8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Kemampuan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Kemampuan Komunikasi Matematis
a. Pengertian Komunikasi
Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin communis, yang berarti
membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau
lebih. Akar kata communis adalah communico, yang artinya berbagi. Dalam hal
ini, yang dibagi adalah pemahaman bersama melalui pertukaran pesan.
Komunikasi sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris, communicate berarti
bertukar pikiran, perasaan dan informasi. Sedangkan dalam kata benda (noun),
communication berarti pertukaran simbol, pesan-pesan yang sama, dan
informasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585)
disebutkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan
atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat
dipahami. Sedangkan pengertian komunikasi menurut beberapa ahli adalah
sebagai berikut:
1. Menurut Liliweri (2007: 4), komunikasi proses pengalihan suatu makna dari
satu sumber kepada penerima, proses tersebut merupakan suatu seri aktivitas,
rangkaian atau tahap-tahap yang memudahkan peralihan maksud tersebut.
2. Everett
M.
Rogers
seorang
pakar
Sosiologi
Pedesaan
Amerika
memdefinisikan komunikasi sebagai proses dimana suatu ide dialihkan dari
sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka.
3. Carl I. Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana
seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambanglambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang-orang
lain (komunikan).
8
9
Dari beberapa definisi dari komunikasi yang telah dipaparkan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan interaksi antara dua
orang atau lebih dalam bentuk bahasa verbal, tulisan, dan sebagainya untuk
mentransfer suatu informasi.
b. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis
Menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM),
standar proses dari pembelajaran matematika adalah bahwa setelah mendapat
pembelajaran matematika siswa diharapkan mendapat kemampuan problem
solving, reasoning dan proof, komunikasi, koneksi dan representasi. Komunikasi
merupakan bagian penting dari pendidikan matematika sebab komunikasi
merupakan sebuah jalan untuk berbagi ide dan mengklarifikasi pemahaman.
Peressini dan Bassett (dalam NCTM, 1996: 63) berpendapat bahwa
dengan komunikasi matematika maka tingkat kemampuan pemahaman siswa
tentang konsep dan aplikasi matematika dapat lebih mudah dipahami. Hal ini
berarti bahwa dengan adanya komunikasi matematika guru dapat lebih
memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasi dan mengekspresikan
pemahamannya tentang konsep dan proses matematika.
Sullivan dan Mousley (dalam Ansari, 2003: 17) mempertegas bahwa
komunikasi matematis bukan sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih
luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan,
menggambarkan, mendengar, menanyakan, klarifikasi, bekerja sama (sharing),
menulis dan akhirnya melaporkan apa yang telah dipelajari.
Baroody (dalam Abd.Qohar, 2011: 44) mengungkapkan bahwa
komunikasi adalah kemampuan siswa yang dapat diukur melalui aspek-aspek:
1. Representasi (Representing)
Representasi adalah menyatakan suatu masalah atau ide, ke dalam suatu
diagram atau gambar. Membuat representasi berarti membuat bentuk yang
lain dari ide atau permasalahan, misalkan suatu tabel direpresentasikan ke
dalam bentuk diagram atau sebaliknya. Representasi dapat membantu anak
10
menjelaskan konsep atau ide dan memudahkan anak dalam mendapatkan
strategi pemecahan masalah.
2. Mendengar (Listening)
Kemampuan dalam mendengar topik-topik yang sedang didiskusikan akan
berpengaruh pada kemampuan siswa dalam memberikan pendapat atau
komentar. Mendengar secara cermat terhadap pertanyaan teman dalam suatu
grup juga dapat membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika
lebih lengkap ataupun strategi matematika yang lebih efektif.
3. Membaca (Reading)
Proses membaca merupakan kegiatan yang kompleks, karena di dalamnya
terkait aspek mengingat, memahami, membandingkan, menganalisis serta
mengorganisasikan apa yang terkandung dalam bacaan. Dengan membaca
seseorang bisa memahami ide-ide yang sudah dikemukakan orang lain lewat
tulisan, sehingga dengan membaca terbentuklah satu masyarakat ilmiah
matematis dimana antara satu anggota dengan anggota lain saling memberi
dan menerima ide maupun gagasan matematis.
4. Diskusi (Discussing)
Dalam diskusi siswa dapat mengungkapkan dan merefleksikan pikiranpikirannya berkaitan dengan materi pembelajaran. Siswa juga bisa
menanyakan hal-hal yang tidak diketahui atau masih ragu-ragu. Kelebihan
dari diskusi antara lain: (1) dapat mempercepat pemahaman materi
pembelajaran dan kemahiran menggunakan strategi, (2) membantu siswa
mengkonstruksi pemahaman matematik, (3) menginformasikan bahwa para
ahli matematika biasanya tidak memecahkan masalah sendiri-sendiri tetapi
membangun ide bersama pakar lainnya dalam suatu tim, dan (4) membantu
siswa menganalisis dan memecahkan masalah secara bijaksana.
5. Menulis (Writing)
Menulis merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk
mengungkapkan dan merefleksikan pikiran, dituangkan dalam media, baik
kertas, komputer maupun media lainnya. Dengan menulis, siswa mentransfer
11
pengetahuannya ke dalam bentuk tulisan dan dapat menuntun siswa untuk
menemukan tingkat pemahamannya.
Ashari (dalam Ages Reno P, 2011: 17), menelaah kemampuan
komunikasi matematis menjadi 2 aspek yaitu komunikasi lisan (talking) dan
komunikasi tertulis (writing). Komunikasi tertulis dapat berupa penggunaan
kata-kata, gambar, tabel dan sebagainya yang dapat menggambarkan proses
berpikir siswa. Komunikasi tertulis juga dapat berupa uraian pemecahan masalah
atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan siswa dalam
mengorganisasikan berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan,
komunikasi lisan diungkap melalui intensitas keterlibatan siswa dalam
kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran. Adapun indikator
kemampuan komunikasi matematis lisan menurut Ashari adalah : (1) siswa dapat
menjelaskan kesimpulan yang diperolehnya, (2) siswa dapat memilih cara yang
paling tepat dalam menyampaikan penjelasannya, (3) menggunakan tabel,
gambar, model, dll untuk menyampaikan penjelasannya, (4) siswa dapat
mengajukan suatu permasalahan atau persoalan, (5) siswa dapat menyajikan
penyelesaian dari suatu permasalahan, (6) siswa dapat merespon suatu
pernyataan atau persoalan dari siswa lain dalam bentuk argumen yang
meyakinkan, (7) siswa dapat menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide,
simbol, istilah serta informasi matematika, (8) siswa mengungkapkan lambang,
notasi dan persamaan matematis secara lengkap dan tepat, (9) siswa mengajukan
pertanyaan ketika ada sesuatu yang tidak dimengerti.
Sejalan dengan beberapa pendapat para ahli di atas, National Council
of Teachers of Mathematics (2000) menyatakan bahwa standar komunikasi
matematis untuk siswa setingkat SMP adalah:
1. Membuat model dari suatu situasi melalui lisan, tulisan, benda-benda konkret,
gambar, grafik, dan metode-metode aljabar,
2. Menyusun refleksi dan membuat klarifikasi tentang ide-ide matematika,
3. Mengembangkan pemahaman dasar matematika termasuk aturan-aturan
definisi matematika,
12
4. Menggunakan kemampuan membaca, menyimak, dan mengamati untuk
menginterpretasi dan mengevaluasi suatu ide matematika,
5. Mendiskusikan
ide-ide,
membuat
konjektur,
menyusun
argumen,
merumuskan definisi, dan generalisasi,
6. Mengapresiasi nilai-nilai dari suatu notasi matematis termasuk aturanaturannya dalam mengembangkan ide matematika.
Sedangkan aspek kemampuan komunikasi matematis siswa menurut
Rafael A. Olivares (dalam Portia C. Elliott,1996) dapat dilihat dari:
a. Kemampuan Gramatikal (grammatical competence)
Kemampuan gramatikal adalah kemampuan siswa dalam memahami
definisi dari suatu istilah matematika serta menggunakan simbol atau notasi
matematika secara tepat. Adapun indikator kemampuan gramatikal sebagai
berikut:
1) Merumuskan suatu definisi dari istilah matematika.
2) Menggunakan simbol/notasi, operasi matematika secara tepat.
b. Kemampuan sosiolinguistik (sociolinguistic competence)
Kemampuan sosiolinguistik dapat diartikan sebagai kemampuan
siswa dalam mengetahui permasalahan kultural atau sosial yang biasanya
muncul dalam konteks permasalahan matematika. Permasalahan kultural
dalam hal ini adalah permasalahan kontekstual dalam matematika. Siswa
dilatih untuk mampu menyelesaikan permasalahan matematika yang
menyangkut persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun indikator
kemampuan sosiolinguistik sebagai berikut:
1) Menyatakan bahasa, simbol matematika dalam kalimat sehari-hari
2) Menyatakan permasalahan kehidupan sehari-hari dalam bahasa, kalimat
atau simbol matematika
3) Menarik kesimpulan atas permasalahan yang diberikan
4) Membaca notasi matematika dengan benar.
13
c. Kemampuan strategis (strategic competence)
Kemampuan strategis adalah kemampuan untuk merumuskan
strategi yang akan digunakan dalam pemecahan masalah. Adapun indikator
kemampuan strategis sebagai berikut:
1) Menuliskan informasi (apa yang diketahui, ditanyakan) dari permsalahan
yang diberikan.
2) Mendeskripsikan strategi yang digunakan dalam pemecahan masalah.
3) Mengevaluasi proses yang telah dilakukan.
d. Kemampuan diskusi (discourse competence)
Kemampuan diskusi adalah salah satu kemampuan komunikasi
matematika dimana siswa dituntut untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain
dalam memecahkan suatu permasalahan. Kemampuan diskusi juga daat
diartikan sebagai kemampuan siswa dalam mengungkapkan dan menjelaskan
secara verbal tentang suatu gagasan matematika. Adapun indikator
kemampuan diskusi sebagai berikut:
1) Memberikan respon positif terhadap permasalahan yang muncul.
2) Membuat konjektur, pendapat dari permasalahan yang diberikan
3) Membuat soal/pertanyaan yang berkaitan dengan materi.
Berdasarkan uraian di atas, kemampuan komunikasi matematis
merupakan kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide-ide matematika secara
tertulis maupun lisan dengan menggunakan simbol, notasi, bahasa atau kalimat
matematika. Aspek-aspek pencapaian kemampuan komunikasi matematis dalam
penelitian ini adalah kemampuan gramatikal, sosiolinguistik, strategis, dan
kemampuan diskusi seperti telah diungkapkan oleh Olivares. Adapun kriteria
dan level skor untuk setiap aspeknya tertera pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kriteria dan Level Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan Olivares
Aspek Kemampuan
Level
Kriteria
Komunikasi Matematis Skor
Merumuskan suatu definisi dengan tepat
dan lengkap
Menggunakan simbol/notasi dengan
Kemampuan Gramatikal
3
tepat/sesuai, penulisannya benar dan
tepat dalam mengoperasikan.
14
2
1
0
3
Kemampuan
Sosiolinguistik
2
Merumuskan definisi dengan tepat tetapi
kurang lengkap.
Menggunakan simbol/notasi dengan
benar, penulisannya kurang tepat tetapi
dalam pengoperasiannya benar.
Merumuskan definisi kurang tepat (ada
beberapa
bagian
yang
gagal
diungkapkan), tidak lengkap (banyak
kekurangan).
Menggunakan simbol/notasi dengan
benar, penulisan salah, operasi salah.
Tidak mengetahui definisi dari istilah
matematika.
Tidak dapat menggunakan notasi/simbol
matematika sebagaimana seharusnya.
Menjelaskan bahasa/simbol matematika
ke dalam kalimat sehari-hari dengan
lengkap dan tepat (sesuai dengan
maknanya).
Mengubah bentuk uraian ke dalam model
matematika dengan tepat, penulisan
benar, operasi benar.
Menuliskan alasan untuk memperjelas
penyelesaian
dan
memberikan
kesimpulan pada akhir jawaban dengan
tepat.
Membaca notasi matematika dengan
tepat, sesuai dengan maknanya dan
lengkap.
Menjelaskan bahasa/simbol matematika
ke dalam kalimat sehari-hari dengan tepat
tetapi kurang lengkap.
Mengubah bentuk uraian ke dalam model
matematika
dengan
tepat
tetapi
penulisannya ada yang salah, operasi
benar.
Menuliskan alasan untuk memperjelas
penyelesaian
dengan
tepat
dan
memberikan kesimpulan pada akhir
15
1
0
Kemampuan Strategis
3
jawaban tetapi tidak benar atau
sebaliknya.
Membaca notasi matematika tetapi
kurang lengkap dan masih bisa dipahami
Menjelaskan bahasa/simbol matematika
dalam kalimat sehari-hari tetapi kurang
tepat (ada banyak kekurangan).
Mengubah bentuk uraian ke dalam model
matematika tetapi banyak kekurangan,
penulisan banyak yang salah, tetapi
dalam pengoperasian masih benar.
Menuliskan alasan untuk memperjelas
penyelesaian
dan
memberikan
kesimpulan pada akhir jawaban tetapi
tidak benar.
Membaca notasi matematika tetapi
banyak simbol-simbol yang tidak
dimengerti.
Menjelaskan bahasa/simbol matematika
dalam kalimat sehari-hari tetapi salah
sehingga maknanya tidak tersampaikan.
Mengubah bentuk uraian ke dalam
model matematika tetapi salah (tidak
sesuai dengan permintaan soal)
Dapat memberikan kesimpulan tetapi
tidak merefleksikan apa yang
ditanyakan.
Tidak dapat membaca simbol-simbol
matematika sama sekali.
Menuliskan informasi dari permasalahan
yang diberikan dengan tepat dan lengkap.
Strategi yang digunakan cocok dan
sistematis, proses penyelesaian masalah
yang ditulis jelas dan lengkap.
Dapat
memberikan
dugaan
atas
permasalahan yang diberikan dengan
tepat, dapat membuktikannya dengan
lengkap dan alasan yang rasional.
16
2
1
0
3
Kemampuan Diskusi
2
Menuliskan informasi dari permasalahan
yang diberikan dengan tepat tetapi
kurang lengkap.
Strategi yang digunakan cocok dan
sistematis, proses penyelesaian masalah
yang ditulis jelas tetapi kurang lengkap.
Dapat
memberikan
dugaan
atas
permasalahan yang diberikan dengan
tepat tetapi dalam membuktikan dan
memberikan alasan kurang lengkap tetapi
masih bisa dipahami.
Menuliskan informasi dari permasalahan
yang
diberikan
tetapi
banyak
kekurangan.
Stategi yang dituliskan cocok, proses
penyelesaian masalah yang dituliskan
salah.
Dapat
memberikan
dugaan
atas
permasalahan yang diberikan dengan
tepat tetapi dalam pembuktiannya alasan
yang diberikan tidak masuk akal.
Menuliskan informasi dari permasalahan
yang diberikan tetapi tidak tepat.
Strategi
yang
dituliskan
tidak
memungkinkan dan sulit dimengerti.
Memberikan dugaan yang salah dan
buktinya pun salah.
Respon/tanggapan yang diberikan tepat,
lengkap dan tidak meragukan.
Memberikan pendapat/gagasan dengan
jelas, logis dan lengkap
Memberikan pertanyaan sesuai dengan
materi dan pertanyaannya berbobot.
Respon yang diberikan jelas, kurang
lengkap tetapi masih bisa dipahami.
Memberikan pendapat/gagasan dengan
jelas, logis tetapi kurang lengkap.
Memberi pertanyaan sesuai dengan
materi tetapi hal yang ditanyakan kurang
berbobot.
17
1
0
Respon yang diberikan tidak jelas
(banyak kekurangan) dan sulit dipahami.
Pendapat, gagasan yang diberikan tidak
jelas, sukar dipahami.
Memberikan pertanyaan tidak sesuai
dengan materi.
Respon yang diberikan tidak ada yang
tepat dan tidak masuk akal.
Pendapat yang diberikan tidak sesuai
dengan permasalahan yang ada.
Tidak memberikan pertanyaan.
(Asikin, 2003: 3-4)
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle
a. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Wena (2009:190), pembelajaran kooperatif adalah sistem
pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagai
sumber belajar, disamping guru dan sumber belajar lainnya. Selanjutnya Slavin
(1995) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara
kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar
dengan kemampuan yang heterogen.
Menurut Riyanto
(2009), pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik
(academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill) termasuk
interpersonal skill.
Roger dan David Johnson dalam Lie (2005:31) mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus
diterapkan, yaitu:
1) Saling ketergantungan positif
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling
memberi motivasi sehingga keberhasilan kelompok dapat tercapai.
18
2) Tanggung jawab perseorangan
Setiap anggota kelompok harus mempunyai tanggung jawab masingmasing dalam mengerjakan tugas. Setiap anggota kelompok akan
menuntutnya untuk melaksanakan tugasnya agar tidak menghambat
anggota lain.
3) Tatap muka
Setiap kelompok perlu diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Inti dari kegiatan ini adalah menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.
4) Komunikasi antar anggota
Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaan para anggotanya
untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapat mereka.
5) Evaluasi proses kelompok
Guru mengadakan evaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama
mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Terdapat enam fase utama atau tahapan di dalam pembelajaran
menggunakan model pembelajaran kooperatif. Fase – fase tersebut adalah:
Tabel 2.2 Fase – fase Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Fase 2
Menyampaikan informasi
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok – kelompok
kooperatif
Fase 4
Membimbing
Kelompok
bekerja dan belajar
Fase 5
Evaluasi
Tingkah Laku Guru
Guru menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan
Guru
menjelaskan
kepada
siswa
bagaimana caranya membentuk kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok
agar melakukan transisi secara efisien
Guru membimbing kelompok – kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan
tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing –
19
Fase 6
Memberi Penghargaan
masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya
Guru mencari cara – cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok
(Trianto, 2007: 48 – 49)
b. Pengertian Inside-Outside Circle (IOC)
Menurut Anita Lie (2005:65), Inside-Outside Circle (lingkaran kecil
lingkaran besar) merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan oleh Spencer Kagan. Model pembelajaran ini memberikan
kesempatan pada siswa agar saling berbagi informasi pada saat bersamaan.
Secara umum, Inside-Outside Circle (IOC) adalah pembelajaran
dengan sistem lingkaran kecil dan lingkaran besar dimana siswa saling membagi
informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan
singkat dan teratur. Siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong
royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk berbagi informasi. Dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif Inside-Outside Circle (IOC)
diharapkan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat meningkat.
c. Langkah-langkah Penerapan Inside-Outside Circle (IOC)
Menurut Suprijono (2010:97) mengemukakan bahwa tahapan dalam
pembelajaran Inside-Outside Circle (IOC) adalah sebagai berikut:
1) Pembentukan kelompok, jika kelas terdiri dari 40 orang, maka dibagi
menjadi dua kelompok besar. Tiap-tiap kelompok besar terdiri dari dua
kelompok, yaitu lingkaran dalam dengan jumlah anggota 10 dan kelompok
lingkaran luar terdiri dari 10 orang. Namun dalam penelitian ini, siswa
dibagi menjadi tiga kelompok besar. Tiap- tiap kelompok besar terdiri dari
dua kelompok, yaitu lingkaran dalam dan lingkaran luar dengan jumlah
anggota lima orang. Pembagian ke dalam tiga kelompok besar tersebut
menyesuaikan alokasi waktu dan besarnya ruang kelas yang digunakan agar
pembelajaran lebih efektif.
2) Aturlah sedemikian rupa pada masing-masing kelompok besar yaitu
anggota kelompok lingkaran dalam melingkar menghadap keluar dan
20
anggota kelompok lingkaran luar menghadap ke dalam. Dengan demikian,
antara anggota lingkaran dalam dan luar saling berpasangan dan berhadaphadapan. Pada tiap-tiap kelompok besar terdapat tiga pasangan asal.
Pasangan-pasangan asal tersebut selanjutnya diberi nama pasangan asal A,
pasangan asal B, dan pasangan asal C.
3) Berikan tugas pada tiap-tiap pasangan yang berhadap-hadapan itu. Tugas
yang
diberikan
pasangan
asal
sesuai
dengan
indikator-indikator
pembelajaran yang telah dirumuskan. Tugas yang diberikan dalam
penelitian adalah Lembar Kerja Siswa (LKS).
4) Berikan waktu kepada masing-masing pasangan asal untuk berdiskusi.
5) Setelah berdiskusi, anggota kelompok lingkaran luar bergerak berlawanan
atau searah jarum jam. Setiap pergerakan itu akan membentuk pasanganpasangan baru. Pasangan-pasangan ini wajib memberikan informasi
berdasarkan hasil diskusi dengan pasangan asal, demikian seterusnya.
6) Hasil diskusi di tiap-tiap kelompok besar tersebut, kemudian dipaparkan
sehingga terjadi diskusi antar kelompok besar.
7) Di penghujung pertemuan, untuk mengakhiri pelajaran dengan InsideOutside Circle (IOC) guru dapat memberikan ulasan maupun mengevaluasi
hal-hal yang telah didiskusikan.
Gambar 1. Pola Kelompok dalam pembelajaran Inside-Outside Circle
21
3. Pendekatan Matematika Realistik
Pendekatan matematika realistik merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari–hari dan
menerapkan matematika sebagai pengalaman sehari–hari. Pendekatan ini pertama
kali diperkenalkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal.
Pendekatan matematika realistik mengacu pada pendapat Freudenthal yang
menyatakan bahwa pembelajaran matematika sebaiknya berangkat dari aktivitas
manusia karena Mathematics is a human activity (Suherman,2001:128).
Menurut Zulkardi (dalam Kania, 2006:19), pendekatan matematika
realistik memiliki lima karakter, yaitu:
a. The use of context (penggunaan konteks), menggunakan masalah kontekstual
dalam pembelajaran matematika, yaitu matematika dipandang sebagai
kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari merupakan bagian yang sangat penting dalam
pendekatan realistik.
b. The use of models (penggunaan model). Penggunaan model dalam
mengaktualisasikan masalah kontekstual ke dalam bahasa matematika,
merupakan jembatan bagi siswa untuk dapat membuat sendiri model, skema,
maupun simbolisasi dalam matematika dari situasi nyata ke abstrak.
c. The use of student own production and construction (penggunaan kontribusi
dari siswa sendiri), yaitu siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsepkonsep matematis dibawah bimbingan guru. Dengan kata lain, kontribusi
yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa.
d. The interactive character of teaching process (interaktivitas dalam proses
pengajaran). Interaksi antarsiswa maupun antara siswa dengan guru dalam
bentuk negosiasi, diskusi, kerjasama, merupakan kegiatan interaktivitas
dalam pembelajaran. Dengan adanya interaksi antar siswa dan guru
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis.
22
e. The interviewments of various learning strands (terintegrasi dengan berbagai
topik pengajaran lainnya). Struktur dan konsep matematika saling berkaitan,
biasanya pembahasan topik atau materi harus dieksplorasi untuk mendukung
terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna.
Gravemeijer (1994:90) dalam bukunya memberikan 3 prinsip utama dalam
pendekatan matematika realistik yaitu,
a. Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi
progresif (progressive mathematization).
Menurut prinsip reinvention bahwa dalam pembelajaran matematika perlu
diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri
berbagai konsep, prinsip atau prosedur, dengan bimbingan guru. Seperti
yang dikemukakan oleh Hans Freudenthal bahwa matematika merupakan
aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian,
ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya
terjadi proses matematisasi.
b. Fenomenologi didaktis (didactical phenomenology)
Fenomenologi didaktis adalah para siswa dalam mempelajari konsepkonsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika
bertolak dari masalah-masalah kontekstual yang mempunyai berbagai
kemungkinan solusi, atau setidaknya dari masalah - masalah yang dapat
dibayangkan siswa sebagai masalah nyata.
c. Mengembangkan model-model sendiri (self-developed model)
Peran self-developed model adalah sebagai wahana untuk mengembangkan
proses berpikir siswa, dari proses berpikir yang paling dikenal siswa, ke arah
proses berpikir yang lebih formal. Jadi dalam pembelajaran guru tidak
memberikan informasi atau menjelaskan tentang cara penyelesaian
masalah, tetapi siswa sendiri yang menemukan penyelesaian tersebut
dengan cara mereka sendiri.
Pembelajaran matematika realistik dapat dilaksanakan melalui 4 (empat)
langkah, yaitu: memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah
23
kontekstual, membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan menyimpulkan
(Arends, dalam Yuwono, 2007: 4).
a. Langkah 1. Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan
meminta siswa memahami masalah tersebut. Guru menjelaskan situasi dan
kondisi masalah dengan cara memberikan petunjuk seperlunya terhadap
bagian tertentu yang belum dipahami siswa. Karakteristik PMR yang
muncul pada langkah ini adalah menggunakan masalah kontekstual sebagai
titik tolak pembelajaran dan interaksi. Kegiatan siswa di langkah ini adalah
menyatakan permasalahan sehari-hari ke dalam kalimat matematika
(kemampuan gramatikal).
b. Langkah 2. Menyelesaikan masalah kontekstual
Guru dapat memberikan petunjuk (hint) berupa pertanyaan-pertanyaan.
Selebihnya, guru mendorong dan memberi kesempatan siswa menghasilkan
penyelesaian dari masalah yang disajikan. Siswa diberi kesempatan
mengalami
proses
sama
sebagaimana
konsep-konsep
matematika
ditemukan sehingga dapat “menemukan kembali” sifat, definisi, teorema,
atau prosedur. Selama siswa menyelesaikan masalah kontekstual, guru
membangun interaksi dinamis antara siswa dengan siswa dan siswa dengan
guru. Kegiatan siswa di langkah ini adalah bertujuan agar siswa dapat
memahami definisi dari suatu istilah matematika serta menggunakan simbol
atau notasi matematika secara tepat (kemampuan gramatikal) serta dapat
merumuskan strategi yang akan digunakan dalam pemecahan masalah
(kemampuan strategis).
c. Langkah 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru memberikan kesempatan siswa membandingkan dan mendiskusikan
jawaban masalah secara berkelompok, agar siswa dapat belajar
mengemukakan pendapat dan menanggapi atau menerima pendapat orang
lain. Guru juga harus berusaha agar semua siswa berpartisipasi memberikan
kontribusi selama diskusi. Sumbangan atau gagasan siswa perlu
diperhatikan dan dihargai agar terjadi petukaran ide dalam proses
24
pembelajaran. Tujuan dari kegiatan siswa dalam langkah ini adalah agar
siswa dapat mengevaluasi proses yang telah dilakukan (kemampuan
strategis) dan meningkatnya kemampuan diskusi siswa.
d. Langkah 4. Menyimpulkan
Guru mengarahkan siswa menarik kesimpulan suatu konsep matematika
berdasarkan hasil membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Guru
meminta siswa membuat kesimpulan tentang apa yang telah dikerjakan.
Guru memberi kesempatan siswa mendapatkan kesimpulan sendiri, yaitu
melalui masalah yang disajikan siswa sampai pada tahap menemukan sifat,
definisi, teorema, atau prosedur secara mandiri melalui mengalami sendiri
proses yang sama sebagaimana sifat, definisi, teorema, atau prosedur itu
ditemukan. Jika siswa gagal, guru perlu mengarahkan ke arah kesimpulan
yang seharusnya. Tujuan kegiatan siswa dalam langkah ini adalah agar
siswa dapat menarik kesimpulan atas permasalahan yang diberikan
(kemampuan sosiolinguistik).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan Pendekatan Matematika Realistik diawali dengan fenomena,
kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali
dan mengkonstruksi konsep sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah
sehari-hari atau dalam bidang lain.
4. Model Pembelajaran Inside-Outside Circle (IOC) dengan Pendekatan
Matematika Realistik
Inside-Outside Circle (IOC) adalah pembelajaran dengan sistem lingkaran
kecil dan lingkaran besar dimana siswa saling membagi informasi pada saat yang
bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Siswa
bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak
kesempatan untuk berbagi informasi.
Pendekatan Matematika Realistik merupakan sebuah pendekatan
pembelajaran yang menggunakan situasi dunia nyata atau suatu konsep sebagai titik
tolak dalam belajar matematika (Sudarman dalam Lisandra, 2000:5). Dalam
25
pembelajaran melalui pendekatan realistik, strategi-strategi informasi siswa
berkembang ketika mereka menyelesaikan masalah pada situasi-situasi yang sudah
dikenal, dan keadaan itu yang dijadikan titik awal pembelajaran pendekatan
matematika realistik.
Berikut langkah-langkah pembelajaran menggunakan model pembelajaran
Inside-Outside Circle (IOC) dengan Pendekatan Matematika Realistik:
1. Kegiatan Awal
a. Guru mengkondisikan siswa agar siap belajar dan memberikan motivasi
kepada siswa agar aktif dalam proses pembelajaran.
b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang diharapkan akan dicapai oleh
siswa.
c. Guru mengingatkan kembali kepada siswa berkaitan dengan materi yang
sudah dipelajari pada pembelajaran sebelumnya dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada siswa sehingga terjadi tanya jawab.
2. Kegiatan Inti
a. Siswa diberi motivasi dengan mengemukakan permasalahan kontekstual.
(Langkah 1. Memahami masalah kontekstual)
b. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok sesuai dengan aturan
model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC).
c. Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada masing-masing agar
siswa dapat melakukan proses meneliti, mengamati dan mengeksplorasi
materi pembelajaran. LKS dirancang agar siswa dapat meningkatkan
kemampuan strategis, gramatikal dan sosiolinguistiknya. (Langkah 2.
Menyelesaikan masalah kontekstual)
d. Siswa secara berpasangan bekerjasama dan berdiskusi untuk menyelesaikan
permasalahan yang terdapat pada LKS. Ketika berdiskusi masing-masing
siswa menyampaikan idenya, sehingga siswa terlatih untuk mengevaluasi
ide, berpendapat, bertanya dan menyampaikan idenya kepada orang lain.
e. Guru mengawasi jalannya diskusi dan memberikan bimbingan bila siswa
mengalami kesulitan.
26
f. Saat waktu diskusi berpasangan telah selesai, guru mengarahkan siswa
kelompok lingkaran luar (outside) agar bergeser sehingga berpasangan
dengan siswa lingkaran dalam yang baru.
g. Guru meminta setiap pasangan baru ini saling memberi informasi dan
mendiskusikan hasil diskusi dengan pasangan awal, demikian seterusnya.
Setiap siswa dilatih untuk dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaannya.
h. Guru meminta siswa untuk mengerjakan soal lain dari LKS yang belum
mereka kerjakan dengan menggunakan informasi yang telah diperoleh.
i. Guru mempersilahkan beberapa siswa untuk mempresentasikan hasil
pekerjaan mereka, sedangkan siswa lain dipersilahkan untuk memberikan
tanggapan, masukan maupun pertanyaan. (Langkah 3. Membandingkan dan
mendiskusikan jawaban)
j. Guru mengklarifikasi hasil diskusi yang telah dipresentasikan dan
memastikan semua siswa memahaminya.
k. Guru meminta semua siswa mengumpulkan LKS yang sudah mereka
kerjakan.
3. Penutup
a. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan pelajaran yang didapat pada hari
itu dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. (Langkah 4.
Menyimpulkan)
b. Guru menginformasikan kepada siswa materi yang akan dipelajari pada
pertemuan yang akan datang dan meminta siswa untuk membaca dan
menyiapkan pertanyaan untuk dibahas dipertemuan yang akan datang.
B. Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan
peneliti lakukan. Salah satunya pernah dilakukan oleh Augistri Putri (2013) dengan
judul “Penerapan Strategi Think-Talk-Write (TTW) Sebagai Upaya untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa”. Setelah dilakukan
pembelajaran dengan TTW, kemampuan komunikasi matematis siswa pada aspek
kemampuan
gramatikal
meningkat
sebesar
29,17%. Untuk kemampuan
27
sosiolinguistik, meningkat sebesar 37,5%. Pada aspek kemampuan strategis,
meningkat sebesar 33,33%, sedangkan pada kemampuan diskusi meningkat sebesar
25%. Karena penelitian yang dilakukan oleh Augistri adalah meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis menggunakan strategi Think-Talk-Write, maka
peneliti akan melakukan penelitian dengan tujuan yang sama yaitu meningkatkan
kemampuan
komunikasi
matematis
tetapi
dengan
menggunakan
model
pembelajaran Inside-Outside Outside (IOC) dengan Pendekatan Matematika
Realistik.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Cory Eka Budiarti (2010) dengan judul
“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle (IOC)
untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa”. Setelah
dilakukan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran
Inside-Outside Circle diperoleh hasil bahwa model pembelajaran Inside-Outside
Circle (IOC) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa,
memberikan respon positif terhadap pebelajaran matematika dan meningkatkan
kerjasama siswa. Penelitian ini dtujukan untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis dan respon positif siswa dengan menerapkan metode InsideOutside Circle, sedangkan peneliti akan melakukan penelitian dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle namun dengan tujuan
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Floriano Viseu dan Ines Bernado Oliveira (2012) dalam International
Electronic Journal of Elementary Education membandingkan komunikasi
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran melalui metode ceramah dengan
siswa yang mengikuti pembelajaran melalui pendekatan Open-Ended dan hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran melalui
pendekatan Open-Ended memiliki komunikasi matematis yang lebih baik daripada
siswa yang mengikuti pembelajaran melalui ceramah. Karena Floriano dan Ines
membandingkan dua metode untuk melihat peningkatan komunikasi matematis
siswa, maka peneliti akan melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran
kooperatif Inside-Outside Circle (IOC) dengan Pendekatan Matematika Realistik.
28
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir adalah arahan penalaran untuk sampai pada jawaban
sementara atas masalah yang dirumuskan. Selaras dengan penjelasan dalam latar
belakang bahwa terdapat masalah dalam suatu kelas di SMP Negeri 14 Surakarta
dimana kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah, hal ini disebabkan
karena pembelajaran terfokus pada guru. Guru memberikan teori secara ceramah
kemudian memberi contoh soal dan dilanjutkan dengan latihan soal. Pembelajaran
tidak memungkinkan terciptanya kondisi yang dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa, oleh karena itu diperlukan suatu usaha perbaikan
proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa.
Peneliti akan menerapkan model pembelajaran kooperatif Inside-Outside
Circle (IOC) dengan Pendekatan Matematika Realistik dalam pembelajaran
matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa
sehingga para siswa dapat mengkomunikasikan ide mereka baik secara tertulis
maupun lisan. Peneliti merasa perlu menerapkan model pembelajaran kooperatif
Inside-Outside Circle (IOC) dengan Pendekatan Matematika Realistik karena
proses pembelajarannya menuntut siswa untuk mengkomunikasikan idenya baik
secara tertulis maupun lisan.
Dalam Inside-Outside Circle (IOC), siswa akan menyelesaikan tugas yang
diberikan bersama dengan pasangan awal dalam tahap ini siswa dituntut untuk
memikirkan strategi pemecahan masalah yang diberikan pada LKS. Kegiatan ini
akan mendorong tercapainya indikator kemampuan komunikasi matematis siswa
khususnya kemampuan mendeskripsikan suatu strategi yang akan digunakan dalam
memecahkan masalah. Kegiatan selanjutnya adalah siswa menyampaikan hasil
diskusi dari pasangan awal ke pasangan baru sampai seterusnya kemudian kembali
ke pasangan awal. Tahap selanjutnya adalah pemaparan hasil diskusi oleh
kelompok besar sehingga terjadi diskusi antar kelompok besar. Tahap ini
mendorong tercapainya indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu
29
kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan dan menyusun
argumen.
Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika
realistik atau PMR siswa dilatih untuk dapat menggunakan model dalam
mengaktualisasikan masalah kontekstual ke dalam bahasa matematika, yang berupa
gambar atau simbol matematika sesuai dengan karakteristik dalam pendekatan
matematika realistik atau PMR the use of contexts dan the use of model. Dengan
digunakannya PMR diharapkan kemampuan komunikasi matematis siswa
khususnya kemampuan menggunakan simbol, notasi, operasi matematika dengan
tepat,mengekspresikan ide, mengevaluasi suatu ide atau proses serta menarik
kesimpulan dari suatu permasalahan.
Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif Inside-Outside Circle
(IOC) dengan Pendekatan Matematika Realistik untuk setiap pertemuan pada setiap
siklus diharapkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII B SMP
Negeri 14 Surakarta yang meliputi kemampuan gramatikal, sosiolinguistik,
strategis dan diskusi akan meningkat.
D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan
penelitian. Hipotesis ini masih harus diuji kebenarannya sampai terbukti melalui
data yang terkumpul. Berdasarkan landasan teori, hasil penelitian yang relevan dan
kerangka berpikir maka peneliti merumuskan hipotesis yaitu bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle (IOC) dengan Pendekatan
Matematika Realistik (PMR) pada pembelajaran matematika, kemampuan
komunikasi matematis siswa kelas VII B SMP Negeri 14 Surakarta dapat
meningkat.
Download