6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika dan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1
Matematika dan Pembelajaran Matematika
2.1.1.1 Pengertian Matematika
Matematika merupakan ilmu yang mendasari dari ilmu-ilmu lainnya.
Susanto (2013:184) menyatakan bahwa matematika merupakan salah satu disiplin
ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi,
memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia
kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sejalan dengan Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
menyatakan matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Adapun Ruseffendi dalam Heruman (2013:1)
menyatakan matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima
pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang
terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan
ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Berdasarkan pendapat yang telah
dikemukakan para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa matematika
merupakan pola pikir tertentu dalam ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur
yang masih abstrak dan terdapat hubungan yang ada didalamnya.
2.1.1.2 Fungsi Matematika
Matematika
berfungsi
mengembangkan
kemampuan
menghitung,
mengukur, dan menggunakan rumus matematika sederhana yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini tercantum dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi mata pelajaran matematika untuk SD/MI “matematika berfungsi
mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan
masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol,
6
tabel, diagram, dan media lain”. Fungsi tersebut dapat dicapai jika melalui proses
pembelajaran yang benar.
2.1.1.3 Pengertian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan proses kegiatan belajar mengajar dalam kelas
yang saling berinteraksi antara guru dan siswa, guru berfungsi mengkondisikan
pembelajaran di dalam kelas. Gatoto (2007:26) menyatakan pembelajaran
matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui
serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi
tentang bahan matematika yang dipelajari. Susanto (2013:186) mendiskripsikan
pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh
guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
materi matematika. Menurut Rahayu (2007:2), pembelajaran matematika adalah
proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana
lingkungan yang memungkinkan seseorang (pelajar) melaksanakan kegiatan
belajar matematika dan pembelajaran matematika harus memberikan peluang
kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa guru
berperan sebagai kunci dalam suasana belajar, sedangkan siswa berperan sebagai
penerima pengetahuan secara optimal dengan cara merancang dan menciptakan
suasana lingkungan belajar, agar siswa mencari pengalaman belajar dan tercapainya
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
2.1.1.4 Tujuan Pembelajaran Matematika
Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik, guru harus mampu
mengorganisir semua komponen sehingga antar komponen yang satu dengan
lainnya dapat berinteraksi secara harmonis. Tujuan pembelajaran matematika
adalah melatih dan menumbuhkan cara berfikir sistematis, logis, kritis, kreatif, dan
konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam penyelesaian
masalah. Berdasarkan Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
(2006:417) menyatakan bahwa pembelajaran matematika di Sekolah Dasar
bertujuan agar siswa memiliki kemampuan-kemampuan, sebagai berikut: a)
memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah; b) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; c) memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan
model
dan
menafsirkan
solusi
yang
diperoleh;
d)
mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan masalah; e) memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah. Sedangkan untuk tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar seperti
yang dikemukakan Susanto (2013:188) bahwa tujuan pembelajaran matematika
adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu juga,
dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam
penerapan matematika. Tujuan pembelajaran matematika pada dasarnya menuntut
siswa mampu, trampil, dan melakukan sebuah penalaran dalam pembelajaran
matematika.
2.1.1.5 Karakteristik Pembelajaran Matematika
Karakteristik pembelajaran matematika memiliki cici-ciri khas, yang
berbeda dengan pembelajaran lainnya. Menurut Suherman (2003), karakteristik
pembelajaran matematika di sekolah sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap). Materi pembelajaran
diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dari hal konkrit ke abstrak, hal
yang sederhana ke kompleks, atau konsep mudah ke konsep yang lebih sukar.
2. Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral. Setiap mempelajari konsep
baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari sebelumnya.
Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari.
Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan
memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika (Spiral melebar
dan menaik).
3. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif. Matematik adalah
deduktif, matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian
harus dapat dipilihkan pendekatan yang cocok dengan kondisi siswa. Dalam
pembelajaran belum sepenuhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih
campur dengan deduktif.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. Kebenarankebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi,
tidak bertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu
pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan-pernyataan yang
terdahulu yang telah diterima kebenarannya.
2.1.2
Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Hasil Belajar
Dimyati dan Mujiono (2009:17) menyatakan bahwa hasil belajar
merupakan hal yang dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Jika
dilihat dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
dibandingkan lebih baik dari sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental
tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan
pelajaran. Seperti halnya Sudjana (2012:3) juga mendefinisikan hasil belajar siswa
sebagai perubahan tingkah laku secara menyeluruh yang terdiri atas unsur kognitif,
afektif, dan psikomotoris secara terpadu pada diri siswa yang diperoleh dari proses
pengajaran. Menurut Suprijono (20014:5), hasil belajar adalah “pola-pola
perbuatan, nilai-nilai pengertian, sikap, apresiasi, dan ketrampilan”.
Pengertian hasil belajar dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah perubahan perilaku dan perbuatan siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran.
2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dalam proses pembelajaraan tidak dapat
terlepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Untuk itu, Wasliman
dalam Susanto (2013:12) mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar siswa terdiri dari dua faktor, yaitu faktor yang datang dari dalam diri
individu siswa (internal factor), dan faktor yang datangnya dari luar individu siswa
(exsternal factor). Keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Faktor internal, merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri pesserta
didik, mempengaruhi kemampuan belajar dan yang meliputi: kecerdasan, minat
dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta
kondisi fisik dan kesehatan.
2. Faktor eksternal, faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang
memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
Selain faktor-faktor hasil belajar yang telah diuraikan di atas, menurut
Baharudin dan Wahyuni (2007:19-28), secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
individu seperti faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis merupakan
faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu, yang dibedakan
menjadi dua yaitu: a) keadaan tonus jasmani; b) keadaan fungsi jasmani/fisiologis.
Faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi
hasil belajar seperti kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat. Faktor
eksternal/eksogen digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan
sosial dan faktor lingkungan nonsosial. Faktor lingkungan sosial dibedakan menjadi
tiga, yaitu a) lingkungan sosial sekolah seperti guru, administrasi, dan teman-teman
sekelas; b) lingkungan sosial masyarakat merupakan lingkungan seperti tempat
tinggal siswa; c) lingkungan sosial keluarga, seperti ketegangan keluarga, sifat
orang tua, demografi rumah, dan pengelolaan keluarga. Faktor lingkungan non
sosial dibedakan menjadi tiga, yaitu: a) lingkungan almiah seperti udara, cukup
tidak sinar matahari, dan suasana yang sejuk/sebaliknya; b) lingkungan
instrumental merupakan perangkat belajar yang dapat dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu: hardware dan software; c) faktor materi pelajaran/materi yang akan
dipelajari oleh siswa. Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan
siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru disesuaikan dengan kondisi
perkembangan siswa agar guru dapat memberikan konstribusi yang positif terhadap
kreativitas belajar siswa.
Kesimpulannya bahwa ada dua faktor utama yang dapat mempengaruhi
hasil belajar siswa, yaitu faktor yang datagnya dari dalam diri siswa (internal), dan
faktor yang datangnya dari luar diri siswa (external).
2.1.2.3 Ranah Hasil Belajar
Menurut Bloom dalam Sudjana (2012:22), secara garis besar klasifikasi hasil
belajar dibagi menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, ranah
psikomotor.
a)
Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesis dan penilaian. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah
dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
b)
Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai, dimana tipe hasil belajar
afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya
terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman
sekelasnya, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Hasil belajar afektif terdiri
lima aspek yakni penerimaan, menjawab atau reaksi, penilaian, organisasi dan
internalisasi.
c)
Ranah Psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan reflek,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau
ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan
interpretatif.
Ketiga ranah tersebut dijadikan pedoman dalam proses kegiatan mengajar
untuk penilaian terhadap hasil belajar siswa. Sehingga melalui ketiga ranah tersebut
akan terlihat adanya tingkat keberhasilan siswa dalam menerima hasil
pembelajaran atau ketercapaian siswa dalam penerimaan pembelajaran.
2.1.3
Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif muncul karena adanya perkembangan
dalam sisitem pembelajaran yang ada. Model pembelajaran kooperatif
menggantikan
sistem
pembelajaran
yang
individual.
Slavin
(2012:4)
mengungkapkan pembelajaran kooperatif merupakan proses pembelajaran dimana
siswa belajar dalam kelompok dengan struktur yang heterogen guna mencapai
tujuan yang ditentukan. Belajar secara berkelompok diharapkan siswa mampu
menyampaikan pendapat atau pengetahuan mereka dengan leluasa sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Lebih lanjut, Roger dan David Jhonshon (Lie, 2003)
mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran
kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran
gotong royong harus diterapkan diantaranya:
a)
Saling ketergantungan positif yakni sifat yang menunjukkan saling
ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok secara positif.
b)
Tanggung jawab perseorangan yakni bahwa setiap individu didalam
kelompok tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi kelompok.
c)
Tatap muka yakni bahwa setiap kelompok harus diberikan kesempatan
untuk bertemu dan berdiskusi.
d)
Komunikasi antar anggota yakni dalam berdiskusi atau kerjasama
diperlukan adanya komunikasi antar anggota
e)
Evaluasi proses kelompok merupakan proses perolehan jawaban
permasalahan yang dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama.
Jadi didalam pembelajaran menggunakan model cooperative learning tidak
sekedar belajar secara kerja kelompok akan tetapi ada unsur-unsur yang
perlu diperhatikan seperti diatas.
Model pembelajaran kooperatif menurut Lie (2003:28) merupakan kegiatan
gotong royong, yang merupakan kerjasama yang terdiri dari dua orang atau lebih
yang semuanya mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan.
Menurut Isjoni (2007:14), model pembelajaran kooperatif yaitu mengerjakan
sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya satu
sekompok atau tim. Hal ini berarti diperlukan adanya kerja sama dalam satu
kelompok untuk menguasai dan mengerjakan materi yang diberikan dalam belajar
pada model pembelajaran kooperatif. Selanjutnya menurut Suprijono (2009:54),
pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja
kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan
oleh guru”. Hal tersebut pembelajaran kooperatif secara umum dianggap lebih
diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan
serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu
peserta didik menyelesaikan masalah.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran berkelompok dengan struktur
yang heterogen dan setiap kelompok saling bekerja sama berdasarkan tanggung
jawab dalam pekerjaan masing-masing agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Akantetapi tidak semua kerja kelompok dapat dianggap sebagai pembelajaran
kooperatif
2.1.3.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Suprijono (2009) menjelaskan bahwa ada 6 langkah-langkah dalam model
pembelajaran kooperatif, adapun langkah-langkah (sintak) model pembelajaran
kooperatif dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Sintak Model Pembelajaran Kooperatif
Fase-Fase
Fase 1: Present goals and set
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik
Fase 2: Present information
Menyajikan informasi
Fase 3: Organize students into learning
teams
Mengorganisir peserta didik ke dalam timtim belajar
Fase 4: Assist team work and study
Membantu kerja tim dan belajar
Fase 5: Test on the materials
Mengevaluasi
Perilaku Guru
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap belajar
Mempresentasikan informasi kepada
peserta didik secara verbal
Memberikan penjelasan kepada peserta
didik tentang tata cara pembentukan tim
belajar
dan
membantu
kelompok
melakukan transisi yang efisien
Membantu tim-tim belajar selama peserta
didik mengerjakan tugasnya
Menguji pengetahuan peserta didik
mengenai berbagai materi pembelajaran
atau kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6: Provide recognition
Mempersiapkan cara untuk mengakui
Memberikan pengakuan atau penghargaan usaha dan prestasi individu maupun
kelompok
2.1.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif
Sanjaya (2006: 247) mengungkapkan beberapa kelebihan dan kelemahan
model pembelajaran kooperatif. Kelebihan yang dijelaskan yaitu 1) melalui
pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu tergantung pada guru, dapat menambah
kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan
belajar
dari
siswa
yang
lain;
2)
dapat
mengembangkan
kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkan dengan ide-ide orang lain; 3) membantu memberdayakan setiap
siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar; 4) meningkatkan prestasi
akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan ketrampilan
rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain,
mengembangkan ketrampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap
sekolah; 5) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik
memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang
dibuat adalah tanggung jawab kelompok; 6) Meningkatkan kemampuan siswa
menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata; 7)
Meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir. Hal ini
berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.
Model pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan diantaranya: 1)
Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif membutuhkan
waktu lama; 2) Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa setiap saling
membelajarkan; 3) Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif kepada
hasil kelompok, namun guru perlu menyadari bahwa hasil atau prestasi yang
diharapkan sebenarnya adlah hasil presentasi setiap individu; 4) Keberhasilan
pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok
memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan ini tidak mungkin dicapai
hanya dalam waktu satu atau beberapa kali penerapan strategi; 5) Walaupun
kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk
siswa.
2.1.3.4 Tipe-tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Terdapat beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang digunakan dan
dikembangkan dalam proses pembelajaran. Menurut Miftahul (2012:134), model
pembelajaran kooperatif terdapat beberapa tipe antara lain a) Mencari Pasangan
(make a match) dimana siswa mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep
atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan; b) Think-Pair-Share,
memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain; c)
Kepala Bernomor, memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab
individunya sebagai anggota kelompok; d) Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two
Stray), siswa dapat bekerja sama saling berbagi informasi dengan kelompokkelompok lain; e) Keliling Kelompok, dalam kegiatan ini masing-masing anggota
kelompok
berkesempatan
untuk
memberikan
konstribusi
mereka
dan
mendengarkan pandangan anggota yang lain; f) Kancing Gemerincing, siswa
mendapatkan kesempatan yang sama untuk berperan serta dan berkonstribusi pada
kelompoknya masing-masing; g) Lingkaran Dalam- Lingkaran Luar (IOC), siswa
saling berbagi informasi pada waktu yang bersamaan; h) Tari Bamboo, siswa
berjajar dan saling berhadapan dengan model yang mirip seperti dua potong
bamboo yang digunakan dalam tari bamboo di beberapa daerah di Indonesia; i)
Jigsaw, siswa dibagi menjadi kelompok asal dan kelompok ahli; j) Bercerita
Berpasangan (Paired story telling), menggabungkan kegiatan membaca, menulis,
mendengar, dan berbicara. Dalam model pembelajaran kooperatif diharapkan
sisiwa bekerja sama satu sama lainnya, berdiskusi dan berdebat, menilai
kemampuan pengetahuan dan mengisi kekurangan anggota lainnya.
2.1.4
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe IOC
2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe IOC
Model pembelajaran kooperatif tipe IOC merupakan salah satu
pembelajaran yang menyampaikan banyak diskusi. Menurut Miftahul (2012:144),
model pembelajaran kooperatif tipe IOC dikembangkan oleh Spancer Kagan
memungkinkan siswa untuk saling berbagi informasi secara bersamaan dan
adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk saling berbagi
informasi bersama dengan singkat dan teratur. Selain itu siswa memiliki banyak
kesempatan untuk
mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan
berkomunikasi. Menurut Lie (2008:65), model pembelajaran kooperatif tipe IOC
adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa agar saling
berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Berdasarkan pernyataan yang telah
dipaparkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe IOC dimana peserta didik saling membagi informasi pada saat yang bersamaan
dengan singkat dan teratur.
2.1.4.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe IOC
Menurut Miftahul (2012:145-146), penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe IOC mempunyai langkah-langkah sebagai berikut pada tabel 2
Tabel 2. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe IOC
No.
Langkah pembelajaran
Kegiatan guru
1.
Satu kelompok dibagi menjadi
dua kelompok yang terdiri dari
kelompok dalam dan kelompok
luar dan lingkaran dalamsaling
berhadap-hadapan
Guru membagi kelompok
dalam sutu kelompok terdiri
dari kelompok luar dan
kelompok dalam, sehingga
siswa saling berhadaphadapan.
Siswa menempatkan
diri kedalam
kelompok
2.
Setiap pasangan siswa dari
kelompok kecil dan besar
saling berbagi informasi
tentang materi. Kelompok
lingkaran kecil memulai
pertukaran informasi, setelah
itu kelompok yang berada di
lingkaran besar berbagi
informasi.
Siswa yang berada di lingkaran
luar diam ditempat, sementara
siswa berada dilingkaran dalam
bergeser satu atau dua langkah
searah perputaran jarum jam.
Dengan cara ini, masingmasing siswa mendapatkan
pasangan yang baru untuk
berbagi informasi.
Siswa yang berada di lingkaran
dalam membagikan informasi.
Demikian seterusnya sampai
bertemu dengan pasangan yang
sama.
Guru membagikan materi
yang sama setiap pasangan.
Setiap pasangan
mendiskusikan materi.
Kemudian lingkaran luar
berputar searah jarum jam
dan bertemu dengan
pasangan berbeda dan
membahas materi.
Guru mengarahkan siswa
untuk kelompok luar diam di
tempat dan kelompok dalam
bergeser dua langkah yang
berlawanan arah searah
jarum jam. Sehingga sisiwa
mendapatkan pasangan yang
baru untuk berbagi
informasi.
Guru mengarahkan siswa
yang berada di lingkaran
besar untuk membahas
materi, dan berputar sampai
bertemu dengan pasangan
yang sama. Selanjutnya
siswa mempresentasikan
materi dari hasil diskusi dari
kelompok kecil dan besar.
Dan guru mengevaluasi.
Siswa membahas
materi bersama.
3.
4.
2.1.4.3
Kegiatan siswa
Siswa mengikuti
arahan dari guru
Siswa mengikuti
arahan guru dan
mempresentasikan
materi.
Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe IOC
Miftahul (2012: 144) mengungkapkan kelebihan dari model pembelajaran
kooperatif tipe IOC adalah sebagai bagai berikut:
a) Adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk saling berbagi
informasi bersama dengan singkat dan teratur
b) Kegiatan ini dapat membangun sifat kerjasama antar siswa
c) Mendapatkan informasi yang berbeda pada saat bersamaan.
Kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe IOC adalah sebagai
berikut:
a) Membutuhkan ruang kelas yang besar,
b) Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan disalah gunakan untuk bergurau.
2.2
Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Novieta (2013), dengan judul
“Pengaruh Penggunaan Inside-Ooutside Circle (IOC) Terhadap Hasil Belajar
Biologi Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013”
dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata nilai kelas eksperimen yaitu
sebesar 71,28 sedangkan kelas control sebesar 64,53. Hasil hipotesis pengaruh IOC
terhadap hasil belajar kognitif menunjukkan p-value < 0,05 yaitu sebesar 0,000.
Hasil uji hipotesis pengaruh IOC terhadap hasil belajar psikomotorik menunjukkan
p-value < 0,05 yaitu sebesar 0,000. Hasil uji hipotesis pengaruh IOC terhadap hasil
belajar Afektif menunjukkan p-value < 0,05 yaitu sebesar 0,030. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa IOC berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa kelas X
SMA Negeri 5 Surakarta baik pada ranah kognitif, psikomotor, maupun afektif.
Penelitian yang dilakukan Aidiyah (2014), dengan judul “Perbedaan Hasil
Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle
(IOC) Dengan Metode Konvensional” dengan hasil penelitian menunjukkan tidak
terdapat perbedaan hasil pre-tes antara kelas eksperimen dan kelas control dengan
nilai –z hitung > -z tabel yaitu -0,37 > -1,96. Dari hasil post-tesnya terdapat
perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan nilai –3,19 < -1,96.
Tidak hanya hasil dari pre-tes dan post-tes yang dihitung, tetapi juga hasil selisih
dari nilai pre-tes-post-tes (nilai gain) menunjukkan nilai gain kelas eksperimen
lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan nilai -5,538 < -1,65. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajarkan Dengan
model kooperatif tipe IOC dengan metode konvensional.
Penelitian yang dilakukan Yudita (2014), dengan judul “Pengaruh
Penerapan Model Pembelajaran IOC (Inside-Outside Circle) Terhadap Hsil Belajar
Siswa Kelas V Dalam Mata Pelajaran IPS Pokok Bhasan Menceritakan Tokoh-
Tokoh Sejarah Pada Masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia di SDN
Tanjungrejo 05 Jember” dengan hasil penelitian rata-rata nilai sebesar 18,98 dengan
model pembelajaran kooperatif tipe IOC, sedangkan nilai siswa yang menerapkan
pembelajaran konvensional mempunyai nilai lebih rendah yakni 14,98. Hal ini
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara nilai siswa yang diajar dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe IOC dengan menerapkan
pembelajaran konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa
yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe IOC lebih baik
dibandingkan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode konvensional.
Penelitian yang dilakukan Putu Gde dkk (2013), dengan judul “Pengaruh
Model Pembelajaran Inside-Outside Circle Dengan Time Berbantuan Multimedia
Terhadap Hasil Belajar IPA Kelas V Gugus 2 Denpasar Timur” dengan hasil
penelitian diperoleh thitung sebesar 4,7003 sedangkan nilai ttabel adalah 2,00. Dari
perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa thitung > ttabel. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar
menggunakn model pembelajaran tipe IOC.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di atas, keistimewaan
penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe IOC, siswa mampu
memiliki kemauan untuk bekerja sama serta memiliki ketrampilan bekerja sama
untuk saling berbagi informasi secara bersamaan tanpa penerimaan terhadap
perbedaan individu sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
2.3
Kerangka Berpikir
Matematika merupakan pola pikir tertentu dalam ilmu pengetahuan yang
mempelajari struktur yang masih abstrak dan terdapat hubungan yang ada
didalamnya. Pada dasarnya matematika selalu mengiringi dalam kehidupan
manusia. Pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang dapat
mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa namun membutuhkan proses
pembelajaran yang menyenangkan agar muncul rasa keingintahuan siswa. Oleh
karena itu pembelajaran merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan dan ketrampilan. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari
hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku
menyeluruh dan perubahan nilai kognitif siswa setelah proses pembelajaran.
Mendapatkan hasil belajar yang diinginkan maka diperlukan berbagai faktor
pendukung, diantaranya siswa dan model pembelajaran yang digunakan.
Model pembelajaran yang sesuai tentulah akan membuat pembelajaran lebih
menarik bagi siswa sehingga apabila siswa sudah tertarik mengikuti pembelajaran
siswa merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran dan akhirnya siswa
mempermudah siswa untuk menangkap informasi dan materi yang sedang
dipelajari. Salah satu model yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah
model pembelajaran kooperatif tipe IOC.
Penelitian model pembelajaran kooperatif tipe IOC merupakan model
pembelajaran agar siswa dapat saling berpikir kritis, aktif, bekerja sama, dan dapat
saling tukar informasi secara bersamaan dan bergantian. Selain itu siswa
mendapatkan semua informasi yang sedang dipelajari sedikit demi sedikit sehingga
konsep atau prinsip pembelajran dapat tertanam diingatan siswa secara lama.
Model pembelajaran
kooperatif tipe IOC
(x)
Hasil Belajar
(y)
Gambar 1 Paradigma Penelitian
2.4
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, maka
dapat dirumuskan hipotesis atau dugaan sementara yaitu “Terdapat Pengaruh
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe IOC Terhadap Hasil Belajar Matematika
Bagi Siswa Kelas IV SD Gugus Teuku Umar Salatiga”.
Download