KECENDERUNGAN BENTUK KEKERASAN PADA FILM KARTUN SPONGEBOB SQUAREPANTS DI GLOBAL TV PERIODE AGUSTUS 2008 Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Komunikasi Disusun Oleh : Nama : Nancy Natalia NIM : 44105120001 Jurusan : Broadcasting FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2006 FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI Judul : KECENDERUNGAN BENTUK KEKERASAN PADA FILM KARTUN SPONGEBOB SQUAREPANTS DI GLOBAL TV PERIODE AGUSTUS 2008 Nama : Nancy Natalia NIM : 44105120001 Fakultas : Ilmu Komunikasi Jurusan : Broadcasting Mengetahui, Pembimbing (DR. Andy Corry, M.Si) i FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI Nama : Nancy Natalia NIM : 44105120001 Fakultas : Ilmu Komunikasi Judul Skripsi : KECENDERUNGAN BENTUK KEKERASAN PADA FILM KARTUN SPONGEBOB SQUAREPANTS DI GLOBAL TV PERIODE AGUSTUS 2008 Jakarta, Juni 2009 Mengetahui 1. Ketua Sidang (………………..) Ponco Budi Sulistyo, M.Comm 2. Penguji Ahli (………………..) Feni Fasta, M.Si 3. Pembimbing (……………….) DR. Andy Corry, M.Si ii i i FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI Nama : Nancy Natalia NIM : 44105120001 Fakultas : Ilmu Komunikasi Judul Skripsi : KECENDERUNGAN BENTUK KEKERASAN PADA FILM KARTUN SPONGEBOB SQUAREPANTS DI GLOBAL TV PERIODE AGUSTUS 2008 Jakarta, Juni 2009 Disetujui dan Diterima Oleh : Pembimbing (DR.Andy Corry, M.Si) Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Ketua Bidang Studi ( Dra. Diah Wardhani, M.Si ) ( Ponco Budi S, M.Comm ) iii Universitas Mercu Buana Fakultas Ilmu Komunikasi Nancy Natalia (44105120001) Kecenderungan Bentuk Kekerasan Pada Film Kartun Spongebob Squarepants di Global Tv Periode Agustus 2008 xi + 84 halaman + 16 tabel + 1 lampiran ABSTRAKSI Maraknya berbagai judul film kartun saat ini, menarik perhatian anak-anak, karena itu tidaklah mengherankan jika anak-anak hafal dan menyukai tokoh kartun favoritnya akibat rutinnya menonton film kartun tersebut. Akan tetapi dapat menjadi masalah apabila acara televisi dalam hal ini film kartun yang mereka tonton mengandung adegan atau kata-kata yang tidak seharusnya dikonsumsi untuk anak-anak, misalkan kekerasan. Apalagi dalam film kartun seringkali yang kasar sekalipun dibuat dalam bentuk yang lucu, sehingga seakan-akan menyamarkan kekerasannya dan membuat yang menonton tertawa karena menganggapnya lucu. Apabila anak-anak menonton hal-hal semacam ini, bukan tidak mungkin akhirnya ia akan menirunya karena menganggapnya sebagai hal yang biasa dan lucu. Diantara film kartun yang saat ini sedang menjadi kesukaan dikalangan anak-anak adalah film kartun Spongebob Squarepants. Hal yang mungkin kurang diperhatikan para orang tua atau masyarakat adalah film ini termasuk salah satu tayangan televisi yang diberi label hati-hati untuk dikonsumsi anak-anak, karena mengandung unsur kekerasan didalamnya. Sehubungan dengan itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kecenderungan bentuk kekerasan pada film kartun Spongebob Squarepants ini. Karena film ini juga banyak diperbincangkan masyarakat terutama setelah diteliti memiliki unsur kekerasan didalamnya, beberapa orang tua yang bersikap kristis mulai khawatir dan mulai menyuarakan pendapatnya, karena itu penulis memakai teori komunikasi agenda setting, sesuai asumsi dasar teori agenda setting adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Penulis menggunakan metode penelitian analisis isi, untuk mengetahui isi atau kecenderungan dari film kartun Spongebob Squarepants ini. Analisis isi merupakan penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi, terutama yang tertulis atau tercetak dalam media massa. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi baik itu surat kabar, berita, radio, televisi maupun bahan dokumentasi lainnya Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keenam kategori yang didalamnya terbagi lagi menjadi beberapa bagian, film kartun ini memiliki kecenderungan bentuk kekerasan. Dengan menghasilkan kehandalan seratus persen dari setiap kategori. Dari keenam kategori tersebut, untuk kategori tokoh pemeran yang memiliki kecenderungan bentuk kekerasan adalah Spongebob Squarepants dan Patrick, dan untuk kategori kekerasan terhadap diri sendiri adalah melukai diri sendiri, kategori kekerasan terhadap orang lain adalah memaksa, kategori kekerasan dengan perusakan barang atau tempat adalah menghancurkan atau merusak, kategori kekerasan dengan benda adalah mesin dan kategori kekerasan verbal adalah memarahi atau marah-marah dan membentak. Karena itu penulis menyimpulkan bahwa film kartun ini memiliki kecenderungan bentuk kekerasan. iv KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan, setelah bergumul sekian lama, akhirnya skripsi ini selesai juga. Penulis percaya bahwa semua ini hanya karena berkat campur tangan Tuhan dan tepat terjadi di waktu yang terbaik menurut Tuhan. Setelah melalui banyak rintangan, kesusahan, ketakutan ditambah pekerjaan yang bertubi-tubi, penulis berhasil melalui semua itu untuk mencapai tahap ini. Itu semua hanya karena berkat campur tangan pertolongan, kasih karunia dan mujizat Tuhan yang luar biasa hebat dan juga doa, dorongan, masukan orang-orang disekitar penulis yang tidak pernah berhenti meyakinkan dan membantu penulis dalam berbagai hal. Dan memang benar, bahwa segala sesuatu terjadi bukan karena kebetulan, tapi karena ada suatu rancangan dan maksud yang indah serta luar biasa dan tepat pada waktu Tuhan. Dalam penyusunan skripsi dengan judul “ Kecenderungan Bentuk Kekerasan Pada Film Kartun Spongebob Squarepants di Global TV Periode Agustus 2008 ” penulis banyak sekali dibantu oleh berbagai pihak. Karena itu, pada kesempatan ini ijinkan penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Dosen Pembimbing saya, Bapak DR. Andy Corry, M.Si. Terima kasih banyak atas segala waktu, perhatian, bantuan dan masukannya selama ini selama proses bimbingan skripsi dari awal hingga akhir, hingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik. 2. Ibu Dra. Diah Wardhani, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana. 3. Kepada Bapak Ponco Budi S, M.Comm selaku ketua bidang studi Broadcasting atas segala waktu, masukan dan bantuannya selama ini, juga Ibu Feni Fasta, M. Si selaku penguji ahli atas segala masukan serta bantuannya. v 4. Kedua orang tua yang selalu memberi semangat serta dukungan doa yang tiada pernah habis. Terutama untuk mama ku yang tidak pernah berhenti memberi semangat, memberi kekuatan mental bahkan doa yang tidak pernah putus. Tanpa kalian saya yakin pasti sudah menyerah sedari dulu. Terima kasih yang tak terhingga atas kedua orang tua yang begitu perhatian dan baik dan selalu ada setiap ku perlu. 5. Irma Vita, dokter gigi, sahabat sekaligus „kakakku‟ dalam segala hal, yang sedang berjuang di negeri kangguru. Terima kasih tak terhingga untuk kesekian kalinya atas semua doa, dorongan, ayat-ayat yang memberi semangat, perhatian bahkan teguran panjang lebar, latihan-latihan pertanyaan, koreksi materi lewat internet dan telpon dari negeri kangguru. Saya bersyukur memiliki sahabat terbaik bahkan saudara seiman sekaligus saudara perempuan seperti engkau yang selalu ada setiap ku perlu dan tidak pernah sedikit pun meragukan kemampuan ku dalam menyelesaikan ini. Tuhan berkati. 6. Ardo, terima kasih banyak atas semua bantuan selama proses pengerjaan skripsi ini. Semua doa, dukungan, cambukan, koreksi dalam skripsi saya. Walau kamu dosen yang berbeda jurusan, kamu tetap setia membantu mengkoreksi dan memberi masukan serta berlatih tanya-jawab. Tidak pernah absen bertanya dan mengkritik bahkan rela mendengarkan keluh kesah saya sepanjang pengerjaan skripsi ini. Tuhan berkati. 7. Semua teman-teman dokter gigi baik yang masih bekerja diklinik maupun tidak, drg. Yuni, Bang Reza, Anis, Astrie (terima kasih atas semangatnya di menit-menit terakhir sebelum sidang), Femi dan Kak Dolly, terima kasih atas semua perhatian, dan dorongan yang tidak pernah berhenti. Terima kasih vi karena tidak pernah bosan berhenti bertanya, karena itu juga merupakan cambukan untuk saya. 8. Sthesy, terima kasih banyak untuk bantuannya dalam membelikan buku-buku yang saya perlukan. Tuhan berkati. 9. Psikolog Bpk. Tri Gunadi, OTR(Ind), S.Psi, S.Ked, pemilik klinik YAMET. Terima kasih atas bantuan dan semangatnya selama proses penyelesaian dan pengerjaan skripsi yang bikin mumet. Terima kasih karena telah bersedia menjadi koder. Semoga projek film kita pun terus maju dan terus diberkati Tuhan segala sesuatunya dan harus sukses. 10. Mila, terima kasih atas bantuan nya di awal-awal pengerjaan skripsi. Semoga kita bisa menjadi tim skrip skenario yang kompak dalam projek film ini. 11. Edward, terima kasih tak terhingga atas semua doa dan dukungannya selama ini dan setiap saya minta. Tuhan berkati. 12. Sahabat-sahabat ku sedari sekolah dasar sampai sekarang. Osvia, Cheryl, Rinda dan Kiki. Terima kasih banyak atas dukungan dan doanya bahkan perhatiannya. Untuk Rinda, terima kasih karena sempat meluangkan waktu untuk membantu mengkoreksi dan tidak pernah bosan memberi semangat. 13. Allen, terima kasih banyak atas segala masukan dan latihan pertanyaanpertanyaannya. Tuhan berkati. 14. Ibu Tina (guru semasa saya SD) dan Ibu Nurprapti yang telah memberikan waktu dan perhatian nya selama proses pengerjaan skripsi sebagai koder. Tuhan berkati pekerjaan dan keluarga ibu-ibu. 15. Dan buat semua yang terlibat dalam proses pembuatan skripsi ini baik langsung dan tidak, terima kasih yang sedalam-dalamnya dari lubuk hati saya vii atas segala masukan, dorongan dan pembelajaran, pertanyaan, perhatian dan sebagainya. Tuhan berkati kehidupan kalian, keluarga juga pekerjaan. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat akademik untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Jakarta, Juni 2009 Penulis viii DAFTAR ISI Lembar Persetujuan Sidang Skripsi………………………………………….. i Lembar Tanda Lulus Sidang Skripsi………………………………………… ii Lembar Pengesahan Perbaikan Sidang Skripsi……………………………… iii Abstraksi……………………………………………………………………. iv Kata Pengantar……………………………………………………………… v Daftar Isi……………………………………………………………………. ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………… 1 1.2 Perumusan Masalah…………………………………………... 7 1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………… 8 1.4 Signifikasi Penelitian…………………………………………... 8 1.4.1. Signifikasi Akademis……………………………………. 8 1.4.2. Signifikasi Praktis……………………………………….. 8 BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Komunikasi Massa…………………………………………… 9 2.1.1 Pengertian dan Ciri Komunikasi Massa……………….. 9 2.2 Model Komunikasi Massa……………………………………. 10 2.3 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa………………….. 12 2.3.1 Televisi dan Anak……………………………………… 14 2.4 Film Kartun……………………………………………………. 17 2.4.1 Anak dan Film Kartun di Televisi………………………. 19 ix 2.5. Pengertian Kekerasan…………………………………………. 23 2.5.1. Kekerasan dalam Tayangan Televisi…………………….. 24 2.5.2. Kekerasan dalam Film Kartun…………………………… 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian………………………………………………… 38 3.2 Metode Penelitian Analisis Isi………………………………... 38 3.3 Populasi Sampel……………………………………………… 41 3.3.1. Populasi………………………………………………… 41 3.3.2. Sampel…………………………………………………. 42 3.4 Definisi dan Operasionalisasi Kategori…………………………. 48 3.4.1.Definisi Kategori Kekerasan……………………………… 48 3.4.1.1 Kecenderungan Bentuk Kekerasan………………….. 48 3.4.1.2 Film Kartun Spongebob Squarepants………………… 49 3.4.2.Operasionalisasi Kategorisasi……………………………. 50 3.4.2.1 Kategori Pemeran Yang Melakukan Kekerasan………… 50 3.4.2.2 Kategori Kekerasan Terhadap Diri Sendiri……………… 51 3.4.2.3.Kategori Kekerasan Terhadap Orang Lain……………… 51 3.4.2.4 Kategori Kekerasan dengan Perusakkan Barang……… 52 3.4.2.5 Kategori Kekerasan Menggunakan Benda………………. 53 3.4.2.6 Kategori Kekerasan Verbal…………………………… 54 3.5 Uji Reliabilitas…………………………………………… 57 3.6 Teknik Pengumpulan Data……………………………… 57 3.6.1 Data Primer…………………………………………. 57 3.6.2 Data Sekunder……………………………………… 58 x 3.7 Unit Analisis…………………………………………….. 58 3.8 Teknik Analisis Data……………………………………. 59 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sekilas Tentang Global TV…………………………………… 60 4.2 Sekilas Tentang Film Kartun Spongebob Squarepants………… 61 4.3 Hasil Penelitian dan Pembahasan………………………………. 62 4.3.1 Kecenderungan Pemeran Yang Melakukan Kekerasan...... 66 4.3.2 Kecenderungan Kekerasan Terhadap Diri Sendiri.............. 69 4.3.4 Kecenderungan Kekerasan Terhadap Orang Lain……… 71 4.3.5 Kecenderungan Kekerasan Dengan Perusakkan Barang…. 74 4.3.6 Kecenderungan Kekerasan Dengan Benda………………… 76 4.3.7 Kecenderungan Kekerasan Verbal………………………… 78 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan…………………………………………………….. 81 5.2 Saran…………………………………………………………… 83 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN 1. Lembar Koding xi xii 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian dari sistem dan tatanan kehidupan sosial manusia dan masyarakat. Komunikasi memegang peranan penting dalam kaitannya dengan pembentukan masyarakat. Dalam fenomena ini, betapa manusia terlibat dalam kegiatan komunikasi dalam kehidupan sosial, sehingga manusia dapat saling berdekatan dalam suatu komunitas, seperti yang dikatakan oleh Tannen, bahwa kita butuh saling berdekatan agar merasa berada dalam suatu komunitas, agar kita merasa tidak sendirian di dunia1. Pengertian komunikasi secara umum adalah proses penyampaian suatu pernyataan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain sebagai konsekuensi dari hubungan sosial2. Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara; ada yang dilakukan secara tulisan, secara tatap muka, atau melalui media, baik itu media massa maupun media non massa. Media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikan berjumlah banyak, dan bertempat tinggal jauh. Media massa dalam kehidupan sehari-hari umumnya adalah surat kabar, radio, televisi, dan film bioskop. Salah satu media massa yaitu televisi, selalu tersedia dan amat mudah diakses, serta menyuguhkan banyak pilihan. Majunya perkembangan media televisi di Indonesia dewasa ini, maka semakin marak pula acara-acara yang menarik untuk dinikmati pemirsanya. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan yang terjadi antara stasiun televisi yang satu dengan yang 1 2 Tommy Suprapto, Pengantar Teori Komunikasi , Media Pressindo, 2006, hal 3. Onong Uchana Effendy, Dinamika Komunikasi , PT.Remaja Rosdakarya, 2002, hal 5. 2 lain untuk mendapatkan pemirsa sebanyak-banyaknya. Salah satu acara yang menjadi pilihan stasiun televisi untuk ditayangkan adalah acara film kartun. Banyak sekali stasiun televisi yang menayangkan film kartun untuk menarik perhatian penontonnya, khususnya anak-anak. Dalam penelitian yang dilakukan Kritis Media untuk Anak (Kidia) pada tahun 2005 terungkap dari 110 mata acara televisi untuk anak, sebanyak 92 diantaranya atau sekitar 84 persen film kartun anak mendominasi siaran televisi di Indonesia.3 Tayangan televisi untuk anak-anak tidak dapat dipisahkan dengan film kartun. Karena jenis film ini sangat populer di lingkungan mereka. Di Indonesia, menurut penelitian YKAI (Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia), anak-anak menghabiskan waktu sampai 35 jam per minggunya untuk menonton televisi. Artinya rata-rata per harinya anak-anak menonton televisi selama 5 jam.4 Maraknya tayangan televisi yang dapat dikonsumsi oleh anak-anak membuat khawatir masyarakat terutama para orang tua. Karena manusia adalah mahluk peniru dan imitatif. Perilaku imitatif ini sangat menonjol pada anak-anak dan remaja. Kekhawatiran orang tua juga disebabkan karena kemampuan berpikir anak masih relatif sederhana. Mereka cenderung menganggap apa yang ditampilkan televisi sesuai dengan yang sebenarnya. Mereka masih sulit membedakan mana tayangan yang fiktif dan mana yang memang kisah nyata. Mereka juga masih sulit memilahmilah perilaku yang baik sesuai dengan nilai dan norma agama dan kepribadian bangsa.5 Pada dasarnya manusia mempunyai sifat agresif sejak lahir. Sifat ini berguna dalam bertahan hidup. Tanpa agresifitas, anak tidak akan bereaksi jika mendapat rangsangan yang mengancamnya. Frustasi dalam kehidupan sehari-hari akan 3 Rusdy Nurdianyah, Mengugat Film Kartun, www.republika.co.id, 2005. Radmarsy, Televisi: Guru Setia Yang Ajarkan Anak Amoral, Borju dan Kekerasan, http://radmarssy.wordpress.com/2007, 2007 5 Oos M Anwas, Televisi, Anak dan Keluarga, http://almira-online.port5.com/artikel/artikel_p8.htm, 2007 4 3 menimbulkan dorongan agresif. Selain itu perilaku agresif anak dapat juga karena contoh dari lingkungan sekitarnya, bisa orang tua, ataupun temannya sendiri. Jadi perilaku agresif itu mereka pelajari dari sekitarnya apa yang mereka lihat. Film yang bertemakan kekerasan yang ditonton anak juga dapat menyebabkan perilaku agresif pada anak, termasuk film kartun.6 Menurut Aletha Huston, dari University of Kansas, anak-anak yang menonton kekerasan di televisi lebih mudah dan lebih sering memukul teman-temannya, tidak mematuhi aturan kelas, membiarkan tugasnya tidak selesai, dan lebih tidak sabar dibandingkan dengan anak yang tidak menonton kekerasan di televisi. Jika kita perhatikan dalam film kartun yang bertemakan kepahlawanan, misalnya film Popeye, Power Ranger, pemecahan masalah tokohnya cenderung dilakukan dengan cepat dan mudah melalui tindakan kekerasan. Cara-cara seperti ini relatif sama dilakukan oleh musuhnya (tokoh antagonis). Ini berarti secara tidak langsung tersirat pesan bahwa kekerasan harus dibalas dengan kekerasan, begitu pula kelicikan dan kejahatan lainnya perlu dilawan dengan cara-cara yang sama. Rusdi Muchtar peneliti LIPI mengatakan bahwa, anak-anak terbiasa mensosialisasi apa yang mereka lihat. Masa kanak-kanak adalah masa dimana seorang anak menyerap awal segala macam norma, kebiasaan dan lainnya. Hal serupa juga di katakan oleh psikolog Hera Mikarsa, menurutnya anak-anak sangat kuat meniru, baik itu perilaku ataupun omongan. Apa yang mereka dengar dan lihat, akan mereka lakukan dan ucapkan tanpa mereka mengerti. Misalkan saja mereka mampu meniru lagu yang di dengarnya atau iklan yang dilihatnya. 7 Dan hal semacam itu di khawatirkan apabila, anak-anak meniru adegan kekerasan atau berbahaya yang dilihatnya dalam tayangan televisi, karena mereka belum pandai menyaring mana 6 7 Reni Akbar Hawadi, Psikologi Perkembangan Anak, Grasindo,2001, hal55 Redaksi Smart School, Televisi Teman atau Musuh, www.e-smartschool.com, 2008 4 yang baik dan buruk dilakukan. Anak-anak yang gemar menonton akan memperhatikan gerak-gerik tokoh favoritnya dan bukan tidak mungkin menirunya, demikian yang diungkapkan dosen fakultas psikologi Unisba, Alva Handayani. Sebab dilihat dari segi perkembangan kognitifnya, daya pilah atau filter anak-anak belum sempurna. Dengan begitu, mereka cenderung menerima mentah-mentah apa yang dilihatnya 8. Bagi orang yang sudah dewasa, tidak ada masalah, sebab ia tahu apa yang sungguh-sungguh terjadi di dunia atau yang hanya fiksi belaka. Bila orang dewasa melihat film – film aksi atau horor, mereka tahu apa yang mungkin atau apa yang tidak mungkin. Orang dewasa juga tahu bahwa orang tidak dibunuh atau dipukul sungguh-sungguh dalam film. Sebaliknya, seorang anak kecil kebanyakan belum mengenal dan mengetahui apa itu akting, apa itu efek film, atau apa itu tipuan kamera dan lain sebagainya. Bagi anak-anak, dunia di luar rumah adalah dunia yang seperti apa yang ada di televisi, yang mereka lihat setiap kali. Di mata anak-anak, kekerasan yang ada dapat menjadi hal yang biasa, dan boleh-boleh saja dilakukan apalagi terhadap orang yang bersalah, karena akhirnya memang itu semua ditunjukkan dalam film-film. Hasil penelitian Leonard Eron dan Rowell Huesmann dari University of Michigan, selama beberapa dasawarsa mengikuti kebiasaan menonton pada sekelompok anak. Mereka mendapati bahwa menonton kekerasan di televisi merupakan faktor paling dekat hubungannya dengan perilaku agresif. Pada tahun 1960, mereka memulai penelitian pada sekitar 800 anak. Mereka mendapati bahwa anak-anak yang berjam-jam menonton televisi dengan tayangan kekerasan cenderung lebih agresif di ruang kelas atau tempat bermain. Belasan bahkan puluhan tahun kemudian, Eron dan Huesmann meriset atau mencek kembali anak-anak ini dan 8 Mamiek J.M, Balita Anda Perilaku Agresif Akibat Televisi, http://[email protected]/milisbalita.php, 2001 5 mendapati mereka menjadi jauh lebih agresif ketika mencapai usia remaja dan dewasa. Serta membuat masalah-masalah lebih besar dibandingkan rekan mereka yang kurang agresif karena tidak sebanyak mereka menonton kekerasan di televisi. Dalam sebuah kongres pada tahun 1992, Eron dan Huesmann mengatakan bahwa “kekerasan di televisi mempengaruhi para remaja dari segala usia, dari kedua jenis kelamin, pada semua tingkat sosio-ekonomis dan intelijensi. Pengaruhnya tidak terbatas pada anak-anak yang sudah berwatak agresif, juga terjadi di negara mana pun”.9 Di Amerika pun sejak tahun 1950-an, sudah banyak peneliti yang tertarik akan penelitian tentang kekerasan di televisi, karena kecemasan mereka akan meningkatnya proporsi adegan kekerasan di televisi. Sebuah analisis isi televisi yang dilakukan Gerbner pun menemukan, proporsi adegan kekerasan yang menakutkan, berkisar antara 80-90 persen.10 Singkatnya, televisi sudah merupakan teman akrab anak-anak yang setiap saat mereka bisa menyaksikannya. Salah satu film kartun yang saat ini sedang digemari anak-anak adalah Spongebob Squarepants. Spongebob Squarepants adalah sebuah serial kartun animasi yang diproduksi Nickelodeon. Pada awalnya serial kartun ini ditayangkan pada tahun 1999 di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri film kartun ini saat ini ditayangkan di Global TV. Kartun ini diciptakan oleh seorang ahli biologi laut dan animator Stephen Hillenburg. Bagian yang menjadi daya tarik dari tayangan ini berhubungan dengan sosok yang kekanakan yaitu Spongebob dan teman baiknya Patrick Star. Keduanya diceritakan sebagai orang-orang dewasa tapi ditampilkan sebagai sosok yang polos khas anak-anak dan melakukan pekerjaan serta kehidupan orang-orang dewasa. Bersama dengan teman-teman lainnya, dikisahkan mereka tinggal dibawah laut 9 Milton Chen, Mendampingi Anak Menonton Televisi, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal 59 Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, 2002, hal 243. 10 6 disebuah daerah bernama Bikini Bottom. Figur-figur film kartun ini memang memiliki nilai-nilai perkawanan yang solid, tetapi mereka juga sering melakukan praktik kekerasan dan percakapan yang tidak enak didengar, terutama bagi telinga anak-anak. Misalkan seperti : menabrakan diri sendiri, menyepelekan orang lain dengan mengatakan “dasar bodoh”, atau memukul kepala orang lain dengan benda. Menurut penelitian Kidia di tahun 2005, film kartun ini dianggap terlalu banyak menampilkan kekerasan dan bahasa kasar yang bersifat merendahkan orang lain. 11 Dengan kemampuan nalarnya yang terbatas dalam menyerap serta mencerna makna yang ditayangkan oleh televisi, bukan suatu hal yang mustahil apa yang dilakukan si tokoh kartun tersebut dianggap perbuatan yang sah-sah saja oleh anak-anak, sekalipun menampilkan adegan kekerasan. Karena dilakukan dengan lucu maka anak justru tertawa saat figur dalam kartun yang ia tonton tadi melakukan tindak kekerasan baik secara fisik seperti menendang , ataupun secara psikis seperti mengejek.12 Selain itu adapula sebuah penelitian tentang efek kognitif dan afektif dari film kartun Spongebob Squarepants terhadap sekitar 75 siswa di sebuah sekolah dasar, yang membuktikan bahwa efek dari film kartun ini memiliki indikator tinggi.13. untuk hasil rating film kartun Spongebob Squarepants, sempat mencapai rating 4,8 untuk kelompok usia 5-14 tahun.14 Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dan Litbang Deppen telah mengadakan penelitian tentang adegan-adegan kekerasan dengan menggunakan content analysis atau analisis isi terhadap 51 judul film yang disiarkan selama Februari 1993. Hasilnya menunjukkan, film kartun memecahkan rekor sebagai film 11 Rusdy Nurdiansyah, Loc cit. Sinar Indonesia Baru, Stop Tayangan Kekerasan dan Seks di Televisi, http://www.opini.wordpress.com, 2006. 13 Agung Budianto, Efek Kognitif dan Afektif Tayangan Film Kartun Spongebob di Global TV periode Januari 2007, Skripsi (Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana), 2007 14 www.wikipedia.org, 12 7 yang penuh dengan adegan kekerasan, yaitu dengan persentase 57%15. Kekerasan ditelevisi sudah menjadi isu hangat di kalangan masyarakat dan di kritik oleh masyarakat, terutama apabila sudah mengakibatkan adanya korban. Bahkan ternyata kekerasan pun ada dalam film kartun. Karena itulah sehubungan juga dengan tujuan penelitian ini, penulis menggunakan analisis isi karena analisis isi merupakan penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi, terutama yang tertulis atau tercetak dalam media massa. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi baik itu surat kabar, berita, radio, televisi maupun bahan dokumentasi lainnya. Peneliti dalam analisis isi pada umumnya lebih objektif terhadap objek yang ditelitinya, pada umumnya memerlukan biaya yang relatif lebih murah, memperoleh keterangan atau menganalisis semua bentuk komunikasi terutama dengan media massa misalnya surat kabar, film, atau televisi. Selain itu, jenis penelitian komunikasi yang menggunakan analisis isi salah satunya adalah, yang bermaksud mendeskripsikan pesan tanpa menghubungkan dengan maksud si penyampai pesan terhadap penonton yang menjadi sasarannya, serta tidak pula dikaitkan dengan hasil atau akibatnya, penelitian yang demikian tidak lain adalah ingin menjawab apa yang disampaikan seperti misalnya penelitian mengenai kecenderungan isi.16 Karena itu skripsi ini diberi judul Analisis Isi Kecenderungan Bentuk Kekerasan Film Kartun Spongebob Squarepants di Global TV. 15 Fransiska Mariantje Bawias, Analisa Isi Representasi Kekerasan Dalam Film Kartun Southpark, Skripsi (Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra), 2007 16 Bambang Setiawan dan Ahmad Muntaha, Metode Penelitian Komunikasi , Universitas Terbuka, 2004, Hal 7.6 8 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dinyatakan diatas, perumusan masalahnya adalah : bagaimana kecenderungan bentuk kekerasan pada film kartun Spongebob Squarepants? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas dengan demikian penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui kecenderungan bentuk kekerasan yang ada pada film kartun Spongebob Squarepants. 1.4 Signifikasi Penelitian 1.4.1 Signifikasi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya penelitian tentang kekerasan di media televisi atau film, serta dapat menambah bahan referensi yang bermanfaat bagi penelitianpenelitian berikutnya, khususnya yang menggunakan metode analisis isi. 1.4.2 Signifikasi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dari media-media televisi tentang kandungan kekerasan dalam film-film kartun, sehingga menjadi pertimbangan bagi mereka untuk tidak menayangkan film-film kartun untuk anak-anak yang mengandung unsur–unsur kekerasan. 9 BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Komunikasi Massa 2.1.1 Pengertian dan Ciri Komunikasi Massa Komunikasi massa menurut Bittner adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang17. Gerbner mengatakan komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. 18 Jadi yang diartikan komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, televisi, atau film. 19 Adapun ciri-ciri komunikasi massa adalah 20: 1. Berlangsung satu arah. Dalam komunikasi massa feedback baru akan diperoleh setelah komunikasi berlangsung. 2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga. Seorang komunikator dalam media massa bertindak atas nama lembaga dan nyaris tak memiliki kebebasan individual. Oleh sebab itu komunikatornya melembaga. 3. Pesan- pesannya bersifat umum. Pesan-pesan yang disampaikan melalui media massa pada umumnya bersifat umum (untuk orang banyak). 17 Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, PT.Remaja Rosdakarya, 2002, hal 188. Ibid 19 Jalaludin Rakhmat, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT.Remaja Rosdakarya, 2005, hal20 20 Tommy Suprapto, op.cit, hal 13 18 10 4. Melahirkan keserempakan. Misalnya, siaran radio yang mampu membuat pendengarnya untuk secara serempak mendengarkan program acara yang sedang diputar. Sedangkan televisi dan juga media cetak, dapat disaksikan dan dibaca oleh banyak orang secara serempak. 5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen. Komunikan terpencar-pencar keberadaannya, tidak saling mengenal dan berbeda latar belakang, pendidikan, agama, usia, jenis kelamin, keinginan dan lainnya. Karena itu pengelola media harus dapat harus mengelompokan mereka berdasarkan perbedaan-perbedaan tersebut untuk dapat mencapai kelompok sasaran yang dituju dari keseluruhan target sasaran. 2.2 Model Komunikasi Massa Agenda Setting diperkenalkan oleh Mccombs dan DL Shaw pada tahun 1973, berjudul The Agenda Setting Function Of Mass Media. Asumsi dasar teori agenda setting adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.21 Dengan teknik pemilihan dan penonjolan, media memberikan cues tentang mana issue yang lebih penting. Karena itu, model agenda setting, mengasumsikan adanya hubungan positif, antara penilaian yang diberikan media pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada persoalan itu. Singkatnya, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting juga 21 H.M Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Prenada Media Group, 2006, hal 279. 11 oleh masyarakat. Apa yang dilupakan oleh media, akan dilupakan juga oleh masyarakat.22 Dalam model agenda setting efek media massa diukur dengan membandingkan dua pengukuran. Pertama peneliti mengukur agenda media dengan analisis isi yang kuantitatif, atau peneliti menentukan batas waktu tertentu, mengkoding berbagai isi media, dan menyusun isi itu berdasarkan panjang (misalkan waktu pada televisi dan ruang dalam surat kabar), penonjolan ukuran (misalkan ukuran judul, letak pada surat kabar, frekuensi pemuatan, posisi dalam surat kabar), dan konflik (cara penyajian bahan). Selanjutnya peneliti mengukur agenda masyarakat dengan menganalisis self report khalayak, merangking dan mengkorelasikan isi media. Juga menganalisa kondisi-kondisi yang mempengaruhi proses agenda setting dengan meneliti sifat-sifat stimulus dan karateristik khalayak. Sifat-sifat stimulus menunjukkan karakteristik issue, termasuk jarak issue (apakah issue itu langsung atau tidak dialami individu), lama terpaan (apakah issue itu baru muncul atau mulai pudar), kedekatan geografis (apakah issue itu lokal atau nasional), dan sumber (apakah disajikan pada media yang kredibel atau tidak). Karena masyarakat memperoleh kebanyakan informasi dari media massa, maka agenda media yang tercermin dalam pemberitaan yang ditampilkannya akan berkaitan dengan agenda masyarakat. Agenda masyarakat diketahui dengan menanyakan kepada anggota masyarakat apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka bicarakan dengan orang lain atau apa yang mereka anggap sebagai masalah yang tengah menarik perhatian masyarakat. Ketika mereka memikirkan 22 Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, 2005,hal 68 12 atau membicarakan sebagaimana yang ditayangkan media massa, maka agenda setting telah berhasil mempengaruhi pemikiran masyarakat.23 Adapun model komunikasi massa nya sebagai berikut : Variabel Media massa -panjang -penonjolan -konflik Variabel Antara -sifat stimulus -sifat khalayak Variabel Efek -pengenalan -saliance -prioritas Variabel Efek Lanjutan -persepsi -aksi Tabel 1. Model Komunikasi Massa Agenda Setting 2.3 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa Televisi, sesuai namanya tele berarti jauh, vision berarti pandangan. Televisi berarti bisa dipandang dari tempat yang jauh dari studio televisi, maka kekuatan televisi terletak pada paduan gambar dan suara dalam satu waktu penayangan 24. Publik pemirsa bisa menikmati kombinasi antara gambar hidup dan suara persis seperti berhadapan langsung dengan objek yang ditayangkan. Untuk sebuah proses pengiriman gambar secara cepat melalui gelombang elektromagnetik sudah mulai didiskusikan pada abad ke-19. Sehingga ditemukannya selinium pada tahun 1817 yang memungkinkan diubahnya gambargambar bergerak menjadi arus listrik. Kemudian pada tahun 1884 ketika Paul Nipkow dari Jerman menemukan suatu alat yang dapat mengubah gambar secara optikal menjadi garis-garis paralel dengan berbagai intensitas, karena pada awalnya televisi adalah proses merekam dan mengirimkan gambar-gambar seperti itu melalui sel-sel selinium. Kemudian pada tahun 1924, Vladimir Kosma Zworykin menemukan ikonoskop yang dapat memproyeksikan gambar ke layar 23 24 Psikologi Komunikasi, hal 230. Sam Abede Pareno, Praktik Penulisan Naskah Televisi, Papyrus, 2003, hal xv 13 berupa sel-sel foto elektrik yang berada didasar sebuah tabung katoda. Ikonoskop inilah yang menjadi cikal bakal tabung televisi modern yang digunakan saat ini 25. Perkembangan televisi terus dipacu dalam tahun-tahun berikutnya, karena masyarakat menantikan teknologi ini, sehingga pada tahun 1927, Bell Telephone Company menyiarkan gambar-gambar televisi dari Washington ke New York dengan menggunakan kabel telepon. Setahun kemudian, pada tahun 1928, John Logie Baird melakukan siaran televisi pertama melintasi Atlantik dari London ke New York menggunakan gelombang pendek dan pada tahun 1930, BBC mulai menyiarkan program-program televisi secara teratur. Pada tahun 1928, sebenarnya John Baird telah membuat sistem televisi berwarna dan Bell Laboratories menciptakan sebuah sistem paralel di Amerika pada tahun 1929, dan pada tahun 1968 Sony Corporation di Jepang mengembangkan televisi berwarna dengan satu tabung warna dan sebuah garis yang memungkinkan spektrum warna yang lebih luas. Siaran televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962 saat TVRI menayangkan langsung upacara kemerdekaan Indonesia ke-17 pada tanggal 17 Agustus 1962. Siaran langsung itu terhitung sebagai siaran percobaan. Siaran resmi TVRI baru dimulai 24 Agustus 1962, yang menyiarkan secara langsung upacara pembukaan Asian Games ke-4 dari stadion utama Gelora Bung Karno.26 Adapun peran media massa27 dalam hal ini televisi antara lain : 1. Perannya sebagai media edukasi. Media massa khususnya televisi, menjadi media yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas dan menjadi masyarakat yang maju. 25 Sosiologi Komunikasi, op.cit, hal 132 Morissan, Media Penyiaran Strategi mengelola Radio dan Televisi, Ramdina Prakarsa, 2005,hal 8 27 Sosiologi Komunikasi,op.cit, hal 86 26 14 2. Menjadi media informasi, yaitu media yang setiap saat menyampaikan informasi kepada masyarakat. Maka masyarakat akan menjadi masyarakat yang kaya akan informasi, terbuka dengan informasi. 3. Sebagai media hiburan. Media massa memiliki kekuatan menghibur yang kuat. Misalnya orang berjam-jam menonton acara televisi, sinetron, kuis, film setelah lelah beraktifitas atau untuk menghilangkan rasa bosan, penat. Dengan banyaknya stasiun televisi saat ini di Indonesia, masing-masing stasiun televisi berlomba memberikan atau menyajikan tayangan-tayangan yang masyarakat butuhkan seperti tayangan hiburan, berita politik, budaya, pendidikan, gaya hidup, kesehatan dan lainnya bahkan film kartun untuk menarik perhatian anak-anak. Karena itu televisi semakin dekat dengan anak. Beragamnya pilihan acara yang ditampilkan dari berbagai stasiun televisi, membuat anak semakin senang berdiam diri lama-lama didepan televisi. Singkatnya, televisi sudah merupakan teman akrab anakanak yang setiap waktu mereka dapat menyaksikannya. 2.3.1 Televisi dan Anak Maraknya stasiun-stasiun televisi dewasa ini, menjadikan semakin bebasnya tayangan-tayangan televisi dapat disimak oleh anak-anak. Khusus untuk televisi swasta, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) menghitung, sepanjang minggu ke-2 bulan Juli 2007, jumlah program anak-anak dari semua stasiun televisi mencapai 123 program. Jika dibagi dalam jam, mencapai 180 jam. Jumlah ini, dinilai cukup tinggi oleh Guntarto, Kepala Bagian Kajian Anak dan Media YKAI.28 Dengan jumlah yang cukup tinggi ini, tidak hanya orang tua, tetapi juga anak-anak, akan mengalami kesulitan untuk memilih program mana 28 Radmarsy, Loc.cit 15 yang cocok buat mereka, mana yang baik dan mana yang buruk. Selain itu tidak tersedia informasi yang cukup tentang tayangan-tayangan tersebut, yang dapat menjadi panduan bagi para orang tua. Dari program anak yang jumlahnya ratusan tadi, hanya sekitar 10 persennya saja yang sesungguhnya aman buat anak-anak.29 Survey yang dilakukan Nakita, tentang berapa lama waktu yang dihabiskan anak-anak menonton televisi, sebanyak 61,81% responden menjawab, anaknya menonton televisi lebih dari 3 jam dalam sehari. Bahkan, sebanyak 43,03% responden tidak memberikan batasan. Angka tersebut terasa cukup banyak mengingat hanya 56,07% kelompok orangtua yang memberi batasan menonton televisi pada anaknya. Elly Risman, psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati, menegaskan menonton televisi perlu dibatasi. Toleransi maksimalnya hanya 2 jam saja sehari. Namun, jika memungkinkan cukuplah 30 menit saja sehari. 30 Dewasa ini setiap stasiun televisi telah menyajikan acara-acara khusus untuk anak. Waktu yang biasanya digunakan keluarga untuk menonton televisi adalah pada pukul 05.00 – 07.00, dimana waktu ini digunakan untuk menonton berita pagi, kartun anak, sambil bersiap-siap untuk pergi sekolah, kerja dan lain sebagainya. Pukul 19.00 – 21.00, dimana waktu ini adalah waktu yang sangat efektif untuk menonton televisi, semua anggota keluarga biasanya sudah berkumpul di rumah. Waktu-waktu di atas pun merupakan waktu yang bisa diluangkan oleh orang tua untuk bertemu anak, terutama untuk orang tua yang keduanya bekerja. Dan biasanya dari waktu tersebut (05.00 – 07.00 dan 19.00 – 21.00), kira-kira 2 jam adalah waktu maksimum orang tua berkomunikasi dengan anak, atau sekitar 50% dari waktu kita menonton31. 29 Ibid Saiful Imam, Nonton TV Cukup 30 Menit, www.mail-archive.com/[email protected], 2007 31 Dewi. H, Dunia Tanpa TV Mungkinkah, www.kidia.org, 2007 30 16 Dua puluh satu persen pemirsa televisi adalah anak-anak berusia 5-14 tahun. Jumlah yang tidak bisa dibilang sedikit dengan beragamnya tuntutan atas tayangan yang sesuai untuk anak. Pemirsa anak-anak pun termasuk tinggi dibandingkan dengan target pemirsa yang lebih dewasa, terutama antara pukul 6.00 sampai 10.00 dan antara pukul 12.00 sampai 21.00. Jumlahnya bisa mencapai rata-rata 1.478.000 individu saat jam tayang utama (18.00-21.00) dari total populasi TV yang berjumlah 42.645.497 individu di 10 kota survei AGB Nielsen. Pada periode Januari hingga pertengahan Maret 2008, kepemirsaan anak-anak ini juga tampak lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Kenaikannya tampak di sepanjang hari dengan kenaikan tertinggi pada jam tayang utama. 32 Menarik menyimak hasil survei MRI (2001) mengenai kehidupan anak yang berjudul Kid's World - The Future Market. Dari penelitian tersebut terlihat bagaimana intensnya anak-anak dengan dunia televisi. Survei dilaksanakan pada anak berusia 7-14 tahun dan ibu dari anak berusia 0-14 tahun dari semua kelompok sosial ekonomi di enam kota, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makasar. Pengerjaan lapangan penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juni 2001. Hasilnya, sebagian anak terekspos ke media televisi sejak bayi (25 persen). Begitu usia menginjak lebih dari satu tahun, hampir semua terbiasa menonton televisi (92 persen). Ketika masuk usia taman kanak-kanak (46 tahun) hingga usia SMP (12-14 tahun), semua sudah menjadi penonton setia televisi. Media audio video yang menampilkan gambar dan suara tentu paling menarik bagi anak-anak. Media lain tidak sepopuler televisi walaupun konsumsinya meningkat dengan bertambahnya usia anak. Sejak kecil, anak-anak 32 AGB Nielsen, Pilihan Tontonan Untuk Anak Semakin Banyak, www.agbnielsen.co.id, 2008. 17 menghabiskan sangat banyak waktu untuk menonton televisi, dan waktu menonton semakin panjang dengan bertambahnya umur. Pada hari biasa dan Sabtu, untuk umur bayi hingga satu tahun, menurut para ibunya, menonton televisi rata-rata 0,5 jam. Pada usia balita (1-4 tahun) mereka menghabiskan waktu dua jam, dan di atas usia ini mereka menghabiskan waktu 2,5 hingga tiga jam per hari. Pada hari Minggu, waktu menonton bahkan meningkat. Para ibu memperkirakan bayi mereka menonton televisi sekitar satu jam pada hari itu, balita duduk sekitar tiga jam di depan layar kaca, dan usia anak yang lebih besar menghabiskan empat hingga 5,5 jam per hari. Pada hari biasa hingga Sabtu, anak-anak menonton pada sore hari antara pukul 15.00 hingga 21.00. Sedangkan pada hari Minggu, mereka mulai menonton pada pukul 7.00 dan memuncak pada pukul 8.00-9.00 ketika kebanyakan stasiun televisi menyiarkan program anak-anak. Setelah itu, semakin sedikit anak yang menonton dan jumlah pemirsa cilik itu naik lagi di sore hari antara pukul 18.00-21.00 walaupun tidak sebanyak pada pagi hari. 33 2.4 Film Kartun Akar sejarah dari film kartun ditemukan berupa tulisan, tanda-tanda di dinding, yang biasa kita kenal dengan sebutan grafiti. Sebagai media artistik dan komunikatif, kartun bermula dari karikatur. Penemu pertama kartun animasi di Amerika adalah kartunis Winsor Mccay34. Ia bekerja sebagai illustrator poster sirkus dan untuk sebuah surat kabar. Pada tahun 1903, ia pindah ke New York dan mulai menggambar kartun untuk New York Herald dan Evening Telegram. Selanjutnya pada tahun 1906, kartun yang ia gambar bernama 33 Harry Puspito, Anak dan Televisi, http://almira-online.port5.com/artikel/artikel_p9.htm, 2007 34 Paul Martin Lester, Visual Communications Images With Messages, Thomson, 2003, hal 213. 18 “ Little Nemo “ di surat kabar, menginspirasinya untuk dibuat menjadi film kartun animasi. Jadilah film kartun pertamanya itu dengan karakter Little Nemo. Film pendek itu menghabiskan waktu selama empat tahun, 4000 warna, 35-mm frame film. Tahun 192435, seniman dari Austria, Max Fleischer dan saudaranya Dave serta inovator radio Lee De Forest, membuat kartun pertama dengan suara, berjudul Oh Mabel. Sangat disayangkan, pada saat itu, bioskop hanya menampilkan versi bisu nya, karena peralatan mereka pada saat itu belum memadai. Selanjutnya Fleischer bekerja sama dengan John Bray membuat film, seperti Out Of The Inkwell. Kemudian ia memproduksi kartun dengan karakter seksi wanita muda bernama Betty Boop (1930), yang dibuat oleh seniman Myron Grim Narwick, dan karakter kartun yang paling terkenal yaitu Popeye (1933). Lebih lanjut, mungkin kita tidak asing dengan nama Walt Disney. Ia dikenal sebagai pembuat film kartun animasi berdurasi panjang pertama. Tapi sesungguhnya, adalah Lotte Reigniger, yang membuatnya. Film pertamanya adalah Adventures of Prince Achmed. Ia telah membuat 60 film selama enam puluh dua tahun kariernya. Karyanya yang paling terkenal antara lain Hansel and Gretel, Jack and the Beanstalk, dan Thumbelina. Walt Disney dikenal pula sebagai animator pertama yang mencampurkan dan memasukan musik, gerakan, suara saling beriringan dengan gambar. Walt Disney bekerja sama dengan Ub Iwerks, membuat film pertama yaitu Alice In Wonderland. Tahun 1935, ia mendirikan studio Hyperion Avenue. Setelah gagal dengan Oswald The Lucky Rabbit, yang hak patennya diambil oleh seorang distributor film-filmnya selama itu, ia pun bangkit dan mulai menciptakan sebuah karakter yang sekarang kita 35 Ibid hal 214. 19 kenal dengan Mickey Mouse. Film Steamboat Willie dikenal sebagai film kartun pertama bersuara didunia. 2.4.1 Anak dan Film Kartun Di Televisi Dewasa ini, salah satu acara yang banyak menjadi pilihan stasiun televisi untuk ditayangkan adalah film kartun. Film kartun pada umumnya berdasarkan cerita-cerita fantasi, karena itu anak-anak menyukai film kartun. Tetapi tidak semua film kartun cocok untuk dikonsumsi anak-anak. Misalkan The Simpson atau Crayon Shincan. Sesungguhnya tidak baik untuk anak-anak karena bercerita dalam bahasa yang kasar dan tingkah laku urakan. Tapi diawal kemunculannya, orang tua membiarkan anak-anak menontonnya karena format penyajiannya dan waktu tayangnya pas dengan waktu anak menonton televisi.36 Dalam hasil dari sebuah penelitian berikut ini, tontonan yang paling diminati anak berdasarkan angket yang disebarkan tabloid Nakita pada Agustus 2007 dan komentar pakar mengenai tayangan yang diteliti, yang melibatkan 55 orang responden dari milis Nakita. Dari 55 responden tersebut, masing-masing: Usia anak 3-5 tahun : 56,36%, 6-8 tahun : 23,6%, 9-12 tahun : 20%. Hasil penelitian akan lamanya menonton televisi dalam sehari : Kurang dari 0,5 jam/hari : 3,63%, 1-3 jam/hari : 34,54%, lebih dari 3 jam/hari : 61,81%.37 Menurut Kidia, untuk menentukan kriteria keamanan acara untuk anak dilihat dari dua sudut pandang yaitu muatan moral dan tingkat kerumitan 36 37 Anak Menonton TV, Kecemasan Para Orang Tua, www.balipost.co.id, 2003 Marfuah Panji Astuti, Tayangan Favorit Anak-Anak, www.mail-archive.com , 2007 20 cerita. Muatan moral yang ditinjau adalah positif dan negatif. Contoh tayangan acara untuk anak-anak yang bermuatan positif adalah: 1. Persahabatan 2. Mengajak pemirsa ikut berpartisipasi. 3. Sikap keberanian dan kemandirian untuk bereksplorasi dan melakukan petualangan menarik. 4. Mengenalkan konsep kreativitas dan kerja keras anak-anak agar mereka mendapatkan hasil yang terbaik dalam kehidupan. 5. Mengembangkan kecerdasan emosi anak-anak, agar sabar dan tenang dalam menghadapi beragam masalah dan keadaan di tempat baru. 6. Mengenalkan konsep persahabatan dan kerja sama. 7. Memberikan pelajaran berharga tentang hidup, seperti bahwa penampilan yang cantik dan rupawan bukanlah segala-galanya dalam hidup. 8. Sikap baik hati, ringan tangan, kerja keras, keberanian, setia kawan, rendah hati. Sedangkan contoh acara anak yang bermuatan negatif adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kekerasan berupa pembunuhan berdarah dengan senjata. Intrik kejahatan. Kisah yang dilatarbelakangi dengan dendam pribadi Menampilkan sifat-sifat tokoh yang pemalas, penakut, cengeng, apatis. Hubungan asmara, ketertarikan antar lawan jenis, kearah seksual. Mistis, magis. Tidak masuk akal. Mencuri demi orang yang dicintai (seolah-olah mendapatkan pembenaran). Hedonis, materialistis, mengutamakan segala sesuatu yang bersifat permukaan38 Elizabeth Wahyudi guru bimbingan konseling dari BPK Penabur mengatakan bahwa, anak-anak yang menyaksikan tayangan televisi yang mengandung kekerasan tanpa kontrol, dapat dikaitkan dengan meningkatnya kekerasan, perilaku agresif, dan hasil belajar yang buruk, sulit mengekspresikan diri, anak-anak tidak akan mendengarkan orang tua berbicara, dan anak-anak meniru kekerasan di televisi. Banyak anak-anak dirusak 'kepekaannya', dan mudah bertindak kasar. Ini merupakan salah satu akibat menonton televisi. Menyaksikan televisi sebelum sekolah, dapat 38 Dewi.H, Loc.cit 21 menurunkan daya tangkap anak-anak terhadap pelajaran di sekolah. 39 Terlalu sering menyaksikan kekerasan, dapat menimbulkan: perilaku agresif, anak menjadi kurang kooperatif (tidak memiliki sikap kerja sama), kurang sensitif kepada yang lain, keyakinan kepada anak-anak, segala persoalan hanya dapat "diselesaikan" lewat kekerasan, anak-anak berpikir dunia televisi menghadirkan dunia nyata, bukan fantasi. Anak - anak menjadi lebih takut, sulit mengekspresikan diri. Apabila sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan di depan televisi, dapat dipastikan juga mereka sering meniru kekerasan 'pahlawan televisi' dan perilakunya. Anak-anak sulit tidur karena berkaitan dengan ketakutan terhadap kekerasan yang ditampilkan di televisi. Penelitian yang dilakukan YKAI pada tahun 2006 terhadap 260 anak-anak sekolah dasar yang ada di Jakarta, membuktikan televisi ternyata media yang banyak ditonton dengan alasan paling menghibur. Kenyataan ini menunjukkan bahwa televisi menjadikan media yang benar-benar disukai anak-anak. Anakanak bersifat lebih pasif dalam berinteraksi dengan televisi, bahkan seringkali mereka terhanyut dalam dramatisasi terhadap tayangan yang ada di televisi40. Masyarakat luas sering menganggap bahwa film kartun pasti aman untuk anak-anak, terutama jika ditambah dengan tulisan “untuk semua umur”. Sayangnya, film “semua umur” itu ternyata bisa mengandung hal-hal yang negatif untuk perkembangan jiwa seorang anak. Jika tidak teliti, mungkin kita tidak menemukan hal yang negatif disana. Jiwa seorang anak berbeda dengan orang dewasa. Jiwa seorang anak masih polos dan mudah menerima sekaligus meniru apa yang dilihatnya, tanpa tahu apakah itu benar atau salah, baik 39 Elizabeth Wahyudi, Pengaruh Televisi Terhadap Perkembangan Jiwa Anak, www.bpkpenabur.com, 1996 40 Mamiek J.M, Loc.cit. 22 ataupun buruk. Apa yang kita anggap hanya kelucuan biasa, bisa ditangkap berbeda oleh mereka. Contoh-contoh lain misalnya yang juga mungkin tampak lucu bagi kita, umpamanya seperti tokoh utama dalam film kartun yang terkena besi dari atas menara sampai tubuhnya pipih, namun tetap hidup lagi. Lalu si tokoh tersebut terkena ketapel keras di dahi dan tiba-tiba muncul benjol besar di sana, dan bintang-bintang tampak menari di sekeliling kepala. Anak-anak pun mungkin tertawa dengan riang, tapi apakah kelucuan yang menyakitkan itu yang ingin kita tanamkan di benak mereka. Mungkin akhirnya, mereka menganggap bahwa mengetapel kepala teman adalah hal yang lucu dan menyenangkan. Tokoh-tokoh dalam film kartun seringkali digambarkan secara hitam putih. Siapa yang jahat dan siapa yang baik tampak jelas. Kebaikan akhirnya menang dan kejahatan selalu kalah. Ide yang ingin disampaikan sebenarnya baik, tapi belum tentu memunculkan hasil yang baik.41 Seorang anak kecil mayoritas belum mengenal dan mengetahui apa itu akting, apa itu efek film, atau apa itu tipuan kamera dan lain sebagainya. Bagi anak-anak, dunia di luar rumah adalah dunia yang sama seperti yang ada di televisi, yang mereka lihat setiap kali. Apabila sering menonton tayangan televisi, terutama film kartun yang mengandung adegan kekerasan di mata anak-anak, kekerasan yang ada menjadi hal yang biasa, dan boleh-boleh saja dilakukan apalagi terhadap orang yang bersalah, karena memang itu semua ditunjukkan dalam film-film. Bahkan ada kecenderungan bahwa orang yang 41Menemani Anak Menonton TV Dirumah Perlukah?, http://almiraonline.port5.com/artikel/artikel_p2.htm, 2007 23 melakukan kekerasan terhadap "orang jahat" adalah suatu tindakan yang heroik, tidak peduli dengan prosedur hukum yang seharusnya berlaku. 42 2.5 Pengertian Kekerasan Berkowitz mendefinisikan agresi atau kekerasan sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental. Hal ini dipertegas lagi menurut Baron, agresi yaitu tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. 43 Berkowitz membedakan agresi dalam dua macam, yakni agresi instrumental (instrumental aggression) yaitu agresi yang dilakukan individu sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu. Agresi disini hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain, misalnya, polisi menembak tahanan yang kabur. Yang kedua adalah agresi benci (impulsive aggression) yaitu agresi yang dilakukan sebagai pelampiasan keinginan untuk melukai atau menyakiti, atau agresi tanpa tujuan selain untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan, atau kematian pada sasaran atau korban. Misalkan seorang pria yang membunuh pacarnya karena cemburu. Melengkapi akan adanya dua jenis agresi (instrumental dan impulsive aggression), peran kognisi sangat besar dalam menentukan apakah suatu perbuatan dapat dikatakan agresi (jika diberi atribusi internal) atau tidak agresi (dalam hal atribusi eksternal). Yang dimaksud atribusi internal adalah adanya niat, motif, atau kesengajaan untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Sedangkan atribusi eksternal yaitu perbuatan yang dilakukan karena desakan situasi, tidak ada pilihan lain atau tidak sengaja 44. 42 Martin Leman, Televisi dan Anak-Anak, http://www.leman.or.id/anakku/TV&anak.html -->Televisi dan Anak, 2000 43 Alex Sobur, Psikologi Umum, CV. Pustaka Setia, 2003, hal 432. 44 Ibid. 24 Dalam media massa terbagi dalam empat macam bentuk kekerasan yakni kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain, kolektif dan skala besar.45 2.5.1 Kekerasan Dalam Tayangan Televisi Kekerasan yang ditayangkan di televisi tidak hanya ada dalam film kartun, film lepas, serial, dan sinetron, misalnya dengan ceceran darah atau meng-close up korban. Oleh karena itu, sebaiknya orang tua jangan terkecoh dengan hanya mensensor adegan seksual, misalnya ciuman. Adegan kekerasan, mulai tembakan, tamparan pipi, jeritan dan teriakan, darah, perkelahian serta saling pukul juga perlu disensor. Jenis film - film laga kepahlawanan (hero) selalu menarik perhatian dan disenangi anak-anak, termasuk balita, sehingga mereka dapat tahan berjam-jam duduk di depan layar kaca. Diduga, selain menghibur, yang terutama bikin "kecanduan" ialah unsur thrill, suasana tegang saat menunggu adegan apa yang bakal terjadi kemudian, karena membuat penonton tidak menjadi bosan dan film terasa tidak datar.46 Perdebatan tentang kekerasan di televisi ini berkisar pada kemungkinan penonton, khususnya anak-anak, meniru perilaku agresif yang ditonton ditelevisi dan film. Seperti di Inggris misalnya, sejak kematian tragis James Bulger, balita yang baru berjalan, pada 1993 di tangan dua anak berusia 10 tahun, setelah diteliti, kedua anak itu baru saja menonton sejumlah video yang menayangkan kekerasan.47 Dari perspektif belajar sosial, anak belajar perilaku dengan meniru apa yang mereka lihat, dan tayangan kekerasan di media agaknya langsung mengarah 45 Sosiologi Komunikasi, Hal…. Agus Surono dan Shinta Teviningrum, Bahaya Tontonan Kekerasan Pada Anak, http://www.indomedia.com/intisari/1999/juli/kekerasan.htm, 1999. 47 Matt Jarvis, Teori-Teori Psikologi :Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan dan Pikiran Manusia, Nusamedia dan Nuansa, 2006, hal 37. 46 25 ke kekejaman perilaku48. Menurut Bandura, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi juga dari peniruan. Perilaku merupakan hasil faktorfaktor kognitif dan lingkungan. Lebih lanjut Bandura menjelaskan proses belajar sosial terbagi dalam empat tahapan proses yakni proses perhatian, proses pengingatan, proses reproduksi motoris dan proses motivasi. Menurutnya, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita. Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa tindakan tertentu (misalnya menolong orang tenggelam) atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai “abstract modeling” (misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas sosial). Kita mengamati peristiwa tersebut dari orangorang sekitar kita bila peristiwa itu sudah diamati, terjadilah tahap pertama belajar sosial: perhatian. Kita baru dapat mempelajari sesuatu bila kita memperhatikannya. Setiap saat kita menyaksikan berbagai peristiwa yang dapat kita teladani, namun tidak semua peristiwa itu kita perhatikan. Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benak benaknya dan memanggilnya kembali ketika mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Untuk mengingat, peristiwa yang diamati harus direkam dalam bentuk imaginal dan verbal. Yang pertama disebut visual imagination, yaitu gambaran mental tentang peristiwa yang kita amati dan menyimpan gambaran itu pada memori kita. Yang kedua menunjukkan 48 Ibid. 26 representasi dalam bentuk bahasa. Menurut Bandura, agar peristiwa itu dapat diteladani, kita bukan saja harus merekamnya dalam memori, tetapi juga harus membayangkan secara mental bagaimana kita dapat menjalankan tindakan yang kita teladani. Memvisualisasikan diri kita sedang melakukan sesuatu disebut sebagai “rehearsal”. Selanjutnya, proses reroduksi artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang kita amati. Tetapi apakah kita betul-betul melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada motivasi? Motivasi bergantung ada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang mendorong kita bertindak: peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarious reinforcement), dan peneguhan diri (self reinforcement). Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar telah kita simpan dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya dalam percakapan dengan kawan kita. Kita akan melakukan hanya apabila kita mengetahui orang lain tidak akan mencemoohkan kita atau bila kita yakin orang lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang disebut peneguhan eksternal. Kita juga akan terdorong melakukan perilaku teladan baik kita melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Secara teoritis, agak sukar orang meniru bahasa Indonesia yang benar bila pejabat-pejabat yang memiliki reputasi tinggi justru berbahasa Indonesia yang salah. Kita memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak mendapat ganjaran (pujian, penghargaan, status, dan sebagainya), tetapi melihat orang lain mendapat ganjaran karena perbuatan yang ingin kita teladani membantu terjadinya reproduksi motor. Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Kita akan mengikuti anjuran 27 berbahasa Indonesia yang benar bila kita yakin bahwa dengan cara itu kita memberikan kontribusi bagi kelestarian bahasa Indonesia. 49 Beberapa penelitian telah dilakukan oleh Paik dan Comstock (1994), Berkowitz (1993), Anderson (1992), untuk menguji kemungkinan ini, dan hasilnya terlihat jelas, pemaparan terhadap kekerasan di media mungkin memang merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada tingginya tingkat kekerasan di negara-negara di mana materi-materi tersebut dilihat oleh sejumlah besar orang 50 . Banyak bukti yang mendukung kesimpulan ini. Contohnya dalam eksperimen laboratorium jangka pendek, anak-anak atau orang-orang dewasa diminta untuk menonton film dan acara televisi yang mengandung kekerasan atau yang tidak mengandung kekerasan, kemudian, kecenderungan mereka untuk melakukan agresi terhadap orang lain diukur. Secara umum, hasil dari eksperimen seperti ini telah mengungkapkan tingkat agresi yang lebih tinggi pada partisipan yang melihat film atau program kekerasan.51 Media massa benar-benar ingin menunjukkan kepada masyarakat konsumennya bahwa ia adalah benar-benar replikasi dari masyarakatnya, karena itu media massa juga harus tampil dalam bentuk kekerasan dan sadistis, media massa juga harus punya wajah seram yang membuat masyarakat merinding dan mengelus dada. Kekerasan dan sadisme media massa dapat disaksikan mulai dari film kekerasan, film horor sampai tayangan kriminalitas. Kekerasan media massa bisa muncul secara fisik maupun verbal bagi media televisi, dari kekerasan dengan kata-kata kasar sampai dengan siaran-siaran 49 Psikologi Komunikasi hal 240 Robert A Baron & Donn Byrne, Psikologi Sosial jilid 2, Erlangga, 2003,hal 147 51 Ibid 50 28 rekonstruksi kekerasan yang dapat ditonton ditelevisi52. Bentuk kekerasan dan sadisme media massa dengan modus yang sama disemua media massa baik cetak maupun elektronik, yaitu lebih menonjolkan kengerian dan keseraman dimana tujuan pemberitaan itu sendiri. Media massa dalam hal ini televisi, membangun emosi melalui acara seperti ini merupakan upaya yang tidak sulit, karena dengan gambar-gambar yang menyeramkan dan sedikit komentar yang cenderung memilukan, emosi masyarakat akan mencapai puncaknya. Semakin menyeramkan, maka semakin ditonton oleh pemirsa, lalu dengan penuh antusias mereka bercerita kepada orang lain sehingga orang itu ingin menyaksikannya di televisi pula. Belson (1978)53 mengatakan bahwa, faktor menonton televisi bertema agresi atau kekerasan tetap merupakan faktor yang paling menentukan tingkat kekerasan pada 1565 anak laki-laki di London. Begitupun dengan penelitian yang dilakukan Eron & Huesman ( 1985 )54, juga menghasilkan kesimpulan yang sama. Diantara 875 anak berumur 8-9 tahun di Amerika, ternyata yang lebih sering menonton televisi bertema kekerasan lebih sering terlibat perilaku agresif. Sebuah survei pernah dilakukan Christian Science Monitor (CSM) tahun 1996 terhadap 1209 orang tua yang memiliki anak umur 2 - 17 tahun. Terhadap pertanyaan seberapa jauh kekerasan di televisi mempengaruhi anak, 56% responden menjawab amat mempengaruhi. Sisanya, 26% mempengaruhi, 5% cukup mempengaruhi, dan 11% tidak mempengaruhi.55 Hasil penelitian Brandon Centerwall dari Universitas Washington memperkuat survei itu. Ia mencari hubungan statistik antara meningkatnya tingkat 52 Sosiologi Komunikasi, op.cit, hal 346 Ibid, hal 318 54 Ibid 55 Paulus Mujiran, Kekerasan Untuk Menyelesaikan Masalah, http://www.sinarharapan.co.id/berita/0612/16/opi01.html , 2006 53 29 kejahatan yang berbentuk kekerasan dengan masuknya televisi di tiga negara (Kanada, Amerika, dan Afrika Selatan). Fokus penelitian adalah orang kulit putih. Hasilnya, di Kanada dan Amerika tingkat pembunuhan di antara penduduk kulit putih naik hampir 100%. Dalam kurun waktu yang sama, kepemilikan televisi meningkat dengan perbandingan yang sejajar. Di Afrika Selatan, siaran televisi baru diizinkan tahun 1975. Penelitian Centerwall dari 1975 - 1983 menunjukkan, tingkat pembunuhan di antara kulit putih meningkat 130%. Padahal antara 1945 1974, tingkat pembunuhan justru menurun56. Centerwall juga menjelaskan, televisi tidak langsung berdampak pada orang-orang dewasa pelaku pembunuhan, tetapi pengaruhnya sedikit demi sedikit tertanam pada si pelaku sejak mereka masih anak-anak. Dengan begitu ada tiga tahap kekerasan yang terekam dalam penelitian yaitu awalnya meningkatnya kekerasan di antara anak-anak, beberapa tahun kemudian meningkatnya kekerasan di antara remaja, dan pada tahun-tahun akhir penelitian di mana taraf kejahatan meningkat secara berarti yakni kejahatan pembunuhan oleh orang dewasa. Penemuan ini sejalan dengan hasil penelitian Lembaga Kesehatan Mental Nasional Amerika yang dilakukan dalam skala besar selama sepuluh tahun. Kekerasan dalam program televisi menimbulkan perilaku agresif pada anak-anak dan remaja yang menonton program tersebut.57 Ron Solby58dari Universitas Harvard mengatakan ada empat macam dampak kekerasan dalam televisi terhadap perkembangan anak. Pertama, dampak aggressor dimana sifat jahat dari anak semakin meningkat. Kedua, dampak korban dimana, anak menjadi penakut, dan semakin sulit mempercayai orang lain. Ketiga, dampak pemerhati, disini anak menjadi makin kurang peduli terhadap kesulitan 56 Ibid. Ibid. 58 Radmarsy, Antara TV, Anak dan Keluarga, http://radmarssy.wordpress.com, 2007 57 30 orang lain. Keempat, dampak nafsu dengan meningkatnya keinginan anak untuk melihat atau melakukan kekerasan. Ada pemaparan bahwa kekerasan di media merupakan penyebab potensial dari munculnya agresi manusia. Individu mungkin belajar cara baru untuk melakukan agresi dari menonton program televisi atau film (cara-cara yang tidak mereka bayangkan sebelumnya), dimana suatu kejahatan yang dilaporkan di media kemudian ditiru oleh mereka yang melihat, memperlihatkan bahwa dampak seperti ini nyata. Selain itu, menonton adegan kekerasan dapat menghidupkan pikiran imajinasi, sehingga pikiran itu masuk ke ingatan dengan lebih cepat. Hal ini, kemudian dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk terlibat dalam agresi terbuka (Anderson, 1997)59. Karena pemaparan terhadap kekerasan di media secara berulang-ulang dapat menguatkan dampak utama tersebut seiring dengan waktu. Dari berbagai penelitian serupa tersebut, dapat dilihat bahwa awalnya penonton mempelajari metode agresi setelah melihat contoh, selanjutnya kemampuan penonton untuk mengendalikan dirinya berkurang dan akhirnya mereka tidak lagi tersentuh oleh orang yang menjadi korban agresi. Jadi film bertemakan kekerasan mengajarkan agresi, mengurangi kendali moral penontonnya dan menumpulkan perasaan mereka.60Terlalu sering menyaksikan kekerasan, menimbulkan: perilaku agresif, anak menjadi kurang kooperatif (tidak memiliki sikap kerja sama), kurang sensitif kepada yang lain. Keyakinan kepada anak-anak, segala persoalan hanya dapat "diselesaikan" lewat kekerasan dan bahwa, dunia televisi menghadirkan dunia nyata, bukan fantasi. Anak-anak menjadi lebih takut. Sulit mengekspresikan diri. Apabila sebagian besar waktu 59 60 Robert A Baron, loc.cit. Psikologi Komunikasi hal 246. 31 anak-anak dihabiskan di depan televisi, dapat dipastikan: Anak-anak tidak akan mendengarkan bila orang tuanya berbicara kepadanya, anak-anak tidak mau berbicara dengan orang tuanya dan anak- anak sulit mengekspresikan diri. Mereka sering meniru kekerasan 'pahlawan televisi' dan perilakunya. Dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 tahun 2007 tentang pedoman perilaku penyiaran Bab 7 bagian kedua pasal 10 tentang Pelarangan dan Pembatasan Adegan Kekerasan dan Sadisme disebutkan bahwa : 1. Program dikatakan mengandung muatan kekerasan secara dominan apabila sepanjang tayangan sejak awal sampai akhir, unsur kekerasan muncul mendominasi program dibandingkan unsur-unsur yang lain, antara lain yang menampilkan secara terus menerus sepanjang acara adegan tembak-menembak, perkelahian dengan menggunakan senjata tajam, darah, korban dalam kondisi mengenaskan, penganiayaan, pemukulan, baik untuk tujuan hiburan maupun kepentingan pemberitaan (informasi). 2. Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program dan promo program yang mengandung adegan di luar perikemanusiaan atau sadistis. 3. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. 4. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan lagu-lagu atau klip video musik yang mengandung muatan pesan menggelorakan atau mendorong kekerasan. 32 5. Program atau promo program yang mengandung muatan kekerasan secara dominan dan jelas, dibatasi waktu penayangannya. Dalam peraturan KPI nomor 03 tahun 2007 tentang Standar Program Siaran pada Bab VIII tentang Pelarangan dan Pembatasan Program Siaran Kekerasan dan Kejahatan dalam Pasal 29 disebutkan bahwa dalam program anak-anak, kekerasan tidak boleh tampil secara berlebihan dan tidak boleh tercipta kesan bahwa kekerasan adalah hal lazim dilakukan dan tidak memiliki akibat serius bagi pelaku dan korbannya. Dalam Pasal 63 Program siaran dengan Klasifikasi „A‟ atau untuk anak-anak mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1. Khusus dibuat dan ditujukan untuk anak. 2. Berisikan isi, materi, gaya penceritaan, tampilan yang sesuai dengan dan tidak merugikan perkembangan dan kesehatan fisik dan psikis anak. 3. Tidak boleh menonjolkan kekerasan (baik perilaku verbal maupun nonverbal) serta menyajikan adegan kekerasan yang mudah ditiru anak-anak. 4. Tidak boleh menyajikan adegan yang memperlihatkan perilaku atau situasi membahayakan yang mudah atau mungkin ditiru anak-anak. 5. Tidak boleh mengandung muatan yang dapat mendorong anak belajar tentang perilaku yang tidak pantas, seperti: berpacaran saat anak-anak, kurang ajar pada orangtua atau guru, memaki orang lain dengan kata-kata kasar. 6. Tidak mengandung muatan yang secara berlebihan mendorong anak percaya pada kekuatan paranormal, klenik, praktek spiritual magis, mistik, atau kontak dengan roh. 7. Tidak mengandung adegan yang menakutkan dan mengerikan. 33 8. Harus mengandung nilai-nilai pendidikan, budi pekerti, hiburan, apresiasi estetik dan penumbuhan rasa ingin tahu mengenai lingkungan sekitar. 9. Jika program mengandung gambaran tentang nilai-nilai dan perilaku antisosial (seperti tamak, licik, berbohong), program tersebut harus juga menggambarkan sanksi atau akibat yang jelas dari perilaku tersebut. 10.Tidak memuat materi yang mungkin dapat mengganggu perkembangan jiwa anak, seperti: perceraian, perselingkuhan, bunuh diri, penggunaan obat bius. 11. Tidak menyajikan gaya hidup konsumtif dan hedonistik61. 2.5.2 Kekerasan Dalam Film Kartun Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suko Widodo dan Yayan Sakti Suryandaru tentang adegan kekerasan pada film kartun Doraemon,62menghasilkan kesimpulan bahwa ada unsur-unsur kekerasan dalam film kartun tersebut seperti kekerasan dengan kata-kata, lalu perusakan barang, kekerasan berupa ancaman dengan senjata serta penganiayaan berat. Bahkan tokoh utamanya pun juga melakukan kekerasan, yakni kekerasan dengan kata-kata walau tidak sebanyak tokoh antagonisnya. Selain itu ada juga penelitian yang dilakukan oleh Hensy Kartika yang meneliti hubungan menonton film kartun bertemakan kekerasan yakni Tom and Jerry dengan perilaku anak63. Hasilnya kelompok yang baru saja menonton kartun tersebut, mereka langsung melakukan tindakan seperti apa yang ditanyakan dalam lembar pertanyaan, langsung meniru atau melakukan tindakan-tindakan 61 www.kpi.go.id Suko Widodo dan Yayan Sakti, Analisis Isi Adegan Kekerasan Pada Film Kartun Doraemon di RCTI, http://www.journal.unair.ac.id, 2001 63 Hensy Kartikha, Hubungan Menonton Film Televisi Bertemakan Kekerasan Terhadap Kecenderungan Perilaku Anak, Skripsi (Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana), 2004 62 34 berdasarkan adegan yang mereka lihat sebelumnya. Susiana Ervinnurahmah dalam penelitiannya tentang pengaruh film televisi Dragon Ball terhadap agresi anak, juga mengatakan bahwa, 64 terlampau sering menonton kartun dengan unsur kekerasan dapat menimbulkan peningkatan agresifivitas pada anak-anak yang menontonnya. Penelitian yang dilakukan Fransiska Mariantje tentang Analisa isi representasi kekerasan dalam film kartun South Park, menghasilkan kesimpulan bahwa Serial South Park ini, tidak dapat lepas dari gambaran kekerasan verbal dan kekerasan fisik yang ada dalam setiap ceritanya. Gambaran kekerasan yang disajikan juga beraneka ragam yang dapat dilihat dari jenisnya, alatnya maupun agamanya. Bahkan untuk memulai suatu cerita pun representasi kekerasan langsung digunakan pada awal cerita65. Sri Andayani (1997) melakukan penelitian terhadap beberapa film kartun Jepang, seperti Sailor Moon, Dragon Ball, dan Magic Knight Ray Earth. Ia menemukan bahwa film tersebut banyak mengandung adegan antisosial (58,4%) daripada adegan prososial (41,6%). Hal ini sungguh ironis, karena film tersebut bertemakan kepahlawanan. Studi ini menemukan bahwa kategori perlakuan antisosial yang paling sering muncul berturut-turut adalah berkata kasar (38,56%), mencelakakan 28,46%), dan pengejekan (11,44%). Sementara itu katagori prososial, perilaku yang kerapkali muncul adalah kehangatan (17,16%), kesopanan (16,05%), empati (13,43%), dan nasihat 13,06%). Temuan ini sejalan dengan temuan YLKI, yang juga mencatat bahwa film kartun bertemakan kepahlawanan lebih banyak menampilkan adegan anti sosial (63,51%) dari pada adegan prososial (36,49%). 66Begitu pula 64 Susiana Ervinurrahmah, Pengaruh Film Televisi Dragon Ball Terhadap Agresi Anak,www.jiptummgdl-s1-2002--4896-agresi - Perpustakaan Pusat Unikom/Jurnal , 2002 65 Fransiska Mariantje, Loc.cit 66 Paulus Mujiran, Loc.cit 35 tayangan film lainnya khususnya film impor membawa muatan negatif, misalnya film kartun Batman dan Superman. Menurut hasil penelitian Stein dan Friedrich di AS menunjukkan bahwa anak-anak menjadi lebih agresif yang dapat dikategorikan anti sosial setelah mereka menonton film kartun seperti Batman dan Superman. 67 Sebagian besar anak hidup di lingkungan keluarga. Pendidikan di keluarga akan memberi landasan bagi kehidupan di masa mendatang. Di sekitar kita, rasanya sering kita melihat anak yang baru saja nonton film cowboy di layar televisi, lalu berlari ke halaman rumah kemudian bergulingguling dan berteriak “dor dor..dor…” sambil memegang pistol mainan atau apa saja yang di pegangnya. Sering pula kita mendengar ucapan-ucapan yang kurang baik dilontarkan mereka menirukan idolanya ditelevisi. Begitu pula bagaimana anak-anak meniru berbagai adegan sadis, sensual, dan erotik yang setiap saat dapat disaksikan melalui layar televisi. Tokoh-tokoh film anak, seperti Superman, Doraemon, Satria Baja Hitam, Power Ranger, dan tokoh lainnya sungguh melekat dalam kehidupan mereka. Bahkan kondisi seperti ini dimanfaatkan betul oleh para pedagang. Mereka membuat busana anak yang mirip dengan para tokoh tersebut, dan hasilnya sangat digemari anak-anak. Sebagai media massa, tayangan televisi memungkinkan bisa ditonton anakanak termasuk acara-acara yang ditujukan untuk orang dewasa. Saat ini setiap stasiun televisi telah menyajikan acara-acara khusus untuk anak. Walaupun acara khusus anak tersebut masih sangat minim. Hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YLKI) (Mulkan Sasmita, 1997), persentase acara televisi yang secara khusus ditujukan bagi anak-anak 67 Ibid 36 relatif kecil, hanya sekitar 2,7 s.d. 4,5% dari total tayangan yang ada. Yang lebih menghawatirkan lagi ternyata persentase kecil inipun materinya sangat menghawatirkan bagi perkembangan anak-anak. Dalam benak banyak orang dewasa, film-film kartun dan film-film robot dianggap merupakan film anak-anak dan cocok dikonsumsi oleh mereka karena format penyajiannya disesuaikan dengan perkembangan anak-anak. Nyatanya tidak semua film-film tersebut cocok dikonsumsi anak-anak. Contohnya Bart Simpson dan "Crayon Sinchan" yang cukup populer di Indonesia, sebenarnya tidak cocok untuk anak-anak, karena bercerita dalam bahasa yang kasar dan tingkah laku urakan. Tetapi di awal kemunculannya, orangtua membiarkan kedua film tersebut ditonton oleh anak-anak karena format penyajian dan jam tayangnya yang pas dengan waktu anak menonton televisi. Setelah berjalan beberapa lama barulah orangtua menyadari kalau tontonan tersebut tidak cocok dan ramai-ramai mengajukan protes kepada stasiun televisi. Akhirnya, kemudian film tersebut diberi keterangan bukan untuk konsumsi anak-anak. Kalau mau lebih teliti, sebenarnya banyak film anak-anak yang justru menampilkan adegan kekerasan dan kata-kata yang kasar (meski tidak sekasar film dewasa), walaupun banyak juga terdapat adegan-adegan kebaikan (karena biasanya film-film tersebut bercerita tentang pertentangan antara kebaikan dan kejahatan). Contoh film-film yang memiliki kedua unsur tersebut adalah film Popeye the Sailor Man, Batman & Robin, Power Puff Girls, Power Ranger dan "Saras 008". Film-film tersebut sangat populer di dalam dunia anak-anak kita sehingga seringkali menjadi model yang ditiru anak-anak. Meskipun mengandung adegan kekerasan, film-film ini sepertinya tidak menimbulkan kecemasan bagi orangtua, karena para orangtua 37 sampai sekarang merasa aman meninggalkan anak-anak ketika menonton filmfilm ini.68 Chris Boyatzi, psikolog dari Bucknell University, Philadelpia Lebih memprihatinkan bahwa film anak-anak dan film kartun pun banyak mengandung adegan kekerasan, misalkan adegan bagaimana Donald Bebek digilas mobil sampai berbentuk rata dengan tanah atau Batman menghajar habis The Joker. Televisi, saat ini, dianggap sebagai media hiburan murah meriah karena tidak perlu mengeluarkan uang setiap menontonnya. Berdasarkan sebuah studi di Amerika Serikat diketahui bahwa rata-rata seorang anak menghabiskan waktu antara tiga sampai tiga setengah jam per hari untuk menonton televisi, termasuk satu jam tayangan iklan. Selama setahun, seorang anak menyaksikan 25.000 iklan di televisi dan 90 persen dari iklan itu ditujukan langsung untuk anak-anak dan menyajikan makananmakanan bergizi rendah. Selama masa sekolah, anak-anak diperkirakan menyaksikan 87.000 tindakan kekerasan di televisi. Film-film kartun juga sering menyuguhkan kekerasan, beberapa di antaranya menggambarkan 84 adegan kekerasan per jam. Dan yang mengerikan, menurut Boyatzi, 75 persen anak-anak menonton TV tanpa didampingi orangtua.69 68 69 Ibid ------, Televisi Picu Sifat Agresor, www.sinarharapan.co.id, 2002 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deksriptif70yakni penelitian yang hanya memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis, atau membuat prediksi. Sedangkan paradigma pendekatan kuantitatif71 dalam komunikasi menekankan kepada pembuktian hubungan-hubungan antara variabel, atau pengaruh antara variabel satu dengan lainnya, atau perbedaan sifat dan kemampuan dari beberapa variabel, maupun indentifikasi terhadap variabel. 3.2 Metode Penelitian Analisis Isi Menurut Krippendorf, Analisis Isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi (cara data dikaitkan dengan konteksnya) yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya 72. Dapat pula diartikan, analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang mempelopori teknik simbol koding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk 70 Metode Penelitian Komunikasi,Jalaludin Rakhmat Op.cit hal 24. Sosiologi komunikasi, op.cit,hal 309. 72 Klaus Krippendorf, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, Rajawali Pers, 2002, hal 15, 71 39 komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain.73 Setiap teknik penelitian mempunyai ranah empirisnya sendiri. Ada beberapa keunggulan analisis isi74 : 1. Analisis isi merupakan sebuah metode yang yang tidak mencolok, sehingga tidak mempengaruhi kewajaran data. 2. Analisis isi menerima materi sebagaimana adanya tanpa disusun terlebih dahulu dalam suatu struktur oleh penelitinya 3. Teknik analisis isi sangat peka terhadap konteks data, dengan demikian mampu mengolah bentuk-bentuk simbolik. 4. Teknik analisis isi dapat menangani data yang jumlahnya sangat besar. Analisis isi menempati kedudukan yang penting di antara berbagai metodologi penelitian karena, mampu menerima komunikasi simbolik yang relatif tidak terstruktur sebagai data dan dapat menganalisa gejala yang tidak teramati melalui media data yang berkaitan dengan gejala tersebut, tanpa menghiraukan bahasa yang digunakan. Karena sebagian besar proses sosial ditransasikan melalui simbol-simbol, maka analisis isi yang paling banyak diterapkan didalam ilmu-ilmu sosial75. Teknik analisis isi pada umumnya memberikan manfaat untuk tiga kegiatan, yakni pertama membuat paparan tentang apa, bagaimana, dan kepada siapa suatu komunikasi dinyatakan; kedua membuat inferensi tentang anteseden mengenai sebab musabab mengapa suatu komunikasi dinyatakan; dan ketiga membuat inferensi tentang apa dampak dari komunikasi yang dinyatakan itu76. 73 Bambang Setiawan dan Ahmad Muntaha, Metode Penelitian Komunikasi, Universitas Terbuka, 2004, Hal 7.9 74 Opcit, Krippendorff hal 28. 75 Opcit, hal 35 76 Opcit, hal 37 40 Analisis isi dapat dipergunakan jika memiliki syarat berikut77: 1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript). 2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut. 3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan/data-data yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat khas atau spesifik. Adapun prosedur dasar pembuatan rancangan penelitian dan pelaksanaan studi analisis isi terdiri dari beberapa langkah yaitu78 1. Merumuskan pertanyaan penelitian. Permulaan penelitian itu adalah adanya rumusan masalah atau pertanyaan penelitian yang dinyatakan secara jelas, tegas, eksplisit, dan mengarah, serta dapat diukur dan untuk dijawab dengan usaha penelitian, sehingga pokok kajian yang spesifik dari problem penelitian mudah dioperasikan dan diukur. 2. Melakukan sampling terhadap sumber-sumber data terpilih Penarikan sampel dilakukan melalui pertimbangan tertentu, disesuaikan dengan rumusan masalah dan kemampuan peneliti. Penarikan sampel dimulai setelah kita menentukan satuan unit analisis. 3. Membuat kategori yang digunakan dalam analisis isi. Setelah menetapkan unit analisis, ditetapkan konstruksi kategori yang mengklasifikasikan isi pesan yang sedang diteliti. Pembuatan alat ukur atau kategori yang akan digunakan untuk analisis didasarkan pada rumusan masalah dan acuan tertentu. 77 78 Bambang Setiawan, Loc.cit Ibid, hal 83 41 4. Melakukan koding data Koding adalah suatu proses dimana data mentah secara sistematis diubah dan dikelompokkan ke dalam unit-unit yang memungkinkan membuat deskripsi karakteristik isi yang relevan. Ringkasnya, data dikumpulkan dengan menggunakan lembar koding yang dibuat berdasarkan kategori yang ditetapkan pada tahap pembuatan alat ukur. 5. Pengumpulan data Memilih sistem perhitungan apa yang akan dipergunakan untuk menghitung data. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar koding yang dibuat berdasarkan kategori yang ditetapkan pada tahap pembuatan alat ukur. 6. Analisa data Analisa data dapat digunakan sesuai dengan unit-unit kategori yang ada, sehingga dapat diketahui hasilnya. Distribusi frekuensi dilakukan untuk mengetahui penyebaran data yang menggambarkan gejala yang diteliti atau ketegori tertentu muncul atau ada. 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi ialah kumpulan objek penelitian79. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah keseluruhan isi dalam film kartun Spongebob Squarepants yang ditayangkan pada hari Senin – Minggu pukul 05.30 dan 06.00 pada periode bulan Agustus 2008. Film kartun ini sekali tayang per-episode nya memakan waktu sekitar 15 menit. Dan sekali tayang dalam durasi waktu 30 menit itu ada dua episode. Populasi yang diambil adalah seluruh episode film kartun 79 Metode Penelitian Komunikasi, hal 78 42 Spongebob Squarepants, selama bulan Agustus 2008. Sehingga jumlah populasi adalah 124 episode. 3.3.2 Sampel Salah satu hal yang menakjubkan dalam penelitian ialah kenyataan bahwa kita dapat menduga sifat-sifat suatu kumpulan objek penelitian hanya dengan mempelajari dan mengamati sebagian dari kumpulan itu. Bagian yang diamati itu disebut sampel80. Teknik sampling yang digunakan adalah adalah probability sampling81 atau sampel probabilitas yaitu penarikan sampel didasarkan atas pemikiran bahwa keseluruhan unit populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel. Karena memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel, maka untuk menjadi sampel, unit-unit populasi harus di acak, oleh karenanya sampel ini disebut juga sampling acakan sederhana atau simple random sampling. Sekalipun secara acakan, karena sifat populasi yang begitu homogen dalam film ini adalah tema cerita yang serupa, karakter pemain yang itu-itu saja, alur cerita yang hampir serupa,dan lainnya. Ada kemungkinan tiap unsur populasi untuk dipilih sebagai sampel, maka sampel yang dihasilkan dari rancangan ini tetap merupakan sampel yang representatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara pengundian. Seluruh populasi dituliskan satu persatu dalam secarik kertas kemudian digulung dan ditaruh dalam suatu wadah lalu dikocok. Kemudian penulis mengambil satu persatu, sesuai yang dibutuhkan. 80 81 Ibid H.M.Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Prenada Media Group, 2006 hal 106. 43 Tidak ada aturan yang tegas tentang jumlah sampel yang dipersyaratkan untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia. Dan tidak ada batasan yang jelas apa yang dimaksud dengan sampel yang besar dan yang kecil. Mengenai jumlah sampel yang sesuai, sering disebut aturan sepersepuluh, 10 persen dari jumlah populasi. Jika jumlah populasi 1000 orang maka sampel 100 orang dianggap cukup memadai. Walaupun ada kalanya kita merasa perlu mengambil lebih dari 10 persen misalkan jumlah populasi sebesar 200 orang, mungkin peneliti akan mengambil tidak hanya 10 atau 20 persen , akan tetapi 50 persen atau lebih. Jumlah sampel banyak bergantung pada faktor-faktor lain seperti biaya, fasilitas, dan waktu yang tersedia.82 Dalam penelitian ini, penulis mengambil sampel sebanyak 25 episode, seperempat dari jumlah populasi, dan ini diangggap sudah cukup memadai karena kehomogenitasan dari sampel yang dipakai. Jadi sampel yang didapat adalah episode ke : 2,10 ,13 ,14 ,15, 28, 31, 35, 44, 47, 50, 54, 57, 59, 63, 70, 74, 76, 78, 83, 94, 102, 105, 107, 110, 113, 116, Adapun dipilihnya sampel di bulan Agustus 2008, karena periode tayangan terbaru episode-episode dari Spongebob Squarepants. No 1 82 Tabel.2 Sampel Episode Yang Menjadi Penelitian Episode Judul : Topik: Sampel Ke : 2 The secret box Menceritakan tentang Patrick yang memiliki sebuah kotak rahasia dan tidak mau berbagi rahasia tersebut dengan sahabat terbaiknya, Spongebob Squarepants. Spongebob penasaran dan berusaha dengan berbagai cara mencari tahu apa isi kotak tersebut S. Nasution, Metode Research, Bumi Aksara, 2006, hal 101 44 2 10 Procrastination 3 13 Im with stupid 4 15 Artist unknown 5 28 Club Spongebob Nyonya Puff memberi tugas pada murid-muridnya untuk membuat essay 800 kata dan harus dikumpulkan esok harinya. Spongebob berusaha membuat tugas itu dengan berbagai cara dan sebelum sungguh-sungguh mengerjakannya, ia mencari-cari alasan dan cara untuk menunda sementara tugas itu. Orang tua Patrick akan datang berkunjung. Dan Patrick takut orang tuanya akan menganggap ia masih bodoh. Spongebob menolong Patrick dengan rela berpura-pura menjadi orang yang bodoh. Dan ternyata keadaan menjadi diluar kendali, Patrick dan orang tua nya semakin seenaknya mengejek Spongebob. Spongebob belajar seni membuat patung pada Squidward. Ternyata Spongebob lebih hebat dari Squidward. Tapi Squidward berkata pada Spongebob kalau ia tidak mahir. Spongebob pun menyerah sampai akhirnya ada seorang kolektor patung tertarik dengan hasil Spongebob, Squidward berusaha keras mencari Spongebob yang menghilang dan meratapi nasibnya. Patrick dan Spongebob membentuk sebuah klub yang disebut klub rahasia, mereka tinggal dalam sebuah kardus. Squidward yang merasa terganggu dengan kebisingan mereka mulai mengacau. Sampai 45 akhirnya mereka terdampar disebuah daerah yang tidak berpenghuni. 6 31 The bully 7 35 Idiot box 8 44 No weenies allowed 9 47 Squilliam return 10 50 Wet painters 11 54 Krab borg Ada seorang anak baru di sekolah Spongebob. Dan ternyata anak baru itu suka sekali meyakiti orang lain dengan cara menendang bokong orang lain. Spongebob dan Patrick berkhayal didalam sebuah kotak. Squidward merasa terganggu dengan kebisingan yang mereka buat dan menganggap mereka aneh. Tapi akhirnya Squidward masuk juga kedalam kotak itu. Spongebob berlatih karate bersama Sandy. Ketika melihat tempat untuk bertarung, Spongebob ingin ikutan tapi dipandang remeh oleh penjaga dan disuruh ikut ke tempat untuk para orang-orang yang dianggap lemah. Squidward bertemu dengan Squilliam. Squidward berbohong pada Squiliam, berkata bahwa ia memiliki restoran. Squidward panik dan membuat rencana dadakan begitu tahu Squilliam ingin mendatangi restorannya. Spongebob dan Patrick mendapat tugas untuk mengecat rumah Tuan Krab. Karena ceroboh, cat mengenai koleksi uang Tuan Krab, Spongebob dan Patrick mencari cara bagaimana menutupinya. Akibat menonton acara TV tentang robot, Spongebob jadi berpikir semua yang disekitarnya adalah robot, 46 12 57 Rock a bye bivalve 13 59 Chocolate with nuts 14 63 New student starfish 15 70 The paper 16 74 Grandma’s kisses 17 76 Squidville dan ia semakin ketakutan sendiri dan mulai menduga-duga kalau Tuan Krab juga termasuk salah satu robot. Spongebob dan Patrick mengadopsi seekor bayi kerang. Terjadi beberapa kekacauan dan salah paham ketika mereka berdua merawat bayi kerang itu. Spongebob dan Patrick sepakat dan bercita-cita untuk menjadi seorang pengusaha. Mereka pun memutuskan untuk berjualan coklat. Patrick menjadi murid baru disekolah Spongebob. Karena keisengan Patrick, Spongebob dan Patrick di hukum oleh Nyonya Puff. Squidward membuang sebuah kertas, dan diambil Spongebob kemudian dibuat menjadi apa saja. Dan itu menganggu Squidward, sampai akhirnya Squidward memohon untuk mendapat kertas itu kembali. Spongebob berkunjung kerumah neneknya.Ketika sampai ditempat kerja orang-orang meledek nya ketika melihat tanda kecupan dari neneknya didahi Spongebob. Sejak itu Spongebob berusaha menjadi orang dewasa, tapi akhirnya ia menyerah. Squidward akhirnya pindah kesuatu tempat dimana semuanya sesuai keinginannya dan memiliki keseragaman dalam hal apapun. Lama-lama ia menjadi bosan dan mulai berulah. 47 18 78 Missing identity 19 83 Spongebob meet the Strangler 20 94 Good neighbours 21 102 Patrick smart pants 22 105 Krusty tower 23 110 Wishing u well 24 113 Once bitten Spongebob kebingungan mencari tanda identitasnya yang hilang. Ia meminta bantuan Patrick untuk mencarinya. Spongebob bertemu dengan seorang buronan dan menegurnya karena membuang sampah sembarangan. Dan setelah melaporkan kepolisi, ia baru tahu kalau orang itu buronan yang paling dicari polisi. Buronan itu kabur dan memburu Spongebob. Squiward berencana untuk santai dihari minggu. Tapi Patrick dan Spongebob menganggunya terus. Sampai akhirnya mengakibatkan Squidward dalam masalah. Patrick tiba-tiba menjadi pintar. Dan membuat kaget orang-orang terutama Spongebob dengan kejeniusannya itu. Tapi hal itu membuat persahabatan Patrick dan Spongebob merenggang. Krab membangun hotel dengan pelayanan apapun terhadap pelanggan. Squidward kesal karena terus menerus harus melayani permintaan pelanggan yang aneh-aneh. Ia pun beralih menjadi pelanggan dan meminta permintaan yang aneh. Krab membuat sumur permintaan untuk mengumpulkan uang dari orang-orang yang membuang uang. Dan menyuruh Spongebob menjaganya. Gary mendadak sakit. Dan tiba-tiba ia menggigit semua orang yang ia temui. 48 25 116 Hocus pocus Sampai tersebarlah sebuah penyakit siput gila. Tapi keadaan mereda dan kembali tenang ketika seorang dokter memberi tahu apa penyebab Gary sakit dan mengobatinya. Spongebob membeli peralatan sulap baru. Dan ia pikir ia berhasil mengubah Squidward dan kembali lagi kewujud semula. Ia tidak tahu kalau ia dibohongi si tukang sulap itu. 3.4 Definisi dan Operasionalisasi Kategorisasi 3.4.1 Definisi Kategorisasi 1. Kecenderungan Bentuk Kekerasan. Kekerasan atau agresi adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud menyakiti atau merugikan orang lain.83.Menurut Berkowitz, melengkapi akan adanya dua jenis agresi (instrumental dan impulsive aggression), peran kognisi sangat besar dalam menentukan apakah suatu perbuatan dapat dikatakan agresi (jika diberi atribusi internal) atau tidak agresi (dalam hal atribusi eksternal). Atribusi internal adalah adanya niat, motif, atau kesengajaan untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Sedangkan atribusi eksternal yaitu perbuatan yang dilakukan karena desakan situasi, tidak ada pilihan lain atau tidak sengaja 84. Dalam hal ini, kekerasan di media massa terdiri dari beberapa macam, seperti kekerasan terhadap diri sendiri, menyakiti diri sendiri. Kedua, kekerasan kepada orang lain, seperti menganiaya atau menyakiti orang lain, membentak orang lain, mengejek orang lain, ketiga adalah kekerasan kolektif seperti perkelahian massal, 83 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial : Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial, Balai Pustaka, 2002, hal 297 84 Ibid. 49 komplotan penjahat melakukan perampokan, demonstrasi disertai dengan merusak, perusakan barang-barang atau properti milik umum atau orang lain dan keempat kekerasan dengan skala yang lebih besar, seperti peperangan dan terorisme.85 Ini yang menjadi dasar operasionalisasi kategorisasi digabung dengan peraturan KPI nomor 03 tahun 2007 tentang standar program siaran pada bab VIII tentang pelarangan dan pembatasan program siaran kekerasan dan kejahatan dalam pasal 29 disebutkan bahwa dalam program anak-anak, kekerasan tidak boleh tampil secara berlebihan dan tidak boleh tercipta kesan bahwa kekerasan adalah hal lazim dilakukan dan tidak memiliki akibat serius bagi pelaku dan korbannya. Serta pada yang terdapat pada pasal 63 program siaran dengan klasifikasi „A‟ atau untuk anak-anak Dalam penelitian ini kekerasan adalah segala macam bentuk, baik itu perilaku maupun ucapan yang bertujuan menyakiti orang lain atau diri sendiri dalam film kartun Spongebob Squarepants pada periode bulan Agustus 2008. Penelitian ini akan melihat bentuk kekerasan pada film kartun Spongebob Squarepants berdasarkan enam jenis kategori, yaitu : kategori tokoh pemeran yang memiliki karakter atau melakukan kekerasan, kategori kekerasan terhadap diri sendiri, kategori kekerasan terhadap orang lain, kategori kekerasan dengan perusakkan barang, kategori kekerasan dengan menggunakan alat, dan kategori kekerasan verbal. 2. Film Kartun Spongebob Squarepants Film kartun ini di produksi oleh Nickelodeon dan tayang di Indonesia di stasiun Global TV setiap hari, pukul 05.30 dan 06.00. Film kartun ini 85 Sosiologi Komunikasi, Op.cit 50 menceritakan tentang kehidupan spons laut yang tinggal di dasar laut disebuah kota bernama Bikini Bottom. Inti cerita dari film ini adalah persahabatan Spongebob dengan Patrick, dan teman-teman yang lain yang melakukan aktifitas selayaknya manusia pada umumnya. 3.4.2 Operasionalisasi Kategori 3.4.2.1 Kategori Pemeran yang Melakukan Kekerasan Tokoh pemeran adalah pemain-pemain yang ada dalam sebuah film. Dalam sebuah film, tentunya tiap tokoh pemeran memerankan karakter dan pribadi yang berbeda-beda. Dalam penelitian tentang kecenderungan bentuk kekerasan dalam film kartun Spongebob Squarepants dengan sampel penelitian di bulan Agustus 2008 kategorisasinya adalah tokoh pemeran yang melakukan kekerasan dalam tiap episode yang menjadi sampel. Dan tokoh pemeran dalam film kartun tersebut adalah seluruh tokoh pemeran utama dan pendukung atau yang muncul hanya satu kali dalam film kartun ini yang melakukan kekerasan. Adapun tokoh pemerannya adalah sebagai berikut : Tabel.3 Kategori Nama Pemeran No Nama Pemeran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Spongebob Squarepants Patrick Gary Squidward Tentacle Sandy Cheeks Plankton Tuan Krab Nyonya Puff Polisi Squilliam Pengunjung Warga 51 3.4.2.2 Kategori Kekerasan Terhadap Diri Sendiri Kekerasan terhadap diri sendiri adalah segala macam perbuatan yang menggambarkan bentuk-bentuk kekerasan terhadap diri pribadi orang tersebut baik fisik maupun psikis, baik yang disengaja ataupun tidak ataupun yang dibuat seakan itu hal yang lucu. Dalam penelitian ini terbagi menjadi : Tabel.4 Kategori Kekerasan Terhadap Diri Sendiri No Kekerasan Terhadap Diri Sendiri 1 Membenturkan 2 Menyetrum 3 Menyalahi diri sendiri / mengasihani diri sendiri 4 Melukai / mencelakai diri sendiri /anggota tubuh 5 Mengigit 6 Menabrakkan 3.4.2.3 Kategori Kekerasan Terhadap Orang Lain Kekerasan terhadap orang lain yaitu segalaa macam perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti orang lain baik fisik maupun psikis dan baik yang disengaja ataupun tidak atau dengan maksud ditampilkan seakan hal tersebut lucu. Dalam penelitian ini dibagi menjadi : 52 Tabel.5 Kekerasan Terhadap Orang Lain No Kekerasan Terhadap Orang Lain 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Melempar Mendorong Membanting Mengikat Menendang Menampar Memukul Menimpa Menginjak Menyetrum Menarik Mengigit Memaksa Meracuni Melukai / mencederai Menyiram Mengusir 3.4.2.4 Kategori Kekerasan dengan Perusakan Barang / Tempat Perusakan barang-barang disini bukan hanya sekedar melempar, membanting, menghancurkan sesuatu, tapi termasuk akibat dari suatu yang berakibat rusaknya barang-barang misalnya peledakan, merusak property atau tempat milik umum atau pribadi, membuat kerusuhan, kebakaran, atau menyerbu seseorang atau tempat. Dalam penelitian ini terbagi menjadi : 53 Tabel 6 Kategori Kekerasan Dengan Perusakan Barang / Tempat No Perusakan barang 1 2 3 4 Membanting Menginjak Membakar Demonstrasi / rusuh Merusak /menghancurkan Memecahkan 5 6 3.4.2.5 Kategori Kekerasan Menggunakan Benda Segala bentuk kekerasan dengan suatu benda atau alat, tidak terbatas pada senjata tajam ataupun senjata api, bahkan bisa berupa benda-benda kecil, segala benda atau alat apapun dalam film ini yang digunakan sehingga terjadi sebuah tindakan kekerasan. Dalam penelitian ini terbagi menjadi: Tabel 7 Kategori Kekerasan Dengan Benda No Kekerasan dengan benda 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jaring Stik kayu Tong Pintu Jangkar Minuman Tongkat Tas Obor Kardus Mesin 54 3.4.2.5 Kategori Kekerasan Verbal Kategori dalam bentuk kekerasan suara ini adalah kategori kekerasan dengan kata-kata seperti mengumpat, olok-olok, hinaan, perkataan melecehkan, meledek, menertawakan, segala sesuatu yang menyebabkan lawan bicara tersinggung, emosi, marah, bahkan membuat terperdaya dan akhirnya melakukan tindakan atau kata-kata kasar. Misalnya kata-kata : dasar bodoh, awas kamu, dasar pendek, dan lainnya. Ataupun mengakibatkan orang lain menjadi dengki. Dalam penelitian ini terbagi menjadi: Tabel 8 Kategori Kekerasan Verbal No Kekerasan verbal 1 2 Mengumpat Menghina / mencela / meledek Melecehkan / menyepelekan Menertawakan Membentak / memaki Mengancam Memarahi / marah-marah Menuduh / menyalahi Menghasut Membohongi / menipu Iri hati / dengki 3 4 5 6 7 8 9 10 11 55 Tabel 9 Tabel keterangan kecenderungan bentuk kekerasan film kartun Spongebob Squarepants berdasarkan kategori dan indikator Unit Analisis Kategori Tokoh Pemeran yang Melakukan Kekerasan. Dimensi/indikator Semua tokoh dalam setiap episode yang menjadi sampel yang melakukan kekerasan. Kekerasan terhadap diri sendiri Segala bentuk kekerasan fisik atau psikis baik itu yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak (ditampilkan dengan maksud menimbulkan kesan lucu) terhadap diri sendiri dalam bentuk apapun. Kekerasan terhadap orang lain Kekerasan secara fisik atau psikis yang dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti orang lain dengan cara apapun. Kecenderungan bentuk kekerasan pada film kartun Spongebob Squarepants 56 Kekerasan dengan Perusakkan barang / tempat Menghancurkan, membanting, membakar barang atau property atau tempat milik orang lain atau juga milik pribadi, demonstrasi atau perkelahian massal dengan merusak, menabrakan dsb. Kekerasan dengan benda Bentuk kekerasan dengan menggunakan benda atau alat yang ditujukan untuk menyakiti diri sendiri ataupun orang lain. Kekerasan verbal. Mengumpat, menghina, marah-marah ataupun bentuk perkataan lainnya yang menyebabkan lawan bicara tersinggung, marah. Termasuk didalamnya mencoba menghasut orang lain, membohongi orang lain bahkan iri dan lainnya Kecenderungan kekerasan pada film kartun Spongebob Squarepants 57 3.5 Uji Reliabilitas. Reliabilitas menyangkut ketepatan alat ukur. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas apabila dipergunakan berkali-kali oleh peneliti yang sama atau peneliti lain tetap memberikan hasil yang sama. 86 Makna dari uji realibilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama87. Dalam penelitian ini cara yang digunakan adalah : 3M CR = N1 + N2+N3 CR adalah coefisient reliabilitas, M adalah jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua orang pengkode, N1, N2 dan N3 adalah jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkode. Dan apabila hasil coefisient reliabilitas diatas 90 persen, maka hasil penelitian dinyatakan reliabel.88 Adapun koder dalam penelitian ini adalah seorang psikolog anak-anak, seorang guru sekolah dasar dan dosen metode penelitian. 3.6 Teknik Pengumpulan Data 3.6.1 Data Primer Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi yakni, mengamati dan menghitung tampilan atau bentuk yang mengandung unsur kekerasan berdasarkan kategorisasi yang telah ditentukan terlebih dahulu. Isi pesan dalam film Spongebob Squarepants tersebut dihitung berdasarkan frekuensi tampilan kekerasan dalam setiap episode cerita. Studi dokumentasi ini 86 Jalaludin Rakhmat, op.cit, hal 17. Husein Umar, Metode Riset Komunikasi Organisasi, PT.Gramedia Pustaka Utama, 2002, hal 108. 88 Roger D Wimmer dan Joseph Dominick, Mass Media Research An Introduction, Wadsworth Publishing , hal 174 87 58 berupa menganalisis film kartun Spongebob Squarepants dengan cara melakukan pengamatan secara langsung menonton film kartun Spongebob Squarepants pada episode yang menjadi sampel selama periode bulan Agustus 2008. Setelah frekuensi tampilan atau bentuk kekerasan tersebut di catat. Setelah mencatat sesuai bagian atau kategori yang diteliti kemudian melakukan tabulasi data ke dalam tabel-tabel yang sudah dibuat berdasarkan kategori penelitian. 3.6.2 Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari literatur buku-buku, majalah, surat kabar, internet serta penelitian-penelitian terdahulu yang akan digunakan untuk menambah perspektif dan ketajaman analisis peneliti dalam menjawab permasalahan penelitian ini. 3.7 Unit Analisis Unit adalah fungsi dari fakta empiris, tujuan penelitian dan tuntutan yang dibuat oleh berbagai teknik yang ada. Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis dengan cara menatapkan unit, yaitu unit tematik. Unit ini digunakan untuk melihat keseluruhan isi dari film kartun Spongebob Squarepants. Unit ini diidentifikasi dengan kesesuaiannya dengan definisi struktural tentang isi cerita, penjelasan dan interpretasi. Unit yang dipakai dalam penelitian ini berdasarkan tipe unit adalah unit pencatatan. Unit pencatatan adalah bagian khusus dari isi yang dapat dikenali dengan menempatkannya dalam kategori yang ada.89 89 Klaus Krippendorf, hal 75. 59 3.8 Teknik Analisis Data Tujuan analisa data dalam penelitian ini adalah untuk menyempitkan dan membatasi penemuan-penemuan hingga menjadi data yang teratur, tersusun dengan baik, yang ditampilkan dalam table frekuensi dan presentasi. Analisa dilakukan dengan cara ketiga koder atau juri diberi lembar koding untuk menilai setiap isi dari lembaran tersebut berdasarkan pemahamannya terhadap kategori yang ada. Kemudian hasil penilaian koder tersebut dihitung untuk menemukan koefisien keandalan. Apabila hasilnya menunjukkan nilai yang tinggi diatas 90%, maka nilai kesepakatan antar juri dapat terandalkan. Lalu peneliti melakukan koding dan menampilkan dalam bentuk table frekuensi dan presentase. 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sekilas tentang Global TV Didirikan pada awal 1999 dan memulai debutnya pada Oktober 2001. Global TV dengan cepat mengidentifikasikan diri sebagai stasiun televisi swasta termuda di Indonesia dengan target pemirsa berjiwa muda. Global TV mengudara 24 jam non-stop meliputi Jabotabek, Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta. Sejak Januari 2005, Global TV memperluas jangkauan siar ke lebih dari 18 kota di Indonesia dan berhasil menambah warna baru dalam gaya hidup entertainment dengan kombinasi program-program luar negeri dan lokal. Pada Februari 2006, Global TV menandatangani perjanjian kerja sama dengan MTV Network dan Nickelodeon untuk menampilkan program-program mereka ke layar kaca. Perubahan ini sekaligus menandakan perubahan konsep Global TV yang akan melayani kebutuhan hiburan untuk pemirsa berjiwa muda juga keluarga dinamis dari segala segmentasi di Indonesia. Untuk menghibur para pemirsa berjiwa muda, Global TV masih menyuguhkan program-program hits dari MTV. Sedangkan untuk pemirsa cilik, Global TV menyajikan rangkaian program mendidik yang berhasil memenangkan berbagai penghargaan persembahan dari Nickelodeon, salah satunya adalah Spongebob Squarepants. 61 4.2 Sekilas Tentang Film Kartun Spongebob Squarepants Film kartun Spongebob Squarepants diciptakan oleh seorang ahli biologi laut dan animator : Stephen Hillenburg. Film ini menceritakan kehidupan di suatu dasar laut di Samudera Pasifik yang bernama Bikini Bottom. Stephen Hillenburg membentuk tokoh-tokoh dalam kartun ini layaknya sifat-sifat manusia umumnya, dalam bentuk pemain yang unik dan lucu. Tokoh utama yaitu : Spongebob Squarepants itu sendiri yang digambarkan dalam rupa sebuah spons berwarna kuning, yang tinggal di sebuah rumah berbentuk nanas dan memiliki seekor peliharaan seekor siput yang bertingkah laku seperti seekor kucing. Spongebob memiliki sahabat baik serta tetangga yaitu : Patrick, berupa bintang laut berwarna merah muda yang sangat lugu dan cenderung bodoh. Mereka juga bertetangga dengan Squidward Tentacle, seekor gurita yang senang bermain klarinet, di mana ia dan Spongebob bekerja di restoran Krusty Krab milik Tuan Krabs yang menjual krabby patty, yaitu sebuah burger yang sangat digemari seluruh penghuni Bikini Bottom. Pemilik Krusty Krab, yakni Tuan Krab, boss dari Spongebob dan Squidward, adalah seekor kepiting berwarna merah yang dominan dan sangat matrealistis. Ia memiliki seorang anak yang bernama Pearl, berbentuk seekor ikan. Tuan Krab memiliki saingan atau musuh bernama Plankton, seekor mahluk plankton kecil berwarna hijau yang selalu berusaha mencuri resep rahasia krabby patty dengan berbagai cara secara licik. Selain itu, ada binatang darat, Sandy Cheeks, seekor tupai yang tinggal di ruang beroksigen. Ia selalu menggunakan penutup kepala beroksigen dengan baju selama selama berada di luar rumah. 62 Tak ketinggalan juga nyonya Puff, seekor ikan yang berprofesi sebagai guru disekolah mengemudi tempat Spongebob belajar. Banyak juga tokoh lainnya yakni para ikan yang berpakaian seperti ikan. Lucunya ikan yang digambarkan juga memakai pita rambut, pemerah pipi dan bibir, serta kacamata. Selain itu penampilan, sifat dari tokohnya juga meniru manusia. Sebut saja Spongebob yang sangat jujur dan polos. Begitu juga dengan Squidward yang sangat kaku, egois, kuper, dan pembenci. Lalu Pearl yang merupakan sosok gadis lincah. Sementara Tuan Krab digambarkan sebagai tuan yang tamak, kikir, dan hanya berpikir tentang uang. Kelucuan-kelucuan dalam cerita serial ini bersumber dari perilaku sehari-hari Spongebob yang polos, optimis, selalu ceria, dan memiliki prasangka baik terhadap siapapun. Terkadang perilaku ini membawa bencana, dimanfaatkan, atau terjadi salah pengertian kala dipadu dengan sifat-sifat mahluk lain yang tinggal di Bikini Bottom. 4.3 Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada bab empat ini penulis akan membahas data yang dikumpulkan berdasarkan hasil lembar koding para koder, sehingga dapat diketahui seperti apa kecenderungan bentuk kekerasan yang ada pada film kartun Spongebob Squrepants, sesuai dengan tujuan penelitian ini. Spongebob menceritakan tentang kehidupan para mahluk laut yang digambarkan atau dibuat selayaknya tokohtokoh orang dewasa. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif karena menggunakan bahan dokumentasi atau kepustakaan dalam menjalankan penelitiannya. Dan penelitian ini bersifat deskriptif, karena dalam melakukan penelitian, peneliti mengumpulkan informasi aktual secara rinci untuk melukiskan gejala yang ada. Penelitian ini 63 menggunakan metode analisis isi karena ingin menyampaikan isi yang terdapat pada film kartun Spongebob Squarepants. Kekerasan umumnya merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, kekerasan adalah ancaman atau penggunaan kekuatan fisik untuk menimbulkan kerusakan pada orang lain baik fisik ataupun psikis tapi dapat juga terhadap diri sendiri. Film Spongebob Squarepants dapat dikategorikan sebagai film yang mengandung kekerasan, didalam film ini terdapat berbagai bentuk kekerasan baik yang dilakukan sendiri ataupun kepada orang lain dan secara fisik ataupun psikis. Sekarang ini beragam film kartun mulai banyak menghiasi layar televisi kita. Waktu penayangannya pun cukup sering, dari pagi hingga menjelang malam. Acara kartun ini juga diminati berbagai kalangan terutama anak-anak. Orang tua yang tidak terlalu peduli dengan isi dari film kartun tersebut pun membiarkan anak-anaknya untuk menonton selama dan sepuas mingkin selama anaknya tidak rewel. Tokoh-tokoh dari berbagai kartun ini pun menjadi idola anak-anak, dan mereka hafal betul dengan setiap tokohnya, bahkan beberapa barang mereka sukai pun bergambar tokoh kartun kegemarannya. Film kartun sangat identik dengan anak-anak, dan karena peminatnya cukup banyak tidak mengherankan kartun juga menjadi salah satu acara unggulan di beberapa stasiun televisi. Namun sangat disayangkan, tidak semua isi film kartun tersebut mendidik atau ada beberapa bagian yang sepatutnya tidak ditayangkan untuk konsumsi anak-anak. Hal ini dapat dilihat dari berbagai hasil penelitian tentang acara televisi khususnya film kartun, yang ternyata banyak dianggap tidak baik untuk ditonton 64 anak-anak karena mengandung unsur-unsur kekerasan dan tidak mendidik. Dalam penelitian ini dari 25 sampel episode, disetiap episode tersebut selalu saja ada suatu unsur bentuk kekerasan didalamnya. Hal ini akan dapat merugikan anakanak yang menontonnya, karena anak bagaikan kertas putih, ia akan menyerap apapun yang ia lihat dan pelajari, apalagi hal itu adalah sesuatu yang berunsur kekerasan, sekalipun misalnya bentuk kekerasan itu ditampilkan dalam cara yang lucu khas film kartun, tapi bukan tidak mungkin anak akan mengikutinya karena menganggapnya suatu hal yang wajar dan lucu. Dalam bab empat ini penulis akan melakukan penghitungan lembar koding dan mendeskripsikan hasil penghitungan dalam bentuk uraian dan tabel. Penulis membagi nya menjadi kecenderungan tokoh pemeran yang melakukan kekerasan, kecenderungan kekerasan terhadap diri sendiri, kecenderungan kekerasan terhadap orang lain, kecenderungan kekerasan dengan perusakan barang, kecenderungan kekerasan dengan menggunakan benda, kecenderungan kekerasan verbal dari penelitian tentang kecenderungan bentuk kekerasan pada film Spongebob Squarepants. Berikut adalah hasil penelitian oleh ketiga koder, yang bertujuan untuk menguji sejauhmana alat pengukur (kategorisasi) dapat dipercaya atau diandalkan bila dipakai lebih dari satu kali untuk mengukur gejala yang sama. Dalam hasil pembahasan ini penulis, telah membuat tabel berikut ini jenis kategori bentuk kekerasan pada film kartun Spongebob Squarepants : Berikut dibawah ini adalah hasil perhitungan lembar koding yang disetujui oleh ketiga koder berdasarkan masing-masing kategori. 1. Kategori pemeran yang melakukan kekerasan Koefisien Keandalan : 3.25 25+25+25 = 75 = 100% 75 65 Berdasarkan hasil penghitungan diatas, nilai koefisien kehandalan antar koder dalam menilai tokoh pemeran adalah : 100% 1. Kategori kekerasan terhadap diri sendiri : Koefisien Keandalan : 3.16 = 48 = 100% 16+16+16 48 Berdasarkan hasil penghitungan diatas, nilai koefisien kehandalan antar koder dalam menilai kekerasan terhadap diri sendiri adalah : 100% 2. Kategori kekerasan terhadap orang lain : Koefisien Keandalan 3.16 = 48 = 100% 16+16+16 48 Berdasarkan hasil penghitungan diatas, nilai koefisien keandalan antar koder dalam menilai kekerasan terhadap orang lain adalah : 100%. 3. Kategori kekerasan dengan perusakan barang atau tempat: Koefisien keandalan : 3.12 = 36 = 100% 12+12+12 36 Berdasarkan hasil penghitungan diatas, nilai koefisien keandalan antar koder dalam menilai kekerasan dengan perusakan barang adalah : 100% 4. Kategori kekerasan dengan menggunakan benda : Koefisien keandalan : 3.8 = 24 = 100% 8+8+8 24 Berdasarkan hasil penghitungan diatas, nilai koefisien keandalan antar koder dalam menilai kekerasan dengan menggunakan alat adalah : 100% 5. Kategori kekerasan verbal : Koefisien keandalan : 3.25 = 75 = 100% 25+25+25 75 Berdasarkan hasil penghitungan diatas, nilai koefisien keandalan antar koder dalam menilai verbal adalah : 100% 66 4.3.1 Kecenderungan Pemeran Yang Melakukan Kekerasan Tabel 10 Hasil Analisis Isi Kategori Pemeran Yang Melakukan Kekerasan N=25 NO TOKOH PEMERAN FREKUENSI PRESENTASE 1 1A. Spongebob 5 20% 2 1B. Patrick 0 0 3 1C. Gary 0 0 4 1D. Squidward 2 8% 5 1E. Sandy 0 6 1F.Plankton 0 0 7 1G. Krab 0 0 8 1H.Puff 0 0 9 1I.Squilliam 0 0 10 1J.Pengunjung 0 0 11 1K.Warga 0 0 12 Perpaduan 1A&1B 6 24% 13 3 12% 1 4% 15 Perpaduan 1A,B &D Perpaduan 1A,B,D,J &I Perpaduan 1A,B &G 1 4% 16 Perpaduan 1A&D 2 8% 18 Perpaduan 1A,B&H 1 4% 19 Perpaduan 1A,B & K Perpaduan 1D&G 1 4% 1 4% Perpaduan 1A,B,D&G Perpaduan 1B,C,D,K JUMLAH 1 4% 1 4% 25 100% 14 20 21 22 0 67 Tokoh pemeran terbagi menjadi sebelas yaitu : Spongebob Squarepants, Patrick, Gary, Squidward Tentacle, Sandy, Plankton, Tuan Krab, Nyonya Puff, Squilliam, pengunjung, warga. Sisanya adalah penambahan, penggabungan dari dua karakter atau lebih. Tokoh pemeran dalam hal ini adalah semua pemain dalam film kartun ini yang berhubungan dengan penelitian baik pemeran utamanya, pemeran pendamping ataupun yang hanya tampil satu kali. Kategori ini mendapat kehandalan 100% dari penghitungan ketiga koder. Berdasarkan tabel 10 terlihat bahwa jenis tokoh pemeran dari film kartun Spongebob Squarepants yang berjumlah 25 sampel lebih cenderung kepada kategori tokoh pemeran utama itu sendiri yakni Spongebob Squarepants yakni mahluk laut berwarna kuning berbentuk sponge dan sahabat baik nya Patrick yang berwujud seekor bintang laut dengan frekuensi 6 atau 24% yaitu pada tayangan episode : 1. The secret box 2. Im with stupid 3. Artist unknown 4. No weenies allowed 5. Rock a bye bivalve 6. Patrick smartpants Penulis mengambil contoh beberapa episode yang masuk kedalam kategori ini yaitu sampel episode The Secret Box, dimana tangan Spongebob putus karena ditarik Patrick ketika merebut sebuah barang. Atau misalkan dalam episode Im with stupid, dimana Patrick menertawakan dan menghina Spongebob karena berbuat sesuatu yang bodoh, sehingga mengakibatkan Spongebob sakit hati. Misalkan lagi dalam episode Patrick Smartpants, dimana Patrick memukul Spongebob dengan jaring dan 68 menyakiti dirinya dengan terjun dari jurang saat berlari-lari dan dikisahkan ia tidak menjadi bodoh lagi. Sesuai hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa kecenderungan bentuk kekerasan yang tertinggi dalam kategori tokoh pemeran yang melakukan kekerasan adalah si tokoh utama itu sendiri yakni, Spongebob Squarepants. Dinilai dari banyaknya keluar nama Spongebob dalam sampel dan kategori yang menjadi penelitian baik secara pribadi maupun dalam kategori perpaduan. Penulis menyimpulkan tingginya frekuensi kecenderungan bentuk kekerasan terhadap tokoh pemeran yang melakukan kekerasan dalam film kartun Spongebob Squarepants ini dipengaruhi oleh tingginya frekuensi tindakan, perilaku, kata-kata yang berunsur kekerasan dalam tiap-tiap episode yang menjadi sampel. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa contoh episode yang telah disebutkan diatas yang menggambarkan tindakan atau kata-kata yang dilakukan, walaupun itu mungkin dilakukan dengan penggambaran atau tampilan yang dibuat lucu, tetapi hal itu sudah menghasilkan adanya suatu bentuk kekerasan. Hal ini juga berlaku pada tokoh pemeran lainnya dalam film kartun ini seperti Patrick, Squidward dan lainnya, termasuk didalamnya pemeran yang hanya terlihat satu kali atau sekilas saja yang terdapat dalam kategori pilihan pemeran lainnya tapi juga melakukan atau mengatakan sesuatu yang mengandung unsur kekerasan. Dalam film diseluruh episode yang menjadi sampel penelitian selalu saja ada tokoh pemeran yang melakukan kekerasan. 69 4.3.2. Kecenderungan Kekerasan Terhadap Diri Sendiri Tabel 11 Hasil Analisis Isi Kekerasan terhadap Diri Sendiri N=25 NO KEKERASAN TERHADAP DIRI SENDIRI 1 2A.Membenturkan FREKUENSI PRESENTASE 1 6% 2 2B. Menyetrum 0 0 3 3 19% 8 51% 5 2C. Menyalahi /Mengasihani 2D. Melukai/ Mencederai 2E. Mengigit 1 6% 6 2F. Menabrak 0 0 7 Perpaduan 2B,C&D 1 6% 8 9 Perpaduan 2D &F Perpaduan 2C,D &F JUMLAH 1 1 16 6% 6% 100% 4 Kekerasan terhadap diri sendiri terbagi menjadi enam yaitu membenturkan , menyetrum, menyalahi atau mengasihani diri sendiri, melukai atau mencederai diri sendiri, menabrakkan, mengigit. Sisanya adalah penambahan atau perpaduan dari dua kategori atau lebih. Kekerasan terhadap diri sendiri adalah segala bentuk perlakuan, tindakan secara fisik ataupun psikis dengan tujuan untuk menyakiti dengan berbagai macam bentuk atau cara, yang diperuntukkan kepada diri sendiri. Kategori ini mendapat kehandalan sebesar 100% dari ketiga koder. Berdasarkan tabel 11 terlihat bahwa kategori kekerasan terhadap diri sendiri yang berjumlah 25 sampel episode lebih cenderung tinggi kepada melukai atau mencederai diri sendiri atau anggota tubuh, yaitu segala bentuk perlakuan kasar secara 70 fisik termasuk didalamnya menjadikan anggota tubuh terbelah, hancur, cedera atau mungkin terlepas dengan tujuan menyakiti dirinya, meskipun itu mungkin ditampilkan dengan lucu sekalipun. Kategori dengan pilihan ini mendapat frekuensi 8 atau 51%, yaitu tayangan episode: 1. Artist unknown 2. No weenies allowed 3. Squilliam return 4. Wet painters 5. Spongebob meets the strangler 6. Wishing u well 7. Once bitten 8. Hocus pocus Penulis mengambil contoh pada beberapa episode misalkan episode wishing u well, dimana Squidward terjerembab kedalam sumur sehingga luka. Atau dalam episode once bitten, Squidward diceritakan membuat jari dan tangan nya terluka saat membangun pagar kayu dan berulang-ulang. Lalu dalam episode wet painters, dimana diceritakan Spongebob matanya sampai pecah keluar karena takut dimarahi oleh Krab akibat tidak mengerjakan tugasnya dengan baik, atau Patrick dengan sengaja menarik bulu hidungnya sehingga merasa kesakitan dengan maksud untuk dipakai mengecat. Sesuai hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa kecenderungan bentuk kekerasan yang tertinggi dalam kategori kekerasan terhadap diri sendiri adalah melukai atau mencederai diri sendiri. Penulis menyimpulkan tingginya frekuensi kecenderungan bentuk kekerasan terhadap diri sendiri ini dipengaruhi oleh tingginya frekuensi tindakan, perilaku, kata-kata yang berunsur kekerasan dalam tiap-tiap episode yang menjadi sampel. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa contoh 71 episode yang telah disebutkan diatas yang menggambarkan tindakan atau kata-kata yang dilakukan, walaupun itu mungkin dilakukan dengan penggambaran atau tampilan yang dibuat lucu, tetapi hal itu sudah menghasilkan adanya suatu bentuk kekerasan. Hal ini juga berlaku pada berbagai bentuk cara kekerasan terhadap diri sendiri lainnya. Dalam film diseluruh episode yang menjadi sampel penelitian selalu saja ada kecenderungan kekerasan terhadap diri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa film kartun Spongebob Squarepants ini mengandung unsur kekerasan. 4.3.3 Kecenderungan Adegan Kekerasan Terhadap Orang Lain. Tabel 12 Hasil Analisis Isi Kategori Kekerasan Terhadap Orang Lain N=25 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 KEKERASAN TERHADAP FREKUENSI ORANG LAIN 3A. Melempar O 3B.Mendorong 1 3C. Membanting 0 3D. Mengikat 1 3E. Menendang 0 3F. Menampar 0 3G. Memukul 1 3H. Menimpa 0 3I.Menginjak 0 3J. Menyetrum 0 3K. Menarik 1 3L. Mengigit 1 3M. Memaksa 2 3N.Meracuni 0 3OMelukai 0 3P.Menyiram 1 3Q. Mengusir 0 Perpaduan 3C,F,N 1 Perpaduan 1 3A,E,F,G,I,O Perpaduan 3D, P 1 Perpaduan 3A,D , G 1 PRESENTASE 0 6,25% 0 6,25% 0 0 6,25% 0 0 0 6,25% 6,25% 12,5% 0 0 6,25% 0 6,25% 6,25% 6,25% 6,25% 72 22 23 24 25 Perpaduan 3B, M Perpaduan 3E,H,J,Q Perpaduan 3G&H Perpaduan 3L& P JUMLAH 1 1 6,25% 6,25% 1 1 16 6,25% 6,25% 100% Kategori kekerasan terhadap orang lain terbagi menjadi tujuh belas yaitu : Melempar, mendorong, membanting, mengikat, menendang, menampar, memukul, menimpa, menginjak , menyetrum, menarik, menggigit, memaksa, meracuni, melukai atau mencederai, menyiram, mengusir. Sisanya adalah penambahan dari perpaduan dua pilihan kategori atau lebih. Kekerasan terhadap orang lain adalah segala bentuk tindakan, perilaku atau perbuatan dengan tujuan menyakiti orang lain secara fisik ataupun psikis dengan berbagai cara termasuk didalamnya menggunakan alat bantu atau benda. Kategori ini mendapat kehandalan sebesar 100% dari penghitungan ketiga koder. Berdasarkan table 12 diatas terlihat bahwa kekerasan terhadap orang lain yang berjumlah 25 sampel lebih cenderung kepada memaksa dengan frekuensi 2 atau 12,5% yaitu tayangan episode : 1. Club Spongebob 2. Krusty tower Penulis mengambil contoh pada dua episode diatas, misalkan pada episode club spongebob, Squidward memaksa untuk memasuki rumah kayu Spongebob dan Patrick walau sudah dilarang keras, karena kesal dan ingin tahu apa yang mereka lakukan. Sedangkan dalam episode Krusty tower, Krab memaksa Squiward untuk terus menerus bekerja memenuhi segala keinginan para tamu sekalipun itu permintaan nya tidak biasa. 73 Sesuai hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa kecenderungan bentuk kekerasan yang tertinggi dalam kategori kekerasan terhadap orang lain adalah dengan memaksa. Penulis menyimpulkan tingginya frekuensi kecenderungan bentuk kekerasan terhadap orang lain ini dipengaruhi oleh tingginya frekuensi tindakan, perilaku, kata-kata yang berunsur kekerasan dalam tiap-tiap episode yang menjadi sampel. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa contoh episode yang telah disebutkan diatas yang menggambarkan tindakan atau kata-kata yang dilakukan, walaupun itu mungkin dilakukan dengan penggambaran atau tampilan yang dibuat lucu, tetapi hal itu sudah menghasilkan adanya suatu bentuk kekerasan. Hal ini juga berlaku pada berbagai bentuk cara kekerasan terhadap orang lainnya. Dalam film ini, diseluruh episode yang menjadi sampel penelitian selalu saja ada kecenderungan kekerasan terhadap orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa film kartun Spongebob Squarepants ini mengandung unsur kekerasan. Bahkan lebih banyak dan beragam dibandingkan dengan kekerasan terhadap diri sendiri. 74 4.3.4. Kecenderungan Kekerasan Dengan Perusakkan Barang Tabel 13 Hasil Analisis Isi Kategori Kekerasan Dengan Perusakan Barang atau Tempat N=25 NO 1 PERUSAKAN BARANG 4A. Membanting 2 FREKUENSI PRESENTASE 0 0 4B. Menginjak 0 0 3 4C. Membakar 1 8,3% 4 0 0 2 17% 6 4D. Demonstrasi /rusuh 4E. Merusak /menghancurkan 4F. Memecahkan 1 8,3% 7 Perpaduan 4 A,E,F 1 8,3% 8 Perpaduan 4D&E 1 8,3% 9 10 11 12 Perpaduan 4E&F Perpaduan 4A,E,F Perpaduan 4A,E Perpaduan 4A,B,C,D,E Perpaduan 4C,D,E Perpaduan 4B,E JUMLAH 1 1 1 1 8,3% 8,3% 8,3% 8,3% 1 1 12 8,3% 8,3% 100% 5 13 14 Kategori kekerasan dengan perusakan barang terbagi menjadi enam yakni membanting, menginjak, membakar, demonstrasi atau rusuh, merusak atau menghancurkan, memecahkan. Sisanya adalah penambahan atau perpaduan dari kategori yang ada. Kekerasan dengan perusakan barang atau tempat adalah segala bentuk tindakan kekerasan atau sebagai bentuk meluapkan emosi amarah yang dilakukan dengan sengaja yang bertujuan menjadikan suatu barang atau beberapa barang atau suatu tempat menjadi rusak atau hancur berantakan sebagai akibat dari perbuatan kekerasan tersebut. Kategori ini mendapat kehandalan sebesar 100% dari penghitungan ketiga koder. 75 Berdasarkan table 13 Terlihat bahwa kekerasan dengan perusakan barang dari film kartun Spongebob Squarepants yang berjumlah 25 sampel lebih cenderung tinggi kepada perusakan barang dengan merusak atau menghancurkan yakni segala bentuk tindakan kekerasan yang berakibat hancur berantakannya suatu tempat atau beberapa barang sekaligus dan menjadi porak-poranda tidak berbentuk, dan ini mendapat frekuensi 2 atau 17%, yaitu tayangan episode : 1. Secret box 2. Krusty tower Dalam episode secret box misalkan, Spongebob merusak, menghancurkan barang-barang dirumah Patrick sehingga berantakan dimana-mana, terjatuh dimanamana ketika ingin mencari tahu apa isi kotak rahasia milik Patrick. Sedangkan dalam Krusty tower, krusty tower menjadi hancur berantakan karena squidward melompat kedalam bak berisi air yang dibuat seperti kolam renang ketika ia menginap disana. Dalam meneliti analisis isi kecenderungan bentuk kekerasan pada film kartun Spongebob Squarepants, hasil analisa tertinggi akan kategori kekerasan dengan perusakan barang atau tempat adalah dengan merusak atau menghancurkan. Sesuai hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa kecenderungan bentuk kekerasan yang tertinggi dalam kategori kekerasan denga perusakan barang atau tempat adalah dengan merusak atau menghancurkan. Penulis menyimpulkan tingginya frekuensi kecenderungan bentuk kekerasan dengan perusakan barang ini dipengaruhi oleh tingginya frekuensi tindakan, perilaku yang disertai emosi, amarah yang berunsur kekerasan dalam tiap-tiap episode yang menjadi sampel. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa contoh episode yang telah disebutkan diatas yang menggambarkan tindakan yang dilakukan, walaupun itu mungkin dilakukan dengan penggambaran atau tampilan yang dibuat lucu, tetapi hal itu sudah menghasilkan adanya suatu 76 bentuk kekerasan. Hal ini juga berlaku pada berbagai bentuk kekerasan lainny dalam kategori ini. Dalam film ini, diseluruh episode yang menjadi sampel penelitian selalu saja ada kecenderungan kekerasan terhadap orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa film kartun Spongebob Squarepants ini mengandung unsur kekerasan. 4.3.5 Kecenderungan Kekerasan Dengan Benda / Alat Tabel 14 Hasil Analisis Isi Kategori Kekerasan dengan Benda atau Alat NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kekerasan dengan menggunakan alat / benda 5A Jaring 5B Stik kayu 5C Tong 5D Pintu 5E Jangkar 5F Minuman 5G Tongkat 5H Tas 5I Obor 5J Kardus 5K Mesin Perpaduan 5C,D,E Perpaduan 5F,G,H Perpaduan 5A,I JUMLAH Frekuensi N=25 Persentase 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 2 1 1 1 8 12,5% 12,5% 0 0 0 0 0 0 0 12,5% 25% 12,5% 12,5% 12,5% 100% Kategori kekerasan dengan menggunakan benda terbagi menjadi sebelas, yaitu jaring, stik kayu, tong, pintu, mesin, jangkar, minuman, tongkat, tas, obor, kardus. Sisanya adalah penambahan dari perpaduan pilihan-pilihan kategori yang ada. Kekerasan dengan menggunakan benda atau alat adalah segala bentuk tindakan kekerasan terhadap orang lain ataupun diri sendiri dengan menggunakan suatu media atau benda atau alat dalam bentuk dan jenis apapun untuk menyakiti orang lain atau 77 diri sendiri. Kategori ini mendapat kehandalan sebesar 100% dari penghitungan ketiga koder. Berdasarkan tabel 14 terlihat bahwa kekerasan dengan benda yang berjumlah 25 sampel lebih cenderung tinggi kepada kategori kekerasan dengan benda yakni mesin dipilih oleh koder dengan frekuensi 2 atau 25% yaitu tayangan episode: 1. Squidville 2. Good neighbours Pada episode Squidville, Spongebob dan Patrick bermain dengan mesin yang baru didapat mereka dan menghisap semua benda ataupu orang. Bahkan bagianbagian tubuh dan rumah Squidward yang menjadi korban kejahilan mereka dapat berpindah tempat. Ketika pindah tempat, disebuah komunitas yang serupa dengan dirinya, Squidward bermain dengan sebuah mesin peniup dan menjahili semua orang yang ada disekitarnya. Pada episode good neighbours, mesin yang dibeli Squidward untuk menjaga rumahnya, tapi nyatanya mesin itu menyerang dirinya. Sesuai hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa kecenderungan bentuk kekerasan yang tertinggi dalam kategori kekerasan dengan menggunakan alat atau benda adalah mesin. Penulis menyimpulkan tingginya frekuensi kecenderungan bentuk kekerasan dengan menggunakan benda atau alat ini dipengaruhi oleh tingginya frekuensi tindakan, perilaku yang disertai emosi, amarah yang berunsur kekerasan dalam tiap-tiap episode yang menjadi sampel. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa contoh episode yang telah disebutkan diatas yang menggambarkan tindakan yang dilakukan, walaupun itu mungkin dilakukan dengan penggambaran atau tampilan yang dibuat lucu, tetapi hal itu sudah menghasilkan adanya suatu bentuk kekerasan. Hal ini juga berlaku pada berbagai macam bentuk pilihan kekerasan lainnya dalam kategori ini. Dalam film ini, diseluruh episode yang menjadi sampel 78 penelitian selalu saja ada kecenderungan kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa film kartun Spongebob Squarepants ini mengandung unsur kekerasan. 4.3.6 Kecenderungan Kekerasan Verbal Tabel 16 Hasil Analisis Isi Kategori Kekerasan Verbal N=25 NO Kekerasan Verbal Frekuensi Persentase 1 2 6A Mengumpat 6B Menghina / mencela /meledek 6C Melecehkan /menyepelekan 6D Menertawakan 6E Membentak / memaki 6F Mengancam 6G Memarahi /marah-marah 6H Menuduh / menyalahi 6I Menghasut 0 0 0 0 1 4% 0 0 0 1 0 0 0 0 0 4% 0 0 1J Membohongi 1K Iri /dengki Perpaduan 6C,D,E,G Perpaduan 6B,C,D,G Perpaduan 6C,E,G,J Perpaduan 6B,C,D,E,G Perpaduan 6B,F Perpaduan 6A,B,C,D,E,G Perpaduan B,C,F,G Perpaduan A,F,G Perpaduan F,G,H,J Perpaduan B,C,F,G,H Perpaduan C,D,G,H,J Perpaduan B,D,E,G Perpaduan A,C,E,G Perpaduan B,D,G,K Perpaduan A , E Perpaduan E, G Perpaduan E,F,G,J Perpaduan A,B,D,E,G,H Perpaduan A,E,G,I Perpaduan E,G,K JUMLAH 0 0 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 25 0 0 4% 4% 4% 8% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 8% 4% 4% 8% 4% 4% 4% 4% 100% 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 79 Kekerasan verbal terbagi menjadi sebelas yaitu mengumpat, menghina, melecehkan, menertawakan, membentak, mengancam, memarahi atau marah-marah, menuduh, menghasut, membohongi, dan dengki. Sisanya adalah Kekerasan verbal adalah : segala macam bentuk kekerasan dengan perkataan untuk meluapkan emosinya, termasuk didalamnya menunjukkan sebuah bentuk kebencian, iri hati , dengki dan lainnya. Kategori ini mendapat kehandalan sebesar 100% dari penghitungan ketiga koder. Berdasarkan tabel 16 terlihat bahwa kekerasan verbal dari film kartun Spongebob Squarepants yang berjumlah 25 sampel lebih cenderung tinggi kepada kategori kekerasan verbal dengan perpaduan mengumpat, menghina, melecehkan, menertawakan, membentak dan marah-marah yang terdapat pada tabel 16 nomor 15, 24 dan 27 dengan frekuensi 2 atau 8%. Dan dari ketiga perpaduan pilihan yang ada tersebut dikecilkan lagi sesuai dengan jumlah terbanyak dan yang sama diantara ketiganya yakni membentak atau memaki dan memarahi atau marah-marah, yang terdapat tayangan episode 1. Club Spongebob 2. Squilliam return 3. The paper 4. Missing identity 5. Patrick Smartpants 6. Wishing u well Penulis mengambil contoh dari beberapa episode diatas. Misalkan pada episode Squilliam return, dimana Squidward marah-marah dan membentak Krab karena terus menerus harus bekerja. Dan Squilliam yang dahulunya merupakan teman 80 sekolah Squidward menertawakan dan menghina Squidward karena tidak sukses seperti dirinya, Squilliam menyepelekan Squidward ketika bertemu “oh lihatlah sukses, didalam segala hal yang kau gagal mendapatkannya “atau “biar ku ingat dulu apa saja yang bisa kau capai. Atau pada episode the paper, dimana Squidward marah-marah kepada Spongebob karena terus menganggunya dengan kertas yang ia temukan. Dan pada episode missing identity, Spongebob marah-marah terhadap Patrick karena lupa urutan pengulangan yang harus ia lakukan dan tidak dapat bekerja pada proses pencarian kartu identitas Spongebob yang hilang. Penulis menyimpulkan tingginya frekuensi kecenderungan bentuk kekerasan verbal ini dipengaruhi oleh tingginya frekuensi tindakan, perilaku dan kata-kata yang disertai emosi, amarah yang berunsur kekerasan dalam tiap-tiap episode yang menjadi sampel. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa contoh episode yang telah disebutkan diatas yang menggambarkan kata-kata dan tindakan yang dilakukan, walaupun itu mungkin dilakukan dengan penggambaran atau tampilan yang dibuat lucu, tetapi hal itu sudah menghasilkan adanya suatu bentuk kekerasan. Hal ini juga berlaku pada berbagai macam bentuk pilihan kekerasan lainnya dalam kategori ini. Dalam film ini, diseluruh episode yang menjadi sampel penelitian selalu saja ada kecenderungan kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa film kartun Spongebob Squarepants ini mengandung unsur kekerasan. 81 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang kecenderungan bentuk kekerasan pada film kartun Spongebob Squarepants di Global TV, periode Agustus 2008, yang terbagi menjadi enam kategori, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada kategori pemeran yang melakukan kekerasan, kecenderungan tertinggi adalah Spongebob Squarepants dan Patrick dengan frekuensi 6 atau 24% dari kesebelas karakter pemeran yang masuk kedalam kategori ini. 2. Untuk kategori kekerasan terhadap diri sendiri, kecenderungan tertinggi adalah melukai atau mencederai diri sendiri dengan frekuensi 8 atau 51%, dari keenam sub kategori atau pilihan yang termasuk dalam kategori ini. 3. Pada kategori kekerasan terhadap orang lain terbagi menjadi tujuh belas bagian atau sub kategori, dan kecenderungan kekerasan tertinggi adalah memaksa, dengan frekuensi 2 atau 12,5%. 4. Kecenderungan tertinggi pada kategori kekerasan dengan perusakan barang atau tempat adalah dengan merusak yang mendapat frekuensi 2 atau 17% diantara keenam macam sub kategori atau pilihan lainnya. 5. Kategori kekerasan dengan menggunakan benda atau alat, kecenderungan tertinggi adalah mesin diantara sebelas pilihan lainnya, dan mendapat frekuensi 2 atau 25%. 82 6. Untuk kategori kekerasan verbal, kecenderungan tertinggi adalah dengan membentak atau memaki dan memarahi atau marah-marah diantara kesebelas pilihan lainnya, dan mendapat frekuensi 2 atau 8%. Film kartun Spongebob Squarepants ini, menurut hasil penelitian tidak dapat lepas dari berbagai bentuk kekerasan dalam setiap ceritanya, bahkan yang menjadi sampel bahan penelitian, selalu saja ada bentuk kekerasan dalam setiap episodenya. Sekalipun adegan-adegan dalam film ini dibuat agar suatu hal terlihat lucu atau ditampilkan sedemikian rupa sehingga terkesan lucu, tapi tetap mengandung kekerasan. Karena itu bisa disimpulkan bahwa film ini memang mengandung kekerasan. Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak semua tayangan televisi terutama film kartun baik untuk dikonsumsi anakanak. 83 5.2 Saran 1. Penelitian telah membuktikan, bahwa film kartun Spongebob Squarepants yang telah peneliti teliti memiliki banyak kecenderungan bentuk kekerasan di dalamnya. 2. Film kartun ini kurang baik untuk dikonsumsi oleh anak-anak, sehingga ada baiknya apabila film kartun ini dikategorikan sebagai film bimbingan orang tua dan pihak stasiun televisi yang menayangkan dengan jelas memberi keterangan dalam kategori yang manakah film ini atau film kartun lain yang ditayangkan. Karena itu jika penyajian film kartun yang mengandung bentuk kekerasan ini tidak disajikan dengan pesan-pesan moral yang dapat mengimbangi setiap ceritanya, dikhawatirkan akan menyebabkan atau menimbulkan pengaruh yang tidak baik untuk dikonsumsi oleh anak-anak yang dapat menyebabkan perilaku buruk pada anak akibat dari adanya tayangan tersebut. 3. Jangan sampai menimbulkan suatu akibat yang tidak diinginkan baru kita mengambil tindakan, karena kecenderungan masyarakat pada umumnya adalah demikian. Oleh karena itulah orang tua sangat diharapkan untuk mendampingi anak saat menonton dan dapat memilah-milah film kartun mana yang baik yang boleh ditonton oleh anak-anak dan bersikap kritis. Selain itu beri batasan waktu menonton televisi dan seleksi acara televisi apa saja yang boleh dan tidak ia tonton dan paling penting adalah awasi, dampingi dan beri penjelasan dan ajak anak untuk membahas acara-acara televisi yang ia lihat, terangkan apa yang baik dan tidak. 84 4. Bangunlah komunikasi yang akrab dengan anak dan antar keluarga sehingga anak merasa terbuka, kritis dan menjadi lebih tahu lagi akan apa yang positif dan negativ. 5. Sedangkan dari pihak stasiun televisi agar lebih selektif dalam memilih program tayangan televisi untuk anak-anak serta jam tayangnya tidak bertepatan ketika anak-anak harus belajar. Pilah acara-acara dengan baik agar sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan sesuai peraturan dan beri keterangan yang jelas dalam setiap program acara yang ditayangkan. . DAFTAR PUSTAKA Buku : Baron A Robert dan Donn Byrne, Psikologi Sosial Jilid 2, Erlangga, 2003. Bungin, Burhan H.M, Sosiologi Komunikasi, Prenada Media Group, 2006. ------------------------------, Metode Penelitian Kuantitatif, Prenada Media Group, 2006. Chen, Milton, Mendampingi Anak Menonton Televisi, Gramedia Pustaka Utama, 2005 Effendy, Uchana Onong, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya,2005. --------------------------, Dinamika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, 2002. Hurlock, Elizabeth, Perkembangan Anak Jilid 1, Erlangga, 1978. Hawadi, Akbar Reni, Psikologi Perkembangan Anak, Grasindo, 2001 Jarvis, Matt, Teori-Teori Psikologi : Pendekatan Modern Untuk Memahami Perilaku,Perasaan, dan Pikiran Manusia, Nusamedia dan Nuansa, 2006. Krippendorrf, Klaus, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, Rajawali Pers, 1991. Lester, M Paul, Visual Communication Images With Messages, Thomson, 2003. Morissan, Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio dan Televisi, Ramdina Prakarsa, 2005. Nasution S, Metode Research, Bumi Aksara, 2006 Pareno, Abede Sam, Praktik Penulisan Naskah TV, Papyrus, 2003. Rakhmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, 2002. -------------------, Metode Penelitian Komunikasi, Remaja Rosdakarya, 2005. Sarwono, W Sarlito, Psikologi Sosial : Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial, Balai Pustaka, 2002. Setiawan, Bambang dan Ahmad Muntaha, Metode Penelitian Komunikasi,Universitas Terbuka, 2004 Suprapto, Tommy, Pengantar Teori Komunikasi, Media Pressindo, Yogyakarta, 2006. Sobur, Alex, Psikologi Umum, Pustaka Setia, 2003. Umar, Husein, Metode Riset Komunikasi Organisasi, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002 Wienir, Paul dan Michael H Walizer, Metode dan Analisis Penelitian Mencari Hubungan Jilid 2, Erlangga, 1987. Wimmer, Roger D dan Joseph Dominick, Mass Media Research An Introduction, Wadsworth Publishing. Sumber Lain : Anwas M Oos, Televisi, Anak dan Keluarga, http://almiraonline.port5.com/artikel/artikel_p8.htm, 2007 AGB Nielsen, Pilihan Tontonan Untuk Anak Semakin Banyak, www.agbnielsen.co.id, 2008. Anak Menonton Tv, Kecemasan Para Orang Tua, www.balipost.co.id, 2003 Astuti Marfuah Panji, Tayangan Favorit Anak-Anak, www.mail-archive.com , 2007 Bawias, Fransiska Mariantje, Analisis Isi Representasi Kekerasan Dalam Film Kartun Southpark, Skripsi Fakultas Ilmu Komunikasi Kristen Petra, 2007 Budianto, Agung. Efek Kognitif dan Afektif Tayangan Film Kartun Spongebob Squarepants di Global Tv, Skripsi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana, 2007 Dewi. H, Dunia Tanpa Tv Mungkinkah, www.kidia.org, 2007 Ervinurrahmah Susiana, Pengaruh Film Televisi Dragon Ball Terhadap Agresi Anak,www.jiptumm-gdl-s1-2002--4896-agresi - Perpustakaan Pusat Unikom/Jurnal , 2002 Harry Puspito, Anak dan Televisi, http://almira-online.port5.com/artikel/artikel_p9.htm, 2007 Imam, Saiful, Nonton Tv Cukup 30 Menit, www.mail-archive.com/[email protected], 2007 Kartikha, Hensy, Hubungan Menonton Film Televisi Bertemakan Kekerasan Terhadap Kecenderungan Perilaku Anak, Skripsi Universitas Mercu Buana, 2004 Leman, Martin, Televisi dan Anak-Anak, http://www.leman.or.id/anakku/tv&anak.html -> Televisi dan Anak, 2000 Mamiek, J.M, Balita Anda Perilaku Agresif Akibat Televisi, http://[email protected]/milisbalita.php, 2001 Mujiran, Paulus, Kekerasan Untuk Menyelesaikan Masalah, http://www.sinarharapan.co.id/berita/0612/16/opi01.html , 2006 Menemani Anak Menonton Tv Dirumah Perlukah?, http://almiraonline.port5.com/artikel/artikel_p2.htm, 2007 Nurdianyah, Rusdy , Mengugat Film Kartun, www.republika.co.id, 2005. Radmarsy, Televisi: Guru Setia Yang Ajarkan Anak Amoral, Borju dan Kekerasan, http://radmarssy.wordpress.com/2007, 2007 Radmarsy, Antara Tv, Anak dan Keluarga, http://radmarssy.wordpress.com, 2007 Sinar Indonesia Baru, Stop Tayangan Kekerasan dan Seks di Televisi, http://www.opini.wordpress.com, 2006. Surono Agus dan Shinta Teviningrum, Bahaya Tontonan Kekerasan Pada Anak, http://www.indomedia.com/intisari/1999/juli/kekerasan.htm, 1999. Smart School Redaksi, Televisi Teman atau Musuh, www.e-smartschool.com, 2008 Wahyudi Elizabeth, Pengaruh Televisi Terhadap Perkembangan Jiwa Anak, www.bpkpenabur.com, 1996 Widodo Suko dan Yayan Sakti, Analisis Isi Adegan Kekerasan Pada Film Kartun Doraemon di RCTI, http://www.journal.unair.ac.id, 2001 www.kpi.go.id www.wikipedia.org ------, Televisi Picu Sifat Agresor, www.sinarharapan.co.id, 2002