BAB ll - Perpustakaan IAIN Kendari

advertisement
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Kebiasaan Menonton Film Kartun.
1. Pengertian Kebiasaan.
Kebiasaan adalah budaya yang telah biasa dilakukan atau suatu prilaku yang
merupakan kebiasaan yang akhirnya menjadi otomatis atau “kebiasaan sesuatu yg
biasa dikerjakan, menurut apa yag sudah dilazimkan,”1 sehingga perlu dapat
memikirkan hal-hal yang lebih menarik ketika ia sedang berperilaku yang merupakan
kebiasaan tersebut. Oleh karena itu kebiasaan yang dimaksaud dalam cakupan ini
merupakan suatu bentuk prilaku atau aktivitas tertentu yang dilakukan oleh suatu
individu. Untuk itu jika dikonversi dalam pembelajaran maka kebiasaan tersebut
merupakan merupakan representase dari kondisi jiwa suatu individu melalui proses
berfikir atau melakukan praktek.
2. Pengertian Film.
Pengertian film sebagaimana terdapat dalam kamus bahasa Indonesia “berarti
gambar hidup.”2 Film merupakan serangkaian gambar yang diambil dari objek yang
bergerak, gambar objek itu memperhatikan suatu seri “gerakan atau moment yang
berlangsung secara terus menerus, kemudian diproyeksikan kesebuah layar dengan
memutarnya. Dalam kecepatan dalam kecepatan tertentu sehingga menghasilkan
1
Depdikbud, KBI , Jakarta, Pusat Bahasa, 2008, h.196.
2
Ibid., h. 304.
9
10
suatu gambar.” Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa “film adalah rangkaian adegan
yang menggunakan peran aktor yang disusun secara tersistematis berdasarkan
skenario sebuah cerita atau kisah yang ditayangkan melalui media audio visual”3
Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa film adalah media audio visual
yakni suatu media yang mendayagunakan indra pengelihatan dan juga pendengaran
karena menggunakan suara. Harus diakui bahwa film menduduki posisi strategis yang
secara disadari atau tidak, sangat dimungkinkan akses yang dihasilkan dari tontonan
film tidak hanya berhenti disitu saja, namun akan terus tertawa, film bukan hanya
menghasilkan fantasi bahkan menjadi sugesti bagi orang-orang yang menontonnya.
Film sebagai karya seni budaya yang merupakan media pandang
dengar yang
pembinaan dan pengembangannya diarahkan nilai-nilai budaya bangsa. Sehingga
dalam eraglobalisasi dan reformasi ini dapat menangkal pengaruh negatif yang dapat
merugikan kepentingan perkembangan masyarakat dan bangsa.
Pertunjukan film di samping sebagai komoditas ekonomi juga berfungsi
sebagai sarana penerangan (entertainment), pendidikan (edukasi), dan hiburan
(rekreasi). Oleh karena film dapat di manfaatkan sebagai media “publikasi atau
penyuluhan untuk menyampaikan pesan-pesan tentang program pembangunan
disegala bidang.”4 Kehadiran film sebagai media komunikasi untuk menyampaikan
informasi, pendidikan dan hiburan adalah salah satu media visual auditif yang
3
4
Hanum Bramantio, Majalah Aneka Perfilman Indonesia, Jakarta, Aneka, 2010, h. 25
Suparno Pernadi, Film Keliling Sebagai Sarana Penyuluhan Dan Publikasi, edisi n 05 Jurnal
Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Komunikasi-com,1999, h.55.
11
mempunyai jangkauan yang sangat luas, mengingat sifatnya yang terbuka, cakupan
pemirsanya yang tidak mengenal usia dan meliputi seluruh lapisan masyarakat mulai
dari anak-anak, remaja, sehingga orang dewasa. Luas jangkauan siaran dan cakupan
pemirsanya bukan saja menjadikan film sebagai media alat untuk mempengaruhi (to
influence) terhadap perkembangan pengetahuan dan tingkat penyerapan pesan-pesan
yang disampaikan melalui media ini jauh lebih intensif jika dibandingkan dengan
media komunikasi lain.
Film dapat dikatakan sebagai suatu penemuan teknologi modern paling
spektakuler yang melahirkan berbagai kemungkinan. Pertama, dalam pengertian
kimia fisik dan tehnik, film berarti selaput halus. Pengertian ini dapat dicontohkan,
misalnya pada selaput tipis cat atau pada lapisan tipis yang biasa dipakai untuk
melindungi benda-benda seperti dokumen (laminasi). Dalam fografi dan sinemagrafi
film berarti bahan yang dipakai untuk segala sesuatu yang berkaitan dengan foto.
Kedua, film juga mempunyai pengertian paling umum, yaitu untuk menanamkan
serangkaian gambar yang diambil dari objek yang bergerak. Gambar objek itu
memperhatikan sesuatu “serial gerakan atau momen yang berlangsung secara tetrus
menerus, kemudian diproyeksikan kedalam sebuah layar dengan memutarnya dalam
kecepatan tertentu sehingga menghasilkan sebuah gambar hidup.”5 Film merupakan
gambar-gambar dalam frame di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa
proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Film itu
5
Depdikbud, Op.cit., h. 305.
12
bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan visual yang kontinyu.
Film juga merupakan serangkaian gambar-gambar yang diambil dari objek yang
bergerak memperlihatkan suatu serial peristiwa-peristiwa gerakan yang berlaku
secara berkeseimbangan, yang berfungsi sebagai media hiburan, pendidikan, dan
penerangan. Sebagai “salah satu media informasi maka film secara otomatis akan
membawa dampak (side effect), baik itu positif maupun negatif kepada penonton.”6.
Penjelasan ini disimpulkan bahwa film pada dasarnya merupakan serangkaian gambar
yang di ambil dari objek yang bergerak, yang kemudian menghasilkan serial
peristiwa-peristiwa yang kontinyu yang berfungsi sebagai media komunikasi, media
hiburan, pendidikan, dan penerangan serta diiringi dengan unsur ekspresi penguatan
seperti musik, sehingga mampu membuat film film itu menjadi serealistik mungkin.
Tema cerita dalam film biasa berangkat dari fenomena sosial yang terjadi di tengah
masyarakat.
3. Unsur Pembentuk film.
Memahami sebuah film tidak lepas dari unsur-unsur pembentuk film.
Pemahaman terhadap unsur-unsur pembentuk film tentu akan banyak membantu
untuk memahami film dengan lebih baik. Secara umum, film terbagi menjadi dua
unsur pembentuk yaitu, unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif adalah
perlakuan terhadap cerita filmnya. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita
atau tema film. Setiap film cerita tidak mungkin lepas dari unsur naratif. Setiap cerita
6
Hasan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, Jakarta, Iktiar Baru Van Hovve, 1980 h.1007.
13
pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi dan
waktu.
Sedangkan unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis produksi sebuah film.
Unsur sinematik mempunyai berbagai bagian pembentuk seperti:
a. Mise-en-scene
Mise-en-scene adalah segala hal yang berada didepan kamera seperti latar, tata
cahaya, kostum dan make-up.
b. Sinematografi
Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmya serta hubungan
kamera terhadap obyek yang diambil.
c. Editing
Editing adalah transmisi sebuah gambar (shot) kegambar shot lainnya. Dalam
hal editing bukanlah sekedar memilih gambar dan menggabungkannya saja,
tetapi memberikan sentuhan-sentuhan juga perlu dilakukannya, seperti
member visual effect atau sound effect.
d. Suara
Suara adalah segala hal dalam film yang mampu di tangkap melalui indra
pendengaran.7
Unsur naratif dan unsur sematik
tersebut
saling berinteraksi
dan
berkesinambungan satu dengan yang lain untuk membuat sebuah film. Artinya film
tidak dapat dinikmati secara maksimal jika kedua unsur tersebut tidak saling
melengkapi atau bahkan berdiri sendiri-sendiri.
4. Pengertian Kartun.
Kartun merupakan salah satu bentuk karya komunikasi visual yang efektif dan
mengenai dalam penyampaian pesan maupun kritik sosial. Dalam sebuah film kartun
yang baik terlihat adanya perpaduan antara unsur-unsur kecerdasan, ketajaman, dan
keterampilan berfikir secara kritis ekspresif dalam bentuk gambar kartun dalam
7
Himawan Pratista, Memahami Film, Yogyakarta, Homerian Pustaka, 2008, Cet. I, h. 2.
14
menganggapi fenomena permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat
luas. Menurut Waluyanto menjelaskan 4 syarat untuk komunikasi yang berhasil yaitu:
a. Pesan harus di buat sedemikian rupa, sehingga ia dapat menimbulkan
perhatian.
b. Pesan harus dirumuskan sedemikian rupa, sehingga ia mencakup pengertian
yang sama dan lambang lambang yang di mengerti.
c. Pesan harus dapat menimbulkan kebutuhan pribadi dan menyarankan
bagaiamana kebutuhan itu dapat dipenuhi.
d. Pesan tadi yang bagaimana kebutuhan dapat dipenuhi harus sesuai dengan
situasi penerima komunikasi ketika itu.8
Pendapat di atas mengandung pengertian betapa pentingnya sebuah
komunikasi dalam kehidupan manusia. Pekerjaan komunikasi di dalam pengertian
hubungan masyarakat melibatkan usaha mengirimkan atau menyampaikan pesan
yang berupa lambang, bahasa lisan, tertulis, atau gambar dari sumber kepada
kyalayak dengan mempergunakan satu atau beberapa media sebagai saluran dari
pesan atau lambang, (misalnya surat kabar, majalah, buku, brosur, surat ataupun
lisan), tujuannya untuk mempengaruhi pendapat atau sikap dan tindakan orang-orang
yang menerima pesan tadi. Orang atau masyarakat lebih menyukai informasi
bergambar jika dibandingkan dengan yang berbentuk tulisan, karena melihat gambar
jauh lebih mudah dan sederhana. Dengan kata lain media gambar merupakan metode
yang paling cepat untuk menanamkan nilai pemahaman, walau gambar tidak di sertai
dengan tulisan sekaligus. Gambar berdiri sendiri dan selalu memiliki subyek yang
mudah dipahami, sebagai simbol yang jelas dan mudah dikenal.
8
Heri Dewi Waluyanto, Karikatur Sebagai Karya Komunikasi Visual Dalam Penyampaian Kritik
Sosial, Fakultas Seni dan Desain Universitas kristen petra, 2000, h.131
15
5. Pengertian Film Kartun.
Film kartun dapat disebut juga sebagai film animasi. Film kartun adalah
bentuk dari gambar animasi 2 dimensi (2D), karena menggerakan objek gembar
dengan waktu tertentu, animasi dapat juga digunakan untuk media-media pendidikan,
informasi, dan media pengetahuan lainnya. Secara arti harfiah animasi “adalah
membawa hidup atau gerak. Animasi adalah sebuah rangkaian gambar atau objek
yang bergerak dan seolah-olah hidup.”9
6. Kebiasaan Menonton Film Kartun.
Televisi dalam sebuah keluarga telah menjadi kebutuhan “konsumsi intans
media komunikasi” yang menggeser nilai-nilai yang sudah ada sebelumnya. Karena
itu daya tarik media televisi sedemikian besar sehingga pola dan kehidupan manusia
setelah kemunculan televisi menunjukan perubahan. Daya tarik media televisi lebih
besar dari pada media masa yang lainnya karena sifat audio dan visual yang
demikiannya. Televisi memiliki kemampuan untuk menembus, membohongi, dan
melarikan pemirsanya dari kenyataan-kenyataan kehidupan sekelilingnya. “Televisi
memiliki kemampuan manipulasi untuk menghibur.”10 Akibatnya televisi telah
mampu memukau pemirsa untuk berlama-lama di depan layar televisi. Sehingga
terlihat dari beberapa kasus yang dicerminkan seorang anak kelas III SD harus
meninggal dunia karena telah dismack down oleh teman sekolahnya.
9
.Herdiananda, Definisi Film, http://indoinblog.blogspot.com/2009/08/definisi film.html 05 Desember
2012.
10
.Baran,http://indoinblog.blogspot.ac.id/2011/05/Introduction-tomass-comunicastion.html 5Desember
2012.
16
Kemampuan televisi yang luar biasa tersebut sangat mudah untuk dicerna bagi
setiap individu. Dalam persaingan biasa tersebut sangat mudah memasuki kehidupan
pemirsanya. Dalam persaingan bisnis industri televisi yang cukup ketat telah
mengakibatkan para pengelola televisi saling berlomba untuk memberikan tayangantayangan yang bisa diterima masyarakat dengan mudah tanpa mengiraukan etika dan
juga norma-norma masyarakat. Akibatnya masyarakat, juga anak-anak dimanjakan
oleh sajian-sajian yang bila diperhatikan banyak yang tidak layak dikonsumsi untuk
anak-anak. Bahkan untuk program anak-anak pun masih banyak yang tidak
“mendidik” anak-anak. Unsur kekerasan, hinaan dan seksisme yang sepatunya belum
layak dikonsumsi anak-anak muncul dalam film-film kartun yang menang ditujukan
untuk anak-anak.
Selain itu juga televisi melupakan fungsinya. Sebagai sebuah bentuk media
massa, seharusnya televisi mempunyai fungsi untuk mendidik selain menghibur.
Disampaikan itu juga televisi sekarang ini telah melupakan bahkan mengabaikan
fungsi untuk melestarikan nilai dan norma sosial. Buktinya banyak tayangan program
televisi yang diimpor lagsung para pemilik televisi kemudian ditanyangkan tanpa
mempertimbangkan unsur edukatif para tayangan tersebut. Tuntutan rating dan
iklanlah yang membuat banyak stasiun televisi melakukan menuver untuk
mendapatkan perhatian pemirsa melalui acara-acara yang di tayangkan.
7. Pengaruh Film Kartun Terhadap Sikap Anak.
Dari berbagai acara televisi untuk anak antara lain film kartun, film boneka,
drama anak, acara televisi yang paling banyak digemari adalah film kartun, apalagi
17
sebuah stasiun TV swasta terkemuka telah menyediakan waktu khususnya untuk
memutar film kartun anak. Salah satunya film kartun minggu pagi yang banyak
ditonton adalah film kartun Crayon Shinchan. Cerita yang di buat film ini bermula
dari komik terkenal Crayon Shinchan yang di buat oleh Yosito Usui dari Jepang. Dari
10 tokoh yang sering muncul antara lain Crayon Shinchan, hirosi nohara (ayah
Crayon Shinchan), misay (ibu Crayon Shinchan), Ziro (anjing kesayangannya),
yosinaga (ibu guru), kepala sekolah dan teman-temannya, tokoh Crayon Shinchanlah
yang ditonjolkan sebagai anak TK berusia 5 tahun yang sangat nakal dan konyol.
Kenakalannya melebihi kenakalan anak seusianya, sehingga sering membuat masalah
pada orang-orang disekitarnya termaksud keluarga, guru dan teman-temannya.
Tokoh Crayon Shinchan adalah tokoh yang anti sosial, cendrung melawan
apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang anak. Film kartun yang seharusnya
untuk konsumsi anak usia 15 tahun ke atas, setelah menggeser menjadi tontonan
segala usia termaksud juga anak-anak di bawah usia tersebut. Sebenarnya, televisi
sebagai pembawa pesan bersifat “netral”, artinya dapat berpengaruh positif dan
negatif terhadap khalayak penonton, khususnya anak-anak, bukan bersumber pada
medianya, melainkan bagaimana memanfaatkan media tersebut. Dengan demikian
peran orang tua sangat dominan terhadap adanya pengaruh positif maupun negatif
terhadap anak-anak itu. Hal tersebut diungkapkan oleh Subroto sebagai bahwa
menonton TV dapat menjadi suatu kegiatan pasif yang mematikan, “apabila orang
tuanya tidak mengarahkan apa-apa yang boleh dilihat oleh anak-anak mereka dan
sekaligus mengajar anak-anak itu untuk menonton secara kritis serta untuk belajar
18
dari apa yang mereka tonton.”11 Patricia Mark (dalam Subroto) mengutip pendapat S.
Gabbery dan M. Schneider sebagai berikut:
Dalam salah satu ekperimen, dikuranginya waktu normal bagi anak umur 6 tahun
untuk menonton TV, ternyata menyebabkan bergesernya gaya intelektual, yang
lebih suka menuruti kata hatinya, ke yang lebih suka memikirkan sesuatu,
sehingga menghasilkan sejumlah peningkatan dalam IQ (Intelegent Quality)
nonverbalnya. Dari teori tersebut terlihat bahwa afektif anak yaitu yang lebih
menuruti kata hatinya berkurang seiring dengan berkurangnya waktu untuk
menonton televisi.12
Dari fungsi kartun yang memberi pesan yang bersifat hiburan film ini
mampu menggeser fungsinya secara lebih yaitu promosi tokoh secara implisit atau
malahan secara tidak sadar timbul sesuatu dorongan aktif anak untuk secara
emosional tertarik dan kemudian ingin memiliki tokoh kartun tersebut. Kartun
sesungguhnya dihadirkan oleh pihak televisi untuk menghibur anak-anak. Alih alih
ingin menghibur, justru film-film kartun ini sangat merusak perkembangan anak.
Tidak semua film kartun yang ditayangkan di televisi mendidik. Banyak kartun yang
isinya tidak tepat bagi anak-anak. Belum lagi waktu tayang yang tidak pas, sehingga
anak-anak kadang malas untuk berangkat ke Sekolah karena asyik menonton film
kartun. The Owl misalnya, sekilas film ini sangat lucu dan manarik. Namun, jika
perhatikan dengan seksama, film yang tayang di MNCTV ini syarat dengan
kekerasan. Di akhir cerita film, pasti tokoh burung hantu ini hancur.
11
Darwanto Sastro Subroto, TV Sebagai Media Pendidikan, Salatiga, Duta Wacana Universitas Press,
1992 h.3
12
Ibid.,
19
Di luar masalah konten tayangan kartun, sebenarnya kebiasaan anak-anak
menonton televisi juga bisa berpengaruh buruk bagi perkembagannya. Anak umur di
bawah umur 2 tahun, biasanya akan lebih tertarik pada dunia dua dimensi, yakni
video dan audio.
Bahanyanya anak-anak yang sedang dalam tahap pertumbuhan yang
membutuhkan pengenalan dunia lima dimensi, tapi dipaksa hanya melihat dua
dimensi. Ini akan membuat anak kehilangan minat untuk mengasah kemampuan
motoriknya, seperti mengecap, membaui, serta kemampuan
lainnya. Dampak
lanjutannya adalah anak bisa saja tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya,
bahkan bisa saja perilakunya antisosial karena disibukkan dengan menonton
televisi Sering menonton kartun cepat ternyata merugikan kemampuan anakanak untuk berkosentrasi dan memecahkan penelitian menyebu teka-teki berbaris
logika. Parahnya, satu penelitian menyebutkan kebiasaan ini juga bisa merusak
memori jangka pendek mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan dari University of Virginia di AS
ini melibatkan 64 anak yang secara acak dibagi tiga kelompok. Satu
kelompok diminta secara khusus menonton secara khusus menonton
sembilan menit kartun Spongebob SquarePants yang populer, di mana
perubahan adegan terjadi pada rata-rata setiap 11 detik. Kelompok lain
mengamati kartun pendidikan dengan perubahan adegan rata-rata setiap 34
detik, sedangkan kelompok terakhir diizinkan untuk menggambar . setelah
itu anak- anak kemudian diminta untuk menyelesaikan berbagai tes. Yang
pertama, tes teka-teki, dan tes yang kedua adalah tes mengikuti petunjuk.
Hasilnya, terlihat kelompok anak yang sebelumnya diminta untuk menonton
kartun lebih lambat menyelesaikan berbagai tes, bila dibandingkan dengan
kelompok yang menonton kartun yang lambat dan kelompok yang
menggambar.13
13
Baran , Op. Cit., th.
20
8. Film Sebagai Media Pendidikan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya
pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses balajar. Para
murid dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat disediakan oleh
sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan zaman.
Gagne menyatakan “film kartun termasuk pada gilongan media komunikasi
infoemasi visual berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsangnya untuk belaja”14. Briggs berpendapat bahwa media adalah “segala alat
fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film,
kaset, adalah contoh-contohnya”15.
Keterangan ini mendeskripsikan bahwasannya media komunikasi seperti film
kartun termasuk pada aspek media pendidikan yang senantiasa memberikan pengaruh
positif dan negatif kepada murid, apalagi jika tayangan film kartun mencerminkan
nilai-nilai yang bermuatan negatif yang akan mempengaruhi sikap dan pola pikir
murid.
Babarapa manfaat praktis dari penggunaan media pengajaran yang berupa
film kartun dalam proses pembelajaran yaitu
1. Media pengajaran film dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi
sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
14
Arief S. Sadiman, dkk., Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya,
Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1996, h. 6-7.
15
Ibid.,
21
2. Media pengajaran film dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian
peserta didik sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang
lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan sisw untuk
belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
3. Media pengajaran film dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan
waktu.16
a. Obyek atau benda yang terlalu besar yang tidak dapat ditampilkan
langsung di ruang kelas dapat diganti dengan film.
b. Obyek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indra dapat
disajikan dengan bantuan film.
c. Kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali dalam
puluhan tahun dapat ditampakkan melalui rekaman film.
d. Obyek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah dapat
ditampilkan secara konkret melalui film.
e. Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan
dengan media seperti film.
f. Dapat menampilkan peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung
merapi atau proses yang dalam kenyataan memakan waktu lama.
4. Media pengajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa
tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan sekitar mereka, serta memungkinkan
terjadinya interaksi langsung denga guru, masyarakat dan
lingkungannya.17
Penyebutan film sebagai media pendidikan adalah karena film merupakan
media yang sangat besar kemampuannya dalam membantu proses pembelajaran yang
berupa gambar berurutan, dapat melukiskan sesuatu peristiwa, cerita, dan bendabenda murni seperti kejadian yang sebenarnya, sehingga hal itu dapat digunakan
sebagai teknik untuk menunjukkan beberapa fakta, kecakapan, dan pemahaman. Film
juga digunakan untuk menyalurkan pesan dari sumber pesan (guru) kepada peserta
didik sehingga dapat merangsang perasaan, perhatian, dan minat siswa serta perhatian
siswa sedemikian rupa sehingga proses pembalajaran terjadi.
16
Ibid., h. 27.
17
Ibid., h. 7.
22
B. Deskripsi Prestasi Belajar Murid.
1. Pengertian Belajar.
Menurut Tursan Hakim, “belajar adalah suatu proses perubahan di dalam
keperibadian manusia, dan perubahan tersebut dalam bentuk peningkatan kualitas dan
kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain lain kemampuan.”18 Selanjutnya
menurut Slameto, “belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”19.
Menurut Sardiman, A.M, dalam bukunya Interaksi dan motivasi belajar
mengajar bahwa” belajar merupakan sebagai usaha penguasaan materi ilmu
pengetahuan yang merupakan sebagaian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian
seutuhnya”20. R. Gagne seperti yang di kutip oleh Slameto dalam bukunya dan faktorfaktor yang mempengaruhinya, memberikan dua definisi belajar, yaitu:
a. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
b. Belajar adalah pengusaan pengetahuan atau keterampilan yang diproleh dari
intruksi.21
18
19
20
21
Tursan Hakim, Belajar Secara Efektif, Jakarta, Puspa Swara, 2005 h. 1
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta, Rineka Cipta, 2003 h.2
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, PT. Raja Grafindo persada, 2005, h.20
Slameto,Op.Cit., h. 13
23
M. Sobry Sutikno mengemukakan, belajar merupakan “suatu proses usaha
yang dilakukan oleh seorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”22 Menurut
Hilgard dan Bower dalam bukunya Thories Of Learning yang dikutip oleh Ngalim
Purwanto, “belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap
sesuatu situasi tertentu dan disebabkan oleh pengalamannya yang berulang ulang
dalam suatu situasi.”23.
Bedasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa belajar adalah
perubahan serta peningkatan kualitas tingkah laku seorang diberbagai bidang yang
terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus dengan ling kungannya. Jika
didalam proses belajar tidak mendapatkan peningkatan kualitas dan kuantitas
kemampuan, dapat dikatakan bahwa orang tersebut mengalami kegagalan di dalam
proses belajar. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur-unsur
yang sangat fundamental dalam menyelenggarakan setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu
sangat tergantung pada proses belajar yang dialami murid baik ketika ia berada di
sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Belajar dapat pula diartikan sebagai wahana latihan pengembangan diri
dengan pendekatan pendekatan, teori, metode, dan tujuan serta nilai yang ingin
22
Pupuh Faturahman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep
Umum dan Konsep Islami, Jakarta, PT. Rafika Aditama, 2007 h.5
23
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Jakarta, PT. Remaja Rosdakarya, 1996 h. 84
24
dicapai dari proses belajar itu sendiri. Sebab itu belajar adalah suatu proses adaptasi
(penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.
2. Pengertian Prestasi.
Prestasi merupan hasil sebuah usaha yang tidak selamanya identik dengan
hasil yang baik. Misalnya seorang murid yang mengikuti ujian dan mendapatkan nilai
lima, bisa dikatakan memperoleh prestasi buruk atau rendah. Sebuah tim sepak bola
yang lebih sering kalah ketimbang menang adalah tim sepak bola yang berprestasi
buruk, dan lain sebagainya. Sesuai dengan standarisasi yang telah ditentukan dalam
evaluasi pembelajaran. Menurut Moh. Syarifuddiin, mengatakan : “prestasi belajar
segala sesuatu yang diperoleh dengan cara atau proses mengatasi, mengerjakan, atau
melatih dengan baik yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok.”24 Menurut
pandangan lain menyatakan bahwa: “prestasi belajar adalah mencerminkan
sejauhmana siswa telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan disetiap bidang studi.
Gambaran prestasi siswa dapat dinyatakan dengan angka (0 s/d 10).”25
Namun pada umumnya kita mengasosiasikan prestasi sebagai hasil baik.
Ketika kita mengatakan seseorang berprestasi maka yang kita maksudkan adalah
orang tersebut memperoleh hasil atau prestasi yang baik. Dari penjelasan tersebut,
prestasi baiklah yang kita bahas selanjutnya. Sehingga prestasi meliputi berbagai
macam bidang antara lain:
24
Moh Syarifuddin, http//. Pengertianprestasibelajar,html online akses, 24-11-2012
25
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bandung, RosdaKarya, 1998, h. 32.
25
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Prestasi belajar, yaitu hasil yang didapat dari usaha belajar,
Prestasi kerja, yaitu hasil yang didapatkan dari bekerja.
Prestasi di bidang seni
Prestasi di bidang olah raga
Prestasi di bidang lingkungan hidup.
Prestasi di bidang iptek, dan lain lain.26
Pada dasarnya setiap orang memiliki keinginan untuk berprestasi atau
memproleh prestasi. Keinginan mendapatkan prestasi merupakan kebutuhan semua
orang. Ciri-ciri orang yang memiliki motivasi atau keinginan berprestasi antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Berorientasi pada masa depan atau cita-citanya
Berorientasi pada keberhasilan
Berni mengambil resiko
Memiliki rasa tanggung jawab
Menerima dan menggunakan kritik sebagai umpan balik
Kreatif serta mampu mengolah waktu dengan baik.27
Prestasi seseorang sangat dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor
yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri dan faktor yang bersal dari luar dirinya.
1. Faktor dari dalam diri, diantaranya bakat atau potensi, kepandaian atau
intelektualitas, minat, kebiasaan, motivasi, pengalaman, kesehatan, dan emosi.
2. Faktor dari luar, misalnya keluarga, sekolah, masyarakat, sarana prasarana,
fasilitas, gizi, dan tempat tinggal.
Kedua jenis faktor tersebut mendukung satu sama lain. Prestasi biasanya akan
muncul jika kedua macam faktor di atas terpenuhi secara baik. Orang yang
berprestasi adalah orang yang dianggap sukses dalam bidang tertentu, karena pada
26
Ibid.,
27
Ibid.,
26
kenyataannya ia memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Konsep diri yang melekat pada orang yang berprestasi adalah konsep diri positif yang
mampu menangkap, mengelolah, dan memberdayakan diri secara rasional dan
profesional serta efektifitas dan efisien.
Prestasi dalam penelitian ini adalah keberhasilan yang dicapai oleh peserta
didik dalam kaitannya dengan daya serap terdapat bahan pelajaran atau materi
pembelajaran yang di ajarkan oleh guru. Murid yang berprestasi tinggi adalah yang
dapat memenuhi target pencapaian kopetensi dasar pada setiap pelajaran yang telah
ditetapkan. Keberhasilan yang telah diraih oleh peserta didik bukan hanya di liat dari
nilai lapor dan lulusan dari tiap jenjang pendidikan. Akan tetapi lebih menguasaan,
pemahaman, penerapan nilai, dan sikap serta pengalamannya dalam kehidupan sehari
hari, karena pada hakekatnya murid yang berprestasi itu telah memiliki penguasaan
nilai kognitif, afektif, dan psikomotorik. Adapun indikator yang dijadikan sebagai
tolak ukur untuk mengetahui bahwa murid dapat berhasil dalam proses pembelajaran
adalah “(a) daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan untuk mencapai
prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok, (b) prilaku yang digariskan
dalam tujuan pengajaran telah dicapai murid baik individual maupun klasikal”.28
3. Pengertian Prestasi Belajar.
Prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah di capai menurut kemampuan
yang tidak dimiliki dan ditandai dengan “perkembangan serta perubahan tingkah
28
Uzar Usman, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar remaja, Jakarta, Rosadakarya, 1993 h.8
27
laku pada diri seorang yang diperlukan belajar dengan waktu tertentu. Prestasi belajar
ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai dan hasil tes atau ujian.”29
Definisi belajar menurut para ahli memilik perbedaan pendapat bedasarkan
sudut pandang masing-masing. Badudu Zain berpendapat bahwa: “prestasi belajar
menurut istilah adalah hasil maksimal yang dicapai seseorang dalam proses belajar
mengajar, sedangkan menurut isyarah prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari
apa yang dikerjakan atau yang sudah diusahakan.”30. Hal ini memberikan suatu
pemahaman bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai oleh pesrta didik
dalam proses belajar mengajar. Demikian pula Uzer Usman berpendapat
bahwa:”prestasi belajara adalah prestasi yang dicapai murid pada periode waktu
tertentu dalam proses belajar mengajarnya.”31
Prestasi belajar merupakan kemampuan seseorang dalam mencapaian berfikir
yang tinggi. Prestasi belajar harus memiliki tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sebaik baiknya pada seorang
anak dalam pendidikan baik yang dikerjakan atau bidang keilmuan. Prestasi bejalar
dari murid adalah hasil yang telah dicapai oleh murid yang dapat dari proses
pembelajaran. Prestasi belajar adalah hasil pencapaian maksimal menurut
kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap sesuatu yang dikerjakan, dipelajari,
difahami, dan diterapkan.
29
30
31
Baharuddin, Dkk, Teori Belajar Dan Pembelajaran,Yogyakarta, Ar Ruzz Media, 2008 h. 18.
Badudu Zain, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta, Pustaka Sinar, 2001 h. 78.
Uzer Usman, Menjadi Guru Yang Profesional, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1991, h. 36.
28
Pengertian diatas menunjukan bahwa prestasi belajar merupakan indikator
yang dapat dijadikan pedoman untuk mengetahui sejauh mana materi yang
disampaikan oleh seorang guru dapat dipahami dan dimengerti oleh muridnya. Dari
beberapa pendapat tersebut di atas penulis dapat menyimpulkan behwa prestasi
belajar merupakan hasil yang dicapai dari sebuah proses belajar mengajar yang
dilakukan secara maksimal dan optimal oleh guru dan peserta didik.
4. Bentuk Prestasi belajar.
Pencapaian prestasi belajar siswa merujuk kepada aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Oleh karena itu ketiga aspek di atas harus menjadi indikator prestasi
belajar artinya prestasi belajar harus mencakup aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. “Ketiga aspek di atas tidak berdiri sendiri tetapi merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki”32.
a. Bentuk Prestasi Kognitif.
Bentuk prestasi belajar bidang kognitif mencakup: pengetahuan hafalan
(Knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplikasi), analisis, sintesis
dan evaluasi.
Pengetahuan mencakup aspek-aspek faktual dan ingatan (sesuatu yang harus
diingat kembali) seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum, ayat-ayat, dan rumus.
Tipe prestasi belajar pengetahuan merupakan tingkatan prestasi belajar yang paling
32
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung, PT. Sinar Baru
Algesindo, 1991, h. 49-50.
29
rendah, namun demikian tipe belajar siswa ini penting sebagai prasyarat untuk
menguasai dan mempelajari tipe-tipe prestasi yang lebih tinggi.
Pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari tipe prestasi belajar pengetahuan
hafalan. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna arti dari suatu
konsep. Ada tiga macam pemahaman, yaitu pemahaman terjemahan, yakni
kesanggupan memahami makna yang terkandung di dalamnya, pemahaman
penafsiran, yakni kesanggupan melihat dibalik yang tertulis, tersirat dan tersurat,
meramalkan sesuatu dan memperluas wawasan. Penerapan (aplikasi) merupakan
kesanggupan menerapkan dan mengabstrasikan status, konsep, ide, rumus dan hukum
dalam situasi yang baru. Dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum atau dalil dan
rumus yang diterapkan terhadap suatu persoalan. Analisis merupakan kesanggupan
memecahkan, menguraikan suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian
yang mempunyai arti.
Analisis merupakan tipe prestasi belajar yang kompleks, yang merupakan
unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni pengetahuan, pemahaman dan aplikasi.
Tipe prestasi belajar analisis sangat diperlukan bagi para siswa sekolah menengah
apalagi perguruan tinggi . Kemampuan menalar pada hakikatnya mengandung unsur
analisis, apabila kemampuan analisis telah dimiliki siswa, maka siswa akan dapat
mengkreasi sesuatu yang baru. Kata-kata operasional yang lazim digunakan untuk
menganalisis antara lain menguraikan, memecahkan, membuat diagram, memisahkan,
membuat garis besar, merinci membedakan, menghubungkan dan memilih alternatif.
30
Sintesis merupakan lawan analisis. Analisis tekanannya pada kesanggupan
menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang bermakna, sedangkan pada sintesis
adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian-bagian menjadi satu integritas.
Melalui sintesis dan analisis maka berfikir kreatif untuk menemukan sesuatu yang
baru akan lebih mudah dikembangkan. Kata-kata operasional untuk melakukan
sintesis adalah mengkategorikan, menggabungkan, menghimpun, menyusun,
mencipta, merancang, mengkontruksi, mengorganisasi merevisi, menyimpulkan,
menghubungkan dan mensistematisasi.
Evaluasi merupakan kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai
sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya dan kriteria yang digunakan. Tipe
prestasi belajar ini dikategorikan paling tinggi, mencakup semua tipe di atas. Dalam
prestasi belajar evaluasi, tekanan pada pertimbangan sesuatu nilai, mengenai baik
tidaknya, tepat tidaknya dengan menggunakan kriteria tertentu. Untuk dapat
melakukan evaluasi diperlukan pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan
sintesis. Kata-kata operasional untuk tipe prestasi belajar evaluasi adalah menilai,
membandingkan, mengkritik, menyimpulkan, mendukung dan memberikan pendapat.
b. Bentuk Prestasi Afektif.
Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Sikap seseorang bisa diramalkan
perubahan-perubahannya. Apabila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat
tinggi. Ada kecenderungan bahwa prestasi belajar bidang afektif kurang mendapat
perhatian guru. Guru cenderung lebih memperhatikan pada bidang kognitif saja. Tipe
prestasi belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti atensi
31
atau perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan
teman serta kebiasaan belajar. Meskipun bahan pelajaran berisikan bidang kognitif,
tetapi bidang afektif harus menjadi bagian integral dari bahan tersebut, dan harus
tampak dalam proses belajar dan prestasi belajar yang dicapai.
Tingkatan afektif sebagai tujuan dan tipe prestasi belajar mencakup :
Receiving atau attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari
luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi atau gejala.
Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan saorang terhadap stimulus
yang datang dari luar. Valuing (penilaian) yakni berkenaan dengan penilaian dan
kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. Organisasi, yakni pengembangan nilai
kedalam suatu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan suatu nilai dengan
nilai lain dan kemantapan, prioritas nilai yang dimilikinya. Karakteristik dan
internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan perilakunya.
c. Bentuk Prestasi Psikomotor.
Psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan
bertindak seseorang. Adapun tingkatan keterampilan itu meliputi, gerakan refleks
(keterampilan pada gerakan yang sering tidak disadari karena sudah merupakan
kebiasaan), keterampilan pada gerakan-gerakan dasar, kemampuan perspektual
termasuk di dalamnya membedakan visual dan membedakan auditif motorik,
kemampuan bidang fisik seperti kekuatan, keharmonisan dan ketepatan, gerakan-
32
gerakan yang berkaitan dengan skill, mulai keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks .
Bentuk prestasi belajar seperti dikemukakan di atas tidak berdiri sendiri, tetapi
selalu berhubungan satu sama lain. Siswa yang berubah tingkat kognisinya
sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya. Siswa
yang telah menguasai kognitif maka perilaku siswa tersebut sudah bisa diramalkan.
Dalam praktik pembelajaran di sekolah, tipe prestasi kognitif cenderung lebih
dominan dari tipe afektif dan psikomotor, meskipun tidak berarti bidang afektif dan
psikomotor diabaikan. Persoalan yang menjadi pekerjaan rumah bagi setiap guru
adalah bagaimana menjabarkan tipe-tipe prestasi belajar tersebut menjadi perilaku
operasional, sehingga memudahkan dalam membuat rumusan tujuan pembelajaran.
5. Kegiatan Pembelajaran yang dapat Meningkat Prestasi Belajar.
Setiap lembaga pendidikan dalam melakukan kegiatan pembelajaran selalu
berupaya agar proses belajar mengajar dapat memberikan perubahan pola pikir dan
perilaku terhadap peserta didiknya. Hal ini bukan saja penguasan materi pembelajaran
tetapi juga kemampuan tenaga pendidik dalam menyampaikan materi termaksud
kemampuan dalam mendesain metode dan media pembelajaran. Jika dalam proses
belajar mengajar, murid tidak tertarik terhadap materi yang disampikan oleh seorang
guru maka besar kemungkinan peserta didik tidak akan mengalami peningkatan ilmu
pengetahuannya sehingga dengan sendirinya tidak akan meningkat pula prestasi
belajarnya.
33
Salah satu indikator pembelajaran yang berkualitas adalah guru dalam
menyampaikan materi pelajaran sangat variatif, baik dalam konteks penggunaan
metode maupun media pembelajaran. Disamping itu guru juga senantiasa
memberikan kesempatan pada murid untuk selalu aktif dalam kegiatan belajar,
terutama dalam hal memberikan pertanyaan tengtang hal-hal yang belum dipahami,
sehingga suasana kelas pada saat pembelajaran tampak hidup dan harmonis, dimana
guru aktif menyampaikan materi pembelajaran dan murid juga aktif serta antusias
dalam mengikuti pelajaran.
Oleh karena itu, seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran harus
memiliki kompetensi mengajar. Jika seorang guru memiliki kompetensi tersebut,
maka akan mampu merancang suatu dalam pembelajaran, yaitu aspek kognitif, aspek
afektif, dan aspek psikomotorik. Sebagaimana Winkel membagi tiga domain dalam
tujuan pembelajaran, yaitu:
Kognitif, meliputi tujuan yang berhubungan dengan pengetahuan,pemahaman,
penerapan analisa, sintesis, evaluasi. Afektif, meliputi tujuan yang berkaitan
dengan penerimaan, pastisipasi,penilaianm, organisasi, pola hidup. Psikomotorik,
meliputi tujuan yang berhubungan persepsi, kesiapn, gerakan, penyesuaian dan
kreatifiatas.33
Jika salah satu dari ketiga aspek tersebut terabaikan dalam proses
pembelajaran, maka tujuan pembelajaran dan prestasi belajar murid tidak dapat
tercapai secara optimal. Pelaksanaan evaluasi adalah sesuatu hal init dari keseluruhan
proses pembelajaran. Pelaksanaan evaluasi dalam proses pembelajaran adalah bagian
33
Winkel, Psikologi Pengajaran Jakarta, Grasindo, 1996, h.245-250.
34
yang paling urgen. Bila proses pembelajaran adalah tugas pokok sebuah madrasyah,
maka evaluasi adalah suatu hal inti dari keseluruhan proses pembelajaran. Pelaksanan
evaluasi dalam kegiatan ini pada hakekatnya dimaksudkan untuk mengukur
keberhasilan guru dalam mengajar dan mensukseskan murid dalam belajar serta
menyampaikan materi pelajaran dan murid juga aktif dan antusias dalam mengikuti
pelajaran.
Oleh karena, untuk lebih jelasnya penulis akan uraikan prestasi belajar murid
pada SDN 2 di Lameuru Kecamatan Ranomeeto Barat Kabupaten Konawe Selatan
sebagai berikut:
1) Prestasi Belajar Murid dalam Bidang Akademik.
Salah satu tugas profesi seorang guru adalah mengajar dan selain itu juga
dapat mendidik. Mengajar adalah kegiatan yang dilakukan sorang guru dalam
mentranfer ilmu pengetahuan atau memberikan informasi sebanyak-banyaknya
kepada murid sesuai dengan pedoman dan petunjuk yang telah diterapkan, sedangkan
mendidik yaitu mendewasan peserta didik dari berbagai segmen yang terkait dengan
pendidikan. Keberhasilan informasi menejeman berbasis sekolah, khususnya dalam
program pengajaran memberikan sumbangsi pengembangan, seperti hal pada
lembaga pendidikan tingkatan dasar pada SDN 2 di Lameuru Kecamatan
Ranomeeto Barat Kabupaten Konawe Selatan dapat diukur bedasarkan perbedaan
cara berfikir, merasa berbuat sebelum dan sesudah memperoleh pengalaman belajar
dan menghadapi situasi yang serupa. Misalnya sebelum belajar seorang murid belum
dapat mempraktekan cara bercocok tanam, kemudian setelahh terjadi proses
35
pembelajaran, maka murid dapat mempraktekannya dengan baik. Bedasarkan
pengamatan sendiri, guru SDN 2 di Lameuru Kecamatan Ranomeeto Barat
Kabupaten Konawe Selatan dalam memberikan pengajaran kepada murid untuk
mencapai hasil belajar sebagaimana tersebut diatas, model pengajaran yang
dilakukannya tidak hanya bersifat teoritis dengan mengajar ketuntasan materi tetapi
juga lebih ditekankan pada pembelajaran peraktek dan model keteladanan.
2) Prestasi Belajar Murid dalam Bidang Non Akademik.
Sebagaimana penulis jelaskan di atas bahwa sistem pembelajaran yang
dilakukan oleh guru SDN 2 Lameuru Kecamatan Ranomeeto Barat Kabupaten
Konawe Selatan tidak hanya bersifat teoritis tetapi lebih ditekankan pada pengalaman
dalam kehidupan sehari hari. Selain itu juga sistem pembelajaran yang dilakukan
adalah sistem pembelajaran berkesinambungan artinya proses pembelajaran tidak
hanya dilakukan didalam kelas saja dengan waktu yang sangat terbatas tetapi juga
dilakukan diluar jam pelajaran sebagai kegiatan ektrakurikuler. Khususnya
pendidikan pendidikan agama Islam seperti praktek ibadah, latihan ceramah dan
pengembangan bakat murid lainnya. Hal ini terkait dengan tugas pokok seorang guru
sebagai pendidik dan pelatih. Mendidik adalah kegiatan guru dalam memberi contoh,
tuntunan, petunjuk, dan keteladanan yang dapat diterapkan atau ditiru oleh murid
dalam sikap dan prilaku yang baik. Aspek yang dominan dikembangkan adalah aspek
sikap dan nilai (afektif) sedangkan tugas guru sebagai pelatih adalah kegiatan yang
dilakukan guru dalam membimbing, memberi contoh dan petunjuk petunjuk praktis
yang berkaitan dengan gerakan, ucapan dan perbuatan lainnya. Aspek yang dominan
36
dikembangkan adalah keterampilannya (psikomotoriknya) seperti cara mengucap
bahasa dengan sopan, tingka laku saat berhadapan dengan seorang yang di anggap
musuh, dan keterampilan lainnya.
C. Penelitian Relevan.
Sebagai landasan dalam penelitian ini maka penulis memberikan pandangan
tetang penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini seperti penelitian Arif
Rudiyanto, Tahun 2011 STAIN Kendari yang berjudul Hubungan Intensitas
menonton dengan Prestasi Belajar Murid SD 2 Padangguni Desa Padangguni Kec.
Abuki Kab. Konawe dengan hasil bahwa menonton televisi berpengaruh sebesar
0,02% terhadap prestasi belajar murid berdasarkan hasil analisis Produck moment.
Selanjutnya penelitian Rasnawati Tahun 2009 STAIN Kendari yang bejudul
Pengaruh Efektivitas Menonton terhadap Hasil Belajar Murid di SDN Anese dengan
hasil penelitian bahwa sekitar 63,98 % menonton televisi mempengaruhi hasil belajar
murid. Dari beberapa kajian relevan di atas maka dalam penelitian ini lebih
menfokuskan pada suatu objek /respondent yang mempunyai suatu kebiasaan yakni
menonton, khususnya film kartun yang belum dibahas secara rinci oleh peneliti
sebelumnya.
D. Kerangka Pikir.
Perkembangan prestasi belajar merupakan indikator yang diharapkan pada
setiap murid olehnya itu banyak hal yang dapat menjadi factor penghambat baik
secara ekternal maupun internal yang antara lain faktor dari luar seperti kondisi
37
lingkungan, guru dan sarana belajar hal tersebut dapat mempengaruhi murid dalam
mencapai prestasi balajar, sedangkan fakor dari dalam diri murid dapat berupa minat
dan intelegen murid yang bersangkutan. Dalam kaitannya dengan penulisan ini bahwa
kegiatan murid seperti menonton film kartun akan mengubah prilaku yang merupakan
kebiasaan yang akhirnya menjadi otomatis artinya bahwa ketika murid senantisa
melakukan aktifitas tentang itu maka akan senantiasa mengikuti karakter yang
dilihatnya melalaui televisi tersebut. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir dalam
penulisan ini dapat dilihat pada gambar berikut:
INDEPENDENT
DEPENDENT
KEBIASAAN
MENONTON
FILM KARTUN
PRESTASI
BELAJAR
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Pengaruh Kebiasaan Menonton Film Kartun Terhadap Prestasi
Belajar Murid.
Download