II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tes Tugas seorang guru

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tes
Tugas seorang guru dalam kegiatan pembelajaran adalah membantu
perubahan dan keberhasilan peserta didik atau siswa. Untuk mengetahui
bagaimana perubahan dan tingkat keberhasilan peserta didik maka setelah
proses pembelajaran dilakukan evaluasi. Evaluasi dapat dilaksanakan melalui
dua cara yaitu tes dan non tes. Tes dapat berbentuk tes tertulis, lisan dan
tindakan. Sedangkan non tes dapat berupa kuisioner, observasi dan checklist.
Sedangkan Suryabrata, mengartikan tes adalah:
“Tes adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau perintah-perintah
yang harus dijalankan, yang mendasarkan harus bagaimana testee menjawab
pertanyaan-pertanyaan atau melakukan perintah-perintah itu, penyelidik
mengambil kesimpulan dengan cara membandingkan dengan standar atau
testee yang lain”( Suryabrata, 2004:22)
Menurut Sudijono (2005:67) tes adalah cara yang dapat digunakan dalam
rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk
pemberian tugas baik berupa pertanyaan atau perintah sehingga dapat
dihasilkan nilai yang melambangkan prestasi, yang dapat dibandingkan
dengan nilai standar tertentu.
Tes yang sering digunakan di sekolah meliputi: tes formatif dan tes sumatif.
Menurut Thoha (2001:47) tes formatif diselenggarakan saat berlangsungnya
11
proses belajar-mengajar, isinya mencakup pengajaran yang telah diajarkan.
Tujuan utamanya mengetahui keberhasilan dan kegagalan proses belajarmengajar. Sedangkan tes sumatif bertujuan untuk mengukur keberhasilan
belajar peserta didik secara menyeluruh, materi yang diujikan seluruh pokok
bahasan, masing-masing pokok bahasan terwakili dalam butir-butir soal yang
diujikan.
B. Bentuk Tes
Menurut bentuknya, tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu: tes
objektif dan tes essay. Hal ini sesuai dengan Arikunto (2007:162) yang
menyatakan bahwa bentuk tes tertulis dapat dibedakan menjadi dua bentuk,
yaitu: tes objektif (tes terstruktur) dan tes subjektif (tes uraian). Menurut
Thoha (2001:55) tes objektif yaitu: tes tertulis yang itemnya dapat dijawab
dengan memilih jawaban yang sudah tersedia, sehingga peserta didik
menampilkan keseragaman data, baik bagi yang menjawab benar maupun
mereka yang menjawab salah. Menurut Purwanto (2004:39) hal-hal yang perlu
di perhatikan dalam menyusun tes objektif adalah:
1. tes objektif harus didahului dengan penjelasan bagaimana cara
mengerjakan.
2. penjelasan atau petunjuk tersebut diusahakan jangan panjang dan harus
jelas.
3. hindari pertanyaan yang mempunyai lebih dari satu arti.
4. bahasanya baik sehingga tidak membingungkan atau salah penafsiran.
5. jangan menyusun soal secara langsung menjiplak dari buku.
6. pilihan jawaban harus seragam antara jawaban yang satu dengan yang lain.
7. pertanyaan dari tiap soal harus jelas dan hanya ada satu jawaban yang
paling benar dan tepat
8. pertanyaan dan jawaban jangan terlalu panjang
12
Kebaikan bentuk tes obyektif (pilihan ganda) menurut Muhaemin (1999:22):
1. materi yang diajukan dapat mencakup sebagian besar dari bahan pelajaran
yang telah diberikan
2. jawaban siswa dapat segera dikoreksi dengan mudah dan cepat dengan
menggunakan kunci jawaban
3. jawaban untuk setiap pertanyaan sudah pasti benar atau salah, sehingga
penilaian bersifat objektif.
Tes objektif memiliki sistem perskoran yang pasti. Di sebut tes objektif karena
penilaiannya objektif, yaitu: apabila jawaban benar diberi skor 1, salah diberi
skor 0. Tes objektif sering pula disebut tes dikotom, yaitu penilaian 0-1
(dichotomously scored item) (Surapranata, 2004:67)
Kelemahan tes obyektif (pilihan ganda) adalah:
1. kemungkinan melakukan tebakan jawaban masih cukup besar
2. proses berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata.
Muhaemin (1999:22)
C. Syarat Tes
Dalam penyusunan tes perlu diperhatikan langkah-langkah yaitu: (1)
menentukan tujuan mengadakan tes (2) mengadakan pembatasan terhadap
bahan yang akan diteskan (3) merumuskan tujuan pembelajaran dari tiap
bagian bahan (4) menderetkan semua tujuan pembelajaran dalam tabel
persiapan yang memuat pula aspek tingkah laku terkandung dalam tujuan
pembelajaran (5) menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi,
aspek berpikir yang diukur (6) menuliskan butir-butir soal, didasarkan atas
tujuan pembelajaran yang sudah dituliskan pada tabel tujuan pembelajaran
dan aspek tingkah laku yang dicakup (Arikunto, 2007:153)
13
Untuk penyusun soal-soal tes perlu diketahui syarat-syarat dalam penyusunan
soal tes agar tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. Arikunto
(2007:57) mengemukakan tes yang baik harus memiliki: (1) validitas (2)
reliabilitas (3) objektifitas (4) praktikabilitas (5) ekonomis. Sedangkan
menurut Mulyasa (2005:171) tes dikatakan baik, jika memenuhi persyaratan
berikut: (1) validitas, mengukur apa yang hendak diukur menyangkut
kompetensi dan materi standar yang telah dikaji (2) memiliki reliabilitas,
keajegan, ketetapan hasil yang diperoleh peserta didik jika dites kembali
dengan tes yang sama (3) objektifitas, dapat mengukur apa yang yang sedang
diukur, perintah pelaksanaanya jelas dan tegas sehingga tidak membuka
interpretasi yang berbeda (4) pelaksanaan evaluasi harus efektif dan efisien.
Sudijono menambahkan (2005:93) tes dinyatakan sebagai tes yang baik, jika:
(1) valid (2) reliabel (3) objektif (4) praktis.
Sedangkan menurut Nasoetion (1993:101) tes yang baik jika memenuhi
persyaratan berikut: (1) validitas (2) reliabilitas (3) standarisasi (4) objektifitas
(5) diskriminasi yaitu dapat membedakan antara siswa yang pandai dengan
siswa yang kurang pandai (6) kekomperehensipan yaitu tes yang mencakup
banyak hal yang diukur dengan materi pelajaran (7) keterlaksanaan
pengadministrasian alat pengukuran tersebut.
Berdasarkan syarat-syarat tes diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam
membuat tes yang baik dan berkualitas mempunyai persyaratan yang banyak.
Oleh sebab itu, soal tes harus disusun dengan sebaik-baiknya dan harus
dilakukan oleh seorang guru yang ahli dan terlatih.
14
D. Ujian Nasional (UN)
Ujian Nasional (UN) adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi
peserta didik secara nasional pada akhir program pembelajaran disetiap
jenjang pendidikan. UN bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan
secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTek) (Anonim, 2008:21).
Ujian Nasional dilaksanakan secara obyektif, berkeadilan dan akuntabel, serta
dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali
dalam setahun (Anonim, 2003:3).
Fungsi Ujian Nasional (UN) adalah:
1. quaity control, yaitu: UN menjadi instrumen pengendali mutu lulusan agar
sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan sebagai instrumen
untuk memastikan dan menjamin kualifikasi/standar yang ditetapkan.
2. motivator, UN diharapkan memotivasi atau mendorong siswa untuk
belajar sungguh-sungguh dalam rangka mencapai standar kompetensi
3. public accountabillity, UN digunakan sebagai instrumen akuntabilitas
publik untuk menyampaikan informasi kepada orang tua dalam
masyarakat
4. selection, screening, dan streaming, UN dijadikan bahan untuk seleksi,
dan penempatan pada jenjang pendidikan selanjutnya
5. alat diagnostik, UN sebagai alat untuk menilai dan mengevaluasi sistem
maupun kebijakan pendidikan.
Anonim (2003:4)
15
Hasil Ujian Nasional (UN) digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
1. pemetaan mutu satuan dan/atau satuan pendidikan
2. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya
3. penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan
4. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan.
Anonim (2008:22)
Soal UN Tahun Pelajaran 2008/2009 disusun dan dirakit berdasarkan kisi-kisi
UN Tahun Pelajaran 2008/2009. Soal UN dikembangkan dan dikelolah oleh
Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Depdiknas dibawah koordinasi
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Soal UN disusun dan ditelaah
oleh guru, dosen dan Puspendik di bawah koordinasi BSNP. Oleh karena itu
semua butir soal yang terdapat pada UN diharapkan telah diajarkan di sekolah
(BSNP: 2009:1).
E. Latihan Ujian Nasional (LUN)
Latihan Ujian Nasional (LUN) merupakan salah satu ajang persiapan dalam
rangka ujian nasional bagi siswa. Pembinaan dan latihan yang dilakukan
dengan maksimal tentunya akan membawa hasil yang maksimal pula secara
idelanya. Pelaksanaan LUN pun ditujukan untuk itu.
Persiapan Ujian Nasional yang diselenggarakan serentak dan nasional
menuntut kesiapan sekolah yang matang dalam mempersiapkan siswanya
yang akan menempuh UN. Sejalan dengan itulah berbagai upaya dilakukan
oleh sekolah, upaya-upaya itu dapat meliputi :
1. memaksimalkan kegiatan proses belajar mengajar.
2. membentuk kelompok belajar siswa.
3. pembahasan materi secara berkelompok dan silang dengan pihak luar
dalam hal ini lembaga bimbingan belajar.
16
4. berbagai uji kemampuan dalam membahas materi dan kedalaman
pemahaman materi
5. pada puncaknya kegiatan persiapan ini diadakannya Latihan Ujian
Nasional (LUN).
Anonim (2008:24)
Latihan Ujian Nasional ini merupakan kegiatan terpadu antara materi dan
sistem yang berlaku. Di SMP Negeri maupun Swasta yang ada di kota Bandar
Lampung saat ini melakukan Latihan Ujian Nasional sebanyak tiga kali
dengan pertimbangan kematangan anak atau kesiapan. Adapun tata cara
pelaksanaan distandarkan dengan petunjuk Ujian Nasional, baik sistemnya
maupun dalam menganalisis hasilnya. Yang kemudian menjadi agenda
persiapan dan tindak lanjut sekolah terhadap kemantapan peserta dalam
mengikuti Ujian Nasional.
F. Analisis Butir Tes
Soal tes yang telah dibuat oleh guru harus dilakukan analisis dan evaluasi.
Analisis tes merupakan sebuah prosedur yang sistematis, yang akan
memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang
kita susun. Analisis soal dilakukan untuk mengetahui berfungsi tidaknya
sebuah soal. Menurut Surapranata (2006:1) bahwa analisis soal dapat
dilakukan melalui dua cara yaitu: analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif adalah berupa penelaahan yang dilakukan dengan
menganalisis soal dari segi materi, kontruksi, dan bahasa. Analisis materi
berkaitan dengan subtansi keilmuan, dan tingkat kemampuan yang sesuai
dengan soal. Analisis kontruksi berkaitan dengan teknik penulisan soal.
Analisis bahasa berkaitan dengan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik
17
dan benar menurut Ejaan Yang Disesuaikan (EYD). Analisis kuantitatif
dilakukan dengan mengukur validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya
beda butir tes.
Menurut Arikunto (2007:205) manfaat analisis tes adalah:
1. membantu kita dalam mengidentifikasi butir-butir tes yang jelek
2. memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk menyempurnakan soalsoal untuk kepentingan lebih lanjut.
3. memperoleh gambaran tentang keadaan tes yang kita susun.
1. Validitas
Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas isi bilamana tes tersebut
mengukur tujuan yang ingin dicapai dengan materi yang seharusnya diukur.
Tes yang tidak memiliki validitas isi maka dapat juga terjadi jika salah satu
atau beberapa tujuan khusus tidak tercantum dalam tabel spesifikasi.
Semakin banyak tujuan yang tidak tercantum maka validitas isi semakin
kecil (Arikunto, 2007:67).
Menurut Suryabrata (2004:51) bahwa validitas isi (content validity) dapat
diperoleh dengan cara melihat soal-soal yang membentuk tes itu. Jika
keseluruhan soal nampak mengukur apa yang seharusnya tes itu digunakan,
tidak diragukan lagi bahwa validitas isi sudah terpenuhi. Sedangkan menurut
Thoha (2001:111), validitas isi menjelaskan tentang butir tes yang
mencerminkan isi kurikulum yang akan diukur dengan cara membandingkan
antara kisi-kisi soal dengan butir soal. Kisi-kisi soal berisi pokok bahasan
18
dan sub pokok bahasan. Masidjo (1995:243) menambahkan bahwa validitas
isi suatu tes mencerminkan hal-hal yang mau diukur atau diteskan. Agar
suatu tes mempunyai validitas isi, maka harus diusahakan tercapainya sejak
saat penyusunan tes dilakukan dengan cara merinci materi pelajaran. Dengan
demikian pengujian validitas isi tidak memerlukan uji coba dan analisis
statistik (Sudjana, 2005:14).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa validitas
isi digunakan untuk mengetahui sejauh mana item dalam butir butir tes yang
disusun tersebut telah mewakili secara representative terhadap keseluruhan
materi yang diberikan.
2. Reliabilitas
Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat
dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi, jika tes tersebut dapat
memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2007:86). Seperti diungkapkan oleh
Thoha (2001:118) reliabilitas diartikan dengan keajegan bilamana tes
tersebut diujikan berkali-kali hasilnya relatif sama, artinya setelah tes
pertama dengan tes berikutnya dikorelasikan terdapat hasil korelasi yang
signifikan.
Menurut Ahiri (1999:19) faktor-faktor yang mempengaruhi reliabilitas suatu
tes adalah: (1) soal tes yang lebih panjang lebih reliabel dari soal tes yang
lebih pendek; (2) reliabilitas akan rendah bila penyebaran skor rendah; (3)
semakin objektif penskoran semakin tinggi reliabilitas; (4) reliabilitas soal
19
akan berbeda jika diujikan pada peserta didik yang mempunyai kemampuan
yang berbeda; (5) tingkatan waktu saat diujikan dari pengukuran satu dengan
yang lain.
3. Tingkat Kesukaran Butir Soal
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah juga tidak terlalu susah.
Soal yang terlalu mudah tidak merangsang peserta didik untuk
mempertinggi usaha pemecahanya. Sebaliknya, soal yang terlalu sukar akan
menyebabkan peserta didik menjadi putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi karena kemampuan yang dimiliki untuk
menyelesaikan masalah berada diluar jangkauanya. Hal ini sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Thoha (2001:154) bahwa soal yang baik adalah soal
yang tingkat kesukaranya dapat diketahui tidak terlalu sukar dan tidak terlalu
mudah. Sebab tingkat kesukaran soal memiliki korelasi dengan daya
pembeda. Apabila soal memilki tingkat kesukaran maksimal, maka daya
pembedanya rendah, demikian juga bila soal terlalu mudah maka tidak
mempunyai daya pembeda.
Menurut Ahiri (1999: 9) tingkat kesukaran butir tes adalah proporsi peserta
yang menjawab benar butir tes. Tingkat kesukaran butir tes yang baik
berkisar diantara 0,3-0,7; paling baik 0,5 karena p= 0,5 dapat memberikan
kontribusi optimal terhadap korelasi biseral titik, daya pembeda butir, dan
reliabilitas tes. Butir-butir tes yang memiliki tingkat kesukaran di bawah
atau diatas kreteria 0,3-0,7 dapat digunakan apabila ada pertimbangan
keterwakilan pokok bahasan yang diukurnya.
20
Tingkat kesukaran butir tes yang diujikan dapat diketahui dengan melakukan
analisis butir soal. Prosedur pengukuran tingkat kesukaran butir tes dalam
penelitian ini akan ditentukan dengan menggunakan program Iteman
4. Daya Pembeda Butir Soal
Salah satu dasar yang menjadi acuan dalam penyusun butir-butir soal tes
hasil belajar adalah adanya anggapan bahwa soal tersebut mampu untuk
membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai.
Apabila suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun
siswa yang kurang pandai maka soal tersebut tidak baik karena tidak
mempunyai daya pembeda, begitu juga apabila suatu soal tidak dapat
dijawab siswa pandai ataupun kurang pandai. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Thoha (2001:147) bahwa daya pembeda dapat
membedakan siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai.
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan butir tes untuk membedakan
siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan kemampuan rendah. Tingkat
daya beda butir soal mempunyai rentang nilai -1 dan +1, namun nilai negatif
dan rendah menunjukan kinerja butir yang rendah (Ahiri, 1999:9).
G. Fungsi Tes
Banyak keputusan yang dapat diambil oleh seorang guru dari tes yang telah
dilakukan baik yang berhubungan dengan siswa maupun dengan fungsi tes itu
sendiri, dengan adanya tes dapat membantu guru dalam menempatkan
21
seoarang siswa kedalam kelas yang sesuai untuknya, dapat menentukan nilai
keberhasilan siswa dan sebagainya.
Seorang guru harus memperhatikan hal-hal yang akan dilakukan yang
berhubungan dengan tes misalnya, banyaknya soal yang akan dibuat, bentuk
tes, jawaban yang diperlukan. Suatu tes berfungsi (1) untuk mengetahui
perbedaan kemampuan peserta didik; (2) sebagai alat untuk mengukur
keberhasilan program pengajaran (Sudijono, 2005:67).
Menurut Thoha (2001:9) fungsi tes yaitu: (1) psikologik/bimbingan yaitu tes
untuk mengetahui bakat-bakat khusus dan minat peserta didik; (2)
intruksional, bertujuan tes dapat memotivasi belajar peserta didik ;(3)
administratif berguna untuk mengevaluasi suatu program pembelajaran.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tes mempunyai fungsi
untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik dalam proses pembelajaran,
membantu guru dalam memahami kesulitan peserta didik dan menentukan
tingkat keberhasilan sistem pengajaran.
Download