BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan tidak kurang dari 17 ribu buah pulau dan 81 ribu km panjang pantai. Dengan panjang pantai tersebut, Indonesia memiliki wilayah pesisir yang sangat luas dengan kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya di dalamnya. Mulai dari sumberdaya hayati perikanan, yang menurut Dahuri (2013), sumberdaya ikan laut yang dimiliki Indonesia mencapai 6,4 juta ton per tahun. Sebagai sebuah sumberdaya ruang, pesisir kaya akan potensi sumberdaya baik sumberdaya hayati seperti berbagai produk perikanan baik yang berasal dari usaha perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Pesisir juga kaya akan sumberdaya nonhayati seperti berbagai macam sumberdaya mineral dan selain itu pesisir juga kaya akan potensi pariwisata. Selain kaya akan sumberdaya, kawasan pesisir merupakan kawasan yang yang memiliki kerentanan sangat tinggi. Sumber kerentanan kawasan pesisir sangat beragam, mulai dari faktor alam seperti perubahan iklim dan cuaca hingga degradasi ekologi yang disebabkan oleh tekanan akibat banyaknya aktivitas ekonomi manusia seperti pertambangan, industri, transportasi, pariwisata maupun berbagai macam praktek ilegal fishing. Masyarakat pesisir yang merupakan kelompok masyarakat yang hidup di wilayah pesisir dan kehidupan ekonominya sangat bergantung langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Masyarakat pesisir terdiri dari berbagai macam kelompok profesi. Kelompok yang paling dominan adalah masyarakat 1 nelayan. Menurut Kusumastanto dan Satria (2011), terdapat 8.090 Desa di kawasan pesisir yang di dalamnya terdapat sekitar 16 juta jiwa yang bekerja di berbagai pekerjaan dimana 4 juta jiwa diantaranya adalah nelayan. Masyarakat nelayan menopang kehidupannya dengan mengandalkan pemanfaatan sumberdaya perikanan laut khususnya dengan usaha penangkapan. Dengan sifat sumberdaya perikanan laut yang open acces, yaitu sifat dimana sumberdaya itu dapat dimanfaatkan oleh siapa saja dan kapan saja, maka besarnya sumberdaya yang dapat dimanfaatkan oleh nelayan sangat bergantung dari kemampuan nelayan itu sendiri. Hal ini yang kemudian menyebabkan sebagian besar kehidupan nelayan di Indonesia berada di bawah garis kemiskinan sedangkan kenyataannya Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya perikanan laut. Kemiskinan masyarakat nelayan merupakan muara dari berbagai keterbatasan penguasaan modal yang dimilikinya. Dalam konsep livelihood (penghidupan), terdapat lima komponen modal yaitu Human Capital (modal manusia), Natural Capital (modal alam), Physical Capital (modal fisik), Social Capital (modal sosial) dan Financial Capital (modal ekonomi atau keuangan). Dari berbagai kajian yang telah banyak dilakukan pada masyarakat nelayan ditemukan bahwa masyarakat nelayan di Indonesia memiliki ketertinggalan pada berbagai aspek kehidupan. Menurut Kusnadi (2003) dalam Belda dan Christanto (2012) masyarakat nelayan merupakan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal secara ekonomi, sosial (khususnya dalam hal akses pendidikan dan layanan kesehatan) serta kultural dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Kondisi masyarakat 2 pesisir atau masyarakat nelayan diberbagai kawasan pada umumnya ditandai oleh adanya beberapa ciri, seperti kemiskinan, keterbelakangan sosial-budaya, rendahnya sumber daya manusia (SDM) karena sebagian besar penduduknya hanya lulus sekolah dasar atau belum tamat sekolah dasar, dan lemahnya fungsi dari keberadaan Kelompok Usaha. Kemiskinan masyarakat pesisir merupakan akumulasi dari berbagai faktor mulai dari faktor perubahan alam seperti musim dan kondisi sumberdaya alam hingga faktor sosial budaya seperti kuatnya sistem patron-klien serta faktor kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada mereka. Menurut Kusnadi (2003:7-8), permasalahan lain yang menjadi akar kemiskinan masyarakat nelayan adalah sifatnya yang sangat tergantung pada kegiatan penangkapan ikan serta rendahnya keterampilan nelayan melakukan diversivikasi kegiatan penangkapan dan keterikatan kuat pada pengoperasian satu jenis alat tangkap. Sobari et al. (2010) dalam Rosyid (2013) menjelaskan bahwa kondisi ekonomi sosial masyarakat nelayan sangat dipengaruhi oleh kondisi alam dan produktivitas sumberdaya dimana mereka mencari nafkah. Kondisi alam yang tidak menentu dengan adanya perubahan iklim dan musim mengakibatkan mereka selalu dihadapkan kepada ketidakpastian. Adanya musim paceklik, yang biasanya disebut sebagai baratan dan terjadi selam 3 – 4 bulan, dimana hasil tangkapan sangat sedikit memaksa nelayan (khususnya nelayan kecil) untuk tidak melaut. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari harinya mereka bergantung pada pinjaman pada Pembina (nelayan besar/ Juragan) yang membuat nelayan kecil tidak bisa beranjak dari jeratan sistem Patron-Klien. 3 Selain kemiskinan, stratifikasi sosial ekonomi juga menjadi dinamika yang khas dalam masyarakat nelayan. Ada banyak penggolongan yang ada di masyarakat nelayan, menurut Kusnadi (2003), penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan dapat dilihat dari tiga aspek yaitu (1) dari aspek penguasaan alat – alat tangkap (produksi), nelayan bisa digolongkan menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. (2) Dari aspek skala investasi modal usaha, nelayan dibedakan menjadi nelayan besar dan nelayan kecil. (3) Dari aspek penguasaan teknologi peralatan penangkapan, ada nelayan modern dan nelayan tradisional. Perbedaanperbedaan tersebut membawa implikasi pada tingkat pendapatan dan kemampuan atau kesejahteraan sosial- ekonomi (Krisnawati, 2004). Hasil penelitian Widodo (2009) dimana obyek penelitiannya adalah dua Desa dengan latar belakang etnis Jawa dan Madura menunjukan bahwa meskipun secara sosial ekonomi stratifikasi yang terjadi tidak jauh berbeda, akan tetapi di Desa dengan mayoritas masyarakat Jawa stratifikasi sosial ekonomi lebih mengarah pada aspek kekuasaan dan ekonomi, sedangkan pada etnis Madura stratifikasi cenderung didasarkan pada nilai- nilai agama. Kabupaten Lampung Timur secara administratif termasuk dalam wilayah propinsi Lampung yang secara geografis berada di sisi timur dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Kabupaten lampung timur memiliki kawasan pesisir yang cukup luas mencakup dua kecamatan yaitu kecamatan Labuhan Maringgai dan Kecamatan Pasir Sakti. Menurut data Bappeda dalam RTRW Kabupaten Lampung Timur tahun 2011, Kabupaten Lampung Timur memiliki garis pantai sepanjang 108 km. Dengan areal laut teritorial kabupaten sejauh 4 mil ketengah laut dari pulau terluar. Luasan laut Kabupaten Lampung Timur adalah 1.152 km2. 4 Terdapat beberapa sentra nelayan yang ada di Lampung Timur diantaranya Kawasan Pesisir Kuala Penet, Kawasan PPP Muara Gading Mas dan Kawasan Nelayan Pasir Sakti. Kawasan Pesisir Kuala Penet terdiri dari beberapa Desa, menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur, terdapat lima Desa dimana sebagian masyarakatnya menggantungkan hidupnya sebagai nelayan dengan rincian sebagai berikut : Tabel 1. 1 Jumlah Rumah Tangga Perikanan menurut Desa di Kawasan Pesisir Kuala Penet Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Kepala Rumah No Nama Desa Penduduk Kapal Keluarga Tangga (Jiwa) (Buah) (KK) Nelayan (RTP) 1 Margasari 7536 1.894 946 546 2 Suko Rahayu 2178 769 272 51 3 Sri Gading 5646 1.645 55 17 4 Karang Anyar 6030 1.731 98 65 5 Sri Mino Sari 5038 1.543 28 18 JUMLAH 18.892 7.582 1.399 697 Sumber : Data DKP Lampung Timur 2013 Penelitian ini dilakukan di dua Desa di Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur, yaitu Desa Margasari dan Desa Sukorayu, yang sebagian besar penduduknya merupakan nelayan. Masyarakat nelayan di Desa Margasari dan Desa Sukorahayu didominasi oleh 4 (empat) kelompok nelayan, yaitu nelayan Jaring Rajungan, Nelayan Bagan Tancap, Nelayan Jaring Dogol dan Nelayan Sondong serta terdapat beberapa nelayan dengan beberapa macam alat tangkap lainnya. Seperti halnya masyarakat nelayan lainnya di Indonesia, masyarakat nelayan di Desa Margasari dan Desa Sukorahayu menghadapi berbagai masalah baik ekonomi maupun sosial. Perkampungan yang kumuh dan rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan merupakan salah satu indikasi dari tingginya 5 kemiskinan dalam masyarakat nelayan Desa Margasari dan Sukorahayu. Sedangkan hanya mengandalkan laut sebagai satu-satunya sumber penghidupan mengindikasikan adanya keterbatasan penguasaan modal, baik modal manusia, modal fisik maupun finansial dari masyarakat nelayan yang menyebabkan mereka sulit keluar dari jeratan kemiskinan. 1.2 Perumusan Masalah Kawasan pesisir di Indonesia merupakan ruang wilayah yang kaya akan sumberdaya sekaligus memiliki kerentanan yang tinggi. Masyarakat nelayan merupakan salah satu kelompok masyarakat yang kehidupannya bergantung pada pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Kehidupan masyarakat nelayan di Indonesia pada umumnya masih di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan berbagai literatur dan studi sosial tentang masyarakat nelayan, faktor keterbatasan modal (Asset) dan kemampuan yang menyebabkan kurang optimalnya masyarakat nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut. Selain keterbatasan tersebut, nelayan juga dihadapkan pada berbagai permasalahan di antaranya ketidakpastian hasil tangkapan yang diakibatkan oleh faktor alam baik musim, cuaca serta ketersediaan sumberdaya ikan itu sendiri di alam. Hal ini sangat berpengaruh langsung terhadap penghidupan masyarakat nelayan, misalnya pada saat musim baratan dimana gelombang dan angin cukup bersahabat serta ketersediaan sumberdaya ikan melimpah, nelayan bisa mendapatkan hasil yang cukup melimpah. Akan tetapi sebaliknya pada musim timuran, kebanyakan nelayan tidak dapat melaut sama sekali. Lokus penelitian, secara administratif adalah dua buah desa yang berbeda, akan tetapi keduanya berada dalam sebuah wilayah pesisir yang sama yang lebih 6 dikenal sebagai Kuala Penet. Seperti halnya masyarakat yang berada di kawasan pesisir lain, masyarakat nelayan yang ada di kawasaan Kuala Penet sangat bergantung pada pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Terdapat 4 (empat) kelompok nelayan yang paling dominan ada di kawasan pesisir Kuala Penet berdasarkan jenis alat tangkapnya yaitu, kelompok nelayan rajungan, nelayan bagan, nelayan dogol dan nelayan sondong. Selain perbedaan alat tangkap, terdapat perbedaan yang ada di antara keempat kelompok tersebut mulai dari permukiman, pola aktivitas yang dilakukan, hingga tingkat kesejahteraan rumahtangganya. Berdasarkan penelitian pendahuluan, terlihat adanya kecenderungan bahwa nelayan rajungan merupakan nelayan dengan kesejahteraan rumahtangga yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya. Sebaliknya, rumahtangga nelayan dogol memiliki kecenderungan lebih sejahtera dibanding kelompok nelayan lain. Perbedaan penguasaan terhadap modal, baik modal fisik maupun modal finansial diduga mengakibatkan timbulnya perbedaan tingkat kesejahteraan di antara kelompok nelayan tersebut. Nelayan dogol, sebagai kelompok nelayan dengan modal paling besar memiliki jenis kapal dan alat tangkap yang lebih modern sehingga memiliki jangkauan yang lebih jauh dan mendapatkan hasil yang lebih besar. Sebaliknya nelayan rajungan dengan jenis kapal yang lebih kecil dan alat tangkap yang jauh lebih sederhana dan tradisional cenderung memiliki penghasilan yang lebih kecil. Berdasarkan uraian di atas, bahwa dalam Kawasan Pesisir Kuala Penet terdapat 4 (empat) kelompok nelayan dengan jenis alat tangkap dan tingkat 7 kesejahteraan yang berbeda. Permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai sebuah rumusan pertanyaan yang akan diangkat dan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana pola aktivitas masyarakat nelayan di Kawasan Kuala Penet (Desa Margasari dan Desa Sukorahayu) dalam usahanya memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut untuk kelangsungan hidupnya? 2) Bagaimana karakterisitik penghidupan (livelihood) dan bagaimana bentuk strategi penghidupan (Livelihood strategy) yang dilakukan rumahtangga nelayan di Kawasan Kuala Penet? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka beberapa tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Mengetahui dan memahami pola aktivitas masyarakat nelayan di Kawasan Kuala Penet (Desa Margasari dan Desa Sukorahayu) dalam usahanya memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut untuk kelangsungan hidupnya. 2) Mengetahui dan memahami karakterisitik penghidupan (livelihood) dan bagaimana bentuk strategi penghidupan (Livelihood strategy) yang dilakukan rumahtangga nelayan di Kawasan Kuala Penet. 1.4 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan ada beberapa manfaat yang diperoleh, diantaranya: 1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang pemanfaatan sumberdaya pesisir serta karakteristik dan strategi penghidupan kelompok 8 masyarakat atau komunitas yang hidup bergantung pada sumberdaya tersebut dalam hal ini adalah masyarakat nelayan. 2. Menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam upaya pemberdayaan masyarakat pesisir khususnya masyarakat nelayan di Kawasan Kuala Penet. 3. Menjadi tambahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan strategi penghidupan dan ilmu sosial ekonomi kemasyarakatan khususnya tentang pemberdayaan masyarakat nelayan dalam usaha pemanfaatan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis membahas mengenai pola- pola pemanfaatan sumberdaya pesisir oleh masyarakat pesisir dalam rangka mempertahankan keberlangsungan kehidupan mereka. Oleh sebab itu di dalam tulisan ini juga dibahas tentang bagaimana karakteristik penghidupan (livelihood) dan strategi penghidupan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan dan keterkaitannya dengan pola pemanfaatan sumberdaya pesisir, khususnya dalam aktifitas penangkapan ikan sebagai aktifitas pokok masyrakat nelayan. Penelitian ini berfokus pada masyarakat nelayan yang ada di Kabupaten Lampung Timur, khususnya di Kawasan Kuala Penet yang secara administratif berada di Desa Margasari dan Desa Sukorahayu. Penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif serta metode gabungan antara kualitatif dan kuantitatif. Febriana (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi Penghidupan Petani Ikan Dalam Menghadapi Resiko dan Ketidakpastian Usaha Budidaya Ikan Kasus Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten”, dengan pendekatan deduktif 9 kualitatif dan jenis penelitian deskriptif, menekankan pada perbedaan aset dan strategi penghidupan (livelihood) petani ikan di Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten pada skala usaha yang berbeda. Dimana perbedaan skala usaha ini menyebabkan variasi strategi yang dilakukan petani ikan. Petani ikan skala mikro memilih strategi meminimalkan resiko dengan memanfaatkan jejaring sosial dengan sistem bagi hasil. Petani ikan skala menengah dan besar memilih strategi yang lebih berani mengambil resiko demi mendapatkan hasil yang lebih banyak. Belda (2012) dengan penelitian yang berjudul “Strategi Penghidupan Nelayan Dalam Peningkatan Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Sasak Ranah Pasisie dan Sungai Beremas”, menggunakan pendekatan penelitian deduktif kualitatif, memperoleh hasil bahwa masyarakat di kedua kecamatan wilayah penelitian yang dilakukan, terdapat tiga kategori nelayan yaitu nelayan buruh, nelayan pemilik sumberdaya dan juragan. Strategi pada nelayan buruh adalah strategi survival yaitu dengan diversivikasi pekerjaan/usaha dan penghematan. Sedangkan nelayan pemilik sumberdaya menggunakan strategi konsolidasi yaitu dengan modernisasi alat tangkap, diversivikasi usaha, memperluas jejaring kerja dan pemanfaatan sumberdaya secara maksimal. Strategi pada Juragan adalah strategi akumulasi dengan investasi berupa pembuatan kapal, lahan perkebunan, pinjaman pada nelayan serta investasi pada sumberdaya (kekayaan) yang ada. Selain penelitian- penelitian di atas, masih terdapat beberapa penelitian seperti terangkum dalam tabel berikut ini : 10 Tabel 1.2 Daftar Penelitian tentang Strategi Penghidupan dan yang bertema Strategi Penghidupan Nelayan sebelumnya. Nama No Judul Metode Hasil dan Kesimpulan Peneliti 1 2 1 Anis Veranita Febriana (2012) 2 Febroza Belda (2012) 3 4 5 Strategi Penghidupan Petani Ikan Dalam Menghadapi Resiko dan Ketidakpastian Usaha Budidaya Ikan Kasus Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten Strategi Penghidupan Nelayan Dalam Peningkatan Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Sasak Ranah Pasisie dan Sungai Beremas Penelitian menggunakan pendekatan deduktif kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini menekankan pada perbedaan aset dan strategi penghidupan (livelihood) pada skala usaha petani ikan yang berbeda. Dimana perbedaan skala usaha ini menyebabkan variasi strategi yang dilakukan petani ikan. Petani ikan skala mikro memilih strategi meminimalkan resiko dengan memanfaatkan jejaring sosial dengan sistem bagi hasil. Petani ikan skala menengah dan besar memilih strategi yang lebih berani mengambil resiko demi mendapatkan hasil yang lebih banyak. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deduktif kualitatif dengan survei, wawancara terstruktur, indepth interview dan observasi. Dalam penghidupan nelayan terdapat lima aset yang berpengaruh yaitu modal natural, modal fisik, modal manusia, modal finansial dan modal sosial. Kepemilikan kelima aset tersebut mempengaruhi strategi yang digunakan masyarakat nelayan. Masyarakat di kedua kecamatan wilayah penelitian ini, nelayan dibagi menjadi tiga kategori yaitu nelayan buruh, nelayan pemilik sumberdaya dan juragan. Strategi pada nelayan buruh adalah strategi survival yaitu dengan diversivikasi pekerjaan/usaha dan penghematan. Sedangkan nelayan pemilik sumberdaya menggunakan strategi konsolidasi yaitu dengan modernisasi alat tangkap, diversivikasi usaha, memperluas jejaring kerja dan pemanfaatan sumberdaya secara maksimal. Strategi pada Juragan adalah strategi akumulasi dengan investasi berupa pembuatan kapal, lahan perkebunan, pinjaman pada nelayan serta investasi pada sumberdaya (kekayaan) yang ada. 11 3 A. Setiawan Dwi Putranto Utomo (2011) Strategi Pertahanan Hidup Para Nelayan Di Dalam Memenehi Kebutuhan Hidup di Desa Marimbati, Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara Penelitian kualitatif dengan pendekatan eksploratif dengan analisa data secara induktif. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa beberapa strategi yang dikembangkan masyarakat nelayan untuk bertahan hidup adalah dengan 1). Mengupayakan adanya peningkatan pendapatan dengan adanya penghasilan tambahan (nafkah ganda), 2). Peningkatan modal kerja melalui upaya kerjasama dengan pihak bank; 3). Menignkatkan jenis alat tangkap agar nelayan mampu melakukan aktifitas penangkapan dengan jangkauan yang lebih luas; 4). Peningkatan sumberdaya masyarakat pesisir maupun nelayan dengan adanya pelatihan dan kursus – kursus kilat dalam bidang penangkapan. La Ode Hane (2011) Strategi Penghidupan Masyarakat Pendatang Asal Ambon dalam Pemenuhan Kebutuhan Rumah Tangga di Kelurahan Masiri Kecamatan Batauga Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara Metode yang digunakan adalah metode surveu dengan wawancara terstruktur dan menggunakan kuisioner serta melakukan observasi lapangan. Analisis data dengan kuantitatif serta analisis kualitatif. Masyarakat pendatang di Kelurahan Masiri Kecamatan Batauga mengembangkan strategi pemanfaatan sumberdaya laut sebagai nelayan dan petani, strategi pemanfaatan modal sosial dengan gotong royong, strategi usaha non pertanian dengan usaha sendiri serta strategi pemanfaatan modal usaha untuk budidaya sayur mayur. Faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi penghidupan adalah umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan tambahan dan keterampilan yang dimiliki. 12 5 Kationo Udin Pola Penghidupan (2009) Masyarakat di Daerah PerDesaan Pada Strata Ekonomi Yang Berbeda Kasus Desa Karang Jaya Kabupaten Buru Penelitian ini menggunakan metode survei dan dianalisa dengan analisa statistik kuantitaif serta diperdalam dengan analisa kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah deduktif. Hasil penelitian menunjukan ada tiga tingkatan strata rumahtangga yaitu strata ekonomi lemah, ekonomi menengah dan ekonomi kuat, dimana pada setiap strata rumah tangga tersebut menerapkan strategi yang berbeda- beda. Pada strata ekonomi lemah, hasil penelitian menunjukan sebagian besar menerapkan strategi pemanfaatan sumberdaya rumah tangga untuk meningkatkan hasil pertanian. Sementara strata ekonomi menengah menerapkan strategi pemanfaatan sumberdaya rumahtangga, diversivikasi pekerjaan dan optimalisasi hasil pertanian. Sedangkan strata ekonomi kuat lebih fokus pada strategi investasi modal usaha Sebagai faktor penentu dalam penerapan strategi di atas adalah ketersediaan modal fisikal dan finansial yang berbeda dari segi dominasi kepemilikan pada setiap strata ekonomi. 6 Slamet Widodo (2009) Metode Penelitian ini Studi Kasus (multi kasus) dengan membandingkan dua Desa Pesisir yaitu Desa Karang Agung Kabupaten Tuban dan Desa Kwanyar Barat Kabupaten Bangkalan Madura dengan latar belakang etnis Kedua Desa mempunyai persamaan pada tipe ekologi yang merupakan Desa di daerah pesisir. Hal ini menyebabkan tipe ekonomi produksi masyarakatnya juga hampir sama. Struktur sosial kedua Desa juga tidak berbeda jauh. Pelapisan sosial di Desa Karang Agung lebih mengarah pada aspek kekuasaan dan ekonomi, sedangkan Desa Kwanyar Barat pelapisan yang terjadi didasarkan pada nilai-nilai agama. Faktor penyebab kemiskinan di dua Desa kasus juga hampir sama yaitu rendahnya akses terhadap modal terutama modal finansial. Akses yang terbatas terhadap modal finansial menyebabkan nelayan tidak mampu mengakses modal fisi berupa teknologi penangkapan yang lebih modern. Kondisi di Kwanyar Barat semakin diperparah dengan adanya konflik perebutan sumber daya dengan nelayan dari daerah lain. Konflik ini menyebabkan nelayan Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin Di Daerah Pesisir Kasus Dua Desa di Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bangkalan Propinsi Jawa Timur 13 berbeda yaitu Jawa dan Madura. tidak bisa pergi melaut dengan aman. Strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan miskin terdiri dari strategi ekonomi dan strategi sosial. Strategi ekonomi dilakukan dengan cara melakukan pola nafkah ganda, pemanfaatan tenaga kerja rumah tangga dan migrasi. Sedangkan strategi sosial dilakukan dengan memanfaatkan ikatan kekerabatan yang ada. Kelembagaan kesejahteraan tradisional juga mempunyai peran yang penting bagi rumah tangga miskin dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 14