Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 I. EVALUASI KONDISI CUACA BULAN NOPEMBER 2016 A. Monitoring Dinamika Atmosfer Nopember 2016 Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan / dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Nopember 2016 : El Nino Southern Oscillation (ENSO) Selama Nopember 2016, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) menunjukkan kecenderungan mendingin. Kondisi penurunan anomali tersebut dimulai sejak akhir November 2015 lalu. Anomali suhu muka laut mingguan terakhir tercatat -0.25°C sedangkan nilai bulanan Oktober 2016 adalah -0.82 sehingga termasuk kategori La Nina lemah. Hal ini juga terlihat dari anomali angin pasat serta temperatur subsurface/ bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan kondisi La Nina lemah. Nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai positif -1.5 menunjukkan kondisi netral. Dengan kecenderungan suhu muka laut Nino 3.4 yang fluktuatif sehingga diprediksi La Nina lemah masih akan berlangsung pada Desember 2016 hingga Februari 2017 sedangkan Maret 2017 diprediksi kondisi kembali Normal. Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 20 Nopember 2016 (Sumber : BoM) 1 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 Dipole Mode Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif. Indeks minggu terakhir Nopember 2016 tercatat bernilai -0.11, hal ini menunjukkan tidak ada kontribusi penambahan massa udara dari Samudera Hindia ke sebagian wilayah Indonesia bagian barat. Kondisi DMI normal ini diprediksi berlangsung hingga April 2017. Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Desember 2016 (Sumber : BoM) Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR) Posisi aktifitas MJO selama Nopember 2016 sempat aktif di Benua Maritim Indonesia yaitu wilayah Timur tanggal 3 – 6 Nopember yang tentunya sedikit berkontribusi pada kondisi liputan awan di wilayah Benua Maritim Indonesia. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa dominan warna ungu hingga merah yang menunjukkan banyaknya liputan awan pada rata-rata Nopember 2016. Pemusatan daerah tutupan awan sebagian besar terkonsentrasi di wilayah sekitar Pulau Jawa san Sumatera. Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Nopember 2016, Warna ungu-merah adalah OLR negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA) 2 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 Sirkulasi Monsun Asia – Australia Pada awal hingga akhir Nopember 2016, monsun Timuran cukup stabil. Gangguan tropis yang terlihat dari pola tekanan udara di Samudera Pasifik barat selama Nopember 2016 menyebabkan monsun Timuran juga mengalami fluktuasi namun masih dominan Tenggara. Memasuki akhir Nopember 2016 monsun Timuran terlihat melemah dan dari indeks AUSMI terlihat mendekati kondisi rata-ratanya. Monsun timuran diprediksi akan melemah dan monsun Baratan akan mulai terjadi pada bulan Desember 2016, seiring pergerakan semu matahari, dan mulai meratanya musim hujan di seluruh wilayah Jawa. Secara normal, memasuki bulan Desember, monsun Baratan mulai masuk wilayah Indonesia. Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Nopember (sumber: misae4u) Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Nopember 2016 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA) Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di sebagian besar wilayah Jawa Timur selama Nopember 2016 (rata-rata bulanan) mayoritas normal dan sebagian terjadi anomali negatif yang mengindikasikan menguatnya angin Timuran. Untuk komponen meridional (Utara – Selatan) di mayoritas Jawa Timur umumnya anomali negatif artinya dominasi massa udara dari Utara. Kondisi tersebut juga turut berperan dalam variabilitas hujan di Jawa Timur selama Nopember 2016. 3 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 Suhu muka laut perairan Indonesia Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Nopember 2016 berkisar antara +0.5 hingga +2.0 ºC, sehingga potensi penguapan masih cukup tinggi khususnya wilayah perairan selatan Jawa. Perairan Selatan Jawa Timur cukup hangat dengan anomali +0.5 hingga +1.5 °C menunjukkan suplai uap air dan potensi penguapan yang cukup tinggi dalam pembentukan awan selama Nopember 2016. Hangatnya suhu perairan ini menjadi salah satu faktor dalam membentuk hujan di Jawa Timur selama Nopember 2016 selain kondisi dinamika labilitas atmosfer skala global hinga lokal. Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Nopember 2016 (sumber: NOAA) Gangguan Tropis Selama Nopember 2016 terdapat 3 aktifitas typhoon dan Tropical Storm di wilayah Samudera Pasifik Barat yaitu MEARI (3 - 7 Nopember 2016), MA-ON (10 - 12 Nopember 2016), dan TOKAGE (24 - 28 Nopember 2016). Data dan jejak aktifitas gangguan tropis selama Juli hingga Nopember 2016 disajikan pada gambar 7 di bawah. Mayoritas Siklon tersebut tidak berdampak langsung terhadap cuaca Indonesia, karena posisinya yang cukup jauh dari Indonesia. Namun sering berdampak secara tidak langsung yaitu meningkatnya kecepatan angin di beberapa wilayah akibat tingginya gradien tekanan udara. Gambar 7. Lintasan Siklon Tropis Juli - Nopember 2016, (Sumber: UNISYS) 4 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 Kelembaban udara Kelembaban udara relatif selama Nopember 2016 di Jawa Timur umumnya lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 75 – 83%. Jawa Timur bagian timur (tapal kuda) umumnya lebih rendah dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian Timur kondisi anomali positif 8 - 10 % dari rata-ratanya. Kondisi yang berbeda terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat, kondisi kelembaban udara relatif lebih tinggi 10 - 12 % dibandingkan dengan normal bulan Nopember, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama Nopember 2016 dimana wilayah Jawa Timur bagian Barat lebih banyak dibanding wilayah bagian Timur. Gambar 8. Kelembaban Udara Relatif Nopember 2016 dan Anomalinya pada level 850 mb (Sumber:ESRL NOAA) Aktivitas Cuaca Pada awal bulan Nopember 2016, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi umumnya berawan dan terjadi hujan dengan intensitas ringan hanya di sebagian dataran tinggi terjadi hujan intensitas sedang-lebat. Memasuki pertengahan bulan intensitas hujan meningkat namun tidak merata dan berfluktuatif dan memasuki akhir bulan mulai terjadi peningkatan curah hujan secara merata. Pola angin dominan Timurlaut - Selatan. Secara spasial daerah dataran tinggi di bagian Tengah dan Barat lebih tinggi intensitas hujannya dibanding wilayah lainnya. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa pola hujan mayoritas terjadi mulai siang hingga malam hari. Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/ rata-rata bulan Nopember tentunya mayoritas berada pada kondisi bawah normal mengingat mayoritas wilayah Banyuwangi secara normal seluruhnya sedang berlangsung musim hujan pada bulan Nopember.. Namun Nopember 2016 hujan yang terjadi masih berfluktuatif dan tidak merata di Banyuwangi. Hal ini adalah dampak interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal yaitu La Nina intensitas lemah, variabilitas monsun, dan anomali suhu muka laut perairan Jawa dan sekitarnya. 5 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 B. Pantauan kondisi cuaca bulan Nopember 2016 di Kota Banyuwangi Dari rentetan peta synoptic selama bulan Nopember 2016, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah yang bervariasi (Timurlaut - Baratlaut). Angin terbanyak bertiup dari arah Tenggara, dengan kecepatan 3 – 10 knots. Kondisi cuaca cerah, berawan, dan hujan ringan hingga sedang. Kecepatan angin maksimum terjadi pada 3, 8, 26 Nopember 2016 dari arah Tenggara dengan kecepatan 10 knots. Jumlah Hujan di Kota Banyuwangi dalam satu bulan sebanyak 121.7 mm (Atas Normal). Suhu tertinggi terjadi 34.6 °C pada 8 Nopember 2016 dan suhu terendah terjadi pada 11, 23, 26 Nopember 2016, yaitu sebesar 24.0 ºC. Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan Nopember 2016, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan. Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Nopember 2016 NO PARAMETER HASIL OBSERVASI NOPEMBER 2016 NORMAL NOPEMBER [1981-2010] 1 Temperatur rata-rata 29.1 ºC 27.7 ºC 2 Temperatur maksimum 30.9 ºC 33.7 ºC 3 Temperatur minimum 26.7 ºC 22.5 ºC 4 Temp. maks. absolut 34.6 ºC 36.0 ºC 5 Temp. min. absolut 24.0 ºC 20.5 ºC 6 Tekanan rata-rata * 1010.0 mb 1009.4 mb 7 Kec. angin rata-rata * 2.0 kt 3.1 kt 8 Arah Angin terbanyak 150° 180° 9 Kelembaban rata-rata 75 % 76 % 10 Curah hujan 121.7 mm 11 Jumlah hari hujan 17 hari 102 mm 12 hari 6 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 7 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 Gambar 9. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi Nopember 2016 (Sumber: BMKG) Penguapan selama Nopember 2016 mencapai 153.9 mm dengan rata-rata harian 5.1 mm, penguapan tertinggi 10.5 mm terjadi pada 8 Nopember 2016. Penyinaran matahari rata-rata Nopember 2016 mencapai 7 8 %, minimal 1 % terjadi pada 22 Nopember 2016 sedangkan maksimal 100% terjadi selama Dasarian I, II, III Nopember 2016. Tekanan udara (QFF) tertinggi 1012.4 mb pada 6 N o p e m b e r 2016 dan terendah 1008.5 mb pada 18 Nopember 2016. Rata-rata kelembaban udara relative (RH) Nopember 2016 adalah 8 7 % dengan RH tertinggi 87 % pada 25 Nopember 2016, dan RH terendah 67 % pada 1 dan 3 Nopember 2016. Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi yaitu dari arah Timurlaut - Baratlaut. Angin dominan bertiup dari arah Tenggara dan kecepatan angin dominan 3 - 8 knots. Kecepatan angin tertinggi 10 knots dari arah Tenggara pada 3, 8, 26 Nopember 2016. C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat 8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Januari 2010. Hingga Nopember 2016 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA). Kondisi parameter cuaca selama Nopember 2016 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut : Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Nopember 2016 normalnya berada pada masa musim kemarau, namun dikarenakan suhu muka laut Jawa Timur dan sekitarnya dalam kondisi hangat, kondisi La Nina lemah, serta faktor interaksi dinamika atmosfer, mengakibatkan terjadinya hujan ringan - lebat di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi. 8 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 Curah hujan selama Nopember 2016 mencapai 225.6 mm, dengan kelembaban udara relatif rata-rata 78 %. RH tertinggi 90 % tanggal 23 dan 25 Nopember 2016, RH terendah 70 % tanggal 2 N o p e m b e r 2016. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1011.0 mb, tertinggi 1013.6 mb dan terendah 1009.1 mb. Suhu rata–rata 29.5 °C dengan suhu maksimum absolut 34.4 °C terjadi pada 7 Nopember 2016. Suhu minimum absolut 22.8 °C pada 11 Nopember 2016. Arah angin bervariasi, kecepatan angin 3 – 17 knots. Angin dominan bertiup dari arah Tenggara. Mayoritas kecepatan angin mencapai 66.6 % berkisar antara 3 – 8 knot. Kecepatan angin tertinggi 17 knots terjadi pada 15 Nopember 2016, dari arah Barat. Gambar 10. Grafik parameter cuaca hasil observasi Nopember 2016 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG) 9 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Nopember 2016 angin dominan dari arah Timurlaut Tenggara pada siang-sore sedangkan malam hingga dini hari dominan Selatan - Baratdaya dengan kecepatan angin bervariasi 0.2 – 14.4 knots. Suhu berkisar antara 24.3 – 31.7 °C, Kelembaban Udara Relatif 60.3 – 99.3 %, dan tekanan udara berkisar 1005.2 – 1012.7 mb. Kondisi cuaca bervariasi Berawan dan hujan ringan - lebat. Berikut grafik parameter cuaca selat Bali : Gambar 11. Grafik Parameter Cuaca Penyeberangan Selat Bali (Sumber : AWS BMKG) 10 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 E. Analisis Hujan Nopember 2016 Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan data curah hujan bulan Nopember 2016 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut . Curah hujan tertinggi 918 mm terjadi di songgon dengan 22 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 39 mm terjadi di Selogiri. Gambar 12. Peta Distribusi Curah Hujan Nopember 2016 dan Sifat Hujan Nopember 2016 di Banyuwangi (Sumber:BMKG) Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Nopember 2016 mengalami curah hujan bervariasi 39 - 918 mm sebagai dampak interaksi faktor - faktor skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Atas Normal, hanya sebagian kecil wilayah (Kalipuro bagian Utara) yang sifat hujannya Bawah Normal (dibawah kondisi rata-ratanya). Hal ini berkorelasi dengan pantauan sebaran awan dan hujan selama Nopember 2016. Bervariasinya spasial curah hujan pada wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh suhu muka laut perairan Jawa Timur yang cukup hangat selain interaksi faktor laut-atmosfer lainnya selama Nopember 2016. 11 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut Gambar 13. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Nopember 2016 di Banyuwangi (Sumber: BMKG Banyuwangi) Dari peta monitoring hari tanpa hujan, terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Kabupaten Banyuwangi pada Nopember 2016 sudah mengalami/ menerima hujan. Potensi terjadinya kekeringan di kecamatan – kecamatan yang ada di Wilayah Kabupaten Banyuwangi tidak ada (NIHIL). 12 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 II. PROSPEK CUACA BULAN DESEMBER 2016 A. Prediksi Dinamika Atmosfer Desember 2016 Prediksi perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode La Nina lemah yang terpantau pada Oktober 2016, akan masih berlangsung hingga Februari 2017, sehingga ada sedikit penambahan curah hujan Indonesia akibat dampak fenomena di Samudera Pasifik yang tentunya hal ini akan berdampak pada peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia pada periode tersebut. Memasuki Maret 2017 diprediksi La Nina menghilang (kondisi normal). Sementara itu Dipole Mode Indeks (DMI) yang sudah normal mulai November 2016, diprediksi masih normal hingga April 2017, mengindikasikan tidak adanya penambahan massa uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia bagian Barat hingga April 2017. Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia Desember 2016 umumnya perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi masih hangat (Anomali Positif) dimana perairan bagian barat Indonesia diprediksi lebih hangat dibanding lainnya. Bulan Januari 2017 hingga Mei 2017 suhu muka laut perairan Indonesia cenderung Normal. Pola anomali SST kondisi La Nina di samudera Pasifik tengah (wilayah Nino 3.4) kembali normal di bulan Maret 2017. Madden Jullian Oscillation pada awal hingga pertengahan bulan Desember 2016 diprediksi berada pada fase 1 hingga 3 (samudera Hindia) namun cenderung lemah sehingga tidak signifikan dalam menambah awan-awan hujan di Benua Maritim Indonesia, hal itu juga didukung oleh prediksi anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) hingga pertengahan Desember 2016 bernilai netral di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Jawa Timur yang berarti tidak ada anomali sehingga sama dengan kondisi normal / rata-ratanya. Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah bulan Desember sudah mulai terlihat di Belahan Bumi Selatan (BBS) seiring pergerakan semu matahari dari Ekuator menuju Selatan, sehingga memicu angin monsun timuran yang mulai bertransisi menjadi monsun baratan dan akan berdampak meningkatnya hujan di wilayah berpola hujan monsunal. Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa seluruh wilayah Banyuwangi pada bulan Desember akan memasuki musim hujan. Perlu ditingkatkan kewaspadaan menghadapi potensi cuaca ekstrim yang kerap terjadi selama masa musim hujan. Untuk prakiraan curah hujan bulanan, sebagai dampak La Nina lemah, hangatnya suhu muka laut perairan selatan Jawa dan mulai berlangsungnya monsun baratan maka diprediksi akumulasi curah hujan Desember 2016 mayoritas wilayah masih sama dengan kondisi rata-rata / normalnya hanya sebagian kecil wilayah yang hujannya diatas kondisi normalnya. 13 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 Gambar 14. Prediksi La Nina, anomali SPL, MJO dan anomali OLR (Sumber : BMKG, NCEP - NOAA) 14 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Desember 2016 – Januari 2017 Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Desember 2016 hingga Januari 2017 diprakirakan sebagai berikut: Desember 2016 Curah Hujan berkisar 150 – 500 mm Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal Januari 2017 Curah Hujan berkisar 150 – 525 mm Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal Gambar 15. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Desember 2016 dan Januari 2017 Banyuwangi (Sumber:BMKG) 15 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 C. Prakiraan Potensi Banjir Desember 2016 Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Desember 2016, dari peta terlihat untuk beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah. Memasuki bulan Desember 2016 seluruh wilayah Banyuwangi diprediksi telah memasuki musim hujan, sehingga perlu diwaspadai variabilitas intensitas hujan harian yang tinggi yang berpotensi menyebabkan hujan dengan intensitas yang bervariasi juga. Gambar 16. Prakiraan Daerah Potensi Banjir Desember 2016 (Sumber:BMKG) III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI DESEMBER 2016 Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Desember 2016 di wilayah Kota Banyuwangi : Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Desember 2016 Matahari Terbit Matahari Terbenam (WIB) (WIB) 4:54:37 17:28:40 4:54:53 17:29:09 4:55:10 17:29:38 4:55:28 17:30:08 4:55:48 17:30:38 4:56:07 17:31:09 4:56:28 17:31:39 4:56:50 17:32:10 4:57:12 17:32:41 4:57:35 17:33:12 4:57:59 17:33:43 4:58:23 17:34:14 4:58:48 17:34:45 4:59:14 17:35:17 4:59:41 17:35:48 Tanggal 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Desember 2016 Matahari Terbit Matahari Terbenam (WIB) (WIB) 5:00:08 17:36:19 5:00:35 17:36:49 5:01:03 17:37:20 5:01:32 17:37:51 5:02:01 17:38:21 5:02:30 17:38:51 5:03:00 17:39:21 5:03:30 17:39:50 5:04:01 17:40:19 5:04:32 17:40:47 5:05:03 17:41:16 5:05:34 17:41:43 5:06:05 17:42:10 5:06:37 17:42:37 5:07:09 17:43:03 5:07:40 17:43:29 16 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 IV. KEJADIAN GEMPABUMI SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI Gambar 17. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Nopember 2016 (Sumber:BMKG) Kejadiaan Gempa Bumi yang signifikan/ dirasakan khusus di Wilayah Kabupaten Banyuwangi selama bulan Nopember 2016 adalah Gempabumi tektonik yang terjadi pada tanggal 16 Nopember 2016 pukul 22.10. WIB, dengan magnitude 6.2 skala Richter, kedalaman 69 Km yang pusatnya berada di Samudera Hindia selatan Jawa Timur pada koordinat 9.32 °LS 113.2 °BT kurang lebih 127 Km sebelah Tenggara Malang, Jawa Timur. Berikut adalah parameter gempabuminya : 17 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM NOPEMBER 2016 Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rataratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa. Tabel 2. Cuaca/ iklim Ekstrim Bulan Nopember 2016 Banyuwangi KRITERIA KETERANGAN Arah dengan kecepatan > 45 Km/jam - Suhu udara > 35˚ C - Suhu udara < 15˚ C - Kelembaban udara < 30 % - Curah Hujan > 100 mm / hari - Bayulor, 111 mm pada 14 Nopember 2016 - Songgon, 120 mm pada 13 Nopember 2016 - Sukonatar, 104 mm, pada 24 Nopember 2016 Tanah Longsor - Banjir - Puting beliung/ Angin Kencang/ Waterspout - Angin Kencang di Ds Jambewangi Kec. Sempu pada 29 Nopember 2016 - Angin Kencang di Ds Karangsari Kec. Sempu pada 30 Nopember 2016 DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya. Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat. Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan 18 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge. MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian. OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m -2. Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia. Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ Inter Tropical Convergence Zone) merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan. Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter. Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten. Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu : a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20 c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : 19 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Desember 2016 a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau pergerakan lempeng bumi Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (M L), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (m b), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md). Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut. Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930). Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan intensitasnya Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI ---ABCD : Act Beyond your Common Duties--- 20