Kata Pengantar lhamdulillahi rabbil `alamin, mari

advertisement
Kata Pengantar
lhamdulillahi rabbil ‘alamin, mari kita
panjatkan rasa puja dan puji syukur kita
kepada Allah, yang telah memberikan
kejernihan hati dan pikiran kepada kita
yangmana kita dapat menyatukan
antara keimanan dan akal sehingga kita nantinya
akan menjadi manusia yang ulul albab (yang
menggunakan akal dan hati) dalam kehidupan baik
beragama dan berbangsa.
A
Sholawat dan salam semoga tetap kejunjungan kita
Muhammad Ibn Abdillah Al Quraisy yang telah
membimbing kita dari masa kejumudan menjadi
masa terang benderang, beliaulah yang menjadi
tokoh utama dan pertama dalam revolusi dunia
sebagai-mana telah banyak diakui oleh kalangan
sarjana barat.
Kita sebagai manusia yang berakal semestinya harus
dapat memberikan hak terhadap akal kita untuk
berpikir, karena akal diciptakan pada hakikatnya
untuk berpikir. Kita harus bersikap realistis dalam
memahami konteks agama, karena agama dapat
dipahami secara dua hal yakni yang bersifat rasional
dan bersifat Iluminasi hati.
Betapa pentingnya menggunakan akal sehingga
kita akan terhindar dari sifat taqlid dan terhindar pula
dari sifat kejumudan yang selama ini telah
menengge-lamkan Islam di kekuasaannya sendiri.
Banyak orang yang memilih untuk bertaqlid buta
terhadap golongan mereka sehingga menganggap
apa yang dikatakan oleh orang lain adalah bid’ah,
naudzubillah.
Dalam buku ini saya akan membahas dan menyampaikan fakta-fakta yang selama ini ditinggalkan oleh
kalangan penafsir Al Quran. Yakni masalah aurat,
Jilbab/hijab / kerudung atau apapun itu penyebutannya serta sejarahnya.
Tentang aurat, kebanyakan para penafsir dan
ulama klasik mengartikan aurat sebagai seluruh
anggota tubuh bagi wanita kecuali wajah dan
telapak tangan. Padahal jika kita pahami bahwa
yang dimaksud aurat ialah anggota badan yang
dapat menimbulkan syahwat bagi orang yang
melihatnya. Itu artinya bahwa aurat itu sangatlah
kondisional,
berdasarkan
pemahaman
mana
anggota yang dapat menimbul-kan syahwat bagi
setiap daerah atau individu.
Mislnya di Papua, mereka tidak pernah tertarik hawa
nafsu ketika melihat wanita yang membuka
betisnya, bahkan punggungnya. Kenapa?, karena
memang di sana hal yang demikian bukanlah hal
yang tabu untuk dilihat.
2
Begitu pula misalnya; bagi orang jawa ketika melihat
wanita yang membuka telanjang seperti wanita
Papua suku Asmad, maka orang jawa merasa tabu
melihat-nya, kenapa?, karena bagi orang Jawa hal
itu adalah hal yang sangat tabu untuk diperlihatkan.
Dan begitu pula dengan keadaan budaya Arab, jika
orang Arab menganggap bahwa memperlihatkan
betis saja dapat menarik hawa nafsu pria, maka hal
itu wajib ditutupi bagi mereka, karena itu adalah
aurat orang Arab. Jadi pada intinya bahwa aurat
orang Papua, aurat orang Jawa dan aurat orang
Arab adalah berbeda. Karena dilihat dari
bagaimana mereka menyikapinya.
Dalam buku ini juga akan membahas tentang jilbab
sebagai pakaian ‘wajib’ muslimah dunia (?).
sehingga terjadi kesimpang-siuran dalam memahami jilbab itu sendiri. Selama ini jilbab selalu di
katakan wajib bagi wanita muslimah. Akan tetapi
saya yakin mereka yang berjilbab tidak pernah tahu
apa landasan mereka dalam menentukan hukum,
mereka tidak pernah mencari sendiri fak-fakta
tentang jilbab sebelum Islam datang. Mereka hanya
bertaqlid pada pemahaman para tafsir klasik yang
memang tidak memberikan kebebasan berpendapat.
Jika kita berbicara lebih jauh lagi sebenarnya
penggu-naan jilbab ini telah menjadi wacana dalam
3
Code Bilalama (3.000 SM), kemudian berlanjut di
dalam Code Hammurabi (2.000 SM) dan Code
Asyiria (1.500 SM). Ketentuan penggunaan jilbab
sudah dikenal di beberapa kota tua seperti
Mesopotamia, Babilonia, dan Asyiria.
Ternyata pula bukan hanya dalam agama Islam
yang mempraktekkan berjilbab, akan tetapi dalam
agama samawi yang lain yakni Yahudi dan Nashrani
telah terlebih dahulu menggunakan jilbab. Bahkan
bukan
hanya
agama
samawi
saja
yang
memerintahkan jilbab, akan tetapi agama Hindu
Budha pun juga memerintahkannya.
Alasan dari semua agama tersebut sebenarnya
sama, dalam substansinya perintah jilbab adalah
agar memberikan rasa hormat terhadap wanita dan
agar membedakan diri dengan wanita budak.
Begitupun dalam islam sebagaimana dalam surat
An Nuur dan Al Ahzab.
Selebihnya silahkan baca buku ini, semoga
bermanfaat bagi seluruh pembaca, terutama bagi
saya sendiri. Aamiin.
Pamekasan, 2014
Penulis
Thoriq Aziz Jayana
4
Daftar Isi
Ucapan terimakasih
Kata pengantar
Daftar isi
Budaya
Aurat
1.
2.
3.
4.
3
4
8
9
19
Makna aurat 25
Aurat kajian fiqih
43
Apakah rambut termasuk aurat?
Tafsir yang benar,
tafsir yang mensejahterakan 59
52
jilbab
70
1. Pandangan Al Quran 79
2. Pandangan Hadist
122
Kerudung pandangan Non Islam
Lebih baik berjilbab atau tidak?
Berjilbab tanpa ‘jilbab’
Jilbab di ruang publik
Pribumi yang Islami
Daging melekat pada kulitnya
Tentang penulis
138
152
159
166
179
185
189
5
BUDAYA
ebelum kita membahas bagian lainnya, perlu
kiranya kita terlebih dahulu mengenal
kebuda-yaan. Karena semua hal yang akan
dibahas dalam buku ini tidak terlepas dari
peran kebudayaan. Budaya sangat terikat
erat dengan kehidupan manusia, karena budaya
diciptakan oleh manusia. Budaya atau kebudayaan
berasal dari bahasa Sansakerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi
atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang dalam
sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
S
6
termasuk agama, adat istiadat, bahasa, peralatan,
pakaian adat, dan karya seni, bahkan urusan politik.
Menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar
hidupnya. Berbagai kebutuhan dasar yang meliputi
kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi (bentuk kerja
sama keanggotaan- pent), harga diri dan
pengemba-ngan potensi inilah yang menjadikan
suatu ciri khas tersendiri bagi manusia, jika
dibandingkan dengan binatang yang tidak memiliki
kebutuhan sedetail itu.
Terdapat dua hal yang sangat perlu diperhatikan
dalam budaya setempat, yakni; Cultural Determinism
yang dikemukakan oleh Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski, dan aspek Superorganic yang
dikemukakan oleh Herskovits. Cultural Determinism
adalah bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Sedangkan
Superorganic adalah kebudayaan sebagai sesuatu
yang turun temurun dari satu generasi ke generasi
yang lain.
Dengan konsep Cultural Determinism, maka suatu
ke-budayaan tidak dapat dipaksakan untuk
mengikuti atau menjiplak serta meniru kebudayaan
lain, karena itu sangat membahayakan kebudayaan
asal. Misalnya saja ketika di Indonesia meludah
7
dihadapan orang adalah perkara yang sangat tidak
sopan, berbeda dengan orang-orang Rusia, mereka
akan berulangkali
8
Download