KECENDERUNGAN BENTUK KEKERASAN PADA FILM KARTUN

advertisement
KECENDERUNGAN BENTUK KEKERASAN PADA FILM KARTUN
SPONGEBOB SQUAREPANTS DI GLOBAL TV PERIODE AGUSTUS 2008
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1)
Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh :
Nama
: Nancy Natalia
NIM
: 44105120001
Jurusan
: Broadcasting
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA 2006
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Judul
: KECENDERUNGAN BENTUK KEKERASAN PADA
FILM KARTUN SPONGEBOB SQUAREPANTS DI GLOBAL TV
PERIODE AGUSTUS 2008
Nama
: Nancy Natalia
NIM
: 44105120001
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Broadcasting
Mengetahui,
Pembimbing
(DR. Andy Corry, M.Si)
i
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI
Nama
: Nancy Natalia
NIM
: 44105120001
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi : KECENDERUNGAN BENTUK KEKERASAN PADA
FILM KARTUN SPONGEBOB SQUAREPANTS DI GLOBAL TV
PERIODE AGUSTUS 2008
Jakarta, Juni 2009
Mengetahui
1. Ketua Sidang
(………………..)
Ponco Budi Sulistyo, M.Comm
2. Penguji Ahli
(………………..)
Feni Fasta, M.Si
3. Pembimbing
(……………….)
DR. Andy Corry, M.Si
ii
i
i
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI
Nama
: Nancy Natalia
NIM
: 44105120001
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi : KECENDERUNGAN BENTUK KEKERASAN PADA FILM KARTUN
SPONGEBOB SQUAREPANTS DI GLOBAL TV PERIODE
AGUSTUS 2008
Jakarta, Juni 2009
Disetujui dan Diterima Oleh :
Pembimbing
(DR.Andy Corry, M.Si)
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Ketua Bidang Studi
( Dra. Diah Wardhani, M.Si )
( Ponco Budi S, M.Comm )
iii
Universitas Mercu Buana
Fakultas Ilmu Komunikasi
Nancy Natalia (44105120001)
Kecenderungan Bentuk Kekerasan Pada Film Kartun Spongebob Squarepants di Global
Tv Periode Agustus 2008
xi + 84 halaman + 16 tabel + 1 lampiran
ABSTRAKSI
Maraknya berbagai judul film kartun saat ini, menarik perhatian anak-anak, karena itu
tidaklah mengherankan jika anak-anak hafal dan menyukai tokoh kartun favoritnya akibat
rutinnya menonton film kartun tersebut. Akan tetapi dapat menjadi masalah apabila acara
televisi dalam hal ini film kartun yang mereka tonton mengandung adegan atau kata-kata
yang tidak seharusnya dikonsumsi untuk anak-anak, misalkan kekerasan. Apalagi dalam film
kartun seringkali yang kasar sekalipun dibuat dalam bentuk yang lucu, sehingga seakan-akan
menyamarkan kekerasannya dan membuat yang menonton tertawa karena menganggapnya
lucu. Apabila anak-anak menonton hal-hal semacam ini, bukan tidak mungkin akhirnya ia
akan menirunya karena menganggapnya sebagai hal yang biasa dan lucu. Diantara film
kartun yang saat ini sedang menjadi kesukaan dikalangan anak-anak adalah film kartun
Spongebob Squarepants. Hal yang mungkin kurang diperhatikan para orang tua atau
masyarakat adalah film ini termasuk salah satu tayangan televisi yang diberi label hati-hati
untuk dikonsumsi anak-anak, karena mengandung unsur kekerasan didalamnya. Sehubungan
dengan itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kecenderungan bentuk kekerasan
pada film kartun Spongebob Squarepants ini.
Karena film ini juga banyak diperbincangkan masyarakat terutama setelah diteliti
memiliki unsur kekerasan didalamnya, beberapa orang tua yang bersikap kristis mulai
khawatir dan mulai menyuarakan pendapatnya, karena itu penulis memakai teori komunikasi
agenda setting, sesuai asumsi dasar teori agenda setting adalah bahwa jika media memberi tekanan
pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.
Penulis menggunakan metode penelitian analisis isi, untuk mengetahui isi atau kecenderungan
dari film kartun Spongebob Squarepants ini. Analisis isi merupakan penelitian yang bersifat
pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi, terutama yang tertulis atau tercetak dalam media
massa. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi baik itu surat
kabar, berita, radio, televisi maupun bahan dokumentasi lainnya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keenam kategori yang didalamnya terbagi
lagi menjadi beberapa bagian, film kartun ini memiliki kecenderungan bentuk kekerasan.
Dengan menghasilkan kehandalan seratus persen dari setiap kategori. Dari keenam kategori
tersebut, untuk kategori tokoh pemeran yang memiliki kecenderungan bentuk kekerasan
adalah Spongebob Squarepants dan Patrick, dan untuk kategori kekerasan terhadap diri
sendiri adalah melukai diri sendiri, kategori kekerasan terhadap orang lain adalah memaksa,
kategori kekerasan dengan perusakan barang atau tempat adalah menghancurkan atau
merusak, kategori kekerasan dengan benda adalah mesin dan kategori kekerasan verbal
adalah memarahi atau marah-marah dan membentak. Karena itu penulis menyimpulkan
bahwa film kartun ini memiliki kecenderungan bentuk kekerasan.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan, setelah bergumul sekian lama,
akhirnya skripsi ini selesai juga. Penulis percaya bahwa semua ini hanya karena
berkat campur tangan Tuhan dan tepat terjadi di waktu yang terbaik menurut Tuhan.
Setelah melalui banyak rintangan, kesusahan, ketakutan ditambah pekerjaan yang
bertubi-tubi, penulis berhasil melalui semua itu untuk mencapai tahap ini. Itu semua
hanya karena berkat campur tangan pertolongan, kasih karunia dan mujizat Tuhan
yang luar biasa hebat dan juga doa, dorongan, masukan orang-orang disekitar penulis
yang tidak pernah berhenti meyakinkan dan membantu penulis dalam berbagai hal.
Dan memang benar, bahwa segala sesuatu terjadi bukan karena kebetulan, tapi karena
ada suatu rancangan dan maksud yang indah serta luar biasa dan tepat pada waktu
Tuhan.
Dalam penyusunan skripsi dengan judul “ Kecenderungan Bentuk Kekerasan
Pada Film Kartun Spongebob Squarepants di Global TV Periode Agustus 2008 ”
penulis banyak sekali dibantu oleh berbagai pihak. Karena itu, pada kesempatan ini
ijinkan penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Dosen Pembimbing saya, Bapak DR. Andy Corry, M.Si. Terima kasih banyak
atas segala waktu, perhatian, bantuan dan masukannya selama ini selama
proses bimbingan skripsi dari awal hingga akhir, hingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan baik.
2. Ibu Dra. Diah Wardhani, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Mercu Buana.
3. Kepada Bapak Ponco Budi S, M.Comm selaku ketua bidang studi
Broadcasting atas segala waktu, masukan dan bantuannya selama ini, juga Ibu
Feni Fasta, M. Si selaku penguji ahli atas segala masukan serta bantuannya.
v
4. Kedua orang tua yang selalu memberi semangat serta dukungan doa yang
tiada pernah habis. Terutama untuk mama ku yang tidak pernah berhenti
memberi semangat, memberi kekuatan mental bahkan doa yang tidak pernah
putus. Tanpa kalian saya yakin pasti sudah menyerah sedari dulu. Terima
kasih yang tak terhingga atas kedua orang tua yang begitu perhatian dan baik
dan selalu ada setiap ku perlu.
5. Irma Vita, dokter gigi, sahabat sekaligus „kakakku‟ dalam segala hal, yang
sedang berjuang di negeri kangguru. Terima kasih tak terhingga untuk
kesekian kalinya atas semua doa, dorongan, ayat-ayat yang memberi
semangat, perhatian bahkan teguran panjang lebar, latihan-latihan pertanyaan,
koreksi materi lewat internet dan telpon dari negeri kangguru. Saya bersyukur
memiliki sahabat terbaik bahkan saudara seiman sekaligus saudara perempuan
seperti engkau yang selalu ada setiap ku perlu dan tidak pernah sedikit pun
meragukan kemampuan ku dalam menyelesaikan ini. Tuhan berkati.
6. Ardo, terima kasih banyak atas semua bantuan selama proses pengerjaan
skripsi ini. Semua doa, dukungan, cambukan, koreksi dalam skripsi saya.
Walau kamu dosen yang berbeda jurusan, kamu tetap setia membantu
mengkoreksi dan memberi masukan serta berlatih tanya-jawab. Tidak pernah
absen bertanya dan mengkritik bahkan rela mendengarkan keluh kesah saya
sepanjang pengerjaan skripsi ini. Tuhan berkati.
7. Semua teman-teman dokter gigi baik yang masih bekerja diklinik maupun
tidak, drg. Yuni, Bang Reza, Anis, Astrie (terima kasih atas semangatnya di
menit-menit terakhir sebelum sidang), Femi dan Kak Dolly, terima kasih atas
semua perhatian, dan dorongan yang tidak pernah berhenti. Terima kasih
vi
karena tidak pernah bosan berhenti bertanya, karena itu juga merupakan
cambukan untuk saya.
8.
Sthesy, terima kasih banyak untuk bantuannya dalam membelikan buku-buku
yang saya perlukan. Tuhan berkati.
9. Psikolog Bpk. Tri Gunadi, OTR(Ind), S.Psi, S.Ked, pemilik klinik YAMET.
Terima kasih atas bantuan dan semangatnya selama proses penyelesaian dan
pengerjaan skripsi yang bikin mumet. Terima kasih karena telah bersedia
menjadi koder. Semoga projek film kita pun terus maju dan terus diberkati
Tuhan segala sesuatunya dan harus sukses.
10. Mila, terima kasih atas bantuan nya di awal-awal pengerjaan skripsi. Semoga
kita bisa menjadi tim skrip skenario yang kompak dalam projek film ini.
11. Edward, terima kasih tak terhingga atas semua doa dan dukungannya selama
ini dan setiap saya minta. Tuhan berkati.
12. Sahabat-sahabat ku sedari sekolah dasar sampai sekarang. Osvia, Cheryl,
Rinda dan Kiki. Terima kasih banyak atas dukungan dan doanya bahkan
perhatiannya. Untuk Rinda, terima kasih karena sempat meluangkan waktu
untuk membantu mengkoreksi dan tidak pernah bosan memberi semangat.
13. Allen, terima kasih banyak atas segala masukan dan latihan pertanyaanpertanyaannya. Tuhan berkati.
14. Ibu Tina (guru semasa saya SD) dan Ibu Nurprapti yang telah memberikan
waktu dan perhatian nya selama proses pengerjaan skripsi sebagai koder.
Tuhan berkati pekerjaan dan keluarga ibu-ibu.
15. Dan buat semua yang terlibat dalam proses pembuatan skripsi ini baik
langsung dan tidak, terima kasih yang sedalam-dalamnya dari lubuk hati saya
vii
atas segala masukan, dorongan dan pembelajaran, pertanyaan, perhatian dan
sebagainya. Tuhan berkati kehidupan kalian, keluarga juga pekerjaan.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat akademik untuk memperoleh gelar
Sarjana Strata 1 di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana. Akhir kata
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Jakarta, Juni 2009
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan Sidang Skripsi…………………………………………..
i
Lembar Tanda Lulus Sidang Skripsi…………………………………………
ii
Lembar Pengesahan Perbaikan Sidang Skripsi………………………………
iii
Abstraksi…………………………………………………………………….
iv
Kata Pengantar………………………………………………………………
v
Daftar Isi…………………………………………………………………….
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………
1
1.2 Perumusan Masalah…………………………………………...
7
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………
8
1.4 Signifikasi Penelitian…………………………………………... 8
1.4.1. Signifikasi Akademis……………………………………. 8
1.4.2. Signifikasi Praktis……………………………………….. 8
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Komunikasi Massa……………………………………………
9
2.1.1 Pengertian dan Ciri Komunikasi Massa………………..
9
2.2 Model Komunikasi Massa…………………………………….
10
2.3 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa…………………..
12
2.3.1 Televisi dan Anak………………………………………
14
2.4 Film Kartun…………………………………………………….
17
2.4.1 Anak dan Film Kartun di Televisi……………………….
19
ix
2.5. Pengertian Kekerasan………………………………………….
23
2.5.1. Kekerasan dalam Tayangan Televisi…………………….. 24
2.5.2. Kekerasan dalam Film Kartun…………………………… 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sifat Penelitian…………………………………………………
38
3.2 Metode Penelitian Analisis Isi………………………………...
38
3.3 Populasi Sampel………………………………………………
41
3.3.1. Populasi…………………………………………………
41
3.3.2. Sampel………………………………………………….
42
3.4 Definisi dan Operasionalisasi Kategori…………………………. 48
3.4.1.Definisi Kategori Kekerasan……………………………… 48
3.4.1.1 Kecenderungan Bentuk Kekerasan…………………..
48
3.4.1.2 Film Kartun Spongebob Squarepants…………………
49
3.4.2.Operasionalisasi Kategorisasi……………………………. 50
3.4.2.1 Kategori Pemeran Yang Melakukan Kekerasan………… 50
3.4.2.2 Kategori Kekerasan Terhadap Diri Sendiri……………… 51
3.4.2.3.Kategori Kekerasan Terhadap Orang Lain……………… 51
3.4.2.4 Kategori Kekerasan dengan Perusakkan Barang………
52
3.4.2.5 Kategori Kekerasan Menggunakan Benda………………. 53
3.4.2.6 Kategori Kekerasan Verbal……………………………
54
3.5 Uji Reliabilitas……………………………………………
57
3.6 Teknik Pengumpulan Data………………………………
57
3.6.1 Data Primer………………………………………….
57
3.6.2 Data Sekunder………………………………………
58
x
3.7 Unit Analisis……………………………………………..
58
3.8 Teknik Analisis Data…………………………………….
59
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Sekilas Tentang Global TV……………………………………
60
4.2 Sekilas Tentang Film Kartun Spongebob Squarepants…………
61
4.3 Hasil Penelitian dan Pembahasan……………………………….
62
4.3.1 Kecenderungan Pemeran Yang Melakukan Kekerasan...... 66
4.3.2 Kecenderungan Kekerasan Terhadap Diri Sendiri.............. 69
4.3.4 Kecenderungan Kekerasan Terhadap Orang Lain………
71
4.3.5 Kecenderungan Kekerasan Dengan Perusakkan Barang…. 74
4.3.6 Kecenderungan Kekerasan Dengan Benda………………… 76
4.3.7 Kecenderungan Kekerasan Verbal………………………… 78
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan……………………………………………………..
81
5.2 Saran……………………………………………………………
83
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Koding
xi
xii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi,
karena komunikasi merupakan bagian dari sistem dan tatanan kehidupan sosial
manusia dan masyarakat. Komunikasi memegang peranan penting dalam kaitannya
dengan pembentukan masyarakat. Dalam fenomena ini, betapa manusia terlibat dalam
kegiatan komunikasi dalam kehidupan sosial, sehingga manusia dapat saling
berdekatan dalam suatu komunitas, seperti yang dikatakan oleh Tannen, bahwa kita
butuh saling berdekatan agar merasa berada dalam suatu komunitas, agar kita merasa
tidak sendirian di dunia1.
Pengertian komunikasi secara umum adalah proses penyampaian suatu pernyataan
yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain sebagai konsekuensi dari hubungan
sosial2. Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara; ada yang dilakukan secara
tulisan, secara tatap muka, atau melalui media, baik itu media massa maupun media
non massa. Media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikan berjumlah
banyak, dan bertempat tinggal jauh. Media massa dalam kehidupan sehari-hari
umumnya adalah surat kabar, radio, televisi, dan film bioskop. Salah satu media
massa yaitu televisi, selalu tersedia dan amat mudah diakses, serta menyuguhkan
banyak pilihan.
Majunya perkembangan media televisi di Indonesia dewasa ini, maka semakin
marak pula acara-acara yang menarik untuk dinikmati pemirsanya. Hal ini disebabkan
karena adanya persaingan yang terjadi antara stasiun televisi yang satu dengan yang
1
2
Tommy Suprapto, Pengantar Teori Komunikasi , Media Pressindo, 2006, hal 3.
Onong Uchana Effendy, Dinamika Komunikasi , PT.Remaja Rosdakarya, 2002, hal 5.
2
lain untuk mendapatkan pemirsa sebanyak-banyaknya. Salah satu acara yang menjadi
pilihan stasiun televisi untuk ditayangkan adalah acara film kartun. Banyak sekali
stasiun televisi yang menayangkan film kartun untuk menarik perhatian penontonnya,
khususnya anak-anak.
Dalam penelitian yang dilakukan Kritis Media untuk Anak (Kidia) pada tahun
2005 terungkap dari 110 mata acara televisi untuk anak, sebanyak 92 diantaranya atau
sekitar 84 persen film kartun anak mendominasi siaran televisi di Indonesia.3
Tayangan televisi untuk anak-anak tidak dapat dipisahkan dengan film kartun. Karena
jenis film ini sangat populer di lingkungan mereka. Di Indonesia, menurut penelitian
YKAI (Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia), anak-anak menghabiskan waktu
sampai 35 jam per minggunya untuk menonton televisi. Artinya rata-rata per harinya
anak-anak menonton televisi selama 5 jam.4
Maraknya tayangan televisi yang dapat dikonsumsi oleh anak-anak membuat
khawatir masyarakat terutama para orang tua. Karena manusia adalah mahluk peniru
dan imitatif. Perilaku imitatif ini sangat menonjol pada anak-anak dan remaja.
Kekhawatiran orang tua juga disebabkan karena kemampuan berpikir anak masih
relatif sederhana. Mereka cenderung menganggap apa yang ditampilkan televisi
sesuai dengan yang sebenarnya. Mereka masih sulit membedakan mana tayangan
yang fiktif dan mana yang memang kisah nyata. Mereka juga masih sulit memilahmilah perilaku yang baik sesuai dengan nilai dan norma agama dan kepribadian
bangsa.5 Pada dasarnya manusia mempunyai sifat agresif sejak lahir. Sifat ini berguna
dalam bertahan hidup. Tanpa agresifitas, anak tidak akan bereaksi jika mendapat
rangsangan yang mengancamnya. Frustasi dalam kehidupan sehari-hari akan
3
Rusdy Nurdianyah, Mengugat Film Kartun, www.republika.co.id, 2005.
Radmarsy, Televisi: Guru Setia Yang Ajarkan Anak Amoral, Borju dan Kekerasan,
http://radmarssy.wordpress.com/2007, 2007
5
Oos M Anwas, Televisi, Anak dan Keluarga, http://almira-online.port5.com/artikel/artikel_p8.htm,
2007
4
3
menimbulkan dorongan agresif. Selain itu perilaku agresif anak dapat juga karena
contoh dari lingkungan sekitarnya, bisa orang tua, ataupun temannya sendiri. Jadi
perilaku agresif itu mereka pelajari dari sekitarnya apa yang mereka lihat. Film yang
bertemakan kekerasan yang ditonton anak juga dapat menyebabkan perilaku agresif
pada anak, termasuk film kartun.6
Menurut Aletha Huston, dari University of Kansas, anak-anak yang menonton
kekerasan di televisi lebih mudah dan lebih sering memukul teman-temannya, tidak
mematuhi aturan kelas, membiarkan tugasnya tidak selesai, dan lebih tidak sabar
dibandingkan dengan anak yang tidak menonton kekerasan di televisi. Jika kita
perhatikan dalam film kartun yang bertemakan kepahlawanan, misalnya film Popeye,
Power Ranger, pemecahan masalah tokohnya cenderung dilakukan dengan cepat dan
mudah melalui tindakan kekerasan. Cara-cara seperti ini relatif sama dilakukan oleh
musuhnya (tokoh antagonis). Ini berarti secara tidak langsung tersirat pesan bahwa
kekerasan harus dibalas dengan kekerasan, begitu pula kelicikan dan kejahatan
lainnya perlu dilawan dengan cara-cara yang sama.
Rusdi Muchtar peneliti LIPI mengatakan bahwa, anak-anak terbiasa
mensosialisasi apa yang mereka lihat. Masa kanak-kanak adalah masa dimana seorang
anak menyerap awal segala macam norma, kebiasaan dan lainnya. Hal serupa juga di
katakan oleh psikolog Hera Mikarsa, menurutnya anak-anak sangat kuat meniru, baik
itu perilaku ataupun omongan. Apa yang mereka dengar dan lihat, akan mereka
lakukan dan ucapkan tanpa mereka mengerti. Misalkan saja mereka mampu meniru
lagu yang di dengarnya atau iklan yang dilihatnya. 7 Dan hal semacam itu di
khawatirkan apabila, anak-anak meniru adegan kekerasan atau berbahaya yang
dilihatnya dalam tayangan televisi, karena mereka belum pandai menyaring mana
6
7
Reni Akbar Hawadi, Psikologi Perkembangan Anak, Grasindo,2001, hal55
Redaksi Smart School, Televisi Teman atau Musuh, www.e-smartschool.com, 2008
4
yang baik dan buruk dilakukan. Anak-anak yang gemar menonton akan
memperhatikan gerak-gerik tokoh favoritnya dan bukan tidak mungkin menirunya,
demikian yang diungkapkan dosen fakultas psikologi Unisba, Alva Handayani. Sebab
dilihat dari segi perkembangan kognitifnya, daya pilah atau filter anak-anak belum
sempurna. Dengan begitu, mereka cenderung menerima mentah-mentah apa yang
dilihatnya 8. Bagi orang yang sudah dewasa, tidak ada masalah, sebab ia tahu apa yang
sungguh-sungguh terjadi di dunia atau yang hanya fiksi belaka. Bila orang dewasa
melihat film – film aksi atau horor, mereka tahu apa yang mungkin atau apa yang
tidak mungkin. Orang dewasa juga tahu bahwa orang tidak dibunuh atau dipukul
sungguh-sungguh dalam film. Sebaliknya, seorang anak kecil kebanyakan belum
mengenal dan mengetahui apa itu akting, apa itu efek film, atau apa itu tipuan kamera
dan lain sebagainya. Bagi anak-anak, dunia di luar rumah adalah dunia yang seperti
apa yang ada di televisi, yang mereka lihat setiap kali. Di mata anak-anak, kekerasan
yang ada dapat menjadi hal yang biasa, dan boleh-boleh saja dilakukan apalagi
terhadap orang yang bersalah, karena akhirnya memang itu semua ditunjukkan dalam
film-film.
Hasil penelitian Leonard Eron dan Rowell Huesmann dari University of
Michigan, selama beberapa dasawarsa mengikuti kebiasaan menonton pada
sekelompok anak. Mereka mendapati bahwa menonton kekerasan di televisi
merupakan faktor paling dekat hubungannya dengan perilaku agresif. Pada tahun
1960, mereka memulai penelitian pada sekitar 800 anak. Mereka mendapati bahwa
anak-anak yang berjam-jam menonton televisi dengan tayangan kekerasan cenderung
lebih agresif di ruang kelas atau tempat bermain. Belasan bahkan puluhan tahun
kemudian, Eron dan Huesmann meriset atau mencek kembali anak-anak ini dan
8
Mamiek J.M, Balita Anda Perilaku Agresif Akibat Televisi, http://[email protected]/milisbalita.php, 2001
5
mendapati mereka menjadi jauh lebih agresif ketika mencapai usia remaja dan
dewasa. Serta membuat masalah-masalah lebih besar dibandingkan rekan mereka
yang kurang agresif karena tidak sebanyak mereka menonton kekerasan di televisi.
Dalam sebuah kongres pada tahun 1992, Eron dan Huesmann mengatakan bahwa
“kekerasan di televisi mempengaruhi para remaja dari segala usia, dari kedua jenis
kelamin, pada semua tingkat sosio-ekonomis dan intelijensi. Pengaruhnya tidak
terbatas pada anak-anak yang sudah berwatak agresif, juga terjadi di negara mana
pun”.9
Di Amerika pun sejak tahun 1950-an, sudah banyak peneliti yang tertarik akan
penelitian tentang kekerasan di televisi, karena kecemasan mereka akan meningkatnya
proporsi adegan kekerasan di televisi. Sebuah analisis isi televisi yang dilakukan
Gerbner pun menemukan, proporsi adegan kekerasan yang menakutkan, berkisar
antara 80-90 persen.10 Singkatnya, televisi sudah merupakan teman akrab anak-anak
yang setiap saat mereka bisa menyaksikannya.
Salah satu film kartun yang saat ini sedang digemari anak-anak adalah Spongebob
Squarepants. Spongebob Squarepants adalah sebuah serial kartun animasi yang
diproduksi Nickelodeon. Pada awalnya serial kartun ini ditayangkan pada tahun 1999
di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri film kartun ini saat ini ditayangkan di Global
TV. Kartun ini diciptakan oleh seorang ahli biologi laut dan animator Stephen
Hillenburg. Bagian yang menjadi daya tarik dari tayangan ini berhubungan dengan
sosok yang kekanakan yaitu Spongebob dan teman baiknya Patrick Star. Keduanya
diceritakan sebagai orang-orang dewasa tapi ditampilkan sebagai sosok yang polos
khas anak-anak dan melakukan pekerjaan serta kehidupan orang-orang dewasa.
Bersama dengan teman-teman lainnya, dikisahkan mereka tinggal dibawah laut
9
Milton Chen, Mendampingi Anak Menonton Televisi, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal 59
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, 2002, hal 243.
10
6
disebuah daerah bernama Bikini Bottom. Figur-figur film kartun ini memang memiliki
nilai-nilai perkawanan yang solid, tetapi mereka juga sering melakukan praktik
kekerasan dan percakapan yang tidak enak didengar, terutama bagi telinga anak-anak.
Misalkan seperti : menabrakan diri sendiri, menyepelekan orang lain dengan
mengatakan “dasar bodoh”, atau memukul kepala orang lain dengan benda. Menurut
penelitian Kidia di tahun 2005, film kartun ini dianggap terlalu banyak menampilkan
kekerasan dan bahasa kasar yang bersifat merendahkan orang lain.
11
Dengan
kemampuan nalarnya yang terbatas dalam menyerap serta mencerna makna yang
ditayangkan oleh televisi, bukan suatu hal yang mustahil apa yang dilakukan si tokoh
kartun tersebut dianggap perbuatan yang sah-sah saja oleh anak-anak, sekalipun
menampilkan adegan kekerasan. Karena dilakukan dengan lucu maka anak justru
tertawa saat figur dalam kartun yang ia tonton tadi melakukan tindak kekerasan baik
secara fisik seperti menendang , ataupun secara psikis seperti mengejek.12 Selain itu
adapula sebuah penelitian tentang efek kognitif dan afektif dari film kartun
Spongebob Squarepants terhadap sekitar 75 siswa di sebuah sekolah dasar, yang
membuktikan bahwa efek dari film kartun ini memiliki indikator tinggi.13. untuk hasil
rating film kartun Spongebob Squarepants, sempat mencapai rating 4,8 untuk
kelompok usia 5-14 tahun.14
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dan Litbang Deppen telah
mengadakan penelitian tentang adegan-adegan kekerasan dengan menggunakan
content analysis atau analisis isi terhadap 51 judul film yang disiarkan selama
Februari 1993. Hasilnya menunjukkan, film kartun memecahkan rekor sebagai film
11
Rusdy Nurdiansyah, Loc cit.
Sinar Indonesia Baru, Stop Tayangan Kekerasan dan Seks di Televisi,
http://www.opini.wordpress.com, 2006.
13
Agung Budianto, Efek Kognitif dan Afektif Tayangan Film Kartun Spongebob di Global TV periode
Januari 2007, Skripsi (Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana), 2007
14
www.wikipedia.org,
12
7
yang penuh dengan adegan kekerasan, yaitu dengan persentase 57%15. Kekerasan
ditelevisi sudah menjadi isu hangat di kalangan masyarakat dan di kritik oleh
masyarakat, terutama apabila sudah mengakibatkan adanya korban. Bahkan ternyata
kekerasan pun ada dalam film kartun. Karena itulah sehubungan juga dengan tujuan
penelitian ini, penulis menggunakan analisis isi karena analisis isi merupakan
penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi, terutama
yang tertulis atau tercetak dalam media massa. Analisis isi dapat digunakan untuk
menganalisis semua bentuk komunikasi baik itu surat kabar, berita, radio, televisi
maupun bahan dokumentasi lainnya. Peneliti dalam analisis isi pada umumnya lebih
objektif terhadap objek yang ditelitinya, pada umumnya memerlukan biaya yang
relatif lebih murah, memperoleh keterangan atau menganalisis semua bentuk
komunikasi terutama dengan media massa misalnya surat kabar, film, atau televisi.
Selain itu, jenis penelitian komunikasi yang menggunakan analisis isi salah satunya
adalah, yang bermaksud mendeskripsikan pesan tanpa menghubungkan dengan
maksud si penyampai pesan terhadap penonton yang menjadi sasarannya, serta tidak
pula dikaitkan dengan hasil atau akibatnya, penelitian yang demikian tidak lain adalah
ingin menjawab apa yang disampaikan seperti misalnya penelitian mengenai
kecenderungan isi.16 Karena itu skripsi ini diberi judul Analisis Isi Kecenderungan
Bentuk Kekerasan Film Kartun Spongebob Squarepants di Global TV.
15
Fransiska Mariantje Bawias, Analisa Isi Representasi Kekerasan Dalam Film Kartun Southpark,
Skripsi (Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra), 2007
16
Bambang Setiawan dan Ahmad Muntaha, Metode Penelitian Komunikasi , Universitas Terbuka,
2004, Hal 7.6
8
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dinyatakan diatas, perumusan
masalahnya adalah : bagaimana kecenderungan bentuk kekerasan pada film kartun
Spongebob Squarepants?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas dengan demikian penelitian ini memiliki
tujuan untuk mengetahui kecenderungan bentuk kekerasan yang ada pada film kartun
Spongebob Squarepants.
1.4 Signifikasi Penelitian
1.4.1
Signifikasi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu
komunikasi, khususnya penelitian tentang kekerasan di media televisi atau
film, serta dapat menambah bahan referensi yang bermanfaat bagi penelitianpenelitian berikutnya, khususnya yang menggunakan metode analisis isi.
1.4.2
Signifikasi Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dari media-media
televisi tentang kandungan kekerasan dalam film-film kartun, sehingga
menjadi pertimbangan bagi mereka untuk tidak menayangkan film-film kartun
untuk anak-anak yang mengandung unsur–unsur kekerasan.
9
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Komunikasi Massa
2.1.1 Pengertian dan Ciri Komunikasi Massa
Komunikasi massa menurut Bittner adalah pesan yang dikomunikasikan
melalui media massa pada sejumlah besar orang17. Gerbner mengatakan
komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan
lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam
masyarakat industri.
18
Jadi yang diartikan komunikasi massa adalah komunikasi
dengan menggunakan media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, televisi,
atau film. 19
Adapun ciri-ciri komunikasi massa adalah 20:
1. Berlangsung satu arah.
Dalam komunikasi massa feedback baru akan diperoleh setelah komunikasi
berlangsung.
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga.
Seorang komunikator dalam media massa bertindak atas nama lembaga
dan nyaris tak memiliki kebebasan individual. Oleh sebab itu
komunikatornya melembaga.
3. Pesan- pesannya bersifat umum.
Pesan-pesan yang disampaikan melalui media massa pada umumnya
bersifat umum (untuk orang banyak).
17
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, PT.Remaja Rosdakarya, 2002, hal 188.
Ibid
19
Jalaludin Rakhmat, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT.Remaja Rosdakarya, 2005, hal20
20
Tommy Suprapto, op.cit, hal 13
18
10
4. Melahirkan keserempakan.
Misalnya, siaran radio yang mampu membuat pendengarnya untuk secara
serempak mendengarkan program acara yang sedang diputar. Sedangkan
televisi dan juga media cetak, dapat disaksikan dan dibaca oleh banyak
orang secara serempak.
5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen.
Komunikan terpencar-pencar keberadaannya, tidak saling mengenal dan
berbeda latar belakang, pendidikan, agama, usia, jenis kelamin, keinginan
dan
lainnya.
Karena
itu
pengelola
media
harus
dapat
harus
mengelompokan mereka berdasarkan perbedaan-perbedaan tersebut untuk
dapat mencapai kelompok sasaran yang dituju dari keseluruhan target
sasaran.
2.2 Model Komunikasi Massa
Agenda Setting diperkenalkan oleh Mccombs dan DL Shaw pada tahun
1973, berjudul The Agenda Setting Function Of Mass Media. Asumsi dasar teori
agenda setting adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa,
maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.21
Dengan teknik pemilihan dan penonjolan, media memberikan cues tentang
mana issue yang lebih penting. Karena itu, model agenda setting, mengasumsikan
adanya hubungan positif, antara penilaian yang diberikan media pada suatu
persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada persoalan itu.
Singkatnya, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting juga
21
H.M Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Prenada Media Group, 2006, hal 279.
11
oleh masyarakat. Apa yang dilupakan oleh media, akan dilupakan juga oleh
masyarakat.22
Dalam model agenda setting efek media massa diukur dengan
membandingkan dua pengukuran. Pertama peneliti mengukur agenda media
dengan analisis isi yang kuantitatif, atau peneliti menentukan batas waktu tertentu,
mengkoding berbagai isi media, dan menyusun isi itu berdasarkan panjang
(misalkan waktu pada televisi dan ruang dalam surat kabar), penonjolan ukuran
(misalkan ukuran judul, letak pada surat kabar, frekuensi pemuatan, posisi dalam
surat kabar), dan konflik (cara penyajian bahan). Selanjutnya peneliti mengukur
agenda masyarakat dengan menganalisis self report khalayak, merangking dan
mengkorelasikan
isi
media.
Juga
menganalisa
kondisi-kondisi
yang
mempengaruhi proses agenda setting dengan meneliti sifat-sifat stimulus dan
karateristik khalayak. Sifat-sifat stimulus menunjukkan karakteristik issue,
termasuk jarak issue (apakah issue itu langsung atau tidak dialami individu), lama
terpaan (apakah issue itu baru muncul atau mulai pudar), kedekatan geografis
(apakah issue itu lokal atau nasional), dan sumber (apakah disajikan pada media
yang kredibel atau tidak).
Karena masyarakat memperoleh kebanyakan informasi dari media massa,
maka agenda media yang tercermin dalam pemberitaan yang ditampilkannya akan
berkaitan dengan agenda masyarakat. Agenda masyarakat diketahui dengan
menanyakan kepada anggota masyarakat apa yang mereka pikirkan, apa yang
mereka bicarakan dengan orang lain atau apa yang mereka anggap sebagai
masalah yang tengah menarik perhatian masyarakat. Ketika mereka memikirkan
22
Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, 2005,hal 68
12
atau membicarakan sebagaimana yang ditayangkan media massa, maka agenda
setting telah berhasil mempengaruhi pemikiran masyarakat.23
Adapun model komunikasi massa nya sebagai berikut :
Variabel
Media massa
-panjang
-penonjolan
-konflik
Variabel
Antara
-sifat stimulus
-sifat khalayak
Variabel
Efek
-pengenalan
-saliance
-prioritas
Variabel
Efek Lanjutan
-persepsi
-aksi
Tabel 1. Model Komunikasi Massa Agenda Setting
2.3 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa
Televisi, sesuai namanya tele berarti jauh, vision berarti pandangan. Televisi
berarti bisa dipandang dari tempat yang jauh dari studio televisi, maka kekuatan
televisi terletak pada paduan gambar dan suara dalam satu waktu penayangan 24.
Publik pemirsa bisa menikmati kombinasi antara gambar hidup dan suara persis
seperti berhadapan langsung dengan objek yang ditayangkan.
Untuk sebuah proses pengiriman gambar secara cepat melalui gelombang
elektromagnetik sudah mulai didiskusikan pada abad ke-19. Sehingga
ditemukannya selinium pada tahun 1817 yang memungkinkan diubahnya gambargambar bergerak menjadi arus listrik. Kemudian pada tahun 1884 ketika Paul
Nipkow dari Jerman menemukan suatu alat yang dapat mengubah gambar secara
optikal menjadi garis-garis paralel dengan berbagai intensitas, karena pada
awalnya televisi adalah proses merekam dan mengirimkan gambar-gambar seperti
itu melalui sel-sel selinium. Kemudian pada tahun 1924, Vladimir Kosma
Zworykin menemukan ikonoskop yang dapat memproyeksikan gambar ke layar
23
24
Psikologi Komunikasi, hal 230.
Sam Abede Pareno, Praktik Penulisan Naskah Televisi, Papyrus, 2003, hal xv
13
berupa sel-sel foto elektrik yang berada didasar sebuah tabung katoda. Ikonoskop
inilah yang menjadi cikal bakal tabung televisi modern yang digunakan saat ini 25.
Perkembangan televisi terus dipacu dalam tahun-tahun berikutnya, karena
masyarakat menantikan teknologi ini, sehingga pada tahun 1927, Bell Telephone
Company menyiarkan gambar-gambar televisi dari Washington ke New York
dengan menggunakan kabel telepon. Setahun kemudian, pada tahun 1928, John
Logie Baird melakukan siaran televisi pertama melintasi Atlantik dari London ke
New York menggunakan gelombang pendek dan pada tahun 1930, BBC mulai
menyiarkan program-program televisi secara teratur. Pada tahun 1928, sebenarnya
John Baird telah membuat sistem televisi berwarna dan Bell Laboratories
menciptakan sebuah sistem paralel di Amerika pada tahun 1929, dan pada tahun
1968 Sony Corporation di Jepang mengembangkan televisi berwarna dengan satu
tabung warna dan sebuah garis yang memungkinkan spektrum warna yang lebih
luas.
Siaran televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962 saat TVRI
menayangkan langsung upacara kemerdekaan Indonesia ke-17 pada tanggal 17
Agustus 1962. Siaran langsung itu terhitung sebagai siaran percobaan. Siaran
resmi TVRI baru dimulai 24 Agustus 1962, yang menyiarkan secara langsung
upacara pembukaan Asian Games ke-4 dari stadion utama Gelora Bung Karno.26
Adapun peran media massa27 dalam hal ini televisi antara lain :
1.
Perannya sebagai media edukasi. Media massa khususnya televisi, menjadi
media yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas dan menjadi
masyarakat yang maju.
25
Sosiologi Komunikasi, op.cit, hal 132
Morissan, Media Penyiaran Strategi mengelola Radio dan Televisi, Ramdina Prakarsa, 2005,hal 8
27
Sosiologi Komunikasi,op.cit, hal 86
26
14
2.
Menjadi media informasi, yaitu media yang setiap saat menyampaikan
informasi kepada masyarakat. Maka masyarakat akan menjadi masyarakat
yang kaya akan informasi, terbuka dengan informasi.
3.
Sebagai media hiburan. Media massa memiliki kekuatan menghibur yang
kuat. Misalnya orang berjam-jam menonton acara televisi, sinetron, kuis,
film setelah lelah beraktifitas atau untuk menghilangkan rasa bosan, penat.
Dengan banyaknya stasiun televisi saat ini di Indonesia, masing-masing stasiun
televisi berlomba memberikan atau menyajikan tayangan-tayangan yang masyarakat
butuhkan seperti tayangan hiburan, berita politik, budaya, pendidikan, gaya hidup,
kesehatan dan lainnya bahkan film kartun untuk menarik perhatian anak-anak.
Karena itu televisi semakin dekat dengan anak. Beragamnya pilihan acara yang
ditampilkan dari berbagai stasiun televisi, membuat anak semakin senang berdiam diri
lama-lama didepan televisi. Singkatnya, televisi sudah merupakan teman akrab anakanak yang setiap waktu mereka dapat menyaksikannya.
2.3.1 Televisi dan Anak
Maraknya stasiun-stasiun televisi dewasa ini, menjadikan semakin
bebasnya tayangan-tayangan televisi dapat disimak oleh anak-anak. Khusus untuk
televisi swasta, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) menghitung,
sepanjang minggu ke-2 bulan Juli 2007, jumlah program anak-anak dari semua
stasiun televisi mencapai 123 program. Jika dibagi dalam jam, mencapai 180 jam.
Jumlah ini, dinilai cukup tinggi oleh Guntarto, Kepala Bagian Kajian Anak dan
Media YKAI.28 Dengan jumlah yang cukup tinggi ini, tidak hanya orang tua,
tetapi juga anak-anak, akan mengalami kesulitan untuk memilih program mana
28
Radmarsy, Loc.cit
15
yang cocok buat mereka, mana yang baik dan mana yang buruk. Selain itu tidak
tersedia informasi yang cukup tentang tayangan-tayangan tersebut, yang dapat
menjadi panduan bagi para orang tua. Dari program anak yang jumlahnya ratusan
tadi, hanya sekitar 10 persennya saja yang sesungguhnya aman buat anak-anak.29
Survey yang dilakukan Nakita, tentang berapa lama waktu yang dihabiskan
anak-anak menonton televisi, sebanyak 61,81% responden menjawab, anaknya
menonton televisi lebih dari 3 jam dalam sehari. Bahkan, sebanyak 43,03%
responden tidak memberikan batasan. Angka tersebut terasa cukup banyak
mengingat hanya 56,07% kelompok orangtua yang memberi batasan menonton
televisi pada anaknya. Elly Risman, psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati,
menegaskan menonton televisi perlu dibatasi. Toleransi maksimalnya hanya 2 jam
saja sehari. Namun, jika memungkinkan cukuplah 30 menit saja sehari. 30
Dewasa ini setiap stasiun televisi telah menyajikan acara-acara khusus untuk
anak. Waktu yang biasanya digunakan keluarga untuk menonton televisi adalah
pada pukul 05.00 – 07.00, dimana waktu ini digunakan untuk menonton berita
pagi, kartun anak, sambil bersiap-siap untuk pergi sekolah, kerja dan lain
sebagainya. Pukul 19.00 – 21.00, dimana waktu ini adalah waktu yang sangat
efektif untuk menonton televisi, semua anggota keluarga biasanya sudah
berkumpul di rumah. Waktu-waktu di atas pun merupakan waktu yang bisa
diluangkan oleh orang tua untuk bertemu anak, terutama untuk orang tua yang
keduanya bekerja. Dan biasanya dari waktu tersebut (05.00 – 07.00 dan 19.00 –
21.00), kira-kira 2 jam adalah waktu maksimum orang tua berkomunikasi dengan
anak, atau sekitar 50% dari waktu kita menonton31.
29
Ibid
Saiful Imam, Nonton TV Cukup 30 Menit, www.mail-archive.com/[email protected], 2007
31
Dewi. H, Dunia Tanpa TV Mungkinkah, www.kidia.org, 2007
30
16
Dua puluh satu persen pemirsa televisi adalah anak-anak berusia 5-14 tahun.
Jumlah yang tidak bisa dibilang sedikit dengan beragamnya tuntutan atas tayangan
yang sesuai untuk anak. Pemirsa anak-anak pun termasuk tinggi dibandingkan
dengan target pemirsa yang lebih dewasa, terutama antara pukul 6.00 sampai
10.00 dan antara pukul 12.00 sampai 21.00. Jumlahnya bisa mencapai rata-rata
1.478.000 individu saat jam tayang utama (18.00-21.00) dari total populasi TV
yang berjumlah 42.645.497 individu di 10 kota survei AGB Nielsen. Pada periode
Januari hingga pertengahan Maret 2008, kepemirsaan anak-anak ini juga tampak
lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Kenaikannya tampak di sepanjang hari
dengan kenaikan tertinggi pada jam tayang utama. 32
Menarik menyimak hasil survei MRI (2001) mengenai kehidupan anak yang
berjudul Kid's World - The Future Market. Dari penelitian tersebut terlihat
bagaimana intensnya anak-anak dengan dunia televisi. Survei dilaksanakan pada
anak berusia 7-14 tahun dan ibu dari anak berusia 0-14 tahun dari semua
kelompok sosial ekonomi di enam kota, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Medan, dan Makasar. Pengerjaan lapangan penelitian dilaksanakan
pada Mei hingga Juni 2001. Hasilnya, sebagian anak terekspos ke media televisi
sejak bayi (25 persen). Begitu usia menginjak lebih dari satu tahun, hampir semua
terbiasa menonton televisi (92 persen). Ketika masuk usia taman kanak-kanak (46 tahun) hingga usia SMP (12-14 tahun), semua sudah menjadi penonton setia
televisi. Media audio video yang menampilkan gambar dan suara tentu paling
menarik bagi anak-anak. Media lain tidak sepopuler televisi walaupun
konsumsinya meningkat dengan bertambahnya usia anak. Sejak kecil, anak-anak
32 AGB Nielsen, Pilihan Tontonan Untuk Anak Semakin Banyak, www.agbnielsen.co.id, 2008.
17
menghabiskan sangat banyak waktu untuk menonton televisi, dan waktu
menonton semakin panjang dengan bertambahnya umur. Pada hari biasa dan
Sabtu, untuk umur bayi hingga satu tahun, menurut para ibunya, menonton televisi
rata-rata 0,5 jam. Pada usia balita (1-4 tahun) mereka menghabiskan waktu dua
jam, dan di atas usia ini mereka menghabiskan waktu 2,5 hingga tiga jam per hari.
Pada hari Minggu, waktu menonton bahkan meningkat. Para ibu memperkirakan
bayi mereka menonton televisi sekitar satu jam pada hari itu, balita duduk sekitar
tiga jam di depan layar kaca, dan usia anak yang lebih besar menghabiskan empat
hingga 5,5 jam per hari. Pada hari biasa hingga Sabtu, anak-anak menonton pada
sore hari antara pukul 15.00 hingga 21.00. Sedangkan pada hari Minggu, mereka
mulai menonton pada pukul 7.00 dan memuncak pada pukul 8.00-9.00 ketika
kebanyakan stasiun televisi menyiarkan program anak-anak. Setelah itu, semakin
sedikit anak yang menonton dan jumlah pemirsa cilik itu naik lagi di sore hari
antara pukul 18.00-21.00 walaupun tidak sebanyak pada pagi hari. 33
2.4 Film Kartun
Akar sejarah dari film kartun ditemukan berupa tulisan, tanda-tanda di dinding,
yang biasa kita kenal dengan sebutan grafiti. Sebagai media artistik dan komunikatif,
kartun bermula dari karikatur.
Penemu pertama kartun animasi di Amerika adalah kartunis Winsor Mccay34.
Ia bekerja sebagai illustrator poster sirkus dan untuk sebuah surat kabar. Pada tahun
1903, ia pindah ke New York dan mulai menggambar kartun untuk New York Herald
dan Evening Telegram. Selanjutnya pada tahun 1906, kartun yang ia gambar bernama
33
Harry Puspito, Anak dan Televisi, http://almira-online.port5.com/artikel/artikel_p9.htm, 2007
34
Paul Martin Lester, Visual Communications Images With Messages, Thomson, 2003, hal 213.
18
“ Little Nemo “ di surat kabar, menginspirasinya untuk dibuat menjadi film kartun
animasi. Jadilah film kartun pertamanya itu dengan karakter Little Nemo. Film pendek
itu menghabiskan waktu selama empat tahun, 4000 warna, 35-mm frame film.
Tahun 192435, seniman dari Austria, Max Fleischer dan saudaranya Dave serta
inovator radio Lee De Forest, membuat kartun pertama dengan suara, berjudul Oh
Mabel. Sangat disayangkan, pada saat itu, bioskop hanya menampilkan versi bisu nya,
karena peralatan mereka pada saat itu belum memadai. Selanjutnya Fleischer bekerja
sama dengan John Bray membuat film, seperti Out Of The Inkwell. Kemudian ia
memproduksi kartun dengan karakter seksi wanita muda bernama Betty Boop (1930),
yang dibuat oleh seniman Myron Grim Narwick, dan karakter kartun yang paling
terkenal yaitu Popeye (1933).
Lebih lanjut, mungkin kita tidak asing dengan nama Walt Disney. Ia dikenal
sebagai pembuat film kartun animasi berdurasi panjang pertama. Tapi sesungguhnya,
adalah Lotte Reigniger, yang membuatnya. Film pertamanya adalah Adventures of
Prince Achmed. Ia telah membuat 60 film selama enam puluh dua tahun kariernya.
Karyanya yang paling terkenal antara lain Hansel and Gretel, Jack and the Beanstalk,
dan Thumbelina.
Walt Disney dikenal pula sebagai animator pertama yang mencampurkan dan
memasukan musik, gerakan, suara saling beriringan dengan gambar. Walt Disney
bekerja sama dengan Ub Iwerks, membuat film pertama yaitu Alice In Wonderland.
Tahun 1935, ia mendirikan studio Hyperion Avenue. Setelah gagal dengan Oswald
The Lucky Rabbit, yang hak patennya diambil oleh seorang distributor film-filmnya
selama itu, ia pun bangkit dan mulai menciptakan sebuah karakter yang sekarang kita
35
Ibid hal 214.
19
kenal dengan Mickey Mouse. Film Steamboat Willie dikenal sebagai film kartun
pertama bersuara didunia.
2.4.1 Anak dan Film Kartun Di Televisi
Dewasa ini, salah satu acara yang banyak menjadi pilihan stasiun televisi
untuk ditayangkan adalah film kartun. Film kartun pada umumnya
berdasarkan cerita-cerita fantasi, karena itu anak-anak menyukai film kartun.
Tetapi tidak semua film kartun cocok untuk dikonsumsi anak-anak. Misalkan
The Simpson atau Crayon Shincan. Sesungguhnya tidak baik untuk anak-anak
karena bercerita dalam bahasa yang kasar dan tingkah laku urakan. Tapi
diawal kemunculannya, orang tua membiarkan anak-anak menontonnya
karena format penyajiannya dan waktu tayangnya pas dengan waktu anak
menonton televisi.36
Dalam hasil dari sebuah penelitian berikut ini, tontonan yang paling
diminati anak berdasarkan angket yang disebarkan tabloid Nakita pada
Agustus 2007 dan komentar pakar mengenai tayangan yang diteliti, yang
melibatkan 55 orang responden dari milis Nakita. Dari 55 responden tersebut,
masing-masing: Usia anak 3-5 tahun : 56,36%, 6-8 tahun : 23,6%, 9-12 tahun
: 20%. Hasil penelitian akan lamanya menonton televisi dalam sehari : Kurang
dari 0,5 jam/hari : 3,63%, 1-3 jam/hari : 34,54%, lebih dari 3 jam/hari :
61,81%.37
Menurut Kidia, untuk menentukan kriteria keamanan acara untuk anak
dilihat dari dua sudut pandang yaitu muatan moral dan tingkat kerumitan
36
37
Anak Menonton TV, Kecemasan Para Orang Tua, www.balipost.co.id, 2003
Marfuah Panji Astuti, Tayangan Favorit Anak-Anak, www.mail-archive.com , 2007
20
cerita. Muatan moral yang ditinjau adalah positif dan negatif. Contoh tayangan
acara untuk anak-anak yang bermuatan positif adalah:
1. Persahabatan
2. Mengajak pemirsa ikut berpartisipasi.
3. Sikap keberanian dan kemandirian untuk bereksplorasi dan melakukan
petualangan menarik.
4. Mengenalkan konsep kreativitas dan kerja keras anak-anak agar mereka
mendapatkan hasil yang terbaik dalam kehidupan.
5. Mengembangkan kecerdasan emosi anak-anak, agar sabar dan tenang dalam
menghadapi beragam masalah dan keadaan di tempat baru.
6. Mengenalkan konsep persahabatan dan kerja sama.
7. Memberikan pelajaran berharga tentang hidup, seperti bahwa penampilan
yang cantik dan rupawan bukanlah segala-galanya dalam hidup.
8. Sikap baik hati, ringan tangan, kerja keras, keberanian, setia kawan, rendah
hati.
Sedangkan contoh acara anak yang bermuatan negatif adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kekerasan berupa pembunuhan berdarah dengan senjata.
Intrik kejahatan.
Kisah yang dilatarbelakangi dengan dendam pribadi
Menampilkan sifat-sifat tokoh yang pemalas, penakut, cengeng, apatis.
Hubungan asmara, ketertarikan antar lawan jenis, kearah seksual.
Mistis, magis.
Tidak masuk akal.
Mencuri demi orang yang dicintai (seolah-olah mendapatkan pembenaran).
Hedonis, materialistis, mengutamakan segala sesuatu yang bersifat
permukaan38
Elizabeth Wahyudi guru bimbingan konseling dari BPK Penabur
mengatakan bahwa, anak-anak yang menyaksikan tayangan televisi yang
mengandung kekerasan tanpa kontrol, dapat dikaitkan dengan meningkatnya
kekerasan,
perilaku
agresif,
dan
hasil
belajar
yang
buruk,
sulit
mengekspresikan diri, anak-anak tidak akan mendengarkan orang tua
berbicara, dan anak-anak meniru kekerasan di televisi. Banyak anak-anak
dirusak 'kepekaannya', dan mudah bertindak kasar. Ini merupakan salah satu
akibat menonton televisi. Menyaksikan televisi sebelum sekolah, dapat
38
Dewi.H, Loc.cit
21
menurunkan daya tangkap anak-anak terhadap pelajaran di sekolah. 39 Terlalu
sering menyaksikan kekerasan, dapat menimbulkan: perilaku agresif, anak
menjadi kurang kooperatif (tidak memiliki sikap kerja sama), kurang sensitif
kepada yang lain, keyakinan kepada anak-anak, segala persoalan hanya dapat
"diselesaikan"
lewat
kekerasan,
anak-anak
berpikir
dunia
televisi
menghadirkan dunia nyata, bukan fantasi. Anak - anak menjadi lebih takut,
sulit mengekspresikan diri. Apabila sebagian besar waktu anak-anak
dihabiskan di depan televisi, dapat dipastikan juga mereka sering meniru
kekerasan 'pahlawan televisi' dan perilakunya. Anak-anak sulit tidur karena
berkaitan dengan ketakutan terhadap kekerasan yang ditampilkan di televisi.
Penelitian yang dilakukan YKAI pada tahun 2006 terhadap 260 anak-anak
sekolah dasar yang ada di Jakarta, membuktikan televisi ternyata media yang
banyak ditonton dengan alasan paling menghibur. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa televisi menjadikan media yang benar-benar disukai anak-anak. Anakanak bersifat lebih pasif dalam berinteraksi dengan televisi, bahkan seringkali
mereka terhanyut dalam dramatisasi terhadap tayangan yang ada di televisi40.
Masyarakat luas sering menganggap bahwa film kartun pasti aman untuk
anak-anak, terutama jika ditambah dengan tulisan “untuk semua umur”.
Sayangnya, film “semua umur” itu ternyata bisa mengandung hal-hal yang
negatif untuk perkembangan jiwa seorang anak. Jika tidak teliti, mungkin kita
tidak menemukan hal yang negatif disana. Jiwa seorang anak berbeda dengan
orang dewasa. Jiwa seorang anak masih polos dan mudah menerima sekaligus
meniru apa yang dilihatnya, tanpa tahu apakah itu benar atau salah, baik
39
Elizabeth Wahyudi, Pengaruh Televisi Terhadap Perkembangan Jiwa Anak, www.bpkpenabur.com,
1996
40
Mamiek J.M, Loc.cit.
22
ataupun buruk. Apa yang kita anggap hanya kelucuan biasa, bisa ditangkap
berbeda oleh mereka. Contoh-contoh lain misalnya yang juga mungkin
tampak lucu bagi kita, umpamanya seperti tokoh utama dalam film kartun
yang terkena besi dari atas menara sampai tubuhnya pipih, namun tetap hidup
lagi. Lalu si tokoh tersebut terkena ketapel keras di dahi dan tiba-tiba muncul
benjol besar di sana, dan bintang-bintang tampak menari di sekeliling kepala.
Anak-anak pun mungkin tertawa dengan riang, tapi apakah kelucuan yang
menyakitkan itu yang ingin kita tanamkan di benak mereka. Mungkin
akhirnya, mereka menganggap bahwa mengetapel kepala teman adalah hal
yang lucu dan menyenangkan. Tokoh-tokoh dalam film kartun seringkali
digambarkan secara hitam putih. Siapa yang jahat dan siapa yang baik tampak
jelas. Kebaikan akhirnya menang dan kejahatan selalu kalah. Ide yang ingin
disampaikan sebenarnya baik, tapi belum tentu memunculkan hasil yang
baik.41
Seorang anak kecil mayoritas belum mengenal dan mengetahui apa itu
akting, apa itu efek film, atau apa itu tipuan kamera dan lain sebagainya. Bagi
anak-anak, dunia di luar rumah adalah dunia yang sama seperti yang ada di
televisi, yang mereka lihat setiap kali. Apabila sering menonton tayangan
televisi, terutama film kartun yang mengandung adegan kekerasan di mata
anak-anak, kekerasan yang ada menjadi hal yang biasa, dan boleh-boleh saja
dilakukan apalagi terhadap orang yang bersalah, karena memang itu semua
ditunjukkan dalam film-film. Bahkan ada kecenderungan bahwa orang yang
41Menemani Anak Menonton TV Dirumah Perlukah?, http://almiraonline.port5.com/artikel/artikel_p2.htm, 2007
23
melakukan kekerasan terhadap "orang jahat" adalah suatu tindakan yang
heroik, tidak peduli dengan prosedur hukum yang seharusnya berlaku. 42
2.5 Pengertian Kekerasan
Berkowitz mendefinisikan agresi atau kekerasan sebagai segala bentuk perilaku
yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental. Hal
ini dipertegas lagi menurut Baron, agresi yaitu tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut.
43
Berkowitz membedakan agresi dalam dua macam, yakni
agresi instrumental (instrumental aggression) yaitu agresi yang dilakukan individu
sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu. Agresi disini hanya merupakan
sarana untuk mencapai tujuan lain, misalnya, polisi menembak tahanan yang kabur.
Yang kedua adalah agresi benci (impulsive aggression) yaitu agresi yang dilakukan
sebagai pelampiasan keinginan untuk melukai atau menyakiti, atau agresi tanpa tujuan
selain untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan, atau kematian pada sasaran atau
korban. Misalkan seorang pria yang membunuh pacarnya karena cemburu.
Melengkapi akan adanya dua jenis agresi (instrumental dan impulsive aggression),
peran kognisi sangat besar dalam menentukan apakah suatu perbuatan dapat dikatakan
agresi (jika diberi atribusi internal) atau tidak agresi (dalam hal atribusi eksternal).
Yang dimaksud atribusi internal adalah adanya niat, motif, atau kesengajaan untuk
menyakiti atau merugikan orang lain. Sedangkan atribusi eksternal yaitu perbuatan
yang dilakukan karena desakan situasi, tidak ada pilihan lain atau tidak sengaja 44.
42 Martin Leman, Televisi dan Anak-Anak, http://www.leman.or.id/anakku/TV&anak.html -->Televisi
dan Anak, 2000
43
Alex Sobur, Psikologi Umum, CV. Pustaka Setia, 2003, hal 432.
44
Ibid.
24
Dalam media massa terbagi dalam empat macam bentuk kekerasan yakni kekerasan
terhadap diri sendiri, orang lain, kolektif dan skala besar.45
2.5.1 Kekerasan Dalam Tayangan Televisi
Kekerasan yang ditayangkan di televisi tidak hanya ada dalam film kartun,
film lepas, serial, dan sinetron, misalnya dengan ceceran darah atau meng-close up
korban. Oleh karena itu, sebaiknya orang tua jangan terkecoh dengan hanya
mensensor adegan seksual, misalnya ciuman. Adegan kekerasan, mulai tembakan,
tamparan pipi, jeritan dan teriakan, darah, perkelahian serta saling pukul juga
perlu disensor. Jenis film - film laga kepahlawanan (hero) selalu menarik
perhatian dan disenangi anak-anak, termasuk balita, sehingga mereka dapat tahan
berjam-jam duduk di depan layar kaca. Diduga, selain menghibur, yang terutama
bikin "kecanduan" ialah unsur thrill, suasana tegang saat menunggu adegan apa
yang bakal terjadi kemudian, karena membuat penonton tidak menjadi bosan dan
film terasa tidak datar.46
Perdebatan tentang kekerasan di televisi ini berkisar pada kemungkinan
penonton, khususnya anak-anak, meniru perilaku agresif yang ditonton ditelevisi
dan film. Seperti di Inggris misalnya, sejak kematian tragis James Bulger, balita
yang baru berjalan, pada 1993 di tangan dua anak berusia 10 tahun, setelah diteliti,
kedua anak itu baru saja menonton sejumlah video yang menayangkan
kekerasan.47
Dari perspektif belajar sosial, anak belajar perilaku dengan meniru apa
yang mereka lihat, dan tayangan kekerasan di media agaknya langsung mengarah
45
Sosiologi Komunikasi, Hal….
Agus Surono dan Shinta Teviningrum, Bahaya Tontonan Kekerasan Pada Anak,
http://www.indomedia.com/intisari/1999/juli/kekerasan.htm, 1999.
47
Matt Jarvis, Teori-Teori Psikologi :Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan dan
Pikiran Manusia, Nusamedia dan Nuansa, 2006, hal 37.
46
25
ke kekejaman perilaku48. Menurut Bandura, kita belajar bukan saja dari
pengalaman langsung, tetapi juga dari peniruan. Perilaku merupakan hasil faktorfaktor kognitif dan lingkungan. Lebih lanjut Bandura menjelaskan proses belajar
sosial terbagi dalam empat tahapan proses yakni proses perhatian, proses
pengingatan, proses reproduksi motoris dan proses motivasi. Menurutnya, kita
belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan atau
peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan
lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampilan tertentu, bila terdapat
jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.
Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati
secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa
tindakan tertentu (misalnya menolong orang tenggelam) atau gambaran pola
pemikiran, yang disebut Bandura sebagai “abstract modeling” (misalnya sikap,
nilai, atau persepsi realitas sosial). Kita mengamati peristiwa tersebut dari orangorang sekitar kita bila peristiwa itu sudah diamati, terjadilah tahap pertama belajar
sosial:
perhatian.
Kita
baru
dapat
mempelajari
sesuatu
bila
kita
memperhatikannya. Setiap saat kita menyaksikan berbagai peristiwa yang dapat
kita teladani, namun tidak semua peristiwa itu kita perhatikan. Perhatian saja tidak
cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil
pengamatannya dalam benak benaknya dan memanggilnya kembali ketika mereka
akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Untuk mengingat, peristiwa
yang diamati harus direkam dalam bentuk imaginal dan verbal. Yang pertama
disebut visual imagination, yaitu gambaran mental tentang peristiwa yang kita
amati dan menyimpan gambaran itu pada memori kita. Yang kedua menunjukkan
48
Ibid.
26
representasi dalam bentuk bahasa. Menurut Bandura, agar peristiwa itu dapat
diteladani, kita bukan saja harus merekamnya dalam memori, tetapi juga harus
membayangkan secara mental bagaimana kita dapat menjalankan tindakan yang
kita teladani. Memvisualisasikan diri kita sedang melakukan sesuatu disebut
sebagai “rehearsal”. Selanjutnya, proses reroduksi artinya menghasilkan kembali
perilaku atau tindakan yang kita amati.
Tetapi apakah kita betul-betul
melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada motivasi? Motivasi
bergantung ada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang mendorong kita
bertindak: peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarious reinforcement), dan
peneguhan diri (self reinforcement). Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan
benar telah kita simpan dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya
dalam percakapan dengan kawan kita. Kita akan melakukan hanya apabila kita
mengetahui orang lain tidak akan mencemoohkan kita atau bila kita yakin orang
lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang disebut peneguhan eksternal.
Kita juga akan terdorong melakukan perilaku teladan baik kita melihat
orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Secara
teoritis, agak sukar orang meniru bahasa Indonesia yang benar bila pejabat-pejabat
yang memiliki reputasi tinggi justru berbahasa Indonesia yang salah. Kita
memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak mendapat ganjaran (pujian,
penghargaan, status, dan sebagainya), tetapi melihat orang lain mendapat ganjaran
karena perbuatan yang ingin kita teladani membantu terjadinya reproduksi motor.
Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong
tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas,
senang, atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Kita akan mengikuti anjuran
27
berbahasa Indonesia yang benar bila kita yakin bahwa dengan cara itu kita
memberikan kontribusi bagi kelestarian bahasa Indonesia. 49
Beberapa penelitian telah dilakukan oleh Paik dan Comstock (1994),
Berkowitz (1993), Anderson (1992), untuk menguji kemungkinan ini, dan
hasilnya terlihat jelas, pemaparan terhadap kekerasan di media mungkin memang
merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada tingginya tingkat kekerasan
di negara-negara di mana materi-materi tersebut dilihat oleh sejumlah besar orang
50
.
Banyak bukti yang mendukung kesimpulan ini. Contohnya dalam
eksperimen laboratorium jangka pendek, anak-anak atau orang-orang dewasa
diminta untuk menonton film dan acara televisi yang mengandung kekerasan atau
yang tidak mengandung kekerasan, kemudian, kecenderungan mereka untuk
melakukan agresi terhadap orang lain diukur. Secara umum, hasil dari eksperimen
seperti ini telah mengungkapkan tingkat agresi yang lebih tinggi pada partisipan
yang melihat film atau program kekerasan.51
Media massa benar-benar ingin menunjukkan kepada masyarakat
konsumennya bahwa ia adalah benar-benar replikasi dari masyarakatnya, karena
itu media massa juga harus tampil dalam bentuk kekerasan dan sadistis, media
massa juga harus punya wajah seram yang membuat masyarakat merinding dan
mengelus dada. Kekerasan dan sadisme media massa dapat disaksikan mulai dari
film kekerasan, film horor sampai tayangan kriminalitas.
Kekerasan media massa bisa muncul secara fisik maupun verbal bagi
media televisi, dari kekerasan dengan kata-kata kasar sampai dengan siaran-siaran
49
Psikologi Komunikasi hal 240
Robert A Baron & Donn Byrne, Psikologi Sosial jilid 2, Erlangga, 2003,hal 147
51
Ibid
50
28
rekonstruksi kekerasan yang dapat ditonton ditelevisi52. Bentuk kekerasan dan
sadisme media massa dengan modus yang sama disemua media massa baik cetak
maupun elektronik, yaitu lebih menonjolkan kengerian dan keseraman dimana
tujuan pemberitaan itu sendiri.
Media massa dalam hal ini televisi, membangun emosi melalui acara
seperti ini merupakan upaya yang tidak sulit, karena dengan gambar-gambar yang
menyeramkan dan sedikit komentar yang cenderung memilukan, emosi
masyarakat akan mencapai puncaknya. Semakin menyeramkan, maka semakin
ditonton oleh pemirsa, lalu dengan penuh antusias mereka bercerita kepada orang
lain sehingga orang itu ingin menyaksikannya di televisi pula.
Belson (1978)53 mengatakan bahwa, faktor menonton televisi bertema
agresi atau kekerasan tetap merupakan faktor yang paling menentukan tingkat
kekerasan pada 1565 anak laki-laki di London. Begitupun dengan penelitian yang
dilakukan Eron & Huesman ( 1985 )54, juga menghasilkan kesimpulan yang sama.
Diantara 875 anak berumur 8-9 tahun di Amerika, ternyata yang lebih sering
menonton televisi bertema kekerasan lebih sering terlibat perilaku agresif.
Sebuah survei pernah dilakukan Christian Science Monitor (CSM) tahun
1996 terhadap 1209 orang tua yang memiliki anak umur 2 - 17 tahun. Terhadap
pertanyaan seberapa jauh kekerasan di televisi mempengaruhi anak, 56%
responden menjawab amat mempengaruhi. Sisanya, 26% mempengaruhi, 5%
cukup mempengaruhi, dan 11% tidak mempengaruhi.55
Hasil penelitian Brandon Centerwall dari Universitas Washington
memperkuat survei itu. Ia mencari hubungan statistik antara meningkatnya tingkat
52
Sosiologi Komunikasi, op.cit, hal 346
Ibid, hal 318
54
Ibid
55
Paulus Mujiran, Kekerasan Untuk Menyelesaikan Masalah,
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0612/16/opi01.html , 2006
53
29
kejahatan yang berbentuk kekerasan dengan masuknya televisi di tiga negara
(Kanada, Amerika, dan Afrika Selatan). Fokus penelitian adalah orang kulit putih.
Hasilnya, di Kanada dan Amerika tingkat pembunuhan di antara penduduk kulit
putih naik hampir 100%. Dalam kurun waktu yang sama, kepemilikan televisi
meningkat dengan perbandingan yang sejajar. Di Afrika Selatan, siaran televisi
baru diizinkan tahun 1975. Penelitian Centerwall dari 1975 - 1983 menunjukkan,
tingkat pembunuhan di antara kulit putih meningkat 130%. Padahal antara 1945 1974, tingkat pembunuhan justru menurun56. Centerwall juga menjelaskan,
televisi tidak langsung berdampak pada orang-orang dewasa pelaku pembunuhan,
tetapi pengaruhnya sedikit demi sedikit tertanam pada si pelaku sejak mereka
masih anak-anak. Dengan begitu ada tiga tahap kekerasan yang terekam dalam
penelitian yaitu awalnya meningkatnya kekerasan di antara anak-anak, beberapa
tahun kemudian meningkatnya kekerasan di antara remaja, dan pada tahun-tahun
akhir penelitian di mana taraf kejahatan meningkat secara berarti yakni kejahatan
pembunuhan oleh orang dewasa.
Penemuan ini sejalan dengan hasil penelitian Lembaga Kesehatan Mental
Nasional Amerika yang dilakukan dalam skala besar selama sepuluh tahun.
Kekerasan dalam program televisi menimbulkan perilaku agresif pada anak-anak
dan remaja yang menonton program tersebut.57
Ron Solby58dari Universitas Harvard mengatakan ada empat macam
dampak kekerasan dalam televisi terhadap perkembangan anak. Pertama, dampak
aggressor dimana sifat jahat dari anak semakin meningkat. Kedua, dampak korban
dimana, anak menjadi penakut, dan semakin sulit mempercayai orang lain. Ketiga,
dampak pemerhati, disini anak menjadi makin kurang peduli terhadap kesulitan
56
Ibid.
Ibid.
58
Radmarsy, Antara TV, Anak dan Keluarga, http://radmarssy.wordpress.com, 2007
57
30
orang lain. Keempat, dampak nafsu dengan meningkatnya keinginan anak untuk
melihat atau melakukan kekerasan.
Ada pemaparan bahwa kekerasan di media merupakan penyebab potensial
dari munculnya agresi manusia. Individu mungkin belajar cara baru untuk
melakukan agresi dari menonton program televisi atau film (cara-cara yang tidak
mereka bayangkan sebelumnya), dimana suatu kejahatan yang dilaporkan di
media kemudian ditiru oleh mereka yang melihat, memperlihatkan bahwa dampak
seperti ini nyata. Selain itu, menonton adegan kekerasan dapat menghidupkan
pikiran imajinasi, sehingga pikiran itu masuk ke ingatan dengan lebih cepat. Hal
ini, kemudian dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk terlibat dalam
agresi terbuka (Anderson, 1997)59. Karena pemaparan terhadap kekerasan di
media secara berulang-ulang dapat menguatkan dampak utama tersebut seiring
dengan waktu.
Dari berbagai penelitian serupa tersebut, dapat dilihat bahwa awalnya
penonton mempelajari metode agresi setelah melihat contoh, selanjutnya
kemampuan penonton untuk mengendalikan dirinya berkurang dan akhirnya
mereka tidak lagi tersentuh oleh orang yang menjadi korban agresi. Jadi film
bertemakan
kekerasan
mengajarkan
agresi,
mengurangi
kendali
moral
penontonnya dan menumpulkan perasaan mereka.60Terlalu sering menyaksikan
kekerasan, menimbulkan: perilaku agresif, anak menjadi kurang kooperatif (tidak
memiliki sikap kerja sama), kurang sensitif kepada yang lain. Keyakinan kepada
anak-anak, segala persoalan hanya dapat "diselesaikan" lewat kekerasan dan
bahwa, dunia televisi menghadirkan dunia nyata, bukan fantasi. Anak-anak
menjadi lebih takut. Sulit mengekspresikan diri. Apabila sebagian besar waktu
59
60
Robert A Baron, loc.cit.
Psikologi Komunikasi hal 246.
31
anak-anak dihabiskan di depan televisi, dapat dipastikan: Anak-anak tidak akan
mendengarkan bila orang tuanya berbicara kepadanya, anak-anak tidak mau
berbicara dengan orang tuanya dan anak- anak sulit mengekspresikan diri. Mereka
sering meniru kekerasan 'pahlawan televisi' dan perilakunya.
Dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 tahun 2007
tentang pedoman perilaku penyiaran Bab 7 bagian kedua pasal 10 tentang
Pelarangan dan Pembatasan Adegan Kekerasan dan Sadisme disebutkan bahwa :
1. Program dikatakan mengandung muatan kekerasan secara dominan
apabila sepanjang tayangan sejak awal sampai akhir, unsur kekerasan
muncul mendominasi program dibandingkan unsur-unsur yang lain,
antara lain yang menampilkan secara terus menerus sepanjang acara
adegan tembak-menembak, perkelahian dengan menggunakan senjata
tajam, darah,
korban dalam kondisi mengenaskan, penganiayaan,
pemukulan, baik untuk
tujuan hiburan maupun kepentingan
pemberitaan (informasi).
2. Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program dan promo
program yang mengandung adegan di luar perikemanusiaan atau
sadistis.
3. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang dapat
dipersepsikan
sebagai
mengagung-agungkan
kekerasan
atau
menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan lagu-lagu atau klip video
musik
yang mengandung muatan pesan menggelorakan atau
mendorong kekerasan.
32
5. Program atau promo program yang mengandung muatan kekerasan
secara dominan dan jelas, dibatasi waktu penayangannya.
Dalam peraturan KPI nomor 03 tahun 2007 tentang Standar Program Siaran
pada Bab VIII tentang Pelarangan dan Pembatasan Program Siaran Kekerasan dan
Kejahatan dalam Pasal 29 disebutkan bahwa dalam program anak-anak, kekerasan
tidak boleh tampil secara berlebihan dan tidak boleh tercipta kesan bahwa
kekerasan adalah hal lazim dilakukan dan tidak memiliki akibat serius bagi pelaku
dan korbannya.
Dalam Pasal 63 Program siaran dengan Klasifikasi „A‟ atau untuk anak-anak
mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1. Khusus dibuat dan ditujukan untuk anak.
2. Berisikan isi, materi, gaya penceritaan, tampilan yang sesuai dengan dan
tidak merugikan perkembangan dan kesehatan fisik dan psikis anak.
3. Tidak boleh menonjolkan kekerasan (baik perilaku verbal maupun nonverbal) serta menyajikan adegan kekerasan yang mudah ditiru anak-anak.
4. Tidak boleh menyajikan adegan yang memperlihatkan perilaku atau situasi
membahayakan yang mudah atau mungkin ditiru anak-anak.
5. Tidak boleh mengandung muatan yang dapat mendorong anak belajar
tentang perilaku yang tidak pantas, seperti: berpacaran saat anak-anak,
kurang ajar pada orangtua atau guru, memaki orang lain dengan kata-kata
kasar.
6. Tidak mengandung muatan yang secara berlebihan mendorong anak
percaya pada kekuatan paranormal, klenik, praktek spiritual magis, mistik,
atau kontak dengan roh.
7. Tidak mengandung adegan yang menakutkan dan mengerikan.
33
8. Harus mengandung nilai-nilai pendidikan, budi pekerti, hiburan, apresiasi
estetik dan penumbuhan rasa ingin tahu mengenai lingkungan sekitar.
9. Jika program mengandung gambaran tentang nilai-nilai dan perilaku antisosial (seperti tamak, licik, berbohong), program tersebut harus juga
menggambarkan sanksi atau akibat yang jelas dari perilaku tersebut.
10.Tidak memuat materi yang mungkin dapat mengganggu perkembangan
jiwa anak, seperti: perceraian, perselingkuhan, bunuh diri, penggunaan obat
bius.
11. Tidak menyajikan gaya hidup konsumtif dan hedonistik61.
2.5.2 Kekerasan Dalam Film Kartun
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suko Widodo dan Yayan
Sakti
Suryandaru
tentang
adegan
kekerasan
pada
film
kartun
Doraemon,62menghasilkan kesimpulan bahwa ada unsur-unsur kekerasan
dalam film kartun tersebut seperti kekerasan dengan kata-kata, lalu perusakan
barang, kekerasan berupa ancaman dengan senjata serta penganiayaan berat.
Bahkan tokoh utamanya pun juga melakukan kekerasan, yakni kekerasan
dengan kata-kata walau tidak sebanyak tokoh antagonisnya. Selain itu ada
juga penelitian yang dilakukan oleh Hensy Kartika yang meneliti hubungan
menonton film kartun bertemakan kekerasan yakni Tom and Jerry dengan
perilaku anak63. Hasilnya kelompok yang baru saja menonton kartun tersebut,
mereka langsung melakukan tindakan seperti apa yang ditanyakan dalam
lembar pertanyaan, langsung meniru atau melakukan tindakan-tindakan
61
www.kpi.go.id
Suko Widodo dan Yayan Sakti, Analisis Isi Adegan Kekerasan Pada Film Kartun Doraemon di
RCTI, http://www.journal.unair.ac.id, 2001
63
Hensy Kartikha, Hubungan Menonton Film Televisi Bertemakan Kekerasan Terhadap
Kecenderungan Perilaku Anak, Skripsi (Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana), 2004
62
34
berdasarkan adegan yang mereka lihat sebelumnya. Susiana Ervinnurahmah
dalam penelitiannya tentang pengaruh film televisi Dragon Ball terhadap
agresi anak, juga mengatakan bahwa,
64
terlampau sering menonton kartun
dengan unsur kekerasan dapat menimbulkan peningkatan agresifivitas pada
anak-anak yang menontonnya. Penelitian yang dilakukan Fransiska Mariantje
tentang Analisa isi representasi kekerasan dalam film kartun South Park,
menghasilkan kesimpulan bahwa Serial South Park ini, tidak dapat lepas dari
gambaran kekerasan verbal dan kekerasan fisik yang ada dalam setiap
ceritanya. Gambaran kekerasan yang disajikan juga beraneka ragam yang
dapat dilihat dari jenisnya, alatnya maupun agamanya. Bahkan untuk memulai
suatu cerita pun representasi kekerasan langsung digunakan pada awal cerita65.
Sri Andayani (1997) melakukan penelitian terhadap beberapa film
kartun Jepang, seperti Sailor Moon, Dragon Ball, dan Magic Knight Ray
Earth. Ia menemukan bahwa film tersebut banyak mengandung adegan
antisosial (58,4%) daripada adegan prososial (41,6%). Hal ini sungguh ironis,
karena film tersebut bertemakan kepahlawanan. Studi ini menemukan bahwa
kategori perlakuan antisosial yang paling sering muncul berturut-turut adalah
berkata kasar (38,56%), mencelakakan 28,46%), dan pengejekan (11,44%).
Sementara itu katagori prososial, perilaku yang kerapkali muncul adalah
kehangatan (17,16%), kesopanan (16,05%), empati (13,43%), dan nasihat
13,06%). Temuan ini sejalan dengan temuan YLKI, yang juga mencatat
bahwa film kartun bertemakan kepahlawanan lebih banyak menampilkan
adegan anti sosial (63,51%) dari pada adegan prososial (36,49%). 66Begitu pula
64
Susiana Ervinurrahmah, Pengaruh Film Televisi Dragon Ball Terhadap Agresi Anak,www.jiptummgdl-s1-2002--4896-agresi - Perpustakaan Pusat Unikom/Jurnal , 2002
65
Fransiska Mariantje, Loc.cit
66
Paulus Mujiran, Loc.cit
35
tayangan film lainnya khususnya film impor membawa muatan negatif,
misalnya film kartun Batman dan Superman. Menurut hasil penelitian Stein
dan Friedrich di AS menunjukkan bahwa anak-anak menjadi lebih agresif
yang dapat dikategorikan anti sosial setelah mereka menonton film kartun
seperti Batman dan Superman. 67
Sebagian besar anak hidup di lingkungan keluarga. Pendidikan di
keluarga akan memberi landasan bagi kehidupan di masa mendatang. Di
sekitar kita, rasanya sering kita melihat anak yang baru saja nonton film
cowboy di layar televisi, lalu berlari ke halaman rumah kemudian bergulingguling dan berteriak “dor dor..dor…” sambil memegang pistol mainan atau
apa saja yang di pegangnya. Sering pula kita mendengar ucapan-ucapan yang
kurang baik dilontarkan mereka menirukan idolanya ditelevisi. Begitu pula
bagaimana anak-anak meniru berbagai adegan sadis, sensual, dan erotik yang
setiap saat dapat disaksikan melalui layar televisi. Tokoh-tokoh film anak,
seperti Superman, Doraemon, Satria Baja Hitam, Power Ranger, dan tokoh
lainnya sungguh melekat dalam kehidupan mereka. Bahkan kondisi seperti ini
dimanfaatkan betul oleh para pedagang. Mereka membuat busana anak yang
mirip dengan para tokoh tersebut, dan hasilnya sangat digemari anak-anak.
Sebagai media massa, tayangan televisi memungkinkan bisa ditonton anakanak termasuk acara-acara yang ditujukan untuk orang dewasa. Saat ini setiap
stasiun televisi telah menyajikan acara-acara khusus untuk anak. Walaupun
acara khusus anak tersebut masih sangat minim. Hasil penelitian yang
dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YLKI) (Mulkan Sasmita,
1997), persentase acara televisi yang secara khusus ditujukan bagi anak-anak
67
Ibid
36
relatif kecil, hanya sekitar 2,7 s.d. 4,5% dari total tayangan yang ada. Yang
lebih menghawatirkan lagi ternyata persentase kecil inipun materinya sangat
menghawatirkan bagi perkembangan anak-anak.
Dalam benak banyak orang dewasa, film-film kartun dan film-film
robot dianggap merupakan film anak-anak dan cocok dikonsumsi oleh mereka
karena format penyajiannya disesuaikan dengan perkembangan anak-anak.
Nyatanya tidak semua film-film tersebut cocok dikonsumsi anak-anak.
Contohnya Bart Simpson dan "Crayon Sinchan" yang cukup populer di
Indonesia, sebenarnya tidak cocok untuk anak-anak, karena bercerita dalam
bahasa yang kasar dan tingkah laku urakan. Tetapi di awal kemunculannya,
orangtua membiarkan kedua film tersebut ditonton oleh anak-anak karena
format penyajian dan jam tayangnya yang pas dengan waktu anak menonton
televisi. Setelah berjalan beberapa lama barulah orangtua menyadari kalau
tontonan tersebut tidak cocok dan ramai-ramai mengajukan protes kepada
stasiun televisi. Akhirnya, kemudian film tersebut diberi keterangan bukan
untuk konsumsi anak-anak. Kalau mau lebih teliti, sebenarnya banyak film
anak-anak yang justru menampilkan adegan kekerasan dan kata-kata yang
kasar (meski tidak sekasar film dewasa), walaupun banyak juga terdapat
adegan-adegan kebaikan (karena biasanya film-film tersebut bercerita tentang
pertentangan antara kebaikan dan kejahatan). Contoh film-film yang memiliki
kedua unsur tersebut adalah film Popeye the Sailor Man, Batman & Robin,
Power Puff Girls, Power Ranger dan "Saras 008". Film-film tersebut sangat
populer di dalam dunia anak-anak kita sehingga seringkali menjadi model
yang ditiru anak-anak. Meskipun mengandung adegan kekerasan, film-film ini
sepertinya tidak menimbulkan kecemasan bagi orangtua, karena para orangtua
37
sampai sekarang merasa aman meninggalkan anak-anak ketika menonton filmfilm ini.68
Chris Boyatzi, psikolog dari Bucknell University, Philadelpia Lebih
memprihatinkan bahwa film anak-anak dan film kartun pun banyak
mengandung adegan kekerasan, misalkan adegan bagaimana Donald Bebek
digilas mobil sampai berbentuk rata dengan tanah atau Batman menghajar
habis The Joker. Televisi, saat ini, dianggap sebagai media hiburan murah
meriah karena tidak perlu mengeluarkan uang setiap menontonnya.
Berdasarkan sebuah studi di Amerika Serikat diketahui bahwa rata-rata
seorang anak menghabiskan waktu antara tiga sampai tiga setengah jam per
hari untuk menonton televisi, termasuk satu jam tayangan iklan. Selama
setahun, seorang anak menyaksikan 25.000 iklan di televisi dan 90 persen dari
iklan itu ditujukan langsung untuk anak-anak dan menyajikan makananmakanan bergizi rendah. Selama masa sekolah, anak-anak diperkirakan
menyaksikan 87.000 tindakan kekerasan di televisi. Film-film kartun juga
sering menyuguhkan kekerasan, beberapa di antaranya menggambarkan 84
adegan kekerasan per jam. Dan yang mengerikan, menurut Boyatzi, 75 persen
anak-anak menonton TV tanpa didampingi orangtua.69
68
69
Ibid
------, Televisi Picu Sifat Agresor, www.sinarharapan.co.id, 2002
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian
deksriptif70yakni penelitian yang hanya memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian
ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis, atau membuat
prediksi.
Sedangkan
paradigma
pendekatan
kuantitatif71
dalam
komunikasi
menekankan kepada pembuktian hubungan-hubungan antara variabel, atau pengaruh
antara variabel satu dengan lainnya, atau perbedaan sifat dan kemampuan dari
beberapa variabel, maupun indentifikasi terhadap variabel.
3.2 Metode Penelitian Analisis Isi
Menurut Krippendorf, Analisis Isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat
inferensi-inferensi (cara data dikaitkan dengan konteksnya) yang dapat ditiru
(replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya 72. Dapat pula
diartikan, analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan
mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa.
Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang mempelopori teknik simbol
koding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi
interpretasi. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk
70
Metode Penelitian Komunikasi,Jalaludin Rakhmat Op.cit hal 24.
Sosiologi komunikasi, op.cit,hal 309.
72
Klaus Krippendorf, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, Rajawali Pers, 2002, hal 15,
71
39
komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan
dokumentasi yang lain.73
Setiap teknik penelitian mempunyai ranah empirisnya sendiri. Ada beberapa
keunggulan analisis isi74 :
1.
Analisis isi merupakan sebuah metode yang yang tidak mencolok, sehingga
tidak mempengaruhi kewajaran data.
2.
Analisis isi menerima materi sebagaimana adanya tanpa disusun terlebih
dahulu dalam suatu struktur oleh penelitinya
3.
Teknik analisis isi sangat peka terhadap konteks data, dengan demikian
mampu mengolah bentuk-bentuk simbolik.
4.
Teknik analisis isi dapat menangani data yang jumlahnya sangat besar.
Analisis isi menempati kedudukan yang penting di antara berbagai metodologi
penelitian karena, mampu menerima komunikasi simbolik yang relatif tidak
terstruktur sebagai data dan dapat menganalisa gejala yang tidak teramati melalui
media data yang berkaitan dengan gejala tersebut, tanpa menghiraukan bahasa yang
digunakan. Karena sebagian besar proses sosial ditransasikan melalui simbol-simbol,
maka analisis isi yang paling banyak diterapkan didalam ilmu-ilmu sosial75.
Teknik analisis isi pada umumnya memberikan manfaat untuk tiga kegiatan, yakni
pertama membuat paparan tentang apa, bagaimana, dan kepada siapa suatu
komunikasi dinyatakan; kedua membuat inferensi tentang anteseden mengenai sebab
musabab mengapa suatu komunikasi dinyatakan; dan ketiga membuat inferensi
tentang apa dampak dari komunikasi yang dinyatakan itu76.
73
Bambang Setiawan dan Ahmad Muntaha, Metode Penelitian Komunikasi, Universitas Terbuka,
2004, Hal 7.9
74
Opcit, Krippendorff hal 28.
75
Opcit, hal 35
76
Opcit, hal 37
40
Analisis isi dapat dipergunakan jika memiliki syarat berikut77:
1. Data
yang
tersedia
sebagian
besar
terdiri
dari
bahan-bahan
yang
terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript).
2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan
tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut.
3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan/data-data
yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat
khas atau spesifik.
Adapun prosedur dasar pembuatan rancangan penelitian dan pelaksanaan studi
analisis isi terdiri dari beberapa langkah yaitu78
1. Merumuskan pertanyaan penelitian.
Permulaan penelitian itu adalah adanya rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian yang dinyatakan secara jelas, tegas, eksplisit, dan mengarah, serta
dapat diukur dan untuk dijawab dengan usaha penelitian, sehingga pokok
kajian yang spesifik dari problem penelitian mudah dioperasikan dan diukur.
2. Melakukan sampling terhadap sumber-sumber data terpilih
Penarikan sampel dilakukan melalui pertimbangan tertentu, disesuaikan
dengan rumusan masalah dan kemampuan peneliti. Penarikan sampel dimulai
setelah kita menentukan satuan unit analisis.
3. Membuat kategori yang digunakan dalam analisis isi.
Setelah menetapkan unit analisis, ditetapkan konstruksi kategori yang
mengklasifikasikan isi pesan yang sedang diteliti. Pembuatan alat ukur atau
kategori yang akan digunakan untuk analisis didasarkan pada rumusan
masalah dan acuan tertentu.
77
78
Bambang Setiawan, Loc.cit
Ibid, hal 83
41
4. Melakukan koding data
Koding adalah suatu proses dimana data mentah secara sistematis diubah dan
dikelompokkan ke dalam unit-unit yang memungkinkan membuat deskripsi
karakteristik isi yang relevan. Ringkasnya, data dikumpulkan dengan
menggunakan lembar koding yang dibuat berdasarkan kategori yang
ditetapkan pada tahap pembuatan alat ukur.
5. Pengumpulan data
Memilih sistem perhitungan apa yang akan dipergunakan untuk menghitung
data. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar koding yang dibuat
berdasarkan kategori yang ditetapkan pada tahap pembuatan alat ukur.
6. Analisa data
Analisa data dapat digunakan sesuai dengan unit-unit kategori yang ada,
sehingga dapat diketahui hasilnya. Distribusi frekuensi dilakukan untuk
mengetahui penyebaran data yang menggambarkan gejala yang diteliti atau
ketegori tertentu muncul atau ada.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi ialah kumpulan objek penelitian79. Dalam penelitian ini yang
menjadi populasi adalah keseluruhan isi dalam film kartun Spongebob
Squarepants yang ditayangkan pada hari Senin – Minggu pukul 05.30 dan 06.00
pada periode bulan Agustus 2008. Film kartun ini sekali tayang per-episode nya
memakan waktu sekitar 15 menit. Dan sekali tayang dalam durasi waktu 30 menit
itu ada dua episode. Populasi yang diambil adalah seluruh episode film kartun
79
Metode Penelitian Komunikasi, hal 78
42
Spongebob Squarepants, selama bulan Agustus 2008. Sehingga jumlah populasi
adalah 124 episode.
3.3.2 Sampel
Salah satu hal yang menakjubkan dalam penelitian ialah kenyataan bahwa
kita dapat menduga sifat-sifat suatu kumpulan objek penelitian hanya dengan
mempelajari dan mengamati sebagian dari kumpulan itu. Bagian yang diamati itu
disebut sampel80.
Teknik sampling yang digunakan adalah adalah probability sampling81 atau
sampel probabilitas yaitu penarikan sampel didasarkan atas pemikiran bahwa
keseluruhan unit populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan
sampel. Karena memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel, maka
untuk menjadi sampel, unit-unit populasi harus di acak, oleh karenanya sampel ini
disebut juga sampling acakan sederhana atau simple random sampling. Sekalipun
secara acakan, karena sifat populasi yang begitu homogen dalam film ini adalah
tema cerita yang serupa, karakter pemain yang itu-itu saja, alur cerita yang hampir
serupa,dan lainnya. Ada kemungkinan tiap unsur populasi untuk dipilih sebagai
sampel, maka sampel yang dihasilkan dari rancangan ini tetap merupakan sampel
yang representatif.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara pengundian. Seluruh populasi
dituliskan satu persatu dalam secarik kertas kemudian digulung dan ditaruh dalam
suatu wadah lalu dikocok. Kemudian penulis mengambil satu persatu, sesuai yang
dibutuhkan.
80
81
Ibid
H.M.Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Prenada Media Group, 2006 hal 106.
43
Tidak ada aturan yang tegas tentang jumlah sampel yang dipersyaratkan
untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia. Dan tidak ada batasan yang
jelas apa yang dimaksud dengan sampel yang besar dan yang kecil. Mengenai
jumlah sampel yang sesuai, sering disebut aturan sepersepuluh, 10 persen dari
jumlah populasi. Jika jumlah populasi 1000 orang maka sampel 100 orang
dianggap cukup memadai. Walaupun ada kalanya kita merasa perlu mengambil
lebih dari 10 persen misalkan jumlah populasi sebesar 200 orang, mungkin
peneliti akan mengambil tidak hanya 10 atau 20 persen , akan tetapi 50 persen
atau lebih. Jumlah sampel banyak bergantung pada faktor-faktor lain seperti biaya,
fasilitas, dan waktu yang tersedia.82 Dalam penelitian ini, penulis mengambil
sampel sebanyak 25 episode, seperempat dari jumlah populasi, dan ini diangggap
sudah cukup memadai karena kehomogenitasan dari sampel yang dipakai. Jadi
sampel yang didapat adalah episode ke : 2,10 ,13 ,14 ,15, 28, 31, 35, 44, 47, 50,
54, 57, 59, 63, 70, 74, 76, 78, 83, 94, 102, 105, 107, 110, 113, 116, Adapun
dipilihnya sampel di bulan Agustus 2008, karena periode tayangan terbaru
episode-episode dari Spongebob Squarepants.
No
1
82
Tabel.2
Sampel Episode Yang Menjadi Penelitian
Episode
Judul :
Topik:
Sampel
Ke :
2
The secret box
Menceritakan tentang
Patrick yang memiliki
sebuah kotak rahasia dan
tidak mau berbagi rahasia
tersebut dengan sahabat
terbaiknya, Spongebob
Squarepants. Spongebob
penasaran dan berusaha
dengan berbagai cara
mencari tahu apa isi kotak
tersebut
S. Nasution, Metode Research, Bumi Aksara, 2006, hal 101
44
2
10
Procrastination
3
13
Im with stupid
4
15
Artist unknown
5
28
Club Spongebob
Nyonya Puff memberi
tugas pada murid-muridnya
untuk membuat essay 800
kata dan harus
dikumpulkan esok harinya.
Spongebob berusaha
membuat tugas itu dengan
berbagai cara dan sebelum
sungguh-sungguh
mengerjakannya, ia
mencari-cari alasan dan
cara untuk menunda
sementara tugas itu.
Orang tua Patrick akan
datang berkunjung. Dan
Patrick takut orang tuanya
akan menganggap ia masih
bodoh. Spongebob
menolong Patrick dengan
rela berpura-pura menjadi
orang yang bodoh. Dan
ternyata keadaan menjadi
diluar kendali, Patrick dan
orang tua nya semakin
seenaknya mengejek
Spongebob.
Spongebob belajar seni
membuat patung pada
Squidward. Ternyata
Spongebob lebih hebat dari
Squidward. Tapi
Squidward berkata pada
Spongebob kalau ia tidak
mahir. Spongebob pun
menyerah sampai akhirnya
ada seorang kolektor
patung tertarik dengan
hasil Spongebob,
Squidward berusaha keras
mencari Spongebob yang
menghilang dan meratapi
nasibnya.
Patrick dan Spongebob
membentuk sebuah klub
yang disebut klub rahasia,
mereka tinggal dalam
sebuah kardus. Squidward
yang merasa terganggu
dengan kebisingan mereka
mulai mengacau. Sampai
45
akhirnya mereka terdampar
disebuah daerah yang tidak
berpenghuni.
6
31
The bully
7
35
Idiot box
8
44
No weenies allowed
9
47
Squilliam return
10
50
Wet painters
11
54
Krab borg
Ada seorang anak baru di
sekolah Spongebob. Dan
ternyata anak baru itu suka
sekali meyakiti orang lain
dengan cara menendang
bokong orang lain.
Spongebob dan Patrick
berkhayal didalam sebuah
kotak. Squidward merasa
terganggu dengan
kebisingan yang mereka
buat dan menganggap
mereka aneh. Tapi
akhirnya Squidward masuk
juga kedalam kotak itu.
Spongebob berlatih karate
bersama Sandy. Ketika
melihat tempat untuk
bertarung, Spongebob ingin
ikutan tapi dipandang
remeh oleh penjaga dan
disuruh ikut ke tempat
untuk para orang-orang
yang dianggap lemah.
Squidward bertemu dengan
Squilliam. Squidward
berbohong pada Squiliam,
berkata bahwa ia memiliki
restoran. Squidward panik
dan membuat rencana
dadakan begitu tahu
Squilliam ingin mendatangi
restorannya.
Spongebob dan Patrick
mendapat tugas untuk
mengecat rumah Tuan
Krab. Karena ceroboh, cat
mengenai koleksi uang
Tuan Krab, Spongebob dan
Patrick mencari cara
bagaimana menutupinya.
Akibat menonton acara TV
tentang robot, Spongebob
jadi berpikir semua yang
disekitarnya adalah robot,
46
12
57
Rock a bye bivalve
13
59
Chocolate with nuts
14
63
New student starfish
15
70
The paper
16
74
Grandma’s kisses
17
76
Squidville
dan ia semakin ketakutan
sendiri dan mulai
menduga-duga kalau Tuan
Krab juga termasuk salah
satu robot.
Spongebob dan Patrick
mengadopsi seekor bayi
kerang. Terjadi beberapa
kekacauan dan salah
paham ketika mereka
berdua merawat bayi
kerang itu.
Spongebob dan Patrick
sepakat dan bercita-cita
untuk menjadi seorang
pengusaha. Mereka pun
memutuskan untuk
berjualan coklat.
Patrick menjadi murid baru
disekolah Spongebob.
Karena keisengan Patrick,
Spongebob dan Patrick di
hukum oleh Nyonya Puff.
Squidward membuang
sebuah kertas, dan diambil
Spongebob kemudian
dibuat menjadi apa saja.
Dan itu menganggu
Squidward, sampai
akhirnya Squidward
memohon untuk mendapat
kertas itu kembali.
Spongebob berkunjung
kerumah neneknya.Ketika
sampai ditempat kerja
orang-orang meledek nya
ketika melihat tanda
kecupan dari neneknya
didahi Spongebob. Sejak
itu Spongebob berusaha
menjadi orang dewasa, tapi
akhirnya ia menyerah.
Squidward akhirnya pindah
kesuatu tempat dimana
semuanya sesuai
keinginannya dan memiliki
keseragaman dalam hal
apapun. Lama-lama ia
menjadi bosan dan mulai
berulah.
47
18
78
Missing identity
19
83
Spongebob meet the
Strangler
20
94
Good neighbours
21
102
Patrick smart pants
22
105
Krusty tower
23
110
Wishing u well
24
113
Once bitten
Spongebob kebingungan
mencari tanda identitasnya
yang hilang. Ia meminta
bantuan Patrick untuk
mencarinya.
Spongebob bertemu
dengan seorang buronan
dan menegurnya karena
membuang sampah
sembarangan. Dan setelah
melaporkan kepolisi, ia
baru tahu kalau orang itu
buronan yang paling dicari
polisi. Buronan itu kabur
dan memburu Spongebob.
Squiward berencana untuk
santai dihari minggu. Tapi
Patrick dan Spongebob
menganggunya terus.
Sampai akhirnya
mengakibatkan Squidward
dalam masalah.
Patrick tiba-tiba menjadi
pintar. Dan membuat kaget
orang-orang terutama
Spongebob dengan
kejeniusannya itu. Tapi hal
itu membuat persahabatan
Patrick dan Spongebob
merenggang.
Krab membangun hotel
dengan pelayanan apapun
terhadap pelanggan.
Squidward kesal karena
terus menerus harus
melayani permintaan
pelanggan yang aneh-aneh.
Ia pun beralih menjadi
pelanggan dan meminta
permintaan yang aneh.
Krab membuat sumur
permintaan untuk
mengumpulkan uang dari
orang-orang yang
membuang uang. Dan
menyuruh Spongebob
menjaganya.
Gary mendadak sakit. Dan
tiba-tiba ia menggigit
semua orang yang ia temui.
48
25
116
Hocus pocus
Sampai tersebarlah sebuah
penyakit siput gila. Tapi
keadaan mereda dan
kembali tenang ketika
seorang dokter memberi
tahu apa penyebab Gary
sakit dan mengobatinya.
Spongebob membeli
peralatan sulap baru. Dan
ia pikir ia berhasil
mengubah Squidward dan
kembali lagi kewujud
semula. Ia tidak tahu kalau
ia dibohongi si tukang
sulap itu.
3.4 Definisi dan Operasionalisasi Kategorisasi
3.4.1 Definisi Kategorisasi
1. Kecenderungan Bentuk Kekerasan.
Kekerasan atau agresi adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan
maksud menyakiti atau merugikan orang lain.83.Menurut Berkowitz, melengkapi
akan adanya dua jenis agresi (instrumental dan impulsive aggression), peran
kognisi sangat besar dalam menentukan apakah suatu perbuatan dapat dikatakan
agresi (jika diberi atribusi internal) atau tidak agresi (dalam hal atribusi eksternal).
Atribusi internal adalah adanya niat, motif, atau kesengajaan untuk menyakiti atau
merugikan orang lain. Sedangkan atribusi eksternal yaitu perbuatan yang
dilakukan karena desakan situasi, tidak ada pilihan lain atau tidak sengaja 84.
Dalam hal ini, kekerasan di media massa terdiri dari beberapa macam, seperti
kekerasan terhadap diri sendiri, menyakiti diri sendiri. Kedua, kekerasan kepada
orang lain, seperti menganiaya atau menyakiti orang lain, membentak orang lain,
mengejek orang lain, ketiga adalah kekerasan kolektif seperti perkelahian massal,
83
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial : Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial, Balai
Pustaka, 2002, hal 297
84
Ibid.
49
komplotan penjahat melakukan perampokan, demonstrasi disertai dengan
merusak, perusakan barang-barang atau properti milik umum atau orang lain dan
keempat kekerasan dengan skala yang lebih besar, seperti peperangan dan
terorisme.85 Ini yang menjadi dasar operasionalisasi kategorisasi digabung dengan
peraturan KPI nomor 03 tahun 2007 tentang standar program siaran pada bab VIII
tentang pelarangan dan pembatasan program siaran kekerasan dan kejahatan
dalam pasal 29 disebutkan bahwa dalam program anak-anak, kekerasan tidak
boleh tampil secara berlebihan dan tidak boleh tercipta kesan bahwa kekerasan
adalah hal lazim dilakukan dan tidak memiliki akibat serius bagi pelaku dan
korbannya. Serta pada yang terdapat pada pasal 63 program siaran dengan
klasifikasi „A‟ atau untuk anak-anak
Dalam penelitian ini kekerasan adalah segala macam bentuk, baik itu perilaku
maupun ucapan yang bertujuan menyakiti orang lain atau diri sendiri dalam film
kartun Spongebob Squarepants pada periode bulan Agustus 2008. Penelitian ini
akan melihat bentuk kekerasan pada film kartun Spongebob Squarepants
berdasarkan enam jenis kategori, yaitu : kategori tokoh pemeran yang memiliki
karakter atau melakukan kekerasan, kategori kekerasan terhadap diri sendiri,
kategori kekerasan terhadap orang lain, kategori kekerasan dengan perusakkan
barang, kategori kekerasan dengan menggunakan alat, dan kategori kekerasan
verbal.
2. Film Kartun Spongebob Squarepants
Film kartun ini di produksi oleh Nickelodeon dan tayang di Indonesia di
stasiun Global TV setiap hari, pukul 05.30 dan 06.00. Film kartun ini
85
Sosiologi Komunikasi, Op.cit
50
menceritakan tentang kehidupan spons laut yang tinggal di dasar laut disebuah
kota bernama Bikini Bottom. Inti cerita dari film ini adalah persahabatan
Spongebob dengan Patrick, dan teman-teman yang lain yang melakukan
aktifitas selayaknya manusia pada umumnya.
3.4.2 Operasionalisasi Kategori
3.4.2.1 Kategori Pemeran yang Melakukan Kekerasan
Tokoh pemeran adalah pemain-pemain yang ada dalam sebuah film. Dalam
sebuah film, tentunya tiap tokoh pemeran memerankan karakter dan pribadi yang
berbeda-beda. Dalam penelitian tentang kecenderungan bentuk kekerasan dalam film
kartun Spongebob Squarepants dengan sampel penelitian di bulan Agustus 2008
kategorisasinya adalah tokoh pemeran yang melakukan kekerasan dalam tiap episode
yang menjadi sampel. Dan tokoh pemeran dalam film kartun tersebut adalah seluruh
tokoh pemeran utama dan pendukung atau yang muncul hanya satu kali dalam film
kartun ini yang melakukan kekerasan. Adapun tokoh pemerannya adalah sebagai
berikut :
Tabel.3
Kategori Nama Pemeran
No Nama Pemeran
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Spongebob Squarepants
Patrick
Gary
Squidward Tentacle
Sandy Cheeks
Plankton
Tuan Krab
Nyonya Puff
Polisi
Squilliam
Pengunjung
Warga
51
3.4.2.2 Kategori Kekerasan Terhadap Diri Sendiri
Kekerasan terhadap diri sendiri adalah segala macam perbuatan yang
menggambarkan bentuk-bentuk kekerasan terhadap diri pribadi orang tersebut baik
fisik maupun psikis, baik yang disengaja ataupun tidak ataupun yang dibuat seakan itu
hal yang lucu. Dalam penelitian ini terbagi menjadi :
Tabel.4
Kategori Kekerasan Terhadap Diri Sendiri
No Kekerasan Terhadap Diri
Sendiri
1
Membenturkan
2
Menyetrum
3
Menyalahi diri sendiri /
mengasihani diri sendiri
4
Melukai / mencelakai diri
sendiri /anggota tubuh
5
Mengigit
6
Menabrakkan
3.4.2.3 Kategori Kekerasan Terhadap Orang Lain
Kekerasan terhadap orang lain yaitu segalaa macam perbuatan yang dilakukan
dengan tujuan untuk menyakiti orang lain baik fisik maupun psikis dan baik yang
disengaja ataupun tidak atau dengan maksud ditampilkan seakan hal tersebut lucu.
Dalam penelitian ini dibagi menjadi :
52
Tabel.5
Kekerasan Terhadap Orang Lain
No
Kekerasan Terhadap Orang Lain
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Melempar
Mendorong
Membanting
Mengikat
Menendang
Menampar
Memukul
Menimpa
Menginjak
Menyetrum
Menarik
Mengigit
Memaksa
Meracuni
Melukai / mencederai
Menyiram
Mengusir
3.4.2.4 Kategori Kekerasan dengan Perusakan Barang / Tempat
Perusakan barang-barang disini bukan hanya sekedar melempar, membanting,
menghancurkan sesuatu, tapi termasuk akibat dari suatu yang berakibat rusaknya
barang-barang misalnya peledakan, merusak property atau tempat milik umum atau
pribadi, membuat kerusuhan, kebakaran, atau menyerbu seseorang atau tempat.
Dalam penelitian ini terbagi menjadi :
53
Tabel 6
Kategori Kekerasan Dengan Perusakan Barang / Tempat
No
Perusakan barang
1
2
3
4
Membanting
Menginjak
Membakar
Demonstrasi /
rusuh
Merusak
/menghancurkan
Memecahkan
5
6
3.4.2.5 Kategori Kekerasan Menggunakan Benda
Segala bentuk kekerasan dengan suatu benda atau alat, tidak terbatas pada
senjata tajam ataupun senjata api, bahkan bisa berupa benda-benda kecil, segala benda
atau alat apapun dalam film ini yang digunakan sehingga terjadi sebuah tindakan
kekerasan. Dalam penelitian ini terbagi menjadi:
Tabel 7
Kategori Kekerasan Dengan Benda
No
Kekerasan dengan benda
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Jaring
Stik kayu
Tong
Pintu
Jangkar
Minuman
Tongkat
Tas
Obor
Kardus
Mesin
54
3.4.2.5 Kategori Kekerasan Verbal
Kategori dalam bentuk kekerasan suara ini adalah kategori kekerasan dengan
kata-kata seperti mengumpat, olok-olok, hinaan, perkataan melecehkan, meledek,
menertawakan, segala sesuatu yang menyebabkan lawan bicara tersinggung, emosi,
marah, bahkan membuat terperdaya dan akhirnya melakukan tindakan atau kata-kata
kasar. Misalnya kata-kata : dasar bodoh, awas kamu, dasar pendek, dan lainnya.
Ataupun mengakibatkan orang lain menjadi dengki. Dalam penelitian ini terbagi
menjadi:
Tabel 8
Kategori Kekerasan Verbal
No
Kekerasan verbal
1
2
Mengumpat
Menghina / mencela /
meledek
Melecehkan /
menyepelekan
Menertawakan
Membentak / memaki
Mengancam
Memarahi / marah-marah
Menuduh / menyalahi
Menghasut
Membohongi / menipu
Iri hati / dengki
3
4
5
6
7
8
9
10
11
55
Tabel 9
Tabel keterangan kecenderungan bentuk kekerasan film kartun Spongebob
Squarepants berdasarkan kategori dan indikator
Unit Analisis
Kategori
Tokoh Pemeran yang
Melakukan Kekerasan.
Dimensi/indikator
Semua tokoh dalam setiap
episode yang menjadi
sampel yang melakukan
kekerasan.
Kekerasan terhadap diri
sendiri
Segala bentuk kekerasan
fisik atau psikis baik itu
yang dilakukan secara
sengaja ataupun tidak
(ditampilkan dengan
maksud menimbulkan
kesan lucu) terhadap diri
sendiri dalam bentuk
apapun.
Kekerasan terhadap orang
lain
Kekerasan secara fisik atau
psikis yang dilakukan
dengan tujuan untuk
menyakiti orang lain
dengan cara apapun.
Kecenderungan bentuk
kekerasan pada film kartun
Spongebob Squarepants
56
Kekerasan dengan
Perusakkan barang /
tempat
Menghancurkan,
membanting, membakar
barang atau property atau
tempat milik orang lain
atau juga milik pribadi,
demonstrasi atau
perkelahian massal dengan
merusak, menabrakan dsb.
Kekerasan dengan benda
Bentuk kekerasan dengan
menggunakan benda atau
alat yang ditujukan untuk
menyakiti diri sendiri
ataupun orang lain.
Kekerasan verbal.
Mengumpat, menghina,
marah-marah ataupun
bentuk perkataan lainnya
yang menyebabkan lawan
bicara tersinggung, marah.
Termasuk didalamnya
mencoba menghasut orang
lain, membohongi orang
lain bahkan iri dan lainnya
Kecenderungan kekerasan
pada film kartun
Spongebob Squarepants
57
3.5 Uji Reliabilitas.
Reliabilitas menyangkut ketepatan alat ukur. Suatu alat ukur dikatakan memiliki
reliabilitas apabila dipergunakan berkali-kali oleh peneliti yang sama atau peneliti lain
tetap memberikan hasil yang sama.
86
Makna dari uji realibilitas adalah suatu nilai
yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang
sama87. Dalam penelitian ini cara yang digunakan adalah :
3M
CR =
N1 + N2+N3
CR adalah coefisient reliabilitas, M adalah jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua
orang pengkode, N1, N2 dan N3 adalah jumlah pernyataan yang diberi kode oleh
pengkode. Dan apabila hasil coefisient reliabilitas diatas 90 persen, maka hasil
penelitian dinyatakan reliabel.88 Adapun koder dalam penelitian ini adalah seorang
psikolog anak-anak, seorang guru sekolah dasar dan dosen metode penelitian.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Data Primer
Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi yakni, mengamati
dan menghitung tampilan atau bentuk yang mengandung unsur kekerasan
berdasarkan kategorisasi yang telah ditentukan terlebih dahulu. Isi pesan
dalam film Spongebob Squarepants tersebut dihitung berdasarkan frekuensi
tampilan kekerasan dalam setiap episode cerita. Studi dokumentasi ini
86
Jalaludin Rakhmat, op.cit, hal 17.
Husein Umar, Metode Riset Komunikasi Organisasi, PT.Gramedia Pustaka Utama, 2002, hal 108.
88
Roger D Wimmer dan Joseph Dominick, Mass Media Research An Introduction, Wadsworth
Publishing , hal 174
87
58
berupa menganalisis film kartun Spongebob Squarepants dengan cara
melakukan pengamatan secara langsung menonton film kartun Spongebob
Squarepants pada episode yang menjadi sampel selama periode bulan
Agustus 2008. Setelah frekuensi tampilan atau bentuk kekerasan tersebut di
catat. Setelah mencatat sesuai bagian atau kategori yang diteliti kemudian
melakukan tabulasi data ke dalam tabel-tabel yang sudah dibuat
berdasarkan kategori penelitian.
3.6.2
Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari literatur buku-buku, majalah, surat kabar,
internet serta penelitian-penelitian terdahulu yang akan digunakan untuk
menambah perspektif dan ketajaman analisis peneliti dalam menjawab
permasalahan penelitian ini.
3.7 Unit Analisis
Unit adalah fungsi dari fakta empiris, tujuan penelitian dan tuntutan yang dibuat
oleh berbagai teknik yang ada. Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis dengan
cara menatapkan unit, yaitu unit tematik. Unit ini digunakan untuk melihat
keseluruhan isi dari film kartun Spongebob Squarepants. Unit ini diidentifikasi
dengan kesesuaiannya dengan definisi struktural tentang isi cerita, penjelasan dan
interpretasi.
Unit yang dipakai dalam penelitian ini berdasarkan tipe unit adalah unit
pencatatan. Unit pencatatan adalah bagian khusus dari isi yang dapat dikenali dengan
menempatkannya dalam kategori yang ada.89
89
Klaus Krippendorf, hal 75.
59
3.8 Teknik Analisis Data
Tujuan analisa data dalam penelitian ini adalah untuk menyempitkan dan
membatasi penemuan-penemuan hingga menjadi data yang teratur, tersusun dengan
baik, yang ditampilkan dalam table frekuensi dan presentasi. Analisa dilakukan
dengan cara ketiga koder atau juri diberi lembar koding untuk menilai setiap isi dari
lembaran tersebut berdasarkan pemahamannya terhadap kategori yang ada.
Kemudian hasil penilaian koder tersebut dihitung untuk menemukan koefisien
keandalan. Apabila hasilnya menunjukkan nilai yang tinggi diatas 90%, maka nilai
kesepakatan antar juri dapat terandalkan. Lalu peneliti melakukan koding dan
menampilkan dalam bentuk table frekuensi dan presentase.
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Sekilas tentang Global TV
Didirikan pada awal 1999 dan memulai debutnya pada Oktober 2001. Global
TV dengan cepat mengidentifikasikan diri sebagai stasiun televisi swasta termuda
di Indonesia dengan target pemirsa berjiwa muda. Global TV mengudara 24 jam
non-stop meliputi Jabotabek, Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, dan
Yogyakarta.
Sejak Januari 2005, Global TV memperluas jangkauan siar ke lebih dari 18
kota di Indonesia dan berhasil menambah warna baru dalam gaya hidup
entertainment dengan kombinasi program-program luar negeri dan lokal.
Pada Februari 2006, Global TV menandatangani perjanjian kerja sama dengan
MTV Network dan Nickelodeon untuk menampilkan program-program mereka ke
layar kaca. Perubahan ini sekaligus menandakan perubahan konsep Global TV
yang akan melayani kebutuhan hiburan untuk pemirsa berjiwa muda juga keluarga
dinamis dari segala segmentasi di Indonesia. Untuk menghibur para pemirsa
berjiwa muda, Global TV masih menyuguhkan program-program hits dari MTV.
Sedangkan untuk pemirsa cilik, Global TV menyajikan rangkaian program
mendidik yang berhasil memenangkan berbagai penghargaan persembahan dari
Nickelodeon, salah satunya adalah Spongebob Squarepants.
61
4.2 Sekilas Tentang Film Kartun Spongebob Squarepants
Film kartun Spongebob Squarepants diciptakan oleh seorang ahli biologi laut
dan animator : Stephen Hillenburg. Film ini menceritakan kehidupan di suatu
dasar laut di Samudera Pasifik yang bernama Bikini Bottom. Stephen Hillenburg
membentuk tokoh-tokoh dalam kartun ini layaknya sifat-sifat manusia umumnya,
dalam bentuk pemain yang unik dan lucu.
Tokoh utama yaitu : Spongebob Squarepants itu sendiri yang digambarkan
dalam rupa sebuah spons berwarna kuning, yang tinggal di sebuah rumah
berbentuk nanas dan memiliki seekor peliharaan seekor siput yang bertingkah laku
seperti seekor kucing.
Spongebob memiliki sahabat baik serta tetangga yaitu : Patrick, berupa
bintang laut berwarna merah muda yang sangat lugu dan cenderung bodoh.
Mereka juga bertetangga dengan Squidward Tentacle, seekor gurita yang senang
bermain klarinet, di mana ia dan Spongebob bekerja di restoran Krusty Krab milik
Tuan Krabs yang menjual krabby patty, yaitu sebuah burger yang sangat digemari
seluruh penghuni Bikini Bottom.
Pemilik Krusty Krab, yakni Tuan Krab, boss dari Spongebob dan Squidward,
adalah seekor kepiting berwarna merah yang dominan dan sangat matrealistis. Ia
memiliki seorang anak yang bernama Pearl, berbentuk seekor ikan. Tuan Krab
memiliki saingan atau musuh bernama Plankton, seekor mahluk plankton kecil
berwarna hijau yang selalu berusaha mencuri resep rahasia krabby patty dengan
berbagai cara secara licik.
Selain itu, ada binatang darat, Sandy Cheeks, seekor tupai yang tinggal di
ruang beroksigen. Ia selalu menggunakan penutup kepala beroksigen dengan baju
selama selama berada di luar rumah.
62
Tak ketinggalan juga nyonya Puff, seekor ikan yang berprofesi sebagai guru
disekolah mengemudi tempat Spongebob belajar. Banyak juga tokoh lainnya
yakni para ikan yang berpakaian seperti ikan. Lucunya ikan yang digambarkan
juga memakai pita rambut, pemerah pipi dan bibir, serta kacamata.
Selain itu penampilan, sifat dari tokohnya juga meniru manusia. Sebut saja
Spongebob yang sangat jujur dan polos. Begitu juga dengan Squidward yang
sangat kaku, egois, kuper, dan pembenci. Lalu Pearl yang merupakan sosok gadis
lincah. Sementara Tuan Krab digambarkan sebagai tuan yang tamak, kikir, dan
hanya berpikir tentang uang. Kelucuan-kelucuan dalam cerita serial ini bersumber
dari perilaku sehari-hari Spongebob yang polos, optimis, selalu ceria, dan
memiliki prasangka baik terhadap siapapun. Terkadang perilaku ini membawa
bencana, dimanfaatkan, atau terjadi salah pengertian kala dipadu dengan sifat-sifat
mahluk lain yang tinggal di Bikini Bottom.
4.3 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab empat ini penulis akan membahas data yang dikumpulkan
berdasarkan hasil lembar koding para koder, sehingga dapat diketahui seperti apa
kecenderungan bentuk kekerasan yang ada pada film kartun Spongebob
Squrepants, sesuai dengan tujuan penelitian ini. Spongebob menceritakan tentang
kehidupan para mahluk laut yang digambarkan atau dibuat selayaknya tokohtokoh orang dewasa.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif karena menggunakan bahan
dokumentasi atau kepustakaan dalam menjalankan penelitiannya. Dan penelitian
ini bersifat deskriptif, karena dalam melakukan penelitian, peneliti mengumpulkan
informasi aktual secara rinci untuk melukiskan gejala yang ada. Penelitian ini
63
menggunakan metode analisis isi karena ingin menyampaikan isi yang terdapat
pada film kartun Spongebob Squarepants.
Kekerasan umumnya merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran yang
menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti
orang lain, kekerasan adalah ancaman atau penggunaan kekuatan fisik untuk
menimbulkan kerusakan pada orang lain baik fisik ataupun psikis tapi dapat juga
terhadap diri sendiri. Film Spongebob Squarepants dapat dikategorikan sebagai
film yang mengandung kekerasan, didalam film ini terdapat berbagai bentuk
kekerasan baik yang dilakukan sendiri ataupun kepada orang lain dan secara fisik
ataupun psikis.
Sekarang ini beragam film kartun mulai banyak menghiasi layar televisi kita.
Waktu penayangannya pun cukup sering, dari pagi hingga menjelang malam.
Acara kartun ini juga diminati berbagai kalangan terutama anak-anak. Orang tua
yang tidak terlalu peduli dengan isi dari film kartun tersebut pun membiarkan
anak-anaknya untuk menonton selama dan sepuas mingkin selama anaknya tidak
rewel. Tokoh-tokoh dari berbagai kartun ini pun menjadi idola anak-anak, dan
mereka hafal betul dengan setiap tokohnya, bahkan beberapa barang mereka sukai
pun bergambar tokoh kartun kegemarannya.
Film kartun sangat identik dengan anak-anak, dan karena peminatnya cukup
banyak tidak mengherankan kartun juga menjadi salah satu acara unggulan di
beberapa stasiun televisi. Namun sangat disayangkan, tidak semua isi film kartun
tersebut mendidik atau ada beberapa bagian yang sepatutnya tidak ditayangkan
untuk konsumsi anak-anak.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai hasil penelitian tentang acara televisi
khususnya film kartun, yang ternyata banyak dianggap tidak baik untuk ditonton
64
anak-anak karena mengandung unsur-unsur kekerasan dan tidak mendidik. Dalam
penelitian ini dari 25 sampel episode, disetiap episode tersebut selalu saja ada
suatu unsur bentuk kekerasan didalamnya. Hal ini akan dapat merugikan anakanak yang menontonnya, karena anak bagaikan kertas putih, ia akan menyerap
apapun yang ia lihat dan pelajari, apalagi hal itu adalah sesuatu yang berunsur
kekerasan, sekalipun misalnya bentuk kekerasan itu ditampilkan dalam cara yang
lucu khas film kartun, tapi bukan tidak mungkin anak akan mengikutinya karena
menganggapnya suatu hal yang wajar dan lucu.
Dalam bab empat ini penulis akan melakukan penghitungan lembar koding
dan mendeskripsikan hasil penghitungan dalam bentuk uraian dan tabel. Penulis
membagi nya menjadi kecenderungan tokoh pemeran yang melakukan kekerasan,
kecenderungan kekerasan terhadap diri sendiri, kecenderungan kekerasan terhadap
orang lain, kecenderungan kekerasan dengan perusakan barang, kecenderungan
kekerasan dengan menggunakan benda, kecenderungan kekerasan verbal dari
penelitian tentang kecenderungan bentuk kekerasan pada film Spongebob
Squarepants.
Berikut adalah hasil penelitian oleh ketiga koder, yang bertujuan untuk
menguji sejauhmana alat pengukur (kategorisasi) dapat dipercaya atau diandalkan
bila dipakai lebih dari satu kali untuk mengukur gejala yang sama. Dalam hasil
pembahasan ini penulis, telah membuat tabel berikut ini jenis kategori bentuk
kekerasan pada film kartun Spongebob Squarepants :
Berikut dibawah ini adalah hasil perhitungan lembar koding yang disetujui
oleh ketiga koder berdasarkan masing-masing kategori.
1. Kategori pemeran yang melakukan kekerasan
Koefisien Keandalan :
3.25
25+25+25
= 75 = 100%
75
65
Berdasarkan hasil penghitungan diatas, nilai koefisien kehandalan antar koder
dalam menilai tokoh pemeran adalah : 100%
1. Kategori kekerasan terhadap diri sendiri :
Koefisien Keandalan : 3.16 = 48 = 100%
16+16+16 48
Berdasarkan hasil penghitungan diatas, nilai koefisien kehandalan antar koder
dalam menilai kekerasan terhadap diri sendiri adalah : 100%
2. Kategori kekerasan terhadap orang lain :
Koefisien Keandalan
3.16
= 48 = 100%
16+16+16
48
Berdasarkan hasil penghitungan diatas, nilai koefisien keandalan antar koder
dalam menilai kekerasan terhadap orang lain adalah : 100%.
3. Kategori kekerasan dengan perusakan barang atau tempat:
Koefisien keandalan : 3.12 = 36 = 100%
12+12+12 36
Berdasarkan hasil penghitungan diatas, nilai koefisien keandalan antar koder
dalam menilai kekerasan dengan perusakan barang adalah : 100%
4.
Kategori kekerasan dengan menggunakan benda :
Koefisien keandalan : 3.8 = 24 = 100%
8+8+8 24
Berdasarkan hasil penghitungan diatas, nilai koefisien keandalan antar koder
dalam menilai kekerasan dengan menggunakan alat adalah : 100%
5. Kategori kekerasan verbal :
Koefisien keandalan : 3.25
= 75 = 100%
25+25+25
75
Berdasarkan hasil penghitungan diatas, nilai koefisien keandalan antar koder
dalam menilai verbal adalah : 100%
66
4.3.1
Kecenderungan Pemeran Yang Melakukan Kekerasan
Tabel 10
Hasil Analisis Isi
Kategori Pemeran Yang Melakukan Kekerasan
N=25
NO
TOKOH
PEMERAN
FREKUENSI PRESENTASE
1
1A. Spongebob
5
20%
2
1B. Patrick
0
0
3
1C. Gary
0
0
4
1D. Squidward
2
8%
5
1E. Sandy
0
6
1F.Plankton
0
0
7
1G. Krab
0
0
8
1H.Puff
0
0
9
1I.Squilliam
0
0
10
1J.Pengunjung
0
0
11
1K.Warga
0
0
12
Perpaduan 1A&1B
6
24%
13
3
12%
1
4%
15
Perpaduan 1A,B
&D
Perpaduan 1A,B,D,J
&I
Perpaduan 1A,B &G
1
4%
16
Perpaduan 1A&D
2
8%
18
Perpaduan 1A,B&H
1
4%
19
Perpaduan 1A,B &
K
Perpaduan 1D&G
1
4%
1
4%
Perpaduan
1A,B,D&G
Perpaduan
1B,C,D,K
JUMLAH
1
4%
1
4%
25
100%
14
20
21
22
0
67
Tokoh pemeran terbagi menjadi sebelas yaitu : Spongebob Squarepants,
Patrick, Gary, Squidward Tentacle, Sandy, Plankton, Tuan Krab, Nyonya Puff,
Squilliam, pengunjung, warga. Sisanya adalah penambahan, penggabungan dari dua
karakter atau lebih. Tokoh pemeran dalam hal ini adalah semua pemain dalam film
kartun ini yang berhubungan dengan penelitian baik pemeran utamanya, pemeran
pendamping ataupun yang hanya tampil satu kali. Kategori ini mendapat kehandalan
100% dari penghitungan ketiga koder.
Berdasarkan tabel 10 terlihat bahwa jenis tokoh pemeran dari film kartun
Spongebob Squarepants yang berjumlah 25 sampel lebih cenderung kepada kategori
tokoh pemeran utama itu sendiri yakni Spongebob Squarepants yakni mahluk laut
berwarna kuning berbentuk sponge dan sahabat baik nya Patrick yang berwujud
seekor bintang laut dengan frekuensi 6 atau 24% yaitu pada tayangan episode :
1. The secret box
2. Im with stupid
3. Artist unknown
4. No weenies allowed
5. Rock a bye bivalve
6. Patrick smartpants
Penulis mengambil contoh beberapa episode yang masuk kedalam kategori ini
yaitu sampel episode The Secret Box, dimana tangan Spongebob putus karena ditarik
Patrick ketika merebut sebuah barang. Atau misalkan dalam episode Im with stupid,
dimana Patrick menertawakan dan menghina Spongebob karena berbuat sesuatu yang
bodoh, sehingga mengakibatkan Spongebob sakit hati. Misalkan lagi dalam episode
Patrick Smartpants, dimana Patrick memukul Spongebob dengan jaring dan
68
menyakiti dirinya dengan terjun dari jurang saat berlari-lari dan dikisahkan ia tidak
menjadi bodoh lagi.
Sesuai hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa kecenderungan bentuk
kekerasan yang tertinggi dalam kategori tokoh pemeran yang melakukan kekerasan
adalah si tokoh utama itu sendiri yakni, Spongebob Squarepants. Dinilai dari
banyaknya keluar nama Spongebob dalam sampel dan kategori yang menjadi
penelitian baik secara pribadi maupun dalam kategori perpaduan. Penulis
menyimpulkan tingginya frekuensi kecenderungan bentuk kekerasan terhadap tokoh
pemeran yang melakukan kekerasan dalam film kartun Spongebob Squarepants ini
dipengaruhi oleh tingginya frekuensi tindakan, perilaku, kata-kata yang berunsur
kekerasan dalam tiap-tiap episode yang menjadi sampel. Hal ini dapat dibuktikan
dengan beberapa contoh episode yang telah disebutkan diatas yang menggambarkan
tindakan atau kata-kata yang dilakukan, walaupun itu mungkin dilakukan dengan
penggambaran atau tampilan yang dibuat lucu, tetapi hal itu sudah menghasilkan
adanya suatu bentuk kekerasan. Hal ini juga berlaku pada tokoh pemeran lainnya
dalam film kartun ini seperti Patrick, Squidward dan lainnya, termasuk didalamnya
pemeran yang hanya terlihat satu kali atau sekilas saja yang terdapat dalam kategori
pilihan
pemeran lainnya tapi juga melakukan atau mengatakan sesuatu yang
mengandung unsur kekerasan. Dalam film diseluruh episode yang menjadi sampel
penelitian selalu saja ada tokoh pemeran yang melakukan kekerasan.
69
4.3.2. Kecenderungan Kekerasan Terhadap Diri Sendiri
Tabel 11
Hasil Analisis Isi
Kekerasan terhadap Diri Sendiri
N=25
NO KEKERASAN
TERHADAP DIRI
SENDIRI
1
2A.Membenturkan
FREKUENSI PRESENTASE
1
6%
2
2B. Menyetrum
0
0
3
3
19%
8
51%
5
2C. Menyalahi
/Mengasihani
2D. Melukai/
Mencederai
2E. Mengigit
1
6%
6
2F. Menabrak
0
0
7
Perpaduan 2B,C&D
1
6%
8
9
Perpaduan 2D &F
Perpaduan 2C,D &F
JUMLAH
1
1
16
6%
6%
100%
4
Kekerasan terhadap diri sendiri terbagi menjadi enam yaitu membenturkan ,
menyetrum, menyalahi atau mengasihani diri sendiri, melukai atau mencederai diri
sendiri, menabrakkan, mengigit. Sisanya adalah penambahan atau perpaduan dari dua
kategori atau lebih. Kekerasan terhadap diri sendiri adalah segala bentuk perlakuan,
tindakan secara fisik ataupun psikis dengan tujuan untuk menyakiti dengan berbagai
macam bentuk atau cara, yang diperuntukkan kepada diri sendiri. Kategori ini
mendapat kehandalan sebesar 100% dari ketiga koder.
Berdasarkan tabel 11 terlihat bahwa kategori kekerasan terhadap diri sendiri
yang berjumlah 25 sampel episode lebih cenderung tinggi kepada melukai atau
mencederai diri sendiri atau anggota tubuh, yaitu segala bentuk perlakuan kasar secara
70
fisik termasuk didalamnya menjadikan anggota tubuh terbelah, hancur, cedera atau
mungkin terlepas dengan tujuan menyakiti dirinya, meskipun itu mungkin
ditampilkan dengan lucu sekalipun. Kategori dengan pilihan ini mendapat frekuensi 8
atau 51%, yaitu tayangan episode:
1. Artist unknown
2. No weenies allowed
3. Squilliam return
4. Wet painters
5. Spongebob meets the strangler
6. Wishing u well
7. Once bitten
8. Hocus pocus
Penulis mengambil contoh pada beberapa episode misalkan episode wishing u
well, dimana Squidward terjerembab kedalam sumur sehingga luka. Atau dalam
episode once bitten, Squidward diceritakan membuat jari dan tangan nya terluka saat
membangun pagar kayu dan berulang-ulang. Lalu dalam episode wet painters, dimana
diceritakan Spongebob matanya sampai pecah keluar karena takut dimarahi oleh Krab
akibat tidak mengerjakan tugasnya dengan baik, atau Patrick dengan sengaja menarik
bulu hidungnya sehingga merasa kesakitan dengan maksud untuk dipakai mengecat.
Sesuai hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa kecenderungan bentuk
kekerasan yang tertinggi dalam kategori kekerasan terhadap diri sendiri adalah
melukai atau mencederai diri sendiri. Penulis menyimpulkan tingginya frekuensi
kecenderungan bentuk kekerasan terhadap diri sendiri ini dipengaruhi oleh tingginya
frekuensi tindakan, perilaku, kata-kata yang berunsur kekerasan dalam tiap-tiap
episode yang menjadi sampel. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa contoh
71
episode yang telah disebutkan diatas yang menggambarkan tindakan atau kata-kata
yang dilakukan, walaupun itu mungkin dilakukan dengan penggambaran atau
tampilan yang dibuat lucu, tetapi hal itu sudah menghasilkan adanya suatu bentuk
kekerasan. Hal ini juga berlaku pada berbagai bentuk cara kekerasan terhadap diri
sendiri lainnya. Dalam film diseluruh episode yang menjadi sampel penelitian selalu
saja ada kecenderungan kekerasan terhadap diri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa
film kartun Spongebob Squarepants ini mengandung unsur kekerasan.
4.3.3 Kecenderungan Adegan Kekerasan Terhadap Orang Lain.
Tabel 12
Hasil Analisis Isi Kategori Kekerasan Terhadap Orang Lain
N=25
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
KEKERASAN
TERHADAP
FREKUENSI
ORANG LAIN
3A. Melempar
O
3B.Mendorong
1
3C. Membanting
0
3D. Mengikat
1
3E. Menendang
0
3F. Menampar
0
3G. Memukul
1
3H. Menimpa
0
3I.Menginjak
0
3J. Menyetrum
0
3K. Menarik
1
3L. Mengigit
1
3M. Memaksa
2
3N.Meracuni
0
3OMelukai
0
3P.Menyiram
1
3Q. Mengusir
0
Perpaduan 3C,F,N
1
Perpaduan
1
3A,E,F,G,I,O
Perpaduan 3D, P
1
Perpaduan 3A,D , G
1
PRESENTASE
0
6,25%
0
6,25%
0
0
6,25%
0
0
0
6,25%
6,25%
12,5%
0
0
6,25%
0
6,25%
6,25%
6,25%
6,25%
72
22
23
24
25
Perpaduan 3B, M
Perpaduan
3E,H,J,Q
Perpaduan 3G&H
Perpaduan 3L& P
JUMLAH
1
1
6,25%
6,25%
1
1
16
6,25%
6,25%
100%
Kategori kekerasan terhadap orang lain terbagi menjadi tujuh belas yaitu :
Melempar, mendorong, membanting, mengikat, menendang, menampar, memukul,
menimpa, menginjak , menyetrum, menarik, menggigit, memaksa, meracuni, melukai
atau mencederai, menyiram, mengusir. Sisanya adalah penambahan dari perpaduan
dua pilihan kategori atau lebih. Kekerasan terhadap orang lain adalah segala bentuk
tindakan, perilaku atau perbuatan dengan tujuan menyakiti orang lain secara fisik
ataupun psikis dengan berbagai cara termasuk didalamnya menggunakan alat bantu
atau benda. Kategori ini mendapat kehandalan sebesar 100% dari penghitungan ketiga
koder.
Berdasarkan table 12 diatas terlihat bahwa kekerasan terhadap orang lain yang
berjumlah 25 sampel lebih cenderung kepada memaksa dengan frekuensi 2 atau
12,5% yaitu tayangan episode :
1. Club Spongebob
2. Krusty tower
Penulis mengambil contoh pada dua episode diatas, misalkan pada episode
club spongebob, Squidward memaksa untuk memasuki rumah kayu Spongebob dan
Patrick walau sudah dilarang keras, karena kesal dan ingin tahu apa yang mereka
lakukan. Sedangkan dalam episode Krusty tower, Krab memaksa Squiward untuk
terus menerus bekerja memenuhi segala keinginan para tamu sekalipun itu permintaan
nya tidak biasa.
73
Sesuai hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa kecenderungan
bentuk kekerasan yang tertinggi dalam kategori kekerasan terhadap orang lain
adalah
dengan
memaksa.
Penulis
menyimpulkan
tingginya
frekuensi
kecenderungan bentuk kekerasan terhadap orang lain ini dipengaruhi oleh
tingginya frekuensi tindakan, perilaku, kata-kata yang berunsur kekerasan dalam
tiap-tiap episode yang menjadi sampel. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa
contoh episode yang telah disebutkan diatas yang menggambarkan tindakan atau
kata-kata yang dilakukan, walaupun itu mungkin dilakukan dengan penggambaran
atau tampilan yang dibuat lucu, tetapi hal itu sudah menghasilkan adanya suatu
bentuk kekerasan. Hal ini juga berlaku pada berbagai bentuk cara kekerasan
terhadap orang lainnya. Dalam film ini, diseluruh episode yang menjadi sampel
penelitian selalu saja ada kecenderungan kekerasan terhadap orang lain. Hal ini
menunjukkan bahwa film kartun Spongebob Squarepants ini mengandung unsur
kekerasan. Bahkan lebih banyak dan beragam dibandingkan dengan kekerasan
terhadap diri sendiri.
74
4.3.4. Kecenderungan Kekerasan Dengan Perusakkan Barang
Tabel 13
Hasil Analisis Isi
Kategori Kekerasan Dengan Perusakan Barang atau Tempat
N=25
NO
1
PERUSAKAN
BARANG
4A. Membanting
2
FREKUENSI PRESENTASE
0
0
4B. Menginjak
0
0
3
4C. Membakar
1
8,3%
4
0
0
2
17%
6
4D. Demonstrasi
/rusuh
4E. Merusak
/menghancurkan
4F. Memecahkan
1
8,3%
7
Perpaduan 4 A,E,F
1
8,3%
8
Perpaduan 4D&E
1
8,3%
9
10
11
12
Perpaduan 4E&F
Perpaduan 4A,E,F
Perpaduan 4A,E
Perpaduan
4A,B,C,D,E
Perpaduan 4C,D,E
Perpaduan 4B,E
JUMLAH
1
1
1
1
8,3%
8,3%
8,3%
8,3%
1
1
12
8,3%
8,3%
100%
5
13
14
Kategori kekerasan dengan perusakan barang terbagi menjadi enam yakni
membanting, menginjak, membakar, demonstrasi atau rusuh, merusak atau
menghancurkan, memecahkan. Sisanya adalah penambahan atau perpaduan dari
kategori yang ada. Kekerasan dengan perusakan barang atau tempat adalah segala
bentuk tindakan kekerasan atau sebagai bentuk meluapkan emosi amarah yang
dilakukan dengan sengaja yang bertujuan menjadikan suatu barang atau beberapa
barang atau suatu tempat menjadi rusak atau hancur berantakan sebagai akibat dari
perbuatan kekerasan tersebut. Kategori ini mendapat kehandalan sebesar 100% dari
penghitungan ketiga koder.
75
Berdasarkan table 13 Terlihat bahwa kekerasan dengan perusakan barang dari
film kartun Spongebob Squarepants yang berjumlah 25 sampel lebih cenderung tinggi
kepada perusakan barang dengan merusak atau menghancurkan yakni segala bentuk
tindakan kekerasan yang berakibat hancur berantakannya suatu tempat atau beberapa
barang sekaligus dan menjadi porak-poranda tidak berbentuk, dan ini mendapat
frekuensi 2 atau 17%, yaitu tayangan episode :
1. Secret box
2. Krusty tower
Dalam episode secret box misalkan, Spongebob merusak, menghancurkan
barang-barang dirumah Patrick sehingga berantakan dimana-mana, terjatuh dimanamana ketika ingin mencari tahu apa isi kotak rahasia milik Patrick. Sedangkan dalam
Krusty tower, krusty tower menjadi hancur berantakan karena squidward melompat
kedalam bak berisi air yang dibuat seperti kolam renang ketika ia menginap disana.
Dalam meneliti analisis isi kecenderungan bentuk kekerasan pada film kartun
Spongebob Squarepants, hasil analisa tertinggi akan kategori kekerasan dengan
perusakan barang atau tempat adalah dengan merusak atau menghancurkan. Sesuai
hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa kecenderungan bentuk kekerasan yang
tertinggi dalam kategori kekerasan denga perusakan barang atau tempat adalah
dengan merusak atau menghancurkan. Penulis menyimpulkan tingginya frekuensi
kecenderungan bentuk kekerasan dengan perusakan barang
ini dipengaruhi oleh
tingginya frekuensi tindakan, perilaku yang disertai emosi, amarah yang berunsur
kekerasan dalam tiap-tiap episode yang menjadi sampel. Hal ini dapat dibuktikan
dengan beberapa contoh episode yang telah disebutkan diatas yang menggambarkan
tindakan yang dilakukan, walaupun itu mungkin dilakukan dengan penggambaran
atau tampilan yang dibuat lucu, tetapi hal itu sudah menghasilkan adanya suatu
76
bentuk kekerasan. Hal ini juga berlaku pada berbagai bentuk kekerasan lainny dalam
kategori ini. Dalam film ini, diseluruh episode yang menjadi sampel penelitian selalu
saja ada kecenderungan kekerasan terhadap orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa
film kartun Spongebob Squarepants ini mengandung unsur kekerasan.
4.3.5 Kecenderungan Kekerasan Dengan Benda / Alat
Tabel 14
Hasil Analisis Isi Kategori Kekerasan dengan Benda atau Alat
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Kekerasan dengan
menggunakan alat /
benda
5A Jaring
5B Stik kayu
5C Tong
5D Pintu
5E Jangkar
5F Minuman
5G Tongkat
5H Tas
5I Obor
5J Kardus
5K Mesin
Perpaduan 5C,D,E
Perpaduan 5F,G,H
Perpaduan 5A,I
JUMLAH
Frekuensi
N=25
Persentase
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
2
1
1
1
8
12,5%
12,5%
0
0
0
0
0
0
0
12,5%
25%
12,5%
12,5%
12,5%
100%
Kategori kekerasan dengan menggunakan benda terbagi menjadi sebelas, yaitu
jaring, stik kayu, tong, pintu, mesin, jangkar, minuman, tongkat, tas, obor, kardus.
Sisanya adalah penambahan dari perpaduan pilihan-pilihan kategori yang ada.
Kekerasan dengan menggunakan benda atau alat adalah segala bentuk tindakan
kekerasan terhadap orang lain ataupun diri sendiri dengan menggunakan suatu media
atau benda atau alat dalam bentuk dan jenis apapun untuk menyakiti orang lain atau
77
diri sendiri. Kategori ini mendapat kehandalan sebesar 100% dari penghitungan ketiga
koder.
Berdasarkan tabel 14 terlihat bahwa kekerasan dengan benda yang berjumlah 25
sampel lebih cenderung tinggi kepada kategori kekerasan dengan benda yakni mesin
dipilih oleh koder dengan frekuensi 2 atau 25% yaitu tayangan episode:
1. Squidville
2. Good neighbours
Pada episode Squidville, Spongebob dan Patrick bermain dengan mesin yang
baru didapat mereka dan menghisap semua benda ataupu orang. Bahkan bagianbagian tubuh dan rumah Squidward yang menjadi korban kejahilan mereka dapat
berpindah tempat. Ketika pindah tempat, disebuah komunitas yang serupa dengan
dirinya, Squidward bermain dengan sebuah mesin peniup dan menjahili semua orang
yang ada disekitarnya. Pada episode good neighbours, mesin yang dibeli Squidward
untuk menjaga rumahnya, tapi nyatanya mesin itu menyerang dirinya.
Sesuai hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa kecenderungan bentuk
kekerasan yang tertinggi dalam kategori kekerasan dengan menggunakan alat atau
benda adalah mesin. Penulis menyimpulkan tingginya frekuensi kecenderungan
bentuk kekerasan dengan menggunakan benda atau alat ini dipengaruhi oleh tingginya
frekuensi tindakan, perilaku yang disertai emosi, amarah yang berunsur kekerasan
dalam tiap-tiap episode yang menjadi sampel. Hal ini dapat dibuktikan dengan
beberapa contoh episode yang telah disebutkan diatas yang menggambarkan tindakan
yang dilakukan, walaupun itu mungkin dilakukan dengan penggambaran atau
tampilan yang dibuat lucu, tetapi hal itu sudah menghasilkan adanya suatu bentuk
kekerasan. Hal ini juga berlaku pada berbagai macam bentuk pilihan kekerasan
lainnya dalam kategori ini. Dalam film ini, diseluruh episode yang menjadi sampel
78
penelitian selalu saja ada kecenderungan kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa film
kartun Spongebob Squarepants ini mengandung unsur kekerasan.
4.3.6 Kecenderungan Kekerasan Verbal
Tabel 16
Hasil Analisis Isi
Kategori Kekerasan Verbal
N=25
NO
Kekerasan Verbal
Frekuensi
Persentase
1
2
6A Mengumpat
6B Menghina / mencela
/meledek
6C Melecehkan
/menyepelekan
6D Menertawakan
6E Membentak / memaki
6F Mengancam
6G Memarahi /marah-marah
6H Menuduh / menyalahi
6I Menghasut
0
0
0
0
1
4%
0
0
0
1
0
0
0
0
0
4%
0
0
1J Membohongi
1K Iri /dengki
Perpaduan 6C,D,E,G
Perpaduan 6B,C,D,G
Perpaduan 6C,E,G,J
Perpaduan 6B,C,D,E,G
Perpaduan 6B,F
Perpaduan 6A,B,C,D,E,G
Perpaduan B,C,F,G
Perpaduan A,F,G
Perpaduan F,G,H,J
Perpaduan B,C,F,G,H
Perpaduan C,D,G,H,J
Perpaduan B,D,E,G
Perpaduan A,C,E,G
Perpaduan B,D,G,K
Perpaduan A , E
Perpaduan E, G
Perpaduan E,F,G,J
Perpaduan A,B,D,E,G,H
Perpaduan A,E,G,I
Perpaduan E,G,K
JUMLAH
0
0
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
2
1
1
1
1
25
0
0
4%
4%
4%
8%
4%
4%
4%
4%
4%
4%
4%
4%
8%
4%
4%
8%
4%
4%
4%
4%
100%
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
79
Kekerasan verbal terbagi menjadi sebelas yaitu mengumpat, menghina,
melecehkan, menertawakan, membentak, mengancam, memarahi atau marah-marah,
menuduh, menghasut, membohongi, dan dengki. Sisanya adalah Kekerasan verbal
adalah : segala macam bentuk kekerasan dengan perkataan untuk meluapkan
emosinya, termasuk didalamnya menunjukkan sebuah bentuk kebencian, iri hati ,
dengki dan lainnya. Kategori ini mendapat kehandalan sebesar 100% dari
penghitungan ketiga koder.
Berdasarkan tabel 16 terlihat bahwa kekerasan verbal dari film kartun
Spongebob Squarepants yang berjumlah 25 sampel lebih cenderung tinggi kepada
kategori kekerasan verbal dengan perpaduan mengumpat, menghina, melecehkan,
menertawakan, membentak dan marah-marah yang terdapat pada tabel 16 nomor 15,
24 dan 27 dengan frekuensi 2 atau 8%. Dan dari ketiga perpaduan pilihan yang ada
tersebut dikecilkan lagi sesuai dengan jumlah terbanyak dan yang sama diantara
ketiganya yakni membentak atau memaki dan memarahi atau marah-marah, yang
terdapat tayangan episode
1. Club Spongebob
2. Squilliam return
3. The paper
4. Missing identity
5. Patrick Smartpants
6. Wishing u well
Penulis mengambil contoh dari beberapa episode diatas. Misalkan pada
episode Squilliam return, dimana Squidward marah-marah dan membentak Krab
karena terus menerus harus bekerja. Dan Squilliam yang dahulunya merupakan teman
80
sekolah Squidward menertawakan dan menghina Squidward karena tidak sukses
seperti dirinya, Squilliam menyepelekan Squidward ketika bertemu “oh lihatlah
sukses, didalam segala hal yang kau gagal mendapatkannya “atau “biar ku ingat dulu
apa saja yang bisa kau capai. Atau pada episode the paper, dimana Squidward
marah-marah kepada Spongebob karena terus menganggunya dengan kertas yang ia
temukan. Dan pada episode missing identity, Spongebob marah-marah terhadap
Patrick karena lupa urutan pengulangan yang harus ia lakukan dan tidak dapat bekerja
pada proses pencarian kartu identitas Spongebob yang hilang.
Penulis menyimpulkan tingginya frekuensi kecenderungan bentuk
kekerasan verbal ini dipengaruhi oleh tingginya frekuensi tindakan, perilaku dan
kata-kata yang disertai emosi, amarah yang berunsur kekerasan dalam tiap-tiap
episode yang menjadi sampel. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa contoh
episode yang telah disebutkan diatas yang menggambarkan kata-kata dan tindakan
yang dilakukan, walaupun itu mungkin dilakukan dengan penggambaran atau
tampilan yang dibuat lucu, tetapi hal itu sudah menghasilkan adanya suatu bentuk
kekerasan. Hal ini juga berlaku pada berbagai macam bentuk pilihan kekerasan
lainnya dalam kategori ini. Dalam film ini, diseluruh episode yang menjadi sampel
penelitian selalu saja ada kecenderungan kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa
film kartun Spongebob Squarepants ini mengandung unsur kekerasan.
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang kecenderungan bentuk kekerasan
pada film kartun Spongebob Squarepants di Global TV, periode Agustus 2008,
yang terbagi menjadi enam kategori, maka penulis mengambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pada kategori pemeran yang melakukan kekerasan, kecenderungan
tertinggi adalah Spongebob Squarepants dan Patrick dengan frekuensi
6 atau 24% dari kesebelas karakter pemeran yang masuk kedalam
kategori ini.
2. Untuk kategori kekerasan terhadap diri sendiri, kecenderungan
tertinggi adalah melukai atau mencederai diri sendiri dengan frekuensi
8 atau 51%, dari keenam sub kategori atau pilihan yang termasuk
dalam kategori ini.
3.
Pada kategori kekerasan terhadap orang lain terbagi menjadi tujuh
belas bagian atau sub kategori, dan kecenderungan kekerasan tertinggi
adalah memaksa, dengan frekuensi 2 atau 12,5%.
4.
Kecenderungan tertinggi pada kategori kekerasan dengan perusakan
barang atau tempat adalah dengan merusak yang mendapat frekuensi 2
atau 17% diantara keenam macam sub kategori atau pilihan lainnya.
5. Kategori
kekerasan
dengan
menggunakan
benda
atau
alat,
kecenderungan tertinggi adalah mesin diantara sebelas pilihan lainnya,
dan mendapat frekuensi 2 atau 25%.
82
6.
Untuk kategori kekerasan verbal, kecenderungan tertinggi adalah
dengan membentak atau memaki dan memarahi atau marah-marah
diantara kesebelas pilihan lainnya, dan mendapat frekuensi 2 atau 8%.
Film kartun Spongebob Squarepants ini, menurut hasil penelitian tidak
dapat lepas dari berbagai bentuk kekerasan dalam setiap ceritanya, bahkan
yang menjadi sampel bahan penelitian, selalu saja ada bentuk kekerasan
dalam setiap episodenya.
Sekalipun adegan-adegan dalam film ini dibuat agar suatu hal terlihat
lucu atau ditampilkan sedemikian rupa sehingga terkesan lucu, tapi tetap
mengandung kekerasan. Karena itu bisa disimpulkan bahwa film ini
memang mengandung kekerasan. Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak
semua tayangan televisi terutama film kartun baik untuk dikonsumsi anakanak.
83
5.2
Saran
1. Penelitian telah membuktikan, bahwa film kartun Spongebob
Squarepants yang telah peneliti teliti memiliki banyak kecenderungan
bentuk kekerasan di dalamnya.
2. Film kartun ini kurang baik untuk dikonsumsi oleh anak-anak,
sehingga ada baiknya apabila film kartun ini dikategorikan sebagai
film bimbingan orang tua dan pihak stasiun televisi yang menayangkan
dengan jelas memberi keterangan dalam kategori yang manakah film
ini atau film kartun lain yang ditayangkan. Karena itu jika penyajian
film kartun yang mengandung bentuk kekerasan ini tidak disajikan
dengan pesan-pesan moral yang dapat mengimbangi setiap ceritanya,
dikhawatirkan akan menyebabkan atau menimbulkan pengaruh yang
tidak baik untuk dikonsumsi oleh anak-anak yang dapat menyebabkan
perilaku buruk pada anak akibat dari adanya tayangan tersebut.
3. Jangan sampai menimbulkan suatu akibat yang tidak diinginkan baru
kita mengambil tindakan, karena kecenderungan masyarakat pada
umumnya adalah demikian. Oleh karena itulah orang tua sangat
diharapkan untuk mendampingi anak saat menonton dan dapat
memilah-milah film kartun mana yang baik yang boleh ditonton oleh
anak-anak dan bersikap kritis. Selain itu beri batasan waktu menonton
televisi dan seleksi acara televisi apa saja yang boleh dan tidak ia
tonton dan paling penting adalah awasi, dampingi dan beri penjelasan
dan ajak anak untuk membahas acara-acara televisi yang ia lihat,
terangkan apa yang baik dan tidak.
84
4. Bangunlah komunikasi yang akrab dengan anak dan antar keluarga
sehingga anak merasa terbuka, kritis dan menjadi lebih tahu lagi akan
apa yang positif dan negativ.
5. Sedangkan dari pihak stasiun televisi agar lebih selektif dalam memilih
program tayangan televisi untuk anak-anak serta jam tayangnya tidak
bertepatan ketika anak-anak harus belajar. Pilah acara-acara dengan
baik agar sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan sesuai peraturan
dan beri keterangan yang jelas dalam setiap program acara yang
ditayangkan.
.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Baron A Robert dan Donn Byrne, Psikologi Sosial Jilid 2, Erlangga, 2003.
Bungin, Burhan H.M, Sosiologi Komunikasi, Prenada Media Group, 2006.
------------------------------, Metode Penelitian Kuantitatif, Prenada Media Group, 2006.
Chen, Milton, Mendampingi Anak Menonton Televisi, Gramedia Pustaka Utama, 2005
Effendy, Uchana Onong, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya,2005.
--------------------------, Dinamika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, 2002.
Hurlock, Elizabeth, Perkembangan Anak Jilid 1, Erlangga, 1978.
Hawadi, Akbar Reni, Psikologi Perkembangan Anak, Grasindo, 2001
Jarvis, Matt, Teori-Teori Psikologi : Pendekatan Modern Untuk Memahami
Perilaku,Perasaan, dan Pikiran Manusia, Nusamedia dan Nuansa, 2006.
Krippendorrf, Klaus, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, Rajawali Pers, 1991.
Lester, M Paul, Visual Communication Images With Messages, Thomson, 2003.
Morissan, Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio dan Televisi, Ramdina Prakarsa,
2005.
Nasution S, Metode Research, Bumi Aksara, 2006
Pareno, Abede Sam, Praktik Penulisan Naskah TV, Papyrus, 2003.
Rakhmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, 2002.
-------------------, Metode Penelitian Komunikasi, Remaja Rosdakarya, 2005.
Sarwono, W Sarlito, Psikologi Sosial : Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial, Balai
Pustaka, 2002.
Setiawan, Bambang dan Ahmad Muntaha, Metode Penelitian Komunikasi,Universitas
Terbuka, 2004
Suprapto, Tommy, Pengantar Teori Komunikasi, Media Pressindo, Yogyakarta, 2006.
Sobur, Alex, Psikologi Umum, Pustaka Setia, 2003.
Umar, Husein, Metode Riset Komunikasi Organisasi, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002
Wienir, Paul dan Michael H Walizer, Metode dan Analisis Penelitian Mencari Hubungan
Jilid 2, Erlangga, 1987.
Wimmer, Roger D dan Joseph Dominick, Mass Media Research An Introduction,
Wadsworth Publishing.
Sumber Lain :
Anwas M Oos, Televisi, Anak dan Keluarga, http://almiraonline.port5.com/artikel/artikel_p8.htm, 2007
AGB Nielsen, Pilihan Tontonan Untuk Anak Semakin Banyak, www.agbnielsen.co.id,
2008.
Anak Menonton Tv, Kecemasan Para Orang Tua, www.balipost.co.id, 2003
Astuti Marfuah Panji, Tayangan Favorit Anak-Anak, www.mail-archive.com , 2007
Bawias, Fransiska Mariantje, Analisis Isi Representasi Kekerasan Dalam Film Kartun
Southpark, Skripsi Fakultas Ilmu Komunikasi Kristen Petra, 2007
Budianto, Agung. Efek Kognitif dan Afektif Tayangan Film Kartun Spongebob
Squarepants di Global Tv, Skripsi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu
Buana, 2007
Dewi. H, Dunia Tanpa Tv Mungkinkah, www.kidia.org, 2007
Ervinurrahmah Susiana, Pengaruh Film Televisi Dragon Ball Terhadap Agresi
Anak,www.jiptumm-gdl-s1-2002--4896-agresi - Perpustakaan Pusat
Unikom/Jurnal , 2002
Harry Puspito, Anak dan Televisi, http://almira-online.port5.com/artikel/artikel_p9.htm,
2007
Imam, Saiful, Nonton Tv Cukup 30 Menit, www.mail-archive.com/[email protected], 2007
Kartikha, Hensy, Hubungan Menonton Film Televisi Bertemakan Kekerasan Terhadap
Kecenderungan Perilaku Anak, Skripsi Universitas Mercu Buana, 2004
Leman, Martin, Televisi dan Anak-Anak, http://www.leman.or.id/anakku/tv&anak.html ->
Televisi dan Anak, 2000
Mamiek, J.M, Balita Anda Perilaku Agresif Akibat Televisi, http://[email protected]/milisbalita.php, 2001
Mujiran, Paulus, Kekerasan Untuk Menyelesaikan Masalah,
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0612/16/opi01.html , 2006
Menemani Anak Menonton Tv Dirumah Perlukah?, http://almiraonline.port5.com/artikel/artikel_p2.htm, 2007
Nurdianyah, Rusdy , Mengugat Film Kartun, www.republika.co.id, 2005.
Radmarsy, Televisi: Guru Setia Yang Ajarkan Anak Amoral, Borju dan Kekerasan,
http://radmarssy.wordpress.com/2007, 2007
Radmarsy, Antara Tv, Anak dan Keluarga, http://radmarssy.wordpress.com, 2007
Sinar Indonesia Baru, Stop Tayangan Kekerasan dan Seks di Televisi,
http://www.opini.wordpress.com, 2006.
Surono Agus dan Shinta Teviningrum, Bahaya Tontonan Kekerasan Pada Anak,
http://www.indomedia.com/intisari/1999/juli/kekerasan.htm, 1999.
Smart School Redaksi, Televisi Teman atau Musuh, www.e-smartschool.com, 2008
Wahyudi Elizabeth, Pengaruh Televisi Terhadap Perkembangan Jiwa Anak,
www.bpkpenabur.com, 1996
Widodo Suko dan Yayan Sakti, Analisis Isi Adegan Kekerasan Pada Film Kartun
Doraemon di RCTI, http://www.journal.unair.ac.id, 2001
www.kpi.go.id
www.wikipedia.org
------, Televisi Picu Sifat Agresor, www.sinarharapan.co.id, 2002
Download