1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kehadiran

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Kehadiran media massa dan media lainnya yang berkembang sangat cepat
membuat persaingan semakin ketat dan konsumen bebas untuk memilih produkproduk yang mereka butuhkan atau inginkan. Hal ini memaksa produsen bersikap
untuk lebih serius dalam memperbaiki kualitas produk, barang dan jasa sehingga
memenuhi kebutuhan dan keinginan dari konsumen.
Semua organisasi modern-baik bisnis maupun nirlaba mulai menggunakan
berbagai bentuk komunikasi pemasaran untuk mempromosikan apa saja yang
mereka tawarkan dan mencapai tujuan mereka. Bentuk utama dari komunikasi
pemasaran meliputi iklan, tenaga penjualan, papan nama toko, display di tempat
pembelian, kemasan produk, direct mail, sampel, produk gratis, kupon, publisitas,
dan alat-alat komunikasi lainnya yang diprediksikan dapat meningkatkan
penjualan. Aktivitas-aktivitas yang disebutkan itu merupakan komponen promosi
dalam bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari 4P yaitu product,
price, place, dan promotion.
Salah satu hal yang paling gencar dilakukan oleh produsen dalam
memperebutkan perhatian konsumen adalah dengan adanya iklan (advertising)
yang ditayangkan melalui media massa. Iklan sendiri merupakan bagian dari
strategi promosi yang terdiri dari periklanan, promosi penjualan, PR & publicity,
direct selling & personal selling.
1
2
Iklan sudah dikenal dalam sejarah peradaban manusia, yakni sebelum
Gutenberg menemukan system percetakan pada tahun 1450. Pada masa itu, iklan
ditujukan untuk membantu kelancaran jual beli dalam masyarakat dengan system
berantai atau disebut sebagai the word of mouth. Kemudian bentuk iklan
mengalami perkembangan yang cukup signifikan setelah ditemukannya mesin
cetak pada tahun 1450 dimana iklan kemudian lebih banyak digunakan untuk
tujuan komersial. Hingga saat ini, iklan menjadi bagian
yang nyaris tak
terpisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari.
Sebagai konsumen, kita semua adalah sasaran iklan, yang mengisi hampir
setiap waktu dari kehidupan manusia. Perkembangan dunia perekonomian yang
pesat ikut pula mendorong periklanan sebagai sarana pendukung yang sangat
penting dalam kegiatan dunia bisnis khususnya pemasaran.
Periklanan
merupakan
salah
satu
sarana
bagi
perusahaan
dalam
mengkomunikasikan produknya, baik berupa barang maupun jasa kepada
konsumen, sehingga iklan berperan dalam menentukan berhasil tidaknya sebuah
produk di mata konsumen. Iklan menjadi media komunikasi antara perusahaan
dengan konsumen, dengan tujuan agar konsumen dapat mengerti pesan yang
disampaikan.
Periklanan merupakan salah satu aspek komunikasi pemasaran perusahaan.
Perusahaan menggunakan periklanan dengan tujuan melakukan komunikasi
secara persuasif terhadap masyarakat yang menjadi target. Salah satu media
periklanan yang efektif untuk menyampaikan suatu pesan adalah media televisi.
Media audio visual televisi dinilai sebagai media yang paling berhasil dalam
3
menyebarkan informasi atau cerita dibandingkan dengan media komunikasi
lainnya (Sumartono, 2002). Televisi menawarkan kepada perusahaan sebuah
gambar audio visual yang dapat menjangkau konsumen potensial produk yang
diiklankan.
Hingga saat ini, televisi merupakan media periklanan yang paling
mendominasi. Berdasarkan catatan Tempo, data Nielsen Media Research (AC
Nielsen Indonesia) menyebutkan bahwa stasiun televisi masih menempati urutan
teratas dalam perolehan belanja iklan dari perusahaan-perusahaan di Tanah Air.
“Siaran televisi rata-rata menyelinapkan iklan setiap 15 menit sekali” 1. Tidak
peduli program yang ditayangkan berupa berita, sinetron, atau film India, iklan
akan tetap masuk. Berdasarkan pantauan Advertising Information Servicer
Nielsen Media Research, belanja iklan pada semester pertama 2006 mencapai Rp
13,636 triliun. “Jika dibandingkan dengan semester yang sama tahun 2005 yang
mencapai Rp 11,826 triliun, belanja iklan di semester pertama tahun 2006 naik 15
persen2”, dan “tahun ini diprediksi naik 15 persen lagi3”.
Menurut Lowe Indonesia, “pertumbuhan belanja iklan di Indonesia
merupakan kedua tertinggi setelah Cina4”. Kenyataan akan perkembangan iklan
televisi yang demikian pesat cukup membuat perusahaan, sebagai komunikator,
berpikir keras sebelum mereka meluncurkan iklannya melalui media. Beberapa
permasalahan juga perlu dipertimbangkan. Iklim persaingan yang begitu ketat
1
Nugraha, 2003, para. 5
Cakram magazine, September 2006, para.2
3
Riyanto, 2007, para. 6
4
Khairunnisa, 2005, para. 2
2
4
menuntut para kreator iklan, media, dan perusahaan melakukan inovasi dalam
merancang dan mengemas pesan yang akan mereka lontarkan.
Belum lagi pertimbangan kondisi pasar yang akan dituju. Tidaklah terlalu
sulit untuk menciptakan iklan, bila produk yang dihasilkan ’unik’ dan hanya satusatunya di dunia. Situasi menjadi berbeda bila sebuah perusahaan akan memasuki
pasar yang sudah demikian saturated (jenuh), dimana setiap produk akan bersaing
dengan produk lain dalam kategori yang sama. Proses komunikasi yang terjadi
didalamnya pun adalah transaksional, melibatkan aktivitas saling tukar-menukar
ide dan gagasan diantara orang-orang yang terlibat. Setiap orang didalamnya
dapat saling mempengaruhi, walaupun kecil, baik melalui komunikasi verbal
maupun non verbal. Perusahaan tidak dapat mendeteksi perilaku komunikasi yang
terjadi.
Tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan saat ini justru datang dari
audience¸ pihak yang menjadi target sasaran iklan mereka. Sebanyak 53 persen
audience televisi di Indonesia mengganti saluran ketika televisi memasuki
tayangan iklan sedangkan sebagian besar lainnya mencoba mengisi dengan
melakukan aktivitas lain. “Mereka menilai iklan televisi terlalu membosankan”5.
Hasil riset yang dilakukan oleh AGB Nielsen Media Research sepanjang 2006
juga menunjukkan gejala yang sama. AGB Nielsen sendiri belum lama melansir
hasil riset tersebut. Mereka menyatakan, “lamanya penayangan serta banyaknya
jumlah iklan yang ditayangkan dalam satu periode membuat penonton merasa
5
Khairunnisa, 2005, para. 1
5
bosan6”. Hasil riset diatas menjadi peringatan bagi para pengusaha iklan di
Indonesia. Itu sebabnya, kini perusahaan mulai berpikir ulang. Untuk menghindari
penonton memalingkan wajahnya, perusahaan sekarang mengubah strategi dalam
menayangkan iklannya.
Sudah saatnya perusahaan-perusahan mencari cara yang lebih kreatif, simpel
dan mengena dalam menyampaikan pesan dan berkomunikasi dengan audiencenya. Seorang pakar periklanan Amerika Serikat asal Inggris, David Ogilvy,
berkata “It is not creative unless its sells” 7. Betapapun hebatnya sebuah
periklanan, iklan tersebut tidak bisa dikatakan “kreatif” apabila tidak berhasil
menjual. ‘Menjual’ tidak selalu harus berarti transaksi yang berhubungan dengan
uang. Dalam konteks bahasa Inggris, iklan dianggap berhasil (the message well
sold), bila pesan dalam iklan tersebut berhasil ditangkap oleh sasaran, dipahami,
bahkan dipercaya (the message have got across).
Berbagai macam tuntuntan, syarat, dan ketentuan itu yang membuat para
kreator iklan seringkali mengalami jalan buntu, dan menggunakan jalan pintas
yaitu dengan menggunakan subjek atau obyek yang sudah pasti disukai
kebanyakan orang seperti unsur humor, dramatisasi, sex, agama, dan hal-hal yang
kontroversial. Untuk itu dibentuklah beberapa jenis badan pengawas periklanan
seperti BPP, PPPI, dan juga Badan Sensor Film yang turut membantu melakukan
seleksi terhadap semua iklan yang dibuat oleh kreatif iklan. Salah satu bentuk
pengawasan yang dilakukan adalah dengan menerbitkan buku Etika Pariwara
6
7
Riyanto, 2007, para. 1
Madjadikara, 2005, p. 63
6
Indonesia yang merupakan intisari dan rangkuman hukum-hukum dan pasal yang
mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan etika-etika periklanan.
Namun buku pedoman
dan badan pengawas seringkali tidak mampu
membatasi ide-ide yang dimiliki oleh para kreator iklan yang seringkali out-ofmind dan tidak terbatas sehingga pada akhirnya iklan tersebut menjadi out of
control atau bahkan out of topic.
Banyak unsur-unsur pelanggaran yang dilakukan oleh kreatif periklanan di
Indonesia. Namun seringkali pelanggaran tersebut disemukan oleh berbagai hal
sehingga seolah-olah iklan tersebut berada pada jalur yang benar.
Salah satu iklan yang paling gencar persaingannya adalah iklan-iklan
provider kartu selular yang seringkali menampilkan konten yang menyinggung
provider lain secara vulgar dan tidak mematuhi etika yang ada. Salah satu
provider yang tersebut adalah Esia dari PT Bakrie Telecom yang merupakan salah
satu provider kartu CDMA. Esia meluncurkan program Esia baru yang dinamai
Esia BisPak. Esia BisPak merupakan sebuah program dimana pengguna Esia bisa
menggunakan tariff GSM yang diinginkan.
Indikator analisa yang dilakukan pada kasus ini meliputi berbagai hal antara
lain mengenai penggunaan nama program dari Esia yaitu Esia Bispak dan
penggunaan karakter dan nama kompetitor provider lain antara lain IM3 yang
diubah menjadi I’m Sri, Mentari yang diubah menjadi Matahari, Bebas yang
diubah menjadi Bablas, Simpati yang diubah menjadi Simpatik, dan AS yang
diubah menjadi ASal.
7
Selain itu, terdapat juga penggunaan kata BisPak yang merupakan salah satu
program promosi PT Bakrie Telecom. Kata BisPak yang merupakan singkatan
dari Bisa Pake merupakan kata yang sudah familiar di telinga masyarakat
Indonesia yang berhubungan dengan prostitusi dan pelacuran. Secara umum
reaksi yang tidak setuju dan keberatan karena mengangap Bispak berkonotasi
negative dan kurang mendidik masyarakat luas. Ada juga yang berpendapat
slogan atau tag lines ini kurang pas diluncurkan saat masyarakat sedang
melaksanakan ibadah puasa. Para pengamat juga mengkhawatirkan strategi slogan
Bispak ini akan mendapat counter dan balasan dari operator lainnya, dan
dikhawatirkan hal ini semakin memicu persaingan bisnis seluler semakin sengit.
Persaingan yang semakin sengit, akan memicu kebingungan konsumen dalam
memilih produk yang sesuai kebutuhan dan pada akhirnya terjebak pada janji-janji
ikan, dan konsumen yang kembali dirugikan.
Untuk itu peneliti akan melakukan analisa mengenai iklan Esia Bispak dan
sebagai bahan acuan utama yang digunakan adalah buku pedoman Etika
Periklanan Indonesia (EPI) yang merupakan salah satu buku penting yang
mengawasi periklanan di Indonesia. Buku ini digunakan sebagai bahan acuan
pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT Bakrie Telecom selaku pemilik brand
Esia dan program Esia Bispak. Namun di luar itu peneliti juga melakukan analisa
dari sudut pandang etika periklanan lain.
Oleh karena itu dirasa untuk mengupas lebih lanjut mengenai “Analisa AspekAspek Iklan Esia Bispak (PT. Bakrie Telecom) Berdasarkan Sudut Pandang Etika
Periklanan”.
8
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalah yang telah diuraikan di atas maka dapat
didefinisikan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana Aspek-Aspek Etika dalam Iklan Esia Bispak (PT.Bakrie Telecom)?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek-aspek
etika dalam iklan Esia Bispak yang dibuat oleh PT Bakrie Telecom selaku pemilik
brand Esia dalam iklan Esia Bispak.
1.4 Signifikasi Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua manfaat yang diberikan oleh peneliti yaitu
1.4.1 Signifikasi Akademis
1. Sebagai bahan acuan/referensi untuk masa yang akan datang bagi
yang melaksanakan penelitian dibidang yang sama.
2. Sebagai pengujian dan pembuktian pelanggaran-pelanggaran
yang luput dari perhatian masyarakat yang dilakukan oleh
pengiklan.
1.4.2 Signifikasi Praktis
1.
Perusahaan
Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan khususnya PT
Bakrie Telecom agar menggunakan creative yang lebih
memperhatikan etika periklanan yang ada.
9
2.
Pihak Terkait
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah
pengetahuan dan bahan pertimbangan lainnya yang mungkin
digunakan untuk penelitian lebih lanjut khususnya tentang
pelanggaran-pelanggaran etika periklanan di Indonesia.
3.
Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini dapat dijadikan salah satu bidang literatur dan
perbandingan untuk penelitian lainnya terutama penelitianpenelitian
periklanan.
yang
berhubungan
dengan
pelanggaran
etika
Download