EUTHANASIA PASIF DALAM PERSPEKTIF MORAL PANCASILA

advertisement
EUTHANASIA PASIF DALAM PERSPEKTIF MORAL PANCASILA
ARTIKEL
Oleh :
ARVIN YUDHISTIRA PRATAMA
NPM: 1410018412016
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
2016
EUTHANASIA PASIF DALAM PERSPEKTIF MORAL PANCASILA
1
Arvin Yudhistira Pratama1, Miko Kamal1, Suparman Khan1
Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Bung Hatta
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Euthanasia merupakan masalah klasik dalam bidang kedokteran dan kesehatan yang
berkaitan dengan aspek hukum, yang selalu aktual dibicarakan dari waktu ke waktu. Dalam
lafal sumpah dokter yang disusun oleh Hippokrates, masalah euthanasia ini telah ditulis dan
diingatkan. Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia pasif adalah sesuatu perbuatan
yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada
yaitu pada Pasal 304 KUHP. Pancasila sebagai jati diri bangsa memiliki peran penting dalam
tiap aspek kehidupan manusia. Moralitas merupakan salah satu kajian dalam Pancasila.
Euthanasia pasif merupakan tindakan yang berkaitan erat dengan moral. Sehingga moralitas
dalam Pancasila dapat dijadikan acuan sudut pandang dalam menyikapi euthanasia pasif.
Penelitian ini ditujukan untuk 1. Menganalisis euthanasia pasif dari sudut pandang etika
medik; 2. Menganalisis euthanasia pasif dari sudut pandang hukum; 3. Menganalisis moral
pancasila menyikapi euthanasia pasif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum
normatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, kemudian data
dianalisis secara kualitatif. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa 1. Kode etik
kedokteran Indonesia berorientasi pada pandangan-pandangan Hippocrates yang telah lama
menerima euthanasia pasif; 2. Terdapat perbedaan pandangan euthanasia pasif dalam hukum
Indonesia, tergantung dari proses terjadinya euthanasia pasif; 3.Moral Pancasila memiliki
beberapa unsur yang berkaitan dengan euthanasia pasif, dan setiap unsur tersebut memiliki
pandangan yang berbeda terhadap euthanasia pasif.
Kata Kunci: Euthanasia Pasif, Moral, Pancasila.
PASSIVE EUTHANASIA IN PANCASILA MORALITY PERSPECTIVE
1
Arvin Yudhistira Pratama1, Miko Kamal1, Suparman Khan1
Law Department of Post Graduate Program Bung Hatta University
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Euthanasia is a classic problem in the medical field and health related to aspects of law which
is discussed as the actual problem from time to time.Then, euthanasia is also written on the
Hippocrates. Based on the law in Indonesia, passive euthanasia is an act against the law. It
can be seen in the section 304 Criminal code. Pancasila as the national identity become an
important role in the aspect of human life. Morality is one of the studies in Pancasila. Passive
euthanasia is an act which is closely related to morality. So that morality in Pancasila
referable viewpoint deals with passive euthanasia. The aims of this research are 1. Analyzing
passive euthanasia from the viewpoint of medical ethics; 2.Analyzing passive euthanasia
from a legal standpoint; 3. Analyzing Morality of Pancasila addressing passive euthanasia.
This research uses normative legal research method with collecting the data from library
study. Then the research utilizes a qualitative method to analyze the data. The result of this
research 1. Show that the Indonesian medical ethics oriented to the views of Hippocrates that
has been accepted with passive euthanasia; 2. There are different views of passive euthanasia
under Indonesian law, it depend on the occurrence of passive euthanasia; 3. Pancasila
morality has several elements related to passive euthanasia, and each element has a different
view.
Key Words : Passive Euthanasia, Morality, Pancasila.
I. PENDAHULUAN
Ada dua masalah dalam bidang
kedokteran dan kesehatan yang berkaitan
dengan aspek hukum yang selalu aktual
dibicarakan dari waktu ke waktu yang
dapat digolongkan dalam masalah klasik
dalam bidang kedokteran, yaitu tentang
abortus provokatus dan euthanasia. Dalam
lafal sumpah dokter yang disusun oleh
Hippokrates, kedua masalah ini telah
ditulis dan diingatkan. Sampai kini, tetap
saja persoalan yang timbul berkaitan
dengan masalah ini tidak dapat diatasi atau
diselesaikan dengan baik, atau dicapainya
kesepakatan yang dapat diterima oleh
semua pihak. Di satu pihak, tindakan
tersebut pada beberapa kasus dan keadaan
memang diperlukan. Sementara di lain
pihak tindakan ini tidak dapat diterima,
karena bertentangan dengan hukum, moral,
dan agama. Masalah ini setiap waktu
dihadapi oleh kalangan kedokteran dan
masyarakat, bahkan dapat diperkirakan
akan
semakin
meningkat
di
masa
mendatang.
Masalah euthanasia sudah ada
sejak kalangan kesehatan menghadapi
penyakit
yang
dapat
dari saat pembuahan, dan poin ke lima
disembuhkan, sementara pasien sudah
menyebutkan : Saya akan senantiasa
dalam keadaan merana, putus asa, dan
mengutamakan
kadang-kadang sekarat. Dalam keadaan
dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia,
seperti ini tidak jarang pasien memohon
pada Pasal 7d yang menyatakan bahwa
agar
setiap dokter harus senantiasa mengingat
dapat
sudah
tidak
melepaskan
diri
dari
kesehatan
dan
penderitaan yang sangat tak terhingga, dan
akan
satu-satunya jalan yang tersisa adalah
makhluk
kematian.
sering
penjelasan pasal tersebut dikemukakan
dibicarakan dan menarik banyak perhatian
bahwa seorang dokter tidak diperbolehkan
karena
Masalah
semakin
dihadapi
ini
banyak
kalangan
makin
didunia
insani.
melindungi
hidup
Selanjutnya
dalam
kasus
yang
mengakhiri hidup seorang pasien yang
kedokteran
dan
menurut ilmu dan pengetahuan tidak
masyarakat terutama setelah ada temuan
baru
kewajiban
pasien
pengobatan
mungkin akan sembuh lagi.
dengan
Euthanasia digolongkan sebagai
mempergunakan teknologi canggih dalam
perbuatan ilegal dalam hukum pidana
mengatasi keadaan gawat dan mengancam
Indonesia yaitu dalam Pasal 344 KUHP :
kelangsungan hidup. Banyak kasus yang
Barang siapa merampas nyawa
dulu sudah tidak dapat dibantu lagi, namun
orang lain atas permintaan orang
seiring
dan
itu sendiri yang jelas dinyatakan
teknologi berkembang pesat pasien dengan
dengan kesungguhan hati, diancam
kondisi sama dapat diselamatkan.
dengan pidana penjara paling lama
berkembangnya
zaman
Kajian ini lebih difokuskan pada
euthanasia
pasif,
dikarenakan
begitu
dua belas tahun.
Pancasila
dalam
kedudukannya
banyak masalah moral. Dokter atau tenaga
sebagai dasar filsafat negara, maka nilai-
kesehatan
terjadi
nilai Pancasila harus dijabarkan dalam
kematian secara perlahan tanpa melakukan
suatu norma yang merupakan pedoman
tindakan apapun dan juga hal ini kadang
pelaksanaan
dan
tidak diberitahukan oleh pihak dokter atau
kenegaraan,
bahkan
tenaga kesehatan kepada pihak keluarga.
kemasyarakatan. Teradapat dua macam
Dalam sumpah dokter terdapat poin yang
norma dalam kehidupan kenegaraan dan
menjunjung tinggi kehidupan pasien. Pada
kebangsaan yaitu norma hukum dan
poin ke sembilan lafal sumpah dokter
norma moral atau etika. Sebagaimana
Indonesia menyebutkan : Saya akan
dipahami bahwa sebagai suatu norma
menghormati setiap hidup insani mulai
hukum positif, maka Pancasila dijabarkan
seperti
membiarkan
penyelenggaran
kebangsaan
dan
dalam
suatu
peraturan
perundang-
mengandung makna bahwa negara dengan
undangan yang bersifat eksplisit, hal itu
Tuhan adalah hubungan sebab akibat yang
secara kongkrit dijabarkan dalam tertib
tidak langsung melalui manusia sebagai
hukum
Indonesia.
Namun
demikian
pendukung pokok negara. Dari nilai-nilai
hukum,
didalam
yang terkandung dalam sila pertama
pelaksanaanya memerlukan suatu norma
tersebut dapat disebutkan bahwa sila ini
moral
pijak
merupakan dasar kerokhanian, dasar moral
pelaksaan tertib hukum di Indonesia.
bagi bangsa Indonesia dalam pelaksanaan
Bagaimanapun baiknya suatu peraturan
kehidupan bernegara dan bermasyarakat,
perundang-undangan
yang
disamping
yang
tertib
merupakan
dasar
jikalau
tidak
berarti
bahwa
dalam
kehidupan
bernegara
dilandasi oleh moral yang luhur dalam
penyelenggaraan
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara,
wajib memperhatikan dan menghormati
maka niscaya hukum tidak akan dapat
petunjuk-petunjuk dari Tuhan Yang Maha
mencapai suatu keadilan bagi kehidupan
Esa dan tidak dibenarkan menyimpang
kemanusiaan. Oleh karena itu selain sila-
dari
sila Pancasila merupakan suatu sumber
ditetapkan oleh-Nya.
ketentuan-ketentuan
yang
telah
nilai bagi tertib hukum di Indonesia,
Berdasarkan uraian di atas yang
sekaligus juga merupakan suatu sumber
melatarbelakangi masalah dalam penelitian
norma moral bagi pelaksanaan hukum,
ini, maka diadakan penelitian dengan judul
penyelenggaraan
EUTHANASIA
kenegaraan
dan
kebangsaan.
A. Rumusan Permasalahan
memiliki peran penting dalam tiap aspek
1. Bagaimanakah
kehidupan manusia. Moralitas merupakan
satu
DALAM
PERSPEKTIF MORAL PANCASILA.
Pancasila sebagai jati diri bangsa
salah
PASIF
kajian
dalam
pasif
dari sudut pandang etika medik ?
Pancasila.
2. Bagaimanakah
Euthanasia pasif merupakan tindakan yang
euthanasia
pasif
dari sudut pandang hukum?
berkaitan erat dengan moral, sehingga
3. Bagaimanakah
moralitas dalam Pancasila dapat dijadikan
moral
pancasila
menyikapi euthanasia pasif?
acuan sudut pandang dalam menyikapi
euthanasia pasif. Bila dipahami makna
euthanasia
B. Metode Penelitian.
1.
Pendekatan Penelitian.
yang terkandung dalam sila Ketuhanan
Penelitian yang dilakukan untuk
Yang Maha Esa, makna inti sila tersebut
tesis ini adalah penelitian hukum normatif
terdapat kata 'Ketuhanan' , yang berasal
(normative law research) adalah penelitian
dari kata Tuhan + (ke-/-an). Hal ini
hukum yang mengkaji hukum tertulis dari
berbagai aspek tetapi tidak mengkaji aspek
sekunder
terapan
kepustakan yang terdiri dari:
atau
implementasinya.
Ilmu
hukum normatif bersifat sui generis,
yang
berasal
dari
sumber
a. Bahan hukum primer, yaitu
maksudnya ia tidak dapat dibandingkan
bahan-bahan
dengan ilmu-ilmu lain.
mempunyai kekuatan hukum
2. Metode
dan
Teknik
hukum
yang
mengikat, dalam penulisan ini
Pengumpulan Bahan Hukum.
bahan hukum primer yang
Dalam pengumpulan data yang
dipergunakan
meliputi
akan diolah, penulis mengambil metode
perundang-undangan,
studi kepustakaan. Kepustakaan sebagai
yurisprudensi serta dokumen-
suatu bahan yang berisi informasi yang
dokumen
diperlukan
berhubungan dengan penulisan
dalam
penelitian
perlu
mendapatkan seleksi secara ketat dan
sistematis,
prosedur
didasarkan
pada
kemutakhiran.
dilakukan
penyeleksian
relevansi
Studi
dengan
literatur-literatur,
cara
dan
lain
yang
skripsi ini.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu
terdiri
dari
bahan
yang
kepustakaan
memberikan
mempelajari
mengenai bahan hukum primer
artikel-artikel,
penjelasan
serta
, seperti buku-buku, skripsi-
bahan bacaan lainnya yang berkaitan
skripsi, surat kabar, artikel
dengan penulisan skripsi ini, dilakukan
internet, hasil-hasil penelitian,
melalui
pendapat para ahli atau serjana
penelusuran
kepustakaan
ke
Perpustakaan dan situs-situs internet yang
hukum
berhubungan dengan penelitian ini.
mendukung
Karakteristik utama penelitian ilmu
hukum
normatif
dalam
melakukan
pengkajian hukum terletak pada sumber
yang
dapat
pemecahan
masalah yang diteliti dalam
penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier yaitu
datanya. Sumber utamanya adalah bahan
terdiri dari:
hukum bukan data atau fakta sosial, karena
a) Bahan-bahan
yang
dalam penelitian hukum normatif yang
memberikan
petunjuk
dikaji adalah bahan hukum yang berisi
maupun
aturan-aturan
terhadap
yang
bersifat
normatif.
penjelasan
bahan
hukum
Bahan hukum yang diperoleh dan diolah
primer dan bahan hukum
dalam penelitian hukum normatif adalah
sekunder
bahan hukum sekunder, bahan hukum
seperti
Kamus
Besar
Bahasa
data
yang
diperoleh
dengan
cara
Indonesia dan Ensiklopedia.
menggambarkan atau menguraikan hasil
b) Bahan-bahan di luar bidang
penelitian dalam bentuk uraian kalimat
hukum, seperti buku-buku,
secara terperinci, kemudian dari uraian
majalah-majalah,
tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai
surat
kabar di bidang komunikasi
jawaban
khususnya di bidang
dalam penulisan ini.
jurnalistik
yang
oleh
masalah
II. HASIL
yang
dikemukakan
PENELITIAN
DAN
penulis digunakan untuk
PEMBAHASAN
melengkapi
A. Euthanasia Pasif dari Sudut
maupun
menunjang data penelitian.
Setelah
mengumpulkan
bahan
Pandang Etika Medik.
Etika tidak dapat dipisahkan dari
hukum, maka dilakukan pengolahan data.
profesi,
Pengolahan
perwujudan dan ciri-ciri profesi yang
data
tersebut
dilakukan
melalui:
etika
merupakan
menyangkut tanggung jawab keahlian
a. Seleksi bahan, yaitu pemeriksaan
kepada masyarakat. Dengan kata lain, ciri-
bahan untuk mengetahui apakah
ciri suatu profesi terwujud dalam asosiasi-
bahan
asosiasi dan kode etiknya.
tersebut
sudah
lengkap
sesuai dengan keperluan penelitian.
b. Klasifikasi
bahan,
Begitu juga halnya dengan profesi
yaitu
kedokteran. Sejak permulaan sejarahnya,
menempatkan bahan sesuai dengan
umat manusia telah mengakui adanya
bidang atau pokok bahasan agar
beberapa sifat yang fundamental yang
mempermudah
melekat secara mutlak pada diri setiap
dalam
menganalisisnya.
c. Sistematika
penyusunan
dokter yang baik dan bijaksana, yaitu
bahan,
bahan
yaitu
kemurnian
niat,
kesungguhan
dalam
menurut
bekerja. Oleh karenanya para dokter di
sistematika yang telah ditetapkan
seluruh dunia mendasarkan tradisi dan
dalam
sehingga
disiplin kedokteran tersebut dalam suatu
dalam
etik profesional yang dikenal dengan Kode
penelitian
mempermudah
menganalisisnya.
3.
karena
Teknik Analisa Bahan Hukum
Etik Kedokteran. Kode Etik Kodekteran
ini dilandaskan atas asas-asas etik yang
Metode yang digunakan dalam
mengatur hubungan antara manusia pada
analisis bahan hukum adalah analisis
umumnya, serta memiliki akar-akarnya
kualitatif, yaitu memberikan arti dari setiap
dalam filsafat masyarakat yang diterima
dan dikembangkan terus dalam masyarakat
itu.
Euthanasia pasif banyak dilakukan
di Indonesia atas permintaan keluarga
Di
Indonesia,
para
dokter
setelah
mendengar
penjelasan
dan
menganut upaya euthanasia pasif, bahkan
pertimbangan dari dokter, bahwa pasien
mereka sudah melaksanakannya, walaupun
yang bersangkutan sudah sangat tidak
kadang-kadang secara tidak langsung.
mungkin disembuhkan. Biasanya keluarga
Misalnya keluarga pasien sering meminta
memilih untuk membawa pulang pasien
dengan paksa agar pasien dikeluarkan dari
tersebut dengan harapan ia meninggal
rumah
dengan tenang di lingkungan keluarganya.
sakit.
Prosedur
permohonan
semacam ini memang ada dan pihak rumah
sakit
tidak
dapat
menolak
atau
Dalam
pasal
5
Kode
Etik
Kodekteran yang berbunyi :
menahannya, sehingga pasien diizinkan
Tiap perbuatan atau nasihat
keluar dari rumah sakit, dan dengan
yang
demikian
daya tahan psikis maupun fisik
dokter
pun
diperkenankan
mungkin
melepaskan tanggung jawabnya. Dalam
hanya
keadaan demikian sebenarnya baik dokter
kepentingan
maupun keluarga pasien mengetahui dan
pasien,
menyadari
persetujuan pasien.
bahwa
meninggal
si
pasien
apabila
akan
perawatnnya
dihentikan.
diberikan
dan
setelah
untuk
kebaikan
memeperoleh
Hal ini dapat diartikan dokter bisa
saja
Dalam euthanasia
melemahkan
melakukan
tindakan
yang
bisa
pasif, dokter
menyebabkan kematian terhadap pasien,
tidak memberikan bantuan secara aktif
tapi pada hal ini harus ada persetujuan dari
bagi mempercepat proses kematian pasien.
pasien. Menurut sudut pandang etika
Apabila
menderita
medis euthanasia pasif mungkin terjadi
penyakit dalam stadium terminal, yang
berdasarkan pasal tersebut, dokter bisa saja
menurut pendapat dokter tidak mungkin
melakukannya dengan tindakan perawatan
lagi disembuhkan maka kadang-kadang
minim yang merupakan euthanasia pasif
pihak keluarga karena tidak tega melihat
dengan izin pasien, dengan alasan demi
salah
keluarganya
kepentingan dan kebaikan pasien karena
berlama-lama menderita di rumah sakit,
penyakitnya yang tidak bisa disembuhkan
lantas mereka meminta kepada dokter
lagi.
seseorang
seorang
pasien
anggota
untuk menghentikan pengobatan. Tindakan
penghentian
pasif.
ini
termasuk
euthanasia
B.
Euthanasia
dikenal
Pasif
dari
Dalam
Sudut
permasalah
euthanasia
Pandang Hukum.
pasif atas permintaan pasien atau keluarga,
Dalam hukum positif di Indonesia
dokter tidak memikul tanggung jawab
2
bentuk
euthanasia,
yaitu
terhadap hal tersebut, sesuai dengan
euthanasia yang dilakukan atas permintaan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
pasien/korban itu sendiri dan euthanasia
Indonseia No. 290/Menkes/Per/111/2008
yang dilakukan dengan sengaja melakukan
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
pembiaran terhadap pasien sebagaimana
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
secara eksplisit diatur dalam Pasal 344 dan
pasal 16 ayat yang berbunyi :
304 KUHP.
Akibat
Pasal 344 KUHP menyatakan :
penolakan
kedokteran
tindakan
sebagaimana
Barang siapa merampas nyawa
dimaksud
orang lain atas permintaan orang
tanggung jawab pasien.
itu
sendiri
yang
dinyatakan
jelas
dengan
kesungguhan
hati
diancam
Hukum
euthanasia
keluarga
lama dua belas tahun
melakukan
dinyatakan:
2
Indonesia
menjadi
melarang
pasif yang tercantum dalam
pasal 304 KHUP, tapi secara hukum pihak
dengan pidana penjara paling
Sementara dalam pasal 304 KUHP
ayat
pasien
atau
pasien
penolakan
dapat
tindakan
kedokteran, perbuatan menolak tindakan
kedokteran tersebut merupakan euthanasia
Barang siapa dengan sengaja
pasif, hal ini tercantum pada Peraturan
menempatkan atau membiarkan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
seorang
keadaan
No.
menurut
Persetujuan Tindakan Kedokteran Menteri
hukum yang berlaku baginya
Kesehatan Republik Indonesia pasal 16
atau
ayat 1.
dalam
sengsara,padahal
karena
persetujuan
wajib
dia
memberi
kehidupan,perawatan
290/Menkes/Per/111/2008
Terdapat
dua
bentuk
tentang
yang
atau
sebenarnya dari euthanasia pasif tersebut,
orang
perbedaannya dari segi pelaksanaannya.
pidana
Ketika euthanasia pasif tersebut dilakukan
penjara paling lama dua tahun
atas inisiatif dari dokter maka tindakan
delapan bulan atau pidana denda
tersebut dilarang di mata hukum, tapi jika
paling banyak empat ribu lima
pihak pasien atau keluarga melakukan
ratus rupiah.
penolakan
pemeliharaan
itu,diancam
kepada
dengan
atas
tindakan
kedokteran,
dimana
hal
tersebut
euthanasia
pasif,
juga
termasuk
maka
terjadinya
Panacasila bersumber pada
nilai-nilai
filosofis
yaitu
Pansasila.
Oleh
euthanasia pasif dengan cara seperti itu
Filsafat
dibolehkan menurut pandangan hukum di
karena itu dalam setiap
Indonesia.
ideologi
C.
Moral
Pancasila
Menyikapi
bersumber
pandangan hidup nilai-nilai
Euthanasia Pasif.
filosofis.
Pancasila sebagai suatu ideologi
kualitas
Kadar
dan
idealisme
yang
tidak bersifat kaku dan tertutup, namun
terkandung dalam ideologi
bersifat terbuka, hal ini dimaksudkan
Pancasila
bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat
memberikan
aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa
optimisme
mampu
menggugah motivasi yang
menyesuaikan
perkembangan
jaman.
dengan
Keterbukaan
pancasila bukan berarti mengubah nilainilai
dasar
mengeksplisitkan
mampu
harapan,
serta
mampu
dicita-citakan.
2. Dimensi
Pancasila
namun
nilai
wawasannya
secara
dalam
normatif, nilai-
yang
terkandung
Pancasila
perlu
kongkrit, sehingga memiliki kemampuan
dijabarkan
yang lebih tajam untuk memecahkan
sistem norma, sebagaimana
masalah-masalah baru dan aktual.
terkandung
Sebagai ideologi terbuka maka
Pancasila
memiliki
dimensi
sebagai
berikut:
dalam
suatu
dalam
pembukaan
UUD
1945
yang memiliki kedudukan
tertinggi dalam tata tertib
1. Dimensi
nilai
idealitas,
nilai
dasar
terkandung
yaitu
hukum Indonesia. Dalam
yang
pengertian
dalam
pembukaan
pancasila
yang
bersifat
sistematis
dan
rasional,
yaitu
hakikat
yang
ini
maka
yang
dalamnya
di
memuat
Pancasila dalam alinie IV,
kedudukannya
sebagai
terkandung dalam lima sila
staatsfundamentalnorm
Pancasila
ketuhanan,
(pokok
persatuan,
fundamental), agar mampu
:
kemanusian,
kerakyatan, dan keadilan,
maka
dimensi
idealis
dijabarkan
kaidah
ke
yang
dalam
langkah operasional perlu
yang hanya bersifat normatif dan tertutup,
memiliki norma yang jelas.
demikian
3. Dimensi
realitas,
pula
ideologi
Pancasila
suatu
bukanlah merupakan ideologi pragmatis
mampu
yang hanya menekankan segi praktis dan
mencerminkan ralitas yang
realitis belaka tanpa idealisme yang
hidup
dan
rasional. Maka ideologi Pancasila yang
dalam
masyarakat.
ideologi
harus
berkembang
Oleh
bersifat terbuka pada hakikatnya, nilai-
karena itu Pancasila selain
nilai dasar (hakikat) sila-sila pancasila
memiliki
yang bersifat tetap adapun penjabaran dan
dimensi
nilai-
nilai ideal normatif, maka
realisasinya
Pancasila harus dijabarkan
secara dinamis, terbuka dan senantiasa
dalam
mengikuti perkembangan jaman.
kehidupan
sehari-hari
kaitannya
maupun
baik
nyata
senantiasa
diekplisitkan
dalam
Berdasarkan moral yang berkaitan
bermasyarakat
dengan euthanasia pasif didalam moral
dalam
segala
Pancasila, terdapat berbagai macam bentuk
penyelenggaraan
yang sebenarnya dari euthanasia pasif. Hal
negara. Dengan demikian
ini dapat terjadi karena begitu kayanya
Pancasila sebagai ideologi
unsur moral dari moral Pancasila, moral
terbuka
Pancasila
aspek
tidak
bersifat
utopis yang hanya berisi
bersifat
realistis
berbagai
aspek
Pancasila
berupa
kehidupan.
ide-ide yang mengawang,
namun
mecakup
Unsur
moral
keyakinan terdapat berbagai macam versi
artinya mampu dijabarkan
dari
kehidupan
euthanasia pasif. Hal ini disebabkan
yang
nyata
dalam berbagai bidang.
Berdasarkan
hakikat
bentuk
yang
sebenarnya
dari
karena tiap agama memilik sudat pandan
ideologi
dan keyakinan yang berbeda atas sesuatu
Pancasila yang bersifat terbuka yang
perbuatan. Tiap keyakinan atas bagaimana
memiliki tiga dimensi tersebut maka
euthanasia pasif tersebut merupakan hak
ideologi Pancasila tidak bersifat utopis
dari tiap agama yang harus dihargai.
yang hanya merupakan sistem ide-ide
Beradap merupakan unsur yang
belaka yang jauh dari kenyataan hidup
terkandung dalam moral Pancasila, bentuk
sehari-hari. Selain itu ideologi Pancasila
sebenarnya dari euthanasia pasif adalah
bukan merupakan doktrin belaka, karena
suatu hal yang tidak baik untuk dilakukan,
doktrin hanya memiliki pada ideologi
karena
euthanasia
pasif
bertentangan
dengan kebaikan budi pekerti, meskipun
peraturan yang telah diatur dalam Hukum
tidak
Alam.
dilakukan
pembunuhan
dalam
euthanasia pasif, tapi dalam hal pembiaran
Indonesia mayoritas penduduknya
pasien mati pelan-pelan tanpa pertolongan
beragama Islam, dalam Islam berobat
merupakan pelanggaran kebaikan budi
bukanlah suatu kewajiban, hal ini sudah
pekerti,
sesuai dengan peraturan yang berlaku di
seharusnya
pertolongan
sekuat
tetap
dilakukan
tenaga
apapun
hasilnya.
Dalam
berkaitan
unsur
Peraturan
Kesehatan
Republik
Menteri
Indonesia
290/Menkes/Per/111/2008
No.
tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran Menteri
terhadap peraturan, dalam hal ini peraturan
Kesehatan Republik Indonesia pasal 16
dan perundang-undangan yang berlaku di
ayat 1 berisi bahwa pasien atau keluarga
Indonesia,
dari
pasien berhak menolak pengobatan dari
euthanasia pasif tergantu dari proses
dokter. Dapat disimpulkan dari pandangan
terjadinya.
pasif
teori hukum kodrat peraturan dari negara
tersebut dilakukan atas inisiatif dari dokter
sudah sejalan dengan peraturan dari Tuhan
maka tindakan tersebut dilarang di mata
menurut ajaran Islam, begitu juga dengan
hukum, tapi jika pihak pasien atau
agama Hindu.
terdapat
Ketika
melakukan
dengan
yang
dalam
ketaatan
keluarga
langsung
ketaatan
Indonesia,
dua
bentuk
euthanasia
penolakan
atas
Walaupun
negara
Indonesia
tindakan kedokteran, dimana hal tersebut
memiliki penduduk mayoritas Islam, tapi
juga termasuk euthanasia pasif, maka
Indonesia juga mengakui beberapa agama
terjadinya euthanasia pasif dengan cara
lainnya. Dalam agama Budha dan Kristen
seperti itu dibolehkan menurut pandangan
tidak dibolehkan terjadinya euthanasia
hukum di Indonesia.
pasif.
Menurut teori hukum kodrat yang
dikemukakan
oleh
Thomas
Terdapat
pertentangan
antara
peraturan Tuhan dengan peraturan agama
Aquinas,
dalam hal ini. Jadi dalam agama Kristen
hukum yang sebenarnya adalah hukum
menurut teori hukum kodrat, peraturan
dari Tuhan, jika peraturan dari negara
tentang euthanasia pasif di Indonesia
betentangan dengan hukum dari Tuhan
merupakan peraturan yang menyimpang.
maka peraturan tersebut adalah peraturan
Perbedaan
pandangan
yang menyimpang. Begitu juga dengan
merupakan
hak
euthanasia pasif, peraturan yang mengatur
masing. Hal ini tidak dapat diperdebatkan
euthanasia pasif harus sesuai dengan
karena tiap agama memiliki sudut pandang
dari
tiap
agama
agama
masing-
masing-masing yang harus dihargai oleh
agama yang lain.
3. Moral
Pancasila
memiliki
beberapa unsur, dalam unsur
ketuhanan berkaitan erat dengan
agama. Dari Agama yang diakui
III. PENUTUP
A. SIMPULAN
di Indonesia terdapat perbedaan
Berdasarkan pembahasan dan hasil
pendapat dalam hal euthanasia
penelitian
atas
permasalahan
yang
pasif.
Ada
agama
yang
diperoleh penulis, maka dapat disimpulkan
membolehkan dan ada yang
bahwa :
tidak. Unsur berikutnya adalah
104
1. Kode etik kedokteran Indonesia
keberadaban pada euthanasia
berorientasi pada pandangan-
pasif juga bertentangan dengan
pandangan
Hippocrates
yang
kebaikan budi pekerti, meskipun
menerima
euthanasia
pasif,
tidak
dilakukan
pembunuhan
berarti kode etik kedokteran
dalam euthanasia pasif, tapi
Indonesia menerima euthanasia
dalam hal pembiaran pasien
dalam bentuk pasif.
mati
pelan-pelan
2. Terdapat perbedaan pandangan
pertolongan
euthanasia pasif dalam hukum
pelanggaran
Indonesia, euthanasia
pekerti,
dilarang
dalam
merupakan
kebaikan
seharusnya
budi
tetap
304
dilakukan pertolongan sekuat
KHUP, tapi secara hukum pihak
tenaga apapun hasilnya. Pada
keluarga pasien atau pasien
unsur ketaatan berikutnya yaitu
dapat
penolakan
ketaatan berkaitan erat dengan
tindakan kedokteran, perbuatan
peraturan perundang-undangan,
menolak tindakan kedokteran
dalam
tersebut merupakan euthanasia
euthanasia pasif dalam keadaan
pasif, hal ini tercantum pada
dokter
Peraturan
terhadap
melakukan
Republik
Menteri
pasal
pasif
tanpa
Kesehatan
Indonseia
No.
perundang-undangan
melakukan
pembiaran
pasien
tanpa
persetujuan pihak keluarga atau
290/Menkes/Per/111/2008
pasien, hal tersebut bertentangan
tentang Persetujuan Tindakan
dengan
Kedokteran Menteri Kesehatan
sedangkan pada euthanasia pasif
Republik Indonesia pasal 16
dalam
ayat 1.
keluarga pasien yang memohon
moral
keadaan
Pancasila,
pasien
atau
penolakan tindakan medis hali
ini tidak bertentangan dengan
moral Pancasila berupa ketaatan.
Asikin, Z 2013, Mengenal Filsafat Hukum,
Bandung, Pustaka Reka Cipta.
Audah,AQ 1992, At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-
B. SARAN
Islami,
Adapun saran yang hendak penulis
Risalah.
sampaikan yaitu sebagai berikut:
Beirut,
Muassasah
Ar-
Bertens,K 2011, Etika, Jakarta, Gramedia
1. Sebaiknya dokter tetap berusaha
Pustaka Utama.
membantu pasien, jika memang
Goel, V 2008, Euthanasia – A dignified
tidak bisa disembuhkan lagi ada
end of life, Faculty of Law Addis
baiknya dokter membicarakan
Ababa University Addis Ababa
masalah
Ethiopia.
tersebut
dengan
keluarga pasien.
Halimy,
2. Perlu adanya peraturan yang
khusus
mengatur
tentang
pasif,
sehingga
euthanasia
I
1990,
Euthanasia,
Solo,
Ramadani.
Hamdayana, J dkk, 2012, Pancasila, Suatu
Analisis
Yuridis,
Historis
dan
dokter, pasien dan keluarga
Filosofis, Jakarta: Hartomo Media
pasien dapat terlindungi dari
Pustaka.
tindakan yang berakhir dengan
hal yang tidak diinginkan.
3. Diharapkan ada kajian yang
lebih banyak baik mengenai
euthanasia pasif atau hal-hal
Hanafiah,
MJ
dkk,
2007
,
Etika
Kedokteran dan Hukum Kesehatan,
edisi 4, Jakarta, Penerbit buku
kedokteran EGC.
Kaelan,
2009,
Filsafat
Hidup
Pancasila,
baru lainnya dengan memakai
Pandangan
Bangsa
sudut pandang moral Pancasila.
Indonesia, Yogyakarta, Paradigma.
Koeswadji, HH 1998, Hukum Kedokteran.
DAFTAR PUSTAKA
dalam Mana Dokter sebagai Salah
A. Buku-buku.
Amin,MM 2015,
Studi tentang Hubungan Hukum
Satu Pihak, Jakarta, PT. Aditya
Moral Pancasila Jati
Diri Bangsa, Yogyakarta, Calpulis.
Ashshofa, B 1996, Metode Penelitian,
Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Bakti.
Maryati, N 1998, Malpraktek Kedokteran
dari Segi Hukum Pidana dan
Perdata, Jakarta, PT. Bina Aksara.
Moeljatno, 2005, Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana,
Jakarta, PT.
Rineka Cipta.
Muhammad, A
Hukum dan
Hukum,
Bandung,
PT.Citra Aditya Bakti.
Pandangan Hukum Positif dan
Hukum Islam, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada.
Hukum, Bandung, Mandar Maju.
Prakoso, D 1984, Euthanasia Hak Azasi
Manusia, Manusia Dan Hukum,
Medan, Pustaka Bangsa Press.
Pusat Bahasa, 2001, Kamus Besar Bahasa
Edition. Jakarta,
Balai Pustaka.
Simorangkir, 2003, Euthanasia
Penerapan
Hukumnya
Indonesia,
Jakarta,
Dan
Di
Gramedia
Pustaka Utama.
URGENSI
MORAL,
Membangun
Suatu
Komitmen
Diri, Yogjakarta, Surya Perkasa.
Sutarno, 2014, Euthanasia, Keadilan dan
Positif
di
Indonesia,
Malang, Setara
Press.
Titus, HH dkk 1984, Persoalan-persoalan
Fisafat, Jakarta, Bulan Bintang.
Tongat,
Nasution, BJ 2008, Metode Penelitian
2010,
PENDIDIKAN
Hukum
Muslich, AW 2014, Euthanasia Menurut
Indonesia 3rd
dkk,
Upaya
2004,
Penelitian
Susilawati,
2003, Hukum Pidana Materil,
Jakarta, Djambatan.
Utomo, W 2003, Hukum Pidana Yang
Mengatur
Tentang
Euthanasia,
Depok, Rechta.
Wahan,
P
1993,
Filsafat
Pancasila,
Yogyakarta, Kanisius.
Zallum, AQ 1997, Hukum Asy-Syar’i fi
Al-Istinsakh,
Ijhadh,
Naql
Athfaal
A’dha`,
Al-
Al-Anabib,
Ajhizatul In’asy At-Tibbiyah, alHayah wa al-Maut, Beirut , Darul
Ummah.
Siswati, S 2013, Etika Dan Hukum
Kesehatan,
Jakarta,
PT.
RajaGrafindo Persada.
Soeryanto, P 1991, Pancasila Sebagai
Ideologi
Ditinjau
Pandangan
Hidup
Dari
Segi
Bersama,
Sumaryono, E 2002, Etika & Hukum.
Relevansi Teori Hukum Kodrat
Canisius.
Aquinas,
Undang Undang Dasar 1945.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonseia
Jakarta, BP-7 Pusat.
Thomas
B. Peraturan perundang-undangan.
Yogyakarta,
No.
290/Menkes/Per/111/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran
Menteri
Indonesia.
Kesehatan
Republik
C. Website
Purnama,R, Euthanasia Ditinjau Dari
Aspek
Hukum
(http://rabdhanpurnama.blogspot.co
m/2012/07/euthanasia-ditinjaudari-aspek-hukum.html)
Ayu, G , Utilitarianisme, http://griscaayufib12.web.unair.ac.id/artikel_detail
-103870-UmumUtilitarianisme.html.
Carmelia, Tanya Jawab Iman tentang
Euthanasia dalam Iman Kristiani
http://www.carmelia.net/index.php/
artikel/tanya-jawab-iman/64eutanasia-dan-iman-kristiani
Download