Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 I. EVALUASI KONDISI CUACA BULAN FEBRUARI 2017 A. Monitoring Dinamika Atmosfer Februari 2017 Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan / dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca - iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Februari 2017 : El Nino Southern Oscillation (ENSO) Selama Februari 2017, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) menunjukkan kecenderungan normal. Anomali suhu muka laut mingguan terakhir tercatat +0.16°C sedangkan nilai bulanan Februari 2017 adalah -0.03 sehingga termasuk kategori Normal / Netral. Hal ini juga terlihat dari anomali angin pasat serta temperatur subsurface / bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan kondisi Normal / Netral. Nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai -2.5 juga menunjukkan kondisi normal / netral. Dengan kecenderungan suhu muka laut Nino 3.4 yang stabil sehingga diprediksi kondisi Normal / Netral masih akan berlangsung pada Maret 2017 hingga April 2017. Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar Pasifik Ekuatorial sampai akhir Februari 2017 (Sumber : BoM) 1 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 Dipole Mode Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif. Indeks minggu terakhir Februari 2017 tercatat bernilai +0.11, hal ini menunjukkan tidak ada kontribusi penambahan massa udara dari Samudera Hindia ke sebagian wilayah Indonesia bagian barat. Kondisi DMI normal ini diprediksi berlangsung hingga Juli 2017. Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Maret 2017 (Sumber : BoM) Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR) Posisi aktifitas MJO selama Februari 2017 sempat aktif di Benua Maritim Indonesia (BMI) pada 1 – 5 Februari 2017, yang tentunya turut berkontribusi pada kondisi liputan awan di wilayah Benua Maritim Indonesia. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa dominan warna ungu yang menunjukkan banyaknya liputan awan pada rata-rata Februari 2017. Namun wilayah Jawa bagian Timur dominan warna putih yang berarti kondisi netral / normal. Pemusatan daerah tutupan awan hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Februari 2017, Warna ungu-merah adalah OLR negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA) 2 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 Sirkulasi Monsun Asia – Australia Pada Februari 2017, monsun Baratan mulai berlangsung stabil. Gangguan tropis yang terlihat dari pola tekanan udara di Samudera Hindia selama Februari 2017 menyebabkan monsun Baratan sering terganggu. Memasuki akhir Februari 2017 monsun Baratan terlihat melemah hingga awal Maret 2017. Kondisi tersebut diprediksi masih berlangsung pada awal Maret dimana dibawah kondisi rata-ratanya yang mengindikasikan monsun baratan yang melemah dan berdampak pada berkurangnya hujan. Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Februari (sumber: misae4u) Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Februari 2017 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA) Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di seluruh wilayah Jawa Timur selama Februari 2017 (rata-rata bulanan) kondisinya nornal (tidak terjadi anomali) yang mengindikasikan tidak terjadi dominasi Angin Baratan maupun Timuran. Untuk komponen meridional (Utara – Selatan) di mayoritas Jawa Timur umumnya anomali positif artinya dominasi massa udara dari Selatan. Kondisi tersebut juga turut berperan dalam variabilitas hujan di Jawa Timur selama Februari 2017. 3 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 Suhu muka laut perairan Indonesia Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Februari 2017 berkisar antara -1.0 hingga +1.0 ºC, namun mayoritas wilayah perairan relatif normal (tidak ada anomali) termasuk perairan sekitar Jawa sehingga kondisinya sama dengan kondisi normalnya. Dengan suhu muka laut kisaran 28 – 30 °C menunjukkan potensi penguapan masih cukup tinggi dalam pembentukan awan selama Februari 2017. Hangatnya suhu perairan ini menjadi salah satu faktor dalam membentuk hujan di Jawa Timur selama Februari 2017 selain kondisi dinamika atmosfer skala global hingga lokal lainnya. Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Februari 2017 (sumber: NOAA) Seruakan Dingin Asia (Cold Surge) Analisis kejadian fenomena seruakan dingin (cold surge) dari Asia yang diidentifikasikan dari nilai gradien atau perbedaan tekanan antara Gushi-Hongkong disajikan pada grafik di bawah ini. Aktifitas aliran massa udara dingin dari Asia ini bisa dilihat dari seberapa besar nilai indeksnya. Ketika nilai indeksnya ≥10 mb, dan suhu di Hongkong turun 5ºC maka massa udara dingin dari Asia berpeluang mempengaruhi kondisi cuaca di sekitar wilayah Indonesia selatan ekuator dengan asumsi tidak adanya gangguan tropis di sekitar Laut Cina Selatan (LCS) yang cukup kuat menghambat proses cross equatorial flow. Hal ini dapat dilihat dari peta analisa garis arus angin / streamline. Gambar 7. Grafik indeks seruakan dingin (Selisih Tekanan Udara Gushi–Hongkong) dan peta streamline (Sumber data; Ogimet.com dan BMKG) 4 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 Indikasi kejadian seruakan dingin dengan indeks ≥10 mb terjadi pada awal dan pertengahan dasarian pertama, dan akhir dasarian ketiga. Pada pertengahan dasarian pertama dan akhir dasarian ketiga di Hongkong terjadi penurunan suhu hingga 5ºC. Dari peta arus angin terlihat angin dari Laut China Selatan masuk hingga ke Selatan Ekuator sehingga seruakan dingin Asia telah terjadi. Kondisi ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kondisi cuaca di Jawa, dimana hujan di sebagian besar wilayah Jawa Timur khususnya pada Februari 2017 umumnya merata terjadi mulai pertengahan dasarian pertama. Apabila diasumsikan penjalaran massa udara dingin dari Asia membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari untuk sampai ke wilayah tengah Indonesia di selatan ekuator, maka efek dari seruakan dingin tersebut juga diasumsikan bisa dirasakan di wilayah Jawa Timur sekitar 2-3 hari berikutnya dari kejadian indeks ≥10 mb. Gangguan Tropis Selama Februari 2017 tidak terdapat aktifitas gangguan tropis berupa badai tropis di wilayah Samudera Hindia, namun hanya berupa daerah tekanan udara rendah yang sering terjadi di Samudera Hindia. Gangguan tropis berupa tekanan udara rendah (low pressure area) tersebut berdampak pada terganggunya pola angin monsun baratan sehingga mengurangi hujan di beberapa wilayah termasuk Banyuwangi. Mulai pertengahan hingga akhir Februari 2017 pola angin wilayah Banyuwangi dominan Timuran (Timurlaut – Tenggara) sehingga curah hujan pun berkurang drastis. Terjadinya hujan di sebagian wilayah Banyuwangi lebih dipicu oleh faktor suhu muka laut perairan yang cukup hangat. Gambar 8. Tidak terdapat Lintasan Gangguan Tropis selama Februari 2017. Kelembaban udara Kelembaban udara relatif selama Februari 2017 di Jawa Timur umumnya mirip dibanding bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 76 – 85%. Jawa Timur bagian timur (tapal kuda) kondisinya lebih kering dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian Timur anomali positif 2 - 6 % dari rata-ratanya. Kondisi yang lebih basah terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat dengan anomali sebesar 6 – 10 % dari rata-ratanya, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama Februari 2017 dimana wilayah Jawa Timur bagian Barat lebih banyak sebaran awan dan hujannya. 5 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 Gambar 9. Kelembaban Udara Relatif Februari 2017 dan Anomalinya pada level 850 mb (Sumber:ESRL NOAA) Aktivitas Cuaca Pada awal bulan Februari 2017 masih merupakan masa puncak musim hujan, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi terjadi hujan bervariasi dengan intensitas ringan hingga sangat lebat. Hujan mayoritas terjadi mulai siang dan sore hari namun sering juga terjadi pada malam dan terkadang pagi hari Memasuki pertengahan bulan intensitas hujan meningkat dan sempat menimbulkan genangan dan banjir (tanggal 9 dan 11 Februari 2017 di beberapa lokasi, tercatat curah hujan harian mencapai kisaran 124 mm/hari). Memasuki akhir bulan mulai terjadi penurunan curah hujan akibat pola angin yang berubah sebagai dampak adanya daerah tekanan udara rendah di Samudera Hindia. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa curah hujan mulai berkurang menjelang akhir bulan Februari 2017. Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/ rata-rata bulan Februari tentunya secara spasial mayoritas berada pada kondisi normal, mengingat mayoritas wilayah Banyuwangi secara normal seluruhnya masih berlangsung puncak musim hujan pada bulan Februari. Hal ini adalah dampak interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal yaitu cold surge, variabilitas monsun, gangguan tropis, pola konvergen, suhu muka laut perairan Jawa dan sekitarnya, serta labilitas atmosfer. B. Pantauan kondisi cuaca bulan Februari 2017 di Kota Banyuwangi Dari rentetan peta synoptic selama bulan Februari 2017, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah yang bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Timurlaut, dengan kecepatan 3 – 14 knots. Kondisi cuaca cerah, berawan, dan hujan ringan hingga sedang. Kecepatan angin maksimum terjadi pada 24 dan 25 Februari 2017 dari arah Timur Laut dan Barat Daya dengan kecepatan 14 knots. Jumlah Hujan di Kota Banyuwangi dalam satu bulan sebanyak 244.8 mm (Normal). Suhu tertinggi 33.0 °C terjadi pada 27 Februari 2017 dan suhu terendah sebesar 23.0 ºC terjadi pada 2 Februari 2017. Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan Februari 2017, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan. 6 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Februari 2017 NO PARAMETER HASIL OBSERVASI FEBRUARI 2017 NORMAL FEBRUARI [1981-2010] 1 Temperatur rata-rata 28.1 ºC 26.8 ºC 2 Temperatur maksimum 31.7 ºC 33.4 ºC 3 Temperatur minimum 24.5 ºC 22.2 ºC 4 Temp. maks. absolut 33.0 ºC 35.0 ºC 5 Temp. min. absolut 23.2 ºC 20.5 ºC 6 Tekanan rata-rata * 1009.3 mb 1008.3 mb 7 Kec. angin rata-rata * 2.3 kt 2.3 kt 8 Arah Angin terbanyak 050° 360° 9 Kelembaban rata-rata 76 % 80 % 10 Curah hujan 244.8 mm 11 Jumlah hari hujan 10 hari 230.0 mm 20 hari 7 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 Gambar 10. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi Februari 2017 (Sumber: BMKG) Penguapan selama Februari 2017 mencapai 137.8 mm dengan rata-rata harian 4.9 mm, penguapan tertinggi 8.0 mm terjadi pada 23 dan 24 Februari 2017. Penyinaran matahari rata-rata Februari 2017 mencapai 66 %, minimal 0 % terjadi pada 1 Februari 2017 sedangkan maksimal 100% hanya terjadi pada 7, 18, 21, 22, 23, 24, 25, 27 dan 28 Februari 2017. Tekanan udara (QFF) tertinggi 1012.8 mb pada 24 F e b r u a r i 2017 dan terendah 1004.4 mb pada 7 Februari 2017. Rata-rata kelembaban udara relative (RH) Februari 2017 adalah 7 6 % dengan RH tertinggi 92 % pada 12 Februari 2017, dan RH terendah 68 % pada 27 dan 28 Februari 2017. Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Timurlaut, kecepatan angin dominan 3 - 7 knots sebesar 34.5 %. Kecepatan angin tertinggi 14 knots dari arah Timurlaut dan Baratdaya pada 21 Februari 2017. C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat 8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Maret 2010. Hingga Februari 2017 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA). Kondisi parameter cuaca selama Februari 2017 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut : Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Februari 2017 normalnya berada pada masa musim hujan, dikarenakan suhu muka laut Jawa Timur dan sekitarnya dalam kondisi hangat, serta faktor interaksi dinamika atmosfer, mengakibatkan terjadinya hujan ringan – sedang di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi. Curah hujan selama Februari 2017 mencapai 162.1 mm, dengan kelembaban udara relatif rata-rata 83 %. RH tertinggi 94 % tanggal 12 Februari 2017, terendah 74 % tanggal 2 8 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 F e b r u a r i 2017. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1010.3 mb, tertinggi 1013.5 mb dan terendah 1005.3 mb. Suhu rata–rata 27.2 °C dengan suhu maksimum absolut 33.1 °C terjadi pada 22 Februari 2017. Suhu minimum absolut 22.6 °C pada 2, 3, 13 dan 26 Februari 2017. Arah angin bervariasi, kecepatan angin 3 – 20 knots. Angin dominan bertiup dari arah Timurlaut. Mayoritas kecepatan angin mencapai 34.5 % berkisar antara 3 – 7 knots. Kecepatan angin tertinggi 20 knots, terjadi pada 2 Februari 2017 dari arah Utara. Gambar 11. Grafik parameter cuaca hasil observasi Februari 2017 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG) 9 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Februari 2017 angin dominan dari arah Baratlaut Tenggara dengan kecepatan angin bervariasi 0.6 – 17.1 knots. Suhu berkisar antara 23.8 – 31.7 °C, Kelembaban Udara Relatif 66.8 – 100 %, dan tekanan udara berkisar 1002.3 – 1013.1 mb. Kondisi cuaca bervariasi Berawan dan hujan ringan - lebat. Berikut grafik parameter cuaca selat Bali : Gambar 12. Grafik Parameter Cuaca Penyeberangan Selat Bali (Sumber : AWS BMKG) 10 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 E. Analisis Hujan Februari 2017 Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan data curah hujan bulan Februari 2017 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut Curah hujan tertinggi 362.0 mm terjadi di Pesanggaran dengan 14 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 85 mm terjadi di Purwoharjo dengan 7 hari hujan. Gambar 13. Peta Distribusi Curah Hujan Februari 2017 dan Sifat Hujan Februari 2017 di Banyuwangi (Sumber:BMKG) Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Februari 2017 mengalami curah hujan bervariasi 85 - 362 mm sebagai dampak interaksi faktor - faktor skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Normal – Bawah Normal, sifat hujan Atas Normal hanya terjadi di kecamatan Wongsorejo. Daerah yang sifat hujannya Bawah Normal (dibawah kondisi rata-ratanya) terjadi di sebagian besar wilayah Banyuwangi bagian tengah, barat, tenggara kecuali songgon. Hal ini berkorelasi dengan pantauan sebaran awan dan hujan selama Februari 2017. Bervariasinya spasial curah hujan pada wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh interaksi fenomena laut-atmosfer selama Februari 2017. 11 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut Gambar 14. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Februari 2017 di Banyuwangi (Sumber: BMKG Banyuwangi) Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada Februari 2017 masih berada pada musim hujan. Umumnya pada bulan Februari 2017 sebagian besar kecamatan – kecamatan yang ada di Wilayah Kabupaten Banyuwangi masih terjadi hujan. Daerah yang tidak terjadi hujan selama 6 – 10 hari terjadi di kecamatan Srono, Purwoharjo dan Tegaldlimo. Sedangkan kecamatan Licin tidak terjadi hujan berturut-turut selama 11 – 20 hari (masuk kategori menengah). 12 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 II. PROSPEK CUACA BULAN MARET 2017 A. Prediksi Dinamika Atmosfer Maret 2017 Monitoring perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode Normal / Netral mulai Desember 2016 hingga Februari 2017, sehingga tidak ada suplai massa udara dari Samudera Pasifik ke wilayah Indonesia. Kondisi normal / netral ini diprediksi akan masih berlangsung hingga April 2017. Memasuki bulan Mei 2017 diprediksi terjadi El Nino. Sementara itu Dipole Mode Indeks (DMI) yang terpantau normal pada Februari 2017, diprediksi masih tetap normal hingga Agustus 2017, mengindikasikan tidak adanya penambahan massa uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia bagian Barat hingga Agustus 2017. Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia Maret 2017 umumnya perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi mulai mendingin terutama di perairan Sumatera dan Kalimantan, sedangkan di perairan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua cenderung hangat. Memasuki April hingga Juni 2017 umumnya anomali suhu muka laut perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi normal, kecuali di perairan utara Papua masih hangat. Wilayah Nino 3.4 Samudera Pasifik cenderung menghangat. Selanjutnya pada Juli hingga Agustus 2017 perairan Indonesia mulai mendingin dan wilayah Nino 3.4 Samudera Pasifik bertahan tetap hangat. Madden Jullian Oscillation pada awal Februari 2017 sempat aktif di Benua Maritim Indonesia (BMI), sedangkan untuk awal bulan Maret 2017 MJO aktif di fase 3 (Perairan Indonesia Barat), dan diprediksi tetap aktif pada awal Maret 2017. Berdasarkan peta spasial, wilayah Indonesia bagian Barat merupakan wilayah konvektif / basah yang terus bergerak meluas ke wilayah Indonesia bagian Timur selamam Dasarian I Maret 2017. Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah selama bulan Februari sudah sering muncul di Belahan Bumi Selatan (BBS) seiring pergerakan semu matahari. Namun sering juga gangguan tropis tersebut justru mengurangi terjadinya hujan karena pola angin yang yang terbentuk sebagai imbas gangguan tropis tersebut membentuk pola yang justru mengurangi hujan. Memasuki Maret 2017 potensi terjadinya gangguan tropis masih ada sehingga akan berdampak terhadap pola angin dan curah hujan. Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian wilayah Banyuwangi pada bulan Maret 2017 akan masih berada pada masa musim hujan, sebagian wilayah lainnya akan memasuki masa peralihan musim.. Perlu ditingkatkan kewaspadaan menghadapi potensi cuaca ekstrim yang kerap terjadi selama masa peralihan musim. Untuk prakiraan curah hujan bulanan, sebagai dampak hangatnya suhu muka laut perairan Jawa dan pola monsun baratan yang tidak stabil maka diprediksi akumulasi curah hujan Maret 2017 mayoritas wilayah masih sama dengan kondisi rata-rata / normalnya hanya sebagian kecil wilayah diprediksi curah hujannya diatas kondisi normalnya. 13 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 Gambar 15. Prediksi ENSO, anomali SPL, MJO dan anomali OLR (Sumber : BMKG, NCEP - NOAA) 14 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Maret 2017 – April 2017 Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Maret 2017 hingga April 2017 diprakirakan sebagai berikut : Maret 2017 Curah Hujan berkisar 150 – 400 mm Sifat Hujan : Normal - Atas Normal April 2017 Curah Hujan berkisar 100 – 200 mm Sifat Hujan : Normal - Atas Normal Gambar 16. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Maret dan April 2017 Banyuwangi (Sumber:BMKG) 15 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 C. Prakiraan Potensi Banjir Maret 2017 Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Maret 2017, dari peta terlihat untuk beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah hingga menengah. Memasuki bulan Maret 2017 mayoritas wilayah Banyuwangi diprediksi masih berlangsung musim hujan dan sebagian wilayah lainnya berlangsung masa peralihan musim, sehingga perlu diwaspadai variabilitas intensitas hujan harian yang tinggi yang berpotensi menyebabkan hujan dengan intensitas yang bervariasi juga. Gambar 17. Prakiraan Daerah Potensi Banjir Maret 2017 (Sumber:BMKG) III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI MARET 2017 Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Maret 2017 di wilayah Kota Banyuwangi : Maret 2017 Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Maret 2017 Matahari Terbit (WIB) 5:27:06 5:27:08 5:27:10 5:27:10 5:27:11 5:27:11 5:27:11 5:27:10 5:27:09 5:27:07 5:27:06 5:27:04 5:27:01 5:26:59 5:26:56 Matahari Terbenam (WIB) 17:42:33 17:42:07 17:41:41 17:41:15 17:40:48 17:40:20 17:39:52 17:39:24 17:38:55 17:38:26 17:37:56 17:37:27 17:36:57 17:36:26 17:35:56 Tanggal 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Matahari Terbit (WIB) 5:26:53 5:26:49 5:26:46 5:26:42 5:26:38 5:26:34 5:26:30 5:26:25 5:26:21 5:26:16 5:26:12 5:26:07 5:26:03 5:25:58 5:25:53 5:25:49 Matahari Terbenam (WIB) 17:35:25 17:34:54 17:34:23 17:33:52 17:33:20 17:32:49 17:32:17 17:31:46 17:31:14 17:30:42 17:30:11 17:29:39 17:29:07 17:28:36 17:28:04 17:27:33 16 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 IV. KEJADIAN GEMPABUMI SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI Gambar 18. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Februari 2017 (Sumber:BMKG) Kejadiaan Gempa Bumi yang signifikan/ dirasakan khusus di Wilayah Kabupaten Banyuwangi selama bulan Februari 2017 adalah NIHIL (tidak ada kejadian gempa yang di rasakan signifikan sampai di wilayah Kabupaten Banyuwangi). V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM FEBRUARI 2017 Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rataratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa. Tabel 2. Cuaca/ Iklim Ekstrim Bulan Februari 2017 Banyuwangi KRITERIA KETERANGAN Angin dengan kecepatan > 45 Km/jam - Suhu udara > 35˚ C - Suhu udara < 15˚ C - Kelembaban udara < 30 % - Curah Hujan >100 mm / hari - Banyuwangi, Pesanggaran, Kebondalem terjadi pada 9 , 11, 12 Februari 2017 Tanah Longsor Pesanggaran Banjir Pesanggaran Puting beliung / Waterspout - 17 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya. Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat. Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge. MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian. OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m -2. Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia. Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ Inter Tropical Convergence Zone) merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi 18 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan. Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter. Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten. Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu : a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20 c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau pergerakan lempeng bumi Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (M L), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (m b), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md). Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut. Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930). Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan intensitasnya 19 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2017 Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI ---ABCD : Act Beyond your Common Duties--- 20