jawaban pemerintah atas pemandangan umum fraksi-fraksi dpr

advertisement
JAWABAN PEMERINTAH
ATAS
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPR-RI
TERHADAP
RUU TENTANG APBN 2012 BESERTA NOTA
KEUANGANNYA
Rapat Paripurna DPR-RI, 7 September 2011
REPUBLIK INDONESIA
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia yang terhormat,
Hadirin yang berbahagia,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberikan
kesempatan untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban kenegaraan dalam
rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2012.
Selanjutnya, perkenankanlah kami, atas nama Pemerintah, menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua fraksi dalam
DPR-RI atas seluruh pandangan terhadap berbagai substansi yang tertuang dalam
RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2012 beserta Nota Keuangannya, yang telah
disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2011 yang
lalu. Semua pandangan yang disampaikan oleh seluruh fraksi pada forum
Pemandangan Umum atas RAPBN Tahun Anggaran 2012 beserta Nota
Keuangannya pada tanggal 23 Agustus 2011 yang lalu, tentunya merupakan
masukan yang sangat berharga, dan akan menjadi bahan pembahasan lebih lanjut
untuk penyempurnaan RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2012.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Dalam penyusunan Rancangan APBN Tahun 2012, termasuk dalam
menentukan asumsi dasar ekonomi makro, arah kebijakan fiskal, prioritas RKP
2012 yang menjadi acuan dalam perencanaan alokasi anggaran, serta target defisit
dan rencana pembiayaannya, Pemerintah berpegang pada hasil-hasil kesepakatan
bersama antara Pemerintah dengan DPR-RI, dan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah dalam forum Pembicaraan Pendahuluan RAPBN Tahun 2012
yang lalu.
Di samping itu, penyusunan RAPBN Tahun 2012 tersebut juga telah
mengakomodir, baik berbagai prakarsa baru dalam rangka mempercepat
pencapaian berbagai sasaran strategis yang tertuang dalam Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), maupun
inisiatif-inisiatif baru sesuai direktif Presiden. Pendanaan MP3EI tersebut
merupakan kolaborasi antara dana APBN, dana APBD, dana BUMN dan BUMD,
serta dana masyarakat dan swasta. Oleh karena itu, alokasi anggaran di berbagai
kementerian Negara/lembaga (K/L) dalam RAPBN 2012 akan diarahkan untuk
menyukseskan MP3EI tersebut.
Sementara itu, inisiatif-inisiatif baru sesuai dengan direktif Presiden, yang
merupakan pengungkit dalam mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat,
1
pada dasarnya terdiri atas tiga sasaran strategis sebagai berikut. Pertama,
percepatan pembangunan Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Kedua,
pelaksanaan klaster empat, yang mencakup 6 program utama, meliputi rumah
sangat murah dan rumah murah; kendaraan angkutan umum murah; air bersih
untuk rakyat; listrik murah dan hemat; peningkatan kehidupan nelayan; serta
peningkatan kehidupan masyarakat miskin perkotaan. Keenam program klaster
IV tersebut merupakan tambahan dari 3 klaster program-program
penanggulangan kemiskinan yang telah dan sedang berjalan selama ini, yaitu:
(a) Klaster I, meliputi: Program-program Jamkesmas, Raskin, PKH, BOS, dan
beasiswa bagi siswa miskin; (b) Klaster II, meliputi: Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM); dan (c) Klaster III: Program Kredit Usaha
Rakyat (KUR). Ketiga, peningkatan langkah-langkah dalam rangka mencapai
ketahanan pangan, dengan mewujudkan tercapainya surplus beras 10 juta ton per
tahun dalam kurun waktu 5-10 tahun, perluasan lapangan kerja, serta
penanganan transportasi kota-kota besar, khususnya Jakarta.
Berbagai prakarsa baru sebagaimana yang kami kemukakan di atas,
bersama-sama dengan perkembangan ekonomi, baik global maupun domestik
terkini beserta prospeknya ke depan, menjadi acuan dalam penyusunan RAPBN
Tahun 2012, baik untuk memecahkan berbagai permasalahan dan tantangan,
maupun dalam mengatasi pelbagai risiko global dan domestik yang diperkirakan
akan terjadi pada tahun 2012.
Permasalahan yang harus kita hadapi pada tahun 2012 mendatang antara
lain berkaitan dengan masalah kemiskinan, pengangguran, daerah tertinggal,
kondisi infrastruktur, dan efektivitas birokrasi. Sementara itu, risiko yang perlu
diwaspadai dari perkembangan kondisi ekonomi gobal pada tahun 2012, di
antaranya bersumber dari krisis fiskal dan utang beberapa negara Eropa dan
Amerika Serikat yang dapat mengancam pemulihan ekonomi global, kenaikan
harga minyak mentah dunia dan harga komoditas pangan, serta arus modal
jangka pendek. Di lain pihak, risiko yang berasal dari faktor domestik, di
antaranya bermuara pada keterbatasan pembiayaan infrastruktur, cadangan
sumber energi primer, dan kondisi iklim. Di samping itu, pengendalian inflasi
juga masih merupakan tantangan yang perlu mendapatkan perhatian yang serius
pada tahun mendatang.
Dalam rangka mitigasi dan meminimalkan dampak negatif dari berbagai
risiko yang akan kita hadapi ke depan, Pemerintah telah dan akan menyiapkan
sejumlah instrumen proteksi, seperti antara lain skenario pengambilan tindakan
(crisis management protocol) apabila terjadi risiko yang berdampak luas kepada
perekonomian dan mengarah pada terjadinya krisis ekonomi. Di samping itu,
Pemerintah juga menganggarkan sejumlah dana cadangan risiko fiskal, sebagai
langkah antisipasi apabila terjadi perubahan berbagai asumsi makro, dan tidak
dapat dilaksanakannya berbagai langkah kebijakan, seperti yang direncanakan,
yang dapat berpengaruh negatif terhadap APBN 2012.
2
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Dengan mencermati berbagai masalah, tantangan, dan peluang ke depan,
maka orientasi kebijakan pembangunan ekonomi dalam tahun 2012 mendatang
akan kita arahkan untuk mempercepat upaya pengentasan kemiskinan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan orientasi kebijakan
pembangunan tersebut, Pemerintah dan Dewan yang terhormat, dalam forum
Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2012 yang lalu, telah sepakat untuk
menempatkan “Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang
Berkualitas,
Inklusif
dan
Berkeadilan
bagi
Peningkatan
Kesejahteraan Rakyat”, sebagai tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun
2012. Dengan tema tersebut, berarti pembangunan nasional harus dapat kita
arahkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan
berkualitas, disertai dengan pemerataan hasil-hasilnya secara luas kepada semua
masyarakat (growth with equality). Karena itu, strategi pembangunan yang akan
kita tempuh pada tahun 2012 mendatang adalah dengan memperluas sumbersumber pertumbuhan ekonomi, baik sektoral maupun regional, disertai dengan
pemberian kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh anggota masyarakat
untuk berpartisipasi aktif dan berkontribusi sebesar-besarnya dalam proses
pertumbuhan ekonomi itu. Selain itu, guna mengurangi kesenjangan dalam
tingkat kesejahteraan masyarakat, kebijakan tersebut juga perlu disertai dengan
keberpihakan (affirmative policy) pada kelompok masyarakat yang lemah dan
tertinggal.
Dalam rangka mendukung strategi pembangunan yang berorientasi pada
pertumbuhan dan pemerataan tersebut, maka RAPBN tahun 2012 harus dapat
kita arahkan untuk menjalankan peranannya yang sangat strategis dalam
melaksanakan ketiga fungsi utama kebijakan fiskal, yaitu fungsi alokasi, fungsi
distribusi, dan fungsi stabilisasi. Pelaksanaan fungsi alokasi, akan kita tempuh
antara lain melalui peningkatan dukungan pemerintah dalam pembangunan
infrastruktur, serta pemantapan reformasi birokrasi, dalam rangka mewujudkan
efisiensi dalam perekonomian. Sementara itu, pelaksanaan fungsi distribusi akan
kita tempuh antara lain dengan menjaga kesinambungan berbagai program
perlindungan sosial bagi masyarakat miskin, seperti program nasional
pemberdayaan masyarakat (PNPM), program pemberdayaan usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM), program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas),
dan program keluarga harapan (PKH). Selanjutnya, pelaksanaan fungsi stabilisasi
selain akan kita tempuh melalui pemberian berbagai bentuk subsidi, serta
peningkatan alokasi anggaran untuk keamanan, ketertiban dan penegakan hukum,
juga akan kita upayakan dengan menjaga stabilitas pasar surat berharga dan
pengelolaan utang yang prudent.
3
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Kini, perkenankanlah kami memberikan tanggapan terhadap berbagai hal
yang telah disampaikan oleh para juru bicara masing-masing fraksi dalam Dewan
Perwakilan Rakyat, yaitu anggota yang terhormat Bpk. H. Nurul Iman
Mustopa, MA mewakili Fraksi Partai Demokrat; Bpk. Ir. Fayakhun
Andriadi, M.Kom mewakili Fraksi Partai Golongan Karya; Bpk. Dr.
Yasonna H. Laoly, SH, M.Sc. mewakili Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan; Bpk. Andi Rahmat, SE mewakili Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera; Bpk. Drs. Laurens Bahang Dama mewakili Fraksi
Partai Amanat Nasional; Bpk. Capt. H. Epyardi Asda, M.Mar mewakili
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan; Bpk. KH. Muhammad Unais
Ali Hisyam mewakili Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa; Bpk. Ir. Fary
Djemi Francis, MMA mewakili Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya;
dan Bpk. Drs. M. Ali Kastella, MMT mewakili Fraksi Partai Hati Nurani
Rakyat.
Pertama-tama, kami ingin memberikan tanggapan yang berkaitan dengan
pandangan dan pertanyaan yang dikemukakan oleh semua Fraksi dalam DPR RI
mengenai asumsi dasar ekonomi makro, sebagai berikut. Pada prinsipnya,
Pemerintah juga memiliki rasa optimisme yang sama bahwa kinerja
perekonomian domestik di tahun 2012 akan lebih baik. Namun demikian, dalam
menyusun berbagai target ekonomi makro, termasuk pertumbuhan ekonomi,
Pemerintah berupaya untuk tetap realistis, dengan memperhitungkan
perkembangan terkini indikator kinerja perekonomian global maupun domestik,
serta berbagai tantangan yang akan dihadapi pada tahun 2012. Mengenai target
pertumbuhan ekonomi tahun 2012 sebesar 6,7 persen, Pemerintah berpendapat
bahwa target tersebut sudah lebih tinggi jika dibandingkan dengan prediksi
berbagai lembaga keuangan internasional sebesar 6,5 persen. Proyeksi
pertumbuhan ekonomi tersebut dinilai cukup realistis, mengingat perekonomian
domestik pada tahun 2012 masih akan menghadapi berbagai tantangan, baik yang
bersumber dari perkembangan berbagai faktor eksternal maupun internal. Selain
diharapkan meningkat, pertumbuhan ekonomi tersebut juga akan diupayakan
semakin berkualitas, sehingga mampu memperluas kesempatan kerja.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi
Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat berkaitan dengan asumsi target lifting
minyak Indonesia pada tahun 2012 dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut.
Perkiraan lifting minyak Indonesia sebesar 950 ribu barel per hari pada tahun
2012 ditetapkan dengan memperhatikan kemampuan produksi dari lapangan
eksisting, dan sekaligus memperhatikan laju penurunan produksi alamiah dari
realisasi produksi saat ini, serta melihat rencana poduksi dan pengembangan
lapangan maupun tren peningkatan dari investasi sektor migas. Di samping itu,
perkiraan lifting minyak tersebut juga didasarkan pada kenyataan, bahwa
karakteristik produksi minyak bumi rentan terhadap gangguan lapangan,
4
gangguan teknis, cuaca, masalah undang-undang lingkungan hidup, otonomi
daerah, lokal konten, maupun masalah perizinan dan koordinasi antarbirokrasi.
Sementara itu, menanggapi pandangan Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa perihal dampak penetapan ICP terhadap fluktuasi harga minyak, dapat
disampaikan penjelasan sebagai berikut. Setiap perubahan harga minyak, selain
mempengaruhi penerimaan minyak dan gas bumi, juga akan memengaruhi
besaran subsidi BBM, dana bagi hasil migas, dan belanja untuk pendidikan.
Karena itu, dalam penentuan asumsi harga minyak untuk RAPBN 2012,
Pemerintah telah mengantisipasi dampak perubahan ICP terhadap postur APBN,
dengan menetapkan asumsi yang moderat, yaitu rata-rata sebesar US$90 per
barel.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Kini, perkenankanlah, kami beralih untuk memberikan tanggapan
terhadap berbagai pandangan fraksi-fraksi berkenaan dengan substansi mengenai
RAPBN tahun 2012, dengan mengawali hal-hal yang terkait dengan masalahmasalah di bidang pendapatan negara. Pemerintah sependapat dengan
pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai
perlunya Pemerintah melakukan upaya-upaya pengamanan penerimaan melalui
pencegahan kebocoran penerimaan perpajakan, pelaksanaan kegiatan
ekstensifikasi dan intensifikasi, serta mengurangi penghindaran pajak (tax
evasion). Berkaitan dengan itu, dalam rangka mengamankan sasaran penerimaan
perpajakan, Pemerintah akan terus melaksanakan langkah-langkah terobosan
(extra effort), baik melalui penggalian potensi maupun perbaikan sistem
administrasi perpajakan. Langkah-langkah itu antara lain meliputi pelaksanaan
sensus pajak nasional, penghilangan praktek mafia perpajakan, peningkatan
kepatuhan pajak (tax compliance), dan peningkatan kuantitas penanganan
transfer pricing. Untuk itu, Pemerintah mengharapkan adanya dukungan dan
kerjasama dari seluruh komponen masyarakat, khususnya dukungan dari
legislatif agar dapat melaksanakan seluruh program yang telah direncanakan.
Khusus terhadap pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi
Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa,
dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai tax ratio, dapat kami
sampaikan tanggapan sebagai berikut. Pada dasarnya perkembangan penerimaan
perpajakan dalam lima tahun terakhir telah menunjukkan peningkatan yang
cukup pesat. Dalam periode 2006-2010, penerimaan perpajakan telah mengalami
peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari Rp409,2 triliun pada tahun 2006
menjadi Rp723,3 triliun pada tahun 2010, atau mengalami pertumbuhan rata-rata
sekitar 15,3 persen. Dalam periode tersebut, perkembangan tax ratio mengalami
fluktuasi pada kisaran 12-13 persen. Perlu kiranya kami kemukakan, bahwa
perhitungan tax ratio Indonesia tersebut, hanya mencakup penerimaan
perpajakan pusat, tanpa memperhitungkan penerimaan yang berasal dari pajak
5
daerah dan penerimaan dari sumber daya alam, sebagaimana diterapkan di
negara-negara lain. Karena itu, menurut hemat kami, tax ratio Indonesia tidak
bisa dibandingkan secara langsung dengan tax ratio negara-negara lain.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi
Partai Kebangkitan Bangsa berkaitan dengan optimalisasi penerimaan SDA,
khususnya dari sektor migas, Pemerintah sependapat mengenai perlunya
menghilangkan segala hambatan investasi di sektor migas, guna meningkatkan
penerimaan migas. Untuk itu, Pemerintah telah dan akan terus melakukan
berbagai upaya pembenahan, tidak hanya di sektor migas, akan tetapi juga di
segala sektor untuk memperbaiki iklim investasi di dalam negeri. Di samping itu,
Pemerintah juga telah memberikan beberapa fasilitas fiskal maupun nonfiskal, di
antaranya berupa insentif atas pajak dan bea masuk dari barang-barang yang
digunakan untuk operasi perminyakan. Pemerintah juga akan berupaya untuk
melakukan renegosiasi kontrak-kontrak yang ada, yang saat ini dirasakan
merugikan negara, sebagaimana dikemukakan oleh Fraksi Partai Golongan
Karya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat
Nasional, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, sehingga dapat mencapai
prinsip keadilan sesuai dengan kondisi saat ini. Pelaksanaan renegosiasi tersebut,
tentunya hanya dimungkinkan sepanjang dapat disepakati oleh para pihak.
Terhadap pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang berkaitan
dengan penerimaan SDA kehutanan, dapat kami sampaikan tanggapan sebagai
berikut. Faktor utama yang mendorong penurunan penerimaan SDA kehutanan
dalam RAPBN tahun 2012 adalah lebih rendahnya penerimaan dari dana
reboisasi, akibat berkurangnya luasan dan potensi produksi kayu dari hutan alam,
sejalan dengan program pelestarian hutan. Hal ini, tidak terlepas dari adanya
kebijakan Pemerintah berupa penundaan penerbitan izin baru dalam rangka
menyeimbangkan dan menyelaraskan dengan pembangunan ekonomi, sosial,
budaya, dan lingkungan, serta upaya penurunan emisi gas rumah kaca yang
dilakukan melalui penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.
Sementara itu, terkait dengan penerimaan SDA perikanan, dapat dijelaskan
bahwa Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan
penerimaan dari pengelolaan SDA perikanan melalui: (a) pemulihan dan
pengkayaan sumberdaya ikan; (b) penguatan armada perikanan nasional dan
prasarana perikanan tangkap; (c) pengembangan usaha perikanan tangkap
terpadu; (d) mendorong dibentuknya PMA; dan (e) pengembangan pelabuhan
perikanan.
Selanjutnya, terkait dengan pengelolaan BUMN agar dapat berkontribusi
optimal bagi negara, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah telah melakukan upaya
untuk memperbaiki kinerja BUMN dengan menerapkan program good corporate
governance (GCG). Program tersebut menerapkan lima dasar prinsip, yaitu:
6
informasi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, kesetaraan dan
kewajaran.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Berkaitan dengan belanja negara, Pemerintah sependapat
dengan
pandangan fraksi-fraksi di DPR-RI bahwa belanja negara harus berfungsi secara
efektif dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu, dalam tahun
2012, alokasi belanja melalui K/L dirancang untuk mendukung program-program
RAPBN dan kegiatan yang diarahkan untuk mendorong: pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas dan inklusif (pro-growth), pengentasan kemiskinan (pro-poor),
penciptaan lapangan kerja (pro-job), serta pelestarian lingkungan (proenvironment).
Selanjutnya, Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai
Demokrat, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Amanat
Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, mengenai perlunya
mengoptimalkan penyerapan anggaran belanja negara, serta mendorong
pengelolaan anggaran yang efektif dan efisien agar mampu memberikan nilai
tambah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan itu,
Pemerintah telah dan akan senantiasa melakukan berbagai langkah untuk
meningkatkan penyerapan anggaran, dengan antara lain memperbaiki prosedur
operasi baku (standard operating procedure/SOP) penganggaran, termasuk
mengubah ketentuan mengenai kontrak-kontrak tahun jamak (multiyears
contract) dan penunjukan pejabat perbendaharaan K/L yang tidak perlu
dilakukan setiap tahun. Selain itu, Pemerintah juga telah menerbitkan Perpres
Nomor 54 tahun 2010 sebagai pengganti Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa. Selanjutnya, untuk
mempercepat proses pencairan anggaran pada K/L, Pemerintah juga telah
memberikan kesempatan kepada K/L untuk melaksanakan lelang setelah APBN
ditetapkan oleh DPR (November-Desember), tanpa harus menunggu penetapan
DIPA; menyusun mekanisme monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran pada
K/L; serta meningkatkan pelatihan SDM K/L untuk meningkatkan kompetensi
teknis di bidang perencanaan, penganggaran, pelaksanaan kegiatan, dan
pengadaan.
Sejalan dengan itu, sejak tahun 2012 ini Pemerintah memberlakukan
secara penuh penerapan penganggaran berbasis kinerja sebagai langkah penting
dan berarti dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran. Penerapan
penganggaran berbasis kinerja ini memberikan konsekuensi bagi setiap Pengguna
Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk mempertanggungjawabkan anggaran yang digunakannya, sesuai dengan indikator kinerja yang
terukur dan sudah disepakati sebelumnya.
Pemerintah juga sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera mengenai masih cukup tingginya proporsi belanja pegawai dan
7
belanja barang, baik di pusat maupun di daerah. Sebagai respon dari kondisi
tersebut, beberapa langkah sedang dan akan dilakukan Pemerintah, di antaranya
adalah dengan melakukan moratorium PNS secara selektif melalui penerbitan
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN&RB) yang efektif berlaku sejak tanggal 1 September 2011 sampai dengan 31
Desember 2012. Selama periode moratorium tersebut akan dilakukan
perhitungan jumlah kebutuhan PNS yang tepat berdasarkan analisis jabatan dan
beban kerja untuk melakukan penataan organisasi (rightsizing) dan penataan
PNS dalam kerangka pelaksanaan reformasi birokrasi.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Terhadap saran dan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan mengenai perlunya Pemerintah memberikan prioritas terhadap
belanja modal dalam pengalokasian belanja negara, dapat kiranya kami
sampaikan tanggapan sebagai berikut. Dalam setiap penyusunan APBN, termasuk
RAPBN tahun 2012, perencanaan alokasi belanja negara, terutama diarahkan
untuk memberikan daya dukung yang optimal terhadap pencapaian pertumbuhan
yang berkualitas, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi
berbagai aspek pembangunan lainnya. Untuk memperkuat daya dukung APBN
tersebut terhadap perekonomian, Pemerintah telah menyusun langkah-langkah
peningkatan kualitas belanja negara, dengan antara lain mengedepankan alokasi
belanja modal untuk mendukung pendanaan bagi berbagai kegiatan
pembangunan, mengefisienkan pendanaan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat
konsumtif, dan menghindarkan meningkatnya pengeluaran-pengeluaran wajib
(mandatory spending). Berkaitan dengan itu, dalam RAPBN Tahun 2012, alokasi
anggaran belanja modal direncanakan mencapai Rp168,1 triliun, atau meningkat
Rp27,2 triliun (19,3 persen) dari APBN-P 2011.
Selain itu, Pemerintah juga sependapat dengan pandangan Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya mengenai perlunya alokasi belanja
modal dapat lebih dimanfaatkan secara efektif untuk mendukung pembangunan
sarana dan prasarana dasar atau infrastruktur yang mempunyai fungsi ekonomis
lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam RAPBN tahun
2012, alokasi belanja modal tersebut antara lain akan difokuskan untuk
mendukung program-program penyediaan infrastruktur, diantaranya berupa
pembangunan infrastruktur dasar untuk mendukung pencapaian target
pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat; pembangunan
infrastruktur pertanian untuk mendukung pencapaian program ketahanan
pangan; serta pembangunan infrastruktur energi dan komunikasi.
Karena itu, dalam RAPBN tahun 2012, alokasi anggaran untuk belanja
infrastruktur direncanakan mencapai Rp156,5 triliun, yang akan digunakan
antara lain untuk mendukung program-program penyediaan infrastruktur dasar
8
di berbagai bidang. Program-program tersebut meliputi antara lain: Program
Penyelenggaraan Jalan sebesar Rp30,5 triliun; Program Pembinaan dan
Pengembangan Infrastruktur Permukiman sebesar Rp12,4 triliun; Program
Pengelolaan Sumber Daya Air sebesar Rp16,3 triliun; Program Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Transportasi Laut sebesar Rp6,9 triliun; serta Program
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Perkeretaapian sebesar
Rp8,8 triliun.
Pemerintah menyadari bahwa berbagai program investasi fisik tersebut
juga perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas SDM, yang dapat ditempuh
melalui pelaksanaan berbagai program di bidang pendidikan dan kesehatan.
Karena itu, Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera,
dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai perlunya pemerintah
meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan. Berkaitan dengan itu,
dalam RAPBN tahun 2012, anggaran pendidikan direncanakan mencapai Rp286,6
triliun, yang akan dialokasikan antara lain untuk mendukung upaya peningkatan
akses pendidikan dan layanan pendidikan. Karena itu, anggaran tersebut akan
dimanfaatkan antara lain untuk: (i) pemberian BOS bagi 44,7 juta siswa setingkat
SD dan SMP dan pemberian BOMM (Bantuan Operasional Manajemen Mutu)
pada tingkat SMA; (ii) pemberian beasiswa siswa miskin untuk mencegah putus
sekolah bagi sekitar 8,1 juta siswa miskin pada semua jenjang pendidikan;
(iii) pembangunan sekolah dan ruang kelas baru; (iv) rehabilitasi ruang kelas;
(v) pembangunan community college dan politeknik baru pada jenjang
pendidikan tinggi; serta (vi) pembangunan/direhabilitasi sekolah-sekolah yang
berada di daerah perbatasan/tertinggal/terpencil/nelayan.
Selanjutnya, menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan, tentang perlunya perhatian terhadap anggaran untuk kesehatan,
dapat kiranya disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah telah dan akan
senantiasa berupaya untuk meningkatkan anggaran kesehatan dari tahun ke
tahun, dengan tetap memperhatikan batas-batas kemampuan keuangan negara,
serta kebutuhan pembiayaan di bidang-bidang yang lain, sesuai dengan skala
prioritas nasional dalam rencana kerja pemerintah (RKP). Namun demikian, hal
itu tidak mengurangi komitmen pemerintah untuk selalu meningkatkan kualitas
dan kuantitas layanan kesehatan.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera mengenai rencana pemerintah untuk menurunkan
anggaran subsidi listrik dalam tahun 2012 menjadi Rp45 triliun melalui kenaikan
Tarif Tenaga Listrik (TTL), dapat kiranya disampaikan penjelasan sebagai berikut.
Dalam RAPBN TA 2012, Pemerintah berencana akan menyesuaikan Tarif Tenaga
Listrik (TTL) rata-rata sebesar 10 persen sejak awal bulan April 2012. Namun
demikian, Pemerintah tetap berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah,
9
dengan tidak memberlakukan kenaikan TTL bagi pelanggan dengan daya 450 watt.
Kebijakan ini, bertujuan agar harga listrik bersubsidi benar-benar dinikmati oleh
masyarakat yang berhak (real targeted), yaitu masyarakat berpenghasilan rendah,
dan industri kecil menengah. Dalam mengambil kebijakan kenaikan tarif tenaga
listrik tahun 2012 tersebut, Pemerintah akan melakukan konsultasi dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Terhadap pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai
Golongan Karya, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai
pembenahan mekanisme dan pola subsidi agar lebih akuntabel, tepat sasaran dan
efisien, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pemerintah sependapat
dan menyadari bahwa pola penyaluran subsidi BBM yang berlaku selama ini
sangat membebani anggaran negara sehingga masih harus diperbaiki. Untuk itu,
Pemerintah telah dan sedang melakukan langkah-langkah agar pola subsidi,
khususnya subsidi energi menjadi akuntabel, lebih tepat sasaran, dan efisien.
Langkah-langkah itu dilakukan antara lain dengan: (1) melanjutkan program
konversi minyak tanah ke LPG; (2) meningkatkan pemanfaatan energi alternatif;
(3) mengendalikan penggunaan BBM Bersubsidi agar lebih tepat sasaran;
(4) melakukan
penghematan
konsumsi
BBM
Bersubsidi;
serta
(5) menyempurnakan regulasi kebijakan subsidi BBM. Dengan berbagai langkah
kebijakan di atas, diharapkan penyaluran subsidi menjadi lebih tepat sasaran,
akuntabel, dan sekaligus dapat mengurangi alokasi belanja subsidi dalam APBN.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Golongan
Karya mengenai perlunya perubahan postur anggaran ke arah yang lebih
bercorak desentralistik, dengan meningkatkan porsi anggaran transfer ke daerah
untuk memperkuat daerah dengan pusat pertumbuhan yang tersebar. Berkaitan
dengan itu, berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan porsi
anggaran transfer ke daerah dari tahun ke tahun. Hal ini dilakukan antara lain
melalui realokasi program BOS dan tunjangan profesi guru yang semula
dialokasikan melalui Kementerian Pendidikan Nasional, mulai tahun 2011 telah
direalokasikan ke dalam pos belanja transfer ke daerah. Selain itu, Pemerintah
juga telah mengalokasikan anggaran untuk DAK, khususnya DAK Infrastruktur
Jalan, DAK Infrastruktur Air Minum, serta DAK Infrastruktur Sanitasi dan Irigasi
untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar bagi
masyarakat dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan
pencapaian sasaran nasional. Sejalan dengan berbagai upaya tersebut, proporsi
belanja negara untuk transfer ke daerah mengalami peningkatan dari sebesar 29,5
persen pada tahun 2005, menjadi sebesar 32,7 persen dalam RAPBN 2012.
Dalam rangka meningkatkan peranan transfer ke daerah agar dapat
dikelola dan dimanfaatkan dengan baik oleh daerah, diperlukan peningkatan
kualitas pengelolaan keuangan daerah. Karena itu, Pemerintah akan berupaya
secara sungguh-sungguh untuk mendorong Pemerintah daerah untuk melakukan
10
langkah-langkah: (a) perbaikan kualitas belanja daerah (quality of spending)
secara mendasar; (b) penguatan kelembagaan pemerintahan daerah dan swasta
untuk
bersama-sama
mendukung
implementasi
good
governance;
(c) peningkatan kompetensi PNSD, baik hard competence maupun soft
competence; serta (d) sinkronisasi belanja K/L dengan transfer ke daerah dalam
hal kewenangan atau urusan yang sebenarnya telah menjadi kewenangan/urusan
daerah.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Sekarang, ijinkanlah kami menyampaikan tanggapan yang berkaitan
dengan kebijakan defisit anggaran dan rencana pembiayaannya. Berkenaan
dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golongan
Karya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai
kebijakan defisit anggaran, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut.
Pemerintah menyampaikan terimakasih kepada Fraksi Partai Demokrat, baik
atas apresiasinya terhadap usaha Pemerintah dalam mengendalikan tingkat
defisit anggaran dalam rangka menjaga kesinambungan fiskal jangka menengah,
maupun atas dukungan terhadap usaha Pemerintah untuk menurunkan angka
defisit menuju anggaran yang berimbang.
Kebijakan defisit anggaran dalam penyusunan APBN tersebut, terutama
dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan belanja negara dalam
memberikan stimulus fiskal, guna mencapai target pertumbuhan ekonomi yang
telah ditetapkan. Namun demikian, penetapan besaran defisit APBN setiap tahun,
senantiasa juga disesuaikan dengan optimalisasi pendapatan negara, kebutuhan
belanja prioritas dan efisiensi belanja negara, serta kemampuan sumber-sumber
pembiayaannya,
dengan
mempertimbangkan
perkembangan
kondisi
perekonomian pada tahun bersangkutan, dan prospeknya ke depan.
Untuk menjaga kesinambungan fiskal jangka menengah, maka dalam
menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, selama ini Pemerintah
konsisten untuk menjaga defisit kumulatif APBN dan APBD dibawah ambang
batas 3 persen terhadap PDB. Penentuan target defisit anggaran dalam RAPBN
Tahun 2012 sebesar Rp125,6 triliun atau 1,5 persen dari PDB, juga telah
memperhitungkan target pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai sebesar 6,7
persen. Selanjutnya, dalam menetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk
menutup defisit anggaran, baik pembiayaan utang maupun non-utang,
Pemerintah sejauh mungkin menjaga komitmen Pemerintah untuk menurunkan
rasio utang terhadap PDB.
Penetapan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit anggaran
tersebut, antara lain dilakukan dengan pokok-pokok kebijakan sebagai
berikut. Pertama, pembiayaan defisit dilakukan dengan memperhatikan upaya
11
mencapai kemandirian bangsa, dengan melakukan pengurangan stok utang, baik
utang dalam negeri maupun luar negeri. Kedua, pembiayaan utang melalui
pengadaan pinjaman lebih diprioritaskan dari sumber domestik dibandingkan
dengan dari pinjaman luar negeri. Ketiga, penetapan pembiayaan melalui
penerbitan SBN dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan,
ketersediaan alternatif sumber pembiayaan, kondisi portofolio dan risiko utang,
kondisi infrastruktur dan daya serap pasar SBN, serta perkembangan makro
ekonomi baik domestik maupun global. Keempat, dalam rangka diversifikasi
instrumen pembiayaan utang yang potensial, Pemerintah saat ini sedang
menyiapkan infrastruktur dan suprastruktur dalam mendukung proses
penerbitan SBSN dengan underlying project (project-based sukuk).
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Demikianlah tanggapan Pemerintah atas Pemandangan Umum Dewan
Perwakilan Rakyat berkenaan dengan RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2012
beserta Nota Keuangannya. Tanggapan atas Pemandangan Umum DPR lebih
lanjut, kami sampaikan secara tertulis, sebagai bagian yang tidak terpisah dari
tanggapan yang telah kami sampaikan ini.
Akhirnya, atas nama Pemerintah, kami menyambut baik ajakan Dewan
yang terhormat untuk bersama-sama membahas RUU APBN 2012 beserta Nota
Keuangannya secara lebih mendalam dan cermat pada tahap selanjutnya, atas
dasar prinsip kemitraan dan tanggung jawab bersama dalam mengemban amanat
rakyat, sehingga kewajiban konstitusional yang diamanatkan kepada Pemerintah
dan Dewan ini dapat diselesaikan secara tepat waktu sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan.
Marilah kita panjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar kita
senantiasa diberikan kekuatan dan kemampuan dalam menjalankan dan
menyelesaikan tugas dan tanggung jawab kepada negara ini.
Sekian dan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Jakarta, 7 September 2011
A.N. PEMERINTAH
MENTERI KEUANGAN
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
12
LAMPIRAN
A. PEREKONOMIAN GLOBAL DAN DOMESTIK, SERTA ASUMSI
DASAR EKONOMI MAKRO
Menanggapi pendapat Fraksi Partai Golongan Karya, mengenai titik berat
penyusunan RAPBN 2012 berkaitan dengan daya tahan perekonomian nasional,
dan sebagai stimulus untuk memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi
nasional, dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam menghadapi ketidakpastian
ekonomi global, pilihan bagi Indonesia tiada lain adalah terus memperkuat daya
tahan perekonomian nasional agar dapat mengatasi ketidakpastian dan keadaan
yang kurang menguntungkan, sehingga momentum pembangunan dapat tetap
terpelihara, dan sasaran-sasaran pembangunan dapat dicapai. Dengan semangat
optimisme, dan berdasarkan pengalaman keberhasilan dalam menangani krisis
ekonomi, disertai dengan perencanaan yang matang dan strategis, Pemerintah
terus berupaya untuk meningkatkan kemajuan perekonomian Indonesia agar dapat
berkembang lebih maju lagi. Dinamika ekonomi, baik domestik dan global
mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap segala perubahan. Keberadaan
Indonesia di pusat pusaran baru gravitasi ekonomi global, yaitu kawasan Asia
Timur dan Asia Tenggara, mengharuskan Indonesia perlu mempersiapkan diri
secara lebih baik lagi untuk mempercepat terwujudnya suatu negara maju dengan
hasil pembangunan dan kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh
seluruh masyarakat. Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, diperlukan
langkah-langkah terobosan (breakthrough), bukan langkah-langkah biasa
(bussiness as usual). Dalam konteks inilah, ditempuh langkah-langkah visioner
berupa penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI).
Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi
utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan
rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang
perlu dilakukan maupun pemberlakuan peraturan-perundangan baru yang
diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. MP3EI menjadi
dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus untuk
melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi.
Target yang ingin dicapai melalui langkah MP3EI adalah bahwa percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi tersebut akan menempatkan Indonesia sebagai
negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara
USD14.250-USD15.500, dengan nilai total perekonomian (Produk Domestik
Bruto/PDB) berkisar antara USD4,0-USD4,5 triliun. Untuk mewujudkannya,
diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4-7,5 persen pada periode 20112014, dan sekitar 8,0-9,0 persen pada periode 2015-2025. Pertumbuhan ekonomi
tersebut akan dibarengi dengan penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada
periode 2011-2014 menjadi 3,0 persen pada 2025.
-L.1 Menanggapi pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai pemberian
payung hukum terhadap Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI), dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam rangka
percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia, Pemerintah tengah
melakukan langkah-langkah terobosan dalam MP3EI. Dalam rangka implementasi
berbagai langkah terobosan yang tercantum pada MP3EI tersebut, pihak swasta
akan diberikan peranan penting yang seluas-luasnya dalam pengembangan MP3EI,
sedangkan pihak pemerintah akan berfungsi sebagai regulator, fasilitator, dan
katalisator. Dengan konsep baru tersebut, upaya percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi akan memerlukan evaluasi dan revisi terhadap seluruh
kerangka regulasi yang ada untuk disesuaikan.
Saat ini, Pemerintah telah mengeluarkan payung hukum dan aturan terkait MP3EI,
yaitu dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 Tentang
Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 20112025. Dalam peraturan Pemerintah tersebut disebutkan bahwa MP3EI merupakan
arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi
Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun, terhitung sejak tahun 2011 sampai
dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional 2005 – 2025, dan melengkapi dokumen perencanaan.
Dalam PP Nomor 32 Tahun 2011 tersebut, juga dijabarkan mengenai fungsi MP3EI,
yaitu antara lain sebagai:
(a) acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian untuk
menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka pelaksanaan percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di bidang tugas masing-masing, yang
dituangkan
dalam
dokumen
rencana
strategis
masing-masing
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagai bagian dari dokumen
perencanaan pembangunan; dan
(b) acuan untuk penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait.
Selain itu, MP3EI juga dapat menjadi acuan bagi badan usaha dalam menanamkan
modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
sedangkan koordinasi pelaksanaan MP3EI dilakukan oleh Komite Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI).
Saat ini, Pemerintah tengah menyelesaikan payung hukum dan aturan terkait
undang-undang pertanahan serta pemberian tax allowance, dan tax holiday untuk
investor. Selain itu, Pemerintah juga tengah membentuk Komite Percepatan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) hingga ke tingkat
pemerintah daerah.
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
mengenai potensi terjadinya stagnasi produksi dan inflasi (stagflasi), dapat
-L.2 dijelaskan sebagai berikut. Gejolak ekonomi yang melanda Amerika Serikat, Eropa
dan Jepang, potensi penurunan kinerja ekonomi China serta belum selesainya
konflik geopolitik yang terjadi di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara
dikhawatirkan akan menimbulkan kontraksi dan perlambatan pertumbuhan
ekonomi internasional. Namun, seiring dengan upaya pemulihan ekonomi
internasional melalui serangkaian paket kebijakan ekonomi, serta stimulus fiskal
yang dilaksanakan pemerintah negara-negara tersebut, yang didukung oleh
kawasan regional (UE) dan lembaga keuangan internasional, diharapkan
perekonomian internasional tetap dapat tumbuh positif. Munculnya kesadaran
bersama akan kondisi perekonomian yang dihadapi, dan potensi dampak
negatifnya terhadap perekonomian global secara menyeluruh, telah mendorong
rasa solidaritas, sehingga semakin memperkuat jalinan kerja sama antar negara
untuk mengatasi krisis ekonomi.
Pemerintah Indonesia, juga telah mencermati dan akan terus mewaspadai potensi
dampak negatif melambatnya pertumbuhan ekonomi internasional tersebut, antara
lain melalui serangkaian kebijakan untuk memperkuat fundamental ekonomi
nasional, mengelola lalu lintas kapital dengan cermat, serta mendorong upaya
peningkatan produksi dalam negeri guna menciptakan swasembada bahan pangan
sehingga dapat mengurangi impor.
Sehubungan dengan itu, dalam rangka mitigasi dan meminimalkan dampak negatif
dari berbagai risiko yang akan dihadapi ke depan, Pemerintah telah dan akan
menyiapkan sejumlah instrumen proteksi, termasuk penciptaan sistem peringatan
dini (early warning system). Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,
Pemerintah juga tengah mempersiapkan skenario pengambilan tindakan (crisis
management protocol) dalam hal risiko yang terjadi berdampak luas kepada
perekonomian, dan mengarah pada terjadinya krisis ekonomi. Sementara itu,
untuk menjaga sustainabilitas fiskal dari kemungkinan terjadinya berbagai risiko
buruk, dalam RAPBN 2012 Pemerintah juga menganggarkan cadangan risiko fiskal,
sebagai langkah antisipasi apabila terjadi perubahan berbagai asumsi makro yang
berpengaruh negatif terhadap APBN 2012.
Menanggapi pertanyaan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, mengenai masalah
kedaulatan dan ketahanan pangan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Sebagaimana
diketahui, bahwa sektor pangan merupakan salah satu prioritas nasional yang
harus dikembangkan secara berkelanjutan, karena pangan berperanan penting
dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional, khususnya dalam hal pertumbuhan
perekonomian nasional, pengentasan kemiskinan, dan penyerapan tenaga kerja.
Krisis pangan dan gejolak kenaikan harga pangan yang terjadi dapat menyebabkan
instabilitas pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan angka kemiskinan dan
angka pengangguran. Oleh karena itu, Pemerintah berkewajiban untuk
-L.3 meningkatkan ketahanan dan kemandirian pangan di dalam negeri, demi
terwujudnya stabilitas perekonomian nasional.
Salah satu upaya yang dilakukan terkait dengan ketahanan pangan adalah
peningkatan produksi padi dan beras. Kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan
produksi beras telah dilakukan dengan serius, dan hasilnya ditunjukkan oleh
kenaikan produksi beras. Pada tahun 2011 ini diperkirakan produksi beras sebesar
68,06 juta ton GKG (ARAM II), meningkat 1,59 juta ton (2,40 persen)
dibandingkan dengan produksi padi pada tahun 2010. Pemerintah secara terus
menerus berusaha meningkatkan kualitas data produksi yang dihasilkan, untuk itu
pada tahun 2010 telah dilakukan sensus lahan oleh Departemen Pertanian dalam
bentuk audit lahan sawah di pulau Jawa, yang secara bertahap akan dilakukan di
pulau lain di Indonesia.
Pemerintah menyadari bahwa cadangan pangan sangat diperlukan bagi
terpeliharanya ketahanan pangan (food security). Latar belakang dari hal tersebut
antara lain adalah: (1) produksi pangan tidak dihasilkan sepanjang waktu, dan
secara merata; (2) masih banyaknya penduduk miskin yang rentan terhadap rawan
pangan; (3) banyak daerah di Indonesia yang rawan terhadap bencana alam;
(4) diperlukannya stabilisasi harga pangan; dan (5) dalam rangka memenuhi
komitmen dalam kerangka kerjasama Internasional mengatasi masalah pangan,
dengan memberikan kontribusi cadangan pangan, seperti halnya partisipasi
Indonesia dalam ASEAN (+ China) Food Security Rice Reserve. Karena itu, dalam
RAPBN 2012 dialokasikan anggaran untuk cadangan beras pemerintah (CBP), serta
direncanakan penyediaan cadangan stabilitas harga pangan, sebagai langkah
antisipasi terhadap terjadinya shortage persediaan pangan. Cadangan beras
pemerintah tersebut disediakan untuk: (1) mengatasi gejolak harga pangan di
dalam negeri; dan (2) menyediakan bantuan pangan dalam kondisi darurat akibat
bencana. Mekanisme pemanfaatan cadangan beras pemerintah (CBP) diatur
dengan SKB Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat.
Di samping itu, Pemerintah juga akan melaksanakan kebijakan-kebijakan strategis,
antara lain:
1. Peningkatan produksi pangan (terutama padi, daging sapi, dan ikan) melalui:
ekstensifikasi dan intensifikasi lahan pertanian; peningkatan produktivitas,
dengan penyediaan sarana pertanian, teknologi dan penyuluhan; serta
peningkatan kualitas pasca panen dan perlindungan lahan pertanian pangan
berkelanjutan.
2. Peningkatan akses pangan masyarakat melalui: diversifikasi konsumsi pangan,
stabilisasi harga pangan, efisiensi distribusi dan logistik pangan, serta
penyediaan pangan bersubsidi untuk keluarga miskin.
-L.4 3. Peningkatan kualitas konsumsi melalui: peningkatan mutu pangan
(pengolahan hasil) dan peningkatan ketersediaan sumber protein terutama
ikan.
Dalam rangka peningkatan produktivitas pertanian dan mendukung program
ketahanan pangan, Pemerintah tetap memberikan subsidi pupuk, benih, maupun
maupun subsidi bunga kredit di sektor pertanian. Di samping itu, Pemerintah juga
menyediakan dan menyalurkan bantuan pupuk, benih, dan pestisida secara cepat,
dan menyalurkan bantuan biaya usaha tani (ganti rugi) bagi daerah atau petani
yang mengalami puso dan terkena bencana akibat iklim ekstrim. Kebijakan
tersebut dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2011 tentang
Pengamanan Produksi Beras Nasional Dalam Menghadapi Cuaca Ekstrim.
Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2011
tentang Bantuan Langsung Benih Unggul dan Pupuk. Dalam perpres ini,
Pemerintah memberikan Bantuan Langsung Benih Unggul dan Pupuk kepada
petani melalui kelompok tani yang meliputi Benih Padi, Jagung, dan Kedelai serta
Pupuk NPK dan Organik.
Berkaitan dengan permasalahan manajemen stok dan distribusi bahan pangan,
terutama bahan pangan pokok seperti beras, Pemerintah telah melaksanakan
beberapa kebijakan, antara lain:
a.
Bekerja sama dalam forum TPI dan TPID yang telah terbentuk di lebih dari 55
kota dari target 66 kota yang menjadi acuan dalam survei inflasi BPS untuk
pengelolaan cadangan dan distribusi bahan pangan;
b. Bekerja sama dengan aparat penegak hukum, Polri dan Kejaksaan Agung,
untuk menindak secara tegas dan menjatuhkan sanksi yang tegas terhadap aksi
spekulasi dan penimbunan barang yang dilakukan oleh pedagang;
c.
Mengumumkan secara berkala kepada masyarakat tentang perkembangan
harga dan ketersediaan barang kebutuhan pokok, sehingga dapat meredam
ekspektasi harga yang berlebihan di masyarakat;
d. Mengoptimalkan operasi pasar dengan menetapkan harga beras yang
terjangkau oleh masyarakat, yaitu berada di bawah harga pembelian beras
Pemerintah kepada Bulog.
Pemerintah memang melakukan impor untuk bahan pangan tertentu, namun hal
itu dilakukan secara selektif dalam rangka memperkuat ketahanan pangan dalam
negeri, misalnya impor beras yang dilakukan untuk menjaga stok beras pemerintah
di Bulog dengan tujuan utama menjaga stabilitas harga beras dalam negeri.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai adanya
indikasi neraca perdagangan RI menuju angka negatif, dapat disampaikan
penjelasan sebagai berikut. Secara kumulatif, pertumbuhan total ekspor Indonesia
sejak awal tahun 2010 hingga awal tahun 2011 lebih rendah bila dibandingkan
-L.5 dengan pertumbuhan impor. Namun, mulai awal tahun 2011, kinerja ekspor
Indonesia mengalami kenaikan cukup pesat, hingga pada bulan Juni 2011
pertumbuhan total ekspor Indonesia mencapai 36% (ytd), lebih tinggi bila
dibandingkan dengan pertumbuhan total impor yang sebesar 32,8% (ytd). Kinerja
ekspor Indonesia mulai awal tahun 2011 masih menunjukkan trend peningkatan
yang didukung oleh kenaikan pada ekspor komoditi nonmigas, khususnya sektor
manufaktur dan pertambangan.
Berdasarkan komposisi ekspor nonmigas selama periode Januari – Juni 2011,
sektor manufaktur masih mendominasi, dengan kontribusi sebesar 76,8%,
sementara sektor pertambangan sebesar 19,9%, dan sektor pertanian sebesar 3,2%.
Kinerja ekspor Indonesia yang didominasi oleh sektor manufaktur dan
pertambangan, diperkirakan masih cukup tinggi, mengingat pertumbuhan kedua
sektor tersebut secara kumulatif masih menunjukkan kecenderungan meningkat.
Beberapa indikator yang mempengaruhi tren peningkatan kinerja ekspor Indonesia
dapat dilihat dari adanya perubahan komposisi negara tujuan utama ekspor
Indonesia dan peningkatan pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal.
Adanya kenaikan ekspor Indonesia ke negara-negara dengan pertumbuhan
ekonomi tinggi, seperti negara-negara ASEAN, China, dan Jepang menunjukkan
bahwa permintaan internasional terhadap produk dalam negeri masih cukup besar,
dan prospek ekspor ke depan masih cukup kondusif. Selanjutnya, dengan masih
adanya kecenderungan peningkatan pada pertumbuhan impor bahan baku dan
barang modal oleh kalangan industri domestik, menunjukkan bahwa kondisi
industri dalam negeri masih stabil, dan optimis untuk meningkatkan kapasitasnya.
Peningkatan pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal juga memberikan
kontribusi yang positif dalam mendukung laju ekspor Indonesia.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai perlunya
Pemerintah terus mengoptimalkan posisinya sebagai negara emerging economy,
pada dasarnya Pemerintah sependapat untuk meningkatkan kualitas kerjasama
perdagangan dan ekonomi dengan kelompok negara-negara lain. Sampai dengan
saat ini, Indonesia telah turut berpartisipasi pada beberapa organisasi kelompok
negara, dan keikutsertaan Indonesia dipandang aktif dalam organisasi negaranegara tersebut. Untuk mengoptimalkan posisi Indonesia sebagai salah satu negara
emerging economy, Indonesia saat ini menjadi salah satu negara pada organisasi
G20 (satu-satunya negara di ASEAN). Sebagai informasi, bahwa G20 adalah
kelompok negara-negara ekonomi utama di dunia. Mereka mewakili sekitar 90
persen ekonomi dunia dan 80 persen perdagangan dunia. Keberadaan organisasi
negara ini sangat menentukan maju mundurnya perekonomian dunia. Dengan
keikutsertaan dalam kelompok organisasi negara G20, diharapkan Indonesia dapat
mendayagunakan secara optimal posisinya di G20 dalam merombak tata ekonomi
dunia.
-L.6 Selain itu, kerjasama dengan kekuatan ekonomi baru, seperti kelompok Brasil,
Russia, India, dan China (BRIC) akan lebih mudah dilakukan (kelompok negara
BRIC juga merupakan anggota G20). Demikian juga di tingkat ASEAN, dengan
menjadi anggota G20, Indonesia menjadi satu-satunya wakil negara ASEAN dalam
organisasi tersebut, meskipun secara hukum tidak dapat mengklaim mewakili
ASEAN dalam G20, namun terdapat kesempatan yang dapat menciptakan kondisi
yang tepat bagi Indonesia untuk memainkan peran strategis di tingkat regional. Hal
ini dikarenakan dengan menjadi anggota G20 dapat menciptakan kesempatan
besar bagi Indonesia untuk mempromosikan kepentingan ASEAN dalam proses
G20.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera,
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa mengenai pertumbuhan ekonomi, maka dapat kami sampaikan penjelasan
sebagai berikut.
RAPBN tahun 2012 disusun dengan berpedoman pada Kerangka Ekonomi Makro,
Pokok-pokok Kebijakan Fiskal, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012.
Penyusunan RAPBN tahun 2012 juga memperhatikan saran dan pendapat DPR RI,
serta pertimbangan DPD RI yang disampaikan dalam forum pembicaraan
pendahuluan beberapa waktu yang lalu. Selain itu, faktor lainnya yang menjadi
pedoman dalam penyusunan RAPBN 2012 adalah sasaran-sasaran jangka
menengah yang ingin dicapai sebagaimana tercantum di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014.
Pada prinsipnya, Pemerintah juga memiliki rasa optimisme yang sama bahwa
kinerja perekonomian domestik di tahun 2012 akan lebih baik. Namun demikian,
dalam menyusun berbagai target ekonomi makro, termasuk pertumbuhan
ekonomi, Pemerintah berupaya untuk tetap realistis, memperhitungkan
perkembangan terkini berbagai indikator kinerja perekonomian global maupun
domestik, serta berbagai tantangan yang akan dihadapi pada tahun 2012. Target
pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang disusun oleh Pemerintah sebesar 6,7
persen, sudah lebih tinggi jika dibandingkan dengan target yang diprediksi oleh
IMF, yaitu sebesar 6,5 persen. Target pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2012
tersebut dinilai cukup realistis, mengingat perekonomian domestik pada tahun
2012 akan menghadapi berbagai tantangan, baik yang bersumber dari eksternal
maupun internal.
Sebagaimana diketahui bersama, akhir-akhir ini ekonomi dunia dilanda berbagai
guncangan, yang berpotensi mempengaruhi perkembangan ekonomi di berbagai
kawasan, termasuk Indonesia. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju pada
tahun 2011 dan tahun 2012 diperkirakan akan melambat bila dibandingkan dengan
pertumbuhannya di tahun 2010, terutama Amerika Serikat, Jepang, dan negaranegara Eropa. Krisis keuangan yang melanda Eropa, meningkatnya inflasi dan
-L.7 risiko overheating perekonomian di Tiongkok dan India, serta krisis fiskal di
Amerika Serikat merupakan tantangan bagi perekonomian dunia ke depan,
termasuk Indonesia. Berbagai faktor risiko eksternal tersebut perlu diperhitungkan
dan diantisipasi dalam memproyeksikan target pertumbuhan ekonomi di tahun
2012.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Golongan Karya
bahwa momentum yang ada saat ini harus dimanfaatkan untuk terus meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2011, perekonomian Indonesia diperkirakan
mampu tumbuh 6,5 persen. Kondisi ini terutama didukung oleh membaiknya
kinerja investasi dan ekspor, stabil dan cenderung menguatnya pendapatan dan
daya beli masyarakat, serta terjaganya stabilitas makro ekonomi. Pemerintah akan
berupaya semaksimal mungkin untuk mendorong percepatan pencapaian
pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara bertahap, sebagaimana direncanakan di
dalam RPJMN 2010-2014. Langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi tersebut antara lain meliputi: peningkatan daya
beli masyarakat antara lain melalui pengendalian laju inflasi, meningkatkan nilai
tukar petani, mendorong realisasi penyerapan anggaran, memperbaiki iklim
investasi, dan mendorong peningkatan saya saing produk dalam negeri dalam
rangka meningkatkan kinerja ekspor.
Untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi di tahun 2011 dan
2012, dari sisi belanja negara, alokasi belanja modal pemerintah akan difokuskan
untuk memperbaiki dan meningkatkan ketersediaan infrastruktur dalam rangka
mendukung pembangunan koridor ekonomi dan peningkatan domestic
connectivity, serta terciptanya ketahanan pangan dan energi. Upaya tersebut
antara lain ditempuh melalui implementasi Masterplan Percepatan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pembangunan dan perbaikan
infrastruktur serta sistem jaringan transportasi perkotaan. Untuk mendukung
berbagai upaya tersebut, pemerintah juga mendorong keterlibatan yang lebih luas
bagi BUMN dan sektor swasta.
Terkait dengan upaya untuk mendorong peningkatan kinerja investasi, Pemerintah
telah menyiapkan berbagai strategi di tahun 2012, antara lain dengan:
(i) menyederhanakan prosedur investasi melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) dengan pengembangan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi
Secara Elektronik (SPIPISE), yang dilakukan secara bertahap di kabupaten/kota;
(ii) mendorong pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui penetapan
lokasi KEK; (iii) meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengembangan Kerjasama
Pemerintah dan Swasta (KPS), terutama dalam investasi penyediaan infrastruktur
dan energi; (iv) meningkatkan efektivitas strategi promosi investasi melalui
peningkatan investasi unggulan daerah (regional champions), dan pengembangan
sektor unggulan, seperti infrastruktur, energi dan pangan; serta (v) meningkatkan
upaya penyebaran investasi dan alih teknologi melalui akselerasi pemanfaatan
-L.8 berbagai kebijakan fiskal dan nonfiskal, terkait dengan peningkatan daya tarik
investasi yang telah ada, serta meningkatkan penggunaan komponen lokal.
Selanjutnya, untuk mendorong peningkatan ekspor, terutama nonmigas, kebijakan
perdagangan luar negeri diarahkan pada peningkatan daya saing produk ekspor
nonmigas. Kebijakan tersebut dilakukan melalui diversifikasi pasar, serta
peningkatan keberagaman dan kualitas produk, yang didukung oleh penguatan
perdagangan dalam negeri untuk menjaga kestabilan harga, kelancaran arus
barang, serta menciptakan iklim usaha yang sehat.
Untuk mencapai arah kebijakan tersebut, strategi yang akan dilakukan adalah:
(i) mendorong upaya diversifikasi pasar tujuan ekspor untuk mengurangi tingkat
ketergantungan kepada pasar ekspor tertentu; (ii) meningkatkan keberagaman dan
kualitas produk, terutama untuk produk-produk manufaktur yang bernilai tambah
lebih besar, berbasis pada sumber daya alam, dan permintaan pasarnya besar;
(iii) meningkatkan kualitas perluasan akses pasar, promosi, dan fasilitasi ekspor
nonmigas di berbagai tujuan pasar ekspor melalui pemanfaatan skema kerja sama
perdagangan
baik
bilateral,
regional,
maupun
multilateral;
serta
(iv) mengendalikan impor produk-produk yang berpotensi menurunkan daya saing
produk domestik di pasar dalam negeri. Di sisi lain, fokus prioritas peningkatan
ekspor di tahun 2012 adalah: (i) peningkatan diversifikasi pasar tujuan eskpor;
(ii) peningkatan kualitas dan keberagaman produk ekspor; serta (iii) peningkatan
fasilitas ekspor.
Salah satu bagian dari prioritas peningkatan ekspor adalah pembangunan
pariwisata. Peningkatan daya saing pariwisata tersebut diupayakan untuk
meningkatkan penerimaan devisa dalam rangka mendorong pertumbuhan
ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Upaya-upaya yang akan
dilakukan adalah: (i) mengembangkan destinasi pariwisata; (ii) mengembangkan
usaha, industri, dan investasi pariwisata; (iii) mengembangkan pemasaran dan
promosi pariwisata di dalam dan luar negeri; serta (iv) mengembangkan sumber
daya pariwisata.
Pemerintah juga sependapat mengenai perlunya investasi diarahkan pada sektor
yang padat karya, seperti pertanian dan industri manufaktur dengan desa sebagai
basisnya. Sektor industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar PDB
nasional. Kebijakan sektor industri pada tahun 2012, untuk tujuan jangka pendek
diarahkan pada pengamanan pasar domestik dari produk impor, serta berbagai
upaya harmonisasi tarif. Sedangkan untuk tujuan jangka panjang, diarahkan pada
revitalisasi industri melalui penciptaan klaster industri berbasis sumber daya alam,
sumber daya manusia terampil, dan industri untuk memenuhi permintaan pasar
dalam negeri. Sementara itu, untuk sektor pertanian,
Pemerintah telah
mengupayakan langkah-langkah untuk mendukung pertumbuhan sektor ini antara
lain dengan tetap memberikan subsidi pertanian berupa subsidi harga benih/bibit
(padi, jagung, kedelai) dan pupuk (urea, SP-36, ZA, NPK, dan organik), serta
-L.9 subsidi bunga kredit (Kredit Ketahanan Pangan dan energy/KKP-E, Kredit
Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan/KPEN-RP, Kredit
Usaha Pembibitan Sapi/KUPS).
Khusus untuk sektor lain yang menjadi prioritas pengembangan adalah sektor
pengangkutan dan komunikasi, yang diperkirakan tumbuh sebesar 13,6 persen
pada tahun 2012. Pengembangan sektor tersebut dilakukan dalam rangka
mendukung tercapainya peningkatan daya saing sektor riil, dengan sasaran antara
lain:
(a) meningkatnya keterhubungan wilayah untuk memperlancar arus distribusi
barang dan manusia; (b) meningkatnya keselamatan masyarakat terhadap
pelayanan sarana dan prasarana transportasi; (c) meningkatnya kapasitas sarana
dan prasarana transportasi untuk mengurangi backlog maupun bottleneck
kapasitas prasarana transportasi dan sarana transportasi antarmoda dan
antarpulau yang terintegrasi sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak
biru transportasi multimoda; (d) meningkatnya prosentase jumlah ibukota
kabupaten/kota yang dilayani jaringan broadband hingga mencapai sekurangkurangnya 76 persen dari total ibukota kabupaten/kota; (e) meningkatnya
prosentase ibukota provinsi yang terhubung dengan jaringan backbone serat optik
nasional hingga mencapai 50 persen; serta (f) melanjutkan beroperasinya fasilitas
jasa akses telekomunikasi di 33.186 desa dan Pusat Layanan Internet Kecamatan di
5.748 ibukota kecamatan.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai
Amanat Nasional, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Fraksi
Partai Hati Nurani Rakyat mengenai target angka kemiskinan dan angka
pengangguran pada tahun 2012, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan adalah elemen yang tidak
bisa ditinggalkan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat, karena
pertumbuhan ekonomi yang tinggi menggambarkan terjadinya peningkatan dan
perluasan kegiatan ekonomi suatu negara. Peningkatan tersebut akan memperluas
terbukanya kesempatan kerja baru bagi rakyat. Di samping itu, pertumbuhan
ekonomi yang positif memungkinkan suatu negara untuk meningkatkan
kemampuannya dalam melakukan akumulasi modal (baik fisik maupun modal
sumber daya manusia), dan memacu inovasi teknologi, yang kemudian akan
berdampak pada peningkatan produktivitas. Terbukanya lapangan pekerjaan baru,
dan peningkatan produktivitas, pada akhirnya berimplikasi positif pada
penghasilan yang diterima rakyat, yang pada akhirnya dapat memperbaiki tingkat
kesejahteraan rakyat. Kemiskinan merupakan isu yang dinamis, dan sangat
kompleks. Permasalahan kemiskinan secara berkesinambungan telah menjadi
prioritas dalam pembangunan, dan bersifat multisektoral. Berkaitan dengan itu,
Pemerintah telah secara konsisten menempuh 4 pilar pembangunan sebagai
-L.10 strategi utama kebijakan fiskal, yaitu pro-growth, pro-job, pro-poor, dan proenvironment.
Untuk pengentasan kemiskinan, sejak tahun 2011, strategi yang ditempuh
Pemerintah diperluas menjadi 4 (empat) klaster. Klaster 1, lebih difokuskan untuk
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat miskin, antara lain melalui program
Jamkesmas, Raskin, PKH, bea siswa bagi siswa miskin. Klaster 2, difokuskan untuk
melibatkan masyarakat miskin dalam kegiatan pembangunan dalam rangka
meningkatkan dan menjaga kesinambungan pendapatan masyarakat miskin
melalui PNPM. Klaster 3, difokuskan untuk meningkatkan akses masyarakat
miskin dalam memperoleh pendanaan untuk usaha melalui KUR. Klaster 4,
difokuskan untuk memenuhi kebutuhan yang terjangkau oleh masyarakat miskin,
antara lain rumah sangat murah, angkutan umum murah, dan listrik murah.
Dalam rangka menurunkan tingkat kemiskinan, kebijakan pengalokasian
pengeluaran yang dilakukan pemerintah akan diutamakan pada upaya untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang pro-rakyat miskin, dan penciptaan
lapangan kerja, meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin dan upaya
menurunkan jumlah penduduk miskin di daerah melalui program-program
pengentasan kemiskinan yang efektif dan tepat sasaran. Pada tahun 2012,
Pemerintah tetap melanjutkan program sosial dalam bentuk: (i) program
Jamkesmas; (ii) Program Keluarga Harapan (PKH); (iii) program PNPM
perdesaan, perkotaan, infrastruktur perdesaan, daerah tertinggal dan khusus, serta
infrastruktur sosial ekonomi wilayah; (iv) program Bantuan Operasional Sekolah
(BOS); dan (v) program Raskin.
Dalam upaya pengentasan kemiskinan jangka menengah dan panjang, Pemerintah
juga telah melaksanakan amanat undang-undang, yaitu dengan menganggarkan 20
persen dari total APBN untuk sektor pendidikan. Pemerintah juga meyakini bahwa
salah satu cara untuk memutus rantai kemiskinan adalah melalui pendidikan.
Berkaitan dengan itu, Pemerintah senantiasa berupaya memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat, terutama dalam mendapatkan layanan pendidikan dasar minimal 9
tahun, yang diintegrasikan dengan program-program kesejahteraan lainnya.
Sementara itu, upaya untuk pengurangan pengangguran dilakukan melalui
peningkatan pembangunan infrastruktur pada sektor-sektor yang mempunyai
multiplier effect bagi perekonomian, dan mempunyai kontribusi positif bagi
pengurangan pengangguran. Dalam rangka mempercepat penurunan tingkat
pengangguran, Pemerintah telah dan akan terus melaksanakan berbagai program
pemberdayaan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan masyarakat agar
menjadi sumber daya manusia yang mandiri, perluasan dan pengembangan
kesempatan kerja dengan kegiatan-kegiatan padat karya produktif, padat karya
infrastruktur, penerapan teknologi tepat guna, dan pengembangan wirausaha baru.
Semua kegiatan tersebut, pada hakekatnya ditujukan untuk memberikan peluang
dan kesempatan kerja, baik di perdesaan maupun di perkotaan, meningkatkan
-L.11 produktivitas pertanian di perdesaan serta meningkatkan aksesibilitas daerah
terpencil. Untuk itu Pemerintah optimis, bahwa penurunan tingkat pengangguran
dan kemiskinan dapat terus dilakukan, baik di tahun 2011 maupun di tahun 2012
dan sesudahnya.
Seiring dengan meningkatnya perekonomian, tingkat pengangguran terbuka juga
mengalami penurunan tiap tahunnya. Pada Februari 2011, jumlah angkatan kerja
mencapai 119,4 juta orang, sementara jumlah orang yang bekerja mencapai 111,3
juta orang. Dengan demikian, terdapat 8,1 juta orang penganggur yang sedang
mencari pekerjaan atau tingkat pengangguran sebesar 6,80 persen. Dibandingkan
dengan kondisi Agustus 2010, jumlah angkatan kerja sebesar 116,5 juta orang,
sedangkan jumlah orang yang bekerja sebesar 108,2 juta, sehingga terdapat 8,3 juta
orang penganggur yang sedang mencari pekerjaan atau tingkat pengangguran
sebesar 7,14 persen. Sementara itu, terkait dengan kemiskinan, peningkatan
pertumbuhan ekonomi telah mampu menurunkan kemiskinan, sebesar 1,00 juta
orang, dari jumlah penduduk miskin sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen) pada
Maret 2010, menjadi 30,02 juta orang (12,49 persen) pada Maret 2011.
Seiring dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian global, dukungan
terhadap upaya penggerakan sektor riil juga terus ditingkatkan, dengan
meneruskan program-program pro rakyat agar mampu menyerap lebih banyak
tenaga kerja, sehingga tingkat pengangguran dan kemiskinan dapat menurun.
Iklim investasi yang lebih baik juga lebih ditingkatkan melalui upaya penegakan
hukum, harmonisasi UU kebijakan penanaman modal, mengatasi kemacetan pada
masalah pertanahan dan tata ruang, serta perbaikan birokrasi yang diarahkan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Langkah tersebut ditempuh guna
mengurangi ekonomi biaya tinggi yang sampai saat ini masih menjadi hambatan di
sektor riil dan dunia usaha.
Terhadap pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi
Partai Kebangkitan Bangsa mengenai target inflasi pada tahun 2012 dapat
disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pada dasarnya Pemerintah memiliki
pandangan yang sama, bahwa tingkat inflasi perlu dikendalikan pada level yang
rendah, dalam rangka memberikan lingkungan yang kondusif bagi tercapainya
stabilitas perekonomian nasional, dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Target inflasi yang diusulkan Pemerintah dalam asumsi dasar ekonomi makro
RAPBN tahun 2012 sebesar 5,3 persen masih berada dalam kisaran target inflasi
Bank Indonesia tahun 2012, yaitu sebesar 4,5% ± 1. Target inflasi tersebut dinilai
masih relevan, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bila dilihat selama lima tahun terakhir, tingkat inflasi nasional mencapai sekitar
6-7 persen, kecuali pada tahun 2008 sebesar 11,06 persen (tahun 2008 terjadi
-L.12 krisis keuangan dunia), dan tahun 2009 sebesar 2,78 persen (biasanya setelah
terjadi inflasi yang tinggi, kemudian inflasi berikutnya cenderung rendah).
2. Apabila dilihat dari besaran inflasi tahun kalender 2011 (Januari sampai dengan
Juli) yang mencapai sebesar 1,74 persen, dan apabila pada bulan-bulan yang
tersisa (Agustus sampai dengan Desember) tidak terjadi sesuatu yang luar biasa,
maka pemenuhan kebutuhan masyarakat (pangan dan non pangan) di pasar
sangat mungkin atau dengan kata lain terdapat potensi bahwa inflasi tahun 2011
tidak sampai pada angka yang ditetapkan pada APBN-P 2011 sebesar 5,65
persen.
3. Dengan tingkat inflasi di tahun 2011 yang terkontrol, pertumbuhan ekonomi
yang cukup baik, faktor-faktor alam, dan kemungkinan adanya berbagai
kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi atau memicu inflasi, maka
penetapan asumsi inflasi tahun 2012 sebesar 5,3 persen sangat beralasan.
Inflasi nasional, bila dibandingkan dengan inflasi negara-negara se-kawasan, tidak
berbeda signifikan, bahkan dapat dikatakan seimbang atau setara. Hal ini, dapat
dijelaskan dan ditunjukkan dengan perbandingan angka inflasi negara-negara
kawasan sebagai berikut :
1. Inflasi Mei 2011: Indonesia 0,12 persen; Malaysia 0,30 persen; Philipina 0,20
persen; Singapura 0,60 persen; Vietnam 2,21 persen; Pakistan 0,23 persen; dan
China 0,10 persen.
2. Inflasi Juni 2011 juga tidak banyak berbeda: Indonesia 0,55 persen; Philipina
0,50 persen; Singapura deflasi 0,20 persen; Vietnam 1,09 persen; Pakistan 0,55
persen; Malaysia 0,30 persen, dan China 0,30 persen.
3. Untuk inflasi year-on-year Juni 2011: Indonesia 5,54 persen; Philipina 5,20
persen; Singapura 5,20 persen; Vietnam 20,82 persen; Pakistan 13,13 persen;
Malaysia 3,50 persen, dan China 6,40 persen.
4. Tidak banyak berbeda dengan inflasi year-on year Juni 2011, inflasi year-onyear Mei 2011 Indonesia mencapai 5,98 persen, termasuk moderat; Philipina
5,00 persen; Singapura 4,50 persen; Vietnam 19,78 persen; Pakistan 13,23
persen; Malaysia 3,30 persen dan China 5,50 persen.
5. Inflasi Indonesia year-on-year Juli 2011 sebesar 4,61 persen diperkirakan juga
seimbang dengan inflasi untuk periode yang sama dari negara-negara
sekawasan.
Pemerintah menyadari bahwa sumber-sumber tekanan inflasi bersifat kompleks,
baik itu yang berasal dari sisi eksternal maupun internal. Salah satu sumber
tekanan inflasi dari sisi eksternal, yaitu berasal dari gejolak harga energi dan bahan
pangan di pasar internasional, yang berdampak terhadap peningkatan harga energi
dan bahan pangan di berbagai kawasan, termasuk Indonesia. Di samping itu,
dampak perubahan iklim dan bencana alam menimbulkan gangguan produksi,
-L.13 sehingga turut mendorong kenaikan harga. Tekanan inflasi dari sisi eksternal pada
tahun 2012 diperkirakan akan berkurang. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh
kecenderungan menurunnya tingkat inflasi negara mitra dagang Indonesia seiring
dengan melambatnya kinerja perdagangan dunia sebagai dampak krisis fiskal
Amerika Serikat dan Eropa. Di sisi lain, apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat sebagai dampak dari menguatnya arus modal masuk (capital
inflow) ke dalam negeri diperkirakan akan turut menjadi faktor yang akan
mengurangi tekanan inflasi ke depan, terutama dari sisi barang-barang impor
(imported goods).
Dari sisi internal, sumber inflasi antara lain karena adanya gap antara sisi
permintaan dan penawaran, terutama pada komponen volatile food. Untuk
mengatasi permasalahan pada komponen volatile food, Pemerintah terus berupaya
untuk menetapkan kebijakan pre-emptive guna menjamin dan meningkatkan
pasokan dan kesediaan beberapa komoditas pangan utama pada level yang aman,
sehingga dapat mencukupi kebutuhan nasional sampai akhir tahun berjalan.
Untuk meredam gejolak harga yang diakibatkan oleh kenaikan harga bahan
pangan, beberapa kebijakan telah dan akan dilakukan oleh Pemerintah, antara lain:
a. Meningkatkan produksi, pasokan, dan kelancaran arus distribusi bahan
kebutuhan pokok masyarakat, antara lain melalui inisiatif pembentukan koridorkoridor ekonomi, pelaksanaan MP3EI, surplus beras 10 juta ton hingga tahun
2014, dan penganekaragaman bahan pangan dengan merujuk pada kearifan
lokal.
b. Meningkatkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) pada level yang aman,
minimum 1,5 juta ton per tahun, serta melakukan operasi pasar dan pasar murah
di banyak daerah dengan frekuensi yang semakin ditingkatkan.
c. Mempersiapkan pembentukan Pusat Informasi Harga (PIH) guna
mengumumkan secara berkala kepada masyarakat tentang perkembangan harga,
dan ketersediaan barang kebutuhan pokok, sehingga dapat menahan ekspektasi
harga yang berlebihan di masyarakat.
d. Menggunakan Dana Cadangan Stabilitas Harga Pangan untuk mengantisipasi
dampak yang ditimbulkan karena gangguan cuaca dan distribusi.
Di samping itu, Pemerintah juga berupaya untuk memperbaiki distribusi pangan
melalui program pembangunan infrastruktur. Terkait dengan pembangunan
infrastruktur, Pemerintah berupaya untuk meningkatkan peran serta pihak swasta
melalui skema Public-Private Partnership (PPP). Dengan kebijakan tersebut,
diharapkan arus distribusi dan pasokan bahan pangan semakin lancar, sehingga
pada akhirnya dapat menekan kenaikan harga. Dengan berbagai upaya tersebut
diatas,diharapkan laju inflasi dapat terkendali, sehingga asumsi inflasi dalam
RAPBN tahun 2012 dapat tercapai.
-L.14 Sementara itu, Pemerintah juga terus berupaya untuk meningkatkan sinergi
kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil, baik yang berada di tingkat pusat maupun
daerah, agar pengendalian inflasi dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Upaya
pengendalian inflasi di daerah berjalan semakin baik seiring dengan meningkatnya
kesadaran Pemerintah dan masyarakat di sebagian besar daerah untuk memantau
dan mengambil langkah-langkah strategis dalam mengendalikan kenaikan hargaharga barang dan jasa.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera,
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Hati Nurani
Rakyat mengenai kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah, dapat dijelaskan
sebagai berikut.
Sepanjang tahun 2011, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
diperkirakan akan cenderung menguat, sejalan dengan masih kuatnya arus modal
masuk ke Indonesia. Di lain pihak, dengan kecenderungan meningkatnya
perekonomian domestik, kebutuhan akan impor Indonesia, khususnya impor
bahan baku dan barang modal, diperkirakan akan meningkat, sehingga dapat
mendorong depresiasi rupiah di tahun 2012. Karena itu, Pemerintah
memperkirakan pergerakan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tahun
2012 pada kisaran Rp8.800 per dolar Amerika Serikat. Penetapan asumsi nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tersebut, terutama dipengaruhi oleh
kondisi perekonomian global dan domestik, baik dari sisi fundamental maupun
non-fundamental. Pergerakan nilai tukar rupiah tahun 2012 diperkirakan akan
didukung oleh penguatan kinerja neraca perdagangan Indonesia, yang ditunjukkan
oleh meningkatnya nilai impor dan ekspor Indonesia. Peningkatan nilai impor
menunjukkan meningkatnya aktivitas perekonomian nasional yang didorong oleh
peningkatan permintaan domestik. Di sisi lain, kinerja ekspor juga mengalami
peningkatan, walaupun laju pertumbuhannya tidak sepesat pertumbuhan impor
nasional. Kondisi tersebut menjadikan neraca perdagangan (trade balance) dan
neraca transaksi berjalan (current account) tetap positif, meskipun surplus neraca
perdagangan menunjukkan tren penurunan.
Pemerintah dan BI terus berupaya untuk mempertahankan penguatan nilai tukar
dalam rentang yang wajar, guna mendukung perkembangan serta mendorong
optimalisasi kapasitas ekonomi nasional. Kebijakan tersebut dilakukan dalam
rangka mempertahankan daya saing pelaku industri dalam negeri, sehingga dapat
berkompetisi dengan baik di pasar global. Penguatan nilai tukar rupiah yang terlalu
cepat juga akan berimbas negatif terhadap daya saing komoditas ekspor.
Pemerintah menyadari bahwa peningkatan daya saing produk nasional tidak cukup
hanya didukung oleh nilai tukar yang kuat dan stabil, tetapi juga harus ditopang
oleh penciptaan iklim investasi yang kondusif, antara lain melalui penyediaan
infrastruktur yang memadai, dan penerapan teknologi yang optimal.
-L.15 Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai tingginya suku bunga SPN 3
bulan, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut.
Pada lelang terakhir SBI 3 bulan yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada bulan
Oktober 2010 menghasilkan suku bunga sebesar 6,37 persen, sehingga suku bunga
rata-rata SBI 3 bulan selama tahun 2010 mencapai 6,57 persen. Mulai tahun 2011,
Pemerintah menerbitkan SPN 3 bulan sebagai pengganti SBI 3 bulan, dan hingga
bulan Juli 2011 telah dilaksanakan lelang SPN 3 bulan sebanyak 7 kali, dengan ratarata suku bunga sekitar 5,0 persen.
Penetapan tingkat suku bunga SPN 3 bulan sepenuhnya dilakukan berdasarkan
mekanisme pasar melalui proses pelelangan. Dengan demikian, tingkat suku bunga
SPN 3 bulan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian, baik global
maupun domestik. Pada tahun 2012, faktor internal seperti tekanan inflasi,
diperkirakan akan mengalami penurunan sejalan dengan terus membaiknya
koordinasi antara pemerintah dan Bank Indonesia. Harga komoditas di dalam dan
luar negeri diperkirakan tidak terlalu bergejolak, walaupun ancaman perubahan
iklim masih menjadi perhatian bagi kesinambungan pasokan. Tantangan utama
yang dihadapi perekonomian nasional tahun 2012 yang berasal dari faktor
eksternal, terutama persoalan ketidakpastian di kawasan Eropa dan Amerika.
Situasi tersebut akan berpotensi menyebabkan krisis keuangan yang meluas,
berdampak sistemik, dan kepercayaan yang menurun, serta jatuhnya harga surat
utang Negara, yang berpotensi mempengaruhi kesehatan sektor keuangan dan
perbankan.
Penetapan asumsi suku bunga SPN 3 bulan telah mempertimbangkan perkiraan
kondisi perekonomian global. Meskipun pertumbuhan ekonomi global
diperkirakan masih akan membaik pada tahun 2012, namun kondisi fiskal negaranegara Eropa, Jepang dan Amerika Serikat berpotensi mendorong terjadinya
pengetatan likuiditas global. Hal tersebut diperkirakan akan menyebabkan
perlambatan jumlah modal asing yang masuk ke Indonesia, sehingga akan
memberikan tekanan terhadap suku bunga obligasi Pemerintah. Selain itu, tekanan
inflasi dan peningkatan suku bunga global yang diperkirakan terjadi pada tahun
2012 juga menjadi salah satu pertimbangan penetapan asumsi suku bunga SPN 3
bulan.
Apabila faktor-faktor tersebut di atas bergerak ke arah positif, terdapat potensi
untuk penurunan suku bunga SPN 3 bulan. Di sisi lain, penurunan tingkat bunga
SPN 3 bulan juga akan diupayakan melalui pendalaman pasar SBN domestik, dan
bekerja sama dengan otoritas moneter dalam mengendalikan inflasi. Namun,
seperti instrumen pasar keuangan lainnya, pergerakan tingkat suku bunga SPN 3
-L.16 bulan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal yang berada di luar kendali
Pemerintah, seperti kondisi perekonomian global, dan perubahan appetite
investor, seperti diuraikan di atas. Dalam mengantisipasi faktor eksternal tersebut,
pada tahun 2012, Pemerintah memperkirakan asumsi inflasi sebesar 5,3 persen dan
capital inflow tidak akan sederas tahun 2011, sehingga asumsi tingkat SPN 3 bulan
diperkirakan sebesar 6,5 persen, dimana tingkat bunga riil adalah sebesar 1,2
persen.
Sementara itu, penerbitan SPN 3 bulan dilakukan dalam jumlah yang wajar bagi
kebutuhan benchmarking tingkat bunga Surat Berharga Negara (SBN) seri
variable rate, sehingga tidak menyebabkan peningkatan rasio utang terhadap PDB
secara signifikan. Selanjutnya, dapat pula disampaikan bahwa penggunaan suku
bunga SPN 3 bulan dalam asumsi makro RAPBN 2012 tidak ditujukan untuk
mengontrol sektor moneter, melainkan sebagai dasar perhitungan besaran
pembayaran bunga SBN dalam penyusunan APBN. Namun, apabila diperlukan,
Bank Indonesia dapat memakai SPN 3 bulan sebagai salah satu instrumen moneter
di kemudian hari.
Pemerintah sependapat bahwa dalam rangka membantu sektor riil, suku bunga
perbankan dikendalikan pada tingkat yang lebih rendah. Namun, kiranya perlu
disadari bahwa suku bunga kredit perbankan tidak berkaitan secara langsung
dengan suku bunga SPN yang digunakan sebagai dasar perhitungan postur APBN.
Untuk mendorong penurunan tingkat bunga kredit perbankan, Pemerintah akan
melakukan koordinasi dengan otoritas moneter agar tingkat bunga SPN 3 bulan
juga dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan bagi perbankan dalam
menetapkan margin yang wajar untuk suku bunga kredit.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai
penetapan asumsi harga minyak mentah Indonesia, dapat disampaikan penjelasan
sebagai berikut. Perkembangan harga minyak dunia dipengaruhi oleh multifaktor,
baik dari sisi fundamental maupun geopolitik, dimana harga minyak mentah
Indonesia (ICP) akan dipengaruhi langsung oleh perkembangan harga minyak
dunia. Kecenderungan saat ini, perkembangan harga minyak dunia sedang
mengalami koreksi, sebagai dampak dari membaiknya faktor geopolitik di Afrika
Utara dan Timur Tengah, serta ancaman terjadinya krisis ekonomi global yang
dipicu oleh krisis utang Eropa dan Amerika.
Setiap perubahan harga minyak, selain mempengaruhi penerimaan minyak dan gas
bumi, juga akan mempengaruhi besaran subsidi BBM, dana bagi hasil migas, dan
belanja untuk pendidikan. Oleh karena itu, dalam penentuan asumsi harga minyak
untuk RAPBN 2012, Pemerintah telah mengantisipasi dampak perubahan ICP
terhadap postur APBN, dengan menetapkan asumsi yang moderat.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi
-L.17 Partai Hati Nurani Rakyat terkait asumsi lifting minyak Indonesia pada tahun
2012, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Perkiraan lifting minyak
Indonesia sebesar 950 ribu barel per hari pada tahun 2012 ditetapkan dengan
memperhatikan kemampuan produksi dari lapangan eksisting, dan sekaligus
memperhatikan laju penurunan produksi alamiah dari realisasi produksi saat ini,
serta melihat perkembangan rencana poduksi dari rencana pengembangan
lapangan maupun tren peningkatan dari investasi sektor migas. Di samping itu,
perkiraan lifting minyak tersebut juga didasarkan pada kenyataan bahwa
karakteristik produksi minyak bumi rentan terhadap gangguan lapangan, gangguan
teknis, cuaca, masalah undang-undang lingkungan hidup, otonomi daerah, lokal
konten, serta masalah perizinan dan koordinasi antarbirokrasi.
Selama ini, rendahnya pencapaian produksi/lifting minyak bumi terkait dengan
penurunan cadangan minyak bumi nasional yang disebabkan antara lain oleh:
(1) menurunnya kegiatan eksplorasi akibat menurunnya belanja eksplorasi;
(2) penemuan cadangan tidak bisa mengimbangi pengurasan (produksi): reserve
replacement ratio (RRR) < 1; (3) pelaksanaan komitmen eksplorasi terkendala
utamanya oleh hambatan non-teknis selain hambatan teknis.
Selain berbagai faktor tersebut di atas, target lifting tahun 2012 juga
mempertimbangkan realisasi lifting minyak pada tahun 2011. Sampai dengan bulan
31 Mei 2011 rata-rata produksi minyak baru mencapai sebesar 906,5 ribu BOPD
(93,5 persen dari target APBN 2011 sebesar 970 ribu BPOD), sehingga sampai
dengan akhir tahun 2011 lifting minyak diperkirakan hanya mencapai sekitar 945
ribu BOPD. Hal ini antara lain disebabkan oleh: (1) produksi PT. CPI khususnya
dari Lapangan Duri belum dapat kembali optimum setelah kebocoran pipa gas TGI
dan terjadinya pengentalan minyak yang diakibatkan penurunan temperatur akibat
hujan dan banjir; (2) Conocophillips Natuna mengalami penurunan produksi
karena adanya kerusakan peralatan (kebocoran gas cooler); (3) PT. Pertamina EP
mengalami penurunan produksi karena adanya kenaikan kadar air di tambun serta
terputusnya hose di lapangan udang Pertalahan Natuna. Dengan memperhatikan
perkembangan realisasi dan upaya peningkatan produksi tahun 2011, serta
perkiraan adanya tambahan produksi dari pengembangan lapangan tahun 2012,
maka proyeksi lifting/produksi tahun 2012 diperkirakan berkisar pada 930-950
ribu BOPD.
Selain penyelesaian permasalahan pokok yang dapat mempengaruhi pencapaian
target lifting migas (penurunan alamiah, investasi, masalah teknis, serta
pembebasan lahan dan lingkungan hidup), Pemerintah telah dan akan terus
melakukan upaya–upaya peningkatan lifting migas. Untuk mendukung berbagai
langkah tersebut, Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM
Nomor 06/2010 tentang Pedoman Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi,
dan melakukan kajian untuk percepatan produksi migas dari lapangan-lapangan
baru pada wilayah kerja eksplorasi.
-L.18 Pemerintah juga akan berupaya seoptimal mungkin dalam rangka pencapaian
target produksi/lifting migas tahun 2012 sesuai dengan yang telah ditetapkan
melalui peningkatan koordinasi dengan BPMIGAS dan KKKS. Pada dasarnya,
target produksi/lifting migas ditetapkan untuk memacu kinerja KKKS dalam
mengoptimalkan produksi/lifting migas. Beberapa upaya strategis yang akan
dilakukan pemerintah dalam rangka pencapaian target produksi/lifting migas
tahun 2012 antara lain, meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
• Mendorong optimasi produksi pada lapangan eksisting, termasuk penerapan
Enhanced Oil Recovery (EOR);
• Mempercepat proses persetujuan serta monitoring atas pelaksanaan Work
Program & Budget (WP&B), Authorization for Expenditure and Plan of
Development (POD/AFE), dan mendorong proses produksi kembali
lapangan/struktur yang masih berpotensi (Peraturan Menteri ESDM No. 6
Tahun 2010 tentang Pedoman Kebijakan Peningkatan Produksi Migas);
• Mengoptimalkan fungsi Tim Pengawasan Peningkatan Produksi Migas (TP3M);
• Membentuk Tim Monitoring Fasilitas Produksi dalam rangka untuk mengurangi
unplanned shutdown, terutama di wilayah eksplorasi produksi terbesar melalui
langkah-langkah optimalisasi penerapan teknologi perolehan minyak tahap
lanjut, meningkatkan efisiensi operasi, optimalisasi fasilitas produksi dengan
inspeksi rutin, serta meningkatkan kualitas data geosciences;
• Meningkatkan kegiatan eksplorasi dan meningkatkan iklim investasi migas, yang
dilakukan dengan langkah-langkah harmonisasi regulasi dengan sektor
kehutanan (UU No. 41/1999), terutama kepastian proses dan jangka waktu
diterbitkannya izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan
pertambangan, harmonisasi Regulasi dengan sektor Penataan Ruang (UU No.
26/2007) dengan adanya kepastian RTRW Provinsi dan Kabupaten, serta
harmonisasi regulasi dengan sektor keuangan, terutama mengenai fasilitas
berupa insentif fiskal, dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk
meningkatkan investasi di sub sektor minerba.
Selain itu, untuk mendukung percepatan pencapaian produksi, Pemerintah juga
senantiasa mengupayakan dan memonitor pelaksanaan program kerja dan
anggaran KKKS, serta mengevaluasi dan menyelesaikan kendala-kendala yang ada,
dan berkoordinasi dengan instansi terkait. Terkait dengan evaluasi peran
BPMIGAS, Pemerintah menanggapi secara serius atas prakarsa untuk
penyempurnaan UU Migas. Pemerintah, saat ini, sedang melakukan pertimbangan
melalui diskusi dan pendalaman, terkait dengan optimalisasi pengelolaan kegiatan
usaha hulu migas. Di lain pihak, dalam upaya mempercepat peningkatan investasi
di bidang migas, Pemerintah telah memberikan beberapa fasilitas fiskal, di
antaranya insentif atas pajak bea masuk atas barang-barang yang digunakan untuk
operasi perminyakan. Namun demikian, mengingat siklus produksi minyak dan gas
-L.19 bumi membutuhkan persiapan fasilitas produksi dan infrastruktur pendukung
membutuhkan waktu yang relatif lama, maka hasil dari insentif tersebut baru dapat
memberikan manfaat tambahan produksi dalam jangka waktu menengah.
B. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa mengenai rencana pelaksanaan sensus pajak nasional yang
diharapkan dapat meningkatkan basis dan potensi penerimaan perpajakan, dan
perlunya Pemerintah melakukan seleksi terhadap lapisan kelompok dan bidang
usaha yang akan dikenakan pajak, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut.
1.
2.
Bahwa sensus dilaksanakan secara bertahap berdasarkan peta potensi pajak
dan prioritasnya adalah perluasan basis pajak dari lapisan kelompok
masyarakat yang mampu.
Dengan demikian, metode pelaksanaan sensus sesuai dengan pandangan
Dewan yang terhormat.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi
Partai Hati Nurani Rakyat mengenai tax ratio Indonesia yang seharusnya
dapat ditingkatkan pada level 13 persen-13,5 persen, dapat kami jelaskan sebagai
berikut. Pada dasarnya perkembangan penerimaan perpajakan dalam lima tahun
terakhir telah menunjukkan peningkatan yang cukup pesat. Dalam periode 20062010, penerimaan perpajakan mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 16,6
persen. Dari sisi nilai, penerimaan perpajakan telah mengalami peningkatan yang
cukup signifikan, yaitu dari Rp409,2 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp723,3
triliun pada tahun 2010. Dilihat dari kontribusinya terhadap pendapatan negara
dan hibah, penerimaan perpajakan mampu meningkatkan peranannya dari 64,1
persen pada tahun 2006, menjadi 72,7 persen pada tahun 2010, dan diharapkan
mencapai 75,1 persen pada tahun 2011. Sementara itu, tax ratio berfluktuatif pada
kisaran 12-13 persen dalam periode tersebut. Dibandingkan dengan negara-negara
lain, tax ratio Indonesia relatif lebih rendah, dikarenakan terdapat perbedaan
mengenai definisi tax ratio. Di Indonesia, perhitungan tax ratio hanya mencakup
penerimaan perpajakan pusat, tanpa memperhitungkan penerimaan dari pajak
daerah dan penerimaan dari sumber daya alam, sebagaimana diterapkan di negaranegara lain. Oleh karena itu, tax ratio Indonesia tidak bisa dibandingkan secara
langsung dengan tax ratio negara-negara lain.
Dalam tahun 2012, penerimaan perpajakan ditargetkan mencapai Rp1.019,3 triliun,
dengan tax ratio 12,6 persen. Dibandingkan dengan APBN-P 2011, target
penerimaan perpajakan pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar Rp140,7
triliun atau 16 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan alaminya yang sebesar 12
-L.20 persen. Untuk mencapai target penerimaan perpajakan tahun 2012, kami
sependapat dengan Dewan yang terhormat mengenai perlunya Pemerintah terus
melaksanakan extra effort melalui penggalian potensi maupun perbaikan sistem
administrasi perpajakan, seperti melaksanakan sensus pajak nasional,
menghilangkan praktek mafia perpajakan, mengupayakan peningkatan tax
compliance, dan meningkatkan kuantitas penanganan transfer pricing. Untuk itu,
Pemerintah mengharapkan adanya dukungan dan kerjasama dari seluruh
komponen masyarakat, khususnya dukungan dari legislatif agar dapat
melaksanakan seluruh program yang telah direncanakan.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan mengenai perlunya Pemerintah melakukan upaya-upaya
pengamanan penerimaan melalui pencegahan kebocoran penerimaan perpajakan,
pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi, serta mengurangi tax evasion
(penghindaran pajak). Berkaitan dengan itu, Pemerintah telah dan akan melakukan
berbagai kebijakan yang bertujuan untuk mengamankan penerimaan perpajakan.
Dalam rangka mengantisipasi kebocoran penerimaan perpajakan, Pemerintah telah
melakukan upaya untuk melanjutkan reformasi perpajakan (Jilid II), yang
difokuskan pada reformasi sistem dan manajemen sumber daya manusia (SDM),
sehingga menghasilkan SDM yang lebih berkualitas dan berintegritas tinggi, dan
reformasi pada teknologi informasi dan komunikasi (TIK), sehingga lebih
terintegrasi. Salah satu bentuk implementasi dari kedua fokus reformasi tersebut
adalah program PINTAR (Project for Indonesia Tax Administration Reform).
Selain itu, upaya reformasi perpajakan jilid II tersebut juga didukung dengan
pembentukan Direktorat Kepatuhan Internal & Transformasi Sumber Daya
Aparatur (KITSDA), yang berfungsi untuk melakukan pengawasan dan
pemeriksaan internal. Dengan adanya KITSDA ini, maka proses pengawasan dan
pemberian punishment pada pegawai yang menyalahgunakan wewenangnya dapat
dilakukan.
Sementara itu, kegiatan ekstensifikasi (perluasan basis pajak) lebih difokuskan
pada penambahan jumlah wajib pajak orang pribadi potensial, dengan pendekatan
berbasis pemberi kerja, properti, dan profesi. Kegiatan ini merupakan upaya
memberikan pelayanan proaktif untuk membantu wajib pajak yang telah
memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Sebagai hasilnya, jumlah wajib pajak yang ber-NPWP telah meningkat dari sekitar
7 jutaan pada tahun 2007 menjadi sekitar 20 jutaan pada tahun 2010. Untuk tahun
2012, kegiatan ekstensifikasi antara lain akan dilakukan melalui kebijakan berupa
pemberian NPWP secara jabatan.
Kegiatan ekstensifikasi ini, untuk selanjutnya akan dipertajam dengan pelaksanaan
sensus pajak nasional yang direncanakan akan dilakukan pada akhir tahun 2011.
Kegiatan sensus ini merupakan kegiatan penyisiran dan pencacahan terhadap
potensi pajak (wajib pajak dan objek pajak) yang dilakukan oleh DJP dalam rangka
-L.21 ekstensifikasi (menjaring wajib pajak yang belum terdaftar dan objek pajak yang
belum sepenuhnya dipajaki) pada tahun 2011 dan 2012. Secara umum, sensus
pajak nasional bertujuan untuk perluasan basis pajak, peningkatan penerimaan
pajak, peningkatan jumlah pelaporan SPT, serta pemutakhiran dan pertukaran data
WP. Dalam pelaksanaannya, sensus ini akan dilakukan pada orang pribadi sebagai
pelaku bisnis, perusahaan atau badan, dan highrise building di kawasan bisnis dan
kawasan pemukiman potensial. Lebih lanjut, pelaksanaan sensus pajak nasional ini
juga diharapkan akan dapat mengurangi upaya penghindaran pajak.
Sejalan dengan itu, kegiatan intensifikasi perpajakan, tetap dilakukan melalui
kegiatan mapping, profiling, dan benchmarking, dimana setiap tahun terjadi
kenaikan jumlah wajib pajak yang dibuat profilnya. Selain itu, intensifikasi juga
dilakukan melalui kegiatan pemeriksaan, penagihan, dan penyidikan.
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar Pemerintah
lebih serius dan tegas untuk melakukan extra effort dalam rangka menghapus
mafia perpajakan, meningkatkan tax compliance, khususnya WP KPP Wajib Pajak
Besar, dan KPP Khusus, serta menurunkan tingkat tax evasion melalui upaya
transfer pricing, khususnya oleh perusahaan asing, dapat disampaikan penjelasan
sebagai berikut.
Pemerintah sependapat dengan masukan dari Dewan yang terhormat mengenai
perlunya melakukan extra effort. Terkait dengan upaya menurunkan tingkat tax
evasion melalui upaya transfer pricing, sejak tahun 2007 Direktorat Jenderal
Pajak telah memiliki unit khusus yang melakukan penanganan transfer pricing.
Unit khusus tersebut adalah Seksi Transaksi Transfer Pricing dan Transaksi
Khusus Lainnya, serta Seksi Pemeriksaan Transaksi Perusahaan Grup, yang
keduanya berada di bawah Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
Selain itu, sejak tahun 2007, Direktorat Jenderal Pajak juga telah dan akan terus
melanjutkan diklat transfer pricing kepada para
pemeriksa, Account
Representative, Kepala KPP Madya, Khusus, dan Large Tax Office, serta Penelaah
Keberatan dan petugas banding, baik di dalam maupun di luar negeri.
Dalam rangka meningkatkan kuantitas penanganan transfer pricing, telah
dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a) Setiap KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kanwil
DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya di seluruh Indonesia diwajibkan untuk
melakukan pemeriksaan khusus transfer pricing minimal 4 Wajib Pajak untuk
setiap KPP.
b) Setiap Kanwil DJP yang berada di Wilayah Jakarta diwajibkan untuk
melakukan pemeriksaan simultan terhadap perusahaan-perusahaan yang
berada di bawah satu grup, minimal 1 grup untuk setiap Kanwil.
-L.22 Selanjutnya, dalam rangka peningkatan kualitas penanganan transfer pricing akan
diberikan technical assitance oleh pegawai yang mempunyai kompetensi memadai
di bidang transfer pricing pada setiap level penanganan masalah transfer pricing,
yaitu di level analisis risiko, level pemeriksaan, level keberatan ,dan level banding.
Terkait dengan upaya pemberantasan mafia pajak, selain bekerja sama dengan
institusi/lembaga hukum lainnya, Pemerintah juga telah melakukan beberapa
upaya pencegahan di lingkungan internal Direktorat Jenderal Pajak, dengan antara
lain (1) mengembangkan sistem whistle blowing yang efektif; (2) melakukan rotasi
besar-besaran tenaga fungsional pemeriksa pajak, dalam rangka memutus
hubungan kolutif yang merupakan salah satu sumber terbentuknya mafia
perpajakan;
(3) memperbaiki kualitas pemeriksaan untuk mengurangi jumlah sengketa pajak;
(4) meningkatkan peran Komite Pengawas Perpajakan dalam rangka meningkatkan
efektivitas pengawasan terhadap kepatuhan internal; dan (5) melakukan pengujian
kepatuhan internal secara tematik.
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai
Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai
perlunya peninjauan ulang dan kehati-hatian dalam penetapan pajak untuk UKM
sebesar 3 persen dari omzet, karena mencederai rasa keadilan dan berpotensi
menimbulkan menimbulkan blacklash, dapat disampaikan penjelasan sebagai
berikut. Pengenaan tarif pajak sebesar 3 persen dari omzet UKM masih dalam
tahap kajian, dan saat ini sedang dikaji lebih mendalam oleh Kementerian
Keuangan dengan berkonsultasi kepada Kementerian KUKM. Pemerintah akan
menjadikan semua masukan dari Dewan yang terhormat sebagai bahan
pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan penetapan
pajak UKM tersebut. Pada dasarnya tujuan Pemerintah adalah untuk memberikan
kemudahan bagi usaha kecil dan menengah dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya. Dengan kata lain, kajian untuk memberikan kemudahan bagi UKM
dalam aspek perpajakan justru dimaksudkan untuk memenuhi segi keadilan
masyarakat dan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi UKM
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai
tingginya risiko penerimaan perpajakan yang pada RAPBN 2012 mengalami
peningkatan sangat tinggi, mengingat selama ini penerimaan perpajakan selalu
tidak dapat memenuhi targetnya, dan juga menghadapi kondisi ekonomi global
yang terancam krisis AS dan Eropa, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut.
Pemerintah sependapat dengan Dewan yang terhormat, mengenai perlunya
Pemerintah mewaspadai dan mengantisipasi kondisi ekonomi global yang dapat
mempengaruhi penerimaan perpajakan. Namun demikian, Pemerintah cukup
optimis bahwa perkembangan ekonomi pada tahun mendatang masih mampu
mendukung pencapaian sasaran penerimaan perpajakan, dengan didukung oleh
langkah-langkah kebijakan yang tepat.
-L.23 Terkait dengan pencapaian penerimaan perpajakan yang belum pernah memenuhi
targetnya, Pemerintah sependapat mengenai masih perlunya diupayakan langkahlangkah optimalisasi penerimaan perpajakan. Untuk itu, Pemerintah akan selalu
berusaha mengamankan target penerimaan pajak yang telah ditetapkan dalam
APBN melalui persetujuan DPR. Untuk mengamankan target penerimaan tersebut,
telah dilakukan berbagai macam kebijakan, peraturan dan program penggalian
potensi pajak dalam bentuk ekstensifikasi dan intensifikasi.
Terhadap pencapaian target penerimaan perpajakan pada tahun 2008, dapat
dijelaskan bahwa pencapaian tersebut salah satunya dipengaruhi oleh
diberlakukannya program sunset policy, bukan karena adanya restitusi yang
ditahan. Perlu kiranya dijelaskan bahwa ketentuan mengenai restitusi pajak telah
diatur dan ditetapkan waktu penyelesaiannya, sehingga apabila ada keterlambatan
dalam penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) yang
menjadi dasar pencairan restitusi, maka bagi pegawai yang terlambat melakukan
penerbitan tersebut akan dikenakan sanksi.
Terkait dengan pernyataan mengenai perlunya Pemerintah berhati-hati dan bijak
dalam melaksanakan ekstensifikasi pajak, terutama terhadap subyek pajak baru
yang berasal dari para pelaku UMKM, dan pembayar pajak penghasilan dari
kalangan profesional, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Pada dasarnya,
Pemerintah menggunakan pendekatan edukasi, sosialisasi, pembinaan, dan
pelayanan untuk menjaring WP OP Baru, termasuk yang berasal dari para pelaku
UMKM, dan kalangan profesional sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Dirjen
Pajak Nomor SE-94/PJ/2010 tanggal 14 September 2010 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pembinaan, Edukasi, dan Pelayanan kepada WP Orang Pribadi Baru,
dan Surat edaran Dirjen Pajak Nomor SE-113/PJ/2010 tanggal 5 November 2010
tentang Penggalian Potensi dan Pengamanan Penerimaan Pajak WP Orang Pribadi
Baru.
Penjelasan singkat mengenai pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Edukasi adalah upaya aktif yang dilakukan DJP melalui pelatihan mengenai
peraturan perundang-undangan perpajakan dan pengisian SPT.
b. Sosialisasi adalah upaya aktif DJP untuk memberikan informasi kepada
masyarakat luas mengenai berbagai informasi terkait perpajakan baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui berbagai media seperti televisi, surat
kabar, tabloid, radio, spanduk, dan lain-lain.
c.
Pelayanan adalah upaya aktif yang dilakukan oleh DJP dalam rangka
mendukung kelancaran dan kemudahan WP OP Baru untuk menunaikan
kewajiban perpajakannya.
Khusus mengenai ekstensifikasi
pendekatan khusus, yaitu:
UMKM,
-L.24 Pemerintah
sedang
merancang
• Memberikan kemudahan didalam perhitungan kewajiban perpajakannya atau
dasar pengenaan pajaknya
• Memberikan kemudahan didalam mekanisme dan proses pemenuhan kewajiban
perpajakannya
• Diupayakan WP OP Baru dari kalangan UMKM dibina dan diedukasi terlebih
dahulu untuk menjadi WP Patuh, baru kemudian diterapkan Law Enforcement
yang tegas sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.
• Fiskus yang menangani UMKM harus memiliki dedikasi, kemampuan, wawasan,
dan ketrampilan sebagai agen Business Development Service (BDS) bagi para
UMKM.
Pemerintah pada dasarnya sependapat dengan pandangan Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan mengenai pentingnya transparansi dan akuntabilitas
dalam pengelolaan pajak. Sebagai bagian dari sistem keuangan negara, penerimaan
perpajakan
dikelola
oleh
Kementerian
Keuangan
dan
selanjutnya
dipertanggungjawabkan serta dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat yang akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK, sebagai
lembaga pemeriksa atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara,
melakukan audit terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat setiap tahun,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam
pemeriksaan tersebut, BPK tetap memperhatikan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menjamin kerahasiaan
data wajib pajak sehingga transparansi atas pengelolaan penerimaan negara tetap
menjamin kerahasiaan data wajib pajak.
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya mengenai
diperlukannya audit atas penerimaan perpajakan untuk mengetahui berapa besar
penerimaan perpajakan yang sebenarnya, dan sektor apa saja yang memberikan
kontribusi terbesar, mengingat saat ini adalah era keterbukaan informasi, serta
perlunya Pemerintah meningkatkan pelayanan publik sehubungan dengan
pembayaran pajak oleh masyarakat, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut.
Sampai saat ini tidak ada undang-undang yang melarang Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) tidak diperbolehkan untuk melakukan audit terhadap penerimaan
perpajakan. Perlu disampaikan bahwa hampir setiap tahun, Direktorat Jenderal
Pajak (DJP), selalu diaudit oleh BPK terkait dengan penerimaan pajak. Sesuai
dengan kewenangan yang dimilikinya, setiap tahun BPK melakukan pemeriksaan
atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk didalamnya
penerimaan pajak. Terkait dengan keterbatasan untuk mendapatkan akses
terhadap data wajib pajak, dapat disampaikan bahwa Menteri Keuangan dapat
-L.25 memberikan izin tertulis untuk memberikan informasi tentang WP kepada pihak
yang ditunjuknya, termasuk BPK, dengan pertimbangan untuk kepentingan negara.
Terkait dengan perlunya Pemerintah meningkatkan pelayanan publik karena
masyarakat telah membayar pajak, Pemerintah sependapat, dan akan terus
berusaha meningkatkan pelayanan publik melalui pembangunan infrastruktur yang
bersumber dari dana perpajakan. Dengan ditingkatkannya pelayanan publik
diharapkan masyarakat dapat merasakan manfaat dari membayar pajak dan secara
tidak langsung akan mendorong mereka untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya, dan pada akhirnya akan meningkatkan kembali penerimaan
perpajakan.
Terhadap pandangan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai perlunya
pemisahan fungsi Direktorat Jenderal Pajak dengan Pengadilan Pajak, dapat
diberikan penjelasan sebagai berikut. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan
Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda satu sama lain. DJP
mempunyai tugas untuk mengamankan target penerimaan pajak dengan
berpedoman pada UU KUP, UU PPh, UU PPN dan UU PBB. Tugas DJP tersebut
termasuk di dalamnya adalah melakukan penelaahan atas hasil pemeriksaan
melalui proses pengajuan keberatan yang dilakukan oleh WP. Sementara itu,
Pengadilan Pajak (PP) mempunyai tugas untuk menyelesaikan sengketa pajak yang
terjadi antara DJP dengan WP dengan berpedoman pada UU Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Pengadilan Pajak (PP) tidak hanya memberikan
putusan atas sengketa pajak yang terjadi di DJP, akan tetapi juga atas sengketa
yang terjadi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Hal ini menunjukkan bahwa
DJP dan PP memiliki fungsi yang berbeda, sehingga DJP tidak mempunyai
kewenangan sama sekali terhadap segala keputusan yang diambil oleh Hakim
Pengadilan Pajak.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai
perlunya mengoptimalkan pendapatan negara di bidang kepabeanan dan cukai,
dan perlunya menjalankan roadmap cukai secara konsekuen, dengan didukung
implementasi Indonesia National Single Window (INSW) yang lebih baik, dapat
diberikan penjelasan sebagai berikut. Penerimaan kepabeanan dan cukai yang
terdiri atas penerimaan cukai, bea masuk, dan bea keluar telah memberikan
kontribusi yang cukup signifikan terhadap penerimaan perpajakan. Target dan
realisasi penerimaan kepabeanan cukai dari tahun ke tahun selalu mengalami
peningkatan. Pada tahun 2006, penerimaan kepabeanan dan cukai adalah sebesar
Rp51,00 triliun, meningkat menjadi Rp95,08 triliun pada tahun 2010, dan
diharapkan mencapai Rp115,02 triliun pada tahun 2011. Dalam RAPBN 2012,
penerimaan kepabeanan dan cukai ditargetkan mencapai Rp114,87 triliun, atau
menurun 0,13 persen bila dibandingkan dengan target APBN-P 2011. Faktor yang
mempengaruhi turunnya penerimaan kepabeanan dan cukai pada tahun 2012
-L.26 adalah turunnya penerimaan bea keluar yang dipengaruhi oleh harga CPO di pasar
internasional, yang diperkirakan mengalami penurunan, sehingga akan
berpengaruh terhadap tarif bea keluar yang diberlakukan.
Namun demikian, Pemerintah sependapat dengan pandangan Dewan yang
terhormat mengenai penerimaan kepabeanan dan cukai masih dapat dioptimalkan,
meskipun fungsi utama kepabeanan dan cukai bukan untuk penerimaan. Dalam
rangka mengoptimalkan penerimaan kepabeanan dan cukai tersebut, Pemerintah
telah dan akan tetap melakukan berbagai kebijakan strategis, perbaikan sistem,
prosedur dan administrasi di bidang pelayanan dan pengawasan, baik yang bersifat
intensifikasi maupun ekstensifikasi objek cukai.
Kebijakan strategis di bidang kepabeanan dan cukai dalam rangka optimalisasi
penerimaan perpajakan sebagaimana dituangkan dalam RAPBN tahun 2012 antara
lain adalah tetap konsisten melanjutkan program reformasi birokrasi lingkungan
Direktorat Jendral Bea dan Cukai, serta menjalankan pokok-pokok kebijakan di
bidang kepabeanan dan cukai pada tahun 2012.
Optimalisasi di bidang kepabeanan antara lain akan dilakukan melalui:
(a) peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi barang impor;
(b) peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang; (c) optimalisasi kolektibilitas
piutang kepabeanan; (d) perubahan kebijakan bea keluar, terutama berkaitan
dengan tarif dan jenis barang kena bea keluar; (e) optimalisasi fungsi unit
pengawasan melalui peningkatan patroli darat dan laut; serta (f) peningkatan
pengawasan di daerah perbatasan terutama jalur rawan penyelundupan.
Optimalisasi di bidang cukai, antara lain akan dilakukan melalui: (a) kenaikan tarif
cukai hasil tembakau; (b) intensitas kegiatan pemantauan kepatuhan pengusaha;
(c) optimalisasi kolektibilitas piutang cukai; dan (d) peningkatan pengawasan
terhadap peredaran Barang Kena Cukai ilegal.
Untuk meningkatkan sektor pelayanan, Pemerintah akan tetap mengupayakan:
(a) penyempurnaan implementasi Indonesia National Single Windows (INSW);
(b) pelayanan kepabeanan 24 jam sehari 7 hari seminggu di pelabuhan-pelabuhan
utama; (c) implementasi Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) untuk
mengurangi penumpukan barang di pelabuhan; dan (d) pengembangan otomasi
pelayanan di bidang kepabenanan dan cukai.
Sementara itu, peningkatan sektor pengawasan antara lain dilakukan melalui:
(a) pola profiling secara sistematis dalam rangka risk management;
(b) penyempurnaan analisis audit; (c) pendeteksian dini atas pelanggaran; dan
(d) penentuan kewenangan penindakan dan penyidikan.
Terkait dengan pelaksanaan roadmap cukai, Pemerintah akan tetap berupaya
untuk menjalankan kebijakan tersebut sesuai dengan roadmap industri hasil
tembakau.
-L.27 Terkait dengan implementasi INSW yang merupakan sistem layanan publik yang
terintegrasi baik pelayanan, pengawasan dan penanganan lalu lintas barang,
Pemerintah tetap berkomitmen untuk memperbaiki pelaksanaan INSW agar
tujuannya dapat tercapai. Adapun tujuan penerapan INSW adalah untuk
meningkatkan kecepatan penyelesaian proses ekspor impor melalui peningkatan
efektivitas dan kinerja sistem layanan yang terintegrasi antar seluruh entitas yang
terkait, efisiensi waktu dan biaya, meningkatkan validitas dan akurasi data dan
informasi, meningkatkan daya saing perekonomian nasional, dan mendorong
investasi. Mengingat INSW melibatkan sekitar 15 (lima belas) instansi Pemerintah
antara lain: BPOM, Kemendag, Badan Karantina Pertanian, Ditjen Perdagangan
Luar Negeri, Kemenkes, Bapeten, Ditjen Postel, Kementerian ESDM, Kemhan,
Kementerian Lingkungan Hidup, Kepolisian, maka implementasinya akan
dilaksanakan melalui peningkatan koordinasi antar instansi terkait yang lebih baik
lagi agar setiap instansi dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai
dengan ketentuan secara lebih optimal.
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Golongan Karya dan Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai penurunan PNBP dalam RAPBN
2012, dapat kiranya dijelaskan sebagai berikut. Perkiraan lebih rendahnya target
PNBP dalam tahun 2012 dibandingkan dengan targetnya dalam APBN-P 2011
terutama disebabkan oleh perkiraan lebih rendahnya penerimaan dari sektor SDA
migas, berkaitan dengan lebih rendahnya perkiraan harga minyak, yaitu dari
US$95 per barel dalam APBN-P 2011 menjadi US$ 90 dalam RAPBN 2012,
meskipun dari sisi produksi ada peningkatan target lifting minyak mentah dari 945
ribu bph pada tahun 2011 menjadi 950 ribu bph pada tahun 2012.
Lebih rendahnya perkiraan harga minyak dalam tahun 2012 tersebut didasarkan
pada berbagai pertimbangan, termasuk aspek fundamental yang mempengaruhi
harga minyak dunia. Pertama, relatif stabilnya permintaan minyak dunia sejalan
dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi China dan India. Kedua, stabilnya
persediaan dan distribusi minyak dunia. Ketiga, penurunan tersebut sejalan
dengan tren penurunan harga komoditas di pasar dunia yang mengalami
penurunan. Keempat, meredanya permasalahan geopolitik di kawasan Timur
Tengah.
Di samping itu, upaya peningkatan PNBP yang berasal dari SDA senantiasa
dilakukan dengan memperhatikan masalah ketahanan energi nasional. Pemerintah
terus melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pengembangan dan
pemanfaatan atas Energi Baru Terbarukan (EBT). Dalam RKP tahun 2012,
Pemerintah telah mencantumkan arah kebijakan energi nasional yang bertumpu
pada sumber daya alam yang dimiliki, guna mencapai kemandirian ketersediaan
energi nasional. Ketersediaan energi naisonal tersebut tidak hanya bertumpu pada
energi fosil (migas dan batubara), namun juga diarahkan guna mengembangkan
energi baru dan terbarukan, meliputi panas bumi, biofuel, dan lainnya. Hal tersebut
-L.28 dilakukan tidak hanya untuk mencapai target bauran energi nasional, namun juga
guna mendukung penanggulangan perubahan iklim.
Pemerintah sependapat agar sektor layanan publik tidak dijadikan sebagai sumber
penerimaan negara. Untuk itu, upaya peningkatan penerimaan dari PNBP K/L
yang bersifat public service tersebut akan dilakukan melalui peningkatan kualitas
pelayanan masyarakat, perbaikan administrasi dan pelaporan atas penerimaan, dan
revisi atas jenis dan tarif PNBP pada Kementerian/Lembaga.
Terhadap pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera berkaitan dengan
permintaan untuk melakukan audit kinerja kepada BPMIGAS dan KKKS dalam
rangka monitoring pencapaian lifting minyak untuk mengoptimalkan penerimaan
SDA migas, serta pembenahan iklim investasi di sektor hulu secara progresif, dan
peningkatan upaya ekslorasi ladang baru, dapat disampaikan tanggapan sebagai
berikut. Pemerintah sependapat atas prakarsa untuk penyempurnaan UU Migas
No. 22/2001 berkaitan dengan evaluasi peran BPMIGAS. Pemerintah, saat ini
sedang melakukan pertimbangan melalui diskusi dan pendalaman, terkait dengan
optimalisasi pengelolaan kegiatan usaha hulu migas.
Berkaitan dengan permintaan audit kinerja kepada BPMIGAS, saat ini Menteri
Keuangan telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk
melakukan audit kinerja terhadap BPMIGAS sehubungan dengan realisasi lifting
minyak yang di bawah dari target yang ditetapkan.
Sementara itu, terkait dengan permintaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
kepada Pemerintah untuk memperhatikan secara serius antara upaya menaikkan
PNBP dari SDA dengan upaya ketahanan energi, sehingga eksploitasi SDA
berimplikasi kepada cadangan nasional yang semakin cepat habis, dan mengancam
ketahan energi nasional dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Untuk
menjaga ketahanan energi nasional, Pemerintah telah melakukan perubahan
paradigma dalam pengelolaan sumber daya energi, dari revenue based menjadi
economic growth, dimana pemanfaatan sumber daya energi lebih ditekankan dan
diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri. Di samping itu,
dalam rangka menjaga kemandirian energi nasional, dimasa yang akan datang,
Pemerintah juga akan mengembangkan sumber energi lainnya (non-minyak), serta
terus mengupayakan pencapaian target bauran energi nasional yang telah
ditetapkan oleh INPRES No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Selanjutnya, menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai optimalisasi penerimaan SDA,
khususnya dari sektor migas, Pemerintah sependapat untuk menghilangkan segala
hambatan investasi di sektor migas, guna meningkatkan penerimaan migas. Untuk
mewujudkan hal tersebut, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya
pembenahan, tidak hanya di sektor migas, akan tetapi juga di segala sektor untuk
-L.29 memperbaiki iklim investasi dalam negeri. Terkait dengan PNBP Migas dapat
disampaikan hal-hal sebagai berikut:
• Untuk meningkatkan produksi dalam rangka pencapaian target PNBP,
Pemerintah telah membentuk Tim Pengawasan Peningkatan Produksi Minyak
dan Gas Bumi (TP3M). Pemerintah senantiasa melakukan koordinasi dengan
instansi terkait guna peningkatan kinerja BPMIGAS.
• Pemerintah dan BPMIGAS senantiasa melakukan pengawasan terhadap kinerja
KKKS. Selain itu saat ini telah dilakukan monitoring lifting migas secara real
time di beberapa titik serah migas yang memiliki volume lifting relatif besar.
• Minyak mentah bagian negara sampai dengan saat ini diutamakan untuk
memenuhi kebutuhan kilang dalam negeri, dan dalam keadaan tertentu dapat
diekspor.
• Untuk menjaga ketahanan energi nasional, Pemerintah telah melakukan
perubahan paradigma pengelolaan sumber daya energi, dari revenue based
menjadi economic growth, dimana pemanfaatan sumber daya energi lebih
ditekankan dan diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam
negeri.
Sementara itu, upaya–upaya yang telah dilakukan agar PNBP SDA Pertambangan
Umum dapat ditingkatkan dengan tetap mengendalikan tingkat produksi adalah :
• Penetapan harga patokan batubara agar tercapai optimalisasi penerimaan
negara dan menjadi acuan bagi produsen dan konsumen batubara.
• Kerjasama dengan instansi terkait dan instansi pemeriksa (Tim OPN dan BPKRI) dalam pemeriksaan seluruh IUP dan PKP2B atas kewajiban PNBP yang telah
disetorkan, agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain harga,
tonase, tarif royalti, tata cara penyetoran PNBP, dan biaya penjualan.
• Optimalisasi PNBP SDA Pertambangan Umum dari PKP2B dan Izin Usaha
Pertambangan (IUP).
• Meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait antara
lain dengan: melakukan pengawasan produksi dan penjualan batubara produksi
IUP, serta menertibkan Perda yang bertentangan dengan perundang-undangan,
contoh : royalti IUP disetorkan ke kas daerah.
• Mengintensifkan verifikasi dan penagihan kewajiban keuangan (iuran tetap,
royalti, dan DHPB (Dana Hasil Produksi Batubara).
• Meningkatkan inventarisasi IUP terbitan Pemda Kabupaten/Kota dan Provinsi
di seluruh Indonesia.
• Verifikasi PNBP atas penjualan ekspor batubara.
-L.30 Dalam rangka peningkatan penerimaan negara dari sektor PNBP dan pajak daerah,
Pemerintah melakukan amandemen kontrak karya sebagaimana amanat Pasal 169
UU No. 4 Tahun 2009. Salah satu pasal dalam kontrak karya yang akan
diamandemen, yaitu tentang pajak-pajak dan lain-lain kewajiban keuangan
perusahaan dan posisi Pemerintah adalah:
• PNBP: Iuran Tetap dan Royalti/Iuran Eskploitasi, disesuaikan dengan PP No.
45 Tahun 2003 tentang tarif atas jenis Penerimaan Bukan Pajak yang berlaku
pada KESDM;
• Pajak daerah untuk Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, disesuaikan
dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Selanjutnya, menanggapi pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa untuk
mendukung
percepatan
pencapaian
produksi,
Pemerintah
senantiasa
mengupayakan dan memonitor pelaksanaan program kerja dan anggaran KKKS,
serta mengevaluasi dan menyelesaikan kendala-kendala yang ada, dan
berkoordinasi dengan instansi terkait. Berkaitan dengan fasilitas fiskal, Pemerintah
telah memberikan beberapa fasilitas fiskal maupun nonfiskal, di antaranya berupa
insentif atas pajak bea masuk atas barang-barang yang digunakan untuk operasi
perminyakan. Mengingat siklus pemproduksian minyak dan gas bumi
membutuhkan penyiapan fasilitas produksi dan infrastruktur pendukung
membutuhkan waktu yang relatif lama, maka hasil dari insentif tersebut baru dapat
memberikan manfaat tambahan produksi dalam jangka waktu menengah.
Upaya-upaya untuk mendorong laju investasi adalah dengan melakukan :
• Harmonisasi regulasi dengan sektor kehutanan (UU No. 41/1999), terutama
kepastian proses dan jangka waktu diterbitkannya izin pinjam pakai kawasan
hutan untuk kepentingan pertambangan.
• Harmonisasi regulasi dengan sektor penataan ruang (UU No. 26/2007) dengan
adanya kepastian RTRW Provinsi dan Kabupaten.
Harmonisasi regulasi dengan sektor keuangan; terutama mengenai fasilitas berupa
insentif fiskal, dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk meningkatkan
investasi di subsektor minerba.
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera berkaitan dengan
penerimaan SDA kehutanan, dapat dijelaskan bahwa faktor utama yang mendorong
penurunan tersebut adalah lebih rendahnya penerimaan dari dana reboisasi, akibat
berkurangnya luasan dan potensi produksi kayu dari hutan alam, sejalan dengan
program pelestarian hutan. Hal ini, tidak lepas dari adanya kebijakan Pemerintah
berupa penundaan penerbitan izin baru dalam rangka menyeimbangkan dan
menyelaraskan pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, serta
upaya penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang dilakukan melalui penurunan
emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Kebijakan tersebut tertuang dalam
-L.31 Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan
Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Dalam upaya
pemanfaatan hutan yang dapat memberi manfaat optimal, akan dilakukan antara
lain: (a) peningkatan tarif dan diversifikasi sumber PNBP; (b) kenaikan harga
patokan; (c) peningkatan pengawasan melalui penguatan online system;
(d) peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan; (e) pencabutan Perda yang
bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP; dan (f) perbaikan
sistem pembayaran PNBP atas penggunaan kawasan hutan yang berdasarkan
realisasi penggunaan kawasan hutan.
Sementara itu, terkait dengan penerimaan SDA perikanan, dapat dijelaskan bahwa
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan penerimaan
dari pengelolaan SDA perikanan melalui: (a) pemulihan dan pengkayaan
sumberdaya ikan; (b) penguatan armada perikanan nasional dan prasarana
perikanan tangkap; (c) pengembangan usaha perikanan tangkap terpadu;
(d) mendorong dibentuknya PMA; dan (e) pengembangan pelabuhan perikanan. Di
samping itu, juga akan dilakukan upaya antara lain: (a) optimalisasi pelayanan dan
penertiban perijinan usaha; (b) peningkatan sarana dan prasarana pengawasan
sumber daya kelautan dan perikanan dalam rangka pencegahan illegal fishing; dan
(c) meningkatkan penyediaan lahan industri dan fasilitas sarana dan prasarana di
pelabuhan perikanan (melalui minapolitan). Saat ini, sedang dilakukan
pembahasan revisi Harga Patokan Ikan antara Kementerian Kelautan dan
Perikanan bersama Kementerian Perdagangan.
Dalam rangka optimalisasi PNBP, akan dilakukan diversifikasi PNBP melalui
kerjasama dengan pihak ketiga tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil dan
pungutan pemeriksaan fisik kapal. Diversifikasi PNBP melalui kerja sama dengan
pihak ketiga tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pungutan pemeriksaan
fisik kapal.
Selanjutnya, terkait dengan pengelolaan BUMN agar dapat berkontribusi optimal
bagi negara, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah telah melakukan upaya untuk
memperbaiki kinerja BUMN dengan menerapkan program good corporate
governance (GCG). Program tersebut menerapkan lima dasar prinsip, yaitu:
informasi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, kesetaraan dan
kewajaran. Aspek-aspek baru dalam implementasi GCG di lingkungan BUMN
adalah kewajiban untuk memiliki statement of corporate intent (SCI). SCI
merupakan komitmen perusahaan terhadap pemegang saham dalam bentuk
kontrak yang menekankan pada strategi dan upaya manajemen yang didukung
dengan dewan komisaris dalam mengelola perusahaan.
Selanjutnya, dalam rangka menerapkan mekanisme korporasi yang kuat untuk
menopang peningkatan value BUMN secara berkelanjutan, maka diperlukan:
(a) peningkatan kualitas manajemen untuk menjadi akuntabel dan transparan;
(b) penguatan proses suksesi dan seleksi pimpinan BUMN dan meningkatkan
-L.32 struktur kompensasinya; dan (c) penerapan proses penetapan dan evaluasi kinerja
yang lebih ketat melalui Dewan Komisaris BUMN.
Salah satu inisiatif strategis utama untuk menjadikan BUMN sebagai world class
corporation, yaitu melalui: (a) transformasi budaya untuk menyamai internal best
practices dimana salah satu hal penting dalam transformasi budaya kerja adalah
peran kepemimpinan; (b) peningkatan kualitas SDM; (c) merekrut tim manajemen
terbaik; dan (d) mempertahankan standar-standar good corporate governance
(GCG).
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai
Hati Nurani Rakyat berkaitan dengan permintaan agar Pemerintah lebih berani
melakukan renegosiasi kontrak-kontrak pertambangan migas, dan meninjau
kembali UU No. 22 tahun 2001, dapat disampaikan bahwa pada dasarnya
Pemerintah sependapat dengan pandangan tersebut, dan akan mulai mengevaluasi
kembali kontrak-kontrak pertambangan umum untuk perbaikan ke depan.
Pemikiran tersebut tentunya harus mempertimbangkan berbagai aspek, seperti
pemanfaatan SDA yang lebih optimal untuk bangsa dan negara, konservasi alam
yang berwawasan lingkungan, serta iklim investasi yang stabil ke depan.
Kontrak-kontrak yang telah ada, pada saat ditandatangani telah memperhatikan
prinsip keadilan para pihak, dan hak serta kewajiban para pihak. Dengan adanya
perubahan-perubahan situasi dan kondisi yang mendasari pembuatan kontrak
tersebut, menyebabkan kesepakatan tersebut dianggap tidak adil. Untuk itu,
Pemerintah akan berupaya untuk melakukan renegosiasi kontrak-kontrak yang
ada, yang dirasakan merugikan negara, sehingga dapat mencapai prinsip keadilan
sesuai dengan kondisi saat ini. Pelaksanaan renegosiasi tersebut, tentunya
dimungkinkan sepanjang dapat disepakati oleh para pihak.
Dalam kaitannya dengan renegosiasi Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara, Pemerintah akan melakukan langkahlangkah sebagai berikut:
• Menetapkan tarif iuran tetap dan tarif iuran produksi (royalti) sesuai dengan PP
45/2003 selama tarif tersebut lebih tinggi dari yang tercantum dalam kontrak;
• Mengevaluasi rencana kerja jangka panjang perusahaan untuk menetapkan luas
wilayah kerja Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan dan Perusahaan
Batubara;
• Mendorong pembayaran PNBP secepatnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Disamping itu, Pemerintah juga menanggapi secara serius atas prakarsa DPR untuk
melakukan penyempurnaan UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
-L.33 Pemerintah, saat ini sedang melakukan pertimbangan melalui diskusi dan
pendalaman terkait dengan optimalisasi pengelolan kegiatan usaha hulu migas.
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai
Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya, dapat kiranya dijelaskan bahwa
kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan target PNBP Kementerian/Lembaga
adalah sebagai berikut:
1.
Melakukan review atas jenis dan tarif PNBP dalam PP tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis PNBP yang sudah tidak relevan serta inventarisasi potensi PNBP
yang belum ditempatkan dalam PP tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP.
2. Mengintensifkan sosialisasi pengelolaan PNBP kepada Kementerian/Lembaga
dalam rangka meminimalisir ketidakpatuhan dalam pengelolaan PNBP (seperti
penggunaan langsung) dan belum atau terlambat setor PNBP) dan
pengoptimalan penerimaan negara.
3. Melakukan
monitoring
dan
evaluasi
pengelolaan
PNBP
Kementerian/Lembaga dalam rangka perbaikan pengelolaan PNBP.
pada
Melakukan koordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan
BPKP untuk melakukan audit PNBP melalui Tim Optimalisasi Penerimaan Negara.
C. BELANJA PEMERINTAH PUSAT
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan mengenai perlunya seluruh pembahasan RAPBN 2012
diselenggarakan dengan keberpihakan kepada kepentingan rakyat kecil, dan
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya, menanggapi pandangan mengenai
pelaksanaan politik anggaran yang hingga saat ini hanya mengakibatkan anggaran
peningkatan belanja negara yang ofensif, namun kualitas pertumbuhan ekonomi
masih rendah, dan masih adanya defisit anggaran yang mengancam stabilitas
fiskal, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut. Kebijakan belanja negara tidak
hanya dimaksudkan untuk mengimbangi perubahan asumsi ekonomi makro,
seperti inflasi dan nilai tukar, tapi juga dimaksudkan agar belanja negara tersebut
menjadi penggerak dan pengungkit (leverage) pertumbuhan ekonomi, selain upaya
untuk memenuhi kebutuhan prioritas pembangunan yang tertuang dalam RKP
tahun 2012. Hal ini terutama karena melalui kebijakan dan alokasi anggaran
belanja negara, pemerintah dapat secara langsung melakukan intervensi anggaran
guna mencapai sasaran-sasaran program pembangunan.
Terkait dengan upaya dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat,
pemerintah telah dan akan berusaha untuk mempertajam alokasi anggaran pada
berbagai kegiatan prioritas yang diharapkan memberikan multiplier effect yang
lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan pekerjaan, dan
pengurangan angka kemiskinan.
-L.34 Alokasi anggaran belanja dalam RAPBN 2012 juga diarahkan untuk memberikan
dukungan terhadap: (1) peningkatan belanja infrastruktur untuk mendukung upaya
debottlenecking, peningkatan domestic connectivity, ketahanan pangan, ketahanan
energi, dan kesejahteraan masyarakat; (2) pendanaan bagi kegiatan-kegiatan
multiyears; (3) peningkatan kemampuan pertahanan menuju minimum essential
forces (MEF); (4) peningkatan kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim
(climate change); dan (5) penguatan program-program pro rakyat (Klaster 4).
Program pro rakyat dalam Klaster 4 tersebut terdiri dari: (1) 6 Program Utama:
Rumah Sangat Murah, Kendaraan Angkatan Umum Murah, Air Bersih untuk
Rakyat, Listrik Murah dan Hemat, Peningkatan Kehidupan Nelayan, Peningkatan
Kehidupan Masyarakat Pinggir (Terpinggirkan) Perkotaan; dan (2) 3 Program
Prioritas: Surplus beras 10 juta ton dalam 5-10 tahun, Penciptaan lapangan kerja
guna mengurangi pengangguran 1 juta jiwa/tahun, dan Pembangunan Transportasi
Jakarta.
Oleh sebab itu, dengan keterbatasan sumber-sumber penerimaan negara, dan
banyaknya kebutuhan-kebutuhan wajib yang harus dipenuhi, pemerintah harus
tetap berupaya memenuhi program-program kesejahteraan rakyat tersebut, dengan
melakukan focusing program dan peningkatan efektivitas belanja. Dengan
demikian, pada hakekatnya pemerintah sebenarnya tetap mengendalikan defisit
anggaran secara prudent, transparan dan akuntabel.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai
alokasi anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN sesuai dengan amanat
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dapat kiranya
disampaikan penjelasan sebagai berikut. Dalam upaya menyiapkan SDM yang
mempunyai daya saing tinggi, pemerintah mempunyai komitmen yang kuat dalam
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, dan membuat rakyat sehat. Hal ini
ditandai dengan berbagai program kesehatan yang pro poor, seperti jaminan
kesehatan masyarakat (Jamkesmas), dan jaminan persalinan (Jampersal). Selain
itu, salah satu bentuk komitmen tersebut adalah upaya untuk meningkatkan
anggaran kesehatan dari tahun ke tahun, dengan tetap memperhatikan batas-batas
kemampuan keuangan negara, serta kebutuhan pembiayaan di bidang-bidang yang
lain sesuai dengan skala prioritas nasional dalam rencana kerja pemerintah (RKP).
Dapat disampaikan bahwa kesehatan merupakan salah satu prioritas pembangunan
dalam RKP tahun 2012.
Sasaran-sasaran prioritas kesehatan pada tahun 2012, antara lain:
(1) meningkatnya pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat preventif yang
terpadu; (2) meningkatnya peserta KB baru dan KB aktif; (3) meningkatnya
kualitas dan jangkauan layanan KB melalui klinik pemerintah dan swasta;
(4) meningkatnya jumlah kota di Indonesia yang memiliki RS standar kelas dunia
(world class); (5) meningkatnya persentase ketersediaan obat dan vaksin;
meningkatnya persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang
-L.35 memiliki jaminan kesehatan; dan (6) menurunnya angka kesakitan akibat penyakit
menular. Sementara itu, kegiatan-kegiatan prioritas kesehatan, antara lain: (1)
pembinaan, pengembangan pembiayaan dan jaminan pemeliharaan kesehatan; (2)
pembinaan administrasi kepegawaian; pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan
reproduksi; (3) pembinaan pelayanan kesehatan anak; (4) pembinaan gizi
masyarakat; (5) bantuan operasional kesehatan (BOK); (6) pembinaan upaya
kesehatan rujukan; (7) pelayanan kesehatan rujukan bagi masyarakat miskin
(Jamkesmas); serta (8) pembinaan upaya kesehatan dasar.
Namun demikian, perlu pula disampaikan bahwa APBN merupakan instrumen
utama kebijakan fiskal yang dirancang untuk menjalankan salah satu fungsi
pemerintah sebagai alat alokasi sumber daya, dan bersifat kontrasiklis. Karena itu,
kebijakan APBN harus mampu merespon dinamika rakyat, baik yang terkait
dengan perkembangan perekonomian secara luas, maupun perkembangan
kehidupan rakyat itu sendiri, sehingga diperlukan kebijakan fiskal yang fleksibel.
Penetapan alokasi anggaran untuk sektor tertentu dalam jumlah tertentu, termasuk
alokasi anggaran kesehatan, dapat mempersempit ruang fiskal (fiscal space), serta
mengurangi efektivitas dan fleksibilitas APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal
dalam mengatasi masalah-masalah perekonomian yang dinamis, sehingga
mengakibatkan fungsi pemerintah dan kebijakan fiskal menjadi tumpul.
Selanjutnya, dapat disampaikan pula bahwa amanat untuk mengalokasikan
anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN diatur dalam suatu undangundang, sedangkan pada sisi lain, Undang-Undang APBN memiliki sifat berlaku
khusus (lex specialis), dan memiliki kedudukan yang setara dalam tata urutan
perundangan. Namun demikian, hal itu tidak mengurangi komitmen pemerintah
untuk selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan kesehatan.
Sementara itu, menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan mengenai anggaran ketenagakerjaan yang hanya sekitar Rp3
triliun, sehingga belum memadai untuk menciptakan lapangan kerja dan angkatan
kerja yang berkualitas, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Alokasi
anggaran ketenagakerjaan tersebut dipergunakan untuk pelaksanaan fungsi
pemerintah sebagai regulator di bidang ketenagakerjaan, yaitu penempatan,
pelatihan, perlindungan, dan pengawasan tenaga kerja. Penciptaan lapangan kerja
baru merupakan tugas bersama seluruh sektor, baik pemerintah, BUMN, maupun
swasta, sehingga alokasi anggaran yang tersedia, dipergunakan untuk menjalankan
fungsi sebagai leading sector di bidang ketenagakerjaan, sehingga mendorong para
pemangku kepentingan (stakeholder), seperti antara lain sektor-sektor dalam
pemerintahan (pekerjaan umum, perhubungan, dan pertanian), Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) dunia usaha swasta, dan usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM) lainnya, untuk meningkatkan perannya dengan mengaitkan program dan
kegiatan pada sektor-sektor tersebut dengan penciptaan lapangan kerja.
-L.36 Sementara itu, dalam rangka penciptaan angkatan kerja yang berkualitas,
peningkatan peran Balai Latihan Kerja (BLK), baik BLK yang menjadi Unit
Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) maupun Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD),
dilakukan melalui kebijakan revitalisasi BLK dalam menyediakan programprogram pelatihan bagi para pencari kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar
kerja dalam dan luar negeri, dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan alokasi
anggaran dari fungsi pendidikan.
Selanjutnya, menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
mengenai tingginya pertumbuhan penduduk, dapat disampaikan penjelasan
sebagai berikut. Pertumbuhan penduduk disebabkan antara lain oleh tingginya
disparitas angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) antarprovinsi,
antarwilayah desa-kota, dan antarkelompok umur, yang dipengaruhi oleh belum
sinergisnya kebijakan kependudukan dalam pelaksanaan program Keluarga
Berencana (KB) di kabupaten/kota. Pada era otonomi daerah, program KB menjadi
urusan wajib pemerintah daerah, sehingga apabila dianggap bukan program
prioritas, maka kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Selain itu,
kualitas penduduk juga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan penduduk,
dengan demikian, tingkat pendidikan terutama pengetahuan dan kesadaran remaja
dan pasangan usia subur tentang KB dan kesehatan reproduksi harus lebih
ditingkatkan.
Untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, perlu dilakukan revitalisasi program
KB secara nasional, yang didukung komitmen dari pemerintah pusat dan daerah.
Revitalisasi program KB tersebut, antara lain melalui langkah-langkah sebagai
berikut: (1) penguatan akses dan kualitas pelayanan KB; (2) penguatan kapasitas
tenaga dan kelembagaan KB di lini lapangan dalam rangka pembinaan dan
peningkatan peserta/akseptor KB; serta (3) promosi dan penggerakan masyarakat
untuk ber-KB. Selain itu, penguatan kelembagaan di tingkat kabupaten/kota perlu
terus ditingkatkan sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 52 Tahun
2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yaitu
(1) pembentukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana di tingkat provinsi
dan kabupaten/kota; dan (2) pembagian tanggung jawab pemerintah pusat dan
pemerintah daerah berkenaan dengan pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana.
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai ketahanan
pangan terkait dengan MP3EI dapat kiranya dijelaskan bahwa program
ketahanan pangan merupakan salah satu program prioritas Pemerintah dalam
RKP 2012. Pemerintah tengah dan terus berusaha untuk mensukseskan program
ketahanan pangan, dengan target surplus beras 10 juta ton per tahun dalam kurun
waktu 5 sampai 10 tahun ke depan, guna menjamin ketahanan pangan nasional.
Upaya-upaya tersebut antara lain dilakukan langkah-langkah untuk
meningkatkan luasan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT),
-L.37 penyediaan bantuan langsung benih unggul (BLBU) dan bantuan langsung pupuk
(BLP), peningkatan jaringan irigasi tani (JITUT), jaringan irigasi desa (JIDES),
pencetakan sawah, dan perluasan lahan pertanian, intensifikasi, dengan
peningkatan produktivitas (teknologi) dan intensitas tanaman; peningkatan
produktivitas dengan penyediaan sarana pertanian (bantuan benih, pupuk),
penerapan teknologi dan penyuluhan; peningkatan kualitas pascapanen
(penurunan losses/susut); dan mendukung pelaksanaan undang-undang
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Pencapaian prioritas
nasional tersebut akan diselaraskan dengan program-program dalam Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang akan
dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah di
setiap wilayah.
MP3EI merupakan suatu rancangan pembangunan ke depan dengan strategi
utama meningkatkan interkonektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan (ibukota
provinsi) yang ada di enam koridor utama (Sumatera, Kalimantan, Jawa, BaliNTT-NTB, Sulawesi-Malut, dan Papua-Maluku). Pada masing-masing koridor
tersebut telah ditetapkan tema pembangunan yang mengindikasikan potensi dan
prospek keberlanjutan pembangunan masing-masing wilayah. Sesuai dengan arah
kebijakan pengembangan kewilayahan dalam RKP tahun 2012, wilayah Jawa Bali
dimasukkan dalam koridor “pendorong industri dan jasa nasional”, karena pusat
industri dan jasa yang menopang perekonomian Indonesia banyak terkonsentrasi
di Pulau Jawa. Tema pembangunan tersebut tidak mengabaikan potensi pertanian
di Pulau Jawa, karena sentra produksi pangan di Pulau Jawa akan tetap
dikembangkan di sub-sektor pengolahan sesuai dengan potensi wilayah, sehingga
fungsi Jawa-Bali sebagai lumbung pangan nasional akan tetap terjaga. Di samping
itu, tema pembangunan pada koridor Jawa diharapkan membuka tumbuhnya
industri pangan dan bahan makanan, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah
produk pertanian, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan para
pelaku usaha tani.
Terkait dengan pemanfaatan lahan pertanian produktif, Pemerintah telah selesai
melakukan audit lahan sawah di Pulau Jawa dengan tingkat ketelitian yang tajam,
sehingga data yang dihasilkan betul-betul merefleksikan keadaan lahan pertanian
saat ini. Di samping itu, diperlukan pula komitmen dari pemerintah daerah, baik
di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk menindaklanjuti UU 41/2009
tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, sehingga laju
konversi lahan pertanian produktif dapat ditahan. Adapun pelaksanaan sensus
terhadap lahan pertanian produktif direncanakan akan dilaksanakan pada tahun
2012.
Sementara itu, untuk koridor Papua dan Maluku difokuskan untuk menjadi
lumbung pangan nasional masa depan, dengan konsep pertanian modern berskala
besar. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kedua wilayah ini memiliki
-L.38 potensi SDA yang melimpah, serta masih banyaknya lahan-lahan potensial yang
dapat dikembangkan untuk usaha tani, meskipun disadari bahwa masih terkendala
infrastruktur yang minim. Salah satu langkah riil yang telah dilakukan pemerintah
adalah dengan menetapkan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE)
di Kabupaten Merauke, dengan melibatkan pihak swasta untuk membangun lahan
pertanian berskala luas, yang diharapkan mampu mendukung pencapaian
ketahanan pangan dengan target surplus 10 juta ton per tahun. Konsep-konsep
pembangunan pertanian seperti ini, juga akan dikembangkan di koridor yang
potensial, seperti Sulawesi dan Kalimantan, dengan tetap memperhatikan potensi
sumberdaya dan kearifan lokal.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai
masih rendahnya alokasi anggaran untuk bidang politik, hukum dan keamanan
dalam RAPBN 2012, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pemerintah
telah berupaya untuk meningkatkan alokasi anggaran di Bidang Politik, Hukum
dan Keamanan, dengan tetap menjaga keseimbangan dengan bidang lainnya.
Alokasi anggaran Bidang Politik, Hukum dan Keamanan melalui berbagai K/L di
Bidang Politik, Hukum dan Keamanan dalam RAPBN tahun 2012 mencapai
Rp150,9 triliun. Jumlah ini berarti mengalami peningkatan sebesar Rp17,4 triliun,
atau 13,0 persen dari alokasi anggaran dalam tahun 2011 sebesar Rp133,5 triliun.
Alokasi anggaran tersebut akan diarahkan untuk mencapai sasaran utama dalam
RKP tahun 2012 yaitu sasaran perkuatan pembangunan demokrasi, dan sasaran
penegakan pembangunan hukum.
Selain itu, alokasi anggaran tersebut juga akan dimanfaatkan untuk mendukung
pencapaian salah satu prioritas pembangunan dalam tahun 2012, yaitu
Pembangunan Prioritas lainnya bidang Politik, Hukum dan Keamanan, dengan
sasaran:
(a)
meningkatnya kemampuan memantau, mendeteksi secara dini ancaman
bahaya serangan terorisme dan meningkatnya efektivitas proses deradikalisasi;
(b) terdayagunakannya industri pertahanan nasional bagi kemandirian
pertahanan. Pencapaian sasaran ini secara optimal akan meningkatkan
kemandirian alutsista TNI dan alat utama Polri baik dari sisi kuantitas,
kualitas, maupun variasinya;
(c) meningkatnya peran Indonesia dalam menjaga keamanan nasional dan
menciptakan
perdamaian dunia; Meningkatnya upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi, dan upaya peningkatan penghormatan, perlindungan
dan pemenuhan HAM di Indonesia di berbagai bidang.
Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, maka kebijakan bidang Politik, Hukum
dan Keamanan diarahkan untuk:
-L.39 (a) menyempurnakan tata kelola koordinasi pencegahan dan penanggulangan
tindak
kejahatan terorisme, serta pemberdayaan masyarakat dalam
pencegahan tindak terorisme;
(b) melaksanakan pendidikan politik untuk penanaman nilai-nilai demokrasi dan
kebangsaan kepada masyarakat luas;
(c) melanjutkan upaya pendayagunaan industri pertahanan nasional bagi
kemandirian pertahanan, melalui penyusunan cetak biru beserta road map,
peningkatan penelitian dan pengembangan, serta dukungan pendanaannya;
(d) meningkatkan peran Indonesia dalam menjaga keamanan nasional dan
perdamaian dunia melalui peningkatan kerja sama multilateral di bidang
kejahatan lintas negara dan terorisme;
(e) meningkatkan koordinasi penanganan perkara Tipikor
penyelamatan aset hasil Tipikor diantara penegak hukum; dan
dan
upaya
(f) meningkatkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai RKP
maupun MP3EI yang dinilai lebih berorientasi kepada kendaraan pribadi, dapat
disampaikan penjelasan sebagai berikut. Arah kebijakan pembangunan
transportasi dalam rangka mendukung peningkatan daya saing sektor riil
diprioritaskan pada penyediaan sarana dan prasarana yang mampu menjamin
kelancaran distribusi barang, jasa, dan informasi untuk meningkatkan daya saing
produk nasional. Prioritas penanganan dilakukan melalui:
1. Percepatan pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang difokuskan
pada 6 koridor utama pengembangan ekonomi serta yang mendukung
pengembangan daerah pariwisata, dan sentra-sentra produksi pangan dan
pertanian, energi, dan industri;
2. Peningkatan keterpaduan sarana dan prasarana penghubung antar-pulau dan
antarmoda yang terintegrasi sesuai dengan sistem transportasi nasional dan
cetak biru transportasi multimoda;
3. Pengembangan transportasi umum massal di wilayah perkotaan, yang dapat
memberikan pelayanan yang aman, nyaman, efisien, dan lebih ramah
lingkungan dan harga terjangkau sesuai dengan cetak biru transportasi
perkotaan;
4. Memenuhi tuntuan kompatibilitas global yang memperkuat daya saing
nasional, dengan menempatkan jaringan transportasi nasional sebagai
subsistem dari jaringan global dan regional, sehingga standar sistem operasi,
standar keselamatan, dan kualitas pelayanan dituntut memenuhi standar
internasional.
-L.40 5. Mendorong efisiensi transportasi barang dan penumpang, terutama dari aspek
penegakan hukum, deregulasi pungutan dan retribusi di jalan, serta penataan
jaringan dan ijin trayek yang terpadu serta akuntabel .
Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, dalam rangka mewujudkan transportasi
massal, telah dan akan terus dikembangkan melalui program sebagai berikut :
A. Transportasi Darat
Arah kebijakan transportasi darat dalam mendukung pengembangan
transportasi umum massal di wilayah perkotaan, yaitu mendorong penggunaan
angkutan massal untuk menggantikan kendaraan pribadi di perkotaan, sebagai
pelaksanaan pembatasan kendaraan pribadi, dengan cara:
1. Mengembangkan pelayanan angkutan umum massal untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, dan mampu berkompetisi dengan
kendaraan pribadi.
2. Mendukung program penggunaan angkutan umum dan pembatasan
penggunaan kendaraan pribadi.
3. Membina dan mendorong perusahaan angkutan umum, sehingga menjadi
perusahaan yang sehat secara finansial, dan mantap secara operasional,
didukung dengan manajemen yang kuat.
4. Menyusun standar sistem pemberian ijin kepada calon operator dengan
sistem tender, untuk menjaring calon operator potensial.
5. Memberikan kesempatan yang sama kepada swasta untuk ikut serta dalam
persaingan penyediaan layanan transportasi darat.
6. Membuat bentuk-bentuk kerjasama
pengembangan angkutan umum.
pemerintah
dan
swasta
dalam
Untuk mendukung hal-hal tersebut di atas, sampai dengan saat ini terdapat
berbagai terobosan di bidang LLAJ yang telah dilakukan, antara lain adalah
peningkatan pelayanan transportasi di daerah terpencil dan pedalaman,
peningkatan jumlah bus perintis/kota/mahasiswa/pelajar dan peningkatan
jumlah trayek perintis. Terobosan strategis lainnya guna mendukung
transportasi yang berwawasan lingkungan (environment friendly) yaitu antara
lain: pengembangan angkutan massal berbasis bus (Bus Rapid Transit/ BRT),
Area Traffic Control System (ATCS), dan pengadaan dan pemasangan
converter catalytic (Converter Kit) pada taksi. Khusus untuk pengembangan
angkutan massal berbasis bus (Bus Rapid Transit/BRT) ini, dilaksanakan di
kota-kota besar, antara lain Bogor, Pekanbaru, Surakarta, Denpasar,
Palembang, Semarang, Bandung, Tangerang dan Yogyakarta.
-L.41 B. Transportasi Perkeretaapian
Arah kebijakan transportasi perkeretaapian dalam mendukung pengembangan
transportasi umum massal di wilayah perkotaan, yaitu meningkatkan frekuensi
dan pelayanan angkutan KA yang terjangkau dan ramah lingkungan, serta
sesuai dengan standar pelayanan minimum, terutama dalam pengembangan
angkutan KA perkotaan/komuter di kota-kota metropolitan, guna mendukung
pengembangan transportasi yang berkelanjutan dalam rangka mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim.
Dalam RKP 2012, pembangunan infrastruktur perkeretaapian, selain untuk
pembangunan jalur ganda KA lintas utara dan selatan Jawa, peningkatan jalan
KA, dan pembangunan jalan KA baru, juga untuk pembangunan jalan KA bagi
pelayanan komuter perkotaan, seperti di Medan, Padang, Jabotabek (termasuk
commuter line menuju Bandara Soekarno Hatta) dan Surabaya.
Selanjutnya, terhadap kekhawatiran Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
mengenai pembangunan jalan tol yang akan mendorong konversi lahan pertanian
produktif menjadi semakin masif, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut.
Perencanaan pembangunan proyek jalan tol, tentunya telah melalui kajian
lingkungan hidup/Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang
memadai, sebelum akhirnya eksekusi proyek dilakukan. Selain itu, pemerintah juga
memperhatikan lahan pertanian produktif. Karena itu, untuk mengantisipasi alih
fungsi lahan pertanian produktif yang tinggi, telah diterbitkan UU 41/2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB). Namun,
keterlambatan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dapat
mengakibatkan terkendalanya penerapan undang-undang ini. Saat ini, baru 2 (dua)
provinsi (DIY dan Jabar) yang telah menindaklanjuti UU 41/2009 dalam bentuk
menyiapkan Perda, serta baru 4 (empat) provinsi yang telah menetapkan RTRW
daerah. Pemerintah juga telah menetapkan PP No. 1/2011 tentang Penetapan dan
Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan saat ini juga sedang
dirumuskan RPP yang akan mengatur tentang pemberian insentif lahan pertanian
pangan berkelanjutan, RPP mengenai sistem pembiayaan, serta RPP tentang sistem
informasi terkait dengan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Namun demikian, tidak jarang pembangunan jalan tol tersebut justru memicu alih
fungsi lahan pertanian produktif yang tinggi. Hal ini terjadi, salah satunya karena
belum adanya peraturan di tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota), yang
menjabarkan lebih lanjut amanat dari UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB), serta belum adanya penetapan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW), baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota pada
sebagian besar wilayah di Indonesia. Selain itu, tingkat alih fungsi lahan yang tinggi
yang terjadi selama ini juga didorong oleh preferensi para pemilik lahan pertanian
yang cenderung berkeinginan menjual lahannya apabila harga tanah naik. Untuk
itu, pemerintah tengah mengkaji dan merumuskan RPP yang secara khusus
-L.42 mengatur tentang pemberian insentif (dalam bentuk subsidi) bagi para pemilik
lahan pertanian produktif yang menahan lahannya untuk tidak dijual, disamping
pula RPP mengenai perlindungan dan pemberdayaan petani untuk melindungi
petani dari risiko gagal panen.
Sementara itu, dalam kaitannya dengan sensus lahan pertanian, Pemerintah telah
selesai melakukan audit lahan sawah di Pulau Jawa dengan skala detil. Audit ini
dilanjutkan pada tahun 2011 di pulau-pulau yang lain. Untuk menahan laju
konversi lahan, diperlukan komitmen dari pemerintah daerah, baik di tingkat
provinsi maupun kabupaten/kota sebagai tindak lanjut UU 41/2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, berupa penerbitan Perda.
Penetapan RTRW tersebut perlu segera diselesaikan dan sosialisasi kepada
masyarakat, sehingga partisipasi rakyat dalam menahan laju konversi lahan
pertanian produktif dapat efektif.
Pemerintah sangat menghargai dan sependapat dengan pandangan yang
disampaikan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan dan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya atas Rencana
Peningkatan Alokasi Dana Infrastruktur pada tahun 2012 dengan beberapa
penekanan antara lain perlunya keberpihakan terhadap pembangunan transportasi
misal dalam kerangka domestic connectivity.
Upaya pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia dalam RAPBN 2012,
tercermin dari kegiatan prioritas yang dialokasikan melalui Kementerian
Perhubungan, dengan kegiatan-kegiatan yang meliputi antara lain: pembangunan
Jalur Ganda KA lintas Utara dan Selatan Jawa; pembangunan dan peningkatan
jalan KA di Pulau Sumatera; pembangunan pelabuhan beserta fasilitasnya di
berbagai wilayah di tanah air; pembangunan dan peningkatan bandara beserta
fasilitasnya termasuk di daerah rawan bencana; dan pembangunan terminal di
beberapa daerah guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, dan
kelancaran pergerakan arus distribusi barang dan jasa, yang pada akhirnya
menciptakan multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Di
samping itu, guna mendukung peningkatan pelayanan publik dan mendorong
perekonomian lokal, Pemerintah telah berupaya merencanakan program
pembangunan local dan village connectivity, yang bertujuan untuk mengurangi
kesenjangan infrastruktur di desa-desa, melalui kegiatan Pengembangan
Infrastruktur Perdesaan yang termasuk dalam Program PNPM Mandiri, berupa
pembangunan jalan poros yang menghubungkan antara pusat ekonomi antar desa,
dan pembangunan jalan-jalan desa.
Pemerintah juga mendorong pembangunan transportasi masal di Indonesia antara
lain berupa Pengadaan Bus Rapid Transit non Trans Jakarta di beberapa daerah,
pengadaan kapal penyeberangan di daerah-daerah perintis yang belum terlayani
oleh pihak swasta, sehingga diharapkan tersedia pelayanan perintis penyeberangan
yang dapat menghubungkan daerah tertinggal ke pusat pertumbuhan, serta subsidi
-L.43 angkutan udara perintis yang diharapkan dapat membuka akses transportasi yang
lebih baik, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah
terpencil/pedesaan.
Lebih lanjut, pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Gerakan Indonesia
Raya mengenai perlunya peningkatan infrastruktur pertanian dan nelayan.
Pembangunan infrastruktur, terutama di desa-desa nelayan yang dilaksanakan oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan meliputi pengembangan infrastruktur
pelabuhan perikanan, pelayaran atau angkutan yang bersifat kontainer untuk
membawa barang antarwilayah sehingga bisa memfasilitasi pergerakan barang dan
jasa.
Selain itu, dalam rangka peningkatan infrastruktur nelayan, pada tahun 2012 telah
direncanakan beberapa kegiatan pengembangan sarana prasarana dalam rangka
peningkatan kehidupan nelayan, yang diantaranya untuk pengembangan
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di kabupaten/kota melalui pembangunan cold
storage/pabrik es, pembangunan SPDN (Solar Packed Dealer Nelayan), pemberian
mobil alih teknologi dan informasi, dan sarana pemasaran bergerak roda 4 dan
roda 3 berinsulasi. Untuk tahun 2012, ditargetkan kegiatan dimaksud dialokasikan
pada 400 PPI. Adapun Kementerian Negara/Lembaga lain yang mendukung
program ini melalui rencana kegiatan dan pengalokasian anggaran pada tahun
2012, diantaranya adalah Kementerian Perumahan Rakyat melalui pembangunan
rumah sangat murah untuk nelayan, Kementerian ESDM melalui pemasangan
listrik murah, dan Kementerian Pekerjaan Umum melalui pembangunan sarana air
bersih di lokasi PPI. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan pelaksanaan dari
program klaster 4. Dengan adanya sinergi lintas K/L dalam mengembangkan
infrastruktur nelayan di lokasi PPI tersebut Diharapkan dapat meningkatkan
penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan nelayan.
Terkait dengan pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya mengenai
prioritas pembangunan infrastruktur pertanian, dapat disampaikan pada
Kementerian Pertanian pada TA 2012 telah mengalokasikan anggaran untuk
infrastruktur pertanian sebesar Rp1.712 miliar, yang antara lain digunakan untuk:
a. Irigasi Air Permukaan, pengembangan air tanah, pompanisasi sebanyak 486
unit;
b. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Usaha Tingkat Usaha Tani (JITUT), Jaringan
Irigasi Desa (JIDES), dan Pengembangan Tata Air Mikro 158.553 Ha;
c. Pengembangan 5.449 unit Embung sumur resapan;
d. Pengembangan 929 unit Irigasi Partisipatif; Cetak Sawah, perluasan lahan
kering, perluasan lahan hortikultura, areal perkebunan dan peternakan seluas
84.252 Ha;
e. Optimalisasi, konservasi, rehabilitasi dan reklamasi lahan pertanian 34.593 Ha;
-L.44 f. Pengembangan Metode System of Rice Intensification (SRI) 1.939 Paket;
g. Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan Produksi sepanjang 1.373 km;
h. Food Estate (MIFEE) di Merauke;
i. Bantuan Rumah Pembuatan Pupuk Organik (RPPO) 14.824 unit; dan
j. Pembangunan 318 unit rumah kompos.
Selanjutnya, sehubungan dengan pandangan yang disampaikan oleh Fraksi
Partai Persatuan Pembangunan agar Pemerintah juga meningkatkan
pendanaan pembangunan infrastruktur, dapat disampaikan bahwa Pemerintah
telah berupaya untuk melakukan investasi di berbagai bidang. Selain investasi di
bidang infrastruktur, Pemerintah juga mempunyai kewajiban lain, yaitu pelayanan
di bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial, namun pada sisi lain,
kapasitas kemampuan pemerintah relatif terbatas. Oleh sebab itu, untuk
mewujudkan dan mencapai sasaran-sasaran tersebut, pemerintah terus
memperkuat sisi regulasi dan kelembagaan keuangan, termasuk di dalamnya
lembaga perbankan dan nonperbankan. Pemerintah telah berusaha
mengoptimalkan kegiatan investasi, baik oleh pihak swasta maupun pemerintah,
sehingga menjadi terarah, seperti yang telah diagendakan di dalam RPJM. Untuk
sementara ini, dalam rangka peningkatan investasi di bidang infrastruktur,
pendanaannya dilakukan dengan skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), yang
didukung oleh perbaikan iklim investasi melalui penyempurnaan pada sisi regulasi,
dukungan penjaminan, serta mengembangkan alternatif sumber pembiayaan
infrastruktur. Dengan skema ini, peran pemerintah adalah sebagai pengungkit
swasta, sehingga dengan jumlah dana yang sama dapat di capai output yang lebih
besar.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
agar alokasi belanja modal difokuskan untuk mendukung program-program
penyediaan infrastruktur, antara lain dengan percepatan pembangunan
infrastruktur pertanian dalam rangka mendukung pencapaian program ketahanan
pangan. Pada tahun 2012, sasaran bidang infrastruktur pertanian adalah sebagai
berikut: (1) peningkatan 79,34 ribu Ha layanan irigasi, dan 23,75 ribu ha layanan
rawa di luar target yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014; (2) percepatan
pelaksanaan pembangunan tampungan-tampungan air, seperti Waduk Jatigede,
Waduk Rajui, Waduk Jatibarang, dan waduk-waduk lainnya; serta (3) peningkatan
kualitas dan kuantitas tampungan air melalui pembangunan 9 waduk dan 87
embung/situ, dan rehabilitasi 24 waduk dan 62 embung/situ.
Anggaran Kementerian Pertanian dalam tahun 2012 direncanakan mencapai
Rp17,76 triliun, atau meningkat 6,2 persen bila dibandingkan dengan alokasi
anggaran Kementerian Pertanian tahun 2011 sebesar Rp16,72 triliun. Peningkatan
tersebut sebagai upaya percepatan pembangunan infrastruktur pertanian, dimana
sekitar 30 persen alokasi anggarannya diprioritaskan dalam pembangunan sarana
-L.45 dan prasarana pertanian. Anggaran tersebut, sebagian digunakan untuk
pembangunan infrastruktur pertanian, seperti: cetak sawah, optimasi lahan,
pembangunan dan rehabilitasi saluran irigasi usahatani, irigasi perdesaan, serta
jalan produksi dan jalan usaha tani yang dilaksanakan dengan pola padat karya,
sehingga menciptakan lapangan kerja di perdesaan.
Investasi pengembangan infrastruktur pertanian ke depan memang masih
memerlukan anggaran yang lebih besar, terutama pembangunan infrastruktur
untuk mendukung Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) yang diharapkan investasi masyarakat dan swasta sebagai
pelaku utama pembangunan.
Di samping anggaran untuk infrastruktur, dialokasikan pula anggaran untuk
progam memberdayakan ekonomi petani di perdesaan melalui kegiatan seperti:
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), pemberdayaan Lembaga
Mandiri yang Mengakar di Masyakat (LM3), dan Sarjana/Pemuda Membangun
Desa (S/PMD).
Sementara itu, menanggapi permintaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar
pemerintah melakukan investasi infrastruktur kelautan dalam rangka industrial
maritime chain yang komprehensif untuk mengembangkan sektor kelautan,
sebagai pusat pertumbuhan baru yang potensial, mengingat Indonesia merupakan
negara kepulauan terbesar di Indonesia, dapat disampaikan bahwa Pemerintah
sependapat untuk melakukan investasi infrastruktur kelautan. Dalam Rencana
Kerja Pemerintah 2012, salah satu sasaran pembangunan infrastruktur, yaitu
meningkatkan keterhubungan antarwilayah (domestic connectivity) untuk
mendukung pengembangan 6 koridor ekonomi nasional. Pada saat ini,
pembangunan infrastruktur kelautan tersebut dilaksanakan melalui program
pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut.
Investasi infrastruktur kelautan dan perikanan dalam rangka mengembangkan
pusat-pusat pertumbuhan baru yang potensial di Indonesia, diantaranya dilakukan
melalui pembangunan pelabuhan perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan
telah berusaha secara optimal dalam pembangunan/pengembangan pelabuhan
perikanan. Berdasarkan data yang ada, pelabuhan perikanan di seluruh Indonesia
berjumlah ±800 unit, dan pada setiap tahunnya telah diupayakan perencanaan
untuk dilakukan pembangunan/ pengembangan.
Pada anggaran KKP tahun 2012, telah direncanakan pembangunan 22 UPT
Pelabuhan Perikanan dengan alokasi anggaran sebesar Rp480,81 miliar, dan 30
lokasi Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di kabupaten/kota, dengan alokasi
anggaran sebesar Rp97 miliar.
Pembangunan Pelabuhan Perikanan sebagai pusat pertumbuhan sangat
dimungkinkan, sepanjang menjadi kebutuhan yang mendesak. Kebijakan KKP
dalam pembangunan suatu pelabuhan perikanan adalah adanya sinergi antara
-L.46 Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, BUMN maupun
perusahaan swasta, yang akan membangun pelabuhan perikanan sebagaimana
tertuang dalam Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Secara Nasional (RIP2SN).
Dukungan politik dari DPR-RI sangat diperlukan dalam kaitan dengan
pengembangan infrastruktur pelabuhan perikanan tersebut, termasuk untuk
mendorong Pemerintah Daerah dalam penyiapan lahan, penetapan Perda tentang
RUTR Pengembangan Pelabuhan Perikanan, serta mendorong dukungan lintas
sektor untuk pengembangan Pelabuhan Perikanan, seperti penyediaan prasarana
jalan akses, sarana air bersih, listrik, dan pasokan kebutuhan BBM untuk nelayan.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai program
pengentasan kemiskinan Klaster II, dimana Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri memerlukan pembenahan, terutama mengenai
pelaksanaan dan akuntabilitas, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut.
Pemerintah senantiasa melakukan evaluasi dan penyempurnaan secara intensif
terhadap program PNPM Mandiri, khususnya terkait fokus lokasi sasaran pada
daerah, dimana tingkat pekerja setengah menganggur dan pengangguran tinggi.
Penyempurnaan program sebagaimana dimaksud, telah dilakukan terhadap
daerah-daerah yang terkena moratotium tenaga kerja Indonesia (TKI).
Demikian juga pengembangan PNPM yang diperkuat dengan cash for work telah
dilakukan pada penanganan daerah-daerah yang terkena dampak erupsi gunung
Merapi. Di masa depan, program tersebut akan lebih dimantapkan dengan
memperhitungan secara matang situasi dan kondisi daerah-daerah yang menjadi
sasaran pengentasan kemiskinan. Dapat disampaikan pula, saat ini, PNPM Mandiri
telah mengembangkan dan menjalankan model padat sumber daya setempat (local
natural-resources), serta padat karya melalui pelibatan tenaga kerja
setempat/lokal dengan mendapatkan upah atau HOK (Hari Orang Kerja).
Terkait dengan penanggulangan kemiskinan, pelaksanaan PNPM Mandiri telah
dilakukan melalui berbagai strategi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Strategi tersebut antara lain meliputi langkah-langkah sebagai
berikut: (1) mendorong keterlibatan rumah tangga miskin untuk ikut dalam
kegiatan infrastruktur perdesaan yang dibangun; (2) mendorong kegiatan ekonomi
masyarakat desa, dengan adanya kegiatan simpan pinjam khusus kelompok
perempuan; (3) memperkuat kelembagaan masyarakat yang ada di PNPM Mandiri;
dan (4) memperkuat peran fasilitasi oleh tenaga fasilitator dan konsultan. Dapat
disampaikan pula, saat ini sudah direncanakan dan akan segera diimplementasikan
standarisasi terhadap fasilitator yang terlibat dalam pelaksanaan program PNPM
Mandiri dalam rangka meningkatkan akuntabilitas.
Terhadap pandangan mengenai perlunya PNPM Mandiri diarahkan untuk
pembangunan infrastruktur pertanian yang masif dan disesuaikan dengan musim
pertanian, dapat disampaikan tanggapan bahwa hal itu sebetulnya sudah pasti
-L.47 dilaksanakan oleh masyarakat yang lokasinya merupakan lokasi pertanian,
terutama karena kegiatan PNPM Mandiri direncanakan, dilaksanakan, dievaluasi,
dan digunakan oleh masyarakat. Dari hasil evaluasi terhadap beberapa kegiatan
yang masuk, dapat disampaikan bahwa usulan yang banyak didanai pada bidang
infrastruktur pertanian antara lain adalah kegiatan untuk jalan yang melintasi
sawah atau kebun (jalan produksi pertanian), pembukaan sawah/lahan di
perdesaan luar jawa, talud, irigasi, tambatan perahu untuk perdesaan pesisir.
Selanjutnya, dalam rangka menjaga keberlanjutan berbagai program
penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan dalam tahun-tahun
sebelumnya, maka pada tahun 2012 mendatang, cakupan PNPM akan ditingkatkan
dan diperluas ke beberapa kecamatan di perkotaan dan perdesaan. Selain itu, juga
akan terus dilakukan harmonisasi antarprogram penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat dari berbagai sektor ke dalam wadah PNPM
Mandiri. Penyempurnaan dan perluasan cakupan program pembangunan yang
berbasis masyarakat terus dilakukan antara lain melalui: (1) PNPM perdesaan
(Program Pengembangan Kecamatan), yang mencakup pemberdayaan di 5.020
kecamatan; (2) PNPM perkotaan (Program Penanggulangan Kemiskinan
Perkotaan), yang mencakup 10.948 kelurahan; (3) PNPM P2DTK (Program
Pemberdayaan Masyarakat Daerah Tertinggal dan Khusus), yang mencakup 35
kabupaten/kota; (4) PNPM Infrastruktur Perdesaan (PPIP), yang mencakup 3.000
kelurahan/desa; serta (5) PNPM Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW),
yang mencakup 237 kecamatan.
Pemerintah berterima kasih atas apresiasi dan dukungan Fraksi Partai
Demokrat terhadap berbagai program dalam upaya pengentasan kemiskinan
dalam tahun 2012. Selain terus melanjutkan program-program pro rakyat yang
sudah dijalankan selama ini melalui program klaster 1, 2, dan 3, serta klaster 4,
dalam tahun 2012 Pemerintah akan terus lebih mempertajam program
pengentasan kemiskinan melalui berbagai pendekatan yang mengarah pada
keterlibatan rakyat dalam pembangunan pengentasan kemiskinan. Hal ini antara
lain akan dilakukan melalui program PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan;
Penataan kawasan kumuh di perkotaan (PNPM Perkotaan Plus); Sistem
Penyediaan Air Minum masyarakat berpenghasilan rendah (SPAM MBR);
Pengembangan Kapal Perikanan; Alat Penangkapan Ikan; Pengembangan
Pemasaran dan Sistem Usaha Investasi Perikanan; Pengembangan Usaha Mina
Perdesaan (PUMP) bagi keluarga nelayan; Pengembangan Angkutan Murah bagi
Sarana Pemasaran; Lembaga Keuangan Masyarakat Pesisir; serta Peningkatan
Kehidupan Nelayan pada 400 Pangkalan Penangkapan Ikan (PPI).
Di samping itu, untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan pokok di bidang
perumahan bagi rakyat miskin, Pemerintah juga akan melanjutkan penyediaan
Rusunawa, serta pelaksanaan program pembangunan rumah sangat murah dan
rumah murah. Dalam rangka pemantapan program pembangunan rumah sangat
-L.48 murah dan rumah murah, juga dikembangkan prototype rumah murah di 33
propinsi, dengan berbasis bahan lokal, sehingga dapat menjadi referensi
pengembangan perumahan bagi masyarakat secara luas.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai
pencapaian program Wajib Belajar 9 Tahun dalam kurun waktu 2006-2010, dapat
disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pelaksanaan program Wajib Belajar 9
tahun telah mencapai berbagai kemajuan, yang tercermin dari perkembangan
indikator yang sangat signifikan, antara lain meliputi: (1) meningkatnya sasaran
BOS dari 33,7 juta siswa dalam tahun 2006 menjadi 44,1 juta siswa dalam tahun
2010; (2) terlaksananya peningkatan bantuan beasiswa, dari 2,4 juta siswa tidak
mampu di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan tingkat menengah pertama
dalam tahun 2008 menjadi 4,5 juta siswa dalam tahun 2010; (3) meningkatnya
taraf pendidikan masyarakat yang ditandai dengan peningkatan APM
SD/SDLB/MI/Paket A dari 94,5 persen pada tahun 2006 menjadi 95,4 persen pada
tahun 2010; dan peningkatan APK SMP/SMPLB/MTs/Paket B dari 88,7 persen
pada tahun 2006 menjadi 98,2 persen pada tahun 2010.
Selanjutnya, Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai
Demokrasi
Indonesia
Perjuangan,
Fraksi
Partai
Persatuan
Pembangunan, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai perlunya
optimalisasi anggaran pendidikan dalam rangka memajukan pendidikan bangsa.
Untuk itu, Wakil Presiden selaku Ketua Komite Pendidikan Nasional telah
mengintruksikan
kepada
Menteri
Pendidikan
Nasional,
dan
para
Menteri/Pimpinan Lembaga yang menyelenggarakan fungsi pendidikan untuk
melakukan optimalisasi/efisiensi anggaran fungsi pendidikan pada tahun 2012,
disertai dengan output dan outcome yang jelas dan terukur, sehingga kinerja
program/kegiatan pendidikan pada setiap kementerian negara/lembaga dapat
meningkat secara signifikan dan terukur peningkatan kinerjanya.
Dalam RAPBN tahun 2012, anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp286,6
triliun, atau 20,2 persen dari total belanja negara. Jumlah ini terdiri dari anggaran
pendidikan melalui belanja pemerintah pusat sebesar Rp99,2 triliun, melalui
transfer ke daerah sebesar Rp186,4 triliun, dan melalui pengeluaran pembiayaan
sebesar Rp1,0 triliun. Alokasi anggaran tersebut, diantaranya untuk mendukung
upaya peningkatan akses pendidikan dan layanan pendidikan, melalui pelaksanaan
berbagai program yang akan terus dilakukan pada tahun 2012, antara lain meliputi:
(i)
pemberian BOS (dengan alokasi anggaran sebesar Rp27,7 triliun bagi 44,7
juta siswa setingkat SD dan SMP), dan pemberian BOMM (Bantuan
Operasional Manajemen Mutu) pada tingkat SMA;
(ii)
Beasiswa Siswa Miskin untuk mencegah putus sekolah (dengan alokasi
anggaran sebesar Rp5,0 triliun bagi sekitar 8,1 juta siswa miskin pada semua
jenjang pendidikan);
-L.49-
(iii) pembangunan unit sekolah baru (dengan alokasi anggaran sebesar Rp556,4
miliar untuk 320 unit sekolah baru);
(iv) pembangunan ruang kelas baru (dengan alokasi anggaran sebesar Rp579,3
miliar untuk 4.081 ruang kelas);
(v)
rehabilitasi ruang kelas (dengan alokasi anggaran sebesar Rp643,2 miliar
untuk 9.159 ruang kelas); dan
(vi) pembangunan community college dan politeknik baru pada jenjang
pendidikan tinggi.
Di samping itu, untuk meningkatkan pemerataan pelayanan pendidikan yang
bermutu dan terjangkau, akan dibangun/direhabilitasi sekolah-sekolah yang
berada di daerah perbatasan/tertinggal/terpencil/nelayan (klaster 4), termasuk di
dalamnya adalah pembangunan SD kecil dan SD-SMP satu atap berasrama untuk
melayani pendidikan di daerah-daerah terpencil. Dengan rancangan programprogram tersebut, maka pada dasarnya telah sesuai dengan pandangan Fraksi
Partai Persatuan Pembangunan agar selalu meningkatkan kualitas
pendidikan. Pemerintah juga telah dan akan memberikan perhatian pada
penambahan dan pembangunan kelas-kelas baru.
Selanjutnya, berkenaan dengan peningkatan mutu dan kesejahteraan guru,
Pemerintah menempatkannya sebagai salah satu prioritas utama dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru
tersebut antara lain dilakukan melalui pemberian berbagai tunjangan, seperti
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus, serta peningkatan
kualifikasi dan peningkatan kemampuan melalui pelatihan profesional
berkelanjutan, dan penataan yang bersifat komprehensif. Upaya-upaya yang
dilakukan antara lain meliputi revitalisasi LPTK sebagai lembaga penyedia guru,
peningkatan kualifikasi bagi 209 ribu guru menjadi S1/D4, penyelenggaraan
sertifikasi kepada 400 ribu guru dan dosen serta Pelatihan Profesional
Berkelanjutan untuk meningkatkan dan menjaga kualitas guru/dosen, dan
sertifikasi bagi 90 ribu guru madrasah.
Bersamaan dengan upaya peningkatan mutu tersebut, Pemerintah juga berusaha
untuk meningkatkan kesejahteraan guru, dengan menjamin guru PNS golongan
terendah untuk mendapatkan penghasilan minimal Rp2 juta/bulan, dan
memberikan subsidi tunjangan fungsional kepada guru non-PNS. Selanjutnya,
sebagai penghargaan bagi guru-guru yang telah mendapatkan sertifikat pendidik,
Pemerintah pada tahun 2012 akan memberikan tunjangan profesi, termasuk
menyediakan dana tunjangan profesi guru PNS Daerah sebesar Rp30,6 triliun, dan
dana tunjangan tambahan penghasilan guru PNSD yang belum memperoleh
tunjangan profesi guru sebesar Rp2,9 triliun untuk meningkatkan semangat dan
-L.50 kinerja guru di dalam melayani pendidikan yang dialokasikan melalui dana transfer
ke daerah. Sementara itu, bagi guru-guru yang mengajar di daerah terpencil dan
tertinggal, diberikan tunjangan khusus bagi 386 ribu guru.
Berdasarkan program-program yang direncanakan pada tahun 2012 tersebut, maka
sasaran-sasaran yang ditargetkan pada tahun 2012 antara lain meliputi:
(1) meningkatnya taraf pendidikan masyarakat yang ditandai dengan:
(i) peningkatan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi
7,85 tahun; (ii) penurunan angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas
menjadi 4,8 persen; (iii) peningkatan APM SD/SDLB/MI/Paket A menjadi 95,7
persen; (iv) peningkatan APM SMP/SMPLB/MTs/Paket B menjadi 75,4
persen; (v)peningkatan APK SMA/SMK/MA/Paket C menjadi 79,0 persen;
(vi) meningkatnya APK Perguruan Tinggi usia 19-23 tahun menjadi 27,4
persen;
(2) meningkatnya tingkat efisiensi internal yang ditandai dengan meningkatnya
angka melanjutkan sekolah dan menurunnya angka putus sekolah untuk
jenjang pendidikan dasar dan menengah;
(3) menurunnya disparitas dan kualitas pelayanan pendidikan antarwilayah,
gender, dan sosial ekonomi, serta antar satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat; serta
(4) tercapainya Standar Pendidikan Nasional (SPN) bagi satuan pendidikan agama
dan pendidikan keagamaan paling lambat pada tahun 2013.
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golongan
Karya, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai indikasi adanya duplikasi
anggaran antar kementerian/lembaga, dan penyerapan anggaran yang masih
rendah, dapat kiranya dijelaskan sebagai berikut. Untuk meminimalisir adanya
duplikasi anggaran antar kementerian/lembaga, Pemerintah telah memperbaiki
proses perencanaan penganggaran melalui reformasi perencanaan dan
penganggaran dengan diterbitkannya UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, dan UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional. Sebagai penjabaran UU tersebut, telah diterbitkan PP Nomor 20 tahun
2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan PP
Nomor 21 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) yang telah diperbaharui dengan PP
Nomor 90 tahun 2010. Dalam konsep tersebut, perencanaan pembangunan
nasional berpegang pada tiga pilar, yaitu Penganggaran Berbasis Kinerja
(Performance Based Budgeting), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
(Medium Term Expenditure Framework), dan Sistem Penganggaran Terpadu
(Unified Budgeting). Untuk mendukung pelaksanaan tiga pilar tersebut,
-L.51 Pemerintah telah melakukan langkah-langkah antara lain:
i) Menyatukan anggaran rutin dan anggaran pembangunan dalam satu RKA-KL.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi duplikasi alokasi anggaran rutin dan
pembangunan (Unified Budgeting);
ii) Melakukan Restrukturisasi Program dan Kegiatan di kementerian
Negara/lembaga dalam rangka Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance
Based Budgeting) dengan mengacu pada 2 prinsip dasar, yaitu Prinsip
akuntabilitas Kinerja Kabinet (perencanaan kebijakan/policy planning) dengan
Prinsip akuntabilitas Kinerja Organisasi (struktur organisasi dan struktur
anggaran), termasuk di dalamnya penyempurnaan output, dan outcome untuk
masing-masing kegiatan;
iii) Menetapkan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term
Expenditure Framework) dan alokasi anggarannya untuk 3 (tiga) tahun ke
depan. Hal ini dilakukan dengan tujuan: transparansi alokasi sumber daya
anggaran yang lebih baik (allocative efficiency); meningkatkan kualitas
perencanaan penganggaran (to improve quality of planning); fokus yang lebih
baik terhadap kebijakan (best policy option); meningkatkan disiplin fiskal (fiscal
discipline); dan menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability);
Selanjutnya, Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas perencanaan
dan penganggaran, mulai dari Pagu Indikatif, Pagu Sementara/Pagu Anggaran, dan
Pagu Definitif/Alokasi Anggaran sampai ditetapkannya Perpres tentang Rincian
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (RABPP) untuk setiap tahun anggaran. Dalam
penyusunan RKA-KL juga ditekankan ketepatan alokasi dana yang dicantumkan
dalam RKA-KL, sesuai dengan standar biaya, Bagan Akun Standar (BAS), Pedoman
kapitalisasi BMKN dalam Sistem Akuntansi Pemerintah, dan berbagai peraturan
tentang Penambahan dan Perubahan BAS. Dengan berbagai upaya dan reformasi
sistem perencanaan dan penganggaran tersebut, maka potensi terjadinya duplikasi
anggaran dapat diminimalisir.
Sementara itu, terkait dengan penyerapan anggaran, dapat disampaikan bahwa
pemerintah telah dan akan terus berupaya untuk meningkatkan penyerapan
anggaran. Dalam tahun 2010, Pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk
mempercepat penyerapan anggaran dengan antara lain: (1) memberikan
fleksibilitas/kewenangan yang lebih luas kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
dalam melakukan revisi anggaran; (2) membatasi K/L dalam pengajuan Usul Revisi
RKAKL/SAPSK paling lambat tanggal 15 Oktober; (3) menghimbau K/L agar segera
mengusulkan pembukaan blokir atas RKA-KL TA; serta (4) meningkatkan
Sosialisasi kepada K/L agar tidak terjadi Pemblokiran. Selain itu, untuk
meningkatkan kinerja, Pemerintah juga telah melakukan penyempurnaan terhadap
Standar Operating Procedure revisi anggaran. Dalam penyempurnaan tersebut,
revisi anggaran, termasuk pencairan blokir, diselesaikan dalam lima hari kerja.
-L.52 Melalui penerapan Pengganggaran Berbasis Kinerja, efisiensi penggunaan
anggaran diharapkan dapat dicapai, mengingat :
1.
Dalam tahap pelaksanaan anggaran, para Pengelola Anggaran (KPA) diberikan
fleksibilitas, sepanjang tidak mengurangi target kinerja yang telah ditetapkan.
2. Penghitungan alokasi anggaran mengacu pada target kinerja yang spesifik
(Output dan Outcome oriented).
3. Alokasi Anggaran hanya diberikan sesuai dengan tugas fungsi unit (money
follows function).
Penyempurnaan juga dilakukan pada peraturan yang berpotensi menghambat
pencairan anggaran, yaitu melalui revisi Keppres 42/2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan & Belanja Negara menjadi Perpres 53/2010,
dan Perpres 80/2003 menjadi Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan
Jasa. Selain itu, untuk menindaklanjuti ketentuan dalam pasal 20 UU No.10/2010
tentang APBN 2011, Pemerintah juga telah menerbitkan PMK Nomor
38/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pengenaan Reward and Punishment atas
pelaksanaan anggaran belanja TA 2010. Pemerintah juga menyusun Pedoman
dalam Pengajuan Ijin Kontrak Tahun Jamak oleh Menteri Keuangan kepada K/L.
Terakhir, kepada masing-masing K/L diminta agar menyampaikan progress
realisasi anggaran dan hasil peningkatan efisiensi/optimalisasi pada TA 2010.
Penerapan reward dan punishment secara profesional dan konsisten tersebut akan
mendorong K/L untuk lebih cermat dalam perencanaan, dan tepat-cepat dalam
pelaksanaannya.
Meskipun telah dilakukan berbagai upaya percepatan penyerapan, namun
penyerapan anggaran tahun 2010 masih belum optimal. Karena itu, diperlukan
langkah-langkah lanjutan pada tahun 2011, yang meliputi antara lain: (1) meminta
K/L untuk menerbitkan surat edaran kepada satker-satker untuk mempercepat
penyerapan; (2) mendorong K/L untuk segera memproses revisi pembukaan blokir;
(3) mendorong K/L untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman para
pelaksana kegiatan mengenai ketentuan pengadaan barang dan jasa Pemerintah;
(4) memberikan kewenangan kepada K/L untuk melakukan kontrak tahun jamak
dengan kondisi tertentu (PP Nomor 53 Tahun 2010); (5) memberi kewenangan
kepada KPA untuk melakukan proses lelang sebelum diterbitkannya dokumen
anggaran (PP Nomor 54 Tahun 2010); (6) menyederhanakan pelaksanaan tender
melalui e-procurement dan membentuk unit layanan pengadaan; serta
(7) Mengatur batas waktu penyelesaian tagihan atas beban APBN dalam 5 hari
kerja.
Selain itu, langkah-langkah dan upaya yang juga telah dilakukan dalam rangka
mempercepat atau mempermudah proses perencanaan maupun pelaksanaan
anggaran, antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut: (a) penggabungan
dokumen SP-RAKKL dan DIPA termasuk sistem IT-nya (Aplikasi RKAKL-DIPA);
-L.53 (b) percepatan penerbitan dokumen DIPA yang selama ini dilakukan di awal tahun
anggaran (1 Januari), untuk TA 2011 telah dilakukan di pertengahan bulan
Desember 2010, dan diharapkan untuk DIPA TA 2012 dapat lebih dipercepat waktu
penyelesaiannya.
Selanjutnya, saat ini Pemerintah juga sedang menyusun draft Peraturan
Pemerintah tentang Pedoman Pelaksanaan APBN untuk memberikan ketentuan
yang jelas, sehingga membawa kemudahan bagi satuan kerja dalam melaksanakan
kegiatan. Beberapa langkah tersebut juga akan diikuti dengan monitoring dan
evaluasi secara berkala terhadap realisasi penyerapan anggaran. Hal ini dilakukan
guna mencari solusi atas berbagai masalah/hambatan yang dihadapi kementerian
negara/lembaga dalam mencairkan anggarannya dalam tahap implementasi di
lapangan.
Selain itu, dalam rangka memperbaiki manajemen penyerapan anggaran di daerah,
telah dilakukan melalui berbagai kebijakan yang meliputi: (1) perbaikan regulasi
yang mengatur mengenai keuangan daerah; (2) peningkatan kapasitas (capacity
building) pengelola keuangan daerah; (3) perbaikan dan pengawasan yang ketat
terhadap proses pengadaan barang dan jasa di daerah; (4) penyusunan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang baik dan terukur; serta (5) memastikan
ketepatan proses perencanaan dan penganggaran di daerah. Dengan berbagai
upaya tersebut, diharapkan penyerapan anggaran K/L dapat optimal, sehingga
dapat mengoptimalkan peran APBN dalam mendorong perekonomian.
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai penghematan belanja
pemerintah pusat yang tidak produktif, dan pengalokasian belanja dengan berbasis
kinerja, kiranya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada prinsipnya Pemerintah
sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan mengenai perlunya dilakukan penghematan belanja pemerintah
pusat, utamanya yang tidak produktif, sehingga setiap rupiah anggaran yang
dibelanjakan akan mempunyai dampak/manfaat yang optimal bagi masyarakat,
dan mempunyai multiplier yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,
pengentasan kesmiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sejalan dengan itu,
Pemerintah telah, sedang, dan akan melakukan langkah-langkah konkrit, yaitu
dengan menerapkan kebijakan yang membatasi kegiatan yang tidak urgent dan
tidak prioritas, dengan mengeluarkan berbagai peraturan, yang pada gilirannya
diharapkan dapat meningkatkan kualitas belanja, dan mengamankan APBN.
Kebijakan penghematan tersebut antara lain ditempuh melalui penerbitan
Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Penghematan Belanja
Kementerian/Lembaga, guna meningkatkan kualitas belanja dan pengamanan
APBN. Berkaitan dengan itu, setiap K/L wajib mengambil langkah-langkah dalam
rangka penghematan belanja tersebut, yang diwujudkan dengan melakukan
penghematan anggaran minimal 10% dari pagu K/L. Hal ini antara lain dapat
-L.54 dilakukan melalui: (a) membatasi perjalanan dinas, kecuali perjalanan dinas yang
benar-benar penting dan mendesak; (b) membatasi penyelenggaraan rapat, rapat
kerja, seminar, workshop, dan konsinyering di luar kantor; (c) mewajibkan adanya
document clearance (ijin prinsip) dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi,
Kementerian Pekerjaan Umum, dan BPKP untuk pembangunan baru gedung
kantor yang tidak terkait dengan pelayanan, seperti gedung kantor, mess, wisma,
rumah dinas, rumah jabatan dan sejenisnya; (d) membatasi belanja operasional,
kecuali untuk operasional pertahanan dan ketertiban; (e) menetapkan kegiatan
yang dibatasi, bahkan kegiatan yang dilarang. Kegiatan yang dibatasi antara lain
adalah pengadaan kendaraan dinas, pembangunan gedung, dan rumah dinas.
Sedangkan kegiatan yang dilarang adalah penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang
bukan merupakan tugas/fungsi kementerian/lembaga, serta tidak sesuai dengan
prioritas nasional, dan prioritas kementerian/lembaga; dan (f) penghematan
lainnya yang terkait dengan belanja nonoperasional.
Kemudian, dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan
anggaran, pada tahun anggaran 2010 telah dilaksanakan penerapan kebijakan
Reward dan punishment kepada K/L, dan hal yang sama akan diterapkan pula
pada tahun anggaran 2011. Dalam hal K/L melakukan optimalisasi anggaran
belanja pada tahun sebelumnya dapat menggunakan hasil optimalisasi tersebut
pada tahun berjalan, maka K/L dalam hal ini mendapat “reward”. Sedangkan
apabila K/L yang tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran belanja tahun
sebelumnya (sebagian tidak terserap), maka jumlah anggaran yang tidak terserap
tersebut akan menjadi faktor pengurang dalam penetapan alokasi anggaran pada
tahun berikutnya, maka dalam hal ini K/L mendapat “Punishment”.
Selanjutnya, kebijakan lain yang akan dilakukan dalam rangka penghematan
belanja pemerintah pusat, antara lain dengan senantiasa mengupayakan
peningkatan kinerja pada K/L melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas
kegiatan di setiap K/L yang tidak memberikan dampak langsung dalam
peningkatan pelayanan publik, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan
kerja bagi rakyat. Penerapan penganggaran berbasis kinerja merupakan langkah
penting dan berarti dalam sistem keuangan. Penerapan penganggaran berbasis
kinerja ini memberikan konsekuensi bahwa setiap Pengguna Anggaran atau Kuasa
Pengguna
Anggaran
harus
mempertanggungjawabkan
anggaran
yang
digunakannya sesuai indikator kinerja yang terukur dan sudah disepakati. Dengan
demikian, diharapkan setiap K/L akan menjalankan program/kegiatan dengan
berorientasi pada output-outcome, dan dapat menekan belanja-belanja yang tidak
produktif.
Sementara itu, dalam upaya meningkatkan efisiensi penganggaran, Pemerintah
juga telah menempuh beberapa langkah, dengan antara lain menerapkan sistem
penganggaran melalui estimasi biaya (costing) berdasarkan biaya input yang
distandarkan. Biaya-biaya yang distandarkan, antara lain berupa biaya honor,
-L.55 pemeliharaan, perjalanan dinas, serta biaya kegiatan spesifik dari masing-masing
kementerian negara/lembaga. Standar biaya tersebut diperbaharui setiap tahunnya
melalui hasil penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan harga yang dianggap
ekonomis. Penyusunan setiap kegiatan pada kementerian negara/lembaga
diwajibkan mengacu kepada standar biaya ini. Dengan demikian, setiap kegiatan
yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga mempunyai standar/batasan,
sehingga alokasi anggaran dapat dilakukan seefisien mungkin.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
mengenai perlunya ruang gerak fiskal yang ekspansif untuk mendorong
perekonomian. Selama ini, kebijakan perencanaan anggaran belanja Pemerintah
Pusat dirancang lebih ekspansif agar mampu berperan dalam memberikan
stimulasi pada pertumbuhan ekonomi, serta menjaga stabilitas dan memperkuat
fundamental ekonomi makro. Kebijakan tersebut tercermin dari penetapan besaran
defisit anggaran pada RAPBN 2012 sebesar 1,5% PDB yang dilakukan dengan tetap
menjaga kesinambungan APBN, serta menurunkan rasio utang Pemerintah
terhadap PDB.
Sementara itu, pemerintah menyadari bahwa porsi anggaran belanja wajib dalam
belanja pemerintah pusat pada RAPBN tahun 2012 (70,7 persen) masih jauh lebih
besar dibandingkan porsi anggaran tidak wajib (29,3 persen). Alokasi anggaran
belanja pemerintah pusat tersebut antara lain direncanakan untuk belanja pegawai
sekitar 22,6 persen, belanja barang 14,5 persen, belanja modal 17,6 persen,
pembayaran bunga utang 12,9 persen, subsidi 21,9 persen, belanja hibah 0,2
persen, 6,7 persen untuk bantuan sosial. Dalam beberapa tahun terakhir,
pemerintah berusaha meningkatkan komponen belanja yang mempunyai dampak
multiplier yang lebih besar dan berkelanjutan, khususnya belanja modal. Dalam
tahun 2012, jika dibandingkan dengan APBN-P tahun 2011, alokasi belanja modal
mengalami kenaikan sebesar 19,3 persen.
Selanjutnya, untuk mendukung berbagai upaya tersebut, dalam beberapa tahun
terakhir telah ditempuh langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan kualitas
belanja negara (quality of spending) dengan lebih memperhatikan efisiensi, dan
ketepatan alokasi, serta memperhitungkan pengaruhnya terhadap perekonomian.
Dalam rangka meningkatkan kualitas belanja (quality of spending) tersebut, maka
akan terus dilakukan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:
Pertama, mengedepankan alokasi belanja modal untuk mendukung pembiayaan
bagi kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur yang dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi (pro growth), menciptakan kesempatan kerja (pro job),
mengentaskan kemiskinan (pro poor), dan mendukung pembangunan yang
inklusif, berkelanjutan dan ramah lingkungan (pro environment).
-L.56 Kedua, mengurangi pendanaan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif,
dengan antara lain membatasi belanja barang (biaya perjalanan dinas, kegiatan
rapat kerja, workshop, seminar, dan kegiatan yang sejenis), serta menekan biaya
kegiatan pendukung pencapaian sasaran suatu program (biaya manajemen,
monitoring, sosialisasi, safeguarding).
Ketiga, merancang ulang (redesign) kebijakan subsidi, diantaranya dengan
merubah sistem subsidi dari subsidi harga menjadi subsidi yang lebih tepat sasaran
(targeted subsidy), mempertajam sasaran penerima subsidi melalui sistem seleksi
yang ketat dan basis data yang transparan, serta menata ulang sistem penyaluran
subsidi yang lebih akuntabel, predictable, dan makin tepat sasaran.
Keempat, menghindarkan meningkatnya pengeluaran mandatory spending, yaitu
kewajiban pengeluaran yang ditetapkan (“dikunci”) dalam suatu peraturan
perundang-undangan yang tidak diamanatkan dalam konstitusi dan bertentangan
dengan kaidah pengelolaan keuangan negara.
Kelima, memperluas pelaksanaan reformasi birokrasi, diantaranya melalui
penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, pelaksanaan kontrak kinerja,
peningkatan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) dalam rangka
menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif, serta pemberian remunerasi yang
layak.
Keenam, menerapkan sistem reward dan punishment dalam pengalokasian
anggaran, antara lain dengan memberikan tambahan alokasi anggaran bagi K/L
dan daerah yang dapat mencapai sasaran yang ditetapkan dengan biaya yang lebih
hemat, untuk pencapaian sasaran program yang lebih besar; dan sebaliknya,
memotong anggaran bagi K/L dan atau daerah yang tidak mampu mencapai
sasaran yang sudah ditetapkan tanpa alasan yang dapat dipertangungjawabkan.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, dan
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat untuk memperhatikan anggaran
pengentasan kemiskinan dan anggaran pembangunan dalam rangka mendorong
percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, inklusif, serta adil dan merata.
Berkaitan dengan itu, Pemerintah sangat serius dan secara berkesinambungan
berupaya untuk meningkatkan alokasi anggaran kemiskinan guna mendorong
pengembangan ekonomi, yang pada gilirannya diharapkan dapat mengangkat
perekonomian rakyat ke tingkat yang lebih baik. Di samping itu, Pemerintah juga
terus melaksanakan kebijakan yang pro rakyat, antara lain, dengan: (1) mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan pro rakyat miskin, dengan memberi
perhatian khusus pada usaha-usaha yang melibatkan orang-orang miskin;
(2) meningkatkan dan memperluas kebijakan afirmatif/keberpihakan untuk
menanggulangi kemiskinan melalui perluasan 3 klaster program pro rakyat, yang
-L.57 dituangkan dalam pelaksanaan program klaster 4; dan (3) meningkatkan
efektivitas pelaksanaan penurunan kemiskinan di daerah, termasuk percepatan
pembangunan daerah terpencil dan perdesaan. Dalam rangka pelaksanaan
berbagai kebijakan tersebut, upaya penanggulangan kemiskinan lebih difokuskan
pada lima hal, yaitu (1) penyempurnaan kualitas kebijakan perlindungan sosial
berbasis keluarga; (2) peningkatan efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri;
(3) peningkatan akses usaha mikro dan kecil kepada sumber daya produktif;
(4) perluasan program-program pro rakyat; dan (5) peningkatan koordinasi
penanggulangan kemiskinan serta harmonisasi antar pelaku.
Selanjutnya, terkait dengan fokus infrasruktur dapat disampaikan, bahwa dari
tahun ke tahun, alokasi anggaran belanja modal yang digunakan untuk
pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana dalam rangka meningkatkan
akses masyarakat terhadap pelayanan dasar, serta
peningkatan domestic
connectivity selalu mengalami peningkatan, yaitu dari 6,5 persen terhadap belanja
negara dalam tahun 2005, meningkat menjadi sebesar 11,9 persen terhadap belanja
negara dalam RAPBN 2012. Hal ini menunjukkan besarnya upaya dan keseriusan
Pemerintah dalam mengatasi bottleneck infrastruktur melalui pembangunan
infrastruktur yang lebih merata di seluruh tanah air.
Sementara itu, mengenai besarnya alokasi anggaran belanja pegawai, dapat
disampaikan penjelasan sebagai berikut. Belanja pegawai, selain merupakan jenis
belanja wajib (nondiscretionary spending) juga mempunyai sifat strategis,
terutama berkaitan dengan peningkatan pelayanan publik yang kualitasnya sangat
menentukan suksesnya penyelenggaraan pemerintahan. Peningkatan alokasi
belanja pegawai tersebut antara lain ditujukan untuk mewujudkan pembangunan
di bidang hukum dan aparatur, yang diarahkan pada perbaikan tatakelola
pemerintahan yang baik. Salah satu fokus utama pelaksanaannya adalah melalui
peningkatan profesionalisme aparatur negara dan tata pemerintahan yang penuh
integritas, akuntabel, taat kepada hukum, dan transparan, baik di pemerintah pusat
maupun di pemerintah daerah, agar mampu mendukung keberhasilan
pembangunan di bidang-bidang lainnya. Namun demikian, Pemerintah sependapat
dengan Dewan bahwa sebagaimana jenis belanja yang lainnya, anggaran belanja
pegawai harus optimal dan efisien. Dalam rangka mengoptimalkan kinerja sumber
daya manusia, serta efisiensi anggaran belanja pegawai, Pemerintah akan
melaksanakan penataan organisasi dan penataan Pegawai Negeri Sipil
(rightsizing), melalui moratorium atau penundaan sementara penetapan tambahan
formasi untuk penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
mengenai perlunya anggaran belanja negara lebih difokuskan untuk prioritas
pembangunan yang manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat dalam
rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan tetap menjaga keberlanjutan
-L.58 fiskal, serta memperhatikan efisiensi dan efektivitas belanja negara. Karena itu
dalam RAPBN 2012, Pemerintah telah berupaya untuk mengalokasikan belanja
modal sebesar Rp168,1 triliun. Untuk menjamin ketersediaan infrastruktur, sarana
dan prasarana pelayanan dasar, Pemerintah juga melaksanakan kebijakan belanja
bantuan sosial, dengan alokasi anggaran sebesar Rp63,6 triliun. Alokasi anggaran
ini tercermin di berbagai bidang, diantaranya: (1) bidang pendidikan melalui
program BOS dan beasiswa miskin, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf
pendidikan masyarakat; (2) bidang pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan
PNPM Mandiri, dengan tujuan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
proses pembangunan; (3) bidang kesehatan melalui program Jamkesmas dengan
tujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada
masyarakat; dan (4) bidang perlindungan sosial melalui program keluarga harapan
(PKH) dalam rangka menanggulangi kemiskinan di masyarakat. Selanjutnya,
Pemerintah juga terus melaksanakan kebijakan penyaluran subsidi dalam rangka
meringankan beban masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya,
diantaranya melalui: (1) penyaluran subsidi BBM yang lebih tepat sasaran;
(2) penyaluran subsidi raskin untuk rumah tangga sasaran (RTS); dan
(3) kebijakan penyaluran benih dan pupuk bersubsidi dalam rangka meningkatkan
ketahanan pangan.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya berkaitan
dengan perbaikan dan peningkatan kualitas belanja negara, kiranya dapat kami
sampaikan penjelasan sebagai berikut. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan
efisiensi alokasi belanja, Pemerintah telah dan akan melakukan berbagai upaya
untuk meningkatkan kualitas belanja negara, dengan antara lain melakukan
redesign subsidi dan pengalihan secara bertahap belanja subsidi ke programprogram yang lebih produktif; meningkatkan keterkaitan (linkages) dan koordinasi
dalam sistem perencanaan dan penganggaran di lingkungan Pemerintah, baik di
pusat maupun di daerah; mengembangkan kerangka penganggaran berbasis
kinerja dan berjangka menengah; serta penerapan reward and punishment (diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2011) yang akan
diperluas, tidak hanya didasarkan pada penyerapan anggaran, tetapi lebih kepada
pencapaian kinerja output.
Menangggapi pendapat Fraksi Partai Golongan Karya mengenai perlunya
terobosan dan keberanian politik dari pemerintah untuk mengurangi belanja
pegawai, dan mengarahkan subsidi yang lebih tepat sasaran, sehingga tercipta
ruang fiskal bagi pemerintah, dapat kiranya disampaikan penjelasan sebagai
berikut. Dalam Postur APBN, belanja pegawai termasuk jenis belanja mengikat,
yang wajib disediakan anggarannya oleh pemerintah. Belanja pegawai juga
merupakan belanja yang bersifat strategis guna menunjang kelangsungan kegiatan
pemerintahan, dan menjamin kelangsungan pelayanan publik bagi masyarakat.
Peningkatan belanja pegawai utamanya disebabkan adanya upaya pemerintah
-L.59 untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui reformasi birokrasi dan
tatakelola yang menjadi salah satu prioritas pembangunan Pemerintah saat ini.
Namun demikian, pemerintah sependapat dengan pandangan Dewan yang
terhormat mengenai perlunya dilakukan efisiensi/optimalisasi alokasi anggaran
belanja pegawai. Oleh karena itu, dalam tahun 2011 dan tahun 2012, Pemerintah
akan melakukan penundaan sementara penerimaan calon pegawai negeri sipil
(moratorium) pengangkatan PNS, serta penataan organisasi dan penataan Pegawai
Negeri Sipil (rightsizing), sehingga anggaran belanja pegawai diharapkan akan
lebih efisien.
Terkait dengan subsidi, Pemerintah akan terus berupaya mengurangi subsidi secara
bertahap antara lain melalui penataan ulang kebijakan subsidi agar makin adil dan
tepat sasaran. Subsidi akan lebih diarahkan kepada masyarakat yang memang
berhak menerimanya (targeted subsidy). Beberapa langkah kebijakan yang telah
dan sedang dilakukan oleh Pemerintah adalah: (i) melanjutkan program konversi
minyak tanah ke LPG; (ii) meningkatkan pemanfaatan energi alternatif;
(iii) mengendalikan penggunaan BBM Bersubsidi agar lebih tepat sasaran;
(iv)
melakukan
penghematan
konsumsi
BBM
Bersubsidi;
serta
(iv) menyempurnakan regulasi kebijakan subsidi BBM. Dengan langkah kebijakan
di atas, diharapkan penyaluran subsidi menjadi lebih tepat sasaran, akuntabel, dan
sekaligus dapat mengurangi alokasi belanja subsidi dalam APBN. Dengan
demikian, diharapkan anggaran belanja subsidi tersebut dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan yang lebih produktif dan manfaatnya dapat dirasakan
oleh masyarakat, seperti pembangunan sekolah, jalan raya, jembatan, irigasi,
bantuan kesehatan untuk masyarakat kurang mampu dan sebagainya.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
mengenai perlunya lebih memperhatikan peningkatan yang ideal dalam alokasi
belanja pemerintah pusat, khususnya belanja modal untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat telah
dan akan tetap, dijalankan oleh Pemerintah dengan menerapkan empat strategi
pembangunan, yakni: mendorong pertumbuhan (pro-growth), memperluas
kesempatan kerja (pro-job), menanggulangi kemiskinan (pro-poor), serta
merespon persoalan-persoalan perubahan iklim (pro-environment).
Selain itu, kesejahteraan rakyat juga dicapai melalui perkuatan pembangunan
demokrasi, dan pembangunan penegakan hukum. Dalam tahun 2012, Pemerintah
menetapkan 11 (sebelas) prioritas pembangunan nasional, yaitu: reformasi
birokrasi dan tata kelola; pendidikan; kesehatan; penanggulangan kemiskinan;
ketahanan pangan; infrastruktur; iklim investasi dan iklim usaha; energi;
lingkungan hidup dan pengelolaan bencana; daerah tertinggal, terdepan, terluar,
dan pasca-konflik; kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi; prioritas lainnya
di bidang politik, hukum dan keamanan; prioritas lainnya di bidang
perekonomiaan; dan prioritas lainnya di bidang kesejahteraan rakyat.
-L.60 Dari sisi anggaran, upaya pencapaian kesejahteraan rakyat tersebut berkaitan
dengan berbagai jenis belanja, khususnya belanja modal, subsidi, dan bantuan
sosial. Dalam tahun 2012, belanja modal dialokasikan sebesar Rp168,1 triliun;
belanja subsidi sebesar Rp208,9 triliun; dan untuk belanja bantuan sosial sebesar
Rp63,6 triliun. Besarnya alokasi yang cukup signifikan dari ketiga jenis belanja
tersebut khususnya, dan seluruh belanja negara umumnya yang didukung dengan
berbagai upaya peningkatan kualitas dan efisiensi belanja, diharapkan akan
mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai perlunya
kenaikan gaji PNS/TNI/Polri diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan
publik, dan reformasi birokrasi. Sejalan dengan itu, kebijakan menaikkan gaji
pokok PNS/TNI/Polri sebesar rata-rata 10 persen dalam tahun 2012 ditujukan
terutama untuk meningkatkan kesejahteraan para PNS/TNI/Polri, dan
memperbaiki kinerjanya dalam melakukan pelayanan publik. Dari sisi
kesejahteraan pegawai negeri, kenaikan gaji tersebut dimaksudkan untuk
memperbaiki rasio antara gaji pokok terendah dengan gaji pokok tertinggi,
sehingga diperoleh skala gaji pokok yang mencerminkan keadilan. Kebijakan
kenaikan gaji pokok tersebut merupakan upaya untuk mendorong dan memberikan
motivasi agar PNS/TNI/Polri bekerja secara lebih produktif, profesional, dan
menjaga integritasnya, yang pada akhirnya memiliki kinerja yang baik, khususnya
dalam memberikan pelayanan publik. Hal ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pada upaya memantapkan tata kelola pemerintahan ke arah yang lebih
baik, yang akan berdampak pada sehatnya iklim investasi dan dunia usaha, sebagai
unsur pokok dalam menciptakan lapangan usaha. Selain itu, Pemerintah juga
menempuh kebijakan pemberian gaji bulan ketigabelas, yang diarahkan untuk
membantu pegawai dalam memenuhi biaya pendidikan bagi anak dan keluarganya,
yang berarti bagian dari investasi di bidang SDM.
Kebijakan kenaikan gaji PNS/TNI/Polri, dan pemberian gaji bulan ketigabelas
tersebut merupakan bagian dari proses reformasi birokrasi yang telah dan sedang
dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mewujudkan aparatur negara yang netral,
profesional, berdaya guna, produktif, transparan, bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN), dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat. Reformasi birokrasi merupakan program pemerintah yang harus
dilakukan oleh seluruh Kementerian negara/Lembaga. Dalam reformasi birokrasi
dikenal prinsip equal pay for equal work yang akan mendorong seluruh pegawai
untuk memberikan kinerjanya sebaik mungkin. Reformasi birokrasi itu sendiri
antara lain meliputi penataan kelembagaan/organisasi, efisiensi ketatalaksanaan,
peningkatan akuntabilitas aparatur, peningkatan system pengawasan, dan
peningkatan kualitas pelayanan publik, serta penataan kepegawaian/SDM
aparatur.
-L.61 Terhadap usulan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai moratorium
penerimaan CPNS, pensiun dini, dan rasio jumlah PNS ideal yang patut
dipertimbangkan, dapat disampaikan tanggapan bahwa pemerintah mengapresiasi
dukungan Dewan atas rencana pemerintah untuk melaksanakan program
moratorium PNS.
Dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi dan mengoptimalkan kinerja
sumber daya manusia, serta efisiensi anggaran belanja pegawai, Pemerintah akan
melakukan penataan organisasi dan penataan Pegawai Negeri Sipil (rightsizing)
melalui penundaan sementara penetapan tambahan formasi untuk penerimaan
Calon Pegawai Negeri Sipil (moratorium). Moratorium tersebut rencananya akan
diberlakukan mulai 1 September 2011 sampai dengan 31 Desember 2012.
Namun, untuk menjaga kualitas dan kelancaran pelayanan publik bagi masyarakat,
moratorium tersebut akan dibatasi hanya untuk PNS regular, sedangkan untuk
PNS yang bersifat pelayanan publik, seperti tenaga pendidik, tenaga perawat, UPT
kesehatan pelabuhan, tenaga-tenaga untuk keselamatan masyarakat yaitu resquer,
pengamat meteorologi dan geofisika, pengawas farmasi dan makanan, serta tenaga
lainnya akan dilakukan perekrutan sesuai dengan kebutuhan dan redistribusi ke
daerah-daerah yang tepat. Sama halnya dengan pemerintah pusat, kebijakan
tersebut juga berlaku bagi pemerintah daerah. Namun, bagi daerah yang besaran
anggaran belanja pegawainya lebih dari 50 persen dari total Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Tahun 2011 tidak dapat menambah kuota kebutuhan
pegawainya.
Dalam masa penundaan tersebut, Pemerintah akan melakukan penataan kembali
jumlah kebutuhan Pegawai Negeri Sipil yang tepat berdasarkan analisis jabatan
dan beban kerja. Sejalan dengan itu, pimpinan instansi pusat dan daerah akan
melakukan redistribusi (penyaluran ke satuan organisasi yang membutuhkan)
pegawai sesuai dengan kompetensi di masing-masing instansi berdasarkan hasil
penataan. Apabila redistribusi tersebut telah dilakukan, dan ternyata ada PNS yang
tidak dapat disalurkan, maka terhadap PNS tersebut dapat ditawarkan untuk
pensiun dini, atau diberhentikan dengan hormat dari jabatan negeri, dengan
mendapat hak-hak kepegawaian sesuai ketentuan perundang-undangan.
Dengan adanya program moratorium tersebut diharapkan belanja negara, terutama
belanja pegawai, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah akan lebih
efektif dan efisien.
Terhadap pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai porsi belanja
pegawai dan belanja barang yang masih terlalu tinggi, sehingga perlu dibatasi
sampai maksimal 30% dari belanja pemerintah pusat dan paling tinggi 50% dari
total belanja pemerintah daerah, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut.
Pada prinsipnya Pemerintah menyadari bahwa saat ini porsi belanja pegawai dan
belanja barang masih cukup besar. Namun demikian, dapat disampaikan bahwa
-L.62 berbagai jenis belanja mempunyai fungsi strategis sesuai dengan karakternya
masing-masing, dan secara simultan mendorong tercapainya tujuan bernegara.
Fungsi belanja pegawai difokuskan untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai
dan pensiunan, serta mempertahankan daya beli pegawai agar mereka lebih
profesional, netral, berkinerja tinggi, akuntabel dan sejahtera. Sementara itu
belanja barang lebih di fokuskan untuk menjaga kelancaran kegiatan operasional
pemerintahan dan pemeliharaan aset negara, serta peningkatan kualitas pelayanan
publik.
Pemerintah juga sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera mengenai proporsi belanja pegawai dan belanja barang di daerah, telah
berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Sebagai respon dari kondisi tersebut,
beberapa langkah sedang dan akan dilakukan pemerintah, diantaranya adalah
dengan melakukan moratorium PNS secara selektif melalui penerbitan Surat
Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men-PAN&RB)
yang efektif berlaku sejak tanggal 1 September 2011 sampai dengan 31 Desember
2012. Selama periode moratorium tersebut akan dilakukan perhitungan jumlah
kebutuhan PNS yang tepat berdasarkan analisis jabatan dan beban kerja untuk
melakukan penataan organisasi (rightsizing) dan penataan PNS dalam kerangka
pelaksanaan reformasi birokrasi. Dengan adanya program moratorium tersebut,
diharapkan belanja negara terutama belanja pegawai baik di pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah akan lebih efektif dan efisien. Selain itu, pemerintah
sedang membahas kemungkinan pelaksanaan pembatasan belanja pegawai
pemerintah daerah secara proporsional melalui muatan materi revisi UU No.33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah. Dalam hal ini, penyempurnaan yang dilakukan
direncanakan bukan saja pada substansi yang menyangkut belanja pegawai dan
belanja barang saja, tetapi juga diupayakan untuk melihat implikasinya terhadap
administrasi pemerintahan di pusat dan daerah untuk mendorong anggaran publik
yang lebih berkualitas.
Menanggapi saran dan pendapat Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan mengenai perlunya Pemerintah memberikan prioritas terhadap
belanja modal dalam pengalokasian belanja negara, dapat kiranya disampaikan
penjelasan sebagai berikut. Pada dasarnya, dalam setiap penyusunan APBN,
termasuk RAPBN 2012, perencanaan alokasi belanja negara, terutama diarahkan
untuk memberikan daya dukung yang optimal terhadap pencapaian pertumbuhan
yang berkualitas, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi berbagai
aspek pembangunan lainnya. Untuk memperkuat daya dukung APBN tersebut,
Pemerintah telah menyusun langkah-langkah peningkatan kualitas belanja negara,
dengan antara lain mengedepankan alokasi belanja modal untuk mendukung
pendanaan bagi berbagai kegiatan pembangunan, mengefisienkan pendanaan bagi
kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif, dan menghindarkan meningkatnya
-L.63 pengeluaran wajib (mandatory spending). Langkah-langkah tersebut perlu
dilakukan, mengingat belanja modal dapat memberikan multiplier effect yang lebih
besar, dan berkelanjutan terhadap perekonomian. Berkaitan dengan itu, dalam
RAPBN Tahun 2012, alokasi anggaran belanja modal direncanakan mencapai
Rp168,1 triliun, atau meningkat Rp27,2 triliun (19,3 persen) dari APBN-P 2011.
Selain itu, Pemerintah juga sependapat dengan pandangan Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya bahwa alokasi belanja modal harus
dapat lebih dimanfaatkan secara efektif untuk pembangunan sarana infrastruktur
yang lebih mempunyai fungsi ekonomis untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Dalam RAPBN 2012, alokasi belanja modal tersebut antara lain akan
difokuskan untuk mendukung program-program penyediaan infrastruktur, antara
lain berupa pembangunan infrastruktur dasar untuk mendukung pencapaian target
pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat; pembangunan
infrastruktur pertanian untuk mendukung pencapaian program ketahanan pangan;
serta pembangunan infrastruktur energi dan komunikasi. Selain itu, anggaran
belanja modal tersebut juga akan digunakan untuk mendukung upaya
debottlenecking; mengurangi backlog pembangunan infrastruktur; mendukung
peningkatan domestic connectivity (keterhubungan antarwilayah); meningkatkan
kemampuan pertahanan menuju minimum essential forces (MEF); mendukung
pendanaan kegiatan multi years; meningkatkan kapasitas mitigasi dan adaptasi
terhadap dampak negatif akibat perubahan iklim (climate changes); serta
meningkatkan kesiagan dalam menghadapi bencana.
Pemerintah lebih fokus dan memberikan prioritas tinggi terhadap pembangunan
infrastruktur. Untuk itu, alokasi belanja infrastruktur menempati posisi yang
strategis dalam proses pembangunan, karena dapat memacu pertumbuhan,
sekaligus membuka kesempatan kerja, dan menurunkan kemiskinan, sehingga
perlu selalu diupayakan peningkatannya. Karena itu, alokasi belanja infrastruktur
dalam RAPBN tahun 2012 direncanakan sebesar Rp156,5 triliun, atau meningkat
Rp3,5 trilun (2,3 persen) dari alokasinya dalam APBN-P tahun 2011 sebesar
Rp153,0 triliun. Alokasi belanja infrastruktur dalam RAPBN 2012 tersebut akan
digunakan antara lain untuk mendukung program-program penyediaan
infrastruktur dasar, seperti Program Penyelenggaraan Jalan sebesar Rp30,5 triliun;
Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman sebesar
Rp12,4 triliun; Program Pengelolaan Sumber Daya Air sebesar Rp16,3 triliun;
Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Laut sebesar Rp6,9
triliun; dan Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi
Perkeretaapian sebesar Rp8,8 triliun.
Dalam rangka mendukung tercapainya berbagai sasaran pada prioritas
pembangunan infrastruktur dalam tahun 2012, maka arah kebijakan pembangunan
infrastruktur berdasarkan RPJMN 2010-2014 difokuskan untuk: (1) meningkatkan
-L.64 pelayanan infrastruktur sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM);
(2) mendukung peningkatan daya saing sektor riil; dan (3) meningkatkan
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS).
Selanjutnya, dapat disampaikan pula bahwa selain belanja modal untuk
infrastruktur, sesungguhnya terdapat komponen anggaran lain yang mendukung
pembangunan infrastruktur, sehingga menimbulkan multiplier effect yang besar
dan berkelanjutan. Komponen belanja negara tersebut antara lain meliputi: Belanja
Barang yang diserahkan kepada masyarakat/pemerintah daerah, Anggaran PNPM,
Risiko Kenaikan Tanah (Land Capping), Pengembangan Kawasan Perdagangan
Bebas, DAK Infrastruktur dan Tambahan Otonomi Khusus Infrastruktur,
Penyertaan Modal Negara untuk Infrastruktur, Kredit Program KPRSH dan
Rusunami, Dana Kontijensi PLN, Dana Kontijensi PDAM, Dana Investasi
Pemerintah, dan Dana Bergulir untuk Investasi (Jalan Tol).
Menanggapi permintaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar kebijakan
belanja negara tahun 2012 dapat mengakomodasi pelaksanaan SJSN (Sistem
Jaminan Sosial Nasional) seiring dengan pembentukan BPJS (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial), dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut.
Kebijakan belanja negara dalam RAPBN tahun 2012 pada dasarnya telah
mengakomodasi pelaksanaan SJSN. Seperti tercermin dari ditunjuknya empat
BUMN, yaitu PT Taspen (Persero), PT ASABRI, PT Askes (Persero) dan PT
Jamsostek, untuk melaksanakan program SJSN. Hal ini terutama mengingat BPJS,
sebagaimana amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, saat ini belum terbentuk. Pemerintah terus melaksanakan
program Asuransi Kesehatan dan program Pensiun bagi PNS serta program
Jamkesmas dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi
masyarakat sebagai tahap pra pelaksanaan SJSN. Pemerintah mengharapkan agar,
dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, proses pembahasan Rancangan
Undang-undang tentang Pembentukan Badan Pengelola Jaminan Sosial (RUU
BPJS) akan segera dapat diselesaikan bersama-sama antara DPR dengan
Pemerintah.
Selanjutnya, terkait dengan perlunya upaya untuk memastikan efisiensi belanja
kesehatan publik, dan sistem kesehatan nasional, dapat disampaikan bahwa
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera,
mengenai perlunya setiap tahun anggaran, Pemerintah menerapkan ketentuan
yang mendorong kementerian negara/lembaga sebagai pengguna anggaran, untuk
memanfaatkan anggaran secara efisien dan efektif. Semangat peningkatan efiensi
anggaran demikian akan terus dilanjutkan di tahun-tahun anggaran selanjutnya.
Langkah-langkah peningkatan efisiensi, dan kualitas belanja di bidang kesehatan
yang telah dan akan terus diterapkan antara lain meliputi:
1. Mendorong K/L agar pengalokasian anggaran satker mengacu pada prioritas
-L.65 2.
3.
4.
5.
6.
pembangunan nasional dalam RKP dan rencana kerja Kemenetrian Kesehatan
TA 2012;
Mengedepankan alokasi belanja modal untuk peningkatan sarana dan
prasarana fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya di daerah
perbatasan, daerah terpencil dan pulau-pulau kecil;
Mengurangi kegiatan yang bersifat konsumtif, antara lain membatasi biaya
perjalanan dinas, rapat-rapat, workshop, seminar, dan kegiatan sejenis, serta
menekan biaya kegiatan pendukung (manajemen, monitoring, sosialisasi,
safeguarding);
Melarang pengalokasian anggaran untuk kegiatan-kegiatan yang bukan
merupakan tugas dan fungsi kementerian Kesehatan, seperti perayaan atau
peringatan hari besar nasional, hari raya agama, dan hari ulang tahun
kementerian/lembaga; pemberian hadiah/tanda mata, karangan bunga, dan
sebagainya untuk berbagai peristiwa;
Mendorong pelaksanaan reformasi birokrasi dalam rangka menciptakan
birokrasi yang efisien namun mampu memberikan pelayanan ke masyarakat
secara efektif dan prima;
Menerapkan sistem reward dan punishment dalam penganggaran.
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai beban
pembayaran bunga utang yang semakin meningkat dalam tahun 2012, dapat
kiranya disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pada dasarnya timbulnya beban
bunga utang merupakan dampak dari pengadaan/penerbitan utang, baik yang baru
ataupun yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Jumlah bunga utang
tersebut setiap tahunnya mengalami fluktuasi, karena menyesuaikan skedul waktu
pembayaran masing-masing instrumen utang, dan realisasi berbagai variabel
ekonomi makro yang mempengaruhinya, seperti nilai, tukar dan tingkat bunga
referensi.
Sementara itu, rasio pembayaran bunga utang terhadap total belanja pemerintah
pusat dalam beberapa tahun terakhir justru menunjukkan kecenderungan yang
secara relatif, semakin menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa Pemerintah
semakin memiliki ruang untuk membiayai pembangunan nasional. Sebagai
gambaran, bila dibandingkan dengan belanja pemerintah pusat, maka pada tahun
2005 sekitar 18,1 persen dari total belanja pemerintah pusat dialokasikan untuk
membayar bunga utang, sementara pada tahun 2009 proporsi tersebut jauh
menurun sehingga hanya menjadi 14,9 persen.
Sejauh ini, Pemerintah telah melakukan upaya-upaya dalam mengendalikan beban
bunga utang, antara lain dengan mengurangi biaya diskon yang dikeluarkan
dengan pemilihan seri dan waktu yang tepat dalam setiap penerbitan SBN,
melakukan buyback dan debt switching terhadap SBN yang mempunyai tingkat
kupon yang tinggi, memilih pemberi pinjaman secara selektif yang memiliki
-L.66 perencanaan dan preferensi pembiayaan yang lebih jelas dan sesuai dengan
kegiatan prioritas, meningkatkan penyerapan pinjaman dan/atau kinerja kegiatan,
memaksimalkan tawaran konversi bunga pinjaman luar negeri, dan penggunaan
hedging untuk meningkatkan kepastian terhadap pembayaran kewajiban utang
baik dari pinjaman maupun SBN
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera mengenai rencana pemerintah menurunkan anggaran
subsidi listrik tahun 2012 menjadi Rp45 triliun melalui kenaikan Tarif Tenaga
Listrik (TTL), dapat kiranya disampaikan penjelasan sebagai berikut. Dalam
RAPBN TA 2012, Pemerintah berencana akan menyesuaikan Tarif Tenaga Listrik
(TTL) rata-rata sebesar 10 persen sejak awal bulan April 2012. Namun demikian,
Pemerintah tetap berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah, dengan tidak
memberlakukan kenaikan TTL bagi pelanggan dengan daya 450 watt. Kebijakan
ini, bertujuan agar harga listrik bersubsidi benar-benar dinikmati oleh masyarakat
yang berhak (real targeted), yaitu masyarakat berpenghasilan rendah, dan industri
kecil menengah.
Sesuai dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan Pemerintah sesuai dengan kewenangannya, menetapkan tarif
tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia, dan tarif tenaga listrik untuk konsumen ditetapkan dengan
memperhatikan keseimbangan konsumen dan pelaku usaha. Sehubungan dengan
hal tersebut, dalam mengambil kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik tahun 2012,
Pemerintah akan melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.
Untuk mengendalikan anggaran subsidi listrik, Pemerintah terus berupaya untuk
menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik melalui optimalisasi
bauran energi (energy mix) untuk bahan bakar pembangkit listrik. Optimaliasi
energy mix tersebut dilakukan terutama dengan cara menurunkan penggunaan
BBM, serta menjamin dan menjaga ketersediaan pasokan gas bumi, batubara, dan
jenis energi lainnya. Pemerintah juga telah mengambil langkah-langkah untuk
mengupayakan terpenuhinya pasokan gas melalui: percepatan pembangunan
infrastruktur gas (Floating Storage and Regasification Unit/FSRU, dan pipa
jaringan gas), memonitor dan mengkoordinasikan kepastian pasokan gas bagi PLN,
dan memonitor penyelesaian masalah lintas sektor yang berpotensi membuat
terkendalanya pasokan gas.
Dalam proyek 10.000 MW Tahap I, Pemerintah telah berupaya untuk memastikan
pelaksanaan commercial operation date (COD) tepat waktu melalui langkahlangkah antara lain: peningkatan peran pengawasan unit struktural untuk
mengawasi pelaksanaan penyelesaian proyek oleh PLN; koordinasi secara ketat
dengan PLN dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan penyelesaian proyek;
pelaporan perkembangan hasil monitoring dan evaluasi kepada Menko Bidang
-L.67 Perekonomian dengan tembusan kepada Presiden, Wapres dan UKP4; memonitor
penyelesaian masalah lintas sektor yang berpotensi membuat terkendalanya proyek
PLTU 10.000 MW Tahap I; memonitor kepastian pasokan batubara, melakukan
monitoring kWh produksi proyek yang sudah beroperasi (COD maupun operasi
commissioning);
serta
melakukan
monitoring
terhadap
penyelesaian
pembangunan jaringan transmisi terkait proyek PLTU 10.000 MW Tahap I.
Untuk meningkatkan efisiensi pembangkit tenaga listrik milik PT PLN (Persero)
telah dilaksanakan dengan mekanisme merit order dalam pengoperasian
pembangkit, sehingga diupayakan pembangkit yang berbahan bakar lebih murah
dapat digunakan memikul beban dasar. Selain itu, juga dilakukan pengoptimalan
operasi pembangkit IPP (Independent Power Product) melalui optimalisasi
kapasitas operasional pembangkit sesuai kontrak, dan penambahan pasokan diatas
kontrak (excess power) serta peningkatan peran captive power pembangkit
Industri untuk menunjang sistem setempat (excess power).
Dengan ditetapkannya target losses jaringan pada tahun 2012 sebesar 8,50 persen,
yang jauh dibawah target APBN-P 2011 yang besarnya 9,36 persen, telah diambil
langkah-langkah dengan merencanakan antara lain : memperbanyak trafo
distribusi sisipan baru, mengurangi transfer energi dengan mempercepat COD
pembangkit baru, penggunaan trafo distribusi low-losses, meningkatkan
penertiban pencurian listrik, termasuk Penerangan Jalan Umum (PJU) ilegal, dan
mendorong penggunaan listrik prabayar.
Selain itu, Pemerintah juga mengupayakan pembenahan pada PT PLN agar tidak
mengalami kesulitan likuiditas dengan memberikan margin usaha sebesar 7 persen
pada tahun 2012. Dengan margin tersebut, diharapkan PT PLN akan memperoleh
pendanaan dari obligasi (pinjaman) di pasar internasional, yang dapat digunakan
untuk membiayai kegiatan investasinya.
Terhadap pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golongan
Karya, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera mengenai pembenahan mekanisme dan pola subsidi agar
lebih akuntabel, tepat sasaran dan efisien, dapat disampaikan tanggapan sebagai
berikut. Pemerintah sependapat dan menyadari bahwa pola penyaluran subsidi
BBM selama ini masih harus diperbaiki, dan sangat membebani anggaran negara.
Untuk itu, Pemerintah telah dan sedang melakukan langkah-langkah agar pola
subsidi, khususnya subsidi energi menjadi akuntabel, lebih tepat sasaran dan
efisien. Langkah-langkah itu antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
(1) melanjutkan program konversi minyak tanah ke LPG; (2) meningkatkan
pemanfaatan energi alternatif; (3) mengendalikan penggunaan BBM Bersubsidi
agar lebih tepat sasaran; (4) melakukan penghematan konsumsi BBM Bersubsidi;
serta (5) menyempurnakan regulasi kebijakan subsidi BBM. Dengan langkah
kebijakan di atas, diharapkan penyaluran subsidi menjadi lebih tepat sasaran,
akuntabel, dan sekaligus dapat mengurangi alokasi belanja subsidi dalam APBN.
-L.68 Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai penataan
ulang kebijakan subsidi BBM melalui supply-side management dan demand-side
management, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah
menyadari bahwa pola subsidi BBM yang ada pada saat ini, masih perlu terus
disempurnakan agar subsidi BBM lebih dapat dinikmati oleh masyarakat yang
kurang mampu. Untuk itu, dari sisi supply, volume konsumsi BBM bersubsidi perlu
dikendalikan dan dikurangi secara bertahap. Dalam kaitan ini, Pemerintah telah
dan sedang melakukan beberapa upaya agar volume konsumsi BBM bersubsidi
dapat dikurangi, antara lain dengan mengurangi volume minyak tanah bersubsidi
melalui program konversi minyak tanah (mitan) bersubsidi dengan LPG tabung 3
Kg. Pada tahun 2006, volume mitan bersubsidi adalah sebanyak 10 juta KL, dan
dengan program konversi ini volume mitan bersubsidi dapat dikurangi menjadi 1,8
juta KL pada tahun 2011 (APBN-P 2011). Program konversi mitan ke LPG tabung 3
Kg, di satu sisi, lebih tepat sasaran karena dapat dinikmati oleh masyarakat kurang
mampu, di sisi lain juga menghasilkan penghematan atas beban belanja subsidi.
Disamping itu, Pemerintah juga sedang mempersiapkan pengendalian kategori
konsumen pengguna BBM bersubsidi, dengan tujuan agar penyaluran BBM
bersubsidi menjadi lebih terarah, dan konsumsi BBM bersubsidi dapat dikurangi.
Kebijakan lain yang akan ditempuh oleh Pemerintah untuk menurunkan volume
BBM adalah dengan mengoptimalkan penggunaan energi alternatif untuk
menggantikan BBM, seperti bahan bakar nabati, batubara dan panas bumi.
Dari demand-side management, Pemerintah sependapat dengan pandangan
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa peningkatan jumlah kendaraan
bermotor, baik kendaraan pribadi, transportasi umum, dan layanan umum
mempunyai implikasi negatif terhadap belanja subsidi BBM. Untuk itu, Pemerintah
masih melakukan review pengendalian volume BBM bersubsidi melalui pengaturan
jenis kategori kendaraan yang menggunakan BBM bersubsidi, dan wilayah (lokasi
geografis) secara bertahap. Dengan pengendalian volume BBM bersubsidi dari
supply-side management dan demand-side management
ini, Pemerintah
berharap volume BBM bersubsidi dapat diturunkan, dan beban belanja subsidi
energi dapat dikurangi.
Terhadap pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai perlunya
diterapkan dua harga untuk BBM jenis premium, Pemerintah akan mengkaji
pandangan ini secara komprehensif, mengingat penerapan harga yang berbeda
untuk BBM jenis premium, selain membutuhkan sarana pendukung di SPBU, juga
memerlukan sistem pengawasan distribusi yang ekstra karena adanya disparitas
harga antara harga premium subsidi dan premium non subsidi akan menimbulkan
moral hazard penyalahgunaan premium.
Terhadap pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya mengenai
kebijakan pengurangan subsidi melalui kenaikan tarif tenaga listrik dan
pengendalian volume konsumsi BBM tidak ramah terhadap kondisi sebagian besar
-L.69 masyarakat bangsa kita yang masih mengalami kesulitan ekonomi, dapat
disampaikan tanggapan sebagai berikut. Alokasi anggaran subsidi diarahkan untuk
mempertahankan kesejahteraan rakyat dan meringankan beban masyarakat dalam
memperoleh kebutuhan dasar dengan harga yang terjangkau. Pemerintah
menyadari bahwa pola penyaluran subsidi saat ini masih belum tepat sasaran.
Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), sebesar 53
persen konsumsi premium bersubsidi pada tahun 2010, digunakan untuk
kendaraan mobil pribadi. Untuk itu, dalam jangka menengah, Pemerintah akan
mengupayakan dan menata ulang (redesign) setiap kebijakan subsidi, agar
penyalurannya lebih tepat sasaran. Subsidi akan lebih diarahkan kepada
masyarakat yang memang berhak menerimanya (targeted subsidy).
Terkait dengan itu, langkah-langkah Pemerintah
dalam penataan kembali
penyaluran BBM Bersubsidi dilakukan melalui revitalisasi kelembagaan dan
penyempurnaan regulasi yang terkait dengan pendistribusian BBM Bersubsidi,
diantaranya pengkategorisasian pengguna BBM Bersubsidi yang lebih akuntabel
dan tepat sasaran. Untuk pelaksanaan pendistribusian BBM Bersubsidi yang lebih
tepat sasaran, Pemerintah sedang menyiapkan pemilihan sistem pengendalian
penyaluran BBM Bersubsidi, seperti alat kendali atau sistem cash-back. Selain itu,
Pemerintah juga akan merevitalisasi pemanfaatan gas untuk transportasi sebagai
pengganti bahan bakar minyak.
Sementara itu, dalam rangka penataan subsidi listrik, Pemerintah akan mengambil
kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) sebesar 10 persen mulai 1 April 2012.
Namun demikian, Pemerintah tetap berpihak kepada masyarakat yang tidak
mampu. Berkenaan dengan itu, kenaikan TTL tersebut hanya ditujukan untuk
pelanggan rumah tangga golongan tarif 450 VA ke atas. Dengan demikian,
diharapkan harga listrik bersubsidi benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang
berhak (real targeted), yaitu masyarakat berpenghasilan rendah, dan industri kecil
dan menengah. Selain itu, dalam rangka mengantisipasi dampak kenaikan tarif
tenaga listrik, Pemerintah juga akan melakukan langkah-langkah untuk
meminimalisasi inflasi akibat kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan data Bank Indonesia, setiap kenaikan TTL sebesar 10 persen pada
golongan rumah tangga (kecuali daya 450VA), hanya menyebabkan sumbangan
langsung terhadap inflasi sebesar 0,18 persen. Dengan demikian, diharapkan
kenaikan TTL tersebut tidak akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat,
terutama masyarakat berpendapatan rendah.
Selanjutnya, dalam rangka perbaikan tata kelola energi nasional, Pemerintah telah
melakukan perubahan paradigma dalam pengelolaan sumber daya energi, dari
revenue based menjadi economic growth, dimana pemanfaatan sumber daya
energi lebih ditekankan dan diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan energi
dalam negeri. Sesuai dengan RKP 2012, kebijakan ketahanan dan kemandirian
energi akan diarahkan untuk : (i) meningkatkan produksi/lifting, dan cadangan
-L.70 minyak bumi; (ii) meningkatkan pelayanan jaringan infrastruktur minyak dan gas
bumi; (iii) meningkatkan pemanfaatan gas bumi untuk keperluan industri di dalam
negeri; (iv) menerapkan inisiatif energi bersih (Green Energy Initiatives) melalui
peningkatan pemanfaatan energi terbarukan; (v) meningkatkan efisiensi
pemanfaatan energi; dan (vi) menyediakan subsidi energi yang tepat sasaran serta
secara bertahap menurunkan besarnya nilai subsidi BBM.
D. DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH
Pemerintah menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang tinggi atas dukungan
Fraksi Partai Demokrat mengenai penerapan System Reward and Punishment
bagi setiap daerah, dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
dalam pengelolaan keuangan negara.
Pemerintah Pusat, selama ini terus menerus berusaha untuk meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk
kebijakan Transfer ke Daerah. Beberapa upaya Pemerintah Pusat terkait dengan
hal ini, antara lain yaitu penetapan formulasi baku dalam penghitungan alokasi
Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain itu,
Pemerintah juga senantiasa berusaha untuk melaksanakan penyempurnaan proses
penghitungan dan penetapan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) agar menjadi lebih
transparan dan akuntabel bagi setiap daerah.
Selanjutnya, penerapan System Reward and Punishment dalam rangka
mendukung transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, juga
terus menerus dilaksanakan sebagai bagian dari kebijakan Transfer ke Daerah,
antara lain melalui mekanisme pemberian insentif kepada daerah-daerah yang
berprestasi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, yaitu: daerah yang sudah
melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat dengan baik, dan mendapatkan Opini
WTP dan WDP atas LKPD dari BPK, serta daerah yang menetapkan APBD tepat
waktu. Pada tahun 2010, Pemerintah telah mengalokasikan Rp1,3 triliun kepada 54
daerah berprestasi, selanjutnya pada tahun 2011 dialokasikan jumlah yang sama
sebesar Rp1,3 triliun untuk 60 daerah berprestasi. Selain itu, juga diterapkan
mekanisme pemberian sanksi atas keterlambatan penyampaian APBD, dan
mekanisme prasyarat penyaluran dana transfer dan ketepatan waktu penyampaian
APBD yang terbukti efektif dalam mendorong percepatan penetapan APBD. Pada
tahun 2010, Pemerintah telah memberikan sanksi kepada 2 (dua) Pemerintah
Daerah, sedangkan pada tahun 2011 sanksi diberikan kepada 19 daerah.
Meningkatnya jumlah daerah yang diberikan sanksi tersebut terutama disebabkan
penetapan batas akhir penyampaian APBD menjadi lebih awal, dari sebelumnya
bulan Mei pada tahun 2010 menjadi bulan April pada tahun 2011.
-L.71 Kebijakan reward dan punishment dimaksudkan untuk mendorong daerah agar
melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan peruntukan secara tepat waktu.
Lebih jauh lagi, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mendorong agar daerah
berkinerja secara lebih baik, dalam hal pengelolaan keuangan, pelaksanaan di
lapangan, maupun pencapaian hasil-hasil dari program kegiatan yang semaksimal
mungkin memberikan manfaat bagi masyarakat lokal.
Jenis reward yang sudah diberikan antara lain dalam bentuk pemberian Dana
Insentif Daerah (DID), sedangkan jenis punishment yang sudah diterapkan berupa:
penundaan DAU sebagai sanksi keterlambatan penyampaian Perda APBD,
penundaan penyaluran DAK karena belum melaksanakan dan melaporkan
penyerapan DAK tahap sebelumnya, penundaan penyaluran DBH Cukai Hasil
Tembakau (CHT) sebagai sanksi atas keterlambatan pelaksanaan dan pelaporan
DBH CHT, penundaan Dana Penyesuaian sebagai sanksi atas tidak dilaksanakan
dan dilaporkannya penyerapan dana penyesuaian tahap sebelumnya, dan
sebagainya.
Dengan System Reward and Punishment diharapkan peningkatan kinerja
pengelolaan keuangan daerah menjadi suatu kebutuhan rutin dan bukan lagi
sekedar kewajiban.
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Golongan Karya mengenai perubahan
postur anggaran ke arah yang lebih bercorak desentralistik dengan meningkatkan
porsi Transfer ke Daerah untuk memperkuat daerah dengan pusat pertumbuhan
yang tersebar, dapat disampaikan bahwa Pemerintah sependapat dengan hal itu.
Hal ini tercermin dari berbagai upaya yang terus dilakukan Pemerintah, antara lain
melalui peningkatan porsi anggaran transfer ke daerah dari tahun ke tahun, seperti
realokasi program BOS dan tunjangan profesi guru yang semula dialokasikan
melalui Kementerian Pendidikan Nasional, mulai tahun 2011 telah direalokasikan
ke dalam pos belanja transfer ke daerah. Di samping itu, Pemerintah juga terus
menggalakan pembangunan infrastruktur di daerah, termasuk pembangunan
infrastruktur perdesaan, melalui program pemberdayaan masyarakat (PNPM
Infrastruktur Perdesaan) yang terus dibarengi dengan perluasan cakupan daerah
penerimanya. Selain itu, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk DAK,
khususnya DAK Infrastruktur Jalan, DAK Infrastruktur Air Minum, DAK
Infrastruktur Sanitasi dan Irigasi untuk memenuhi kebutuhan sarana dan
prasarana pelayanan dasar bagi masyarakat dalam rangka mendorong percepatan
pembangunan daerah dan pencapaian sasaran nasional. Sejalan dengan berbagai
upaya tersebut, proporsi belanja negara untuk transfer ke daerah mangalami
peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari sebesar 29,5 persen pada tahun 2005,
meningkat menjadi sebesar 32,7 persen dalam RAPBN 2012.
Namun, dalam rangka meningkatkan peran Transfer ke Daerah agar dapat dikelola
dan dimanfaatkan dengan baik oleh daerah, maka diperlukan peningkatan kualitas
pengelolaan keuangan daerah, yang meliputi:
-L.72 a. Perbaikan quality of spending yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Pemerintah Daerah memiliki fungsi alokasi dan distribusi yang dapat
mengarahkan pendapatan yang diterima kepada sektor produktif perekonomian
di daerah yang memiliki nilai tambah yang besar, sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
b. Penguatan kelembagaan pemerintahan daerah dan swasta untuk bersama-sama
mendukung implementasi good governance.
c. Peningkatan kompetensi PNSD, baik hard competence maupun soft
competence. Sinkronisasi belanja K/L dengan Transfer ke Daerah dalam hal
kewenangan atau urusan yang sebenarnya telah menjadi kewenangan/urusan
daerah.
Pada dasarnya Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai
Amanat Nasional mengenai semakin besarnya porsi dana transfer ke daerah dari
APBN menunjukkan semakin besarnya peranan pemerintah daerah dalam
pembangunan nasional. Hal ini sesuai dengan prinsip “uang mengikuti fungsi”,
dimana besarnya dana yang ditransfer ke daerah mengikuti banyaknya
kewenangan pusat yang telah dialihkan ke daerah.
Seiring dengan semakin besarnya dana yang dikelola oleh pemerintah daerah,
Pemerintah juga sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Amanat
Nasional mengenai perlunya peningkatan kualitas pengalokasian pengeluaran
APBD agar lebih berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan, dan pelayanan
masyarakat. Untuk itu, sejak tahun 2010, telah dialokasikan dana insentif daerah
guna merangsang pemerintah daerah melakukan manajemen keuangan dan
pemerintahan yang lebih berkualitas. Beberapa kriteria yang digunakan sebagai
dasar alokasi dana insentif daerah, yaitu: pencapaian kinerja di bidang pengelolaan
keuangan, kinerja pendidikan, dan kinerja ekonomi kesejahteraan. Penggunaan
kriteria tersebut diharapkan mampu memotivasi daerah untuk melakukan
pengelolaan APBD yang lebih efektif.
Meskipun demikian, Pemerintah sependapat bahwa formulasi Dana Insentif
Daerah perlu terus disempurnakan, agar sejauh mungkin dapat mempengaruhi
perilaku dan kinerja daerah. Dapat disampaikan, bahwa variabel yang digunakan
dalam formula Dana Insentif Daerah sekarang ini adalah: (1) faktor eligibilitas,
yang berupa opini BPK dan ketepatan waktu penetapan APBD; dan (2) faktor
teknis, yang dipengaruhi oleh 3 aspek, yaitu aspek keuangan, aspek pendidikan,
dan aspek ekonomi dan kesejahteraan.
Faktor eligibilitas yang berupa opini BPK dan ketepatan waktu penetapan APBD
dimaksudkan agar daerah yang berhak mendapatkan transfer ini adalah daerahdaerah yang benar-benar kualitas pengelolaan keuangannya baik dan taat dengan
aturan, sehingga dapat meminimalisir kebocoran dana publik. Selanjutnya, faktor
teknis digunakan untuk menentukan peringkat daerah diantara daerah-daerah
-L.73 yang “layak” mendapatkan dana insentif tersebut, sehingga pada akhirnya yang
mendapatkan dana tersebut dapat dikatakan merupakan daerah-daerah yang
terbaik. Faktor teknis ini diharapkan akan mendorong daerah untuk lebih berupaya
meningkatkan kualitas pendapatan dan belanjanya, kualitas pendidikan di
daerahnya, dan juga kualitas pencapaian perekonomian dan kesejahteraan
masyarakatnya.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan berkaitan dengan pentingnya penajaman dan efektifitas anggaran
yang didaerahkan untuk kemajuan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Karena
itu, Pemerintah telah mengupayakan alokasi anggaran yang lebih berimbang,
sekaligus melakukan percepatan ekonomi yang berkeadilan antara pusat dan
daerah. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan yang cukup signifikan pada alokasi
Transfer ke Daerah (Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian) dari sebesar Rp81,1 triliun pada tahun 2001 menjadi sebesar Rp412,5
triliun pada APBN-P 2011, dan Rp464,4 triliun pada RAPBN 2012. Namun
demikian, perlu pula kiranya dipahami bahwa DAU dan DBH yang merupakan
komponen terbesar dari dana perimbangan tersebut bersifat block grant, artinya
pemanfaatan kedua sumber dana tersebut sepenuhnya merupakan diskresi
Pemerintah Daerah. Dengan demikian, peningkatan kualitas penggunaan dana
transfer tersebut bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, sangat tergantung pada
prioritas pembangunan di masing-masing daerah otonom.
Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pengelolaan anggaran di daerah adalah dengan melaksanakan reward and
punishment. Reward dilaksanakan melalui pengalokasian Dana Insentif Daerah,
yang terutama ditujukan kepada daerah berprestasi yang memiliki kriteria
keuangan, kriteria kinerja ekonomi dan kesejahteraan yang baik, serta tetap
mengupayakan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik, sedangkan
punishment dilaksanakan melalui penundaan alokasi dana perimbangan tertentu
bagi beberapa kondisi yang tidak dapat dipenuhi oleh daerah, misalnya: (a) daerah
akan mengalami penundaan DAU apabila tidak menyampaikan Perda APBD
sampai dengan batas waktu yang ditentukan; serta (b) alokasi DAK tahap ke dua
tidak akan dilaksanakan sebelum daerah penerima mengirimkan laporan
penggunaan DAK tahap pertama.
Selanjutnya, dalam kaitannya dengan pelaksanaan Dana Otonomi Khusus,
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, Mabes TNI, Bappenas,
Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, dan Kementerian Dalam Negeri telah berkoordinasi dengan BPK RI
guna membahas hasil pemeriksaan BPK atas penggunaan Dana Otonomi Khusus di
Provinsi Papua dan Papua Barat. Pada rapat tersebut, Pemerintah sependapat
bahwa capaian pembangunan di kedua provinsi tersebut masih jauh dari harapan
meningkatkan infrastruktur, dan taraf hidup masyarakat setempat, sesuai dengan
-L.74 amanah dalam UU Nomor 21 tentang Otonomi Khusus Papua sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 35 tahun 2008. Untuk itu, saat ini, Pemerintah sedang
berupaya merampungkan Rancangan Peraturan Presiden yang mengamanahkan
terbentuknya lembaga khusus untuk mengendalikan pelaksanaan percepatan
pembangunan Papua dan Papua Barat dengan nama Unit Percepatan
Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), yang bertanggungjawab secara
langsung kepada Presiden RI, dan bekerja dibawah koordinasi dan pengawasan
Wakil Presiden RI.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya mengenai
pengalokasian dana transfer yang tidak berimbang, dapat disampaikan penjelasan
sebagai berikut: Distribusi alokasi dana transfer yang didominasi oleh dana
perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) serta Dana Otonomi Khusus, ke masingmasing daerah harus dilihat secara utuh. Pada umumnya, daerah yang memiliki
sumber daya pajak dan sumber daya alam yang tinggi, akan mendapatkan DAU dan
DAK yang lebih rendah, demikian juga sebaliknya.
Pertimbangan lain yang digunakan dalam alokasi dana perimbangan adalah
indikator tugas pemerintah daerah adalah melayani penduduk dan mengelola
wilayah, serta mendanai pegawai daerah sebagai pelayan penduduk dan pengelola
wilayah. Karena itu, variabel yang digunakan dalam perhitungan DAU dan DAK
adalah jumlah penduduk dan luas wilayah, serta belanja PNSD, di samping
mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.
Terkait dengan peninjauan kembali atas Dana Transfer ke Daerah, Pemerintah
telah merancang Revisi UU No.33 Tahun 2004, yang pada intinya meninjau
kembali penetapan porsi DBH, formula DAU, dan kriteria DAU untuk
mendapatkan distribusi dana ke daerah yang lebih berimbang.
Terhadap pandangan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai formula
baku yang mampu menjamin terlepasnya penyusunan dana transfer ke daerah dari
proses loby maupun mafia anggaran, dapat kiranya disampaikan tanggapan sebagai
berikut: pada dasarnya, perhitungan alokasi dana Transfer ke Daerah dilaksanakan
dengan menggunakan formula baku sebagaimana telah diatur di dalam UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam hal ini, Dana Bagi Hasil dihitung dengan
menggunakan persentase tertentu, Dana Alokasi Umum dihitung menggunakan
formula dengan mendasarkan pada alokasi dasar dan celah fiskal, sedangkan DAK
dihitung dengan menggunakan kriteria umum, khusus, dan teknis.
Dana Transfer ke Daerah tersebut selalu diupayakan agar benar-benar dialokasikan
untuk daerah yang tidak maju. Hal titu sejalan dengan salah satu arah kebijakan
anggaran Transfer ke Daerah dalam NK dan RAPBN TA 2012, yaitu meningkatkan
kapasitas fiskal daerah, dan mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan
daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance).
-L.75 Demikian juga, dengan kebijakan penyusunan dana penyesuaian yang diarahkan
untuk meningkatkan perhatian terhadap percepatan pembangunan infrastruktur di
daerah, terutama daerah tertinggal, dengan berdasarkan kepada peta permasalahan
dan potensi masing-masing daerah, sebagai dasar penyusunan output, outcome
dan program yang tepat, yang akan diselaraskan dengan program yang sudah ada.
Menanggapi pandangan dan permintaan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
mengenai DBH, DAU, dan DAK, serta pemanfaatan dana DAU dan DAK agar lebih
difokuskan untuk kegiatan-kegiatan yang mendukung pertumbuhan ekonomi,
dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemerintah pada hakikatnya sependapat bahwa
perhitungan atas alokasi DBH, DAU, dan DAK harus didasarkan pada akurasi data,
serta penetapan dan penyaluran yang tepat waktu. Hal ini sejalan dengan kebijakan
perhitungan DAU dan DBH, yang akan lebih meningkatkan akurasi data melalui
koordinasi dengan institusi penyedia data. Di samping itu, secara terus menerus
juga telah dilakukan penyempurnaan sistem penyaluran DBH tepat waktu, dan
tepat jumlah. Upaya ini, terlihat dari dilaksanakannya kebijakan penyaluran
Transfer ke Daerah sejak tahun 2008 melalui pengaturan dalam PMK Nomor
04/PMK.07/2008, yang disempurnakan pada tahun 2009 dengan PMK Nomor
21/PMK.07/2009, dan dilanjutkan penyempurnaannya pada tahun 2010 dengan
PMK No 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban
Anggaran Transfer ke Daerah.
Terkait dengan penggunaan DAU dan DAK untuk membiayai kegiatan-kegiatan
yang mendukung pertumbuhan ekonomi, dapat disampaikan bahwa DAU
merupakan anggaran yang bersifat block grant, yang penggunaannya merupakan
diskresi daerah, dan tidak ditentukan oleh pemerintah pusat. Namun demikian,
dalam kebijakan anggaran Transfer ke Daerah, diantaranya akan ditujukan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah, dan mengurangi kesenjangan
pelayanan publik antardaerah, serta mendukung kesinambungan fiskal nasional
dalam rangka kebijakan ekonomi makro yang diharapkan dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi di daerah. Selanjutnya, DAK yang bersifat specific grant,
kebijakannya diarahkan untuk mendanai kebutuhan sarana dan prasarana
pelayanan dasar masyarakat dalam rangka mendorong percepatan pembangunan
daerah dan pencapaian sasaran nasional, dan ditujukan untuk mendukung tema
RKP 2012, yaitu Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif
dan Berkeadilan bagi Kesejahteraan Rakyat.
E. PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, PENGELOLAAN UTANG, DAN
RISIKO FISKAL
Terhadap pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golongan
Karya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai
-L.76 kebijakan defisit anggaran, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut.
Pemerintah berterimakasih atas apresiasi yang disampaikan Fraksi Partai
Demokrat terhadap usaha Pemerintah dalam mengendalikan tingkat defisit
anggaran dalam rangka menjaga kesinambungan fiskal jangka menengah, disaat
beberapa negara Eropa mengalami krisis fiskal dan utang pemerintah, akibat
kenaikan defisit yang mencapai lebih 10 persen terhadap PDB. Selain itu,
Pemerintah juga berterimakasih atas dukungan Fraksi Partai Demokrat
terhadap usaha Pemerintah untuk menurunkan angka defisit menuju anggaran
yang berimbang.
Kebijakan defisit anggaran dalam penyusunan APBN tersebut terutama
dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan belanja negara dalam memberikan
stimulus fiskal guna mencapai target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan.
Namun demikian, penetapan besaran defisit APBN setiap tahun senantiasa juga
disesuaikan dengan optimalisasi pendapatan negara, efisiensi belanja Negara,
kemampuan sumber-sumber pembiayaan, dan kebutuhan belanja prioritas, dengan
mempertimbangkan perkembangan kondisi perekonomian pada tahun
bersangkutan dan prospeknya ke depan.
Untuk menjaga kesinambungan fiskal jangka menengah, dalam menyusun
kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, selama ini Pemerintah konsisten
untuk menjaga defisit kumulatif APBN dan APBD dibawah ambang batas 3 persen
terhadap PDB. Hal ini sesuai dengan amanah Undang-Undang No 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara, dan Peraturan Pemerintah No.23 tahun 2003 tentang
Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN, APBD, serta Jumlah Kumulatif
Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Penentuan target defisit RAPBN 2012 sebesar Rp125,6 triliun atau 1,5 persen PDB
telah memperhitungkan faktor target pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai
pada tahun 2012 yaitu sebesar 6,7 persen. Sejalan dengan target defisit yang telah
ditetapkan tersebut, Pemerintah juga menetapkan sumber-sumber pembiayaan
untuk menutup defisit, baik pembiayaan utang maupun nonutang, agar selaras
dengan upaya Pemerintah untuk menurunkan rasio utang terhadap PDB.
Kebijakan Pemerintah dalam usaha menetapkan sumber-sumber pembiayaan
untuk menutup defisit, antara lain:
1. Pembiayaan defisit dilakukan dengan memperhatikan upaya mencapai
kemandirian bangsa dengan melakukan pengurangan stok utang, baik utang
dalam negeri maupun luar negeri. Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan,
Pemerintah akan terlebih dahulu memaksimalkan sumber pembiayaan non
utang yang tidak membebani APBN. Dalam hal sumber pembiayaan non utang
tidak mencukupi, pembiayaan defisit akan dipenuhi melalui utang yang
dilakukan secara hati-hati, dengan memperhitungkan biaya, risiko, dan
kapasitasnya, serta transparan dan akuntabel.
-L.77 2. Pembiayaan utang melalui pengadaan pinjaman lebih diprioritaskan dari
sumber domestik dibandingkan dengan dari luar negeri. Pengadaan pinjaman
luar negeri diutamakan pinjaman yang berasal dari kreditur multilateral dan
bilateral yang tidak memiliki agenda politik, terutama terhadap komitmen
pinjaman yang telah disepakati sesuai dengan perjanjian. Selanjutnya,
Pemerintah akan memaksimalkan penggunaannya untuk membiayai kegiatan
prioritas yang memberikan dampak positif bagi upaya penurunan kemiskinan,
penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan perekonomian nasional. Selain itu,
Pemerintah juga menginisiasi Komitmen Jakarta yang ditandatangani antara
Pemerintah dengan mitra pembangunan, baik multilateral maupun bilateral.
Salah satu tujuan Komitmen Jakarta ini adalah dalam rangka meningkatkan
country system dan ownership pelaksana yang dilakukan dengan mendorong
pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri sesuai dengan
kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
3. Penetapan pembiayaan melalui penerbitan SBN dilakukan dengan
mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan, ketersediaan alternatif sumber
pembiayaan, kondisi portofolio dan risiko utang, kondisi infrastruktur dan daya
serap pasar SBN, serta perkembangan makro ekonomi, baik domestik maupun
global. Hal ini dilakukan agar tujuan pengelolaan SBN untuk membiayai defisit
anggaran dengan biaya yang minimal dan pada tingkat risiko yang terkendali
dapat tercapai.
4. Terkait dengan usulan pencantuman data pelunasan SBN yang jatuh tempo dan
penerbitan SBN baru agar disampaikan dalam Nota Keuangan, dapat kiranya
dijelaskan bahwa konsep neto dalam UU APBN dimaksudkan untuk
memberikan fleksibilitas bagi Pemerintah dalam melakukan pengelolaan
portofolio, dan operasi penerbitan SBN secara lebih efisien dan efektif.
Fleksibilitas ini, baik dalam hal penentuan komposisi jumlah dan jenis
instrumen SBN yang akan diterbitkan, pembayaran pokok, dan pembelian
kembali SBN, dengan tetap memperhatikan target SBN neto. Data pelunasan
SBN yang jatuh tempo dan penerbitan SBN baru dapat saja dicantumkan dalam
Nota Keuangan, namun data tersebut akan tidak mengikat dan dapat berubah,
karena menyesuaikan operasi pengelolaan SBN, terutama untuk portofolio
masing-masing SBN dan realisasi penerbitan maupun pembelian kembali pada
akhir tahun anggaran. Jumlah pasti dan detail dari penerbitan dan pembelian
kembali SBN dilaporkan dalam LKPP.
5. Dalam rangka diversifikasi instrumen pembiayaan utang yang potensial,
Pemerintah saat ini sedang menyiapkan infrastruktur dan suprastruktur dalam
mendukung proses penerbitan SBSN dengan underlying project (project-based
sukuk).
Berkenaan masukan dari Fraksi Partai Golongan Karya untuk meningkatkan
defisit RAPBN 2012 menjadi 3 persen dengan konsekwensi menambah pembiayaan
-L.78 sebesar Rp125,6 triliun, yang dimaksudkan untuk belanja modal, terutama untuk
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, khususnya pangan, kesehatan,
pendidikan, infrastruktur dan lapangan kerja, dapat disampaikan tanggapan
sebagai berikut. Alokasi belanja modal pada RAPBN tahun 2012 yang direncanakan
sebesar Rp168,1 triliun atau 2,1 persen terhadap PDB telah pula memperhitungkan
pencapaian sasaran-sasaran pembangunan sesuai dengan arah kebijakan, tema dan
prioritas pembangunan dalam RKP tahun 2012. Apabila dibandingkan dengan
APBN-P 2011, anggaran belanja modal dalam RAPBN 2012 tersebut mengalami
peningkatan sebesar Rp27,2 triliun, atau meningkat sebesar 19,3 persen.
Peningkatan ini diantaranya telah memperhitungkan untuk penyediaan
infrastruktur dasar termasuk infrastruktur energi, ketahanan pangan dan
komunikasi.
Terkait dengan dukungan Fraksi Partai Demokrat, bahwa Pemerintah kedepan
harus terus melakukan usaha-usaha untuk menurunkan angka defisit anggaran
menuju anggaran berimbang, dapat disampaikan bahwa meskipun angka defisit
anggaran menuju anggaran berimbang, kebijakan-kebijakan yang diambil di tahuntahun yang akan datang tetap mendukung pencapaian sasaran-sasaran pokok
RPJMN 2010 – 2014 dengan pendekatan empat pilar, yaitu: pro growth, pro job,
pro poor, dan pro environment.
Selain itu, pada dasarnya Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi
Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai
perlunya penetapan besaran defisit tersebut telah mempertimbangkan optimalisasi
pendapatan negara dan efisiensi belanja negara, serta mengutamakan belanja
untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat prioritas, sehingga dapat mendorong
kesinambungan fiskal.
Kebijakan optimalisasi pendapatan negara akan dilakukan, salah satunya melalui
kebijakan penerimaan perpajakan. Pada tahun 2012, kebijakan penerimaan
perpajakan akan dilaksanakan melalui kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi
perpajakan, dengan mengeluarkan kebijakan sebagai berikut: (a) melanjutkan
pokok-pokok kebijakan perpajakan yang telah dilakukan di tahun 2011;
(b) melakukan perbaikan pelayanan dan penyuluhan perpajakan untuk
meningkatkan kepatuhan sukarela; (c) melakukan perbaikan kebijakan perpajakan
untuk mendukung optimalisasi pendapatan negara dan mendukung kegiatan
ekonomi, termasuk dengan pemberian insentif fiskal; (d) melakukan pembenahan
internal aparatur dan sistem perpajakan; (e) melakukan penegakan hukum (law
enforcement) kepada wajib pajak yang tidak patuh; serta (f) mensinergikan unsur
pemerintah dalam penggalian potensi perpajakan dengan memberikan dukungan
data/informasi kepada Kementerian Keuangan.
Selanjutnya, dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan
anggaran, pada tahun anggaran 2010 telah dilaksanakan penerapan kebijakan
reward dan punishment kepada K/L, dan hal yang sama akan diterapkan pula pada
-L.79 tahun anggaran 2011. Dalam hal K/L melakukan optimalisasi anggaran belanja
pada tahun sebelumnya dapat menggunakan hasil optimalisasi tersebut pada tahun
berjalan, maka K/L dalam hal ini mendapat “reward”. Sedangkan apabila K/L yang
tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran belanja tahun sebelumnya (sebagian
tidak terserap), maka jumlah anggaran yang tidak terserap tersebut akan menjadi
faktor pengurang dalam penetapan alokasi anggaran pada tahun berikutnya, maka
dalam hal ini K/L mendapat “Punishment”.
Selain itu, kebijakan penghematan belanja negara antara lain ditempuh dengan
menerbitan Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Penghematan
Belanja Kementerian/Lembaga, guna meningkatkan kualitas belanja dan
pengamanan APBN. Berkaitan dengan itu, setiap K/L wajib mengambil langkahlangkah dalam rangka penghematan belanja tersebut, yang diwujudkan dengan
melakukan penghematan anggaran minimal 10% dari pagu K/L. Hal ini antara lain
dapat dilakukan melalui: (a) membatasi perjalanan dinas, kecuali perjalanan dinas
yang benar-benar penting dan mendesak; (b) membatasi penyelenggaraan rapat,
rapat kerja, seminar, workshop, dan konsinyering di luar kantor; (c) mewajibkan
adanya document clearance (ijin prinsip) dari Kementerian PAN dan Reformasi
Birokrasi, Kementerian Pekerjaan Umum, dan BPKP untuk pembangunan baru
gedung kantor yang tidak terkait dengan pelayanan, seperti gedung kantor, mess,
wisma, rumah dinas, rumah jabatan dan sejenisnya; (d) membatasi belanja
operasional, kecuali untuk operasional pertahanan dan ketertiban; serta
(e) menetapkan kegiatan yang dibatasi, bahkan kegiatan yang dilarang. Kegiatan
yang dibatasi antara lain adalah pengadaan kendaraan dinas, pembangunan
gedung, dan rumah dinas. Sedangkan kegiatan yang dilarang adalah
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bukan merupakan tugas/fungsi
kementerian/lembaga, serta tidak sesuai dengan prioritas nasional, dan prioritas
kementerian/lembaga; dan (f) penghematan lainnya yang terkait dengan belanja
nonoperasional.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat terkait
antisipasi gejolak perekonomian global yang dapat menimbulkan efek sudden
reversal pada pasar keuangan domestik, kiranya dapat disampaikan tanggapan
sebagai berikut:
1. Pemerintah dalam mengantisipasi sejumlah tantangan perekonomian global
mengupayakan hal-hal sebagai berikut:
a. Mempertahankan keadaan makro ekonomi yang kondusif, dengan
melaksanakan kebijakan fiskal yang mendukung pertumbuhan ekonomi, dan
tersedianya lapangan kerja;
b. Mengarahkan arus modal yang masuk untuk penanaman modal langsung
dalam meningkatkan pertumbuhan pada sektor riil;
-L.80 c. Memperkuat sektor domestik untuk melindungi dari dampak global,
diantaranya dengan mengendalikan inflasi untuk mempertahankan daya beli
masyarakat melalui pemberian subsidi dan apresiasi nilai tukar rupiah.
2. Pemerintah dan Bank Indonesia telah memiliki rangkaian parameter indikator
risiko pasar keuangan yang terus dipantau dalam hal terjadi pergerakan yang
mengarah pada krisis pasar keuangan. Selain itu, Pemerintah dan Bank
Indonesia telah memiliki protokol manajemen krisis (crisis management
protocol) yang siap untuk dieksekusi dalam hal terjadi pergerakan indikator
yang mengarah pada krisis pasar keuangan.
3. Dalam mengantisipasi krisis di sektor perbankan, Pemerintah bersama Bank
Indonesia sedang menyelesaikan aturan mengenai jaring pengaman sektor
keuangan (JPSK).
4. Pemerintah tidak secara langsung membatasi peningkatan kepemilikan asing
dalam instrumen SBN, mengingat selain Indonesia menganut rezim devisa
bebas, secara operasional langkah juga ini tidak mudah untuk dilakukan.
5. Peningkatan arus modal asing yang masuk ke pasar keuangan di Indonesia,
termasuk pasar SBN, pada dasarnya memiliki dampak positif dalam hal
meningkatkan likuiditas pasar SBN dan menurunkan tingkat imbal hasil yang
diharapkan oleh investor (yield), sehingga menurunkan biaya utang
Pemerintah. Namun, disadari bahwa terdapat potensi sudden reversal yang
dapat membahayakan tidak hanya pasar SBN, namun juga pasar keuangan
secara keseluruhan. Oleh karena itu, upaya yang telah dilakukan antara lain
dengan menyempurnakan indikator protokol manajemen krisis dan menyusun
mekanisme penanganan krisis melalui Bond Stabilization Framework (BSF).
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya terkait usulan
restrukturisasi dan moratorium utang kiranya dapat dijelaskan bahwa Pemerintah
cenderung berhati-hati dalam mengambil langkah tersebut. Khususnya
moratorium dapat membentuk persepsi investor/kreditor dan lembaga rating
sebagai event of default (gagal bayar) oleh Pemerintah. Hal ini dapat memicu cross
default untuk semua utang, dan pada akhirnya akan meningkatnya biaya
pengadaan utang dimasa yang akan datang. Sedangkan untuk restrukturisasi,
kiranya akan dilakukan terbatas pada terms and conditions pinjaman yang tidak
mempengaruhi berkurangnya jumlah pinjaman sebagaimana moratorium.
Terhadap pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menilai bahwa
program Klaster 3 Kredit Usaha Rakyat (KUR) belum optimal untuk mengangkat
usaha mikro yang rentan, sehingga ke depan perlu diperkuat dengan program
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan ditingkatkan dengan memberikan subsidi
bunga atau margin untuk usaha mikro dan kecil yang rentan, serta perlunya
mendorong perbaikan alokasi proporsi KUR agar dapat mendorong pertumbuhan
usaha mikro dan kecil berbasis agrobisnis, dapat disampaikan tanggapan sebagai
-L.81 berikut. Pemerintah sependapat mengenai perlunya upaya pemberdayaan koperasi,
usaha mikro, kecil, dan menengah tidak cukup hanya melalui program KUR,
namun juga perlu disinergikan dan diperkuat dengan program-program lain seperti
program Kelompok Usaha Bersama (KUBE), dan pemberian subsidi bunga. Di
dalam program KUBE, Pemerintah memberikan bantuan modal usaha dan alat
produksi berusaha bagi kelompok masyarakat ekonomi lemah. Dana yang telah
dikembalikan oleh satu kelompok masyarakat, selanjutnya dapat dipergunakan
oleh kelompok masyarakat yang lain. Dengan program KUBE, diharapkan akan
semakin banyak tumbuh dan bermunculan KUMKM, yang selanjutnya dapat
memperoleh tambahan modal melalui program KUR untuk mengembangkan
usahanya.
Sementara itu, untuk mendorong pertumbuhan usaha mikro dan kecil yang
berbasis agrobisnis, Pemerintah telah menaikkan plafon KUR tanpa agunan dari
Rp5 juta menjadi Rp20 juta, serta penghapusan persyaratan Sistem Informasi
Debitur (SID) kepada KUMKM yang mengajukan kredit s.d. Rp5 juta, yang selama
ini menjadi salah satu faktor penghambat dalam penyaluran KUR. Selain itu,
Pemerintah saat ini, juga telah memberikan bantuan bagi usaha mikro, dengan
memberikan subsidi bunga kredit program, terutama dalam upaya peningkatan
ketahanan pangan, dan mendukung program diversifikasi energi. Dalam RAPBN
2012, Pemerintah telah mengalokasikan subsidi bunga kredit program sebesar
Rp1.234,4 miliar, yang antara lain terdiri dari: (1) Imbal Jasa Penjaminan KUR
sebesar Rp706,9 miliar; dan (2) Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)
sebesar Rp274,8 miliar.
Selain mensinergikan program KUR dengan program pemberdayaan KUMKM yang
lain, Pemerintah juga telah melakukan langkah-langkah kebijakan yang bertujuan
untuk terus mendorong perbaikan program KUR, antara lain melalui:
(1) pemberian tambahan PMN kepada Perusahaan Penjamin KUR sebesar masingmasing Rp1,8 triliun dan Rp2,0 triliun pada APBN 2010 dan 2011, serta Rp2,0
triliun dalam RAPBN 2012, yang bertujuan untuk menjaga sustainability program
KUR dan meningkatkan kapasitas penjaminan KUR; (2) menaikkan tingkat Imbal
Jasa Penjaminan (IJP) yang diterima perusahaan penjaminan, yaitu dari 1,5 persen
menjadi 3,25 persen, untuk menjaga agar modal PMN yang perusahaan
penjaminan KUR tidak tergerus; (3) menurunkan suku bunga KUR, untuk kredit
s.d. Rp5,0 juta dari 24 persen menjadi 22 persen, dan kredit di atas Rp5,0 juta s.d.
Rp500,0 juta, dari 16 persen menjadi 14 persen; dan (4) penambahan bank
pelaksana penyalur KUR dari kelompok Bank Pembangunan Daerah.
-L.82 
Download