8 BAB II LANDASAN TEORITIS Arsitektur adalah ruang fisik untuk aktivitas manusia , yang memungkinkan pergerakan manusia dari satu ruang ke ruang lainnya , yang menciptakan tekanan antara ruang dalam bangunan dan ruang luar bangunan . Namun , bentuk arsitektur juga ada karena persepsi dan imajinasi manusia . Sesungguhnya , arsitektur menciptakan susunan , membentuk ruang kegiatan , yang bisa menjadi salah satu fasilitator terjadinya perilaku atau bisa juga menjadi pengahalang perilaku . Dalam proses arsitektur yang kreatif , terdapat empat hal yang mendasar yang berkaitan dengan dimensi studi perilaku – lingkungan , yaitu manusia , perilaku , lingkungan , dan waktu . 2.1 UNSUR – UNSUR DESAIN Pada dasarnya dalam perancangan ssatau desain terdapat dua aspek yang harus dipertimbangkan, yakni Fungsi dan Estetika. Aspek fungsi memberikan penekanan pada penggunaan atau pemanfaatan dari benda atau elemen yang dirancang, sedangkan aspek estetika ditekankan pada usaha untuk menghasilkan suatu keindahan visual. 9 Unsur – unsur keindahan visual tersebut dapat diperoleh melalui garis, bentuk, warna dan tekstur. Masing – masing unsur memiliki sifat dan karakter yang dapat mempengaruhi kesan dari suasana ruang yang diciptakan. 2.2 PERSEPSI DALAM ARSITEKTUR 2.2.1 Definisi Persepsi Lingkungan kehidupan manusia dipengaruhi oleh objek dan peristiwaperistiwa sekelilingnya yang berasal dari luar (eksternal) maupun dalam (internal). Manusia menginterpretasikannya sesuai dengan pengalamannya dan mengadaptasi perilakunya agar sesuai dengan lingkungan tersebut sehingga mencapai keseimbangan. Manusia adalah 'makhluk' yang dapat beradaptasi. Interaksi terus-menerus dengan lingkungan, serta proses mental yang mempengaruhi interpretasi, dan masuknya peristiwa-peristiwa dari luar, membentuk karakter yang prosesnya kita kenal sebagai persepsi. Secara psikologi persepsi berkaitan dengan bagaimana cara seseorang berhubungan dengan lingkungannya. Bagaimana cara seseorang mengumpulkan informasi dan menginterpretasikannya. Hal ini menjadi dasar kontinuitas proses belajar, mengambil keputusan, menginterpretasikan, dan bereaksi terhadap lingkungan. 2.2.2 Persepsi Dalam Arsitektur Perilaku manusia yang berdasar faktor-faktor kebiasaan, seperti adat ataupun pengalaman terdahulu akan terbawa ke dalam bangunan ataupun lingkungannya. Pencerapan seseorang terhadap lingkungannya akan berbeda-beda tergantung kepada kebiasaan atau pengalaman terdahulu tadi, jika kita sukses memuaskan harapan-harapan orang dalam hal mengkondisikan pencerapannya maka bangunan dapat dikatakan mempunyai 'jiwa' arsitektur. Kajian-kajian yang menyangkut perilaku manusia dan lingkungannya menjadi sumber penting pernyataan arsitektural karena berarti para arsitek dapat membaca perilaku yang akan terjadi dalam sebuah bangunan (ruang) sehingga para arsitek dapat mencoba mengakomodasikan kebutuhan pemakai terhadap arsitektur berdasarkan harapan-harapan atau pencerapan yang dimiliki pemakai. Indra apa saja yang akan mempengaruhi persepsi kita terhadap arsitektur? Kelima indra dasar penglihatan, pendengaran, peraba (kulit), perasa (taste) dan pembau dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap arsitektur. Teori pendekatan yang menjelaskan tentang bagaimana manusia mengerti dan menilai lingkungannya dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok pendekatan : a. Pendekatan Konvensional Yaitu pendekatan yang berdasarkan sensori atau stimuli. Teori ini menganggap adanya rangsangan dari luar diri individu (stimulus). Individu menjadi sadar akan adanya stimuli ini, sehingga terjadilah penginderaan. Karena persepsi bukanlah sekedar penginderaan , persepsi dikatakan juga sebagai penafsiran pengalaman. (Laurence, 2005 : 56) b. Pendekatan Ekologi Pendekatan yang kedua adalah pendekatan ekologis, atau dikenal dengan pendekatan informasi. Pendekatan ini pertama kali dikemukakan oleh J.J Gibson. Menurutnya seorang individu tidaklah menciptakan makna dari apa yang diinderakannya. Ia menganggap bahwa persepsi terjadi secara spontan dan langsung. Spontanitas ini terjadi karena manusia selalu mengeksplorasi lingkungannya. Dalam eksplorasi itu manusia melibatkan setiap objek dalam lingkungannya dan objek tersebut menonjolkan sifatnya yang khas untuk organism tersebut. Hal ini disebut sebagai affordance atau kemanfaatan. Berdasarkan konsep affordance ini perencana dapat merancang affordance dengan pola yang jelas dalam suatu lingkungan. Dengan demikian orang akan mudah melihat, peluang – peluang dalam lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. (Laurence, 2005 : 59, 81) Jika kita memandang bangunan sebagai alat sehingga penghuni merasa nyaman, kita dapat melihat adanya korelasi antara manusia dengan kebutuhannya terhadap kenyamanan. Korelasi ini sangat bersifat perseptual, sehingga terjadi sebuah transaksi antara stimuli yang diterima lewat indra dan pengalaman sebelumnya yang bersama-sama akan menentukan reaksi terhadap bangunan (persepsi). Banyak perbedaan pendapat tentang bagaimana terbentuknya pengalaman sebelumnya : a. Menurut Behaviourist (Functional approach) hal ini diperoleh dari proses belajar berdasarkan stimuli sebelumnya. Teori ini berkembang pada tahun 60-an dengan dasar pemikiran bahwa manusia adalah makhluk yang rasional sehingga perilakunya dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu. Dasar pemikiran ini dijadikan teori untuk arsitektur, memanfaatkan bagian-bagian perilaku manusia yang teramalkan dalam perancangan arsitektur, dan selanjutnya mengarahkan perilaku manusia lewat akomodasi yang diciptakan sehingga tercipta equilibrium baru demikian seterusnya berulang-ulang b. Menurut Fenomenologi (Phenomenological approach), dasar pengalaman itu sudah ada pada manusia yang bekerja secara refleks atau dengan kata lain merupakan naluri manusia (naluri tidak mendapat tempat dalam Behaviourist), seperti bernafas disebut sebagai refleks atau insting. Jadi menurut pandangan ini manusia sudah mempunyai naluri adaptasi yang tinggi walaupun tanpa pengalaman.( Talarosha : Persepsi suatu fenomena dalam arsitektur) Kedua pandangan tersebut di atas dapat kita terima sebagai bagian yang membentuk persepsi manusia terhadap karya arsitektur. Naluri insting atau stimuli lewat indra dan pengalaman sebelumnya akan memberikan pengalaman baru tersebut, dan seterusnya sehingga persepsi seseorang, sekelompok orang dapat berubah sesuai dengan perubahan waktu dan pengalaman. Oleh karena itu persepsi pengamat, atau pemakai bangunan memang pantas untuk dijadikan pertimbangan dalam menghasilkan karya arsitektur. 2.3 RUANG 2.3.1 Teori – Teori Ruang a. Definisi Ruang Ruang mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia. Semua kehidupan dan kegiatan manusia sangat berkaitan dengan aspek ruang. Adanya korelasi antara manusia dengan suatu objek, baik secara visual maupun secara indra pendengar, indra perasa, dan indra penciuman akan selalu menimbulkan kesan ruang. Para pakar yang mencoba menafsirkan ruang , memberikan pendapat yang berbeda – beda. 1) Immanuel Kant berpendapat bahwa “ ….Ruang bukanlah sesuatu yang objektif sebagai hasil pemikiran dan perasaan manusia….” 2) Plato berpendapat bahwa “…..Ruang adalah suatu kerangka atau wadah dimana objek dan kejadian tertentu berada…” 3) Lao Tzu memulai pemikiran tentang ruang sejak tahun 550 SM. Dengan bukunya yang sangat terkenal Tao The Ching(The Way of Becoming). Ada tingkatan klasifikasi ruang menurut Lao Tzu : Ruang yang dihasilkan dari penggabungan tektonik (ruang yang diakibatkan oleh struktur yang terdiri dari berbagai unsurunsur kecil ) Ruang yang dihasilkan dari bentuk stereotomik (bentuk yang didapat dari elemen lentur / plastik) Ruang transisional (ruang yang menghubungkan ruang dalam dengan ruang luar) 4) Aristoteles mencoba mengemukakan mengenai ruang (topos), dengan memberikan lima karakteristik ruang diantaranya : Suatu tempat yang dikelilingi Tempat itu bukan bagian dari yang mengelilingi Tempat dari benda tak lebih kecil atau besar dari benda itu sendiri Apakah tempat itu bergerak pada akhirnya akan berhenti pada suatu tempat, di mana ia berada Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ruang merupakan suatu wadah yang tidak nyata , akan tetapi dapat dirasakan keberadaannya oleh manusia. b. Ruang Arsitektur Ruang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dimanapun dia berada, baik secara psikologi adan emosional ( persepsi ), maupun dimensional. Manusia selalu berada di dalam ruang, bergerak serta menghayati, berpikir dan juga menciptakan ruang untuk menyatakan bentuk dunianya. Ciptaan yang artistik itu disebut Ruang Arsitektur (Rustam Hakim (2002) Komponen Perancangan Arsitekturlansekap ). Ruang arsitektur ini menyangkut interaksi antara ruang dalam dan ruang luar yang satu sama lain saling mendukung. Pada umumnya dikatakan bahwa ruang dalam ( interior ) dibatasi oleh tiga bidang yaitu lantai, dinding , dan langitlangit (atap). Seperti pada ruang dalam, ruang luar pun memiliki elemen-elemen pembatasnya seperti tekstur, bentuk, warna, dimensi, perbedaan tinggi, dan sebagainya. c. Komponen Pembentuk Ruang 1) Lantai Sebagai bidang alas , pengaruhnya terhadap pembentukan ruang sangat besar. Permukaan lantai pada ruang dapat dibedakan menjadi dua macam bahan . yaitu bahan keras (batu, kerikil, pasir, beton, dan aspal) dan bahan lunak ( berbagai jenis tanaman dan rumput). 2) Dinding Sebagai pembatas ruang, dinding dapat dibedakan menjadi tiga macam : dinding massif, dinding transparan , dinding semu. 3) Atap / penutup Atap seperti halnya dinding terbagi dalam dua bentuk, yaitu penutup atap massif dan penutup atap transparan. d. Batasan Ruang Batasan ruang adalah sebagai berikut : 1) Tinggi di atas mata, fungsi ini sebagai perlindungan 2) Tinggi sebatas dada , fungsinya adalah untuk membentuk ruang paling terasa 3) Tinggi di bawah pinggang, fungsi sebagai pengatur lalu lintas ataupun pembentuk pola sirkulasi 4) Tinggi sebatas lutut, fungsi sebagai pola pengarah 5) Tinggi sebatas telapak kaki, fungsi sebagai penutup tanah e. Macam Ruang Berikut ini macam – macam ruang : 1) Ruang berbentuk lorong 2) Ruang berbentuk linier 3) Ruang berbentuk geometris 4) Ruang berbentuk mekanis f. Sirkulasi Ruang Sistem sirkulasi sangat erat korelasinya dengan pola penempatan kegiatan / aktivitas dan pola penggunaan tanah sehungga merupakan pergerakan dari ruang yang satu ke ruang yang lain. g. Pencapaian Ruang Masih dalam kaitannya dengan system sirkulasi, beberapa system pencapaian terhadap ruang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi: 1) Pencapaian frontal 2) Pencapaian ke samping 3) Pencapaian memutar 2.3.2 Ruang Terbuka Ruang umum yang merupakan bagian dari lingkungan juga mempunyai pola. Ruang umum adalah tempat atau ruang yang terbentuk karena adanya kebutuhan akan perlunya tempat untuk bertemu ataupun berkomunikasi satu sama lainnya. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa ruang umum ini pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat menampung kegiatan / aktivitas tertentu dari manusia , baik secara individu atau secara berkelompok. Bentuk dari ruang umum bergantung pada pola dan susunan massa bangunan. Menurut sifatnya ruang umum dapat dibedakan menjadi dua , yaitu: Ruang Tertutup Umum, yaitu ruang yang terdapat di dalam bangunan Ruang Terbuka Umum, yaitu ruang yang terdapat di luar bangunan a. Ruang Terbuka Umum dan Khusus Definisi ruang terbuka umum dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Bentuk dasar dari ruang terbuka umum selalu terletak di luar massa bangunan 2) Dapat dimanfatkan dan dipergunakan oleh setiap orang 3) Memberi kesempatan untuk bermacam – macam kegiatan Contoh ruang terbuka umum adalah jalan, pedestrian, taman lingkungan, plaza, taman kota, dan taman rekreasi. Definisi ruang terbuka khusus dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Bentuk dasar ruang terbuka selalu terletak di luar massa bangunan 2) Dimanfaatkan untuk kegiatan terbatas dan dipergunakan untuk keperluan khusus / spesifik Contoh ruang terbuka khusus adalah taman rumah tinggal , taman lapangan upacara, daerah lapangan terbang , dan daerah untuk latihan kemiliteran. b. Ruang Terbuka Ditinjau dari Kegiatannya Menurut kegiatannya, ruang terbuka terbagi atas dua jenis , yaitu ruang terbuka aktif dan ruang terbuka pasif. 1) Ruang Terbuka Aktif, adalah ruang terbuka yang mempunyai unsur – unsur kegiatan di dalamnya. Misalkan bermain, olahraga, jalan-jalan, dan lain-lain. Ruang terbuka ini dapat berupa plaza, lapangan olahraga, tempat bermain anak dan remaja, penghijauan tepi sungai sebagai tempat rekreasi, dan lain-lain. 2) Ruang Terbuka Pasif, adalah ruang terbuka yang di dalamnya tidak mengandung unsur – unsur kegiatan manusia. Misalkan penghijauan tepian jalur jalan, rel kereta api, bantaran sungai, ataupun penghijauan daerah yang bersifat alamiah. Ruang terbuka ini berfungsi sebagai keindahan visual dan fungsi ekologis semata. c. Ruang Terbuka Ditinjau dari Segi Bentuk Menurut Rob Rimer ( Urban Space ) bentuk ruang terbuka secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1) Ruang terbuka berbentuk memanjang ( koridor ) pada umumnya hanya mempunyai batas pada sisi-sisinya, misalkan, bentuk ruang terbuka jalan, dan bentuk ruang terbuka sungai. 2) Ruang terbuka berbentuk membulat pada umumnya mempunyai batas di sekelilingnya, misalkan, bentuk ruang lapangan upacara, bentuk ruang area rekreasi, dan bentuk ruang area lapangan olahraga. d. Ruang Terbuka Ditinjau dari Sifatnya Berdasarkan sifatnya ada dua jenis ruang terbuka, yakni : 1) Ruang Terbuka Lingkungan adalah ruang terbuka atau ruang yang disengaja dibuat untuk memenuhi fungsi tertentu yang terdapat pada suatu lingkungan yang sifatnya umum 2) Ruang Terbuka Antar Bangunan adalah ruang terbuka yang tidak disengaja yang terbentuk oleh massa bangunan. Ruang terbuka ini mempunyai fungsi antara dapat bersifat umum ataupun pribadi sesuai dengan fungsi bangunannya. e. Fungsi Ruang Terbuka Menurut Utermann dan Small terdapat tiga fungsi ruang terbuka bila dihubungkan dengan bidang arsitektur , yaitu : 1) Ruang terbuka untuk kenyamanan ( jalan setapak , jalur hijau , taan dan daerah bermain ) 2) Ruang terbuka serius ( area parker dan ruang – ruang pelayanan lainnya ) 3) Ruang terbuka untuk menciptakan bentuk dan citra Sedangkan menurut Rustam Hakim dan Hardi Utomo membagi fungsi ruang terbuka menjadi dua , yaitu : 1) Fungsi sosial dari ruang terbuka antara lain : Tempat bermain dan sarana olahraga Tempat komunikasi sosial Tempat peralihan dan menunggu Tempat untuk mendapatkan udara segar Sarana penghubung antara satu tempat dengan tempat lainnya Pembatas diantara massa bangunan Sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian, dan keindahan lingkungan 2) Fungsi ekologis dari ruang terbuka antara lain : Penyegaran udara Menyerap air hujan Mengendalikan banjir dan sebagai pengatur tata air Memelihara ekosistem tertentu Pelembut arsitektur bangunan f ) Ruang Terbuang ( Death Space ) Ruang terbuang di dalam desain harus dihindari. Bila ini terjadi maka perancangan ruang yang diolah menandakan belum adanya pemikiran secara utuh terhadap pemanfaatan tapak secara keseluruhan. Ruang luar menurut kesan fisiknya terbagi atas : 1) Ruang positif, yairu suatu ruang terbuka yang diolah dengan perletakan massa bangunan/ objek tertentu yang melingkupinya dan memberikan manfaat disebut ruang positif. Biasanya di dalamnya terkandung berbagai kepentingan dan kegiatan manusia. 2) Ruang negatif, yaitu ruang terbuka yang menyebar dan tidak berfungsi dengan jelas serta bersifat negative , biasanya terjadi secara spontan tanpa kegiatan tertentu. Terbentuk dengan tidak terencanakan, tidak terlingkup dan tidak termanfaatkan dengan baik sesuai dengan kebutuhan. Dapat pula terbentuk akibat adanya ruang yang terbentuk antara dua atau lebih bangunan yang tidak direncanakan khusus sebagai ruang terbuka. 2.3.3 Hubungan Manusia Dengan Ruang Dalam hubungan manusia dengan ruang , Edward. T Hall menuliskan bahwa …” salah satu perasaan kita yang penting mengenai ruang ialah perasaan territorial. Perasaan ini memenuhi kebutuhan dasar akan identitas diri , kenyamanan , dan rasa aman pada pribadi manusia “ Hubungan manusia dengan ruang secara lingkungan dapat dibagi dua yaitu: a. Hubungan Dimensional ( Antromethcs ), menyangkut dimensi – dimensi yang berhubungan dengan tubuh dan pergerakan manusia b. Hubungan Psikologi dan Emosional ( Proxemics ), hubungan ini menentukan ukuran – ukuran kebutuhan ruang untuk kegiatan manusia. 2.4 POLA PERILAKU 2.4.1 Definisi Perilaku Kata perilaku menurut Joyce Marcella Laurence dalam Arsitektur dan Perilaku Manusia menunjukkan manusia dalam aksinya , berkaitan dengan semua aktivitas manusia secara fisik ; berupa interaksi manusia dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya. Perilaku adalah aktivitas bertujuan yang di dalamnya mengandung kesatuan motivasi , persepsi , pemikiran , dan tindakan.( Preiser : 1978) Sementara itu kata perilaku juga menyatakan orang – orang yang tengah bergerak , dengan sesuatu yang dikerjakan . Kesadaran akan struktur sosial dari orang – orang ataupun suatu gerakan bersama secara dinamik dalam waktu tertentu .( Heimsath , 1988 ). Heimsath juga menyatakan bahwa arsitektur yang berwawasan perilaku berarti mengenali secara lebih mendalam para calon pemakai suatu lingkungan buatan. Ilmu perilaku merupakan bidang ilmu yang bertujuan untuk mengembangkan pemahaman mengenai kegiatan manusia , sikap , dan nilai – nilai . Arti perilaku mencakup perilaku yang kasat mata seperti ; makan , menangis , memasak , melihat bekerja , dan lain – lain . Juga perilaku yang tidak kasat mata seperti ; fantasi , motivasi , dan proses yang terjadi pada waktu sesorang diam atau secara fisik tidak bergerak . Perilaku mempunyai ciri – ciri sebagai berikut : a. perilaku itu sendiri kasat mata , tetapi penyebab terjadinya perilaku secara langsung mungkin tidak dapat diamati b. perilaku mengenal berbagai tingkatan c. perilaku bervariasi dengan klasifikasi : kognitif , afektif dan psikomotorik , yang menunjukkan pada sifat rasional , emosional , dan gerakan fisik dalam berperilaku d. perilaku bisa disadari dan tidak disadari 2.4.2 Unit Tatar Perilaku ( Behavior Setting Unit ) dan Batasannya Salah satu alasan dasar menciptakan , membangun atau menata ulang bangunan , taman atau sistem infrastruktur adalah menyediakan sarana untuk berbagai aktivitas manusia . Dalam pemenuhan kebutuhannya tersebut , terlihat adanya pola perilaku pada penggunanya . Barker (1968) , seorang tokoh psikologi ekologi menelusuri pola perilaku manusia berkaitan dengan atanan lingkungan fisiknya dan melahirkan konsep “ tatar perilaku “ ( behavior setting ). Behavior setting terjadi pada pertemuan atara individu dan lingkungannya . behavior setting didefinisikan sebagai suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas , tempat , dan kriteria sebagai berikut : a. terdapat suatu aktivitas yang berulang berupa suatu pola perilaku b. dengan tata lingkungan tertentu c. membentuk suatu korelasi yang sama antar keduanya d. dilakukan pada periode waktu tertentu Batas suatu behavior setting adalah di mana perilaku tersebut berhenti . Batas yang ideal adalah suatu batas yang jelas seperti dinding masif . sedangkan apabila batas behavior setting itu tidak jelas , masalah yang akan muncul adalah tidak jelasnya pemisahan aktivitas . masalah juga muncul apabila pemisahan atau batas yang ada hanya berupa batas simbolik seperti pola lantai , perbedaan warna , dan lain seagainya . Jelas bahwa beberapa objek berfungsi membentuk batas spasial dan objek lain berfungsi mendukung pola aktivitas yang terjadi di dalamnya . 2.4.3 Proses Individual Dan Sosial Proses dan pola perilaku manusia ini dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu proses individual dan proses sosial . a. Proses Individual Pembahasan mengenai proses individual meliputi hal – hal sebagai berikut: 1) Persepsi lingkungan , yaitu proses bagaimana manusia menerima informasi mengenai lingkungan sekitarnya dan bagaimana informasi mengenai ruang fisik tersebut diorganisasikan kedalam pikiran manusia . 2) Kognisi spasial , yaitu keragaman proses berpikir seperti mengorganisasikan , menyimpan dan mengingat kembali informasi mengenai lokasi , jarak , dan tatanan dalam lingkungan fisik . 3) Perilaku spasial , menunjukkan hasil yang termanifestasikan dalam tindakan dan respon seeorang , termasuk respon emosional , ataupun evaluasi kecenderungan perilaku yang muncul dalam interaksi manusia dengan lingkungan fisiknya . MEMANFAATKAN LINGKUNGAN Perseps Kognisi dan Respon Perilaku Persepsi terhadap hasil perilaku Skema Motivasi Proses fundamental perilaku Sumber : Gibson ,1996 b. Proses Sosial Respon seseorang terhadap lingkungannya bergantung pada bagaimana individu yang bersangkutan tersebut mempersepsikan lingkungannya . Salah satu hal yang dipersepsi manusia manusia tentang lingkungannya adalah ruang di sekitarnya , baik ruang natural maupun ruang buatan . Aspek sosialnya adalah bagaimana manusia berbagi dan membagi ruang dengan sesamanya . Setiap orang melakukan aktivitas di dalam hidupnya sebagai tindakan untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut John Gehl (1980), dalam bukunya Life Between Building , aktivitas yang dilakukan di luar ruangan dalam masyarakat social digolongkan ke dalam tiga kelompok : 1) Aktivitas keperluan, aktivitas ini dilakukan sepanjang waktu dalam kondisi lingkungan fisik apapun. Aktivitas ini dilakukan sehari – hari, misalnya berangkat sekolah atau bekerja. 2) Aktivitas optional, aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang apabila waktu dan tempat tersedianya memungkinkan ingin dilakukan. Bersifat rekreatif dan santai. 3) Aktivitas sosial, bentuk aktivitas yang terjadi secara spontan sebagai akibat langsung dari keberadaan dan oergerakan orang di dalam suatu ruang yang sama. Contohnya : mengobrol, menyapa, dan sebagainya. Bentuk dasar kegiatan manusia yang dapat menimbulkan perilaku social: Jalan kaki Melihat Berdiri Mendengar Duduk Bercakap - cakap Dalam memenuhi kebutuhan sosialnya inilah manusia berperilaku sosial dalam lingkungannya yang dapat diamati dari : fenomena perilaku – lingkungan kelompok – kelompok pemakai tempat terjadinya aktivitas Fenomena ini merujuk pada pola – pola perilaku pribadi , yang berkaitan dengan perilaku interpersonal manusia atau perilaku sosial manusia . Perilaku interpersonal manusia tersebut meliputi hal – hal sebagai berikut : Ruang personal ( personal space ) , berupa domain kecil sejauh jangkauan manusia yang dimilki setiap orang . Ruang personal didefinisikan sebagai suatu area dengan batas maya yang mengelilingi diri seseorang dan orang lain tidak diperkenankan masuk ke dalamnya . ( Sommer : 1969 ) Teritorialitas ( territoriality ) , teritori berarti wilayah atau daerah dan teritorialitas adalah wilayah yang dianggap sudah menjadi hak seseorang . Teritorialitas dapat diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang ada korelasinya dengan kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok orang atas suatu tempat . Fisher mengatakan bahwa kepemilikan atau hak dalam teritorialitas ditentukan oleh persepsi orang yang bersangkutan sendiri . Kesesakan dan kepadatan (crowding and density ), kesesakan mengacu pada pengalaman seseorang terhadap jumlah orang di sekitarnya . Sementara itu kepadatan adalah ukuran jumlah orang per unit area . Jadi , kesesakan ini ada korelasinya dengan kepadatan , yaitu banyaknya jumlah manusia dalam batas ruang tertentu. Privasi ( privacy ), privasi adalah keinginan atau kecenderungan pada diri seseorang untuk tidak diganggu kesendiriannya. Dalam ilmu psikoanalisis , privasi berarti dorongan untuk melindungi ego seseorang dari gangguan yang tidak dikehendakinya. 2.4.4 Korelasi Antara Perilaku Dengan Ruang Posisi perilaku dengan ruang digambarkan sebagai berikut : Persepsi terhadap ruang fisik Pengenalan ide dan sikap terhadap ruang Harapan/keinginan tindakan terhadap ruang Kondisi ruang fisik 2. Pengulangan proses LAURENCE ,2005 : 46 Pendekatan perilaku menekankan pada keterkaitan yang erat antara ruang dengan manusia yang menggunakan ruang tersebut. Pendekatan ini menekankan perlunya memahami perilaku manusia dalam memanfaatkan ruang. Dalam kaitannya dengan manusia , hal terpenting dari korelasi antara ruang dengan perilaku adalah fungsi atau pemakaian dari ruang tersebut. Terdapat dua macam ruang yang dapat mempengaruhi perilaku , yaitu : a. ruang yang dirancang untuk memenuhi suatu fungsi dan tujuan tertentu b. ruang yang dirancang untuk memenuhi fungsi yang fleksibel Masing – masing ruang mempengaruhi perilaku pemakainya seperti ukuran , bentuk , warna , material , dan lain sebagainya. 2.5 KARAKTER dan KEBUTUHAN SISWA Siswa di sekolah menengah adalah siswa – siswa yang berada pada masa remaja . Masa ini merupakan masa peralihan yang cukup kompleks pada diri siswa itu sendiri. Biasanya remaja terdiri dari banyak grup pada masing-masing subkultur. Masing-masing kelompok dan tiap individu mempunyai gaya, ketertarikan dan tujuan yang berbeda-beda. Namun demikian, Lieberg menyebutkan bahwa ciri remaja sebagai berikut: “Individuals who are active, creative and able to act, who (re)create their own environments and contexts”. (Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan : 2005). 2.5.1 Definisi Remaja Seringkali dengan gampang orang mendefinisikan remaja sebagai periode transisi antara masa kanak – kanak ke masa dewasa. Definisi sosial – psikologik menyebutkan bahwa remaja merupakan perkembangan psikologik dan identifikasi dari kanak – kanak menjadi dewasa. Batasan usia remaja antara 11-24 tahun. 2.5.2 Indikasi Perilaku Remaja Berdasarkan usia, remaja dapat dibagi atas usia awal remaja dan remaja dewasa. Pada awal remaja, relasi hetero-seksual mulai tumbuh, adanya ketertarikan dengan lawan jenis, juga mempunyai keinginan untuk berkelompok dengan kawan sejenis. Pada usia remaja dewasa, mereka mulai mengeksplorasi cita-cita dan bidang/pekerjaan yang ingin dipilihnya pada usia dewasa. Pergaulan dengan teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya, dalam satu kelompok baru yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan lingkungan keluarganya. Umumnya remaja mempunyai rasa takut diabaikan oleh kelompoknya. Menurut Astuti (psikologi UNPAD), kelompok remaja mempunyai hirarki berdasarkan pada keterikatan antara anggotanya yang berbeda satu dengan lainnya, yaitu: a. Kelompok chums (sahabat karib): persahabatan yang sangat kuat, 2-3 orang dan biasanya berjenis kelamin sama. b. Kelompok clique (kelompok sahabat): sejenis, kegiatan bersama. c. Kelompok crowds (kelompok banyak remaja): agak renggang, heteroseksual. d. Kelompok yang diorganisasikan dan dibentuk oleh orang dewasa. Dalam kelompok yang tidak diorganisasikan secara formal , figur teman lebih berarti daripada figur otoritas. Yang berlaku adalah minat mayoritas. Mereka menyesuaikan diri dengan minat geng atau kelompoknya, karena takut. menjadi outgroup. Orang tua dan orang dewasa merupakan pihak yang “dimusuhi” oleh remaja. Mereka ingin membuat otoritas atas diri sendiri, guna membuktikan bahwa dirinya sudah bukan lagi anak-anak . Perilaku agresi sangat mungkin berkembang, karena remaja cenderung mempunyai energi berlebih. Bila energi yang berlebihan tidak tersalurkan sebagaimana mestinya, tingkah laku agresif akan timbul, misalnya berupa tawuran dan perkelahian. Kelebihan energi ini dapat tersalurkan melalui olahraga , sekaligus memenuhi keinginan untuk tampil di depan remaja lain. Mereka menyukai aktivitas dan tempat yang memungkinkan untuk saling melihat kelompok lawan jenis seusianya. Remaja juga cenderung berfantasi dan juga menyukai penjelajahan alam. Komputer dan perpustakaan memberi peluang untuk berfantasi. Fasilitas ini dapat merupakan bagian dari sekolah, atau usaha sosial maupun yang bersifat profit. Mereka dapat berlatih dan melihat serta dilihat oleh sesama remaja lain, terutama lawan jenisnya. Ruang semacam ini dapat dilengkapi dengan dinding untuk ditulisi/ digambari oleh remaja, untuk menyalurkan kecenderungan vandalism. Secara ringkas dapat disebutkan bahwa remaja membutuhkan petualangan, persahabatan, kesempatan berkreasi, kegembiraan dan bebas dari tekanan; prestasi, status dan pengakuan sosial. Sarana pendidikan dan olahraga dapat memfasilitasi sebagian atau seluruh kebutuhan tersebut, baik sebagai ruang maupun dari kualitas kegiatan yang diadakan atau berlangsung. 2.5.3 Remaja di Sekolah Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah , maka lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah adalah sekolahnya. Siswa remaja yang sudah duduk di bangku SMK atau sederajatnya , umumnya mengahabiskan waktu sekitar 7 jam sehari di sekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setipa hari dilewatkan oleh siswa di sekolah. Tidak mengherankan apabila pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa sebagai lembaga pendidikan , sebagaimana halnya dengan keluarga , sekolah juga mengajarkan nilai – nilai dan norma – norma yang berlaku dalam masyarakat disamping mengajarkan berbagai keterampilan dan kepandaian kepada siswa siswanya. Akan tetapi sama halnya juga dengan keluarga , fungsi sekolah sebagai pembentuk nilai dalam diri anak , sekarang ini banyak menghadapi tantangan. Terutama di kota besar sekarang ini , sangat terasa adanya banyak lingkungan lain yang dapat dipilih remaja selain sekolahnya , seperti : pasar swalayan , mall , taman hiburan , atau bahkan sekedar warung di tepi jalan di seberang sekolah. Atau mungkin rumah salah seorang teman yang kebetulan sedang tidak ditunggui orang tuanya , hal ini bisa saja menjadi alternatif yang lebih menarik daripada sekolah itu sendiri. 2.6 SEKOLAH Pendidikan bagi siswa perlu dilihat sebagai aktivitas, sarana kemandirian belajar dan interaksi sosial. Sifat keingintahuan siswa perlu mendapat bimbingan dan pengarahan, tanpa mengekang kebebasan mereka sendiri. Interaksi sosial pada masa ini diperlukan guna mengasimilasikan nilai-nilai yang ada pada individu dengan nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan masyarakat, untuk mencari harmoni di antara keduanya. Sebagai sebuah tempat bagi komunitas para siswa, sekolah merupakan ruang akademik sekaligus ruang sosial dan rekreasional. Dengan sifat seperti itu, maka sarana sekolah tidak cukup dilihat sebagai semata-mata bangunan, melainkan keseluruhan ruang yang ada di dalam maupun di luar bangunan. Juga peralatan dan terutama aktivitas di luar pengajaran, yang lazim disebut sebagai ekstrakurikuler. Di Bandung, kebutuhan seperti itu baru dapat dipenuhi oleh sebagian sekolah. Sementara banyak sekolah yang harus berbagi sarana, atau berbagi waktu dengan sekolah lain atau antarkelas yang tak sama. Dari kepustakaan, diketahui bahwa sekolah bagi siswa memerlukan ruang untuk diskusi, sarana/ ruang yang dapat memfasilitasi aktivitas demokratis, seperti misalnya ruang untuk kegiatan organisasi siswa di sekolah, dan lain sebagainya. Juga perlu ruang untuk unjuk kemampuan, seperti misalnya ruang pameran dan ruang pertunjukan. Ruang-ruang seperti itu tidak selalu harus merupakan ruang terpisah sendiri-sendiri, melainkan sebagai suatu ruang yang sifatnya multi fungsi, yang dapat digunakan sebagai tempat unjuk kemampuan olahraga atau kesenian yang dapat digunakan serta dilihat oleh siswa dan guru , serta kegiatan lainnya. Selain itu, bangunan sekolah perlu memperhatikan kemungkinan perubahan dalam pendidikan, seperti misalnya perubahan kurikulum. Bangunan yang dirancang fleksibel, strukturnya bisa diubah mengadaptasi perubahan yang terjadi, sehinga akan membuat pembangunan lebih ekonomis. Bisa berupa berbagi sarana dengan komunitas setempat atau organisasi bahkan usaha swasta untuk ruang ruang serbaguna dan olahraga, sehingga memungkinkan pengadaan dan penyelenggaraan kegiatan sekolah dapat berlangsung lebih efisien dan ekonomis. Hal ini dapat terjadi, bilamana perencanaan dan perancangan dapat berlangsung secara lebih terintegrasi.