Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016

advertisement
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
I.
EVALUASI KONDISI CUACA BULAN MEI 2017
A. Monitoring Dinamika Atmosfer Mei 2017
Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan / dipengaruhi oleh
fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling
berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca - iklim di Banyuwangi. Berikut adalah
monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Mei 2017 :
El Nino Southern Oscillation (ENSO)
Selama Mei 2017, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian
tengah (Nino 3.4) menunjukkan kecenderungan normal. Anomali suhu muka laut mingguan
terakhir tercatat +0.54°C sedangkan nilai bulanan Mei 2017 adalah +0.5 sehingga termasuk
kategori Normal / Netral. Hal ini juga terlihat dari anomali angin pasat serta temperatur
subsurface / bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan kondisi Normal / Netral. Nilai
SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai 0.5 juga menunjukkan kondisi normal / netral.
Dengan kecenderungan suhu muka laut Nino 3.4 yang menghangat maka diprediksi kondisi El
Nino akan berlangsung pada Juni 2017 hingga Oktober 2017.
Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di
sekitar Pasifik Ekuatorial sampai akhir Mei 2017 (Sumber : BoM)
1
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
Dipole Mode
Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju
normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif. Indeks minggu terakhir Mei 2017
tercatat bernilai +0.19, hal ini menunjukkan tidak ada kontribusi penambahan massa udara dari
Samudera Hindia ke sebagian wilayah Indonesia bagian barat. Kondisi DMI normal ini diprediksi
berlangsung hingga Oktober 2017.
Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Juni 2017 (Sumber : BoM)
Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR)
Posisi aktifitas MJO selama Mei 2017 tidak aktif di Benua Maritim Indonesia (BMI), yang
tentunya kurang berkontribusi pada kondisi liputan awan di wilayah Benua Maritim Indonesia.
Namun menjelang awal Juni 2017, MJO aktif di BMI. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa
didominasi warna putih dan ungu yang menunjukkan normalnya liputan awan selama Mei 2017.
Pemusatan daerah tutupan awan dominan di sekitar wilayah Ekuator.
Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Mei 2017, Warna ungu-merah adalah OLR
negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA)
2
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
Sirkulasi Monsun Asia – Australia
Pada Mei 2017, monsun Timuran sudah dominan stabil. Gangguan tropis yang terlihat
dari pola tekanan udara di Samudera Hindia selama Mei 2017 tidak menyebabkan monsun
Timuran terganggu hanya menyebabkan variasi arahnya. Memasuki akhir Mei 2017 monsun
Timuran terlihat menguat hingga awal Juni 2017. Kondisi tersebut diprediksi masih berlangsung
pada pertengahan Juni dimana masoh sama dengan kondisi rata-ratanya yang
mengindikasikan monsun timuran yang menguat dan berdampak pada berkirangnya kejadian
hujan.
Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur
(komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Mei (sumber:
misae4u)
Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Mei 2017 lapisan 850 mb
(sumber: ESRL NOAA)
Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di seluruh wilayah Jawa Timur
selama Mei 2017 (rata-rata bulanan) kondisinya netral / tidak terjadi anomali yang
mengindikasikan tidak ada dominasi massa udara yang signifikan. Untuk komponen meridional
(Utara – Selatan) di mayoritas Jawa Timur umumnya dominan anomali positif artinya dominasi
massa udara dari Selatan. Kondisi tersebut juga turut berperan dalam variabilitas hujan di Jawa
Timur selama Mei 2017.
3
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
Suhu muka laut perairan Indonesia
Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Mei 2017 berkisar antara 1.0 hingga +1.0 ºC, namun mayoritas wilayah perairan relatif normal (tidak ada anomali)
termasuk perairan sekitar Jawa sehingga kondisinya sama dengan kondisi normalnya. Dengan
suhu muka laut kisaran 28 – 30 °C menunjukkan potensi penguapan masih cukup tinggi dalam
pembentukan awan selama Mei 2017. Hangatnya suhu perairan ini menjadi salah satu faktor
dalam membentuk hujan di Jawa Timur selama Mei 2017 walaupun pola angin sudah dominan
timuran, selain kondisi dinamika atmosfer skala global hingga lokal lainnya.
Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Mei 2017 (sumber: NOAA)
Gangguan Tropis
Selama Mei 2017 tidak terdapat aktifitas gangguan tropis berupa badai tropis di wilayah
Samudera Hindia selatan Indonesia. Adapun aktifitas siklon tropis terjadi di Samudera Hindia
sebelah Utara yaitu Siklon MORA pada 27 – 30 Mei 2017. Secara langsung tentu saja tidak
berdampak pada kondisi cuaca Indonesia. Namun secara tidak langsung turut membuat
monsun timuran stabil. Pola pertemuan angin yang terbentuk akibat siklon tropis tersebut juga
meningkatkan aktivitas pertumbuhan awan dan hujan di beberapa wilayah. Untuk wilayah
Banyuwangi secara umum tidak terpengaruh selama periode terjadinya siklon tropis tersebut
karena pada saat yang bersamaan fenomena MJO sedang aktif di Samudera Hindia dan
berdampak pada pertumbuhan awan dan hujan selama akhir Mei 2017.
MORA
Gambar 8. Lintasan Siklon Tropis MORA dan dampak pola angin Gradien.(sumber : unysis)
4
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
Kelembaban udara
Kelembaban udara relatif selama Mei 2017 di Jawa Timur umumnya lebih basah
dibanding bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 67 – 75%. Jawa Timur bagian timur
kondisinya lebih kering dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian
TImur anomali positif 3 - 6 % dari rata-ratanya. Kondisi yang lebih basah terjadi untuk wilayah
Jawa Timur sebelah Barat dengan anomali sebesar 6 – 9 % dari rata-ratanya, hal ini berkorelasi
positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama Mei 2017 dimana
wilayah Jawa Timur bagian Barat lebih banyak sebaran awan dan hujannya.
Gambar 9. Kelembaban Udara Relatif Mei 2017 dan Anomalinya pada level 850 mb
(Sumber:ESRL NOAA)
Aktivitas Cuaca
Pada awal bulan Mei 2017 mayoritas wilayah Banyuwangi sudah mulai terjadi
pengurangan curah hujan, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi hanya
berawan. Hujan yang terjadi bervariasi dengan intensitas ringan hingga sedang di wilayah –
wilayah tertentu saja. Hujan mayoritas terjadi mulai siang dan sore hari namun sering juga
terjadi pada malam hari. Memasuki akhir bulan intensitas hujan meningkat akibat dampak
aktifnya osilasi MJO walaupun monsun timuran sudah stabil. Berdasarkan pantauan citra
radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa curah hujan mulai meningkat di
sebagian besar wilayah Banyuwangi menjelang akhir bulan Mei 2017 hingga awal bulan Juni
2017.
Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/ rata-rata bulan Mei tentunya
secara spasial mayoritas berada pada kondisi normal, mengingat sebagian wilayah
Banyuwangi secara normal sudah mulai memasuki musim kemarau dan wilayah
lainnya masih berlangsung masa peralihan / transisi. Hal ini tentunya dampak
interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal yaitu fenomena skala
Global hingga lokal seperti MJO, variabilitas monsun, gangguan tropis, pola angin, suhu
muka laut perairan Jawa dan sekitarnya, serta labilitas atmosfer.
5
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
B. Pantauan kondisi cuaca bulan Mei 2017 di Kota Banyuwangi
Dari rentetan peta synoptic selama bulan Mei 2017, wilayah kota Banyuwangi, angin
pada umumnya bertiup dari arah yang bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Barat,
dengan kecepatan 2 – 10 knots. Kondisi cuaca cerah, berawan, dan hujan ringan, sedang
hingga lebat. Kecepatan angin maksimum terjadi pada 7 dan 22 Mei 2017 dari arah Timur
dan Barat Daya dengan kecepatan 10 knots. Jumlah Hujan di Kota Banyuwangi dalam satu
bulan sebanyak 72.5 mm (Bawah Normal). Suhu tertinggi 33.8 °C terjadi pada 23 Mei 2017
dan suhu terendah sebesar 22.5 ºC terjadi pada 15 Mei 2017.
Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi
Banyuwangi pada bulan Mei 2017, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil
observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang
merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan.
Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Mei 2017
NO
PARAMETER
HASIL OBSERVASI
MEI 2017
NORMAL MEI
[1981-2010]
1
Temperatur rata-rata
28.8 ºC
27.0 ºC
2
Temperatur maksimum
32.0 ºC
32.5 ºC
3
Temperatur minimum
24.9 ºC
21.6 ºC
4
Temp. maks. absolut
33.8 ºC
33.5 ºC
5
Temp. min. absolut
22.5 ºC
19.0 ºC
6
Tekanan rata-rata *
1011.2 mb
1009.9 mb
7
Kec. angin rata-rata *
2.3 kt
2.5 kt
8
Arah Angin terbanyak
260°
160°
9
Kelembaban rata-rata
75 %
79 %
10
Curah hujan
72.5 mm
93.0 mm
11
Jumlah hari hujan
12 hari
11 hari
6
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
7
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
Gambar 10. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil
observasi Mei 2017 (Sumber: BMKG)
Penguapan selama Mei 2017 mencapai 108.7 mm dengan rata-rata harian 3.5 mm,
penguapan tertinggi 6.0 mm terjadi pada 19 Mei 2017.
Penyinaran matahari rata-rata Mei 2017 mencapai 8 7 %, minimal 26 % terjadi pada 3
Mei 2017 sedangkan maksimal 100% terjadi pada antara dasarian I, II, dan III bulan Mei 2017.
Tekanan udara (QFF) tertinggi 1013.5 mb pada 6 M e i 2017 dan terendah 1009.6
mb pada 16 Mei 2017.
Rata-rata kelembaban udara relative (RH) Mei 2017 adalah 7 5 % dengan RH
tertinggi 87 % pada 31 Mei 2017, dan RH terendah 64 % pada 16 Mei 2017.
Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi. Angin dominan
bertiup dari arah Barat, kecepatan angin dominan 2 - 6 knots sebesar 42.9 %. Kecepatan angin
tertinggi 10 knots dari arah Timur dan Baratdaya pada 7 dan 22 Mei 2017.
C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari
Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa
Blimbingsari,
Rogojampi,
Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat
8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara
dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Juni 2010. Hingga Mei 2017
terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air.
Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan
Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri
Utama Flight Academy (MUFA).
Kondisi parameter cuaca selama Mei 2017 di Bandara Blimbingsari dari data hasil
pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi
pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut :
Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Mei 2017 normalnya berada pada masa musim
kemarau, namun dikarenakan suhu muka laut Jawa Timur dan sekitarnya dalam kondisi
hangat, serta faktor interaksi dinamika atmosfer, mengakibatkan masih terjadinya hujan
ringan di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi.
Curah hujan selama Mei 2017 mencapai 60.4 mm, dengan kelembaban udara relatif
rata-rata 85 %. RH tertinggi 96 % tanggal 26 Mei 2017, terendah 54 % tanggal 1 3 M e i 2017.
Tekanan udara (QNH) rata-rata 1012.2 mb, tertinggi 1014.4 mb dan terendah 1010.6 mb.
8
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
Suhu rata–rata 27.1 °C dengan suhu maksimum absolut 32.0 °C terjadi pada 1 Mei 2017. Suhu
minimum absolut 19.0 °C pada 23 Mei 2017. Arah angin bervariasi, kecepatan angin 2 – 12
knots. Angin dominan bertiup dari arah Selatan. Mayoritas kecepatan angin mencapai 41.9 %
berkisar antara 2 – 6 knots. Kecepatan angin tertinggi 12 knots, terjadi pada 7 dan 30 Mei
2017 dari arah Tenggara.
Gambar 11. Grafik parameter cuaca hasil observasi Mei 2017 di
Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG)
9
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk
Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang
Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Mei 2017 angin dominan dari arah Tenggara Baratdaya dengan kecepatan angin bervariasi 1.2 – 14.2 knots. Suhu berkisar antara 25.2 –
30.0 °C, Kelembaban Udara Relatif 60.3 – 100 %, dan tekanan udara berkisar 1007.0 – 1013.9
mb. Kondisi cuaca bervariasi dari Cerah Berawan dan hujan intensitas ringan - sedang. Berikut
grafik parameter cuaca selat Bali :
Gambar 12. Grafik Parameter Cuaca Penyeberangan Selat Bali (Sumber : AWS BMKG)
10
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
E. Analisis Hujan Mei 2017 Kabupaten Banyuwangi
Berdasarkan data curah hujan bulan Mei 2017 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan
kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut :
Curah hujan tertinggi 542.0 mm terjadi di Songgon dengan 14 hari hujan. Sementara curah
hujan terendah 42 mm terjadi di Bajulmati dengan 1 hari hujan.
Gambar 13. Peta Distribusi Curah Hujan Mei 2017
dan Sifat Hujan Mei 2017 di Banyuwangi (Sumber:BMKG)
Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Mei 2017
mengalami curah hujan bervariasi 42 - 542 mm sebagai dampak interaksi faktor - faktor skala
global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Normal – Atas Normal.
Sebagian kecil wilayah sifat hujannya Bawah Normal. Hal ini berkorelasi dengan pantauan
sebaran awan dan hujan selama Mei 2017. Bervariasinya spasial curah hujan pada wilayah
Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh interaksi fenomena laut-atmosfer selama Mei
2017.
11
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut
Gambar 14. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Mei 2017 di Banyuwangi
(Sumber: BMKG Banyuwangi)
Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada Mei
2017 masih mengalami banyak hujan terutama pada awal dan akhir bulan Mei 2017. Hal
tersebut menyebabkan monitoring hari tanpa huja berturut-turut di dominasi oleh warna hijau
dan hujau muda yang mengindikasikan kejadian hari tanpa hujan sangat pendek, bahkan
hingga awal Juni 2017 masih dilanda hujan.
12
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
II.
PROSPEK CUACA BULAN JUNI 2017
A. Prediksi Dinamika Atmosfer Juni 2017
Monitoring perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode Normal /
Netral mulai Desember 2016 hingga Mei 2017, sehingga tidak ada suplai massa udara dari
Samudera Pasifik ke wilayah Indonesia. Memasuki bulan Juni 2017 diprediksi akan terjadi El
Nino akibat anomali suhu muka laut di wilayah Nino 3.4 yang konsisten positif. El Nino
diprediksi akan berlangsung hingga Oktober 2017. Sementara itu Dipole Mode Indeks (DMI)
yang terpantau normal pada Mei 2017, diprediksi masih tetap normal hingga Oktober 2017,
mengindikasikan tidak adanya penambahan massa uap air dari Samudera Hindia menuju
wilayah Indonesia bagian Barat hingga Oktober 2017.
Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia Juni 2017 hingga
September 2017 umumnya perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi cenderung normal
(sama dengan rata-ratanya) hingga anomali negatif (lebih dingin dari normalnya). Sedangkan di
wilayah Nino 3.4 terjadi peluruhan anomali suhu dari positif hangat ke sekitar normalnya.
Memasuki Oktober hingga Nopember 2017 umumnya anomali suhu muka laut perairan
Indonesia dan sekitarnya diprediksi netral dan sebagian mulai menghangat (anomali positif)
sedangkan di bagian perairan utara Papua signifikan anomali positif. Wilayah Nino 3.4
Samudera Pasifik masih tetap hangat (anomali positif) namun sudah ada dorongan menjadi
netral dari Pasifik Timur.
Madden Jullian Oscillation pada akhir Mei 2017 sempat aktif di samudera Hindia lalu
memasuki awal Juni 2017 aktif di Benua Maritim Indonesia (BMI) bagian barat, dan diprediksi
tetap aktif di BMI bagian Timur selama awal-awal bulan dan diprediksi menjauh / tidak aktif lagi
di BMI menjelang pertengahan bulan Juni 2017. Berdasarkan peta prediksi spasial anomali
OLR, wilayah Indonesia didominasi daerah subsiden / kering hampir di seluruh wilayah
Indonesia.
Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah selama bulan Mei 2017
masih sering muncul di Belahan Bumi Selatan (BBS) akibat masih hangatnya suhu muka laut
Samudera Hindia. Seiring pergerakan semu matahari memasuki Juni 2017 potensi terjadinya
gangguan tropis di BBS sangat kecil namun potensi kejadian di BBU cukup tinggi yang
tentunya akan membuat monsoon timuran menjadi stabil dan akan berdampak terhadap pola
angin dan curah hujan yang berkurang. Kondisi tersebut juga berdampak pada seringnya
terjadi peningkatan kecepatan angin dan tinggi gelombang laut secara fluktuatif di wilayah
Indonesia umumnya, akibat gradien tekanan udara yang cukup tinggi antara Belahan Bumi
Selatan dan Belahan Bumi Utara.
Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim
Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah
Banyuwangi pada bulan Juni 2017 akan memasuki musim dan sebagian kecil wilayah masih
berada pada masa peralihan musim. Masih perlu kewaspadaan menghadapi potensi cuaca
ekstrim yang kerap terjadi selama masa peralihan musim dan juga kesiapsiagaan menyambut
musim kemarau yang disertai kejadian El Nino. Untuk prakiraan curah hujan bulanan, sebagai
dampak masih hangatnya suhu muka laut perairan Jawa dan pola monsun timuran yang stabil
maka diprediksi akumulasi curah hujan Juni 2017 bervariasi sebagian masih sama dengan
kondisi rata-rata / normalnya, sebagian lainnya di bawah kondisi normalnya dan hanya
sebagian kecil wilayah diprediksi curah hujannya diatas kondisi normalnya.
13
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
Gambar 15. Prediksi ENSO, anomali SPL, MJO dan anomali OLR
(Sumber : BMKG, NCEP - NOAA)
14
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Juni 2017 – Juli 2017
Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer
di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM)
terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Juni
2017 hingga Juli 2017 diprakirakan sebagai berikut :
Gambar 16. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan
Juni dan Juli 2017 Banyuwangi (Sumber:BMKG)
15
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
C. Prakiraan Potensi Banjir Juni 2017
Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Juni 2017, dari peta terlihat untuk
beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah. Memasuki
bulan Juni 2017 mayoritas wilayah Banyuwangi diprediksi akan berlangsung musim kemarau
dan sebagian kecil wilayah lainnya masih berlangsung masa peralihan musim, sehingga perlu
diwaspadai variabilitas intensitas hujan harian yang tinggi di beberapa wilayah Banyuwangi
.
Gambar 17. Prakiraan Daerah Potensi Banjir Juni 2017 (Sumber:BMKG)
III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI JUNI 2017
Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Juni 2017 di wilayah
Kota Banyuwangi :
Juni 2017
Tanggal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Juni 2017
Matahari Terbit
(WIB)
5:30:05
5:30:20
5:30:34
5:30:49
5:31:04
5:31:19
5:31:34
5:31:49
5:32:04
5:32:19
5:32:34
5:32:49
5:33:03
5:33:18
5:33:33
Matahari
Terbenam (WIB)
17:10:37
17:10:41
17:10:46
17:10:52
17:10:58
17:11:05
17:11:12
17:11:20
17:11:28
17:11:37
17:11:47
17:11:57
17:12:07
17:12:18
17:12:29
Tanggal
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Matahari Terbit
(WIB)
5:33:47
5:34:01
5:34:15
5:34:29
5:34:43
5:34:56
5:35:09
5:35:22
5:35:34
5:35:46
5:35:58
5:36:09
5:36:19
5:36:30
5:36:39
Matahari
Terbenam (WIB)
17:12:40
17:12:52
17:13:04
17:13:17
17:13:29
17:13:42
17:13:56
17:14:09
17:14:23
17:14:37
17:14:50
17:15:05
17:15:19
17:15:33
17:15:47
16
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
IV. KEJADIAN GEMPABUMI DIRASAKAN SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI
Gambar 18. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Mei 2017 (Sumber:BMKG)
Kejadiaan Gempa Bumi yang signifikan dirasakan sampai Wilayah Kabupaten
Banyuwangi bulan Mei 2017 adalah Gempabumi yang terjadi pada 22 Mei 2017 jam 06.10.27
WIB dengan pusat gempa di laut 23 Km Tenggara Denpasar – Bali. Titik koordinat gempa -8.88
LS dan 115.24 BT, kedalaman 117 Km dan tidak berpotensi Tsunami. Gempa ini dirasakan
sampai wilayah Kabupaten Banyuwangi dengan skala kekuatan II – III MMI.
17
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM MEI 2017
Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rataratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut.
Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu
pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah
maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan
kerugian bahkan korban jiwa.
Tabel 2. Cuaca/ Iklim Ekstrim Bulan Mei 2017 Banyuwangi
KRITERIA
KETERANGAN
Angin dengan kecepatan > 45 Km/jam
-
Suhu udara > 35˚ C
-
Suhu udara < 15˚ C
-
Kelembaban udara < 30 %
-
Curah Hujan >100 mm / hari
Jatirono Kec. Glenmore 29 Mei 2017
Tanah Longsor
-
Banjir
-
Puting beliung / Waterspout
-
DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI
ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli
membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa
kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat
dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO
di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino
berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi
curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi
sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia
umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah
hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya.
Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang
dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai
timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut
tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak
berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya
curah hujan di Indonesia bagian barat.
Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan
penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar
ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan
untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih
nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan
China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk
indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge.
18
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan
MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya
penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia
dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam
mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di
Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju
Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian.
Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian.
OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer.
Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat
sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan
anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak
terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m -2.
Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap
setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara
di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam
setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan
dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena
adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim
kemarau di Indonesia.
Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ Inter Tropical Convergence Zone)
merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi
selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan
khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi
pertumbuhan awan-awan hujan.
Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan
pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1
(satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung
air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter.
Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan
yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu
sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota
dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa
kabupaten.
Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi
menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu :
a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10
b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20
c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan
Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang
ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah
hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3
(tiga) kategori, yaitu :
a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya
b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya
19
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juni 2017
c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya
Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang
seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik
Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau
pergerakan lempeng bumi
Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan
gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (M L), magnitude
gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (mb), magnitude momen (Mw),
magnitude durasi (Md).
Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa
berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut.
Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya,
dikemukan oleh Richter (1930).
Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa
dikaitkan dengan intensitasnya
Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI
---ABCD : Act Beyond your Common Duties---
20
Download