11 sebagai antibakteri. Oleh karena itu, fraksi II dipilih untuk analisis tahap selanjutnya, yaitu penentuan KHM dan KBM. Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh Minimum Konsentrasi hambat minimum (KHM) merupakan konsentrasi terendah ekstrak yang tidak menunjukkan tanda pertumbuhan bakteri yang dapat teramati. Sementara itu, konsentrasi bunuh minimum (KBM) merupakan konsentrasi terendah ekstrak yang tidak menghasilkan tanda pertumbuhan bakteri setelah subkulturisasi kedua pada media steril yang baru (Batubara et al. 2009). Hasil pengujian menunjukkan bahwa fraksi teraktif kulit batang berenuk memiliki nilai KHM terhadap bakteri S. aureus dan E. coli masing-masing sebesar 0.20 dan 0.10 mg/mL (Lampiran 8). Nilai KBM fraksi teraktif terhadap kedua bakteri tersebut masing-masing bernilai 10.00 dan 5.00 mg/mL (Lampiran 9). Dengan demikian, pada konsentrasi sebesar 0.20 dan 0.10 mg/mL, fraksi teraktif ekstrak n-heksana kulit batang berenuk telah mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli; dan pada konsentrasi 10.00 dan 5.00 mg/mL, fraksi teraktif telah mampu membunuh kedua jenis bakteri uji tersebut. Hasil Uji Fitokimia Uji fitokimia merupakan uji kualitatif yang digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam sampel. Dalam penelitian ini, uji fitokimia dilakukan terhadap ekstrak metanol kasar, ekstrak teraktif hasil partisi, dan fraksi teraktif hasil fraksinasi dengan kromatografi kolom. Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak metanol, ekstrak teraktif, dan fraksi teraktif kulit batang berenuk ditunjukkan pada tabel berikut. SIMPULAN DAN SARAN Tabel 2 Hasil uji fitokimia Komponen Flavonoid Saponin Tanin Alkaloid Triterpenoid Steroid Ekstrak metanol + + + + + Keterangan: + : terdeteksi komponen - : tidak terdeteksi komponen Fraksi n-heksana + + + Berdasarkan uji fitokimia, diketahui bahwa fraksi teraktif ekstrak n-heksana kulit batang berenuk mengandung senyawa golongan alkaloid dan steroid. Golongan alkaloid dikenal karena toksisitasnya, namun tidak semua senyawa alkaloid bersifat toksik. Beberapa diantaranya telah digunakan sebagai obat analgesik, antiplasmodik, dan memiliki efek bakterisidal (Ogbuagu 2008). Steroid juga merupakan senyawa metabolit sekunder yang telah dikenal berfungsi sebagai penolak serangga dan serangan mikroba (Harborne 1987). Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri diprediksi melalui penghambatan sintesis dinding sel yang akan menyebabkan lisis pada sel sehingga sel akan mati (Lamothe et al. 2009). Variasi kerentanan organisme uji dapat diakibatkan oleh faktor intrinsik yang berkaitan dengan permeabilitas permukaan sel terhadap ekstrak (Suffredini et al. 2004). Steroid dapat berinteraksi dengan membran fosfolipid sel yang bersifat impermeabel terhadap senyawa-senyawa lipofilik sehingga menyebabkan integritas membran menurun, morfologi membran sel berubah, dan akhirnya dapat menyebabkan membran sel rapuh dan lisis (Bangham dan Horne 2006). Adanya komponen asing dalam membran juga dapat menyebabkan pembentukan dinding sel akan terhalangi atau terbentuk dinding sel yang rapuh, yang selanjutnya akan menyebabkan lisis dan kematian sel (Morin dan Gorman 1995). Ketidakstabilan pada dinding sel dan membran sitoplasma bakteri menyebabkan fungsi permeabilitas selektif, fungsi pengangkutan aktif, dan pengendalian susunan protein dari sel bakteri menjadi terganggu. Gangguan integritas sitoplasma berakibat pada lolosnya makromolekul dan ion dari sel. Dengan demikian, sel bakteri menjadi kehilangan bentuk dan terjadilah lisis (Pelczar dan Chan 1986). Fraksi II + + Simpulan Fraksinasi ekstrak n-heksana kulit batang dengan elusi gradien dengan peningkatan kepolaran menggunakan kromatografi kolom silika gel dan pengelompokkan fraksi dengan KLT menggunakan eluen terbaik etil asetat:diklorometana 9:1 menghasilkan 10 fraksi. Uji aktivitas terhadap seluruh fraksi menunjukkan bahwa fraksi II dari fraksi hasil partisi n-heksana kulit batang merupakan 12 fraksi teraktif sebagai antibakteri. Nilai KHM fraksi teraktif, yaitu sebesar 0.20 dan 0.10 mg/mL terhadap bakteri S. aureus dan E. coli, dengan nilai KBM terhadap kedua bakteri masing-masing sebesar 10.00 dan 5.00 mg/mL. Berdasarkan uji fitokimia, dapat disimpulkan bahwa senyawa aktif yang terkandung dalam fraksi teraktif adalah golongan alkaloid dan steroid. Saran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memurnikan dan menentukan senyawa aktif yang terkandung dalam fraksi II dari fraksi hasil partisi n-heksana kulit batang berenuk. Dengan demikian, dapat diteliti lebih lanjut aktivitas antibakteri dari senyawa yang terkandung dalam fraksi teraktif tersebut. Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill. Hlm 547-549. Hayani E. 2007. Pemisahan rimpang temukunci secara kromatografi kolom. Buletin Teknik Pertanian 12(1): 35-37. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Terjemahan Balitbang Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan. Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory handbook for the Fractionation of Natural Ekstract. London: Chapman & Hall. hlm 94-96. Jawetz E, Malnick JL, Adelberg EA. 2004. Medical Microbiology. Ed. Ke-23. New York: McGraw-Hill. DAFTAR PUSTAKA Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Bangham AD, Horne RW. 1962. Action of saponins on biological cell membranes. Nature 196: 952-953. Lamothe RG et al. 2009. Plant antimicrobial agents and their effects on plant and human pathogens. Int. J. Mol. Sci 10: 3400-3419. Batubara I, Mitsunaga T, Ohashi H. 2009. Screening antiacne potency of medicinal plants: antibacterial, lipase inhibition, and antioxidant activities. J. Wood. Sci 55: 230-235. Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Techniques of Flavonoid Identifications. Buckle KA et al. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Burkill HM. 1985. The Useful Plants of Tropical West Africa 2nd Ed. London: Kew Royal Botanical Garden. Day RA, Underwood AL. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Ed ke-6. Sopyan I, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Quantitative Analysis. Dwidjoseputro. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Ed ke-11. Jakarta: Djam-batan. Gan S et al. 1980. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-2. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods: A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. McKanne L, Kandel J. 1996. Microbiology: Essentials and Applications. Ed ke-2. New York: McGraw Hill. Meloan CE. 1999. Chemical Separation. New York: J Willey. Michael A. 2004. Trees, Shrubs, and Lianas of West Africa Dry Zones. Gambia GMBH, MNHN: Grad Margraf. Mirwan A, Ariono D. 2009. Dinamika tetes ekstraksi cair-cair dalam kolom isian dan tanpa isian. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. Bandung. Morin RB, Gorman M. 1995. Kimia dan Biologi Antibiotik β-Lactam. Ed ke-3. Mulyani S, penerjemah. Semarang: IKIP Semarang Press. Terjemahan dari Chemistry and Biology of β-Lactam Antibiotics. Morton JF. 1981. Atlas of Medicinal Plants of Middle America: Bahamas to Yucatan. Illinois: Springfield. Ogbuagu MN. 2008. The nutritive and antinutritive composition of Calabash