1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman era globalisasi saat ini, merupakan suatu perubahan zaman yang berkembang pesat, yang dimana teknologi yang berkembang yang semakin canggih. Dalam hal ini perkembangan juga dialami dalam media massa. Media massa adalah komunikasi kepada khalayak luas dengan menggunakan saluransaluran komunukasi ini. Walaupun komunikasi massa biasanya merujuk pada surat kabar, video, CD-Room, dan radio (Richard west:2008:41). Media massa yang terdiri dari media cetak dan media elektronik. Dalam hal media cetak dan elektronik masing-masing memiliki perubahan-perubahan yang signifikan. Dalam media cetak, perkembangan terjadi dari kualitas gambar yang membuat para penonton terkesimak. Televisi merupakan media elektronik visiual yang mampu menyebabkan berita secara cepat dan mencakup jumlah yang banyak tidak dapat bahwa banyak sekali manfaat dari penanganan acara televisi namun seimbang dengan dampak negatifnya. Televisi yang salah satu media elektronik yang hampir seluruh lapisan masyarakat dapat menikmatinya. Media ini menyediakan informasi baik berita, pengetahuan, maupun hiburan yang dapat dinikmati oleh masyarakat secara bebas. Hasil dari pemerolehan informasi tersebut dapat berupa pengetahuan, perilaku, dan pemikiran yang telah terkontaminasi. Dari proses saling mempengaruhi tersebut diinterpretasikan dalam bentuk bahasa dan tingkah laku seseorang. Fenomena ini sangat terlihat jelas pada perilaku berbahasa anak-anak. 2 Media elektronik televisi menayangkan berbagai menu hiburan dan informasi menarik. Acara televisi untuk anak-anak begitu banyak jumlahnya dan ditayangkan hampir setiap waktu oleh berbagai stasiun televisi. Berbagai jenis film kartun televisi telah mempesona anak-anak dan menyedot sebagian besar waktu dan perhatiannya. Bahkan mereka memilih menonton televisi dibanding bermain dengan teman sebayanya. Tentu hal ini akan sangat menentukan perilaku anak, baik dalam pembentukan karakter maupun perilaku bahasanya. Jenis tayangan media televisi khususnya acara televisi untuk anak-anak tersebut akan terekam dalam pikiran anak dan sekaligus dapat mempengaruhi perilaku anak terutama bahasanya. Berdasarkan paparan di atas, penulis bermaksud mengkaji bagaimana pola pendampingan orang terhadap perilaku menonton televisi film kartun terhadap anak. Berbagai Program televisi yang ditayangkan telah mampu menarik minat pemirsanya dan dapat membuat mereka yang menontonnya ketagihan, baik itu anak-anak, remaja hingga orangtua. Acara yang ditayangkan cukup beragam dari berita film, musik hingga tontonan anak-anak seperti film kartun. Berbagai tayangan film kartun untuk anak-anak pun beragam. Tidak dapat dipungkiri film anak-anak sekarang ini membuat daya tarik bagi mereka. Dewasa ini, animasi film kartun cukup berkembang pesat. Perkembangan yang dialami dari kualitas gambar dari animasi tersebut. Kemajuan teknologi juga tidak dapat terhindari guna mendukung kelangsungan hidup manusia. Dewasa ini, film-film kartun ini cukup menjamur diberbagai stasiun televisi di Indonesia. Semakin banyak stasiun yang muncul, semakin banyak pula kesempatan anak- 3 anak mencari film-film kartun yang berasal dari berbagai belahan dunia. Secara umum tayangan – tayangan ditelevisi seperti halnya film kartun bertujuan untuk memperoleh hiburan, informasi dan pendidikan. Fenomena yang tayangan televisi film kartun merupakan hal yang tidak mengherankan lagi. Anak-anak sekarang ini cukup fasih menyebutkan nama-nama seperti Doreamon, Crayon Sinchan, Spongebob Squerpants, Tom and Jerry, Avatar, naruto, Berbie dan lain sebagainya. Tayangan televisi untuk anak-anak tidak bisa dipisahkan dengan film kartun. Jenis film tersebut sangat populer di lingkungan mereka, bahkan tidak sedikit orang `dewasa yang menyukai film ini. Jika kita perhatikan, film kartun masih didominasi oleh produk film import. Namun jika kita perhatikan, dalam film kartun yang bertemakan kepahlawanan misalnya, pemecahan masalah tokohnya cenderung dilakukan dengan cepat dan mudah melalui tindakan kekerasan (memukul, menendang, menampar, berkata kasar, dan sebagainya). Cara-cara seperti ini relatif sama dilakukan oleh musuhnya. Ini berarti tersirat pesan bahwa kekerasan harus dibalas dengan kekerasan, begitu pula kelicikan dan kejahatan lainnya perlu dilawan melalui cara-cara yang sama. Film kartun yang sangat digemari anak-anak saat ini adalah Naruto. Naruto adalah anime karya Masashi Kishimoto. Bercerita seputar kehidupan tokoh utamanya, Naruto Uzumaki seorang ninja remaja yang berisik, hiperaktif, dan ambisius dalam petualangannya mewujudkan keinginan untuk mendapatkan gelar hokage, ninja tekuat didesanya. 4 (http://id.wikipedia.org/wiki/Naruto_(manga), diakses tgl 11 Desember 2011). Begitu besar ketertarikan anak-anak terhadap kartun ini dikarenakan nilainilai dalam cerita Naruto ditampilkan secara eksplisit melalui dialog ataupun tingkah laku tokoh-tokohnya, hal ini membuat Naruto menjadi cerita yang menarik dan mudah dipahami. Selain itu film kartun Naruto ini disiarkan setiap hari di Global TV yang menyebabkan Naruto ini pun mulai "naik daun". Perkembangan dan popularitas serial ini dapat disamakan dengan popularitas manga terkenal Dragon Ball karya Akira Toriyama. Film kartun yang ditayangkan di TV merupakan program yang khusus didesain untuk anak-anak. Film kartun juga menyajikan keterampilanketerampilan emosional dan sosial yang merupakan parameter kecerdasan emosional. Lakon-lakon emosional dan sosial yang dimainkan oleh tokoh-tokoh film kartun walaupun berupa realitas semu (tidak nyata), akan terekam dalam gudang emosi anak dan melalui suatu proses belajar, hal itu akan menjadi acuan jika anak berhadapan dengan situasi yang relevan. Ada tiga asumsi yang berlaku dalam hal ini. Anak-anak memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyesuaikan tingkah lakunya dengan apa yang diamati di sekitarnya (patut diingat, perubahan-perubahan mental paling besar terjadi pada masa kanak-kanak, yaitu pada saat otak mengalami pertumbuhan pesat). Kedua, TV bagi anak adalah sesuatu yang menyenangkan, merupakan teman bermain ketika anak merasa kesepian dan salah satu motif mereka menonton TV adalah mempelajari sesuatu. Ketiga, kecerdasan emosional 5 seseorang tidak secara tidak dominan dipengaruhi faktor genetik, tapi sangat ditentukan factor lingkungan (http://rumahsejutaide.wordpress.com/2009/04/07/ film-kartu-kecerdasan-emosi-anak/ diakses pada taggal 5 Januari 2012). Televisi telah membawa banyak perubahan dengan cara banyak menghabiskan waktu luang mereka. Sementara beberapa perubahan telah menguntungkan, yang lain memiliki efek berbahaya. Televisi telah menjadi bagian besar kegiatan anak-anak. Selama beberapa dasawarsa terakhir, ada perdebatan terus pada sejauh mana efek kekerasan media pada anak-anak. Esai ini bertujuan untuk berpendapat bahwa televisi dan media memiliki efek yang merugikan pada anak-anak. Penelitian terhadap isi televisi telah secara konsisten tingkat tinggi kekerasan dan agresif hadir dalam program kartun yang paling. Hal ini berpendapat bahwa ada hubungan kuat antara kekerasan di TV dan perilaku anak agresif. 80% dari program televisi mencakup kekerasan. Selain itu, penting bahwa anak-anak menghabiskan waktu luang mereka dalam menonton TV harus dikontrol oleh orang tua (Knom, 1990). Masalahnya adalah bahwa kartun mengandung jumlah yang signifikan dari adegan kekerasan. Jelas bahwa efek kekerasan media pada anak-anak dalam agresi merupakan hasil dari proses belajar kumulatif selama masa kanak-kanak. Memang, TV telah pasti memberikan kontribusi terhadap pengetahuan anak-anak perilaku umum. Di sisi lain, telah program TV dan media kadang-kadang memiliki pengaruh positif pada perilaku anak-anak apakah itu pendidikan atau hiburan. Efek ini telah dikaitkan dengan belajar observasional di mana anak meniru 6 perilaku dari model yang mereka amati. Ada percobaan menggambarkan bagaimana anak-anak belajar dari media misalnya, Duncker (1938) menunjukkan anak-anak sebuah film yang pahlawan itu makan dan menikmati dalam makanan mana anak-anak itu tidak suka. Hasilnya setelah menonton film tersebut adalah 67% dari anak-anak menerima makanan dalam perilaku afirmatif. Selain itu, Carter telah menunjukkan bahwa kartun mungkin merupakan kenikmatan bagi anak-anak dalam kehidupan sosial mereka. Disarankan bahwa program TV dapat menghasilkan kegembiraan tanpa menyebabkan gangguan terhadap anak-anak. meskipun, itu mencapai kenikmatan (Sparks, 1992). Inti utama dari titik-titik ini adalah untuk menampilkan bagaimana anak-anak mendapatkan manfaat dari program TV dan media. Namun, telah diperdebatkan bahwa TV dan media tidak selalu memiliki cerminan yang baik pada anak-anak menurut teori imitasi. Itu berarti latihan anakanak pada apa yang mereka pelajari tergantung pada persepsi mereka (Smith dan Jones, 2002). Untuk menggambarkan hal ini, Bandura melakukan percobaan yang menunjukkan anak-anak film mengobati dengan boneka dengan cara yang berbahaya. Hal ini karena anak-anak yang telah menunjukkan film itu perilaku agresif lebih dari anak yang tidak menonton film tersebut ketika mereka meninggalkan anak-anak untuk mengatasi dengan boneka diberi. Jelas, dilihat dari perspektif ini, anak lebih mungkin untuk meniru kekerasan dan perilaku agresif. Kekerasan di televisi secara langsung terkait dengan perilaku agresif pada anak-anak ketika mereka menghabiskan lebih banyak waktu menonton program kartun. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa TV dan media telah memainkan 7 peran penting dalam perilaku anak yang mungkin positif atau negatif. Situasi saat ini mengenai perilaku agresif dalam program media jelas. Namun, jelas bahwa peneliti perlu mencari tahu lebih banyak alasan tentang kekerasan pada anak-anak yang dapat bawaan di masa depan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul: “PENGARUH KEBIASAAN MENONTON FILM KARTUN TERHADAP PRILAKU SOSIAL ANAK (Survey Murid SD INPRES Kampus UNHAS I Kota Makassar).” B. Rumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang dan pernyataan masalah diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kebiasaan menonton film kartun dikalangan murid sekolah dasar? 2. Bagaimana perilaku anak yang menonton film kartun? C. Tujuan dan Kegunaan a. Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dampak kebiasaan perilaku sosial anak dikalangan murid sekolah dasar menonton film kartun 2. Untuk mengetahui pengaruh kebiasaan menonton film kartun dengan perilaku sosial dikalangan murid sekolah dasar. 8 b. Kegunaan penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan rujukan/referensi untuk penelitian yang menyangkut kajian sosiologi. 2. Sebagai masukan bagi pengelolah siaran televisi dalam merancang siaran film kartun yang dapat mendidik anak-anak di usia dini. D. Kerangka Pikir Perilaku sosial anak yang biasa ditirukan oleh anak-anak karena adegan di film kartun merupakan suatu perilaku dari efek media massa. Kebiasaaan menonton film kartun pada anak-anak usia sekolah dasar telah menjadi suatu tradisi yang berakar kuat dan mempengaruhi pola pikir mereka, sehingga perilaku anak terhadap kehidupan sosialnya (lingkungannya) cenderung memiliki agresitifitas tinggi dan berdampak negatif bagi perkembangan pola pikir mereka yakni mempengaruhi waktu istirahat dan waktu belajar yang lebih minim, tetapi dengan daya khalayak yang lebih tinggi. Imajinasi yang tinggi ini akan berpengaruh pula terhadap perkembangan otak anak-anak, dengan demikian akan menjadi semacam lingkaran mata rantai yang member efek (pengaruh), baik yang sifatnya positif maupun negatif bila siaran tersebut dapat memberi pelajaran dan pendidikan bagi anak-anak usia dini. Merancang siaran yang baik untuk anak-anak menjadi penting untuk ditelaah, terutama bimbingan dari orang tua untuk senantiasa menjaga dan mengawasi siaran yang cocok untuk dilihat bagi anak-anak. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dan teori sosialisasi Individu dalam masyarakat akan mengalami proses sosialisasi agar ia hidup dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dimana individu itu berbeda, oleh karena itu penting bagi sosiologi untuk mempelajari sosialisasi, karena tanpa sosialisasi suatu masyarakat tidak dapat berlanjut pada generasi berikutnya. Menurut vander Zende (1979;75), Sosialisasi adalah proses interaksi sosial melalui mana kita mengenal cara-cara berpikir, berperasaan dan berperilaku sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam masyarakat. Menurut Maccoby dan jacklin teori Sosialisasi terdiri dari sebagai berikut: 1. Teori Imitasi, mengenal indentifikasi awal seorang anak terhadap anggota keluarga yang jenis kelaminnya sama dengannya, dengan menirukan tingkah laku tertentu orang dewasa. Anak akan mengidentifikasikan dirinya dengan orangtuanya yang berjenis kelamin sama dengannya. 2. Self-socialization, dalam teori ini anak akan berusaha mengembangkan konsep tentang dirinya. Dan juga mengembangkan konsep suatu pengertian tentang apa yang harus dilakukan bagi jenis kelamin yang bersangkutan. 10 3. Teori Reinforcement, menekankan penggunaan saksi berupa hukuman atau penghargaan. Hal ini akan mendorong anak bertingkah laku sesuai dengan jenis kelaminnya. Sanksi yang diberikan oleh keluarga ataupun orang dewasa lainnya. B. Definisi Dampak, Adegan dan kekerasan. Definisi dampak Menurut Otto Soemarwonto (1989;4) Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktifitas dan aktifitas itu dapat dilakukan oleh manusia yang mengarah kepada perubahan dalam kehidupan manusia itu sendiri. Dengan demikian dampak adalah berarti nilai yang ditimbulkan oleh sutu peristiwa atau kejadian yang dialami oleh seseorangatau kelompok dalam proses pergaulannya atau dalam proses pekerjaannya. Dampak dapat berwujud dalam bentuk positif, yaitu berguina bagi yang menerima dampak tersebut, dan bisa berdampak negatif bila hal itu mengurangi atau merendahkan martabat dari yang menerima dari dampak tersebut. Definisi Adegan Menurut Ciu cahyono, adegan adalah kejadian dalam kerangka fiksi yang didalamnya terdapat laku atau tutur dari tokoh-tokoh cerita, yang terbingkai dalam suatu setting waktu dan setting tempat. 11 Adegan dapat diartikan sebagai bagian babak dalam lakon sandiwara, film atau sinetron. Adegan kekerasan dalam yang ditayangkan dalam film atau sinetron dapat mempengaruhi kejiwaan seseorang. Adegan pemikat adalah adegan yang membangkitkan rasa ingin tahu dan keterkaitan emosional penonton atau pemirsa. Definisi Kekerasan Kekerasan merujuk kepada tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan, dll). Yang menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain. “kekrasaan” juga berkonotasi kecendurungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kekerasan pada dasarnya tergolong kedalam dua bentuk 1. Kekerasan sembarang, yang mencakup kekerasan dalam skala kecil atau tidak terencanakan. 2. Kekerasan yang terkoordinir, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak. Seperti yang terjadi dalam perang. 12 C. Konsep dan Teori Perilaku Sosial Pengertian Perilaku Sosial Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia (Rusli Ibrahim, 2001). Sebagai bukti bahwa manusia dalam memnuhi kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain.Ada ikatan saling ketergantungan diantara satu orang dengan yang lainnya. Artinya bahwa kelangsungan hidup manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak menggangu hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat. Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey (1982) dalam Rusli Ibrahim (2001), perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi. Perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang terhadap orang lain (Baron & Byrne, 1991 dalam Rusli Ibrahim, 2001). Perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang lain. Perilaku sosial seseorang merupakan sifat relatif untuk menanggapi orang lain dengan cara-cara yang berbeda-beda. Misalnya dalam melakukan kerja sama, ada orang yang melakukannya dengan tekun, sabar dan selalu mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadinya. Sementara di pihak lain, ada 13 orang yang bermalas-malasan, tidak sabaran dan hanya ingin mencari untung sendiri. Sesungguhnya yang menjadi dasar dari uraian di atas adalah bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial (W.A. Gerungan, 1978:28). Sejak dilahirkan manusia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memuhi kebutuhan biologisnya. Pada perkembangan menuju kedewasaan, interaksi sosial diantara manusia dapat merealisasikan kehidupannya secara individual. Hal ini dikarenakan jika tidak ada timbal balik dari interaksi sosial maka manusia tidak dapat merealisasikan potensi-potensinya sebagai sosok individu yang utuh sebagai hasil interaksi sosial. Potensi-potensi itu pada awalnya dapat diketahui dari perilaku kesehariannya. Pada saat bersosialisasi maka yang ditunjukkannya adalah perilaku sosial. Pembentukan perialku sosial seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Pada aspek eksternal situasi sosial memegang pernana yang cukup penting. Situasi sosial diartikan sebagai tiap-tiap situasi di mana terdapat saling hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain (W.A. Gerungan,1978:77). Dengan kata lain setiap situasi yang menyebabkan terjadinya interaksi sosial dapatlah dikatakan sebagai situasi sosial. Contoh situasi sosial misalnya di lingkungan pasar, pada saat rapat, atau dalam lingkungan pembelajaran pendidikan jasmani. 14 Faktor-Faktor Pembentuk Perilaku Sosial Baron dan Byrne berpendapat bahwa ada empat kategori utama yang dapat membentuk perilaku sosial seseorang, yaitu : a. Perilaku dan karakteristik orang lain Jika seseorang lebih sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakter santun, ada kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang berkarakter santun dalam lingkungan pergaulannya. Sebaliknya, jika ia bergaul dengan orang-orang berkarakter sombong, maka ia akan terpengaruh oleh perilaku seperti itu. Pada aspek ini guru memegang peranan penting sebagai sosok yang akan dapat mempengaruhi pembentukan perilaku sosial siswa karena ia akan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam mengarahkan siswa untuk melakukan sesuatu perbuatan. b. Proses kognitif Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Misalnya seorang calon pelatih yang terus berpikir agar kelak dikemudian hari menjadi pelatih yang baik, menjadi idola bagi atletnya dan orang lain akan terus berupaya dan berproses mengembangkan dan memperbaiki dirinya dalam perilaku sosialnya. Contoh lain misalnya seorang siswa karena selalu memperoleh tantangan dan pengalaman sukses dalam pembelajaran penjas maka ia memiliki sikap positif terhadap aktivitas jasmani yang ditunjukkan oleh 15 perilaku sosialnya yang akan mendukung teman-temannya untuk beraktivitas jasmani dengan benar. c. Faktor lingkungan Lingkungan alam terkadang dapat mempengaruhi perilaku sosial seseorang. Misalnya orang yang berasal dari daerah pantai atau pegunungan yang terbiasa berkata dengan keras, maka perilaku sosialnya seolah keras pula, ketika berada di lingkungan masyarakat yang terbiasa lembut dan halus dalam bertutur kata. d. Tatar Budaya sebagai tampat perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi Misalnya, seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu mungkin akan terasa berperilaku sosial aneh ketika berada dalam lingkungan masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda. Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani yang terpenting adalah untuk saling menghargai perbedaan yang dimiliki oleh setiap anak. c. Bentuk dan Jenis Perilaku Sosial Bentuk dan perilaku sosial seseorang dapat pula ditunjukkan oleh sikap sosialnya. Sikap menurut Akyas Azhari (2004:161) adalah “suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Sedangkan sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap obyek sosial yang menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang terhadap salah satu obyek sosial (W.A. Gerungan, 1978:151-152). Berbagai bentuk dan jenis perilaku sosial seseorang pada dasarnya merupakan karakter atau ciri kepribadian yang dapat teramati ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Seperti dalam kehidupan berkelompok, 16 kecenderungan perilaku sosial seseorang yang menjadi anggota kelompok akan akan terlihat jelas diantara anggota kelompok yang lainnya. Perilaku sosial dapat dilihat melalui sifat-sifat dan pola respon antar pribadi, yaitu : 1. Kecenderungan Perilaku Peran a. Sifat pemberani dan pengecut secara sosial Orang yang memiliki sifat pemberani secara sosial, biasanya dia suka mempertahankan dan membela haknya, tidak malu-malu atau tidak segan melakukan sesuatu perbuatan yang sesuai norma di masyarakat dalam mengedepankan kepentingan diri sendiri sekuat tenaga. Sedangkan sifat pengecut menunjukkan perilaku atau keadaan sebaliknya, seperti kurang suka mempertahankan haknya, malu dan segan berbuat untuk mengedepankan kepentingannya. b. Sifat berkuasa dan sifat patuh Orang yang memiliki sifat sok berkuasa dalam perilaku sosial biasanya ditunjukkan oleh perilaku seperti bertindak tegas, berorientasi kepada kekuatan, percaya diri, berkemauan keras, suka memberi perintah dan memimpin langsung. Sedangkan sifat yang patuh atau penyerah menunjukkan perilaku sosial yang sebaliknya, misalnya kurang tegas dalam bertindak, tidak suka memberi perintah dan tidak berorientasi kepada kekuatan dan kekerasan. 17 c. Sifat inisiatif secara sosial dan pasif Orang yang memiliki sifat inisiatif biasanya suka mengorganisasi kelompok, tidak sauka mempersoalkan latar belakang, suka memberi masukan atau saransaran dalam berbagai pertemuan, dan biasanya suka mengambil alih kepemimpinan. Sedangkan sifat orang yang pasif secara sosial ditunjukkan oleh perilaku yang bertentangan dengan sifat orang yang aktif, misalnya perilakunya yang dominan diam, kurang berinisiatif, tidak suka memberi saran atau masukan. d. Sifat mandiri dan tergantung Orang yang memiliki sifat mandiri biasanya membuat segala sesuatunya dilakukan oleh dirinya sendiri, seperti membuat rencana sendiri, melakukan sesuatu dengan cara-cara sendiri, tidak suak berusaha mencari nasihat atau dukungan dari orang lain, dan secara emosiaonal cukup stabil. Sedangkan sifat orang yang ketergantungan cenderung menunjukkan perilaku sosial sebaliknya dari sifat orang mandiri, misalnya membuat rencana dan melakukan segala sesuatu harus selalu mendapat saran dan dukungan orang lain, dan keadaan emosionalnya relatif labil. 2. Kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial a. Dapat diterima atau ditolak oleh orang lain Orang yang memiliki sifat dapat diterima oleh orang lain biasanya tidak berprasangka buruk terhadap orang lain, loyal, dipercaya, pemaaf dan tulus 18 menghargai kelebihan orang lain. Sementara sifat orang yang ditolak biasanya suak mencari kesalahan dan tidak mengakui kelebihan orang lain. b. Suka bergaul dan tidak suka bergaul Orang yang suka bergaul biasanya memiliki hubungan sosial yang baik, senang bersama dengan yang lain dan senang bepergian. Sedangkan orang yang tidak suak bergaul menunjukkan sifat dan perilaku yang sebaliknya. c. Sifat ramah dan tidak ramah Orang yang ramah biasanya periang, hangat, terbuka, mudah didekati orang, dan suka bersosialisasi. Sedang orang yang tidak ramah cenderung bersifat sebaliknya. d. Simpatik atau tidak simpatik Orang yang memiliki sifat simpatik biasanya peduli terhadap perasaan dan keinginan orang lain, murah hati dan suka membela orang tertindas. Sedangkan orang yang tidak simpatik menunjukkna sifat-sifat yang sebaliknya. 3. Kecenderungan perilaku ekspresif a. Sifat suka bersaing (tidak kooperatif) dan tidak suka bersaing (suka bekerja sama) Orang yang suka bersaing biasanya menganggap hubungan sosial sebagai perlombaan, lawan adalah saingan yang harus dikalahkan, memperkaya diri sendiri. Sedangkan orang yang tidak suka bersaing menunjukkan sifat-sifat yang sebaliknya 19 b. Sifat agresif dan tidak agresif Orang yang agresif biasanya suka menyerang orang lain baik langsung ataupun tidak langsung, pendendam, menentang atau tidak patuh pada penguasa, suka bertengkar dan suka menyangkal. Sifat orang yang tidak agresif menunjukkan perilaku yang sebaliknya. c. Sifat kalem atau tenang secara sosial Orang yang kalem biasanya tidak nyaman jika berbeda dengan orang lain, mengalami kegugupan, malu, ragu-ragu, dan merasa terganggu jika ditonton orang. d. Sifat suka pamer atau menonjolkan diri Orang yang suka pamer biasanya berperilaku berlebihan, suka mencari pengakuan, berperilaku aneh untuk mencari perhatian orang lain. D. Konsep dan Teori Interaksi Sosial Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu sebagai berikut: 1. Adanaya orang-orangan Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebiasaan-kebiasaan dalam keluargannya. Proses demikian terjadi melalui sosialisasi (Socialization), yaitu suatu proses. Dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari normanorma dan nilai-nilai masyarakat diman dia menjadi anggota. 20 2. Antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya Kontak sosial ini misalnya adalah apabila seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat atau apabila suatu partai politik memaksa anggota-anggotanya untuk menyesuaikan diri demgan ideologi dan programnya. 3. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. Umpamanya adalah ada dua partai politik mengadakan kerjasama untuk mengalahkan partai politik yang ketiga didalam pemilihan umum. Atau apabila dua buah perusahaan bangunan mengadakan suautu kontrak untuk membuat jalan raya, jembatan dan seterusnya disuatu wilayah yang baru dibuka. PROSES DAN INTERAKSI SOSIAL Proses sosial yang dimaksud adalah dimana individu, kelompok, dan masyarakat bertemu, berinteraksi dan berkomunikasi sehingga melahirkan sistemsistem sosial dan pranata sosial serta semua aspek kebudayan. Proses sosial ini kemudian mengalami dinamika sosial yang lain diisebut dengan perubahan sosial yang disebut dengan perubahan sosial yang terus menerus dan secara simultan bergerak dalam sistem-sistem sosial yang lebih besar. Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial, sedangkan bentuk khususnya adalah aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara 21 kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 2002:62). Syarat terjadi interaksi sosial adalah adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. 1. Kontak Sosial Menurut soeryono Soekanto 2002: 65), kontak sosial berasal dari bahasa latin com atau cum (bersama-sama) dan tango (menyentuh). Jadi artinya secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak sosial baru terjadi apabila adanya hubungan fisikal, sebagai gejala sosial hal ini bukan semata-mata hubungan badaniah karena hubungan sosial terjadi tidak saja secara menyentuh sesesorang, namun orang dapat berhubungan dengan orang lain tanpa harus menyentuhnya. Misalnya kontak sosial sudah terjadi ketika seseorang berbicara dengan orang lain, bahkan kontak sosial juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi. Kontak sosial dapat berlangsung dalam lima bentuk, yaitu: 1. Dalam bentuk proses sosialisasi yang berlangsung antara pribadi orang perorangan. Proses sosialisasi ini mungkin seseorang mempelajari normanorma yang terjadi dimasyarakatnya. 2. Antara orang per orang yang dengan suatu kelompok masyarakat lainnya dalam sebuah komunitas atau sebaliknya. 3. Antara kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya dalam sebuah komunitas. 4. Antara orang per orang dengan masyarakat global didunia Internasional 22 5. Antara orang per orang, kelompok, masyarakat dan dunia global dimana kontak sosial terjadi secara simultan diantara mereka. 2. Komunikasi Sosiologi menjelaskan komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang dilakukan oleh seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang lain yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik atau sikap, perilaku dan perasaan-perasaan, sehingga seseorang membuat reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap dan prilaku tersebut berdasarkan pada pengalaman yang pernah dia alami. Fenomena komunikasi dipengaruhi pula oleh media yang digunakan, sehingga media kadang kala yang juga mempengaruhi isi informasi dan penafsiran bahkan menurut Marshall McLuhan (1999:7) bahwa media juga adalah pesan itu sendiri. Proses-proses Interaksi sosial Menurut GIllin dan Gillin dalam Soekanto (2002: 71-104), menjelaskan bahwa ada dua golongan proses sosial sebagai akibat dari interaksi sosial, yaitu proses sosial asosiatif dan disosiatif. 1. Proses Asosiatif Dimaksud dengan proses asosiatif adalah sebuah proses yang terjadi saling pengertian dan kerjasama timbal balik antara orang perorang atau kelompok yang 23 satu dengan yang lainnya, dimana proses inti menghasilkan pencapaian tujuantujuan bersama. a. Kerjasama (cooperation) adalah usaha bersama antara individu atau kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Proses terjadinya cooperation lahir apabila diantara individu atau kelompok tertentu menyadari adanya kepentingan dan ancaman yang sama. Bentuk-Bentuk Accomodation adalah sebagai berikut: a). Coersion, yaitu suatu bentuk Accomodation yang terjadi karena adanya paksaan maupun kekerasan secara fisik atau psikologis b). Compromise, yaitu bentuk akomodasi yang dicapai karena masing-masing pihak yang trerlibat dalam proses ini saling mengurangi tuntutannya agar tercapai penyelesaian oleh pihak ketiga atau badan yang kedudukannya lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan. c). Mediation, yaitu Accomodation yang dilakukan melalui penyelesaian oleh pihak ketiga yang netral. d). Concilation, yaitu bentuk Accomodation yang terjadi melalui usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih. e). Toleration, yaitu bentuk Accomodation secara tidka formal dikarenakan adanya pihak-pihak yang mencoba untuk menghindari diti dari pertikaian. 24 f). Stalemate, pencapaian Accomodation dimana pihak-pihak yang bertikai dan mempunyai kekuatan yang sama berhenti pada satu titik tertentu dan masingmasing di antara mereka menahan diri. e). Adjudication, dimana berbagai usaha Accomodation yang dilakukan mengalami jalan buntu sehingga penyelesaiannya menggunakan jalan pengadilan. 2. Proses disosiatif Proses sosial disosiatif merupakan proses perlawanan (oposisi) yang dilakukan oleh individu-individu dan kelompok dalam proses sosial diantara mereka pada suatu masyarakat.Oposisi diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau kelompok tertentu atau norma dan nilai yang dianggap tidak mendukung perubahan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Bentukbentuk proses disosiatif adalah persaingan, kompetisi dan konflik. a. Persaingan adalah proses sosial, dimana individu atau kelompokkelompok berjuang dan bersaing untuk mencari keuntungan pada bidangbidang kehidupan yang menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, namun tanpa mempergunakan ancaman dan kekerasan. b. Controvertion atau adalah proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontroversi adalah proses sosial yang dimana terjadi pertentangan pada tataran konsep dan wacana, sedangkan pertentangan atau pertikaian telah memasuki unsur-unsur kekerasan dalam proses sosialnya. 25 c. Conflict adalah proses sosial yang dimana individu ataupun kelompok menyadari memiliki perbedaaan-perbedaan, misalnya dalam ciri badiniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, prinsip, politik, ideologi maupun kepentingan dengan pihak lain. Perbedaaan ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada sehingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian dimana pertikaian itu sendiri dapat menghasilkan ancaman dan kekerasan fisik. E. Konsep dan Teori Perilaku Perilaku dipandang dari segi biologi adalah suatu kegitan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Jadi pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri. Menurut Ensiklopesia Amerika, perilaku diartikan sebagai reaksi organism terhadap lingkungannya. Notoatmodjo (1998;60). Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni disebut ransangan. Dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Robert Kwick (1974), menyatakan bahwa “perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organism yang dapat dipelajari”. (Notoatmodjo, 1998;61). Perilaku manusia sangatlah luas. Benyamin Bloom (1908). Seorang ahli psikoligi pendidikan membagi perilaku ini kedalam 3 bagian, yang terdiri dari 26 kognitif, efektif dan psikomotor. Dalam perkembangan selanjutnya oleh para pendidikan, ketiga perilaku ini diukur dari: a. Pengetahuan (knoeledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk terwujudnya tindakan seseorang. b. Tindakan (Practise) Suatu sikap belum otomatis terwujudnya dalam suatu tindikan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas, faktor dukungan dan lain-lain. Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap ransangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. C. Kesedian untuk berubah (Readiness To Change) Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan-perubahan tersebut. Hal ini disebabkan oleh 27 karena setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda. Adapun untuk berubah terbagi dalam 2 bentuk, yaitu: 1). Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secarqa langsung dapat terlihat orang lain. Misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. 2). Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasikan secara langsung. Bentuk-bentuk perubaha perilaku itu sendiri sangat variasi, sesuai dengan konsep yang digunakan para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Berikut ini diuaraikan bentuk-bentuk perubahan perilaku menurut WHO, yang mana perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Perubahan alamiah Perilaku menusia selalu berubah, dimana sebagian perubahan itu disebabkan kareAna kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggotaanggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan. b. Perubahan terencana Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Kepribadian manusia pada dasarnya tgerdiri dari tiga sub sistem, yaitu: 28 a. Konsepsi Id Pada dasarnya ID adalah subsistem dari kepribadian. Ia adalah penampungan dan sumber dari sumber dari semua kekuatan jiwa yang menyebabkan berfungsinya suatu sistem. Id ini seringkali dilukiskan sebagai kawah mendidih yang berisi penghargaan dan keinginan-keinginan yang memerlukan pemuasan secepatnya. Pengharapan-pengharapan ini berasal dari insting-insting psikologi yang dipunyai setiap orang sejak lahir. Di dalam rangka mencari pemuasan dari keinginan-keinginan Id tidak belenggu oleh faktor-faktor pembatas seperti etik, moral, alasan atau logika. Oleh karenanya tidaklah heran jika terdapat dua hal yang bertentangan terjadi Id secara tetap merupakan suatu upaya untuk mendapatkan penghargaan, pemuasan dan kesenangan. Upaya ini secara pokok di wujudkan lewat libideo. b. Konsepsi Ego Kalau Id diterangkan sebagai sumber ketidak sadaran manusia, maka ego menunjukkan sebaliknya ialah sumber rasa sadar. Ia mewakili logika dan dihubungkan dengan prinsip-prinsip realitas. Ego merupakan subsistem yang berfungsi ganda yakni melayani dan sekaligus mengendalikan dua sistem lainnya (Id dan superego) dengan cara berinteraksi dengan dunia luar atau lingkungan luar (eksternal environment). menghubungkan kedunia Ego luar mengembangkan untuk kepentingan mendapatkan Id dengan pemuasan-pemuasan keinginannya. Dengan kata lain ego bertindak sebagai perantara bagi Id. Tujuan ego adalah untuk melindungi kehidupan ini dengan cara menafsiri dengan meggali 29 apa yang terjadi didalam lingkungan luar, sehingga Ego menjadi sadar tentang apa yang terjadi di dunia dan apa yang yang dialaminya. Ia dapat mengembangkan suatu fasilitas untuk menimbang dan belajar guna menyesuaikan dan bertindak sesuai dengan lingkungannya. Ego akan bereaksi terhadap keinginan-keinginan Id dengan mempertimbangkan terlebih dahulu apakah keinginan itu dapat memuaskan atau tidak. Jika keputusannya “ya” ego kemudian berusaha mendapatkan alat untuk melakukan keinginan Id tersebut. Jika jawabannya tidak maka Ego menekankan keinginan-keinginan tersebut atau mengarahkan ke tempat yang lain lebih memungkinkan tercapainnya realitas. C. Konsepsi Superego Superego sebenarnya adalah kekuatan moral dari personalitas. Ia adalah sumber norma atau standard yang tidak sadar yang menilai dari semua aktivitas ego. Superego menetapkan suatu norma yang memungkinkan ego memutuskan apakah suatu itu benar atau salah. Ia juga dapat bertindak sebagai mediator terhadap hukuman dari saling interaksinya ego dengan masyarakat. Seseorang tidaklah sadar akan cara kerja superego. Kesadaran dalam superego dikembangan lewat penyerapan dari nilai-nilai kultural dan moral dalam masyarakat. Seseorang tidaklah sadar akan cara kerja superego. Kesadaran dalam superego dikembangkan lewat penyerapan dari nilai-nilai cultural dan moral masyarakat. Sebenarnya orangtua merupakan salah satu faktor yang amat penting di dalam pengembangan superego dari anak-anak. Setelah anak-anak mampu melewati mampu melewati Oedipus komplek (cinta pada orangtua).maka mereka kemudian 30 secara tidak sadar akan mengindentifikasi sesuatu itu dengan moral dan nilai orangtuanya. F. Perbedaan kartun dan Animasi Definisi Animasi Animasi merupakan salah satu bagian grafika komputer yang menyajikan tampilan-tampilan yang sangat atraktif juga merupakan sekumpulan gambar yang ditampilkan secara berurutan dengan cepat untuk mensimulasi gerakan yang hidup. Pemanfaatan animasi dapat ditujukan untuk simulasi, menarik perhatian pemakai komputer pada bagian tertentu dari layar, memvisualisasikan cara kerja suatu alat atau menampilkan keluaran program dengan gambar-gambar yang menarik dibanding dengan sederetan angka, serta tidak ketinggalan untuk program-program permainan. Pada dasarnya, animasi adalah transformasi objek yang di mana semua titik pada sembarang objek akan diubah sesuai dengan aturan tertentu, sementara sistem koordinatnya tetap. Implementasi pada animasi dapat dikerjakan secara interaktif maupun non interaktif. Dibandingkan animasi non interaktif, animasi interaktif memberikan tampilan yang lebih menarik dan dinamis. Pada animasi interaktif, pergerakan objek mengikuti perintah yang diberikan oleh pemakai lewat perangkat interaktif. Sedangkan animasi non interaktif, pergerakan objek hanya dikendalikan dari prosedur yang ada di dalam sebuah program. Untuk animasi interaktif kebanyakan digunakan untuk program-program permainan, sedangkan animasi non interaktif kebanyakan untuk melakukan simulasi objek. 31 Pembuatan animasi masih dilakukan secara sederhana dan konvensional dengan cara menggerakkan beberapa gambar secara bergantian dan cepat sebelum tahun 1970-an. Gambar tersebut masih menggunakan lukisan tangan atau menggunakan foto dari serangkaian kejadian. Hingga pada akhir tahun 1970-an, seorang ahli program bernama Julain Gomez mengembangkan sebuah program khusus untuk animasi. Pengembangan program tersebut dilakukan di negara bagian Ohio, Amerika Serikat. Komputer digital yang berkembang pesat sangat mempengaruhi proses pengerjaan animasi. Animasi kemudian membentuk suatu bidang baru dalam ilmu komputer yaitu grafika komputer yang dapat digunakan untuk menggambarkan cara kerja suatu alat dan menampilkan keluaran program berupa gambar yang lebih hidup dan interaktif. Animasi banyak digunakan pada berbagai bidang seperti bidang perekayasaan, arsitektur, ekonomi, kedokteran, dan lain-lain. Animasi yang bagus dihasilkan dari gambar yang cukup banyak agar gambar yang dihasilkan akan tampak gerakan yang berkesan halus. Dalam hal ini, maka gambar-gambar tersebut haruslah berpindah posisi sekecil mungkin agar pada perubahan atau pergantian gambar terlihat lebih menarik dan bagus. Selain itu diperlukan juga kecepatan tertentu untuk tampilan gambar yang akan dibuat dalam animasi. Hal ini tergantung pada jumlah gambar yang diberikan. Kecepatan yang dimaksud yaitu begitu satu gambar ditampilkan maka akan berganti gambar berikutnya dengan kecepatan tertentu. Makin cepat pergantian antara satu gambar dengan gambar berikutnya maka akan menghasilkan gerakan gambar yang semakin halus. 32 Definisi Kartun Kartun adalah sebuah gambaran atau serangkaian gambar yang memuat cerita atau pesan dalam wujud sindiran atau humor (The World book Encyclopedia dalam Intisari, Januari 1992). Seorang antropolog, Dr. Mark Hobart menyebut kartun sebagai suatu bentuk seni yang berbeda, mampu membuat situasi kompleks menjadi elemen sederhana, sebab kartun adalalah sarana yang mampu merubah cara memahami dunia dengan menekankan aspek yang biasanya terkubur dalam hiruk pikuk kita sehari-hari (Museum Pendet, 2004:26). Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat representasi atau simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon atau humor (Setiawan, 2002:33). Kartun mengungkapkan masalah sesaat secara ringkas yang lebih berkepentingan pada momen namun digarap tajam dan humoristis dengan menekankan pada esensi atau inti permasalahan sehingga tidak jarang memancing senyum dan tawa pembaca. Humor dalam kartun merupakan perpaduan antara ide (idea) dengan menggambar (drawing)yang diupayakan untuk membuat orang yang melihat tersenyum sekaligus merenung (Mishon, 2003:4). Kartun pada awalnya, merupakan bidang yang dimiliki oleh seniman gambar oleh R.C. Harvey kartun digolongkan ke dalam bentuk komik yang menekankan pada aspek humor. Kartun berupa gambar tunggal yang berkombinasi dengan kata-kata yang bersifat naratif, sehingga wajar jika sebagian kalangan menganggap kartun sama dengan komik 33 G. Asal Mula Film Kartun Animasi merupakan sutu teknik yang banyak sekali dipakai di dalam dunia film dewasa ini, baik sebagai suatu kesatuan yang utuh, bagian dari suatu film, maupun bersatu dengan film live. Dunia film sebetulnya berakar dari fotografi, sedangkan animasi berakar dari dunia gambar, yaitu ilustrasi desain grafis (desain komunikasi visual). Melalui sejarahnya masing-masing, baik fotografi maupun ilustrasi mendapat dimensi dan wujud baru di dalam film live dan animasi. Dapat dikatakan bahwa animasi merupakan suatu media yang lahir dari dua konvensi atau disiplin, yaitu film clan gambar. Untuk dapat mengerti clan memakai teknik animasi, kedua konvensi tersebut harus dipahami dan dimengerti. Film, biasa dipakai untuk merekam suatu keadaan, atau mengemukakan sesuatu. Film dipakai untuk memenuhi suatu kebutuhan umum, yaitu mengkomunikasikan suatu gagasan, pesan atau kenyataan. Karena keunikan dimensinya, clan karena sifat hiburannya, film telah diterima sebagai salah satu media audio visual yang paling popular dan digemari. Karena itu juga dianggap sebagai media yang paling efektif. Untuk dapat mempergunakan media film ada dua masalah pokok yang harus dihadapi, yaitu masalah teknis film clan masalah teknik mengemukakan sesuatu denga film atau biasa disebut teknik presentasi. Demikian juga dengan hal yang harus diketahui di dalam film animasi, yaitu masalah teknik animasi, dan masalah teknik mengkomunikasikan sesuatu dengan teknik animasi. Sering perkataan teknik berkomunikasi lebih akrab dikatakan seni berkomunikasi. 34 Di dalam kenyataannya memang hal ini sangat erat hubungannya dengan berbagai bidang kegiatan seni, baik visual maupun verbal atau teateral. Bagi seorang perencana komunikasi, kegiatan ini sangat penting dimengerti. Seorang pembuat film akan mengahadapi masalah teknik membuat film dan seni membuat film. Semua hal yang tertulis di dalam pembahasan ini, bukanlah suatu batasan, melainkan suatu cara melihat dan ringkasan permasalahan yang harus dikembangkan. H. Kajian Teori Sosiologi TEORI INTERASIONISME SIMBOLIK Salah satu pesoalan yang sering kali muncul dalam teori-teori sosial adalah tentang berhubungan antara individu dan masyarakat. Bagaimana masyarakat “membentuk” individu-individu atau sebaliknya bagaimana individu-individu menciptakan, mempertahankan, dan mengubah masyarakat? Dalam hal apa saja masyarakat dan kepribadiaan mempunyai hubungan timbal balik tetapi juga terpisah satu sama lain? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak bias dijawab oleh teori-teori marco seperti fungsionalisme atau teori konflik. Itulah sebabnya muncul minat baru untuk mempelajari proses-proses yang terjadi antara individu dengan individu dan antara individu dengan masyarakat. Dalam hal ini, perhatian baru lebih diarahkan kepada pemahaman tentang proses interaksi sosial dan akibat-akibatnya bagi 35 individu dan masyarakat. Hal seperti inilah yang menjadi pokok perhatian dari perspektif interaksionalisme simbolik. Istilah interaksionalisme simbolik yang digunakan pertama kalinya oleh Herbert Blummer, pada dasarnya merupakan satu perspektif psikologi sosial. Perspektif psikologi sosial. Perspektif ini memusatkan perhatiannya pada analisa hubungan antara pribadi. Individu dipandang sebagai pelaku yang menafsirkan, menilai, mendefinisikan, dan bertindak. Kendati istilah ini digunakan pertama kalinya Blummer, dalam kenyataannya, beberapa pemikir sebelumnya dia telah memberikan sumbangan penting bagi perkembangan perspektif ini. Karena itu pada bagian berikut ini akan diuraikan sedikit mengenai pikiran-pikiran dari pendahulu-pendahulu Blummer. LATARBELAKANG HISTORIS INTERAKSIONALISME SIMBOLIK Para pemikir yang telah turut berjasa dalam mengembangkan perspektif ini adalah sebagai berikut: 1. George Simmel Simmel adalah sosiolog Eropa pertama yang melakukan studi yang serius tentang interaksi. Dia menyebutkan “sosiabilitas”. Menurut Simmel, strukturstruktur dari proses-proses macro yang dipelajari oleh teori-teori fungsionalisme dan teori konflik adalah cerminan dari interaksi-interaksi khusus antara sesama manusia. Simmel menaruh perhatian khusus tentang pemahaman akan bentukbentuk dan konsekuensi berbagai bentuk interaksi yang berbeda-beda. Salah satu bidang yang menjadi pusat perhatiannya ialah mengenai hubungan antara individu 36 dan masyarakat. Di dalam bukunya yang terkenal “Conflict And The Web Of Group Affilaations” (1922/1955) dia misalnya mengatakan bahwa kepribadian manusia timbul dari dan dibentuk oleh kelompok atau budaya di mana seseorang hidup. Keberadaan seseorang, bagaimana dia berpikir dan bertingkah laku dipengaruhi oleh keanggotaannya dalam kelompok tertentu. 2. William James James adalah orang pertama yang mengembangkan secara jelas konsep tentang “self” (diri). Menurut dia, manusia mempunyai kemampuan untuk melihat dirinya sebagai obyek. Dalam kemampuan itu, ia bisa mengembangkan suatu sikap dan perasaaan terhadap dirinya sendiri. Lebih lanjut ia juga dapat membentuk tanggapan-tanggapan terhadap perasaaan-perasaan dan sikap-sikap itu. James juga menyebutkan kemampuan-kemampuan ini sebagai “self”. Dia mengakui pentingnya kemampuan-kamampuan ini didalam membentuk cara-cara seseorang menanggapi dunia dan sekitarnya 3. Charles Horton Cooley Cooley menjelaskan dua hal tentang self. Pertama, dia melihat self sebagai proses dimana individu-individu bisa melihat self sebagai proses dimana individuindividu bisa melihat diri mereka sendiri sebagai obyek bersama dengan obyekobyek lainnya didalam lingkungan sosial mereka. Kedua, dia mengakui bahwa “self” muncul dari komunikasi dengan oranglain, seorang individu menafsirkan gerak-gerik oranglain, dan dengan demikian dia dapat melihat dirinya berdasarkan sudut pandang oranglain. Mereka membayangkan bagaimana oranglain menilai 37 mereka. Dengan demikian mereka membentuk gambaran-gambaran tentang diri sendiri. Cooley menamakan proses ini, “Looking Glass Self” (diri berdasarkan penglihatan oranglain). Dia juga mengakui bahwa “self” muncul dari interaksi berdasarkan konteks kelompok. Dialah yang mengembangkan konsep tentang kelompok primer yang cukup menentukan perkembangan kepribadian seseorang. 4. John Dewey Sebagai pendukung utama pragmatism, dewey memusatkan perhatiannya pada proses penyesuaian diri manusia terhadap dunia. Menurut dia, keunikan manusia muncul dari proses penyesuaian diri dengan kondsi-kondisi hidupnya. Dewey menegaskan bahwa apa yang unik dalam diri manusia adalah kemampuannya untuk berpikir. Selama hidupnya dia berusaha untuk memahami kesadaran manusia. Pertanyaan-pertanyaan yang menghantuinya ialah: bagaimana pikiran membantu manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan banyak mempengaruhi Herbert Mead. Dewey telah menunjukan bahwa pikiran timbul dari interaksi dengan dunia sosial. Sekalipun para pemikir ini menyajikan sejumlah konsep yang berhubungan dengan interaksionisme simbolik, namun mereka tidak berhasil membuat satu sintense atau sistermatisasi mengenai perspektif itu. Interaksionisme simbolik berkembang menjadi satu perspektif dalam sosiologi berkat usaha dua teoritikus terkenal, yakni George Herbert Mead dan Herbert Blumer, yang tidak lain adalah murid dari mead, mengembangkan ajaran gurunya itu. Pada bagian berikut ini kita akan menguraikan beberapa pokok pikiran mengenai teori ini. 38 ITERAKSIONISME SIMBOLIK GEORGE HERBERT MEAD George Herbert Mead menghabiskan sebagian besar waktunya dengan mengajar di Universitas Chicago. Disana dia menulis banyak artikel dan tidak pernah menulis buku. Bukunya yang berjudul: Mind, Self, and Society baru terbitkan sesudah meninggal. Buku itu merupakaan kumpulan bahan kuliah yang diberikannya di Universitas Chicago. Dalam buku itu, dia memndiskusikan antara lain tentang Mind, Self, Society. Mind (Akal Budi) Mead memandang akal budi (Mind) bukan sebagai satu benda, melainkan sebagai satu proses. Menurut dia, akalbudi manusia secara kualitatif berbeda dengan binatang. Misalnya, dua ekor anjing yang terlibat dalam perkelahian sebetulnya Cuma melakukan tukar-menukar isyarat tanpa bermaksud memberikan pesan. Aksi dari anjing yang satu menimbulkan reaksi pada anjing yang lain. Kemudian reaksi pada anjing kedua menjadi aksi yang menimbulkan reaksi pertama dan seterusnya. Tidak ada keterlibatan mental dan akal budi didalamnya. Tidak terpikirkan oleh anjing pertama bahwa dengan mengeramkan gigi dia mau menyampaikan pesan kepada anjing kedua. “Awas kau, saya marah sekali”. Sekalipun ada manusia yang bertindak dengan skema demikian, yakni reaksi dan aksi, namun kebanyakan tindakan manusia melibatkan suatu proses mental. Artinya antara Aksi dan Reaksi terdapat suatu proses yang melibatkan pikiran atau kegiatan mental. 39 Dalam perkelahian diantara dua orang manusia, misalnya, apabila orang pertama mengepalkan tinju, maka kepalan tinju itu bukan sekedar satu isyarat atau gesture melainkan satu symbol yang syarat dengan makna. Bagi kita, kepalan tinju itu mengandung sejumlah makna atau arti karena simbol yang sama bisa mempunyai arti yang berbeda dalam konteks yang berbeda, yakni tergntung kepada setting dimana seseorang itu mengepalkan tinju itu. Misalnya apabila dua orang yang sedang marah dan mengepalkan tinju, maka kepalan tinju itu bersifat ancaman. Bila seseorang anak muda di pinggiran jalan mengepalkan tinju sambil menahan bus maka hal itu berarti bahwa ia mau menumpang bus itu walaupun Cuma bergantung pada bagian belakang. Self (Diri) Bagi Mead, kemampuan untuk memberi jawaban kepada diri sendiri sebagaimana ia member jawaban terhadap oranglain, merupakan kondisi-kondisi penting bagi rangka perkembangan akalbudi itu sendiri. Dalam arti ini, self sebagaimana juga Mind bukanlah suatu objek melainkan suatu proses sadar yang mempunyai beberapa kemampuan, seperti: 1. Kemampuan untuk memberikan jawaban atau tanggapan kepada diri sendiri sebagaimana oranglain juga memberikan jawaban atau tanggapan. 2. Kemampuan untuk memberikan jawaban sebagaimana ‘generalized other’ atau aturan, norma-norma, hukum memberikan jawaban kepadanya. 40 3. Kemampuan untuk mengambil bagian dalam percakapannya sendiri dengan oranglain. 4. Kemampuan untuk menyadari apa yang sedang dikatakannya dan kemampuan untuk menggunakan kesadaran itu untuk menentukan apa yang harus dilakukan pada tahap berikutnya. Menurut Mead, self itu mengalami perkembangan melalui proses sosialisasi. Ada tiga tahap dalam proses sosialisasi itu yaitu tahap bermain. Dalam tahap ini seorang anak bermain dengan peran-peran dari orang-orang yang dianggap penting olehnya. Misalnya anak laki-laki mungkin akan memainkan peran ayah sedangkan anak wanita akan berperan sebagai ibu. Atau mereka juga dapat memainkan peran-peran lain didalam masyarakat seperti guru, dokter, polisi dan lain-lain. Tahap kedua dalam proses pembentukan konsep tentang diri adalah tahap pertandingan. Pada tahap ini seorang anak terlibat dalam suatu tingkat organisasi yang lebih tinggi. Para peserta dalam suatu pertandingan mampu menjalankan peran orang-orang yang berbeda secara serentak dan mengorganisirnya dalam suatu keseluruhan. Dalam hal ini mereka harus memperhitungkan peran-peran lain dalam kelompok dalam bertingkah laku. Tahap ketiga ialah Generalized Other. Generalized Other adalah harapanharapan, kebiasan-kebiasaan dan standar-standar umum masyarakat. Dalam Tahap ini seorang anak mengarahkan tingkah laku berdasarakan standar- standar umum atau harapan- harapan masyarakat, atau norma-norma kehidupan masyarakat. 41 Society (masyarakat) Dalam uraian tentang akal budi (mind) dan diri (self), kita bisa melihat gambaran umum tentang konsep Mead yang sangat rumit mengenai kesadaran. Namun uraian mead tentang masyarakat bersifat lemah. Konsepnya tentang masyarakat tidak terlalu cemerlang. Ketika Mead berbicara tentang masyarakat ia tidak dapat berpikir tentang masyarakat ia tidak berpikir tentang masyarakat tentang masyarakat ia tidak berpikir tentang masyarakat dalam skala besar atau dalam strukturnya yang makro sebagaimana dipikirkan oleh Durkheim atau marx. PRINSIP-PRINSIP DASAR INTERKASIONISME SIMBOLIK Kemampuan Untuk Berpikir Kemampuan untuk berpikir itu berada dalam akal budi tetapi interaksionisme simbolik memahami akal budi secara lain. Mereka membedakan akal budi dari otak. Manusia harus memiliki otak supaya ia bisa mengembangkan akal budinya tetapi otak tidak optimis menciptakan akal budi sebab binatang mempunyai otak namun tidak bisa berpikir. Interaksionisme simbolik juga tidak melihat akal budi sebagai benda atau struktur fisis melainkan suatu proses yang berkesinambungan. Prose itu adalah bagian dari proses yang lebih luas aksi dan reaksi. Berpikir dan Berinteraksi Orang yang memiliki hanya kemampuan untuk berpikir yang bersifat umum. Kemampuan ini mesti dibentuk dalam proses interaksi sosial. Pandangan 42 ini menghantar interaksionisme Simbolik untuk memperhatikan satu bentuk khusus dari interaksi sosial yakni sosialisasi. Kemampuan manusia untuk berpikir sudah dibentuk dalam sosialisasi pada masa anak-anak dan berkembang selama sosialisasi ketika orang menjadi dewasa. Pembelajaran Makna Simbol-Simbol Dalam Interaksi sosial, orang belajar symbol-simbol dan arti-arti. Kalau orang memberikan reaksi kepada symbol-simbol, orang harus terlebih dahulu berpikir. Tanda mempunyai arti didalam dri mereka sendiri. Misalnya gerak – gerik dari anjing yang marah adalah tanda bahwa ia marah. Sedangkan symbol adalh obyek sosial yang digunakan untuk mewakili apa saja yang disepakati untuk diwakilinya. Misalnya, bendera merah putih adalah lambing Indonesia. Aksi dan Interaksi Perhatian utama dari interaksionisme simbolik adalah dampak dari arti-arti dan symbol-simbol dalam aksi dan interaksi manusia. Dalam hal ini, mungkin baik kalau kita menggunakan pembedaan yang dibuat oleh mead tentang Covert behavior atau tingkah laku yang tersermbunyi dan overt bahaviour atau tingkah laku yang terbuka atau terang-terangan. INTERAKSIONISME SIMBOLIK DALAM KARYA ERVING GOFFMAN Salah satu karya dalam yang cukup penting tentang self nampaknya dalam karya Goffman yang berjudul “Presentation Of Self In Everyday Life” (1959). Konsep goffman tentang self sangat dipengaruhi oleh George Mead, khususnya 43 dalam diskusi dalam keterangan tentang “I” (sebagai aspek diri yang spontan) dan “Me” (sebagai aspek diri yang dibebani oleh norma-norma sosial). Keterangan itu terjadi karena ada perbedaaan antara apa yang orang lain harapkan supaya kita berbuat dengan apa yang kita inginkan dengan spontan. Ada perbedaan antara keinginan pribadi dan keharusan yang diharapkan oleh oranglain atau masyarakat. Dengan keadaan demikian, maka guna mempertahankan gambaran diri yang stabil, manusia cenderung melakonkan peran-peran sebagaimana halnya seorang actor dan aktris memainkan perannya diatas paanggung pertunjukkan. Karena itu goffman cenderung melihat kehidupan sosial sebagai satu seri drama atau seri pertunjukkan dimana para actor memainkan peran-peran tertentu. Pendekaatan ini disebutya dengan pendekatan dramaturgi. Dalam pendekatan ini dia membandingkan kehidupan sosial sebagai sebuah pertunjukan atau drama. Dalam pertunjukan itu, panggung berarti lokasi atau tempat dimana kehidupan sosial itu berlangsung. Drama atau pertunjukkan adalah kehidupan sosial, sedangkan actor-aktris adalah posisi-posisi atau status-status tertentu dalam masyarakat. Hakekat Self dalam karya Goffman Goffman melihat self bukan sebagai milik atau aktor pelaku, melainkan produk atau hasil interaksi antara actor dan penonton. Artinya self mengerahkan tingkah lakunya sesuai dengan harapan penonton yang diperoleh aktor ketika berinteraksi dengan penonton. Oleh karena self adalah produk atau hasil dari interaksi antara aktor dan penonton maka ada kemungkinan bahwa interaksi 44 selama pertunjukan itu bisa terganggu. Dalam pendekatan dramaturgi ini, goffman ingin menyelidiki proses-proses yang ditempuh oleh aktor untuk mengatasi gangguan-gangguan yang mungkin saja timbul dalam interaksi tersebut. Goffman mempunyai asumsi bahwa ketika individu-individu berinteraksi atau memainkan lakon-lakon dalam panggung sandiwara, maka mereka ingin supaya diri (self) mereka terima. Tetapi pihak lain, ketika mereka memainkan peran-perannya, mereka tetap menyadari kemungkinan akan adanya penonton yang bisa mengganggu pertunjukan mereka. Oleh karena itu, para aktor harus selalu menyesuaikan dirinya dengan keinginan dan harapan penonton, terutama menyangkut elemen-elemen hal yang bisa mengganggu. Para aktor itu berharap bahwa self atau diri yang mereka tampilkan dalam pertunjukan itu, cukup kuat atau mengesankan sehingga para penonton bisa memberikan definisi (deskripsi) tentang diri mereka (aktor-aktor) itu sesuai dengan keinginan aktor-aktor itu disendiri. Bagian Depan Panggung Dalam mengikuti analogi teater ini, goffman juga berbicara tentang bagian depan panggung (front stage). Bagian depan panggung itu berfungsi untuk mendefinisikan situasi. Kemudian goffman masih membedakan bagian-bagian dari front-stage itu. Ada bagian yang disebut setting. Setting adalah bagian-bagian yang secara fisik (alat-alat) yang harus berada disana apabila si aktor tampil. Setting itu bagi seorang aktor yang menyanyi bisa berarti sound-system, mike, 45 piano, gitar, jazz, dan lain-lain. Tanpa setting itu seorang aktor tidak mungkin tampil. Goffman mengatakan bahwa oleh karena orang pada umumnya berusaha menampilkan suatu self atau diri yang yang diidealkan front stage, maka mau tidak mau mereka harus menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukan atau performance itu. Pertama, aktor misalnya menyembunyikan hal-hal yang bersifat negatif seperti minum mabuk atau kecanduan obat bius karena hal-hal itu tidak kompotibel dengan pertunjukan yang sedang dijalankan. Demikian seorang dokter yang harus menyembunyikan hal-hal negatif dalam kehidupannya yang berlawanan dengan profesinya sebagai dokter ketika ia menjalankan tugas sebagai dokter. Kedua, aktor mungkin juga ingin menyembunyikan kekeliruan-kekeliruan yang terjadi selama latihan menjelang pertunjukan dan juga langkah-langkah yang telah diambil untuk memperbaiki kekeliruan itu. Misalnya seorang sopir taksi tidak akan menunjukkan kepada penumpangnya bahwa ia telah mengambil jalur yang salah. Seorang dokter dalam proses perawatan tidak akan mengatakan kepada pasien bahwa ia telah melakukan diagnosa yang salah. Ketiga, aktor mungkin merasa perlu untuk menunjukkan hanya hasil dari usahanya dan tidak menunjukkan usaha yang dilakukan menghabiskan berjamjam menyiapkan bahan kuliah, tetapi dia mungkin ingin berbuat seolah-olah dia sudah selalu menguasai bahan itu. 46 Keempat, Mungkin juga seorang aktor merasa perlu untuk menyembunyikan dari hadapan penonton bahwa ia menggunankan cara-cara yang kotor dalam melakukan usahanya hingga mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Pekerjaaan kotor itu bisa berarti cara-cara yang tidak legal, melawan hukum, kejam, paksaan dan lain-lain. Misalnya seorang aktor harus minum obat terlarang supaya tetap mempunyai gaya hidup yang terkesan mewah. Dalam kehidupan sosial, misalnya, seorang individu harus menyogok atasannya supaya bisa menduduki jabatan tertentu. Atau seorang mahasiswa nyontek supaya lulus ujian. Kelima, di dalam melakukan pertunjukan atau performance si aktor bisa saja mengesampingkan standar-standar lain. Penjelasannya hampir sama dengan bagian yang terdahulu. Dalam menyontek misalnya, seorang mahasisswa mengabaikan nilai-nilai yang lain, seperti kejujuran, kerja keras, tanggung jawab dan lain-lain. Keenam, aktor mungkin saja merasa perlu untuk menyembunyikan perasaan sakit hati, direndahkan dan lain-lain sehingga pementasan bisa berjalan terus. Artinya sekalipun ada kritik, kekecewaan, perasaan tidak puas, kehidupan tidak berjalan terus. Pada umumnya aktor menyembunyikan hal-hal ini dari penonton karena mereka mempunyai kepentingan didalamnya. Salah satu aspek dari dramaturgi atau pertunjukan panggung, khususnya dalam front stage ialah bahwa si aktor atau si aktris sering kali mencoba untuk memberikan kesan bahwa mereka lebih dekat dengan penonton dari pada 47 kenyataan yang sebenarnya. Misalnya si aktor mungkin mencoba untuk memperkuat kesan bahwa pementasan yang sedang berlangsung adalah satu-satu pementasan yang mereka lakukan atau pementasan yang paling penting dalam kehidupan mereka. Bagian Belakang Panggung. Goffman juga mendiskusikan Back Stage (bagian belakang panggung). Dimana bermacam-macam tindakan atau tingkah laku non-formal, boleh muncul. Bagian belakang panggung biasanya tertutup atau terpisah. Dari bagian depan panggung atau tidak tidak bisa dilihat dari bagian depan panggung. Para pembawa acara atau aktor mengharapkan dan selalu mengusahakan supaya para penonton tidak boleh muncul pada bagian belakang panggung (back stage). Performance akan menjadi cukup sulit apabila mereka tidak berhasil mencegah penonton memasuki back stage. Dalam dunia sosial, back stage ini adalah tempat atau situasi dimana seseorang individu tidak perlu beringkah laku sesuai dengan harapan-harapan orang dan statusnya itu. Misalnya, didalam keluarga seorang tentara tidak harus menunjukkan muka suram. Atau waktu reaksi, seorang iman tidak harus selalu sopan dan jalan dengan kepala miring. Disana ia bisa tertawa dan membuat lucu. Jadi, Back stage adalah dunia yang sedikit bersifat pribadi dimana orang-orang lain tidak perlu menyaksikan aktivitas pribadinya. Gabriel Tarde: Kearah Sumber-Sumber Psikologi Sosial 48 Gabriel Tarde (1843-1904) adalah salah satu pendiri psikologi sosial dan kriminologi. Meskipun teorinya tentang peniruan (imitasi) pada saat ini terlewatkan, namun demikian ia telah ikut memberi kontribusi dalam mengemansipasi ilmu-ilmu kemanusiaan dari penjelasan biologisnya dengan cara menunjukkan bobot determinisme sosial dan psikis perilaku manusia. Lahir sebagai anak laki-laki seorang ahli hukum didaerah pedalaman, Gabriel Tarde dibesarkan di lingkungan keluarga penganut ordo Jesuit. Pada awalnya ia belajar matematika namun kemudian ditinggalkannya dan beralih ke hukum serta meneruskan pekerjaan ayahnya. Pada tahun 1876 ia ditunjuk sebagai hakim karena keahlian. Namun hasil karyanya yang pada masa itu sangat dihargai segera menyebabkan dirinya terpilih dalam Direksi Statistik Pengadilan pada Kementrian Keadilan (1894). Dan kemudian terpilih masuk ke College de France pada tahun 1900 dalam bidang perkuliahan filsafat modern. G. Tarde menjadi lebih dikenal karena pernah mengusulkan sebuah teori tentang kebersamaan manusia dalam bermasyarakat yaitu peniruan (imitasi) sebagai fundamen psikologi social atau sosiologi (ia mempergunakan kedua istilah tersebut secara berbeda). Meskipun teori ini ternyata cukup menonjol namun G. Tarde menjadi lebih tertarik dengan kontribusinya terhadap psikologi criminal massa dan psikologi ekonomi. Teori Peniruan (Imitasi) Kata imitasi berasal dari bahasa inggris to imitate yang berarti mencontoh, mengikuti suatu pola, istilah imitasi ini secara populer di artikan secara meniru. 49 Menurut Tarde masyarakat tidak lain dari pengelompokan manusia. Di mana individu mengimitasi individu yang lain dan sebaliknya. Pendapat Tarde tersebut ternyata banyak mendapatkan kritikan seperti yang di kemukakan Chorus, yang antara lain mengatakan bahwa teori Tarde ternyata berat sebelah. Walaupun Tarde tidak di terima secara mutlak namun olehnya telah di kemukakan suatu factor yang memegang peranan penting pergaulan sosial antara lain manusia. Gabriel Tarde beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial sebenarnya berdasarkan faktor imitasi. Walaupun pendapat ini ternyata berat sebelah, peranan imitasi dalam interaksi sosial itu tidak kecil. Misalnya bagaimana seorang anak belajar berbicara. Mula-mula ia mengimitasi dirinya sendiri kemudian ia mengimitasi kata-kata orang lain. Ia mengartikan kata-kata juga karena mendengarnya dan mengimitasi penggunaannya dari orang lain. Lebih jauh, tidak hanya berbicara yang merupakan alat komunikasi yang terpenting, tetapi juga cara-cara lainnya untuk menyatakan dirinya dipelajarinya melalui proses imitasi. Misalnya, tingkah laku tertentu, cara memberikan hormat, cara menyatakan terima kasih, cara-cara memberikan isyarat tanpa bicara, dan lain-lain. Selain itu, pada lapangan pendidikan dan perkembangan kepribadian individu, imitasi mempunyai peranannya, sebab mengikuti suatu contoh yang baik itu dapat merangsang perkembangan watak seseorang. Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik. Peranan imitasi dalam interaksi social juga mempunyai segi-segi yang negatif. Yaitu, apabila hal-hal yang diimitasi itu mungkinlah salah atau secara 50 moral dan yuridis harus ditolak. Apabila contoh demikian diimitasi orang banyak, proses imitasi itu dapat menimbulkan terjadinya kesalahan kolektif yang meliputi jumlah serba besar. Selain itu, adanya proses imitasi dalam interaksi sosial dapat menimbulkan kebiasaan di mana orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik, seperti yang berlangsung juga pada faktor sugesti. Dengan kata lain, adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia yang mendangkalkan kehidupannya. Imitasi bukan merupakan dasar pokok dari semua interaksi sosial seperti yang diuraikan oleh Gabriel Tarde, melainkan merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku di antara orang banyak. Teori Tarde selanjutnya sangat dekat dengan teori sugesti dari Hippolyte Bernheim. Dikatakan bahwa G. Tarde jauh lebih menekankan pada kesadaran dan hubungan antar manusia. Dalam hal ini teori tersebut berisi suatu kritik yang sangat jelas perihal kecenderungan-kecederungan fisiologis yang sangat tereduksi dari psikologi di zaman itu. Bagi G. Tarde (yang secara total setuju dengan pendapat Durkheim dalam hal ini) manusia (lebih dari segalanya) ditentukan oleh napsu dan keyakinan yang ditempanya dalam masyarakat tempat mereka hidup, dan bukan karena pewarisan secara biologis. Pada point ini G. Tarde terlihat betul-betul modern dan hal ini akan teruji dalam beberapa bidang analisis. 51 Tarde kemudian banyak membahas dan menulis topic tentang kejahatan sebagai peristiwa social, psikologi massa, dan psikologi serta hubungan psikologi dengan ilmu ekonormi. Dalam buku-bukunya tentang masalah criminal ia menentang paradigma lama cara orang memandang para criminal dari sisi teori biologis. Tarde berpendapat bahwa kejahatan itu memiliki penyebab psikologis dan social karena bisa dibuktikan secara statistic. Beda dengan cara bandang lama yang barbar. Tarde kemudian sangat mempengaruhi dan menginspirasi pemikiran G. Le Bon tentang psikologi massa yang menjadi tren pada masa itu. Pada zaman itu orang mulai kawatir dengan peningkatan kelompok massa yang bersemangat revolusioner dan kelas buruh yang berbahaya. Zaman itu juga menjadi zaman ketika media informasi dan suksesi skandal serta affair dalam kehidupan public meningkat sangat pesat. G. Tarde sangat mencurigai hal ini: “Menyingkapkan atau menemukan suatu kabar dan objek kebencian dengan memanfaatkan public masih menjadi salah satu cara yang pasti demi menjadi salah satu raja dalam jurnalisme,,,”. Salah satu tema lain yang disukai G. Tarde adalah perilaku ekonomi individu dalam masyarakat (La Psychology economique, 1902). Disini ia berbeda posisi dengan utilitarianisme dan teori tentang homo economicus yang berbunyi bahwa kebutuhan manusia hendaknya bersifat “alamiah” dan pilihan konsumsi hanya tergantung pada sebuah kalkulasi rasional sederhana menyangkut biaya/keuntungan. Sebaliknya G. Tarde berusaha menunjukkan bahwa kebutuhan merupakan hasil dari keinginan dan keyakinan yang terpisah dari suatu 52 masyarakat atau sub-kelompok dalam masyarakat. Ia membuat pemetaan psikososiologi tentang kegemaran dan kebiasaan konsumsi. Sayangnya tak lama kemudian G. Tarde berusaha menjelaskan semuanya kembali dengan hukumhukum imitasinya. Ia gagal dengan abstraksinya sendiri. Meski sebenarnya ketika masih hidup ia lebih dihargai dibanding Durkheim namun G. Tarde sangat cepat didominasi oleh lawan-lawannya yaitu sekelompok lulusan universitas yang pandai mempersiapkan suatu program penilitian yang lebih cermat. Selain hukum-hukum imitasinya yang terkenal, G. Tarde praktis tidak memiliki apa-apa. Namun ia penulis yang secara historis sangat penting dan pernah ikut memberi kontribusi kepada beberapa ilmu-ilmu kemanusiaan dengan menjadikannya otonom dari ilmu biologi, dan dengan menunjukkan arti penting kesadaran serta afektivitas dalam perilaku. I. Perkembangan Konsep Moral Anak-anak yang dilahirkan dalam lingkungan keluarga yang trerdidik dan memiliki tingkat sosial ekonomi yang cukup, jelas akan memiliki kesempatan yang sangat banyak untuk memperoleh sosialisasi dan mengaktualisasi diri dalam proses pertumbuhannya. Tahir (2004), menyebutkan Perkembangan anak-anak merupakan tanggung jawab bersama keluarga, masyarakat dan pemerintah, termasuk didalamnya adalah lingkungan pergaulannya. Anak-anak yang tumbuh pad lingkungan yang bebas tanpa aturan yang ketat, maka anak-anak juga memiliki kebebasan yang tak 53 terkendali, terutama dalam melihat, menyaksikan dan berbuat apa saja, yang dapat merusak moral dan sekaligus masa depan pendidikannya. Perkembangan moral bergantung dari perkembangan kecerdasan. Ia terjadi dalam tahapan yang dapat diramalkan yang berkaitan dengan tahapan dalam perkembangan kecerdasan. Dengan berubahnya kemampuan menangkap dan mengerti, anak-anak bergerak ke tingkat perkembangan moral yang lebih tinggi. Sementara urutan tahapan perkembangan moral tetap, usia anak mencapai tahapan ini berbeda menurut tingkat perkembangan kecerdasan mereka (19, 78). Pada masa perkembangan kecerdasan mencapai tingkat kematangannya, perkembangan moral juga harus mencapai tingkat kematangannya. Bila hal ini tidak terjadi, individu dianggap sebagai orang yang “tidak matang secara moral,” yakni yakni seorang yang secara intelektual mampu berprilaku moral secara matang, namun berprilaku moral pada tingkat seorang anak. Fase Perkembangan Moral Bila moralitas yang sesungguhnya harus dicapai, perkembangan moral harus terjadi dalam dua fase yang jelas; Pertama, perkembangan perilaku moral dan Kedua, perkembangan konsep moral. Pengetahuan moral tidak menjamin tingkah laku moral karena prilaku dimotivasi oleh factor yang lain dari pengetahuan. Tekanan sosial, bagaaimana perasaan anak tentang dirinya, bagaimana mereka diperlakukan oleh anggota keluarganya dan teman sebayanya, keinginannya pada saat itu dan banyak factor lain mempengaruhi bagaimana anak akan bersikap bila suatu pilihan harus diambil. 54 Perkembangan perilaku moral anak dapat belajar untuk berperilaku sesuai dengan cara yang disetujui melalui cara coba ralat, melalui pendidikan langsung, atau melalui identifikasi. Diantaea ketiganya, pendidikan langsung dan identifikasi bukan saja merupakan metode terbaik, tetapi juga yang paling luas digunakan. Bagaimana masing-masing metode menunjang perkembangan perilaku moral di uraikan sebagai berikut: 1. Belajar dengan Coba-ralat. Bila anak belajar untuk bersikap seperti sesuai dengan apa yang diterima secara sosial oleh masyarakat dengan cara coba ralat, mereka melakukannya dengan mencoba suatu pola perilaku untuk melihat apakah itu memenuhi standar sosial dan memperoleh persetujuan sosial Bila tidak mereka mencoba metode lain dan seterusnya hingga suatu saat, secara kebetulan dan bukan karena direncanakan, mereka menemukan metode yang memberi hasil yang diinginkan. Metode ini menghabiskan waktu dan tenaga, dan hasil akhirnnya seringkali jauh memuaskan. 2. Pendidikan Langsung Dalam belajar berperilaku sesuai dengan tuntunan masyarakat, anak pertamatama harus belajar memberi reaksi terutama yang ntepat dalam situasi terttentu. Ini mereka lakukan dengan mematuhi peraturan yang diberi orangtua dan oranglain berwewenang. Bila aspek obyektif dari berbagai situasi ini serupa, anak mengalihkan pola perilaku yang telah dipelajarinnya dalam situasi kesituasi lain yang serupa.Sebaliknya, bila aspek obyek tersebut berbeda, anak akan gagal 55 melihat bagaimana hal yang mereka pelajari dala msituasi dapat diterapkan kesituasi yang lain. 3. Identifikasi Bila anak mengidentifikasi dengan orang yang dikaguminya, merreks meniru pola perilaku dari orang tersebut, biasannya secara tidak sadar dan tanpa tekanan dari mereka. Identifikasi sebagai sumber belajar perilaku moral semakain penting tatkala anak bertambah besar dan melawan terhadap disiplin di rumah dan di sekolah. Memiliki seseorang untuk identifikasi dari akan mengisi kesenjangan dan memberi pegangan yang diperlukan bagi perkembangan perilaku moral. 1. Perkembangan Konsep Moral Fase kedua dari perkembangan moral adalah fase belajar tentang konsep moral adalah fase belajar tentang konsep moral, atau prinsip-prinsip benar atau salah dalam bentuk abstrak dan verbal. Ini tentu saja terlalu sulit bagi seorang anak kecil. Latihan dalam prinsip moral karenanya harus menunggu hingga anak telah mempunyai kemampuan mental untuk membuat generalisasi dan memtransfer prinsip tingkah laku dari satu situasi ke situasi yang lain. 2. Peran orang tua Dalam Pembinaan Moral anak Dalam proses sosialisasi, dengan terjadinya sikap-sikap atau pendirianpendirian anak yang nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan-ketentuan sosial, maka orangtua dituntut secara langsung peranannya untuk meluruskan kembali sikap dan perilaku anak. Orangtua selain bertanggung jawab atas sosialisasi anak- 56 anaknya dianggap oleh masyarakat atau wakil masyarakat dalam lingkungan hidup keluarganya. Terjadinya kontras antara moral dan ketentuan-ketentuan dalam menjalankan peranan-peranan kemasyarakatan, telah banyak diuraikan. Cukup banyak perasaan orangtua yang keliru ( the guilt feelings of parents), moral mereka terlalu mendominasi superego, sehingga menimbulkan keinginan baginya untuk memaksakan kepada anak yang sedang dalam proses sosialisasi, segala gagasan atau cita-citanya, anak dipaksa dengan dukungan sanksi-sanksi yang secara psikologis dapat dirasakan terlalu berat oleh anak. Akibatnya jiwa anak menjadi tertekan, perasaan takut selalu menghantuinya, sehingga selalu berada dalam kemurungan, di antara pesimistis dan frustrasi. Sejalan dengan perkembangan anak pada kedewasaannya, kenyataankenyataan yang terdapat pada mereka yang memperkenalkan dirinya pada lingkungan keluarga, lingkungan keluarga besar dan masyarakat, ternyata faktafakta yang berkaitan dengan moral masih banyak yang terselubung, rupa-rupanya masih banyak yang dirahasiakan olehnya. Dalam mengungkapkan apa yang masih dirahasiakannya itu, pada akhirnya ibu (para ibu) terpaksa menempuh jalan yang lebih halus, mendorongnya untuk melakukan pembicaraan dari hati kehati dengan anak-anak perempuannya sehingga para ibu secara berangsur-angsur dapat mengenali rahasia-rahasia mereka, dan disamping itu dapat mengenali rahasia-rahasia mereka, dan disamping itu dapat lebih meresapkan serta menerapkan nasihat-nasihat, petunjuk- 57 petunjuk serta pengarahan-pengarahannya pada anak gadis (para anak gadisnya). Sedangkan ayah (ayah-ayah mereka) serta berangsur-angsur pula menyampaikan kebijakan-kebijakan kepada anak lelaki (para anak laki-lakinya). Folkwys dan mores atau segal bentuk kebiasaan yang berkaitan dengan kejantanan para pria terutama kelompok anak-anak yang telah mencapai kedewasaan, tentang usaha dan profesinya, tentang kehidupan politik dan masyarakat. J. Peran Media Massa Media Massa adalah institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Ini adalah paradigm utama media masssa. Dalam mempelajari paradigm media massa berperan: 1. Sebagai institusi pencerahan masyarakat 2. Sebagai media informasi dan edukasi 3. Sebagai media hiburan. 58 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan lokasi Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan selama kurung lebih satu bulan yaitu dimulai pada bulan Maret sampai bulai April, tahun 2012. 2. Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini mengambil lokasi di SD Impres Kampus Unhas I, kelurahan Tamalanrea Jaya kecamatan Tamalanrea kota Makassar. Dengan alasan, karena anak siswa Sekolah Dasar lebih cenderung menirukan perilaku tokoh kartun dan juga sekolah ini memiliki populasi siswa yang beragam,yang orangtuanya berlatar belakang tentara, dosen dan tukang becak. Dengan unit analisa yang dipilih adalah anak-anak. B. Tipe dan Dasar 1. Tipe Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif-kualitatif, dengan mengacu pada metode Deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui apakah anakanak menonton film kartun sebagai media hiburan. 2. Dasar Penelitian 59 Dasar penelitian yang digunakan adalah survey yaitu penelitian yang dilakukan dengan berupaya membahas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan obyek yang akan diteliti dengan tujuan untuk memperoleh informasi. 3. Populasi dan sampel a. Populasi Populasi dalam penelitian ini yaitu diambil jumlah siswa kelas IV dan V sebanyak 91 siswa SD INPRES KAMPUS UNHAS I Kota Makassar. Dengan perincian jumlah siswa kelas IV dan V yakni: Tabel 1. Populasi Penelitian No Kelas 1 IV A IV B 2 Perempuan Jumlah 10 14 24 10 13 23 VA 11 11 22 VB 11 11 22 49 91 Total Sumber: Hasil Penelitian, 2012 Laki-Laki 42 60 b. Sampel Standar ukuran minimal pengambilan populasi dalam sampel yaitu 10% dari jumlah populasi, tetapi melihat dari jumlah populasi yang sedikit, maka dengan demikian penelitian menetapkan 33 responden. 3. Teknik Pengambilan sampel Dengan Pengundi unsur-unsur penelitian atau satuan-satuan elemeter dalam populasi. Terlebih dahulu semua unit penelitian (unit elemeter) kemudian dari kerangka sampling ditarik sebagai sampel beberapa unsur atau satuan-satuan yang diteliti. Dalam hal ini pengambilannya harus dengan cara undian sehingga setiap unit punya peluang yang sama untuk dapat dipilih. Misalnya setiap nomor unit penelitian dalam daftar kerangka sampling ditulis dengan dalam secarik kertas. Kertas-kertas tersebut kemudian digulung dan dimasukkan kedalam sebuah kotak. Setelah dikocok, sejumlah gulungan kertas diambil sesuai dengan jumlah sampel yang direncakan. Nomor-nomor yang terambil, menjadi unit elemeter yang terpilih sebagai sampel. 4. Teknik Pengumpulan data a. Kuesioner Dalam hal ini, penulis membagikan daftar pertanyaan kepada responden yang dianggap dapat mewakili untuk memberikan informasi yang baik dan akurat sehubungan dengan obyek peneliti. b. Observasi 61 Penulis mengadakan pengamatan langsung di lokasi penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui obyek yang diteliti. c. Interview Interview ini dimaksudkan sebagai suatu instrument untuk memperoleh data dengan cara bertatap muka langsung dan mengadakan dialog secara langsung dengan responden. 5. Sumber data. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: a. Data primer yaitu data yang bersumber dari hasil waewancara atau interview b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kajian sejumlah majalah, surat kabar, Internet dan penelitian kepustakan. 6. Teknik analisa Data. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan menggunakan table frekuensi, kemudian diuraikan dalam bentuk penjelasan. 7. Proses Penelitian Survei Salah satu metode penelitian sosial yang amat luas penggunaannya adalah penelitian survey. Ciri khas penelitian ini adalah data dikumpulkan dari responden 62 yang banyak jumlahnya dengan menggunakan kuesioner. Salah satu keuntungan utama dari penelitian ini adalah mungkinnya pembuatan generalisasi untuk populasi yang besar. Proses penelitian survai tidak terlalu berbeda dari penelitian ilmiah lainnya dan merupakan usaha yang sistermatis untuk mengungkapkan suatu fenomenon sosial yang menarik perhatian peneliti. 63 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Sekolah Dasar Inpres Kampus Unhas I adalah merupakan salah satu Sekolah Dasar yang berada di Perumahan Dosen Unhas Tamalanrea Kota Makassar. Gedung SD Inpres Kampus Unhas I satu lingkungan dengan SD Inpres Kampus Unhas. SD Inpres Kampus Unhas I berada di tengah-tengah perumahan Dosen Unhas yang menjadikan sekolah ini banyak diminati oleh masyarakat sekitaran perumahan dosen Unhas Tamalanrea,` Dalam Perumahan Dosen Unhas Tamalanrea, terdapat dua perkampungan, yaitu Kampung Parang dan Kampung Tambasa’, dan juga ada kompleks tentara Intel Kaveleri, yang membuat SD Inpres Kampus Unhas I memiliki siswa yang berstratifikasi sosial yang beragam. Upaya menjadikan Kota Makassar sebagai kota berpendidikan, tidaklah hanya menyiapkan piranti keras dan lunaknya saja. Yang lebih mendasar adalah agar masyarakat yang terdidik. Masyarakat yang sadar betul bahwa mereka dalam proses pendidikan. Karena itu, sentuhan yang ingin dibangun dalam konteks menjadikan kota Makassar sebagai kota pendidikan yakni bagaimana membangun sebuah kultur pedidikan dalam masyarakat. SD Inpres Kampus Unhas I didirikan pada tahun pada akhir 1979 samapai awal tahun 1980, dan sekolah ini memulai kegiatan belajar mengajar Tahun 1980 dengan jumlah pengajar saat itu 4 tenaga pengajar ditambah dengan kepala 64 sekolah dengan jumlah siswa kelas I ± 40 orang, kelas II ± 30 orang dan kelas III ± 5 orang yang dimana saat itu mayoritas orang kampung. Seiring dengan perkembangan SD Inpres Kampus Unhas I kota Makassaar ini mengalami dua kali renovasi gedung yang memungkinkan terciptanya kelancaran dalam proses belajar mengajar. Tahun 2008 mengalami tahap kedua kalinya renovasi yang dimana saat itu gedung kelas dan kantor sudah mulai agak rubuh. Seiring renovasi Pada Tahun 2008, gedung sekolah selesai dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai yang terdiri dari: -Ruangan Kepala Sekolah - Ruangan Guru - kantin Sekolah - Pos Satpam - WC/Toilet - Taman Bermain Dalam Perkembangannya SD Inpres Kampus Unhas I telah mengalami pergantian pimpinan yaitu sebagai berikut: 1. H. Made Amin Pada Tahun 1980-1990 2. Hj. A. Marhannah Pada Tahun 1990-2003 3. Dijabat oleh UPTD tahun 2003-2005 4. Hartina, A.Md 2005-2006 65 5. Suryani, S.Pd, M. Si Pada tahun 2006 samapai sekarang. 1. Keadaan Guru Keadaan Guru SD Inpres Kampus Unhas I Kota Makassar Tahun Ajaran 2011-2012 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah 1. PNS - 12 12 2. Honorer 4 6 Uraian Tenaga Pengajar 10 22 66 2. Keadaan Siswa Keadaan murid yang ada di SD Inpres Kampus Unhas I adalah saat ini ( 20112012) adalah sebanyak 360 murid yang dirinci dalam tabel sebagai berikut ini: No Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 I 40 37 77 2 II 49 34 83 3 III 31 29 60 4 IV 20 27 47 5 V 22 22 44 6 VI 32 17 49 Jumlah 194 166 360 Data: Absensi SD Inpres Kampus Unhas I 67 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dampak Menonton Film kartun terhadap Perilaku Sosial Anak Seberapa besar pengaruh film kartun terhadap prilaku anak tidak bisa dilihat dari satu sisi saja, karena banyak faktor yang turut menentukan besamya pengaruh itu, diantaranya adalah: a. Apa yang diperoleh anak dari film bergantung pada kebutuhan dan latar belakangnya. Misalnya anak dengan agresi rendah biasanya lebih agresif setelah melihat film dengan tema yang agresif. Melihat adegan agresi di film memberi isyarat persetujuan dan mendorong mereka untuk melepaskan agresivitas yang dikekangnya. b. Semakin erat kaitan film dengan pengalaman yang dimiliki anak, semakin besar kemungkinan bagi anak untuk memahami dan mengingat film itu. Sebaliknya, film yang menegangkan cenderung membekukan sikap kritis sehingga anak akan mengingatnya dengan cara yang tidak kritis dan ini memperbesar pengaruhnya tehadap mereka. Karena anak yang kurang cerdas cenderung kurang kritis dibanding anak yang lebih cerdas, mereka cenderung lebih terpengaruh oleh adegan film dibanding dengan anak yang lebih cerdas. c. Ketika anak mengidentifikasi diri secara erat dengan salah satu tokoh yang tampil di layar, mereka akan berusaha menghubungkannya dengan berbagai 68 pengalaman, seolah-olah mengalami sendiri pengalaman tersebut ini mempengaruhi prilaku mereka kelak. Mengingat daya khayal dan daya serap anak-anak relatif dalam mengadaptasi adegan-adegan yang disajikan dalam film kartun, maka adeganadegan itu akan tertinggal dan membekas dalam diri anak yang selanjutnya akan mempengaruhi prilakunya. Sesuai perkembangannya, mulai umur 7-8 tahun anak mulai kritis terhadap lingkungannya dan membutuhkan penjelasan konkret dan masuk akal. Ketika anak memasuki umur belasan, menurut Jean Piaget, anak mulai berpikir secara abstrak dan pandai memberikan respon dan Jawaban alternatif terhadap stimulus. Pada masa ini anak mulai mempertanyakan lingkungan dan diri mereka serta menaruh perhatian terhadap berbagai stimulus yang menggelitik pikiran mereka. Daya kritis anak, pada tahap ini mulai berkembang secara progresif. 69 A. Identitas Responden Latar belakang Pekerjaan Orang Tua responden Pekerjaan Ayah Responden Jenis pekerjaan Frekuensi Persen TNI 2 6.1 PNS 12 36.4 12 36.4 Pedagang 7 21.2 Total 33 100.0 Karyawan Swasta Pekerjaan Ibu Responden Jenis Pekerjaan PNS Frekuensi Persen 10 30.3 1 3.0 2 6.1 20 60.6 33 100.0 Karyawan Swasta Pedagang Ibu Rumahtangga Total Sumber: Hasil Pengolahan data kuisioner 70 Dari tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa dari 33 siswa responden yang diteliti, maka terdapat variasi keadaan latar belakang orangtua, meskipun untuk anak-anak yang orangtuanya bekerja pada sektor pemerintahan maupun swasta masih lebih dominan. Meskipun demikian di SD Inpres Kampus Unhas I merupakan pada umunya adalah kelas menengah yaitu berprovesi sebagai pegawai dan karyawan swasta. Untuk pekerjaan ibu persentasi terbesar adalah ibu rumah tangga. Hal menunjukkan bahwa peranan ibu rumah tangga yang lebih banyak meluangkan waktunya dirumah seperti memantau perkembangan perilaku sosial anak lebih lanjut dengan membimbing atau mengarahkan anak untuk melihat atau menonton televise. Dalam perkembangan kehidupan sosial yang begitu cepat berubah, seiring dengan kemajuan teknologi sebagai implikasi dan kemajuan ilmu pengetahuan yang diusahan oleh manusia itu sendiri, telah membuat komunitas masyarakat dunia semakin dekat satu sama lainnya, batas-batas komunitas dalam tatanan kebudayaan, perilaku dan berbagai dimensi sosial budaya lainnya hanya dibatasi kesempatan saja oleh masing-masing orang. 71 Tabel 2 Jumlah televisi yang dimiliki responden kepemilikan televisi Frekuensi Persen 3 televisi 8 24.2 2 televisi 10 30.3 1 televisi 15 45.5 Total 33 100.0 Sumber: Hasil Pengolahan data kuisioner Dengan demikian dapat dipastikan seluruh responden yang diteliti menikmati siaran televisi setiap harinya dan lebih dekat bersama keluarganya. Dengan latar belakang sosial ekonomi keluarga yang relative cukup memadai tersebut, maka sebagian responden penelitian tersebut memiliki televise lebih dari satu dirumahnya, bahkan terdapat 8 responden yang memiliki 3 televisi, 10 responden memiliki 2 televisi dan 15 responden memiliki 1 televisi. 72 Tabel 3 Media Elektronik yang dimiliki responden Jenis Media elektronik Frequency Percent Televisi 24 72.7 Komputer 1 3.0 Playstation 2 6.1 6 18.2 33 100.0 Televisi, radio, komputer, playstation Total Sumber : Hasil Pengolahan data kuisioner Tabel hasil menunjukkan bahwa rata-rata responden anak memiliki 1 televisi sebanyak 15 orang, 2 televisi sebanyak 10 responden dan 3 televisi sebanyak 8 orang. Hal ini erat kaitannya dengan media elektronik yang dimiliki seperti computer (1 orang), playstation (2 orang), radio (6 orang) dan yang paling tinggi adalah media televisi (24 orang). Ini mengindikasikan bahwa televise adalah media yang paling banyak pengaruhya karena lebih sering ditonton/dilihat tergantung dari kebiasaan anak-anak untuk melihat jenis siaran yang disukai. 73 B. Bentuk Kebiasaan Menonton Film Tabel 4 Kebiasaan Menonton Televisi Responden Kebiasaan menonton Frekuensi Persen 11 33.3 kadang-kadang 21 63.6 jarang sekali 1 3.0 Total 33 100.0 sering/hampir tidak pernah Sumber:Hasil Pengolahan hasil Responden Berdasarkan tabel kebiasaan menonton, terlihat persentase frekuensi keseringan (33,3%), kadang-kadang (63,6%) dan jarang sekali (3%). Masingmasing anak memiliki kecenderungan yang berbeda terhadap kebiasaan ini, terlebih karena porsi waktu (durasi) mereka untuk menonton paling banyak 1-2 jam (72,2%) sedangkan yang menghabiskan waktu hingga 3-4jam hanya (27,3%), hal ini tentunya sangat mempengaruhi bagaimana sikap-sikap untuk memilih waktu mereka untuk belajar, bermain diluar, menonton hal-hal yang mereka sukai saja, karena apa yang menjadi kebiasaan akan terus mereka (anak-anak) pertahankan/perhatikan. Sehingga menjadi lebih focus pada siaran-siaran yang umumnya digemari anak-anak. 74 Tabel 5 Jenis Siaran yang dinonton Responden Jenis Siaran Frekuensi Persen 5 15.2 siaran music 7 21.2 Kartun 21 63.6 Total 33 100.0 siaran berita dan informasi Sumber, Hasil Pengolahan data kuisioner Berkaitan dengan hal ini, anak-anak cenderung memilih film kartun (63,6%) dibandingkan dengan siaran music (21,2%) dan siaran berita/informasi (15,2%). Hal ini dipicu oleh karena pada usia anak-anak seperti ini perilaku sosial mereka dapat dipengaruhi oleh hasil tontonan, selain karena factor lingkungan dang factor internal keluarga sebagai factor utama. 75 Tabel 6 Tokoh Kartun yang Disukai Responden Karakter Tokoh Kartun Frekuensi Persen Lucu 25 75.8 Cantik/Gagah 3 9.1 Pemberani 5 15.2 Total 33 Sumber, Hasil Pengolahan data kuisioner 100.0 . Dari hasil kajian penelitian, anak-anak cenderung menyukai tokoh kartun yang menimbulkan perasaan senang atau tertawa karena kelucuan dari tokoh yang diperankan (75,8%), dibanding tokoh yang bersifat pemberani (15,2%) dan tokoh yang lebih gagah/cantik (9,1%). Hal ini disebabkan oleh cara penyampaian tokoh kartun lebih memilih “cara aman” untuk menyenangkan pemirsa kecilnya agar dapat bertahan sampai habis waktu pemutarannya, dan agar anak merasa tidak cepat bosan atau jenuh dengan waktu yang lama berlangsungnya siaran kartun tersebut. Sehingga terdapat kepuasan tersendiri setelah menikmati jam penayangan film kartun kesukaan masing-masing. 76 Tabel 7 Jam Tayang Film Kartun Responden Tahu Jawaban Responden Frekuensi Persen Ya 24 72.7 Tidak 9 27.3 Total 33 100.0 Sumber: Hasil Pengolahan data kuisioner Hal ini dapat pula dilihat melalui table hasil mengetahui jam tayang film kartun yang menyatakan tersebut antara lain ya (72,2%) dan tidak mengetahui jam tayang (27,3%). Ini menunjukkan bahwa waktu penayangan sesuai dengan waktu keberadaaan anak dirumah atau bahkan menyempatkan diri melihat/menonton sebelum anak-anak mengerejakan pekerjaan lain seperti belajar, makan atau setelah pulang dari kegiatan lain (ekstrakulikuler). Tabel 8 Arahan Dari Orangtua Responden Jawaban Responden Frekuensi Persen Ya 27 81.8 Tidak 6 18.2 Total 33 Sumber: Hasil Pengolahan data Kuisioner 100.0 77 Begitu pentingnya perhatian orang tua terhadap anak, maka perlu diperhatikan hal yang signifikan dengan perkembangan perilaku anak pada saat melihat siaran televisi dan membimbing anak untuk melihat hal-hal yang positif yang berguna bagi perkembangan pendidikan fisik dan mental untuk bersikap lebih baik, seperti yang ditampilkan pada table hasil arahan orangtua yang menyatakan persetujuannya (81,8%) dan tidak mendapatkan arahannya (18,2%). Hal ini dapat dilihat bahwa murid masih mendapatkan arahan dari orangtua saat menonton televisi. Tabel 9 Kegemaran dengan Adegan Perkelahian Responden Jawaban Responden Frekuensi Persen Sangat Suka 8 24.2 Suka 6 18.2 Tidak Suka 19 57.6 Total 33 100.0 Sumber: Hasil Pengolahan data kuisioner 78 C. Bentuk Perilaku Sosial Anak Atas Kebiasaan Menonton Kartun Tabel 10 Sikap Memanfaatkan Waktu Pulang Sekolah Responden Jawaban Responden Frekuensi Persen Pulang Tepat Waktu 13 39.4 Kadang-kadang Tidak Tepat Waktu 19 57.6 Sering Tidak Tepat Waktu 1 3.0 Total 33 100.0 Sumber: Hasil Pengolahan data kuisioner Tabel 11 Sikap Memanfaatkan Waktu luang Responden Jawaban Responden Frekuensi Persen dimanfaatkan penuh bermain 6 18.2 kurang memanfaatkan bermain 19 57.6 tidak memanfaatkan bermain 8 24.2 Total 33 Sumber: Hasil Pengolahan data kuisioner 100.0 Dari tabel 9, 10 dan tabel 11 Jika dilihat dari segi perilaku sosial terhadap kegemaran adegan perkelahian, maka banyak diantara anak yang menyatakan tidak suka (57,6%), dibandingkan dengan sangat suka (24,2%) dan suka (18,2%). 79 Ini tentunya berkaitan dengan arahan orangtua yang melarang melihat adegan berbahaya (perkelahian dan pertengkaran). Dari semua sikap/perilaku sosial ini, berpengaruh pula terhadap sikap anak untuk memanfaatkan waktu pulang sekolah yang mengatakan bahwa anak pulang tepat waktu (39,4%), kadang tidak tepat waktu (57,6%) dan sering tidak tepat waktu (3,6%). TIngginya angka kadang tidak tepat waktu lebih banyak di sebabkan karena pada saat pulang sekolah anakanak hampir dirumah teman dan bermain, sehingga frekuensi memanfaatkan waktu luang untuk bermain secara penuh (57,6%), disebabkan kesadaran anak dan telah mendapat nasehat/bimbingan dari orangtua untuk segera pulang beristirahat dirumah bahkan tidak memanfaatkan untuk bermain (24,2%) dikarenakan anak mempunyai jadwal kegiatan ekstrakulikuler dan akan terganti waktu luang tersebut pada akhir pecan untuk menghabiskan waktu libur mereka dengan menonton televisi special kartun dirumah. 80 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan Pembahasan dalam Bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang dimana Terdapat dampak positif dan negatif dari kebiasaan menonton film kartun, yaitu, Dampak Positifnya Seorang anak Sekolah dasar menirukan karakter dari tokoh yang di idolakannya yang membuat daya imajinasi dari anak Sekolah dasar tersebut tinggi dan daya fantasi anak terkontaminasi dari perilaku anak karena karakter film kartun. Jika seorang anak mengidolakan karakter Superhero, maka menciptakan karakter suka menolong. Dan dampak negatifnya Daya agresifitas seorang anak sangat mudah terkontaminasi dari apa yang di tonton. ini tentunya sangat mempengaruhi bagaimana sikap-sikap untuk memilih waktu mereka untuk belajar, bermain diluar, menonton hal-hal yang mereka sukai saja, karena apa yang menjadi kebiasaan akan terus mereka (anak-anak) pertahankan/perhatikan. Sehingga menjadi lebih fokus pada siaran-siaran yang umumnya digemari anakanak. Perilaku anak yang menonton film kartun di SD Inpres Kampus Unhas I ternyata kadang-kadang siswanya menonton film kartun. Hal ini mempengaruhi bagaimana sikap-sikap untuk memilih waktu mereka untuk belajar, bermain diluar, menonton hal-hal yang mereka sukai saja, karena apa yang menjadi 81 kebiasaan akan terus mereka (anak-anak) pertahankan/perhatikan. Sehingga menjadi lebih fokus pada siaran-siaran yang umumnya digemari anak-anak. B. Saran 1. Perlu adanya perhatian orang tua terhadap anak, maka perlu diperhatikan hal yang signifikan dengan perkembangan perilaku anak pada saat melihat siaran televisi terutama film kartun dan membimbing anak untuk melihat hal-hal yang positif yang berguna bagi perkembangan pendidikan fisik dan mental untuk bersikap lebih baik,. 2. Perlunya ketegasan Pemerintah membatasi film-film kartun yang berbaur kontak fisik dan ucapan-ucapan kasar dan mengutamakan siaran film kartun yang dapat mendidik anak-anak di usia dini. 82 DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Acuan Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali Pers, 2009. G. Kartasapoetra, L. J. B. Kreimers, Sosiologi Umum, Jakarta, Bina aksara, 1987. Singarimbun Masri, Effendi Sofian, Metode Penelitian Survey, Jakarta, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 2011. Elizabeth. B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid 2, Jakarta, Erlangga, 1989. Littlejohn, Stephen W & Karen A, Teori Komunikasi: Theories Of Human Communication, Jakarta, Salemba Humanika, 2009 Suprapto, Tommy, Pengantar Teori Dan Manajemen Komunikasi, Yogyakarta, Media Pressindo , 2009. West, Richard dan Lyn Turner, Pengantar Teori Komunikasi “Analisis dan Aplikasi”, Jakarta Salemba Humanika, 2009. Bernard Raho, SVD, Teori Sosiologi Modern, Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher, 2007. Bungin Burhan, Sosiologi Komunikasi, Jakarta, Kencana Predana Media Group, 2006. Eddy Yusuf, Psikologi Sosial (Teori dan Praktek), Makassar, Offset Setting Perkasa, 2000 83 Warner J. Severin James W. Tankard JR, Teori Komunikasi Edisi Ke 5, Jakarta, Kencana, 2005 Poerwadarminta W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1976 Bambang Hanifn Purnomo, Memahami Dunia Anak-anak, Jakarta, Mandar Maju, 1990 2. Lain-lain www.google.com www.wikipedia.com Blogspot.Com/2007/12?Pengertian 84 LAMPIRAN-LAMPIRAN 85 KUIESIONER PENELITIAN Kueisioner ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh kebiasaaan terhadap perilaku sosial anak Sd Inpres Kampus Unhas I PETUNJUK PENGISIAN 1. Dimohon anda menjawab dengan tanda (x) pada jawaban yang anda anggap benar. 2. Jawaban yang anda berikan merupakan bantuan yang tak trnilai bagi penelitian kami, untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih A. Identitas Responden 1. Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 2. Umur a. 10 Tahun b. 11 Tahun c. 12 Tahun 3. Pekerjaan Orang Tua: A. Ayah a. TNI b. Pegawai Negeri Sipil c. Karyawan swasta d. Pedagang B. Ibu a. Pegawai Negeri Sipil b. Karyawan swasta c. Pedagang d. Ibu Rumah Tangga 86 B. KEPEMILIKAN MEDIA DAN PENGGUNAANNYA 4. Media Elektronik apa saja yang adik miliki di rumah (pilihan Boleh lebih dari satu ) ? a. Televisi b. Radio c. Komputer d. Playstation/PS 5. Berapa Media Televisi yang adik miliki di rumah? a. 3 Televisi b. 2 Televisi c. 1 Televisi 6. Apakah adik sering Menonton Televisi? a. Sering/ Hampir setiap hari b. Kadang-kadang c. Jarang Sekali 7. Biasanya dalam sehari Adik menonton televisi berapa jam? a. 1-2 Jam b. 3-4 Jam c. 5-6 Jam d. > 6 jam 87 C. JENIS TAYANGAN YANG DISUKA OLEH ANAK-ANAK 8. Manakah dari jenis siaran di bawah ini yang paling sering adik nonton? a. Siaran berita dan Informasi b. Siaran Musik c. Olahraga d. Kartun 9. Jika adik senang dengan film kartun, jenis film kartun apa yang adik sukai? a. Kepahlawanan b. pertualangan c. Lelucon d. Persahabatan 10. Tokoh film kartun apa yang adik sukai? a. Lucu b. Cantik/gagah c. Pemberani 11. Apakah adik mengetahui jam tayang film kartun? a. Ia b. Tidak 88 12. Apakah adik diberi tuntunan dari orangtua yang cocok untuk dinonton? a. ia b. tidak 13. Apakah adik suka dengan dengan film kartun yang beradegan perkelahian? a. Sangat suka b. suka c. Tidak suka D. PERILAKU SOSIAL ANAK TERHADAP AKTIVITAS DAN DILINGKUNGANNYA. 14. Apakah adik pernah mengabaikan tugas pekerjaan rumah dari sekolah karena menonton film kartun? a. Ia b. Tidak 15. Bagaimana sikap adik sehari-hari di rumah? a. Cenderung anak/agresif b. Cenderung Pendiam c. Cenderung Peramah 16. Bagaimana Sikap adik dalam memanfaatkan waktu peluang sekolah? a. Pulang tepat waktu b. Kadang-kadang tidak tepat waktu 89 c. Sering tidak tepat waktu 17. Bagaimana sikap adik terhadap teman-teman sebaya ditetangga? a. Cenderung bermain dengan teman tetangga siapa saja b. cenderung bermain dengan teman tetangga tertentu c. Kurang bergaul dan Cenderung hanya bermain dirumah 18. Bagaimana memanfaatkan waktu-waktu luang adik di sekolah? a. Dimanfaatkan penug untuk bermain b. Kurang memanfaatkan bermain c. Tidak memanfaatkan untuk bermain 90 Untuk tahun 2011-2012 Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah Ibu Suryani, S.Pd, M.Si, Sumber daya manusia yang lain, secara detail data guru sebagai berikut: Data Guru SD Inpres Kampus Unhas I Kota Makassar NO NAMA JABATAN 1 Suryani, S.Pd, M.Si Kepala Sekolah 2 Dra. Hj. Nurhayati IA 3 Andi mardiana, A. Ma IB 4. Irdiaty, S.Pd II A 5 Rahmayanti, A. MA II B 6. Yakomina S. Pd III A 7. Nurdaliah, S.Pd III B 8. Salmiah said, S. Pd IV A 9. Nuriati Pahan, S.Pd IV B 10. Damaris L, S.Pd VA 11 mardawiah, S.Pd VB 12 Marce, S.Pd VI A 13. Ernina Dewi SS, S.Pd VI B 14. St. maryati R, S.Pd Olahraga 15. Hj. Aminah Anas, A. Ma Agama islam kelas I A – VI A 16. Nur Asia A, Ma Bidang Studi SBK 17. Bismawati, S.Ag Agama Islam Kelas I B – VI 91 B 18. Abdul Fajar, SS Bahasa Inggris Kelas III - VI 19. Ardiansyah, SE Bahasa Inggris I - II 20. Sulfikar, S.Pd Olahraga 21. Akhwani Mutiara D Operator 22. Ical Bujang 92 KELAS I B 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. Fadil Muhammad Abid Muhammad Farhan Abdullah naufal Az-zuldy Ahmad aidil fitrah Achmad ma’ruf wahab Ammar Mufliyanto Andi Muh. Nadhir Annas Muhammad Haerul Anwar Hikmal Akbar Imam Arifuddin Jouri All paskal Laode Ilham Khalifatul Muammar Qikhan K Muhammad Fadlan A Muhammad Fikhar S Muhammad Anugrah Muh. Ibrani M Muh. Aiman Ali M. Ba’ali Moehadi M. Al-fareza M Ramadan Aksa Nasir Rizky Rhamadhani Sabda Dewa Pantiro R Wisnu kurniawan ALfiah Andi Lulu Tenri Pakkua Arifah Nursyahbani Eka Indri Reskiah Harid Muthia Az’zahra Nadia Nur Salsabila Insya’ Ira Putri Zahrani Nur Reghina Nabila Rhamadhany Rizkha Dewi Putri Sitti Annisa Fanyyah M Sitti Sulis Ul Azisa Ibrahim Sri Astuti R Tasya Nurul Sakina P Defensa Mughniyah Ivone Khaira Purba 93 Kelas I A 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. Ahmad Marannuang Ahmad Mufli Ramadhan Asriel Demmarampang Ahmad Basith hamdan Akbar Ariel Wisnu Ramadhan Aidil Awalsyah Ramli Bintang Mattaraung Gelbert Peri Pasa Bu’tu Joshuandi Saung Kornelius Edwar Muhammad Ahlan Faiz. K Muhammad Taqy DZaki M Muh. Adhrian Muh. Akram Muhadzdzib Maulana Arsyad Muh.Fadly Muhammad Rizqan Erwin Nur. Misbah M Nur Afif Rafli Resky Aditya Raynaldy Yulius Lopang A. Nur Nabila Syalwani A. Nadyiah Angraeni Chika Amelia Septiani Chiki Amelia Septiani Diva Jesica Artamepia Kiki Rezky Amelia Lilis Auliya Ramadhani Mutiara Yusuf Nur salsa Firdausiiah Putri Ayu Indhira Rachma Dewi Anintyas Syahra Melani Putri St. Aisyah Putri Sakinah Putri Aprilia Ariesty Vira Meisyah Sodrianti Putri Nayla Mutia A 94 Kelas II B 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. Anugrah Fajri Idzani Dzakwan N. S Indrawan Saputra D. L Javi Jagad Jihad Ramadhan Muh. Abyan Naufal Muh. Alif Irham Ilyas Muh. Alif Mutalib Muh.Chaerul Irsam Muh. Alim Alkhawarizmi Muh. Isdariandi Muh. NurFadly saputra Michael Toding Tiar Tri Aditya Setiawan Wandy Apriyan Yudli Naufal Lail Ramadhan Zulkifli Gilang Ega Patria Razul Ferdhi Adhi Tama Alya Aryani Matulada Ananda RAmadhani Anggita Putra Irdayanti Nita Nurul Fauziah Nur Marwah Alfiani Nur salsa isnainun Nurul Qhairul Reskyawati ST. Firsya Tsamara St. Nur Aisyah Wili Grensia Riska Demallilin Kelas II A 1. Andi Ahmad Fail Fudhail 95 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. Armin Anugrah Idzal Fikri Muh. Ikhlas Muh. Nur Alim Muh. Zulfikar Muh. Fadil marsuq Muh. FAthona Sibali Muh.Ichsan Pratama Muh. Firmansayah Ivan Swarna Dwipayana Randi Vernando Sarang Allo Alisya Rianti Saputri Andi Nirmala Putri Audri Avitasari Alfiani masyhrufah Almadhea Suba Amira Maraya Sakira Dela Puspita Destini Mercy Dian Ayu Lestari Muchlisah Amalia Mihaela Az’zahra Nursita Apriliani Nurul Afifiah Edi Nurul Nitami Ahmady Nurul Syahri Ramadhani Putri Nakita Munsi Putri Nur Wildana Rezky Mahardika N Rifka Putri Dwi Utami Syahrani Dwi Putri St. Yaumil Ramadhan. S Thalita Nasywa Sabrilla Nabila Gita Salsabila Kelas III B 1. 2. 3. 4. 5. 6. Fajri Ramadhan Linda Dhini Cesarina Triandi Muh. Rijal Akbar Misbah Ramadhan Muh. Ikhsan A 96 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. Muh. Andika Nabila Muh. Akbar Dzulkifli Nadita Anatasya Nuralfi Ramadhani Aan Syawal Dinda Ambar saputri Muh. Rezky Ade Tri Saputra Nurwahyuni Benyamin Edgar Nur Fadhillah Putri Ditria Ainul Haq Durhan Ermario Ayatullah M Putiani Erna Kurnia Rifaldi Martalina Reka Syahrani Rezky Suci Ramadhani Ainun Mardiah Farhan Andini Ade Susanto Auliah Iswan Tehryaki Risq Rafi Eswandi Kelas III A 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Abdul Muqsid Fadil Abdullah Alif H Kurniawan Muh. Chaerul Malik S Muh. Fajrul Miftah Muh. Fiqri Muh.Farhan Dzacky Muh. Fadel Fiqram Muh. Muhaimin Nur Muh. Nur Alim Safwan Muh. Rafly Andriansyah Muh. Rezky Putra Dewa Muh. Sadiq Aditya Muh. Setiaraja Muhadi 97 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. Muh. Wahyu Imam Saputra Rahmat Noval Arbain Rafli Ahmad Welly Eaglewanis S Aqilah Nur Aqidah Andi Munifah Musabbina Fahrizah Muntihani Farin Pratika Wibowo Nurul Muflihah Riska Kelas IV B 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. Afian Bagas Adi Saputra Dani Ishak Hans Stanly Khaidir Ali Muh. Iksan K Muh. Irfansyah Muh. Naufal Muh. Rifky Resky Alamsyah Rezky Indrayanto Yahya Dhiya M Muh. Ikhsan N Alyia Ramadhillah Khusnul Khatimah Meliana Monalisa Putri Nabila Nur Rizky Ramadhani Seril Nur Fadillah Tiara Yasinta Tallu Padang Kurnia Wiwik Novita P Kelas IV A 1. 2. 3. 4. 5. Izudding Rezky Rahmat R Muh. Farhan Chalid A. Akmad Haidir Hafiz Sidiq 98 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. Rezky Grah Perkasa Muh. Ikram Ardika Kevin Mahesa Al Mubarak Dandi Putri Maharani Faliha Ataya Nur Fauzi Zaahirah Zahira Adnan A. Ainun Anugrah Nur Fitri Chaerani Hemaswija Anugrah Nurfaidah Fitra Kusuma Pratiwi Nisrina Assifah St. Umni Rafida Yamin Nurul Ramadhani Zahra Sitti nurul khotimah Kelas V B 1. Muh. Alfarizy 2. Adyaksa Pratama 3. Kelvin Adiyansa 4. Imran 5. Muh. Asril Harid 6. Bagas Osnada 7. Ansyari Zahir 8. Muh. Hidayat 9. Suhardi 10. Muslimin 11. Febriansyah 12. Raihan Maulana 13. Nurul Hikmah 14. Indi Wulandari 15. Nur Afiah 16. Sri Awaliah 17. Oktaviana 18. Tiara Tresya 19. Nurcahyani 20. Maya Puji Astuti 21. Yehezkilla S. R Wior 22. Maudana Hadija Kelas V A 99 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Fadli Hasdin Rian Putra Hafikar Andi Muh. Fahrizal Muh. Fadhil Banjar Irja Pratama Irvan Khaidir Anshari Zhahir Almira Safa Aryani Laili Nur Amalia Cristina Ayunda Raraz Laila Arsih Ramadhina Andi Aan Mugniah Nurul Salsabila Syam Aini Mulyani Nurul Aulia Rahman Agista Apriani Elvira Salsabila Tiara Tharesya Mita Amanda Ashanty mulan Fadhilah Ramadhani Nurul fitri Kelas VI B Abdul Musawir Al Gazali Al Qadri Awaluddin Bobby Panarya Dwi yanto Henrawan Tobing Mahdi Muh. Irfan Arvan Ramadhani Zulfadli Muh. Nurwahyuda Muhammad Zulrijal Miftahul Rozi Arman Sugianto Dewi Putri Dewi Sartika Elsa Julianti 100 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. Masyita Annisa Nadya Eka Putri Nurhikmah Indah Rahmawati Okty Munawwara H Sofiah Muh. Zulfikar Kelas VI A 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. George Andre P Muh. Farhan Muh. Fikkri Fadullah Muh. Nabil Putra Ahya Adnan Ahmad Akbar Latamba Agung Gunardi Henra Maraya Ikhsan Mujahid Rahmadi Usrah Erwin Anang Murlia Muh. Fajri Nur Nur Aksan Andi Wahba Rifdah Afifiah G A. Cipta Magfirah A. Nurul Isri Indayani Rahma Syaripuddin Amelia Magfirah Julieta Tito Fauzyiah Yashari Fanila Indinata Muh. Zulfikar 101