Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 I. EVALUASI KONDISI CUACA BULAN DESEMBER 2016 A. Monitoring Dinamika Atmosfer Desember 2016 Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan / dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca - iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Desember 2016 : El Nino Southern Oscillation (ENSO) Selama Desember 2016, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) menunjukkan kecenderungan mendingin. Kondisi penurunan anomali tersebut dimulai sejak akhir Desember 2015 lalu. Anomali suhu muka laut mingguan terakhir tercatat -0.28°C sedangkan nilai bulanan Desember 2016 adalah -0.49 sehingga termasuk kategori Normal / Netral. Hal ini juga terlihat dari anomali angin pasat serta temperatur subsurface/ bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan kondisi Normal / Netral. Nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai positif 6.3 menunjukkan kondisi netral. Dengan kecenderungan suhu muka laut Nino 3.4 yang stabil sehingga diprediksi kondisi Normal / Netral masih akan berlangsung pada Januari 2017 hingga Juni 2017. Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 01 Januari 2017 (Sumber : BoM) 1 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 Dipole Mode Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif. Indeks minggu terakhir Desember 2016 tercatat bernilai -0.23, hal ini menunjukkan tidak ada kontribusi penambahan massa udara dari Samudera Hindia ke sebagian wilayah Indonesia bagian barat. Kondisi DMI normal ini diprediksi berlangsung hingga Mei 2017. Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Januari 2017 (Sumber : BoM) Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR) Posisi aktifitas MJO selama Desember 2016 sempat aktif di Benua Maritim Indonesia pada 8 – 11 Desember 2016 namun lemah, yang tentunya sedikit berkontribusi pada kondisi liputan awan di wilayah Benua Maritim Indonesia. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa dominan warna ungu hingga merah yang menunjukkan banyaknya liputan awan pada rata-rata Desember 2016. Pemusatan daerah tutupan awan sebagian besar terkonsentrasi di wilayah sekitar Pulau Jawa dan Sumatera. Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Desember 2016, Warna ungu-merah adalah OLR negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA) 2 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 Sirkulasi Monsun Asia – Australia Pada Desember 2016, monsun Baratan mulai berlangsung. Gangguan tropis yang terlihat dari pola tekanan udara di Samudera Hindia selama Desember 2016 menyebabkan monsun Baratan juga mengalami fluktuasi namun masih dominan Barat. Memasuki akhir Desember 2016 monsun Baratan terlihat menguat dan dari indeks AUSMI terlihat diatas kondisi rata-ratanya. Monsun Baratan akan mulai stabil dan menguat pada bulan Januari 2017, seiring pergerakan semu matahari, dan mulai meratanya musim hujan di seluruh wilayah Jawa. Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Desember (sumber: misae4u) Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Desember 2016 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA) Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di sebagian besar wilayah Jawa Timur selama Desember 2016 (rata-rata bulanan) mayoritas terjadi anomali positif yang mengindikasikan menguatnya angin Baratan. Untuk komponen meridional (Utara – Selatan) di mayoritas Jawa Timur umumnya anomali negatif artinya dominasi massa udara dari Utara. Kondisi tersebut juga turut berperan dalam variabilitas hujan di Jawa Timur selama Desember 2016. 3 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 Suhu muka laut perairan Indonesia Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Desember 2016 berkisar antara -1.0 hingga +1.5 ºC, sehingga potensi penguapan masih cukup tinggi khususnya wilayah perairan selatan Jawa. Perairan Selatan Jawa Timur cukup hangat dengan anomali +0.5 hingga +1.5 °C menunjukkan suplai uap air dan potensi penguapan yang cukup tinggi dalam pembentukan awan selama Desember 2016. Hangatnya suhu perairan ini menjadi salah satu faktor dalam membentuk hujan di Jawa Timur selama Desember 2016 selain kondisi dinamika labilitas atmosfer skala global hinga lokal lainnya. Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Desember 2016 (sumber: NOAA) Seruakan Dingin Asia (Cold Surge) Analisis kejadian fenomena seruakan dingin (cold surge) dari Asia yang diidentifikasikan dari nilai gradien atau perbedaan tekanan antara Gushi-Hongkong disajikan pada grafik di bawah ini. Aktifitas aliran massa udara dingin dari Asia ini bisa dilihat dari seberapa besar nilai indeksnya. Ketika nilai indeksnya ≥10 mb, dan suhu di Hongkong turun 5ºC maka massa udara dingin dari Asia berpeluang mempengaruhi kondisi cuaca di sekitar wilayah Indonesia selatan ekuator dengan asumsi tidak adanya gangguan tropis di sekitar Laut Cina Selatan (LCS) yang cukup kuat menghambat proses cross equatorial flow. Hal ini dapat dilihat dari peta analisa garis arus aringn /streamline. Gambar 7. Grafik indeks seruakan dingin (Selisih Tekanan Udara Gushi–Hongkong) dan peta streamline (Sumber data; Ogimet.com dan BMKG) 4 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 Indikasi kejadian seruakan dingin dengan indeks ≥10 mb terjadi pada awal dan pertengahan dasarian pertama dan kedua, namun di Hongkong tidak terjadi penurunan suhu hingga 5ºC. Setelah memasuki dasarian ketiga yaitu tanggal 27 Desember 2016 selisih tekanan ≥10 mb dan di Hongkong juga terjadi penurunan suhu hingga 5ºC dan dari peta arus angin terlihat angin dari Laut China Selatan masuk hingga ke Selatan Ekuator sehingga seruakan dingin Asia telah terjadi. Kondisi ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kondisi cuaca di Jawa, dimana hujan di sebagian besar wilayah Jawa Timur khususnya pada Desember 2016 umumnya merata terjadi mulai dasarian ketiga. Apabila diasumsikan penjalaran massa udara dingin dari Asia membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari untuk sampai ke wilayah tengah Indonesia di selatan ekuator, maka efek dari seruakan dingin tersebut juga diasumsikan bisa dirasakan di wilayah Jawa Timur sekitar 2-3 hari berikutnya dari kejadian indeks ≥10 mb. Gangguan Tropis Selama Desember 2016 terdapat 1 aktifitas Tropical Cyclone di wilayah Samudera Hindia yaitu YVETTE (19 - 23 Desember 2016). Data dan jejak aktifitas gangguan tropis selama Desember 2016 disajikan pada gambar 7 di bawah. Mayoritas Siklon tersebut berdampak langsung terhadap cuaca Indonesia, karena posisinya yang dekat dengan Indonesia. Dampak yang ditimbulkan adalah meningkatnya kecepatan angin dan meningkatnya intensitas curah hujan di beberapa wilayah pesisir selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. Untuk wilayah pesisir selatan Banyuwangi juga terdampak Siklon tersebut, dimana terjadi peningkatan kecepatan angin dan tinggi gelombang laut di perairan Selatan Banyuwangi selama periode siklon berlangsung. Gambar 8. Lintasan Siklon Tropis YVETTE 19 – 23 Desember 2016, (Sumber: UNISYS) Kelembaban udara Kelembaban udara relatif selama Desember 2016 di Jawa Timur umumnya lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 78 – 83%. Jawa Timur bagian timur (tapal kuda) umumnya lebih tinggi dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian Timur kondisi anomali positif 6 - 10 % dari rata-ratanya. Kondisi yang berbeda terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat, kondisi kelembaban udara relatif lebih rendah 2 - 6 % dibandingkan dengan normal bulan Desember, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama Desember 2016 dimana wilayah Jawa Timur bagian Timur lebih banyak dibanding wilayah bagian Barat. 5 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 Gambar 9. Kelembaban Udara Relatif Desember 2016 dan Anomalinya pada level 850 mb (Sumber:ESRL NOAA) Aktivitas Cuaca Pada awal bulan Desember 2016, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi umumnya berawan dan terjadi hujan dengan intensitas ringan hanya di sebagian dataran tinggi terjadi hujan intensitas sedang-lebat. Memasuki pertengahan bulan intensitas hujan meningkat namun tidak merata dan berfluktuatif dan memasuki akhir bulan mulai terjadi peningkatan curah hujan secara merata. Pola angin dominan Tenggara - Baratdaya. Secara spasial daerah bagian Utara lebih tinggi intensitas hujannya dibanding wilayah lainnya. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa pola hujan mayoritas terjadi mulai siang / sore hari. Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/ rata-rata bulan Desember tentunya mayoritas berada pada kondisi normal mengingat mayoritas wilayah Banyuwangi secara normal seluruhnya sedang berlangsung musim hujan pada bulan Desember.. Namun Desember 2016 hujan yang terjadi masih berfluktuatif dan tidak merata di Banyuwangi. Hal ini adalah dampak interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal yaitu cold surge, variabilitas monsun, gangguan tropis, anomali suhu muka laut perairan Jawa dan sekitarnya, serta labilitas atmosfer. B. Pantauan kondisi cuaca bulan Desember 2016 di Kota Banyuwangi Dari rentetan peta synoptic selama bulan Desember 2016, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah yang bervariasi. Angin terbanyak bertiup dari arah Timurlaut dan Timur, dengan kecepatan 3 – 14 knots. Kondisi cuaca cerah, berawan, dan hujan ringan hingga lebat. Kecepatan angin maksimum terjadi pada 26 Desember 2016 dari arah Tenggara dengan kecepatan 14 knots. Jumlah Hujan di Kota Banyuwangi dalam satu bulan sebanyak 255.7 mm (Atas Normal). Suhu tertinggi terjadi 34.0 °C pada 25 Desember 2016 dan suhu terendah terjadi pada 3, 11 Desember 2016 sebesar 23.0 ºC. Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan Desember 2016, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan. 6 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Desember 2016 NO PARAMETER HASIL OBSERVASI DESEMBER 2016 NORMAL DESEMBER [1981-2010] 1 Temperatur rata-rata 27.8 ºC 27.3 ºC 2 Temperatur maksimum 31.9 ºC 34.2 ºC 3 Temperatur minimum 24.5 ºC 22.2 ºC 4 Temp. maks. absolut 34.0 ºC 36.4 ºC 5 Temp. min. absolut 23.0 ºC 21.0 ºC 6 Tekanan rata-rata * 1007.9 mb 1008.6 mb 7 Kec. angin rata-rata * 1.7 kt 2.0 kt 8 Arah Angin terbanyak 050° 180° 9 Kelembaban rata-rata 79 % 78 % 10 Curah hujan 255.7 mm 11 Jumlah hari hujan 22 hari 183 mm 18 hari 7 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 8 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 Gambar 10. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi Desember 2016 (Sumber: BMKG) Penguapan selama Desember 2016 mencapai 122.5 mm dengan rata-rata harian 4.0 mm, penguapan tertinggi 6.5 mm terjadi pada 19 Desember 2016. Penyinaran matahari rata-rata Desember 2016 mencapai 45 %, minimal 0 % terjadi pada 8 Desember 2016 sedangkan maksimal 100% terjadi selama Dasarian I, II, III Desember 2016. Tekanan udara (QFF) tertinggi 1010.0 mb pada 15 D e s e m b e r 2016 dan terendah 1004.8 mb pada 21 Desember 2016. Rata-rata kelembaban udara relative (RH) Desember 2016 adalah 7 9 % dengan RH tertinggi 88 % pada 3, 12 Desember 2016, dan RH terendah 68 % pada 26 Desember 2016. Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Timurlaut, kecepatan angin dominan 3 - 8 knots. Kecepatan angin tertinggi 14 knots dari arah Tenggara pada 12 Desember 2016. C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat 8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Januari 2010. Hingga Desember 2016 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA). Kondisi parameter cuaca selama Desember 2016 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut : Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Desember 2016 normalnya berada pada masa musim kemarau, namun dikarenakan suhu muka laut Jawa Timur dan sekitarnya dalam kondisi hangat, serta faktor interaksi dinamika atmosfer, mengakibatkan terjadinya hujan ringan - lebat di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi. Curah hujan selama Desember 2016 mencapai 391.9 mm, dengan kelembaban udara 9 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 relatif rata-rata 81 %. RH tertinggi 91 % tanggal 3, 14, 29 Desember 2016, RH terendah 65 % tanggal 2 4 D e s e m b e r 2016. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1008.8 mb, tertinggi 1011.0 mb dan terendah 1005.6 mb. Suhu rata–rata 28.4 °C dengan suhu maksimum absolut 33.5 °C terjadi pada 23 Desember 2016. Suhu minimum absolut 22.2 °C pada 12 Desember 2016. Arah angin bervariasi, kecepatan angin 3 – 18 knots. Angin dominan bertiup dari arah Selatan. Mayoritas kecepatan angin mencapai 35.9 % berkisar antara 3 – 8 knots. Kecepatan angin tertinggi 18 knots terjadi pada 12 Desember 2016, dari arah Baratlaut. Gambar 11. Grafik parameter cuaca hasil observasi Desember 2016 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG) 10 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Desember 2016 angin dominan dari arah Tenggara Baratdaya pada siang-sore sedangkan malam hingga dini hari dominan Baratdaya - Baratlaut dengan kecepatan angin bervariasi 0.2 – 16.4 knots. Suhu berkisar antara 23.8 – 33.3 °C, Kelembaban Udara Relatif 61.5 – 100 %, dan tekanan udara berkisar 1002.4 – 1010.6 mb. Kondisi cuaca bervariasi Berawan dan hujan ringan - lebat. Berikut grafik parameter cuaca selat Bali : Gambar 12. Grafik Parameter Cuaca Penyeberangan Selat Bali (Sumber : AWS BMKG) 11 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 E. Analisis Hujan Desember 2016 Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan data curah hujan bulan Desember 2016 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut . Curah hujan tertinggi 756 mm terjadi di Songgon dengan 19 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 144 mm terjadi di Purwoharjo dengan 11 hari hujan. Gambar 13. Peta Distribusi Curah Hujan Desember 2016 dan Sifat Hujan Desember 2016 di Banyuwangi (Sumber:BMKG) Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Desember 2016 mengalami curah hujan bervariasi 144 - 756 mm sebagai dampak interaksi faktor - faktor skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Normal - Atas Normal, hanya sebagian kecil wilayah Kalibaru bagian tengah, Purwoharjo bagian utara sifat hujannya Bawah Normal (dibawah kondisi rata-ratanya). Hal ini berkorelasi dengan pantauan sebaran awan dan hujan selama Desember 2016. Bervariasinya spasial curah hujan pada wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh suhu muka laut perairan Jawa Timur yang cukup hangat selain interaksi faktor laut-atmosfer lainnya selama Desember 2016. 12 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut Gambar 14. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Desember 2016 di Banyuwangi (Sumber: BMKG Banyuwangi) Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada Desember 2016 masih berada pada musim hujan. Umumnya pada bulan Desember 2016 sebagian besar kecamatan – kecamatan yang ada di Wilayah Kabupaten Banyuwangi sudah menerima/ telah terjadi hujan. 13 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 II. PROSPEK CUACA BULAN JANUARI 2017 A. Prediksi Dinamika Atmosfer Januari 2017 Prediksi perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode La Nina lemah yang terpantau pada Oktober 2016 telah menghilang dan kondisi menjadi normal / netral pada Desember 2016, sehingga tidak ada suplai massa udara dari Samudera Pasifik ke wilayah Indonesia. Kondisi normal / netral ini diprediksi akan masih berlangsung hingga Juni 2017. Sementara itu Dipole Mode Indeks (DMI) yang sudah normal mulai Desember 2016, diprediksi masih normal hingga Mei 2017, mengindikasikan tidak adanya penambahan massa uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia bagian Barat hingga Mei 2017. Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia Januari 2017 umumnya perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi masih hangat (Anomali Positif) sedangkan wilayah Nino 3.4 cenderung Normal. Bulan Maret 2017 hingga Juni 2017 terjadi kenaikan suhu muka laut kembali di perairan Indonesia dan wilayah perairan Nino 3.4, dimana perairan Indonesia antara normal dan hangat sedangkan di wilayah Nino 3.4 relatif stabil hangat. Madden Jullian Oscillation pada pertengahan hingga akhir Desember 2016 tidak aktif di Benua Maritim Indonesia (BMI) dan diprediksi tetap tidak aktif sampai pertengahan bulan Januari 2017 sehingga tidak signifikan dalam menambah awan-awan hujan di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan peta spasial prediksi OLR terdapat wilayah konvektif yang terjadi di bagian Barat Indonesia sejak awal sampai pertengahan Januari 2017, dimana tentunya hal tersebut tidak lepas dari faktor-faktor lain selain MJO yang menyebabkan banyaknya pembentukan wilayah konvektif di Indonesia selama musim hujan. Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah bulan Desember sudah mulai terlihat di Belahan Bumi Selatan (BBS) seiring pergerakan semu matahari dari Ekuator menuju Selatan, sehingga memicu angin monsun baratan yang mulai stabil dan akan berdampak meningkatnya intensitas dan kejadian curah hujan di wilayah berpola hujan monsunal. Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa seluruh wilayah Banyuwangi pada bulan Januari 2017 akan memasuki puncak musim hujan. Perlu ditingkatkan kewaspadaan menghadapi potensi cuaca ekstrim yang kerap terjadi selama masa puncak musim hujan. Untuk prakiraan curah hujan bulanan, sebagai dampak hangatnya suhu muka laut perairan selatan Jawa dan mulai stabilnya monsun baratan maka diprediksi akumulasi curah hujan Januari 2017 mayoritas wilayah masih sama dengan kondisi rata-rata / normalnya hanya sebagian kecil wilayah diprediksi curah hujannya diatas kondisi normalnya. 14 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 Gambar 15. Prediksi La Nina, anomali SPL, MJO dan anomali OLR (Sumber : BMKG, NCEP - NOAA) 15 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Januari 2017 – Februari 2017 Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Januari 2017 hingga Februari 2017 diprakirakan sebagai berikut: Januari 2017 Curah Hujan berkisar 150 – 525 mm Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal Februari 2017 Curah Hujan berkisar 150 – 400 mm Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal Gambar 16. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Januari 2017 dan Februari 2017 Banyuwangi (Sumber:BMKG) 16 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 C. Prakiraan Potensi Banjir Januari 2017 Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Januari 2017, dari peta terlihat untuk beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah hingga menengah. Memasuki bulan Januari 2017 seluruh wilayah Banyuwangi diprediksi telah memasuki puncak musim hujan, sehingga perlu diwaspadai variabilitas intensitas hujan harian yang tinggi yang berpotensi menyebabkan hujan dengan intensitas yang bervariasi juga. Gambar 17. Prakiraan Daerah Potensi Banjir Januari 2017 (Sumber:BMKG) III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI JANUARI 2017 Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Januari 2017 di wilayah Kota Banyuwangi : 17 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 IV. KEJADIAN GEMPABUMI SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI Gambar 18. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Desember 2016 (Sumber:BMKG) Kejadiaan Gempa Bumi yang signifikan/ dirasakan khusus di Wilayah Kabupaten Banyuwangi selama bulan Desember 2016 adalah NIHIL (tidak ada kejadian gempa yang di rasakan signifikan sampai di wilayah Kabupaten Banyuwangi). 18 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM DESEMBER 2016 Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rataratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa. Tabel 2. Cuaca/ iklim Ekstrim Bulan Desember 2016 Banyuwangi KRITERIA KETERANGAN Arah dengan kecepatan > 45 Km/jam - Suhu udara > 35˚ C - Suhu udara < 15˚ C - Kelembaban udara < 30 % - Curah Hujan >100 mm / hari - Blimbingsari 106 mm pada 11 Desember 2016 - Alas Malang 120 mm pada 12 Desember 2016 - Glenmore 120 mm pada 9 Desember 2016 Tanah Longsor - Banjir - Puting beliung / Waterspout - DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya. Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat. Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan 19 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge. MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian. OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m -2. Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia. Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ Inter Tropical Convergence Zone) merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan. Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter. Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten. Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu : a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20 c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : 20 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Januari 2017 a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau pergerakan lempeng bumi Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (M L), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (mb), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md). Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut. Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930). Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan intensitasnya Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI ---ABCD : Act Beyond your Common Duties--- 21