pendukung
Dalam Upaya Mewujudkan Perkawinan Yang Unitas Dan Indissolubilitas
Bagi Pasangan Suami Istri Katolik Yang Usia Perkawinan 15-30 Tahun Di
Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus PugeranYogyakarta.”
B. RUMUSAN MASALAH
Penulis mengidentifikasikan beberapa permasalahan yang muncul sebagai
berikut:
1. Apa pengertian perkawinan Katolik yang berciri unitas dan indissolubilitas?
2. Apa faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan
indissolubilitas bagi pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan
Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
3. Bagaimana upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas
bagi pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus
Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta?
C. TUJUAN PENULISAN
Beberapa tujuan dari penulisan sebagai berikut:
1. Menambah wawasan mengenai ciri perkawinan Katolik yang unitas dan
indissolubilitas.
2. Mengetahui faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang
unitas dan indissolubilitas bagi pasangan suami istri Katolik di Wilayah
Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta.
3. Memberikan sumbangan program pendampingan iman kepada tim kerasulan
keluarga untuk membantu pasangan suami istri Katolik agar semakin mewujudkan
perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas.
4. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata I Program Studi
Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah:
1. Bagi Pasangan Suami Istri Katolik
a. Pasangan suami istri Katolik diharapkan semakin memahami sifat perkawinan
Katolik yang unitas dan indissolubilitas.
b. Pasangan suami istri Katolik diharapkan semakin mengetahui faktor pendukung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
dalam upaya mewujudkan perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas.
c. Pasangan suami istri Katolik diharapkan semakin mengupayakan penghayatan
perkawinan yang unitas dan indissolubilitas dalam hidup sehari-hari.
d. Pasangan suami istri Katolik diharapkan semakin meningkatkan kekudusan
hidup perkawinan.
2. Bagi penulis
a. Penulis sebagai seorang biarawati semakin diperkaya dalam pemahaman
mengenai perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas.
b. Penulis dibantu dalam melaksanakan tugas perutusan Kongregasi yang
fokusnya pada Kerasulan Keluarga.
3. Bagi Pembaca
a. Pembaca
semakin
memahami
perkawinan
mengetahui
faktor
Katolik
yang
unitas
dan
indissolubilitas.
b. Pembaca
semakin
pendukung dalam
mewujudkan
perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas.
4. Bagi Kampus
Memberikan ide-ide dan pengetahuan bagi mahasiswa prodi PAK dalam
mencari bahan mengenai faktor-faktor pendukung bagi pasangan suami istri
Katolik dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
E. METODE PENULISAN
Metode Penulisan yang akan digunakan penulis dengan penelitian kualitatif
dan studi pustaka. Penulis mengumpulkan data dengan menyebarkan kuisioner
kepada pasangan suami istri Katolik berupa pertanyaan tertutup (memilih jawaban
yang sudah tersedia) dan pertanyaan terbuka (jawaban menurut pendapat sendiri),
agar memperoleh data yang lengkap mengenai faktor pendukung dalam upaya
mewujudkan perkawinan yang unitas dan Indissolubilitas bagi pasangan suami
istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus PugeranYogyakarta.
Defenisi metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati (Moleong, 1989: 3). Studi Pustaka digunakan untuk memperkuat
teori mengenai ciri hakiki perkawinan Katolik.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Gambaran umum mengenai sistematika penulisan yang akan dibahas di
dalam penulisan skripsi, sebagai berikut:
Bab I berisikan pendahuluan, meliputi: latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II berisikan faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan
perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas, meliputi deskripsi
perkawinan Katolik: hakikat perkawinan, tujuan perkawinan, ciri-ciri perkawinan
yang unitas dan indissolubilitas menyangkut dasar, pengertian dan implikasinya,
sakramental, janji perkawinan. Kemudian faktor pendukung dan faktor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
penghambat mempengaruhi upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan
indissolubilitas, antara lain: faktor kepribadian, internal keluarga, budaya,
kesehatan, fisik, iman/agama, ekonomi dan sosial atau relasi dengan orang lain.
Bab III berisikan penelitian terhadap pasangan suami istri Katolik yang
usia perkawinan 15-30 tahun dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas
dan indissolubilitas di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY PugeranYogyakarta, meliputi gambaran umum Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta;
gambaran umum perwujudan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas di
Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta; penelitian tentang
faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan
indissolubilitas di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta.
Bab IV berisikan pengolahan hasil penelitian dalam upaya mewujudkan
perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, meliputi faktor pendukung dan faktor
penghambat
dalam
upaya
mewujudkan
perkawinan
yang
unitas
dan
indissolubilitas, bahagia dengan pasangan dan tidak ingin bercerai.
Bab V berisikan program pembinaan iman: rekoleksi bagi pasangan suami
istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun dalam upaya mewujudkan
perkawinan yang unitas dan indissolubilitas di Wilayah Patangpuluhan Paroki
HKTY Pugeran-Yogyakarta, meliputi: latar belakang pemilihan program, usulan
program dalam bentuk rekoleksi, tema dan tujuan rekoleksi, matriks program,
gambaran pelaksanaan program, contoh pelaksanaan program.
Bab VI Penutup berisikan kesimpulan dan saran.
Demikian proses berpikir penulis yang dituangkan dalam skripsi ini.
Penulis berharap penulisan mengenai faktor pendukung dalam upaya mewujudkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
perkawinan yang Unitas dan Indissolubilitas berguna bagi pasangan suami istri
khususnya dan Gereja pada umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
MEMPENGARUHI UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN KATOLIK
YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS
Bab ini secara khusus mendalami ciri/sifat dari perkawinan Katolik yang
unitas dan indissolubilitas menyangkut: dasar, pengertian dan implikasinya.
Namun sebelum membahas mengenai ciri/sifat perkawinan, terlebih dahulu
disampaikan mengenai perkawinan Katolik, menyangkut hakikat perkawinan;
tujuan perkawinan antara lain kesejahteraan suami istri (bonum coniugum),
kelahiran anak (prokreasi) dan pendidikan anak; janji perkawinan untuk setia pada
pasangan dalam suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit; dan sakramen
perkawinan.
Kemudian mendalami faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya
mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas antara lain: kepribadian,
internal keluarga, budaya, kesehatan, fisik, iman/agama, ekonomi dan sosial atau
relasi dengan orang lain. Hal ini menjadi pokok pembahasan mengenai faktor
pendukung bagi pasangan suami istri Katolik dalam upaya mewujudkan
perkawinan yang unitas dan indissolubilitas.
A. PERKAWINAN KATOLIK
1. Hakikat
Hakikat perkawinan menurut Kej 1:26-28 merupakan persatuan antara
seorang pria dan seorang wanita, yang diberkati oleh Allah sendiri, dan diberi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
tugas bersama oleh-Nya untuk meneruskan generasi manusia serta memelihara
dunia. Kemudian menurut Kej 2:18-25 mengatakan bahwa kesatuan erat antara
seorang pria dan seorang wanita, atas dorongan Allah sendiri, yang mendorong
suami mampu dan mau meninggalkan ayah ibunya serta hidup bersatu dengan
istrinya sedemikian erat, sehingga keduanya menjadi satu manusia baru
(Hadiwardoyo, 2004: 13-14).
Pendahuluan dalam Konsili Trente yang mengatakan bahwa “Sejak awal
mula
perkawinan
merupakan
suatu
ikatan
tetap
dan
tak
terputuskan
(indissolubilitas),” yang didasarkan pada Kej 2:23-24; Mat 19:5 dan Mrk 10:8.
Penegasan Konsili bukan penegasan historis atau seolah-olah begitulah nyatanya
awal perkawinan di antara manusia, melainkan suatu keterangan teologis atau apa
yang dimaksud Pencipta (Groenen, 1993: 249). Hal ini ditegaskan kembali dalam
ensiklik Humanae Vitae artikel 8 mengatakan bahwa “Perkawinan itu lembaga
yang didirikan oleh Pencipta.”
Ajaran Gereja mengenai hakikat perkawinan mulai zaman Bapa-bapa
Gereja sampai zaman ini mengatakan perkawinan mempunyai martabat suci,
karena diberkati oleh Allah dan direstui oleh Tuhan Yesus. Setelah suami istri
mengungkapkan janji nikah, maka perkawinan menjadi sah. Perkawinan sah antara
dua orang Kristen merupakan sebuah Sakramen. Perkawinan sebagai lembaga
Ilahi dan komunitas seluruh hidup berdasarkan kasih serta lambang dari partisipasi
dalam hubungan kasih Kristus dan Gereja (Hadiwardoyo, 2015: 48-61).
Hakikat perkawinan sebagai sebuah perjanjian antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan untuk membentuk kebersamaan seluruh hidup terdapat dalam
Kitah Hukum Kanonik kan. 1055§ 1:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Perjanjian (feodus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang
perempuan membentuk diantara mereka persekutuan (consortium) seluruh
hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami istri
(bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang
yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.
Beberapa defenisi perkawinan antara lain: pertama perkawinan adalah
sebuah persekutuan hidup suami istri yang penuh, total dan eksklusif, tak
terputuskan, yang melibatkan seluruh pribadi dalam semua aspek kehidupan dan
aktivitas: material-ekonomis, cinta kasih, afeksi, pelayaanan dan perhatian, relasi
seksual (Catur Raharso, 2014: 47); kedua perkawinan adalah persekutuan hidup
antara seorang pria dan seorang wanita, atas dasar ikatan cinta kasih yang total,
dengan persetujuan bebas dari keduanya yang tidak dapat ditarik kembali, dengan
tujuan antara lain: kelangsungan bangsa, perkembangan pribadi dan kesejahteraan
keluarga” (Gilarso, 2015: 9); ketiga Abineno (1982: 28-38) mengatakan bahwa
“Perkawinan adalah suatu persekutuan hidup antara suami dan istri yang total,
eksklusif, dan kontinyu.
Gaudium et Spes art. 48 mengatakan bahwa “Perkawinan merupakan
persekutuan hidup dan cinta kasih yang mesra, yang diciptakan oleh pencipta dan
dilengkapi dengan hukumnya, diwujudkan oleh perjanjian nikah atau persetujuan
pribadi yang tak dapat ditarik kembali.” Kemudian seorang teolog keluarga
bernama M. Foley yang dikutip oleh Hello (2006: 16) mengatakan bahwa “Dalam
perkawinan seorang pria ditambah seorang wanita berkembang menjadi satu
kesatuan yang menghasilkan dua pribadi yang lebih kaya dan lebih mendalam.”
Beragamnya wujud perkawinan, maka C. Groenen (1993: 19) mengusulkan
defenisi perkawinan dari segi sosio-antropoligis, yakni “Perkawinan ialah
hubungan yang kurang lebih mantap dan stabil antara pria dan wanita (seorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
atau beberapa orang) justru sebagai pria dan wanita, jadi hubungan seksual, yang
oleh masyarakat yang bersangkutan (kurang lebih luas) sedikit banyak diatur,
diakui dan dilegalisasikan.”
Hadiwardoyo (2007: 5-7) melihat hakikat perkawinan dari tiga sudut
pandang yang berbeda, yakni: pertama sudut pandang yuridis bahwa perkawinan
pada hakikatnya merupakan suatu ikatan sah antara seorang pria dan seorang
wanita, sebagai suami istri; kedua sudut pandang psikologis bahwa perkawinan
pada hakikatnya merupakan persatuan menyeluruh antara seorang pria dan seorang
wanita, yang masing-masing tetap unik; ketiga sudut pandang religius bahwa
setiap perkawinan yang sah merupakan lambang dari “Perkawinan Suci” antara
Allah dan umat-Nya.
Beberapa pendapat di atas mengenai hakikat perkawinan, maka penulis
memilih persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita yang
didasarkan cinta kasih yang total dengan persetujuan bebas dari keduanya yang
tidak dapat ditarik kembali.
2. Tujuan
Tujuan perkawinan menekankan unitif dari perkawinan, yakni kesatuan
erat antara suami-isteri itu sendiri (bdk. Kej 2:18-25) dan ditegaskan dalam Mat
19:6 bahwa “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa
yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Dengan demikian
di dalam tujuan perkawinan secara inplisit mengandung unsur unitif dan
indissolubilitas, kesatuan yang erat bersifat indissolubilitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Ajaran Gereja mengenai tujuan perkawinan mulai zaman Bapa-bapa Gereja
sampai zaman ini, sebagai berikut: memudahkan pembagian warisan dan
menurunkan anak-anak yang sah serta sehat, membentuk kesatuan jiwa suami istri
dalam kasih rohaniah dan menurunkan anak-anak, pengaturan nafsu seksual dan
terbuka pada keturunan (Hadiwardoyo, 2015: 63-78).
Pedoman Pastoral Keluarga art. 7 mengatakan bahwa “Perkawinan adalah
sebuah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, melahirkan anak, membangun
hidup kekerabatan yang bahagia dan sejahtera.” Kemudian Pedoman Pastoral
Keluarga art. 8 mengatakan bahwa “Perkawinan adalah suatu ikatan suci demi
kesejahteraan suami istri dan kelahiran anak serta pendidikannya itu tidak hanya
tergantung pada kemauan manusiawi semata-mata, tetapi juga pada kehendak
Allah.”
Setiap keputusan yang dipilih mengandung tujuan yang hendak dicapai,
sebagaimana seorang laki-laki dan seorang perempuan memutuskan untuk
menikah. Rubiyatmoko (2012: 19) dengan sederhana menunjukkan adanya 3
tujuan utama perkawinan (bdk. kan. 1055§ 1) yakni: kesejahteraan suami-istri
(bonum coniugum), kelahiran anak (prokreasi) dan pendidikan anak (bonum
prolis). Kemudian Catur Raharso (2014: 60) melihat tujuan perkawinan dalam
dua aspek, yaitu kesejateraan suami istri dan kesejahteraan anak. Selanjutnya
Gilarso (2015: 11-12) mengatakan:
Tujuan perkawinan yang layak dikejar oleh suami istri ialah: pertama
pengembangan dan pemurnian cinta kasih suami istri; kedua kelahiran dan
pendidikan anak; ketiga pemenuhan kebutuhan seksual dan keempat lainlain seperti kesejahteraan keluarga, jaminan perlindungan dan keamanan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
demi ketenangan, nama baik, kerukunan keluarga, jaminan nafkah/
ekonomi, sah dan sehatnya keturunan dan sebagainya.
Beberapa pendapat di atas mengenai tujuan perkawinan, maka penulis
memilih kesejahteraan dan kebahagiaan suami istri menyangkut relasi interpersonal antara suami istri, persekutuan jiwa dan hati untuk saling menolong dan
membantu, terbuka bagi kelahiran anak serta mendampingi dan mendidik anak
sesuai dengan iman Katolik.
a. Kesejahteraan Suami Istri (Bonum Coniugum)
1) Pengertian Kesejahteraan
Kesejahteraan menurut pandangan Gereja terdapat dalam surat apostolik
Paus Yohanes Paulus II “Familiaris Consortio” bagian II art. 11-16 merumuskan
bahwa “Keluarga sejahtera dalam kesetiaan kepada rencana Allah.” Kemudian
kesejahteraan menurut pandangan negara pasal 1 ayat 11 UU RI no. 10 th. 1992
tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejatera
merumuskan sebagai berikut:
“Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan
material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar
keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.”
Selain itu dirumuskan dalam Piagam Hak-Hak Keluarga mengenai kesejahteraan
keluarga yang terdapat dalam mukadimahnya yang isinya:
“bahwa hak-hak, kebutuhan mendasar, kebaikan dan nilai-nilai keluarga
seringkali diingkari dan tak jarang digerogoti oleh undang-undang,
lembaga-lembaga dan program-program sosio-ekonomis, maka Gereja
Katolik mulai menyadari bahwa kesejahteraan pribadi, masyarakat dan
Gereja sendiri itu juga melewati jalan keluarga. Oleh karena itu Gereja
selalu menganggap bahwa pewartaan tentang rencana Allah tentang
pernikahan dan keluarga merupakan bagian dari perutusannya, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
berjuang untuk mengembangkannya serta membelanya melawan semua
yang menyerangnya.”
Beberapa pengertian di atas, maka keluarga disebut sejahtera bukan hanya
dilihat dari segi jasmani, ketika segala materi terpenuhi, namun juga segi rohani,
ketika hubungan dengan Tuhan dan relasi pasangan, relasi dengan keluarga dan
masyarakat terjalin dengan baik dan harmonis.
2) Aspek-Aspek Sejahtera Seutuhnya
Pedoman persiapan perkawinan di lingkungan Katolik mengatakan bahwa
“Keluarga sejahtera seutuhnya dalam segala aspeknya berpegang pada visi dan
paham
manusia
seutuhnya,
termasuk
dalam
kehidupan
keluarga.”
Keanekaragaman aspek keluarga sejahtera itu tidak bisa berdiri sendiri, melainkan
saling berkaitan di dalam keutuhan manusia dan keluarga yang sama. Dalam upaya
untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga utuh meliputi berbagai aspek yang
saling berkaitan dan merupakan upaya terus menerus dalam mewujudkannya di
tengah dunia yang terbatas ini. Aspek-aspek keluarga sejahtera meliputi Aspek
Fisik, Psikis, Intelektual, Kultural, Religius, Moral, Sosial.
3) Kesejahteraan Suami Istri
Ukuran kesejahteraan suami istri menurut Kej 2:18-25 adalah penghargaan
seseorang terhadap pasangan nikahnya (Bambang Alriyanto, 1996: 3); ketika
pasangan suami istri sadar akan pemenuhan secara terus menerus dalam diri
mereka sendiri hingga cinta timbal balik mereka tetap ada dan total (Eminyan,
2005: 34); ketika pasangan suami istri dapat memenuhi kebutuhan akan sandang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
pangan, papan serta pendidikan yang memadai (Eminyan, 2005: 21); ketika
pasangan suami istri bersatu dan rela menyerahkan diri demi kebahagiaan
pasangannya (Gilarso, 2015: 11); ketika masing-masing pihak memahami hak dan
kewajiban, saling berkorban dan saling memberi (Haskim dan Laendra, 1980: 19).
Kesejahteraan pasangan secara abstrak bisa didefenisikan sebagai suami
istri itu sendiri yang saling menyerahkan dan menerima diri pribadi (Catur
Raharso, 2014: 62). Hal ini ditegaskan oleh St.Thomas Aquino yang dikutip oleh
Catur Raharso (2014: 63) mengatakan bahwa “Cinta selalu mengarahkan
seseorang kepada dua objek sekaligus, kepada apa yang baik dan bernilai (bonum),
dan kepada orang yang dicintai itu.” Dengan demikian pengertian kesejahteraan
suami istri dalam perkawinan bukanlah kesejahteraan individualistik dua
bujangan yang hidup bersama, melainkan kesejahteraan dualistik dan altruistik
sebagai pasangan.
Kesejahteraan suami istri mengandung pengertian yang sangat kompleks
dan dinamis, karena konsep kesejateraan sangat kontekstual, ditentukan oleh
faktor budaya, mentalitas, pandangan dan gaya hidup, hukum, serta latar belakang
pendidikan serta situasi sosial ekonomi (Catur Raharso, 2014: 63). Jadi
kesejahteraan suami istri dapat tercapai jika masing-masing pribadi pasangan
saling menghargai dan menempatkan pasangannya sebagai patner cinta kasih
dalam mewujudkan kesejateraan keluarga.
Kesejahteraan suami istri adalah komunitas intim hidup dan cinta pasangan
itu sendiri, yang mereka bangun, pertahankan dan upayakan selalu dan bersamasama. Hal ini menuntut secara konkret pada masing-masing pihak beberapa
karakteristik kehendak yakni: hidup dan tinggal bersama, mencukupi kebutuhan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
kebutuhan hidup pasangan, berpartisipasi dalam pengambilan keputusankeputusan mengenai hidup perkawinan dan keluarga (Catur Raharso, 2014: 6364).
Dalam mengupayakan bonum coniugum terdapat dua aspek yakni: pertama
aspek eksternal dan lahiriah, diwujudkan dengan membangun kehidupan sebagai
pasangan; kedua aspek internal, diwujudkan dengan integrasi spiritual dan afektif
(Catur Raharso, 2014: 64). Hal ini tidak boleh dimengerti sekadar sebagai
kehidupan bersama secara fisik, melainkan lebih-lebih solidaritas (pelayanan dan
bantuan timbal balik) dan partisipasi pada setiap situasi kondisi vital pasangan.
Catur Raharso (2014: 65-66) mengatakan bahwa “Kesejahteraan suami istri
dibangun atas dasar kemampuan untuk saling menyesuaikan dan menyempurnakan
diri demi pasangannya, yang juga diwujudkan dalam relasi seksual sebagai wujud
penyerahan diri mereka secara timbal balik” (bdk. kan. 1057§ 2).
Pedoman persiapan perkawinan di lingkungan Katolik mengatakan bahwa
“Dalam mewujudkan dan menghayati kesatuan hati dan jiwa yang dicitacitakan, sehingga terciptalah kebahagiaan hidup berkeluarga, pada suami
istri melekat beberapa pokok tanggungjawab yang meliputi membina dan
mengembangkan hidup bersama, membina dan mengembangkan kesetiaan
satu sama lain, mengembangkan komitmen seumur hidup, menghormati
nilai pribadi manusia, mengembangkan relasi dan komunikasi serta
saling mendukung dan menghayati iman.”
Dalam membangun kesejahteraan, pasangan suami istri mengalami
hambatan karena perilaku egosentris, ketika pasangan tidak mampu melihat atau
memahami suatu hal atau peristiwa di sekitarnya menurut pikiran dan perasaan
pasangannya (Raharso, 2014: 66).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
4) Beberapa Upaya Menyejahterakan Pasangan
Beberapa upaya menyejahterakan pasangan antara lain: memberikan
nafkah lahiriah (sandang, pangan dan papan) dan nafkah batiniah (hubungan
seksual), memberikan kebebasan kepada pasangannya untuk memelihara imannya
dan melaksanakan kewajiban agamanya, memberikan kebebasan-kebebasan lain
yang sewajarnya kepada pasangan lainnya untuk mengembangkan dirinya, tidak
berlaku kasar (secara fisik, moral atau psikologis) atau bahkan menyiksa
pasangannya (Raharso. 2014: 64).
b. Kelahiran Anak (Prokreasi)
Kitab Suci Perjanjian Lama (KSPL) dalam Kej 2:18 mengatakan bahwa
Tuhan Allah berfirman "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan
menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia," dan Kej 2:23
mengatakan bahwa “Allah menciptakan manusia dari awal pria dan wanita,” serta
Kej 1:28 mengatakan bahwa Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman
kepada mereka “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu.” (bdk. GS, art. 50).
Paus Paulus VI dalam ensiklik Human Vitae artikel 12 mengatakan bahwa
“Hubungan seks suami istri itu mempunyai dua makna yang tak terpisahkan, yakni
menyatukan suami istri dan menurunkan anak (unitif dan prokreatif).” Kemudian
Konsili Vatikan II dalam Gaudium et Spes art. 50a mengatakan bahwa “Perbuatan
khas pernikahan, dari kodratnya terarah kepada kelahiran dan pendidikan anak.”
Pedoman Pastoral Keluarga art. 13 mengatakan bahwa dengan melahirkan
kehidupan baru (prokreasi), secara istimewa suami istri mengambil bagian dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
karya penciptaan-Nya (bdk. FC, art. 28) dan Kej 1:28 memperlihatkan dengan
jelas bahwa Allah sendirilah yang mengangkat mereka menjadi rekan kerja dalam
karya penciptaan. Catur Raharso (2014: 68) menegaskan bahwa “Agar ada
kesepakatan nikah, perlulah mempelai sekurang-kurangnya mengetahui bahwa
perkawinan adalah suatu persekutuan tetap antara pria dan wanita yang terarah
pada kelahiran anak, dengan suatu kerjasama seksual.”
Hasil dari relasi intim suami istri saling memberi diri dan menikmati cinta
secara sempurna adalah mengadakan, membesarkan dan mendidik anak. Anak
adalah buah kasih orangtua. Anak adalah milik Allah yang dititipkan pada
orangtua “membuat mereka menjadi lebih manusia” (Hello, 2006: 18).
Perkawinan adalah lembaga yang ditetapkan secara bijaksana oleh Allah
Pencipta untuk mewujudkan rencana kasih-Nya bagi umat manusia, melalui
penyerahan diri timbal balik yang khas, personal dan eksklusif, suami istri
membentuk persekutuan hidup untuk saling membantu mencapai kesempurnaan
pribadi, serta kerjasama dengan Allah dalam menciptakan generasi baru dan
mendidiknya. Cinta kasih suami istri yang mengantar mereka untuk saling
mengenal hingga menjadikan mereka “satu daging,” tidak hanya untuk suami istri
berdua, melainkan memampukan mereka untuk pemberian diri setinggi mungkin
sebagai rekan kerja Allah dalam meneruskan kehidupan baru dan menumbuhkembangkannya menjadi pribadi manusia (Catur Raharso, 2014: 69-70).
c. Pendidikan Anak
Tanggungjawab menyejahterakan anak, terkandung pula kewajiban untuk
mendidik anak-anak. Dalam Gravissimum Educationis art. 3 mengatakan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Karena telah memberikan kehidupan kepada anak-anak mereka, orangtua
terikat kewajiban yang sangat berat untuk mendidik anak-anak mereka, dan
karena itu mereka harus diakui sebagai pendidik pertama dan utama anakanak mereka. Tugas mendidik ini begitu berat, sehingga kalau tidak ada
sulit untuk dilengkapi.”
Kemudian dalam FC, art. 36 mengatakan:
“Tugas mendidik berakar dalam panggilan utama suami istri untuk
berperan serta dalam karya penciptaan Allah. Dengan membangkitkan
dalam dan demi cinta kasih seorang pribadi yang baru yang dalam dirinya
mengembangkan diri, orangtua sekaligus bertugas mendampinginya secara
efektif untuk menghayati hidup manusiawi sepenuhnya.”
Catur Raharso (2014: 75) menegaskan kembali pernyataan di atas dengan
mengutip KHK kan. 1136 mengatakan bahwa “Orangtua mempunyai kewajiban
sangat berat dan hak primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak,
baik fisik, sosial dan kultur, maupun moral dan religius.” Pendidikan anak harus
mengarah pada pendidikan demi masa depan anak-anak terdapat dalam GS, art.
52a mengatakan:
“Anak-anak harus dididik sedemikian rupa sehingga setelah mereka
dewasa, dapat mengikuti dengan penuh rasa tanggungjawab panggilan
mereka termasuk juga panggilan khusus, dan memilih status hidup, bila
mereka memilih status hidup pernikahan, semoga mereka dapat
membangun keluarganya sendiri dalam situasi moral, sosial dan ekonomi
yang menguntungkan mereka.”
Pedoman Pastoral Keluarga art. 9 mengatakan bahwa “Berkat rahmat
sakramen perkawinan, suami istri menerima rahmat istimewa yang membuat
mereka lebih mampu menjadi suci dan mendidik anak-anak secara Katolik” (bdk.
LG, art. 11). Kemudian Pedoman Pastoral Keluarga art. 10 mengatakan bahwa
“Kehadiran anak-anak dalam keluarga merupakan anugerah sangat berharga dan
sekaligus mahkota cinta kasih dalam perkawinan.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Maka anak-anak selayaknya dicintai, dihargai, diterima sepenuhnya dan
dikembangkan sebaik mungkin oleh kedua orangtua. Tugas mendidik anak
bersumber dari panggilan asli orangtua untuk berpartisipasi dalam karya
penciptaan Allah. Karena cinta dan demi cinta orangtua telah melahirkan
kehidupan baru. Selanjutnya kelahiran baru (anak) ini terpanggil untuk
berkembang dan bertumbuh menjadi pribadi manusia yang utuh dan dewasa.
Karena itu, sangatlah logis dan natural bahwa orangtua memiliki tugas dan
tanggungjawab utama dan langsung untuk membantu secara efektif anak-anak
mereka agar dapat hidup sepenuhnya sebagai pribadi manusia (Catur Raharso,
2014: 75).
Hello (2006: 19) mengatakan bahwa “Orangtua dapat melakukan tugasnya
sebagai pembimbing utama
yang mengarahkan, menuntun, memberikan
pengertian dan pemahaman yang benar tentang sesuatu hal sesuai kaidah-kaidah
iman kristiani.” Keluarga menjadi tempat pertama dan utama dalam pendidikan
iman (bdk. Ul 6:7).
3. Ciri-ciri Perkawinan Katolik
Kitab Suci Perjanjian Baru (KSPB) dalam Mrk 10:8; Mat 19:5 dan 1Kor 7
mengajarkan ciri/sifat perkawinan Katolik yakni monogami dan sifat tak
terputuskan.
Ajaran Gereja mengenai ciri-ciri perkawinan mulai zaman Bapa-bapa
Gereja sampai zaman ini sebagai berikut: ikatan perkawinan antara orang-orang
Kristen bersifat monogam dan tak terputuskan setelah diucapkannya “janji nikah”
dan setelah dilakukan “consummatio” oleh suami istri karena perkawinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
merupakan lambang hubungan kasih antara Kristus dan Gereja. Perkawinan sah
antara dua orang kristen benar-benar merupakan sebuah sakramen dan ikatannya
bersifat tak terputus, monogami dan menolak poligami berdasarkan hukum ilahi
HV, art. 9 dan GS, art. 49 mengatakan bahwa “Cinta suami istri adalah setia dan
eksklusif sampai akhir hidup, demikianlah mempelai dan pengantin memahaminya
pada hari mereka dengan bebas dan sadar saling mengikat dengan janji nikah
mereka.” Kemudian FC, art. 19 mengatakan bahwa “Perjanjian kasih perkawinan
suami isteri „bukanlah dua, melainkan satu‟ dan dipanggil untuk senantiasa
tumbuh dalam kesatuan dan kesetiaan setiap hari, dengan berpegang teguh pada
janji perkawinan untuk penyerahan diri timbal balik.”
Perkawinan Katolik memiliki ciri-ciri hakiki, yang membedakannya
dengan perkawinan lain. Rubiyatmoko (2012: 20) mengungkapkan kekhasan
perkawinan Katolik dengan mengutip KHK kan. 1056 mengatakan “Ciri-ciri
hakiki (proprietates) perkawinan ialah unitas (kesatuan) dan indissolubilitas (tak
terputuskan), yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus
atas dasar sakramen”. Dua ciri hakiki perkawinan, yaitu kesatuan (unitas) dan tak
terputuskan (indissolubilitas) yang merupakan ciri esensial karena melekat dan
terkandung dalam setiap perkawinan sebagai realitas natural (Catur Raharso, 2014:
94). Perkawinan yang baik harus memiliki dan memperjuangkan ciri-ciri berikut:
monogami, tak terceraikan, terbuka bagi keturunan dan keluarga Kristiani adalah
“Gereja mini” (Gilarso, 2015: 12-13).
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai ciri perkawinan Katolik, maka
penulis memilih monogami artinya perkawinan yang dilakukan antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan serta menolak adanya poligami; dan tak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
terceraikan artinya suatu perkawinan yang berlangsung seumur hidup dan tidak
dapat diputuskan dengan alasan apapun dan oleh siapapun, kecuali oleh kematian.
a. Unitas (kesatuan)
1) Dasar Unitas
Dasar unitas terungkap dalam KSPL dan KSPB menjadi “satu daging”
(Kej 2:24; Mrk 10:8; Mat 19:5; Ef 5:31) yang isinya “Sebab itu seorang laki-laki
akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga
keduanya menjadi satu daging.” Cinta kasih suami isteri sungguh-sungguh
merupakan cinta kasih perjanjian yang bersifat eksklusif dan tetap (bdk. Ams 5:1520).
Kej 1:27 dan Kej 2:24 dengan tegas dan berwibawa merestui cita-cita suci
perkawinan monogam sebagai perkawinan yang memenuhi kehendak Allah,
karena melambangkan kesetiaan kasih antara Yahwe dan umat-Nya (Bambang
Alriyanto, 1996: 3, 5). Kemudian St. Paulus dalam 1Kor 7 dan Ef 5 dengan sikap
yang cukup keras dan tegas memperjuangkan nilai perkawinan yang monogam tak
terceraikan, dengan berpegang pada faham penciptaan (Bambang Alriyanto, 1996:
58).
Paus Pius XI dalam ensiklik “Casti Cannubii” mengatakan bahwa ikatan
perkawinan bersifat monogami dan tak terputus berdasarkan hukum ilahi dan perlu
dilaksanakan dengan kasih yang teguh. Kemudian Konsili Vatikan II dalam
konstitusi “Gaudium et Spes” bahwa praktik poligami dan perceraian
mengaburkan martabat perkawinan, dan sifat monogami dan tak terputusnya
ikatan perkawinan muncul dari sifat kodrati kasih suami istri, diajarkan oleh
Kristus sendiri, dan mengungkapkan kesetaraan derajat pria dan wanita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Selanjutnya Paus Pius VI dalam ensiklik “Humanae Vitae” menghubungkan sifat
monogami dan tak terputusnya ikatan perkawinan dengan sifat-sifat khas kasih
suami istri yang eksklusif dan setia. Akhirnya Paus Yohanes Paulus II dalam
amanat apostoliknya “Familiaris Consortio” mengajarkan bahwa sifat monogam
dan tak terputusnya ikatan perkawinan bersumber pada kasih suami istri dan
disempurnakan oleh Roh Kudus dalam Sakramen Perkawinan.
Rubiyatmoko (2012: 21) menegaskan kembali dengan mengutip kan. 1056
“Ciri hakiki perkawinan ialah unitas (kesatuan) menunjuk unsur unitif dan
monogam perkawinan”. Dengan unsur unitif dimaksud sebagai unsur yang
menyatukan suami istri secara lahir
dan batin. Sedangkan unsur monogam
menyatakan bahwa perkawinan dinyatakan sah jika dilaksanakan hanya antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kemudian Katekismus Gereja Katolik
(KGK) artikel 1645 mengatakan bahwa “Kesatuan perkawinan yang dikukuhkan
oleh Tuhan tampak secara jelas dari martabat pribadinya yang sama baik pria
maupun wanita, yang harus diterima dalam cinta kasih timbal balik dan penuh.”
Dasar monogami dapat dilihat dalam martabat pribadi manusia yang tiada
taranya pria dan wanita saling menyerahkan dan menerima diri dalam cinta kasih
total tanpa syarat dan secara eksklusif. Hal ini mau menegaskan bahwa pasangan
suami istri saling menyerahkan diri secara total dan eksklusif, sehingga tidak ada
alasan untuk poligami (Go, 2005: 17).
Pedoman persiapan perkawinan di lingkungan Katolik mengatakan bahwa
“Persekutuan suami istri berakar dalam sifat saling melengkapi secara kodrati,
yang terdapat antara pria dan wanita, dan makin dikukuhkan oleh kerelaan pribadi
suami istri untuk bersama-sama melaksanakan seluruh rencana hidup mereka,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
saling berbagi apa yang dimiliki dan seluruh kenyataan mereka.” Hal ini mau
mengatakan bahwa dalam perkawinan, seorang laki-laki dan seorang perempuan
dengan cinta yang penuh, total, dan tidak terbagi-bagi, saling menyerahkan diri
seutuhnya, sehingga mendorong suami istri untuk mewujudkan persatuan yang
semakin kaya di antara mereka.
Dalam kehidupan di masyarakat, dapat ditemukan pasangan suami istri
yang tidak setia pada dasar monogami perkawinan dengan melakukan tindakan
poligami, karena alasan istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri,
cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan, dan bila istri tidak
dapat melahirkan keturunan. Tentu hal ini bertentangan dengan monogami, karena
istri diperlakukan menurut sifat-sifat tertentu dan tidak menurut martabatnya
sebagai manusia. bdk. dengan gagasan janji perkawinan: kasih-setia dalam sukaduka, untung-malang, sehat-sakit (Go, 2005: 17).
2) Pengertian Unitas
Pandangan Gereja mengenai unitas sebagai perjanjian pernikahan pria dan
wanita “Bukan lagi dua melainkan satu” (Mat 19:6; bdk. Kej 2:24), yang dipanggil
untuk tetap bertumbuh dalam persekutuan melalui kesetiaan dari hari ke hari
terhadap janji pernikahan untuk saling menyerahkan diri seutuhnya. Pandangan
Negara mengenai unitas terdapat dalam UU RI no. 1/1974 bab 1 pasal 3
mendefenisikan perkawinan sebagai “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri.”
Kesatuan atau unitas menunjuk unsur unitif dan monogam perkawinan.
Dengan unsur unitif dimaksudkan sebagai unsur yang menyatukan suami istri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
secara lahir batin. Sedangkan unsur monogam menyatakan bahwa perkawinan
hanya sah jika dilaksanakan hanya antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
(Rubiyatmoko, 2012: 21).
Perkawinan adalah kesatuan (unitas, unity) relasi antara seorang pria dan
seorang wanita untuk hidup sebagai suami istri sepanjang hayat melalui perjanjian
yang bersifat eksklusif (Catur Raharso, 2014: 95). Tindakan atau perilaku yang
bertentangan dengan kesatuan relasi suami istri, yaitu poligami (poligini artinya
seorang pria beristri lebih dari satu perempuan atau poliandri artinya seorang
wanita bersuami lebih dari satu laki-laki), sekaligus kontra ketidaksetiaan, karena
ketidaksetiaan
melanggar
kesatuan
perkawinan
karena
kesetiaan
adalah
konsekuensi langsung dan logis dari kesatuan atau monogami (Catur Raharso,
2014: 97, 100). Selanjutnya Go (2005: 16) mengatakan bahwa “Monogami berarti
perkawinan antara seorang pria dan seorang perempuan, jadi lawan dari poligami
atau poliandri.”
Keseluruhan defenisi mengenai unitas mengandung pengertian bahwa
perkawinan itu antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bersatu lahir
batin seumur hidup secara eksklusif.
3) Impikasi atau konsekuensi Unitas
Pasangan suami istri dengan mengikrarkan janji perkawinan menyadari
konsekuensi dari perkawinan untuk tetap setia dan mencintai pasangannya dengan
tidak poligami. Implikasi atau konsekuensi unitas dengan mengesampingkan
poligami simultan dan poligami suksesif serta hubungan intim dengan pihak ketiga
(Go, 2005: 16-17). Selain itu mewujudkan tanggungjawab membina perkawinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
dengan kesetiaan (Go, 1990: 7). Dalam hal ini menolak poligami simultan
maksudnya dituntut ikatan perkawinan dengan hanya satu jodoh pada waktu yang
sama dan poligami suksesif artinya berturut-turut kawin cerai, sedangkan hanya
perkawinan pertama yang dianggap sah, sehingga perkawinan berikutnya tidak
sah.
KHK kan.1056 mengenai ikatan perkawinan yang unitas, eksklusif dan
indissolubilitas. Kemudian ditegaskan dalam Gaudium et Spes artikel 49
mengatakan bahwa “Sebagai pemberian diri timbal balik antara dua pribadi,
persatuan yang mesra itu, begitu pula kepentingan anak-anak menuntut kesetiaan
seutuhnya dari suami istri, dan meminta kesatuan yang tak terceraikan antara
mereka.”
b. Indissolubilitas (tak terputuskan)
1) Dasar Indissolubilitas
Go (2005: 18) mengatakan dasar indissolubilitas terungkap dalam KSPB
misalnya Mrk 10:2-12; Mat 5:31-32; 19:2-12; Luk 16:18. Dalam Kitab Suci
dikisahkan orang Farisi bertanya kepada Yesus “Apakah diperbolehkan suami
menceraikan istrinya?” Yesus menegaskan “Apa yang telah dipersatukan Allah,
janganlah itu diceraikan manusia” (Mat 19:6) dan pasangan suami istri yang
bercerai serta kawin lagi melakukan perbuatan zinah (bdk. Mat 19:9; Mrk 10:12).
Jelas dalam teks Mat 19:2-12 dan Mrk 10:2-12 menyatakan penolakan Yesus
terhadap perceraian. Ia memahami izin perceraian yang diberikan oleh hukum
Musa sebagai suatu hal yang terpaksa diberikan karena ketegaran hati orang-orang
Israel dan sebagai suatu hal yang melawan rencana Allah, alasannya karena Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
sendiri yang telah menyatukan suami-istri, agar mereka menjadi “satu daging”.
Dengan perkataan lain Yesus mengajarkan bahwa perkawinan itu menurut
kehendak Allah harus bercirikan “tak terceraikan” (Hadiwardoyo, 2004: 22).
Pedoman persiapan perkawinan di lingkungan Katolik mengatakan bahwa
“Pasangan suami istri Katolik menyadari bahwa perkawinan itu dikehendaki dan
diberkati oleh Allah, sehingga tidak ada satu alasanpun dapat memutuskan
perkawinan.” Bila terjadi perceraian kemudian menikah
lagi, mereka
hidup
dalam perzinahan. Sifat perkawinan yang tak dapat diputuskan berakar pada
panggilan Allah yang mempersatukan seorang pria dan seorang wanita sebagai
suami istri, sehingga apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia (bdk. Mat 19:6) dan memperoleh dasar kebenarannya dalam rencana yang
diwahyukan oleh Allah, Ia menghendaki serta menganugerahkan sifat tak
terbatalkan pernikahan sebagai buah hasil, sebagai lambang dan tuntutan cinta
yang mutlak setia, kasih Allah terhadap manusia dan kasih Tuhan Yesus terhadap
Gereja.
Dalam perkawinan pasangan suami istri selain dituntut untuk hidup dalam
persekutuan (kesatuan), juga hidup dalam penyerahan diri seumur hidup, demi
kesejahteraan pasangan maupun demi kepentingan anak-anak, sehingga tidak ada
alasan apapun untuk bercerai. Ajaran Kitab Suci dengan tegas mengatakan kepada
pasangan suami istri untuk setia dan menolak percerian maupun perzinahan, yang
menjadi tantangan dalam menghayati janji perkawinan jaman sekarang, sebab
perceraian dan perselingkuhan zaman ini dianggap hal yang biasa, sehingga orang
kurang menghayati janji perkawinan yang diikrarkan untuk setia seumur hidup
dengan pasangannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Ajaran Gereja dalam Konsili Trente Denzinger artikel 1801 mengatakan
bahwa “Perkawinan sebagai sakramen, tandanya perkawinan itu sendiri, yang
merupakan kesatuan kehendak dan kesatuan tubuh.” Tanda ini menghasilkan apa
yang ditandakan yakni kesatuan yang tak terceraikan di antara dua pribadi dan
menunjuk kepada realitas yang lebih dalam yaitu kesatuan Kristus dan GerejaNya.”
Hal ini ditegaskan kembali oleh Konsili Vatikan II dalam Gaudium et Spes
art. 48 mengatakan:
“Persekutuan mesra hidup perkawinan dan cinta itu telah ditegakkan oleh
Pencipta sendiri dan diaturnya dengan undang-undang-Nya, dan sudah jauh
berakar di dalam janji perkawinan dengan kesepakatan pribadi yang tak
dapat ditarik kembali. Karenanya dengan tindakan kemanusiaan itu, dengan
mana suami istri saling memberi dan menerima, timbullah suatu
perkerabatan yang menurut kehendak Ilahi maupun di mata masyarakat
merupakan sesuatu yang bersifat kekal.”
Kemudian Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio art. 20
mengatakan bahwa “Cinta suami istri juga berciri tak terputus, karena penuhnya
cinta itu, maka perceraian ditolak secara tegas oleh Kristus.” Selanjutnya dalam
Katekismus Gereja Katolik (KGK) art. 1644-1645 mengajarkan tentang unitas
dan indissolubilitas.
Keseluruhan ajaran Gereja menegaskan bahwa perkawinan yang telah
diikarkan itu sifatnya kekal dan tak terputuskan, kecuali kematian.
2) Pengertian Indissolubilitas
Kitab Suci Perjanjian Baru menegaskan bahwa seorang pria dan seorang
wanita, yang telah dipersatukan oleh Allah dalam ikatan perkawinan, tidak boleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
diceraikan manusia (bdk. Mat 19:6). Hal ini mengatakan persekutuan suami istri
tidak hanya bercirikan kesatuan, tetapi juga tak terbatalkan.
GS, art. 49 mengatakan bahwa “Sebagai pemberian diri timbal balik antara
dua pribadi itu, begitu pula kepentingan anak-anak menuntut kesetiaan seutuhnya
dari suami istri, dan meminta kesatuan yang tak terceraikan antara mereka.” UU
RI no. 1/1974 bab 1 pasal 1 mencita-citakan perkawinan yang bahagia dan kekal.
Rubiyatmoko (2012: 21) mengutip KHK 1983 kan. 1056 mengatakan
“Ciri hakiki perkawinan adalah perkawinan yang telah dilangsungkan secara sah
menurut tuntutan hukum, mempunyai akibat tetap dan tidak dapat diceraikan atau
diputuskan oleh kuasa manapun kecuali kematian.” Kemudian Catur Raharso
(2014: 101) mengatakan bahwa “Sifat tak terputuskan (Indissolubilitas)
menunjukkan bahwa ikatan perkawinan bersifat absolut, eksklusif dan berlangsung
seumur hidup, serta tidak dapat diputuskan oleh kuasa apapun kecuali kematian.”
Pemahaman perkawinan sifatnya absolut, eksklusif, seumur hidup dan tak
terputuskan, maka hendaknya pasangan suami istri Katolik bersikap kontra
perceraian (indissolubility) yang dapat menimbulkan berbagai dampak negatif
khususnya bagi anak-anak yang menjadi korban dari perceraian. Indissolubility
merupakan sebuah nilai fundamental yang perlu dibela, karena perceraian
membawa dampak negatif yang tak tersembuhkan, khususnya terhadap anak-anak
(Catur Raharso, 2014: 109).
Go (2005: 17) mengatakan bahwa “Sifat tak terputuskannya ikatan
perkawinan
artinya
ikatan perkawinan berlaku seumur
hidup karena
perkawinan berarti penyerahan diri total tanpa syarat, juga tanpa pembatasan
waktu di dunia fana ini.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Dua kategori indissolubilitas yakni interna atau relativa, yaitu ikatan
perkawinan yang tidak dapat diputuskan atas dasar konsensus (persetujuan) dan
kehendak (kemauan) suami istri, namun diputuskan oleh kuasa gerejawi yang
berwenang dan externa atau absoluta, jika perkawinan tidak dapat diputuskan oleh
kuasa manusiawi manapun, kecuali oleh kematian (Susianto Budi, 2015: 13-14).
Ikatan perkawinan dapat diputuskan oleh kuasa Gereja, karena diyakini kuasa
yang telah diberikan dari Yesus Kristus kepada Petrus dan para rasul lainnya,
sekali untuk selamanya demi melaksanakan misi yakni keselamatan manusia,
termasuk kuasa untuk menetapkan dan melepaskan ikatan nikah (bdk. kan. 11431149).
Eminyan (2005: 42-43) mengutip pendapat etnolog besar W. Schmidt
bahwa perkawinan bersifat indissolubilitas sudah diakui sejak awal budaya
manusia ada dan indissolubilitas dihargai begitu tinggi oleh Homerus dalam ceritacerita kepahlawanannya. Indissolubilitas tidak hanya merupakan bentuk
perkawinan yang memberikan kondisi-kondisi yang sangat menguntungkan bagi
keluarga, tetapi juga bahwa indissolubilitas sama sekali esensial baginya.
Indissolubilitas menentang perceraian yang merusak keutuhan dan
kesejahteraan pasangan suami istri serta kebahagiaan anak-anak yang telah
dipercayakan Tuhan untuk dipelihara dan dididik, karena ketidaksetiaan dan
egoisme.
3) Implikasi atau Konsekuensi Indissolubilitas
Indissolubilitas dapat bersifat interna, yaitu ikatan perkawinan tidak dapat
diputuskan oleh kemauan dan persetujuan suami istri (karena mereka tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
mempunyai hak dan kuasa untuk mencabut kembali konsensus perkawinan yang
telah mereka ikrarkan). Namun dapat diputuskan atas intervensi kuasa gerejawi
yang berwenang. Hal ini disebut Indissolubilitas relativa yaitu ikatan perkawinan
tersebut memang tidak dapat diputuskan atas dasar konsensus dan kehendak suami
istri itu sendiri, namun dapat diputuskan oleh kuasa grejawi yang berwenang.
Sedangkan indissolubilitas bersifat externa, jika perkawinan tersebut tidak dapat
diputuskan oleh kuasa manusiawi manapun. Hal ini disebut Indissolubilitas
absoluta yaitu jika ikatan perkawinan tidak dapat diputuskan oleh kuasa manapun
kecuali oleh kematian (Rubiyatmoko, 2012: 22).
Indissolubilitas menunjukkan bahwa ikatan nikah bersifat absolut,
eksklusif dan berlangsung seumur hidup, serta tidak dapat diputuskan selain oleh
kematian (Catur Raharso, 2014: 101). Hal ini sejalan dengan Visi Allah Pencipta
bahwa ikatan perkawinan merupakan kehendak Ilahi (Kej 1:27; Kej 2:24) dan
konsekuensi kodrat manusia dari perkawinan natural dan perkawinan sakramen
(Balun, 2011: 52-61).
KHK kan. 1099 mengatakan bahwa “Kekeliruan mengenai unitas dan
indissolubilitas atau mengenai martabat sakramental perkawinan asalkan tidak
menentukan kemauan, tidak meniadakan kesepakatan perkawinan.” Hal ini
menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk membatalkan perkawinan, baik yang
dilangsungkan secara sakramen, yakni perkawinan antara dua orang yang dibaptis;
maupun secara non sakramen, yakni perkawinan dimana salah satunya dibaptis
atau keduanya tidak dibaptis (Rubiyatmoko, 2012: 21).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
4. Sakramental
Kitab Kejadian memberikan gambaran bahwa Allah sungguh memberkati
perkawinan (bdk. Kej 1:28). Campur tangan Allah itulah yang menjadi dasar yang
kuat untuk menjadikan perkawinan sebagai sakramen. Sebagaimana Pedoman
Pastoral Katolik art. 6 mengatakan bahwa “Dengan Sakramen Perkawinan, suami
istri Katolik menandakan misteri kesatuan dan cinta kasih yang subur antara
Kristus dan Gereja dan ikut serta menghayati misteri itu” (bdk. Ef 5:32).
Sakramen yaitu tanda mata atau tanda cinta dari Tuhan kepada manusia.
Setiap sakramen adalah tanda kehadiran Tuhan dan sarana dalam tangan Tuhan
untuk menghubungi manusia, agar kita selalu dekat dengan-Nya dan merasa
dicintai oleh-Nya. Dalam Sakramen Perkawinan, tanda kehadiran Tuhan mencintai
umat-Nya diwujudkan melalui manusia sendiri, ketika kedua mempelai di hadapan
imam dan para saksi mengucapkan janji setia. Sekali mereka “dipersatukan oleh
Allah” dengan “saling menerimakan” Sakramen Perkawinan, Tuhan menetapkan
manusia pria untuk menjadi tanda cinta-Nya bagi si wanita, dan Tuhan
mengangkat manusia wanita untuk menampakkan kehadiran-Nya, demikian pula
pria dan wanita, sebagai suami istri menjadi alat dalam tangan Tuhan untuk
menampakkan kebaikan-Nya dan semakin mendekatkan hidup mereka kepada
Tuhan (Gilarso, 2015: 156-157).
Sakramen adalah lambang atau simbol kelihatan yang menghadirkan karya
keselamatan Allah. Perkawinan Katolik adalah sakramen artinya perkawinan
Katolik melambangkan serta menghadirkan Allah yang menyelamatkan. Paham
perkawinan sebagai sakramen berasal dari ajaran Santo Paulus dalam suratnya
kepada jemaat di Efesus 5:11-22 dijelaskan bahwa hubungan cinta kasih suami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
istri bukan hanya luhur dan mulia, tetapi bersifat Ilahi, karena dikehendaki oleh
Allah dan menunjuk kepada kesatuan Kristus dan Gereja-Nya (Susianto Budi,
2015: 9).
Gereja Katolik mengenal Sakramen Perkawinan sebagai salah satu dari
ketujuh Sakramen. Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan adalah suatu hal yang
luhur. Dengan adanya Sakramen Perkawinan secara lahiriah ada tanda yang
menyatakan bahwa Allah hadir dalam kehidupan perkawinan dan Allah menjadi
saksi cinta kasih sang suami dan istri (bdk. Mal 2:14). Perkawinan dijadikan
sakramen karena Kitab Suci menjunjung tinggi perkawinan, bahkan St.Paulus
menegaskan supaya suami-istri saling mencintai seperti Kristus mencintai umatNya atau jemaat/ Gereja-Nya (bdk. Ef 5:21-33).
Hubungan suami istri dalam perkawinan Katolik digambarkan dengan
sikap Yahwe yang penuh cinta kasih dan setia kepada Israel (bdk. Ul 24:1-4).
Kemudian Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus menggambarkan
perkawinan seperti cinta kasih Kristus sebagai penyelamat dengan Gereja sebagai
isteri-Nya, dan ketaatan penuh cinta kasih dari Gereja terhadap Kristus sang
mempelai (bdk. Ef 5:21-32). Hal ini ditegaskan kembali dalam “Familiaris
Consortio” artikel 13 mengatakan bahwa “Perkawinan antara dua orang terbaptis
merupakan simbol nyata dari perjanjian baru dan kekal antara Kristus dan Gereja,
merupakan sakramen, peristiwa keselamatan.”
Kitab Hukum Kanonik mengatakan bahwa perkawinan sakramen, apabila
perkawinan itu dilaksanakan secara sah antara dua orang yang dibaptis (bdk. Kan.
1055§ 2, KGK art. 1240). Rubiyatmoko (2012: 20) mengutip kan. 1055§ 1
menyebutkan “Kristus telah mengangkat perkawinan menjadi sakramen, sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
sifat perkawinan di antara orang-orang yang telah dibaptis adalah sakramen (§ 2).”
KHK kan. 1055§ 1 diakhiri dengan frasa “antara orang-orang yang dibaptis
diangkat oleh Kristus ke martabat sakramen”. Hal ini menegaskan bahwa
perkawinan antara dua orang yang dibaptis secara sah, baik dibaptis dalam Gereja
Katolik ataupun dalam Gereja Kristen non Katolik diangkat ke martabat sakramen.
Maka sakramen perkawinan adalah cinta kasih suami istri kristiani yang
dinyatakan dalam kesepakatan nikah timbal balik dalam sebuah ritus liturgis
(Catur Raharso, 2014: 81, 84).
Pedoman persiapan perkawinan di lingkungan Katolik mengatakan bahwa
“Sakramen berarti tanda efektif yang menunjukkan dan menyalurkan rahmat.”
Sakramen Perkawinan, artinya suami
istri
diberi anugerah dan tugas untuk
memperjelas dalam dirinya sendiri kasih Tuhan kepada dunia.
Beberapa pendapat
memilih
Sakramen
mengenai
Sakramen
Perkawinan, maka penulis
Perkawinan sebagai lambang kehadiran Kristus yang
mencintai Gereja-Nya, dihayati oleh pasangan suami istri Kristiani dalam
perkawinan.
5. Janji Perkawinan Katolik
Janji atau sumpah berarti memilih untuk melayani orang lain, mengabdikan
diri seutuhnya pada seseorang. Bila orang mengikat diri pada seorang lain maka
berarti ia terikat secara ganda. Dengan demikian ia harus melayani, apapun yang
akan terjadi pada dirinya atau partnernya. Mengikat janji merupakan persetujuan,
suatu jaminan yang diberikan menyangkut diri seseorang, merupakan keharusan
yang membebaskan dan memberikan keleluasaan. Dengan berupaya memenuhi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
janji, orang semakin rela untuk melayani. Perkawinan Kristen merupakan bentuk
pelayanan serta janji yang menuntut banyak dari manusia untuk melayani: dalam
untung dan malang, seumur hidup (Burtchell, 1990: 32).
Janji perkawinan memiliki rumusan yang di dalamnya memperlihatkan
kesediaan untuk menjadi satu bukan hanya satu daging, namun satu roh. Hal ini
selaras dengan rumusan dari Komisi Liturgi KAS (2012: 42) isinya:
MP: Dihadapan imam, para saksi dan seluruh umat yang hadir di sini, saya
… MP memilih engkau … MW menjadi istri saya.
Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan
sakit. Saya mau mengasihi dan menghormatimu sepanjang hidup saya.
MW: Di hadapan imam, para saksi dan seluruh umat yang hadir di sini
saya … MW memilih engkau MP menjadi suami saya.
Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan
sakit. Saya mau mengasihi dan menghormatimu sepanjang hidup saya.
Dalam janji perkawinan terdapat 3 janji pokok, yakni: pertama janji untuk
setia dalam untung dan malang, sehat dan sakit, suka dan duka, dalam kelebihan
dan kekurangan; kedua janji untuk mengasihi dan menghormati sepanjang hidup;
ketiga janji untuk mendidik anak-anak yang dipercayakan Tuhan secara Katolik.
Janji perkawinan mengandung makna secara inplisit tujuan dari
perkawinan untuk kesejahteraan suami istri dan sifat perkawinan yang unitas dan
indissolubilitas yakni untuk setia pada pasangan dalam situasi apapun.
Janji perkawinan berakar dari kitab Hos 2:18-19 yang merupakan janji
Allah kepada Israel, yang isinya “Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk
selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam keadilan dan
kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang. Aku akan menjadikan engkau
isteri-Ku dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN.” Dalam
seluruh perjanjian antara Allah dengan Israel, dimana Allah menjadikan Israel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
sebagai istri-Nya, senantiasa setia dan mengasihinya sepanjang waktu, walaupun
Israel tidak setia dan menghianati Allah.
B. FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT MEMPENGARUHI UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS
1. Faktor Kepribadian
Dalam perkawinan, dua pribadi yang berbeda sikap dan karakter menjadi
satu. Injil Matius memberi gambaran mengenai proses dua pribadi menjadi satu:
“Mereka bukan lagi dua, melainkan satu” (bdk. Mat 19:6; Kej 2:24). Perkawinan
merupakan proses menjadi satu, apabila suami istri memiliki pribadi yang matang
dan siap memberi diri untuk mencintai pribadi yang lain, sedangkan bagi pasangan
yang belum matang, perkawinan hanyalah merupakan tempat pelarian dan
persembunyian. Ketika perkawinan menjadi tempat persembunyian bagi pasangan
individu-individu yang lemah, yang bersama-sama melarikan diri dari partisipasi
aktif, maka perkawinan merugikan pasangan itu maupun masyarakat.” Perkawinan
persembunyian dari dua individu yang belum matang tidak akan langgeng.
Perkawinan “saling membelakangi” dari dua orang yang disatukan oleh kesamaan
paranoia dan pertahanan diri terhadap lingkungan sekitar merupakan perkawinan
yang tidak kreatif (Hommes, 1992: 156-157).
Perkawinan adalah suatu persekutuan hidup antara suami istri artinya
antara dua orang yang pada satu pihak berbeda (sebagai pria dan wanita), tetapi
dipihak lain sama (sebagai manusia yang diciptakan menurut gambar Allah).
Keduanya merupakan suatu dwitunggal yang hidup bersama dan bekerja bersama.
Perbedaan mereka sebagai pria dan wanita dikehendaki oleh Allah, maksudnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
supaya mereka saling membantu, saling mengisi dan saling melengkapi (Abineno,
1983: 16).
Bagus Irawan (2007: 73) menemukan sejumlah keluarga mengalami
masalah relasi suami istri sebanyak 42 kasus dari 100 kasus yang diteliti sebagai
penyebab relasi suami istri antara lain: ketidak-dewasaan pribadi dari salah satu
atau keduanya 16,7%, ketidak-cocokan watak 4,8%, lunturnya rasa tertarik atau
cinta satu sama lain 19,0%, perbedaan pandangan yang sulit disatukan 11,9%,
campur tangan pihak ketiga 47,6% . Kemudian hasil riset pada tahun 2007
menunjukkan 35,29% responden mengatakan konflik dalam keluarga dipicu oleh
pribadi pasangan. Karakter dan kepribadian suami istri yang kurang dewasa atau
matang sering menjadi penyebab dan pemicu terjadinya konflik, pertengkaran dan
ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Ketidakdewasaan pribadi itu dapat
muncul dalam beberapa rupa sikap atau tindakan: menuntut, tidak menerima dan
menghargai
keunikan
pribadi,
melindungi
“privacy”,
menyimpan
luka,
melemparkan kesalahan pada pasangan (Agung Prihartana, 2013: 29-47).
Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio artikel 15 mengatakan
bahwa “Dalam pernikahan dan keluarga terbentuk suatu kompleks hubungan antar
pribadi: suami dan istri, orangtua dan anak, kakak dan adik, melalui relasi-relasi
itu setiap anggota diintegrasikan ke dalam “keluarga manusia” dan “keluarga
Allah” yakni Gereja.” Kemudian FC, art. 18 mengatakan:
Prinsip dan kekuatan dari relasi itu adalah cinta kasih. “Keluarga yang
didasarkan pada cinta kasih serta dihidupkan olehnya merupakan
persekutuan pibadi-pribadi: suami dan istri, orangtua dan anak-anak, sanak
saudara. Cinta kasih antara suami istri dijabarkan dari situ secara lebih luas,
cinta kasih antar anggota keluarga, antara orangtua dan anak, antara kakak
beradik, kaum kerabat dan anggota keluarga dihidupkan dan ditopang oleh
dinamika yang tak kunjung henti yang mengantar keluarga kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
persekutuan yang kian mendalam dan intensif, dan itu mendasari dan
menjiwai rukun hidup pernikahan dan keluarga.
Maka perlu dibangun kesadaran agar setiap pasangan mampu menerima
keunikan pasangannya, sebab ketidakmampuan memahami keunikan pasangan ini
terus berlangsung, maka dapat menimbulkan berbagai persoalan dalam kehidupan
pasangan suami istri tersebut. Dengan demikian suami istri benar-benar terbuka,
saling percaya, saling menerima kelebihan dan kekurangan pasangan untuk saling
melengkapi karena didasari oleh cinta.
2. Faktor Internal Keluarga
Pada awal perkawinan, biasanya semua masih terasa mudah dan berjalan
dengan sewajarnya. Suami dan istri masih mau saling mendahului dalam usaha
membahagiakan pasangannya dan dengan iklas mau berkorban untuk pasangan.
Dalam suasana seperti itu, proses penyesuaian diri antara suami dan istri dapat
berjalan dengan lancar dan berhasil. Relasi suami istri yang dibangun masih dekat,
intim dan hangat. Namun keadaan seperti itu biasanya tidak berlangsung lama.
Selang beberapa waktu kemudian sifat-sifat dan watak yang sebenarnya mulai
tampak dan suasana mulai berubah (Gilarso, 2015: 41-42).
Banyak alasan yang dapat dikemukakan sebagai latar belakang terjadinya
perubahan tersebut. Sebut saja misalnya soal usaha penyesuaian suami istri satu
sama lain. Tantangan pertama yang dihadapi suami istri adalah masalah
penyesuaian diri satu sama lain (Gilarso, 2015: 42). Bila dianalisis lebih saksama
lagi, ternyata faktor utama yang menyebabkan renggangnya relasi suami istri
adalah karena kurangnya komunikasi antara suami dan istri (Gilarso, 2015: 43).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Kurangnya perhatian terhadap pasangan karena kesibukan dalam bekerja
misalnya, menjadi sebuah persoalan besar justru karena tidak dibarengi dengan
komunikasi yang baik. Suami atau istri tidak mengkomunikasikan apa yang
dilakukannya, sehingga apa yang dilakukan itu bisa menimbulkan interpretasi
keliru dari pasangannya. Situasi hidup suami istri tanpa komunikasi yang baik ini
dapat menimbulkan perasaan jengkel, kecewa, frustrasi dan dapat menyulut
kemarahan satu sama lain. Lebih lanjut, situasi seperti itu bisa menimbulkan
perasaan curiga dan hilangnya kepercayaan terhadap pasangan. Tanpa komunikasi
yang dilandasi dengan penerimaan diri satu sama lain niscaya akan muncul
dampak negatif bagi relasi suami istri itu dan tentu mengancam keutuhan
perkawinan mereka.
Dalam masyarakat Indonesia, perkawinan bukan saja dianggap sebagai soal
suami dan istri, tetapi juga sebagai soal orangtua dan keluarga. Suami istri yang
kawin langsung atau tidak langsung berhubungan dengan orangtua dan keluarga
mereka (Abineno, 1983: 17).
Bagus Irawan (2007: 101) menemukan sejumlah keluarga mengalami
masalah kondisi anak-anak sebanyak 23 kasus dari 100 kasus yang diteliti sebagai
penyebab masalah internal keluarga antara lain: anak sakit atau cacat 7,4%, anak
menikah dengan orang yang tidak disetujui orangtua 22%, tidak adanya anak
7,4%, anak jauh dari orangtua 3,7%, anak belum punya jodoh 25,9%, anak
berhubungan seks sebelum nikah 33,3%. Kemudian hasil riset pada tahun 2007
menunjukkan 11,76% responden mengatakan ketegangan dalam relasi suami istri
dapat dipicu oleh persoalan anak. Tidak jarang terjadi perbedaan sikap antara
suami istri dalam mengasuh dan mendidik anak (Agung Prihartana, 2013: 50).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Bagus Irawan (2007: 101-102) mengutip pendapat Purwa Hadiwardoyo
menyatakan bahwa “Dalam masyarakat yang statis, pendidikan anak-anak
dilakukan dengan cara yang cukup mudah, melalui contoh dan latihan.” Anakanak dilatih untuk sabar, tekun dan tabah, sopan dan hormat pada pembesar, rukun
dengan sesama, mau mengalah pada yang lebih muda, rajin bekerja dsb. Pendek
kata, orangtua mendidik anak-anak seperti mereka dulu dididik oleh orangtua
mereka. Dalam masyarakat dinamis, pendidikan seperti itu tidak mencukupi lagi.
Anak-anak membutuhkan pendidikan model baru yang mempersiapkan mereka
menghadapi masyarakat baru dengan nilai-nilai baru seperti kreativitas,
produktivitas dan profesionalitas.
Faktor internal keluarga yang dimaksudkan adalah lebih menyangkut relasi
personal yang dibangun dalam kehidupan keluarga; relasi yang dibangun antara
suami istri dan anak-anak. Dengan kata lain, bagian ini hendak menyoroti
hubungan atau relasi “ke dalam” yang dibangun di dalam keluarga. Usaha untuk
membangun relasi “ke dalam” yang kokoh akan sangat membantu suami istri
dalam menjalani hidup perkawinannya.
3. Faktor Budaya
Dalam kehidupan masyarakat Jawa menghendaki keselarasan dan
keserasian dengan pola pikir hidup saling menghormati. Dengan hidup saling
menghormati akan menumbuhkan kerukunan, baik di lingkungan rumah tangga
maupun di dalam masyarakat luas. Keadaan rukun dimana semua pihak berada
dalam kedamaian, suka bekerjasama, saling asah, asih dan asuh baik dalam
hubungan keluarga, kehidupan sosial, rukun tetangga dan rukun satu kampung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Kerukunan dilandasi dengan adanya saling percaya antar pribadi. Adanya
keterbukaan terhadap siapa saja, adanya rasa tanggung-jawab dan merasa adanya
saling ketergantungan atau rasa kebersamaan (Bratawijaya, 1997: 81).
Hal ini menggambarkan pola dasar kehidupan masyarakat Jawa dalam
menciptakan keharmonisan dengan saling menghormati. Demikian juga pasangan
suami istri saling menghormati, sehingga menciptakan kerukunan dalam
membangun rumah tangga dengan saling bekerjasama, saling asah, asih dan asuh,
yang dilandasi saling percaya, keterbukaan, dan tanggungjawab, sehingga dapat
menangkal gangguan yang datang baik dari dalam maupun dari luar untuk
mewujudkan perkawinan yang langgeng.
Prinsip kerukunan hidup adalah mencegah terjadinya konflik karena bila
terjadi konflik bagi masyarakat Jawa akan berkesan secara mendalam dan selalu
diingat atau sukar untuk melupakan. Komunikasi akan terputus dan untuk
memulihkan kerukunan diperlukan pihak ketiga biasanya orang yang lebih tua dan
banyak pengalamannya (Bratawijaya, 1997: 81). Dampak negatif dari masyarakat
Jawa bila terjadi konflik akan menyimpan dan selalu mengingat, hal ini bisa terjadi
dalam hidup perkawinan, ketika terjadi konflik, mereka akan memendam dan
menutup diri sehingga tidak terjadi dialog. Hal ini dapat mengganggu dalam hidup
perkawinan.
Usaha menjaga kerukunan yaitu adanya kebiasaan dalam mengatasi
persoalan selalu dengan musyawarah untuk mufakat. Dalam musyawarah setiap
individu bebas mengeluarkan pendapatnya membantu memecahkan persoalan/
masalah (Bratawijaya, 1997: 81). Dampak positif dari masyarakat Jawa dalam
mengatasi masalah dengan musyawarah untuk mufakat, sehingga persoalan/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
masalah dapat diselesaikan dengan baik karena dengan pertimbangan matang. Hal
ini juga dialami pasangan suami istri ketika menghadapi persoalan, mereka
membicarakan dan memutuskan yang terbaik bagi kehidupan bersama, sehingga
tercipta kerukunan dalam keluarga, yang membuat perkawinan menjadi langgeng.
4. Faktor Kesehatan
Kej 2:24 menggambarkan kesatuan pria dan wanita “Sebab itu seorang
laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya menjadi satu daging.” Kesatuan pasangan suami istri dalam
melaksanakan pengudusan hidup perkawinan dengan tiga cara yakni: pemberian
diri, kesediaan melayani dan mencintai apa adanya (Agung Prihartana, 2013: 57).
Pemberian suami atau istri kepada pasangannya itu tidak hanya sekedar
sebuah hadiah atau ciuman atau pesta ketika ulang tahun kelahiran atau
perkawinan saja, tetapi lebih dari itu pemberian yang berarti tetapi seringkali berat
adalah kesetiaan di waktu malang, duka dan sakit. Karena pada saat itulah cinta
sejati yang berarti mengasihi dan memberikan diri sedang diuji kesejatian dan
keasliannya (Agung Prihartana, 2013: 59).
Suami istri memahami dan menghayati perkawinan sebagai sebuah
pelayanan, untuk berusaha semaksimal mungkin membangun suasana yang
membahagiakan dalam rumah tangga mereka. (Prihartana, 2013: 66). Kesetiaan
menjadi kunci untuk bertahan dalam ikatan perkawinan, karena adanya kesediaan
untuk saling menerima diri apa adanya (Agung Prihartana, 2013: 70).
Banyak pasangan suami istri yang gagal menjalankan kehidupan rumah
tangganya karena salah satu pasangan yang seharusnya saling melengkapi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
bahu membahu menjalani hidup, tidak bisa berbuat banyak. Sebaliknya pasangan
hidupnya menjadi sangat bergantung dan membutuhkan perhatian total. Kegiatan
rumah tangga menjadi tanggungjawab satu orang, baik urusan domestik atau
publik, terlebih jika sudah mempunyai anak (Tjia, 2014: 10).
5. Faktor Fisik
Pernikahan dipahami sebagai persekutuan seluruh hidup, maka suami istri
bertanggungjawab untuk membina dan mengembangkan hidup bersama. Dalam
mengembangkan hidup bersama pasangan suami istri menghidupi janji
perkawinan yang diikrarkan untuk setia dalam untung dan malang. Hal ini
mengandung konsekuensi untuk setia pada pasangan dalam situasi kondisi apapun.
Dalam kenyataan ditemukan kesulitan bagi pasangan untuk mewujudkan
janji perkawinan untuk setia dalam untung dan malang, contohnya ketika salah
satu dari pasangan muda mengalami kecelakaan, sehingga menjadi cacat dan
kondisi fisiknya tidak lagi menarik, yang dulunya cantik, ganteng, dan gagah,
sekarang berubah. Hal ini menjadi tantangan sekaligus kesulitan bagi pasangan
suami istri dalam menghayati janji pernikahan karena tergoda untuk berpaling dan
mencari pasangan lain yang lebih menarik. Selain itu karena pasangan kurang
mampu merawat dan mengurus diri untuk tetap tampil menarik di depan
pasangannya. Hal ini menjadi salah satu penyebab kehadiran orang ketiga dalam
kehidupan perkawinan yang dapat menghancurkan kesatuan dalam kehidupan
rumah tangga.
Hasil riset yang dilakukan Prihartana pada tahun 2007 menunjukkan
11,78% responden mengatakan kehadiran orang ketiga dapat menjadi pemicu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
konflik dalam keluarga. Kehadiran orang ketiga misalnya pria idaman lain (PIL)
atau wanita idaman lain (WIL), teman tapi mesra (TTM), mertua atau saudara
kandung yang tinggal serumah dengan pasangan suami istri (Prihartana, 2013: 49).
C. FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT MEMPENGARUHI DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN
YANG INDISSOLUBILITAS
1. Faktor Iman/ Agama
Fenomena banyak agama dengan iman kepercayaan yang berbeda-beda
adalah fenomena yang umum dalam masyarakat kita. Dalam konteks masyarakat
yang majemuk itu, kita hidup dan berinteraksi satu dengan yang lain. Oleh karena
interaksi tersebut, maka perkawinan campur (matrimonia mixta) tidak dapat
dihindari. Perkawinan campur (matrimonia mixta) terdiri atas perkawinan campur
beda agama (disparitas cultus) adalah perkawinan yang terjadi antara seorang
yang baptis Katolik atau yang diterima dalam Gereja Katolik dengan seorang yang
tak dibaptis sedangkan perkawinan campur beda gereja (mixta religio) adalah
perkawinan yang dilangsungkan oleh orang baptis Katolik atau yang diterima
dalam Gereja Katolik dengan orang baptis tidak Katolik (Rubiyatmoko, 2012:
131).
Alasan utama dari larangan perkawinan campur beda Gereja dan beda
agama adalah keyakinan bahwa bentuk kesatuan suami istri (perkawinan)
memiliki bahaya dan kesulitan yang sangat serius, khususnya terkait dengan
pelaksanaan dan penghayatan iman pihak Katolik dan pembaptisan serta
pendidikan anak-anak secara Katolik (Rubiyatmoko, 2012: 132).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Perkawinan orang-orang Kristen bukan saja persekutuan hidup, tetapi juga
persekutuan
kepercayaan.
Perkawinan
sebagai
persekutuan
kepercayaan
maksudnya ialah bahwa suami dan istri dalam hidup mereka mempunyai atau
paling sedikit harus cukup banyak mempunyai persesuaian paham tentang soalsoal prinsipiil, seperti: makna hidup ini, maksud dan tujuan perkawinan, tugas
suami istri, tanggung-jawab orangtua, pendidikan anak dan lain-lain (Abineno,
1983: 15).
Kenyataan menunjukkan bahwa perbedaan agama dan perbedaan Gereja
adalah faktor yang secara mendalam mempengaruhi keberlangsungan hidup
perkawinan bagi pasangan. Hasil riset keluarga yang pernah dilakukan oleh
Komisi keluarga KWI di beberapa paroki di tiga keuskupan: Keuskupan Agung
Jakarta, Keuskupan Bandung dan Keuskupan Bogor memperlihatkan bahwa
pasangan suami istri yang berbeda agama mempunyai masalah atau kesulitan
dalam melaksanakan kewajiban agamanya (Agung Prihartana, 2013: 51).
Bagus Irawan (2007: 153) menemukan sejumlah keluarga mengalami
masalah relasi dengan Tuhan sebanyak 4 kasus dari 100 kasus yang diteliti sebagai
penyebab masalah iman/ agama antara lain: perbedaan agama 75%, sikap
memusuhi agama 25% (Berdasarkan pandangan Kitab Suci misalnya Ef 5:31-32;
Hos 2:4-10, suami istri Katolik dipanggil untuk menghayati perkawinan mereka
sebagai lambang dari “Perkawinan Rohani” antara Kristus dan Gereja.
Berdasarkan Sakramen Perkawinan yang menghadirkan Kristus sendiri, suami istri
Katolik diharapkan menghayati perkawinan mereka sebagai sebuah “tabernakel”,
tempat Kristus hadir dalam keluarga mereka.
Dalam kenyataannya, perkawinan campur yang dapat rukun dan bahagia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
boleh dikatakan jarang. Dalam konteks kawin campur itu, dibutuhkan kematangan
dan kedewasaan pasangan untuk menyikapi kenyataan keputusan mereka untuk
hidup dalam perkawinan campur. Tanpa sikap kedewasaan dan kematangan suami
istri kawin campur berada dalam bahaya yang mengancam keutuhan perkawinan
mereka.
2. Faktor Ekonomi
Ekonomi adalah salah satu cara untuk mencapai kesejahteraan dengan
menyediakan produk dan jasa. Hal itu dilaksanakan berdasarkan prinsip bahwa
Allah menciptakan segala sesuatu untuk kesejahteraan semua orang. Tetapi sistem
perekonomian kita dewasa ini belum mendukung tercapainya kesejahteraan pada
semua orang.
Pedoman Pastoral Keluarga artikel 40 mengajak keluarga-keluarga untuk:
pertama, merencanakan dan mengelola ekonomi rumah tangganya dengan
memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua anggotanya; kedua
mengembangkan pendidikan yang menekankan sikap hemat, sederhana dan
ugahari, dengan kebiasaan menabung, menghindari sikap aji mumpung, sehingga
biaya-biaya tidak terduga dapat tertangani; ketiga menjauhi sikap minimalis
dengan membangun semangat kerajinan dan kerja keras; keempat membangun
sikap solider dan semangat berbagi; kelima mengembangkan sikap jujur dan
terbuka dalam hal keuangan rumah tangga.
Kebutuhan ekonomi adalah kebutuhan dasar manusia yang sangat penting.
Manusia membutuhkan pangan, sandang dan papan serta kesehatan, pendidikan
dan fasilitas-fasilitas lain yang perlu untuk hidup dan berkembang. Maka Suami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
istri dalam hidup berumahtangga harus hidup dengan hemat pada tahun-tahun
pertama perkawinan dan mengatur ekonomi keluarga dengan meniadakan
pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu yang biasa mereka buat sebelum kawin
(Abineno, 1983: 18).
Dimensi hidup dalam bidang ekonomi ini sering terabaikan dan kurang
diperhatikan secara serius oleh pasangan-pasangan yang hendak menikah. Padahal
bidang ini rentan terhadap persoalan dan bisa menjadi ancaman terhadap keutuhan
perkawinan. Kalau ekonomi rumah tangga morat marit, kebahagiaan rumah
tangga sungguh-sungguh dapat terancam (Gilarso, 2015: 135). Salah satu contoh
pentingnya bidang ini adalah soal pengaturan keuangan.
Bagus Irawan (2007: 51) menemukan sejumlah keluarga mengalami
masalah berhubungan dengan ekonomi sebanyak 6 kasus dari 100 kasus yang
diteliti sebagai penyebab masalah ekonomi antara lain: hutang 14,3%,
pengangguran 14,3%, kemalasan 28,8%, pemborosan 14,3%,
pemerasan,
penipuan 14,3%, kebodohan 14,3%. Kemudian Agung Prihartana (2013: 47-48)
menunjukkan 29,41% responden mengatakan faktor ekonomi dapat menjadi
pemicu konflik dalam keluarga, diantaranya hanya salah satu (suami atau istri)
yang bekerja, sehingga penghasilan kecil, sedangkan pengeluaran cukup besar;
suami istri sama-sama tidak bekerja atau menganggur dan hanya tergantung pada
pemberian dari orangtua; suami atau istri merasa masih mempunyai “kewajiban”
membantu saudara kandung yang membutuhkan dan masih ada beberapa
penyebab lainnya.
Bagus Irawan (2007: 51-52) mengutip pendapat Margery D. Rosen
mengatakan bahwa “Masalah keuangan menjadi sumber utama pertengkaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
banyak pasangan suami istri.” Hal ini disebabkan ketika salah satu atau kedua
pasangan merasa cemas akan uang. Masing-masing memiliki persepsi yang
berbeda terhadap makna uang. Bagi orang tertentu, uang berarti keamanan, tanpa
uang orang itu kalut dan bingung. Namun bagi yang lain, uang bisa berarti harga
diri dan sebuah kebanggaan. Sering terjadi, bila masalah keuangan, pasangan
bukannya berusaha saling memahami dan bekerjasama mencari solusi, namun
justru menyatakan bahwa pernikahan mereka telah berakhir.
3. Faktor Sosial (relasi dengan orang lain)
Bagus Irawan (2007: 131) menemukan sejumlah keluarga mengalami
masalah relasi dengan umat dan masyarakat sebanyak 9 kasus dari 100 kasus yang
diteliti sebagai penyebab masalah sosial antara lain: bentrok dengan tetangga
11,1%, dikucilkan oleh lingkungan 44,4%, rasa malu dalam setiap kontak dengan
umat dan masyarakat 44,4%. Kemudian Agung Prihartana (2013: 49)
menunjukkan bahwa 11,78% responden mengatakan kehadiran orang ketiga dapat
menjadi pemicu konflik dalam keluarga. Kehadiran orang ketiga misalnya pria
idaman lain (PIL) atau wanita idaman lain (WIL), teman tapi mesra (TTM),
mertua atau saudara kandung yang tinggal serumah dengan pasangan suami istri.
Bagus Irawan (2007: 131-132) mengutip pendapat R. M. Mac Iver dan
Charles H. Page, yang mendefinisikan masyarakat sebagai “an union of families”,
gabungan atau kumpulan dari keluarga-keluarga. Hal ini mengatakan masyarakat
berasal dari hubungan antar individu. Jadi dapat dikatakan keluarga inti dari
masyarakat. Setiap keluarga dapat menganggap dirinya sebagai “pusat” dari
masyarakat. Sebagai pusat dan sekaligus anggota masyarakat, keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
mempunyai relasi dengan masyarakat di luarnya. Setiap individu dalam suatu
keluarga membawa citra keluarga di dalam masyarakat. Hubungan yang baik antar
keluarga menghasilkan hubungan masyarakat yang baik pula. Setiap anggota
keluarga merupakan wakil dari keluarganya dalam kehidupan sosial. Hal ini dapat
kita lihat misalnya pada masyarakat Jawa, anggota-anggotanya berhak mewakili
keluarga keluar seperti perkawinan dan kelahiran.
Demikian beberapa faktor pendukung maupun faktor penghambat
mempengaruhi dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan
indissolubilitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
PENELITIAN TERHADAP PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK YANG
USIA PERKAWINAN 15-30 TAHUN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN
PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS
DI WILAYAH PATANGPULUHAN
PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN-YOGYAKARTA
A. GAMBARAN UMUM PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS
PUGERAN-YOGYAKARTA
Gambaran umum Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta, meliputi: sejarah
paroki, keadaan geografis, keadaan demografis, visi-misi, situasi umum umat
paroki diambil dari diambil dari buku kenangan 80 tahun “Peduli, Berbagi,
Gembira” dan buku “Menancap Semakin Dalam, Menjulang Semakin Tinggi”,
serta arsip data Paroki HKTY Pugeran.
1. Sejarah Paroki
Sejarah Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta diambil dari buku Kenangan 80
tahun “Peduli, Berbagi, Gembira” halaman 16 dan buku “Menancap Semakin
Dalam, Menjulang Semakin Tinggi” halaman 5-11.
Kraton Ngayogyakarta merupakan suatu kompleks yang dikelilingi oleh
benteng berbentuk bujur sangkar, dengan sudut-sudutnya yang dinamakan pojok
beteng dan gerbang-gerbangnya yang dinamakan plengkung. Di sebelah Selatan
Pojok Beteng Kulon, sudut benteng sebelah Barat-Selatan, terdapat kampung
bernama Pugeran, berasal dari nama Pangeran Puger, seorang tokoh bangsawan
Kraton Ngayogyakarta di masa lampau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Pada tanggal 5 November 1933, upacara peletakan batu pertama untuk
pembangunan Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) di kampung Pugeran,
yang dipimpin oleh Rm. Rietra SJ., saat itu bertugas di Gereja Santo Fransiscus
Xaverius Kidul Loji, didampingi Rm. De Kuyper SJ., dan Rm. A. Soegijapranata
SJ., serta dibantu seorang awam bernama Sastrowinoto.
Pembangunan Gereja HKTY Pugeran dirancang oleh arsitek Belanda Th.
Van Oyen. Delapan bulan kemudian, tepatnya pada hari Minggu Pon, 8 Juli 1934,
bangunan gereja yang sudah jadi diberkati oleh Pater A. Van Kalken, SJ., Superior
Misi Serikat Yesus di Hindia-Belanda saat itu. Pemberkatan gereja ini
dipersembahkan kepada Hati Kudus Tuhan Yesus (Sacratissimi Cordis Iesu)
sebagai ungkapan dan rasa syukur atas limpahan kasih Tuhan kepada Ordo Serikat
Yesus yang genap 75 tahun berkarya di Hindia-Belanda. Sejak pemberkatan
tersebut, Gereja Pugeran menjadi sebuah gereja paroki, dikenal dengan nama
Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) Pugeran, terpisah dari Paroki Santo
Fransiskus Xaverius Kudul Loji yang telah ada sebelumnya. Pastor pertama yang
ditunjuk Romo A. Djajasepoetra, SJ., kemudian menjadi Uskup Agung Jakarta.
Pembaptisan pertama yang tercatat dalam buku baptis (Liber Baptismorum) paroki
ini dilakukan untuk Bapak F. X. Suyatna dari Padokan pada tanggal 9 Juli 1934.
Pemberkatan gereja sebagai tonggak sejarah tanda awal mulainya umat
Allah di Yogyakarta bagian selatan untuk “njumenengaken Kraton Dalem” di
bumi Mataram lengkap dengan warna khas, yaitu budaya Jawa.
Arsitektural bangunan utama gereja yang diakui oleh Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata sebagai cagar budaya, digolongkan dalam bentuk
kombinasi Joglo-Tajug. Bentuk atap yang digunakan adalah Joglo sebagai simbol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
warga Gereja adalah suatu keluarga besar, dengan kombinasi atap Tajug di bagian
tengahnya. Tajug ini menguatkan vertikalitas, sebagai simbol keabadian Tuhan.
Dalam kerangka pemikiran Jawa inilah Tajug yang dilengkapi dengan lonceng
dimaknai sebagai kebersamaan umat Allah yang sedang berziarah menuju kembali
kepada sangkan paraning dumadi.
Kejawaan gereja akan semakin kental dirasakan manakala kita menemukan
sumur yang terletak di sisi kanan bangunan gereja. Orang menyebutnya sebagai
Sumur Yakub. Dalam kacamata Jawa, sumur ini pantas untuk disebut sebagai
sumur pendhita yang biasa digunakan untuk keperluan-keperluan suci.
Di halaman depan gereja, di bawah kerimbunan pohon sawo kecik,
terpasang patung Yesus dengan tangan terjulur ke depan dengan tulisan berbahasa
Jawa “Ija Ingsoen Karahajonira” yang artinya “Akulah Keselamatanmu.” Patung
ini memperlihatkan secara jelas Hati-Nya yang bernyala, yang siap sedia
melindungi siapa saja yang berseru kepada-Nya. Tulisan ini sekali lagi terlihat
pada bagian atas altar, dalam bahasa Latin: Salus Vestra Ego Sum.
Menurut sejarawan, J. Weitjens, SJ., Paroki HKTY Pugeran memiliki 2
keistimewaan, yaitu: sebagai Gereja Katolik pertama di Indonesia yang
gembalanya adalah Putera Indonesia, yaitu Romo A. Djajasepoetra, SJ. (18941979), yang kemudian menjadi Uskup Agung Jakarta; dan sebagai Gereja Katolik
pertama yang berhasil memasukkan gamelan secara resmi sebagai perlengkapan
ibadat (1958).
Sejarah Gereja HKTY Pugeran tidak dapat dilepaskan dari sosok Romo A.
Sandiwan Brata, Pr., yang pada waktu Clash II (19 Desember 1948 - 29 Juni 1949)
membuka pintu lebar-lebar untuk menampung para pengungsi akibat agresi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Belanda ke Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota negara. Saat itu di kompleks
gereja dibangun dapur umum dan pos PMI untuk mendukung perjuangan Bangsa
Indonesia. Dapur umum itu sendiri, oleh banyak pihak yang mengetahui saat itu,
hanyalah bentuk kamuflase yang dibuat, agar para pejuang yang berasal dari
selatan Yogyakarta dapat memasuki kota.
2. Keadaan Geografis
Keadaan Geografis Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta diambil dari buku
Kenangan 80 tahun “Peduli, Berbagi, Gembira” halaman 16-20.
Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) Pugeran memiliki luas wilayah
sekitar 64 km2, meliputi pinggir selatan Kota Yogyakarta (sebagian Kecamatan
Wirobrajan, Ngampilan, Kraton, Mergangsan, dan seluruh kecamatan Mantrijeron)
dan sebagian wilayah Kabupaten Bantul (Kecamatan Sewon dan Kasihan).
Wilayah Paroki HKTY Pugeran yang paling utara berjarak ± 500 meter dari pusat
kota (kantor pos besar) Yogyakarta, sedangkan yang paling selatan berjarak ± 9
km dari pusat kota Yogyakarta.
Ditinjau dari wilayah penggembalaan paroki-paroki, batas-batas wilayah
penggembalaan Paroki HKTY Pugeran adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Barat: Paroki Santa Maria Assumpta Gamping, dan Paroki Santa
Theresia Sedayu.
b. Sebelah Timur: Paroki Santo Yusup Bintaran.
c. Sebelah Utara: Paroki Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji, Paroki Hati Santa
Perawan Maria Tak Bercela Kumetiran, dan Paroki Santo Yusup Bintaran.
d. Sebelah Selatan: Paroki Santo Yakobus Bantul.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Wilayah penggembalaan Paroki HKTY Pugeran yang terletak di daerah
kota Yogyakarta merupakan kawasan pemukiman penduduk yang cukup padat,
sementara di sebelah selatan masih terdapat area persawahan, perkampungan,
hingga perumahan modern yang masih terus bermunculan. Perkampungan yang
padat dengan hotel-hotel melati di daerah Prawirotaman juga termasuk dalam
wilayah penggembalaan paroki ini. Dari segi bentang alam, sebagian besar
wilayah penggembalaan Paroki HKTY Pugeran merupakan dataran rendah yang
cendrung datar, kecuali beberapa perbukitan di wilayah Gunung Sempu dan
sekitarnya.
Dari segi transportasi, Gereja HKTY Pugeran memiliki lokasi yang cukup
strategis karena berada di tepi jalan utama yang menghubungkan kota Yogyakarta
dengan Kabupaten Bantul. Dekade 1960-an, jalan depan Gereja HKTY Pugeran
bahkan juga dilalui kereta api jurusan Yogya-Palbapang. Saat ini, untuk menuju
Gereja HKTY Pugeran, umat dapat naik bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP)
jurusan Yogya-Samas, Yogya-Srandakan, Yogya-Sorobayan, Yogya-WatesKokap, Yogya-Tempel, dan Yogya-Godean, yang semuanya melalui jalan depan
Gereja HKTY Pugeran. Selain itu, umat dapat menggunakan bus kota jalur 5 atau
jalur 17 (turun di Pojok Beteng Kulon) atau bus Trans Jogja (turun di halte depan
SMPN 7 Yogyakarta), sedangkan jarak dekat, rute dari dan ke Gereja HKTY
Pugeran dapat ditempuh dengan menggunakan becak. Ketersediaan transportasi ini
kurang bermanfaat bagi umat Paroki Pugeran, karena sebagian besar bus hanya
melalui jalan utama kota/ kabupaten.
Wilayah Paroki Pugeran sangat luas menyebabkan tidak seluruh umat
dapat mengakses Gereja HKTY Pugeran dengan mudah dan cepat. Oleh karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
itu, untuk mempermudah pelayanan kepada umat, dibentuklah Kring yang
kemudian berkembang menjadi Lingkungan dan Sektor yang kemudian menjadi
Wilayah (gabungan dari beberapa Lingkungan yang berdekatan). Saat ini Paroki
HKTY Pugeran memiliki 19 Wilayah dan 87 Lingkungan.
Beberapa Wilayah dan Lingkungan yang terletak di sekitar Gereja “Induk”
HKTY Pugeran dan daerah Njeron Beteng (kawasan di dalam benteng Kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat) adalah sebagai berikut:
a. Wilayah Gereja Barat Selatan, terdiri dari 4 Lingkungan.
b. Wilayah Gereja Barat Utara, terdiri dari 5 Lingkungan.
c. Wilayah Gereja Tengah Utara, terdiri dari 4 Lingkungan.
d. Wilayah Gereja Tengah Selatan, terdiri dari 5 Lingkungan.
e. Wilayah Gereja Timur, terdiri dari 7 Lingkungan.
f. Wilayah Kadipaten, terdiri dari 3 Lingkungan.
g. Wilayah Panembahan, terdiri dari 3 Lingkungan.
h. Wilayah Patehan, terdiri dari 4 Lingkungan.
Dalam perkembangannya, umat Wilayah Kadipaten, Panembahan, dan
Patehan yang merupakan hasil pemekaran dari Wilayah Kraton membentuk
paguyuban yang dikenal dengan nama Paguyuban Ketua Wilayah Eks Kraton.
Paguyuban ini bersifat informal, namun memiliki peran cukup penting, salah
satunya untuk mengkoordinasikan penyelenggaraan Perayaan Ekaristi Natal
Malam dan Malam Paskah di Sasono Hinggil Dwi Abad, sebuah bangunan milik
Kraton Yogyakarta di sebelah Utara Alun-Alun Kidul.
Di samping Sektor atau Wilayah, di Paroki HKTY Pugeran tumbuh dan
berkembang gereja-gereja kecil yang dinamakan Gereja Wilayah. Sebuah Gereja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Wilayah dikelola oleh satu atau lebih Wilayah yang bekerjasama di bawah
pimpinan seorang Koordinator Wilayah. Saat ini terdapat tiga Koordinasi Wilayah
di Paroki HKTY Pugeran, dan satu Gereja Wilayah:
a. Koordinasi Wilayah Gereja Brayat Minulya Wirobrajan, terdiri dari 5 wilayah
dan 25 lingkungan.
b. Koordinasi Wilayah Gereja Salib Suci, terdiri dari 3 wilayah dan 13
lingkungan.
c. Koordinasi Wilayah Gereja Santo Yusup Padokan, terdiri dari. 2 wilayah dan
10 lingkungan
d. Wilayah Gereja Santo martinus Bangunharjo, terdiri dari 4 lingkungan.
Di samping memiliki gedung yang digunakan untuk peribadatan secra rutin
(termasuk Perayaan Ekaristi Hari Minggu dan Hari Raya Natal atau Paskah),
masing-masing Gereja Wilayah memiliki sejarah dan spiritualitasnya sendiri, yang
dihidupi dan dikembangkan dalam berbagai kegiatan khas Wilayah.
3. Keadaan Demografis
Keadaan Demografis Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta diambil dari buku
Kenangan 80 tahun “Peduli, Berbagi, Gembira” halaman 18.
Delapan puluh tahun telah berlalu, namun bangunan Gereja HKTY
Pugeran tidak tampak mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan hanya
pada atapnya yang semula sirap diganti metal dan lantainya yang kini berkeramik.
Di samping itu, antara gereja dan patung Hati Kudus Tuhan Yesus di depannya
terdapat sebuah prasasti yang dibangun pada tahun 1984, pada saat Pesta Emas
Gereja HKTY Pugeran. Perubahan lain di bagian dalam gereja hanyalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
penggantian patung Bunda Maria yang rusak akibat gempa tahun 2006 dan
pergantian lampu-lampu, agar umat semakin dapat beribadah dengan nyaman.
Berbeda dengan kondisi bangunan, setelah 80 tahun berdiri, kondisi umat
Paroki HKTY Pugeran telah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Di
masa awal berdirinya, Paroki ini terdiri atas 10 lingkungan (saat itu disebut kring).
Kini menjadi 87 lingkungan. Jumlah umat saat ini yang mencapai 12.000-an jiwa
tentulah merupakan jumlah yang besar untuk sebuah paroki.
Berdasarkan pendataan umat tahun 2011, komposisi terbesar, yakni 60,4%,
adalah usia produktif (19-59 tahun). Hal yang perlu dicermati, kegiatan ekonomi
umat dalam bidang “setengah terampil” sebanyak 26% dan “Ibu Rumah Tangga”
sebanyak 16,6%, sedangkan bidang “terampil” sebanyak 1,6% dan bidang usaha
sebanyak 5,7%. Inilah salah satu tantangan bagi Paroki HKTY Pugeran saat ini.
4. Visi-Misi Gereja
Visi-Misi
Paroki
HKTY
Pugeran-Yogyakarta
diambil
dari
buku
“Menancap Semakin Dalam, Menjulang Semakin Tinggi” halaman 36-39.
Visi Paroki HKTY mengatakan bahwa “Sebagai persekutuan paguyuban
murid Tuhan Yesus Kristus, Umat Allah Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran
yang berakar pada budaya Jawa, dalam bimbingan Roh Kudus, menjadi berkat dan
sahabat bagi seluruh umat dan masyarakat melalui ungkapan dan perwujudan
imannya.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Penjelasan lebih lanjut mengenai Visi sebagai berikut:
a. Sebagai persekutuan paguyuban murid Tuhan Yesus Kristus, Umat Allah
Paroki HKTY Pugeran yang berakar pada budaya Jawa, merupakan rumusan
identitas umat di Paroki Pugeran, yang mengandung unsur-unsur jati diri sebagai
bagian dari Gereja Universal dan Keuskupan Agung Semarang (KAS), seperti
tersebut dalam:
1) Jati diri universal: Kerajaan Allah, Umat Allah, Murid Yesus Kristus.
2) Jati diri kesatuan dengan gereja KAS: persekutuan paguyuban murid Yesus
yang signifikan dan relevan bagi umat dan masyarakat, yang secara konkret adalah
masyarakat Jawa.
b. …, menjadi berkat dan sahabat bagi seluruh umat dan masyarakat, merupakan
kekhasan/Visi/sesanti Paroki Pugeran yang berlatar belakang:
1) Spiritualitas bersumber dari sejarah Gereja Paroki sebagai Gereja yang terkait
dengan penampungan pengungsi korban perang kemerdekaan.
2) Spiritualitas bersumber pada pelindung yaitu Hati Kudus Tuhan Yesus: sapaan
Allah, tanggapan Umat dan perutusan bagi dunia.
3) Kondisi/ situasi intenal-eksternal paroki (demografi, budaya, sosial, ekonomi,
keadaan alam dsb).
a) Wilayah kota, pinggiran dan desa.
b) Kental budaya Jawa.
c) Jumlah umat besar (lebih 10.000 jiwa) dengan berbagai pekerjaan, tingkat
pendidikan, ekonomi menengah ke bawah, banyak pusat-pusat perbelanjaan.
d) Keadaan alam: lahan-sawah, pegunungan, bantaran sungai, jalan besar (jalan
raya dan jalan ring road).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Visi/sesanti menjadi berkat dan sahabat bagi umat dan masyarakat,
merupakan pernyataan mau menjadi apa (to be) yang sangat konsisten dengan
bunyi alinea I Arah Dasar (ARDAS) 2011-2015: … semakin signifikan dan
relevan bagi warganya dan masyarakat. Rumusan ini sangat khas bagi Paroki
Pugeran yang memiliki umat dan lingkungan masyarakat yang plural, sekaligus
mencerminkan spiritualitas pelindung yaitu Hati Kudus Tuhan Yesus yang
menonjolkan sisi sapaan Allah, tanggapam Umat dan perutusan bagi dunia.
a. Kata “Berkat” dan “sahabat” adalah dua kata yang khas banyak dipakai di
budaya Jawa. Berkat merupakan tanda kasih berupa makanan yang dibawa pulang
untuk dinikmati seluruh keluarga sehabis seseorang mengikuti acara kenduri (doa
dengan ujud tertentu, dan makanan itu sudah didoakan bersama), sedangkan
sahabat (sadulur, paseduluran) juga kata yang dijunjung tinggi di budaya Jawa,
karena bernuansa adanya perjumpaan antar pribadi atau kelompok sampai
menyentuh hati.
b. Kata “Seluruh” dan “umat dan masyarakat”:
1) “Seluruh” mengandung makna penghargaan terhadap pluralitas sebagai ciri
umat dan masyarakat Paroki dan juga heterogenitas kondisi yang dimiliki Paroki.
2) “Umat dan masyarakat” memuat orientasi ke dalam Gereja (umat) dan ke luar
Gereja (masyarakat).
c. “Pengungkapan iman” mengarah pada kepentingan (dalam konteks) ibadah
internal umat.
d. “Perwujudan iman” menunjuk pada pentingnya pelaksanaan aksi internal umat
maupun eksternal, yaitu masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
e. “Melalui” dimaksudkan bahwa pengungkapan maupun perwujudan iman
bukanlah tujuan melainkan hanya sarana yang dipilih untuk menjadikan seluruh
umat sebagai murid Tuhan Yesus Kristus untuk menjalani tugas perutusan-Nya.
f. Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta ingin menjadi signifikan dan relevan bagi
umat maupun masyarakat sebagai salah satu ciri utama Gereja di KAS.
Misi Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta sebagai berikut:
a. menyelenggarakan liturgi dan peribadatan yang menyentuh hati dan
menggerakkan perutusan.
b. menyelenggarakan pelayanan umat dan masyaakat dengan semangat solidaritas
dan subsidiaritas.
c. menyelenggarakan pewartaan yang membuat umat mengenali, mencintai dan
menghadirkan Kristus.
d. membangun paguyuban-paguyuban umat yang memperkuat iman dan
memberdayakan kharisma-kharisma.
e. melaksanakan reksa pastoral yang kredibel.
Dalam 5 rumusan misi ini tercakup semua tugas perutusan Gereja: liturgia,
koinonia, kerygma dan diakonia:
a. Misi no 1 dalam rangka mewujudkan iman yang tangguh sekaligus misioner
melalui karya liturgia.
b. Misi no 2 dalam rangka mewujudkan signifikansi dan relevansi bagi warganya
dan masyarakat melalui karya-karya diakonia.
c. Misi no 3 dalam rangka mewujudkan karya kerygma dan koinonia dalam
rangka mewujudkan iman yang tangguh sekaligus misioner.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
d. Misi no 4 dalam rangka mewujudkan karya-karya diakonia dengan menghargai
pluralitas yang memberdayakan dan optimalisasi peran awam.
e. Misi no 5 dalam rangka mewujudkan tata penggembalaan berkualitas, yang
kredibel: transparan dan akuntabel.
5. Situasi Umum Umat Paroki
Situasi Umum Umat Paroki diambil dari arsip data Paroki HKTY Pugeran
halaman 1-41.
a. Situasi Kependudukan
1) Gambaran Umum
Data yang terhimpun dalam sensus umat Katolik tahun 2011, umat Katolik
berjumlah 12.738 jiwa dalam 4.217 KK, yang terbagi dalam 19 wilayah dan 87
lingkungan. Keadaan umat dibagi menurut wilayah tempat tinggal dan agama.
Tabel 1. Keadaan Umat
No
Wilayah
Lingkungan Jlh KK
Jlh Umat
Gereja Pusat Paroki
1.
Gereja Barat Selatan
4
2.
Gerja Barat Utara
5
540
1.565
3.
Gereja Tengah Utara
4
195
595
4.
Gereja Tengah Selatan
5
333
968
5.
Gereja Timur
7
362
1.017
6.
Kadipaten
3
152
434
7.
Panembahan
3
163
458
8.
Patehan
4
202
566
Wilayah Gereja Brayat Minulyo
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
1.
Ketanggungan
3
132
362
2.
Ngestiharjo Kidul
4
202
639
3.
Ngestiharjo Lor
4
242
703
4.
Patangpuluhan
8
260
823
5.
Wirobrajan
6
220
620
Wilayah Gereja Salib Suci
Gunung Sempu
1.
Bangunjiwo
6
236
782
2.
Kembaran
3
115
404
3.
Taman Tirto
4
149
523
4
160
517
Wilayah Gereja Santo Martinus
Bangunharjo
Wilayah Gereja Santo Yusup
Padokan
1.
Jongonalan
6
364
1.162
2.
Padokan
4
190
600
87
4.217
12.738
Total
(Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 1-4)
2) Keadaan Umat
Katolik
Katekumen
Jlh
Umat
1.
Gereja Barat Selatan
2.
Gerja Barat Utara
32
1.505
11
3
14
1.565
3.
Gereja Tengah Utara
8
580
1
0
6
595
4.
Gereja Tengah Selatan
20
918
8
4
18
968
5.
Gereja Timur
22
958
13
4
20
1.017
No
Wilayah
Katolik ke
Non
Katolik ke
Kristen
Non
Tabel 2. Keadaan Umat berdasarkan Agama
Gereja Pusat Paroki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
6.
Kadipaten
9
413
1
0
11
434
7.
Panembahan
0
445
0
0
13
458
8.
Patehan
1
554
1
0
10
566
Wilayah Gereja Brayat
Minulyo
1.
Ketanggungan
4
348
5
0
5
362
2.
Ngestiharjo Kidul
27
587
18
0
7
639
3.
Ngestiharjo Lor
19
659
6
3
16
703
4.
Patangpuluhan
27
766
13
1
16
823
5.
Wirobrajan
6
596
3
1
14
620
Wilayah Gereja Salib Suci
Gunung Sempu
1.
Bangunjiwo
21
735
9
0
17
782
2.
Kembaran
14
387
0
1
2
404
3.
Taman Tirto
12
505
1
0
5
523
18
490
4
2
3
517
Wilayah Gereja Santo
Martinus Bangunharjo
Wilayah Gereja Santo
Yusup Padokan
1.
Jongonalan
40
1.089
9
1
23
1.162
2.
Padokan
16
560
11
1
12
600
296
12.095
114
21
212
12.738
Total
(Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 5-8)
Keadaan umat di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta
berdasarkan tabel di atas sebagai berikut: 12.095 umat Katolik, 296 orang non
Katolik, 114 orang Katolik pindah ke non, 21 orang Katolik pindah ke Kristen dan
212 orang katekumen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tabel 3. Keadaan Umat berdasarkan Wilayah
No
Wilayah
Jumlah
Umat
Persentase
(%)
1.
Gereja Pusat Paroki
5.603
43,97
2.
Gereja Brayat Minulyo
3.147
24,70
3.
Gereja Salib Suci Gunung Sempu
1.709
13,41
4.
Gereja Santo Martinus Bangunharjo
517
4,1
5.
Gereja Santo Yusup Padokan
1.762
13,82
12.738
100
Total
(Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 1-4)
Tabel di atas menunjukkan mayoritas umat Katolik masih berpusat di
wilayah pusat paroki dengan jumlah 5.603 jiwa (43,97%) dan tersebar di wilayah
Gereja Brayat Minulyo berjumlah 3.147 jiwa (24,70%), wilayah Gereja Salib Suci
Gunung Sempu berjumlah 1.709 jiwa (13,41%), wilayah Gereja Santo Martinus
Bangunharjo berjumlah 517 jiwa (4,1 %) dan wilayah Gereja Santo Yusup
Padokan berjumlah 1.762 jiwa (13,82%).
3) Jenis Kelamin dan Hubungan Kekeluargaan
Tabel 4. Jenis Kelamin
No
Wilayah
Jenis Kelamin
Jumlah Umat
L
P
689
766
1.455
Gereja Pusat Paroki
1.
Gereja Barat Selatan
2.
Gerja Barat Utara
3.
Gereja Tengah Utara
259
300
559
4.
Gereja Tengah Selatan
404
462
866
5.
Gereja Timur
397
519
916
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
6.
Kadipaten
194
213
407
7.
Panembahan
199
231
430
8.
Patehan
242
290
532
Wilayah Gereja Brayat Minulyo
1.
Ketanggungan
163
184
347
2.
Ngestiharjo Kidul
273
284
557
3.
Ngestiharjo Lor
312
341
653
4.
Patangpuluhan
328
401
729
5.
Wirobrajan
257
314
571
Wilayah Gereja Salib Suci Gunung
Sempu
1.
Bangunjiwo
348
368
716
2.
Kembaran
173
188
361
3.
Taman Tirto
237
256
493
221
259
480
Wilayah Gereja Santo Martinus
Bangunharjo
Wilayah Gereja Santo Yusup
Padokan
1.
Jongonalan
496
552
1.048
2.
Padokan
262
282
544
5.454
6.210
11.664
Total
(Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 9-12)
Tabel di atas menunjukkan komposisi umat Paroki Hati Kudus Tuhan
Yesus Pugeran-Yogyakarta menurut jenis kelamin relatif seimbang, yakni pria
5.454 jiwa (46,76%) dan wanita 6.210 jiwa (53,24%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Jlh Umat
Famili Lain
Kakak/ Adik
Orangtua
Cucu
Anak Angkat
Anak
Wilayah
Pasangan
No
Kep. RT
Tabel 5. Hubungan Anggota Rumah Tangga
532 430 407 916 866 559 1.455
16
13 11
5
2
6
10
16
9
5
12
4
2
11
11
6
13 13
3
7
2
0
0
0
Patehan
0
8.
0
Panembahan
2
7.
0
Kadipaten
25
6.
22
Gereja Timur
8
5.
10 15
Gereja Tengah Selatan
8
4.
9
Gereja Tengah Utara
567
3.
208 158 157 338 325 215
Gerja Barat Utara
289
2.
93 91 83 186 181 107
Gereja Barat Selatan
199 156 148 347 321 189
1.
531
Gereja Pusat Paroki
571 729 653 557 347
1
1
4
10
4
7
12
2
20
5
2
4
7
7
3
0
0
Wirobrajan
2
5.
0
Patangpuluhan
1
4.
10
Ngestiharjo Lor
4
3.
2
Ngestiharjo Kidul
10 11
2.
227 292 271 217 132
Ketanggungan
105 137 131 123 64
1.
216 252 234 196 131
Wilayah Gereja Brayat Minulyo
480 493 361 716
4
1
2
0
4
8
8
6
3
13
3
6
5
5
19
1
0
2
2
1
2
3
3
1
Wilayah Gereja Santo Martinus
Bangunharjo
4
Taman Tirto
197 214 162 311
3.
428
Kembaran
114 113 71 156
2.
224
Bangunjiwo
158 148 110 231
1.
355
Wilayah Gereja Salib Suci
Gunung Sempu
1.
Jongonalan
1.048
Wilayah Gereja Santo Yusup
Padokan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
544
11.664
2
96
9
152
2
11
127
152
13
5
216
4.635
Total
2.384
183
Padokan
4.105
2
116
69
(Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 17-20)
4) Kesukuan (Etnis)
Jlh Umat
Lainnya
Papua
Sulawesi
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sunda/ Bali
Wilayah
Tionghoa
No
Jawa
Tabel 6. Suku Bangsa
532 430 407 916 866 559 1.455
3
1
0
14
4
4
11
5
3
0
0
0
0
0
0
0
3
0
6
1
4
1
8
4
1
0
0
5
3
0
10
2
4
8
2
5
0
0
2
0
3
0
0
0
0
2
Patehan
1
8.
6
Panembahan
1
7.
1
Kadipaten
1
6.
0
Gereja Timur
3
5.
0
Gereja Tengah Selatan
35
4.
53 43 25
Gereja Tengah Utara
0
3.
0
Gereja Barat Utara
1
2.
21 22 10 18 25
Gereja Barat Selatan
517 424 400 837 800 521 1.398
1.
542 694 624 533 322
Gereja Pusat Paroki
Wilayah Gereja Salib Suci
Gunung Sempu
571 729 557 653 347
0
4
7
0
0
0
0
0
Wirobrajan
5
5.
0
Patangpuluhan
0
4.
4
Ngestiharjo Lor
0
3.
2
Ngestiharjo Kidul
0
2.
0
Ketanggungan
3
1.
0
Wilayah Gereja Brayat Minulyo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
480 493 361 716
13
1
0
6
3
0
6
0
7
0
1
6
6
1
3
2
0
0
5
0
2
0
Wilayah Geeja Santo Martinus
Bangunharjo
0
Taman Tirto
8
3.
4
Kembaran
4
2.
0
Bangunjiwo
2
1.
456 481 350 683
70
11.664 544 1.048
10
9
95
0
2
14
1
5
50
3
7
65
1
0
0
1
2
Total
34
Padokan
50
2.
7
Jongonalan
320
1.
11.076 512 982
Wilayah Gereja Santo Yusup
Padokan
(Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 21-24)
Tabel di atas menunjukkan mayoritas umat Paroki Hati Kudus Tuhan
Yesus Pugeran-Yogyakarta adalah suku Jawa 11.076 jiwa (94,96%) dan yang
lainnya suku Tionghoa 320 jiwa, suku Sunda/ Bali 34 jiwa, suku Kalimantan 65
jiwa, suku Sulawesi 50 jiwa, suku Papua 14 jiwa dan suku lainnya 95 jiwa.
5) Struktur Usia
Jlh Umat
70 th +
60 - 69 th
50 - 59 th
40 - 49 th
30 - 39 th
25 - 29 th
19 - 24 th
16 - 18 th
13 - 15 th
Wilayah
7 - 12 th
No
0 - 6 th
Tabel 7. Kelompok Usia
Gereja Pusat Paroki
59
107
102
216
209
211
224
191
1.455
20
35
37
96
68
103
72
63
559
Gereja
Utara
46
3.
20
Gerja Barat Utara
78
2.
40
Barat
12
Gereja
Selatan
5
1.
Tengah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
866
532 430 407 916
112
64 50 127
86
96
59 63 140
52
129
65 60 137
91
135
62 60 131
91
131
45 50 132
62
49
60
28 30
24
70
65
36 34
56
41
32
8
23
17
32
27
Patehan
16 16
8.
16
Panembahan
57
7.
52
Kadipaten
29 30
6.
33
Gereja Timur
13
5.
6
Tengah
3
Gereja
Selatan
4
4.
14
71
571 729 653 557 347
57
45
98 67
89
47
73
90 84
70
74 121 109 105 56
36
75
100 96 93
56
90 109 78
77
37
39
58 49
40
25
55
49 47
40
6
26
31 18
19
8
20
Wirobrajan
27 27
5.
21
Patangpuluhan
18
4.
37
Ngestiharjo Lor
57 40
3.
35
Ngestiharjo Kidul
4
2.
12 10
Ketanggungan
6
1.
1
Wilayah Gereja Brayat
Minulyo
480
11.664 544 1.048
493 716 716
58
33 58
37
109
59
61 59
59
91 121 121
83
68 133 133
62
79
59 79
70
51
44 51
34
68
60 68
47
40
24 40
26
32
16 32
16
Wilayah Gereja Santo
Martinus Bangunharjo
67
Taman Tirto
32 67
3.
4
Kembaran
8
2.
5
Bangunjiwo
5
1.
8
Wilayah Gereja Salib
Suci Gunung Sempu
62
93
86
64
53
1.587
1.755
1.873
1.447
1.355
115
45
832
158
50
974
178
24
480
135
28
425
81
35
804
86
4
Total
48
Padokan
40
2.
84
Jongonalan
14
1.
132
Wilayah Gereja Santo
Yusup Padokan
(Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 13-16)
Tabel di atas menunjukkan kelompok usia anak sekolah, usia produktif dan
usia purnakarya. Kelompok usia anak sekolah, mencakup:
a) Anak belum sekolah, play group dan Taman Kanak-Kanak (TK) usia 0-6 tahun,
sebanyak 132 jiwa.
b) Anak usia Sekolah Dasar (SD) usia 7-12 tahun, sebanyak 804 jiwa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
c) Anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) usia 13-15 tahun, sebanyak 425
jiwa.
d) Anak usia Sekolah Menengah Atas (SMA) usia 16-18 tahun, sebanyak 480 jiwa
Kelompok usia produktif, mencakup:
a) Beberapa anak muda usia 19-24 tahun melanjutkan pendidikan ke Perguruan
Tinggi (PT), sementara ada yang memilih untuk bekerja, sebanyak 974 jiwa
(8,35).
b) Usia 25-59 tahun bekerja sebagai tulang punggung perekonomian keluarga,
sebanyak 6.047 jiwa (51,84%).
Kelompok usia purnakarya mencakup usia di atas 60 tahun. Beberapa dari
mereka masih produktif dan terlibat dalam Gereja dan masyarakat, namun karena
faktor usia, kelompok ini rentan penyakit sebanyak 2.802 jiwa (24,02%).
Jadi mayoritas umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta,
usia produktif 7.021 jiwa (60,19%) kemudian usia purnakarya 6.047 jiwa
(24,02%) dan usia sekolah 1.841jiwa (15,79%).
b. Situasi Sosial Ekonomi
1) Keadaan Ekonomi Keluarga
Tabel 8. Status Ekonomi Keluarga
Gereja Pusat Paroki
Perlu
Dibantu
Wilayah
Biasa
No
Bisa
membantu
Status Ekonomi
Keluarga
Jumlah
Umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
1.
Gereja Barat Selatan
2.
Gerja Barat Utara
118
344
78
540
3.
Gereja Tengah Utara
45
129
21
195
4.
Gereja Tengah Selatan
47
247
39
333
5.
Gereja Timur
78
245
39
362
6.
Kadipaten
18
126
8
152
7.
Panembahan
18
131
14
163
8.
Patehan
21
156
25
202
Wilayah Gereja Brayat Minulyo
1.
Ketanggungan
27
98
7
132
2.
Ngestiharjo Kidul
26
155
21
202
3.
Ngestiharjo Lor
49
166
27
242
4.
Patangpuluhan
52
172
36
260
5.
Wirobrajan
24
166
30
220
Wilayah Gereja Salib Suci Gunung
Sempu
1.
Bangunjiwo
54
167
15
236
2.
Kembaran
14
74
27
115
3.
Taman Tirto
25
114
10
149
51
97
12
160
Wilayah Gereja Santo Martinus
Bangunharjo
Wilayah Gereja Santo Yusup
Padokan
1.
Jongonalan
36
288
40
364
2.
Padokan
33
129
28
190
736
3.004
477
4.217
Total
(Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 25-32)
Pengelompokan berdasarkan status ekonomi keluarga dapat dibagi 3
kelompok, yaitu kategori keluarga yang bisa membantu, biasa dan perlu dibantu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Keluarga yang bisa membantu adalah rumah tangga yang memiliki kemampuan
ekonomi mapan, rumah cukup besar, kendaraan (mobil dan motor), dan kekayaan
di atas rata-rata masyarakat sekitarnya. Keluarga biasa adalah mereka yang
memiliki penghasilan tetap, rumah permanen ukuran sedang, memiliki kendaraan
pribadi (motor), dan standar kehidupan yang biasa. Keluarga yang perlu dibantu
adalah mereka yang memiliki rumah sendiri namun kurang layak atau rumah
kontrakan. Dalam hal ini mencakup mereka yang menumpang tinggal, bekerja
kasar, dan berpenghasilan rendah. Seringkali mereka mengalami kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan hidup, pendidikan dan kesehatan.
Tabel di atas menunjukkan keluarga yang bisa membantu 736 KK
(17,45%), keluarga yang biasa 3.004 KK (71,24%) dan keluarga yang perlu
dibantu 477 KK (11,31%). Berdasarkan data yang diperoleh, Paroki Hati Kudus
Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta, status ekonomi mayoritas keluarga biasa.
2) Kegiatan Ekonomi
Jumlah Umat
Wilayah
Beum Tahu
No
Terampil
Pendidik
Kesehatan
Pegawai
Usaha
Setengah Terampil
Tukang
Tidak Terampil
R–B-S
Sekolah
Ibu Rumah Tangga
Pensiun
Non Job
Tabel 9. Kegiatan Ekonomi
4.
Gereja Tengah Selatan
5.
Gereja Timur
788 712 474 1.248
Gereja Tengah Utara
5
3.
1
Gerja Barat Utara
2
2.
3
Gereja Barat Selatan
14 14 11
34 25 14
4 10 8
37 71 45
51 33 22
258 176 112
17 14 16
20 21 22
0 6 4
97 105 67
126 116 87
94 80 49
33 39 16
1.
15
57
6
54
65
385
19
45
5
161
216
145
70
Gereja Pusat Paroki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8.
Patehan
461 358 347
Panembahan
1
7.
0
Kadipaten
1
6.
1 8 1
12 12 12
2 0 1
31 24 20
29 15 17
126 107 112
14 12 5
19 18 13
6 0 0
71 48 48
81 51 53
52 54 48
16 9 16
75
Wilayah Gereja Brayat
5.
Wirobrajan
487 597 558 454 315
Patangpuluhan
1
4..
3
Ngestiharjo Lor
11
3.
2
Ngestiharjo Kidul
4
2.
5
17
12
19
35
79
48
62
0
68
73
21
12
Ketanggungan
11 7 14
8 23 17
4 8 2
26 54 45
49 53 33
122 130 154
23 17 22
25 25 35
0 4 0
48 76 66
84 97 79
54 70 50
29 31 30
1.
5
11
4
19
8
97
6
8
0
38
66
30
22
Minulyo
Wilayah Gereja Salib Suci
414 280 569
Taman Tirto
3
3.
1
Kembaran
0
2.
3
9
1
31
14
45
17
26
0
58
50
15
10
Bangunjiwo
3
35
7
41
13
96
7
14
0
89
55
39
15
1.
11
28
1
60
16
129
19
31
0
100
105
47
19
Gunung Sempu
389
3
Martinus Bangunharjo
7
10
8
58
7
65
13
24
0
68
73
46
7
Wilayah Gereja Santo
Wilayah Gereja Santo Yusup
14
451 853
9.755
Total
3
Padokan
58
2.
9
36
4
14
31
91
21
39
0
72
66
39
26
Jongonalan
155
402
89
692
550
2.528
317
478
27
1.400
1.609
1.019
431
1.
16
42
7
43
59
244
27
31
2
120
131
86
31
Padokan
(Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 33-37)
Dalam pendataan KAS, mereka yang dikategorikan memiliki kegiatan
ekonomi atau termasuk angkatan kerja adalah umat Katolik yang berusia lebih dari
15 tahun. Mereka dapat termasuk ke dalam salah satu dari 75 jenis kegiatan
ekonomi. Berdasarkan jenis pekerjaan tersebut dibuat kategori sebagai berikut:
a) Terampil: ahli ekonomi, dokter hewan, kontraktor, olahragawan, pejabat DPR,
pemborong, penerbangan, pengarang, psikolog, tenaga managemen, manager,
peneliti, konsultan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
b) Pendidik: pengajar pra sekolah, SD, SLB, SMP, SMA, dosen, katekis dan guru
agama.
c) Kesehatan: apoteker, bidan, dokter gigi, dokter umum/ ahli, dan perawat.
d) Pegawai: petugas pelaksanaan pemegang kas, pemeliharaan gedung, pekerja
sosial, PNS, polisi, tentara, tenaga pemasaran, dan tenaga administrasi.
e) Usaha perdagangan: besar, sedang dan kecil.
f) Setengah Terampil: guide tourist, satpam, penjual jasa, jasa uang, swasta, dan
tenaga jasa.
g) Tukang: juru masak, pandai besi, pemahat, teknisi, tukang batu, tukang cat,
tukang jahit, kayu, las listrik dan pengrajin kulit.
h) Tidak Terampil: buruh tani, pekerja kasar/ buruh, petani/ peternak, sopir,
serabutan, buruh pabrik, buruh perusahaan, buruh tambang dan nelayan.
i) Romo/ Bruder/ Suster.
j) Sekolah: pelajar dan mahasiswa.
k) Ibu Rumah Tangga.
l) Pensiun/ invalid.
m) Non Job: non job, PHK dan mencari pekerjaan
Tabel di atas menunjukkan kegiatan umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus
Pugeran-Yogyakarta, sebagai berikut: terampil 155 jiwa (1,59%); pendidik 402
jiwa (4,12%); kesehatan 89 jiwa (0,91%); pegawai 692 jiwa (7,09%); usaha 550
jiwa (5,64%); setengah terampil 2.528 jiwa (25,92%); tukang 317 jiwa (3,25%);
tidak terampil 478 jiwa (4,90%); Romo-Bruder-Suster 27 jiwa (0,28%); sekolah
1.400 jiwa (14.35%); Ibu Rumah Tangga 1.609 jiwa (16,49%); pensiun/ invalid
1.019 jiwa (10,45%); non job 431 jiwa (4,42%) dan belum tahu 58 jiwa (0,59%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Berdasarkan data yang diperoleh, Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus PugeranYogyakarta, kegiatan ekonomi mayoritas setengah terampil.
c. Tingkat Pendidikan
Jumlah Umat
Putus Sekolah
0 - 6 th
Msh. Sekolah
S2 - S3
S1
D1 - D3
SLTA
SLTP
Wilayah
SD
No
Buta Aksara
Tabel 10. Tingkat Pendidikan
1.455
532 430 407 916 866 559
9
1
1
3
0
0
0
91
41
64
57
33
26
36
190
64 132 135 92
67
70
13
11
24
18
4
12
7
236
60 164 163 86
93
67
125
45
93
86
32
33
54
426
182 112 136 275 233 178
184
52
72
99
43
Patehan
41
8.
64
Panembahan
171
7.
51
Kadipaten
71
6.
77
Gereja Timur
32
5.
46
Gereja Tengah Selatan
48
4.
2
Gereja Tengah Utara
10
3.
5
Gerja Barat Utara
3
2.
0
Gereja Barat Selatan
4
1.
10
Gereja Pusat Paroki
571 729 653 557 347
0
2
0
0
1
19
34
45
64
35
38
90
75 101 99
7
3
20
8
1
59
53
23
60
70
65 101 96
38
50
43
212 204 199 154 108
110 100 212
30
Wirobrajan
75
5.
57
Patangpuluhan
74
4.
64
Ngestiharjo Lor
68 102 75 108 36
3.
15
Ngestiharjo Kidul
2
2.
5
Ketanggungan
12
1.
7
Wilayah Gereja Brayat
Minulyo
493 361 716
2
1
0
42
32
63
76 136
95
10
1
46
6
40
43
108 41 126
34
Taman Tirto
53
6
3.
19
Kembaran
39
2.
65
Bangunjiwo
12
1.
2
Wilayah Gereja Salib Suci
Gunung Sempu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
480
0
45
78
6
102
56
99
34
57
Wilayah Gereja Santo
Martinus Bangunharjo
3
78
544 1.048
11.664
1
1
22
81
37
845
155
96
1.789
10
4
165
116
89
1.825
78
31
989
337
148
3.425
123
52
137
1.189
Total
81
Padokan
1.302
2.
5
Jongonalan
113
1.
10
Wilayah Gereja Santo
Yusup Padokan
(Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 38-41)
Tabel di atas menunjukkan jenjang pendidikan yang mencerminkan potensi
intelektual dan tantangannya. Tingkat pendidikan umat Paroki Hati Kudus Tuhan
Yesus Pugeran-Yogyakarta, sebagai berikut: buta aksara 113 jiwa (0,97%); SD
1.302 jiwa (11,16%); SLTP 1.189 jiwa (10,19%); SLTA 3.425 jiwa (29,36%); D1D3 989 jiwa (8,48%); S1 1.825 jiwa (15,65%); S2-S3 165 jiwa (1,41%); Masih
sekolah 1.789 jiwa (15,34%); 0-6th 845 jiwa (7,24%); putus sekolah 22 jiwa
(0,18%). Berdasarkan data yang diperoleh, mayoritas pendidikan umat Paroki
Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta SLTA.
d. Situasi Perkawinan
Beda Gereja
Luar Gereja
Bermasalah
Wilayah
Beda Agama
No
Sah Katolik
Tabel 11. Situasi Perkawinan
583
33
14
43
0
Gereja Pusat Paroki
1.
Gereja Barat Selatan
2.
Gerja Barat Utara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
3.
Gereja Tengah Utara
199
11
3
19
4
4.
Gereja Tengah Selatan
376
18
4
31
9
5.
Gereja Timur
333
48
6
29
1
6.
Kadipaten
160
18
2
8
0
7.
Panembahan
183
7
2
10
1
8.
Patehan
185
8
3
28
6
Wilayah Gereja Brayat
Minulyo
1.
Ketanggungan
130
8
1
14
1
2.
Ngestiharjo Kidul
215
11
6
41
6
3.
Ngestiharjo Lor
257
24
8
27
2
4.
Patangpuluhan
254
34
11
28
1
5.
Wirobrajan
205
21
2
32
3
Wilayah Gereja Salib Suci
Gunung Sempu
1.
Bangunjiwo
299
17
13
31
4
2.
Kembaran
139
7
2
17
0
3.
Taman Tirto
219
14
7
9
0
226
18
3
5
2
Wilayah Gereja Santo
Martinus Bangunharjo
Wilayah Gereja Santo Yusup
Padokan
1.
Jongonalan
428
32
8
33
3
2.
Padokan
216
17
1
24
1
4.607
346
96
429
44
Total
(Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 38-41)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Situasi Perkawinan di Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta sebagai berikut:
1) Perkawinan Katolik
Data di atas menunjukkan umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus PugeranYogyakarta, yang perkawinan kedua pasangan Katolik sebanyak 4.607 pasangan.
KHK kan. 1055 § 2 menyebutkan sifat perkawinan di antara orang-orang yang
telah dibaptis adalah sakramen (Rubiyatmoko, 2015: 20).
2) Perkawinan Beda Gereja
Data di atas menunjukkan umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus PugeranYogyakarta, ditemukan perkawinan beda gereja sebanyak 346 pasang. Perkawinan
campur beda Gereja karena kedua pasangan berasal dari Gereja yang berbeda, satu
dari Gereja Katolik, sedangkan pihak lain termasuk anggota Gereja Kristen yang
tidak berada dalam kesatuan penuh Gereja Katolik (bdk. Kanon 205). Perkawinan
beda Gereja mempunyai sifat sakramental sejauh dilaksanakan secara sah antara
dua orang yang sama-sama telah dibaptis secara sah (bdk. Kanon 1055-1056)
(Rubiyatmoko, 2015: 131).
3) Perkawinan Beda Agama
Data di atas menunjukkan umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus PugeranYogyakarta yang perkawinan beda agama, ketika salah satu pasangan beragama
lain bukan Kristen sebanyak 96 pasang. Perkawinan beda agama adalah
perkawinan yang terjadi antara seorang baptis Katolik atau yang diterima dalam
Gereja Katolik dengan seorang yang tak dibaptis, seperti yang dinormakan dalam
kanon 1086. Karena dilaksanakan oleh orang-orang yang tidak semuanya baptis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
maka secara teknis yuridis bukan perkawinan sakramental dan ikatannya bersifat
natural saja (Rubiyatmoko, 2015: 131).
4) Pekawinan bermasalah
Data di atas menunjukkan umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus PugeranYogyakarta yang perkawinan bermasalah, ketika salah satu atau kedua pasangan
terdapat halangan nikah sebanyak 44 pasang. Halangan nikah adalah semua
halangan nikah yang sudah ditentukan oleh hukum Gereja dalam kanon 1083-1094
ditentukan 12 halangan nikah yang membuat seseorang tidak mampu untuk
melangsungkan pernikahan secara sah (Rubiyatmoko, 2015: 57, 66).
B. GAMBARAN UMUM PERWUJUDAN PERKAWINAN YANG UNITAS
DAN INDISSOLUBILITAS
DI WILAYAH PATANGPULUHAN
PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN - YOGYAKARTA
Data perkawinan di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY PugeranYogyakarta sebagai berikut: pasangan suami istri yang perkawinan sah Katolik
sebanyak 254 pasangan, beda agama sebanyak 34 pasangan dan beda gereja
sebanyak 11 pasangan. Pasangan suami istri di Wilayah Patangpuluhan Paroki
HKTY Pugeran-Yogyakarta yang memenuhi syarat penelitian mereka yang usia
perkawinannya 15-30 tahun sebanyak 46 pasangan, sebagai berikut: Lingkungan
Yohanes Rasul Bugisan Kidul sebanyak 3 pasangan; Lingkungan Basilius Agung
Bugisan Lor sebanyak 3 pasangan; Lingkungan Klemens Bugisan Wetan sebanyak
5 pasangan; Lingkungan Dominikus Patangpuluhan Lor 1 sebanyak 12 pasangan;
Lingkungan Petrus Patangpuluhan Lor 2 sebanyak 7 pasangan; Lingkungan
Keluarga Kudus Patangpuluhan Lor 3 sebanyak 7 pasangan; Lingkungan Paulus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Sindurejan 1 sebanyak 7 pasangan; Lingkungan Mikael Sindurejan sebanyak 2
pasangan.
C. PENELITIAN TENTANG FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DALAM
UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN
INDISSOLUBILITAS DI WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI
HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN-YOGYAKARTA
1. Metodologi Penelitian
Wasito (1997: 6) mengatakan bahwa “Penelitian sebagai usaha yang
sistematik untuk memperoleh fakta atau prinsip (menemukan, mengembangkan,
menguji kebenaran) dengan cara mengumpulkan dan menganalisa data (informasi)
yang
dilaksanakan
dengan
teliti,
jelas,
sistematik,
dan
dapat
dipertanggungjawabkan (metode ilmiah).”
Untuk mengetahui faktor pendukung dalam mewujudkan unitas dan
indissolubilitas bagi pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30
tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus PugeranYogyakarta, penulis mengadakan penelitian terlebih dahulu. Adapun metodologi
penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Latar Belakang Penelitian
Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta merupakan sebuah Paroki dengan
jumlah umat sebesar 12.486 jiwa berdasarkan statistik tahun 2011. Umat di Paroki
tersebar di 19 Wilayah dan 87 Lingkungan. (Arsip Data Paroki HKTY Pugeran,
2013: 18).
Dalam Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta terdapat pasangan suami istri
Katolik yang menghayati janji perkawinan untuk setia pada pasangannya seumur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
hidup dan merupakan sifat/ ciri perkawinan Katolik. Penulis membatasi pasangan
suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun karena pada usia
perkawinan tersebut pasangan suami istri masih lengkap atau keduanya masih
hidup dan mereka sudah berpengalaman dalam hidup berkeluarga. Penulis
memilih wilayah Patangpuluhan alasannya: pertama masih ditemukan pasangan
suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun setia dalam hidup
perkawinan Katolik; kedua, lokasinya tempat tinggal penulis, sehingga lebih
mudah melaksanakan penelitian.
Penelitian yang dilaksanakan untuk menemukan faktor-faktor pendukung
bagi pasangan suami istri dalam menghayati janji perkawinan untuk setia seumur
hidup dan merupakan sifat perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas.
Akhir dari penelitian akan dilaksanakan program yang sesuai, agar semakin
membantu pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun di
Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta dalam menghidupi janji perkawinannya dan
semakin mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas.
b. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis untuk mengetahui:
1) Sejauhmana pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki
HKTY Pugeran-Yogyakarta memahami sifat/ciri perkawinan Katolik yang unitas
dan indissolubilitas.
2) Sejauhmana pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki
HKTY Pugeran-Yogyakarta telah melaksanakan janji perkawinan untuk setia
seumur hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
3) Faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas
dan indissolubilitas bagi pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan
Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta.
c. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diperoleh antara lain:
1) Membantu pasangan suami istri Katolik semakin memahami perkawinan yang
unitas dan indissolubilitas.
2) Membantu pasangan suami istri Katolik menemukan faktor-faktor pendukung
dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas.
3) Model pendampingan iman, agar pasangan suami istri Katolik semakin
mewujudkan
perkawinan
yang
unitas
dan
indissolubilitas
di
Wilayah
Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta.
d. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ex Post Facto,
yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi
dan kemudian melihat kembali ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang
diasumsikan sebagai penyebab dan telah beroperasi pada masa yang lalu (Jamal
Ma’mur Asmani, 2011: 190). Penelitian ini menggunakan metode survei. Metode
survei adalah metode penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun
kecil. Tujuan
utamanya
mengumpulkan informasi
tentang variabel dari
sekelompok objek/populasi (Jamal Ma’Mur Asnani, 2011: 44).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
e. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus
Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta, pada bulan Oktober 2016.
f. Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan suami istri
Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati
Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta. Adapun pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam purposive sampling, pemilihan
sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang
dipandang mempunyai hubungan yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang
sudah diketahui sebelumnya (Sutrisno Hadi, 2004: 90).
Teknik purposive sampling ini ditujukan kepada para pasangan suami istri
perkawinan Katolik di Gereja Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus PugeranYogyakarta, yang diwakili oleh pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan
15-30 tahun di Wilayah Patangpuluhan.
Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri Katolik yang usia
perkawinan 15-30 tahun di wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan
Yesus Pugeran-Yogyakarta. Jumlah populasi pasangan suami istri Katolik di
Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta
keseluruhan 299 pasangan. Populasi yang akan diteliti sebanyak 41 pasangan dari
jumlah keseluruhan pasangan suami istri Katolik yang memenuhi syarat yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun di Wilayah
Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta.
g. Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner.
Kuesioner merupakan teknik pengambilan data yang dilakukan dengan cara
memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya. Data yang diperoleh melalui penggunaan kuesiner adalah data
yang dikategorikan sebagai data faktual. Kuesioner dapat bersifat tertutup atau
terbuka. Dalam penelitian ini memakai keduanya. Kuesioner bersifat tertutup
artinya kuesioner yang menyediakan alternatif jawaban atas pertanyaan yang
diberikan. Sedangkan kuesioner bersifat terbuka artinya kuesioner yang tidak
menyediakan alternatif jawaban atas pertanyaan, sehingga responden mempunyai
kebebasan untuk memberikan jawaban.
h. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini variabel yang akan penulis teliti yakni faktorfaktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan
indissolubilitas. Variabel ini akan dibuat dalam penyusunan instrumen yang terdiri
dari dua bentuk pertanyaan yaitu pertanyaan tertutup (memilih jawaban yang
sudah tersedia) dan pertanyaan terbuka (jawaban menurut pendapat sendiri).
Jumlah responden yang diteliti sebanyak 41 pasangan dengan usia
perkawinan 15-30 tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY PugeranYogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
No
Variabel yang
diungkapkan
(1)
(2)
1
Faktor-faktor
yang
berpengaruh
pada unitas
perkawinan
2
Aspek yang
diungkapkan
No Soal
Tertutup
Terbuka
(3)
1. Kepribadian
(4)
1-2, 19-20
2. Internal Keluarga
3-4, 21-22
3. Budaya
5-6, 23-24
(5)
1 (a,b,c)
2 (a,b,c)
4. Kesehatan
7-8, 25-26
5. Fisik
9-10, 27-28
6. Kebahagiaan
17, 35
1. Iman/ Agama
11-12, 29-30
Faktor-faktor
yang
2. Ekonomi
berpengaruh
3. Sosial
pada
indissolubilitas
4. Keinginan Cerai
perkawinan
Item keseluruhan
13-14, 31-32
Jumlah
Tabel 10. Variabel Penelitian
29
4
3 (a,b,c)
15-16, 33-34
18
18, 36
5
36
11
47
2. Laporan Hasil dan Pembahasan Penelitian
a. Gambaran faktor-faktor yang berpengaruh pada unitas dan indissolubilitas
perkawinan di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta
Penelitian terhadap 46 pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan
15-30 tahun sebagai responden, namun sebanyak 41 pasangan suami istri Katolik
yang mengumpulkan kuisioner. Penelitian akan dijabarkan dengan menggunakan
diagram batang, agar lebih mudah dilihat dan dimengerti. Hasil penelitian sebagai
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
1) Faktor-faktor yang berpengaruh pada unitas perkawinan
a) Faktor Kepribadian
(1) Dalam diskusi bersama pasangan, terjadi perbedaan pendapat, dan pendapat
saya selalu diterima.
Keterangan: S (Sering), KK (Kadang-Kadang), J (Jarang), TP (Tidak Pernah)
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
6
32
2
1
Istri
5
31
3
2
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 5 pasangan (12%) menyatakan sering dan 31 pasangan
menyatakan kadang-kadang (76%), 3 pasangan menyatakan jarang (7%) dan 2
pasangan mengatakan tidak pernah (5%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa dalam diskusi terjadi perbedaan
pendapat dengan pasangan, sebagian besar pasangan menyatakan kadang-kadang
pendapatnya diterima dan sebagian kecil pasangan menyatakan jarang bahkan
tidak pernah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
(2) Pada saat pasangan melakukan kesalahan atau kekeliruan, saya dengan mudah
berbicara kasar atau melakukan tindakan kasar terhadap pasangan.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
3
5
15
18
Istri
0
6
15
20
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 2 pasangan (5%) menyatakan sering dan 5 pasangan menyatakan
kadang-kadang (12%), 15 pasangan menyatakan jarang (37%) dan 19 pasangan
mengatakan tidak pernah (46%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa pada saat pasangan melakukan
kesalahan atau kekeliruan, sebagian besar pasangan menyatakan jarang bahkan
tidak pernah berbicara kasar atau melakukan tindakan kasar terhadap pasangan.
(19) Apakah Anda puas dalam hubungan seks dengan pasangan Anda?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
23
18
0
0
Istri
20
17
3
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 22 pasangan (54%) menyatakan sering dan 18 pasangan
menyatakan kadang-kadang (44%), 3 istri menyatakan jarang dan 1 istri
menyatakan tidak pernah (2%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian pasangan sering dan
kadang-kadang puas dalam melakukan hubungan seks dengan pasangannya dan
sebanyak 4 istri menyatakan jarang dan tidak pernah puas dalam hubungan seks.
(20) Apakah konflik dalam rumah tangga menguntungkan keluarga Anda?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
0
9
8
24
Istri
0
12
5
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 10 pasangan (24%) menyatakan kadang-kadang dan 7 pasangan
menyatakan jarang (17%), dan 24 pasangan menyatakan tidak pernah (59%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian pasangan menyatakan
bahwa konflik dalam rumah tangga tidak pernah menguntungkan keluarga dan
sebagian kecil pasangan menyatakan kadang-kadang dan jarang menguntungkan
keluarga bila terjadi konflik.
b) Faktor Internal Keluarga
(3) Pada saat anak berbuat salah dan pasangan memarahi dan menghukumnya,
saya selalu membela anak di depan pasangan.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
3
15
9
14
Istri
3
9
13
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 3 pasangan (7%) menyatakan sering dan 12 pasangan
menyatakan kadang-kadang (29%), 11 pasangan menyatakan jarang (27%) dan 15
pasangan menyatakan tidak pernah (37%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa pasangan tidak pernah, kadangkadang bahkan jarang membela anak di depan pasangan bila anak berbuat salah
dan pasangan memarahinya dan sebagian kecil pasangan sering membela anak
yang melakukan kesalahan di depan pasangan.
(4) Dalam kesibukan kerja, saya tetap meluangkan waktu untuk berkumpul
bersama pasangan dan anak-anak.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
27
12
2
0
Istri
34
6
0
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 32 pasangan (78%) menyatakan sering dan 9 pasangan
menyatakan kadang-kadang (21,5%), dan 1 pasangan menyatakan jarang dan tidak
pernah (0,5%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering meluangkan waktu untuk berkumpul bersama pasangan dan anak-anak di
tengah kesibukan kerja dan sebagian kecil pasangan menyatakan kadang-kadang.
(21) Apakah anak-anak mempersatukan keluarga Anda?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
33
7
1
0
Istri
36
5
0
0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 35 pasangan (85%) menyatakan sering dan 6 pasangan
menyatakan kadang-kadang (15%), dan 1 suami yang menyatakan jarang
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
anak-anak mempersatukan keluarga dan sebagian kecil pasangan menyatakan
kadang-kadang anak mempersatukan keluarga.
(22) Apakah keterbukaan dan kejujuran menceritakan segala sesuatu dengan
pasangan lebih menguntungkan dalam keluarga Anda?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
24
12
3
2
Istri
24
13
3
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 24 pasangan (59%) menyatakan sering dan 13 pasangan
menyatakan kadang-kadang (32%), 3 pasangan yang menyatakan jarang (7%), dan
1 pasangan yang menyatakan tidak pernah (2%)
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
keterbukaan dan kejujuran menceritakan segala sesuatu dengan pasangan lebih
sering dan kadang-kadang menguntungkan dalam keluarga.
c) Faktor Budaya
(5) Pada saat terjadi kesalahpahaman dengan pasangan, saya cenderung untuk
diam dan tidak membesar-besarkan masalah.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
14
16
2
9
Istri
15
21
1
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 15 pasangan (37%) menyatakan sering dan 18 pasangan
menyatakan kadang-kadang (44%), 1 pasangan yang menyatakan jarang (2%), dan
7 pasangan yang menyatakan tidak pernah (17%)
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
kadang-kadang dan sering diam dan tidak membesar-besarkan masalah bila terjadi
kesalah-pahaman dengan pasangan
(6) Pada saat pasangan melakukan tindakan yang menyakitkan hati, saya selalu
menyimpan dan sukar melupakan kesalahannya.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
9
8
10
14
Istri
10
15
7
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 10 pasangan (24%) menyatakan sering dan 12 pasangan
menyatakan kadang-kadang (29%), 8 pasangan yang menyatakan jarang (20%),
dan 11 pasangan yang menyatakan tidak pernah (27%)
Hasil penelitian membuktikan bahwa jawaban merata dari pasangan
menyatakan sering, kadang-kadang, jarang dan tidak pernah menyimpan dan sukar
melupakan kesalahan pada saat pasangan melakukan tindakan yang menyakitkan
hati.
(23) Apakah sikap mengalah dengan pasangan membantu menciptakan
keharmonisan dalam keluarga Anda?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
26
12
1
2
Istri
28
12
0
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 27 pasangan (66%) menyatakan sering dan 12 pasangan
menyatakan kadang-kadang (30%), 1 pasangan yang menyatakan jarang (2%), dan
1 pasangan yang menyatakan tidak pernah (2%)
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sikap mengalah dengan pasangan lebih sering dan kadang-kadang membantu
menciptakan keharmonisan dalam keluarga.
(24) Apakah setiap pengambilan keputusan penting, anda bermusyawarah untuk
mufakat dengan pasangan Anda?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
27
14
0
0
Istri
27
13
0
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 27 pasangan (66%) menyatakan sering dan 14 pasangan
menyatakan kadang-kadang (34%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
setiap pengambilan keputusan penting, sering dan kadang-kadang bermusyawarah
untuk mufakat dengan pasangan.
d) Faktor Kesehatan
(7) Pada saat pasangan jatuh sakit, saya membawanya untuk berobat dan melayani
pasangan dengan penuh kasih.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
34
4
0
3
Istri
36
1
1
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 35 pasangan (86%) menyatakan sering, 3 pasangan menyatakan
kadang-kadang (7%) dan 3 pasangan menyatakan tidak pernah (7%) .
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering membawa pasangan untuk berobat dan melayani dengan penuh kasih pada
saat pasangan jatuh sakit.
(8) Pada saat pasangan mengalami kegagalan, saya dengan mudah untuk
menyalahkannya.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
3
9
9
20
Istri
2
5
13
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 3 pasangan (7%) menyatakan sering, 7 pasangan menyatakan
kadang-kadang (17%), 10 pasangan menyatakan jarang (24%) dan 21 pasangan
menyatakan tidak pernah (52%) .
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
tidak pernah dan jarang dengan mudah menyalahkan pasangan ketika mengalami
kegagalan.
(25) Apakah di tengah kesibukan kerja, Anda tetap menjaga kesehatan dengan
makan makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
15
20
5
1
Istri
18
19
3
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 16 pasangan (40%) menyatakan sering, 20 pasangan menyatakan
kadang-kadang (48%), 4 pasangan menyatakan jarang (10%) dan 1 pasangan
menyatakan tidak pernah (2%) .
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
kadang-kadang dan sering menjaga kesehatan dengan makan makanan yang
bergizi dan istirahat yang cukup di tengah kesibukan kerja.
(26) Apakah Anda tetap setia, apabila pasangan Anda tidak dapat memenuhi
kewajiban secara lahir dan batin?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
31
7
2
1
Istri
33
7
0
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 32 pasangan (79%) menyatakan sering, 7 pasangan menyatakan
kadang-kadang (17%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%) dan 1 pasangan
menyatakan tidak pernah (2%) .
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering untuk tetap setia pada saat pasangan tidak dapat memenuhi kewajiban
secara lahir dan batin tetap dan sebagian kecil pasangan menyatakan kadangkadang.
e) Faktor Fisik
(9) Pada saat pasangan menjadi cacat akibat sakit atau kecelakaan, saya tetap
mencintainya dan menemaninya.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
34
3
3
1
Istri
36
3
0
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 35 pasangan (86%) menyatakan sering, 3 pasangan menyatakan
kadang-kadang (7%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%) dan 2 pasangan
menyatakan tidak pernah (5%) .
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering untuk tetap mencintai dan menemani pada saat pasangan menjadi cacat
karena sakit atau kecelakaan.
(10) Dalam pergaulan saya bertemu dengan lawan jenis yang lebih menarik
dibandingkan pasangan saya, namun saya tetap setia dan tidak tergoda untuk
berpaling dari pasangan.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
25
5
2
9
Istri
29
3
0
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 27 pasangan (66%) menyatakan sering, 4 pasangan menyatakan
kadang-kadang (10%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%) dan 9 pasangan
menyatakan tidak pernah (22%) .
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering tetap setia dan tidak tergoda berpaling dari pasangan ketika bertemu lawan
jenis yang lebih menarik di dalam pergaulan dan sebagian kecil pasangan
menyatakan tidak pernah tergoda untuk berpaling dari pasangan.
(27) Apakah Anda tetap setia, apabila pasangan Anda menjadi cacat dan tidak
menarik lagi?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
30
5
3
3
Istri
35
3
0
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 33 pasangan (81%) menyatakan sering, 4 pasangan menyatakan
kadang-kadang (10%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%) dan 3 pasangan
menyatakan tidak pernah (7%) .
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering tetap setia pada saat pasangan menjadi cacat dan tidak menarik lagi.
(28) Apakah Anda tetap menerima dan mengampuni pasangan Anda yang telah
berselingkuh untuk hidup bersatu kembali?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
18
11
3
9
Istri
21
11
0
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 20 pasangan (49%) menyatakan sering, 11 pasangan menyatakan
kadang-kadang (27%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%) dan 9 pasangan
menyatakan tidak pernah (22%) .
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering mengampuni pasangan yang selingkuh, dan sebagian kecil pasangan
menyatakan kadang-kadang dan tidak pernah mengampuni pasangan yang
selingkuh.
2) Faktor-faktor yang berpengaruh pada indissolubilitas perkawinan
a) Faktor Iman
(11) Pada saat terjadi ketidakcocokan di dalam rumahtangga, saya tetap mengasihi
pasangan.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
31
6
3
1
Istri
31
6
2
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 31 pasangan (76%) menyatakan sering, 6 pasangan menyatakan
kadang-kadang (15%), 3 pasangan menyatakan jarang (7%) dan 1 pasangan
menyatakan tidak pernah (2%) .
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering tetap mengasihi pasangan pada saat terjadi ketidakcocokan di dalam rumah
tangga.
(12) Ada doa di lingkungan, saya bersama pasangan dan anak-anak mengikutinya.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
7
16
7
11
Istri
11
17
7
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 9 pasangan (22%) menyatakan sering, 17 pasangan menyatakan
kadang-kadang (42%), 7 pasangan menyatakan jarang (17%) dan 8 pasangan
menyatakan tidak pernah (19%) .
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
kadang-kadang mengikuti doa lingkungan bersama pasangan dan anak-anak,
sebagian kecil pasangan menyatakan
sering, tidak pernah dan jarang untuk
mengikuti doa lingkungan bersama pasangan dan anak-anak.
(29) Apakah doa membantu Anda ketika menghadapi kesulitan menjalani hidup
perkawinan?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
34
4
1
2
Istri
39
1
1
0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 37 pasangan (91%) menyatakan sering, 2 pasangan menyatakan
kadang-kadang (5%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%) dan 1 pasangan
menyatakan tidak pernah (2%) .
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
doa sering membantu ketika menghadapi kesulitan menjalani hidup perkawinan.
(30) Apakah Perayaan Ekaristi semakin menguatkan anda dalam karya dan
keluarga anda?
Jenis Kelamin
S
KK J
TP
Suami
36
2
0
3
Istri
40
1
0
0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 38 pasangan (93%) menyatakan sering, 2 pasangan menyatakan
kadang-kadang (5%), dan 1 pasangan menyatakan tidak pernah (2%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
perayaan Ekaristi sering semakin menguatkan dalam karya dan keluarga.
b) Faktor Ekonomi
(13) Pada saat saya hendak membantu keluarga, terlebih dahulu saya
membicarakannya dengan pasangan.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
22
14
5
0
Istri
23
13
4
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 23 pasangan (56%) menyatakan sering, 14 pasangan menyatakan
kadang-kadang (34%), dan 4 pasangan menyatakan jarang (10%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering dan kadang-kadang terlebih dahulu membicarakanya dengan pasangan pada
saat hendak membantu keluarga.
(14) Ada tawaran promosi barang-barang, saya tidak tergoda untuk membeli yang
bukan kebutuhan.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
19
18
3
1
Istri
13
16
6
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 16 pasangan (39%) menyatakan sering, 17 pasangan menyatakan
kadang-kadang (42%), 5 pasangan menyatakan jarang (12%), dan 3 pasangan
menyatakan tidak pernah (7%) .
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
kadang-kadang dan sering tidak tergoda untuk membeli barang yang bukan
kebutuhan.
(31) Apakah keluarga lebih penting dibandingkan dengan pekerjaan Anda?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
21
18
2
0
Istri
24
17
0
0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 23 pasangan (56%) menyatakan sering, 17 pasangan menyatakan
kadang-kadang (42%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering keluarga lebih penting dibandingkan dengan pekerjaan.
(32) Apakah Anda tetap setia, apabila pasangan tidak memiliki pekerjaan dan tidak
dapat memenuhi kebutuhan lahiriah dalam keluarga?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
32
6
3
0
Istri
31
7
2
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 32 pasangan (78%) menyatakan sering, 7 pasangan menyatakan
kadang-kadang (17%), 2 pasangan menyatakan jarang (5%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering tetap setia pada saat pasangan tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat
memenuhi kebutuhan lahiriah dalam keluarga.
c) Faktor Sosial
(15) Ada kegiatan gotong-royong di dalam masyarakat (RT/ RW), saya
meluangkan waktu untuk ambil bagian di dalamnya.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
27
9
3
2
Istri
19
17
4
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 23 pasangan (56%) menyatakan sering, 13 pasangan menyatakan
kadang-kadang (32%), 4 pasangan menyatakan jarang (10%), dan 1 pasangan
menyatakan tidak pernah (2%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering dan kadang-kadang meluangkan waktu untuk ambil bagian di dalam
kegiatan masyarakat.
(16) Ada warga yang kemalangan atau hajatan, saya ambil bagian untuk
membantunya.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
21
16
4
0
Istri
26
12
2
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 24 pasangan (59%) menyatakan sering, 14 pasangan menyatakan
kadang-kadang (34%), dan 3 pasangan menyatakan jarang (7%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering dan kadang-kadang ambil bagian untuk membantu warga yang kemalangan
atau hajatan.
(33) Apakah Anda dan pasangan Anda menjalin relasi yang baik dengan
lingkungan dan masyarakat sekitar?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
28
12
1
0
Istri
28
12
1
0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 28 pasangan (69%) menyatakan sering, 12 pasangan menyatakan
kadang-kadang (29%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering menjalin relasi yang baik dengan lingkungan dan masyarakat sekitar.
(34) Apakah keterlibatan Anda di dalam kegiatan di lingkungan dan masyarakat
sekitar semakin membuat keluarga Anda harmonis?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
21
16
4
0
Istri
22
18
0
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 22 pasangan (53%) menyatakan sering, 17 pasangan menyatakan
kadang-kadang (42%), 2 pasangan menyatakan jarang (5%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering dan kadang-kadang keterlibatan di dalam masyarakat sekitar semakin
membuat keluarga harmonis.
3) Bahagia bersama pasangan
(17) Saya bahagia dalam hidup perkawinan bersama pasangan.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
33
6
2
0
Istri
31
7
2
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 32 pasangan (78%) menyatakan sering, 7 pasangan menyatakan
kadang-kadang (17%), 2 pasangan menyatakan jarang (5%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering bahagia dalam hidup perkawinan bersama pasangan.
(35) Apakah Anda merasa bahagia hidup bersama pasangan Anda?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
33
6
2
0
Istri
29
9
2
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 31 pasangan (76%) menyatakan sering, 8 pasangan menyatakan
kadang-kadang (19%), 2 pasangan menyatakan jarang (5%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
sering bahagia hidup bersama pasangan.
4) Keinginan tidak bercerai
(18) Pada saat terjadi pertengkaran atau konflik dengan pasangan, saya ingin
meninggalkan pasangan.
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
3
5
0
33
Istri
1
6
2
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 2 pasangan (5%) menyatakan sering, 6 pasangan menyatakan
kadang-kadang (15%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%), dan 32 pasangan
menyatakan tidak pernah (78%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
tidak pernah ingin meninggalkan pasangan pada saat terjadi pertengkaran atau
konflik pasangan.
(36) Apakah Anda punya keinginan untuk meninggalkan pasangan Anda?
Jenis Kelamin
S
KK
J
TP
Suami
0
4
2
35
Istri
2
4
0
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat
respon sebanyak 1 pasangan menyatakan jarang (2%), 4 pasangan menyatakan
kadang-kadang (10%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%), dan 35 pasangan
menyatakan tidak pernah (86%).
Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan
tidak pernah punya keinginan untuk meninggalkan pasangan.
b. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari adanya keterbatasan dari hasil penelitian ini.
Keterbatasan dari 46 pasangan yang menerima kuisioner, namun sebanyak 41
pasangan yang memenuhi kriteria, sedangkan sebanyak 4 pasangan beda agama
hanya salah satu yang mengumpulkan dan 1 pasangan yang pindah domisili.
Kemudian ada beberapa pasangan menjawab semua pertanyaan sama dengan
pasangannya. Selain itu pasangan mengalami kesulitan dalam menjawab
pertanyaan, sebab belum pernah dialami oleh pasangan, sehingga jawabannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
ragu-ragu. Pertanyaan kuisioner dalam penelitian masih dapat dikembangkan lagi,
agar semakin menemukan faktor pendukung lainnya dalam upaya mewujudkan
perkawinan yang unitas dan indissolubilitas.
c. Kesimpulan Penelitian
Faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang
unitas sebagai berikut: faktor internal keluarga sebanyak 35 pasangan (85%)
menyatakan bahwa anak-anak sering mempersatukan keluarga; faktor kesehatan
sebanyak 35 pasangan (85%) menyatakan bahwa pada saat pasangan jatuh sakit,
saya sering membawanya untuk berobat dan melayani pasangan dengan penuh
kasih; faktor fisik sebanyak 35 pasangan (85%) menyatakan bahwa ketika
pasangan menjadi cacat akibat sakit atau kecelakaan, saya tetap mencintainya dan
menemaninya; faktor kepribadian sebanyak 31 pasangan (76%) menyatakan
bahwa di dalam diskusi bersama pasangan, terjadi perbedaan pendapat, dan
kadang-kadang pendapat saya selalu diterima; faktor budaya sebanyak 27
pasangan (66%) menyatakan bahwa sering mengalah dengan pasangan untuk
membantu menciptakan keharmonisan dalam keluarga dan setiap pengambilan
keputusan penting, anda bermusyawarah untuk mufakat dengan pasangan.
Faktor-faktor
pendukung
dalam
mewujudkan
perkawinan
yang
indissolubilitas sebagai berikut: faktor iman sebanyak 38 pasangan (93%)
menyatakan perayaan Ekaristi sering semakin menguatkan dalam karya dan
keluarga; faktor ekonomi sebanyak 32 pasangan (78%) menyatakan sering tetap
setia pada saat pasangan tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat memenuhi
kebutuhan lahiriah dalam keluarga; faktor sosial sebanyak 28 pasangan (69%)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
menyatakan anda dan pasangan anda sering menjalin relasi yang baik dengan
lingkungan dan masyarakat sekitar.
Selain menemukan faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan
perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, juga ditemukan pasangan suami istri
Katolik yang mengalami kesulitan dan tantangan dalam upaya mewujudkan
perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Faktor-faktor penghambat dalam
upaya mewujudkan perkawinan yang unitas sebagai berikut: faktor kepribadian
sebanyak 18 pasangan (44%) menyatakan kurang puas dalam hubungan seks
dengan pasangan; faktor internal keluarga sebanyak 12 pasangan (29%)
menyatakan membela anak yang berbuat salah pada saat pasangan sedang
memarahi dan menghukumnya; faktor budaya sebanyak 10 pasangan (24%)
menyatakan menyimpan dan sukar melupakan kesalahan, pada saat pasangan
melakukan tindakan yang menyakitkan hati; faktor fisik sebanyak 9 pasangan
(22%) menyatakan tidak menerima dan mengampuni pasangan yang telah
berselingkuh untuk hidup bersatu kembali; dan faktor kesehatan sebanyak 7
pasangan (17%) menyatakan mudah untuk menyalahkan pasangan pada saat
mengalami kegagalan.
Faktor-faktor
penghambat
dalam
mewujudkan
perkawinan
yang
indissolubilitas sebagai berikut: faktor ekonomi sebanyak 18 pasangan (44%)
menyatakan pekerjaan kadang lebih penting dibandingkan keluarga; faktor sosial
sebanyak 17 pasangan (42%) menyatakan keterlibatan di lingkungan dan
masyarakat kadang membuat keluarga harmonis; faktor iman sebanyak 9 pasangan
(22%) menyatakan tidak pernah mengikuti doa di lingkungan bersama pasangan
dan anak-anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
PENGOLAHAN HASIL PENELITIAN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN
PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS
Ciri Perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas merupakan
kekhasan perkawinan Katolik. Dasar unitas terungkap dalam Kitab Suci Perjanjian
Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru menjadi “satu daging” (Kej 2:24; Mrk 10:8;
Mat 19:5; Ef 5:31) yang bunyinya “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan
ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu
daging.” Cinta kasih suami istri sungguh-sungguh merupakan cinta kasih
perjanjian yang bersifat eksklusif dan tetap (bdk. Ams 5:15-20).
Kej 1: 27 dan Kej 2: 24 dengan tegas dan berwibawa merestui cita-cita suci
perkawinan monogam sebagai perkawinan yang memenuhi kehendak Allah,
karena melambangkan kesetiaan kasih antara Yahwe dan umat-Nya. Kemudian St.
Paulus dalam 1Kor 7 dan Ef 5 dengan sikap yang cukup keras dan tegas
memperjuangkan nilai perkawinan yang monogam tak terceraikan dengan
berpegang pada faham penciptaan.
Konsili Vatikan II mengajarkan mengenai ciri perkawinan terdapat dalam
GS, art. 48 mengatakan “Persatuan mesra sebagai saling serah diri antara dua
pribadi, begitu pula kesejahteraan anak-anak, menuntut kesetiaan suami istri yang
sepenuhnya dan menjadikan tidak terceraikannya kesatuan mereka mutlak perlu.”
FC, art. 19 mengatakan “Perjanjian kasih perkawinan suami istri bukanlah dua,
melainkan satu dan dipanggil untuk senantiasa tumbuh dalam kesatuannya dengan
kesetiaan.” Dengan ini setiap hari mereka berpegang teguh pada janji perkawinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
penyerahan diri timbal balik.” Kemudian KGK, art. 1645 mengatakan bahwa
“Kesatuan perkawinan yang dikukuhkan oleh Tuhan tampak secara jelas dari
martabat pribadinya yang sama baik pria maupun wanita, yang harus diterima
dalam cinta kasih timbal balik dan penuh.” Hal ini terdapat juga dalam KHK kan.
1056 mengatakan bahwa “Ciri-ciri hakiki (proprietates) perkawinan ialah unitas
(kesatuan) dan indissolubilitas (tak terputuskan), yang dalam perkawinan kristiani
memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen.”
Hasil pengolahan data dalam upaya mewujudkan ciri-ciri perkawinan
Katolik sebagai berikut:
A. UNITAS (KESATUAN)
Ciri unitas (kesatuan) menunjuk unsur unitif dan monogam perkawinan.
Unsur unitif dimaksud sebagai unsur yang menyatukan suami istri secara lahir dan
batin, sedangkan unsur monogam menyatakan bahwa perkawinan dinyatakan sah
jika dilaksanakan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan.
1. Faktor Pendukung
Hasil penelitian di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan
Yesus Pugeran-Yogyakarta, terhadap 41 pasangan suami istri Katolik usia
perkawinan 15-30 tahun diperoleh data mengenai beberapa faktor pendukung
dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas antara lain: faktor kepribadian,
internal keluarga, budaya, kesehatan dan fisik.
a. Faktor Kepribadian
Keterangan: S (Sering), KK (Kadang-Kadang), J (Jarang), TP (Tidak Pernah)
No
Keterangan
Pasangan
Persen (%)
1.
Dalam diskusi bersama pasangan, terjadi
KK: 31
76%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
perbedaan pendapat, dan pendapat Anda
selalu diterima.
2.
Pada saat pasangan melakukan kesalahan
atau kekeliruan, Anda dengan mudah
berbicara kasar atau melakukan tindakan
kasar terhadap pasangan Anda.
KK: 15
37%
19.
Apakah Anda puas dalam hubungan seks
dengan pasangan Anda?
S: 22
54%
20.
Apakah konflik dalam rumah tangga
menguntungkan keluarga Anda?
TP: 24
59%
Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak
31 pasangan (76%) menyatakan kadang-kadang dalam diskusi bersama pasangan,
terjadi perbedaan pendapat, dan pendapat saya selalu diterima.
b. Faktor Internal Keluarga
No
Keterangan
Pasangan
Persen (%)
3.
Pada saat anak berbuat salah dan pasangan
memarahi dan menghukumnya, Anda
selalu membela anak di depan pasangan
Anda.
TP: 15
37%
4.
Dalam kesibukan kerja, Anda tetap
meluangkan waktu untuk berkumpul
bersama pasangan dan anak-anak.
S: 32
78%
21.
Apakah
anak-anak
keluarga Anda?
mempersatukan
S: 35
85%
22.
Apakah keterbukaan dan kejujuran
menceritakan segala sesuatu dengan
pasangan lebih menguntungkan dalam
keluarga Anda?
S: 24
59%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak
35 pasangan (85%) menyatakan sering anak-anak mempersatukan keluarga.
c. Faktor Budaya
No
Keterangan
Pasangan
Persen (%)
5.
Pada saat terjadi kesalahpahaman
dengan pasangan, Anda cendrung untuk
diam dan tidak membesar-besarkan
masalah.
KK: 18
44%
6.
Pada saat pasangan melakukan tindakan
yang menyakitkan hati, Anda selalu
menyimpan dan sukar melupakan
kesalahannya.
KK: 12
29%
23.
Apakah sikap mengalah dengan
pasangan
membantu
menciptakan
keharmonisan dalam keluarga Anda?.
S: 27
66%
24.
Apakah setiap pengambilan keputusan
penting, Anda bermusyawarah untuk
mufakat dengan pasangan Anda?.
S: 27
66%
Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak
27 pasangan (66%) menyatakan sering sikap mengalah dengan pasangan
membantu menciptakan keharmonisan dalam keluarga dan setiap pengambilan
keputusan penting, saya bermusyawarah untuk mufakat dengan pasangan.
d. Faktor Kesehatan
No
Keterangan
Pasangan
Persen (%)
7.
Pada saat pasangan jatuh sakit, Anda
membawanya untuk berobat dan
melayani pasangan Anda dengan penuh
kasih.
S: 35
85%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
8.
Pada saat pasangan Anda mengalami
kegagalan, Anda dengan mudah untuk
menyalahkannya.
TP: 21
52%
25.
Apakah di tengah kesibukan kerja,
Anda tetap menjaga kesehatan dengan
makan makan yang bergizi dan istirahat
yang cukup?.
KK: 20
48%
26.
Apakah Anda tetap setia, apabila
pasangan Anda tidak dapat memenuhi
kewajiban secara lahir dan batin?.
S: 32
79%
Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak
35 pasangan (85%) menyatakan sering pada saat pasangan jatuh sakit, saya
membawanya untuk berobat dan melayani pasangan dengan penuh kasih.
e. Faktor Fisik
No
Keterangan
Pasangan
Persen (%)
9.
Pada saat pasangan Anda menjadi cacat
akibat sakit atau kecelakaan, Anda tetap
mencintainya dan menemaninya.
S: 35
85%
10.
Dalam pergaulan, Anda bertemu
dengan lawan jenis yang lebih menarik
dibandingkan pasangan Anda, namun
Anda tetap setia dan tidak tergoda
untuk berpaling dari pasangan Anda.
S: 27
66%
27.
Apakah Anda tetap setia, apabila
pasangan Anda menjadi cacat dan tidak
menarik lagi?.
S: 33
81%
28.
Apakah Anda tetap menerima dan
mengampuni pasangan Anda yang telah
berselingkuh untuk hidup bersatu
kembali?.
S: 20
49%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak
35 pasangan (85%) menyatakan sering tetap mencintai dan menemani pasangan,
apabila pasangan menjadi cacat akibat sakit atau kecelakaan.
2. Faktor Penghambat
Dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas (kesatuan) atau
keutuhan dari perkawinan mengalami berbagai tantangan dan kesulitan.
Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan antara lain:
a. Faktor Kepribadian
Sebanyak 18 pasangan (44%) menyatakan kadang-kadang puas dalam
hubungan seks dengan pasangan.
b. Faktor Internal Keluarga
Sebanyak 12 pasangan (29%) menyatakan kadang-kadang membela anak
di depan pasangan pada saat anak berbuat salah dan pasangan memarahi dan
menghukumnya.
c. Faktor Budaya
Sebanyak 10 pasangan (24%) menyatakan sering menyimpan dan sukar
melupakan kesalahan, pada saat pasangan melakukan tindakan yang menyakitkan
hati.
d. Faktor Kesehatan
Sebanyak 7 pasangan (17%) menyatakan kadang-kadang mudah untuk
menyalahkan pasangan pada saat mengalami kegagalan.
e. Faktor Fisik
Sebanyak 9 pasangan (22%) menyatakan tidak pernah menerima dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
mengampuni pasangan yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali.
B. INDISSOLUBILITAS (TAK TERPUTUSKAN)
Dasar indissolubilitas terdapat dalam Kitab Suci misalnya Mrk 10:2-12;
Mat 5:31-32; 19:2-12; Luk 16:18. Dalam Kitab Suci dikisahkan orang Farisi
bertanya kepada Yesus apakah diperbolehkan suami menceraikan istrinya.? Yesus
menegaskan “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”
(Mat 19:6). Pasangan suami istri yang bercerai serta kawin lagi melakukan
perbuatan zinah (bdk. Mat 19:9; Mrk 10:12). Dalam teks Mat 19:2-12 dan Mrk
10:2-12 menyatakan penolakan Yesus terhadap perceraian. Ia memahami izin
perceraian yang diberikan oleh hukum Musa sebagai suatu hal yang terpaksa
diberikan karena ketegaran hati orang-orang Israel dan sebagai suatu hal yang
melawan rencana Allah, alasannya karena Allah sendiri yang telah menyatukan
suami-istri, agar mereka menjadi “satu daging”. Dengan perkataan lain Yesus
mengajarkan bahwa perkawinan itu menurut kehendak Allah harus bercirikan “tak
terceraikan.”
Gaudium et Spes art. 49 mengatakan bahwa “Sebagai pemberian diri timbal
balik antara dua pribadi, persatuan yang mesra itu, begitu pula kepentingan anakanak menuntut kesetiaan seutuhnya dari suami istri, dan meminta kesatuan yang
tak terceraikan antara mereka.” Kemudian LG, art. 41 mengatakan bahwa “Para
suami istri dan orangtua Kristiani wajib, menurut cara hidup mereka, dengan cinta
yang setia seumur hidup saling mendukung dalam rahmat dan meresapkan ajaran
Kristiani maupun keutamaan-keutamaan Injil di hati keturunan, yang penuh kasih
mereka terima dari Allah,” serta FC, art. 20 mengatakan bahwa “Cinta suami istri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
juga berciri tak terputus, karena penuhnya cinta itu, maka perceraian ditolak secara
tegas oleh Kristus.” Kemudian dalam KGK, art. 1644 mengatakan bahwa “Mereka
dipanggil untuk terus menerus bertumbuh dalam persekutuan mereka melalui
kesetiaan dari hari ke hari terhadap janji pernikahan mereka untuk saling
menyerahkan diri seutuhnya.”
1. Faktor Pendukung
Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus
Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta, terhadap 41 pasangan suami istri Katolik usia
perkawinan 15-30 tahun diperoleh data faktor-faktor pendukung dalam
mewujudkan ciri indissolubilitas perkawinan antara lain: faktor iman, ekonomi
dan sosial sebagai berikut:
a. Faktor Iman
Keterangan: S (Sering), KK (Kadang-Kadang), J (Jarang), TP (Tidak Pernah)
No
Keterangan
Pasangan
Persen (%)
11.
Pada saat terjadi ketidakcocokan dalam
rumahtangga, Anda tetap mengasihi
pasangan Anda.
S: 31
76%
12.
Ada doa di lingkungan, Anda bersama
pasangan dan anak-anak mengikutinya.
KK: 17
42%
29.
Apakah doa membantu Anda ketika
menghadapi kesulitan menjalani hidup
perkawinan?.
S: 37
91%
30.
Apakah Perayaan Ekaristi semakin
menguatkan Anda dalam karya dan
keluarga Anda?.
S: 38
93%
Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak
38 pasangan (93%) menyatakan sering Perayaan Ekaristi semakin menguat-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
kan saya dalam karya dan keluarga.
b. Faktor Ekonomi
No
Keterangan
Pasangan
Persen (%)
13.
Pada saat Anda hendak membantu
keluarga,
terlebih
dahulu
Anda
membicarakannya dengan pasangan.
S: 23
56%
14.
Ada tawaran promosi barang-barang, Anda
tidak tergoda untuk membeli yang bukan
kebutuhan.
KK: 17
42%
31.
Apakah
keluarga
lebih
penting
dibandingkan dengan pekerjaan Anda?.
S: 23
56%
32.
Apakah Anda tetap setia, apabila pasangan
tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat
memenuhi kebutuhan lahiriah dalam
keluarga?.
S: 32
78%
Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak
32 pasangan (78%) menyatakan sering tetap setia pada saat pasangan tidak
memiliki pekerjaan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan lahiriah dalam keluarga
a. Faktor Sosial
No
Keterangan
Pasangan
Persen (%)
15.
Ada kegiatan gotong-royong di dalam
masyarakat (RT/ RW), Anda meluangkan
waktu untuk ambil bagian di dalamnya.
S: 23
56%
16.
Ada warga yang kemalangan atau hajatan,
Anda ambil bagian untuk membantunya.
S: 24
59%
33.
Apakah Anda dan pasangan Anda menjalin
relasi yang baik dengan lingkungan dan
masyarakat sekitar?.
S: 28
69%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
34.
Apakah keterlibatan Anda di dalam kegiatan
di lingkungan dan masyarakat sekitar
semakin
membuat
keluarga
Anda
harmonis?.
S: 22
53%
Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak
28 pasangan (69%) menyatakan sering saya dan pasangan menjalin relasi yang
baik dengan lingkungan dan masyarakat sekitar.
2. Faktor Penghambat
Dalam upaya mewujudkan kesetiaan dan perkawinan yang tak terputuskan
(indissolubilitas), mengalami berbagai tantangan dan kesulitan. Berdasarkan hasil
penelitian menyebutkan antara lain:
a. Faktor Iman
Sebanyak 9 pasangan (22%) menyatakan tidak pernah mengikuti doa di
lingkungan bersama pasangan dan anak-anak.
b. Faktor Ekonomi
Sebanyak 18 pasangan (44%) menyatakan kadang-kadang keluarga lebih
penting dibandingkan dengan pekerjaan.
c. Faktor Sosial
Sebanyak 17 pasangan (42%) menyatakan keterlibatan di dalam kegiatan
di lingkungan dan masyarakat sekitar kadang membuat keluarga harmonis.
Setelah mengetahui faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan
perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, juga ditemukan dampak dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
perwujudan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas antara lain: bahagia dan
tidak ingin bercerai.
C. BAHAGIA DENGAN PASANGAN
No
Keterangan
Pasangan
Persen (%)
17.
Anda bahagia dalam hidup perkawinan
bersama pasangan.
S: 32
78%
35.
Apakah Anda merasa bahagia hidup
bersama pasangan Anda?.
S: 31
76%
Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak
32 pasangan (78%) menyatakan sering bahagia dalam hidup perkawinan bersama
pasangan.
D. TIDAK INGIN BERCERAI
No
Keterangan
Pasangan
Persen (%)
18.
Pada saat terjadi pertengkaran atau
konflik dengan pasangan, Anda ingin
meninggalkan pasangan.
S: 32
78%
36.
Apakah Anda punya keinginan untuk
meninggalkan pasangan Anda?.
TP: 35
85%
Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak
35 pasangan (85 %) menyatakan tidak pernah mempunyai keinginan
untuk
meninggalkan pasangan.
Hasil penelitian yang penulis laksanakan di Wilayah Patangpuluhan Paroki
HKTY Pugeran-Yogyakarta, terhadap 41 pasangan suami istri Katolik usia
perkawinan 15-30 tahun diperoleh data sebanyak 32 pasangan (78%) yang merasa
bahagia dalam perkawinan dan sebanyak 35 pasangan (85%) tidak ingin bercerai,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
walaupun mengalami kesulitan dan tantangan di dalam mewujudkan janji
perkawinan yang telah diikrarkannya untuk setia dalam suka dan duka, untung dan
malang, sehat dan sakit seumur hidup
dan upaya mewujudkan ciri/sifat
perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. Selain itu terdapat sebagian
kecil mengalami hambatan dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan
indissolubilitas.
Beberapa faktor penghambat dalam upaya mewujudkan perkawinan yang
unitas dan kebahagiaan bersama pasangan antara lain: kurang puas dalam
hubungan seks dengan pasangan; masalah anak dapat mengakibatkan konflik
dengan pasangan; menyimpan dan sukar melupakan kesalahan pasangan yang
menyakitkan hati; kurang mengampuni dan tidak menerima pasangan yang telah
berselingkuh untuk hidup bersatu kembali; sikap mudah menyalahkan pasangan
pada saat mengalami kegagalan. Kemudian faktor-faktor penghambat dalam upaya
mewujudkan perkawinan yang indissolubilitas dan tidak ingin bercerai bersama
pasangan antara lain: pasangan lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan
keluarga, keterlibatan di lingkungan dan masyarakat membuat keluarga harmonis,
tidak terlibat dalam mengikuti doa di lingkungan bersama pasangan dan anakanak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PROGRAM PEMBINAAN IMAN: REKOLEKSI BAGI PASANGAN
SUAMI ISTRI KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN 15-30 TAHUN
DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN
INDISSOLUBILITAS DI WILAYAH PATANGPULUHAN
PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN-YOGYAKARTA
Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta memiliki jumlah umat sekitar 12.378
jiwa, dengan jumlah perkawinan Katolik sekitar 4.607 pasangan (Tim Penyusun
HKTY Pugeran, 2013: 1-4, 38-41). Hasil penelitian penulis terhadap pasangan
suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun di Wilayah Patangpuluhan
Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta menunjukkan adanya pasangan suami istri
Katolik yang telah memahami dan mewujudkan ciri perkawinan Katolik yang
unitas dan indissolubilitas, namun masih ditemukan pasangan suami istri Katolik
yang mengalami hambatan dalam mewujudkannya.
Melihat kenyataan ini, maka perlu adanya peningkatkan pendampingan
bagi pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun di Wilayah
Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta, yang memiliki 8 lingkungan.
Dalam melaksanakan pendampingan keluarga, Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta
memiliki tim kerasulan keluarga, terdapat di pusat paroki maupun di gereja-gereja
wilayah. Kegiatan pendampingan bagi pasangan suami istri Katolik selama ini
telah dilaksanakan oleh tim kerasulan keluarga dalam bentuk rekoleksi, yang
pelaksanaannya pada akhir pekan dan menginap di tempat lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Hasil penelitian penulis terhadap pasangan suami istri Katolik yang usia
perkawinan 15-30 tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY PugeranYogyakarta, ditemukan beberapa hambatan yang dihadapi pasangan suami istri
Katolik dalam upaya mewujudkan ciri perkawinan Katolik yang unitas dan
indissolubiitas. Maka sebagai tindak lanjut dari penelitian tersebut, penulis
memberikan sumbangan pemikiran mengenai model pendampingan dalam bentuk
rekoleksi kepada tim kerasulan keluarga untuk membantu pasangan suami istri
Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta.
Rekoleksi ini sebagai upaya dalam mewujudkan keluarga yang bahagia dan
sejahtera, khususnya dalam mewujudkan ciri perkawinan Katolik yang unitas dan
indissolubilitas. Tujuan rekoleksi mengingatkan kembali pasangan suami istri
Katolik akan janji perkawinan yang telah mereka ikrarkan untuk tetap setia seumur
hidup dalam keadaan suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit dengan
pasangan. Rekoleksi akan dikemas secara menarik dan sesuai dengan keadaan
serta kebutuhan peserta, sehingga dapat membangkitkan minat dalam mengikuti
kegiatan rekoleksi serta semakin meningkatkan pemahaman mengenai ciri/ sifat
perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas.
A. LATAR BELAKANG PEMILIHAN PROGRAM DALAM BENTUK
REKOLEKSI
Pendampingan pasangan suami istri Katolik merupakan salah satu bentuk
pastoral keluarga yang sangat dibutuhkan, khususnya pendampingan bagi
pasangan suami istri Katolik dalam menghadapi perkembangan zaman yang penuh
godaan dalam hidup perkawinan. Keluarga Katolik merupakan Gereja mini. Maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Paroki perlu meningkatkan perhatian dan pendampingan bagi pasangan suami istri
Katolik dalam menghayati janji perkawinan untuk setia seumur hidup dalam
keadaan suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit, serta sebagai upaya
mewujudkan perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas.
Berdasarkan hasil penelitian pada bab IV, diperoleh data bahwa pasangan
suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun mengalami hambatan dalam
upaya mewujudkan ciri perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Rangkuman
hambatan sebagai berikut: sebanyak 44% kadang merasa puas dalam hubungan
seks dengan pasangan dan lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga;
sebanyak 42% kadang keterlibatan di lingkungan dan masyarakat membuat
keluarga harmonis; sebanyak 29% kadang masalah anak dapat mengakibatkan
konflik dengan pasangan; sebanyak 24% sering menyimpan dan sukar melupakan
kesalahan pasangan yang menyakitkan hati; sebanyak 22% kurang mengampuni
dan tidak menerima pasangan yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu
kembali dan tidak terlibat dalam mengikuti doa di lingkungan bersama pasangan
dan anak-anak; sebanyak 17% kadang mudah menyalahkan pasangan pada saat
mengalami kegagalan.
Beberapa hambatan di atas dialami beberapa pasangan suami istri Katolik
di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta dalam upaya
mewujudkan perkawinan Katolik unitas dan indissolubilitas, mengakibatkan
kurang bahagia hidup dengan pasangan dan kadang ingin bercerai. Maka salah
satu model pendampingan keluarga dalam bentuk rekoleksi, agar pasangan suami
istri Katolik semakin menyadari janji perkawinan yang pernah mereka ikrarkan
dan membantu pasangan semakin mewujudkan ciri perkawinan Katolik yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
unitas dan indissolubilitas. Selain itu, rekoleksi memiliki waktu yang lebih efektif
dan efisien serta jumlah pasangan yang hadir mengikuti rekoleksi relatif banyak,
agar dapat saling memperkaya dan meneguhkan satu sama lain dalam pengalaman
hidup perkawinan melalui sharing.
Rekoleksi
berasal
dari
bahasa
Inggris,
yakni
re-collect
artinya
mengumpulkan kembali. Rekoleksi adalah khalawat pendek selama beberapa hari.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, khalawat artinya pengasingan diri untuk
menenangkan pikiran atau mencari ketenangan batin. Rekoleksi, re-collectio,
sebagai usaha untuk memperkembangkan kehidupan iman atau rohani
(Mangunhardjana, 1984: 7). Rekoleksi diartikan sebagai kesempatan bertemu
dengan Tuhan, sebagai suatu latihan rohani untuk memperteguh iman Kristiani
(Kila, 1996: 5).
Penulis mengusulkan rekoleksi sebagai program pendampingan untuk
pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun di Wilayah
Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta. Gereja mengingatkan kembali
pasangan suami istri Katolik akan janji perkawinan, agar semakin menyadari dan
menghayati janji perkawinan yang telah mereka ikrarkan dihadapan Allah dan
Umat Allah untuk setia seumur hidup, dalam suka dan duka, untung dan malang,
sehat dan sakit, sehingga semakin mewujudkan keluarga Kristiani yang kokoh,
khususnya dalam menghadapi berbagai godaan dalam hidup perkawinan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
B. USULAN PROGRAM DALAM BENTUK REKOLEKSI BAGI
PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN 1530 TAHUN DI WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI HKTY
PUGERAN-YOGYAKARTA
Penulis memberikan sumbangan pemikiran berupa kegiatan pembinaan
iman dalam bentuk rekoleksi. Rekoleksi merupakan kegiatan yang cocok bagi
pasangan suami istri Katolik, karena waktu yang diperlukan cukup efektif,
sehingga materi akan tersampaikan. Dengan adanya rekoleksi ini, pasangan suami
istri Katolik merasa semakin disapa dan diperhatikan oleh Gereja, sehingga
diharapkan semakin menyadari dan menghayati janji perkawinan yang telah
mereka ikrarkan untuk setia seumur hidup dalam suka dan duka, untung dan
malang, sehat dan sakit. Dalam melaksanakan janji perkawinan, pasangan suami
istri Katolik mewujudkan perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas,
sehingga membentuk keluarga bahagia dan menjadi Gereja mini.
Rekoleksi ini merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian yang dilakukan
terhadap pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun di
Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta. Pendampingan
keluarga dalam bentuk rekoleksi ini dibuat sebagai usaha untuk semakin
meningkatkan kesadaran dan penghayatan janji perkawinan dalam upaya
mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, sehingga menciptakan
keluarga Kristiani yang bahagia.
Sasaran dalam kegiatan rekoleksi ini adalah pasangan suami istri Katolik
yang usia perkawinan 15-30 tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY
Pugeran-Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
C. TEMA DAN TUJUAN PROGRAM REKOLEKSI
Berdasarkan prioritas hambatan yang telah ditemukan pada bab IV, maka
dalam pelaksanaan rekoleksi penulis membaginya dalam 4 tema sebagai berikut:
tema I dan tema II untuk menanggapi hambatan dalam mewujudkan unitas,
sedangkan tema III dan tema IV untuk menanggapi hambatan dalam mewujudkan
indissolubilitas.
Tema-tema rekoleksi sebagai berikut: tema I mengenai membangun
komunikasi relasi harmonis suami istri untuk menanggapi masalah kepuasan
dalam hubungan seks dengan pasangan dan masalah anak yang dapat
mengakibatkan konflik dengan pasangan berdasarkan pertanyaan nomor 19 dan 3;
tema II mengenai pengampunan dalam keluarga untuk menanggapi masalah sukar
melupakan kesalahan pasangan yang menyakitkan hati dan kurang mengampuni
pasangan yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali berdasarkan
pertanyaan nomor 6 dan 28; tema III mengenai bertumbuh dalam cinta akan
Kristus melalui doa untuk menanggapi masalah tidak terlibat dalam mengikuti doa
di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak berdasarkan pertanyaan nomor 12;
tema IV mengenai kesetiaan hubungan suami istri dalam perkawinan Kristiani
untuk menanggapi masalah lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga
dan keterlibatan di lingkungan dan masyarakat membuat keluarga harmonis
berdasarkan pertanyaan nomor 31 dan 34.
Maka tema umum rekoleksi yakni “Menghadirkan Kerahiman Allah dalam
Hidup Perkawinan.” Rekoleksi ini akan diawali dengan pengantar singkat
mengenai tema rekoleksi yakni menghadirkan Kerahiman Allah dalam hidup
perkawinan pada saat mengalami hambatan dalam upaya mewujudkan perkawinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
yang unitas dan indissolubilitas. Kemudian mengingatkan pasangan suami istri
Katolik akan ciri/sifat perkawinan Katolik dalam setiap pertemuan. Dalam
pertemuan pertama akan dipaparkan ciri perkawinan yang unitas dengan 2 tema
yakni membangun komunikasi relasi harmonis suami istri dan pengampunan
dalam keluarga. Dalam pertemuan kedua dipaparkan ciri perkawinan yang
indissolubilitas dengan 2 tema yakni bertumbuh dalam cinta akan Kristus melalui
doa dan kesetiaan hubungan suami istri dalam perkawinan Kristiani. Pada akhir
rekoleksi ditutup dengan menonton video “Keluarga Cemara” dan peneguhan.
Materi rekoleksi ini disusun sesuai dengan hasil penelitian dan kebutuhan
pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun di Wilayah
Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta. Adapun tema umum dan
tujuan umum serta tema-tema dalam usulan progam rekoleksi sebagai berikut:
Tema Umum : Menghadirkan Kerahiman Allah dalam Hidup Perkawinan
Tujuan Umum : Pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun di
Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta semakin menghadirkan Kerahiman Allah dalam hidup perkawinan, sehingga dapat mewujudkan
perkawinan yang unitas dan indissolubilitas.
Pengantar: Tema umum rekoleksi dalam kaitannya dengan tema I, II, III dan IV
Sebelum masuk materi, penulis memberikan pengantar tema umum
“Menghadirkan Kerahiman Allah dalam Hidup Perkawinan” dengan tujuan
mengingatkan kembali pasangan suami istri akan janji perkawinan. Berdasarkan
hasil penelitian diperoleh data bahwa ditemukan pasangan yang belum menghayati
perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, sehingga mereka mengalami ketidak-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
bahagiaan dalam hidup bersama pasangan dan mempunyai keinginan untuk
meninggalkan pasangan. Penulis mengajak pasangan menghadirkan kerahiman
Allah untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam hidup perkawinan.
Kerahiman adalah sebuah kata kunci yang menunjukkan tindakan Allah
terhadap manusia. Yesus Kristus adalah wajah kerahiman Bapa. dengan kata-kataNya, perbuatan-perbuatan-Nya, dan seluruh pribadi-Nya menyatakan kerahiman
Allah. Kerahiman merupakan jembatan yang menghubungkan Allah dan manusia,
membuka hati kepada sebuah harapan dikasihi selamanya meskipun kedosaan
manusia. Kerahiman Allah dengan perhatian-Nya yang penuh kasih dan
menginginkan kesejahteraan serta kebahagiaan, penuh sukacita dan penuh damai,
sehingga menjadi
tanda lebih efektif dari kasih Allah yang menghibur,
mengampuni, dan menanamkan harapan serta membawa kebaikan dan kelembutan
Allah dalam hidup.
Mendalami kerahiman Allah dalam hidup perkawinan, mengajak pasangan
suami istri Katolik mengatasi hambatan-hambatan dalam hidup perkawinan
dengan membangun komunikasi relasi harmonis, saling mengampuni dalam
keluarga, hidup dalam persekutuan cinta akan Kristus melalui doa, dan setia dalam
hidup perkawinan, sehingga dapat mewujudkan perkawinan yang unitas dan
indissolubilitas, bahagia dan sejahtera. Tujuannya agar pasangan suami istri
Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki
HKTY Pugeran-Yogyakarta semakin menghadirkan Kerahiman Allah dalam
mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Tema I: Membangun Komunikasi Relasi Harmonis Suami Istri
Pada tema pertama, penulis memilih materi membangun komunikasi relasi
harmonis suami istri, untuk mengingatkan kembali pasangan suami istri Katolik
membangun komunikasi seks dalam menanggapi masalah kepuasan dalam
hubungan seks dengan pasangan dan komunikasi dari kepala ke kepala (diskusi)
dalam mendidik anak-anak untuk menanggapi masalah anak yang dapat
mengakibatkan konflik dengan pasangan. Tujuannya agar pasangan suami istri
Katolik semakin membangun komunikasi harmonis dalam membangun hidup
bersama, sehingga semakin tercipta kesatuan dan kebahagiaan di dalam keluarga.
Tema II: Pengampunan Dalam Keluarga
Pada tema kedua, penulis memilih materi pengampunan dalam keluarga,
untuk mengingatkan kembali pasangan suami istri Katolik bersikap terbuka dan
murah hati dalam menanggapi masalah sukar melupakan kesalahan pasangan yang
menyakitkan hati dan kurang mengampuni pasangan yang telah berselingkuh
untuk hidup bersatu kembali. Tujuannya agar pasangan suami istri Katolik
semakin bermurah hati dan bersikap rahim untuk mengampuni kesalahan dan
tindakan menyakitkan hati yang dilakukan pasangan.
Tema III: Bertumbuh Dalam Cinta Akan Kristus Melalui Doa
Pada Tema III, penulis memilih materi bertumbuh dalam cinta akan Kristus
melalui doa, untuk mengingatkan kembali pasangan suami istri Katolik sebagai
anggota Gereja supaya berkumpul dalam persekutuan bersama umat beriman
lainnya untuk berdoa dalam menanggapi masalah tidak terlibat dalam mengikuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
doa di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak. Tujuannya agar pasangan
suami istri Katolik semakin menghidupkan semangat koinonia umtuk terlibat
dalam doa di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak.
Tema IV: Kesetiaan Hubungan Suami Istri Dalam Perkawinan Kristiani
Pada tema IV, penulis memilih materi kesetiaan hubungan suami istri
dalam perkawinan Kristiani, untuk mengingatkan kembali pasangan suami istri
Katolik akan janji perkawinan, sehingga lebih mencintai pasangan dan keluarga,
dalam menanggapi masalah lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga
dan sibuk terlibat di lingkungan dan masyarakat dapat mengganggu keharmonisan
dalam keluarga. Tujuannya agar pasangan suami istri Katolik semakin setia dalam
hidup perkawinan dan mencintai keluarga walaupun sibuk dalam pekerjaan
maupun dalam berelasi di masyrarakat.
Penutup: Pemutaran video singkat dan Peneguhan
Pada penutupan kegiatan rekoleksi, penulis memilih memutar video
singkat
“Keluarga
Cemara” dengan harapan pasangan suami istri Katolik
semakin diteguhkan dalam hidup berkeluarga. Tujuannya agar pasangan suami
istri Katolik semakin diteguhkan dalam upaya mewujudkan perkawinan yang
unitas dan indissolubilitas, tetap setia dengan pasangan dalam suka dan duka,
untung dan malang, sehat dan sakit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
E. GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM
Proses pelaksanaan program rekoleksi akan dilaksanakan sebanyak 2 kali
pertemuan dengan 4 tema. Setiap pertemuan selama 2 hari, dimulai hari Sabtu sore
sampai malam hari, kemudian dilanjutkan hari Minggu pagi sampai siang hari.
Setiap kali pertemuan mendalami salah satu dari ciri perkawinan Katolik. Pada
pertemuan pertama mendalami perkawinan yang unitas dengan 2 tema dan pada
pertemuan kedua mendalami perkawinan yang indissolubilitas dengan 2 tema.
Setiap pertemuan mengajak pasangan suami istri Katolik berefleksi melihat
kembali perjalanan hidup perkawinan yang telah mereka jalani dalam suka dan
duka hidup bersama pasangan, kemudian menemukan hambatan dalam
mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas serta kebahagiaan hidup
perkawinan. Setelah itu mengajak pasangan suami istri Katolik untuk mengolah
dan mencari solusi yang tepat bersama pasangan dalam mewujudkan janji
perkawinan
dan
khususnya
ciri
perkawinan
Katolik
yang
unitas
dan
indissolubilitas. Pada bagian penutup penulis akan memberikan beberapa
peneguhan. Pertemuan rekoleksi akan dilaksanakan di Wisma Asih Gereja Brayat
Minulyo dengan waktu setiap kali pertemuan selama ± 4 jam.
Gambaran pelaksanaan pertemuan rekoleksi sebagai berikut: pada
pertemuan pertama diawali dengan lagu dan doa pembukaan, kemudian
perkenalan dari pendamping dan peserta, dilanjutkan dengan pengantar mengenai
tema dan tujuan rekoleksi secara keseluruhan selama 30 menit. Setelah itu masuk
tema pertama dengan penyampaian alasan dan tujuannya, dilanjutkan membaca
kitab suci dan kemudian sharing pengalaman peserta selama 40 menit. Kemudian
peserta dipersilakan untuk istirahat sejenak untuk menikmati makan malam selama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
30 menit. Setelah santap malam dilanjutkan dengan penyampaian materi selama
90 menit, kemudian dengan tanya jawab selama 45 menit. Pertemuan diakhiri
dengan doa penutup dan pengumuman lain-lain selama 5 menit.
Keesokan harinya dengan tema II, diawali dengan doa dan lagu pembukaan
sesuai dengan tema selama 5 menit, dilanjutkan dengan penyampaian tema dan
tujuannya selama 5 menit. Setelah itu menonton video singkat selama 5 menit,
dilanjutkan membaca kitab suci dan diskusi selama 30 menit. Kemudian sharing
pengalaman peserta selama 40 menit. Setelah itu peserta dipersilakan untuk
istirahat sejenak untuk menikmati makan siang selama 30 menit. Kemudian
dilanjutkan dengan penyampaian materi selama 90 menit dan tanya jawab selama
40 menit. Pertemuan diakhiri dengan doa penutup dan pengumuman lain-lain
selama 5 menit.
Selanjutnya pada pertemuan kedua dengan tema III diawali dengan doa dan
lagu pembukaan sesuai dengan tema selama 5 menit, dilanjutkan dengan
penyampaian tema dan tujuannya selama 5 menit. Setelah itu membaca kitab suci
dan sharing pengalaman selama 30 menit. Kemudian dilanjutkan dengan
penyampaian materi selama 90 menit. Setelah itu istirahat sejenak untuk
menikmati makan malam selama 30 menit, dilanjutkan diskusi selama 45 menit
dan tanya jawab selama 30 menit. Pertemuan diakhiri dengan doa penutup dan
pengumuman selama 5 menit.
Keesokan harinya dengan tema IV, diawali dengan doa dan lagu
pembukaan sesuai dengan tema selama 5 menit, dilanjutkan dengan penyampaian
tema dan tujuannya selama 5 menit. Setelah itu menonton video singkat selama 10
menit, dilanjutkan membaca kitab suci dan sharing pengalaman peserta selama 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
menit. Setelah itu penyampaian materi selama 90 menit, kemudian peserta
dipersilakan untuk istirahat sejenak untuk menikmati makan siang selama 30
menit. Setelah makan dilanjutkan dengan tanya jawab selama 40 menit dan ditutup
dengan menonton video keluarga cemara selama 25 menit. Pertemuan diakhiri
dengan peneguhan serta doa dan lagu penutup selama 15 menit.
A. CONTOH SALAH SATU PELAKSANAAN PROGRAM
PENGANTAR DAN TEMA I
1. Lagu: PS 659
2. Doa Pembukaan
Allah Bapa Yang Maha Baik, kami mengucap syukur kepada-Mu, karena
pada saat ini Engkau mengumpulkan kami di tempat ini untuk sejenak melihat
perjalanan hidup perkawinan kami masing-masing. Kami bersyukur kepada-Mu
karena Engkau telah mempersatukan pria dan wanita sebagai suami istri untuk
membentuk keluarga-keluarga Kristiani. Bapa, peliharalah kami selalu dalam
kesatuan cinta yang sempurna dan curahkanlah roh pengertian, kesabaran,
pengampunan dan kebaikan hati, sehingga kami mampu mewujudkan rencana-Mu
dalam hidup berkeluarga. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan
kami yang hidup dan berkuasa bersama Bapa dalam persatuan dengan Roh Kudus,
Allah sepanjang segala masa. Amin.
1. Perkenalan
Pendamping memperkenalkan diri, kemudian mempersilakan peserta untuk
memperkenalkan diri dan pasangannya serta berasal dari lingkungan mana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
2. Pengertian rekoleksi
Bapak ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus. Pada sore hari ini, kita akan
mengadakan rekoleksi keluarga, khususnya pasangan suami istri Katolik yang usia
perkawinan 15-30 tahun. Rekoleksi berasal dari kata Re-Collectare yang memiliki
pengertian mengumpulkan kembali, merefleksikan, mencatat, dan doa. Rekoleksi
merupakan latihan rohani yang dilaksanakan untuk membantu orang memperteguh
iman Kristianinya, dalam hal ini bagi pasangan suami istri Katolik yang usia
perkawinan 15-30 tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY PugeranYogyakarta.
3. Pengantar Tema Umum
Tema umum rekoleksi yang akan kita dalami bersama adalah
”Menghadirkan Kerahiman Allah dalam Hidup Perkawinan” dan tujuannya untuk
kembali mengingatkan pasangan suami istri akan janji perkawinan dan ciri
perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh data bahwa ditemukan hambatan-hambatan dalam hidup perkawinan,
sehingga mereka mengalami ketidak-bahagiaan dalam hidup bersama pasangan
dan mempunyai keinginan untuk meninggalkan pasangan. Oleh karena itu, saya
mohon bantuan bapak ibu terlibat aktif ikut ambil bagian dalam kegiatan ini. Saya
memberikan kesempatan bagi bapak ibu untuk menyampaikan pertanyaan maupun
pendapat dan saya akan berusaha untuk menanggapinya.
Kerahiman adalah sebuah kata kunci yang menunjukkan tindakan Allah
terhadap manusia. Yesus Kristus adalah wajah kerahiman Bapa, dengan kata-kataNya, perbuatan-perbuatan-Nya, dan seluruh pribadi-Nya menyatakan kerahiman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
Allah. Kerahiman merupakan jembatan yang menghubungkan Allah dan manusia,
membuka hati kepada sebuah harapan dikasihi selamanya meskipun kedosaan
manusia. Kerahiman Allah dengan perhatian-Nya yang penuh kasih dan
menginginkan kesejahteraan serta kebahagiaan, penuh sukacita dan penuh damai,
sehingga menjadi
tanda lebih efektif dari kasih Allah yang menghibur,
mengampuni, dan menanamkan harapan serta membawa kebaikan dan kelembutan
Allah dalam hidup.
Mendalami kerahiman Allah dalam hidup perkawinan, mengajak pasangan
suami istri Katolik mengatasi hambatan-hambatan dalam hidup perkawinan antara
lain: masalah kepuasan dalam hubungan seks dan masalah anak dapat
mengakibatkan konflik dengan pasangan dengan membangun komunikasi relasi
harmonis suami istri; masalah kurang mengampuni dan sukar melupakan
kesalahan pasangan yang menyakitkan hati serta tidak menerima pasangan yang
telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali dengan pengampunan dalam
keluarga; masalah tidak terlibat dalam mengikuti doa di lingkungan bersama
pasangan dan anak-anak dengan bertumbuh dalam cinta akan Kristus melalui doa;
masalah pasangan lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga dan
pergaulan di lingkungan dan masyarakat yang mengganggu keharmonisan dalam
keluarga dengan setia dalam hidup perkawinan, sehingga dapat mewujudkan
perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, bahagia dan sejahtera.
Tujuan umum rekoleksi ini akan menghantar pasangan suami istri Katolik yang
usia perkawinan 15-30 tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY PugeranYogyakarta, semakin menghadirkan Kerahiman Allah dalam mewujudkan
perkawinan yang unitas dan indissolubilitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
Tema I: Membangun Komunikasi Relasi Harmonis Suami Istri
4. Pengantar Tema I
Setiap orang yang akan memasuki hidup perkawinan tentu mempunyai
cita-cita ingin hidup bahagia: saling mencintai, dapat akrab dan mesra dengan
pasangannya. Cita-cita demikian memang wajar dan sangat indah, tetapi tidaklah
mudah untuk diwujudkan. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak keluarga atau
perkawinan mengalami kekecewaan, gagal mewujudkan cita-cita untuk mencapai
kebahagiaan yang diidam-idamkan. Salah satu penyebab utamanya karena suami
istri tidak berkomunikasi dengan baik. Maka dalam tema pertama ini, saya
memilih materi membangun komunikasi relasi harmonis suami istri untuk
mengingatkan kembali pasangan suami istri Katolik membangun komunikasi seks
untuk menanggapi masalah kepuasan dalam hubungan seks dengan pasangan dan
komunikasi dari kepala ke kepala (diskusi) dalam mendidik anak-anak untuk
menanggapi masalah anak yang dapat mengakibatkan konflik dengan pasangan.
Tujuan: Pasangan suami istri semakin membangun komunikasi harmonis dalam
membangun hidup bersama, sehingga semakin tercipta kesatuan dan kebahagiaan
di dalam keluarga.
5. Teks Kitab Suci (Ams. 31: 10-31)
10
Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari
pada permata.
11
Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan
kekurangan keuntungan.
jahat sepanjang umurnya.
dengan tangannya.
14
12
Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat
13
Ia mencari bulu domba dan rami, dan senang bekerja
Ia serupa kapal-kapal saudagar, dari jauh ia mendatangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
makanannya.
15
Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk
seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya
perempuan.
16
Ia membeli sebuah ladang yang diingininya, dan dari hasil
tangannya kebun anggur ditanaminya.
kekuatan, ia menguatkan lengannya.
17
Ia mengikat pinggangnya dengan
18
Ia tahu bahwa pendapatannya
menguntungkan, pada malam hari pelitanya tidak padam. 19 Tangannya ditaruhnya
pada jentera, jari-jarinya memegang pemintal. 20 Ia memberikan tangannya kepada
yang tertindas, mengulurkan tangannya kepada yang miskin.
21
Ia tidak takut
kepada salju untuk seisi rumahnya, karena seluruh isi rumahnya berpakaian
rangkap.
22
pakaiannya.
Ia membuat bagi dirinya permadani, lenan halus dan kain ungu
23
Suaminya dikenal di pintu gerbang, kalau ia duduk bersama-sama
para tua-tua negeri.
24
Ia membuat pakaian dari lenan, dan menjualnya, ia
menyerahkan ikat pinggang kepada pedagang.
25
Pakaiannya adalah kekuatan dan
kemuliaan, ia tertawa tentang hari depan. 26 Ia membuka mulutnya dengan hikmat,
pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya.
27
Ia mengawasi segala perbuatan
rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya.
28
Anak-anaknya
bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia:
29
Banyak
wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua. 30 Kemolekan adalah
bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipujipuji.
31
Berilah kepadanya bagian dari hasil tangannya, biarlah perbuatannya
memuji dia di pintu-pintu gerbang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
6. Sharing Pengalaman
Saya mempersilakan bapak ibu untuk mensharingkan pengalamannya,
bagaimana anda mengkomunikasikan perasaan kecewa kepada pasangan anda?
Apakah secara langsung mengkomunikasikan hal itu dalam arti menyampaikan
secara lisan dalam pembicaraan berdua atau melalui perantara (teman, anggota
keluarga atau surat)?
7. Penyampaian Materi:
a. Apa itu Komunikasi?
Komunikasi berarti pembicaraan yang bersifat dua arah dimana seorang
menyampaikan gagasan, pikiran, isi hati atau rencananya sementara pihak lain
mendengarkannya, atau sebaliknya.
Komunikasi selalu mengandaikan adanya keterbukaan dan kejujuran antara
kedua belah pihak serta kesediaan untuk mau mengerti dan memahami orang lain.
Dengan
adanya
keterbukaan,
orang
diharapkan
dengan
leluasa
mau
menyampaikan apa yang hendak disampaikannya dan pihak lain dipercaya akan
menerimanya. Tanpa adanya keterbukaan dan kepercayaan dari kedua belah pihak
tidak akan terjadi komunikasi dalam arti yang sebenarnya.
Demikian halnya komunikasi antara suami istri tetap menuntut adanya
keterbukaan dan kepercayaan dari keduanya. Suami percaya bahwa apa yang
disampaikannya akan didengarkan oleh istrinya dan istri percaya bahwa suaminya
menyampaikan kebenaran kepadanya tanpa ada hal-hal yang disembunyikannya.
Dengan adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri banyak masalah
dalam hidup perkawinan dan keluarga dapat diselesaikan dengan baik. Dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
demikian, kedua belah pihak dapat berjalan beriringan: saling membantu dan
melengkapi tanpa ada pihak yang merasa disingkirkan. Orang bijak mengatakan
“Dengan komunikasi yang baik, separoh persoalan hidup sudah diselesaikan.”
b. Empat Jenis Bahasa Komunikasi
Dalam membantu menghidupkan atau memperlancar komunikasi antara
suami istri, baiklah kita melihat empat jenis bahasa komunikasi yang sangat
relevan untuk dipahami oleh pasangan suami istri dalam usaha untuk semakin
memperdalam relasi di antara mereka:
1) Komunikasi dari kepala ke kepala (diskusi)
Jenis komunikasi ini berupa omongan mulai dari basa basi tukar informasi,
sampai dengan tukar pikiran, tukar pendapat dan pandangan. Komunikasi seperti
ini disebut “diskusi.” Bila komunikasi seperti ini terjadi, perlu diusahakan agar
tidak menimbulkan pertengkaran.
Perbedaan pendapat, pikiran dan pandangan yang terjadi di antara suami
istri adalah hal yang wajar. Maka, agar hal itu tidak berlanjut menjadi perdebatan
sengit, perlu dihindarkan ungkapan kata-kata yang mempersalahkan, menuduh,
menggurui dan mencari menang sendiri. Dalam diskusi kita harus pandai-pandai
mendengarkan dengan baik dan mampu menangkap maksud di balik kata-kata
pasangan, sehingga perbedaan pendapat dapat menghasilkan kesepakatan atau
kesimpulan yang dapat diterima satu sama lain sebagai suatu solusi dari persoalan
yang ada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
2) Komunikasi dari hati ke hati (dialog)
Inilah komunikasi yang mengutarakan isi hati dan perasaan kita.
Komunikasi seperti ini kita sebut “dialog.” Dalam dialog kita saling
mengungkapkan isi hati dan perasaan atas dasar saling percaya dan menerima.
Jadi, bukan adu pikiran dan pendapat. Karena yang diungkapkan adalah isi hati
dan perasaan yang muncul secara spontan dari lubuk hatinya, maka tidak boleh
didebat ataupun dibantah. Perasaan hanya dapat diterima dan tidak dapat
dipersalahkan.
Mengungkapkan perasaan itu bagi banyak orang tidak mudah terutama
perasaan yang negatif (sedih, kecewa, sakit hati, dendam) atau perasaan yang
kurang menyenangkan (takut, malu, minder, khawatir dan sebagainya). Namun
perasaan negatif itu merupakan bagian dalam hidup kita. Kalau hanya kita simpan
akan menjadi beban dan lama kelamaan pada suatu saat dapat “meledak” menjadi
bentuk kemarahan, kata-kata pedas, kasar dan menyakitkan. Sebab itu perasaan
negatif pun perlu kita ungkapkan, karena pada dasarnya perasaan itu bersifat netral
dan tidak mempunyai nilai moral “baik” atau “jelek.” Perasaan merupakan
ungkapan jati diri kita yang sebenarnya, maka perlu kita komunikasikan dan kita
dialogkan. Dengan komunikasi dari hati ke hati, kita dapat memperkenalkan diri
kita secara lebih mendalam.
3) Komunikasi badan
Ini adalah komunikasi tanpa kata-kata (non verbal), merupakan ungkapan
cinta, perhatian dan kasih sayang satu sama lain. Yang termasuk ke dalam jenis
komunikasi ini misalnya pandangan mata, senyuman, belaian, gandengan tangan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
rangkulan, dekapan, ciuman, dan sebagainya.
Komunikasi badan atau bahasa badan ini penting untuk menciptakan
suasana akraab dan mesra (tetapi dimaksudkan bukan untuk rangsangan seksual),
maka dapat dilakukan oleh orangtua di depan mata anak-anaknya. Belaian dan
sentuhan lembut dirasakan sebagai sesuatu yang berarti untuk mengungkapkan
rasa cinta dan mendekatkan hati. Tanda kasih sayang yang mencerminkan
hubungan yang akrab, suami istri dianjurkan untuk membiasakan diri
menggunakan bahasa badan ini beberapa kali sehari karena bahasa badan adalah
ungkapan dan tanda kemesraan, tanpa maksud dan tujuan yang mengarah ke
hubungan seks. Tetapi bila suami istri ingin mengadakan hubungan seks, dapat
mengawalinya dengan bahasa badan dalam aneka macam bentuk/ variasinya
seperti yang disebut di atas.
4) Komunikasi seks (hubungan seks)
Hubungan seks merupakan komunikasi yang paling intim dan puncak
dalam relasi suami istri sebagai perwujudan nyata kesatu-paduan jiwa dan raga.
Hubungan seks bukan pertama-tama untuk mencari kepuasan biologis, melainkan
merupakan bahasa komunikasi suami istri yang mempersatukannya dalam kasih
mesra. Hubungan seks bukan hanya aktivitas biologis, melainkan juga psikologis,
emosional dan spiritual. Dengan kata lain, hubungan seks melibatkan seluruh
pribadi manusia dan relasi yang terjadi antara suami istri.
Dalam Kitab Kejadian 1: 28 isinya “Allah memberkati mereka, lalu Allah
berfirman kepada mereka beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi
dan taklukkanlah itu.” Allah sendiri menghendaki agar manusia melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
hubungan seks setelah diberkati untuk melanjutkan keturunan (bdk. GS art. 50).
Ajaran Gereja dalam ensiklik HV art.12, Paus Paulus VI mengajarkan bahwa
“Hubungan seks suami istri itu mempunyai dua makna yang tak terpisahkan, yakni
menyatukan suami istri dan menurunkan anak (unitif dan prokreatif).”
Selanjutnya KHK kan. 1096§ 1 menegaskan bahwa agar ada kesepakatan nikah,
perlulah mempelai sekurang-kurangnya mengetahui bahwa perkawinan adalah
suatu persekutuan tetap antara pria dan wanita yang terarah pada kelahiran anak,
dengan suatu kerjasama seksual. Dalam perkawinan bila pasangan menolak
kelahiran atau consumatum, maka perkawinan dapat dibatalkan.
Bagaimana supaya hubungan seks dapat memuaskan suami maupun istri?
Masing-masing harus memperhitungkan perbedaan kebutuhan, keinginan dan
harapan, sifat dan pembawaan pasangannya. Kita perlu paham, bahwa umumnya
pria lebih fokus pada seks dalam arti sempit (biologis) dan punya pola dasar
“gerak cepat”; sedangkan wanita lebih mengutamakan kasih sayang, kehangatan,
kemesraan, rasa aman (segi psikologis dan emosional) dan punya pola dasar
“lambat” yang memerlukan waktu lebih lama untuk bisa terangsang secara seksual
dan mencapai kepuasannya.
Memang bagi pria, seks merupakan kegiatan sesaat, sedangakan bagi
wanita merupakan kegiatan sehari. Perbedaan ini bila tidak cukup diperhatikan
akan mengakibatkan hubungan seks menjadi kurang memuaskan, dan menjadi
sumber kekecewaan yang membuat buruknya relasi suami istri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
c. Komunikasi Suami Istri Berciri Sakramental
Komunikasi antara suami istri yang telah dibaptis mempunyai ciri khusus
dan disempurnakan menjadi sakramen (dimensi sakramental komunikasi).
Komunikasi mereka merupakan tanda kehadiran Allah.
Dalam lembaga perkawinan, Gereja membentuk ikatan atau relasi suami
istri itu menjadi ikatan/ relasi yang tak terputuskan. Maka relasional perkawinan
Katolik ini mendapat suatu dimensi baru, makna baru dari nilai-nilai khusus
Kristiani, artinya menjadi tanda dan wujud yang paling jelas bercirikan nilai-nilai
penyelamatan Kristus. Dengan kata lain, meskipun suami istri yang mewujudkan
perkawinan, namun sebagai Sakramen Perkawinan merupakan tindakan atau karya
Kristus sendiri.
Kristuslah yang membuat perkawinan suami istri menjadi tanda yang
menghadirkan peristiwa penyelamatan. Kristus pula yang membuat relasi dinamis
antara suami istri menjadi tanda yang memperlihatkan relasi dinamis yang terus
berlangsung antara Kristus dan Gereja-Nya. Dimensi sakramental ini perlu
dipahami, agar suami istri menghayati hidup perkawinan dalam relasi dan
komunikasi yang akrab dan membawa kegembiraan dan kebahagiaan yang
menjadi wujud keselamatan yang dicari setiap orang.
8.
Tanya Jawab
Setelah menyampaikan materi, saya mempersilakan peserta untuk bertanya
dan menanggapi untuk semakin mendalami materi yang diberikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
9.
Doa Penutup
Allah Bapa dalam Surga, kami bersyukur atas kesempatan yang
membahagiakan ini, dimana kami bersama-sama dapat saling mendengarkan dan
menguatkan satu sama lain. Kami sungguh menyadari bahwa membangun
komunikasi yang baik adalah kunci sukses bagi kehidupan berumah tangga.
Bantulah kami dalam mewujudkan harapan dan cita-cita kami ini, agar hidup
keluarga
kami
sungguh
diwarnai
dan
ditopang
oleh
semangat
saling
mendengarkan dan mengerti satu sama lain. Dengan pengantaraan Yesus Kristus
Putra-Mu, Tuhan kami yang hidup dan berkuasa bersama Bapa dalam persatuan
dengan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin
10. Lagu Penutup: PS 661 (Andaikan Aku Pahami)
Andaikan aku pahami bahasa semuanya
hanyalah bahasa cinta kunci setiap hati
Ajarilah kami Tuhan, bahasa cinta kasih
Andaikan aku lakukan yang luhur dan mulia
jika tanpa cinta kasih hampa dan tak berguna
Ajarilah kami Tuhan, bahasa cinta kasih
Cinta itu lemah lembut, sabar dan murah hati
tidak cari keuntungan tidak megahkan diri
Ajarilah kami Tuhan, bahasa cinta kasih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB VI
PENUTUP
Dalam bab penutup, penulis akan memaparkan rangkuman isi bab-bab
sebelumnya, yaitu gagasan penting yang menjadi kesimpulan dari skripsi ini. Pada
bagian berikutnya akan diuraikan beberapa saran dan usulan dalam upaya
mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas bagi beberapa pihak
yang bersangkutan selama penulis menyusun skripsi.
A. KESIMPULAN
Dalam Gereja Katolik, kita mengenal dua panggilan hidup sebagai umat
beriman yakni hidup selibat menjadi imam, biarawan-biarawati atau selibat awam
dan hidup berkeluarga. Kedua panggilan ini sama-sama baiknya dan sama-sama
dikehendaki Allah, terdapat dalam Kej. 1: 26-28 mengatakan bahwa “Persatuan
antara seorang pria dan seorang wanita, yang diberkati oleh Allah sendiri, serta
diberi tugas bersama oleh-Nya untuk meneruskan generasi manusia” (bdk. Mat.19:
6; Mrk. 10: 8). Kemudian dalam Kej. 2: 24 mengatakan bahwa kesatuan erat
antara seorang pria dan seorang wanita, atas dorongan Allah sendiri “Sebab itu
seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (bdk. Mat 19: 5). Selanjutnya
ditegaskan oleh St. Paulus dalam 1Kor.7: 17 mengatakan bahwa “Hendaklah tiaptiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam
keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
semua jemaat.” St. Paulus dalam 1Kor. 7 mengajarkan agar orang hidup sesuai
dengan panggilannya untuk hidup selibat atau hidup berkeluarga.
Hasil penelitian penulis lakukan pada 41 pasangan suami istri Katolik yang
usia perkawinan 15-30 tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan
Yesus Pugeran-Yogyakarta, menunjukkan beberapa faktor pendukung bagi
pasangan suami istri dalam upaya mewujudkan unitas dan indissolubilitas yakni:
anak-anak sering mempersatukan keluarga; perhatian dan pelayanan penuh kasih
pada saat pasangan jatuh sakit; tetap mencintai dan menemani pasangan yang
menjadi cacat akibat sakit atau kecelakaan; dalam diskusi terjadi perbedaan,
pendapat
pasangan
diterima;
sikap
mengalah
dengan
pasangan
dan
bermusyawarah untuk mufakat setiap pengambilan keputusan penting; perayaan
Ekaristi sering semakin menguatkan dalam karya dan keluarga; tetap setia pada
saat pasangan tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan
lahiriah dalam keluarga; sering menjalin relasi yang baik dengan lingkungan dan
masyarakat sekitar.
Dalam penelitian juga menemukan pasangan suami istri Katolik yang
mengalami hambatan dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan
kebahagiaan bersama pasangan antara lain: kurang puas dalam hubungan seks
dengan pasangan; masalah anak dapat mengakibatkan konflik dengan pasangan;
menyimpan dan sukar melupakan kesalahan pasangan yang menyakitkan hati;
kurang mengampuni dan tidak menerima pasangan yang telah berselingkuh untuk
hidup bersatu kembali; sikap mudah menyalahkan pasangan pada saat mengalami
kegagalan. pasangan lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
keterlibatan di lingkungan dan masyarakat membuat keluarga harmonis, tidak
terlibat dalam mengikuti doa di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak.
Maka
dalam
upaya
mewujudkan
perkawinan
yang
unitas
dan
indissolubilitas perlu diadakan peningkatan dalam pendampingan pasangan suami
istri Katolik, yang selama ini telah dilaksanakan di Paroki HKTY PugeranYogyakarta. Penulis mengusulkan pendampingan iman dalam lingkup lebih kecil
di wilayah, agar dapat melibatkan lebih banyak pasangan suami istri Katolik dan
mudah dijangkau serta lebih mempererat persaudaraan. Bentuk pendampingan
yang digunakan adalah rekoleksi. Tujuan rekoleksi mengajak pasangan suami istri
Katolik untuk mengumpulkan kembali pengalaman-pengalaman akan kasih Allah
dalam hidup perkawinan. Pengalaman-pengalaman itu dihadirkan kembali,
direnungkan, dimaknai dan diolah agar semakin menyadarkan kembali pasangan
suami istri Katolik akan janji perkawinan dalam upaya mewujudkan perkawinan
yang unitas dan indissolubilitas, sehingga terwujud keluarga Katolik yang bahagia
dan sejahtera dalam perkawinan.
B. SARAN
Hasil penelitian yang penulis lakukan menemukan beberapa hal dalam
hidup perkawinan pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun
di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta, baik yang
mendukung maupun hambatan dalam mewujudkan perkawinan yang unitas dan
indissolubilitas. Beberapa saran sebagai bahan pertimbangan demi kebaikan di
masa mendatang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
1. Bagi Pasangan Suami Istri Katolik
a. Pasangan suami istri Katolik agar semakin menyadari janji perkawinan yang
pernah diikrarkannya untuk setia seumur hidup dengan pasangannya dalam suka
dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit, dalam upaya mewujudkan
perkawinan yang unitas dan indissolubilitas.
b. Pasangan suami istri Katolik agar semakin mewujudkan perkawinan yang
unitas dan indissolubilitas serta semakin mewujudkan perkawinan bahagia dengan
pasangan dan tidak ingin bercerai.
2. Bagi Romo Paroki
Romo Paroki agar semakin memberikan perhatian dan pendampingan,
khususnya bagi pasangan suami istri Katolik yang mengalami hambatan dalam
upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, sehingga mereka
merasa semakin disapa dan diperhatikan misalnya melalui kunjungan keluarga,
konsultasi keluarga, pembicara dalam seminar keluarga, mengundang para ahli
dalam memberikan pendampingan keluarga.
3. Bagi Tim Kerasulan Keluarga
Tim kerasulan keluarga di paroki maupun di wilayah, agar semakin
bekerjasama dalam pendampingan pasangan suami istri Katolik secara berkala dan
berkesinambungan. Pendampingan pasangan suami istri Katolik sangat dibutuhkan
zaman sekarang ini, agar semakin membantu pasangan suami istri dalam
menghadapi berbagai tantangan dan godaan yang dapat menghancurkan hidup
perkawinan Katolik. Maka dibutuhkan pendampingan yang relevan sesuai dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
kebutuhan pasangan suami istri zaman ini; sehingga tim kerasulan keluarga perlu
menguasai media yang relevan, agar dalam memberikan materi lebih menarik.
Selain itu semakin perlu bekerjasama dengan pihak-pihak lain, seperti: ahli
ekonomi, ahli psikologi, ahli hukum perkawinan gereja dan lain sebagainya.
Kemudian perlu mengadakan evaluasi kegiatan untuk mengukur tingkat
keberhasilan proses pendampingan.
4. Bagi Ketua Lingkungan
Ketua lingkungan agar tetap mengingatkan dan mengajak pasangan suami
istri Katolik berserta anak-anaknya untuk terlibat aktif dalam kegiatan hidup
menggereja.
Demikian uraian kesimpulan dan saran yang diusulkan penulis terkait
dengan pemaparan dan hasil penelitian dalam bab sebelumnya. Saran yang penulis
usulkan di atas ditujukan kepada pasangan suami istri Katolik, Romo paroki, Tim
kerasulan keluarga dan Ketua lingkungan, dengan harapan semakin membantu
pasangan suami istri Katolik dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas
dan indissolubilitas.
Penulis menyadari penelitian ini masih awal dan belum sempurna, maka
perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui masalah-masalah selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
1. KITAB SUCI DAN DOKUMEN GEREJA
LAI. (1992). Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
Konsili Vatikan II. (2013). Dokumen Konsili Vatikan II. (R. Hardawiryana, SJ.,
Penerjemah). Jakarta: Obor bekerjasama dengan: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun
1966).
Konferensi Waligereja Indonesia. (1992). Perkawinan dan Keluarga dalam
Katekismus Gereja Katolik. Jakarta: Komisi Keluarga KWI
______. (1994). Kasih Setia Dalam Suka Duka Pedoman Persiapan Perkawinan
di Lingkungan Katolik. Jakarta: PT Afandhani Pramandiri
______. (2011). Pedoman Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor.
Yohanes Paulus II. (2006). Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici). Bogor:
Grafika Mardi Yuana.
______. (2011). Familiaris Consosrtio (Keluarga). Anjuran Apostolik Sri Paus
Yohanes Paulus II (Seri Dokumen Gerejawi No. 30). (R. Hardawiryana,
SJ., Penerjemah). Bogor: Grafika Mardi Yuana.
Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang. (2012). Pedoman Pastoral Liturgi
Perkawinan. Semarang: Komisi Liturgi Keuskupan.
2. BUKU-BUKU
Abineno, J. L. Ch. (1982). Manusia, Suami & Istri, Perkawinan & Keluarga.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
______. (1983). Perkawinan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Agung Prihartana, BR. (2013). Menjadi Anugerah Bagi Pasangan. Yogyakarta:
Bajawa Press.
Bagus Irawan, Al. (2007). Menyingkapi masalah-masalah keluarga. Yogyakarta:
Yayasan Pustaka Nusatama.
Balun, Bernard S. (2011). Perkawinan Katolik pedoman memperoleh dispensasi
Gereja. Yogyakarta: Lamalera.
Bambang Alriyanto, Ignatius. (1996). Monogami dalam Kitab Suci. Jakarta:
Celesty Hieronika.
Bratawijaya. (1997). Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Burtchaell, James T. (1990). Keputusan Untuk Menikah. Yogyakarta: Kanisius.
Catur Raharso, Alf. (2014). Paham Perkawinan dalam Hukum Gereja Katolik.
Malang: Dioma.
Eminyan. Maurice. (2005). Teologi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius.
Gilarso, T. (2015). Membangun Keluarga Kristiani. Yogyakarta: Kanisius.
Go, Piet. (1990). Kesetiaan Suami-Isteri dan Soal Penyelewengan. Malang: Dioma
______. (2005). Hukum Perkawinan Gereja Katolik. Malang: Dioma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
Groenen, C. (1993). Perkawinan Sakramental. Yogyakarta: Kanisius.
Haskim dan Laendra. (1980). Keluarga Sejahtera. Padang: Yayasan “Bina
Putera.”
Hello, Yosef Marianus. (2006). Menjadi Keluarga Beriman. Yogyakarta: Pustaka
Nusatama.
Hermawan Wasito. (1997). Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia.
Hommes, Anne. (1992). Perubahan Peran Pria dan Wanita dalam Gereja dan
Masyarakat. Yogyakarta: Kanisius.
Jamal Ma’mur Asnani. (2011). Tuntunan Lengkap Metodologi Praktis Penelitian
Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press.
Ketut Adi Hardana, I. (2012). 12 Tema Misa Rekoleksi Keluarga. Jakarta: Obor.
Kila, Pius. (1996). Rekoleksi dan Retret Remaja. Yogyakarta: Kanisius.
Mangunhardjana, A.M. (1984). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius.
Moleong, Lexy J. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja
Karya.
Purwa Hadiwardoyo, Al. (2004). Perkawinan dalam Tradisi Katolik. Yogyakarta:
Kanisius.
______. (2007). Suami Istri Katolik Memahami Panggilan dan Perutusannya.
Semarang: Komisi Pendampingan Keluarga.
______. (2013). Ringkasan ajaran Gereja tentang keluarga dan masyarakat.
Yogyakarta: Bajawa Press.
______. (2015). Ajaran Gereja Katolik tentang Perkawinan. Yogyakarta:
Kanisius.
Rubiyatmoko, Robertus. (2012). Perkawinan Katolik menurut Kitab Hukum
Kanonik. Yogyakarta: Kanisius
Susianto Budi, Silvester. (2015). Kupas Tuntas Perkawinan Katolik. Yogyakarta:
Kanisius.
Sutrisna Hadi. (2004). Metodologi Reasearch II. Yogyakarta: Andi
Tim Redaksi. (2013). Menancap Semakin Dalam, Menjulang Semakin Tinggi.
Yogyakarta: Gereja HKTY Pugeran.
______. (2014). Kenangan 80 tahun Peduli, Berbagi, Gembira. Yogyakarta:
Gereja HKTY Pugeran.
A. ARTIKEL
Tjia, Cesellia. (2014). “Mengelola Pertengkaran,”dalam Majalah Kana, 08-10
Tahun IX. 2014: 10-11.
B. ARSIP
Arsip Data Paroki HKTY Pugeran. (2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2: Surat Telah Melakukan Penelitian
(2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3: Kuisioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK
YANG USIA PERKAWINAN 15-30 TAHUN DI WILAYAH
PATANGPULUHAN PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN
A. Identitas
Jenis Kelamin
Usia Perkawinan
Pekerjaan
: L/ P (lingkari jawaban yang benar)
: ____ th
: ____________________________
B. Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Anda dimohon untuk membaca dengan cermat dan teliti pada setiap soal di
bawah ini.
2. Jawablah dengan jujur dan sesuai dengan suara hati anda.
3. Berilah tanda centang (√) pada jawaban tersedia.
Keterangan:
S = Sering
KK = Kadang-Kadang
Contoh
No
J = Jarang
TP = Tidak Pernah
Pertanyaan
S
1.
Ada undangan pernikahan, saya selalu
mengajak pasangan untuk menghadirinya.
Jawaban
KK J
√
TP
I. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan keadaan dan situasi Anda.
No
Pertanyaan
S
1.
Dalam diskusi bersama pasangan, terjadi
perbedaan pendapat, dan pendapat saya
selalu diterima.
2.
Pada saat pasangan melakukan kesalahan
atau kekeliruan, saya dengan mudah
berbicara kasar atau melakukan tindakan
kasar terhadap pasangan.
(3)
Jawaban
KK J
TP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.
4.
Pada saat anak berbuat salah dan pasangan
memarahi dan menghukumnya, saya selalu
membela anak di depan pasangan.
Dalam kesibukan kerja, saya tetap
meluangkan waktu untuk berkumpul
bersama pasangan dan anak-anak.
5.
Pada saat terjadi kesalahpahaman dengan
pasangan, saya cendrung untuk diam dan
tidak membesar-besarkan masalah.
6.
Pada saat pasangan melakukan tindakan
yang menyakitkan hati, saya selalu
menyimpan
dan
sukar
melupakan
kesalahannya.
7.
Pada saat pasangan jatuh sakit, saya
membawanya untuk berobat dan melayani
pasangan dengan penuh kasih.
8.
Pada saat pasangan mengalami kegagalan,
saya dengan mudah untuk menyalahkannya.
9.
Pada saat pasangan menjadi cacat akibat
sakit
atau
kecelakaan,
saya
tetap
mencintainya dan menemaninya.
10. Dalam pergaulan saya bertemu dengan
lawan
jenis
yang
lebih
menarik
dibandingkan pasangan saya, namun saya
tetap setia dan tidak tergoda untuk berpaling
dari pasangan.
11. Pada saat terjadi ketidakcocokan dalam
rumahtangga,
saya
tetap
mengasihi
pasangan.
12
Ada doa di lingkungan, saya bersama
pasangan dan anak-anak mengikutinya.
13. Pada saat saya hendak membantu keluarga,
terlebih dahulu saya membicarakannya
dengan pasangan.
(4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14. Ada tawaran promosi barang-barang, saya
tidak tergoda untuk membeli yang bukan
kebutuhan.
15. Ada kegiatan gotong-royong di dalam
masyarakat (RT/ RW), saya meluangkan
waktu untuk ambil bagian di dalamnya.
16. Ada warga yang kemalangan atau hajatan,
saya ambil bagian untuk membantunya.
17. Saya bahagia dalam hidup perkawinan
bersama pasangan.
18. Pada saat terjadi pertengkaran atau konflik
dengan pasangan, saya ingin meninggalkan
pasangan.
II. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sesuai dengan keadaan keluarga
Anda saat ini dengan cara memberikan tanda centang (√) untuk jawaban yang
dipilih!
Keterangan:
1 = Ya, Sering
2 = Ya, Kadang-kadang
3 = Ya, Jarang
4 = Tidak Pernah
Contoh:
No
Pertanyaan
Jawaban
2
3
√
1
1.
Apakah Anda dalam hidup bersama
pasangan dan anak-anak selalu
harmonis?.
No
Pertanyaan
19.
Apakah Anda puas dalam hubungan seks
dengan pasangan Anda?.
1
(5)
Jawaban
2
3
4
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20.
Apakah konflik dalam rumah tangga
menguntungkan keluarga Anda?.
21.
Apakah
anak-anak
keluarga Anda?.
22.
Apakah keterbukaan dan kejujuran
menceritakan segala sesuatu dengan
pasangan lebih menguntungkan dalam
keluarga Anda?.
23.
Apakah sikap mengalah dengan pasangan
membantu menciptakan keharmonisan
dalam keluarga Anda?.
24.
Apakah setiap pengambilan keputusan
penting, anda bermusyawarah untuk
mufakat dengan pasangan Anda?.
25.
Apakah di tengah kesibukan kerja, Anda
tetap menjaga kesehatan dengan makan
makan yang bergizi dan istirahat yang
cukup?.
26.
Apakah Anda tetap setia, apabila
pasangan Anda tidak dapat memenuhi
kewajiban secara lahir dan batin?.
27.
Apakah Anda tetap setia, apabila
pasangan Anda menjadi cacat dan tidak
menarik lagi?.
28.
Apakah Anda tetap menerima dan
mengampuni pasangan Anda yang telah
berselingkuh untuk hidup bersatu
kembali?.
29.
Apakah doa membantu Anda ketika
menghadapi kesulitan menjalani hidup
perkawinan?.
mempersatukan
(6)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30.
Apakah Perayaan Ekaristi semakin
menguatkan anda dalam karya dan
keluarga anda?.
31.
Apakah
keluarga
lebih
penting
dibandingkan dengan pekerjaan Anda?.
32.
Apakah Anda tetap setia, apabila
pasangan tidak memiliki pekerjaan dan
tidak dapat memenuhi kebutuhan lahiriah
dalam keluarga?.
33.
Apakah Anda dan pasangan Anda
menjalin relasi yang baik dengan
lingkungan dan masyarakat sekitar?.
34.
Apakah keterlibatan Anda di dalam
kegiatan di lingkungan dan masyarakat
sekitar semakin membuat keluarga Anda
harmonis?.
35.
Apakah Anda merasa bahagia hidup
bersama pasangan Anda?.
36.
Apakah Anda punya keinginan untuk
meninggalkan pasangan Anda?.
III. Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan keadaan keluarga Anda saat
ini!
1. Faktor-faktor berikut ini: (a) kepribadian, (b) internal keluarga, (c) budaya, (d)
kesehatan dan (e) fisik, yang berpengaruh pada unitas (keutuhan) perkawinan.
a. Urutkan faktor-faktor tersebut mulai dari yang paling mendukung!
(contoh a-c-d-b-e)
__________________________________________________________
b. Faktor mana yang paling mendukung Anda dalam mewujudkan keutuhan
keluarga? Berikan alasannya?
__________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
(7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Faktor mana yang paling menghambat Anda dalam mewujudkan keutuhan
keluarga? Berikan alasannya?
__________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
2. Faktor-faktor berikut ini: (a) iman, (b) ekonomi dan (c) sosial, yang
berpengaruh pada indissolubilitas (tak terceraikan) dalam perkawinan.
a. Urutkan faktor-faktor tersebut mulai dari yang paling mendukung!
__________________________________________________________
b. Faktor mana yang paling mendukung Anda dalam mewujudkan kesetiaan?
Berikan alasannya?
__________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
c. Faktor mana yang paling menghambat Anda dalam mewujudkan kesetiaan?
Berikan alasannya?
__________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
3. Faktor-faktor berikut ini: (a) kepribadian, (b) internal keluarga, (c) budaya, (d)
kesehatan, (e) fisik, (f) iman, (g) ekonomi dan (h) sosial, yang berpengaruh
dalam mewujudkan unitas (keutuhan) dan indissolubilitas (tak terceraikan)
dalam perkawinan.
a. Urutkan faktor-faktor tersebut mulai dari yang paling mendukung!
__________________________________________________________
b. Faktor mana yang paling mendukung Anda mewujudkan keharmonisan di
dalam keluarga? Berikan alasannya?
__________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
c. Faktor mana yang paling menghambat Anda mewujudkan keharmonisan di
dalam keluarga? Berikan alasannya?
__________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
(8)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Apakah Anda bahagia hidup bersama pasangan Anda? Jelaskan!
__________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
5. Apakah Anda punya keinginan untuk menceraikan pasangan Anda? Jelaskan!
__________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
(9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4: Salah Satu Contoh Jawaban Responden Penelitian
(10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(13)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(14)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(15)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(16)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(17)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(18)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(19)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5: Rekap Hasil Kuisioner Penelitian
(20)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(21)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(22)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(23)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(24)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(25)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(26)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(27)
Download