WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA DALAM HORMON 17@METHYLTESTOSTERON TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN JANTANISASI BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Ridhoven Apri Yurizal 1, Yuneidi Basri 2, dan Nawir Muhar 2 e-mail : [email protected] 1 Mahasiswa Budidaya FPIK Univ. Bung Hatta 2) Dosen Budidaya FPIK Univ. Bung Hatta Abstract This study was conducted from July to 31 November 2012 in UPTD Fish Seed Installation Sijunjung . Aims to determine the effective time of immersion in the hormone 17 @ - methyltestosteron the success rate sex reversal Oreochromis niloticus fish . The method in this study is an experiment with 4 treatments 3 replications . Treatment in this study was soaking seeds Oreochromis niloticus fish 200 fish / container , aged 14 days with a dose of the hormone - methyltestosteron 17 @ 60 mg / L , with different soaking time that treatment A ( soaking for 5 days ) , treatment B ( immersion during 7 days ) , treatment C ( submersion for up to 9 days ) , and treatment D ( submersion for up to 11 days ) . Statistical test results showed that soaking seeds Oreochromis niloticus fish with different immersion time in the solution of the hormone 17 - @ methyltestosteron significantly different ( P > 0.05 . ) The success rate sex reversal Oreochromis niloticus fish . The rate of survival was highest in treatment B and C with an average ( 66 % ) . The highest percentage of success sex reversal found in treatment C with an average of ( 89.94 % ) Keywords : Hormone 17@-methyltestosteron and Oreochromis niloticus. (kelamin jantan) karena pertumbuhan ikan PENDAHULUAN Usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi ikan nasional makin Nila jantan 40% lebih cepat dibandingkan dengan ikan Nila betina. digalakkan dalam rangka memenuhi Untuk memperoleh kebutuhan protein hewani masyarakat, secara tunggal kelamin adalah agribisnis, menambah rangsangan hormon 17@-methyltestosteron pendapatan pembudidaya ikan dan devisa dengan cara perendaman dan oral melalui negara. dilakukan pakan. Melalui perendaman hormon 17@- peningkatan dan pengembangan perikanan methyltestosteron bekerja masuk kedalam sel melalui penyediaan benih yang unggul baik dengan melintasi membran plasma secara dari segi kualitas maupun kuantitas dan juga difusi, kemudian dialirkan melalui darah penerapan teknologi yang tepat guna. keotak, dikendalikan pengembangan Untuk itu perlu Salah satu cara untuk meningkatkan hypotalamus oleh populasi ikan melalui hypotalamus, mempengaruhi kelenjer dan pengembangan perikanan adalah dengan hipofisa, dan meransang hormon endrogen budidaya ikan Nila secara tunggal kelamin untuk pertumbuhan dan perkembangan gonat jantan. 2 Rubianti (2006), menunjukkan bahwa dosis hormon yang efektif terhadap deferensiasi kelamin larva ikan Nila adalah MATERI PENELITIAN Bahan Yang Digunakan Bahan yang digunakan dalam menghasilkan penelitian ini adalah benih ikan Nila umur 14 90,35%. Selanjutnya Asus dan Budi (2007), hari sebanyak 2.400 ekor, Hormon 17@- untuk mendapatkan populasi jantan pada metyltestosteron 60mg/L, alkohol 70%, dan ikan Nila melalui metode sex reversal dengan pakan ikan. perlakuan dosis 60mg/l cara perendaman sebaiknya dilakukan pada umur ikan 14 hari. Alat Yang Digunakan Alat-alat yang digunakan adalah Atas dasar tersebut maka penulis corong viber dengan ukuran diameter 30 cm berkeinginan untuk melakukan penelitian tinggi 47 cm sebanyak 12 buah sebagai dengan judul perendaman yang berbeda wadah perendaman benih, kolam bak beton dengan 17@- sebagai pendederan pertama dengan ukuran tingkat 180 x 180 x 50 cm, kolam pendederan kedua menggunakan methyltestosteron hormon terhadap keberhasilan jantanisasi ikan Nila. Penelitian ini untuk serok, baskom, eutech instrumen ciberscen mengetahui waktu perendaman yang efektif standar protable seris dan livibon water dalam testing untuk pengukur kualitas air hormon bertujuan dengan ukuran 400 x 400 x 80 cm, air rasi, 17@-methyltestosteron terhadap keberhasilan jantanisasi benih ikan Metoda Penelitian Nila. Penelitian ini diharapkan dapat Metoda yang digunakan dalam menambah informasi untuk memproduksi penelitian ini adalah eksperimen, dengan benih ikan Nila berkelamin jantan, serta rancangan acak lengkap yaitu 4 perlakuan dapat dan 3 kali ulangan. menjadi acuan untuk peneliti selanjutnya. MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai 30 November 2012 di UPTD Balai Benih Ikan Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatra Barat. Perlakuan Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : A. Perendaman benih ikan Nila selama 5 hari dengan dosis hormon 17-@ metyltestosteron 60 mg/L B. Perendaman benih ikan Nila selama 7 hari dengan dosis hormon 17@metyltestosteron 60mg/L 3 C. Perendaman benih ikan Nila selama 9 hari dengan dosis hormon 17@metyltestosteron 60mg/L D. Perendaman benih ikan Nila selama 11 hari dengan dosis hormon 17@metyltestosteron 60mg/L selanjutnya PEUBAH YANG DIAMATI Laju Sintasan diukur dengan rumus jantanisasi ikan Nila digunakan analisa Effendi (1979), Keberhasilan jantanisasi ikan Nila Nila diukur dengan menggunakan rumus Zairin (2000) dan untuk mengukur Kualitas Air yaitu : Oksigen terlarut, suhu, pH, karbondioksida, amoniak diukur dengan eutechinstrumen ciberscen di ukur dengan livibond water testing. Analisa Data Untuk menganalisa data keberhasilan varian (sidik ragam). Untuk mengetahui sejauh mana perbedaan masing-masing perlakuan dilakukan uji lanjut Duncant. HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Sintasan standard protableseries dengan tingkat ketelitian 0,1. kecerahan Hasil pengamatan persentase laju sintasan selama penelitian setiap perlakuan dan ulangan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata persentase laju sintasan Ikan Nila Wadah Pemeliharan Corong Perendaman (pemeliharaan sesui perlakuan) Pendederan 1 (pemeliharaan dua bulan) Pendederan 2 (pemeliharaan dua bulan) Ulangan Perlakuan Jumlah Rata rata (%) A 1 98,50 2 99,00 3 99,00 296,50 98,83 B 99,00 98,00 98,00 295,00 98,33 C 98,50 97,00 97,50 293,00 97,66 D 97,50 96,50 96,00 290,00 96,66 A B 85,00 74,50 75,50 90,00 75,00 84,00 235,50 248,00 78,50 82,83 C 80,50 85,00 77,00 242,50 80,83 D A 86,00 47,00 81,50 39,00 76,50 58,00 244,00 144,00 81,33 48,00 B 47,50 74,00 76,50 198,00 66,00 C 69,00 71,50 57,50 198,00 66,00 D 62,50 47,50 52,00 162,00 54,00 Keterangan : A. B. C. D. Perendaman benih ikan Nila selama 5 hari dengan dosis hormon 17-@ metyltestosteron 60 mg/L Perendaman benih ikan Nila selama 7 hari dengan dosis hormon 17 @-metyltestosteron 60mg/L Perendaman benih ikan Nila selama 9 hari dengan dosis hormon 17 @-metyltestosteron 60mg/L Perendaman benih ikan Nila selama 11 hari dengan dosis hormon 17 @-metyltestosteron 60mg/L 4 Dari Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata hormon kedalam tubuh ikan melalui persentase laju sintasan ikan Nila akhir pertukaran seperti insang, kulit dan gurat sisi penelitian tertinggi terdapat pada perlakuan proses ini menyebabkan ikan mengalami B dan C yaitu (66 %) kemudian perlakuan stres dan ikan yang tidak mampu bertahan D (54%) dan yang terendah adalah perlakuan akan mati. A (48 %). Mortalitas ikan uji pada masa Dalam penelitian ini benih ikan Nila perendaman dalam larutan hormon 17@- ditangkap dan dipindahkan sebanyak 2 kali methyltestosteron dipengaruhi juga oleh lama yaitu dari corong viber perendaman ke kolam perendaman dan pertambahan umur benih pendederan pertama, setelah pemeliharaan 2 ikan bulan benih ikan Nila dipindahkan lagi pemeliharaan, pada perlakuan A tingkat rata- kependederan kedua ini bertujuan untuk rata laju sintasan tinggi yaitu (98,83%) hal mengimbangi padat tebar ikan. ini terjadi karena waktu perendaman hanya 5 Rata–rata laju sintasan ikan Nila pada pemeliharaan wadah corong yang tertinggi secara perendaman berurutan adalah Nila masing-masing wadah hari lain halnya pada perlakuan D rata-rata laju sintasan (96,66%). benih Mortalitas ikan Nila adalah dipengaruhi oleh perlakuan A (98,83%) kemudian perlakuan B terhadap lamanya perendaman benih. Ini (98,33%), selanjutnya perlakuan C (97,66%) sesui dan rata-rata laju sintasan ikan Nila yang menyatakan terendah adalah perlakuan D (96,66%). Hasil dipengaruhi oleh umur ikan, dan periode ini menunjukkan bahwa ada kecendrungan waktu pemeliharaan selama perendaman. semakin lama waktu perendaman maka semakin tinggi angka mortalitas ikan atau rendah tingkat laju sintasannya. Mortalitas untuk setiap perlakuan terjadi pada awal dan akhir perendaman. Mortalitas terjadi pada pada hari awal pertama perendaman dan kedua perendaman hal ini diduga akibat proses difusi hormon terhadap benih ikan Nila, menyebabkan benih menjadi stres. Ini sesui pendapat Zairin (2002), menyatakan bahwa proses difusi hormon, yaitu proses masuknya pendapat Nagi, bahwa et. al., tingkat (1997) mortalitas Rata-rata laju sintasan ikan Nila pada pemeliharaan pendederan pertama secara berurutan yang tertinggi adalah perlakuan B (82,83%), kemudian perlakuan D (81,33%), selanjutnya perlakuan C (80,83%) dan ratarata laju sintasan ikan Nila yang terendah pada pendederan kedua adalah perlakuan A (78,55%). Kematian diduga akibat perpindahan dan penyesuian lingkungan dari dalam 5 ruangan (corong perendaman) keluar ruangan tubuh, kondisi ini memberi (pendederan pertama). terserangnya parasit dan bakteri. peluang Tingkat kematian tinggi terdapat pada Selain hal diatas laju sintasan rendah saat pemeliharaan pada kolam pendederan pada ikan uji adalah pengaruh kualitas air kedua dengan rata-rata laju sintasan 58,50 akibat hujan, pada penelitian ini kolam %. Hal ini terjadi akibat penanganan yang pendederan yang digunakan adalah kolam kurang hati- hati, saat pemindahan dari outdor (luar ruangan) dimana pemasukan pendederan pertama ke pendederan kedua airnya berasal dari air sungai, ababila terjadi ikan Nila sudah berada pada tahap dewasa hujan dengan curah yang cukup tinggi dapat berukuran rata-rata 8-12 cm, dimana ikan menyebabkan perubahan kualitas air secara sudah memiliki sirip punggung yang keras mendadak, kolam menjadi keruh, akibat dan tajam. bertambahnya sedimen dan partikel - partikel Akibat pemindahan dan penanganan ini kecil kedalam kolam yang terbawa arus terlihat tubuh ikan Nila mengalami goresan, sungai, menyebabkan berkurangnya oksigen luka pada bagian mata dan terkikisnya lendir terlarut dalam perairan, pada sisik sehingga ikan mengalami, stres naiknya kadar amoniak dan karbondioksida, turunya suhu dan menjadi lemah. Ikan yang tidak mampu yang cukup drastis, dan berkurangnya tingkat bertahan ditumbuhi jamur dan dihinggapi kecerahan air kolam. Benih yang tidak bakteri. mampu bertahan juga mengalami kematian Gufran (2003), mengatakan ikan Nila (Tabel 3). dewasa sangat rentan terhadap gesekan dan penanganan dalam penangkapan, karena ikan Keberhasilan Pembentukan Jantanisasi Ikan Nila. Nila mempunyai sirip punggung yang keras dan tajam, penanganan ikan Nila yang Hasil nilai rata-rata pengamatan kurang hati-hati akan memperburuk kondisi persentase keberhasilan jantanisasi ikan Nila ikan itu sendiri menyebabkan ikan menjadi untuk setiap perlakuan dan ulangan disajikan stres, memar dan luka diseluruh bagian pada Tabel 2. Tabel 2. Rata–rata persentase keberhasilan pembentukan jantanisasi ikan Nila Perlakuan Ulangan A B C D 1 63,82 74,73 92,02 78,40 6 2 62,82 83,10 83,91 92,63 3 64,65 68,62 93,91 87,00 Jumlah 191,29 226,45 269,84 258,03 Rata-rata % 63,76a 75,48b 89,94c 86,01c Keterangan : A. B. C. D. Perendaman benih ikan Nila selama 5 hari dengan dosis hormon 17-@ metyltestosteron 60 mg/L Perendaman benih ikan Nila selama 7 hari dengan dosis hormon 17 @-metyltestosteron 60mg/L Perendaman benih ikan Nila selama 9 hari dengan dosis hormon 17 @-metyltestosteron 60mg/L Perendaman benih ikan Nila selama 11 hari dengan dosis hormon 17 @-metyltestosteron 60mg/L Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa Ikbal (2004), terjadi peningkatan persentase rata-rata persentase ikan jantan tertinggi jenis kelamin ikan Nila terdapat (89,94%), dengan peningkatan lama perendaman pada kemudian perlakuan D (86,01%), selanjutnya setiap perlakuan. Ini terjadi karena efektifitas perlakuan B (75,48 %) dan yang terendah hormon 17@-methyltestosteron meningkat pada perlakuan A (63,76%). Berdasarkan pada saat waktu perendaman ditingkatkan. analisa varian memperlihatkan bahwa lama Hormon 17@-methyltestosteron akan bekerja perendaman hormon 17@-methyltestosteron aktif hanya pada selang waktu tertentu yang berbeda berpengaruh nyata ( P > 0,05) dimana semakin lama perendaman akan pada Untuk perlakuan mencari C perbedaan antar makin banyak jantan sejalan individu jantan yang perlakuan dilakukan Uji Lanjut perbandingan dihasilkan dan akhirnya terhenti pada lama ganda. Hasil uji lanjut perbandingan ganda perendaman pencapaian yang optimal. membuktikan bahwa perlakuan C dan D Agus et. al., (2007), mengatakan tidak berbeda nyata tetapi antara A dan B, A penggunaan dan C, A dan D, B dan C, serta B dan D terhadap perendaman benih selama 10 jam berpengaruh nyata. kurang efektif untuk menghasilkan ikan Nila Tingginya jenis kelamin jantan pada perlakuan C menunjukkan rata-rata hormon methyltestosteron berkelamin jantan persentase tertinggi hanya 59,5 %. Ini juga didukung percobaan yang jantanisasi yang tertinggi sebesar 89,94% dilakukan dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal penelitiannya pengaruh lama perendaman ini membuktikan bahwa dengan perendaman berbeda benih ikan Nila selama 9 hari cukup efektif methiltestosteron menerima pembentukan kelamin jantan ikan baung rangsangan methyltestosteron, hormon sebagai mana 17@yang dikatakan oleh Nagi et. al., (1997) dalam oleh dengan mengatakan Junius (2013), menggunakan terhadap perendaman dalam hormon keberhasilan mempengaruhi 7 terhadap keberhasilan pembentukan kelamin betina dapat di bedakan dengan melihat alat jantan terbukti hasil terbaik hanya 61,83 % kelaminnya yang terletak didekat dubur yang yang direndam selama 1 hari. dinamakan papila. Pada ikan jantan ujung Mantau (2007), dalam penelitiannya papila hanya berlubang satu buah, sedangkan produksi benih ikan Nila jantan dengan pada ikan Nila betina berlubang dua buah, rangsangan hormon methytestosteron dalam dimana pengeluaran urinnya terletak di ujung tepung pelet menunjukkan dosis hormon papila dan pengeluaran telur ditengah atau yang optimal adalah 15 mg MT/kg pakan, didepan lubang urin. Selain itu dapat juga Hormon diaplikasikan selama 1 bulan. dibedakan dengan melihat perbedaan warna Baker et. al., (1988), mengemukakan sirip ekor, pada ikan Nila jantan sirip ekor pada telur ikan chinook (oncorhunchus bewarna kemerahan sedangkan ikan Nila tshawytcha) yang baru membentuk bintik betina bawarna hitam. mata dan akan menetas menghasilkan ikan Dalam penelitian ini hormon terdifusi jantan 100% pada konsentrasi hormon 17@- cukup baik kedalam tubuh ikan, sehingga methyltestosteron 0,2 ppm selama 120 menit. dapat mempengaruhi organ (sel) terget. Dilihat direndam pada selama perlakuan 11 hari, D yang rata- rata Sebagaimana dalam yang Taufik dikatakan (2002), Donough Hormon 17@- keberhasilan jantanisasi benih ikan Nila methyltestosteron ini mempengaruhi terget mengalami penurunan yaitu 86,01 % hal ini sel yaitu gonat dan saluran otak. Hormon terjadi pada perlakuan D tingkat mortalitas 17@-methyltestosteron dapat masuk kedalam tinggi, diduga ikan yang mati adalah ikan sel dengan melintasi membran plasma secara yang berkelamian jantan (tabel 1). Namun difusi, kemudian dialirkan oleh darah ke perlu otak. Secara garis besar mekanisme kerja diperhatikan bahwa adanya kecendrungan perendaman yang waktu yang sistem lebih pendek, 5 hari dan 7 hari menyebabkan hypotalamus. proses keberhasilan jantanisasi berlangsung mempengaruhi kelenjar hypofisa yang dapat kurang sempurna. mengeluarkan Pada penelitian ini untuk menentukan sebagian endrokrin dari dikendalikan Hypotalamus beberapa hormon macam tersebut oleh akan hormon dapat jantanisasi ikan Nila adalah dengan metode meransang kelenjar lain untuk menghasilkan morfologi yaitu dengan cara melihat alat hormon tertentu seperti hormon endrogen. kelaminnya secara langsung dan melihat Organ yang menjadi target disini adalah warna sirip ekor ikan Nila. Mujiman (1986), gonat, mengatakan ikan Nila jantan dan ikan Nila methyltestosteron akan dapat merangsang sehingga hormon 17@- 8 hormon endogen (hormon jantan) untuk corong pertumbuhan pendederan dan perkembangan gonat secara fungsional. perendaman, awal dan akhir awal dan akhir pertama, pendederan kedua, dan setelah hari hujan. Hasil pengukuran parameter kualitas air Kualitas Air dapat dilihat pada Tabel 3. Pengamatan kualitas air wadah pemeliharaan ikan Nila dilakukan 7 kali selama penelitian yaitu pada awal dan akhir Tabel 3. Hasil rata- rata pengukuran parameter kualitas air pada penelitian Corong perendaman Pendederan pertama Pendederan kedua Kualitas air Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Setelah hujan Suhu (°c) 24,6 25,7 24,9 24,1 24,8 24,6 22,9 pH 7,10 7,56 7,10 7,57 7,10 7,46 6,11 D0 (ppm) 6,14 6,09 6,80 6,76 6,95 7,06 5,17 CO2 (ppm) 2,01 2,63 2,20 2,63 2,20 2,50 3,09 NH3 (ppm) 0,10 0,13 0,10 0,17 0,10 0,18 0,75 Kecerahan (m) 6,68 6,60 6,68 6,08 6,68 6,87 0,68 Dari Tabel 3 terlihat bahwa parameter kualitas air pemeliharaan ikan wajar walaupun mengalami penurunan pada Nila saat hujan (6,11) namun masih cukup layak mempunyai kisaran suhu 22,9 - 25,7 °C . untuk kegiatan pemeliharaan benih ikan nila. Suhu cukup rendah pada saat terjadi hujan Sebagaimana yaitu 22,9 ºC kondisi ini masih dapat (1995), bahwa pertumbuhan ikan Nila akan mendukung sintasan benih ikan Nila. Sesui baik apabila pH perairan berkisar antara pH yang dikatakan Suyanto (1994) bahwa suhu 6-9 dan ikan Nila masih dapat menyesuaikan optimal untuk kehidupan ikan berada pada diri terhadap pH 4,5-10,8. kisaran 24 - 28 °C. Derajat keasaman yang dikatakan Djarijah Kadar oksigen terlarut dalam penelitian (pH) selama penelitian berkisar antara 6,11 – 7,57 angka ini masih dinyatakan dalam taraf yang masih berkisar 5,17-7,06 ppm. Menurut Suyanto (1994), kandungan oksigen terlarut yang 9 baik untuk budidaya minimal 4 ppm dan harus kurang dari 12 ppm. Kandungan pada perlakuan B dan C dengan rata-rata karbondioksida bebas dalam air harus kurang dari 5 ppm, namun ikan Nila masih 1. Laju sintasan ikan Nila tertinggi terdapat mampu pada perlakuan A dengan rata-rata (48%). pada 2. Persentase keberhasilan jantanisasi ikan kandungan karbondioksida 25 ppm, batas Nila tertinggi secara berurutan terdapat toleransi pada tertinggi bagi hidup (66%), dan laju sintasan terendah terdapat ikan terhadap perlakuan C dengan rata-rata karbondioksida bebas dalam air berkisar 50 (89,94%), kemudian perlakuan D dengan ppm lebih dari itu ikan akan mati (Pulin rata-rata (86,01%) selanjutnya perlakuan dalam B Yelsi (2000). karbondioksida bebas selama Kandungan penelitian berkisar 2,01 – 3,09 ppm. rata-rata (75,48%) dan keberhasilan jantanisasi terendah terdapat pada Menurut Soeseno (1997), kandungan dengan perlakuan A dengan rata-rata (63,76%). kadar amoniak 0,5 ppm merupakan batas maksimum bagi kehidupan ikan sedangkan kadar amoniak yang lebih dari 1 ppm merupakan Kandungan masa amoniak kritis selama bagi ikan. penelitian berkisar antara 0,10 – 0,75 ppm. Kecerahan perairan pada penelitian ini berkisar antara 0,68 – 6,87 /m. kisaran ini masih dapat mendukung laju sintasan ikan Nila (Gufran dan Kodri 2013). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang perendaman yang berbeda dengan menggunakan hormon methyltestosteron terhadap 17@tingkat keberhasilan jantanisasi ikan Nila dapat disimpulkan bahwa: DAFTAR PUSTAKA Agus O. Sudrajat. 2007. Seks Reversal Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) Melalui perendaman Larva Menggunakan Aromatase inhibitor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor Asus, M dan Budi, S 2007. Pengaruh Umur yang Berbeda Pada Larva Ikan Nila Terhadap Tingkat Keberhasilan Pembentukan Kelamin Jantan Dengan Menggunakan Methyltestosteron Baker, I.J, I.I. Solar dan E.M Donaldson. 1988. Masculinization of chinook salmon (Onchorhynchus tshwytscha) by immersion treatment using 17@methyltestosteron around the time of hatching. Aquacultur Djarijah, A. S. 2002. Budidaya Nila Gif Secara Intensif. Penerbit Kanisius, Yogyakarta 87 hal Effendi,M.I. 1979. Metoda Perikanan. Yayasan Nusantara. Yokyakarta Biologi Pusaka 10 Ikbal 2008. Menghasilkan populasi ikan Nila jantan melalui perendaman hormon 17@-methyltestosteron kepada larva ikan nila. kabupaten konawe. Mantau, Z. 2007. Produksi Benih Ikan Nila Jantan dengan Rangsangan Hormon Methyltestosteron Dalam Tepung Pelet. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara, Sulawesi Utara Mudjiman , A. 1985. Budidaya Ikan Nila. Penerbit Yasaguna, Jakarta Rubianti, 2006. Pengaruh Pemberian Hormon Metiltestosteron Terhadap Deferensiasi Kelamin Larva Ikan Nila, Universitas Muhammadiyah Malang. Soeseno, S 1974. Beternak Ikan Dikolam, Yasaguna, Jakartab Suyanto, R. 2003. Nila. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Taufik, A. Priyambodo 2002. Perendaman larva ikan nila terhadap keberhasilan perubahan jenis kelamin. Zairin, M. 2002. Sex-Reversal Memproduksi Benih Ikan Nila. Swadaya, Jakarta