Jasmine Pinet : Merasa Lebih Dihormati sebagai

advertisement
Jasmine Pinet : Merasa Lebih Dihormati sebagai Perempuan
Bilik » Mualaf | Kamis, 20 Juni 2013 22:00
Penulis : Kamaruddin
Jasmine Pinet duduk di tangga di luar mesjid yang ada di Union City, New Jersey, AS. Rambutnya yang
berwarna burgundi tertutup rapat oleh jilbab berwarna putih yang diikat sedemikian rupa, sehingga
membentuk lipatan ke belakang. Pinet mengungkapkan bagaimana ia merasa lebih dihormati sebagai
perempuan setelah masuk agama Islam.
"Mereka tidak lagi menyapa saya dengan perkataan, 'Hei mami, apa kabar?' Tapi mereka akan menyapa
saya, 'Helo, Kak?' Dan mereka tidak akan memandang Anda seperti memandang sebuah objek sex," ujar
Pinet membuka percakapan tentang ikhwalnya memeluk agama Islam. Jasmine Pinet baru berusia 20an
tahun. Ia adalah seorang gadis keturunan Amerika Latin. Sementara gadis-gadis seusianya mengenakan
pakaian ketat dan menonjolkan pahanya seperti penyanyi Jennifer Lopez dan Christina Aguilera, Pinet dan
beberapa rekannya justru mengenakan pakaian yang boleh dibilang modelnya sangat konservatif.
Pinet adalah salah satu dari hampir setengah kaum perempuan keturunan Amerika Latin yang ada di Union
City, New Jersey yang memilih masuk Islam dan sering datang ke masjid di kota itu.
Para mualaf itu mengatakan, keyakinan mereka bahwa Islam memperlakukan kaum perempuan dengan
baik menjadi salah satu faktor yang paling banyak dijadikan alasan mereka masuk Islam. Selama ini, kritik
yang bermunculan terhadap aturan memakai jilbab bagi kaum perempuan dalam Islam selalu menyebutkan
aturan itu hanya membuat kaum perempuan tidak lebih sebagai 'properti'. Namun bagi para mualaf itu,
dengan memakai jilbab, mereka tidak lagi mendengar siulan dari laki-laki iseng ketika mereka sedang
jalan-jalan.
"Mereka menghargai saya sebagai orang yang relijius dan lebih menunjukkan rasa hormatnya," ujar Jenny
Yanez. "Mereka tidak akan menilai bahwa Anda modis atau tidak modis," tambahnya. Sementara yang
lainnya mengungkapkan, mereka sangat menyukai ajaran agama Islam yang menekankan pentingnya
kesetiaan pada satu pasangan saja dan pada keluarga.
Meski harus diakui, pilihan para wanita Latin itu untuk masuk Islam kadang mengejutkan anggota keluarga
mereka yang lain, bahkan ada yang menentangnya. Faktor penyebabnya, karena mereka hanya tahu
sedikit soal Islam dan sering mendengar cerita soal Taliban dan kelompok ekstrim lainnya. Hal ini
menimbulkan gambaran yang tidak akurat tentang Islam, ujar Leila Ahmed, seorang profesor bidang studi
agama dan kewanitaan di Universitas Harvard.
"Saya sangat terkejut banyak orang yang berfikir bahwa Afghanistan dan Taliban mewakili citra wanita dan
Islam. Apa yang sebenarnya terjadi adalah pembentukan kembali hubungan antara kaum perempuan dan
Islam. Kita sedang berada pada tahap penting adanya pemikiran bahwa Islam terbuka bagi kaum
perempuan. Para cendikiawan Muslim membaca kembali inti teks-teks dalam Islam, terutama dari
Al-Qur'an sampai pada teks-teks yang berkaitan dengan hukum," papar Leila.
Pandangan-pandangan baru tentang perempuan dan Islam mungkin lebih umum di negara-negara seperti
Amerika Serikat, dimana kaum perempuan membaca Al-Qur'an sendiri dan tidak terlalu bergantung pada
interpretasi dari kaum laki-laki. "Saya pikir kaum perempuan di sini lebih mendapatkan hak istimewa
mereka," kata Zahid Bukhari, Direktur Program Studi Amerika-Muslim di Universitas George Town.
Beberapa mualaf mengaku mereka mencari informasi soal pandangan Islam terhadap perempuan sebelum
memutuskan untuk masuk Islam, namun mereka berubah pikiran setelah mereka sendiri bergaul dengan
warga Muslim.
"Saya selalu berfikir betapa malangnya kaum wanita yang harus memakai jilbab," ujar Pinet. Sampai
akhirnya ia bertemu dengan temannya yang Muslim dan mulai belajar Al-Qur'an dengan Muslimah lainnya.
Pinet mengungkapkan, ia sangat terkesan dengan rasa hormat yang ia terima.
"Para wanita dihormati karena mereka adalah calon ibu yang akan mendidik dan membesarkan anak-anak,
menegakkan aturan agama, dan mereka sangat luhur," tambah Pinet.
Berdasarkan laporan Dewan Hubungan Amerika-Muslim, setiap tahunnya ada sekitar 20 ribu orang yang
masuk Islam di AS dan 6 persen di antaranya adalah keturunan Amerika Latin. Angka ini diperkirakan akan
terus bertambah meski masuk Islam menjadi pilihan yang cukup sulit bagi kaum perempuan di AS.
Meski kadang menghadapi kendala bahasa, Muslim keturunan Amerika Latin mengaku diterima dengan
baik di kalangan komunitas Muslim. Saat ini, masih sedikit mesjid yang menggunakan Spanyol sebagai
bahasa pengantar dan teks-teks agama Islam yang berbahasa Spanyol jumlahnya masih terbatas.
Sebuah organisasi akar rumput sudah dibentuk sebagai wadah informasi bagi para Latino yang baru
masuk Islam serta memberikan dukungan bagi mereka yang menghadapi persoalan dengan keluargannya
karena masuk Islam.
Dari eramuslim
KotaSantri.com © 2002-2017
Download