BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Kemampuan Komunikasi Matematis a. Pengertian Komunikasi Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin communis, yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar kata communis adalah communico, yang artinya berbagi. Dalam hal ini, yang dibagi adalah pemahaman bersama melalui pertukaran pesan. Komunikasi sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris, communicate berarti bertukar pikiran, perasaan dan informasi. Sedangkan dalam kata benda (noun), communication berarti pertukaran simbol, pesan-pesan yang sama, dan informasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) disebutkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Sedangkan pengertian komunikasi menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut: 1. Menurut Liliweri (2007: 4), komunikasi proses pengalihan suatu makna dari satu sumber kepada penerima, proses tersebut merupakan suatu seri aktivitas, rangkaian atau tahap-tahap yang memudahkan peralihan maksud tersebut. 2. Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika memdefinisikan komunikasi sebagai proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. 3. Carl I. Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambanglambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang-orang lain (komunikan). 8 9 Dari beberapa definisi dari komunikasi yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan interaksi antara dua orang atau lebih dalam bentuk bahasa verbal, tulisan, dan sebagainya untuk mentransfer suatu informasi. b. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis Menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), standar proses dari pembelajaran matematika adalah bahwa setelah mendapat pembelajaran matematika siswa diharapkan mendapat kemampuan problem solving, reasoning dan proof, komunikasi, koneksi dan representasi. Komunikasi merupakan bagian penting dari pendidikan matematika sebab komunikasi merupakan sebuah jalan untuk berbagi ide dan mengklarifikasi pemahaman. Peressini dan Bassett (dalam NCTM, 1996: 63) berpendapat bahwa dengan komunikasi matematika maka tingkat kemampuan pemahaman siswa tentang konsep dan aplikasi matematika dapat lebih mudah dipahami. Hal ini berarti bahwa dengan adanya komunikasi matematika guru dapat lebih memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika. Sullivan dan Mousley (dalam Ansari, 2003: 17) mempertegas bahwa komunikasi matematis bukan sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, klarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis dan akhirnya melaporkan apa yang telah dipelajari. Baroody (dalam Abd.Qohar, 2011: 44) mengungkapkan bahwa komunikasi adalah kemampuan siswa yang dapat diukur melalui aspek-aspek: 1. Representasi (Representing) Representasi adalah menyatakan suatu masalah atau ide, ke dalam suatu diagram atau gambar. Membuat representasi berarti membuat bentuk yang lain dari ide atau permasalahan, misalkan suatu tabel direpresentasikan ke dalam bentuk diagram atau sebaliknya. Representasi dapat membantu anak 10 menjelaskan konsep atau ide dan memudahkan anak dalam mendapatkan strategi pemecahan masalah. 2. Mendengar (Listening) Kemampuan dalam mendengar topik-topik yang sedang didiskusikan akan berpengaruh pada kemampuan siswa dalam memberikan pendapat atau komentar. Mendengar secara cermat terhadap pertanyaan teman dalam suatu grup juga dapat membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika lebih lengkap ataupun strategi matematika yang lebih efektif. 3. Membaca (Reading) Proses membaca merupakan kegiatan yang kompleks, karena di dalamnya terkait aspek mengingat, memahami, membandingkan, menganalisis serta mengorganisasikan apa yang terkandung dalam bacaan. Dengan membaca seseorang bisa memahami ide-ide yang sudah dikemukakan orang lain lewat tulisan, sehingga dengan membaca terbentuklah satu masyarakat ilmiah matematis dimana antara satu anggota dengan anggota lain saling memberi dan menerima ide maupun gagasan matematis. 4. Diskusi (Discussing) Dalam diskusi siswa dapat mengungkapkan dan merefleksikan pikiranpikirannya berkaitan dengan materi pembelajaran. Siswa juga bisa menanyakan hal-hal yang tidak diketahui atau masih ragu-ragu. Kelebihan dari diskusi antara lain: (1) dapat mempercepat pemahaman materi pembelajaran dan kemahiran menggunakan strategi, (2) membantu siswa mengkonstruksi pemahaman matematik, (3) menginformasikan bahwa para ahli matematika biasanya tidak memecahkan masalah sendiri-sendiri tetapi membangun ide bersama pakar lainnya dalam suatu tim, dan (4) membantu siswa menganalisis dan memecahkan masalah secara bijaksana. 5. Menulis (Writing) Menulis merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran, dituangkan dalam media, baik kertas, komputer maupun media lainnya. Dengan menulis, siswa mentransfer 11 pengetahuannya ke dalam bentuk tulisan dan dapat menuntun siswa untuk menemukan tingkat pemahamannya. Ashari (dalam Ages Reno P, 2011: 17), menelaah kemampuan komunikasi matematis menjadi 2 aspek yaitu komunikasi lisan (talking) dan komunikasi tertulis (writing). Komunikasi tertulis dapat berupa penggunaan kata-kata, gambar, tabel dan sebagainya yang dapat menggambarkan proses berpikir siswa. Komunikasi tertulis juga dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan siswa dalam mengorganisasikan berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan, komunikasi lisan diungkap melalui intensitas keterlibatan siswa dalam kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran. Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis lisan menurut Ashari adalah : (1) siswa dapat menjelaskan kesimpulan yang diperolehnya, (2) siswa dapat memilih cara yang paling tepat dalam menyampaikan penjelasannya, (3) menggunakan tabel, gambar, model, dll untuk menyampaikan penjelasannya, (4) siswa dapat mengajukan suatu permasalahan atau persoalan, (5) siswa dapat menyajikan penyelesaian dari suatu permasalahan, (6) siswa dapat merespon suatu pernyataan atau persoalan dari siswa lain dalam bentuk argumen yang meyakinkan, (7) siswa dapat menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah serta informasi matematika, (8) siswa mengungkapkan lambang, notasi dan persamaan matematis secara lengkap dan tepat, (9) siswa mengajukan pertanyaan ketika ada sesuatu yang tidak dimengerti. Sejalan dengan beberapa pendapat para ahli di atas, National Council of Teachers of Mathematics (2000) menyatakan bahwa standar komunikasi matematis untuk siswa setingkat SMP adalah: 1. Membuat model dari suatu situasi melalui lisan, tulisan, benda-benda konkret, gambar, grafik, dan metode-metode aljabar, 2. Menyusun refleksi dan membuat klarifikasi tentang ide-ide matematika, 3. Mengembangkan pemahaman dasar matematika termasuk aturan-aturan definisi matematika, 12 4. Menggunakan kemampuan membaca, menyimak, dan mengamati untuk menginterpretasi dan mengevaluasi suatu ide matematika, 5. Mendiskusikan ide-ide, membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi, 6. Mengapresiasi nilai-nilai dari suatu notasi matematis termasuk aturanaturannya dalam mengembangkan ide matematika. Sedangkan aspek kemampuan komunikasi matematis siswa menurut Rafael A. Olivares (dalam Portia C. Elliott,1996) dapat dilihat dari: a. Kemampuan Gramatikal (grammatical competence) Kemampuan gramatikal adalah kemampuan siswa dalam memahami definisi dari suatu istilah matematika serta menggunakan simbol atau notasi matematika secara tepat. Adapun indikator kemampuan gramatikal sebagai berikut: 1) Merumuskan suatu definisi dari istilah matematika. 2) Menggunakan simbol/notasi, operasi matematika secara tepat. b. Kemampuan sosiolinguistik (sociolinguistic competence) Kemampuan sosiolinguistik dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam mengetahui permasalahan kultural atau sosial yang biasanya muncul dalam konteks permasalahan matematika. Permasalahan kultural dalam hal ini adalah permasalahan kontekstual dalam matematika. Siswa dilatih untuk mampu menyelesaikan permasalahan matematika yang menyangkut persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun indikator kemampuan sosiolinguistik sebagai berikut: 1) Menyatakan bahasa, simbol matematika dalam kalimat sehari-hari 2) Menyatakan permasalahan kehidupan sehari-hari dalam bahasa, kalimat atau simbol matematika 3) Menarik kesimpulan atas permasalahan yang diberikan 4) Membaca notasi matematika dengan benar. 13 c. Kemampuan strategis (strategic competence) Kemampuan strategis adalah kemampuan untuk merumuskan strategi yang akan digunakan dalam pemecahan masalah. Adapun indikator kemampuan strategis sebagai berikut: 1) Menuliskan informasi (apa yang diketahui, ditanyakan) dari permsalahan yang diberikan. 2) Mendeskripsikan strategi yang digunakan dalam pemecahan masalah. 3) Mengevaluasi proses yang telah dilakukan. d. Kemampuan diskusi (discourse competence) Kemampuan diskusi adalah salah satu kemampuan komunikasi matematika dimana siswa dituntut untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain dalam memecahkan suatu permasalahan. Kemampuan diskusi juga daat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam mengungkapkan dan menjelaskan secara verbal tentang suatu gagasan matematika. Adapun indikator kemampuan diskusi sebagai berikut: 1) Memberikan respon positif terhadap permasalahan yang muncul. 2) Membuat konjektur, pendapat dari permasalahan yang diberikan 3) Membuat soal/pertanyaan yang berkaitan dengan materi. Berdasarkan uraian di atas, kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide-ide matematika secara tertulis maupun lisan dengan menggunakan simbol, notasi, bahasa atau kalimat matematika. Aspek-aspek pencapaian kemampuan komunikasi matematis dalam penelitian ini adalah kemampuan gramatikal, sosiolinguistik, strategis, dan kemampuan diskusi seperti telah diungkapkan oleh Olivares. Adapun kriteria dan level skor untuk setiap aspeknya tertera pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kriteria dan Level Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan Olivares Aspek Kemampuan Level Kriteria Komunikasi Matematis Skor Merumuskan suatu definisi dengan tepat dan lengkap Menggunakan simbol/notasi dengan Kemampuan Gramatikal 3 tepat/sesuai, penulisannya benar dan tepat dalam mengoperasikan. 14 2 1 0 3 Kemampuan Sosiolinguistik 2 Merumuskan definisi dengan tepat tetapi kurang lengkap. Menggunakan simbol/notasi dengan benar, penulisannya kurang tepat tetapi dalam pengoperasiannya benar. Merumuskan definisi kurang tepat (ada beberapa bagian yang gagal diungkapkan), tidak lengkap (banyak kekurangan). Menggunakan simbol/notasi dengan benar, penulisan salah, operasi salah. Tidak mengetahui definisi dari istilah matematika. Tidak dapat menggunakan notasi/simbol matematika sebagaimana seharusnya. Menjelaskan bahasa/simbol matematika ke dalam kalimat sehari-hari dengan lengkap dan tepat (sesuai dengan maknanya). Mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika dengan tepat, penulisan benar, operasi benar. Menuliskan alasan untuk memperjelas penyelesaian dan memberikan kesimpulan pada akhir jawaban dengan tepat. Membaca notasi matematika dengan tepat, sesuai dengan maknanya dan lengkap. Menjelaskan bahasa/simbol matematika ke dalam kalimat sehari-hari dengan tepat tetapi kurang lengkap. Mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika dengan tepat tetapi penulisannya ada yang salah, operasi benar. Menuliskan alasan untuk memperjelas penyelesaian dengan tepat dan memberikan kesimpulan pada akhir 15 1 0 Kemampuan Strategis 3 jawaban tetapi tidak benar atau sebaliknya. Membaca notasi matematika tetapi kurang lengkap dan masih bisa dipahami Menjelaskan bahasa/simbol matematika dalam kalimat sehari-hari tetapi kurang tepat (ada banyak kekurangan). Mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika tetapi banyak kekurangan, penulisan banyak yang salah, tetapi dalam pengoperasian masih benar. Menuliskan alasan untuk memperjelas penyelesaian dan memberikan kesimpulan pada akhir jawaban tetapi tidak benar. Membaca notasi matematika tetapi banyak simbol-simbol yang tidak dimengerti. Menjelaskan bahasa/simbol matematika dalam kalimat sehari-hari tetapi salah sehingga maknanya tidak tersampaikan. Mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika tetapi salah (tidak sesuai dengan permintaan soal) Dapat memberikan kesimpulan tetapi tidak merefleksikan apa yang ditanyakan. Tidak dapat membaca simbol-simbol matematika sama sekali. Menuliskan informasi dari permasalahan yang diberikan dengan tepat dan lengkap. Strategi yang digunakan cocok dan sistematis, proses penyelesaian masalah yang ditulis jelas dan lengkap. Dapat memberikan dugaan atas permasalahan yang diberikan dengan tepat, dapat membuktikannya dengan lengkap dan alasan yang rasional. 16 2 1 0 3 Kemampuan Diskusi 2 Menuliskan informasi dari permasalahan yang diberikan dengan tepat tetapi kurang lengkap. Strategi yang digunakan cocok dan sistematis, proses penyelesaian masalah yang ditulis jelas tetapi kurang lengkap. Dapat memberikan dugaan atas permasalahan yang diberikan dengan tepat tetapi dalam membuktikan dan memberikan alasan kurang lengkap tetapi masih bisa dipahami. Menuliskan informasi dari permasalahan yang diberikan tetapi banyak kekurangan. Stategi yang dituliskan cocok, proses penyelesaian masalah yang dituliskan salah. Dapat memberikan dugaan atas permasalahan yang diberikan dengan tepat tetapi dalam pembuktiannya alasan yang diberikan tidak masuk akal. Menuliskan informasi dari permasalahan yang diberikan tetapi tidak tepat. Strategi yang dituliskan tidak memungkinkan dan sulit dimengerti. Memberikan dugaan yang salah dan buktinya pun salah. Respon/tanggapan yang diberikan tepat, lengkap dan tidak meragukan. Memberikan pendapat/gagasan dengan jelas, logis dan lengkap Memberikan pertanyaan sesuai dengan materi dan pertanyaannya berbobot. Respon yang diberikan jelas, kurang lengkap tetapi masih bisa dipahami. Memberikan pendapat/gagasan dengan jelas, logis tetapi kurang lengkap. Memberi pertanyaan sesuai dengan materi tetapi hal yang ditanyakan kurang berbobot. 17 1 0 Respon yang diberikan tidak jelas (banyak kekurangan) dan sulit dipahami. Pendapat, gagasan yang diberikan tidak jelas, sukar dipahami. Memberikan pertanyaan tidak sesuai dengan materi. Respon yang diberikan tidak ada yang tepat dan tidak masuk akal. Pendapat yang diberikan tidak sesuai dengan permasalahan yang ada. Tidak memberikan pertanyaan. (Asikin, 2003: 3-4) 2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle a. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Wena (2009:190), pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagai sumber belajar, disamping guru dan sumber belajar lainnya. Selanjutnya Slavin (1995) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar dengan kemampuan yang heterogen. Menurut Riyanto (2009), pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill) termasuk interpersonal skill. Roger dan David Johnson dalam Lie (2005:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu: 1) Saling ketergantungan positif Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberi motivasi sehingga keberhasilan kelompok dapat tercapai. 18 2) Tanggung jawab perseorangan Setiap anggota kelompok harus mempunyai tanggung jawab masingmasing dalam mengerjakan tugas. Setiap anggota kelompok akan menuntutnya untuk melaksanakan tugasnya agar tidak menghambat anggota lain. 3) Tatap muka Setiap kelompok perlu diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Inti dari kegiatan ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. 4) Komunikasi antar anggota Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. 5) Evaluasi proses kelompok Guru mengadakan evaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Terdapat enam fase utama atau tahapan di dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif. Fase – fase tersebut adalah: Tabel 2.2 Fase – fase Model Pembelajaran Kooperatif Fase Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase 2 Menyampaikan informasi Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok – kelompok kooperatif Fase 4 Membimbing Kelompok bekerja dan belajar Fase 5 Evaluasi Tingkah Laku Guru Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing – 19 Fase 6 Memberi Penghargaan masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Guru mencari cara – cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok (Trianto, 2007: 48 – 49) b. Pengertian Inside-Outside Circle (IOC) Menurut Anita Lie (2005:65), Inside-Outside Circle (lingkaran kecil lingkaran besar) merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan pada siswa agar saling berbagi informasi pada saat bersamaan. Secara umum, Inside-Outside Circle (IOC) adalah pembelajaran dengan sistem lingkaran kecil dan lingkaran besar dimana siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk berbagi informasi. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Inside-Outside Circle (IOC) diharapkan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat meningkat. c. Langkah-langkah Penerapan Inside-Outside Circle (IOC) Menurut Suprijono (2010:97) mengemukakan bahwa tahapan dalam pembelajaran Inside-Outside Circle (IOC) adalah sebagai berikut: 1) Pembentukan kelompok, jika kelas terdiri dari 40 orang, maka dibagi menjadi dua kelompok besar. Tiap-tiap kelompok besar terdiri dari dua kelompok, yaitu lingkaran dalam dengan jumlah anggota 10 dan kelompok lingkaran luar terdiri dari 10 orang. Namun dalam penelitian ini, siswa dibagi menjadi tiga kelompok besar. Tiap- tiap kelompok besar terdiri dari dua kelompok, yaitu lingkaran dalam dan lingkaran luar dengan jumlah anggota lima orang. Pembagian ke dalam tiga kelompok besar tersebut menyesuaikan alokasi waktu dan besarnya ruang kelas yang digunakan agar pembelajaran lebih efektif. 2) Aturlah sedemikian rupa pada masing-masing kelompok besar yaitu anggota kelompok lingkaran dalam melingkar menghadap keluar dan 20 anggota kelompok lingkaran luar menghadap ke dalam. Dengan demikian, antara anggota lingkaran dalam dan luar saling berpasangan dan berhadaphadapan. Pada tiap-tiap kelompok besar terdapat tiga pasangan asal. Pasangan-pasangan asal tersebut selanjutnya diberi nama pasangan asal A, pasangan asal B, dan pasangan asal C. 3) Berikan tugas pada tiap-tiap pasangan yang berhadap-hadapan itu. Tugas yang diberikan pasangan asal sesuai dengan indikator-indikator pembelajaran yang telah dirumuskan. Tugas yang diberikan dalam penelitian adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). 4) Berikan waktu kepada masing-masing pasangan asal untuk berdiskusi. 5) Setelah berdiskusi, anggota kelompok lingkaran luar bergerak berlawanan atau searah jarum jam. Setiap pergerakan itu akan membentuk pasanganpasangan baru. Pasangan-pasangan ini wajib memberikan informasi berdasarkan hasil diskusi dengan pasangan asal, demikian seterusnya. 6) Hasil diskusi di tiap-tiap kelompok besar tersebut, kemudian dipaparkan sehingga terjadi diskusi antar kelompok besar. 7) Di penghujung pertemuan, untuk mengakhiri pelajaran dengan InsideOutside Circle (IOC) guru dapat memberikan ulasan maupun mengevaluasi hal-hal yang telah didiskusikan. Gambar 1. Pola Kelompok dalam pembelajaran Inside-Outside Circle 21 3. Pendekatan Matematika Realistik Pendekatan matematika realistik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari–hari dan menerapkan matematika sebagai pengalaman sehari–hari. Pendekatan ini pertama kali diperkenalkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Pendekatan matematika realistik mengacu pada pendapat Freudenthal yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika sebaiknya berangkat dari aktivitas manusia karena Mathematics is a human activity (Suherman,2001:128). Menurut Zulkardi (dalam Kania, 2006:19), pendekatan matematika realistik memiliki lima karakter, yaitu: a. The use of context (penggunaan konteks), menggunakan masalah kontekstual dalam pembelajaran matematika, yaitu matematika dipandang sebagai kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari merupakan bagian yang sangat penting dalam pendekatan realistik. b. The use of models (penggunaan model). Penggunaan model dalam mengaktualisasikan masalah kontekstual ke dalam bahasa matematika, merupakan jembatan bagi siswa untuk dapat membuat sendiri model, skema, maupun simbolisasi dalam matematika dari situasi nyata ke abstrak. c. The use of student own production and construction (penggunaan kontribusi dari siswa sendiri), yaitu siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsepkonsep matematis dibawah bimbingan guru. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa. d. The interactive character of teaching process (interaktivitas dalam proses pengajaran). Interaksi antarsiswa maupun antara siswa dengan guru dalam bentuk negosiasi, diskusi, kerjasama, merupakan kegiatan interaktivitas dalam pembelajaran. Dengan adanya interaksi antar siswa dan guru diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis. 22 e. The interviewments of various learning strands (terintegrasi dengan berbagai topik pengajaran lainnya). Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan topik atau materi harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna. Gravemeijer (1994:90) dalam bukunya memberikan 3 prinsip utama dalam pendekatan matematika realistik yaitu, a. Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresif (progressive mathematization). Menurut prinsip reinvention bahwa dalam pembelajaran matematika perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur, dengan bimbingan guru. Seperti yang dikemukakan oleh Hans Freudenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian, ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi. b. Fenomenologi didaktis (didactical phenomenology) Fenomenologi didaktis adalah para siswa dalam mempelajari konsepkonsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika bertolak dari masalah-masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, atau setidaknya dari masalah - masalah yang dapat dibayangkan siswa sebagai masalah nyata. c. Mengembangkan model-model sendiri (self-developed model) Peran self-developed model adalah sebagai wahana untuk mengembangkan proses berpikir siswa, dari proses berpikir yang paling dikenal siswa, ke arah proses berpikir yang lebih formal. Jadi dalam pembelajaran guru tidak memberikan informasi atau menjelaskan tentang cara penyelesaian masalah, tetapi siswa sendiri yang menemukan penyelesaian tersebut dengan cara mereka sendiri. Pembelajaran matematika realistik dapat dilaksanakan melalui 4 (empat) langkah, yaitu: memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah 23 kontekstual, membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan menyimpulkan (Arends, dalam Yuwono, 2007: 4). a. Langkah 1. Memahami masalah kontekstual Guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa memahami masalah tersebut. Guru menjelaskan situasi dan kondisi masalah dengan cara memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian tertentu yang belum dipahami siswa. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak pembelajaran dan interaksi. Kegiatan siswa di langkah ini adalah menyatakan permasalahan sehari-hari ke dalam kalimat matematika (kemampuan gramatikal). b. Langkah 2. Menyelesaikan masalah kontekstual Guru dapat memberikan petunjuk (hint) berupa pertanyaan-pertanyaan. Selebihnya, guru mendorong dan memberi kesempatan siswa menghasilkan penyelesaian dari masalah yang disajikan. Siswa diberi kesempatan mengalami proses sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan sehingga dapat “menemukan kembali” sifat, definisi, teorema, atau prosedur. Selama siswa menyelesaikan masalah kontekstual, guru membangun interaksi dinamis antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Kegiatan siswa di langkah ini adalah bertujuan agar siswa dapat memahami definisi dari suatu istilah matematika serta menggunakan simbol atau notasi matematika secara tepat (kemampuan gramatikal) serta dapat merumuskan strategi yang akan digunakan dalam pemecahan masalah (kemampuan strategis). c. Langkah 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Guru memberikan kesempatan siswa membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok, agar siswa dapat belajar mengemukakan pendapat dan menanggapi atau menerima pendapat orang lain. Guru juga harus berusaha agar semua siswa berpartisipasi memberikan kontribusi selama diskusi. Sumbangan atau gagasan siswa perlu diperhatikan dan dihargai agar terjadi petukaran ide dalam proses 24 pembelajaran. Tujuan dari kegiatan siswa dalam langkah ini adalah agar siswa dapat mengevaluasi proses yang telah dilakukan (kemampuan strategis) dan meningkatnya kemampuan diskusi siswa. d. Langkah 4. Menyimpulkan Guru mengarahkan siswa menarik kesimpulan suatu konsep matematika berdasarkan hasil membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Guru meminta siswa membuat kesimpulan tentang apa yang telah dikerjakan. Guru memberi kesempatan siswa mendapatkan kesimpulan sendiri, yaitu melalui masalah yang disajikan siswa sampai pada tahap menemukan sifat, definisi, teorema, atau prosedur secara mandiri melalui mengalami sendiri proses yang sama sebagaimana sifat, definisi, teorema, atau prosedur itu ditemukan. Jika siswa gagal, guru perlu mengarahkan ke arah kesimpulan yang seharusnya. Tujuan kegiatan siswa dalam langkah ini adalah agar siswa dapat menarik kesimpulan atas permasalahan yang diberikan (kemampuan sosiolinguistik). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Matematika Realistik diawali dengan fenomena, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain. 4. Model Pembelajaran Inside-Outside Circle (IOC) dengan Pendekatan Matematika Realistik Inside-Outside Circle (IOC) adalah pembelajaran dengan sistem lingkaran kecil dan lingkaran besar dimana siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk berbagi informasi. Pendekatan Matematika Realistik merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menggunakan situasi dunia nyata atau suatu konsep sebagai titik tolak dalam belajar matematika (Sudarman dalam Lisandra, 2000:5). Dalam 25 pembelajaran melalui pendekatan realistik, strategi-strategi informasi siswa berkembang ketika mereka menyelesaikan masalah pada situasi-situasi yang sudah dikenal, dan keadaan itu yang dijadikan titik awal pembelajaran pendekatan matematika realistik. Berikut langkah-langkah pembelajaran menggunakan model pembelajaran Inside-Outside Circle (IOC) dengan Pendekatan Matematika Realistik: 1. Kegiatan Awal a. Guru mengkondisikan siswa agar siap belajar dan memberikan motivasi kepada siswa agar aktif dalam proses pembelajaran. b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang diharapkan akan dicapai oleh siswa. c. Guru mengingatkan kembali kepada siswa berkaitan dengan materi yang sudah dipelajari pada pembelajaran sebelumnya dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa sehingga terjadi tanya jawab. 2. Kegiatan Inti a. Siswa diberi motivasi dengan mengemukakan permasalahan kontekstual. (Langkah 1. Memahami masalah kontekstual) b. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok sesuai dengan aturan model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC). c. Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada masing-masing agar siswa dapat melakukan proses meneliti, mengamati dan mengeksplorasi materi pembelajaran. LKS dirancang agar siswa dapat meningkatkan kemampuan strategis, gramatikal dan sosiolinguistiknya. (Langkah 2. Menyelesaikan masalah kontekstual) d. Siswa secara berpasangan bekerjasama dan berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat pada LKS. Ketika berdiskusi masing-masing siswa menyampaikan idenya, sehingga siswa terlatih untuk mengevaluasi ide, berpendapat, bertanya dan menyampaikan idenya kepada orang lain. e. Guru mengawasi jalannya diskusi dan memberikan bimbingan bila siswa mengalami kesulitan. 26 f. Saat waktu diskusi berpasangan telah selesai, guru mengarahkan siswa kelompok lingkaran luar (outside) agar bergeser sehingga berpasangan dengan siswa lingkaran dalam yang baru. g. Guru meminta setiap pasangan baru ini saling memberi informasi dan mendiskusikan hasil diskusi dengan pasangan awal, demikian seterusnya. Setiap siswa dilatih untuk dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaannya. h. Guru meminta siswa untuk mengerjakan soal lain dari LKS yang belum mereka kerjakan dengan menggunakan informasi yang telah diperoleh. i. Guru mempersilahkan beberapa siswa untuk mempresentasikan hasil pekerjaan mereka, sedangkan siswa lain dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, masukan maupun pertanyaan. (Langkah 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban) j. Guru mengklarifikasi hasil diskusi yang telah dipresentasikan dan memastikan semua siswa memahaminya. k. Guru meminta semua siswa mengumpulkan LKS yang sudah mereka kerjakan. 3. Penutup a. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan pelajaran yang didapat pada hari itu dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. (Langkah 4. Menyimpulkan) b. Guru menginformasikan kepada siswa materi yang akan dipelajari pada pertemuan yang akan datang dan meminta siswa untuk membaca dan menyiapkan pertanyaan untuk dibahas dipertemuan yang akan datang. B. Penelitian yang Relevan Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Salah satunya pernah dilakukan oleh Augistri Putri (2013) dengan judul “Penerapan Strategi Think-Talk-Write (TTW) Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa”. Setelah dilakukan pembelajaran dengan TTW, kemampuan komunikasi matematis siswa pada aspek kemampuan gramatikal meningkat sebesar 29,17%. Untuk kemampuan 27 sosiolinguistik, meningkat sebesar 37,5%. Pada aspek kemampuan strategis, meningkat sebesar 33,33%, sedangkan pada kemampuan diskusi meningkat sebesar 25%. Karena penelitian yang dilakukan oleh Augistri adalah meningkatkan kemampuan komunikasi matematis menggunakan strategi Think-Talk-Write, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan tujuan yang sama yaitu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tetapi dengan menggunakan model pembelajaran Inside-Outside Outside (IOC) dengan Pendekatan Matematika Realistik. Penelitian lain juga dilakukan oleh Cory Eka Budiarti (2010) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle (IOC) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa”. Setelah dilakukan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Inside-Outside Circle diperoleh hasil bahwa model pembelajaran Inside-Outside Circle (IOC) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, memberikan respon positif terhadap pebelajaran matematika dan meningkatkan kerjasama siswa. Penelitian ini dtujukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan respon positif siswa dengan menerapkan metode InsideOutside Circle, sedangkan peneliti akan melakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle namun dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Floriano Viseu dan Ines Bernado Oliveira (2012) dalam International Electronic Journal of Elementary Education membandingkan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran melalui metode ceramah dengan siswa yang mengikuti pembelajaran melalui pendekatan Open-Ended dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran melalui pendekatan Open-Ended memiliki komunikasi matematis yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran melalui ceramah. Karena Floriano dan Ines membandingkan dua metode untuk melihat peningkatan komunikasi matematis siswa, maka peneliti akan melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif Inside-Outside Circle (IOC) dengan Pendekatan Matematika Realistik. 28 C. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir adalah arahan penalaran untuk sampai pada jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Selaras dengan penjelasan dalam latar belakang bahwa terdapat masalah dalam suatu kelas di SMP Negeri 14 Surakarta dimana kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah, hal ini disebabkan karena pembelajaran terfokus pada guru. Guru memberikan teori secara ceramah kemudian memberi contoh soal dan dilanjutkan dengan latihan soal. Pembelajaran tidak memungkinkan terciptanya kondisi yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, oleh karena itu diperlukan suatu usaha perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Peneliti akan menerapkan model pembelajaran kooperatif Inside-Outside Circle (IOC) dengan Pendekatan Matematika Realistik dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa sehingga para siswa dapat mengkomunikasikan ide mereka baik secara tertulis maupun lisan. Peneliti merasa perlu menerapkan model pembelajaran kooperatif Inside-Outside Circle (IOC) dengan Pendekatan Matematika Realistik karena proses pembelajarannya menuntut siswa untuk mengkomunikasikan idenya baik secara tertulis maupun lisan. Dalam Inside-Outside Circle (IOC), siswa akan menyelesaikan tugas yang diberikan bersama dengan pasangan awal dalam tahap ini siswa dituntut untuk memikirkan strategi pemecahan masalah yang diberikan pada LKS. Kegiatan ini akan mendorong tercapainya indikator kemampuan komunikasi matematis siswa khususnya kemampuan mendeskripsikan suatu strategi yang akan digunakan dalam memecahkan masalah. Kegiatan selanjutnya adalah siswa menyampaikan hasil diskusi dari pasangan awal ke pasangan baru sampai seterusnya kemudian kembali ke pasangan awal. Tahap selanjutnya adalah pemaparan hasil diskusi oleh kelompok besar sehingga terjadi diskusi antar kelompok besar. Tahap ini mendorong tercapainya indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu 29 kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan dan menyusun argumen. Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik atau PMR siswa dilatih untuk dapat menggunakan model dalam mengaktualisasikan masalah kontekstual ke dalam bahasa matematika, yang berupa gambar atau simbol matematika sesuai dengan karakteristik dalam pendekatan matematika realistik atau PMR the use of contexts dan the use of model. Dengan digunakannya PMR diharapkan kemampuan komunikasi matematis siswa khususnya kemampuan menggunakan simbol, notasi, operasi matematika dengan tepat,mengekspresikan ide, mengevaluasi suatu ide atau proses serta menarik kesimpulan dari suatu permasalahan. Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif Inside-Outside Circle (IOC) dengan Pendekatan Matematika Realistik untuk setiap pertemuan pada setiap siklus diharapkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII B SMP Negeri 14 Surakarta yang meliputi kemampuan gramatikal, sosiolinguistik, strategis dan diskusi akan meningkat. D. Hipotesis Tindakan Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian. Hipotesis ini masih harus diuji kebenarannya sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan landasan teori, hasil penelitian yang relevan dan kerangka berpikir maka peneliti merumuskan hipotesis yaitu bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC) dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) pada pembelajaran matematika, kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII B SMP Negeri 14 Surakarta dapat meningkat.