1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
1. Permasalahan
Kehidupan manusia di dunia dimulai dari proses pembuahan, kelahiran,
dan kehidupan. Kematian seseorang merupakan akhir dari siklus kehidupan
manusia di dunia. Kematian adalah sebuah keniscayaan bagi semua makhluk
hidup, khususnya manusia (Ismail, 2003: 3). Pendapat di atas menjelaskan bahwa
tidak ada makhluk hidup yang dapat hidup abadi. Semua makhluk hidup, tidak
terkecuali manusia pada akhirnya akan mengalami kematian.
Sinar Harapan dalam Prasoko dan Nirwanto (1984: 10) mengungkapkan
bahwa ilmu pengetahuan membedakan cara terjadinya suatu kematian ke dalam
tiga jenis, yaitu: Pertama, Orthothanasia yaitu kematian yang terjadi karena suatu
proses alamiah; Kedua, Dysthanasia yaitu suatu kematian yang terjadi secara
tidak wajar; Ketiga, Euthanasia yaitu suatu kematian yang terjadi dengan
pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter.
Euthanasia pada hakikatnya adalah pencabutan nyawa seseorang yang
menderita penyakit parah. Euthanasia dilakukan atas dasar kepentingan atau
permintaan orang yang mengalami penderitaan rasa sakit tersebut (Ebrahim, 2001:
149). Euthanasia bertujuan untuk meringankan penderitaan rasa sakit yang tidak
tertahankan akibat suatu penyakit atau cidera yang dialami oleh seseorang atau
1
2
pasien. Childress (1989: 31) mengungkapkan bahwa peringanan penderitaan
dalam kasus tertentu hanya dapat dicapai dengan mempercepat secara tidak
langsung tibanya kematian. Meninggal merupakan akibat tidak langsung dari
peringanan penderitaan terhadap seseorang. Akibat langsung dari peringanan
penderitaan tersebut adalah menghilangkan rasa sakit dan hampir semua orang
menerima tindakan tersebut sebagai tindakan halal.
Euthanasia secara garis besar, dikelompokan dalam dua kelompok, yaitu
euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Euthanasia aktif dan pasif dilakukan dalam
dunia medis, sedangkan euthanasia yang dilakukan di luar dunia medis disebut
Assisted suicide atau bunuh diri berbantuan. Assisted suicide merupakan jenis
euthanasia yang dilakukan oleh seseorang dengan memberikan informasi atau
petunjuk pada orang lain untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Tindakan
euthanasia jenis Assisted suicide tidak dilakukan oleh dokter (Basa, -).
Kasus euthanasia di luar dunia medis lainnya adalah sebuah kasus yang
terinspirasi dari kisah nyata, tetapi dikemas ke dalam sebuah film yang berjudul
Sanctum. Sanctum adalah sebuah thriller yang diproduseri oleh James Cameron.
Film Sanctum ditulis oleh John Garvin dan Andrew Wight. Sanctum terinspirasi
dari kisah nyata yang dialami oleh Andrew Wight ketika Wight hampir mati
dalam suatu kegiatan ekspedisi penyelaman ke sebuah gua bawah laut. Sanctum
bercerita mengenai petualangan ke bagian dasar dan terdalam dari bumi, ke
sebuah wilayah yang sama sekali belum pernah disentuh oleh manusia. Sanctum
menceritakan perjalanan yang dilakukan pasangan Carl Hurley (Ioan Gruffudd)
3
dan Victoria (Alice Parkinson) ke Papua Nugini untuk menjelajahi situs gua
bawah laut yang bernama Gua Esa Ala. Ekspedisi tersebut dilakukan bersama
Frank McGuire (Richard Roxburgh), seorang penyelam profesional, Josh (Rhys
Wakefield), beserta tim ekspedisi lainnya. Sebuah badai menerjang dan
mengancam keselamatan tim yang berada di dalam gua ketika tim ekspedisi
hampir menemukan jalan keluar dari dalam gua tersebut. Gua mulai tertutup oleh
banjir, dan satu-satunya cara untuk keluar dari dalam gua adalah menemukan
jalan keluar lain yang berada di lautan. Seluruh anggota tim mengikuti instruksi
yang diberikan Frank, namun pencarian jalan keluar tidak berjalan dengan baik.
Musibah terus-menerus terjadi selama di dalam gua dan mengakibatkan beberapa
orang terluka. Ketika ada seseorang yang terluka dengan kondisi luka parah dan
berada di ambang kematian, maka akan dilakukan tindakan euthanasia. Tindakan
euthanasia tersebut dilakukan dengan cara menenggelamkan korban yang terluka
ke dalam air.
Euthanasia masih menimbulkan problem keagamaan, hukum, dan moral
di semua budaya dan tradisi keagamaan (Ebrahim, 2001: 149). Euthanasia
merupakan salah satu masalah etika yang paling berat dan masalah euthanasia
tidak mungkin dapat diselesaikan dalam waktu singkat (Bertens, 2001: 128),
sehingga etika dijadikan sebagai sudut pandang dalam menganalisis kasus
euthanasia yang terdapat dalam Film Sanctum. Etika yang digunakan dalam
penelitian ini hanya terbatas pada etika situasi. Etika situasi memandang baik atau
buruk suatu tindakan berdasarkan pada situasi yang menyertainya.
4
Etika situasi adalah etika yang hendak menentukan tindakan berdasarkan
situasi dan kondisi. Norma moral umum tidak berlaku di dalam etika situasi.
Manusia diharuskan dapat mengambil keputusan bebas dalam situasi tertentu
(Douma, 2007: 83—84). Geisler mengatakan:
Fletcher clearly approve of throwing some men out of an overloaded
rescue boat to save them all from sinking. In 1941, the first mate of the
ship William Brown of Liverpool was in charge of an overcrowded
lifeboat and ordered most of the males thrown into the sea to save the rest.
Later, the seaman who threw them into the sea was convicted of murder,
with mercy recommended. “Situation ethics says it was bravely sinful, it
was good thing. According to Fletcher, the first mate actually acted in love
for the greater number of lives” (Geisler, 2010: 44).
Fletcher setuju untuk melemparkan beberapa orang dari perahu
penyelamat yang kelebihan beban dengan tujuan menyelamatkan semua
orang dari tenggelam. Tahun 1941, pasangan pertama dari kapal William
Brown dari Liverpool bertanggung jawab atas sebuah sekoci yang penuh
orang dan William Brown memerintahkan sebagian besar laki-laki
dibuang ke laut untuk menyelamatkan sisanya. Kemudian, pelaut yang
melemparkan orang-orang ke dalam laut dihukum karena pembunuhan,
dengan dianjurkan oleh rasa kasihan. "Etika situasi mengatakan itu berani
berdosa, itu adalah hal yang baik. Menurut Fletcher, pasangan pertama
benar-benar bertindak dalam cinta untuk jumlah yang lebih besar dari
kehidupan”.
Euthanasia berkaitan erat dengan nyawa seseorang, sehingga seringkali
seseorang atau dokter merasa ragu-ragu dalam pengambilan keputusan tindakan
euthanasia. Etika situasi memberikan alternatif baru dalam kasus euthanasia yaitu
dengan menelaah setiap kasus dan memastikan bahwa euthanasia adalah satusatunya cara untuk menolong seseorang untuk lepas dari penderitaan rasa sakit
yang tidak tertahankan.
5
2. Rumusan Masalah
Persoalan dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang di atas adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana persoalan etis dalam tindakan euthanasia pada Film Sanctum?
2. Apa konsep mengenai etika situasi?
3. Bagaimana perspektif etika situasi terhadap tindakan euthanasia pada
Film Sanctum?
3. Keaslian Penelitian
Sejauh pengamatan dan penelusuran peneliti, terdapat banyak skripsi yang
menjadikan etika sebagai objek formal, namun hanya terdapat dua judul skripsi
yang menjadikan etika situasi sebagai objek formal, antara lain:
1. Etika Situasi sebagai Alternatif Tindakan Abortus Provokatus merupakan
skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) yang ditulis
oleh Nurul Huda pada tahun 1998. Skripsi Etika Situasi sebagai Alternatif
Tindakan
Abortus
Provokatus
ini dinyatakan
telah
hilang
dari
Perpustakaan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM), sehingga
peneliti tidak dapat mengetahui isi dari skripsi tersebut.
2. Pengaruh Eksistensialisme Jean Paul Sartre pada Etika Situasi
merupakan skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM)
yang ditulis oleh Sandy Adam Mahaputra pada tahun 2007. Skripsi ini
membahas hubungan konsep etika situasi dengan Eksistensialisme Sartre.
6
Peneliti menemukan beberapa penelitian lain mengenai euthanasia, antara
lain: dua judul skripsi yang membahas mengenai euthanasia yang ditulis oleh
mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM), satu judul skripsi
yang membahas mengenai bunuh diri yang ditulis oleh mahasiswa Fakultas
Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM), dan satu skripsi yang berjudul
Euthanasia dalam Perspektif Etika Situasi yang ditulis oleh mahasiswa UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. Berikut beberapa judul skripsi yang ditemukan
peneliti yang memiliki kesamaan objek material:
1.
Euthanasia dalam Perspektif Eksistensialisme (Suatu Acuan dalam
Memahami Tindakan dan Keputusan) merupakan skripsi Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada (UGM) yang ditulis oleh Mariyana Simanjuntak
pada tahun 1997. Skripsi Euthanasia dalam Perspektif Eksistensialisme
(Suatu Acuan dalam Memahami Tindakan dan Keputusan) ini dinyatakan
telah hilang dari Perpustakaan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada
(UGM), sehingga peneliti tidak dapat mengetahui isi dari skripsi tersebut.
2.
Bunuh Diri sebagai Keputusan Tindakan Eksistensial Manusia (Suatu
Tinjauan
Filsafat
Manusia)
merupakan
skripsi Fakultas
Filsafat
Universitas Gadjah Mada (UGM) yang ditulis oleh Yuniar Chairani pada
tahun 1999. Skripsi ini membahas mengenai tindakan bunuh diri sebagai
suatu keputusan tindakan eksistensial pada diri manusia.
3.
Euthanasia dalam Perspektif Etika Situasi merupakan skripsi Fakultas
Ushuludin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang ditulis oleh Anna Iffah
7
Akmala pada tahun 2010. Skripsi ini membahas tindakan euthanasia yang
ditinjau dari Etika Situasi.
4.
Euthanasia dalam Perspektif Utilitarianime John Stuart Mill merupakan
skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) yang ditulis
oleh Bonang Adi Saputro pada tahun 2012. Skripsi ini membahas tindakan
euthanasia yang ditinjau dari Utilitarianisme John Stuart Mill.
Sejauh penelusuran peneliti, belum ditemukan skripsi atau penelitian lain
yang mengkaji mengenai euthanasia dalam Film Sanctum yang menggunakan
Etika
Situasi
sebagai
objek
formal,
sehingga
penelitian
ini
dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya.
4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Ilmu Pengetahuan
Euthanasia merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum di
Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
baru di bidang hukum mengenai euthanasia, karena dalam kasus-kasus tertentu
euthanasia merupakan satu-satunya cara yang harus dilakukan contohnya seperti
dalam Film Sanctum.
8
2. Filsafat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan informasi
tentang kajian etika mengenai euthanasia. Film Sanctum merupakan film yang
terinspirasi dari kisah nyata, sehingga peneliti berharap penelitian ini dapat
dijadikan sebagai referensi baru dalam memahami Etika, terutama dalam
menanggapi kasus euthanasia. Peneliti juga berharap, semakin banyak dilakukan
studi kasus di bidang etika dapat mengasah ketajaman dan kekritisan mahasiswa.
3. Bangsa Indonesia
Masyarakat awam menilai bahwa euthanasia bertentangan dengan etika,
agama, dan hukum positif di Indonesia, sehingga euthanasia secara aktif dilarang
di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi
masyarakat mengenai tujuan yang baik dibalik tindakan euthanasia yaitu dengan
melihat situasi dan kondisi pada waktu terjadinya tindakan euthanasia.
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang ada, yaitu:
1. Merumuskan secara deskriptif mengenai persoalan etis dalam
euthanasia dalam Film Sanctum.
2. Merumuskan secara analitis mengenai etika situasi.
3. Merumuskan secara reflektif mengenai perspektif etika situasi dalam
melihat tindakan euthanasia pada Film Sanctum.
9
C. TINJAUAN PUSTAKA
Sanctum merupakan film laga-thriller-3D yang diproduseri James
Cameron. Sanctum menceritakan sebuah ekspedisi penyelaman gua bawah laut
paling indah di bumi dan paling sulit dijangkau manusia untuk mencari jalan dari
dalam gua yang bermuara di laut lepas (Ridwan, 2011).
Wijayanti (2011: 52) menuliskan bahwa film atau sinema merupakan
media visual yang memiliki alur cerita. Film dapat dikatakan sebagai sarana
hiburan karena memiliki alur cerita, serta film memiliki segi estetis. Irwansyah
dalam Sa’adah (Sa’adah, 2012: 9) menjelaskan bahwa film merupakan imitasi
kehidupan dan mempunyai tujuan untuk ditonton orang. Seseorang akan
mengasosiasikan isi film yang ditonton dengan kenyataan sehari-hari. Kenyataan
di dalam sebuah film merupakan kenyataan semu. Persoalan dalam pembuatan
film adalah membuat kenyataan semu tersebut menjadi sesuatu yang mempunyai
makna, sehingga dapat dipahami dan direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Aris Wibudi mengatakan bahwa menurut Philo (50—20 SM), euthanasia
berarti ‘mati dengan tenang dan baik’, sedangkan Seutonis penulis Romawi dalam
bukunya yang berjudul Vita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti
‘mati cepat tanpa derita’. Sejak abad ke-19 terminologi euthanasia dipakai untuk
penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang
menghadapi kematian dengan pertolongan dokter (Ismail, 2003: 6).
10
Euthanasia berkonotasi “membiarkan seseorang mati dengan tenang”.
Euthanasia dilakukan sejak zaman dahulu. Suku-suku nomaden di Afrika
meninggalkan orang jompo atau berpenyakit parah di sebuah gubuk. Tindakan
tersebut dilakukan dengan tujuan membiarkan orang jompo atau berpenyakit
parah supaya mati secara tenang tanpa mengganggu kelangsungan perpindahan
kelompok. Cerita pewayangan mengenai Dewi Loro Amis yang tidak kunjung
sembuh dari penyakit kulit, dihanyutkan di sungai dengan harapan supaya diambil
dewa (meninggal). Cerita di atas mencerminkan bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia menerima pandangan euthanasia melalui allowing someone to die
(Mohamad, 1992: 32). Prasoko dan Nirwanto (1984: 59) berpendapat bahwa di
dalam dunia medis jika pasien berada dalam keadaan moribundity atau dalam
keadaan antara hidup dan mati maka proses dan usaha penyembuhan medis yang
tidak memiliki potensi menyembuhkan harus dihentikan. Keadaan di atas
menjelaskan bahwa pembunuhan karena kasihan atau terpaksa yang dilakukan
oleh dokter diperbolehkan. Sebagian dokter berpendapat bahwa dokter
diperbolehkan mengeluarkan atau mencabut alat yang dipergunakan untuk
memperpanjang hidup seorang pasien yang dalam keadaan expiration of the soul
atau apabila proses kematian sudah mulai tampak.
Ronald Yezzi membagi euthanasia menjadi beberapa jenis, yaitu:
Pertama, Euthanasia aktif. Euthanasia aktif merupakan pengambilan suatu
tindakan baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung
mengakibatkan suatu kematian. Contoh euthanasia aktif adalah memberikan
tablet sianida kepada pasien atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan ke tubuh
11
pasien; Kedua, Euthanasia pasif. Euthanasia pasif merupakan tindakan
mempercepat kematian dengan cara menolak memberikan atau mengambil
tindakan pertolongan biasa, atau dengan menghentikan pertolongan biasa yang
sedang berlangsung bagi pasien yang mengalami sakit terminal (penyakit stadium
akhir). Contoh euthanasia pasif adalah tidak memberikan antibiotik kepada
penderita pneumonia berat; Ketiga, Euthanasia sukarela (voluntary). Euthanasia
sukarela yaitu mempercepat kematian atas persetujuan atau permintaan pasien.
Euthanasia sukarela tidak harus dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari pasien,
euthanasia sukarela dapat dilakukan asalkan ada bukti-bukti lain yang
mendukung, misalnya adanya saksi; Keempat, Euthanasia tidak sukarela
(involuntary), yaitu mempercepat kematian tanpa persetujuan pasien, atau bahkan
bertentangan dengan kehendak pasien; Kelima, Euthanasia nonvoluntary, yaitu
mempercepat kematian pasien sesuai dengan keinginan pasien yang disampaikan
oleh atau melalui pihak ketiga (misalnya keluarga), atau atas keputusan
pemerintah (Mohamad, 1992: 29—30).
Euthanasia pada umumnya dilarang di banyak negara, hanya ada beberapa
negara yang mengizinkan tindakan euthanasia. Belanda adalah salah satu contoh
negara yang mengizinkan euthanasia. Euthanasia di Belanda diizinkan hanya
dalam keadaan tertentu, karena tindakan euthanasia dipandang sebagai tindakan
kriminal menurut hukum positif. Euthanasia tidak dilakukan serta-merta tanpa
adanya syarat apapun. Beberapa pedoman yang harus diperhatikan sebelum
melakukan tindakan euthanasia, antara lain: Pertama, permintaan pasien bersifat
sukarela; Kedua, pasien sedang berada dalam penderitaan yang tidak dapat
12
ditolerir; Ketiga,semua alternatif untuk meringankan penderitaan yang dapat
diterima oleh pasien telah dicoba; Keempat, pasien mempunyai informasi
lengkap; Kelima, dokter berkonsultasi dengan dokter kedua yang penilaiannya
diharapkan independen (May, dkk, 2001: 346).
Tindakan euthanasia dapat dibenarkan, seperti yang telah disebutkan oleh
Sumaryono (1995: 22) bahwa tindakan euthanasia atau mercy killing menurut
para moralis modern dapat dibenarkan, karena euthanasia dilakukan bukan karena
kebencian, melainkan karena cinta yang mendalam.
Beberapa penelitian yang telah ditemukan oleh peneliti, antara lain:
Pertama, penelitian yang ditulis oleh Sandy Adam Mahaputra pada tahun 2007
yang berjudul Pengaruh Eksistensialisme Jean Paul Sartre pada Etika Situasi.
Penelitian ini mengkaji hubungan konsep etika situasi dengan Eksistensialisme
Sartre untuk menjawab persoalan moralitas. Hubungan tersebut adalah menolak
pernyataan umum yang diseragamkan karena setiap orang mempunyai eksistensi
yang unik, manusia dipanggil untuk menjadi autentik, dan manusia memiliki
kebebasan dalam menjelaskan pilihannya karena manusia adalah makhluk
merdeka. Sandy Adam Mahaputra juga menjelaskan bahwa penolakan terhadap
norma-norma umum
yang dilakukan oleh etika situasi dan Eksistensialisme
Sartre merupakan suatu upaya untuk memperhatikan moral otonomi manusia
dalam pengambilan keputusan yang didasarkan pada kesadaran sebagai makhluk
yang bebas, unik, dan bertanggung jawab. Sandy Adam Mahaputra menuliskan
bahwa kebebasan, keunikan, dan tanggung jawab seringkali dilupakan ketika
13
menjawab persoalan-persoalan etika, terutama ketika dihadapkan pada situasi
yang dilematis.
Kedua, penelitian yang ditulis oleh Anna Iffah Akmala pada tahun 2010
yang berjudul Euthanasia dalam Perspektif Etika Situasi. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa etika situasi memberikan solusi yang tepat mengenai kasus
euthanasia, yaitu dengan cara menelaah antara satu kasus dengan kasus yang lain
karena setiap kasus tidak dapat disamaratakan.
Ketiga, penelitian yang ditulis oleh Bonang Adi Saputro pada tahun 2012
yang berjudul Euthanasia dalam Perspektif Utilitarianime John Stuart Mill.
Penelitian ini lebih mengedepankan permasalahan moral yang terdapat dalam
tindakan euthanasia serta kajian Etika Utilitarianisme John Stuart Mill terhadap
tindakan euthanasia. Hasil akhir dari skripsi tersebut mengatakan bahwa
euthanasia dalam pandangan etika utilitarianisme John Stuart Mill adalah suatu
tindakan yang salah secara moral, sebab kebahagiaan terbesar tidak ditemukan
dalam tindakan euthanasia.
D. LANDASAN TEORI
Etika situasi adalah sebuah pendekatan dan teori dalam etika yang timbul
setelah Perang Dunia II. Etika situasi sangat dipengaruhi oleh filsafat
eksistensialisme dan personalisme. Eksistensialisme lebih menekankan pada
keunikan dan tanggung jawab setiap individu. Eksistensialisme memandang
bahwa setiap individu adalah khas dan tidak dapat dimasukkan ke dalam
kerangka-kerangka, skema-skema dan norma-norma umum. Individu harus
14
menentukan diri sendiri berdasarkan penghayatan yang otentik. Personalisme
menekankan bahwa manusia adalah person, manusia tidak sekedar nomor dalam
kolektif. Manusia bernilai pada dirinya sendiri, manusia merupakan makhluk yang
berakal budi dan memiliki kebebasan untuk menentukan dirinya sendiri. Suara
hati sebagai kesadaran mandiri terhadap kewajiban dan tanggung jawab manusia
(Machmud dan Rumate, 2005: 68—69).
Etika Situasi memberontak terhadap pola penghayatan moralitas yang
lazim digunakan dalam agama tradisional, khususnya agama Kristen yang
dideskripsikan sebagai “etika peratuan” (Magnis-Suseno, 2000: 112). Etika situasi
menolak pandangan mengenai peraturan-peraturan yang berlaku umum dalam
setiap situasi. Orang Kristen harus bebas untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan
situasi yang khas dan tidak dibelenggu oleh peraturan. Etika situasi berpandangan
bahwa setiap situasi adalah unik karena tidak ada dua situasi yang sama
(Brownlee, 2006: 193).
Joseph F. Fletcher merupakan salah satu tokoh dari etika situasi. Fletcher
menganggap bahwa cinta kasih merupakan norma dasar yang berlaku dalam
setiap situasi. Peraturan dapat menerangkan jalan untuk menjadi lebih baik, tetapi
peraturan dapat ditolak atau diabaikan bilamana manusia merasa dengan tidak
menuruti peraturan, manusia dapat mencapai tujuan yang lebih baik. Peraturan
selalu dapat dilanggar demi akibat yang baik dalam situasi konkrit (Brownlee,
2006: 197).
Download