HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Daun Anting-anting Daun yang telah dipisahkan dari tumbuhan anting-anting (Gambar 1) dirajang dan dimaserasi. Perajangan dilakukan agar senyawa-senyawa aktif dapat keluar dari kantong sel daun sehingga rendemen ekstrak yang didapat lebih banyak. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi agar senyawa aktif yang terkandung tidak rusak oleh panas. Pelarut yang digunakan adalah metanol berdasarkan kepolaran akalifin. Ekstrak yang didapat disuspensikan dalam air karena akalifin bersifat polar dan larut dalam air. Partisi dengan diklorometana ditujukan agar fraksi air terpisah dari klorofil. Rendemen ekstrak kasar bebas-klorofil yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebesar 4.02% berdasarkan bobot basah (Lampiran 2). menghasilkan 8 fraksi yang salah satu fraksinya mengandung akalifin (Hungeling et al. 2009). Rendemen akalifin yang didapat sebesar 1.77%, sedangkan pada penelitian sebelumnya (Hungeling et al 2009) sebesar 0.82% (Lampiran 4). Hasil tersebut lebih besar dikarenakan akalifin yang didapat masih belum murni. Pemurnian dapat dilakukan dengan KLTP secara bertahap. Metode KLTP lebih menguntungkan daripada metode kromatografi kolom karena menggunakan eluen dengan volume sedikit, tetapi dengan kemampuan sama, yaitu dapat mengisolasi akalifin sebagai komponen mayor pada fraksi 1 yang didukung oleh hasil pencirian dengan menggunakan KLT 2-dimensi, LC-MS, FTIR, dan spektrofotometer UV-tampak. 3 2 1 Gambar 2 Hasil isolasi akalifin pada KLTP (Rf 0.39; 0.45; 0.82). Gambar 1 Tumbuhan anting-anting. Isolasi Akalifin dengan KLTP Hasil noda yang terdeteksi pada lampu UV 254 nm menunjukkan 3 fraksi. Dari ketiga fraksi, yang mengandung akalifin adalah fraksi 1 dengan nilai Rf 0.39 (Gambar 2). Penelitian terdahulu mengisolasi akalifin dengan kromatografi kolom. Metode tersebut Fraksi 1 yang didapat diuji kemurniannya dengan KLT 2-dimensi. Masih terdapat 2 noda dengan nilai Rf pada noda 1 adalah 0.16; 0.25 sedangkan pada noda 2 adalah 0.36; 0.55 (Gambar 3). Akalifin positif ditunjukkan pada noda 2. Arah dimensi pertama menggunakan eluen EtOAc-dietil eter-CH2Cl2-MeOH-H2O (20:15:6:5:4 v/v) yang cenderung bersifat semipolar, sedangkan arah dimensi kedua menggunakan eluen aseton-MeOH-H2O (5:1:0.5) yang cenderung bersifat lebih polar dari eluen pertama. Oleh karena itu, pemisahan lebih lanjut dari akalifin pada fraksi 1 adalah dengan melanjutkan KLT preparatif tahap dua dengan eluen yang bersifat lebih polar dari eluen sebelumnya. Arah dimensi pertama Ekstrak kasar diperiksa secara kualitatif menggunakan LC-MS dan terdeteksi 12 senyawa dari m/z 300 sampai 400 yang memiliki kelimpahan di atas 20% (Lampiran 3). Data tersebut menunjukkan nilai m/z akalifin dengan bobot molekul 360.2 g/mol positif ESI-MS pada m/z 360.3 [M]+, kelimpahan senyawa tersebut sebesar 11%. Hungeling et al. (2009) dalam penelitiannya berhasil mengidentifikasi akalifin positif ESIMS pada m/z 360.3 [M]+ dan m/z 383.2 [M+Na]+. Selain itu, ada m/z 361.2 [M+1] yang kemungkinan merupakan akalifin juga, berdasarkan kelimpahan dari isotop atom C dan H, dengan kelimpahan 17%. Menurut Pavia et al. (2001) pertambahan akibat isotop biasanya satu atau dua unit dari massa normal. Arah dimensi kedua Gambar 3 Hasil KLT 2-dimensi fraksi 1. Pencirian akalifin Akalifin memiliki nama IUPAC (-)(5R,6S)-5-siano-5-β-D-glukopiranosiloksi-6hidroksi-4-metoksi-1-metil-2(5,6-dihidro) piridon. Senyawa ini merupakan golongan glukosida sianogenik yang mengandung gugus sianida (Gambar 4). Gambar 4 Struktur akalifin. Pencirian akalifin menggunakan LC-MS menunjukkan ESI-MS positif pada m/z 360.4 [M]+ dengan kelimpahan 17%. Informasi m/z ini serupa dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa akalifin dengan bobot molekul 360.2 g/mol positif ESI-MS pada m/z 360.3 [M]+ dan m/z 383.2 [M+Na]+ (Hungeling et al. 2009). Puncak yang terdeteksi sebanyak 9 senyawa dari m/z 300 sampai 400 yang memiliki kelimpahan di atas 20% (Lampiran 5). Hasil LC-MS fraksi 1 tidak semurni yang diharapkan karena masih banyak terdapat senyawa yang terdeteksi dan alat yang kurang bersih. Hasil pencirian FTIR akalifin (Gambar 5) menunjukkan adanya puncak pada daerah 2075 cm-1, yakni vibrasi ulur –CN (nitril), namun lemah. Vibrasi lain pada 1638 cm-1 menunjukkan adanya puncak amida tersier. Menurut Nahrstedt (1982), spektrum IR mengindikasikan golongan amida tersier pada serapan 1630 dan 1670 cm-1. Pada puncak 3433 cm-1 terdapat vibrasi ulur O-H. Selain dengan IR, identifikasi senyawa akalifin juga dilakukan dengan pemayaran panjang gelombang pada daerah UV-tampak. Fraksi 1 memiliki puncak serapan pada λ 260 nm, sedangkan menurut Nahrstedt (1982), spektrum UV akalifin menunjukkan serapan pada 223 nm (log ε 3.80) dan bahu pada 255 nm (log ε 3.39). Serapan fraksi 1 lebih besar daripada yang tercantum di literatur karena adanya pergeseran batokromik dari gugus auksokrom, yaitu –CO, –CH3, dan –OH (Gambar 6). Gambar 6 Gugus yang dapat menyebabkan pergeseran batokromik. 6 4.8 L aborato ry T es t Res ul t 60 2075.66 55 1399.73 50 1638.88 %T 4 5 40 2950.13 1053.91 35 1031.80 1015.33 30 2 8.0 4 00 0.0 3433.59 3 00 0 2 00 0 1 50 0 cm-1 Gambar 5 Spektrum IR akalifin. 1 00 0 4 50 .0