JAWABAN PEMERINTAH ATAS PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPR-RI TERHADAP RUU TENTANG APBN 2012 BESERTA NOTA KEUANGANNYA Rapat Paripurna DPR-RI, 7 September 2011 REPUBLIK INDONESIA Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terhormat, Hadirin yang berbahagia, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberikan kesempatan untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban kenegaraan dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2012. Selanjutnya, perkenankanlah kami, atas nama Pemerintah, menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua fraksi dalam DPR-RI atas seluruh pandangan terhadap berbagai substansi yang tertuang dalam RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2012 beserta Nota Keuangannya, yang telah disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2011 yang lalu. Semua pandangan yang disampaikan oleh seluruh fraksi pada forum Pemandangan Umum atas RAPBN Tahun Anggaran 2012 beserta Nota Keuangannya pada tanggal 23 Agustus 2011 yang lalu, tentunya merupakan masukan yang sangat berharga, dan akan menjadi bahan pembahasan lebih lanjut untuk penyempurnaan RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2012. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Dalam penyusunan Rancangan APBN Tahun 2012, termasuk dalam menentukan asumsi dasar ekonomi makro, arah kebijakan fiskal, prioritas RKP 2012 yang menjadi acuan dalam perencanaan alokasi anggaran, serta target defisit dan rencana pembiayaannya, Pemerintah berpegang pada hasil-hasil kesepakatan bersama antara Pemerintah dengan DPR-RI, dan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dalam forum Pembicaraan Pendahuluan RAPBN Tahun 2012 yang lalu. Di samping itu, penyusunan RAPBN Tahun 2012 tersebut juga telah mengakomodir, baik berbagai prakarsa baru dalam rangka mempercepat pencapaian berbagai sasaran strategis yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), maupun inisiatif-inisiatif baru sesuai direktif Presiden. Pendanaan MP3EI tersebut merupakan kolaborasi antara dana APBN, dana APBD, dana BUMN dan BUMD, serta dana masyarakat dan swasta. Oleh karena itu, alokasi anggaran di berbagai kementerian Negara/lembaga (K/L) dalam RAPBN 2012 akan diarahkan untuk menyukseskan MP3EI tersebut. Sementara itu, inisiatif-inisiatif baru sesuai dengan direktif Presiden, yang merupakan pengungkit dalam mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat, 1 pada dasarnya terdiri atas tiga sasaran strategis sebagai berikut. Pertama, percepatan pembangunan Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Kedua, pelaksanaan klaster empat, yang mencakup 6 program utama, meliputi rumah sangat murah dan rumah murah; kendaraan angkutan umum murah; air bersih untuk rakyat; listrik murah dan hemat; peningkatan kehidupan nelayan; serta peningkatan kehidupan masyarakat miskin perkotaan. Keenam program klaster IV tersebut merupakan tambahan dari 3 klaster program-program penanggulangan kemiskinan yang telah dan sedang berjalan selama ini, yaitu: (a) Klaster I, meliputi: Program-program Jamkesmas, Raskin, PKH, BOS, dan beasiswa bagi siswa miskin; (b) Klaster II, meliputi: Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM); dan (c) Klaster III: Program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ketiga, peningkatan langkah-langkah dalam rangka mencapai ketahanan pangan, dengan mewujudkan tercapainya surplus beras 10 juta ton per tahun dalam kurun waktu 5-10 tahun, perluasan lapangan kerja, serta penanganan transportasi kota-kota besar, khususnya Jakarta. Berbagai prakarsa baru sebagaimana yang kami kemukakan di atas, bersama-sama dengan perkembangan ekonomi, baik global maupun domestik terkini beserta prospeknya ke depan, menjadi acuan dalam penyusunan RAPBN Tahun 2012, baik untuk memecahkan berbagai permasalahan dan tantangan, maupun dalam mengatasi pelbagai risiko global dan domestik yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2012. Permasalahan yang harus kita hadapi pada tahun 2012 mendatang antara lain berkaitan dengan masalah kemiskinan, pengangguran, daerah tertinggal, kondisi infrastruktur, dan efektivitas birokrasi. Sementara itu, risiko yang perlu diwaspadai dari perkembangan kondisi ekonomi gobal pada tahun 2012, di antaranya bersumber dari krisis fiskal dan utang beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat yang dapat mengancam pemulihan ekonomi global, kenaikan harga minyak mentah dunia dan harga komoditas pangan, serta arus modal jangka pendek. Di lain pihak, risiko yang berasal dari faktor domestik, di antaranya bermuara pada keterbatasan pembiayaan infrastruktur, cadangan sumber energi primer, dan kondisi iklim. Di samping itu, pengendalian inflasi juga masih merupakan tantangan yang perlu mendapatkan perhatian yang serius pada tahun mendatang. Dalam rangka mitigasi dan meminimalkan dampak negatif dari berbagai risiko yang akan kita hadapi ke depan, Pemerintah telah dan akan menyiapkan sejumlah instrumen proteksi, seperti antara lain skenario pengambilan tindakan (crisis management protocol) apabila terjadi risiko yang berdampak luas kepada perekonomian dan mengarah pada terjadinya krisis ekonomi. Di samping itu, Pemerintah juga menganggarkan sejumlah dana cadangan risiko fiskal, sebagai langkah antisipasi apabila terjadi perubahan berbagai asumsi makro, dan tidak dapat dilaksanakannya berbagai langkah kebijakan, seperti yang direncanakan, yang dapat berpengaruh negatif terhadap APBN 2012. 2 Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Dengan mencermati berbagai masalah, tantangan, dan peluang ke depan, maka orientasi kebijakan pembangunan ekonomi dalam tahun 2012 mendatang akan kita arahkan untuk mempercepat upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan orientasi kebijakan pembangunan tersebut, Pemerintah dan Dewan yang terhormat, dalam forum Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2012 yang lalu, telah sepakat untuk menempatkan “Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, Inklusif dan Berkeadilan bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat”, sebagai tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012. Dengan tema tersebut, berarti pembangunan nasional harus dapat kita arahkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkualitas, disertai dengan pemerataan hasil-hasilnya secara luas kepada semua masyarakat (growth with equality). Karena itu, strategi pembangunan yang akan kita tempuh pada tahun 2012 mendatang adalah dengan memperluas sumbersumber pertumbuhan ekonomi, baik sektoral maupun regional, disertai dengan pemberian kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh anggota masyarakat untuk berpartisipasi aktif dan berkontribusi sebesar-besarnya dalam proses pertumbuhan ekonomi itu. Selain itu, guna mengurangi kesenjangan dalam tingkat kesejahteraan masyarakat, kebijakan tersebut juga perlu disertai dengan keberpihakan (affirmative policy) pada kelompok masyarakat yang lemah dan tertinggal. Dalam rangka mendukung strategi pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan dan pemerataan tersebut, maka RAPBN tahun 2012 harus dapat kita arahkan untuk menjalankan peranannya yang sangat strategis dalam melaksanakan ketiga fungsi utama kebijakan fiskal, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Pelaksanaan fungsi alokasi, akan kita tempuh antara lain melalui peningkatan dukungan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, serta pemantapan reformasi birokrasi, dalam rangka mewujudkan efisiensi dalam perekonomian. Sementara itu, pelaksanaan fungsi distribusi akan kita tempuh antara lain dengan menjaga kesinambungan berbagai program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin, seperti program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM), program pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), dan program keluarga harapan (PKH). Selanjutnya, pelaksanaan fungsi stabilisasi selain akan kita tempuh melalui pemberian berbagai bentuk subsidi, serta peningkatan alokasi anggaran untuk keamanan, ketertiban dan penegakan hukum, juga akan kita upayakan dengan menjaga stabilitas pasar surat berharga dan pengelolaan utang yang prudent. 3 Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Kini, perkenankanlah kami memberikan tanggapan terhadap berbagai hal yang telah disampaikan oleh para juru bicara masing-masing fraksi dalam Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu anggota yang terhormat Bpk. H. Nurul Iman Mustopa, MA mewakili Fraksi Partai Demokrat; Bpk. Ir. Fayakhun Andriadi, M.Kom mewakili Fraksi Partai Golongan Karya; Bpk. Dr. Yasonna H. Laoly, SH, M.Sc. mewakili Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; Bpk. Andi Rahmat, SE mewakili Fraksi Partai Keadilan Sejahtera; Bpk. Drs. Laurens Bahang Dama mewakili Fraksi Partai Amanat Nasional; Bpk. Capt. H. Epyardi Asda, M.Mar mewakili Fraksi Partai Persatuan Pembangunan; Bpk. KH. Muhammad Unais Ali Hisyam mewakili Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa; Bpk. Ir. Fary Djemi Francis, MMA mewakili Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya; dan Bpk. Drs. M. Ali Kastella, MMT mewakili Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat. Pertama-tama, kami ingin memberikan tanggapan yang berkaitan dengan pandangan dan pertanyaan yang dikemukakan oleh semua Fraksi dalam DPR RI mengenai asumsi dasar ekonomi makro, sebagai berikut. Pada prinsipnya, Pemerintah juga memiliki rasa optimisme yang sama bahwa kinerja perekonomian domestik di tahun 2012 akan lebih baik. Namun demikian, dalam menyusun berbagai target ekonomi makro, termasuk pertumbuhan ekonomi, Pemerintah berupaya untuk tetap realistis, dengan memperhitungkan perkembangan terkini indikator kinerja perekonomian global maupun domestik, serta berbagai tantangan yang akan dihadapi pada tahun 2012. Mengenai target pertumbuhan ekonomi tahun 2012 sebesar 6,7 persen, Pemerintah berpendapat bahwa target tersebut sudah lebih tinggi jika dibandingkan dengan prediksi berbagai lembaga keuangan internasional sebesar 6,5 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut dinilai cukup realistis, mengingat perekonomian domestik pada tahun 2012 masih akan menghadapi berbagai tantangan, baik yang bersumber dari perkembangan berbagai faktor eksternal maupun internal. Selain diharapkan meningkat, pertumbuhan ekonomi tersebut juga akan diupayakan semakin berkualitas, sehingga mampu memperluas kesempatan kerja. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat berkaitan dengan asumsi target lifting minyak Indonesia pada tahun 2012 dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Perkiraan lifting minyak Indonesia sebesar 950 ribu barel per hari pada tahun 2012 ditetapkan dengan memperhatikan kemampuan produksi dari lapangan eksisting, dan sekaligus memperhatikan laju penurunan produksi alamiah dari realisasi produksi saat ini, serta melihat rencana poduksi dan pengembangan lapangan maupun tren peningkatan dari investasi sektor migas. Di samping itu, perkiraan lifting minyak tersebut juga didasarkan pada kenyataan, bahwa karakteristik produksi minyak bumi rentan terhadap gangguan lapangan, 4 gangguan teknis, cuaca, masalah undang-undang lingkungan hidup, otonomi daerah, lokal konten, maupun masalah perizinan dan koordinasi antarbirokrasi. Sementara itu, menanggapi pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa perihal dampak penetapan ICP terhadap fluktuasi harga minyak, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Setiap perubahan harga minyak, selain mempengaruhi penerimaan minyak dan gas bumi, juga akan memengaruhi besaran subsidi BBM, dana bagi hasil migas, dan belanja untuk pendidikan. Karena itu, dalam penentuan asumsi harga minyak untuk RAPBN 2012, Pemerintah telah mengantisipasi dampak perubahan ICP terhadap postur APBN, dengan menetapkan asumsi yang moderat, yaitu rata-rata sebesar US$90 per barel. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Kini, perkenankanlah, kami beralih untuk memberikan tanggapan terhadap berbagai pandangan fraksi-fraksi berkenaan dengan substansi mengenai RAPBN tahun 2012, dengan mengawali hal-hal yang terkait dengan masalahmasalah di bidang pendapatan negara. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai perlunya Pemerintah melakukan upaya-upaya pengamanan penerimaan melalui pencegahan kebocoran penerimaan perpajakan, pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi, serta mengurangi penghindaran pajak (tax evasion). Berkaitan dengan itu, dalam rangka mengamankan sasaran penerimaan perpajakan, Pemerintah akan terus melaksanakan langkah-langkah terobosan (extra effort), baik melalui penggalian potensi maupun perbaikan sistem administrasi perpajakan. Langkah-langkah itu antara lain meliputi pelaksanaan sensus pajak nasional, penghilangan praktek mafia perpajakan, peningkatan kepatuhan pajak (tax compliance), dan peningkatan kuantitas penanganan transfer pricing. Untuk itu, Pemerintah mengharapkan adanya dukungan dan kerjasama dari seluruh komponen masyarakat, khususnya dukungan dari legislatif agar dapat melaksanakan seluruh program yang telah direncanakan. Khusus terhadap pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai tax ratio, dapat kami sampaikan tanggapan sebagai berikut. Pada dasarnya perkembangan penerimaan perpajakan dalam lima tahun terakhir telah menunjukkan peningkatan yang cukup pesat. Dalam periode 2006-2010, penerimaan perpajakan telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari Rp409,2 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp723,3 triliun pada tahun 2010, atau mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 15,3 persen. Dalam periode tersebut, perkembangan tax ratio mengalami fluktuasi pada kisaran 12-13 persen. Perlu kiranya kami kemukakan, bahwa perhitungan tax ratio Indonesia tersebut, hanya mencakup penerimaan perpajakan pusat, tanpa memperhitungkan penerimaan yang berasal dari pajak 5 daerah dan penerimaan dari sumber daya alam, sebagaimana diterapkan di negara-negara lain. Karena itu, menurut hemat kami, tax ratio Indonesia tidak bisa dibandingkan secara langsung dengan tax ratio negara-negara lain. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa berkaitan dengan optimalisasi penerimaan SDA, khususnya dari sektor migas, Pemerintah sependapat mengenai perlunya menghilangkan segala hambatan investasi di sektor migas, guna meningkatkan penerimaan migas. Untuk itu, Pemerintah telah dan akan terus melakukan berbagai upaya pembenahan, tidak hanya di sektor migas, akan tetapi juga di segala sektor untuk memperbaiki iklim investasi di dalam negeri. Di samping itu, Pemerintah juga telah memberikan beberapa fasilitas fiskal maupun nonfiskal, di antaranya berupa insentif atas pajak dan bea masuk dari barang-barang yang digunakan untuk operasi perminyakan. Pemerintah juga akan berupaya untuk melakukan renegosiasi kontrak-kontrak yang ada, yang saat ini dirasakan merugikan negara, sebagaimana dikemukakan oleh Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, sehingga dapat mencapai prinsip keadilan sesuai dengan kondisi saat ini. Pelaksanaan renegosiasi tersebut, tentunya hanya dimungkinkan sepanjang dapat disepakati oleh para pihak. Terhadap pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang berkaitan dengan penerimaan SDA kehutanan, dapat kami sampaikan tanggapan sebagai berikut. Faktor utama yang mendorong penurunan penerimaan SDA kehutanan dalam RAPBN tahun 2012 adalah lebih rendahnya penerimaan dari dana reboisasi, akibat berkurangnya luasan dan potensi produksi kayu dari hutan alam, sejalan dengan program pelestarian hutan. Hal ini, tidak terlepas dari adanya kebijakan Pemerintah berupa penundaan penerbitan izin baru dalam rangka menyeimbangkan dan menyelaraskan dengan pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, serta upaya penurunan emisi gas rumah kaca yang dilakukan melalui penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Sementara itu, terkait dengan penerimaan SDA perikanan, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan penerimaan dari pengelolaan SDA perikanan melalui: (a) pemulihan dan pengkayaan sumberdaya ikan; (b) penguatan armada perikanan nasional dan prasarana perikanan tangkap; (c) pengembangan usaha perikanan tangkap terpadu; (d) mendorong dibentuknya PMA; dan (e) pengembangan pelabuhan perikanan. Selanjutnya, terkait dengan pengelolaan BUMN agar dapat berkontribusi optimal bagi negara, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah telah melakukan upaya untuk memperbaiki kinerja BUMN dengan menerapkan program good corporate governance (GCG). Program tersebut menerapkan lima dasar prinsip, yaitu: 6 informasi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, kesetaraan dan kewajaran. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Berkaitan dengan belanja negara, Pemerintah sependapat dengan pandangan fraksi-fraksi di DPR-RI bahwa belanja negara harus berfungsi secara efektif dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu, dalam tahun 2012, alokasi belanja melalui K/L dirancang untuk mendukung program-program RAPBN dan kegiatan yang diarahkan untuk mendorong: pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inklusif (pro-growth), pengentasan kemiskinan (pro-poor), penciptaan lapangan kerja (pro-job), serta pelestarian lingkungan (proenvironment). Selanjutnya, Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, mengenai perlunya mengoptimalkan penyerapan anggaran belanja negara, serta mendorong pengelolaan anggaran yang efektif dan efisien agar mampu memberikan nilai tambah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan itu, Pemerintah telah dan akan senantiasa melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan penyerapan anggaran, dengan antara lain memperbaiki prosedur operasi baku (standard operating procedure/SOP) penganggaran, termasuk mengubah ketentuan mengenai kontrak-kontrak tahun jamak (multiyears contract) dan penunjukan pejabat perbendaharaan K/L yang tidak perlu dilakukan setiap tahun. Selain itu, Pemerintah juga telah menerbitkan Perpres Nomor 54 tahun 2010 sebagai pengganti Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa. Selanjutnya, untuk mempercepat proses pencairan anggaran pada K/L, Pemerintah juga telah memberikan kesempatan kepada K/L untuk melaksanakan lelang setelah APBN ditetapkan oleh DPR (November-Desember), tanpa harus menunggu penetapan DIPA; menyusun mekanisme monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran pada K/L; serta meningkatkan pelatihan SDM K/L untuk meningkatkan kompetensi teknis di bidang perencanaan, penganggaran, pelaksanaan kegiatan, dan pengadaan. Sejalan dengan itu, sejak tahun 2012 ini Pemerintah memberlakukan secara penuh penerapan penganggaran berbasis kinerja sebagai langkah penting dan berarti dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran. Penerapan penganggaran berbasis kinerja ini memberikan konsekuensi bagi setiap Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk mempertanggungjawabkan anggaran yang digunakannya, sesuai dengan indikator kinerja yang terukur dan sudah disepakati sebelumnya. Pemerintah juga sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai masih cukup tingginya proporsi belanja pegawai dan 7 belanja barang, baik di pusat maupun di daerah. Sebagai respon dari kondisi tersebut, beberapa langkah sedang dan akan dilakukan Pemerintah, di antaranya adalah dengan melakukan moratorium PNS secara selektif melalui penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN&RB) yang efektif berlaku sejak tanggal 1 September 2011 sampai dengan 31 Desember 2012. Selama periode moratorium tersebut akan dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan PNS yang tepat berdasarkan analisis jabatan dan beban kerja untuk melakukan penataan organisasi (rightsizing) dan penataan PNS dalam kerangka pelaksanaan reformasi birokrasi. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Terhadap saran dan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai perlunya Pemerintah memberikan prioritas terhadap belanja modal dalam pengalokasian belanja negara, dapat kiranya kami sampaikan tanggapan sebagai berikut. Dalam setiap penyusunan APBN, termasuk RAPBN tahun 2012, perencanaan alokasi belanja negara, terutama diarahkan untuk memberikan daya dukung yang optimal terhadap pencapaian pertumbuhan yang berkualitas, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi berbagai aspek pembangunan lainnya. Untuk memperkuat daya dukung APBN tersebut terhadap perekonomian, Pemerintah telah menyusun langkah-langkah peningkatan kualitas belanja negara, dengan antara lain mengedepankan alokasi belanja modal untuk mendukung pendanaan bagi berbagai kegiatan pembangunan, mengefisienkan pendanaan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif, dan menghindarkan meningkatnya pengeluaran-pengeluaran wajib (mandatory spending). Berkaitan dengan itu, dalam RAPBN Tahun 2012, alokasi anggaran belanja modal direncanakan mencapai Rp168,1 triliun, atau meningkat Rp27,2 triliun (19,3 persen) dari APBN-P 2011. Selain itu, Pemerintah juga sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya mengenai perlunya alokasi belanja modal dapat lebih dimanfaatkan secara efektif untuk mendukung pembangunan sarana dan prasarana dasar atau infrastruktur yang mempunyai fungsi ekonomis lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam RAPBN tahun 2012, alokasi belanja modal tersebut antara lain akan difokuskan untuk mendukung program-program penyediaan infrastruktur, diantaranya berupa pembangunan infrastruktur dasar untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat; pembangunan infrastruktur pertanian untuk mendukung pencapaian program ketahanan pangan; serta pembangunan infrastruktur energi dan komunikasi. Karena itu, dalam RAPBN tahun 2012, alokasi anggaran untuk belanja infrastruktur direncanakan mencapai Rp156,5 triliun, yang akan digunakan antara lain untuk mendukung program-program penyediaan infrastruktur dasar 8 di berbagai bidang. Program-program tersebut meliputi antara lain: Program Penyelenggaraan Jalan sebesar Rp30,5 triliun; Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman sebesar Rp12,4 triliun; Program Pengelolaan Sumber Daya Air sebesar Rp16,3 triliun; Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Laut sebesar Rp6,9 triliun; serta Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Perkeretaapian sebesar Rp8,8 triliun. Pemerintah menyadari bahwa berbagai program investasi fisik tersebut juga perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas SDM, yang dapat ditempuh melalui pelaksanaan berbagai program di bidang pendidikan dan kesehatan. Karena itu, Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai perlunya pemerintah meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan. Berkaitan dengan itu, dalam RAPBN tahun 2012, anggaran pendidikan direncanakan mencapai Rp286,6 triliun, yang akan dialokasikan antara lain untuk mendukung upaya peningkatan akses pendidikan dan layanan pendidikan. Karena itu, anggaran tersebut akan dimanfaatkan antara lain untuk: (i) pemberian BOS bagi 44,7 juta siswa setingkat SD dan SMP dan pemberian BOMM (Bantuan Operasional Manajemen Mutu) pada tingkat SMA; (ii) pemberian beasiswa siswa miskin untuk mencegah putus sekolah bagi sekitar 8,1 juta siswa miskin pada semua jenjang pendidikan; (iii) pembangunan sekolah dan ruang kelas baru; (iv) rehabilitasi ruang kelas; (v) pembangunan community college dan politeknik baru pada jenjang pendidikan tinggi; serta (vi) pembangunan/direhabilitasi sekolah-sekolah yang berada di daerah perbatasan/tertinggal/terpencil/nelayan. Selanjutnya, menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, tentang perlunya perhatian terhadap anggaran untuk kesehatan, dapat kiranya disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah telah dan akan senantiasa berupaya untuk meningkatkan anggaran kesehatan dari tahun ke tahun, dengan tetap memperhatikan batas-batas kemampuan keuangan negara, serta kebutuhan pembiayaan di bidang-bidang yang lain, sesuai dengan skala prioritas nasional dalam rencana kerja pemerintah (RKP). Namun demikian, hal itu tidak mengurangi komitmen pemerintah untuk selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan kesehatan. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai rencana pemerintah untuk menurunkan anggaran subsidi listrik dalam tahun 2012 menjadi Rp45 triliun melalui kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL), dapat kiranya disampaikan penjelasan sebagai berikut. Dalam RAPBN TA 2012, Pemerintah berencana akan menyesuaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) rata-rata sebesar 10 persen sejak awal bulan April 2012. Namun demikian, Pemerintah tetap berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah, 9 dengan tidak memberlakukan kenaikan TTL bagi pelanggan dengan daya 450 watt. Kebijakan ini, bertujuan agar harga listrik bersubsidi benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang berhak (real targeted), yaitu masyarakat berpenghasilan rendah, dan industri kecil menengah. Dalam mengambil kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik tahun 2012 tersebut, Pemerintah akan melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Terhadap pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golongan Karya, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai pembenahan mekanisme dan pola subsidi agar lebih akuntabel, tepat sasaran dan efisien, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pemerintah sependapat dan menyadari bahwa pola penyaluran subsidi BBM yang berlaku selama ini sangat membebani anggaran negara sehingga masih harus diperbaiki. Untuk itu, Pemerintah telah dan sedang melakukan langkah-langkah agar pola subsidi, khususnya subsidi energi menjadi akuntabel, lebih tepat sasaran, dan efisien. Langkah-langkah itu dilakukan antara lain dengan: (1) melanjutkan program konversi minyak tanah ke LPG; (2) meningkatkan pemanfaatan energi alternatif; (3) mengendalikan penggunaan BBM Bersubsidi agar lebih tepat sasaran; (4) melakukan penghematan konsumsi BBM Bersubsidi; serta (5) menyempurnakan regulasi kebijakan subsidi BBM. Dengan berbagai langkah kebijakan di atas, diharapkan penyaluran subsidi menjadi lebih tepat sasaran, akuntabel, dan sekaligus dapat mengurangi alokasi belanja subsidi dalam APBN. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Golongan Karya mengenai perlunya perubahan postur anggaran ke arah yang lebih bercorak desentralistik, dengan meningkatkan porsi anggaran transfer ke daerah untuk memperkuat daerah dengan pusat pertumbuhan yang tersebar. Berkaitan dengan itu, berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan porsi anggaran transfer ke daerah dari tahun ke tahun. Hal ini dilakukan antara lain melalui realokasi program BOS dan tunjangan profesi guru yang semula dialokasikan melalui Kementerian Pendidikan Nasional, mulai tahun 2011 telah direalokasikan ke dalam pos belanja transfer ke daerah. Selain itu, Pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran untuk DAK, khususnya DAK Infrastruktur Jalan, DAK Infrastruktur Air Minum, serta DAK Infrastruktur Sanitasi dan Irigasi untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar bagi masyarakat dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran nasional. Sejalan dengan berbagai upaya tersebut, proporsi belanja negara untuk transfer ke daerah mengalami peningkatan dari sebesar 29,5 persen pada tahun 2005, menjadi sebesar 32,7 persen dalam RAPBN 2012. Dalam rangka meningkatkan peranan transfer ke daerah agar dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik oleh daerah, diperlukan peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah. Karena itu, Pemerintah akan berupaya secara sungguh-sungguh untuk mendorong Pemerintah daerah untuk melakukan 10 langkah-langkah: (a) perbaikan kualitas belanja daerah (quality of spending) secara mendasar; (b) penguatan kelembagaan pemerintahan daerah dan swasta untuk bersama-sama mendukung implementasi good governance; (c) peningkatan kompetensi PNSD, baik hard competence maupun soft competence; serta (d) sinkronisasi belanja K/L dengan transfer ke daerah dalam hal kewenangan atau urusan yang sebenarnya telah menjadi kewenangan/urusan daerah. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Sekarang, ijinkanlah kami menyampaikan tanggapan yang berkaitan dengan kebijakan defisit anggaran dan rencana pembiayaannya. Berkenaan dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai kebijakan defisit anggaran, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pemerintah menyampaikan terimakasih kepada Fraksi Partai Demokrat, baik atas apresiasinya terhadap usaha Pemerintah dalam mengendalikan tingkat defisit anggaran dalam rangka menjaga kesinambungan fiskal jangka menengah, maupun atas dukungan terhadap usaha Pemerintah untuk menurunkan angka defisit menuju anggaran yang berimbang. Kebijakan defisit anggaran dalam penyusunan APBN tersebut, terutama dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan belanja negara dalam memberikan stimulus fiskal, guna mencapai target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan. Namun demikian, penetapan besaran defisit APBN setiap tahun, senantiasa juga disesuaikan dengan optimalisasi pendapatan negara, kebutuhan belanja prioritas dan efisiensi belanja negara, serta kemampuan sumber-sumber pembiayaannya, dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi perekonomian pada tahun bersangkutan, dan prospeknya ke depan. Untuk menjaga kesinambungan fiskal jangka menengah, maka dalam menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, selama ini Pemerintah konsisten untuk menjaga defisit kumulatif APBN dan APBD dibawah ambang batas 3 persen terhadap PDB. Penentuan target defisit anggaran dalam RAPBN Tahun 2012 sebesar Rp125,6 triliun atau 1,5 persen dari PDB, juga telah memperhitungkan target pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai sebesar 6,7 persen. Selanjutnya, dalam menetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit anggaran, baik pembiayaan utang maupun non-utang, Pemerintah sejauh mungkin menjaga komitmen Pemerintah untuk menurunkan rasio utang terhadap PDB. Penetapan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit anggaran tersebut, antara lain dilakukan dengan pokok-pokok kebijakan sebagai berikut. Pertama, pembiayaan defisit dilakukan dengan memperhatikan upaya 11 mencapai kemandirian bangsa, dengan melakukan pengurangan stok utang, baik utang dalam negeri maupun luar negeri. Kedua, pembiayaan utang melalui pengadaan pinjaman lebih diprioritaskan dari sumber domestik dibandingkan dengan dari pinjaman luar negeri. Ketiga, penetapan pembiayaan melalui penerbitan SBN dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan, ketersediaan alternatif sumber pembiayaan, kondisi portofolio dan risiko utang, kondisi infrastruktur dan daya serap pasar SBN, serta perkembangan makro ekonomi baik domestik maupun global. Keempat, dalam rangka diversifikasi instrumen pembiayaan utang yang potensial, Pemerintah saat ini sedang menyiapkan infrastruktur dan suprastruktur dalam mendukung proses penerbitan SBSN dengan underlying project (project-based sukuk). Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Demikianlah tanggapan Pemerintah atas Pemandangan Umum Dewan Perwakilan Rakyat berkenaan dengan RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2012 beserta Nota Keuangannya. Tanggapan atas Pemandangan Umum DPR lebih lanjut, kami sampaikan secara tertulis, sebagai bagian yang tidak terpisah dari tanggapan yang telah kami sampaikan ini. Akhirnya, atas nama Pemerintah, kami menyambut baik ajakan Dewan yang terhormat untuk bersama-sama membahas RUU APBN 2012 beserta Nota Keuangannya secara lebih mendalam dan cermat pada tahap selanjutnya, atas dasar prinsip kemitraan dan tanggung jawab bersama dalam mengemban amanat rakyat, sehingga kewajiban konstitusional yang diamanatkan kepada Pemerintah dan Dewan ini dapat diselesaikan secara tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Marilah kita panjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar kita senantiasa diberikan kekuatan dan kemampuan dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas dan tanggung jawab kepada negara ini. Sekian dan terima kasih. Wassalamu’alaikum wr. wb. Jakarta, 7 September 2011 A.N. PEMERINTAH MENTERI KEUANGAN AGUS D.W. MARTOWARDOJO 12 LAMPIRAN A. PEREKONOMIAN GLOBAL DAN DOMESTIK, SERTA ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO Menanggapi pendapat Fraksi Partai Golongan Karya, mengenai titik berat penyusunan RAPBN 2012 berkaitan dengan daya tahan perekonomian nasional, dan sebagai stimulus untuk memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi nasional, dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global, pilihan bagi Indonesia tiada lain adalah terus memperkuat daya tahan perekonomian nasional agar dapat mengatasi ketidakpastian dan keadaan yang kurang menguntungkan, sehingga momentum pembangunan dapat tetap terpelihara, dan sasaran-sasaran pembangunan dapat dicapai. Dengan semangat optimisme, dan berdasarkan pengalaman keberhasilan dalam menangani krisis ekonomi, disertai dengan perencanaan yang matang dan strategis, Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kemajuan perekonomian Indonesia agar dapat berkembang lebih maju lagi. Dinamika ekonomi, baik domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap segala perubahan. Keberadaan Indonesia di pusat pusaran baru gravitasi ekonomi global, yaitu kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, mengharuskan Indonesia perlu mempersiapkan diri secara lebih baik lagi untuk mempercepat terwujudnya suatu negara maju dengan hasil pembangunan dan kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, diperlukan langkah-langkah terobosan (breakthrough), bukan langkah-langkah biasa (bussiness as usual). Dalam konteks inilah, ditempuh langkah-langkah visioner berupa penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang perlu dilakukan maupun pemberlakuan peraturan-perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. MP3EI menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. Target yang ingin dicapai melalui langkah MP3EI adalah bahwa percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi tersebut akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD14.250-USD15.500, dengan nilai total perekonomian (Produk Domestik Bruto/PDB) berkisar antara USD4,0-USD4,5 triliun. Untuk mewujudkannya, diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4-7,5 persen pada periode 20112014, dan sekitar 8,0-9,0 persen pada periode 2015-2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi dengan penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011-2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. -L.1 Menanggapi pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai pemberian payung hukum terhadap Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam rangka percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia, Pemerintah tengah melakukan langkah-langkah terobosan dalam MP3EI. Dalam rangka implementasi berbagai langkah terobosan yang tercantum pada MP3EI tersebut, pihak swasta akan diberikan peranan penting yang seluas-luasnya dalam pengembangan MP3EI, sedangkan pihak pemerintah akan berfungsi sebagai regulator, fasilitator, dan katalisator. Dengan konsep baru tersebut, upaya percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan memerlukan evaluasi dan revisi terhadap seluruh kerangka regulasi yang ada untuk disesuaikan. Saat ini, Pemerintah telah mengeluarkan payung hukum dan aturan terkait MP3EI, yaitu dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 20112025. Dalam peraturan Pemerintah tersebut disebutkan bahwa MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun, terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025, dan melengkapi dokumen perencanaan. Dalam PP Nomor 32 Tahun 2011 tersebut, juga dijabarkan mengenai fungsi MP3EI, yaitu antara lain sebagai: (a) acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian untuk menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka pelaksanaan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di bidang tugas masing-masing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis masing-masing kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan; dan (b) acuan untuk penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait. Selain itu, MP3EI juga dapat menjadi acuan bagi badan usaha dalam menanamkan modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan koordinasi pelaksanaan MP3EI dilakukan oleh Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI). Saat ini, Pemerintah tengah menyelesaikan payung hukum dan aturan terkait undang-undang pertanahan serta pemberian tax allowance, dan tax holiday untuk investor. Selain itu, Pemerintah juga tengah membentuk Komite Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) hingga ke tingkat pemerintah daerah. Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai potensi terjadinya stagnasi produksi dan inflasi (stagflasi), dapat -L.2 dijelaskan sebagai berikut. Gejolak ekonomi yang melanda Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, potensi penurunan kinerja ekonomi China serta belum selesainya konflik geopolitik yang terjadi di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara dikhawatirkan akan menimbulkan kontraksi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi internasional. Namun, seiring dengan upaya pemulihan ekonomi internasional melalui serangkaian paket kebijakan ekonomi, serta stimulus fiskal yang dilaksanakan pemerintah negara-negara tersebut, yang didukung oleh kawasan regional (UE) dan lembaga keuangan internasional, diharapkan perekonomian internasional tetap dapat tumbuh positif. Munculnya kesadaran bersama akan kondisi perekonomian yang dihadapi, dan potensi dampak negatifnya terhadap perekonomian global secara menyeluruh, telah mendorong rasa solidaritas, sehingga semakin memperkuat jalinan kerja sama antar negara untuk mengatasi krisis ekonomi. Pemerintah Indonesia, juga telah mencermati dan akan terus mewaspadai potensi dampak negatif melambatnya pertumbuhan ekonomi internasional tersebut, antara lain melalui serangkaian kebijakan untuk memperkuat fundamental ekonomi nasional, mengelola lalu lintas kapital dengan cermat, serta mendorong upaya peningkatan produksi dalam negeri guna menciptakan swasembada bahan pangan sehingga dapat mengurangi impor. Sehubungan dengan itu, dalam rangka mitigasi dan meminimalkan dampak negatif dari berbagai risiko yang akan dihadapi ke depan, Pemerintah telah dan akan menyiapkan sejumlah instrumen proteksi, termasuk penciptaan sistem peringatan dini (early warning system). Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, Pemerintah juga tengah mempersiapkan skenario pengambilan tindakan (crisis management protocol) dalam hal risiko yang terjadi berdampak luas kepada perekonomian, dan mengarah pada terjadinya krisis ekonomi. Sementara itu, untuk menjaga sustainabilitas fiskal dari kemungkinan terjadinya berbagai risiko buruk, dalam RAPBN 2012 Pemerintah juga menganggarkan cadangan risiko fiskal, sebagai langkah antisipasi apabila terjadi perubahan berbagai asumsi makro yang berpengaruh negatif terhadap APBN 2012. Menanggapi pertanyaan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, mengenai masalah kedaulatan dan ketahanan pangan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Sebagaimana diketahui, bahwa sektor pangan merupakan salah satu prioritas nasional yang harus dikembangkan secara berkelanjutan, karena pangan berperanan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional, khususnya dalam hal pertumbuhan perekonomian nasional, pengentasan kemiskinan, dan penyerapan tenaga kerja. Krisis pangan dan gejolak kenaikan harga pangan yang terjadi dapat menyebabkan instabilitas pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan angka kemiskinan dan angka pengangguran. Oleh karena itu, Pemerintah berkewajiban untuk -L.3 meningkatkan ketahanan dan kemandirian pangan di dalam negeri, demi terwujudnya stabilitas perekonomian nasional. Salah satu upaya yang dilakukan terkait dengan ketahanan pangan adalah peningkatan produksi padi dan beras. Kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan produksi beras telah dilakukan dengan serius, dan hasilnya ditunjukkan oleh kenaikan produksi beras. Pada tahun 2011 ini diperkirakan produksi beras sebesar 68,06 juta ton GKG (ARAM II), meningkat 1,59 juta ton (2,40 persen) dibandingkan dengan produksi padi pada tahun 2010. Pemerintah secara terus menerus berusaha meningkatkan kualitas data produksi yang dihasilkan, untuk itu pada tahun 2010 telah dilakukan sensus lahan oleh Departemen Pertanian dalam bentuk audit lahan sawah di pulau Jawa, yang secara bertahap akan dilakukan di pulau lain di Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa cadangan pangan sangat diperlukan bagi terpeliharanya ketahanan pangan (food security). Latar belakang dari hal tersebut antara lain adalah: (1) produksi pangan tidak dihasilkan sepanjang waktu, dan secara merata; (2) masih banyaknya penduduk miskin yang rentan terhadap rawan pangan; (3) banyak daerah di Indonesia yang rawan terhadap bencana alam; (4) diperlukannya stabilisasi harga pangan; dan (5) dalam rangka memenuhi komitmen dalam kerangka kerjasama Internasional mengatasi masalah pangan, dengan memberikan kontribusi cadangan pangan, seperti halnya partisipasi Indonesia dalam ASEAN (+ China) Food Security Rice Reserve. Karena itu, dalam RAPBN 2012 dialokasikan anggaran untuk cadangan beras pemerintah (CBP), serta direncanakan penyediaan cadangan stabilitas harga pangan, sebagai langkah antisipasi terhadap terjadinya shortage persediaan pangan. Cadangan beras pemerintah tersebut disediakan untuk: (1) mengatasi gejolak harga pangan di dalam negeri; dan (2) menyediakan bantuan pangan dalam kondisi darurat akibat bencana. Mekanisme pemanfaatan cadangan beras pemerintah (CBP) diatur dengan SKB Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Di samping itu, Pemerintah juga akan melaksanakan kebijakan-kebijakan strategis, antara lain: 1. Peningkatan produksi pangan (terutama padi, daging sapi, dan ikan) melalui: ekstensifikasi dan intensifikasi lahan pertanian; peningkatan produktivitas, dengan penyediaan sarana pertanian, teknologi dan penyuluhan; serta peningkatan kualitas pasca panen dan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. 2. Peningkatan akses pangan masyarakat melalui: diversifikasi konsumsi pangan, stabilisasi harga pangan, efisiensi distribusi dan logistik pangan, serta penyediaan pangan bersubsidi untuk keluarga miskin. -L.4 3. Peningkatan kualitas konsumsi melalui: peningkatan mutu pangan (pengolahan hasil) dan peningkatan ketersediaan sumber protein terutama ikan. Dalam rangka peningkatan produktivitas pertanian dan mendukung program ketahanan pangan, Pemerintah tetap memberikan subsidi pupuk, benih, maupun maupun subsidi bunga kredit di sektor pertanian. Di samping itu, Pemerintah juga menyediakan dan menyalurkan bantuan pupuk, benih, dan pestisida secara cepat, dan menyalurkan bantuan biaya usaha tani (ganti rugi) bagi daerah atau petani yang mengalami puso dan terkena bencana akibat iklim ekstrim. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional Dalam Menghadapi Cuaca Ekstrim. Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2011 tentang Bantuan Langsung Benih Unggul dan Pupuk. Dalam perpres ini, Pemerintah memberikan Bantuan Langsung Benih Unggul dan Pupuk kepada petani melalui kelompok tani yang meliputi Benih Padi, Jagung, dan Kedelai serta Pupuk NPK dan Organik. Berkaitan dengan permasalahan manajemen stok dan distribusi bahan pangan, terutama bahan pangan pokok seperti beras, Pemerintah telah melaksanakan beberapa kebijakan, antara lain: a. Bekerja sama dalam forum TPI dan TPID yang telah terbentuk di lebih dari 55 kota dari target 66 kota yang menjadi acuan dalam survei inflasi BPS untuk pengelolaan cadangan dan distribusi bahan pangan; b. Bekerja sama dengan aparat penegak hukum, Polri dan Kejaksaan Agung, untuk menindak secara tegas dan menjatuhkan sanksi yang tegas terhadap aksi spekulasi dan penimbunan barang yang dilakukan oleh pedagang; c. Mengumumkan secara berkala kepada masyarakat tentang perkembangan harga dan ketersediaan barang kebutuhan pokok, sehingga dapat meredam ekspektasi harga yang berlebihan di masyarakat; d. Mengoptimalkan operasi pasar dengan menetapkan harga beras yang terjangkau oleh masyarakat, yaitu berada di bawah harga pembelian beras Pemerintah kepada Bulog. Pemerintah memang melakukan impor untuk bahan pangan tertentu, namun hal itu dilakukan secara selektif dalam rangka memperkuat ketahanan pangan dalam negeri, misalnya impor beras yang dilakukan untuk menjaga stok beras pemerintah di Bulog dengan tujuan utama menjaga stabilitas harga beras dalam negeri. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai adanya indikasi neraca perdagangan RI menuju angka negatif, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Secara kumulatif, pertumbuhan total ekspor Indonesia sejak awal tahun 2010 hingga awal tahun 2011 lebih rendah bila dibandingkan -L.5 dengan pertumbuhan impor. Namun, mulai awal tahun 2011, kinerja ekspor Indonesia mengalami kenaikan cukup pesat, hingga pada bulan Juni 2011 pertumbuhan total ekspor Indonesia mencapai 36% (ytd), lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan total impor yang sebesar 32,8% (ytd). Kinerja ekspor Indonesia mulai awal tahun 2011 masih menunjukkan trend peningkatan yang didukung oleh kenaikan pada ekspor komoditi nonmigas, khususnya sektor manufaktur dan pertambangan. Berdasarkan komposisi ekspor nonmigas selama periode Januari – Juni 2011, sektor manufaktur masih mendominasi, dengan kontribusi sebesar 76,8%, sementara sektor pertambangan sebesar 19,9%, dan sektor pertanian sebesar 3,2%. Kinerja ekspor Indonesia yang didominasi oleh sektor manufaktur dan pertambangan, diperkirakan masih cukup tinggi, mengingat pertumbuhan kedua sektor tersebut secara kumulatif masih menunjukkan kecenderungan meningkat. Beberapa indikator yang mempengaruhi tren peningkatan kinerja ekspor Indonesia dapat dilihat dari adanya perubahan komposisi negara tujuan utama ekspor Indonesia dan peningkatan pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal. Adanya kenaikan ekspor Indonesia ke negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, seperti negara-negara ASEAN, China, dan Jepang menunjukkan bahwa permintaan internasional terhadap produk dalam negeri masih cukup besar, dan prospek ekspor ke depan masih cukup kondusif. Selanjutnya, dengan masih adanya kecenderungan peningkatan pada pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal oleh kalangan industri domestik, menunjukkan bahwa kondisi industri dalam negeri masih stabil, dan optimis untuk meningkatkan kapasitasnya. Peningkatan pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal juga memberikan kontribusi yang positif dalam mendukung laju ekspor Indonesia. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai perlunya Pemerintah terus mengoptimalkan posisinya sebagai negara emerging economy, pada dasarnya Pemerintah sependapat untuk meningkatkan kualitas kerjasama perdagangan dan ekonomi dengan kelompok negara-negara lain. Sampai dengan saat ini, Indonesia telah turut berpartisipasi pada beberapa organisasi kelompok negara, dan keikutsertaan Indonesia dipandang aktif dalam organisasi negaranegara tersebut. Untuk mengoptimalkan posisi Indonesia sebagai salah satu negara emerging economy, Indonesia saat ini menjadi salah satu negara pada organisasi G20 (satu-satunya negara di ASEAN). Sebagai informasi, bahwa G20 adalah kelompok negara-negara ekonomi utama di dunia. Mereka mewakili sekitar 90 persen ekonomi dunia dan 80 persen perdagangan dunia. Keberadaan organisasi negara ini sangat menentukan maju mundurnya perekonomian dunia. Dengan keikutsertaan dalam kelompok organisasi negara G20, diharapkan Indonesia dapat mendayagunakan secara optimal posisinya di G20 dalam merombak tata ekonomi dunia. -L.6 Selain itu, kerjasama dengan kekuatan ekonomi baru, seperti kelompok Brasil, Russia, India, dan China (BRIC) akan lebih mudah dilakukan (kelompok negara BRIC juga merupakan anggota G20). Demikian juga di tingkat ASEAN, dengan menjadi anggota G20, Indonesia menjadi satu-satunya wakil negara ASEAN dalam organisasi tersebut, meskipun secara hukum tidak dapat mengklaim mewakili ASEAN dalam G20, namun terdapat kesempatan yang dapat menciptakan kondisi yang tepat bagi Indonesia untuk memainkan peran strategis di tingkat regional. Hal ini dikarenakan dengan menjadi anggota G20 dapat menciptakan kesempatan besar bagi Indonesia untuk mempromosikan kepentingan ASEAN dalam proses G20. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai pertumbuhan ekonomi, maka dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut. RAPBN tahun 2012 disusun dengan berpedoman pada Kerangka Ekonomi Makro, Pokok-pokok Kebijakan Fiskal, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012. Penyusunan RAPBN tahun 2012 juga memperhatikan saran dan pendapat DPR RI, serta pertimbangan DPD RI yang disampaikan dalam forum pembicaraan pendahuluan beberapa waktu yang lalu. Selain itu, faktor lainnya yang menjadi pedoman dalam penyusunan RAPBN 2012 adalah sasaran-sasaran jangka menengah yang ingin dicapai sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014. Pada prinsipnya, Pemerintah juga memiliki rasa optimisme yang sama bahwa kinerja perekonomian domestik di tahun 2012 akan lebih baik. Namun demikian, dalam menyusun berbagai target ekonomi makro, termasuk pertumbuhan ekonomi, Pemerintah berupaya untuk tetap realistis, memperhitungkan perkembangan terkini berbagai indikator kinerja perekonomian global maupun domestik, serta berbagai tantangan yang akan dihadapi pada tahun 2012. Target pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang disusun oleh Pemerintah sebesar 6,7 persen, sudah lebih tinggi jika dibandingkan dengan target yang diprediksi oleh IMF, yaitu sebesar 6,5 persen. Target pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2012 tersebut dinilai cukup realistis, mengingat perekonomian domestik pada tahun 2012 akan menghadapi berbagai tantangan, baik yang bersumber dari eksternal maupun internal. Sebagaimana diketahui bersama, akhir-akhir ini ekonomi dunia dilanda berbagai guncangan, yang berpotensi mempengaruhi perkembangan ekonomi di berbagai kawasan, termasuk Indonesia. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju pada tahun 2011 dan tahun 2012 diperkirakan akan melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya di tahun 2010, terutama Amerika Serikat, Jepang, dan negaranegara Eropa. Krisis keuangan yang melanda Eropa, meningkatnya inflasi dan -L.7 risiko overheating perekonomian di Tiongkok dan India, serta krisis fiskal di Amerika Serikat merupakan tantangan bagi perekonomian dunia ke depan, termasuk Indonesia. Berbagai faktor risiko eksternal tersebut perlu diperhitungkan dan diantisipasi dalam memproyeksikan target pertumbuhan ekonomi di tahun 2012. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Golongan Karya bahwa momentum yang ada saat ini harus dimanfaatkan untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2011, perekonomian Indonesia diperkirakan mampu tumbuh 6,5 persen. Kondisi ini terutama didukung oleh membaiknya kinerja investasi dan ekspor, stabil dan cenderung menguatnya pendapatan dan daya beli masyarakat, serta terjaganya stabilitas makro ekonomi. Pemerintah akan berupaya semaksimal mungkin untuk mendorong percepatan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara bertahap, sebagaimana direncanakan di dalam RPJMN 2010-2014. Langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi tersebut antara lain meliputi: peningkatan daya beli masyarakat antara lain melalui pengendalian laju inflasi, meningkatkan nilai tukar petani, mendorong realisasi penyerapan anggaran, memperbaiki iklim investasi, dan mendorong peningkatan saya saing produk dalam negeri dalam rangka meningkatkan kinerja ekspor. Untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi di tahun 2011 dan 2012, dari sisi belanja negara, alokasi belanja modal pemerintah akan difokuskan untuk memperbaiki dan meningkatkan ketersediaan infrastruktur dalam rangka mendukung pembangunan koridor ekonomi dan peningkatan domestic connectivity, serta terciptanya ketahanan pangan dan energi. Upaya tersebut antara lain ditempuh melalui implementasi Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pembangunan dan perbaikan infrastruktur serta sistem jaringan transportasi perkotaan. Untuk mendukung berbagai upaya tersebut, pemerintah juga mendorong keterlibatan yang lebih luas bagi BUMN dan sektor swasta. Terkait dengan upaya untuk mendorong peningkatan kinerja investasi, Pemerintah telah menyiapkan berbagai strategi di tahun 2012, antara lain dengan: (i) menyederhanakan prosedur investasi melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan pengembangan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE), yang dilakukan secara bertahap di kabupaten/kota; (ii) mendorong pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui penetapan lokasi KEK; (iii) meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), terutama dalam investasi penyediaan infrastruktur dan energi; (iv) meningkatkan efektivitas strategi promosi investasi melalui peningkatan investasi unggulan daerah (regional champions), dan pengembangan sektor unggulan, seperti infrastruktur, energi dan pangan; serta (v) meningkatkan upaya penyebaran investasi dan alih teknologi melalui akselerasi pemanfaatan -L.8 berbagai kebijakan fiskal dan nonfiskal, terkait dengan peningkatan daya tarik investasi yang telah ada, serta meningkatkan penggunaan komponen lokal. Selanjutnya, untuk mendorong peningkatan ekspor, terutama nonmigas, kebijakan perdagangan luar negeri diarahkan pada peningkatan daya saing produk ekspor nonmigas. Kebijakan tersebut dilakukan melalui diversifikasi pasar, serta peningkatan keberagaman dan kualitas produk, yang didukung oleh penguatan perdagangan dalam negeri untuk menjaga kestabilan harga, kelancaran arus barang, serta menciptakan iklim usaha yang sehat. Untuk mencapai arah kebijakan tersebut, strategi yang akan dilakukan adalah: (i) mendorong upaya diversifikasi pasar tujuan ekspor untuk mengurangi tingkat ketergantungan kepada pasar ekspor tertentu; (ii) meningkatkan keberagaman dan kualitas produk, terutama untuk produk-produk manufaktur yang bernilai tambah lebih besar, berbasis pada sumber daya alam, dan permintaan pasarnya besar; (iii) meningkatkan kualitas perluasan akses pasar, promosi, dan fasilitasi ekspor nonmigas di berbagai tujuan pasar ekspor melalui pemanfaatan skema kerja sama perdagangan baik bilateral, regional, maupun multilateral; serta (iv) mengendalikan impor produk-produk yang berpotensi menurunkan daya saing produk domestik di pasar dalam negeri. Di sisi lain, fokus prioritas peningkatan ekspor di tahun 2012 adalah: (i) peningkatan diversifikasi pasar tujuan eskpor; (ii) peningkatan kualitas dan keberagaman produk ekspor; serta (iii) peningkatan fasilitas ekspor. Salah satu bagian dari prioritas peningkatan ekspor adalah pembangunan pariwisata. Peningkatan daya saing pariwisata tersebut diupayakan untuk meningkatkan penerimaan devisa dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Upaya-upaya yang akan dilakukan adalah: (i) mengembangkan destinasi pariwisata; (ii) mengembangkan usaha, industri, dan investasi pariwisata; (iii) mengembangkan pemasaran dan promosi pariwisata di dalam dan luar negeri; serta (iv) mengembangkan sumber daya pariwisata. Pemerintah juga sependapat mengenai perlunya investasi diarahkan pada sektor yang padat karya, seperti pertanian dan industri manufaktur dengan desa sebagai basisnya. Sektor industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar PDB nasional. Kebijakan sektor industri pada tahun 2012, untuk tujuan jangka pendek diarahkan pada pengamanan pasar domestik dari produk impor, serta berbagai upaya harmonisasi tarif. Sedangkan untuk tujuan jangka panjang, diarahkan pada revitalisasi industri melalui penciptaan klaster industri berbasis sumber daya alam, sumber daya manusia terampil, dan industri untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Sementara itu, untuk sektor pertanian, Pemerintah telah mengupayakan langkah-langkah untuk mendukung pertumbuhan sektor ini antara lain dengan tetap memberikan subsidi pertanian berupa subsidi harga benih/bibit (padi, jagung, kedelai) dan pupuk (urea, SP-36, ZA, NPK, dan organik), serta -L.9 subsidi bunga kredit (Kredit Ketahanan Pangan dan energy/KKP-E, Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan/KPEN-RP, Kredit Usaha Pembibitan Sapi/KUPS). Khusus untuk sektor lain yang menjadi prioritas pengembangan adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, yang diperkirakan tumbuh sebesar 13,6 persen pada tahun 2012. Pengembangan sektor tersebut dilakukan dalam rangka mendukung tercapainya peningkatan daya saing sektor riil, dengan sasaran antara lain: (a) meningkatnya keterhubungan wilayah untuk memperlancar arus distribusi barang dan manusia; (b) meningkatnya keselamatan masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi; (c) meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi untuk mengurangi backlog maupun bottleneck kapasitas prasarana transportasi dan sarana transportasi antarmoda dan antarpulau yang terintegrasi sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru transportasi multimoda; (d) meningkatnya prosentase jumlah ibukota kabupaten/kota yang dilayani jaringan broadband hingga mencapai sekurangkurangnya 76 persen dari total ibukota kabupaten/kota; (e) meningkatnya prosentase ibukota provinsi yang terhubung dengan jaringan backbone serat optik nasional hingga mencapai 50 persen; serta (f) melanjutkan beroperasinya fasilitas jasa akses telekomunikasi di 33.186 desa dan Pusat Layanan Internet Kecamatan di 5.748 ibukota kecamatan. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai target angka kemiskinan dan angka pengangguran pada tahun 2012, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan adalah elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat, karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi menggambarkan terjadinya peningkatan dan perluasan kegiatan ekonomi suatu negara. Peningkatan tersebut akan memperluas terbukanya kesempatan kerja baru bagi rakyat. Di samping itu, pertumbuhan ekonomi yang positif memungkinkan suatu negara untuk meningkatkan kemampuannya dalam melakukan akumulasi modal (baik fisik maupun modal sumber daya manusia), dan memacu inovasi teknologi, yang kemudian akan berdampak pada peningkatan produktivitas. Terbukanya lapangan pekerjaan baru, dan peningkatan produktivitas, pada akhirnya berimplikasi positif pada penghasilan yang diterima rakyat, yang pada akhirnya dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan rakyat. Kemiskinan merupakan isu yang dinamis, dan sangat kompleks. Permasalahan kemiskinan secara berkesinambungan telah menjadi prioritas dalam pembangunan, dan bersifat multisektoral. Berkaitan dengan itu, Pemerintah telah secara konsisten menempuh 4 pilar pembangunan sebagai -L.10 strategi utama kebijakan fiskal, yaitu pro-growth, pro-job, pro-poor, dan proenvironment. Untuk pengentasan kemiskinan, sejak tahun 2011, strategi yang ditempuh Pemerintah diperluas menjadi 4 (empat) klaster. Klaster 1, lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat miskin, antara lain melalui program Jamkesmas, Raskin, PKH, bea siswa bagi siswa miskin. Klaster 2, difokuskan untuk melibatkan masyarakat miskin dalam kegiatan pembangunan dalam rangka meningkatkan dan menjaga kesinambungan pendapatan masyarakat miskin melalui PNPM. Klaster 3, difokuskan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam memperoleh pendanaan untuk usaha melalui KUR. Klaster 4, difokuskan untuk memenuhi kebutuhan yang terjangkau oleh masyarakat miskin, antara lain rumah sangat murah, angkutan umum murah, dan listrik murah. Dalam rangka menurunkan tingkat kemiskinan, kebijakan pengalokasian pengeluaran yang dilakukan pemerintah akan diutamakan pada upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang pro-rakyat miskin, dan penciptaan lapangan kerja, meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin dan upaya menurunkan jumlah penduduk miskin di daerah melalui program-program pengentasan kemiskinan yang efektif dan tepat sasaran. Pada tahun 2012, Pemerintah tetap melanjutkan program sosial dalam bentuk: (i) program Jamkesmas; (ii) Program Keluarga Harapan (PKH); (iii) program PNPM perdesaan, perkotaan, infrastruktur perdesaan, daerah tertinggal dan khusus, serta infrastruktur sosial ekonomi wilayah; (iv) program Bantuan Operasional Sekolah (BOS); dan (v) program Raskin. Dalam upaya pengentasan kemiskinan jangka menengah dan panjang, Pemerintah juga telah melaksanakan amanat undang-undang, yaitu dengan menganggarkan 20 persen dari total APBN untuk sektor pendidikan. Pemerintah juga meyakini bahwa salah satu cara untuk memutus rantai kemiskinan adalah melalui pendidikan. Berkaitan dengan itu, Pemerintah senantiasa berupaya memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, terutama dalam mendapatkan layanan pendidikan dasar minimal 9 tahun, yang diintegrasikan dengan program-program kesejahteraan lainnya. Sementara itu, upaya untuk pengurangan pengangguran dilakukan melalui peningkatan pembangunan infrastruktur pada sektor-sektor yang mempunyai multiplier effect bagi perekonomian, dan mempunyai kontribusi positif bagi pengurangan pengangguran. Dalam rangka mempercepat penurunan tingkat pengangguran, Pemerintah telah dan akan terus melaksanakan berbagai program pemberdayaan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan masyarakat agar menjadi sumber daya manusia yang mandiri, perluasan dan pengembangan kesempatan kerja dengan kegiatan-kegiatan padat karya produktif, padat karya infrastruktur, penerapan teknologi tepat guna, dan pengembangan wirausaha baru. Semua kegiatan tersebut, pada hakekatnya ditujukan untuk memberikan peluang dan kesempatan kerja, baik di perdesaan maupun di perkotaan, meningkatkan -L.11 produktivitas pertanian di perdesaan serta meningkatkan aksesibilitas daerah terpencil. Untuk itu Pemerintah optimis, bahwa penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan dapat terus dilakukan, baik di tahun 2011 maupun di tahun 2012 dan sesudahnya. Seiring dengan meningkatnya perekonomian, tingkat pengangguran terbuka juga mengalami penurunan tiap tahunnya. Pada Februari 2011, jumlah angkatan kerja mencapai 119,4 juta orang, sementara jumlah orang yang bekerja mencapai 111,3 juta orang. Dengan demikian, terdapat 8,1 juta orang penganggur yang sedang mencari pekerjaan atau tingkat pengangguran sebesar 6,80 persen. Dibandingkan dengan kondisi Agustus 2010, jumlah angkatan kerja sebesar 116,5 juta orang, sedangkan jumlah orang yang bekerja sebesar 108,2 juta, sehingga terdapat 8,3 juta orang penganggur yang sedang mencari pekerjaan atau tingkat pengangguran sebesar 7,14 persen. Sementara itu, terkait dengan kemiskinan, peningkatan pertumbuhan ekonomi telah mampu menurunkan kemiskinan, sebesar 1,00 juta orang, dari jumlah penduduk miskin sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen) pada Maret 2010, menjadi 30,02 juta orang (12,49 persen) pada Maret 2011. Seiring dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian global, dukungan terhadap upaya penggerakan sektor riil juga terus ditingkatkan, dengan meneruskan program-program pro rakyat agar mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja, sehingga tingkat pengangguran dan kemiskinan dapat menurun. Iklim investasi yang lebih baik juga lebih ditingkatkan melalui upaya penegakan hukum, harmonisasi UU kebijakan penanaman modal, mengatasi kemacetan pada masalah pertanahan dan tata ruang, serta perbaikan birokrasi yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Langkah tersebut ditempuh guna mengurangi ekonomi biaya tinggi yang sampai saat ini masih menjadi hambatan di sektor riil dan dunia usaha. Terhadap pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai target inflasi pada tahun 2012 dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pada dasarnya Pemerintah memiliki pandangan yang sama, bahwa tingkat inflasi perlu dikendalikan pada level yang rendah, dalam rangka memberikan lingkungan yang kondusif bagi tercapainya stabilitas perekonomian nasional, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Target inflasi yang diusulkan Pemerintah dalam asumsi dasar ekonomi makro RAPBN tahun 2012 sebesar 5,3 persen masih berada dalam kisaran target inflasi Bank Indonesia tahun 2012, yaitu sebesar 4,5% ± 1. Target inflasi tersebut dinilai masih relevan, dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Bila dilihat selama lima tahun terakhir, tingkat inflasi nasional mencapai sekitar 6-7 persen, kecuali pada tahun 2008 sebesar 11,06 persen (tahun 2008 terjadi -L.12 krisis keuangan dunia), dan tahun 2009 sebesar 2,78 persen (biasanya setelah terjadi inflasi yang tinggi, kemudian inflasi berikutnya cenderung rendah). 2. Apabila dilihat dari besaran inflasi tahun kalender 2011 (Januari sampai dengan Juli) yang mencapai sebesar 1,74 persen, dan apabila pada bulan-bulan yang tersisa (Agustus sampai dengan Desember) tidak terjadi sesuatu yang luar biasa, maka pemenuhan kebutuhan masyarakat (pangan dan non pangan) di pasar sangat mungkin atau dengan kata lain terdapat potensi bahwa inflasi tahun 2011 tidak sampai pada angka yang ditetapkan pada APBN-P 2011 sebesar 5,65 persen. 3. Dengan tingkat inflasi di tahun 2011 yang terkontrol, pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, faktor-faktor alam, dan kemungkinan adanya berbagai kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi atau memicu inflasi, maka penetapan asumsi inflasi tahun 2012 sebesar 5,3 persen sangat beralasan. Inflasi nasional, bila dibandingkan dengan inflasi negara-negara se-kawasan, tidak berbeda signifikan, bahkan dapat dikatakan seimbang atau setara. Hal ini, dapat dijelaskan dan ditunjukkan dengan perbandingan angka inflasi negara-negara kawasan sebagai berikut : 1. Inflasi Mei 2011: Indonesia 0,12 persen; Malaysia 0,30 persen; Philipina 0,20 persen; Singapura 0,60 persen; Vietnam 2,21 persen; Pakistan 0,23 persen; dan China 0,10 persen. 2. Inflasi Juni 2011 juga tidak banyak berbeda: Indonesia 0,55 persen; Philipina 0,50 persen; Singapura deflasi 0,20 persen; Vietnam 1,09 persen; Pakistan 0,55 persen; Malaysia 0,30 persen, dan China 0,30 persen. 3. Untuk inflasi year-on-year Juni 2011: Indonesia 5,54 persen; Philipina 5,20 persen; Singapura 5,20 persen; Vietnam 20,82 persen; Pakistan 13,13 persen; Malaysia 3,50 persen, dan China 6,40 persen. 4. Tidak banyak berbeda dengan inflasi year-on year Juni 2011, inflasi year-onyear Mei 2011 Indonesia mencapai 5,98 persen, termasuk moderat; Philipina 5,00 persen; Singapura 4,50 persen; Vietnam 19,78 persen; Pakistan 13,23 persen; Malaysia 3,30 persen dan China 5,50 persen. 5. Inflasi Indonesia year-on-year Juli 2011 sebesar 4,61 persen diperkirakan juga seimbang dengan inflasi untuk periode yang sama dari negara-negara sekawasan. Pemerintah menyadari bahwa sumber-sumber tekanan inflasi bersifat kompleks, baik itu yang berasal dari sisi eksternal maupun internal. Salah satu sumber tekanan inflasi dari sisi eksternal, yaitu berasal dari gejolak harga energi dan bahan pangan di pasar internasional, yang berdampak terhadap peningkatan harga energi dan bahan pangan di berbagai kawasan, termasuk Indonesia. Di samping itu, dampak perubahan iklim dan bencana alam menimbulkan gangguan produksi, -L.13 sehingga turut mendorong kenaikan harga. Tekanan inflasi dari sisi eksternal pada tahun 2012 diperkirakan akan berkurang. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh kecenderungan menurunnya tingkat inflasi negara mitra dagang Indonesia seiring dengan melambatnya kinerja perdagangan dunia sebagai dampak krisis fiskal Amerika Serikat dan Eropa. Di sisi lain, apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebagai dampak dari menguatnya arus modal masuk (capital inflow) ke dalam negeri diperkirakan akan turut menjadi faktor yang akan mengurangi tekanan inflasi ke depan, terutama dari sisi barang-barang impor (imported goods). Dari sisi internal, sumber inflasi antara lain karena adanya gap antara sisi permintaan dan penawaran, terutama pada komponen volatile food. Untuk mengatasi permasalahan pada komponen volatile food, Pemerintah terus berupaya untuk menetapkan kebijakan pre-emptive guna menjamin dan meningkatkan pasokan dan kesediaan beberapa komoditas pangan utama pada level yang aman, sehingga dapat mencukupi kebutuhan nasional sampai akhir tahun berjalan. Untuk meredam gejolak harga yang diakibatkan oleh kenaikan harga bahan pangan, beberapa kebijakan telah dan akan dilakukan oleh Pemerintah, antara lain: a. Meningkatkan produksi, pasokan, dan kelancaran arus distribusi bahan kebutuhan pokok masyarakat, antara lain melalui inisiatif pembentukan koridorkoridor ekonomi, pelaksanaan MP3EI, surplus beras 10 juta ton hingga tahun 2014, dan penganekaragaman bahan pangan dengan merujuk pada kearifan lokal. b. Meningkatkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) pada level yang aman, minimum 1,5 juta ton per tahun, serta melakukan operasi pasar dan pasar murah di banyak daerah dengan frekuensi yang semakin ditingkatkan. c. Mempersiapkan pembentukan Pusat Informasi Harga (PIH) guna mengumumkan secara berkala kepada masyarakat tentang perkembangan harga, dan ketersediaan barang kebutuhan pokok, sehingga dapat menahan ekspektasi harga yang berlebihan di masyarakat. d. Menggunakan Dana Cadangan Stabilitas Harga Pangan untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan karena gangguan cuaca dan distribusi. Di samping itu, Pemerintah juga berupaya untuk memperbaiki distribusi pangan melalui program pembangunan infrastruktur. Terkait dengan pembangunan infrastruktur, Pemerintah berupaya untuk meningkatkan peran serta pihak swasta melalui skema Public-Private Partnership (PPP). Dengan kebijakan tersebut, diharapkan arus distribusi dan pasokan bahan pangan semakin lancar, sehingga pada akhirnya dapat menekan kenaikan harga. Dengan berbagai upaya tersebut diatas,diharapkan laju inflasi dapat terkendali, sehingga asumsi inflasi dalam RAPBN tahun 2012 dapat tercapai. -L.14 Sementara itu, Pemerintah juga terus berupaya untuk meningkatkan sinergi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil, baik yang berada di tingkat pusat maupun daerah, agar pengendalian inflasi dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Upaya pengendalian inflasi di daerah berjalan semakin baik seiring dengan meningkatnya kesadaran Pemerintah dan masyarakat di sebagian besar daerah untuk memantau dan mengambil langkah-langkah strategis dalam mengendalikan kenaikan hargaharga barang dan jasa. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah, dapat dijelaskan sebagai berikut. Sepanjang tahun 2011, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan akan cenderung menguat, sejalan dengan masih kuatnya arus modal masuk ke Indonesia. Di lain pihak, dengan kecenderungan meningkatnya perekonomian domestik, kebutuhan akan impor Indonesia, khususnya impor bahan baku dan barang modal, diperkirakan akan meningkat, sehingga dapat mendorong depresiasi rupiah di tahun 2012. Karena itu, Pemerintah memperkirakan pergerakan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tahun 2012 pada kisaran Rp8.800 per dolar Amerika Serikat. Penetapan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tersebut, terutama dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global dan domestik, baik dari sisi fundamental maupun non-fundamental. Pergerakan nilai tukar rupiah tahun 2012 diperkirakan akan didukung oleh penguatan kinerja neraca perdagangan Indonesia, yang ditunjukkan oleh meningkatnya nilai impor dan ekspor Indonesia. Peningkatan nilai impor menunjukkan meningkatnya aktivitas perekonomian nasional yang didorong oleh peningkatan permintaan domestik. Di sisi lain, kinerja ekspor juga mengalami peningkatan, walaupun laju pertumbuhannya tidak sepesat pertumbuhan impor nasional. Kondisi tersebut menjadikan neraca perdagangan (trade balance) dan neraca transaksi berjalan (current account) tetap positif, meskipun surplus neraca perdagangan menunjukkan tren penurunan. Pemerintah dan BI terus berupaya untuk mempertahankan penguatan nilai tukar dalam rentang yang wajar, guna mendukung perkembangan serta mendorong optimalisasi kapasitas ekonomi nasional. Kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka mempertahankan daya saing pelaku industri dalam negeri, sehingga dapat berkompetisi dengan baik di pasar global. Penguatan nilai tukar rupiah yang terlalu cepat juga akan berimbas negatif terhadap daya saing komoditas ekspor. Pemerintah menyadari bahwa peningkatan daya saing produk nasional tidak cukup hanya didukung oleh nilai tukar yang kuat dan stabil, tetapi juga harus ditopang oleh penciptaan iklim investasi yang kondusif, antara lain melalui penyediaan infrastruktur yang memadai, dan penerapan teknologi yang optimal. -L.15 Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai tingginya suku bunga SPN 3 bulan, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pada lelang terakhir SBI 3 bulan yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada bulan Oktober 2010 menghasilkan suku bunga sebesar 6,37 persen, sehingga suku bunga rata-rata SBI 3 bulan selama tahun 2010 mencapai 6,57 persen. Mulai tahun 2011, Pemerintah menerbitkan SPN 3 bulan sebagai pengganti SBI 3 bulan, dan hingga bulan Juli 2011 telah dilaksanakan lelang SPN 3 bulan sebanyak 7 kali, dengan ratarata suku bunga sekitar 5,0 persen. Penetapan tingkat suku bunga SPN 3 bulan sepenuhnya dilakukan berdasarkan mekanisme pasar melalui proses pelelangan. Dengan demikian, tingkat suku bunga SPN 3 bulan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian, baik global maupun domestik. Pada tahun 2012, faktor internal seperti tekanan inflasi, diperkirakan akan mengalami penurunan sejalan dengan terus membaiknya koordinasi antara pemerintah dan Bank Indonesia. Harga komoditas di dalam dan luar negeri diperkirakan tidak terlalu bergejolak, walaupun ancaman perubahan iklim masih menjadi perhatian bagi kesinambungan pasokan. Tantangan utama yang dihadapi perekonomian nasional tahun 2012 yang berasal dari faktor eksternal, terutama persoalan ketidakpastian di kawasan Eropa dan Amerika. Situasi tersebut akan berpotensi menyebabkan krisis keuangan yang meluas, berdampak sistemik, dan kepercayaan yang menurun, serta jatuhnya harga surat utang Negara, yang berpotensi mempengaruhi kesehatan sektor keuangan dan perbankan. Penetapan asumsi suku bunga SPN 3 bulan telah mempertimbangkan perkiraan kondisi perekonomian global. Meskipun pertumbuhan ekonomi global diperkirakan masih akan membaik pada tahun 2012, namun kondisi fiskal negaranegara Eropa, Jepang dan Amerika Serikat berpotensi mendorong terjadinya pengetatan likuiditas global. Hal tersebut diperkirakan akan menyebabkan perlambatan jumlah modal asing yang masuk ke Indonesia, sehingga akan memberikan tekanan terhadap suku bunga obligasi Pemerintah. Selain itu, tekanan inflasi dan peningkatan suku bunga global yang diperkirakan terjadi pada tahun 2012 juga menjadi salah satu pertimbangan penetapan asumsi suku bunga SPN 3 bulan. Apabila faktor-faktor tersebut di atas bergerak ke arah positif, terdapat potensi untuk penurunan suku bunga SPN 3 bulan. Di sisi lain, penurunan tingkat bunga SPN 3 bulan juga akan diupayakan melalui pendalaman pasar SBN domestik, dan bekerja sama dengan otoritas moneter dalam mengendalikan inflasi. Namun, seperti instrumen pasar keuangan lainnya, pergerakan tingkat suku bunga SPN 3 -L.16 bulan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal yang berada di luar kendali Pemerintah, seperti kondisi perekonomian global, dan perubahan appetite investor, seperti diuraikan di atas. Dalam mengantisipasi faktor eksternal tersebut, pada tahun 2012, Pemerintah memperkirakan asumsi inflasi sebesar 5,3 persen dan capital inflow tidak akan sederas tahun 2011, sehingga asumsi tingkat SPN 3 bulan diperkirakan sebesar 6,5 persen, dimana tingkat bunga riil adalah sebesar 1,2 persen. Sementara itu, penerbitan SPN 3 bulan dilakukan dalam jumlah yang wajar bagi kebutuhan benchmarking tingkat bunga Surat Berharga Negara (SBN) seri variable rate, sehingga tidak menyebabkan peningkatan rasio utang terhadap PDB secara signifikan. Selanjutnya, dapat pula disampaikan bahwa penggunaan suku bunga SPN 3 bulan dalam asumsi makro RAPBN 2012 tidak ditujukan untuk mengontrol sektor moneter, melainkan sebagai dasar perhitungan besaran pembayaran bunga SBN dalam penyusunan APBN. Namun, apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat memakai SPN 3 bulan sebagai salah satu instrumen moneter di kemudian hari. Pemerintah sependapat bahwa dalam rangka membantu sektor riil, suku bunga perbankan dikendalikan pada tingkat yang lebih rendah. Namun, kiranya perlu disadari bahwa suku bunga kredit perbankan tidak berkaitan secara langsung dengan suku bunga SPN yang digunakan sebagai dasar perhitungan postur APBN. Untuk mendorong penurunan tingkat bunga kredit perbankan, Pemerintah akan melakukan koordinasi dengan otoritas moneter agar tingkat bunga SPN 3 bulan juga dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan bagi perbankan dalam menetapkan margin yang wajar untuk suku bunga kredit. Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai penetapan asumsi harga minyak mentah Indonesia, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Perkembangan harga minyak dunia dipengaruhi oleh multifaktor, baik dari sisi fundamental maupun geopolitik, dimana harga minyak mentah Indonesia (ICP) akan dipengaruhi langsung oleh perkembangan harga minyak dunia. Kecenderungan saat ini, perkembangan harga minyak dunia sedang mengalami koreksi, sebagai dampak dari membaiknya faktor geopolitik di Afrika Utara dan Timur Tengah, serta ancaman terjadinya krisis ekonomi global yang dipicu oleh krisis utang Eropa dan Amerika. Setiap perubahan harga minyak, selain mempengaruhi penerimaan minyak dan gas bumi, juga akan mempengaruhi besaran subsidi BBM, dana bagi hasil migas, dan belanja untuk pendidikan. Oleh karena itu, dalam penentuan asumsi harga minyak untuk RAPBN 2012, Pemerintah telah mengantisipasi dampak perubahan ICP terhadap postur APBN, dengan menetapkan asumsi yang moderat. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi -L.17 Partai Hati Nurani Rakyat terkait asumsi lifting minyak Indonesia pada tahun 2012, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Perkiraan lifting minyak Indonesia sebesar 950 ribu barel per hari pada tahun 2012 ditetapkan dengan memperhatikan kemampuan produksi dari lapangan eksisting, dan sekaligus memperhatikan laju penurunan produksi alamiah dari realisasi produksi saat ini, serta melihat perkembangan rencana poduksi dari rencana pengembangan lapangan maupun tren peningkatan dari investasi sektor migas. Di samping itu, perkiraan lifting minyak tersebut juga didasarkan pada kenyataan bahwa karakteristik produksi minyak bumi rentan terhadap gangguan lapangan, gangguan teknis, cuaca, masalah undang-undang lingkungan hidup, otonomi daerah, lokal konten, serta masalah perizinan dan koordinasi antarbirokrasi. Selama ini, rendahnya pencapaian produksi/lifting minyak bumi terkait dengan penurunan cadangan minyak bumi nasional yang disebabkan antara lain oleh: (1) menurunnya kegiatan eksplorasi akibat menurunnya belanja eksplorasi; (2) penemuan cadangan tidak bisa mengimbangi pengurasan (produksi): reserve replacement ratio (RRR) < 1; (3) pelaksanaan komitmen eksplorasi terkendala utamanya oleh hambatan non-teknis selain hambatan teknis. Selain berbagai faktor tersebut di atas, target lifting tahun 2012 juga mempertimbangkan realisasi lifting minyak pada tahun 2011. Sampai dengan bulan 31 Mei 2011 rata-rata produksi minyak baru mencapai sebesar 906,5 ribu BOPD (93,5 persen dari target APBN 2011 sebesar 970 ribu BPOD), sehingga sampai dengan akhir tahun 2011 lifting minyak diperkirakan hanya mencapai sekitar 945 ribu BOPD. Hal ini antara lain disebabkan oleh: (1) produksi PT. CPI khususnya dari Lapangan Duri belum dapat kembali optimum setelah kebocoran pipa gas TGI dan terjadinya pengentalan minyak yang diakibatkan penurunan temperatur akibat hujan dan banjir; (2) Conocophillips Natuna mengalami penurunan produksi karena adanya kerusakan peralatan (kebocoran gas cooler); (3) PT. Pertamina EP mengalami penurunan produksi karena adanya kenaikan kadar air di tambun serta terputusnya hose di lapangan udang Pertalahan Natuna. Dengan memperhatikan perkembangan realisasi dan upaya peningkatan produksi tahun 2011, serta perkiraan adanya tambahan produksi dari pengembangan lapangan tahun 2012, maka proyeksi lifting/produksi tahun 2012 diperkirakan berkisar pada 930-950 ribu BOPD. Selain penyelesaian permasalahan pokok yang dapat mempengaruhi pencapaian target lifting migas (penurunan alamiah, investasi, masalah teknis, serta pembebasan lahan dan lingkungan hidup), Pemerintah telah dan akan terus melakukan upaya–upaya peningkatan lifting migas. Untuk mendukung berbagai langkah tersebut, Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 06/2010 tentang Pedoman Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi, dan melakukan kajian untuk percepatan produksi migas dari lapangan-lapangan baru pada wilayah kerja eksplorasi. -L.18 Pemerintah juga akan berupaya seoptimal mungkin dalam rangka pencapaian target produksi/lifting migas tahun 2012 sesuai dengan yang telah ditetapkan melalui peningkatan koordinasi dengan BPMIGAS dan KKKS. Pada dasarnya, target produksi/lifting migas ditetapkan untuk memacu kinerja KKKS dalam mengoptimalkan produksi/lifting migas. Beberapa upaya strategis yang akan dilakukan pemerintah dalam rangka pencapaian target produksi/lifting migas tahun 2012 antara lain, meliputi langkah-langkah sebagai berikut: • Mendorong optimasi produksi pada lapangan eksisting, termasuk penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR); • Mempercepat proses persetujuan serta monitoring atas pelaksanaan Work Program & Budget (WP&B), Authorization for Expenditure and Plan of Development (POD/AFE), dan mendorong proses produksi kembali lapangan/struktur yang masih berpotensi (Peraturan Menteri ESDM No. 6 Tahun 2010 tentang Pedoman Kebijakan Peningkatan Produksi Migas); • Mengoptimalkan fungsi Tim Pengawasan Peningkatan Produksi Migas (TP3M); • Membentuk Tim Monitoring Fasilitas Produksi dalam rangka untuk mengurangi unplanned shutdown, terutama di wilayah eksplorasi produksi terbesar melalui langkah-langkah optimalisasi penerapan teknologi perolehan minyak tahap lanjut, meningkatkan efisiensi operasi, optimalisasi fasilitas produksi dengan inspeksi rutin, serta meningkatkan kualitas data geosciences; • Meningkatkan kegiatan eksplorasi dan meningkatkan iklim investasi migas, yang dilakukan dengan langkah-langkah harmonisasi regulasi dengan sektor kehutanan (UU No. 41/1999), terutama kepastian proses dan jangka waktu diterbitkannya izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan, harmonisasi Regulasi dengan sektor Penataan Ruang (UU No. 26/2007) dengan adanya kepastian RTRW Provinsi dan Kabupaten, serta harmonisasi regulasi dengan sektor keuangan, terutama mengenai fasilitas berupa insentif fiskal, dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk meningkatkan investasi di sub sektor minerba. Selain itu, untuk mendukung percepatan pencapaian produksi, Pemerintah juga senantiasa mengupayakan dan memonitor pelaksanaan program kerja dan anggaran KKKS, serta mengevaluasi dan menyelesaikan kendala-kendala yang ada, dan berkoordinasi dengan instansi terkait. Terkait dengan evaluasi peran BPMIGAS, Pemerintah menanggapi secara serius atas prakarsa untuk penyempurnaan UU Migas. Pemerintah, saat ini, sedang melakukan pertimbangan melalui diskusi dan pendalaman, terkait dengan optimalisasi pengelolaan kegiatan usaha hulu migas. Di lain pihak, dalam upaya mempercepat peningkatan investasi di bidang migas, Pemerintah telah memberikan beberapa fasilitas fiskal, di antaranya insentif atas pajak bea masuk atas barang-barang yang digunakan untuk operasi perminyakan. Namun demikian, mengingat siklus produksi minyak dan gas -L.19 bumi membutuhkan persiapan fasilitas produksi dan infrastruktur pendukung membutuhkan waktu yang relatif lama, maka hasil dari insentif tersebut baru dapat memberikan manfaat tambahan produksi dalam jangka waktu menengah. B. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai rencana pelaksanaan sensus pajak nasional yang diharapkan dapat meningkatkan basis dan potensi penerimaan perpajakan, dan perlunya Pemerintah melakukan seleksi terhadap lapisan kelompok dan bidang usaha yang akan dikenakan pajak, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. 1. 2. Bahwa sensus dilaksanakan secara bertahap berdasarkan peta potensi pajak dan prioritasnya adalah perluasan basis pajak dari lapisan kelompok masyarakat yang mampu. Dengan demikian, metode pelaksanaan sensus sesuai dengan pandangan Dewan yang terhormat. Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai tax ratio Indonesia yang seharusnya dapat ditingkatkan pada level 13 persen-13,5 persen, dapat kami jelaskan sebagai berikut. Pada dasarnya perkembangan penerimaan perpajakan dalam lima tahun terakhir telah menunjukkan peningkatan yang cukup pesat. Dalam periode 20062010, penerimaan perpajakan mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 16,6 persen. Dari sisi nilai, penerimaan perpajakan telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari Rp409,2 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp723,3 triliun pada tahun 2010. Dilihat dari kontribusinya terhadap pendapatan negara dan hibah, penerimaan perpajakan mampu meningkatkan peranannya dari 64,1 persen pada tahun 2006, menjadi 72,7 persen pada tahun 2010, dan diharapkan mencapai 75,1 persen pada tahun 2011. Sementara itu, tax ratio berfluktuatif pada kisaran 12-13 persen dalam periode tersebut. Dibandingkan dengan negara-negara lain, tax ratio Indonesia relatif lebih rendah, dikarenakan terdapat perbedaan mengenai definisi tax ratio. Di Indonesia, perhitungan tax ratio hanya mencakup penerimaan perpajakan pusat, tanpa memperhitungkan penerimaan dari pajak daerah dan penerimaan dari sumber daya alam, sebagaimana diterapkan di negaranegara lain. Oleh karena itu, tax ratio Indonesia tidak bisa dibandingkan secara langsung dengan tax ratio negara-negara lain. Dalam tahun 2012, penerimaan perpajakan ditargetkan mencapai Rp1.019,3 triliun, dengan tax ratio 12,6 persen. Dibandingkan dengan APBN-P 2011, target penerimaan perpajakan pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar Rp140,7 triliun atau 16 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan alaminya yang sebesar 12 -L.20 persen. Untuk mencapai target penerimaan perpajakan tahun 2012, kami sependapat dengan Dewan yang terhormat mengenai perlunya Pemerintah terus melaksanakan extra effort melalui penggalian potensi maupun perbaikan sistem administrasi perpajakan, seperti melaksanakan sensus pajak nasional, menghilangkan praktek mafia perpajakan, mengupayakan peningkatan tax compliance, dan meningkatkan kuantitas penanganan transfer pricing. Untuk itu, Pemerintah mengharapkan adanya dukungan dan kerjasama dari seluruh komponen masyarakat, khususnya dukungan dari legislatif agar dapat melaksanakan seluruh program yang telah direncanakan. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai perlunya Pemerintah melakukan upaya-upaya pengamanan penerimaan melalui pencegahan kebocoran penerimaan perpajakan, pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi, serta mengurangi tax evasion (penghindaran pajak). Berkaitan dengan itu, Pemerintah telah dan akan melakukan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk mengamankan penerimaan perpajakan. Dalam rangka mengantisipasi kebocoran penerimaan perpajakan, Pemerintah telah melakukan upaya untuk melanjutkan reformasi perpajakan (Jilid II), yang difokuskan pada reformasi sistem dan manajemen sumber daya manusia (SDM), sehingga menghasilkan SDM yang lebih berkualitas dan berintegritas tinggi, dan reformasi pada teknologi informasi dan komunikasi (TIK), sehingga lebih terintegrasi. Salah satu bentuk implementasi dari kedua fokus reformasi tersebut adalah program PINTAR (Project for Indonesia Tax Administration Reform). Selain itu, upaya reformasi perpajakan jilid II tersebut juga didukung dengan pembentukan Direktorat Kepatuhan Internal & Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA), yang berfungsi untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan internal. Dengan adanya KITSDA ini, maka proses pengawasan dan pemberian punishment pada pegawai yang menyalahgunakan wewenangnya dapat dilakukan. Sementara itu, kegiatan ekstensifikasi (perluasan basis pajak) lebih difokuskan pada penambahan jumlah wajib pajak orang pribadi potensial, dengan pendekatan berbasis pemberi kerja, properti, dan profesi. Kegiatan ini merupakan upaya memberikan pelayanan proaktif untuk membantu wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sebagai hasilnya, jumlah wajib pajak yang ber-NPWP telah meningkat dari sekitar 7 jutaan pada tahun 2007 menjadi sekitar 20 jutaan pada tahun 2010. Untuk tahun 2012, kegiatan ekstensifikasi antara lain akan dilakukan melalui kebijakan berupa pemberian NPWP secara jabatan. Kegiatan ekstensifikasi ini, untuk selanjutnya akan dipertajam dengan pelaksanaan sensus pajak nasional yang direncanakan akan dilakukan pada akhir tahun 2011. Kegiatan sensus ini merupakan kegiatan penyisiran dan pencacahan terhadap potensi pajak (wajib pajak dan objek pajak) yang dilakukan oleh DJP dalam rangka -L.21 ekstensifikasi (menjaring wajib pajak yang belum terdaftar dan objek pajak yang belum sepenuhnya dipajaki) pada tahun 2011 dan 2012. Secara umum, sensus pajak nasional bertujuan untuk perluasan basis pajak, peningkatan penerimaan pajak, peningkatan jumlah pelaporan SPT, serta pemutakhiran dan pertukaran data WP. Dalam pelaksanaannya, sensus ini akan dilakukan pada orang pribadi sebagai pelaku bisnis, perusahaan atau badan, dan highrise building di kawasan bisnis dan kawasan pemukiman potensial. Lebih lanjut, pelaksanaan sensus pajak nasional ini juga diharapkan akan dapat mengurangi upaya penghindaran pajak. Sejalan dengan itu, kegiatan intensifikasi perpajakan, tetap dilakukan melalui kegiatan mapping, profiling, dan benchmarking, dimana setiap tahun terjadi kenaikan jumlah wajib pajak yang dibuat profilnya. Selain itu, intensifikasi juga dilakukan melalui kegiatan pemeriksaan, penagihan, dan penyidikan. Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar Pemerintah lebih serius dan tegas untuk melakukan extra effort dalam rangka menghapus mafia perpajakan, meningkatkan tax compliance, khususnya WP KPP Wajib Pajak Besar, dan KPP Khusus, serta menurunkan tingkat tax evasion melalui upaya transfer pricing, khususnya oleh perusahaan asing, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah sependapat dengan masukan dari Dewan yang terhormat mengenai perlunya melakukan extra effort. Terkait dengan upaya menurunkan tingkat tax evasion melalui upaya transfer pricing, sejak tahun 2007 Direktorat Jenderal Pajak telah memiliki unit khusus yang melakukan penanganan transfer pricing. Unit khusus tersebut adalah Seksi Transaksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya, serta Seksi Pemeriksaan Transaksi Perusahaan Grup, yang keduanya berada di bawah Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan. Selain itu, sejak tahun 2007, Direktorat Jenderal Pajak juga telah dan akan terus melanjutkan diklat transfer pricing kepada para pemeriksa, Account Representative, Kepala KPP Madya, Khusus, dan Large Tax Office, serta Penelaah Keberatan dan petugas banding, baik di dalam maupun di luar negeri. Dalam rangka meningkatkan kuantitas penanganan transfer pricing, telah dilakukan upaya-upaya sebagai berikut: a) Setiap KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya di seluruh Indonesia diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan khusus transfer pricing minimal 4 Wajib Pajak untuk setiap KPP. b) Setiap Kanwil DJP yang berada di Wilayah Jakarta diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan simultan terhadap perusahaan-perusahaan yang berada di bawah satu grup, minimal 1 grup untuk setiap Kanwil. -L.22 Selanjutnya, dalam rangka peningkatan kualitas penanganan transfer pricing akan diberikan technical assitance oleh pegawai yang mempunyai kompetensi memadai di bidang transfer pricing pada setiap level penanganan masalah transfer pricing, yaitu di level analisis risiko, level pemeriksaan, level keberatan ,dan level banding. Terkait dengan upaya pemberantasan mafia pajak, selain bekerja sama dengan institusi/lembaga hukum lainnya, Pemerintah juga telah melakukan beberapa upaya pencegahan di lingkungan internal Direktorat Jenderal Pajak, dengan antara lain (1) mengembangkan sistem whistle blowing yang efektif; (2) melakukan rotasi besar-besaran tenaga fungsional pemeriksa pajak, dalam rangka memutus hubungan kolutif yang merupakan salah satu sumber terbentuknya mafia perpajakan; (3) memperbaiki kualitas pemeriksaan untuk mengurangi jumlah sengketa pajak; (4) meningkatkan peran Komite Pengawas Perpajakan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap kepatuhan internal; dan (5) melakukan pengujian kepatuhan internal secara tematik. Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai perlunya peninjauan ulang dan kehati-hatian dalam penetapan pajak untuk UKM sebesar 3 persen dari omzet, karena mencederai rasa keadilan dan berpotensi menimbulkan menimbulkan blacklash, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pengenaan tarif pajak sebesar 3 persen dari omzet UKM masih dalam tahap kajian, dan saat ini sedang dikaji lebih mendalam oleh Kementerian Keuangan dengan berkonsultasi kepada Kementerian KUKM. Pemerintah akan menjadikan semua masukan dari Dewan yang terhormat sebagai bahan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan penetapan pajak UKM tersebut. Pada dasarnya tujuan Pemerintah adalah untuk memberikan kemudahan bagi usaha kecil dan menengah dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Dengan kata lain, kajian untuk memberikan kemudahan bagi UKM dalam aspek perpajakan justru dimaksudkan untuk memenuhi segi keadilan masyarakat dan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi UKM Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai tingginya risiko penerimaan perpajakan yang pada RAPBN 2012 mengalami peningkatan sangat tinggi, mengingat selama ini penerimaan perpajakan selalu tidak dapat memenuhi targetnya, dan juga menghadapi kondisi ekonomi global yang terancam krisis AS dan Eropa, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah sependapat dengan Dewan yang terhormat, mengenai perlunya Pemerintah mewaspadai dan mengantisipasi kondisi ekonomi global yang dapat mempengaruhi penerimaan perpajakan. Namun demikian, Pemerintah cukup optimis bahwa perkembangan ekonomi pada tahun mendatang masih mampu mendukung pencapaian sasaran penerimaan perpajakan, dengan didukung oleh langkah-langkah kebijakan yang tepat. -L.23 Terkait dengan pencapaian penerimaan perpajakan yang belum pernah memenuhi targetnya, Pemerintah sependapat mengenai masih perlunya diupayakan langkahlangkah optimalisasi penerimaan perpajakan. Untuk itu, Pemerintah akan selalu berusaha mengamankan target penerimaan pajak yang telah ditetapkan dalam APBN melalui persetujuan DPR. Untuk mengamankan target penerimaan tersebut, telah dilakukan berbagai macam kebijakan, peraturan dan program penggalian potensi pajak dalam bentuk ekstensifikasi dan intensifikasi. Terhadap pencapaian target penerimaan perpajakan pada tahun 2008, dapat dijelaskan bahwa pencapaian tersebut salah satunya dipengaruhi oleh diberlakukannya program sunset policy, bukan karena adanya restitusi yang ditahan. Perlu kiranya dijelaskan bahwa ketentuan mengenai restitusi pajak telah diatur dan ditetapkan waktu penyelesaiannya, sehingga apabila ada keterlambatan dalam penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) yang menjadi dasar pencairan restitusi, maka bagi pegawai yang terlambat melakukan penerbitan tersebut akan dikenakan sanksi. Terkait dengan pernyataan mengenai perlunya Pemerintah berhati-hati dan bijak dalam melaksanakan ekstensifikasi pajak, terutama terhadap subyek pajak baru yang berasal dari para pelaku UMKM, dan pembayar pajak penghasilan dari kalangan profesional, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Pada dasarnya, Pemerintah menggunakan pendekatan edukasi, sosialisasi, pembinaan, dan pelayanan untuk menjaring WP OP Baru, termasuk yang berasal dari para pelaku UMKM, dan kalangan profesional sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-94/PJ/2010 tanggal 14 September 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembinaan, Edukasi, dan Pelayanan kepada WP Orang Pribadi Baru, dan Surat edaran Dirjen Pajak Nomor SE-113/PJ/2010 tanggal 5 November 2010 tentang Penggalian Potensi dan Pengamanan Penerimaan Pajak WP Orang Pribadi Baru. Penjelasan singkat mengenai pendekatan tersebut adalah sebagai berikut : a. Edukasi adalah upaya aktif yang dilakukan DJP melalui pelatihan mengenai peraturan perundang-undangan perpajakan dan pengisian SPT. b. Sosialisasi adalah upaya aktif DJP untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai berbagai informasi terkait perpajakan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai media seperti televisi, surat kabar, tabloid, radio, spanduk, dan lain-lain. c. Pelayanan adalah upaya aktif yang dilakukan oleh DJP dalam rangka mendukung kelancaran dan kemudahan WP OP Baru untuk menunaikan kewajiban perpajakannya. Khusus mengenai ekstensifikasi pendekatan khusus, yaitu: UMKM, -L.24 Pemerintah sedang merancang • Memberikan kemudahan didalam perhitungan kewajiban perpajakannya atau dasar pengenaan pajaknya • Memberikan kemudahan didalam mekanisme dan proses pemenuhan kewajiban perpajakannya • Diupayakan WP OP Baru dari kalangan UMKM dibina dan diedukasi terlebih dahulu untuk menjadi WP Patuh, baru kemudian diterapkan Law Enforcement yang tegas sesuai peraturan perpajakan yang berlaku. • Fiskus yang menangani UMKM harus memiliki dedikasi, kemampuan, wawasan, dan ketrampilan sebagai agen Business Development Service (BDS) bagi para UMKM. Pemerintah pada dasarnya sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak. Sebagai bagian dari sistem keuangan negara, penerimaan perpajakan dikelola oleh Kementerian Keuangan dan selanjutnya dipertanggungjawabkan serta dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK, sebagai lembaga pemeriksa atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, melakukan audit terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat setiap tahun, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam pemeriksaan tersebut, BPK tetap memperhatikan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menjamin kerahasiaan data wajib pajak sehingga transparansi atas pengelolaan penerimaan negara tetap menjamin kerahasiaan data wajib pajak. Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya mengenai diperlukannya audit atas penerimaan perpajakan untuk mengetahui berapa besar penerimaan perpajakan yang sebenarnya, dan sektor apa saja yang memberikan kontribusi terbesar, mengingat saat ini adalah era keterbukaan informasi, serta perlunya Pemerintah meningkatkan pelayanan publik sehubungan dengan pembayaran pajak oleh masyarakat, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Sampai saat ini tidak ada undang-undang yang melarang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak diperbolehkan untuk melakukan audit terhadap penerimaan perpajakan. Perlu disampaikan bahwa hampir setiap tahun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), selalu diaudit oleh BPK terkait dengan penerimaan pajak. Sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, setiap tahun BPK melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk didalamnya penerimaan pajak. Terkait dengan keterbatasan untuk mendapatkan akses terhadap data wajib pajak, dapat disampaikan bahwa Menteri Keuangan dapat -L.25 memberikan izin tertulis untuk memberikan informasi tentang WP kepada pihak yang ditunjuknya, termasuk BPK, dengan pertimbangan untuk kepentingan negara. Terkait dengan perlunya Pemerintah meningkatkan pelayanan publik karena masyarakat telah membayar pajak, Pemerintah sependapat, dan akan terus berusaha meningkatkan pelayanan publik melalui pembangunan infrastruktur yang bersumber dari dana perpajakan. Dengan ditingkatkannya pelayanan publik diharapkan masyarakat dapat merasakan manfaat dari membayar pajak dan secara tidak langsung akan mendorong mereka untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, dan pada akhirnya akan meningkatkan kembali penerimaan perpajakan. Terhadap pandangan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai perlunya pemisahan fungsi Direktorat Jenderal Pajak dengan Pengadilan Pajak, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda satu sama lain. DJP mempunyai tugas untuk mengamankan target penerimaan pajak dengan berpedoman pada UU KUP, UU PPh, UU PPN dan UU PBB. Tugas DJP tersebut termasuk di dalamnya adalah melakukan penelaahan atas hasil pemeriksaan melalui proses pengajuan keberatan yang dilakukan oleh WP. Sementara itu, Pengadilan Pajak (PP) mempunyai tugas untuk menyelesaikan sengketa pajak yang terjadi antara DJP dengan WP dengan berpedoman pada UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Dalam pelaksanaan tugasnya, Pengadilan Pajak (PP) tidak hanya memberikan putusan atas sengketa pajak yang terjadi di DJP, akan tetapi juga atas sengketa yang terjadi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Hal ini menunjukkan bahwa DJP dan PP memiliki fungsi yang berbeda, sehingga DJP tidak mempunyai kewenangan sama sekali terhadap segala keputusan yang diambil oleh Hakim Pengadilan Pajak. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai perlunya mengoptimalkan pendapatan negara di bidang kepabeanan dan cukai, dan perlunya menjalankan roadmap cukai secara konsekuen, dengan didukung implementasi Indonesia National Single Window (INSW) yang lebih baik, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Penerimaan kepabeanan dan cukai yang terdiri atas penerimaan cukai, bea masuk, dan bea keluar telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap penerimaan perpajakan. Target dan realisasi penerimaan kepabeanan cukai dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2006, penerimaan kepabeanan dan cukai adalah sebesar Rp51,00 triliun, meningkat menjadi Rp95,08 triliun pada tahun 2010, dan diharapkan mencapai Rp115,02 triliun pada tahun 2011. Dalam RAPBN 2012, penerimaan kepabeanan dan cukai ditargetkan mencapai Rp114,87 triliun, atau menurun 0,13 persen bila dibandingkan dengan target APBN-P 2011. Faktor yang mempengaruhi turunnya penerimaan kepabeanan dan cukai pada tahun 2012 -L.26 adalah turunnya penerimaan bea keluar yang dipengaruhi oleh harga CPO di pasar internasional, yang diperkirakan mengalami penurunan, sehingga akan berpengaruh terhadap tarif bea keluar yang diberlakukan. Namun demikian, Pemerintah sependapat dengan pandangan Dewan yang terhormat mengenai penerimaan kepabeanan dan cukai masih dapat dioptimalkan, meskipun fungsi utama kepabeanan dan cukai bukan untuk penerimaan. Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan kepabeanan dan cukai tersebut, Pemerintah telah dan akan tetap melakukan berbagai kebijakan strategis, perbaikan sistem, prosedur dan administrasi di bidang pelayanan dan pengawasan, baik yang bersifat intensifikasi maupun ekstensifikasi objek cukai. Kebijakan strategis di bidang kepabeanan dan cukai dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan sebagaimana dituangkan dalam RAPBN tahun 2012 antara lain adalah tetap konsisten melanjutkan program reformasi birokrasi lingkungan Direktorat Jendral Bea dan Cukai, serta menjalankan pokok-pokok kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai pada tahun 2012. Optimalisasi di bidang kepabeanan antara lain akan dilakukan melalui: (a) peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi barang impor; (b) peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang; (c) optimalisasi kolektibilitas piutang kepabeanan; (d) perubahan kebijakan bea keluar, terutama berkaitan dengan tarif dan jenis barang kena bea keluar; (e) optimalisasi fungsi unit pengawasan melalui peningkatan patroli darat dan laut; serta (f) peningkatan pengawasan di daerah perbatasan terutama jalur rawan penyelundupan. Optimalisasi di bidang cukai, antara lain akan dilakukan melalui: (a) kenaikan tarif cukai hasil tembakau; (b) intensitas kegiatan pemantauan kepatuhan pengusaha; (c) optimalisasi kolektibilitas piutang cukai; dan (d) peningkatan pengawasan terhadap peredaran Barang Kena Cukai ilegal. Untuk meningkatkan sektor pelayanan, Pemerintah akan tetap mengupayakan: (a) penyempurnaan implementasi Indonesia National Single Windows (INSW); (b) pelayanan kepabeanan 24 jam sehari 7 hari seminggu di pelabuhan-pelabuhan utama; (c) implementasi Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) untuk mengurangi penumpukan barang di pelabuhan; dan (d) pengembangan otomasi pelayanan di bidang kepabenanan dan cukai. Sementara itu, peningkatan sektor pengawasan antara lain dilakukan melalui: (a) pola profiling secara sistematis dalam rangka risk management; (b) penyempurnaan analisis audit; (c) pendeteksian dini atas pelanggaran; dan (d) penentuan kewenangan penindakan dan penyidikan. Terkait dengan pelaksanaan roadmap cukai, Pemerintah akan tetap berupaya untuk menjalankan kebijakan tersebut sesuai dengan roadmap industri hasil tembakau. -L.27 Terkait dengan implementasi INSW yang merupakan sistem layanan publik yang terintegrasi baik pelayanan, pengawasan dan penanganan lalu lintas barang, Pemerintah tetap berkomitmen untuk memperbaiki pelaksanaan INSW agar tujuannya dapat tercapai. Adapun tujuan penerapan INSW adalah untuk meningkatkan kecepatan penyelesaian proses ekspor impor melalui peningkatan efektivitas dan kinerja sistem layanan yang terintegrasi antar seluruh entitas yang terkait, efisiensi waktu dan biaya, meningkatkan validitas dan akurasi data dan informasi, meningkatkan daya saing perekonomian nasional, dan mendorong investasi. Mengingat INSW melibatkan sekitar 15 (lima belas) instansi Pemerintah antara lain: BPOM, Kemendag, Badan Karantina Pertanian, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kemenkes, Bapeten, Ditjen Postel, Kementerian ESDM, Kemhan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kepolisian, maka implementasinya akan dilaksanakan melalui peningkatan koordinasi antar instansi terkait yang lebih baik lagi agar setiap instansi dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai dengan ketentuan secara lebih optimal. Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Golongan Karya dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai penurunan PNBP dalam RAPBN 2012, dapat kiranya dijelaskan sebagai berikut. Perkiraan lebih rendahnya target PNBP dalam tahun 2012 dibandingkan dengan targetnya dalam APBN-P 2011 terutama disebabkan oleh perkiraan lebih rendahnya penerimaan dari sektor SDA migas, berkaitan dengan lebih rendahnya perkiraan harga minyak, yaitu dari US$95 per barel dalam APBN-P 2011 menjadi US$ 90 dalam RAPBN 2012, meskipun dari sisi produksi ada peningkatan target lifting minyak mentah dari 945 ribu bph pada tahun 2011 menjadi 950 ribu bph pada tahun 2012. Lebih rendahnya perkiraan harga minyak dalam tahun 2012 tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan, termasuk aspek fundamental yang mempengaruhi harga minyak dunia. Pertama, relatif stabilnya permintaan minyak dunia sejalan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi China dan India. Kedua, stabilnya persediaan dan distribusi minyak dunia. Ketiga, penurunan tersebut sejalan dengan tren penurunan harga komoditas di pasar dunia yang mengalami penurunan. Keempat, meredanya permasalahan geopolitik di kawasan Timur Tengah. Di samping itu, upaya peningkatan PNBP yang berasal dari SDA senantiasa dilakukan dengan memperhatikan masalah ketahanan energi nasional. Pemerintah terus melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan atas Energi Baru Terbarukan (EBT). Dalam RKP tahun 2012, Pemerintah telah mencantumkan arah kebijakan energi nasional yang bertumpu pada sumber daya alam yang dimiliki, guna mencapai kemandirian ketersediaan energi nasional. Ketersediaan energi naisonal tersebut tidak hanya bertumpu pada energi fosil (migas dan batubara), namun juga diarahkan guna mengembangkan energi baru dan terbarukan, meliputi panas bumi, biofuel, dan lainnya. Hal tersebut -L.28 dilakukan tidak hanya untuk mencapai target bauran energi nasional, namun juga guna mendukung penanggulangan perubahan iklim. Pemerintah sependapat agar sektor layanan publik tidak dijadikan sebagai sumber penerimaan negara. Untuk itu, upaya peningkatan penerimaan dari PNBP K/L yang bersifat public service tersebut akan dilakukan melalui peningkatan kualitas pelayanan masyarakat, perbaikan administrasi dan pelaporan atas penerimaan, dan revisi atas jenis dan tarif PNBP pada Kementerian/Lembaga. Terhadap pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera berkaitan dengan permintaan untuk melakukan audit kinerja kepada BPMIGAS dan KKKS dalam rangka monitoring pencapaian lifting minyak untuk mengoptimalkan penerimaan SDA migas, serta pembenahan iklim investasi di sektor hulu secara progresif, dan peningkatan upaya ekslorasi ladang baru, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pemerintah sependapat atas prakarsa untuk penyempurnaan UU Migas No. 22/2001 berkaitan dengan evaluasi peran BPMIGAS. Pemerintah, saat ini sedang melakukan pertimbangan melalui diskusi dan pendalaman, terkait dengan optimalisasi pengelolaan kegiatan usaha hulu migas. Berkaitan dengan permintaan audit kinerja kepada BPMIGAS, saat ini Menteri Keuangan telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan audit kinerja terhadap BPMIGAS sehubungan dengan realisasi lifting minyak yang di bawah dari target yang ditetapkan. Sementara itu, terkait dengan permintaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera kepada Pemerintah untuk memperhatikan secara serius antara upaya menaikkan PNBP dari SDA dengan upaya ketahanan energi, sehingga eksploitasi SDA berimplikasi kepada cadangan nasional yang semakin cepat habis, dan mengancam ketahan energi nasional dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Untuk menjaga ketahanan energi nasional, Pemerintah telah melakukan perubahan paradigma dalam pengelolaan sumber daya energi, dari revenue based menjadi economic growth, dimana pemanfaatan sumber daya energi lebih ditekankan dan diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri. Di samping itu, dalam rangka menjaga kemandirian energi nasional, dimasa yang akan datang, Pemerintah juga akan mengembangkan sumber energi lainnya (non-minyak), serta terus mengupayakan pencapaian target bauran energi nasional yang telah ditetapkan oleh INPRES No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Selanjutnya, menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai optimalisasi penerimaan SDA, khususnya dari sektor migas, Pemerintah sependapat untuk menghilangkan segala hambatan investasi di sektor migas, guna meningkatkan penerimaan migas. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya pembenahan, tidak hanya di sektor migas, akan tetapi juga di segala sektor untuk -L.29 memperbaiki iklim investasi dalam negeri. Terkait dengan PNBP Migas dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut: • Untuk meningkatkan produksi dalam rangka pencapaian target PNBP, Pemerintah telah membentuk Tim Pengawasan Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi (TP3M). Pemerintah senantiasa melakukan koordinasi dengan instansi terkait guna peningkatan kinerja BPMIGAS. • Pemerintah dan BPMIGAS senantiasa melakukan pengawasan terhadap kinerja KKKS. Selain itu saat ini telah dilakukan monitoring lifting migas secara real time di beberapa titik serah migas yang memiliki volume lifting relatif besar. • Minyak mentah bagian negara sampai dengan saat ini diutamakan untuk memenuhi kebutuhan kilang dalam negeri, dan dalam keadaan tertentu dapat diekspor. • Untuk menjaga ketahanan energi nasional, Pemerintah telah melakukan perubahan paradigma pengelolaan sumber daya energi, dari revenue based menjadi economic growth, dimana pemanfaatan sumber daya energi lebih ditekankan dan diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri. Sementara itu, upaya–upaya yang telah dilakukan agar PNBP SDA Pertambangan Umum dapat ditingkatkan dengan tetap mengendalikan tingkat produksi adalah : • Penetapan harga patokan batubara agar tercapai optimalisasi penerimaan negara dan menjadi acuan bagi produsen dan konsumen batubara. • Kerjasama dengan instansi terkait dan instansi pemeriksa (Tim OPN dan BPKRI) dalam pemeriksaan seluruh IUP dan PKP2B atas kewajiban PNBP yang telah disetorkan, agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain harga, tonase, tarif royalti, tata cara penyetoran PNBP, dan biaya penjualan. • Optimalisasi PNBP SDA Pertambangan Umum dari PKP2B dan Izin Usaha Pertambangan (IUP). • Meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait antara lain dengan: melakukan pengawasan produksi dan penjualan batubara produksi IUP, serta menertibkan Perda yang bertentangan dengan perundang-undangan, contoh : royalti IUP disetorkan ke kas daerah. • Mengintensifkan verifikasi dan penagihan kewajiban keuangan (iuran tetap, royalti, dan DHPB (Dana Hasil Produksi Batubara). • Meningkatkan inventarisasi IUP terbitan Pemda Kabupaten/Kota dan Provinsi di seluruh Indonesia. • Verifikasi PNBP atas penjualan ekspor batubara. -L.30 Dalam rangka peningkatan penerimaan negara dari sektor PNBP dan pajak daerah, Pemerintah melakukan amandemen kontrak karya sebagaimana amanat Pasal 169 UU No. 4 Tahun 2009. Salah satu pasal dalam kontrak karya yang akan diamandemen, yaitu tentang pajak-pajak dan lain-lain kewajiban keuangan perusahaan dan posisi Pemerintah adalah: • PNBP: Iuran Tetap dan Royalti/Iuran Eskploitasi, disesuaikan dengan PP No. 45 Tahun 2003 tentang tarif atas jenis Penerimaan Bukan Pajak yang berlaku pada KESDM; • Pajak daerah untuk Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, disesuaikan dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selanjutnya, menanggapi pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa untuk mendukung percepatan pencapaian produksi, Pemerintah senantiasa mengupayakan dan memonitor pelaksanaan program kerja dan anggaran KKKS, serta mengevaluasi dan menyelesaikan kendala-kendala yang ada, dan berkoordinasi dengan instansi terkait. Berkaitan dengan fasilitas fiskal, Pemerintah telah memberikan beberapa fasilitas fiskal maupun nonfiskal, di antaranya berupa insentif atas pajak bea masuk atas barang-barang yang digunakan untuk operasi perminyakan. Mengingat siklus pemproduksian minyak dan gas bumi membutuhkan penyiapan fasilitas produksi dan infrastruktur pendukung membutuhkan waktu yang relatif lama, maka hasil dari insentif tersebut baru dapat memberikan manfaat tambahan produksi dalam jangka waktu menengah. Upaya-upaya untuk mendorong laju investasi adalah dengan melakukan : • Harmonisasi regulasi dengan sektor kehutanan (UU No. 41/1999), terutama kepastian proses dan jangka waktu diterbitkannya izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan. • Harmonisasi regulasi dengan sektor penataan ruang (UU No. 26/2007) dengan adanya kepastian RTRW Provinsi dan Kabupaten. Harmonisasi regulasi dengan sektor keuangan; terutama mengenai fasilitas berupa insentif fiskal, dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk meningkatkan investasi di subsektor minerba. Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera berkaitan dengan penerimaan SDA kehutanan, dapat dijelaskan bahwa faktor utama yang mendorong penurunan tersebut adalah lebih rendahnya penerimaan dari dana reboisasi, akibat berkurangnya luasan dan potensi produksi kayu dari hutan alam, sejalan dengan program pelestarian hutan. Hal ini, tidak lepas dari adanya kebijakan Pemerintah berupa penundaan penerbitan izin baru dalam rangka menyeimbangkan dan menyelaraskan pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, serta upaya penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang dilakukan melalui penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Kebijakan tersebut tertuang dalam -L.31 Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Dalam upaya pemanfaatan hutan yang dapat memberi manfaat optimal, akan dilakukan antara lain: (a) peningkatan tarif dan diversifikasi sumber PNBP; (b) kenaikan harga patokan; (c) peningkatan pengawasan melalui penguatan online system; (d) peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan; (e) pencabutan Perda yang bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP; dan (f) perbaikan sistem pembayaran PNBP atas penggunaan kawasan hutan yang berdasarkan realisasi penggunaan kawasan hutan. Sementara itu, terkait dengan penerimaan SDA perikanan, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan penerimaan dari pengelolaan SDA perikanan melalui: (a) pemulihan dan pengkayaan sumberdaya ikan; (b) penguatan armada perikanan nasional dan prasarana perikanan tangkap; (c) pengembangan usaha perikanan tangkap terpadu; (d) mendorong dibentuknya PMA; dan (e) pengembangan pelabuhan perikanan. Di samping itu, juga akan dilakukan upaya antara lain: (a) optimalisasi pelayanan dan penertiban perijinan usaha; (b) peningkatan sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan dalam rangka pencegahan illegal fishing; dan (c) meningkatkan penyediaan lahan industri dan fasilitas sarana dan prasarana di pelabuhan perikanan (melalui minapolitan). Saat ini, sedang dilakukan pembahasan revisi Harga Patokan Ikan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Kementerian Perdagangan. Dalam rangka optimalisasi PNBP, akan dilakukan diversifikasi PNBP melalui kerjasama dengan pihak ketiga tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pungutan pemeriksaan fisik kapal. Diversifikasi PNBP melalui kerja sama dengan pihak ketiga tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pungutan pemeriksaan fisik kapal. Selanjutnya, terkait dengan pengelolaan BUMN agar dapat berkontribusi optimal bagi negara, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah telah melakukan upaya untuk memperbaiki kinerja BUMN dengan menerapkan program good corporate governance (GCG). Program tersebut menerapkan lima dasar prinsip, yaitu: informasi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, kesetaraan dan kewajaran. Aspek-aspek baru dalam implementasi GCG di lingkungan BUMN adalah kewajiban untuk memiliki statement of corporate intent (SCI). SCI merupakan komitmen perusahaan terhadap pemegang saham dalam bentuk kontrak yang menekankan pada strategi dan upaya manajemen yang didukung dengan dewan komisaris dalam mengelola perusahaan. Selanjutnya, dalam rangka menerapkan mekanisme korporasi yang kuat untuk menopang peningkatan value BUMN secara berkelanjutan, maka diperlukan: (a) peningkatan kualitas manajemen untuk menjadi akuntabel dan transparan; (b) penguatan proses suksesi dan seleksi pimpinan BUMN dan meningkatkan -L.32 struktur kompensasinya; dan (c) penerapan proses penetapan dan evaluasi kinerja yang lebih ketat melalui Dewan Komisaris BUMN. Salah satu inisiatif strategis utama untuk menjadikan BUMN sebagai world class corporation, yaitu melalui: (a) transformasi budaya untuk menyamai internal best practices dimana salah satu hal penting dalam transformasi budaya kerja adalah peran kepemimpinan; (b) peningkatan kualitas SDM; (c) merekrut tim manajemen terbaik; dan (d) mempertahankan standar-standar good corporate governance (GCG). Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat berkaitan dengan permintaan agar Pemerintah lebih berani melakukan renegosiasi kontrak-kontrak pertambangan migas, dan meninjau kembali UU No. 22 tahun 2001, dapat disampaikan bahwa pada dasarnya Pemerintah sependapat dengan pandangan tersebut, dan akan mulai mengevaluasi kembali kontrak-kontrak pertambangan umum untuk perbaikan ke depan. Pemikiran tersebut tentunya harus mempertimbangkan berbagai aspek, seperti pemanfaatan SDA yang lebih optimal untuk bangsa dan negara, konservasi alam yang berwawasan lingkungan, serta iklim investasi yang stabil ke depan. Kontrak-kontrak yang telah ada, pada saat ditandatangani telah memperhatikan prinsip keadilan para pihak, dan hak serta kewajiban para pihak. Dengan adanya perubahan-perubahan situasi dan kondisi yang mendasari pembuatan kontrak tersebut, menyebabkan kesepakatan tersebut dianggap tidak adil. Untuk itu, Pemerintah akan berupaya untuk melakukan renegosiasi kontrak-kontrak yang ada, yang dirasakan merugikan negara, sehingga dapat mencapai prinsip keadilan sesuai dengan kondisi saat ini. Pelaksanaan renegosiasi tersebut, tentunya dimungkinkan sepanjang dapat disepakati oleh para pihak. Dalam kaitannya dengan renegosiasi Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, Pemerintah akan melakukan langkahlangkah sebagai berikut: • Menetapkan tarif iuran tetap dan tarif iuran produksi (royalti) sesuai dengan PP 45/2003 selama tarif tersebut lebih tinggi dari yang tercantum dalam kontrak; • Mengevaluasi rencana kerja jangka panjang perusahaan untuk menetapkan luas wilayah kerja Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan dan Perusahaan Batubara; • Mendorong pembayaran PNBP secepatnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Disamping itu, Pemerintah juga menanggapi secara serius atas prakarsa DPR untuk melakukan penyempurnaan UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. -L.33 Pemerintah, saat ini sedang melakukan pertimbangan melalui diskusi dan pendalaman terkait dengan optimalisasi pengelolan kegiatan usaha hulu migas. Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya, dapat kiranya dijelaskan bahwa kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan target PNBP Kementerian/Lembaga adalah sebagai berikut: 1. Melakukan review atas jenis dan tarif PNBP dalam PP tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang sudah tidak relevan serta inventarisasi potensi PNBP yang belum ditempatkan dalam PP tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP. 2. Mengintensifkan sosialisasi pengelolaan PNBP kepada Kementerian/Lembaga dalam rangka meminimalisir ketidakpatuhan dalam pengelolaan PNBP (seperti penggunaan langsung) dan belum atau terlambat setor PNBP) dan pengoptimalan penerimaan negara. 3. Melakukan monitoring dan evaluasi pengelolaan PNBP Kementerian/Lembaga dalam rangka perbaikan pengelolaan PNBP. pada Melakukan koordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan BPKP untuk melakukan audit PNBP melalui Tim Optimalisasi Penerimaan Negara. C. BELANJA PEMERINTAH PUSAT Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai perlunya seluruh pembahasan RAPBN 2012 diselenggarakan dengan keberpihakan kepada kepentingan rakyat kecil, dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya, menanggapi pandangan mengenai pelaksanaan politik anggaran yang hingga saat ini hanya mengakibatkan anggaran peningkatan belanja negara yang ofensif, namun kualitas pertumbuhan ekonomi masih rendah, dan masih adanya defisit anggaran yang mengancam stabilitas fiskal, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut. Kebijakan belanja negara tidak hanya dimaksudkan untuk mengimbangi perubahan asumsi ekonomi makro, seperti inflasi dan nilai tukar, tapi juga dimaksudkan agar belanja negara tersebut menjadi penggerak dan pengungkit (leverage) pertumbuhan ekonomi, selain upaya untuk memenuhi kebutuhan prioritas pembangunan yang tertuang dalam RKP tahun 2012. Hal ini terutama karena melalui kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara, pemerintah dapat secara langsung melakukan intervensi anggaran guna mencapai sasaran-sasaran program pembangunan. Terkait dengan upaya dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, pemerintah telah dan akan berusaha untuk mempertajam alokasi anggaran pada berbagai kegiatan prioritas yang diharapkan memberikan multiplier effect yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan pekerjaan, dan pengurangan angka kemiskinan. -L.34 Alokasi anggaran belanja dalam RAPBN 2012 juga diarahkan untuk memberikan dukungan terhadap: (1) peningkatan belanja infrastruktur untuk mendukung upaya debottlenecking, peningkatan domestic connectivity, ketahanan pangan, ketahanan energi, dan kesejahteraan masyarakat; (2) pendanaan bagi kegiatan-kegiatan multiyears; (3) peningkatan kemampuan pertahanan menuju minimum essential forces (MEF); (4) peningkatan kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (climate change); dan (5) penguatan program-program pro rakyat (Klaster 4). Program pro rakyat dalam Klaster 4 tersebut terdiri dari: (1) 6 Program Utama: Rumah Sangat Murah, Kendaraan Angkatan Umum Murah, Air Bersih untuk Rakyat, Listrik Murah dan Hemat, Peningkatan Kehidupan Nelayan, Peningkatan Kehidupan Masyarakat Pinggir (Terpinggirkan) Perkotaan; dan (2) 3 Program Prioritas: Surplus beras 10 juta ton dalam 5-10 tahun, Penciptaan lapangan kerja guna mengurangi pengangguran 1 juta jiwa/tahun, dan Pembangunan Transportasi Jakarta. Oleh sebab itu, dengan keterbatasan sumber-sumber penerimaan negara, dan banyaknya kebutuhan-kebutuhan wajib yang harus dipenuhi, pemerintah harus tetap berupaya memenuhi program-program kesejahteraan rakyat tersebut, dengan melakukan focusing program dan peningkatan efektivitas belanja. Dengan demikian, pada hakekatnya pemerintah sebenarnya tetap mengendalikan defisit anggaran secara prudent, transparan dan akuntabel. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai alokasi anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dapat kiranya disampaikan penjelasan sebagai berikut. Dalam upaya menyiapkan SDM yang mempunyai daya saing tinggi, pemerintah mempunyai komitmen yang kuat dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, dan membuat rakyat sehat. Hal ini ditandai dengan berbagai program kesehatan yang pro poor, seperti jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), dan jaminan persalinan (Jampersal). Selain itu, salah satu bentuk komitmen tersebut adalah upaya untuk meningkatkan anggaran kesehatan dari tahun ke tahun, dengan tetap memperhatikan batas-batas kemampuan keuangan negara, serta kebutuhan pembiayaan di bidang-bidang yang lain sesuai dengan skala prioritas nasional dalam rencana kerja pemerintah (RKP). Dapat disampaikan bahwa kesehatan merupakan salah satu prioritas pembangunan dalam RKP tahun 2012. Sasaran-sasaran prioritas kesehatan pada tahun 2012, antara lain: (1) meningkatnya pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat preventif yang terpadu; (2) meningkatnya peserta KB baru dan KB aktif; (3) meningkatnya kualitas dan jangkauan layanan KB melalui klinik pemerintah dan swasta; (4) meningkatnya jumlah kota di Indonesia yang memiliki RS standar kelas dunia (world class); (5) meningkatnya persentase ketersediaan obat dan vaksin; meningkatnya persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang -L.35 memiliki jaminan kesehatan; dan (6) menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular. Sementara itu, kegiatan-kegiatan prioritas kesehatan, antara lain: (1) pembinaan, pengembangan pembiayaan dan jaminan pemeliharaan kesehatan; (2) pembinaan administrasi kepegawaian; pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi; (3) pembinaan pelayanan kesehatan anak; (4) pembinaan gizi masyarakat; (5) bantuan operasional kesehatan (BOK); (6) pembinaan upaya kesehatan rujukan; (7) pelayanan kesehatan rujukan bagi masyarakat miskin (Jamkesmas); serta (8) pembinaan upaya kesehatan dasar. Namun demikian, perlu pula disampaikan bahwa APBN merupakan instrumen utama kebijakan fiskal yang dirancang untuk menjalankan salah satu fungsi pemerintah sebagai alat alokasi sumber daya, dan bersifat kontrasiklis. Karena itu, kebijakan APBN harus mampu merespon dinamika rakyat, baik yang terkait dengan perkembangan perekonomian secara luas, maupun perkembangan kehidupan rakyat itu sendiri, sehingga diperlukan kebijakan fiskal yang fleksibel. Penetapan alokasi anggaran untuk sektor tertentu dalam jumlah tertentu, termasuk alokasi anggaran kesehatan, dapat mempersempit ruang fiskal (fiscal space), serta mengurangi efektivitas dan fleksibilitas APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal dalam mengatasi masalah-masalah perekonomian yang dinamis, sehingga mengakibatkan fungsi pemerintah dan kebijakan fiskal menjadi tumpul. Selanjutnya, dapat disampaikan pula bahwa amanat untuk mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN diatur dalam suatu undangundang, sedangkan pada sisi lain, Undang-Undang APBN memiliki sifat berlaku khusus (lex specialis), dan memiliki kedudukan yang setara dalam tata urutan perundangan. Namun demikian, hal itu tidak mengurangi komitmen pemerintah untuk selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan kesehatan. Sementara itu, menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai anggaran ketenagakerjaan yang hanya sekitar Rp3 triliun, sehingga belum memadai untuk menciptakan lapangan kerja dan angkatan kerja yang berkualitas, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Alokasi anggaran ketenagakerjaan tersebut dipergunakan untuk pelaksanaan fungsi pemerintah sebagai regulator di bidang ketenagakerjaan, yaitu penempatan, pelatihan, perlindungan, dan pengawasan tenaga kerja. Penciptaan lapangan kerja baru merupakan tugas bersama seluruh sektor, baik pemerintah, BUMN, maupun swasta, sehingga alokasi anggaran yang tersedia, dipergunakan untuk menjalankan fungsi sebagai leading sector di bidang ketenagakerjaan, sehingga mendorong para pemangku kepentingan (stakeholder), seperti antara lain sektor-sektor dalam pemerintahan (pekerjaan umum, perhubungan, dan pertanian), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dunia usaha swasta, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lainnya, untuk meningkatkan perannya dengan mengaitkan program dan kegiatan pada sektor-sektor tersebut dengan penciptaan lapangan kerja. -L.36 Sementara itu, dalam rangka penciptaan angkatan kerja yang berkualitas, peningkatan peran Balai Latihan Kerja (BLK), baik BLK yang menjadi Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) maupun Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), dilakukan melalui kebijakan revitalisasi BLK dalam menyediakan programprogram pelatihan bagi para pencari kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dalam dan luar negeri, dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan alokasi anggaran dari fungsi pendidikan. Selanjutnya, menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai tingginya pertumbuhan penduduk, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pertumbuhan penduduk disebabkan antara lain oleh tingginya disparitas angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) antarprovinsi, antarwilayah desa-kota, dan antarkelompok umur, yang dipengaruhi oleh belum sinergisnya kebijakan kependudukan dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) di kabupaten/kota. Pada era otonomi daerah, program KB menjadi urusan wajib pemerintah daerah, sehingga apabila dianggap bukan program prioritas, maka kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Selain itu, kualitas penduduk juga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan penduduk, dengan demikian, tingkat pendidikan terutama pengetahuan dan kesadaran remaja dan pasangan usia subur tentang KB dan kesehatan reproduksi harus lebih ditingkatkan. Untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, perlu dilakukan revitalisasi program KB secara nasional, yang didukung komitmen dari pemerintah pusat dan daerah. Revitalisasi program KB tersebut, antara lain melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) penguatan akses dan kualitas pelayanan KB; (2) penguatan kapasitas tenaga dan kelembagaan KB di lini lapangan dalam rangka pembinaan dan peningkatan peserta/akseptor KB; serta (3) promosi dan penggerakan masyarakat untuk ber-KB. Selain itu, penguatan kelembagaan di tingkat kabupaten/kota perlu terus ditingkatkan sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yaitu (1) pembentukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota; dan (2) pembagian tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkenaan dengan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana. Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai ketahanan pangan terkait dengan MP3EI dapat kiranya dijelaskan bahwa program ketahanan pangan merupakan salah satu program prioritas Pemerintah dalam RKP 2012. Pemerintah tengah dan terus berusaha untuk mensukseskan program ketahanan pangan, dengan target surplus beras 10 juta ton per tahun dalam kurun waktu 5 sampai 10 tahun ke depan, guna menjamin ketahanan pangan nasional. Upaya-upaya tersebut antara lain dilakukan langkah-langkah untuk meningkatkan luasan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), -L.37 penyediaan bantuan langsung benih unggul (BLBU) dan bantuan langsung pupuk (BLP), peningkatan jaringan irigasi tani (JITUT), jaringan irigasi desa (JIDES), pencetakan sawah, dan perluasan lahan pertanian, intensifikasi, dengan peningkatan produktivitas (teknologi) dan intensitas tanaman; peningkatan produktivitas dengan penyediaan sarana pertanian (bantuan benih, pupuk), penerapan teknologi dan penyuluhan; peningkatan kualitas pascapanen (penurunan losses/susut); dan mendukung pelaksanaan undang-undang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Pencapaian prioritas nasional tersebut akan diselaraskan dengan program-program dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah di setiap wilayah. MP3EI merupakan suatu rancangan pembangunan ke depan dengan strategi utama meningkatkan interkonektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan (ibukota provinsi) yang ada di enam koridor utama (Sumatera, Kalimantan, Jawa, BaliNTT-NTB, Sulawesi-Malut, dan Papua-Maluku). Pada masing-masing koridor tersebut telah ditetapkan tema pembangunan yang mengindikasikan potensi dan prospek keberlanjutan pembangunan masing-masing wilayah. Sesuai dengan arah kebijakan pengembangan kewilayahan dalam RKP tahun 2012, wilayah Jawa Bali dimasukkan dalam koridor “pendorong industri dan jasa nasional”, karena pusat industri dan jasa yang menopang perekonomian Indonesia banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa. Tema pembangunan tersebut tidak mengabaikan potensi pertanian di Pulau Jawa, karena sentra produksi pangan di Pulau Jawa akan tetap dikembangkan di sub-sektor pengolahan sesuai dengan potensi wilayah, sehingga fungsi Jawa-Bali sebagai lumbung pangan nasional akan tetap terjaga. Di samping itu, tema pembangunan pada koridor Jawa diharapkan membuka tumbuhnya industri pangan dan bahan makanan, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk pertanian, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan para pelaku usaha tani. Terkait dengan pemanfaatan lahan pertanian produktif, Pemerintah telah selesai melakukan audit lahan sawah di Pulau Jawa dengan tingkat ketelitian yang tajam, sehingga data yang dihasilkan betul-betul merefleksikan keadaan lahan pertanian saat ini. Di samping itu, diperlukan pula komitmen dari pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk menindaklanjuti UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, sehingga laju konversi lahan pertanian produktif dapat ditahan. Adapun pelaksanaan sensus terhadap lahan pertanian produktif direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2012. Sementara itu, untuk koridor Papua dan Maluku difokuskan untuk menjadi lumbung pangan nasional masa depan, dengan konsep pertanian modern berskala besar. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kedua wilayah ini memiliki -L.38 potensi SDA yang melimpah, serta masih banyaknya lahan-lahan potensial yang dapat dikembangkan untuk usaha tani, meskipun disadari bahwa masih terkendala infrastruktur yang minim. Salah satu langkah riil yang telah dilakukan pemerintah adalah dengan menetapkan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Kabupaten Merauke, dengan melibatkan pihak swasta untuk membangun lahan pertanian berskala luas, yang diharapkan mampu mendukung pencapaian ketahanan pangan dengan target surplus 10 juta ton per tahun. Konsep-konsep pembangunan pertanian seperti ini, juga akan dikembangkan di koridor yang potensial, seperti Sulawesi dan Kalimantan, dengan tetap memperhatikan potensi sumberdaya dan kearifan lokal. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai masih rendahnya alokasi anggaran untuk bidang politik, hukum dan keamanan dalam RAPBN 2012, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan alokasi anggaran di Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, dengan tetap menjaga keseimbangan dengan bidang lainnya. Alokasi anggaran Bidang Politik, Hukum dan Keamanan melalui berbagai K/L di Bidang Politik, Hukum dan Keamanan dalam RAPBN tahun 2012 mencapai Rp150,9 triliun. Jumlah ini berarti mengalami peningkatan sebesar Rp17,4 triliun, atau 13,0 persen dari alokasi anggaran dalam tahun 2011 sebesar Rp133,5 triliun. Alokasi anggaran tersebut akan diarahkan untuk mencapai sasaran utama dalam RKP tahun 2012 yaitu sasaran perkuatan pembangunan demokrasi, dan sasaran penegakan pembangunan hukum. Selain itu, alokasi anggaran tersebut juga akan dimanfaatkan untuk mendukung pencapaian salah satu prioritas pembangunan dalam tahun 2012, yaitu Pembangunan Prioritas lainnya bidang Politik, Hukum dan Keamanan, dengan sasaran: (a) meningkatnya kemampuan memantau, mendeteksi secara dini ancaman bahaya serangan terorisme dan meningkatnya efektivitas proses deradikalisasi; (b) terdayagunakannya industri pertahanan nasional bagi kemandirian pertahanan. Pencapaian sasaran ini secara optimal akan meningkatkan kemandirian alutsista TNI dan alat utama Polri baik dari sisi kuantitas, kualitas, maupun variasinya; (c) meningkatnya peran Indonesia dalam menjaga keamanan nasional dan menciptakan perdamaian dunia; Meningkatnya upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, dan upaya peningkatan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM di Indonesia di berbagai bidang. Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, maka kebijakan bidang Politik, Hukum dan Keamanan diarahkan untuk: -L.39 (a) menyempurnakan tata kelola koordinasi pencegahan dan penanggulangan tindak kejahatan terorisme, serta pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan tindak terorisme; (b) melaksanakan pendidikan politik untuk penanaman nilai-nilai demokrasi dan kebangsaan kepada masyarakat luas; (c) melanjutkan upaya pendayagunaan industri pertahanan nasional bagi kemandirian pertahanan, melalui penyusunan cetak biru beserta road map, peningkatan penelitian dan pengembangan, serta dukungan pendanaannya; (d) meningkatkan peran Indonesia dalam menjaga keamanan nasional dan perdamaian dunia melalui peningkatan kerja sama multilateral di bidang kejahatan lintas negara dan terorisme; (e) meningkatkan koordinasi penanganan perkara Tipikor penyelamatan aset hasil Tipikor diantara penegak hukum; dan dan upaya (f) meningkatkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai RKP maupun MP3EI yang dinilai lebih berorientasi kepada kendaraan pribadi, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Arah kebijakan pembangunan transportasi dalam rangka mendukung peningkatan daya saing sektor riil diprioritaskan pada penyediaan sarana dan prasarana yang mampu menjamin kelancaran distribusi barang, jasa, dan informasi untuk meningkatkan daya saing produk nasional. Prioritas penanganan dilakukan melalui: 1. Percepatan pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang difokuskan pada 6 koridor utama pengembangan ekonomi serta yang mendukung pengembangan daerah pariwisata, dan sentra-sentra produksi pangan dan pertanian, energi, dan industri; 2. Peningkatan keterpaduan sarana dan prasarana penghubung antar-pulau dan antarmoda yang terintegrasi sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru transportasi multimoda; 3. Pengembangan transportasi umum massal di wilayah perkotaan, yang dapat memberikan pelayanan yang aman, nyaman, efisien, dan lebih ramah lingkungan dan harga terjangkau sesuai dengan cetak biru transportasi perkotaan; 4. Memenuhi tuntuan kompatibilitas global yang memperkuat daya saing nasional, dengan menempatkan jaringan transportasi nasional sebagai subsistem dari jaringan global dan regional, sehingga standar sistem operasi, standar keselamatan, dan kualitas pelayanan dituntut memenuhi standar internasional. -L.40 5. Mendorong efisiensi transportasi barang dan penumpang, terutama dari aspek penegakan hukum, deregulasi pungutan dan retribusi di jalan, serta penataan jaringan dan ijin trayek yang terpadu serta akuntabel . Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, dalam rangka mewujudkan transportasi massal, telah dan akan terus dikembangkan melalui program sebagai berikut : A. Transportasi Darat Arah kebijakan transportasi darat dalam mendukung pengembangan transportasi umum massal di wilayah perkotaan, yaitu mendorong penggunaan angkutan massal untuk menggantikan kendaraan pribadi di perkotaan, sebagai pelaksanaan pembatasan kendaraan pribadi, dengan cara: 1. Mengembangkan pelayanan angkutan umum massal untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, dan mampu berkompetisi dengan kendaraan pribadi. 2. Mendukung program penggunaan angkutan umum dan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. 3. Membina dan mendorong perusahaan angkutan umum, sehingga menjadi perusahaan yang sehat secara finansial, dan mantap secara operasional, didukung dengan manajemen yang kuat. 4. Menyusun standar sistem pemberian ijin kepada calon operator dengan sistem tender, untuk menjaring calon operator potensial. 5. Memberikan kesempatan yang sama kepada swasta untuk ikut serta dalam persaingan penyediaan layanan transportasi darat. 6. Membuat bentuk-bentuk kerjasama pengembangan angkutan umum. pemerintah dan swasta dalam Untuk mendukung hal-hal tersebut di atas, sampai dengan saat ini terdapat berbagai terobosan di bidang LLAJ yang telah dilakukan, antara lain adalah peningkatan pelayanan transportasi di daerah terpencil dan pedalaman, peningkatan jumlah bus perintis/kota/mahasiswa/pelajar dan peningkatan jumlah trayek perintis. Terobosan strategis lainnya guna mendukung transportasi yang berwawasan lingkungan (environment friendly) yaitu antara lain: pengembangan angkutan massal berbasis bus (Bus Rapid Transit/ BRT), Area Traffic Control System (ATCS), dan pengadaan dan pemasangan converter catalytic (Converter Kit) pada taksi. Khusus untuk pengembangan angkutan massal berbasis bus (Bus Rapid Transit/BRT) ini, dilaksanakan di kota-kota besar, antara lain Bogor, Pekanbaru, Surakarta, Denpasar, Palembang, Semarang, Bandung, Tangerang dan Yogyakarta. -L.41 B. Transportasi Perkeretaapian Arah kebijakan transportasi perkeretaapian dalam mendukung pengembangan transportasi umum massal di wilayah perkotaan, yaitu meningkatkan frekuensi dan pelayanan angkutan KA yang terjangkau dan ramah lingkungan, serta sesuai dengan standar pelayanan minimum, terutama dalam pengembangan angkutan KA perkotaan/komuter di kota-kota metropolitan, guna mendukung pengembangan transportasi yang berkelanjutan dalam rangka mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Dalam RKP 2012, pembangunan infrastruktur perkeretaapian, selain untuk pembangunan jalur ganda KA lintas utara dan selatan Jawa, peningkatan jalan KA, dan pembangunan jalan KA baru, juga untuk pembangunan jalan KA bagi pelayanan komuter perkotaan, seperti di Medan, Padang, Jabotabek (termasuk commuter line menuju Bandara Soekarno Hatta) dan Surabaya. Selanjutnya, terhadap kekhawatiran Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai pembangunan jalan tol yang akan mendorong konversi lahan pertanian produktif menjadi semakin masif, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Perencanaan pembangunan proyek jalan tol, tentunya telah melalui kajian lingkungan hidup/Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang memadai, sebelum akhirnya eksekusi proyek dilakukan. Selain itu, pemerintah juga memperhatikan lahan pertanian produktif. Karena itu, untuk mengantisipasi alih fungsi lahan pertanian produktif yang tinggi, telah diterbitkan UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB). Namun, keterlambatan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dapat mengakibatkan terkendalanya penerapan undang-undang ini. Saat ini, baru 2 (dua) provinsi (DIY dan Jabar) yang telah menindaklanjuti UU 41/2009 dalam bentuk menyiapkan Perda, serta baru 4 (empat) provinsi yang telah menetapkan RTRW daerah. Pemerintah juga telah menetapkan PP No. 1/2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan saat ini juga sedang dirumuskan RPP yang akan mengatur tentang pemberian insentif lahan pertanian pangan berkelanjutan, RPP mengenai sistem pembiayaan, serta RPP tentang sistem informasi terkait dengan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Namun demikian, tidak jarang pembangunan jalan tol tersebut justru memicu alih fungsi lahan pertanian produktif yang tinggi. Hal ini terjadi, salah satunya karena belum adanya peraturan di tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota), yang menjabarkan lebih lanjut amanat dari UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB), serta belum adanya penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota pada sebagian besar wilayah di Indonesia. Selain itu, tingkat alih fungsi lahan yang tinggi yang terjadi selama ini juga didorong oleh preferensi para pemilik lahan pertanian yang cenderung berkeinginan menjual lahannya apabila harga tanah naik. Untuk itu, pemerintah tengah mengkaji dan merumuskan RPP yang secara khusus -L.42 mengatur tentang pemberian insentif (dalam bentuk subsidi) bagi para pemilik lahan pertanian produktif yang menahan lahannya untuk tidak dijual, disamping pula RPP mengenai perlindungan dan pemberdayaan petani untuk melindungi petani dari risiko gagal panen. Sementara itu, dalam kaitannya dengan sensus lahan pertanian, Pemerintah telah selesai melakukan audit lahan sawah di Pulau Jawa dengan skala detil. Audit ini dilanjutkan pada tahun 2011 di pulau-pulau yang lain. Untuk menahan laju konversi lahan, diperlukan komitmen dari pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sebagai tindak lanjut UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, berupa penerbitan Perda. Penetapan RTRW tersebut perlu segera diselesaikan dan sosialisasi kepada masyarakat, sehingga partisipasi rakyat dalam menahan laju konversi lahan pertanian produktif dapat efektif. Pemerintah sangat menghargai dan sependapat dengan pandangan yang disampaikan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya atas Rencana Peningkatan Alokasi Dana Infrastruktur pada tahun 2012 dengan beberapa penekanan antara lain perlunya keberpihakan terhadap pembangunan transportasi misal dalam kerangka domestic connectivity. Upaya pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia dalam RAPBN 2012, tercermin dari kegiatan prioritas yang dialokasikan melalui Kementerian Perhubungan, dengan kegiatan-kegiatan yang meliputi antara lain: pembangunan Jalur Ganda KA lintas Utara dan Selatan Jawa; pembangunan dan peningkatan jalan KA di Pulau Sumatera; pembangunan pelabuhan beserta fasilitasnya di berbagai wilayah di tanah air; pembangunan dan peningkatan bandara beserta fasilitasnya termasuk di daerah rawan bencana; dan pembangunan terminal di beberapa daerah guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, dan kelancaran pergerakan arus distribusi barang dan jasa, yang pada akhirnya menciptakan multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Di samping itu, guna mendukung peningkatan pelayanan publik dan mendorong perekonomian lokal, Pemerintah telah berupaya merencanakan program pembangunan local dan village connectivity, yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan infrastruktur di desa-desa, melalui kegiatan Pengembangan Infrastruktur Perdesaan yang termasuk dalam Program PNPM Mandiri, berupa pembangunan jalan poros yang menghubungkan antara pusat ekonomi antar desa, dan pembangunan jalan-jalan desa. Pemerintah juga mendorong pembangunan transportasi masal di Indonesia antara lain berupa Pengadaan Bus Rapid Transit non Trans Jakarta di beberapa daerah, pengadaan kapal penyeberangan di daerah-daerah perintis yang belum terlayani oleh pihak swasta, sehingga diharapkan tersedia pelayanan perintis penyeberangan yang dapat menghubungkan daerah tertinggal ke pusat pertumbuhan, serta subsidi -L.43 angkutan udara perintis yang diharapkan dapat membuka akses transportasi yang lebih baik, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah terpencil/pedesaan. Lebih lanjut, pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya mengenai perlunya peningkatan infrastruktur pertanian dan nelayan. Pembangunan infrastruktur, terutama di desa-desa nelayan yang dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan meliputi pengembangan infrastruktur pelabuhan perikanan, pelayaran atau angkutan yang bersifat kontainer untuk membawa barang antarwilayah sehingga bisa memfasilitasi pergerakan barang dan jasa. Selain itu, dalam rangka peningkatan infrastruktur nelayan, pada tahun 2012 telah direncanakan beberapa kegiatan pengembangan sarana prasarana dalam rangka peningkatan kehidupan nelayan, yang diantaranya untuk pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di kabupaten/kota melalui pembangunan cold storage/pabrik es, pembangunan SPDN (Solar Packed Dealer Nelayan), pemberian mobil alih teknologi dan informasi, dan sarana pemasaran bergerak roda 4 dan roda 3 berinsulasi. Untuk tahun 2012, ditargetkan kegiatan dimaksud dialokasikan pada 400 PPI. Adapun Kementerian Negara/Lembaga lain yang mendukung program ini melalui rencana kegiatan dan pengalokasian anggaran pada tahun 2012, diantaranya adalah Kementerian Perumahan Rakyat melalui pembangunan rumah sangat murah untuk nelayan, Kementerian ESDM melalui pemasangan listrik murah, dan Kementerian Pekerjaan Umum melalui pembangunan sarana air bersih di lokasi PPI. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan pelaksanaan dari program klaster 4. Dengan adanya sinergi lintas K/L dalam mengembangkan infrastruktur nelayan di lokasi PPI tersebut Diharapkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan nelayan. Terkait dengan pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya mengenai prioritas pembangunan infrastruktur pertanian, dapat disampaikan pada Kementerian Pertanian pada TA 2012 telah mengalokasikan anggaran untuk infrastruktur pertanian sebesar Rp1.712 miliar, yang antara lain digunakan untuk: a. Irigasi Air Permukaan, pengembangan air tanah, pompanisasi sebanyak 486 unit; b. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Usaha Tingkat Usaha Tani (JITUT), Jaringan Irigasi Desa (JIDES), dan Pengembangan Tata Air Mikro 158.553 Ha; c. Pengembangan 5.449 unit Embung sumur resapan; d. Pengembangan 929 unit Irigasi Partisipatif; Cetak Sawah, perluasan lahan kering, perluasan lahan hortikultura, areal perkebunan dan peternakan seluas 84.252 Ha; e. Optimalisasi, konservasi, rehabilitasi dan reklamasi lahan pertanian 34.593 Ha; -L.44 f. Pengembangan Metode System of Rice Intensification (SRI) 1.939 Paket; g. Jalan Usaha Tani (JUT) dan Jalan Produksi sepanjang 1.373 km; h. Food Estate (MIFEE) di Merauke; i. Bantuan Rumah Pembuatan Pupuk Organik (RPPO) 14.824 unit; dan j. Pembangunan 318 unit rumah kompos. Selanjutnya, sehubungan dengan pandangan yang disampaikan oleh Fraksi Partai Persatuan Pembangunan agar Pemerintah juga meningkatkan pendanaan pembangunan infrastruktur, dapat disampaikan bahwa Pemerintah telah berupaya untuk melakukan investasi di berbagai bidang. Selain investasi di bidang infrastruktur, Pemerintah juga mempunyai kewajiban lain, yaitu pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial, namun pada sisi lain, kapasitas kemampuan pemerintah relatif terbatas. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan dan mencapai sasaran-sasaran tersebut, pemerintah terus memperkuat sisi regulasi dan kelembagaan keuangan, termasuk di dalamnya lembaga perbankan dan nonperbankan. Pemerintah telah berusaha mengoptimalkan kegiatan investasi, baik oleh pihak swasta maupun pemerintah, sehingga menjadi terarah, seperti yang telah diagendakan di dalam RPJM. Untuk sementara ini, dalam rangka peningkatan investasi di bidang infrastruktur, pendanaannya dilakukan dengan skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), yang didukung oleh perbaikan iklim investasi melalui penyempurnaan pada sisi regulasi, dukungan penjaminan, serta mengembangkan alternatif sumber pembiayaan infrastruktur. Dengan skema ini, peran pemerintah adalah sebagai pengungkit swasta, sehingga dengan jumlah dana yang sama dapat di capai output yang lebih besar. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar alokasi belanja modal difokuskan untuk mendukung program-program penyediaan infrastruktur, antara lain dengan percepatan pembangunan infrastruktur pertanian dalam rangka mendukung pencapaian program ketahanan pangan. Pada tahun 2012, sasaran bidang infrastruktur pertanian adalah sebagai berikut: (1) peningkatan 79,34 ribu Ha layanan irigasi, dan 23,75 ribu ha layanan rawa di luar target yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014; (2) percepatan pelaksanaan pembangunan tampungan-tampungan air, seperti Waduk Jatigede, Waduk Rajui, Waduk Jatibarang, dan waduk-waduk lainnya; serta (3) peningkatan kualitas dan kuantitas tampungan air melalui pembangunan 9 waduk dan 87 embung/situ, dan rehabilitasi 24 waduk dan 62 embung/situ. Anggaran Kementerian Pertanian dalam tahun 2012 direncanakan mencapai Rp17,76 triliun, atau meningkat 6,2 persen bila dibandingkan dengan alokasi anggaran Kementerian Pertanian tahun 2011 sebesar Rp16,72 triliun. Peningkatan tersebut sebagai upaya percepatan pembangunan infrastruktur pertanian, dimana sekitar 30 persen alokasi anggarannya diprioritaskan dalam pembangunan sarana -L.45 dan prasarana pertanian. Anggaran tersebut, sebagian digunakan untuk pembangunan infrastruktur pertanian, seperti: cetak sawah, optimasi lahan, pembangunan dan rehabilitasi saluran irigasi usahatani, irigasi perdesaan, serta jalan produksi dan jalan usaha tani yang dilaksanakan dengan pola padat karya, sehingga menciptakan lapangan kerja di perdesaan. Investasi pengembangan infrastruktur pertanian ke depan memang masih memerlukan anggaran yang lebih besar, terutama pembangunan infrastruktur untuk mendukung Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang diharapkan investasi masyarakat dan swasta sebagai pelaku utama pembangunan. Di samping anggaran untuk infrastruktur, dialokasikan pula anggaran untuk progam memberdayakan ekonomi petani di perdesaan melalui kegiatan seperti: Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), pemberdayaan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyakat (LM3), dan Sarjana/Pemuda Membangun Desa (S/PMD). Sementara itu, menanggapi permintaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar pemerintah melakukan investasi infrastruktur kelautan dalam rangka industrial maritime chain yang komprehensif untuk mengembangkan sektor kelautan, sebagai pusat pertumbuhan baru yang potensial, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Indonesia, dapat disampaikan bahwa Pemerintah sependapat untuk melakukan investasi infrastruktur kelautan. Dalam Rencana Kerja Pemerintah 2012, salah satu sasaran pembangunan infrastruktur, yaitu meningkatkan keterhubungan antarwilayah (domestic connectivity) untuk mendukung pengembangan 6 koridor ekonomi nasional. Pada saat ini, pembangunan infrastruktur kelautan tersebut dilaksanakan melalui program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut. Investasi infrastruktur kelautan dan perikanan dalam rangka mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan baru yang potensial di Indonesia, diantaranya dilakukan melalui pembangunan pelabuhan perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah berusaha secara optimal dalam pembangunan/pengembangan pelabuhan perikanan. Berdasarkan data yang ada, pelabuhan perikanan di seluruh Indonesia berjumlah ±800 unit, dan pada setiap tahunnya telah diupayakan perencanaan untuk dilakukan pembangunan/ pengembangan. Pada anggaran KKP tahun 2012, telah direncanakan pembangunan 22 UPT Pelabuhan Perikanan dengan alokasi anggaran sebesar Rp480,81 miliar, dan 30 lokasi Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di kabupaten/kota, dengan alokasi anggaran sebesar Rp97 miliar. Pembangunan Pelabuhan Perikanan sebagai pusat pertumbuhan sangat dimungkinkan, sepanjang menjadi kebutuhan yang mendesak. Kebijakan KKP dalam pembangunan suatu pelabuhan perikanan adalah adanya sinergi antara -L.46 Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, BUMN maupun perusahaan swasta, yang akan membangun pelabuhan perikanan sebagaimana tertuang dalam Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Secara Nasional (RIP2SN). Dukungan politik dari DPR-RI sangat diperlukan dalam kaitan dengan pengembangan infrastruktur pelabuhan perikanan tersebut, termasuk untuk mendorong Pemerintah Daerah dalam penyiapan lahan, penetapan Perda tentang RUTR Pengembangan Pelabuhan Perikanan, serta mendorong dukungan lintas sektor untuk pengembangan Pelabuhan Perikanan, seperti penyediaan prasarana jalan akses, sarana air bersih, listrik, dan pasokan kebutuhan BBM untuk nelayan. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai program pengentasan kemiskinan Klaster II, dimana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri memerlukan pembenahan, terutama mengenai pelaksanaan dan akuntabilitas, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pemerintah senantiasa melakukan evaluasi dan penyempurnaan secara intensif terhadap program PNPM Mandiri, khususnya terkait fokus lokasi sasaran pada daerah, dimana tingkat pekerja setengah menganggur dan pengangguran tinggi. Penyempurnaan program sebagaimana dimaksud, telah dilakukan terhadap daerah-daerah yang terkena moratotium tenaga kerja Indonesia (TKI). Demikian juga pengembangan PNPM yang diperkuat dengan cash for work telah dilakukan pada penanganan daerah-daerah yang terkena dampak erupsi gunung Merapi. Di masa depan, program tersebut akan lebih dimantapkan dengan memperhitungan secara matang situasi dan kondisi daerah-daerah yang menjadi sasaran pengentasan kemiskinan. Dapat disampaikan pula, saat ini, PNPM Mandiri telah mengembangkan dan menjalankan model padat sumber daya setempat (local natural-resources), serta padat karya melalui pelibatan tenaga kerja setempat/lokal dengan mendapatkan upah atau HOK (Hari Orang Kerja). Terkait dengan penanggulangan kemiskinan, pelaksanaan PNPM Mandiri telah dilakukan melalui berbagai strategi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Strategi tersebut antara lain meliputi langkah-langkah sebagai berikut: (1) mendorong keterlibatan rumah tangga miskin untuk ikut dalam kegiatan infrastruktur perdesaan yang dibangun; (2) mendorong kegiatan ekonomi masyarakat desa, dengan adanya kegiatan simpan pinjam khusus kelompok perempuan; (3) memperkuat kelembagaan masyarakat yang ada di PNPM Mandiri; dan (4) memperkuat peran fasilitasi oleh tenaga fasilitator dan konsultan. Dapat disampaikan pula, saat ini sudah direncanakan dan akan segera diimplementasikan standarisasi terhadap fasilitator yang terlibat dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri dalam rangka meningkatkan akuntabilitas. Terhadap pandangan mengenai perlunya PNPM Mandiri diarahkan untuk pembangunan infrastruktur pertanian yang masif dan disesuaikan dengan musim pertanian, dapat disampaikan tanggapan bahwa hal itu sebetulnya sudah pasti -L.47 dilaksanakan oleh masyarakat yang lokasinya merupakan lokasi pertanian, terutama karena kegiatan PNPM Mandiri direncanakan, dilaksanakan, dievaluasi, dan digunakan oleh masyarakat. Dari hasil evaluasi terhadap beberapa kegiatan yang masuk, dapat disampaikan bahwa usulan yang banyak didanai pada bidang infrastruktur pertanian antara lain adalah kegiatan untuk jalan yang melintasi sawah atau kebun (jalan produksi pertanian), pembukaan sawah/lahan di perdesaan luar jawa, talud, irigasi, tambatan perahu untuk perdesaan pesisir. Selanjutnya, dalam rangka menjaga keberlanjutan berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan dalam tahun-tahun sebelumnya, maka pada tahun 2012 mendatang, cakupan PNPM akan ditingkatkan dan diperluas ke beberapa kecamatan di perkotaan dan perdesaan. Selain itu, juga akan terus dilakukan harmonisasi antarprogram penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dari berbagai sektor ke dalam wadah PNPM Mandiri. Penyempurnaan dan perluasan cakupan program pembangunan yang berbasis masyarakat terus dilakukan antara lain melalui: (1) PNPM perdesaan (Program Pengembangan Kecamatan), yang mencakup pemberdayaan di 5.020 kecamatan; (2) PNPM perkotaan (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan), yang mencakup 10.948 kelurahan; (3) PNPM P2DTK (Program Pemberdayaan Masyarakat Daerah Tertinggal dan Khusus), yang mencakup 35 kabupaten/kota; (4) PNPM Infrastruktur Perdesaan (PPIP), yang mencakup 3.000 kelurahan/desa; serta (5) PNPM Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), yang mencakup 237 kecamatan. Pemerintah berterima kasih atas apresiasi dan dukungan Fraksi Partai Demokrat terhadap berbagai program dalam upaya pengentasan kemiskinan dalam tahun 2012. Selain terus melanjutkan program-program pro rakyat yang sudah dijalankan selama ini melalui program klaster 1, 2, dan 3, serta klaster 4, dalam tahun 2012 Pemerintah akan terus lebih mempertajam program pengentasan kemiskinan melalui berbagai pendekatan yang mengarah pada keterlibatan rakyat dalam pembangunan pengentasan kemiskinan. Hal ini antara lain akan dilakukan melalui program PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan; Penataan kawasan kumuh di perkotaan (PNPM Perkotaan Plus); Sistem Penyediaan Air Minum masyarakat berpenghasilan rendah (SPAM MBR); Pengembangan Kapal Perikanan; Alat Penangkapan Ikan; Pengembangan Pemasaran dan Sistem Usaha Investasi Perikanan; Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP) bagi keluarga nelayan; Pengembangan Angkutan Murah bagi Sarana Pemasaran; Lembaga Keuangan Masyarakat Pesisir; serta Peningkatan Kehidupan Nelayan pada 400 Pangkalan Penangkapan Ikan (PPI). Di samping itu, untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan pokok di bidang perumahan bagi rakyat miskin, Pemerintah juga akan melanjutkan penyediaan Rusunawa, serta pelaksanaan program pembangunan rumah sangat murah dan rumah murah. Dalam rangka pemantapan program pembangunan rumah sangat -L.48 murah dan rumah murah, juga dikembangkan prototype rumah murah di 33 propinsi, dengan berbasis bahan lokal, sehingga dapat menjadi referensi pengembangan perumahan bagi masyarakat secara luas. Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai pencapaian program Wajib Belajar 9 Tahun dalam kurun waktu 2006-2010, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pelaksanaan program Wajib Belajar 9 tahun telah mencapai berbagai kemajuan, yang tercermin dari perkembangan indikator yang sangat signifikan, antara lain meliputi: (1) meningkatnya sasaran BOS dari 33,7 juta siswa dalam tahun 2006 menjadi 44,1 juta siswa dalam tahun 2010; (2) terlaksananya peningkatan bantuan beasiswa, dari 2,4 juta siswa tidak mampu di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan tingkat menengah pertama dalam tahun 2008 menjadi 4,5 juta siswa dalam tahun 2010; (3) meningkatnya taraf pendidikan masyarakat yang ditandai dengan peningkatan APM SD/SDLB/MI/Paket A dari 94,5 persen pada tahun 2006 menjadi 95,4 persen pada tahun 2010; dan peningkatan APK SMP/SMPLB/MTs/Paket B dari 88,7 persen pada tahun 2006 menjadi 98,2 persen pada tahun 2010. Selanjutnya, Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai perlunya optimalisasi anggaran pendidikan dalam rangka memajukan pendidikan bangsa. Untuk itu, Wakil Presiden selaku Ketua Komite Pendidikan Nasional telah mengintruksikan kepada Menteri Pendidikan Nasional, dan para Menteri/Pimpinan Lembaga yang menyelenggarakan fungsi pendidikan untuk melakukan optimalisasi/efisiensi anggaran fungsi pendidikan pada tahun 2012, disertai dengan output dan outcome yang jelas dan terukur, sehingga kinerja program/kegiatan pendidikan pada setiap kementerian negara/lembaga dapat meningkat secara signifikan dan terukur peningkatan kinerjanya. Dalam RAPBN tahun 2012, anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp286,6 triliun, atau 20,2 persen dari total belanja negara. Jumlah ini terdiri dari anggaran pendidikan melalui belanja pemerintah pusat sebesar Rp99,2 triliun, melalui transfer ke daerah sebesar Rp186,4 triliun, dan melalui pengeluaran pembiayaan sebesar Rp1,0 triliun. Alokasi anggaran tersebut, diantaranya untuk mendukung upaya peningkatan akses pendidikan dan layanan pendidikan, melalui pelaksanaan berbagai program yang akan terus dilakukan pada tahun 2012, antara lain meliputi: (i) pemberian BOS (dengan alokasi anggaran sebesar Rp27,7 triliun bagi 44,7 juta siswa setingkat SD dan SMP), dan pemberian BOMM (Bantuan Operasional Manajemen Mutu) pada tingkat SMA; (ii) Beasiswa Siswa Miskin untuk mencegah putus sekolah (dengan alokasi anggaran sebesar Rp5,0 triliun bagi sekitar 8,1 juta siswa miskin pada semua jenjang pendidikan); -L.49- (iii) pembangunan unit sekolah baru (dengan alokasi anggaran sebesar Rp556,4 miliar untuk 320 unit sekolah baru); (iv) pembangunan ruang kelas baru (dengan alokasi anggaran sebesar Rp579,3 miliar untuk 4.081 ruang kelas); (v) rehabilitasi ruang kelas (dengan alokasi anggaran sebesar Rp643,2 miliar untuk 9.159 ruang kelas); dan (vi) pembangunan community college dan politeknik baru pada jenjang pendidikan tinggi. Di samping itu, untuk meningkatkan pemerataan pelayanan pendidikan yang bermutu dan terjangkau, akan dibangun/direhabilitasi sekolah-sekolah yang berada di daerah perbatasan/tertinggal/terpencil/nelayan (klaster 4), termasuk di dalamnya adalah pembangunan SD kecil dan SD-SMP satu atap berasrama untuk melayani pendidikan di daerah-daerah terpencil. Dengan rancangan programprogram tersebut, maka pada dasarnya telah sesuai dengan pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan agar selalu meningkatkan kualitas pendidikan. Pemerintah juga telah dan akan memberikan perhatian pada penambahan dan pembangunan kelas-kelas baru. Selanjutnya, berkenaan dengan peningkatan mutu dan kesejahteraan guru, Pemerintah menempatkannya sebagai salah satu prioritas utama dalam meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru tersebut antara lain dilakukan melalui pemberian berbagai tunjangan, seperti tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus, serta peningkatan kualifikasi dan peningkatan kemampuan melalui pelatihan profesional berkelanjutan, dan penataan yang bersifat komprehensif. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain meliputi revitalisasi LPTK sebagai lembaga penyedia guru, peningkatan kualifikasi bagi 209 ribu guru menjadi S1/D4, penyelenggaraan sertifikasi kepada 400 ribu guru dan dosen serta Pelatihan Profesional Berkelanjutan untuk meningkatkan dan menjaga kualitas guru/dosen, dan sertifikasi bagi 90 ribu guru madrasah. Bersamaan dengan upaya peningkatan mutu tersebut, Pemerintah juga berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan guru, dengan menjamin guru PNS golongan terendah untuk mendapatkan penghasilan minimal Rp2 juta/bulan, dan memberikan subsidi tunjangan fungsional kepada guru non-PNS. Selanjutnya, sebagai penghargaan bagi guru-guru yang telah mendapatkan sertifikat pendidik, Pemerintah pada tahun 2012 akan memberikan tunjangan profesi, termasuk menyediakan dana tunjangan profesi guru PNS Daerah sebesar Rp30,6 triliun, dan dana tunjangan tambahan penghasilan guru PNSD yang belum memperoleh tunjangan profesi guru sebesar Rp2,9 triliun untuk meningkatkan semangat dan -L.50 kinerja guru di dalam melayani pendidikan yang dialokasikan melalui dana transfer ke daerah. Sementara itu, bagi guru-guru yang mengajar di daerah terpencil dan tertinggal, diberikan tunjangan khusus bagi 386 ribu guru. Berdasarkan program-program yang direncanakan pada tahun 2012 tersebut, maka sasaran-sasaran yang ditargetkan pada tahun 2012 antara lain meliputi: (1) meningkatnya taraf pendidikan masyarakat yang ditandai dengan: (i) peningkatan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 7,85 tahun; (ii) penurunan angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 4,8 persen; (iii) peningkatan APM SD/SDLB/MI/Paket A menjadi 95,7 persen; (iv) peningkatan APM SMP/SMPLB/MTs/Paket B menjadi 75,4 persen; (v)peningkatan APK SMA/SMK/MA/Paket C menjadi 79,0 persen; (vi) meningkatnya APK Perguruan Tinggi usia 19-23 tahun menjadi 27,4 persen; (2) meningkatnya tingkat efisiensi internal yang ditandai dengan meningkatnya angka melanjutkan sekolah dan menurunnya angka putus sekolah untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah; (3) menurunnya disparitas dan kualitas pelayanan pendidikan antarwilayah, gender, dan sosial ekonomi, serta antar satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat; serta (4) tercapainya Standar Pendidikan Nasional (SPN) bagi satuan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan paling lambat pada tahun 2013. Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai indikasi adanya duplikasi anggaran antar kementerian/lembaga, dan penyerapan anggaran yang masih rendah, dapat kiranya dijelaskan sebagai berikut. Untuk meminimalisir adanya duplikasi anggaran antar kementerian/lembaga, Pemerintah telah memperbaiki proses perencanaan penganggaran melalui reformasi perencanaan dan penganggaran dengan diterbitkannya UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Sebagai penjabaran UU tersebut, telah diterbitkan PP Nomor 20 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan PP Nomor 21 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) yang telah diperbaharui dengan PP Nomor 90 tahun 2010. Dalam konsep tersebut, perencanaan pembangunan nasional berpegang pada tiga pilar, yaitu Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework), dan Sistem Penganggaran Terpadu (Unified Budgeting). Untuk mendukung pelaksanaan tiga pilar tersebut, -L.51 Pemerintah telah melakukan langkah-langkah antara lain: i) Menyatukan anggaran rutin dan anggaran pembangunan dalam satu RKA-KL. Hal ini dilakukan untuk mengurangi duplikasi alokasi anggaran rutin dan pembangunan (Unified Budgeting); ii) Melakukan Restrukturisasi Program dan Kegiatan di kementerian Negara/lembaga dalam rangka Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) dengan mengacu pada 2 prinsip dasar, yaitu Prinsip akuntabilitas Kinerja Kabinet (perencanaan kebijakan/policy planning) dengan Prinsip akuntabilitas Kinerja Organisasi (struktur organisasi dan struktur anggaran), termasuk di dalamnya penyempurnaan output, dan outcome untuk masing-masing kegiatan; iii) Menetapkan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) dan alokasi anggarannya untuk 3 (tiga) tahun ke depan. Hal ini dilakukan dengan tujuan: transparansi alokasi sumber daya anggaran yang lebih baik (allocative efficiency); meningkatkan kualitas perencanaan penganggaran (to improve quality of planning); fokus yang lebih baik terhadap kebijakan (best policy option); meningkatkan disiplin fiskal (fiscal discipline); dan menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability); Selanjutnya, Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran, mulai dari Pagu Indikatif, Pagu Sementara/Pagu Anggaran, dan Pagu Definitif/Alokasi Anggaran sampai ditetapkannya Perpres tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (RABPP) untuk setiap tahun anggaran. Dalam penyusunan RKA-KL juga ditekankan ketepatan alokasi dana yang dicantumkan dalam RKA-KL, sesuai dengan standar biaya, Bagan Akun Standar (BAS), Pedoman kapitalisasi BMKN dalam Sistem Akuntansi Pemerintah, dan berbagai peraturan tentang Penambahan dan Perubahan BAS. Dengan berbagai upaya dan reformasi sistem perencanaan dan penganggaran tersebut, maka potensi terjadinya duplikasi anggaran dapat diminimalisir. Sementara itu, terkait dengan penyerapan anggaran, dapat disampaikan bahwa pemerintah telah dan akan terus berupaya untuk meningkatkan penyerapan anggaran. Dalam tahun 2010, Pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk mempercepat penyerapan anggaran dengan antara lain: (1) memberikan fleksibilitas/kewenangan yang lebih luas kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam melakukan revisi anggaran; (2) membatasi K/L dalam pengajuan Usul Revisi RKAKL/SAPSK paling lambat tanggal 15 Oktober; (3) menghimbau K/L agar segera mengusulkan pembukaan blokir atas RKA-KL TA; serta (4) meningkatkan Sosialisasi kepada K/L agar tidak terjadi Pemblokiran. Selain itu, untuk meningkatkan kinerja, Pemerintah juga telah melakukan penyempurnaan terhadap Standar Operating Procedure revisi anggaran. Dalam penyempurnaan tersebut, revisi anggaran, termasuk pencairan blokir, diselesaikan dalam lima hari kerja. -L.52 Melalui penerapan Pengganggaran Berbasis Kinerja, efisiensi penggunaan anggaran diharapkan dapat dicapai, mengingat : 1. Dalam tahap pelaksanaan anggaran, para Pengelola Anggaran (KPA) diberikan fleksibilitas, sepanjang tidak mengurangi target kinerja yang telah ditetapkan. 2. Penghitungan alokasi anggaran mengacu pada target kinerja yang spesifik (Output dan Outcome oriented). 3. Alokasi Anggaran hanya diberikan sesuai dengan tugas fungsi unit (money follows function). Penyempurnaan juga dilakukan pada peraturan yang berpotensi menghambat pencairan anggaran, yaitu melalui revisi Keppres 42/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan & Belanja Negara menjadi Perpres 53/2010, dan Perpres 80/2003 menjadi Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Selain itu, untuk menindaklanjuti ketentuan dalam pasal 20 UU No.10/2010 tentang APBN 2011, Pemerintah juga telah menerbitkan PMK Nomor 38/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pengenaan Reward and Punishment atas pelaksanaan anggaran belanja TA 2010. Pemerintah juga menyusun Pedoman dalam Pengajuan Ijin Kontrak Tahun Jamak oleh Menteri Keuangan kepada K/L. Terakhir, kepada masing-masing K/L diminta agar menyampaikan progress realisasi anggaran dan hasil peningkatan efisiensi/optimalisasi pada TA 2010. Penerapan reward dan punishment secara profesional dan konsisten tersebut akan mendorong K/L untuk lebih cermat dalam perencanaan, dan tepat-cepat dalam pelaksanaannya. Meskipun telah dilakukan berbagai upaya percepatan penyerapan, namun penyerapan anggaran tahun 2010 masih belum optimal. Karena itu, diperlukan langkah-langkah lanjutan pada tahun 2011, yang meliputi antara lain: (1) meminta K/L untuk menerbitkan surat edaran kepada satker-satker untuk mempercepat penyerapan; (2) mendorong K/L untuk segera memproses revisi pembukaan blokir; (3) mendorong K/L untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman para pelaksana kegiatan mengenai ketentuan pengadaan barang dan jasa Pemerintah; (4) memberikan kewenangan kepada K/L untuk melakukan kontrak tahun jamak dengan kondisi tertentu (PP Nomor 53 Tahun 2010); (5) memberi kewenangan kepada KPA untuk melakukan proses lelang sebelum diterbitkannya dokumen anggaran (PP Nomor 54 Tahun 2010); (6) menyederhanakan pelaksanaan tender melalui e-procurement dan membentuk unit layanan pengadaan; serta (7) Mengatur batas waktu penyelesaian tagihan atas beban APBN dalam 5 hari kerja. Selain itu, langkah-langkah dan upaya yang juga telah dilakukan dalam rangka mempercepat atau mempermudah proses perencanaan maupun pelaksanaan anggaran, antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut: (a) penggabungan dokumen SP-RAKKL dan DIPA termasuk sistem IT-nya (Aplikasi RKAKL-DIPA); -L.53 (b) percepatan penerbitan dokumen DIPA yang selama ini dilakukan di awal tahun anggaran (1 Januari), untuk TA 2011 telah dilakukan di pertengahan bulan Desember 2010, dan diharapkan untuk DIPA TA 2012 dapat lebih dipercepat waktu penyelesaiannya. Selanjutnya, saat ini Pemerintah juga sedang menyusun draft Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Pelaksanaan APBN untuk memberikan ketentuan yang jelas, sehingga membawa kemudahan bagi satuan kerja dalam melaksanakan kegiatan. Beberapa langkah tersebut juga akan diikuti dengan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap realisasi penyerapan anggaran. Hal ini dilakukan guna mencari solusi atas berbagai masalah/hambatan yang dihadapi kementerian negara/lembaga dalam mencairkan anggarannya dalam tahap implementasi di lapangan. Selain itu, dalam rangka memperbaiki manajemen penyerapan anggaran di daerah, telah dilakukan melalui berbagai kebijakan yang meliputi: (1) perbaikan regulasi yang mengatur mengenai keuangan daerah; (2) peningkatan kapasitas (capacity building) pengelola keuangan daerah; (3) perbaikan dan pengawasan yang ketat terhadap proses pengadaan barang dan jasa di daerah; (4) penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang baik dan terukur; serta (5) memastikan ketepatan proses perencanaan dan penganggaran di daerah. Dengan berbagai upaya tersebut, diharapkan penyerapan anggaran K/L dapat optimal, sehingga dapat mengoptimalkan peran APBN dalam mendorong perekonomian. Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai penghematan belanja pemerintah pusat yang tidak produktif, dan pengalokasian belanja dengan berbasis kinerja, kiranya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada prinsipnya Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai perlunya dilakukan penghematan belanja pemerintah pusat, utamanya yang tidak produktif, sehingga setiap rupiah anggaran yang dibelanjakan akan mempunyai dampak/manfaat yang optimal bagi masyarakat, dan mempunyai multiplier yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, pengentasan kesmiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sejalan dengan itu, Pemerintah telah, sedang, dan akan melakukan langkah-langkah konkrit, yaitu dengan menerapkan kebijakan yang membatasi kegiatan yang tidak urgent dan tidak prioritas, dengan mengeluarkan berbagai peraturan, yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas belanja, dan mengamankan APBN. Kebijakan penghematan tersebut antara lain ditempuh melalui penerbitan Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga, guna meningkatkan kualitas belanja dan pengamanan APBN. Berkaitan dengan itu, setiap K/L wajib mengambil langkah-langkah dalam rangka penghematan belanja tersebut, yang diwujudkan dengan melakukan penghematan anggaran minimal 10% dari pagu K/L. Hal ini antara lain dapat -L.54 dilakukan melalui: (a) membatasi perjalanan dinas, kecuali perjalanan dinas yang benar-benar penting dan mendesak; (b) membatasi penyelenggaraan rapat, rapat kerja, seminar, workshop, dan konsinyering di luar kantor; (c) mewajibkan adanya document clearance (ijin prinsip) dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Pekerjaan Umum, dan BPKP untuk pembangunan baru gedung kantor yang tidak terkait dengan pelayanan, seperti gedung kantor, mess, wisma, rumah dinas, rumah jabatan dan sejenisnya; (d) membatasi belanja operasional, kecuali untuk operasional pertahanan dan ketertiban; (e) menetapkan kegiatan yang dibatasi, bahkan kegiatan yang dilarang. Kegiatan yang dibatasi antara lain adalah pengadaan kendaraan dinas, pembangunan gedung, dan rumah dinas. Sedangkan kegiatan yang dilarang adalah penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bukan merupakan tugas/fungsi kementerian/lembaga, serta tidak sesuai dengan prioritas nasional, dan prioritas kementerian/lembaga; dan (f) penghematan lainnya yang terkait dengan belanja nonoperasional. Kemudian, dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan anggaran, pada tahun anggaran 2010 telah dilaksanakan penerapan kebijakan Reward dan punishment kepada K/L, dan hal yang sama akan diterapkan pula pada tahun anggaran 2011. Dalam hal K/L melakukan optimalisasi anggaran belanja pada tahun sebelumnya dapat menggunakan hasil optimalisasi tersebut pada tahun berjalan, maka K/L dalam hal ini mendapat “reward”. Sedangkan apabila K/L yang tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran belanja tahun sebelumnya (sebagian tidak terserap), maka jumlah anggaran yang tidak terserap tersebut akan menjadi faktor pengurang dalam penetapan alokasi anggaran pada tahun berikutnya, maka dalam hal ini K/L mendapat “Punishment”. Selanjutnya, kebijakan lain yang akan dilakukan dalam rangka penghematan belanja pemerintah pusat, antara lain dengan senantiasa mengupayakan peningkatan kinerja pada K/L melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas kegiatan di setiap K/L yang tidak memberikan dampak langsung dalam peningkatan pelayanan publik, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja bagi rakyat. Penerapan penganggaran berbasis kinerja merupakan langkah penting dan berarti dalam sistem keuangan. Penerapan penganggaran berbasis kinerja ini memberikan konsekuensi bahwa setiap Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran harus mempertanggungjawabkan anggaran yang digunakannya sesuai indikator kinerja yang terukur dan sudah disepakati. Dengan demikian, diharapkan setiap K/L akan menjalankan program/kegiatan dengan berorientasi pada output-outcome, dan dapat menekan belanja-belanja yang tidak produktif. Sementara itu, dalam upaya meningkatkan efisiensi penganggaran, Pemerintah juga telah menempuh beberapa langkah, dengan antara lain menerapkan sistem penganggaran melalui estimasi biaya (costing) berdasarkan biaya input yang distandarkan. Biaya-biaya yang distandarkan, antara lain berupa biaya honor, -L.55 pemeliharaan, perjalanan dinas, serta biaya kegiatan spesifik dari masing-masing kementerian negara/lembaga. Standar biaya tersebut diperbaharui setiap tahunnya melalui hasil penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan harga yang dianggap ekonomis. Penyusunan setiap kegiatan pada kementerian negara/lembaga diwajibkan mengacu kepada standar biaya ini. Dengan demikian, setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga mempunyai standar/batasan, sehingga alokasi anggaran dapat dilakukan seefisien mungkin. Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai perlunya ruang gerak fiskal yang ekspansif untuk mendorong perekonomian. Selama ini, kebijakan perencanaan anggaran belanja Pemerintah Pusat dirancang lebih ekspansif agar mampu berperan dalam memberikan stimulasi pada pertumbuhan ekonomi, serta menjaga stabilitas dan memperkuat fundamental ekonomi makro. Kebijakan tersebut tercermin dari penetapan besaran defisit anggaran pada RAPBN 2012 sebesar 1,5% PDB yang dilakukan dengan tetap menjaga kesinambungan APBN, serta menurunkan rasio utang Pemerintah terhadap PDB. Sementara itu, pemerintah menyadari bahwa porsi anggaran belanja wajib dalam belanja pemerintah pusat pada RAPBN tahun 2012 (70,7 persen) masih jauh lebih besar dibandingkan porsi anggaran tidak wajib (29,3 persen). Alokasi anggaran belanja pemerintah pusat tersebut antara lain direncanakan untuk belanja pegawai sekitar 22,6 persen, belanja barang 14,5 persen, belanja modal 17,6 persen, pembayaran bunga utang 12,9 persen, subsidi 21,9 persen, belanja hibah 0,2 persen, 6,7 persen untuk bantuan sosial. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah berusaha meningkatkan komponen belanja yang mempunyai dampak multiplier yang lebih besar dan berkelanjutan, khususnya belanja modal. Dalam tahun 2012, jika dibandingkan dengan APBN-P tahun 2011, alokasi belanja modal mengalami kenaikan sebesar 19,3 persen. Selanjutnya, untuk mendukung berbagai upaya tersebut, dalam beberapa tahun terakhir telah ditempuh langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan kualitas belanja negara (quality of spending) dengan lebih memperhatikan efisiensi, dan ketepatan alokasi, serta memperhitungkan pengaruhnya terhadap perekonomian. Dalam rangka meningkatkan kualitas belanja (quality of spending) tersebut, maka akan terus dilakukan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut: Pertama, mengedepankan alokasi belanja modal untuk mendukung pembiayaan bagi kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro growth), menciptakan kesempatan kerja (pro job), mengentaskan kemiskinan (pro poor), dan mendukung pembangunan yang inklusif, berkelanjutan dan ramah lingkungan (pro environment). -L.56 Kedua, mengurangi pendanaan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif, dengan antara lain membatasi belanja barang (biaya perjalanan dinas, kegiatan rapat kerja, workshop, seminar, dan kegiatan yang sejenis), serta menekan biaya kegiatan pendukung pencapaian sasaran suatu program (biaya manajemen, monitoring, sosialisasi, safeguarding). Ketiga, merancang ulang (redesign) kebijakan subsidi, diantaranya dengan merubah sistem subsidi dari subsidi harga menjadi subsidi yang lebih tepat sasaran (targeted subsidy), mempertajam sasaran penerima subsidi melalui sistem seleksi yang ketat dan basis data yang transparan, serta menata ulang sistem penyaluran subsidi yang lebih akuntabel, predictable, dan makin tepat sasaran. Keempat, menghindarkan meningkatnya pengeluaran mandatory spending, yaitu kewajiban pengeluaran yang ditetapkan (“dikunci”) dalam suatu peraturan perundang-undangan yang tidak diamanatkan dalam konstitusi dan bertentangan dengan kaidah pengelolaan keuangan negara. Kelima, memperluas pelaksanaan reformasi birokrasi, diantaranya melalui penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, pelaksanaan kontrak kinerja, peningkatan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) dalam rangka menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif, serta pemberian remunerasi yang layak. Keenam, menerapkan sistem reward dan punishment dalam pengalokasian anggaran, antara lain dengan memberikan tambahan alokasi anggaran bagi K/L dan daerah yang dapat mencapai sasaran yang ditetapkan dengan biaya yang lebih hemat, untuk pencapaian sasaran program yang lebih besar; dan sebaliknya, memotong anggaran bagi K/L dan atau daerah yang tidak mampu mencapai sasaran yang sudah ditetapkan tanpa alasan yang dapat dipertangungjawabkan. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat untuk memperhatikan anggaran pengentasan kemiskinan dan anggaran pembangunan dalam rangka mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, inklusif, serta adil dan merata. Berkaitan dengan itu, Pemerintah sangat serius dan secara berkesinambungan berupaya untuk meningkatkan alokasi anggaran kemiskinan guna mendorong pengembangan ekonomi, yang pada gilirannya diharapkan dapat mengangkat perekonomian rakyat ke tingkat yang lebih baik. Di samping itu, Pemerintah juga terus melaksanakan kebijakan yang pro rakyat, antara lain, dengan: (1) mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan pro rakyat miskin, dengan memberi perhatian khusus pada usaha-usaha yang melibatkan orang-orang miskin; (2) meningkatkan dan memperluas kebijakan afirmatif/keberpihakan untuk menanggulangi kemiskinan melalui perluasan 3 klaster program pro rakyat, yang -L.57 dituangkan dalam pelaksanaan program klaster 4; dan (3) meningkatkan efektivitas pelaksanaan penurunan kemiskinan di daerah, termasuk percepatan pembangunan daerah terpencil dan perdesaan. Dalam rangka pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut, upaya penanggulangan kemiskinan lebih difokuskan pada lima hal, yaitu (1) penyempurnaan kualitas kebijakan perlindungan sosial berbasis keluarga; (2) peningkatan efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri; (3) peningkatan akses usaha mikro dan kecil kepada sumber daya produktif; (4) perluasan program-program pro rakyat; dan (5) peningkatan koordinasi penanggulangan kemiskinan serta harmonisasi antar pelaku. Selanjutnya, terkait dengan fokus infrasruktur dapat disampaikan, bahwa dari tahun ke tahun, alokasi anggaran belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana dalam rangka meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan dasar, serta peningkatan domestic connectivity selalu mengalami peningkatan, yaitu dari 6,5 persen terhadap belanja negara dalam tahun 2005, meningkat menjadi sebesar 11,9 persen terhadap belanja negara dalam RAPBN 2012. Hal ini menunjukkan besarnya upaya dan keseriusan Pemerintah dalam mengatasi bottleneck infrastruktur melalui pembangunan infrastruktur yang lebih merata di seluruh tanah air. Sementara itu, mengenai besarnya alokasi anggaran belanja pegawai, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Belanja pegawai, selain merupakan jenis belanja wajib (nondiscretionary spending) juga mempunyai sifat strategis, terutama berkaitan dengan peningkatan pelayanan publik yang kualitasnya sangat menentukan suksesnya penyelenggaraan pemerintahan. Peningkatan alokasi belanja pegawai tersebut antara lain ditujukan untuk mewujudkan pembangunan di bidang hukum dan aparatur, yang diarahkan pada perbaikan tatakelola pemerintahan yang baik. Salah satu fokus utama pelaksanaannya adalah melalui peningkatan profesionalisme aparatur negara dan tata pemerintahan yang penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum, dan transparan, baik di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah, agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang-bidang lainnya. Namun demikian, Pemerintah sependapat dengan Dewan bahwa sebagaimana jenis belanja yang lainnya, anggaran belanja pegawai harus optimal dan efisien. Dalam rangka mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia, serta efisiensi anggaran belanja pegawai, Pemerintah akan melaksanakan penataan organisasi dan penataan Pegawai Negeri Sipil (rightsizing), melalui moratorium atau penundaan sementara penetapan tambahan formasi untuk penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai perlunya anggaran belanja negara lebih difokuskan untuk prioritas pembangunan yang manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan tetap menjaga keberlanjutan -L.58 fiskal, serta memperhatikan efisiensi dan efektivitas belanja negara. Karena itu dalam RAPBN 2012, Pemerintah telah berupaya untuk mengalokasikan belanja modal sebesar Rp168,1 triliun. Untuk menjamin ketersediaan infrastruktur, sarana dan prasarana pelayanan dasar, Pemerintah juga melaksanakan kebijakan belanja bantuan sosial, dengan alokasi anggaran sebesar Rp63,6 triliun. Alokasi anggaran ini tercermin di berbagai bidang, diantaranya: (1) bidang pendidikan melalui program BOS dan beasiswa miskin, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat; (2) bidang pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan PNPM Mandiri, dengan tujuan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam proses pembangunan; (3) bidang kesehatan melalui program Jamkesmas dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat; dan (4) bidang perlindungan sosial melalui program keluarga harapan (PKH) dalam rangka menanggulangi kemiskinan di masyarakat. Selanjutnya, Pemerintah juga terus melaksanakan kebijakan penyaluran subsidi dalam rangka meringankan beban masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, diantaranya melalui: (1) penyaluran subsidi BBM yang lebih tepat sasaran; (2) penyaluran subsidi raskin untuk rumah tangga sasaran (RTS); dan (3) kebijakan penyaluran benih dan pupuk bersubsidi dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya berkaitan dengan perbaikan dan peningkatan kualitas belanja negara, kiranya dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi belanja, Pemerintah telah dan akan melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas belanja negara, dengan antara lain melakukan redesign subsidi dan pengalihan secara bertahap belanja subsidi ke programprogram yang lebih produktif; meningkatkan keterkaitan (linkages) dan koordinasi dalam sistem perencanaan dan penganggaran di lingkungan Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah; mengembangkan kerangka penganggaran berbasis kinerja dan berjangka menengah; serta penerapan reward and punishment (diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2011) yang akan diperluas, tidak hanya didasarkan pada penyerapan anggaran, tetapi lebih kepada pencapaian kinerja output. Menangggapi pendapat Fraksi Partai Golongan Karya mengenai perlunya terobosan dan keberanian politik dari pemerintah untuk mengurangi belanja pegawai, dan mengarahkan subsidi yang lebih tepat sasaran, sehingga tercipta ruang fiskal bagi pemerintah, dapat kiranya disampaikan penjelasan sebagai berikut. Dalam Postur APBN, belanja pegawai termasuk jenis belanja mengikat, yang wajib disediakan anggarannya oleh pemerintah. Belanja pegawai juga merupakan belanja yang bersifat strategis guna menunjang kelangsungan kegiatan pemerintahan, dan menjamin kelangsungan pelayanan publik bagi masyarakat. Peningkatan belanja pegawai utamanya disebabkan adanya upaya pemerintah -L.59 untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui reformasi birokrasi dan tatakelola yang menjadi salah satu prioritas pembangunan Pemerintah saat ini. Namun demikian, pemerintah sependapat dengan pandangan Dewan yang terhormat mengenai perlunya dilakukan efisiensi/optimalisasi alokasi anggaran belanja pegawai. Oleh karena itu, dalam tahun 2011 dan tahun 2012, Pemerintah akan melakukan penundaan sementara penerimaan calon pegawai negeri sipil (moratorium) pengangkatan PNS, serta penataan organisasi dan penataan Pegawai Negeri Sipil (rightsizing), sehingga anggaran belanja pegawai diharapkan akan lebih efisien. Terkait dengan subsidi, Pemerintah akan terus berupaya mengurangi subsidi secara bertahap antara lain melalui penataan ulang kebijakan subsidi agar makin adil dan tepat sasaran. Subsidi akan lebih diarahkan kepada masyarakat yang memang berhak menerimanya (targeted subsidy). Beberapa langkah kebijakan yang telah dan sedang dilakukan oleh Pemerintah adalah: (i) melanjutkan program konversi minyak tanah ke LPG; (ii) meningkatkan pemanfaatan energi alternatif; (iii) mengendalikan penggunaan BBM Bersubsidi agar lebih tepat sasaran; (iv) melakukan penghematan konsumsi BBM Bersubsidi; serta (iv) menyempurnakan regulasi kebijakan subsidi BBM. Dengan langkah kebijakan di atas, diharapkan penyaluran subsidi menjadi lebih tepat sasaran, akuntabel, dan sekaligus dapat mengurangi alokasi belanja subsidi dalam APBN. Dengan demikian, diharapkan anggaran belanja subsidi tersebut dapat digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang lebih produktif dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, seperti pembangunan sekolah, jalan raya, jembatan, irigasi, bantuan kesehatan untuk masyarakat kurang mampu dan sebagainya. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai perlunya lebih memperhatikan peningkatan yang ideal dalam alokasi belanja pemerintah pusat, khususnya belanja modal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat telah dan akan tetap, dijalankan oleh Pemerintah dengan menerapkan empat strategi pembangunan, yakni: mendorong pertumbuhan (pro-growth), memperluas kesempatan kerja (pro-job), menanggulangi kemiskinan (pro-poor), serta merespon persoalan-persoalan perubahan iklim (pro-environment). Selain itu, kesejahteraan rakyat juga dicapai melalui perkuatan pembangunan demokrasi, dan pembangunan penegakan hukum. Dalam tahun 2012, Pemerintah menetapkan 11 (sebelas) prioritas pembangunan nasional, yaitu: reformasi birokrasi dan tata kelola; pendidikan; kesehatan; penanggulangan kemiskinan; ketahanan pangan; infrastruktur; iklim investasi dan iklim usaha; energi; lingkungan hidup dan pengelolaan bencana; daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca-konflik; kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi; prioritas lainnya di bidang politik, hukum dan keamanan; prioritas lainnya di bidang perekonomiaan; dan prioritas lainnya di bidang kesejahteraan rakyat. -L.60 Dari sisi anggaran, upaya pencapaian kesejahteraan rakyat tersebut berkaitan dengan berbagai jenis belanja, khususnya belanja modal, subsidi, dan bantuan sosial. Dalam tahun 2012, belanja modal dialokasikan sebesar Rp168,1 triliun; belanja subsidi sebesar Rp208,9 triliun; dan untuk belanja bantuan sosial sebesar Rp63,6 triliun. Besarnya alokasi yang cukup signifikan dari ketiga jenis belanja tersebut khususnya, dan seluruh belanja negara umumnya yang didukung dengan berbagai upaya peningkatan kualitas dan efisiensi belanja, diharapkan akan mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai perlunya kenaikan gaji PNS/TNI/Polri diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan publik, dan reformasi birokrasi. Sejalan dengan itu, kebijakan menaikkan gaji pokok PNS/TNI/Polri sebesar rata-rata 10 persen dalam tahun 2012 ditujukan terutama untuk meningkatkan kesejahteraan para PNS/TNI/Polri, dan memperbaiki kinerjanya dalam melakukan pelayanan publik. Dari sisi kesejahteraan pegawai negeri, kenaikan gaji tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki rasio antara gaji pokok terendah dengan gaji pokok tertinggi, sehingga diperoleh skala gaji pokok yang mencerminkan keadilan. Kebijakan kenaikan gaji pokok tersebut merupakan upaya untuk mendorong dan memberikan motivasi agar PNS/TNI/Polri bekerja secara lebih produktif, profesional, dan menjaga integritasnya, yang pada akhirnya memiliki kinerja yang baik, khususnya dalam memberikan pelayanan publik. Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada upaya memantapkan tata kelola pemerintahan ke arah yang lebih baik, yang akan berdampak pada sehatnya iklim investasi dan dunia usaha, sebagai unsur pokok dalam menciptakan lapangan usaha. Selain itu, Pemerintah juga menempuh kebijakan pemberian gaji bulan ketigabelas, yang diarahkan untuk membantu pegawai dalam memenuhi biaya pendidikan bagi anak dan keluarganya, yang berarti bagian dari investasi di bidang SDM. Kebijakan kenaikan gaji PNS/TNI/Polri, dan pemberian gaji bulan ketigabelas tersebut merupakan bagian dari proses reformasi birokrasi yang telah dan sedang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mewujudkan aparatur negara yang netral, profesional, berdaya guna, produktif, transparan, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Reformasi birokrasi merupakan program pemerintah yang harus dilakukan oleh seluruh Kementerian negara/Lembaga. Dalam reformasi birokrasi dikenal prinsip equal pay for equal work yang akan mendorong seluruh pegawai untuk memberikan kinerjanya sebaik mungkin. Reformasi birokrasi itu sendiri antara lain meliputi penataan kelembagaan/organisasi, efisiensi ketatalaksanaan, peningkatan akuntabilitas aparatur, peningkatan system pengawasan, dan peningkatan kualitas pelayanan publik, serta penataan kepegawaian/SDM aparatur. -L.61 Terhadap usulan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai moratorium penerimaan CPNS, pensiun dini, dan rasio jumlah PNS ideal yang patut dipertimbangkan, dapat disampaikan tanggapan bahwa pemerintah mengapresiasi dukungan Dewan atas rencana pemerintah untuk melaksanakan program moratorium PNS. Dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi dan mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia, serta efisiensi anggaran belanja pegawai, Pemerintah akan melakukan penataan organisasi dan penataan Pegawai Negeri Sipil (rightsizing) melalui penundaan sementara penetapan tambahan formasi untuk penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (moratorium). Moratorium tersebut rencananya akan diberlakukan mulai 1 September 2011 sampai dengan 31 Desember 2012. Namun, untuk menjaga kualitas dan kelancaran pelayanan publik bagi masyarakat, moratorium tersebut akan dibatasi hanya untuk PNS regular, sedangkan untuk PNS yang bersifat pelayanan publik, seperti tenaga pendidik, tenaga perawat, UPT kesehatan pelabuhan, tenaga-tenaga untuk keselamatan masyarakat yaitu resquer, pengamat meteorologi dan geofisika, pengawas farmasi dan makanan, serta tenaga lainnya akan dilakukan perekrutan sesuai dengan kebutuhan dan redistribusi ke daerah-daerah yang tepat. Sama halnya dengan pemerintah pusat, kebijakan tersebut juga berlaku bagi pemerintah daerah. Namun, bagi daerah yang besaran anggaran belanja pegawainya lebih dari 50 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2011 tidak dapat menambah kuota kebutuhan pegawainya. Dalam masa penundaan tersebut, Pemerintah akan melakukan penataan kembali jumlah kebutuhan Pegawai Negeri Sipil yang tepat berdasarkan analisis jabatan dan beban kerja. Sejalan dengan itu, pimpinan instansi pusat dan daerah akan melakukan redistribusi (penyaluran ke satuan organisasi yang membutuhkan) pegawai sesuai dengan kompetensi di masing-masing instansi berdasarkan hasil penataan. Apabila redistribusi tersebut telah dilakukan, dan ternyata ada PNS yang tidak dapat disalurkan, maka terhadap PNS tersebut dapat ditawarkan untuk pensiun dini, atau diberhentikan dengan hormat dari jabatan negeri, dengan mendapat hak-hak kepegawaian sesuai ketentuan perundang-undangan. Dengan adanya program moratorium tersebut diharapkan belanja negara, terutama belanja pegawai, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah akan lebih efektif dan efisien. Terhadap pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai porsi belanja pegawai dan belanja barang yang masih terlalu tinggi, sehingga perlu dibatasi sampai maksimal 30% dari belanja pemerintah pusat dan paling tinggi 50% dari total belanja pemerintah daerah, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pada prinsipnya Pemerintah menyadari bahwa saat ini porsi belanja pegawai dan belanja barang masih cukup besar. Namun demikian, dapat disampaikan bahwa -L.62 berbagai jenis belanja mempunyai fungsi strategis sesuai dengan karakternya masing-masing, dan secara simultan mendorong tercapainya tujuan bernegara. Fungsi belanja pegawai difokuskan untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai dan pensiunan, serta mempertahankan daya beli pegawai agar mereka lebih profesional, netral, berkinerja tinggi, akuntabel dan sejahtera. Sementara itu belanja barang lebih di fokuskan untuk menjaga kelancaran kegiatan operasional pemerintahan dan pemeliharaan aset negara, serta peningkatan kualitas pelayanan publik. Pemerintah juga sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai proporsi belanja pegawai dan belanja barang di daerah, telah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Sebagai respon dari kondisi tersebut, beberapa langkah sedang dan akan dilakukan pemerintah, diantaranya adalah dengan melakukan moratorium PNS secara selektif melalui penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men-PAN&RB) yang efektif berlaku sejak tanggal 1 September 2011 sampai dengan 31 Desember 2012. Selama periode moratorium tersebut akan dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan PNS yang tepat berdasarkan analisis jabatan dan beban kerja untuk melakukan penataan organisasi (rightsizing) dan penataan PNS dalam kerangka pelaksanaan reformasi birokrasi. Dengan adanya program moratorium tersebut, diharapkan belanja negara terutama belanja pegawai baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah akan lebih efektif dan efisien. Selain itu, pemerintah sedang membahas kemungkinan pelaksanaan pembatasan belanja pegawai pemerintah daerah secara proporsional melalui muatan materi revisi UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam hal ini, penyempurnaan yang dilakukan direncanakan bukan saja pada substansi yang menyangkut belanja pegawai dan belanja barang saja, tetapi juga diupayakan untuk melihat implikasinya terhadap administrasi pemerintahan di pusat dan daerah untuk mendorong anggaran publik yang lebih berkualitas. Menanggapi saran dan pendapat Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai perlunya Pemerintah memberikan prioritas terhadap belanja modal dalam pengalokasian belanja negara, dapat kiranya disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pada dasarnya, dalam setiap penyusunan APBN, termasuk RAPBN 2012, perencanaan alokasi belanja negara, terutama diarahkan untuk memberikan daya dukung yang optimal terhadap pencapaian pertumbuhan yang berkualitas, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi berbagai aspek pembangunan lainnya. Untuk memperkuat daya dukung APBN tersebut, Pemerintah telah menyusun langkah-langkah peningkatan kualitas belanja negara, dengan antara lain mengedepankan alokasi belanja modal untuk mendukung pendanaan bagi berbagai kegiatan pembangunan, mengefisienkan pendanaan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif, dan menghindarkan meningkatnya -L.63 pengeluaran wajib (mandatory spending). Langkah-langkah tersebut perlu dilakukan, mengingat belanja modal dapat memberikan multiplier effect yang lebih besar, dan berkelanjutan terhadap perekonomian. Berkaitan dengan itu, dalam RAPBN Tahun 2012, alokasi anggaran belanja modal direncanakan mencapai Rp168,1 triliun, atau meningkat Rp27,2 triliun (19,3 persen) dari APBN-P 2011. Selain itu, Pemerintah juga sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya bahwa alokasi belanja modal harus dapat lebih dimanfaatkan secara efektif untuk pembangunan sarana infrastruktur yang lebih mempunyai fungsi ekonomis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam RAPBN 2012, alokasi belanja modal tersebut antara lain akan difokuskan untuk mendukung program-program penyediaan infrastruktur, antara lain berupa pembangunan infrastruktur dasar untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat; pembangunan infrastruktur pertanian untuk mendukung pencapaian program ketahanan pangan; serta pembangunan infrastruktur energi dan komunikasi. Selain itu, anggaran belanja modal tersebut juga akan digunakan untuk mendukung upaya debottlenecking; mengurangi backlog pembangunan infrastruktur; mendukung peningkatan domestic connectivity (keterhubungan antarwilayah); meningkatkan kemampuan pertahanan menuju minimum essential forces (MEF); mendukung pendanaan kegiatan multi years; meningkatkan kapasitas mitigasi dan adaptasi terhadap dampak negatif akibat perubahan iklim (climate changes); serta meningkatkan kesiagan dalam menghadapi bencana. Pemerintah lebih fokus dan memberikan prioritas tinggi terhadap pembangunan infrastruktur. Untuk itu, alokasi belanja infrastruktur menempati posisi yang strategis dalam proses pembangunan, karena dapat memacu pertumbuhan, sekaligus membuka kesempatan kerja, dan menurunkan kemiskinan, sehingga perlu selalu diupayakan peningkatannya. Karena itu, alokasi belanja infrastruktur dalam RAPBN tahun 2012 direncanakan sebesar Rp156,5 triliun, atau meningkat Rp3,5 trilun (2,3 persen) dari alokasinya dalam APBN-P tahun 2011 sebesar Rp153,0 triliun. Alokasi belanja infrastruktur dalam RAPBN 2012 tersebut akan digunakan antara lain untuk mendukung program-program penyediaan infrastruktur dasar, seperti Program Penyelenggaraan Jalan sebesar Rp30,5 triliun; Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman sebesar Rp12,4 triliun; Program Pengelolaan Sumber Daya Air sebesar Rp16,3 triliun; Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Laut sebesar Rp6,9 triliun; dan Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Perkeretaapian sebesar Rp8,8 triliun. Dalam rangka mendukung tercapainya berbagai sasaran pada prioritas pembangunan infrastruktur dalam tahun 2012, maka arah kebijakan pembangunan infrastruktur berdasarkan RPJMN 2010-2014 difokuskan untuk: (1) meningkatkan -L.64 pelayanan infrastruktur sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM); (2) mendukung peningkatan daya saing sektor riil; dan (3) meningkatkan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Selanjutnya, dapat disampaikan pula bahwa selain belanja modal untuk infrastruktur, sesungguhnya terdapat komponen anggaran lain yang mendukung pembangunan infrastruktur, sehingga menimbulkan multiplier effect yang besar dan berkelanjutan. Komponen belanja negara tersebut antara lain meliputi: Belanja Barang yang diserahkan kepada masyarakat/pemerintah daerah, Anggaran PNPM, Risiko Kenaikan Tanah (Land Capping), Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas, DAK Infrastruktur dan Tambahan Otonomi Khusus Infrastruktur, Penyertaan Modal Negara untuk Infrastruktur, Kredit Program KPRSH dan Rusunami, Dana Kontijensi PLN, Dana Kontijensi PDAM, Dana Investasi Pemerintah, dan Dana Bergulir untuk Investasi (Jalan Tol). Menanggapi permintaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera agar kebijakan belanja negara tahun 2012 dapat mengakomodasi pelaksanaan SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) seiring dengan pembentukan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut. Kebijakan belanja negara dalam RAPBN tahun 2012 pada dasarnya telah mengakomodasi pelaksanaan SJSN. Seperti tercermin dari ditunjuknya empat BUMN, yaitu PT Taspen (Persero), PT ASABRI, PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek, untuk melaksanakan program SJSN. Hal ini terutama mengingat BPJS, sebagaimana amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, saat ini belum terbentuk. Pemerintah terus melaksanakan program Asuransi Kesehatan dan program Pensiun bagi PNS serta program Jamkesmas dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat sebagai tahap pra pelaksanaan SJSN. Pemerintah mengharapkan agar, dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, proses pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Badan Pengelola Jaminan Sosial (RUU BPJS) akan segera dapat diselesaikan bersama-sama antara DPR dengan Pemerintah. Selanjutnya, terkait dengan perlunya upaya untuk memastikan efisiensi belanja kesehatan publik, dan sistem kesehatan nasional, dapat disampaikan bahwa Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, mengenai perlunya setiap tahun anggaran, Pemerintah menerapkan ketentuan yang mendorong kementerian negara/lembaga sebagai pengguna anggaran, untuk memanfaatkan anggaran secara efisien dan efektif. Semangat peningkatan efiensi anggaran demikian akan terus dilanjutkan di tahun-tahun anggaran selanjutnya. Langkah-langkah peningkatan efisiensi, dan kualitas belanja di bidang kesehatan yang telah dan akan terus diterapkan antara lain meliputi: 1. Mendorong K/L agar pengalokasian anggaran satker mengacu pada prioritas -L.65 2. 3. 4. 5. 6. pembangunan nasional dalam RKP dan rencana kerja Kemenetrian Kesehatan TA 2012; Mengedepankan alokasi belanja modal untuk peningkatan sarana dan prasarana fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya di daerah perbatasan, daerah terpencil dan pulau-pulau kecil; Mengurangi kegiatan yang bersifat konsumtif, antara lain membatasi biaya perjalanan dinas, rapat-rapat, workshop, seminar, dan kegiatan sejenis, serta menekan biaya kegiatan pendukung (manajemen, monitoring, sosialisasi, safeguarding); Melarang pengalokasian anggaran untuk kegiatan-kegiatan yang bukan merupakan tugas dan fungsi kementerian Kesehatan, seperti perayaan atau peringatan hari besar nasional, hari raya agama, dan hari ulang tahun kementerian/lembaga; pemberian hadiah/tanda mata, karangan bunga, dan sebagainya untuk berbagai peristiwa; Mendorong pelaksanaan reformasi birokrasi dalam rangka menciptakan birokrasi yang efisien namun mampu memberikan pelayanan ke masyarakat secara efektif dan prima; Menerapkan sistem reward dan punishment dalam penganggaran. Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai beban pembayaran bunga utang yang semakin meningkat dalam tahun 2012, dapat kiranya disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pada dasarnya timbulnya beban bunga utang merupakan dampak dari pengadaan/penerbitan utang, baik yang baru ataupun yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Jumlah bunga utang tersebut setiap tahunnya mengalami fluktuasi, karena menyesuaikan skedul waktu pembayaran masing-masing instrumen utang, dan realisasi berbagai variabel ekonomi makro yang mempengaruhinya, seperti nilai, tukar dan tingkat bunga referensi. Sementara itu, rasio pembayaran bunga utang terhadap total belanja pemerintah pusat dalam beberapa tahun terakhir justru menunjukkan kecenderungan yang secara relatif, semakin menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa Pemerintah semakin memiliki ruang untuk membiayai pembangunan nasional. Sebagai gambaran, bila dibandingkan dengan belanja pemerintah pusat, maka pada tahun 2005 sekitar 18,1 persen dari total belanja pemerintah pusat dialokasikan untuk membayar bunga utang, sementara pada tahun 2009 proporsi tersebut jauh menurun sehingga hanya menjadi 14,9 persen. Sejauh ini, Pemerintah telah melakukan upaya-upaya dalam mengendalikan beban bunga utang, antara lain dengan mengurangi biaya diskon yang dikeluarkan dengan pemilihan seri dan waktu yang tepat dalam setiap penerbitan SBN, melakukan buyback dan debt switching terhadap SBN yang mempunyai tingkat kupon yang tinggi, memilih pemberi pinjaman secara selektif yang memiliki -L.66 perencanaan dan preferensi pembiayaan yang lebih jelas dan sesuai dengan kegiatan prioritas, meningkatkan penyerapan pinjaman dan/atau kinerja kegiatan, memaksimalkan tawaran konversi bunga pinjaman luar negeri, dan penggunaan hedging untuk meningkatkan kepastian terhadap pembayaran kewajiban utang baik dari pinjaman maupun SBN Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai rencana pemerintah menurunkan anggaran subsidi listrik tahun 2012 menjadi Rp45 triliun melalui kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL), dapat kiranya disampaikan penjelasan sebagai berikut. Dalam RAPBN TA 2012, Pemerintah berencana akan menyesuaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) rata-rata sebesar 10 persen sejak awal bulan April 2012. Namun demikian, Pemerintah tetap berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah, dengan tidak memberlakukan kenaikan TTL bagi pelanggan dengan daya 450 watt. Kebijakan ini, bertujuan agar harga listrik bersubsidi benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang berhak (real targeted), yaitu masyarakat berpenghasilan rendah, dan industri kecil menengah. Sesuai dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Pemerintah sesuai dengan kewenangannya, menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan tarif tenaga listrik untuk konsumen ditetapkan dengan memperhatikan keseimbangan konsumen dan pelaku usaha. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam mengambil kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik tahun 2012, Pemerintah akan melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Untuk mengendalikan anggaran subsidi listrik, Pemerintah terus berupaya untuk menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik melalui optimalisasi bauran energi (energy mix) untuk bahan bakar pembangkit listrik. Optimaliasi energy mix tersebut dilakukan terutama dengan cara menurunkan penggunaan BBM, serta menjamin dan menjaga ketersediaan pasokan gas bumi, batubara, dan jenis energi lainnya. Pemerintah juga telah mengambil langkah-langkah untuk mengupayakan terpenuhinya pasokan gas melalui: percepatan pembangunan infrastruktur gas (Floating Storage and Regasification Unit/FSRU, dan pipa jaringan gas), memonitor dan mengkoordinasikan kepastian pasokan gas bagi PLN, dan memonitor penyelesaian masalah lintas sektor yang berpotensi membuat terkendalanya pasokan gas. Dalam proyek 10.000 MW Tahap I, Pemerintah telah berupaya untuk memastikan pelaksanaan commercial operation date (COD) tepat waktu melalui langkahlangkah antara lain: peningkatan peran pengawasan unit struktural untuk mengawasi pelaksanaan penyelesaian proyek oleh PLN; koordinasi secara ketat dengan PLN dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan penyelesaian proyek; pelaporan perkembangan hasil monitoring dan evaluasi kepada Menko Bidang -L.67 Perekonomian dengan tembusan kepada Presiden, Wapres dan UKP4; memonitor penyelesaian masalah lintas sektor yang berpotensi membuat terkendalanya proyek PLTU 10.000 MW Tahap I; memonitor kepastian pasokan batubara, melakukan monitoring kWh produksi proyek yang sudah beroperasi (COD maupun operasi commissioning); serta melakukan monitoring terhadap penyelesaian pembangunan jaringan transmisi terkait proyek PLTU 10.000 MW Tahap I. Untuk meningkatkan efisiensi pembangkit tenaga listrik milik PT PLN (Persero) telah dilaksanakan dengan mekanisme merit order dalam pengoperasian pembangkit, sehingga diupayakan pembangkit yang berbahan bakar lebih murah dapat digunakan memikul beban dasar. Selain itu, juga dilakukan pengoptimalan operasi pembangkit IPP (Independent Power Product) melalui optimalisasi kapasitas operasional pembangkit sesuai kontrak, dan penambahan pasokan diatas kontrak (excess power) serta peningkatan peran captive power pembangkit Industri untuk menunjang sistem setempat (excess power). Dengan ditetapkannya target losses jaringan pada tahun 2012 sebesar 8,50 persen, yang jauh dibawah target APBN-P 2011 yang besarnya 9,36 persen, telah diambil langkah-langkah dengan merencanakan antara lain : memperbanyak trafo distribusi sisipan baru, mengurangi transfer energi dengan mempercepat COD pembangkit baru, penggunaan trafo distribusi low-losses, meningkatkan penertiban pencurian listrik, termasuk Penerangan Jalan Umum (PJU) ilegal, dan mendorong penggunaan listrik prabayar. Selain itu, Pemerintah juga mengupayakan pembenahan pada PT PLN agar tidak mengalami kesulitan likuiditas dengan memberikan margin usaha sebesar 7 persen pada tahun 2012. Dengan margin tersebut, diharapkan PT PLN akan memperoleh pendanaan dari obligasi (pinjaman) di pasar internasional, yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan investasinya. Terhadap pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai pembenahan mekanisme dan pola subsidi agar lebih akuntabel, tepat sasaran dan efisien, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pemerintah sependapat dan menyadari bahwa pola penyaluran subsidi BBM selama ini masih harus diperbaiki, dan sangat membebani anggaran negara. Untuk itu, Pemerintah telah dan sedang melakukan langkah-langkah agar pola subsidi, khususnya subsidi energi menjadi akuntabel, lebih tepat sasaran dan efisien. Langkah-langkah itu antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) melanjutkan program konversi minyak tanah ke LPG; (2) meningkatkan pemanfaatan energi alternatif; (3) mengendalikan penggunaan BBM Bersubsidi agar lebih tepat sasaran; (4) melakukan penghematan konsumsi BBM Bersubsidi; serta (5) menyempurnakan regulasi kebijakan subsidi BBM. Dengan langkah kebijakan di atas, diharapkan penyaluran subsidi menjadi lebih tepat sasaran, akuntabel, dan sekaligus dapat mengurangi alokasi belanja subsidi dalam APBN. -L.68 Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai penataan ulang kebijakan subsidi BBM melalui supply-side management dan demand-side management, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah menyadari bahwa pola subsidi BBM yang ada pada saat ini, masih perlu terus disempurnakan agar subsidi BBM lebih dapat dinikmati oleh masyarakat yang kurang mampu. Untuk itu, dari sisi supply, volume konsumsi BBM bersubsidi perlu dikendalikan dan dikurangi secara bertahap. Dalam kaitan ini, Pemerintah telah dan sedang melakukan beberapa upaya agar volume konsumsi BBM bersubsidi dapat dikurangi, antara lain dengan mengurangi volume minyak tanah bersubsidi melalui program konversi minyak tanah (mitan) bersubsidi dengan LPG tabung 3 Kg. Pada tahun 2006, volume mitan bersubsidi adalah sebanyak 10 juta KL, dan dengan program konversi ini volume mitan bersubsidi dapat dikurangi menjadi 1,8 juta KL pada tahun 2011 (APBN-P 2011). Program konversi mitan ke LPG tabung 3 Kg, di satu sisi, lebih tepat sasaran karena dapat dinikmati oleh masyarakat kurang mampu, di sisi lain juga menghasilkan penghematan atas beban belanja subsidi. Disamping itu, Pemerintah juga sedang mempersiapkan pengendalian kategori konsumen pengguna BBM bersubsidi, dengan tujuan agar penyaluran BBM bersubsidi menjadi lebih terarah, dan konsumsi BBM bersubsidi dapat dikurangi. Kebijakan lain yang akan ditempuh oleh Pemerintah untuk menurunkan volume BBM adalah dengan mengoptimalkan penggunaan energi alternatif untuk menggantikan BBM, seperti bahan bakar nabati, batubara dan panas bumi. Dari demand-side management, Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa peningkatan jumlah kendaraan bermotor, baik kendaraan pribadi, transportasi umum, dan layanan umum mempunyai implikasi negatif terhadap belanja subsidi BBM. Untuk itu, Pemerintah masih melakukan review pengendalian volume BBM bersubsidi melalui pengaturan jenis kategori kendaraan yang menggunakan BBM bersubsidi, dan wilayah (lokasi geografis) secara bertahap. Dengan pengendalian volume BBM bersubsidi dari supply-side management dan demand-side management ini, Pemerintah berharap volume BBM bersubsidi dapat diturunkan, dan beban belanja subsidi energi dapat dikurangi. Terhadap pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai perlunya diterapkan dua harga untuk BBM jenis premium, Pemerintah akan mengkaji pandangan ini secara komprehensif, mengingat penerapan harga yang berbeda untuk BBM jenis premium, selain membutuhkan sarana pendukung di SPBU, juga memerlukan sistem pengawasan distribusi yang ekstra karena adanya disparitas harga antara harga premium subsidi dan premium non subsidi akan menimbulkan moral hazard penyalahgunaan premium. Terhadap pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya mengenai kebijakan pengurangan subsidi melalui kenaikan tarif tenaga listrik dan pengendalian volume konsumsi BBM tidak ramah terhadap kondisi sebagian besar -L.69 masyarakat bangsa kita yang masih mengalami kesulitan ekonomi, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Alokasi anggaran subsidi diarahkan untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat dan meringankan beban masyarakat dalam memperoleh kebutuhan dasar dengan harga yang terjangkau. Pemerintah menyadari bahwa pola penyaluran subsidi saat ini masih belum tepat sasaran. Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), sebesar 53 persen konsumsi premium bersubsidi pada tahun 2010, digunakan untuk kendaraan mobil pribadi. Untuk itu, dalam jangka menengah, Pemerintah akan mengupayakan dan menata ulang (redesign) setiap kebijakan subsidi, agar penyalurannya lebih tepat sasaran. Subsidi akan lebih diarahkan kepada masyarakat yang memang berhak menerimanya (targeted subsidy). Terkait dengan itu, langkah-langkah Pemerintah dalam penataan kembali penyaluran BBM Bersubsidi dilakukan melalui revitalisasi kelembagaan dan penyempurnaan regulasi yang terkait dengan pendistribusian BBM Bersubsidi, diantaranya pengkategorisasian pengguna BBM Bersubsidi yang lebih akuntabel dan tepat sasaran. Untuk pelaksanaan pendistribusian BBM Bersubsidi yang lebih tepat sasaran, Pemerintah sedang menyiapkan pemilihan sistem pengendalian penyaluran BBM Bersubsidi, seperti alat kendali atau sistem cash-back. Selain itu, Pemerintah juga akan merevitalisasi pemanfaatan gas untuk transportasi sebagai pengganti bahan bakar minyak. Sementara itu, dalam rangka penataan subsidi listrik, Pemerintah akan mengambil kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) sebesar 10 persen mulai 1 April 2012. Namun demikian, Pemerintah tetap berpihak kepada masyarakat yang tidak mampu. Berkenaan dengan itu, kenaikan TTL tersebut hanya ditujukan untuk pelanggan rumah tangga golongan tarif 450 VA ke atas. Dengan demikian, diharapkan harga listrik bersubsidi benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang berhak (real targeted), yaitu masyarakat berpenghasilan rendah, dan industri kecil dan menengah. Selain itu, dalam rangka mengantisipasi dampak kenaikan tarif tenaga listrik, Pemerintah juga akan melakukan langkah-langkah untuk meminimalisasi inflasi akibat kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat. Berdasarkan data Bank Indonesia, setiap kenaikan TTL sebesar 10 persen pada golongan rumah tangga (kecuali daya 450VA), hanya menyebabkan sumbangan langsung terhadap inflasi sebesar 0,18 persen. Dengan demikian, diharapkan kenaikan TTL tersebut tidak akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat berpendapatan rendah. Selanjutnya, dalam rangka perbaikan tata kelola energi nasional, Pemerintah telah melakukan perubahan paradigma dalam pengelolaan sumber daya energi, dari revenue based menjadi economic growth, dimana pemanfaatan sumber daya energi lebih ditekankan dan diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri. Sesuai dengan RKP 2012, kebijakan ketahanan dan kemandirian energi akan diarahkan untuk : (i) meningkatkan produksi/lifting, dan cadangan -L.70 minyak bumi; (ii) meningkatkan pelayanan jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi; (iii) meningkatkan pemanfaatan gas bumi untuk keperluan industri di dalam negeri; (iv) menerapkan inisiatif energi bersih (Green Energy Initiatives) melalui peningkatan pemanfaatan energi terbarukan; (v) meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi; dan (vi) menyediakan subsidi energi yang tepat sasaran serta secara bertahap menurunkan besarnya nilai subsidi BBM. D. DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pemerintah menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang tinggi atas dukungan Fraksi Partai Demokrat mengenai penerapan System Reward and Punishment bagi setiap daerah, dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Pemerintah Pusat, selama ini terus menerus berusaha untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk kebijakan Transfer ke Daerah. Beberapa upaya Pemerintah Pusat terkait dengan hal ini, antara lain yaitu penetapan formulasi baku dalam penghitungan alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain itu, Pemerintah juga senantiasa berusaha untuk melaksanakan penyempurnaan proses penghitungan dan penetapan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) agar menjadi lebih transparan dan akuntabel bagi setiap daerah. Selanjutnya, penerapan System Reward and Punishment dalam rangka mendukung transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, juga terus menerus dilaksanakan sebagai bagian dari kebijakan Transfer ke Daerah, antara lain melalui mekanisme pemberian insentif kepada daerah-daerah yang berprestasi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, yaitu: daerah yang sudah melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat dengan baik, dan mendapatkan Opini WTP dan WDP atas LKPD dari BPK, serta daerah yang menetapkan APBD tepat waktu. Pada tahun 2010, Pemerintah telah mengalokasikan Rp1,3 triliun kepada 54 daerah berprestasi, selanjutnya pada tahun 2011 dialokasikan jumlah yang sama sebesar Rp1,3 triliun untuk 60 daerah berprestasi. Selain itu, juga diterapkan mekanisme pemberian sanksi atas keterlambatan penyampaian APBD, dan mekanisme prasyarat penyaluran dana transfer dan ketepatan waktu penyampaian APBD yang terbukti efektif dalam mendorong percepatan penetapan APBD. Pada tahun 2010, Pemerintah telah memberikan sanksi kepada 2 (dua) Pemerintah Daerah, sedangkan pada tahun 2011 sanksi diberikan kepada 19 daerah. Meningkatnya jumlah daerah yang diberikan sanksi tersebut terutama disebabkan penetapan batas akhir penyampaian APBD menjadi lebih awal, dari sebelumnya bulan Mei pada tahun 2010 menjadi bulan April pada tahun 2011. -L.71 Kebijakan reward dan punishment dimaksudkan untuk mendorong daerah agar melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan peruntukan secara tepat waktu. Lebih jauh lagi, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mendorong agar daerah berkinerja secara lebih baik, dalam hal pengelolaan keuangan, pelaksanaan di lapangan, maupun pencapaian hasil-hasil dari program kegiatan yang semaksimal mungkin memberikan manfaat bagi masyarakat lokal. Jenis reward yang sudah diberikan antara lain dalam bentuk pemberian Dana Insentif Daerah (DID), sedangkan jenis punishment yang sudah diterapkan berupa: penundaan DAU sebagai sanksi keterlambatan penyampaian Perda APBD, penundaan penyaluran DAK karena belum melaksanakan dan melaporkan penyerapan DAK tahap sebelumnya, penundaan penyaluran DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebagai sanksi atas keterlambatan pelaksanaan dan pelaporan DBH CHT, penundaan Dana Penyesuaian sebagai sanksi atas tidak dilaksanakan dan dilaporkannya penyerapan dana penyesuaian tahap sebelumnya, dan sebagainya. Dengan System Reward and Punishment diharapkan peningkatan kinerja pengelolaan keuangan daerah menjadi suatu kebutuhan rutin dan bukan lagi sekedar kewajiban. Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Golongan Karya mengenai perubahan postur anggaran ke arah yang lebih bercorak desentralistik dengan meningkatkan porsi Transfer ke Daerah untuk memperkuat daerah dengan pusat pertumbuhan yang tersebar, dapat disampaikan bahwa Pemerintah sependapat dengan hal itu. Hal ini tercermin dari berbagai upaya yang terus dilakukan Pemerintah, antara lain melalui peningkatan porsi anggaran transfer ke daerah dari tahun ke tahun, seperti realokasi program BOS dan tunjangan profesi guru yang semula dialokasikan melalui Kementerian Pendidikan Nasional, mulai tahun 2011 telah direalokasikan ke dalam pos belanja transfer ke daerah. Di samping itu, Pemerintah juga terus menggalakan pembangunan infrastruktur di daerah, termasuk pembangunan infrastruktur perdesaan, melalui program pemberdayaan masyarakat (PNPM Infrastruktur Perdesaan) yang terus dibarengi dengan perluasan cakupan daerah penerimanya. Selain itu, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk DAK, khususnya DAK Infrastruktur Jalan, DAK Infrastruktur Air Minum, DAK Infrastruktur Sanitasi dan Irigasi untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar bagi masyarakat dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran nasional. Sejalan dengan berbagai upaya tersebut, proporsi belanja negara untuk transfer ke daerah mangalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari sebesar 29,5 persen pada tahun 2005, meningkat menjadi sebesar 32,7 persen dalam RAPBN 2012. Namun, dalam rangka meningkatkan peran Transfer ke Daerah agar dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik oleh daerah, maka diperlukan peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah, yang meliputi: -L.72 a. Perbaikan quality of spending yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah memiliki fungsi alokasi dan distribusi yang dapat mengarahkan pendapatan yang diterima kepada sektor produktif perekonomian di daerah yang memiliki nilai tambah yang besar, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. b. Penguatan kelembagaan pemerintahan daerah dan swasta untuk bersama-sama mendukung implementasi good governance. c. Peningkatan kompetensi PNSD, baik hard competence maupun soft competence. Sinkronisasi belanja K/L dengan Transfer ke Daerah dalam hal kewenangan atau urusan yang sebenarnya telah menjadi kewenangan/urusan daerah. Pada dasarnya Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai semakin besarnya porsi dana transfer ke daerah dari APBN menunjukkan semakin besarnya peranan pemerintah daerah dalam pembangunan nasional. Hal ini sesuai dengan prinsip “uang mengikuti fungsi”, dimana besarnya dana yang ditransfer ke daerah mengikuti banyaknya kewenangan pusat yang telah dialihkan ke daerah. Seiring dengan semakin besarnya dana yang dikelola oleh pemerintah daerah, Pemerintah juga sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai perlunya peningkatan kualitas pengalokasian pengeluaran APBD agar lebih berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan, dan pelayanan masyarakat. Untuk itu, sejak tahun 2010, telah dialokasikan dana insentif daerah guna merangsang pemerintah daerah melakukan manajemen keuangan dan pemerintahan yang lebih berkualitas. Beberapa kriteria yang digunakan sebagai dasar alokasi dana insentif daerah, yaitu: pencapaian kinerja di bidang pengelolaan keuangan, kinerja pendidikan, dan kinerja ekonomi kesejahteraan. Penggunaan kriteria tersebut diharapkan mampu memotivasi daerah untuk melakukan pengelolaan APBD yang lebih efektif. Meskipun demikian, Pemerintah sependapat bahwa formulasi Dana Insentif Daerah perlu terus disempurnakan, agar sejauh mungkin dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja daerah. Dapat disampaikan, bahwa variabel yang digunakan dalam formula Dana Insentif Daerah sekarang ini adalah: (1) faktor eligibilitas, yang berupa opini BPK dan ketepatan waktu penetapan APBD; dan (2) faktor teknis, yang dipengaruhi oleh 3 aspek, yaitu aspek keuangan, aspek pendidikan, dan aspek ekonomi dan kesejahteraan. Faktor eligibilitas yang berupa opini BPK dan ketepatan waktu penetapan APBD dimaksudkan agar daerah yang berhak mendapatkan transfer ini adalah daerahdaerah yang benar-benar kualitas pengelolaan keuangannya baik dan taat dengan aturan, sehingga dapat meminimalisir kebocoran dana publik. Selanjutnya, faktor teknis digunakan untuk menentukan peringkat daerah diantara daerah-daerah -L.73 yang “layak” mendapatkan dana insentif tersebut, sehingga pada akhirnya yang mendapatkan dana tersebut dapat dikatakan merupakan daerah-daerah yang terbaik. Faktor teknis ini diharapkan akan mendorong daerah untuk lebih berupaya meningkatkan kualitas pendapatan dan belanjanya, kualitas pendidikan di daerahnya, dan juga kualitas pencapaian perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan berkaitan dengan pentingnya penajaman dan efektifitas anggaran yang didaerahkan untuk kemajuan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Karena itu, Pemerintah telah mengupayakan alokasi anggaran yang lebih berimbang, sekaligus melakukan percepatan ekonomi yang berkeadilan antara pusat dan daerah. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan yang cukup signifikan pada alokasi Transfer ke Daerah (Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian) dari sebesar Rp81,1 triliun pada tahun 2001 menjadi sebesar Rp412,5 triliun pada APBN-P 2011, dan Rp464,4 triliun pada RAPBN 2012. Namun demikian, perlu pula kiranya dipahami bahwa DAU dan DBH yang merupakan komponen terbesar dari dana perimbangan tersebut bersifat block grant, artinya pemanfaatan kedua sumber dana tersebut sepenuhnya merupakan diskresi Pemerintah Daerah. Dengan demikian, peningkatan kualitas penggunaan dana transfer tersebut bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, sangat tergantung pada prioritas pembangunan di masing-masing daerah otonom. Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan kualitas pengelolaan anggaran di daerah adalah dengan melaksanakan reward and punishment. Reward dilaksanakan melalui pengalokasian Dana Insentif Daerah, yang terutama ditujukan kepada daerah berprestasi yang memiliki kriteria keuangan, kriteria kinerja ekonomi dan kesejahteraan yang baik, serta tetap mengupayakan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik, sedangkan punishment dilaksanakan melalui penundaan alokasi dana perimbangan tertentu bagi beberapa kondisi yang tidak dapat dipenuhi oleh daerah, misalnya: (a) daerah akan mengalami penundaan DAU apabila tidak menyampaikan Perda APBD sampai dengan batas waktu yang ditentukan; serta (b) alokasi DAK tahap ke dua tidak akan dilaksanakan sebelum daerah penerima mengirimkan laporan penggunaan DAK tahap pertama. Selanjutnya, dalam kaitannya dengan pelaksanaan Dana Otonomi Khusus, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, Mabes TNI, Bappenas, Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Dalam Negeri telah berkoordinasi dengan BPK RI guna membahas hasil pemeriksaan BPK atas penggunaan Dana Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat. Pada rapat tersebut, Pemerintah sependapat bahwa capaian pembangunan di kedua provinsi tersebut masih jauh dari harapan meningkatkan infrastruktur, dan taraf hidup masyarakat setempat, sesuai dengan -L.74 amanah dalam UU Nomor 21 tentang Otonomi Khusus Papua sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 35 tahun 2008. Untuk itu, saat ini, Pemerintah sedang berupaya merampungkan Rancangan Peraturan Presiden yang mengamanahkan terbentuknya lembaga khusus untuk mengendalikan pelaksanaan percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat dengan nama Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), yang bertanggungjawab secara langsung kepada Presiden RI, dan bekerja dibawah koordinasi dan pengawasan Wakil Presiden RI. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya mengenai pengalokasian dana transfer yang tidak berimbang, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut: Distribusi alokasi dana transfer yang didominasi oleh dana perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) serta Dana Otonomi Khusus, ke masingmasing daerah harus dilihat secara utuh. Pada umumnya, daerah yang memiliki sumber daya pajak dan sumber daya alam yang tinggi, akan mendapatkan DAU dan DAK yang lebih rendah, demikian juga sebaliknya. Pertimbangan lain yang digunakan dalam alokasi dana perimbangan adalah indikator tugas pemerintah daerah adalah melayani penduduk dan mengelola wilayah, serta mendanai pegawai daerah sebagai pelayan penduduk dan pengelola wilayah. Karena itu, variabel yang digunakan dalam perhitungan DAU dan DAK adalah jumlah penduduk dan luas wilayah, serta belanja PNSD, di samping mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. Terkait dengan peninjauan kembali atas Dana Transfer ke Daerah, Pemerintah telah merancang Revisi UU No.33 Tahun 2004, yang pada intinya meninjau kembali penetapan porsi DBH, formula DAU, dan kriteria DAU untuk mendapatkan distribusi dana ke daerah yang lebih berimbang. Terhadap pandangan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai formula baku yang mampu menjamin terlepasnya penyusunan dana transfer ke daerah dari proses loby maupun mafia anggaran, dapat kiranya disampaikan tanggapan sebagai berikut: pada dasarnya, perhitungan alokasi dana Transfer ke Daerah dilaksanakan dengan menggunakan formula baku sebagaimana telah diatur di dalam UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam hal ini, Dana Bagi Hasil dihitung dengan menggunakan persentase tertentu, Dana Alokasi Umum dihitung menggunakan formula dengan mendasarkan pada alokasi dasar dan celah fiskal, sedangkan DAK dihitung dengan menggunakan kriteria umum, khusus, dan teknis. Dana Transfer ke Daerah tersebut selalu diupayakan agar benar-benar dialokasikan untuk daerah yang tidak maju. Hal titu sejalan dengan salah satu arah kebijakan anggaran Transfer ke Daerah dalam NK dan RAPBN TA 2012, yaitu meningkatkan kapasitas fiskal daerah, dan mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance). -L.75 Demikian juga, dengan kebijakan penyusunan dana penyesuaian yang diarahkan untuk meningkatkan perhatian terhadap percepatan pembangunan infrastruktur di daerah, terutama daerah tertinggal, dengan berdasarkan kepada peta permasalahan dan potensi masing-masing daerah, sebagai dasar penyusunan output, outcome dan program yang tepat, yang akan diselaraskan dengan program yang sudah ada. Menanggapi pandangan dan permintaan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai DBH, DAU, dan DAK, serta pemanfaatan dana DAU dan DAK agar lebih difokuskan untuk kegiatan-kegiatan yang mendukung pertumbuhan ekonomi, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemerintah pada hakikatnya sependapat bahwa perhitungan atas alokasi DBH, DAU, dan DAK harus didasarkan pada akurasi data, serta penetapan dan penyaluran yang tepat waktu. Hal ini sejalan dengan kebijakan perhitungan DAU dan DBH, yang akan lebih meningkatkan akurasi data melalui koordinasi dengan institusi penyedia data. Di samping itu, secara terus menerus juga telah dilakukan penyempurnaan sistem penyaluran DBH tepat waktu, dan tepat jumlah. Upaya ini, terlihat dari dilaksanakannya kebijakan penyaluran Transfer ke Daerah sejak tahun 2008 melalui pengaturan dalam PMK Nomor 04/PMK.07/2008, yang disempurnakan pada tahun 2009 dengan PMK Nomor 21/PMK.07/2009, dan dilanjutkan penyempurnaannya pada tahun 2010 dengan PMK No 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. Terkait dengan penggunaan DAU dan DAK untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang mendukung pertumbuhan ekonomi, dapat disampaikan bahwa DAU merupakan anggaran yang bersifat block grant, yang penggunaannya merupakan diskresi daerah, dan tidak ditentukan oleh pemerintah pusat. Namun demikian, dalam kebijakan anggaran Transfer ke Daerah, diantaranya akan ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah, dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah, serta mendukung kesinambungan fiskal nasional dalam rangka kebijakan ekonomi makro yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Selanjutnya, DAK yang bersifat specific grant, kebijakannya diarahkan untuk mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran nasional, dan ditujukan untuk mendukung tema RKP 2012, yaitu Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan bagi Kesejahteraan Rakyat. E. PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, PENGELOLAAN UTANG, DAN RISIKO FISKAL Terhadap pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat mengenai -L.76 kebijakan defisit anggaran, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pemerintah berterimakasih atas apresiasi yang disampaikan Fraksi Partai Demokrat terhadap usaha Pemerintah dalam mengendalikan tingkat defisit anggaran dalam rangka menjaga kesinambungan fiskal jangka menengah, disaat beberapa negara Eropa mengalami krisis fiskal dan utang pemerintah, akibat kenaikan defisit yang mencapai lebih 10 persen terhadap PDB. Selain itu, Pemerintah juga berterimakasih atas dukungan Fraksi Partai Demokrat terhadap usaha Pemerintah untuk menurunkan angka defisit menuju anggaran yang berimbang. Kebijakan defisit anggaran dalam penyusunan APBN tersebut terutama dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan belanja negara dalam memberikan stimulus fiskal guna mencapai target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan. Namun demikian, penetapan besaran defisit APBN setiap tahun senantiasa juga disesuaikan dengan optimalisasi pendapatan negara, efisiensi belanja Negara, kemampuan sumber-sumber pembiayaan, dan kebutuhan belanja prioritas, dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi perekonomian pada tahun bersangkutan dan prospeknya ke depan. Untuk menjaga kesinambungan fiskal jangka menengah, dalam menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, selama ini Pemerintah konsisten untuk menjaga defisit kumulatif APBN dan APBD dibawah ambang batas 3 persen terhadap PDB. Hal ini sesuai dengan amanah Undang-Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Peraturan Pemerintah No.23 tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN, APBD, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penentuan target defisit RAPBN 2012 sebesar Rp125,6 triliun atau 1,5 persen PDB telah memperhitungkan faktor target pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai pada tahun 2012 yaitu sebesar 6,7 persen. Sejalan dengan target defisit yang telah ditetapkan tersebut, Pemerintah juga menetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit, baik pembiayaan utang maupun nonutang, agar selaras dengan upaya Pemerintah untuk menurunkan rasio utang terhadap PDB. Kebijakan Pemerintah dalam usaha menetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit, antara lain: 1. Pembiayaan defisit dilakukan dengan memperhatikan upaya mencapai kemandirian bangsa dengan melakukan pengurangan stok utang, baik utang dalam negeri maupun luar negeri. Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, Pemerintah akan terlebih dahulu memaksimalkan sumber pembiayaan non utang yang tidak membebani APBN. Dalam hal sumber pembiayaan non utang tidak mencukupi, pembiayaan defisit akan dipenuhi melalui utang yang dilakukan secara hati-hati, dengan memperhitungkan biaya, risiko, dan kapasitasnya, serta transparan dan akuntabel. -L.77 2. Pembiayaan utang melalui pengadaan pinjaman lebih diprioritaskan dari sumber domestik dibandingkan dengan dari luar negeri. Pengadaan pinjaman luar negeri diutamakan pinjaman yang berasal dari kreditur multilateral dan bilateral yang tidak memiliki agenda politik, terutama terhadap komitmen pinjaman yang telah disepakati sesuai dengan perjanjian. Selanjutnya, Pemerintah akan memaksimalkan penggunaannya untuk membiayai kegiatan prioritas yang memberikan dampak positif bagi upaya penurunan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, Pemerintah juga menginisiasi Komitmen Jakarta yang ditandatangani antara Pemerintah dengan mitra pembangunan, baik multilateral maupun bilateral. Salah satu tujuan Komitmen Jakarta ini adalah dalam rangka meningkatkan country system dan ownership pelaksana yang dilakukan dengan mendorong pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah. 3. Penetapan pembiayaan melalui penerbitan SBN dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan, ketersediaan alternatif sumber pembiayaan, kondisi portofolio dan risiko utang, kondisi infrastruktur dan daya serap pasar SBN, serta perkembangan makro ekonomi, baik domestik maupun global. Hal ini dilakukan agar tujuan pengelolaan SBN untuk membiayai defisit anggaran dengan biaya yang minimal dan pada tingkat risiko yang terkendali dapat tercapai. 4. Terkait dengan usulan pencantuman data pelunasan SBN yang jatuh tempo dan penerbitan SBN baru agar disampaikan dalam Nota Keuangan, dapat kiranya dijelaskan bahwa konsep neto dalam UU APBN dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas bagi Pemerintah dalam melakukan pengelolaan portofolio, dan operasi penerbitan SBN secara lebih efisien dan efektif. Fleksibilitas ini, baik dalam hal penentuan komposisi jumlah dan jenis instrumen SBN yang akan diterbitkan, pembayaran pokok, dan pembelian kembali SBN, dengan tetap memperhatikan target SBN neto. Data pelunasan SBN yang jatuh tempo dan penerbitan SBN baru dapat saja dicantumkan dalam Nota Keuangan, namun data tersebut akan tidak mengikat dan dapat berubah, karena menyesuaikan operasi pengelolaan SBN, terutama untuk portofolio masing-masing SBN dan realisasi penerbitan maupun pembelian kembali pada akhir tahun anggaran. Jumlah pasti dan detail dari penerbitan dan pembelian kembali SBN dilaporkan dalam LKPP. 5. Dalam rangka diversifikasi instrumen pembiayaan utang yang potensial, Pemerintah saat ini sedang menyiapkan infrastruktur dan suprastruktur dalam mendukung proses penerbitan SBSN dengan underlying project (project-based sukuk). Berkenaan masukan dari Fraksi Partai Golongan Karya untuk meningkatkan defisit RAPBN 2012 menjadi 3 persen dengan konsekwensi menambah pembiayaan -L.78 sebesar Rp125,6 triliun, yang dimaksudkan untuk belanja modal, terutama untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, khususnya pangan, kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan lapangan kerja, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Alokasi belanja modal pada RAPBN tahun 2012 yang direncanakan sebesar Rp168,1 triliun atau 2,1 persen terhadap PDB telah pula memperhitungkan pencapaian sasaran-sasaran pembangunan sesuai dengan arah kebijakan, tema dan prioritas pembangunan dalam RKP tahun 2012. Apabila dibandingkan dengan APBN-P 2011, anggaran belanja modal dalam RAPBN 2012 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp27,2 triliun, atau meningkat sebesar 19,3 persen. Peningkatan ini diantaranya telah memperhitungkan untuk penyediaan infrastruktur dasar termasuk infrastruktur energi, ketahanan pangan dan komunikasi. Terkait dengan dukungan Fraksi Partai Demokrat, bahwa Pemerintah kedepan harus terus melakukan usaha-usaha untuk menurunkan angka defisit anggaran menuju anggaran berimbang, dapat disampaikan bahwa meskipun angka defisit anggaran menuju anggaran berimbang, kebijakan-kebijakan yang diambil di tahuntahun yang akan datang tetap mendukung pencapaian sasaran-sasaran pokok RPJMN 2010 – 2014 dengan pendekatan empat pilar, yaitu: pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment. Selain itu, pada dasarnya Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai perlunya penetapan besaran defisit tersebut telah mempertimbangkan optimalisasi pendapatan negara dan efisiensi belanja negara, serta mengutamakan belanja untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat prioritas, sehingga dapat mendorong kesinambungan fiskal. Kebijakan optimalisasi pendapatan negara akan dilakukan, salah satunya melalui kebijakan penerimaan perpajakan. Pada tahun 2012, kebijakan penerimaan perpajakan akan dilaksanakan melalui kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, dengan mengeluarkan kebijakan sebagai berikut: (a) melanjutkan pokok-pokok kebijakan perpajakan yang telah dilakukan di tahun 2011; (b) melakukan perbaikan pelayanan dan penyuluhan perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela; (c) melakukan perbaikan kebijakan perpajakan untuk mendukung optimalisasi pendapatan negara dan mendukung kegiatan ekonomi, termasuk dengan pemberian insentif fiskal; (d) melakukan pembenahan internal aparatur dan sistem perpajakan; (e) melakukan penegakan hukum (law enforcement) kepada wajib pajak yang tidak patuh; serta (f) mensinergikan unsur pemerintah dalam penggalian potensi perpajakan dengan memberikan dukungan data/informasi kepada Kementerian Keuangan. Selanjutnya, dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan anggaran, pada tahun anggaran 2010 telah dilaksanakan penerapan kebijakan reward dan punishment kepada K/L, dan hal yang sama akan diterapkan pula pada -L.79 tahun anggaran 2011. Dalam hal K/L melakukan optimalisasi anggaran belanja pada tahun sebelumnya dapat menggunakan hasil optimalisasi tersebut pada tahun berjalan, maka K/L dalam hal ini mendapat “reward”. Sedangkan apabila K/L yang tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran belanja tahun sebelumnya (sebagian tidak terserap), maka jumlah anggaran yang tidak terserap tersebut akan menjadi faktor pengurang dalam penetapan alokasi anggaran pada tahun berikutnya, maka dalam hal ini K/L mendapat “Punishment”. Selain itu, kebijakan penghematan belanja negara antara lain ditempuh dengan menerbitan Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga, guna meningkatkan kualitas belanja dan pengamanan APBN. Berkaitan dengan itu, setiap K/L wajib mengambil langkahlangkah dalam rangka penghematan belanja tersebut, yang diwujudkan dengan melakukan penghematan anggaran minimal 10% dari pagu K/L. Hal ini antara lain dapat dilakukan melalui: (a) membatasi perjalanan dinas, kecuali perjalanan dinas yang benar-benar penting dan mendesak; (b) membatasi penyelenggaraan rapat, rapat kerja, seminar, workshop, dan konsinyering di luar kantor; (c) mewajibkan adanya document clearance (ijin prinsip) dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Pekerjaan Umum, dan BPKP untuk pembangunan baru gedung kantor yang tidak terkait dengan pelayanan, seperti gedung kantor, mess, wisma, rumah dinas, rumah jabatan dan sejenisnya; (d) membatasi belanja operasional, kecuali untuk operasional pertahanan dan ketertiban; serta (e) menetapkan kegiatan yang dibatasi, bahkan kegiatan yang dilarang. Kegiatan yang dibatasi antara lain adalah pengadaan kendaraan dinas, pembangunan gedung, dan rumah dinas. Sedangkan kegiatan yang dilarang adalah penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bukan merupakan tugas/fungsi kementerian/lembaga, serta tidak sesuai dengan prioritas nasional, dan prioritas kementerian/lembaga; dan (f) penghematan lainnya yang terkait dengan belanja nonoperasional. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat terkait antisipasi gejolak perekonomian global yang dapat menimbulkan efek sudden reversal pada pasar keuangan domestik, kiranya dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut: 1. Pemerintah dalam mengantisipasi sejumlah tantangan perekonomian global mengupayakan hal-hal sebagai berikut: a. Mempertahankan keadaan makro ekonomi yang kondusif, dengan melaksanakan kebijakan fiskal yang mendukung pertumbuhan ekonomi, dan tersedianya lapangan kerja; b. Mengarahkan arus modal yang masuk untuk penanaman modal langsung dalam meningkatkan pertumbuhan pada sektor riil; -L.80 c. Memperkuat sektor domestik untuk melindungi dari dampak global, diantaranya dengan mengendalikan inflasi untuk mempertahankan daya beli masyarakat melalui pemberian subsidi dan apresiasi nilai tukar rupiah. 2. Pemerintah dan Bank Indonesia telah memiliki rangkaian parameter indikator risiko pasar keuangan yang terus dipantau dalam hal terjadi pergerakan yang mengarah pada krisis pasar keuangan. Selain itu, Pemerintah dan Bank Indonesia telah memiliki protokol manajemen krisis (crisis management protocol) yang siap untuk dieksekusi dalam hal terjadi pergerakan indikator yang mengarah pada krisis pasar keuangan. 3. Dalam mengantisipasi krisis di sektor perbankan, Pemerintah bersama Bank Indonesia sedang menyelesaikan aturan mengenai jaring pengaman sektor keuangan (JPSK). 4. Pemerintah tidak secara langsung membatasi peningkatan kepemilikan asing dalam instrumen SBN, mengingat selain Indonesia menganut rezim devisa bebas, secara operasional langkah juga ini tidak mudah untuk dilakukan. 5. Peningkatan arus modal asing yang masuk ke pasar keuangan di Indonesia, termasuk pasar SBN, pada dasarnya memiliki dampak positif dalam hal meningkatkan likuiditas pasar SBN dan menurunkan tingkat imbal hasil yang diharapkan oleh investor (yield), sehingga menurunkan biaya utang Pemerintah. Namun, disadari bahwa terdapat potensi sudden reversal yang dapat membahayakan tidak hanya pasar SBN, namun juga pasar keuangan secara keseluruhan. Oleh karena itu, upaya yang telah dilakukan antara lain dengan menyempurnakan indikator protokol manajemen krisis dan menyusun mekanisme penanganan krisis melalui Bond Stabilization Framework (BSF). Menanggapi pandangan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya terkait usulan restrukturisasi dan moratorium utang kiranya dapat dijelaskan bahwa Pemerintah cenderung berhati-hati dalam mengambil langkah tersebut. Khususnya moratorium dapat membentuk persepsi investor/kreditor dan lembaga rating sebagai event of default (gagal bayar) oleh Pemerintah. Hal ini dapat memicu cross default untuk semua utang, dan pada akhirnya akan meningkatnya biaya pengadaan utang dimasa yang akan datang. Sedangkan untuk restrukturisasi, kiranya akan dilakukan terbatas pada terms and conditions pinjaman yang tidak mempengaruhi berkurangnya jumlah pinjaman sebagaimana moratorium. Terhadap pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menilai bahwa program Klaster 3 Kredit Usaha Rakyat (KUR) belum optimal untuk mengangkat usaha mikro yang rentan, sehingga ke depan perlu diperkuat dengan program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan ditingkatkan dengan memberikan subsidi bunga atau margin untuk usaha mikro dan kecil yang rentan, serta perlunya mendorong perbaikan alokasi proporsi KUR agar dapat mendorong pertumbuhan usaha mikro dan kecil berbasis agrobisnis, dapat disampaikan tanggapan sebagai -L.81 berikut. Pemerintah sependapat mengenai perlunya upaya pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah tidak cukup hanya melalui program KUR, namun juga perlu disinergikan dan diperkuat dengan program-program lain seperti program Kelompok Usaha Bersama (KUBE), dan pemberian subsidi bunga. Di dalam program KUBE, Pemerintah memberikan bantuan modal usaha dan alat produksi berusaha bagi kelompok masyarakat ekonomi lemah. Dana yang telah dikembalikan oleh satu kelompok masyarakat, selanjutnya dapat dipergunakan oleh kelompok masyarakat yang lain. Dengan program KUBE, diharapkan akan semakin banyak tumbuh dan bermunculan KUMKM, yang selanjutnya dapat memperoleh tambahan modal melalui program KUR untuk mengembangkan usahanya. Sementara itu, untuk mendorong pertumbuhan usaha mikro dan kecil yang berbasis agrobisnis, Pemerintah telah menaikkan plafon KUR tanpa agunan dari Rp5 juta menjadi Rp20 juta, serta penghapusan persyaratan Sistem Informasi Debitur (SID) kepada KUMKM yang mengajukan kredit s.d. Rp5 juta, yang selama ini menjadi salah satu faktor penghambat dalam penyaluran KUR. Selain itu, Pemerintah saat ini, juga telah memberikan bantuan bagi usaha mikro, dengan memberikan subsidi bunga kredit program, terutama dalam upaya peningkatan ketahanan pangan, dan mendukung program diversifikasi energi. Dalam RAPBN 2012, Pemerintah telah mengalokasikan subsidi bunga kredit program sebesar Rp1.234,4 miliar, yang antara lain terdiri dari: (1) Imbal Jasa Penjaminan KUR sebesar Rp706,9 miliar; dan (2) Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) sebesar Rp274,8 miliar. Selain mensinergikan program KUR dengan program pemberdayaan KUMKM yang lain, Pemerintah juga telah melakukan langkah-langkah kebijakan yang bertujuan untuk terus mendorong perbaikan program KUR, antara lain melalui: (1) pemberian tambahan PMN kepada Perusahaan Penjamin KUR sebesar masingmasing Rp1,8 triliun dan Rp2,0 triliun pada APBN 2010 dan 2011, serta Rp2,0 triliun dalam RAPBN 2012, yang bertujuan untuk menjaga sustainability program KUR dan meningkatkan kapasitas penjaminan KUR; (2) menaikkan tingkat Imbal Jasa Penjaminan (IJP) yang diterima perusahaan penjaminan, yaitu dari 1,5 persen menjadi 3,25 persen, untuk menjaga agar modal PMN yang perusahaan penjaminan KUR tidak tergerus; (3) menurunkan suku bunga KUR, untuk kredit s.d. Rp5,0 juta dari 24 persen menjadi 22 persen, dan kredit di atas Rp5,0 juta s.d. Rp500,0 juta, dari 16 persen menjadi 14 persen; dan (4) penambahan bank pelaksana penyalur KUR dari kelompok Bank Pembangunan Daerah. -L.82