EUTHANASIA PASIF DALAM PERSPEKTIF MORAL PANCASILA ARTIKEL Oleh : ARVIN YUDHISTIRA PRATAMA NPM: 1410018412016 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA 2016 EUTHANASIA PASIF DALAM PERSPEKTIF MORAL PANCASILA 1 Arvin Yudhistira Pratama1, Miko Kamal1, Suparman Khan1 Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Bung Hatta E-mail: [email protected] ABSTRAK Euthanasia merupakan masalah klasik dalam bidang kedokteran dan kesehatan yang berkaitan dengan aspek hukum, yang selalu aktual dibicarakan dari waktu ke waktu. Dalam lafal sumpah dokter yang disusun oleh Hippokrates, masalah euthanasia ini telah ditulis dan diingatkan. Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia pasif adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 304 KUHP. Pancasila sebagai jati diri bangsa memiliki peran penting dalam tiap aspek kehidupan manusia. Moralitas merupakan salah satu kajian dalam Pancasila. Euthanasia pasif merupakan tindakan yang berkaitan erat dengan moral. Sehingga moralitas dalam Pancasila dapat dijadikan acuan sudut pandang dalam menyikapi euthanasia pasif. Penelitian ini ditujukan untuk 1. Menganalisis euthanasia pasif dari sudut pandang etika medik; 2. Menganalisis euthanasia pasif dari sudut pandang hukum; 3. Menganalisis moral pancasila menyikapi euthanasia pasif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, kemudian data dianalisis secara kualitatif. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa 1. Kode etik kedokteran Indonesia berorientasi pada pandangan-pandangan Hippocrates yang telah lama menerima euthanasia pasif; 2. Terdapat perbedaan pandangan euthanasia pasif dalam hukum Indonesia, tergantung dari proses terjadinya euthanasia pasif; 3.Moral Pancasila memiliki beberapa unsur yang berkaitan dengan euthanasia pasif, dan setiap unsur tersebut memiliki pandangan yang berbeda terhadap euthanasia pasif. Kata Kunci: Euthanasia Pasif, Moral, Pancasila. PASSIVE EUTHANASIA IN PANCASILA MORALITY PERSPECTIVE 1 Arvin Yudhistira Pratama1, Miko Kamal1, Suparman Khan1 Law Department of Post Graduate Program Bung Hatta University E-mail: [email protected] ABSTRACT Euthanasia is a classic problem in the medical field and health related to aspects of law which is discussed as the actual problem from time to time.Then, euthanasia is also written on the Hippocrates. Based on the law in Indonesia, passive euthanasia is an act against the law. It can be seen in the section 304 Criminal code. Pancasila as the national identity become an important role in the aspect of human life. Morality is one of the studies in Pancasila. Passive euthanasia is an act which is closely related to morality. So that morality in Pancasila referable viewpoint deals with passive euthanasia. The aims of this research are 1. Analyzing passive euthanasia from the viewpoint of medical ethics; 2.Analyzing passive euthanasia from a legal standpoint; 3. Analyzing Morality of Pancasila addressing passive euthanasia. This research uses normative legal research method with collecting the data from library study. Then the research utilizes a qualitative method to analyze the data. The result of this research 1. Show that the Indonesian medical ethics oriented to the views of Hippocrates that has been accepted with passive euthanasia; 2. There are different views of passive euthanasia under Indonesian law, it depend on the occurrence of passive euthanasia; 3. Pancasila morality has several elements related to passive euthanasia, and each element has a different view. Key Words : Passive Euthanasia, Morality, Pancasila. I. PENDAHULUAN Ada dua masalah dalam bidang kedokteran dan kesehatan yang berkaitan dengan aspek hukum yang selalu aktual dibicarakan dari waktu ke waktu yang dapat digolongkan dalam masalah klasik dalam bidang kedokteran, yaitu tentang abortus provokatus dan euthanasia. Dalam lafal sumpah dokter yang disusun oleh Hippokrates, kedua masalah ini telah ditulis dan diingatkan. Sampai kini, tetap saja persoalan yang timbul berkaitan dengan masalah ini tidak dapat diatasi atau diselesaikan dengan baik, atau dicapainya kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Di satu pihak, tindakan tersebut pada beberapa kasus dan keadaan memang diperlukan. Sementara di lain pihak tindakan ini tidak dapat diterima, karena bertentangan dengan hukum, moral, dan agama. Masalah ini setiap waktu dihadapi oleh kalangan kedokteran dan masyarakat, bahkan dapat diperkirakan akan semakin meningkat di masa mendatang. Masalah euthanasia sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit yang dapat dari saat pembuahan, dan poin ke lima disembuhkan, sementara pasien sudah menyebutkan : Saya akan senantiasa dalam keadaan merana, putus asa, dan mengutamakan kadang-kadang sekarat. Dalam keadaan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia, seperti ini tidak jarang pasien memohon pada Pasal 7d yang menyatakan bahwa agar setiap dokter harus senantiasa mengingat dapat sudah tidak melepaskan diri dari kesehatan dan penderitaan yang sangat tak terhingga, dan akan satu-satunya jalan yang tersisa adalah makhluk kematian. sering penjelasan pasal tersebut dikemukakan dibicarakan dan menarik banyak perhatian bahwa seorang dokter tidak diperbolehkan karena Masalah semakin dihadapi ini banyak kalangan makin didunia insani. melindungi hidup Selanjutnya dalam kasus yang mengakhiri hidup seorang pasien yang kedokteran dan menurut ilmu dan pengetahuan tidak masyarakat terutama setelah ada temuan baru kewajiban pasien pengobatan mungkin akan sembuh lagi. dengan Euthanasia digolongkan sebagai mempergunakan teknologi canggih dalam perbuatan ilegal dalam hukum pidana mengatasi keadaan gawat dan mengancam Indonesia yaitu dalam Pasal 344 KUHP : kelangsungan hidup. Banyak kasus yang Barang siapa merampas nyawa dulu sudah tidak dapat dibantu lagi, namun orang lain atas permintaan orang seiring dan itu sendiri yang jelas dinyatakan teknologi berkembang pesat pasien dengan dengan kesungguhan hati, diancam kondisi sama dapat diselamatkan. dengan pidana penjara paling lama berkembangnya zaman Kajian ini lebih difokuskan pada euthanasia pasif, dikarenakan begitu dua belas tahun. Pancasila dalam kedudukannya banyak masalah moral. Dokter atau tenaga sebagai dasar filsafat negara, maka nilai- kesehatan terjadi nilai Pancasila harus dijabarkan dalam kematian secara perlahan tanpa melakukan suatu norma yang merupakan pedoman tindakan apapun dan juga hal ini kadang pelaksanaan dan tidak diberitahukan oleh pihak dokter atau kenegaraan, bahkan tenaga kesehatan kepada pihak keluarga. kemasyarakatan. Teradapat dua macam Dalam sumpah dokter terdapat poin yang norma dalam kehidupan kenegaraan dan menjunjung tinggi kehidupan pasien. Pada kebangsaan yaitu norma hukum dan poin ke sembilan lafal sumpah dokter norma moral atau etika. Sebagaimana Indonesia menyebutkan : Saya akan dipahami bahwa sebagai suatu norma menghormati setiap hidup insani mulai hukum positif, maka Pancasila dijabarkan seperti membiarkan penyelenggaran kebangsaan dan dalam suatu peraturan perundang- mengandung makna bahwa negara dengan undangan yang bersifat eksplisit, hal itu Tuhan adalah hubungan sebab akibat yang secara kongkrit dijabarkan dalam tertib tidak langsung melalui manusia sebagai hukum Indonesia. Namun demikian pendukung pokok negara. Dari nilai-nilai hukum, didalam yang terkandung dalam sila pertama pelaksanaanya memerlukan suatu norma tersebut dapat disebutkan bahwa sila ini moral pijak merupakan dasar kerokhanian, dasar moral pelaksaan tertib hukum di Indonesia. bagi bangsa Indonesia dalam pelaksanaan Bagaimanapun baiknya suatu peraturan kehidupan bernegara dan bermasyarakat, perundang-undangan yang disamping yang tertib merupakan dasar jikalau tidak berarti bahwa dalam kehidupan bernegara dilandasi oleh moral yang luhur dalam penyelenggaraan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, wajib memperhatikan dan menghormati maka niscaya hukum tidak akan dapat petunjuk-petunjuk dari Tuhan Yang Maha mencapai suatu keadilan bagi kehidupan Esa dan tidak dibenarkan menyimpang kemanusiaan. Oleh karena itu selain sila- dari sila Pancasila merupakan suatu sumber ditetapkan oleh-Nya. ketentuan-ketentuan yang telah nilai bagi tertib hukum di Indonesia, Berdasarkan uraian di atas yang sekaligus juga merupakan suatu sumber melatarbelakangi masalah dalam penelitian norma moral bagi pelaksanaan hukum, ini, maka diadakan penelitian dengan judul penyelenggaraan EUTHANASIA kenegaraan dan kebangsaan. A. Rumusan Permasalahan memiliki peran penting dalam tiap aspek 1. Bagaimanakah kehidupan manusia. Moralitas merupakan satu DALAM PERSPEKTIF MORAL PANCASILA. Pancasila sebagai jati diri bangsa salah PASIF kajian dalam pasif dari sudut pandang etika medik ? Pancasila. 2. Bagaimanakah Euthanasia pasif merupakan tindakan yang euthanasia pasif dari sudut pandang hukum? berkaitan erat dengan moral, sehingga 3. Bagaimanakah moralitas dalam Pancasila dapat dijadikan moral pancasila menyikapi euthanasia pasif? acuan sudut pandang dalam menyikapi euthanasia pasif. Bila dipahami makna euthanasia B. Metode Penelitian. 1. Pendekatan Penelitian. yang terkandung dalam sila Ketuhanan Penelitian yang dilakukan untuk Yang Maha Esa, makna inti sila tersebut tesis ini adalah penelitian hukum normatif terdapat kata 'Ketuhanan' , yang berasal (normative law research) adalah penelitian dari kata Tuhan + (ke-/-an). Hal ini hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek tetapi tidak mengkaji aspek sekunder terapan kepustakan yang terdiri dari: atau implementasinya. Ilmu hukum normatif bersifat sui generis, yang berasal dari sumber a. Bahan hukum primer, yaitu maksudnya ia tidak dapat dibandingkan bahan-bahan dengan ilmu-ilmu lain. mempunyai kekuatan hukum 2. Metode dan Teknik hukum yang mengikat, dalam penulisan ini Pengumpulan Bahan Hukum. bahan hukum primer yang Dalam pengumpulan data yang dipergunakan meliputi akan diolah, penulis mengambil metode perundang-undangan, studi kepustakaan. Kepustakaan sebagai yurisprudensi serta dokumen- suatu bahan yang berisi informasi yang dokumen diperlukan berhubungan dengan penulisan dalam penelitian perlu mendapatkan seleksi secara ketat dan sistematis, prosedur didasarkan pada kemutakhiran. dilakukan penyeleksian relevansi Studi dengan literatur-literatur, cara dan lain yang skripsi ini. b. Bahan hukum sekunder, yaitu terdiri dari bahan yang kepustakaan memberikan mempelajari mengenai bahan hukum primer artikel-artikel, penjelasan serta , seperti buku-buku, skripsi- bahan bacaan lainnya yang berkaitan skripsi, surat kabar, artikel dengan penulisan skripsi ini, dilakukan internet, hasil-hasil penelitian, melalui pendapat para ahli atau serjana penelusuran kepustakaan ke Perpustakaan dan situs-situs internet yang hukum berhubungan dengan penelitian ini. mendukung Karakteristik utama penelitian ilmu hukum normatif dalam melakukan pengkajian hukum terletak pada sumber yang dapat pemecahan masalah yang diteliti dalam penelitian ini. c. Bahan hukum tersier yaitu datanya. Sumber utamanya adalah bahan terdiri dari: hukum bukan data atau fakta sosial, karena a) Bahan-bahan yang dalam penelitian hukum normatif yang memberikan petunjuk dikaji adalah bahan hukum yang berisi maupun aturan-aturan terhadap yang bersifat normatif. penjelasan bahan hukum Bahan hukum yang diperoleh dan diolah primer dan bahan hukum dalam penelitian hukum normatif adalah sekunder bahan hukum sekunder, bahan hukum seperti Kamus Besar Bahasa data yang diperoleh dengan cara Indonesia dan Ensiklopedia. menggambarkan atau menguraikan hasil b) Bahan-bahan di luar bidang penelitian dalam bentuk uraian kalimat hukum, seperti buku-buku, secara terperinci, kemudian dari uraian majalah-majalah, tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai surat kabar di bidang komunikasi jawaban khususnya di bidang dalam penulisan ini. jurnalistik yang oleh masalah II. HASIL yang dikemukakan PENELITIAN DAN penulis digunakan untuk PEMBAHASAN melengkapi A. Euthanasia Pasif dari Sudut maupun menunjang data penelitian. Setelah mengumpulkan bahan Pandang Etika Medik. Etika tidak dapat dipisahkan dari hukum, maka dilakukan pengolahan data. profesi, Pengolahan perwujudan dan ciri-ciri profesi yang data tersebut dilakukan melalui: etika merupakan menyangkut tanggung jawab keahlian a. Seleksi bahan, yaitu pemeriksaan kepada masyarakat. Dengan kata lain, ciri- bahan untuk mengetahui apakah ciri suatu profesi terwujud dalam asosiasi- bahan asosiasi dan kode etiknya. tersebut sudah lengkap sesuai dengan keperluan penelitian. b. Klasifikasi bahan, Begitu juga halnya dengan profesi yaitu kedokteran. Sejak permulaan sejarahnya, menempatkan bahan sesuai dengan umat manusia telah mengakui adanya bidang atau pokok bahasan agar beberapa sifat yang fundamental yang mempermudah melekat secara mutlak pada diri setiap dalam menganalisisnya. c. Sistematika penyusunan dokter yang baik dan bijaksana, yaitu bahan, bahan yaitu kemurnian niat, kesungguhan dalam menurut bekerja. Oleh karenanya para dokter di sistematika yang telah ditetapkan seluruh dunia mendasarkan tradisi dan dalam sehingga disiplin kedokteran tersebut dalam suatu dalam etik profesional yang dikenal dengan Kode penelitian mempermudah menganalisisnya. 3. karena Teknik Analisa Bahan Hukum Etik Kedokteran. Kode Etik Kodekteran ini dilandaskan atas asas-asas etik yang Metode yang digunakan dalam mengatur hubungan antara manusia pada analisis bahan hukum adalah analisis umumnya, serta memiliki akar-akarnya kualitatif, yaitu memberikan arti dari setiap dalam filsafat masyarakat yang diterima dan dikembangkan terus dalam masyarakat itu. Euthanasia pasif banyak dilakukan di Indonesia atas permintaan keluarga Di Indonesia, para dokter setelah mendengar penjelasan dan menganut upaya euthanasia pasif, bahkan pertimbangan dari dokter, bahwa pasien mereka sudah melaksanakannya, walaupun yang bersangkutan sudah sangat tidak kadang-kadang secara tidak langsung. mungkin disembuhkan. Biasanya keluarga Misalnya keluarga pasien sering meminta memilih untuk membawa pulang pasien dengan paksa agar pasien dikeluarkan dari tersebut dengan harapan ia meninggal rumah dengan tenang di lingkungan keluarganya. sakit. Prosedur permohonan semacam ini memang ada dan pihak rumah sakit tidak dapat menolak atau Dalam pasal 5 Kode Etik Kodekteran yang berbunyi : menahannya, sehingga pasien diizinkan Tiap perbuatan atau nasihat keluar dari rumah sakit, dan dengan yang demikian daya tahan psikis maupun fisik dokter pun diperkenankan mungkin melepaskan tanggung jawabnya. Dalam hanya keadaan demikian sebenarnya baik dokter kepentingan maupun keluarga pasien mengetahui dan pasien, menyadari persetujuan pasien. bahwa meninggal si pasien apabila akan perawatnnya dihentikan. diberikan dan setelah untuk kebaikan memeperoleh Hal ini dapat diartikan dokter bisa saja Dalam euthanasia melemahkan melakukan tindakan yang bisa pasif, dokter menyebabkan kematian terhadap pasien, tidak memberikan bantuan secara aktif tapi pada hal ini harus ada persetujuan dari bagi mempercepat proses kematian pasien. pasien. Menurut sudut pandang etika Apabila menderita medis euthanasia pasif mungkin terjadi penyakit dalam stadium terminal, yang berdasarkan pasal tersebut, dokter bisa saja menurut pendapat dokter tidak mungkin melakukannya dengan tindakan perawatan lagi disembuhkan maka kadang-kadang minim yang merupakan euthanasia pasif pihak keluarga karena tidak tega melihat dengan izin pasien, dengan alasan demi salah keluarganya kepentingan dan kebaikan pasien karena berlama-lama menderita di rumah sakit, penyakitnya yang tidak bisa disembuhkan lantas mereka meminta kepada dokter lagi. seseorang seorang pasien anggota untuk menghentikan pengobatan. Tindakan penghentian pasif. ini termasuk euthanasia B. Euthanasia dikenal Pasif dari Dalam Sudut permasalah euthanasia Pandang Hukum. pasif atas permintaan pasien atau keluarga, Dalam hukum positif di Indonesia dokter tidak memikul tanggung jawab 2 bentuk euthanasia, yaitu terhadap hal tersebut, sesuai dengan euthanasia yang dilakukan atas permintaan Peraturan Menteri Kesehatan Republik pasien/korban itu sendiri dan euthanasia Indonseia No. 290/Menkes/Per/111/2008 yang dilakukan dengan sengaja melakukan tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran pembiaran terhadap pasien sebagaimana Menteri Kesehatan Republik Indonesia secara eksplisit diatur dalam Pasal 344 dan pasal 16 ayat yang berbunyi : 304 KUHP. Akibat Pasal 344 KUHP menyatakan : penolakan kedokteran tindakan sebagaimana Barang siapa merampas nyawa dimaksud orang lain atas permintaan orang tanggung jawab pasien. itu sendiri yang dinyatakan jelas dengan kesungguhan hati diancam Hukum euthanasia keluarga lama dua belas tahun melakukan dinyatakan: 2 Indonesia menjadi melarang pasif yang tercantum dalam pasal 304 KHUP, tapi secara hukum pihak dengan pidana penjara paling Sementara dalam pasal 304 KUHP ayat pasien atau pasien penolakan dapat tindakan kedokteran, perbuatan menolak tindakan kedokteran tersebut merupakan euthanasia Barang siapa dengan sengaja pasif, hal ini tercantum pada Peraturan menempatkan atau membiarkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia seorang keadaan No. menurut Persetujuan Tindakan Kedokteran Menteri hukum yang berlaku baginya Kesehatan Republik Indonesia pasal 16 atau ayat 1. dalam sengsara,padahal karena persetujuan wajib dia memberi kehidupan,perawatan 290/Menkes/Per/111/2008 Terdapat dua bentuk tentang yang atau sebenarnya dari euthanasia pasif tersebut, orang perbedaannya dari segi pelaksanaannya. pidana Ketika euthanasia pasif tersebut dilakukan penjara paling lama dua tahun atas inisiatif dari dokter maka tindakan delapan bulan atau pidana denda tersebut dilarang di mata hukum, tapi jika paling banyak empat ribu lima pihak pasien atau keluarga melakukan ratus rupiah. penolakan pemeliharaan itu,diancam kepada dengan atas tindakan kedokteran, dimana hal tersebut euthanasia pasif, juga termasuk maka terjadinya Panacasila bersumber pada nilai-nilai filosofis yaitu Pansasila. Oleh euthanasia pasif dengan cara seperti itu Filsafat dibolehkan menurut pandangan hukum di karena itu dalam setiap Indonesia. ideologi C. Moral Pancasila Menyikapi bersumber pandangan hidup nilai-nilai Euthanasia Pasif. filosofis. Pancasila sebagai suatu ideologi kualitas Kadar dan idealisme yang tidak bersifat kaku dan tertutup, namun terkandung dalam ideologi bersifat terbuka, hal ini dimaksudkan Pancasila bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat memberikan aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa optimisme mampu menggugah motivasi yang menyesuaikan perkembangan jaman. dengan Keterbukaan pancasila bukan berarti mengubah nilainilai dasar mengeksplisitkan mampu harapan, serta mampu dicita-citakan. 2. Dimensi Pancasila namun nilai wawasannya secara dalam normatif, nilai- yang terkandung Pancasila perlu kongkrit, sehingga memiliki kemampuan dijabarkan yang lebih tajam untuk memecahkan sistem norma, sebagaimana masalah-masalah baru dan aktual. terkandung Sebagai ideologi terbuka maka Pancasila memiliki dimensi sebagai berikut: dalam suatu dalam pembukaan UUD 1945 yang memiliki kedudukan tertinggi dalam tata tertib 1. Dimensi nilai idealitas, nilai dasar terkandung yaitu hukum Indonesia. Dalam yang pengertian dalam pembukaan pancasila yang bersifat sistematis dan rasional, yaitu hakikat yang ini maka yang dalamnya di memuat Pancasila dalam alinie IV, kedudukannya sebagai terkandung dalam lima sila staatsfundamentalnorm Pancasila ketuhanan, (pokok persatuan, fundamental), agar mampu : kemanusian, kerakyatan, dan keadilan, maka dimensi idealis dijabarkan kaidah ke yang dalam langkah operasional perlu yang hanya bersifat normatif dan tertutup, memiliki norma yang jelas. demikian 3. Dimensi realitas, pula ideologi Pancasila suatu bukanlah merupakan ideologi pragmatis mampu yang hanya menekankan segi praktis dan mencerminkan ralitas yang realitis belaka tanpa idealisme yang hidup dan rasional. Maka ideologi Pancasila yang dalam masyarakat. ideologi harus berkembang Oleh bersifat terbuka pada hakikatnya, nilai- karena itu Pancasila selain nilai dasar (hakikat) sila-sila pancasila memiliki yang bersifat tetap adapun penjabaran dan dimensi nilai- nilai ideal normatif, maka realisasinya Pancasila harus dijabarkan secara dinamis, terbuka dan senantiasa dalam mengikuti perkembangan jaman. kehidupan sehari-hari kaitannya maupun baik nyata senantiasa diekplisitkan dalam Berdasarkan moral yang berkaitan bermasyarakat dengan euthanasia pasif didalam moral dalam segala Pancasila, terdapat berbagai macam bentuk penyelenggaraan yang sebenarnya dari euthanasia pasif. Hal negara. Dengan demikian ini dapat terjadi karena begitu kayanya Pancasila sebagai ideologi unsur moral dari moral Pancasila, moral terbuka Pancasila aspek tidak bersifat utopis yang hanya berisi bersifat realistis berbagai aspek Pancasila berupa kehidupan. ide-ide yang mengawang, namun mecakup Unsur moral keyakinan terdapat berbagai macam versi artinya mampu dijabarkan dari kehidupan euthanasia pasif. Hal ini disebabkan yang nyata dalam berbagai bidang. Berdasarkan hakikat bentuk yang sebenarnya dari karena tiap agama memilik sudat pandan ideologi dan keyakinan yang berbeda atas sesuatu Pancasila yang bersifat terbuka yang perbuatan. Tiap keyakinan atas bagaimana memiliki tiga dimensi tersebut maka euthanasia pasif tersebut merupakan hak ideologi Pancasila tidak bersifat utopis dari tiap agama yang harus dihargai. yang hanya merupakan sistem ide-ide Beradap merupakan unsur yang belaka yang jauh dari kenyataan hidup terkandung dalam moral Pancasila, bentuk sehari-hari. Selain itu ideologi Pancasila sebenarnya dari euthanasia pasif adalah bukan merupakan doktrin belaka, karena suatu hal yang tidak baik untuk dilakukan, doktrin hanya memiliki pada ideologi karena euthanasia pasif bertentangan dengan kebaikan budi pekerti, meskipun peraturan yang telah diatur dalam Hukum tidak Alam. dilakukan pembunuhan dalam euthanasia pasif, tapi dalam hal pembiaran Indonesia mayoritas penduduknya pasien mati pelan-pelan tanpa pertolongan beragama Islam, dalam Islam berobat merupakan pelanggaran kebaikan budi bukanlah suatu kewajiban, hal ini sudah pekerti, sesuai dengan peraturan yang berlaku di seharusnya pertolongan sekuat tetap dilakukan tenaga apapun hasilnya. Dalam berkaitan unsur Peraturan Kesehatan Republik Menteri Indonesia 290/Menkes/Per/111/2008 No. tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran Menteri terhadap peraturan, dalam hal ini peraturan Kesehatan Republik Indonesia pasal 16 dan perundang-undangan yang berlaku di ayat 1 berisi bahwa pasien atau keluarga Indonesia, dari pasien berhak menolak pengobatan dari euthanasia pasif tergantu dari proses dokter. Dapat disimpulkan dari pandangan terjadinya. pasif teori hukum kodrat peraturan dari negara tersebut dilakukan atas inisiatif dari dokter sudah sejalan dengan peraturan dari Tuhan maka tindakan tersebut dilarang di mata menurut ajaran Islam, begitu juga dengan hukum, tapi jika pihak pasien atau agama Hindu. terdapat Ketika melakukan dengan yang dalam ketaatan keluarga langsung ketaatan Indonesia, dua bentuk euthanasia penolakan atas Walaupun negara Indonesia tindakan kedokteran, dimana hal tersebut memiliki penduduk mayoritas Islam, tapi juga termasuk euthanasia pasif, maka Indonesia juga mengakui beberapa agama terjadinya euthanasia pasif dengan cara lainnya. Dalam agama Budha dan Kristen seperti itu dibolehkan menurut pandangan tidak dibolehkan terjadinya euthanasia hukum di Indonesia. pasif. Menurut teori hukum kodrat yang dikemukakan oleh Thomas Terdapat pertentangan antara peraturan Tuhan dengan peraturan agama Aquinas, dalam hal ini. Jadi dalam agama Kristen hukum yang sebenarnya adalah hukum menurut teori hukum kodrat, peraturan dari Tuhan, jika peraturan dari negara tentang euthanasia pasif di Indonesia betentangan dengan hukum dari Tuhan merupakan peraturan yang menyimpang. maka peraturan tersebut adalah peraturan Perbedaan pandangan yang menyimpang. Begitu juga dengan merupakan hak euthanasia pasif, peraturan yang mengatur masing. Hal ini tidak dapat diperdebatkan euthanasia pasif harus sesuai dengan karena tiap agama memiliki sudut pandang dari tiap agama agama masing- masing-masing yang harus dihargai oleh agama yang lain. 3. Moral Pancasila memiliki beberapa unsur, dalam unsur ketuhanan berkaitan erat dengan agama. Dari Agama yang diakui III. PENUTUP A. SIMPULAN di Indonesia terdapat perbedaan Berdasarkan pembahasan dan hasil pendapat dalam hal euthanasia penelitian atas permasalahan yang pasif. Ada agama yang diperoleh penulis, maka dapat disimpulkan membolehkan dan ada yang bahwa : tidak. Unsur berikutnya adalah 104 1. Kode etik kedokteran Indonesia keberadaban pada euthanasia berorientasi pada pandangan- pasif juga bertentangan dengan pandangan Hippocrates yang kebaikan budi pekerti, meskipun menerima euthanasia pasif, tidak dilakukan pembunuhan berarti kode etik kedokteran dalam euthanasia pasif, tapi Indonesia menerima euthanasia dalam hal pembiaran pasien dalam bentuk pasif. mati pelan-pelan 2. Terdapat perbedaan pandangan pertolongan euthanasia pasif dalam hukum pelanggaran Indonesia, euthanasia pekerti, dilarang dalam merupakan kebaikan seharusnya budi tetap 304 dilakukan pertolongan sekuat KHUP, tapi secara hukum pihak tenaga apapun hasilnya. Pada keluarga pasien atau pasien unsur ketaatan berikutnya yaitu dapat penolakan ketaatan berkaitan erat dengan tindakan kedokteran, perbuatan peraturan perundang-undangan, menolak tindakan kedokteran dalam tersebut merupakan euthanasia euthanasia pasif dalam keadaan pasif, hal ini tercantum pada dokter Peraturan terhadap melakukan Republik Menteri pasal pasif tanpa Kesehatan Indonseia No. perundang-undangan melakukan pembiaran pasien tanpa persetujuan pihak keluarga atau 290/Menkes/Per/111/2008 pasien, hal tersebut bertentangan tentang Persetujuan Tindakan dengan Kedokteran Menteri Kesehatan sedangkan pada euthanasia pasif Republik Indonesia pasal 16 dalam ayat 1. keluarga pasien yang memohon moral keadaan Pancasila, pasien atau penolakan tindakan medis hali ini tidak bertentangan dengan moral Pancasila berupa ketaatan. Asikin, Z 2013, Mengenal Filsafat Hukum, Bandung, Pustaka Reka Cipta. Audah,AQ 1992, At-Tasyri’ Al-Jina`i Al- B. SARAN Islami, Adapun saran yang hendak penulis Risalah. sampaikan yaitu sebagai berikut: Beirut, Muassasah Ar- Bertens,K 2011, Etika, Jakarta, Gramedia 1. Sebaiknya dokter tetap berusaha Pustaka Utama. membantu pasien, jika memang Goel, V 2008, Euthanasia – A dignified tidak bisa disembuhkan lagi ada end of life, Faculty of Law Addis baiknya dokter membicarakan Ababa University Addis Ababa masalah Ethiopia. tersebut dengan keluarga pasien. Halimy, 2. Perlu adanya peraturan yang khusus mengatur tentang pasif, sehingga euthanasia I 1990, Euthanasia, Solo, Ramadani. Hamdayana, J dkk, 2012, Pancasila, Suatu Analisis Yuridis, Historis dan dokter, pasien dan keluarga Filosofis, Jakarta: Hartomo Media pasien dapat terlindungi dari Pustaka. tindakan yang berakhir dengan hal yang tidak diinginkan. 3. Diharapkan ada kajian yang lebih banyak baik mengenai euthanasia pasif atau hal-hal Hanafiah, MJ dkk, 2007 , Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi 4, Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC. Kaelan, 2009, Filsafat Hidup Pancasila, baru lainnya dengan memakai Pandangan Bangsa sudut pandang moral Pancasila. Indonesia, Yogyakarta, Paradigma. Koeswadji, HH 1998, Hukum Kedokteran. DAFTAR PUSTAKA dalam Mana Dokter sebagai Salah A. Buku-buku. Amin,MM 2015, Studi tentang Hubungan Hukum Satu Pihak, Jakarta, PT. Aditya Moral Pancasila Jati Diri Bangsa, Yogyakarta, Calpulis. Ashshofa, B 1996, Metode Penelitian, Jakarta, PT. Rineka Cipta. Bakti. Maryati, N 1998, Malpraktek Kedokteran dari Segi Hukum Pidana dan Perdata, Jakarta, PT. Bina Aksara. Moeljatno, 2005, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta, PT. Rineka Cipta. Muhammad, A Hukum dan Hukum, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti. Pandangan Hukum Positif dan Hukum Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. Hukum, Bandung, Mandar Maju. Prakoso, D 1984, Euthanasia Hak Azasi Manusia, Manusia Dan Hukum, Medan, Pustaka Bangsa Press. Pusat Bahasa, 2001, Kamus Besar Bahasa Edition. Jakarta, Balai Pustaka. Simorangkir, 2003, Euthanasia Penerapan Hukumnya Indonesia, Jakarta, Dan Di Gramedia Pustaka Utama. URGENSI MORAL, Membangun Suatu Komitmen Diri, Yogjakarta, Surya Perkasa. Sutarno, 2014, Euthanasia, Keadilan dan Positif di Indonesia, Malang, Setara Press. Titus, HH dkk 1984, Persoalan-persoalan Fisafat, Jakarta, Bulan Bintang. Tongat, Nasution, BJ 2008, Metode Penelitian 2010, PENDIDIKAN Hukum Muslich, AW 2014, Euthanasia Menurut Indonesia 3rd dkk, Upaya 2004, Penelitian Susilawati, 2003, Hukum Pidana Materil, Jakarta, Djambatan. Utomo, W 2003, Hukum Pidana Yang Mengatur Tentang Euthanasia, Depok, Rechta. Wahan, P 1993, Filsafat Pancasila, Yogyakarta, Kanisius. Zallum, AQ 1997, Hukum Asy-Syar’i fi Al-Istinsakh, Ijhadh, Naql Athfaal A’dha`, Al- Al-Anabib, Ajhizatul In’asy At-Tibbiyah, alHayah wa al-Maut, Beirut , Darul Ummah. Siswati, S 2013, Etika Dan Hukum Kesehatan, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada. Soeryanto, P 1991, Pancasila Sebagai Ideologi Ditinjau Pandangan Hidup Dari Segi Bersama, Sumaryono, E 2002, Etika & Hukum. Relevansi Teori Hukum Kodrat Canisius. Aquinas, Undang Undang Dasar 1945. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonseia Jakarta, BP-7 Pusat. Thomas B. Peraturan perundang-undangan. Yogyakarta, No. 290/Menkes/Per/111/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran Menteri Indonesia. Kesehatan Republik C. Website Purnama,R, Euthanasia Ditinjau Dari Aspek Hukum (http://rabdhanpurnama.blogspot.co m/2012/07/euthanasia-ditinjaudari-aspek-hukum.html) Ayu, G , Utilitarianisme, http://griscaayufib12.web.unair.ac.id/artikel_detail -103870-UmumUtilitarianisme.html. Carmelia, Tanya Jawab Iman tentang Euthanasia dalam Iman Kristiani http://www.carmelia.net/index.php/ artikel/tanya-jawab-iman/64eutanasia-dan-iman-kristiani