BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Translation atau terjemahan Bahasa Inggris, baik dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia atau sebaliknya akhir-akhir ini sedang sangat dibutuhkan atau sangat populer. Hal ini mungkin disebabkan meningkatnya kesadaran masyarakat bahwa Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional sangat diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Karena populernya terjemahan dewasa ini, seorang penerjemah seharusnya mampu menganalisis bahasa sumber dengan baik karena hal ini lah yang paling utama demi tersampaikannya terjemahan yang benar (Nababan, 2008: 3). Ada dua macam translation yang umum kita temui, yakni tertulis dan lisan. Dalam terjemahan lisan, ada istilah interpreter dan juga dubbing atau sulih suara. Lisa Ho melalui Abbas (2008) menyatakan bahwa dubbing adalah mengganti audio bahasa sumber (bahasa asing bersangkutan) dengan bahasa sasaran. Sulih suara atau dubbing sekarang ini banyak sekali kita temui di negara kita, seperti film, drama atau kartun anak-anak. Dari ketiga hal itu, kita amati kartun anak-anak lah yang paling banyak di sulih suara di Indonesia. Hal itu mungkin desebabkan oleh beberapa faktor, seperti misalnya pihak penyiaran ingin memberikan pesan-pesan moral yang positif kepada anak-anak Indonesia melalui hal yang sifatnya tidak menggurui dan dapat menghibur anak-anak. Dari banyaknya kartun anak-anak tersebut, kartun produksi perusahaan Amerika Serikat yang bernama Nickelodeon nampaknya yang paling banyak 1 2 mendapat pusat perhatian. Selain genre film nya yang bervariasi, karakter tokohtokohnya pun sangat kuat dan mudah dihafal oleh anak-anak. Sebut saja kartun Spongbob Squarepants, karakter sang pemeran utama, Spongebob, Patrick, ataupun Squidward sangat kuat. Bahkan setiap judul yang ditayangkan menghadirkan wawasan budaya untuk anak-anak. Tampilan umum kartun yang tidak terlalu anak-anak pun turut membuat orang dewasa senang melihat tingkah karakter-karakter dalam kartun tersebut. Singkatnya, penggemar kartun ini pun datang dari berbagai kalangan, hampir setiap orang mengenal tokoh kartun yang satu ini. Namun ada masalah yang sebenarnya ringan tapi serius apabila dianggap sepele. Apabila diamati dengan sungguh-sungguh, ada banyak sekali kesalahan dubbing dari Bahasa Inggris ke Indonesia dari kartun Spongebob tersebut. Masalah pertama yang muncul tentu saja essensi dari bahasa yang tidak tersampaikan dengan benar, karena hanya diterjemahkan sekenanya. Contoh yang penulis dapatkan diantaranya, Mr. Krab : “Aren't you happy for me” (S.S Eps “Selling Out” 00.03.06) Tuan Krab : (“Tidakkah kau ikut senang?”) Tuan Krab : (?) “Kau senang denganku kan, Spongebob?” Hal itu tentu saja telah merubah makna dari ujaran tersebut. Mulanya ujaran itu merupakan ekspresi untuk mengajak orang lain turut berbahagia, justru malah menanyakan apakah Spongebob senang (menyukai) nya atau tidak. Contoh kesalahan yang lain adalah istilah yang diartikan secara literal ke dalam Bahasa 3 Indonesia, padahal secara konteks maupun budaya, sangat tidak cocok apabila istilah tersebut diartikan secara literal. “good noodle” (S.S Eps “New Student Starfish” 00.03.31) (“bintang kelas” atau “murid yang berprestasi”) (?) “mie baik”. Masalah kedua, pesan atau ide dari kartun yang tidak tersampaikan dengan benar sehingga akan menimbulkan kesalah pahaman pada para penggemar kartun tersebut. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa tujuan dari kartun salah satunya adalah untuk menyampaikan pesan, kalau sulih suara yang disajikan tidak sama dengan inti dari pesan yang akan disampaikan, maka pesan tersebut akan menjadi sia-sia. Kartun sebagai media audio-visual diharapkan tidak hanya bisa dinikmati gambarnya saja, akan tetapi komunikasi yang dilakukan para tokoh juga harus dapat dipahami. Terlebih lagi penggemar kartun ini datang dari berbagai kalangan, terutama anak-anak yang sudah harus mulai diajarkan bahasa yang benar. Fungsi dari dubbing adalah menginterpretasikan ujaran dari bahasa sumber (SL) ke dalam bahasa target (TL). Tentu saja hal itu tidak dapat dilakukan dengan cara menerjemahkan kata per kata, karena dalam tiap-tiap ujaran mengandung konteks, budaya, dan implikasi-implikasi tertentu. Jadi, dubbing yang ideal adalah dubbing yang dapat menyampaikan makna yang dimaksud oleh pembicara sesuai dengan konteks yang ada dalam pembicaraan tersebut. Dari penjabaran kasus di atas, penulis tertarik untuk membuat penelitian yang menggunakan teori Penerjemahan atau Translation, Konteks, dan 4 Sosiolingustik sebagai alat untuk meneliti. Alasan penulis memilih teori-teori di atas adalah karena penelitian ini lebih terfokus pada analisis penerjemahan sebuah ujaran atau arti dari hasil sulih suara Bahasa Inggris ke Indonesia. Objek penelitian ini adalah kartun Spongebob Square Pants mengingat kartun ini lah yang sedang sangat populer akhir-akhir ini, dan juga dinikmati banyak kalangan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, terdapat tiga masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana tipe kesalahan dan terjemahan yang benar pada sulih suara dalam kartun Spongebob Squarepants? 2. Mengapa terjadi kesalahan pada sulih suara dalam kartun Spongebob Squarepants? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Untuk membatasi penelitian dan agar lebih terarah serta berjalan dengan baik, maka perlu kiranya dibuat batasan masalah. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas yaitu, penulis hanya menganalisis kesalahan dubbing yang terdapat pada kartun Spongebob Squarepants yang ditayangkan oleh Global TV. 5 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah dengan mencapai tujuan yang dinyatakan di bawah ini: 1. Mendeskripsikan tipe kesalahan yang terdapat pada sulih suara dalam kartun Spongebob Squarepants serta perbaikan terjemahannya. 2. Menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan yang terdapat pada sulih suara dalam kartun Spongebob Squarepants. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis, pengetahuan mengenai penerjemahan dalam Bahasa Inggris akan memberikan keuntungan sebagai berikut: 1. Penelitian ini dapat memberikan gambaran yang berkaitan dengan aspek-aspek kebahasaan, terutama penerjemahan dan konteks demi menghasilkan terjemahan yang baik. 2. Penelitian ini kiranya dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu bahasa, khususnya dalam pragmatik dan sosiolinguistik yang cakupan bahasannya meliputi percakapan, penerjemahan, dan kaitannya dengan konteks dan komunikasi sosial. 6 Sementara itu, penelitian ini juga memberikan manfaat praktis sebagai berikut: 1. Penelitian ini dapat digunakan untuk melengkapi penelitian yang terdahulu dan menambah wawasan serta informasi bagi peneliti lain yang tertarik untuk mengkaji ilmu bahasa, khususnya yang berhubungan dengan terjemahan. 2. Penelitian ini juga bermanfaat untuk melengkapi pengetahuan mengenai pola-pola terjemahan atau sulih suara yang menggunakan Bahasa Inggris dalam kartun atau film dan pengetahuan mengenai aspek-aspek yang digunakan dalam menerjemahkannya 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai analisis sulih suara (dubbing) atau terjemahan ini baru beberapa kali dilakukan. Diantaranya adalah Kusumastuti dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Subtitling dan Dubbing Film Kartun Dora the Explorer Seri Wish Upon A Star: Kajian Teknik Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan”, Abbas dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penggunaan “Dubbing” Bahasa Suroboyoan Dalam Film Suroboyoan Di Jtv Terhadap Minat Menonton Masyarakat Surabaya”, Hastuti, et. al dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Terjemahan Film Inggris - Indonesia: Studi Kasus Terjemahan Film “Romeo And Juliet” (Kajian Tentang Strategi Penerjemahan)”, serta Farahsani dalam skripsi nya yang berjudul 7 “Investigating the Translation of Expressive Utterances in Some American Popular Films. Dalam Penelitiannya, Kusumastuti menekankan pada teknik yang digunakan dalam sulih suara kartun Dora the Explorer, alas an memilih teknik tersebut, serta menganalisis kualitas terjemahan atau sulih suara dalam kartun tersebut. Penelitian ini memberi rekomendasi agar latar belakang target audience dan tujuan film yang diterjemahkan menjadi dua hal yang penting untuk diperhatikan ketika proses menerjemahkan film berlangsung. Dengan demikian, proses penerjemahan film tidak hanya menjadi kegiatan mereduksi teks sumber ke dalam dua baris teks subtitle atau mengalih-suarakan ke dalam bahasa sasaran, melainkan juga sebagai sarana bagi pemirsa untuk benar-benar menonton film dalam arti yang sesungguhnya: memahami terjemahan tanpa mengurangi keasyikan menonton film. Sementara itu, Abbas dalam penelitiannya membahas mengenai pengaruh penggunaan (dubbing) Bahasa Suroboyoan dalam Film Suroboyoan di JTV terhadap minat menonton masyarakat Surabaya, serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya minat menonton Film Suroboyoan. Abbas berpendapat bahwa ada banyak kontroversi dari para pemirsa mengenai sulih suara dalam film yang didubbing dengan bahasa Suroboyoan. Beberapa da yang menganggap pembodohan karena masyarakat tidak diijinkan mengetahui bahasa asing, serta ada yang menganggap bahwa bahasa yang di-dubbing terkesan aneh dan tidak sesuai. 8 Hastuti, et al, dalam penelitiannya, mengkaji tentang kesepadanan makna terjemahan film “Romeo and Juliet” ditinjau dari konteks situasi dan konteks budaya yang meliputi teks tersebut, dan strategi penerjemahan apa sajakah yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan film “Romeo and Juliet”. Sementara tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi makna kalimat-kkalimat yang ada dalam subtitling film “Romeo and Juliet” serta menganalisis tingkat kesepadanannya berdasarkan konteks situasi dan konteks budaya yang melingkupi teks tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna sebuah teks ditentukan oleh konteks yang melingkupi teks tersebut, baik konteks situasi maupun konteks budaya. Ada tiga komponen yang menyelubungi konteks situasi yakni, field (isi), mode/channel (teks lisan/tulis) dan tenor/relation (hubungan antara pembicara-pendengar/pemirsa). Sementara makna sebagai budaya menganggap bahwa budaya dan bahasa berbeda satu sama lainnya maka makna linguistik suatu bahasa ditentukan oleh konteks budaya di mana peristiwa bicara itu terjadi. Dengan demikian, pemahaman lintas budaya harus dimiliki oleh penerjemah agar ia mampu menyampaikan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Berkaitan dengan kesalahan menerjemahkan, Farahsani menghubungkan teori pragmatik dengan tuturan ekspresif. Penelitian ini mengkaji tentang kesalahan penerjemahan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia di dalam film-film populer Amerika. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan hasil terjemahan dialog yang lebih baik berdasarkan 9 konteks. Data penelitian ini diklasifikasikan menjadi empat macam: tindak tutur literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur langsung, dan tindak tutur tidk lansung. Ia berpendapat bahwa aspek kebudayaan juga perlu diperhatikan karena adanya perbedaan kebudayaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Berdasarkan tinjauan pustaka di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai analisis kesalahan dalam sulih suara atau dubbing dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia dalam film serial belum banyak dilakukan. Penelitian-penelitian di atas telah membahas mengenai analisis terjemahan dari segi subtitle, sedangkan dari segi dubbing masih sangat terbatas. Selain itu, dari tinjauan pustaka di atas pula, penelitian mengenai dubbing hanya dalam satu seri atau satu genre saja. Dalam penelitian Kusumastuti misalnya, hanya terfokus dalam satu seri dalam kartun Dora the Explorer, sedangkan dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis kesalahan dalam beberapa seri Spongebob Squarepants. Selain itu, analisis kesalahan penerjemahan, yang dalam penelitian ini fokus pada sulih suara dan suara (dubbing) untuk serial anak-anak masih sangat jarang dilakukan, dengan pertimbangan anak-anak yang tidak akan terlalu memperhatikan kesalahan tersebut. Padahal, seperti yang telah dikatakan Kusumastuti (2010) terjemahan yang baik dan benar akan memudahkan anak-anak dalam menangkap pesa dari film yang ditontonnya. 10 1.7 LandasanTeori 1.7.1 Teori Penerjemahan Secara harfiah, translation, yang dalam Bahasa Indonesia berarti terjemahan adalah mengalihbahasakan suatu objek tertentu dari bahasa aslinya ke dalam bahasa tertentu. Bassnett (2002: 12) mengatakan bahwa bidang ini juga digunakan sebagai media dalam mempelajari bahasa asing. Menurut Bassnett, ada beberapa hal yang harus dicapai saat melakukan terjemahan, yaitu: 1. Mengubah sumber/objek dari bahasa awal (Source Language) ke dalam target bahasa yang diinginkan (Target Language) dan memastikan bahwa makna nya akan sama. 2. Struktur bahasa dari Source Language akan dijaga akan tetapi juga tetap memperhatikan struktur bahasa Target Language agar struktur bahasa dari Target Language tidak terganggu oleh Source Language. Newmark dalam bukunya juga berpendapat bahwa ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan sebelum menerjemahkan teks, yaitu: 1. Maksud dari teks: Seorang penerjemah harus paham maksud dari teks bahasa sumber yang diterjemahkannya. 2. Niat seorang penerjemah: Apakah seorang penerjemah ingin menyampaikan emosi atau ajakan yang sama seperti pada bahasa sumber, ataukah ia ingin menyampaikan kandungan 11 budaya yang ada pada bahasa sumber, ataukah ingin menyampaikan sesuatu pada pembaca secara eksplisit? 3. Pembaca dan latar teks tersebut: Hal ini akan membantu penerjemah untuk menentukan tingkat keformalan, emosi, dan tingkat tutur yang harus digunakan dalam menerjemahkan. 4. Kualitas terjemahan dan otoritas teks: Apabila teks yang akan diterjemahkan termasuk well-written atau penulisnya sangat diakui di bidang itu, maka seorang penerjemah harus mengikuti apa yang penulis itu ingin sampaikan. Selain criteria dalam menerjemahkan, ada dua metode dalam menerjemahkan menurut Newmark: 1. Penerjemahan Komunukatif: Dimana penerjemah berusaha untuk menghasilkan pengaruh yang sama pada pembaca di bahasa target (TL) dan pembaca pada bahasa sumber (SL). 2. Penerjemahan Semantik: Dimana penerjemah berusaha untuk menghasilkan konteks terjemahan pada TL dengan memperhatikan struktur sintaksis dan semantiknya. Ada dua macam terjemahan yang disebutkan oleh Larson (1984 melalui Nadar 2007: 11), yaitu: 1. Terjemahan berdasarkan bentuknya: Terjemahan ini adalah terjemahan literal, atau terjemahan kata per kata dari SL ke TL. Hal ini biasanya dilakukan dalam penelitian linguistik untuk mengetahui kesetaraan kata dalam sebuah teks. 12 2. Terjemahan berdasarkan maknanya: Contoh dari terjemahan ini adalah terjemahan idiomatic. Yang penting dari terjemahan ini adalah bagaimana makna yang ingin disampaikan dalam SL dapat tersampaikan dengan baik pada TL. Tidak hanya menerjemahkan kata-per kata saja. Pada dasarnya, menerjemahkan kata-per kata tidak akan bisa menghasilkan makna yang baik, karena pesan dan maksud dari SL ke TL tidak akan tersampaikan dengan baik. Ini lah yang terjadi pada penerjemahan kartun Spongebob Squarepants yang akan penulis teliti. Oleh karena itu, penerjemah sekarang lebih sering menggunakan terjemahan idiomatik. Dubbing merupakan bagian dari translation Lisa Ho melalui Abbas (Tanpa Tahun) menyatakan bahwa dubbing adalah mengganti audio bahasa sumber (bahasa asing bersangkutan) dengan bahasa sasaran.. Dubbing biasanya bersifat audio-visual seperti nyanyian atau film. 1.7.2 Pergeseran Makna dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris ` Menurut Simatupang (1999), dalam proses menerjemahkan bahasa sumber ke bahasa sasaran paling sedikit ada dua hal yang terjadi, yaitu pergeseran di bidang struktur dan pergeseran di bidang semantik atau makna. 13 1.7.2.1. Pergeseran Bentuk atau Struktur Simatupang melalui Felistyana (2008: 21) menyatakan bahwa pergeseran bentuk yang dapat terjadi antara lain sebagai berikut : 1. Pergeseran pada Tataran Morfem Pergeseran yang terjadi dari tataran morfem ke tataran kata terlihat dalam contoh berikut. Impossible (Bahasa Inggris) Tidak mungkin (Bahasa Indonesia) Morfem im- pada impossible dalam Bahasa Inggris mengalami pergeseran menjadi tataran kata yaitu tidak pada tidak mungkin dalam Bahasa Indonesia. Im merupakan morfem (morfem terikat), yang kemudian bergeser menjadi kata (morfem bebas), yaitu tidak. 2. Pergeseran pada Tataran Sintaksis Jenis pergeseran ini dapat berupa pergeseran dari kata ke frase, pergeseran frase ke klausa, pergeseran dari tataran klausa ke kalimat dan pergeseran dari tataran kalimat ke wacana. Selain itu, pergeseran bahkan dapat terjadi dari tataran kata ke tataran kalimat. Contoh berikut memperlihatkan 14 pergeseran-pergeseran pada tataran sintaksis. a. Pergeseran dari kata ke frase. Girl (Bahasa Inggris) Anak perempuan (Bahasa Indonesia) Girl yang merupakan kata mengalami pergeseran menjadi tataran frase dalam Bahasa Indonesia, yaitu anak perempuan. b. Pergeseran dari frase ke klausa. After reading the letter, (...) Setelah dia membaca surat itu, (...) Frase reading the dalam Bahasa Inggris, letter, mengalami after pergeseran menjadi klausa dalam Bahasa Indonesia, yaitu setelah dia membaca surat itu. c. Pergeseran dari klausa ke kalimat. Her unusual voice Suaranya yang luar biasa and singing style dan gayanya bernyanyi thrilled her fans, memikat para penggemarnya who reacted by screaming, Mereka memberikan reaksi crying and clapping. dengan berteriak-teriak 15 dan bertepuk tangan. Klausa dalam Bahasa Inggris, who reacted by screaming, crying and clapping, mengalami pergeseran tataran menjadi kalimat dalam Bahasa Indonesia, yaitu mereka memberikan reaksi dengan berteriak-teriak dan bertepuk tangan. 3. Pergeseran Kategori Kata Selain pergeseran pada tataran struktur, pergeseran pada kategori kata pun dapat terjadi pada proses penerjemahan. Contohnya, pergeseran dari nomina ke adjektiva berikut ini. He is in good health (Bahasa Inggris) Dia dalam keadaan sehat (Bahasa Indonesia) Kata health dalam Bahasa Inggris termasuk ke dalam kategori nomina, sedangkan kata sehat dalam Bahasa Indonesia merupakan adjektiva. Jadi, penerjemahan kata health menjadi sehat mengalami pergeseran kategori kata, yaitu nomina ke adjektiva. 1.7.2.2 Pergeseran Makna/ Semantis Menurut Simatupang melalui Felistyana (2008: 24), pergeseran di bidang semantik terjadi karena perbedaan 16 sudut pandang dan budaya penutur bahasa-bahasa yang berbeda. Pergeseran mengakibatkan di bahwa bidang makna ini pun tidaklah selalu mungkin memindahkan makna yang terdapat di dalam teks atau bahasa sumber ke dalam teks atau bahasa sasaran secara tepat atau utuh. Berikut adalah jenis-jenis pergeseran di bidang semantik menurut Simatupang. 1. Pergeseran dari Makna Generik ke Makna Spesifik dan Sebaliknya Pergeseran terjadi karena padanan yang sangat tepat sebuah kata di dalam bahasa sumber tidak terdapat di dalam bahasa sasaran. Misalnya, kata bahasa sumber mempunyai makna generik dan padanan kata tersebut dalam bahasa sasaran tidak mengacu kepada makna yang generik tetapi kepada makna yang lebih spesifik, atau sebaliknya. Contohnya, penerjemahan kata leg atau foot dalam Bahasa Inggris menjadi kaki dalam Bahasa Indonesia. Pergeseran yang terjadi adalah pergeseran dari makna spesifik menjadi makna yang generik. Dalam Bahasa Indonesia, konsep leg dan foot diungkapkan dengan satu kata yang bermakna lebih generik, yaitu kaki. 17 Pergeseran makna yang lebih generik ke makna yang lebih spesifik atau sebaliknya yang mungkin terjadi dalam proses penerjemahan tidak terbatas pada kelas kata nomina saja, akan tetapi meliputi kelas kata verba, adjektiva dan yang lainnya. 2. Pergeseran Makna karena Perbedaan Sudut Pandang Budaya Pergeseran (atau perbedaan) makna juga terjadi karena perbedaan sudut pandang dan budaya penutur bahasa-bahasa yang berbeda. Contohnya, ”The spaceship travelled deep into space” mendapat padanan yang mengalami pergeseran makna karena perbedaan sudut pandang budaya, yaitu ”Kapal ruang angkasa itu terbang jauh ke ruang angkasa”. Orang Inggris menghubungkan ruang angkasa dengan kedalaman, sedangkan orang Indonesia dengan ketinggian atau kejauhan. Oleh karena itu, terjadi pergeseran dari makna kata deep dengan jauh. 1.7.3 Konteks Pragmatik mengkaji mengenai konteks yang ada dalam ujaranujaran, dimana makna dari sebuah ujaran tergantung pada suatu konteks 18 tertentu. Mey (1993: 98) menyebutkan bahwa pentingnya sebuah konteks adalah untuk menghindari ambiguitas dalam bahasa, baik secara tertulis maupun secara oral. Konteks bersifat dinamis, bukan statis: Konteks harus dipahami sebagai sesuatu yang terdapat di sekitar penutur, dalam arti luas, yang memungkinkan para penutur dalam proses komunikasi untuk berinteraksi, dan membuat ekspresi linguistik tersebut dapat dimengerti dalam interaksi mereka. Mey (1993: 98) juga menyatakan bahwa konteks sangat berbeda dari bahasa ke bahasa. Hal ini sering terlihat dalam kasus-kasus di mana ketika terdapat instruksi yang sama muncul berdampingan dalam dua atau lebih bahasa, terdapat perbedaan yang signifikan, baik dalam pemilihan kata-kata maupun panjang pesan. Konteks bukan hanya merupakan referensi atau pemahaman mengenai sesuatu, namun konteks juga dapat memberikan tuturam kita makna yang lebih dalam. Selain itu, konteks juga juga sangat penting dalam menentukan nilai yang tepat untuk fenomena seperti praduga, implikatur, dan seluruh rangkaian konteks berorientasi fitur. Cutting (2008) menyatakan bahwa ada tiga jenis konteks, yaitu situational context (konteks situasional), background knowledge context (konteks berdasarkan pengetahuan penutur), dan co-textual context (konteks di dalam wacana). 19 1. The Situational Context Situational context adalah konteks yang hadir secara fisik, yaitu di dalam situasi di mana interaksi berlangsung. Dalam konteks ini, para penutur hanya membicarakan mengenai sesuatu yang dapat mereka lihat atau mengerti ketika percakapan dilaksanakan. 2. The Background Knowledge Context Background knowledge context dapat berupa konteks kultural (pengetahuan umum yang sudah ada dalam pikiran kebanyakan orang, biasanya mengenai kehidupan) maupun interpersonal (spesifik dan mungkin pengetahuan pribadi tentang sejarah penutur itu sendiri). a) Konteks kultural Dalam konteks ini, penutur dan lawan tutur menetapkan bahwa mereka adalah bagian dari kelompok yang sama, sehingga mereka beranggapan bahwa hal yang mereka maksud sudah diketahui oleh anggota kelompok (Sperber dan Wilson: 1995). Misalnya adalah dalam kartun Spongebob Squarepants yang sedang penulis bahas di dalam penelitian ini. Seperti contoh pada episode “New Student Starfish” yang telah dijelaskan di latar belakang, dalam sebuah scene Spongebob dan Patrick sedang berada di dalam ruang kelas. Ketika mereka bercakap-cakap mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sekolah, tanpa harus 20 memberikan penjelasan mengenai sebuah istilah, mereka sudah memahami satu sama lain karena mereka berada dalam satu kelompok yang sama. Contohnya dalam kasus “good noodle” yang telah penulis jabarkan sebelumnya. Spongebob tidak perlu menjelaskan makna dari “good noodle” karena keduanya sudah paham mengenai makna kata tersebut secara konteks nya. b) Konteks interpersonal Pengetahuan interpersonal adalah pengetahuan yang diperoleh melalui interaksi verbal atau kegiatan bersama, dan pengalaman yang sebelumnya terjadi, termasuk pengetahuan pribadi mengenai lawan tutur. Inilah sebabnya mengapa referensi dalam konteks interpersonal bisa begitu jelas, implisit dan minim. Contohnya, dalam sebuah situasi pada kartun Spongebob Squarepants, Squidward sedang menonton acar TV dan seolaholah sedang berbincang dengan pembawa acara program tersebut. Pembawa acara tersebut adalah satu spesies yang sama dengan Squidward (seekor cumi-cumi), jadi mereka seolah mengetahui apa yang terjadi pada Squidward. Sehingga pembawa acara tersebut mengatakan ”Happiness is just a suction cup away” (S.S Eps “Squidville” 00.02.41) (“Kebahagiaan sudah di depan mata”) diibaratkan hanya satu tegukan dari cangkir. 21 (?) “Kebahagiaan hanyalah sebuah penyedot”. Penerjemah kartun itu seolah tidak mengerti pengetahuan pribadi mengenai Squidward yang telah lama sekali menderita tinggal bersebelahan dengan Spongebob. Sehingga penerjemah hanya menerjemahkanTerjemahan ini sangat merubah esensi dari maksud yang ingin diutarakan. Bahkan terjemahan dari penerjemah kartun tersebut hamper tidak mempunyai arti. 3. The Co-Textual Context Konteks co-tekstual adalah konteks dari teks itu sendiri. Para penutur beranggapan bahwa setiap orang dalam percakapan tersebut memiliki pengetahuan yang cukup mengenai apa yang mereka bicarakan. 1.7.4 Sosiolinguistik Interaksional Penelitian mengenai analisis kesalahan terjemahan ini juga melibatkan Sosiolinguistik. Hal ini dikarenakan data terjemahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah, dimana percakapan adalah penggunaan bahasa yang dilakukan pada kehidupan sosial manusia sehari-hari. Jadi, kegiatan percakapan berhubungan erat dengan tata bahasa, struktur sosial, dan pola budaya (Cutting, 2008: 32). Sosiolinguistik interaksional berfokus pada fakta bahwa kelompok sosial memiliki cara sendiri untuk mengungkapkan makna dengan bahasa mereka. Gumperz (1982) mengatakan bahwa bahasa 22 berhubungan dengan konteks melalui 'isyarat kontekstualisasi'. Ini adalah fitur linguistik yang menunjukkan bahwa aspek konteks relevan dengan apa yang dimaksud penutur dan hanya memahami makna sepenuhnya ketika pendengar akrab dengan seluruh konteks, karena ia adalah anggota dari kelompok sosial. Jadi, bahasa dan interaksi sosial adalah dua hal yang berhubungan erat terutama dalam kehidupan sosial manusia. Contohnya untuk kata umpatan yang digunakan dalam serial kartun ini, disesuaikan dengan latar/setting nya, seperti yang tampak pada contoh berikut: Mrs. Puff: [thinking] Oh, Neptune. Another year with him! Barnacles! Dirty barnacles! I've got to do something to save myself. (S.S “No Free Rides 00:01:44) Kata barnacles pada dialog Ny. Puff itu merupakan sebuah ungkapan kekesalan karena harus bertemu dengan Spongebob lagi tahun depan. Barnacles merupakan sejenin hewan di laut yang mempunyai fisik yang buruk dan kotor. Sehingga, padanan kata yang sesuai dengan kata tersebut seharusnya juga merupakan sebuah umpatan dalam Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia dari kalimat itu seharusnya menjadi: Ny. Puff: Oh Neptunus. Satu tahun lagi bersamanya! Sial! Sungguh sial! Aku harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan diriku. Akan tetapi, penerjemah seolah tidak mengerti konteks sosial yang 23 ada pada kartun ini dan diterjemahkan secara harfiah menjadi: Ny. Puff: (?) Oh Neptunus. Satu tahun lagi bersamanya! Rajungan! Rajungan Kotor! Aku harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan diriku. 1.7.5 Spongebob Squarepants Gambaran umum mengenai Spongebob Squarepants bisa banyak ditemukan di beberapa situs internet. Salah satu situs internet yang dapat memberikan gambaran jelas mengenai kartun www.wikipedia.com. Berdasarkan SquarePants adalah sebuah serial animasi yang di Nickelodeon. awalnya Pada serial dari kartun ini adalah wikipedia, paling ini situs SpongeBob populer ditayangkan pada tahun 1999 di Amerika Serikat dan dicipta oleh Stephen Hillenburg, seorang animator dan ahli biologi laut, dan diterbitkan oleh perusahaannya, United Plankton Pictures Inc. Seri kartun ini ditayangkan di Malaysia menerusi saluran Nickelodeon dan TV3, dan juga melalui saluran TV9 yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Di Indonesia serial ini dipopulerkan oleh Lativi (sekarang tvOne), kemudian hak tayang acara-acara yang diproduksi oleh Nickelodeon dibeli oleh Global TV. Kartun ini diciptakan oleh seorang ahli biologi laut dan animator Stephen Hillenburg dan lalu dirilis melalui perusahaannya United Plankton Pictures Inc. Serial ini settingnya berada di Samudra Pasifik di kota Bikini Bottom. 24 Kartun ini sebenarnya tidak hanya ditujukan untuk anak-anak saja. Beberapa episode memang ditujukan untuk anak-anak, seperti episode dengan judul New Student Starfish dan episode Picture Day yang menggambarkan kehidupan siswa siswi yang menuntut ilmu di sekolah, atau episode The Donut of Shame yang menggambarkan persahabatan antara Spongebob dan sahabat karibnya, Patrick. Di sisi lain, beberapa episode memang menunjukkan bahwa kartun ini tidak hanya ditujukan untuk anak-anak saja. Contohnya pada episode Help Wanted, jalan ceritanya menunjukkan Spongebob yang sedang mencari pekerjaan baru. Mencari pekerjaan sudah tentu identik dengan orang dewasa. Episode Enemy in Law yang juga menggambarkan hubungan percintaan. Jadi bisa disimpulkan bahwa kartun ini tidak hanya ditujukan untuk anak-anak, namun untuk semua golongan. 1.7.5.1 Tokoh dan Karakter dalam Kartun Serial Spongebob Squarepants Pembahasan mengenai film atau serial tidak akan lengkap tanpa membahas tokoh-tokoh dan karakter di dalamnya. Berikut adalah nama-nama tokoh utama dan karakter atau watak mereka dalam kartun serial Spongebob Squarepants 1. SpongeBob SquarePants: tokoh utama dalam kartun ini yang berbentuk spon berwarna kuning. Spongebob tinggal di dalam rumah berbentuk nanas di dalam laut. Dia juga memelihara seekor siput yang bernama Gary. Merupakan koki di Krusty 25 Krab yang terkenal dengan makanannya Krabby Patty. 2. Squidward Tentacles: seekor gurita yang tinggal di dalam kepala Pulau Easter. Sangat benci pada Spongebob dan Patrick yang suka mengganggunya. Dia mempunyai seorang saingan yang juga seekor gurita bernama Squilliam Fancyson. Ia merupakan kasir di Krusty Krab yang pemalas, sangat menyukai dansa, dan sempat pindah rumah karena rumahnya dihancurkan Spongebob dan Patrick di salah satu episode. 3. Patrick Star : Teman akrab Spongebob yang berbentuk Bintang laut. Patrick tinggal di bawah batu. Patrick merupakan penduduk paling bodoh di Bikini Bottom. 4. Eugene H. Krabs (Tuan Krabs): pemilik restoran Krusty Krab yang hanya memikirkan soal uang (dia dikatakan sangat serakah dan pelit). Spongebob dan Squidward bekerja kepadanya. 5. Sandy Cheeks (Sandy si Tupai): seekor tupai yang tinggal di dalam laut. Sandy menyukai karate, dikatakan suka meminum saus yang amat pedas dan juga aksi-aksi stunt. Nama asli Sandy adalah Sandra "Sandy" Cheeks. Dia tinggal di sebuah kubah anti-air yang mempunyai sebatang pohon besar. 6. Gary: Seekor siput peliharaan Spongebob. Berbunyi seperti kucing dan merupakan siput yang bijak. Gary tidak suka kepada Squidward. 26 7. Sheldon J. Plankton: pemilik restoran Chum Bucket. Amat terobsesi dengan Krabby Patty sehingga sanggup mencuri resepnya (tapi tak pernah menang). 1.8 Hipotesis Kesalahan-kesalahan yang ada pada dubbing ini akan dijabarkan dalam bentuk tabel. Tabel ini akan mengklasifikasikan kesalahan dubbing berdasarkan jenis-jenis kesalahannya. Sehingga akan terlihat di bagian mana dan seberapa besar tingkat kesalahannya. Berdasarkan teori dari Larson mengenai macam-macam terjemahan, hipotesis sementara penelitian ini adalah kesalahan-kesalahan yang terjadi pada dubbing serial Spongebob Squarepants disebabkan oleh tidak pahamnya penerjemah pada pemilihan padanan kata dari SL ke TL, serta tidak pahamnya penerjemah pada makna yang ingin disampaikan dalam SL. Sementara itu berdasarkan teori Cutting mengenai konteks dan pengertian percakapan sebagai penggunaan bahasa yang dilakukan pada kehidupan sosial manusia sehari-hari yang berhubungan erat dengan tata bahasa, struktur sosial, dan pola budaya, kesalahan penerjemahan dari segi konteks disebabkan tidak paham nya penerjemah pada konsep konteks dimana percakapan itu berlangsung. Hal ini mengakibatkan penerjemah masih menggunakan struktur yang ada di bahasa target pada bahasa sumber sehingga terjadi kekacauan makna yang terjadi, karena makna yang diterjemahkan tidak sesuai konteks dan tujuan dari sebuah ujaran. 27 Terjemahan yang benar nantinya adalah terjemahan yang dilakukan dengan melihat bentuk dan maknanya, sesuai teori dari Larson mengenai penerjemahan berdasarkan bentuk dan makna nya. Selain itu, konteks dan faktor-faktor yang mendukung pembicara saat ujaran atau percakapan tersebut dilakukan juga akan menjadi faktor penting dalam menerjemahkan sesuai teori dari Cutting mengenai konteks. Hal ini tentu saja harus dilakukan agar tidak terjadi kesalahan pada terjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target. Dengan melakukan revisi terjemahan, diharapkan tidak terjadi lagi adanya kebingungan-kebingungan. 1.9 Metode Penelitian Sebuah studi dilakukan untuk mendapatkan hasil yang akan dicapai dengan menggunakan metode ilmiah yang obyektif daripada subyektif. Penggunaan metode ilmiah yang objektif berlaku juga untuk penelitian di bidang pragmatik. Ketepatan penggunaan metode menentukan keberhasilan sebuah penelitian. Sudaryanto (1993: 1) berpendapat bahwa metode adalah cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian, sedangkan penelitian itu sendiri adalah serangkaian kegiatan ilmiah yang meliputi periode pencarian, penemuan dan pemecahan masalah. Periode pemecahan masalah melibatkan beberapa tahapan, yaitu penyediaan data, analisis data, dan presentasi hasil analisis data. Data fenomena bahasa khusus langsung terkait dengan masalah tersebut (Sudaryanto. 1993: 5-8). 28 1.9.1 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah rekaman dan transkrip kartun Spongebob Squarepants. Percakapan dalam kartun ini menggunakan Bahasa Inggris dan berlatar di Samudra Pasifik, dan sebuah kota di dasar laut bernama Bikini Bottom. Semua karakter dalam kartun situasi ini berdialek American English. kartun ini ditayangkan pada tahun 1999 di Amerika Serikat dan dicipta oleh Stephen Hillenburg, seorang animator dan ahli biologi laut, dan diterbitkan oleh perusahaannya, United Plankton Pictures Inc. . Sampai saat ini Spongebob Squarepants sudah mencapai musim 9 dengan jumlah episodenya 189..Penulis mendapatkan dari situs video non-komersial YouTube dan dari toko yang menjual VCD kartun ini. Selain itu, transkrip dari kartun ini penulis ambil dari situs google. Film tersebut kemudian dilihat untuk mengklarifikasi kecocokan antara isi transkrip dengan rekaman percakapan yang dilakukan dan untuk menandai bagianbagian dari informasi dalam rekaman percakapan yang memiliki kesalahan sulih suara. 1.9.2 Data dan Sumber Data Data dalam penelitian ini adalah rekaman percakapan antara karakter-karakter dalam kartun Spongebob Squarepants yang telah disulih suarakan ke dalam Bahasa Indonesia dan ditayangkan di Global TV, serta kartun Spongebob Squarepants dengan bahasa asli, yaitu Bahasa Inggris. Kemudian data dari dua bahasa tersebut akan dibandingkan untuk 29 membuktikan adanya kesalahan terjemahan dalam dubbing kartun tersebut. Hak siar kartun ini adalah milik perusahaan bernama Nickelodeon yang berlokasi di Amerika Serikat. Kartun ini menceritakan tentang kehidupan binatang-binatang di laut dengan karakter mereka yang disesuaikan dengan karakter manusia yang tentinya unik dan berbeda-beda.. Percakapan yang ada dalam kartun ini pun juga disesuaikan dengan kebudayaan masyarakat di Amerika Serikat. 1.9.3 Metode Analisis Data dan Penyajian Hasil Analisis Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode simak yang digunakan untuk menyimak penggunaan bahasa dalam metode observasi. Data penelitian adalah rekaman video kartun Spongebob Squarepants yang diklarifikasikan dengan transkripsi rekaman percakapan tersebut. Setelah itu itu, konteks dalam setiap situasi juga harus diperhatikan untuk menentukan tepat atau tidaknya terjemahan itu dan menentukan dalam tipe apa kesalahan terjemahan itu. Untuk mendukung benar atau tidaknya makna atau terjemahan yang ada, penulis juga menggunakan kamus yang berlisensi seperti Oxford Dictionary atau Cambridge Dictionary Analisis kemudian dilakukan dengan menggunakan teknik dasar dari metode simak yaitu teknik sadap untuk menyadap setiap dialog yang terjadi dalam kartun tersebut. Adapun teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik catat. Penulis menggunakan teknik lanjutan ini karena penulis harus 30 mengklarifikasi rekaman video tersebut dengan transkrip percakapannya. Selanjutnya, penulis menggunakan metode padan translasional. Metode padan translasional digunakan untuk mengidentifikasi satuan kebahasaan dalam bahasa tertentu berdasarkan satuan kebahasaan dalam bahasa lain (Baryadi: 2015). Penulis menggunakan metode ini untuk menetukan apakah terjemahan yang digunakan dalam dubbing kartun tersebut benar atau salah. Selanjutnya, penyajian hasil analisis data disajikan dengan kaidah deskriptif yaitu pemaparan data melalui kata-kata, bukan dengan lambang atau simbol tertentu. 1.10 Sistematika Penyajian Bab I adalah pendahuluan, yang meliputi: latar belakang pemilihan subjek penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis, metode penelitian dan sistematika penyajian. Bab II akan mendeskripsikan tipe kesalahan yang ada terdapat pada sulih suara dalam kartun Spongebob Squarepants serta perbaikan terjemahannya Bab III akan menjelaskan pengaruh kesalahan yang terdapat pada sulih suara dalam kartun Spongebob Squarepants Bab IV akan merangkum keseluruhan kesimpulan tentang macammacam kesalahan, pengaruh penyebab kesalahan, dan bagaimana cara untuk membuat terjemahan yang lebih baik, serta memberikan saran untuk penelitian lebih lanjut.