BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu yang mendasari dari ilmu-ilmu lainnya. Susanto (2013:184) menyatakan bahwa matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejalan dengan Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Adapun Ruseffendi dalam Heruman (2013:1) menyatakan matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa matematika merupakan pola pikir tertentu dalam ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang masih abstrak dan terdapat hubungan yang ada didalamnya. 2.1.1.2 Fungsi Matematika Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, dan menggunakan rumus matematika sederhana yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tercantum dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi mata pelajaran matematika untuk SD/MI “matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, 6 tabel, diagram, dan media lain”. Fungsi tersebut dapat dicapai jika melalui proses pembelajaran yang benar. 2.1.1.3 Pengertian Pembelajaran Matematika Pembelajaran merupakan proses kegiatan belajar mengajar dalam kelas yang saling berinteraksi antara guru dan siswa, guru berfungsi mengkondisikan pembelajaran di dalam kelas. Gatoto (2007:26) menyatakan pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Susanto (2013:186) mendiskripsikan pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika. Menurut Rahayu (2007:2), pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang (pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika dan pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa guru berperan sebagai kunci dalam suasana belajar, sedangkan siswa berperan sebagai penerima pengetahuan secara optimal dengan cara merancang dan menciptakan suasana lingkungan belajar, agar siswa mencari pengalaman belajar dan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. 2.1.1.4 Tujuan Pembelajaran Matematika Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sehingga antar komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis. Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berfikir sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam penyelesaian masalah. Berdasarkan Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (2006:417) menyatakan bahwa pembelajaran matematika di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa memiliki kemampuan-kemampuan, sebagai berikut: a) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; b) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; c) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; d) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan masalah; e) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Sedangkan untuk tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar seperti yang dikemukakan Susanto (2013:188) bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika. Tujuan pembelajaran matematika pada dasarnya menuntut siswa mampu, trampil, dan melakukan sebuah penalaran dalam pembelajaran matematika. 2.1.1.5 Karakteristik Pembelajaran Matematika Karakteristik pembelajaran matematika memiliki cici-ciri khas, yang berbeda dengan pembelajaran lainnya. Menurut Suherman (2003), karakteristik pembelajaran matematika di sekolah sebagai berikut: 1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap). Materi pembelajaran diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dari hal konkrit ke abstrak, hal yang sederhana ke kompleks, atau konsep mudah ke konsep yang lebih sukar. 2. Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral. Setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika (Spiral melebar dan menaik). 3. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif. Matematik adalah deduktif, matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian harus dapat dipilihkan pendekatan yang cocok dengan kondisi siswa. Dalam pembelajaran belum sepenuhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur dengan deduktif. 4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. Kebenarankebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak bertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan-pernyataan yang terdahulu yang telah diterima kebenarannya. 2.1.2 Hasil Belajar 2.1.2.1 Pengertian Hasil Belajar Dimyati dan Mujiono (2009:17) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hal yang dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Jika dilihat dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang dibandingkan lebih baik dari sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Seperti halnya Sudjana (2012:3) juga mendefinisikan hasil belajar siswa sebagai perubahan tingkah laku secara menyeluruh yang terdiri atas unsur kognitif, afektif, dan psikomotoris secara terpadu pada diri siswa yang diperoleh dari proses pengajaran. Menurut Suprijono (20014:5), hasil belajar adalah “pola-pola perbuatan, nilai-nilai pengertian, sikap, apresiasi, dan ketrampilan”. Pengertian hasil belajar dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku dan perbuatan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. 2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar yang dicapai siswa dalam proses pembelajaraan tidak dapat terlepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Untuk itu, Wasliman dalam Susanto (2013:12) mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa terdiri dari dua faktor, yaitu faktor yang datang dari dalam diri individu siswa (internal factor), dan faktor yang datangnya dari luar individu siswa (exsternal factor). Keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Faktor internal, merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri pesserta didik, mempengaruhi kemampuan belajar dan yang meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. 2. Faktor eksternal, faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Selain faktor-faktor hasil belajar yang telah diuraikan di atas, menurut Baharudin dan Wahyuni (2007:19-28), secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu seperti faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu, yang dibedakan menjadi dua yaitu: a) keadaan tonus jasmani; b) keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi hasil belajar seperti kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat. Faktor eksternal/eksogen digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial. Faktor lingkungan sosial dibedakan menjadi tiga, yaitu a) lingkungan sosial sekolah seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas; b) lingkungan sosial masyarakat merupakan lingkungan seperti tempat tinggal siswa; c) lingkungan sosial keluarga, seperti ketegangan keluarga, sifat orang tua, demografi rumah, dan pengelolaan keluarga. Faktor lingkungan non sosial dibedakan menjadi tiga, yaitu: a) lingkungan almiah seperti udara, cukup tidak sinar matahari, dan suasana yang sejuk/sebaliknya; b) lingkungan instrumental merupakan perangkat belajar yang dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: hardware dan software; c) faktor materi pelajaran/materi yang akan dipelajari oleh siswa. Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa agar guru dapat memberikan konstribusi yang positif terhadap kreativitas belajar siswa. Kesimpulannya bahwa ada dua faktor utama yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu faktor yang datagnya dari dalam diri siswa (internal), dan faktor yang datangnya dari luar diri siswa (external). 2.1.2.3 Ranah Hasil Belajar Menurut Bloom dalam Sudjana (2012:22), secara garis besar klasifikasi hasil belajar dibagi menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotor. a) Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. b) Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai, dimana tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelasnya, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Hasil belajar afektif terdiri lima aspek yakni penerimaan, menjawab atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. c) Ranah Psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut dijadikan pedoman dalam proses kegiatan mengajar untuk penilaian terhadap hasil belajar siswa. Sehingga melalui ketiga ranah tersebut akan terlihat adanya tingkat keberhasilan siswa dalam menerima hasil pembelajaran atau ketercapaian siswa dalam penerimaan pembelajaran. 2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif 2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif muncul karena adanya perkembangan dalam sisitem pembelajaran yang ada. Model pembelajaran kooperatif menggantikan sistem pembelajaran yang individual. Slavin (2012:4) mengungkapkan pembelajaran kooperatif merupakan proses pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok dengan struktur yang heterogen guna mencapai tujuan yang ditentukan. Belajar secara berkelompok diharapkan siswa mampu menyampaikan pendapat atau pengetahuan mereka dengan leluasa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Lebih lanjut, Roger dan David Jhonshon (Lie, 2003) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan diantaranya: a) Saling ketergantungan positif yakni sifat yang menunjukkan saling ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok secara positif. b) Tanggung jawab perseorangan yakni bahwa setiap individu didalam kelompok tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi kelompok. c) Tatap muka yakni bahwa setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu dan berdiskusi. d) Komunikasi antar anggota yakni dalam berdiskusi atau kerjasama diperlukan adanya komunikasi antar anggota e) Evaluasi proses kelompok merupakan proses perolehan jawaban permasalahan yang dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama. Jadi didalam pembelajaran menggunakan model cooperative learning tidak sekedar belajar secara kerja kelompok akan tetapi ada unsur-unsur yang perlu diperhatikan seperti diatas. Model pembelajaran kooperatif menurut Lie (2003:28) merupakan kegiatan gotong royong, yang merupakan kerjasama yang terdiri dari dua orang atau lebih yang semuanya mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan. Menurut Isjoni (2007:14), model pembelajaran kooperatif yaitu mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya satu sekompok atau tim. Hal ini berarti diperlukan adanya kerja sama dalam satu kelompok untuk menguasai dan mengerjakan materi yang diberikan dalam belajar pada model pembelajaran kooperatif. Selanjutnya menurut Suprijono (2009:54), pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”. Hal tersebut pembelajaran kooperatif secara umum dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran berkelompok dengan struktur yang heterogen dan setiap kelompok saling bekerja sama berdasarkan tanggung jawab dalam pekerjaan masing-masing agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Akantetapi tidak semua kerja kelompok dapat dianggap sebagai pembelajaran kooperatif 2.1.3.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Suprijono (2009) menjelaskan bahwa ada 6 langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif, adapun langkah-langkah (sintak) model pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1. Sintak Model Pembelajaran Kooperatif Fase-Fase Fase 1: Present goals and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik Fase 2: Present information Menyajikan informasi Fase 3: Organize students into learning teams Mengorganisir peserta didik ke dalam timtim belajar Fase 4: Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi Perilaku Guru Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Fase 6: Provide recognition Mempersiapkan cara untuk mengakui Memberikan pengakuan atau penghargaan usaha dan prestasi individu maupun kelompok 2.1.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Sanjaya (2006: 247) mengungkapkan beberapa kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif. Kelebihan yang dijelaskan yaitu 1) melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu tergantung pada guru, dapat menambah kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain; 2) dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkan dengan ide-ide orang lain; 3) membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar; 4) meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan ketrampilan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan ketrampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah; 5) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompok; 6) Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata; 7) Meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang. Model pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan diantaranya: 1) Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu lama; 2) Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa setiap saling membelajarkan; 3) Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif kepada hasil kelompok, namun guru perlu menyadari bahwa hasil atau prestasi yang diharapkan sebenarnya adlah hasil presentasi setiap individu; 4) Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan ini tidak mungkin dicapai hanya dalam waktu satu atau beberapa kali penerapan strategi; 5) Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa. 2.1.3.4 Tipe-tipe Model Pembelajaran Kooperatif Terdapat beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang digunakan dan dikembangkan dalam proses pembelajaran. Menurut Miftahul (2012:134), model pembelajaran kooperatif terdapat beberapa tipe antara lain a) Mencari Pasangan (make a match) dimana siswa mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan; b) Think-Pair-Share, memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain; c) Kepala Bernomor, memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab individunya sebagai anggota kelompok; d) Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray), siswa dapat bekerja sama saling berbagi informasi dengan kelompokkelompok lain; e) Keliling Kelompok, dalam kegiatan ini masing-masing anggota kelompok berkesempatan untuk memberikan konstribusi mereka dan mendengarkan pandangan anggota yang lain; f) Kancing Gemerincing, siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berperan serta dan berkonstribusi pada kelompoknya masing-masing; g) Lingkaran Dalam- Lingkaran Luar (IOC), siswa saling berbagi informasi pada waktu yang bersamaan; h) Tari Bamboo, siswa berjajar dan saling berhadapan dengan model yang mirip seperti dua potong bamboo yang digunakan dalam tari bamboo di beberapa daerah di Indonesia; i) Jigsaw, siswa dibagi menjadi kelompok asal dan kelompok ahli; j) Bercerita Berpasangan (Paired story telling), menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengar, dan berbicara. Dalam model pembelajaran kooperatif diharapkan sisiwa bekerja sama satu sama lainnya, berdiskusi dan berdebat, menilai kemampuan pengetahuan dan mengisi kekurangan anggota lainnya. 2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe IOC 2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe IOC Model pembelajaran kooperatif tipe IOC merupakan salah satu pembelajaran yang menyampaikan banyak diskusi. Menurut Miftahul (2012:144), model pembelajaran kooperatif tipe IOC dikembangkan oleh Spancer Kagan memungkinkan siswa untuk saling berbagi informasi secara bersamaan dan adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk saling berbagi informasi bersama dengan singkat dan teratur. Selain itu siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Menurut Lie (2008:65), model pembelajaran kooperatif tipe IOC adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Berdasarkan pernyataan yang telah dipaparkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe IOC dimana peserta didik saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan singkat dan teratur. 2.1.4.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe IOC Menurut Miftahul (2012:145-146), penerapan model pembelajaran kooperatif tipe IOC mempunyai langkah-langkah sebagai berikut pada tabel 2 Tabel 2. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe IOC No. Langkah pembelajaran Kegiatan guru 1. Satu kelompok dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari kelompok dalam dan kelompok luar dan lingkaran dalamsaling berhadap-hadapan Guru membagi kelompok dalam sutu kelompok terdiri dari kelompok luar dan kelompok dalam, sehingga siswa saling berhadaphadapan. Siswa menempatkan diri kedalam kelompok 2. Setiap pasangan siswa dari kelompok kecil dan besar saling berbagi informasi tentang materi. Kelompok lingkaran kecil memulai pertukaran informasi, setelah itu kelompok yang berada di lingkaran besar berbagi informasi. Siswa yang berada di lingkaran luar diam ditempat, sementara siswa berada dilingkaran dalam bergeser satu atau dua langkah searah perputaran jarum jam. Dengan cara ini, masingmasing siswa mendapatkan pasangan yang baru untuk berbagi informasi. Siswa yang berada di lingkaran dalam membagikan informasi. Demikian seterusnya sampai bertemu dengan pasangan yang sama. Guru membagikan materi yang sama setiap pasangan. Setiap pasangan mendiskusikan materi. Kemudian lingkaran luar berputar searah jarum jam dan bertemu dengan pasangan berbeda dan membahas materi. Guru mengarahkan siswa untuk kelompok luar diam di tempat dan kelompok dalam bergeser dua langkah yang berlawanan arah searah jarum jam. Sehingga sisiwa mendapatkan pasangan yang baru untuk berbagi informasi. Guru mengarahkan siswa yang berada di lingkaran besar untuk membahas materi, dan berputar sampai bertemu dengan pasangan yang sama. Selanjutnya siswa mempresentasikan materi dari hasil diskusi dari kelompok kecil dan besar. Dan guru mengevaluasi. Siswa membahas materi bersama. 3. 4. 2.1.4.3 Kegiatan siswa Siswa mengikuti arahan dari guru Siswa mengikuti arahan guru dan mempresentasikan materi. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe IOC Miftahul (2012: 144) mengungkapkan kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe IOC adalah sebagai bagai berikut: a) Adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk saling berbagi informasi bersama dengan singkat dan teratur b) Kegiatan ini dapat membangun sifat kerjasama antar siswa c) Mendapatkan informasi yang berbeda pada saat bersamaan. Kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe IOC adalah sebagai berikut: a) Membutuhkan ruang kelas yang besar, b) Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan disalah gunakan untuk bergurau. 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Novieta (2013), dengan judul “Pengaruh Penggunaan Inside-Ooutside Circle (IOC) Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013” dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata nilai kelas eksperimen yaitu sebesar 71,28 sedangkan kelas control sebesar 64,53. Hasil hipotesis pengaruh IOC terhadap hasil belajar kognitif menunjukkan p-value < 0,05 yaitu sebesar 0,000. Hasil uji hipotesis pengaruh IOC terhadap hasil belajar psikomotorik menunjukkan p-value < 0,05 yaitu sebesar 0,000. Hasil uji hipotesis pengaruh IOC terhadap hasil belajar Afektif menunjukkan p-value < 0,05 yaitu sebesar 0,030. Sehingga dapat disimpulkan bahwa IOC berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa kelas X SMA Negeri 5 Surakarta baik pada ranah kognitif, psikomotor, maupun afektif. Penelitian yang dilakukan Aidiyah (2014), dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle (IOC) Dengan Metode Konvensional” dengan hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan hasil pre-tes antara kelas eksperimen dan kelas control dengan nilai –z hitung > -z tabel yaitu -0,37 > -1,96. Dari hasil post-tesnya terdapat perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan nilai –3,19 < -1,96. Tidak hanya hasil dari pre-tes dan post-tes yang dihitung, tetapi juga hasil selisih dari nilai pre-tes-post-tes (nilai gain) menunjukkan nilai gain kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan nilai -5,538 < -1,65. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajarkan Dengan model kooperatif tipe IOC dengan metode konvensional. Penelitian yang dilakukan Yudita (2014), dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran IOC (Inside-Outside Circle) Terhadap Hsil Belajar Siswa Kelas V Dalam Mata Pelajaran IPS Pokok Bhasan Menceritakan Tokoh- Tokoh Sejarah Pada Masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia di SDN Tanjungrejo 05 Jember” dengan hasil penelitian rata-rata nilai sebesar 18,98 dengan model pembelajaran kooperatif tipe IOC, sedangkan nilai siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional mempunyai nilai lebih rendah yakni 14,98. Hal ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara nilai siswa yang diajar dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe IOC dengan menerapkan pembelajaran konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe IOC lebih baik dibandingkan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode konvensional. Penelitian yang dilakukan Putu Gde dkk (2013), dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Inside-Outside Circle Dengan Time Berbantuan Multimedia Terhadap Hasil Belajar IPA Kelas V Gugus 2 Denpasar Timur” dengan hasil penelitian diperoleh thitung sebesar 4,7003 sedangkan nilai ttabel adalah 2,00. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa thitung > ttabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar menggunakn model pembelajaran tipe IOC. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di atas, keistimewaan penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe IOC, siswa mampu memiliki kemauan untuk bekerja sama serta memiliki ketrampilan bekerja sama untuk saling berbagi informasi secara bersamaan tanpa penerimaan terhadap perbedaan individu sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. 2.3 Kerangka Berpikir Matematika merupakan pola pikir tertentu dalam ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang masih abstrak dan terdapat hubungan yang ada didalamnya. Pada dasarnya matematika selalu mengiringi dalam kehidupan manusia. Pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa namun membutuhkan proses pembelajaran yang menyenangkan agar muncul rasa keingintahuan siswa. Oleh karena itu pembelajaran merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku menyeluruh dan perubahan nilai kognitif siswa setelah proses pembelajaran. Mendapatkan hasil belajar yang diinginkan maka diperlukan berbagai faktor pendukung, diantaranya siswa dan model pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran yang sesuai tentulah akan membuat pembelajaran lebih menarik bagi siswa sehingga apabila siswa sudah tertarik mengikuti pembelajaran siswa merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran dan akhirnya siswa mempermudah siswa untuk menangkap informasi dan materi yang sedang dipelajari. Salah satu model yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif tipe IOC. Penelitian model pembelajaran kooperatif tipe IOC merupakan model pembelajaran agar siswa dapat saling berpikir kritis, aktif, bekerja sama, dan dapat saling tukar informasi secara bersamaan dan bergantian. Selain itu siswa mendapatkan semua informasi yang sedang dipelajari sedikit demi sedikit sehingga konsep atau prinsip pembelajran dapat tertanam diingatan siswa secara lama. Model pembelajaran kooperatif tipe IOC (x) Hasil Belajar (y) Gambar 1 Paradigma Penelitian 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis atau dugaan sementara yaitu “Terdapat Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe IOC Terhadap Hasil Belajar Matematika Bagi Siswa Kelas IV SD Gugus Teuku Umar Salatiga”.