BERITA TERKINI kapiler, hilangnya resistensi vaskular, dan perubahan cardiac output sehingga timbul komplikasi syok septik, koagulasi intravaskular diseminata, insufisiensi pernapasan atau ARDS (acute respiratory distress syndrome). Review Cochrane Database mendapatkan beberapa regimen antibakteri yang dapat diterima dan efektif dapat menurunkan komplikasi seperti demam yang lebih lama dan persalinan prematur (Tabel ). Terapi antimikroba pada ASB dapat memperbaiki outcome yaitu berkurangnya bayi dengan berat lahir rendah dan prematur. Terapi ASB dalam kehamilan menurunkan risiko terjadinya pielonefritis dari 20-35% menjadi 1-4%. Perempuan hamildengan pielonefritis perlu dirawat inap terkait dengan risiko komplikasi serius yaitu insufisiensi pernapasan, syok septik, persalinan prematur, rekuren dengan kemungkinan terjadinya kerusakan renal permanen. IDSA merekomendasikan pemberian terapi antimikroba selama 3-7 hari pada perempuan hamil dengan ASB. Sementara review sistematik Cochrane tidak menemukan evidence yang cukup untuk menentukan apakah regimen dosis tunggal sama efektifnya dengan terapi yang durasinya lebih lama. Terapi yang diberikan adalah antibiotik intravena (rawat inap) yang biasanya dilanjutkan sampai pasien bebas demam 48 jam dan gejala membaik. Kemudian diteruskan dengan terapi oral selama 10-14 hari. Setelah terapi selesai, dilakukan lagi kultur urin. Rawat inap lebih direkomendasikan pada perempuan hamil dengan usia gestasi di atas 24 minggu. Regimen antibakteri yang optimal untuk terapi pielonefritis dalam kehamilan adalah yang: 1. Terbukti efektif dalam uji klinik prospektif, acak, dan buta ganda. 2. Memiliki aktivitas terhadap uropatogen pada infeksi traktus urinarius bagian atas. 3. Kadarnya tetap dapat dipertahankan dalam serum dan jaringan selama terapi. 4. Tidak terkait dengan resistensi. 5. Tidak mahal. 6. Dapat ditoleransi dengan baik. 7. Aman untuk fetus. Simpulan: 1. ASB pada kehamilan merupakan faktor risiko terjadinya pielonefritis. 2. Pielonefritis pada kehamilan perlu dirawat inap dan diterapi dengan antibiotik (pada awalnya intravena yang dilanjutkan dengan oral). 3. Komplikasi pielonefritis pada kehamilan adalah syok septik, insufisiensi pernapasan, persalinan prematur, kerusakan renal permanen. 4. Terdapat beberapa antibiotik yang dapat diberikan untuk pielonefritis pada kehamilan. Alopurinol Meregresi Hipertrofi Ventrikel Kiri pada Penyakit Ginjal Kronis S Komentar: Pemberian aminoglikosida (dengan atau tanpa kombinasi) sebaiknya dihindari karena kategori menurut FDA adalah C (studi pada hewan menimbulkan efek teratogenik atau embriosidal tetapi belum diketahui pada manusia). (HLI) REFERENSI 1. Joley JA, Wing DA. Pyelonephritis in pregnancy: an update on treatment options for optimal outcomes. Drugs 2010; 70 (13): 1643-55. 2. Colgan R, Nicolle LE, McGlone A, Hooton TM. Asymptomatic bacteriuria in adults. Am Fam Physician 2006; 74(6): 985-90. Tabel. Beberapa regimen antibakteri untuk terapi pielonefritis dalam kehamilan Antibakteri Dosis (pemberian i.v) Frekuensi Kategori (FDA) Ampicillin (kombinasi dengan gentamicin) 1-2 g Tiap 6 jam B Gentamicin (dapat diberikan tanpa kombinasi) Dosis muat 2 mg/kg kemudian 1,7 mg/kg dalam 3 dosis terbagi Tiap 8 jam C Ampicillin/sulbactam 3g Tiap 6 jam B Cefazolin 1-2 g Tiap 6-8 jam B Ceftriaxone 1-2 g Tiap 24 jam B Cefuroxime 0,75-1,5 g Tiap 8 jam B Cefotaxime 1-2 g Tiap 8-12 jam B Cefepime 1g Tiap 12 jam B Cefotetan 2g Tiap 12 jam B Mezlocillin 3g Tiap 6 jam B Piperacillin 4g Tiap 8 jam B Aztreonam 1g Tiap 6-12 jam B CDK 183/Vol.38 no.2/Maret - April 2011 BERITA TERKINI uatu penelitian metode acak terkontrol plasebo mendapatkan bahwa pasien penyakit ginjal kronis stadium 3 yang mendapat terapi alopurinol dosis tinggi mengalami regresi (penurunan) hipertrofi ventrikel kiri dan perbaikan fungsi endotelnya. Hasil studi ini dilaporkan pada XLVII European Renal Association-European Dialysis and Transplant Association Congress. Alopurinol adalah penghambat enzim xantin oksidase dan bekerja sebagai antioksidan karena mencegah pembentukan radikal bebas akibat kerja enzim tersebut. Hipertrofi ventrikel kiri adalah faktor risiko jantung yang penting karena mempermudah timbulnya aritmia; selain itu juga dapat menurunkan perfusi koroner hingga menyebabkan gagal jantung diastolik dan dilatasi atrial kiri, fibrilasi atrium dan stroke embolik Massa ventrikel kiri adalah prediktor kuat kejadian kardiovaskuler pada pasien hipertensi esensial dan regresi hipertrofi ventrikel kiri meningkatkan kesembuhan (p=0,002) (Circulation. 1998; 97:48-54). Penurunan tekanan darah juga berkaitan dengan regresi hipertrofi ventrikel kiri. Saat ini stres oksidatif sudah mulai diperhitungkan sebagai salah satu faktor yang berperan penting pada penyakit ginjal berat. Stres oksidatif dapat bermanifestasi sebagai hipertrofi ventrikel kiri dan disfungsi endotel. Hipertrofi ventrikel kiri umum terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal kronis dan merupakan faktor risiko kuat untuk terjadinya penyakit kardiovaskular. Pasien penyakit ginjal ringan dan sedang sekalipun memiliki peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas akibat gangguan jantung melebihi yang diperhitungkan dengan skor risiko Framingham. Salah satu sumber stres oksidatif adalah purin; xantin oksidase akan mengkonversi hipoxantin menjadi xantin dengan melepaskan radikal bebas dalam bentuk 2 anion superoksida dan 2 hidrogen peroksida. Penghambatan kerja xantin oksidase akan menghalangi pembentukan radikal bebas ini; juga memperbaiki fungsi endotel pada penderita diabetes, perokok, hiperkolesterol dan gagal jantung kongestif, namun belum pernah diteliti pada pasien gangguan ginjal kronis. 121 122 Michelle Kao meneliti efek allopurinol dosis tinggi terhadap fungsi endotel dan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien gangguan ginjal kronis. Cardiac magnetic resonance digunakan untuk mengukur massa jantung sebelum penelitian dan pada bulan ke-9 setelah pemberian. Fungsi endotel ditentukan dengan bantuan USG dari flow-mediated dilatation (FMD) arteri brakhialis setelah melepaskan tekanan cuff. Derajat dilatasi menjadi indikasi kekakuan arteri. Pada penelitian teracak tersamar ganda terkontrol plasebo ini, pasien gangguan fungsi ginjal stadium 3 secara acak dikelompokkan ke kelompok allopurinol (n=27) atau kelompok plasebo (n=26). Hipertrofi ventrikel kiri ditentukan dengan EKG. Kelompok allopurinol menerima allopurinol 100 mg/hari selama 2 minggu yang kemudian ditingkatkan menjadi 300 mg/hari jika bisa ditoleransi dan tidak ada efek samping pada fungsi ginjal. Semua karakteristik awal mirip di antara kedua kelompok, kecuali kelompok allopurinol memiliki tekanan darah diastolik sedikit lebih rendah (70 ± 8 vs 75 ± 8 mm Hg; P = .036). Yang terpenting, massa ventrikel kiri setara pada kedua kelompok ini dan sebagian besar pasien sudah menggunakan penghambat ACE atau angiotensin receptor blocker. Ditemukan bahwa pada pasien yang menggunakan allopurinol massa ventrikel kirinya regresi setelah 9 bulan (–1.42 ± 4.67 g/m2), dibandingkan dengan progresi pada pasien kelompok plasebo (+1.28 ± 4.45 g/m2; P = .036). Juga ditemukan kecenderungan perbaikan volume diastolik akhir pada kelompok allopurinol. Fungsi endotel, seperti diindikasikan dengan FMD, membaik pada kelompok allopurinol (rata-rata perbaikan, +1.26% ± 3.06%), dibandingkan kelompok plasebo (–1.05% ± 2.84%; P = .009). Terdapat korelasi positif antara indeks massa ventrikel kiri dan perubahan FMD (P=0,008), kecepatan nadi (P=0,038), volume diastolik akhir (P=0,048) dan rasio protein kreatinin urin (P=0,0004). Penelitian ini mengungkapkan bahwa mungkin beberapa efek menguntungkan pada indeks massa ventrikel kiri adalah karena perbaikan pembuluh darah dan perbaikan afterload ventrikel kiri. Pendapat ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya oleh Abate dan Biagi yang menyatakan bahwa allopurinol adalah satu-satunya obat yang terbukti mampu menurunkan konsumsi oksigen miokard yang mengalami gangguan fungsi. Selain itu, penelitian George dan Struthers juga mendapatkan hasil senada yaitu bahwa allopurinol memiliki efek memperbaiki indeks vaskular dan miokard. Tidak ada perbedaan di antara kedua kelompok dalam hal tekanan darah, fungsi ginjal atau prevalensi efek samping atau efek samping serius. Kadar asam urat serum lebih rendah pada kelompok allopurinol namun tidak berkorelasi dengan perubahan indeks massa ventrikel kiri. (SFN) REFERENSI 1. Keller DM. Allopurinol regresses left ventricular hypertrophy in chronic kidney disease. MedScape Today. July 2010. Available from: http://www. medscape.com/viewarticle/724658 2. Biagi P, Abate L, Monaldi. Heart failure, oxidative stress and allopurinol. Arch Chest Dis. 2005 Mar; 64(1):33-7. Available from: http://www.ncbi.nlm. nih.gov/pubmed/16128162 3. George J, Struthers AD. Role of urate, xanthine oxidase and the effects of allopurinol in vascular oxidative stress. Vasc Health Risk Manag. 2009; 5(1) :265-72. Epub 2009 Apr 8. available from: http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19436671 CDK 183/Vol.38 no.2/Maret - April 2011