PENENTUAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN NILAI SPF

advertisement
PENENTUAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN NILAI SPF FORMULA
LOSION EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.)
1)
Putri Andari1), Bina Lohita Sari2), Ella Noorlaela3)
Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor.
ABSTRAK
Kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) mengandung pigmen antosianin yang
termasuk golongan flavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Flavonoid dalam rosella terdiri
dari flavonols dan pigmen antosianin. Flavonoid juga memiliki potensi sebagai tabir surya karena
adanya gugus kromofor yang umumnya memberi warna pada tanaman. Penelitain ini bertujuan
untuk menentukan aktivitas antioksidan dan nilai Sun Protection Factor (SPF) dari ekstrak dan
sediaan losion ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.), serta mengetahui stabilitas
fisik formula losion yang memiliki aktivitas antioksidan dan nilai SPF paling tinggi. Losion
diformulasi menjadi 4 formula yaitu dengan konsentrasi ekstrak kental 0% (F0), 3% (F1), 6% (F2)
dan 12% (F3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kelopak bunga rosella memiliki
aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 105,54 ppm dan nilai SPF sebesar 33,87. Sediaan
losion F3 memiliki nilai IC50 132,61 ppm dan nilai SPF sebesar 12,73 yang lebih tinggi
dibandingkan F1 dan F2. Semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas antioksidan semakin besar dan
nilai SPF juga meningkat. Hasil stabilitas selama 4 minggu losion F3 menunjukkan organoleptik,
pH (2,54-2,70), viskositas (133,50- 161,75 cP), dan homogenitas pada suhu 4°C dan suhu kamar
(25°-30°C) yang relatif stabil dibandingkan suhu dipercepat (40°C).
Kata Kunci : ekstrak kelopak bunga rosella, Sun Protection Factor, aktivitas antioksidan.
ABSTRACT
Rosella calyx (Hibiscus sabdariffa L.) contain anthocyanin pigment that from flavonoid
which have function as antioxidants. Flavonoid in rosella consist of flavonol and anthocyanin
pigment. Flavonoid has also potential as sunscreen because chromophore group that generally give
the colors in plants. This study aims to determine the antioxidant activity and Sun Protection Factor
(SPF) value from extract and losion rosella calyx extract (Hibiscus sabdariffa L.) and to know the
physical stability of the lotion formula that has the highest antioxidant activity and the highest spf
value. Lotion is formulated into four formulas with the condensed extract concentrations of 0%
(F0), 3% (F1), 6% (F2) and 12% (F3). The results showed that the rosella calyx extract have an
antioxidant activity with IC50 of 105,54 ppm and SPF of 33.87. The F3 lotion has IC50 of 132.61
ppm and SPF of 12,73 higher compared to F1 and F2. The lower IC50 will increased antioxidant
activity and will increased the SPF value. The F3 lotion shows the organoleptic, pH (2.54 - 2.70),
viscosity (133,50 - 161.75 cP) and homogeneity at temperature 4°C and room temperature (25 ° -30
° C) is relatively stable compared to accelerated temperature (40°C) within 4 weeks.
Keyword : rosella calyx extract, Sun Protection Factor, antioxidant activity.
PENDAHULUAN
Sinar matahari sebagai sumber
kehidupan dibumi ternyata tidak selalu
memberikan dampak yang menguntungkan
karena dapat menimbulkan berbagai
kerugian pada kulit manusia. Sinar
ultraviolet yang terkandung dalam sinar
matahari dapat berdampak buruk pada kulit
(Zulkarnain dkk., 2013). Paparan sinar UV
yang berlebihan dapat mengakibatkan
sunburn, eritema, hiperpigmentasi, penuaan
dini bahkan kanker kulit. Untuk mencegah
efek merugikan tersebut, dapat dilakukan
beberapa cara, salah satunya adalah
pemakaian tabir surya dari bahan alam yang
relatif lebih aman bila dibandingkan dengan
tabir surya kimiawi (Rejeki dan Sri, 2015).
Rosella (Hibiscus sabdariffa) adalah
tanaman yang sudah banyak dikenal dan
dimanfaatkan diberbagai negara termasuk di
Indonesia. Rosella memiliki kandungan
vitamin, mineral, dan komponen bioaktif
seperti asam organik, phytosterol dan
polifenol, beberapa diantaranya memiliki
aktivitas antioksidan. Kandungan penting
yang berperan sebagai antioksidan pada
kelopak bunga rosella adalah pigmen
antosianin yang termasuk kedalam golongan
flavonoid (Dwiyanti dan Hati, 2014).
Azza et al (2011) menyatakan bahwa
ekstrak kelopak bunga rosella dengan
pelarut etanol dan asam sitrat 1% memiliki
kadar antosianin 693 mg/100 g dan nilai IC50
sebesar 42,77 ppm. Hamzah dkk ( 2014)
menyatakan ekstrak etanol kelopak bunga
rosella menunjukkan IC50 30,44 ppm dapat
dibuat sediaan krim yang mempunyai
aktifitas penghambatan radikal bebas DPPH
(1,1 difenil-2-pikrilhidrazil).
Zat alami yang diekstrak dari
tumbuhan dapat bertindak sebagai sumber
potensial tabir surya karena bersifat
photoprotective. Hal ini dikaitkan dengan
kenyataan bahwa tanaman tidak bisa
terhindar dari paparan sinar matahari karena
tanaman memerlukan sinar matahari untuk
proses fotosintesis. Meskipun begitu,
tanaman memiliki mekanisme perlindungan
diri sehingga tanaman tidak mengalami
kerusakan. Hal tersebut memberikan sedikit
gambaran mengenai kemampuan tanaman
untuk melindungi kulit melalui senyawa
yang terkandung didalam tanaman yang
berupa senyawa bioaktif seperti senyawa
fenolik dan didukung oleh adanya senyawa
yang bersifat antioksidan (Prasiddha, dkk.,
2015).
Senyawa fenolik khususnya golongan
flavonoid mempunyai potensi sebagai tabir
surya karena adanya gugus kromofor (ikatan
rangkap tunggal terkonjugasi) yang mampu
menyerap sinar UV baik UV A maupun UV
B sehingga mengurangi intensitasnya pada
kulit (Zulkarnain dan Hidayatu, 2013).
Saat ini belum ada penelitian yang
menggunakan kelopak bunga rosella sebagai
bahan untuk tabir surya. Adanya kandungan
antosianin dalam kelopak bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) yang termasuk
senyawa fenolik dan bersifat antioksidan,
maka dibuat sediaan losion, kemudian
ditentukan aktivitas antioksidan dan diuji
efek perlindungan terhadap sinar UV secara
in vitro.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Alat yang digunakan dalam pembuatan
losion yaitu timbangan digital, krus, cawan
porselen, desikator, termometer, kertas
saring, kertas Whatman, kain batis, botol
cokelat, piknometer, moisture balance
(AND MX-50®), vacum dryer (Ogawa®),
kain batis, homogenizer digital (IKA RW®),
mikroskop optik (NOVEL®), tabung reaksi,
pH
meter
(Hana
Instrument®),
spektrofotometer UV-Vis (Optizen POP®),
sentrifugator (EBA 20®), viskometer
Brookfield
(RVDV-II+P®),
tanur
®
(VULCAN ), oven (Memmert®) dan alatalat
gelas
yang
biasa
digunakan
dilaboratorium.
Bahan yang digunakan meliputi serbuk
simplisia kelopak bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa), aquadest, asam sitrat, metanol,
eter, etil asetat, etanol, asam klorida, serbuk
Mg (Magnesium), pereaksi Mayer (HgCl2
dan KI), pereaksi Dragendorf (KI dan
Bismut sub nitrat), pereaksi Bouchardat (KI
dan I), ammonia, kloroform, FeCl3, paraffin
cair, natrium sulfat anhidrat, gliserin, metil
paraben, asam stearat, setil alkohol,
trietanolamin, dan pewangi.
METODE PENELITIAN
Pengumpulan Bahan Baku
Serbuk simplisia kelopak bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) yang digunakan
didapatkan dari laboratorium Farmasi,
Bogor.
Uji Karakteristik Serbuk Simplisia.
a) Penetapan Kadar Air
Prosedur penentuan kadar air simplisia
dilakukan dengan menggunakan alat
moisture balance.
b) Penetapan Kadar Abu
Lebih kurang 2 g sampai 3 g serbuk
simplisia serbuk simplisia kelopak bunga
rosella dimasukkan kedalam krus silikat
yang telah dipijarkan dan ditara. Kemudian
dilakukan sesui DepKes RI, 2000.
Pembuatan Ekstrak Kental Kelopak
Bunga Rosella
Ekstraksi
dilakukan
dengan
menggunakan metode maserasi. Pelarut
yang digunakan yaitu etanol dengan asam
sitrat 1% (Azza et al., 2013). Perbandingan
jumlah serbuk dan pelarut yaitu 1:10 dan
proses maserasi dilakukan selama 3 hari
dengan pengadukan atau pengocokan.
Setelah itu maserat disaring dengan kertas
saring dan filtrat diambil.Ekstrak cair
kelopak bunga rosella yang diperoleh
dikentalkan
dengan
suhu
50oC
menggunakan alat vacum dryer.
a. Perhitungan Rendemen Ekstrak
Rendemen (%) =
x 100%
b.
Perhitungan Kadar Air Ekstrak
Pengukuran kadar air ekstrak kental
dilakukan dengan menggunakan metode
oven. Ditimbang ±2 g dengan suhu 105ºC
selama 3 jam, kemudian dilakukan sesuai
Standarisasi Nasional Indonesia, 1992).
Pengujian Fitokimia
Pengujian fitokimia dilakukan pada
serbuk simplisia dan ekstrak kental.
1. Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 0,5 g sampel ditambah
dengan 10 ml metanol P, menggunakan alat
pendingin balik selama 10 menit. Disaring
panas melalui kertas saring berlipat,
diencerkan filtrat dengan 10 ml air. Setelah
dingin ditambahkan 5 ml eter minyak tanah
P, dikocok hati-hati, didiamkan, diambil
lapisan metanol, diuapkan pada suhu 40oC
dibawah tekanan. Sisa dilarutkan dalam 5 ml
etil asetat P, disaring. Diuapkan hingga
kering 1 ml larutan percobaan, sisa
dilarutkan dalam 1 ml etanol 95% P,
ditambahkan 100 mg serbuk magnesium P
dan ditambahkan 10 ml asam klorida P, jika
terjadi warna merah jingga sampai merah
ungu, menunjukan adanya flavonoid. Jika
terjadi warna kuning, jingga, menunjukan
adanya flavon, kalkon dan auron (DepKes
RI, 1979).
2. Pemeriksaan Alkaloid
Sebanyak 0,5 g sampel ditambah
dengan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air
suling, dipanaskan di atas penangas air
selama 2 menit, didinginkan kemudian
disaring. Dipindahkan 3 tetes filtrat pada
kaca arloji, ditambahkan 2 tetes pereaksi
Bouchardat LP. Jika pada kedua percobaan
tidak terjadi endapan, maka sampel tidak
mengandung alkaloid.
Jika dengan pereaksi mayer LP
terbentuk endapan menggumpal berwarna
putih atau kuning yang larut dalam metanol
dan dengan pereaksi Bouchardat LP
terbentuk endapan berwarna coklat sampai
hitam, maka ada kemungkinan terdapat
alkaloid.
Percobaan
dilanjutkan
dengan
mengocok sisa filtrat dengan 3 ml ammonia
pekat P dan 10 ml campuran 3 bagian
volume eter P dan 1 bagian volume
kloroform P. Diambil fase organik,
ditambahkan natrium sulfat anhidrat P,
disaring. Filtrat diuapkan di atas penangas
air, sisa dilarutkan dalam sedikit asam
klorida 2 N. Percobaan dilakukan dengan
keempat golongan larutan percobaan,
sampel mengandung alkaloid jika sekurangkurangnya terbentuk endapan dengan
menggunakan dua
golongan larutan
percobaan yang digunakan (DepKes RI,
1979).
3. Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air
panas, didinginkan dan kemudian dikocok
kuat-kuat selama 10 detik (jika zat yang
diperiksa berupa sediaan cair, diencerkan 1
ml sediaan yang diperiksa dengan 10 ml air
dan dikocok kuat-kuat selama 10 menit).
Reaksi positif jika terbentuk buih yang
mantap selama tidak kurang dari 10 menit,
setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada
penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih
tidak hilang (DepKes RI, 1979).
4. Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 20 mg sampel yang telah
dihaluskan, ditambah etanol sampai sampel
terendam semuanya. Kemudian sebanyak 1
ml larutan dipindahkan kedalam tabung
reaksi dan ditambahkan 2-3 tetes larutan
FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hitam kebiruan atau
hijau (Sangi dkk., 2008).
Pembuatan Losion Ekstrak Kelopak
Bunga Rosella
Fase minyak (paraffin cair, asam
stearat dan setil alkohol) dilebur dalam
cawan diatas penangas air sampai cair (suhu
dijaga 70-75oC). Fase air (gliserin,
trietanolamin, metal paraben dan aquadest
ad 100) dipanaskan dalam cawan diatas
penangas air (suhu dijaga 70-75oC). Suhu
pencampuran berpengaruh pada pelelehan
bahan padat menjadi bentuk cairan dan
mempertahankan konsistensinya agar tidak
terjadi pemadatan dini dari bahan-bahan
yang awalnya berbentuk padat sehingga
dapat terbentuk dispersi yang homogen.
Dimasukkan kedua fase ke dalam
mortar dan dihomogenkan sampai terbentuk
massa losion. Kemudian, dimasukkan
ekstrak kental kelopak bunga rosella dan
pewangi
kedalam massa losion dan
dihomogenkan dengan homogenizer, lalu
dilakukan evaluasi sediaan losion. Formula
losion dapat dilihat pada Tabel 1.
.
KOMPOSISI
LOSION
Ekstrak Kelopak Bunga
Rosella
Parafin cair
Asam stearat
Trietanolamin
Gliserin
Setil alkohol
Metil paraben
Parfum
Aquadest
Tabel 1. Formula Losion
FORMULA (%)
F0
F1
F2
F3
0
3
6
12
7
2,5
1
5
0,5
0,1
qs
Ad 100
7
2,5
1
5
0,5
0,1
Qs
Ad 100
7
2,5
1
5
0,5
0,1
qs
Ad 100
7
2,5
1
5
0,5
0,1
qs
Ad 100
Evaluasi Sediaan Losion
1. Organoleptik
Pengujian organoleptik dilakukan
dengan mengamati warna dan bau sediaan
yang dibuat.
2. Pemeriksaan Derajat Keasaman
(pH)
Penentuan derajat keasaman (pH)
dilakukan menggunakan pH meter yang
terlebih dahulu dikalibrasi dengan larutan
dapar standar pH 4 dan 7. Penentuan pH
bertujuan untuk mengetahui pH losion yang
dibuat telah memenuhi syarat atau tidak,
yaitu antara 4,5 – 8,0. Uji pH dilakukan
untuk mengetahui losion tabir surya sudah
memenuhi standar yang berlaku yaitu SNI
antara 4,5-8,0. Pengukuran ini bertujuan
untuk mengetahui cocok tidaknya losion jika
diberikan pada kulit. Losion yang terlalu
asam atau basa akan menimbulkan iritasi
pada kulit (Setiawan, 2010).
3. Penentuan Viskositas
Sifat alir ditentukan dengan mengukur
viskositas dengan viskometer Brookfield,
dimana nomor spindel yang sesuai dipasang
pada alat kemudian dicelupkan dalam
beaker glass yang berisi losion yang akan di
uji (Setiawan, 2010).
4.
Penentuan Homogenitas
Pengamatan homogenitas dilakukan
dengan mengamati sebaran partikel losion
yang dioleskan pada kaca objek dan dijepit
dengan
cover
glass,
lalu
diamati
menggunakan mikroskop untuk melihat
kehomogenan losion yang dibuat (Setiawan,
2010).
5. Uji Stabilitas Fisik
Uji stabilitas fisik dilakukan selama 1
bulan dengan parameter organoleptik (warna
dan bau), pH, viskositas dan homogenitas
sediaan losion formula yang antioksidannya
paling baik dan nilai SPFnya paling tinggi
pada minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke2, minggu ke-3 dan minggu ke-4.
Penentuan Aktivitas Antioksidan DPPH
(Molyneux, 2004)
a) Persiapan Larutan DPPH
Ditimbang tepat 39,432 mg serbuk
DPPH, kemudian dimasukkan kedalam labu
ukur 100 mL dan ditambahkan metanol
hingga
batas
lalu
dihomogenkan
(sebelumnya labu ukur telah dilapisi
alumunium foil).
b) Persiapan Larutan Blanko
Dipipet sebanyak 1 mL larutan DPPH
1 mM, ditambahkan methanol sampai 10 ml,
kemudian dihomogenkan. Larutan blanko
diinkubasi pada suhu sekitar 25-30oC (suhu
kamar) selama 30 menit (larutan blanko).
c) Persiapan Larutan Standar Induk
Vitamin C
Ditimbang tepat 100 mg vitamin C,
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
dilarutkan dengan metanol sampai tanda
batas (1000 ppm). Untuk mendapatkan
larutan induk vitamin C dengan konsentrasi
100 ppm, dilakukan dengan cara memipet 10
mL, dan dilarutkan dengan metanol sampai
tanda batas 100 ppm.
d) Penetapan Panjang Gelombang
Maksimum DPPH
Larutan DPPH 1 mM dipipet 1 ml dan
ditambahkan methanol sampai dengan 10 ml
lalu dihomogenkan. Diinkubasi pada suhu
kamar selama 30 menit. Kemudian diukur
serapannya pada panjang gelombang 500520 nm (disimpan ditempat gelap).
e) Optimasi Waktu Inkubasi
Dipipet sebanyak 1 ml larutan standar
induk 100 ppm kemudian ditepatkan dengan
methanol sampai tanda batas 10 ml, lalu
dihomogenkan. Ditambahkan 1 ml larutan
DPPH 1 mM, kemudian didiamkan selama
waktu optimum pada suhu kamar. Serapan
diukur pada panjang gelombang maksimum
pada 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit
sehingga didapat waktu serapan optimum
yang stabil.
f) Pembuatan Deret Larutan Standar
Kontrol Positif (Vitamin C)
Larutan deret vitamin C dibuat dalam
beberapa konsentrasi yaitu 0, 2, 4, 6, dan 8
ppm dari larutan 100 ppm. Pada masingmasing labu ukur ditambahkan 1 mL larutan
DPPH 1 mM, lalu dihomogenkan dan
didiamkan selama waktu optimum.
g) Pembuatan Larutan Uji
 Ekstrak
Ditimbang sejumlah 100 mg
ekstrak kering kelopak bunga rosella.
Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan
dilarutkan dengan metanol sampai tanda
batas (1000 ppm) lalu larutan disaring
menggunakan kertas Whatman (agar kotoran
yang terdapat pada larutan tersaring). Dibuat
deret 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm
dalam labu 10 ml. Pada masing-masing labu
ditambahkan 1 mL larutan DPPH 1 mM.
Deret larutan Uji didiamkan selama 30
menit pada suhu kamar (sebelumnya labu
ukur dibungkus aluminium foil).

Losion
Losion
diuji
aktivitas
antioksidannya terhadap radikal bebas
DPPH
dengan
menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Losion F1, F2
dan F3 ditimbang setara dengan zat aktif 100
mg, dilarutkan dalam metanol hingga
volume total menjadi 100 ml sehingga
diperoleh larutan induk dengan konsentrasi
1000 ppm. Kemudian dibuat deret 100, 200,
300, 400 dan 500 ppm dalam labu 10 ml.
Pada labu ditambahkan 1 ml larutan DPPH
1 mM. Larutan uji didiamkan selama 30
menit pada suhu kamar (sebelumnya labu
ukur dibungkus aluminium foil).
h) Pengujian
Antioksidan
Dengan
Metode DPPH
Deret larutan uji, deret larutan kontrol
positif vitamin C dan blanko diukur
serapannya pada spektrofotometer dengan
panjang gelombang
maksimum. Nilai
persentase hambatan DPPH dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut :
% inhibisi :
× 100 %
Nilai IC50 (Inhibitor Concentration)
diperoleh dari potongan garis antara 50%
daya hambat dengan sumbu konsentrasi
menggunakan persamaan linier (y = bx+a),
dimana y = 50 dan x menunjukkan IC50.
Penentuan Nilai SPF secara In Vitro
Penentuan efektivitas losion dilakukan
dengan menentukan nilai SPF secara in vitro
dengan spektrofotometri UV-Vis. Ekstrak
dan masing-masing losion F0, F1, F2 dan
F3 ditimbang sebanyak ±1,0 gram kemudian
dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan
diencerkan dengan etanol. Kalibrasi
spektrofotometer UV-Vis terlebih dahulu
dengan menggunakan etanol sebanyak 1
mL, kemudian kuvet dimasukkan kedalam
spektrofotometer UV-Vis.
Larutan hasil pengenceran dari masingmasing sediaan losion yang dibuat dihitung
serapannya dan nilai SPF nya. Dilakukan uji
sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai
yang akurat dan dihitung menggunakan
persamaan (Dutra et al., 1979) :
Nilai SPF = CF x ∑290320 Abs x EE x 1
Dimana:EE
I
Abs
= Spektrum efek eritemal
= Intensitas spektrum sinar
= Serapan produk tabir
CF
surya
= Faktor koreksi (10)
Nilai EE x 1 adalah suatu konstanta.
Nilainya dari panjang gelombang 290-320
nm dan setiap selisih 5 nm telah ditentukan
oleh (Dutra et al., 1979) seperti terlihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Nilai EE x 1 pada panjang
gelombang 290-320 nm
Panjang gelombang
EE x 1
(nm)
290
0,0150
295
0,0817
300
0,2874
305
0,3278
310
0,1864
315
0,0839
320
0,0180
Total
1
Serapan
diukur
pada
panjang
gelombang 290 nm, 295 nm, 300 nm, 305
nm, 310 nm, 315 nm, 320 nm. Dari nilai
serapan yang diperoleh dapat diketahui nilai
SPF nya dengan persamaan:
CF x ∑ 290320 Abs x EE x 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Serbuk Simplisia
Berdasarkan hasil determinasi tanaman
yang dilakukan di Herbarium Bogoriense
Bidang Botani Pusat Lembaga Penelitian
Biologi-LIPI, identitas tanaman rosella yang
diperoleh dari laboratorium farmasi adalah
Hibiscus sabdariffa L. yang termasuk dalam
suku Malvaceae. Hasil pemeriksaan
organoleptik dengan parameter bentuk,
warna, bau dan rasa menyatakan bahwa
serbuk simplisia kelopak bunga rosella yang
dihasilkan halus, memiliki warna merah,
baunya sangat khas dan rasa asam khas.
a. Hasil Penetapan Kadar Air Serbuk
Simplisia
Hasil penetapanan kadar air dari serbuk
simplisia kelopak bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa) menggunakan moisture balance
diperoleh rata-rata sebesar 6,90%. Hasil ini
sesuai dengan persyaratan bahwa kadar air
dalam simplisia tidak lebih dari 10 %
(Herawati dkk., 2012).
b. Hasil Penetapan Kadar Abu Serbuk
Simplisia
Hasil penetapan kadar abu serbuk
simplisia kelopak bunga rosella diperoleh
rata-rata yaitu 7,16%. Hasil tersebut
memenuhi
persyaratan
berdasarkan
Farmakope Herbal Edisi I (DepKes RI,
2011) yaitu 7,9 %.
Ekstrak Kental Kelopak Bunga Rosella
Metode maserasi digunakan dengan
mempertimbangkan sifat senyawa antosianin
yang relatif rentan terhadap panas sehingga
dikhawatirkan akan merusak bahkan
menghilangkan senyawa tersebut (Hayati
dkk., 2012). Ekstrak cair dipekatkan dengan
vacum dryer dengan suhu 50oC. Ekstrak
kental yang diperoleh berwarna merah
kecoklatan, berbau asam yang khas dan
lengket. Ekstrak kental yang diperoleh
sebanyak 158 g dengan rendemen ekstrak
sebesar 39,46%. Hasil kadar air ekstrak
diperoleh rata-rata sebesar 12,38%.
Uji Fitokimia Serbuk Simplisia dan
Ekstrak Kental
Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa
serbuk simplisia dan ekstrak kelopak bunga
rosella mengandung senyawa flavonoid,
alkaloid, tannin dan saponin. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Nisma dkk. (2010) yang
menyatakan bahwa ekstrak etanol kelopak
bunga rosella mengandung senyawa kimia
berupa alkaloid, saponin, tanin, flavonoid
dan triterpenoid-steroid.
Hasil Evaluasi Sediaan Losion
Evaluasi mutu losion dilakukan setelah
sediaan terbentuk dan hasil dapat dilihat
pada Tabel 3.
1. Uji Penampilan Fisik (Organoleptik)
Hasil
pengamatan
organoleptis
menunjukkan bahwa losion formula 0 tanpa
penambahan ekstrak berwarna putih,
sedangkan pada formula yang ditambahkan
ekstrak yaitu formula 1, 2 dan 3 memiliki
intensitas warna yang cukup mencolok yaitu
dari cokelat muda sampai cokelat kemerahan
karena perbedaan konsentrasi ekstrak yang
ditambahkan cukup besar yaitu 2 kali
lipatnya. Sediaan losion ini memiliki aroma
yang sama karena penambahan parfum pada
setiap formula sama yaitu sebanyak 10 tetes.
Penambahan parfum dalam jumlah tersebut
dilakukan karena pada penambahan dengan
jumlah parfum yang lebih sedikit tidak dapat
menutupi aroma asam yang khas dari
ekstrak.
2. Uji Derajat Keasaman (pH)
Menurut SNI 16-4399-1996 dalam
Setiawan (2010), pH dalam losion berkisar
antara 4,5-8,0. Hasil pengujian pH diperoleh
bahwa pH sediaan losion dari formula 1, 2
dan 3 yaitu 2,91; 2,64 dan 2,55, sangat
berbeda jika dibandingkan dengan pH
formula 0 yaitu 7,85 . Hasil menunjukkan
hanya F0 yang memenuhi syarat memenuhi
syarat, karena pH F1, F2 dan F3 tersebut
terlalu asam sehingga dapat mengiritasi
kulit. Hal ini disebabkan oleh adanya
kandungan yang bersifat asam pada kelopak
bunga rosella yaitu asam askorbat (vitamin
C) dan senyawa antosianin. Selain itu, faktor
lain yang mempengaruhi pH adalah
penggunaan asam sitrat pada proses
maserasi dalam pembuatan ekstrak.
3. Uji Viskositas
Menurut SNI 16-4399-1996 dalam
Setiawan (2010), pH dalam losion berkisar
antara 4,5-8,0. Hasil pengujian pH diperoleh
bahwa pH sediaan losion dari formula 1, 2
dan 3 yaitu 2,91; 2,64 dan 2,55, sangat
berbeda jika dibandingkan dengan pH
formula 0 yaitu 7,85 . Hasil menunjukkan
hanya F0 yang memenuhi syarat memenuhi
syarat, karena pH F1, F2 dan F3 tersebut
terlalu asam sehingga dapat mengiritasi
kulit. Hal ini disebabkan oleh adanya
kandungan yang bersifat asam pada kelopak
bunga rosella yaitu asam askorbat (vitamin
C) dan senyawa antosianin. Selain itu, faktor
lain yang mempengaruhi pH adalah
penggunaan asam sitrat pada proses
maserasi dalam pembuatan ekstrak.
4. Uji Berat Jenis (BJ)
Pengujian berat jenis untuk penentuan
massa cairan dan penentuan ruangan yang
ditempati cairan ini. Pengujian berat jenis
dilakukan menggunakan alat piknometer.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa
konsentrasi
ekstrak
dalam
sediaan
mempengaruhi berat jenis, semakin besar
jumlah ekstrak maka semakin besar pula
berat jenis yang dihasilkan.
5. Uji Homogenitas
Hasil evaluasi homogenitas dapat
dilihat bahwa formula 0 sebagai blanko,
formula 1, formula 2 dan formula 3 adalah
homogen. Homogenitas sistem emulsi
dipengaruhi oleh teknik atau cara
pencampuran yang dilakukan, serta alat
yang digunakan pada proses pembuatan
emulsi (Rieger, 1994 dalam Purwaningsih
dkk, 2014).
Tabel 3. Hasil Evaluasi Sediaan Losion
Formula
Parameter Uji
0 (0%)
1 (3%)
2 (6%)
Organoleptik
Warna
Cokelat
Putih
Cokelat
muda
Aroma
+++
+++
+++
BJ (g/mL)
0,5359
0,7499
0,8930
pH
7,85
2,91
2,64
Viskositas (cP)
215,30
171,50
160,70
Homogenitas
Homogen
Homogen
Homogen
Keterangan
:
+++
++
+
3(12%)
Cokelat
kemerahan
+++
0,9231
2,55
133,50
Homogen
= Aroma mawar kuat
= Aroma mawar lemah
= Aroma ekstrak
Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan
Ekstrak dan Losion
Metode pengujian aktivitas antioksidan
dengan
DPPH
berdasarkan
pada
kemampuan substansi antioksidan dalam
menetralisir radikal bebas. Radikal bebas
yang
digunakan
adalah
1,1diphenylphikrihidarzyl (DPPH). Radikal
bebas DPPH merupakan radikal bebas yang
stabil pada suhu kamar dan larut dalam
pelarut polar yaitu metanol atau etanol.
metanol dapat melarutkan kristal DPPH dan
memiliki sifat yang dapat melarutkan
komponen nonpolar didalamnya (Molyneux,
2004).
a) Panjang Gelombang Maksimum
Panjang
gelombang
maksimum
ditentukan dengan mengukur absorbansi
larutan DPPH pada panjang gelombang 500520. Hasil yang diperoleh yaitu panjang
gelombang maksimum pada 514 nm.
b) Optimasi Waktu Inkubasi Optimum
Waktu inkubasi optimum yang
diperoleh yaitu pada waktu 30 menit, karena
pada waktu ini menunjukkan absorbansi
mulai stabil. Pengujian dengan mereaksikan
dan dibiarkan pada suhu ruang selama 30
menit bertujuan untuk mencapai reaksi yang
sempurna (Hidayah dkk, 2014).
c) Aktivitas
Antioksidan
Kontrol
Positif (Vitamin C)
Dalam penelitian ini digunakan standar
atau kontrol positif sebagai pembanding
aktivitas antioksidan bahan. Molyneux
(2004) menjelaskan bahwa standar yang
banyak digunakan adalah asam askorbat atau
vitamin C. Hasil nilai IC50 yang diperoleh
yaitu 4,8834 ppm. Hal ini menunjukkan
bahwa aktivitas antioksidan vitamin C
sangat aktif, karena dalam Chow et al.
(2003) nilai IC50 <50 ppm memiliki
intensitas sangat aktif.
d) Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Aktivitas antioksidan dari ekstrak
kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa
L.) yang diperoleh menunjukkan nilai IC50
sebesar 103,43 ppm. Hal tersebut berarti
aktivitas antioksidan ekstrak kurang aktif,
karena nilai IC50 101-1000 ppm adalah
kurang aktif (Chow et al., 2003).
e) Aktivitas Antioksidan Losion
Pengujian aktivitas antioksidan losion
dilakukan pada losion formula 1, formula 2
dan formula 3 saja, sedangkan pada formula
0 (blanko) tidak dilakukan karena dalam
formula ini tidak mengandung ekstrak
kelopak bunga rosella. Hasil pengujian
aktivitas antioksidan formula losion 1, 2 dan
3 diperoleh nilai IC50 berturut-turut yaitu
189,01 ppm; 176,49 ppm dan 132,61 ppm,
semakin kecil nilai IC50 artinya semakin
besar aktivitas antioksidan . Hal ini
membuktikan bahwa konsentrasi ekstrak
yang
ditambahkan
pada
losion,
mempengaruhi aktivitas antioksidan sediaan
losion yang dibuat. Hasil menunjukkan
aktivitas antioksidan losion termasuk kurang
aktif.
Hasil Penetapan Nilai Sun Protection
Factor (SPF) Ekstrak dan Losion
Hasil nilai Sun Protection Factor
(SPF) ekstrak sebesar 33,87 dan SPF losion
formula 1, 2 dan 3 berturut-turut yaitu 3,39;
7,88; 9,38 dan 12,73. Hasil tersebut dapat
dilihat bahwa pada formula 3 merupakan
losion dengan nilai SPF tertinggi karena
konsentrasi ekstrak dalam formula ini paling
tinggi.
Hubungan Aktivitas Antioksidan dan
Nilai SPF Losion
Kandungan penting yang terdapat pada
kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa
L) adalah pigmen antosianin yang
membentuk flavonoid yang berperan sebagai
antioksidan. Flavonoid merupakan senyawa
pereduksi yang menghambat banyak reaksi
oksidasi (Hamzah, dkk., 2014).
Menurut Prasiddha dkk. (2015)
Flavonoid juga memiliki potensi sebagai
tabir surya karena adanya gugus kromofor
yang umumnya memberi warna pada
tanaman.
Gugus
kromofor
tersebut
merupakan sistem aromatik terkonjugasi
yang menyebabkan kemampuan untuk
menyerap kuat sinar pada kisaran panjang
gelombang sinar UV baik pada UVA
maupun UVB.
Pengujian
dilakukan
dengan
membandingkan nilai IC50 dengan nilai Sun
Protection Factor (SPF) dari ekstrak dan
formula losion 1, 2, 3 yang mengandung
ekstrak. Nilai IC50 dan nilai SPF dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Nilai IC50 Dengan Nilai
SPF
Nilai
Nilai
Sampel
SPF
IC50
Formula 1
7,88
189,01
Formula 2
9,38
176,49
Formula 3
12,73
132,61
Ekstrak
33,87
105,54
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa
hubungan antara aktivitas antioksidan
dengan nilai SPF ekstrak dan losion formula
1, formula 2 dan formula 3 menunjukkan
adanya hubungan. Jika semakin kecil nilai
IC50 maka dapat dikatakan semakin besar
aktivitas antioksidan dan nilai SPF pun
semakin
tinggi.
Sebagaimana
hasil
penelitian alhabsyi dkk (2014) mengenai
antioksidan dan tabir surya ekstrak kulit
pisang
goroho
menjelaskan
adanya
hubungan yang positif sebagai antioksidan
sekaligus tabir surya. Semakin besar
aktivitas antioksidannya, semakin besar pula
nilai SPF yang didapat.
Uji Stabilitas Fisik
Stabilitas emulsi menunjukkan suatu
kestabilan bahan, dimana emulsi yang
terdapat dalam bahan tidak memiliki
kecenderungan untuk membentuk suatu
lapisan terpisah. Perubahan kimia yang
dapat terjadi yaitu perubahan warna dan bau,
sedangkan perubahan fisika yang terjadi
yaitu pemisahan fase dan peretakan
(Purwaningsih dkk., 2014). Uji stabilitas
dilakukan pada formula 3 selama 1 bulan
dengan pengujian pada minggu ke-0,
minggu ke-1, minggu ke-2, minggu ke-3 dan
minggu ke-4. Perlakuan dilakukan pada 3
kondisi penyimpanan yaitu suhu 4°C, suhu
kamar (25°-30°C) dan suhu dipercepat
(40°C). Hasil dapat dilihat pada tabel 5.
1. Hasil
Stabilitas
Parameter
Organoleptis
Pengamatan
organoleptis
pada
penyimpanan suhu 4°C dan suhu kamar
(25°- 30°C) menunjukkan hasil bahwa warna
dan aroma relatif
stabil. Losion pada
penyimpanan suhu dipercepat (40°C) terjadi
perubahan warna yang sangat mencolok
pada minggu ke-1 dan aroma hilang pada
minggu ke-4 sehingga tercium aroma khas
ekstrak. Perubahan warna terjadi karena
antosianin memang kurang stabil. Losion
pada penyimpanan suhu dipercepat (40°C)
terjadi perubahan warna yang sangat
mencolok pada minggu ke-1 dan aroma
hilang pada minggu ke-4 sehingga tercium
aroma khas ekstrak. Perubahan warna terjadi
karena antosianin memang kurang stabil.
Menurut Hayati dkk. (2012) laju kerusakan
(degradasi) antosianin cenderung meningkat
selama proses penyimpanan yang diiringi
dengan kenaikan suhu. Degradasi termal
menyebabkan hilangnya warna pada
antosianin
yang
akhirnya
terjadi
pencoklatan.
2. Hasil Stabilitas Parameter Derajat
Keasaman (pH)
Hasil pemeriksaan derajat keasaman
(pH) diperoleh pada penyimpanan suhu 4°C
nilai pH berkisar 2,55-2,65, suhu kamar
(25°- 30°C) pH berkisar 2,54-2,70 dan pada
suhu dipercepat (40°C) berkisar 2,55-2,95.
Hasil menunjukkan bahwa pada semua
kondisi penyimpanan terjadi kenaikan pH
dan kenaikan pH tertinggi terjadi pada
kondisi penyimpanan suhu dipercepat
(40°C). Peningkatan pH terjadi adanya
degradasi kandungan antosianin pada losion
oleh temperatur. Selain itu, adanya
kandungan vitamin C (asam askorbat) yang
terkandung dalam kelopak bunga rosella
yang mengalami oksidasi dapat pula menjadi
penyebab meningkatnya pH sediaan. Namun
pH tetap tidak memenuhi syarat SNI 164399-1996 pada kisaran 4,5-8,0.
3. Hasil Uji Stabilitas Parameter
Viskositas
Hasil uji viskositas menunjukan bahwa
pada suhu 4°C viskositas sediaan semakin
meningkat, pada suhu kamar (25°-30°C)
menunjukkan viskositas yang cukup
stabil.sedangkan pada suhu dipercepat
(40°C) viskositas semakin menurun. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi
suhu maka nilai viskositas losion yang
dibuat akan menurun. Peningkatan suhu
menyebabkan jarak antar partikel lebih besar
sehingga gaya antar partikel berkurang,
akibatnya viskositas menurun (Agustina
dkk., 2013).
4. Hasil
Stabilitas
Parameter
Homogenitas
Hasil pengujian homogenitas pada
formula 3 dengan menunjukkan pada
kondisi penyimpanan suhu dipercepat (40°C)
losion mengalami pemisahan pada minggu
pertama, dimana dapat terlihat secara visual
terjadi pemisahan antara fase air dengan fase
minyak, dalam sistem emulsi ketidakstabilan
seperti ini disebut dengan creaming. Pada
penyimpanan suhu kamar (25°-30°C) dan
suhu 4°C hasil menunjukkan sediaan masih
homogen hingga minggu ke-4, karena tidak
terlihat
adanya
pemisahan
fase.
Purwaningsih dkk. (2014) menyebutkan
bahwa kestabilan emulsi pada losion
dipengaruhi
oleh
faktor
mekanis,
temperatur, dan proses pembentukan emulsi.
Suhu
Penyimpanan
Parameter Uji
Warna
Suhu 4°C
Aroma
pH
Viskositas (cP)
Homogenitas
Warna
Suhu Kamar
(25°- 30°C)
Aroma
pH
Viskositas (cP)
Homogenitas
Warna
Suhu
Dipercepat
(40°C)
Aroma
pH
Viskositas (cP)
Homogenitas
Keterangan
:
+++
++
+
Tabel 5. Hasil Uji Stabilitas
Minggu Ke0
1
2
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Kemerahan Kemerahan Kemerahan
+++
+++
+++
2,55
2,56
2,59
133,50
150,20
158,16
Homogen
Homogen
Homogen
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Kemerahan Kemerahan Kemerahan
+++
+++
+++
2,56
2,54
2,60
133,50
136,25
137,52
Homogen
Homogen
Homogen
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Kemerahan
+++
++
++
2,55
2,60
2,65
133,40
132,10
131,18
Tidak
Tidak
Homogen
Homogen
Homogen
3
Cokelat
Kemerahan
+++
2,63
161,27
Homogen
Cokelat
Kemerahan
+++
2,64
137,60
Homogen
4
Cokelat
Kemerahan
+++
2,65
161,75
Homogen
Cokelat
Kemerahan
++
2,70
135,65
Homogen
Cokelat
Cokelat
++
2,75
119,50
Tidak
Homogen
+
2,95
107,15
Tidak
Homogen
= aroma mawar kuat
= aroma mawar lemah
= aroma ekstrak
Kesimpulan
1. Ekstrak
kelopak
bunga
rosella
(Hibiscus sabdariffa L.), losion F1, F2,
F3 memiliki aktivitas antioksidan
dengan nilai IC50 (105,54 ppm; 132,61
ppm; 176,49 ppm; 189,01 ppm) dan
nilai Sun Protection Factor (SPF)
(33,87; 12,73; 9,38; 7,88).
2. Stabilitas losion F3 selama 4 minggu
pada suhu 4°C dan suhu kamar (25°30°C) relatif stabil dibandingkan suhu
dipercepat (40°C) terhadap parameter
organoleptik, pH, viskositas dan
homogenitas.
Saran
1. Perlu dilakukan reformulasi agar
sediaan losion yang dibuat lebih stabil
dan kombinasi dengan zat aktif lain
untuk
meningkatkan
nilai
Sun
Protection Factor (SPF) losion.
2. Perlu dilakukan pemilihan pelarut
dalam ekstraksi untuk memperbaiki pH
losion yang dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina L., Liza L. dan Wintauri R. 2013.
Formulasi losio pencerah kulit dari
sarang burung wallet
putih
(Aerodramus fuciphagus) dengan
karagenan sebagai pengental. Jurnal
Untan. Vol. 1(1).
Azza, A., Ferial M., Esmat A. 2011.
Physico-chemical properties of
natural
pigmens
(anthocyanin)
extracted from roselle calyces
(Hibiscus sabdariffa). Journal Of
American Science. Vol. 7(7). Hal.
445-456.
Chow, S.T., WW Chaw and YC Chung.
2003. Antioxidant activity and safety
of 50% etanolic read bean extract
(Phaceolus raditus L. Var Aurea).
Journal Of Food Sci. Vol. 68(1).
Hal. 21-25.
DepKes RI. 1979. Materia Medika
Indonesia,
Edisi III. Direktorat
Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta. Hal. 167, 170171.
________. 2000. Parameter standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat
Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta. Hal. 1-2.
Dewan Standarisasi Nasional SNI 01-28911992. Cara Uji Makanan dan
Minuman.
Jakarta.
Nasional Indonesia
Standarisasi
oksidatif in vitro. Farmasains. Vol.
1(1).
Dutra E.A., Daniella A.G., Erika Rosa M.K,
Maria I.R. 2004. Determination of
sun protection factor (SPF) of
sunscreens
by
ultraviolet
spectrophotometry. Brazilian Journal
of Pharmaceutical Sciences. Vol.
40(3).
Prasiddha, I.J., Rosalina A.L., Teti E.dan
Jaya M. M. 2015. Potensi senyawa
bioaktif rambut jagung (zea mays l.)
untuk tabir surya alami: kajian
pustaka.
Jurnal
Pangan
Dan
Agroindustri. Vol. 4(1). Hal. 40-45.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2011. Farmakope Herbal Indonesia
Edisi 1. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Hamzah, N., Isriany I., Andi D.A.S. 2014.
Pengaruh
emulgator
terhadap
aktivitas antioksidan krim ekstrak
etanol
kelopak bunga
rosella
(Hibiscus sabdariffa Linn). Jurnal
Kesehatan. Vol. 7(2).
Hayati, E.K., Budi, U.S., Hermawan, R.
2012. Konsentrasi total senyawa
antosianin ekstrak kelopak bunga
rosella (Hibiscus sabdariffa L.) :
pengaruh temperatur dan pH. Jurnal
Kimia. Vol 6 (2).
Herawati, D., Lilis N. dan Sumarto. 2012.
Cara produksi simplisia yang baik.
Seafast Center. Institut Pertanian
Bogor. Hal. 11.
Molyneux, P. 2004. The use of the stable
free radical diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant
activity. Songklanakarin J. Sci.
Technol. Vol. 26(2).
Nisma, F., Almawati S. dan Muhammad F.
2010. Uji aktivitas antioksidan
ekstrak etanol 70% bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) berdasarkan
aktivitas
SOD
(Superoxyd
Dismutase) dan kadar
MDA
(Malonildialdehid) pada sel darah
merah domba yang mengalami stress
Purwaningsih, S., Ella S. dan Tika A.B.
2014. Formulation skin lotion dengan
penambahan
karagenan
dan
antioksidan alami dari Rhizophora
mucronata Lamk. Jurnal Akuatika.
Vol. 5(1). Hal. 55-62.
Sangi, M., Max R.J.R., Herny E.I.S.,
Veronica M. A. 2008. Analisis
fitokimia
tumbuhan
obat
di
Kabupaten Minahasa Utara. Chem.
Prog. Vol. 1(1).
Setiawan, T. 2010. Uji Stabilitas Fisik Dan
Penentuan Nilai SPF Krim Tabir
Surya Yang Mengandung Ekstrak
Daun Teh Hijau (Camellia sinensis
L.), Oktil Metoksisinamat Dan
Titanium Dioksida. Skripsi. Program
Studi Farmasi. Universitas Indonesia.
Depok.
Sinaga, A.A., Sri L. dan Andhi F. 2014. Uji
efektivitas antioksidan losio ekstrak
metanol
buah
naga
merah
(Hylocereus polyrhizus Britton dan
Rose) . Jurnal Mahasiswa Farmasi
Fakultas Kedokteran UNTAN. Vol
1(1).
Zulkarnain, A.K dan Hidayatu H.S. 2013.
Stabilitas fisik dan aktivitas krim
w/o ekstrak etanolik buah mahkota
dewa
(Phaleria
macrocarpha
(scheff.) Boerl,) sebagai tabir surya.
Traditional Medicine Journal. Vol.
18(2).
Hal.
109-117.
Download