MS Word Isi Laporan Mini Proyek : Uji

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang penting dalam kehidupan
manusia dan digunakan masyarakat untuk berbagai kegiatan sehari-hari,
termasuk kegiatan pertanian, perikanan, peternakan, industri, pertambangan,
rekreasi, olah raga, dan sebagainya (Raini dkk, 2004). Air (H2O) merupakan
komponen utama yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia.
Sekitar 60% dari total berat badan orang dewasa terdiri dari air (Irawan,
2007).
Sumber mata air banyak macamnya, seperti sumur, PDAM, atau
bahkan sumber mata air itu sendiri yang kebanyakan berada di dataran tinggi
atau pegunungan. Mata air adalah suatu titik di mana air tanah mengalir keluar
dari permukaan tanah, yang berarti dengan sendirinya adalah suatu tempat di
mana permukaan muka air tanah (akuifer) bertemu dengan permukaan tanah.
Bergantung dengan asupan sumber air seperti hujan atau lelehan salju yang
menembus bumi, sebuah mata air bersifat ephemeral (intermiten atau
kadangkadang) atau perennial (terus-menerus). Munculnya mata air tentu saja
disebabkan karena muka air tanah yang lebih tinggi dari permukaan tanah.
Munculnya mata air ini mirip seperti sumur artesis, yaitu sumur yang dibuat
menembus lapisan air yang bertekanan
Air dibutuhkan oleh organ tubuh agar dapat melangsungkan
metabolisme,
sistem
asimilasi,
keseimbangan,
memperlancar
proses
pencernaan, melarutkan dan membuang racun dari ginjal, melarutkan sisa zat
kimia dari tubuh, serta memperingan kerja ginjal. Kecukupan air serta
kelayakan air yang masuk ke dalam tubuh akan membantu fungsi tersebut
dengan sempurna (Dwi dan Nur, 2009). Rata-rata secara kasat mata manusia
mengeluarkan urin sebanyak 1.150 ml dan tinja sebanyak 200 gram sehari.
1
Berdasarkan survei sosial ekonomi oleh BPS tahun 1999, diperoleh
angka penduduk yang membuang kotoran di septik tank untuk perkotaan
sebesar 63,01%, sedangkan di pedesaan sebesar 20,25% selebihnya
membuang kotoran di sawah, kolam, sungai, danau, gali lubang tanah,
permukaan tanah, dan lainnya, yang kemungkinan besar menjadi sumber
pencemaran air bersih penduduk. Kondisi yang demikian mendukung masih
seringnya terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) diare di daerah-daerah tertentu
(Achmadi, 2001).
Data dari WHO tahun 1995 menyebutkan bahwa pada tahun 1995
diare mengakibatkan lebih dari 3.000 kematian di mana 80% di antaranya
terjadi pada anak berusia di bawah lima tahun. Di Indonesia sekitar 162.000
balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Dari hasil
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, diare merupakan
penyebab kematian nomor dua bagi balita, nomor tiga bagi bayi, dan nomor
lima bagi semua umur (Ita, 2008). (Jamaludin dkk, 2007).
Di kabupaten Ponorogo khususnya kecamatan Jenangan, diare
merupakan penyakit infesi saluran pencernaan bawah yang paling banyak
menjangkit masyarakat. Dari data di bagian Kesehatan Lingkungan
Puskesmas Jenangan, angka kejadian diare dari Januari 2015 – hingga Juni
2015 mencapai angka 740 kasus atau sekitar 62% dari semua penyakit infeksi
saluran pencernaan bawah. (Bagian Kesling Puskemas Jenangan, 2015).
Jika dilihat dari angka kejadian penyakit diare di tiap bulannya selama
enam bulan terakhir, angka kejadian diare selalu menduduki peringkat
pertama. Pada bulan Januari 2015, angka kejadian diare mencapai 175 kasus
(56% dari total penyakit infeksi pencernaan bawah), bulan Februari 2015
mencapai 122 kasus (40%), bulan Maret 2015 mencapai 125 kasus (52%),
bulan April mencapai 105 kasus (47%)), bulan Mei 2015 mencapai 124 kasus
dan terakhir bulan Juni 2015 mencapai 89 kasus (56%) (Bagian Kesling
Puskemas Jenangan, 2015).
2
Dengan melihat latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis
mencoba meneliti “Uji Bakteriologi Air Bersih dari Sumber Mata Air di Desa
Semanding Kecamatan Jenangan Kota Ponorogo”.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut: “Bagaimana hasil uji bakteriologi air bersih dari sumber mata air di
Desa Semanding Kecamatan Jenangan Kota Ponorogo?”
1.3.
Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hasil uji bakteriologi air bersih dari sumber mata air di
Desa Semanding Kecamatan Jenangan Kota Ponorogo.
1.3.2.Tujuan Khusus
1.3.2.1.
Mendapatkan gambaran keadaan kualitas mata air ditinjau
dari segi bakteriologi di Desa Semanding Kecamatan Jenangan
Kota Ponorogo.
1.3.2.2.
Mengetahui tingkat pencemaran kuman koliform pada air
bersih yang bersumber dari mata air di Desa Semanding
Kecamatan Jenangan Kota Ponorogo
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1.Bagi peneliti
Hasil penelitian diharapkan mampu menambah wawasan dan ilmu
tentang kualitas air yang dilihat dari pemeriksaan bakteriologi,
khususnya hasil uji bakteriologi air bersih dari sumber mata air di Desa
Semanding Kecamatan Jenangan Kota Ponorogo.
1.4.2.Bagi Pembaca
Hasil penelitian diharapkan mampu menambah pengetahuan pembaca
tentang kualitas air yang dilihat dari pemeriksaan bakteriologi,
khususnya hasil uji bakteriologi air bersih dari sumber mata air di Desa
Semanding Kecamatan Jenangan Kota Ponorogo
3
1.4.3.Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan informasi kepada
pemerintah untuk dapat dijadikan masukan dalam menentukan
kebijakan peningkatan kualitas air.
1.4.4.Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada
masyarakat untuk teliti dalam menentukan pilihan sumber air yang
digunakan sebagai air minum yang higienis dan sehat.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
2.1.1. Definisi
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, satu
molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen
pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa, dan
tidak berbau pada kondisi standar yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar)
dan temperatur 273,15 K (0 °C) (Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan, 2003).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1990 tentang air,
penggolongan air menurut peruntukkannya ditetapkan sebagai berikut:
2.1.1.1.
Golongan A
Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung
tanpa pengolahan terlebih dahulu.
2.1.1.2.
Golongan B
Air yang dapat digunakan sebagai air baku atau air minum.
2.1.1.3.
Golongan C
Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan.
2.1.1.4.
Golongan D
Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat
dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, dan pembangkit
listrik tenaga air.
5
2.1.2. Air Bersih
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
416 tahun 1990, yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi
syarat kesehatan dan dapat diminum jika telah dimasak.
Pada dasarnya air bersih harus memenuhi syarat kualitas
yang meliputi syarat fisika, kimia, biologi, dan radioaktif. Syarat
fisika air bersih yaitu air tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak
berbau. Syarat kimia yaitu air tidak mengandung zat-zat kimia
yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Syarat biologi yaitu air
tidak mengandung mikro-organisme atau kuman penyakit.
Sedangkan syarat radioaktif yaitu air tidak mengandung unsurunsur radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan (Marsono, 2009).
2.1.2.1.
Berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 416/ Menkes/Per/IX/1990
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 416/ Menkes/Per/IX/1990. Air yang memenuhi syarat air
bersih dimana MPN/100 ml : 10 untuk yang perpipaan dan 50 yang
non perpipaan.
Kualitas air bersih apabila ditinjau berdasarkan kandungan
bakterinya
menurut
SK.
Dirjen
PPM
dan
PLP
No.
1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK PKA Tahun 2000/2001, dapat
dibedakan ke dalam 5 kategori sebagai berikut :
2.1.2.1.1. Air bersih kelas A ketegori baik
Air kategori ini mengandung total koliform < 50
2.1.2.1.2. Air bersih kelas B kategori kurang baik
Air kategori ini mengandung koliform 51 – 100
2.1.2.1.3. Air bersih kelas C kategori jelek
Air kategori ini mengandung koliform 101 – 1000
2.1.2.1.4. Air bersih kelas D kategori amat jelek
Air kategori ini mengandung koliform 1001 – 2400
6
2.1.2.1.5. Air bersih kelas E kategori sangat amat jelek
Air kategori ini mengandung koliform lebih 2400
(Pitojo dan Purwantoyo, 2003).
2.1.2.2.
Syarat Fisika
2.1.2.2.1. Rasa
Kualitas air bersih yang baik adalah tidak berasa. Rasa
ditimbulkan karena adanya zat organik, bakteri, atau unsur
lain yang masuk ke dalam air.
2.1.2.2.2. Bau
Kualitas air bersih yang baik adalah tidak berbau karena
bau ini dapat ditimbulkan oleh pembusukan zat organik
seperti bakteri dan kemungkinan akibat tidak langsung dari
pencemaran lingkungan terutama sistem sanitasi.
2.1.2.2.3. Suhu
Kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan
aktivitas biologi sehingga akan membentuk O2 lebih
banyak lagi. Kenaikan suhu perairan secara alamiah
biasanya disebabkan oleh aktivitas penebangan vegetasi di
sekitar sumber air sehingga menyebabkan banyak cahaya
matahari masuk yang mempengaruhi akuifer secara
langsung atau tidak langsung (Chay, 1995).
2.1.2.2.4. Kekeruhan
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan
organik dan anorganik. Kekeruhan juga dapat mewakili
warna. Dari segi estetika, kekeruhan air dihubungkan
dengan kemungkinan adanya pencemaran melalui buangan
dan warna air tergantung pada warna buangan yang
memasuki air.
7
2.1.2.2.5. TDS atau Jumlah Zat Padat Terlarut (Total
Dissolved Solids)
Bahan yang tertinggal (residu) pada penguapan dan
pengeringan pada suhu 103-105o C dalam portable water.
Kebanyakan bahan bakar terdapat dalam bentuk terlarut
yang terdiri dari garam anorganik dan gas-gas yang terlarut.
Kandungan total solids pada portable water biasanya
berkisar 20-1.000 mg/l. Semua bahan cair koloid yang tidak
terlarut dan bahan tersuspensi akan meningkat sesuai
dengan derajat pencemaran air (Sutrisno, 1991). Zat padat
selalu terdapat dalam air dan jika terlalu banyak tidak baik
untuk air minum. Banyaknya zat padat yang disyaratkan
untuk air minum adalah kurang dari 500 mg/l.
2.1.2.3.
Syarat Kimia
2.1.2.3.1. pH (Derajat Keasaman)
Penting dalam proses penjernihan air karena keasaman air
pada umumnya disebabkan gas oksida yang larut dalam air
terutama gas karbondioksida. Pengaruh kesehatan dari
penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal pH
yang lebih kecil 6,5 dan lebih besar dari 9,2 menyebabkan
beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang
mengganggu kesehatan.
2.1.2.3.2. Kesadahan
Kesadahan ada dua macam yaitu kesadahan sementara dan
kesadahan non karbonat (permanen). Kesadahan sementara
akibat keberadaan kalsium dan magnesium bikarbonat yang
dihilangkan dengan memanaskan air hingga mendidih atau
menambahkan kapur dalam air. Kesadahan non karbonat
(permanen) disebabkan oleh sulfat dan karbonat, chlorida
dan nitrat dari magnesium dan kalsium, disamping besi dan
alumunium.
8
Konsentrasi kalsium yang lebih rendah dari 75 mg/l
menyebabkan penyakit tulang rapu. Sedangkan konsentrasi
yang lebih tinggi dari 200 mg/l menyebabkan korosivitas
pipa-pipa air. Dalam jumlah lebih kecil magnesium
dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang tetapi
dalam jumlah yang lebih besar dari 150 mg/l dapat
menyebabkan rasa mual.
2.1.2.3.3. Besi
Air yang mengandung banyak besi akan berwarna kuning
dan menyebabkan rasa logam besi dalam air serta
menimbulkan korosi pada bahan metal. Besi adalah salah
satu unsur hasil pelapukan batuan induk yang banyak
ditemukan di perairan umum. Batas maksimal yang
terkandung di dalam air adalah 1,0 mg/l.
2.1.2.3.4. Aluminium
Batas maksimal yang terkandung di dalam air menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 tahun 2001 yaitu
0,2 mg/l. Air yang mengandung banyak aluminium
menyebabkan rasa tidak enak.
2.1.2.3.5. Zat organik
Larutan zat organik yang bersifat kompleks ini dapat
berupa unsur hara makanan maupun sumber energi lainnya
bagi flora dan fauna yang hidup di perairan (Chay, 1995).
2.1.2.3.6. Sulfat
Kandungan sulfat yang berlebihan dalam air dapat
mengakibatkan kerak air yang keras pada alat merebus air
(panci), bau, dan korosi pada pipa. Dihubungkan dengan
penanganan dan pengolahan air bekas.
2.1.2.3.7. Nitrat dan Nitrit
Pencemaran air dari nitrat dan nitrit bersumber dari tanah
dan tanaman.
9
Nitrat dapat terjadi baik dari NO2 atmosfer maupun dari
pupuk serta oksidasi NO2 oleh bakteri Nitrobacter. Jumlah
nitrat yang lebih besar dalam usus cenderung berubah
menjadi nitrit yang bereaksi langsung dengan hemoglobin
membentuk methemoglobin yang menghalangi perjalanan
oksigen di dalam tubuh.
2.1.2.3.8. Chlorida
Dalam konsentrasi layak bagi manusia, chlorida dalam
jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfektan tetapi jika
berlebihan dan berinteraksi dengan ion Na+ dapat
menyebabkan rasa asin dan korosi pada pipa-pipa air.
2.1.2.3.9. Zink
Batas
maksimal
zink
dalam
air
adalah
15
mg/l.
Penyimpangan standar kualitas ini dapat menimbulkan rasa
pahit, sepet, dan mual. Dalam jumlah kecil, zink adalah
unsur penting untuk metabolisme karena kekurangan zink
menyebabkan hambatan pertumbuhan anak.
2.1.2.4.
Syarat Biologi
2.1.2.4.1. Coli
Air minum tidak boleh mengandung bakteri penyakit
(patogen) sama sekali dan tidak boleh mengandung Coli
melebihi batas yang telah ditentukan yaitu 1 Coli/100 ml air
(Sutrisno, 1991).
2.1.2.4.2. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD yaitu uji yang menentukan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat
untuk mengoksidasi bahan organik dalam air (Nurdijanto,
2000). Kandungan COD dalam air bersih maksimum yang
dianjurkan adalah 12 mg/l. Jika nilai COD melebihi batas
maka kualitas air tersebut buruk.
10
2.1.2.4.3. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD adalah jumlah zat terlarut yang dibutuhkan oleh
organisme untuk memecah bahan buangan dalam air
(Nurdijanto, 2000). Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah
bahan organik yang sebenarnya tetapi mengukur secara
relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan. Penggunaan
oksigen yang rendah menunjukkan kemungkinan air jernih.
Mikroorganisme tidak tertarik menggunakan bahan organik
maka makin rendah nilai BOD sehingga kualitas air
tersebut makin baik. Kandungan BOD dalam air bersih
maksimum dianjurkan adalah 6 mg/l.
2.1.3. Air Minum
Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
492/MENKES/PER/ IV/2010 tentang persyaratan kualitas air
minum, menyatakan bahwa air minum adalah air yang melalui
proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi
persyaratan kesehatan dan dapat langsung diminum.
Jenis air minum yang sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang syarat
kualitas air minum yaitu: air yang didistribusikan melalui pipa
untuk keperluan rumah tangga, air yang didistribusikan melalui
tangki air, air kemasan, dan air yang digunakan untuk produksi
makanan dan minuman yang disajikan kepada masyarakat dan
harus memenuhi syarat kesehatan air minum.
11
Dalam peraturan tersebut dijelaskan parameter air minum yaitu:
Tabel 1. Parameter Kualitas Air Minum
2.1.3.1. Parameter Wajib
No.
1
2
Jenis Parameter
Satuan
Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan
a. Parameter Mikrobiologi
1) E. Coli
Jumlah per 100 ml
Sampel
2) Total Bakteri Koliform
Jumlah per 100 ml
Sampel
b. Kimia An-organik
1) Arsen
Mg/l
2) Fluorida
Mg/l
3) Total Kromium
Mg/l
4) Kadmium
Mg/l
5) Nitrit (sebagai NO2-)
Mg/l
6) Nitrat (sebagai NO3-)
Mg/l
7) Sianida
Mg/l
8) Selenium
Mg/l
Parameter yang tidak berhubungan dengan kesehatan
a. Parameter fisik
1) Bau
2) Warna
TCU
3) Rasa
4) Total Disolved Solid
Mg/l
5) Kekeruhan
NTU
6) Suhu
C
b. Parameter Kimiawi
1) Alumunium
Mg/l
2) Besi
Mg/l
3) Kesadahan
Mg/l
4) Khlorida
Mg/l
5) Mangan
Mg/l
6) Ph
Mg/l
7) Seng
Mg/l
8) Sulfat
Mg/l
9) Tembaga
Mg/l
10) Amonia
Mg/l
Kadar Maksimum
yang
Diperbolehkan
0
0
0.01
1.5
0.05
0.003
3
50
0.07
0.01
Tidak berbau
15
Tidak berasa
500
5
Suhu udara + 3
0.2
0.3
500
250
0.4
6.5-8.5
3
250
2
1.5
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/
2010
12
2.1.3.2. Parameter Tambahan
Tabel 2. Parameter Kualitas Air Minum
No.
1.
Jenis Parameter
Satuan
Kimiawi
a. Bahan Anorganik
1) Air raksa
2) Antimony
3) Barium
4) Boron
5) Molybdenum
6) Nikel
7) Sodium
8) Timbale
9) Uranium
b. Bahan Organik
1) Zat Organik (KMnO4)
2) Deterjen
3) Chlorinated alkanes
a) Carbon tetrachloride
b) Dichloromethane
c) 1,2-Dichloroethane
4) Chlorinated athenes
a) 1,2-Dichloroethene
b) Trichloroethene
c) Tethracloroethene
5) Aromatic hydrocarbons
a) Benzene
b) Toluene
c) Xylenes
d) Ethylbenzene
e) Styrene
6) Chlorinated benzene
a) 1,2-Dichlorobenzene
(1,2-DCB)
b) 1,4-Dichlorobenzene
(1,4-DCB)
7) Lain-lain
a) Di(2ethylhexyl)phthalate
b) Acrylamid
c) Epichlorohydrin
d) Hexachlorobutadiene
8) Chlorinated acetic acid
a) Dichloroacetid acid
b) Trichloroacetic acid
9) Chloral hydrate
10) Halogenated acetonitrilies
a) Dichloroacetonitrile
b) Dibromoacetonitrile
11) Cyanogen chloride
(sebagai CN)
13
Kadar Maksimum
yang
Diperbolehkan
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
0.001
0.02
0.7
0.5
0.07
0.07
200
0.01
0.15
Mg/l
Mg/l
10
0.05
Mg/l
Mg/l
Mg/l
0.004
0.02
0.05
Mg/l
Mg/l
Mg/l
0.05
0.02
0.04
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
0.01
0.7
0.5
0.3
0.02
Mg/l
1
Mg/l
0.3
Mg/l
0.008
Mg/l
Mg/l
Mg/l
0.0005
0.0004
0.0006
Mg/l
Mg/l
0.05
0.02
Mg/l
Mg/l
Mg/l
0.02
0.07
0.07
2
Radioaktivitas
a. Gross alpha activity
b. Gross beta activity
Bg/l
Bg/l
0.1
1
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/
2010
2.1.4. Pengolahan Air
Sifat dan jenis pengolahan tergantung kualitas air baku yang akan
diolah dan air yang akan diinginkan. Proses pengolahan yang umumnya
digunakan adalah seperti berikut (I’tishom, 2010):
2.1.4.1. Mata air, karena kualitas airnya cukup baik biasanya tidak
diperlukan perlakuan khusus dalam pengolahannya hanya diberikan
desinfektan (chlor).
2.1.4.2. Sumur dangkal, perlakuan dalam pengolahannya sama dengan
mata air.
2.1.4.3. Sumur dalam, pada umumnya kualitas air baku baik maka hanya
perlu dibubuhkan desinfektan saja. Namun, banyak sumur dengan
kandungan Fe dan Mn tinggi sehingga perlu perlakuan khusus dalam
pengolahannya yaitu dengan unit pengolahan Fe dan Mn, removal,
aerator, dan lain-lain.
2.1.4.4. Air permukaan, merupakan sumber air baku yang paling tidak baik
karena kondisinya yang kurang bersih (kotor) dan merupakan alternatif
terakhir dalam penggunaan sebagai air baku. Jika mau dipergunakan
sebagai air baku, perlu adanya perlakuan khusus dalam pengolahannya
yang memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam pembangunan
instalasi pengolahan maupun operasional dan pemeliharaannya.
Pengolahan air paling efektif yaitu mempergunakan sistematika
pengolahan air yang langsung berhubungan antara satu dengan yang lain
dan terdiri dari beberapa tipe operasional untuk membuang zat pengotor
dalam air atau menaikkan kemurnian air sehingga menghasilkan air yang
dapat dikonsumsi.
14
Kualitas air yang dikonsumsi sangat mempengaruhi kualitas
kesehatan masyarakat. Semakin tinggi kualitas air, maka tingkat kesehatan
masyarakat akan semakin baik (I’tishom, 2010).
Kualitas air yang layak dikonsumsi merupakan air sehat yaitu tidak
mengandung zat-zat bahaya bagi kesehatan manusia maupun dari bakteri
yang merugikan. Kualitas air dapat diketahui dengan pasti melalui uji fisik,
uji kimia, dan uji bakteri. Ketiga tes tersebut digunakan untuk mengetahui
kandungan zat-zat bahaya dan bakteri yang merugikan kesehatan manusia.
Namun, secara sederhana dapat pula ditentukan dari tidak adanya bau,
warna, dan rasa yang mengkontaminasi air bersih. Jika air tersebut berbau,
berwarna, dan berasa maka air tersebut memiliki kandungan zat tertentu di
dalamnya yang mungkin dapat membahayakan kesehatan. Jika tidak
berbau, berwarna, ataupun berasa maka air tersebut relatif bebas polutan
tetapi tetap diperlukan suatu uji laboratorium untuk lebih memastikannya
(Sulistyandari, 2009).
2.1.5. Peranan Air terhadap Pencemaran Penyakit
Air mempunyai peranan besar dalam penularan beberapa penyakit
menular. Peranan air dalam penularan penyakit disebabkan keadaan air itu
sendiri sangat membantu dalam kehidupan mikrobiologi. Air merupakan
tempat untuk berkembang biak mikrobiologi dan tempat tinggal sementara
(perantara) sebelum mikrobiologi berpindah ke manusia. Dalam hal ini ada
empat macam cara di mana penyediaan air dapat mempengaruhi transmisi
penyakit dari seseorang ke orang lainnya. Adapun 4 macam cara tersebut
yaitu (Marsono, 2009):
2.1.5.1. Cara Water Borne
Water borne disease adalah penyakit yang ditransmisikan organisme
penyebab penyakit (patogen) berada di dalam air terminum oleh orang
atau hewan sehingga menimbulkan infeksi.
15
Water borne disease ini dapat disebarkan tidak hanya lewat air tetapi
juga tiap sarana yang memungkinkan tinja untuk memasuki mulut
(faecal oral) misalnya lewat makanan yang terkontaminasi. Water
borne disease meliputi penyakit tifoid, kholera, disentri amuba atau
basiler, dan hepatitis infeksiosa.
2.1.5.2. Cara Water Washed
Cara penularan penyakit ini berkaitan erat dengan air bagi kebersihan
umum alat-alat terutama alat-alat dapur dan makan serta kebersihan
perorangan. Tersedianya air bersih dalam kuantitas memadai akan
memperbaiki kondisi higiene dan kebersihan perorangan sehingga
mengurangi kemungkinan infeksi penyakit menular.
2.1.5.3. Cara Water Based
Penyakit ini dalam siklusnya memerlukan pejamu (host) perantara
yang hidup di air, misalnya siput air. Penyakit jenis ini disebabkan
oleh cacing parasit yang tergantung pada pejamu perantaranya untuk
melengkapi siklus kehidupannya.
2.1.5.4. Cara Mekanisme Vektor Insekta
Penyakit tersebarkan melalui insekta yang berkembang baik di dalam
air atau menggigit di dekat air. Beberapa penyakit yang disebabkan
oleh insekta ini adalah malaria, dengue, yellow fever, dan filariasis.
Tabel 3. Beberapa Agen Pembawa Penyakit pada Air
Agen
Penyakit
Virus:
Rotavirus
Virus Hepatitis A
Virus Poliomyelitis
Diare pada anak-anak
Hepatitis A
Polio
Bakteri:
Vibrio cholerae
Escherichia coli enteropatogenik
Salmonella typhi
Salmonella paratyphi
Shigella dysentriae
Kholera
Diare disentri
Thypus abdominalis
Parathypus
Disentri
Protozoa :
16
Entamoeba histolytica
Balantidia coli
Giardia lamblia
Disentri amoeba
Balantidiasis
Giardiasis
Metazoa :
Ascaris lumbricoides
Clonorchis sinensis
Dyphylobothrium latum
Taenia saginata/solium
Schistosoma
Ascariasis
Clonorchisasis
Dyphylobothriasis
Taeniasis
Schistosomiasis
\
Sumber: Marsono (2009)
2.2. Diare
2.2.1. Pengertian
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4x pada
bayi dan lebih dari 3x pada anak, konsistensi cair, ada lendir atau darah
dalam faeces (Ngastiyah, 1999). Definisi Diare adalah kehilangan cairan
dan elektrolit secara buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau
cair (Suriadi,2001). Sedangkan menurut (Arief Mansjoer, 2000) Diare
adalah defekasi lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa darah atau lendir.
2.2.2. Epidemiologi
Data dari WHO tahun 1995 menyebutkan bahwa pada tahun 1995
diare mengakibatkan lebih dari 3.000 kematian di mana 80% di antaranya
terjadi pada anak berusia di bawah lima tahun. Di Indonesia sekitar
162.000 balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap
harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di
Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor dua bagi balita,
nomor tiga bagi bayi, dan nomor lima bagi semua umur (Ita, 2008).
Kejadian ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku masyarakat, dan
kualitas air minum yang dikonsumsi (Jamaludin dkk, 2007).
Di kabupaten Ponorogo khususnya kecamatan Jenangan, diare
merupakan penyakit infesi saluran pencernaan bawah yang paling banyak
menjangkit masyarakat.
17
Dari data di bagian Kesehatan Lingkungan Puskesmas Jenangan,
angka kejadian diare dari Januari 2015 – hingga Juni 2015 mencapai
angka 740 kasus atau sekitar 62% dari semua penyakit infeksi saluran
pencernaan bawah. Setelah itu, diikuti penyakit thypus mencapai 398
kasus (33%), disentri dengan 21 kasus (2%), penyakit hati menahun
dengan 15 kasus (1%), dan penyakit infeksi usus yang lainnya dengan
jumlah 28 kasus (2%) (Bagian Kesling Puskemas Jenangan, 2015).
Jika dilihat dari angka kejadian penyakit diare di tiap bulannya
selama enam bulan terakhir, angka kejadian diare selalu menduduki
peringkat pertama. Pada bulan Januari 2015, angka kejadian diare
mencapai 175 kasus (56% dari total penyakit infeksi pencernaan bawah),
bulan Februari 2015 mencapai 122 kasus (40%), bulan Maret 2015
mencapai 125 kasus (52%), bulan April mencapai 105 kasus (47%)), bulan
Mei 2015 mencapai 124 kasus dan terakhir bulan Juni 2015 mencapai 89
kasus (56%) (Bagian Kesling Puskemas Jenangan, 2015).
2.2.3. Etiologi
Adapun faktor penyakit diare yang dibagi menjadi 4(empat) faktor
antara lain :
2.2.3.1.Faktor Infeksi
1) Infeksi eksternal adalah infeksi saluran pencernaan makanan
a) Infeksi bakteri : vibrio, E coli, rotavirus
b) Infeksi virus : intervirus, adenovirus, rotavirus
c) Infeksi parasit : cacing, protozoa, jamur
2) Infeksi parental adalah infeksi di luar alat pencernaan makanan
a) Tonsilitis
b) Bronkopneumonia
c) Ensefalitis
2.2.3.2.Faktor Malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
18
2.2.3.3.Faktor Makanan
1) Makanan beracun
2) Makanan basi
3) Alergi terhadap makanan
2.2.3.4.Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas ( jarang terjadi pada anak yang lebih besar)
2.2.4. Penyebab Diare
Penyebab diare berkisar dari 70% sampai 90% dapat diketahui
dengan pasti, penyebab diare dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
2.2.4.1.Penyebab tidak langsung
Penyakit tidak langsung atau faktor-faktor yang mempermudah
atau mempercepat terjadinya diare seperti : keadaan gizi, hygiene dan
sanitasi, kepadatan penduduk, sosial ekonomi.
2.2.4.2.Penyebab langsung
Termasuk dalam penyakit langsung antara lain infeksi bakteri
virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun
keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan
sayur-sayuran. Ditinjau dari sudut patofisiologi, penyakit diare akut
dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1) Diare sekresi
a) Disebabkan oleh infeksi dari golongan bakteri seperti shigella,
salmonella, E. coli, bacillus careus, clostridium. Golongan
virus seperti protozoa, entamoeba histolitica, giardia lamblia,
cacing perut, ascaris, jamur.
b) Hiperperistaltic usus halus yang berasal dari bahan-bahan
makanan kimia misalnya keracunan makanan, makanan pedas,
terlalu asam, gangguan psikis, gangguan syaraf, hawa dingin,
alergi.
19
c) Definisi imun yaitu kekurangan imun terutama IgA yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri dan jamur.
2) Diare osmotik yaitu malabsorbsi makanan, kekurangan kalori
protein dan berat badan lahir rendah
2.2.5. Patogenesis
Mekanisme yang menyebabkan timbulnya diare adalah :
a. Gangguan osmotik yaitu yang disebabkan adanya makanan atau zat
yang tidak diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meningkat sehingga penggeseran air dan elektrolit berlebihan
akan merangsang usus dan mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi yang menyebabkan adanya rangsangan tertentu
(misalnya: foksin) pada dinding usus yang akan terjadi suatu
peningkatan
sekresi,
selanjutnya
menimbulkan
diare
karena
peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus yaitu hiperstaltik yang mengakibatkan
kurangnya
kesempatan
usus
untuk
menyerap
makanan
yang
menimbulkan diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang menimbulkan diare.
2.2.6. Tanda dan gejala
1) Cengeng, gelisah
2) Suhu tubuh meningkat
3) Nafsu makan berkurang
4) Timbul diare, tinja encer, mungkin disertai lender atau lendir darah
5) Warna tinja kehijau-hijauan
6) Anus dan daerah sekitar lecet karena seringnya defekasi
7) Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare
8) Banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit sehingga menimbulkan
dehidrasi
9) Berat badan menurun, turgor kurang, mata dan ubun-ubun besar,
menjadi cekung (pada bayi) selaput lendir dan mulut serta kulit tampak
kering.
20
2.2.7.Angka Kejadian Penyakit infeksi Saluran Pencernaan Bawah di Puskesmas
Jenangan Bulan Januari - Juni 2015
Tabel 4. Angka Kejadian Penyakit infeksi Saluran Pencernaan Bawah di Puskesmas Jenangan
Bulan Januari 2015
Januari
2015
1
2
3
4
5
6
Jenis Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan
Bawah
Diare
Dysentri
Tipus Perut (Typhoid)
Apendicitis
Penyakit hati menahun
Infeksi Penyakit usus yang lain
TOTAL
Jumlah Pasien
LAKI WANITA TOTAL
89
86
175
0
2
2
31
38
69
0
1
1
0
1
1
25
39
64
145
167
312
Diagram 1. Prosentase Kejadian Penyakit infeksi Saluran Pencernaan Bawah di
Puskesmas Jenangan Bulan Januari 2015
21
%
56.09%
0.64%
22.12%
0.32%
0.32%
20.51%
100.00%
Tabel 5. Angka Kejadian Penyakit infeksi Saluran Pencernaan Bawah di Puskesmas Jenangan
Bulan Februari 2015
Februari
2015
1
2
3
4
5
6
Jenis Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan
Bawah
Diare
Dysentri
Tipus Perut (Typhoid)
Apendicitis
Penyakit hati menahun
Infeksi Penyakit usus yang lain
TOTAL
Jumlah Pasien
LAKI WANITA TOTAL
56
66
122
0
1
1
47
65
112
0
0
0
1
2
3
33
33
66
137
167
304
Diagram 2. Prosentase Kejadian Penyakit infeksi Saluran Pencernaan Bawah di
Puskesmas Jenangan Bulan Februari 2015
22
%
40.13%
0.33%
36.84%
0.00%
0.99%
21.71%
100.00%
Tabel 6. Angka Kejadian Penyakit infeksi Saluran Pencernaan Bawah di Puskesmas Jenangan
Bulan Maret 2015
Maret
2015
1
2
3
4
5
6
Jenis Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan
Bawah
Diare
Dysentri
Tipus Perut (Typhoid)
Apendicitis
Penyakit hati menahun
Infeksi Penyakit usus yang lain
TOTAL
Jumlah Pasien
%
LAKI WANITA TOTAL
59
66
125
51.65%
3
2
5
2.07%
38
14
52
21.49%
1
0
1
0.41%
1
1
2
0.83%
23
34
57
23.55%
125
117
242
100.00%
Diagram 3. Prosentase Kejadian Penyakit infeksi Saluran Pencernaan Bawah di
Puskesmas Jenangan Bulan Mareti 2015
23
Tabel 7. Angka Kejadian Penyakit infeksi Saluran Pencernaan Bawah di Puskesmas Jenangan
Bulan April 2015
April
2015
1
2
3
4
5
6
Jenis Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan
Bawah
Diare
Dysentri
Tipus Perut (Typhoid)
Apendicitis
Penyakit hati menahun
Infeksi Penyakit usus yang lain
TOTAL
Jumlah Pasien
%
LAKI WANITA TOTAL
47
58
105
46.88%
3
2
5
2.23%
19
31
50
22.32%
1
0
1
0.45%
1
1
2
0.89%
31
30
61
27.23%
102
122
224
100.00%
Diagram 4. Prosentase Kejadian Penyakit infeksi Saluran Pencernaan Bawah di
Puskesmas Jenangan Bulan April 2015
24
Tabel 8. Angka Kejadian Penyakit infeksi Saluran Pencernaan Bawah di Puskesmas Jenangan
Bulan Mei 2015
Mei
2015
1
2
3
4
5
6
Jenis Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan
Bawah
Diare
Dysentri
Tipus Perut (Typhoid)
Apendicitis
Penyakit hati menahun
Infeksi Penyakit usus yang lain
TOTAL
Jumlah Pasien
%
LAKI WANITA TOTAL
61
63
124
48.63%
5
2
7
2.75%
33
43
76
29.80%
0
0
0
0.00%
1
3
4
1.57%
22
22
44
17.25%
122
133
255
100.00%
Diagram 5. Prosentase Kejadian Penyakit infeksi Saluran Pencernaan Bawah di
Puskesmas Jenangan Bulan Mei 2015
25
Tabel 9. Angka Kejadian Penyakit infeksi Saluran Pencernaan Bawah di Puskesmas Jenangan
Bulan Juni 2015
Juni
2015
1
2
3
4
5
6
Jenis Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan
Bawah
Diare
Dysentri
Tipus Perut (Typhoid)
Apendicitis
Penyakit hati menahun
Infeksi Penyakit usus yang lain
TOTAL
Jumlah Pasien
%
LAKI WANITA TOTAL
43
46
89
55.63%
0
1
1
0.63%
12
27
39
24.38%
0
0
0
0.00%
2
1
3
1.88%
10
18
28
17.50%
67
93
160
100.00%
Diagram 6. Prosentase Kejadian Penyakit infeksi Saluran Pencernaan Bawah di
Puskesmas Jenangan Bulan Juni 2015
26
2.3.Mata Air
2.3.1. Definisi Mata Air
Mata air adalah air tanah yang keluar sendiri ke permukaan tanah.
Mata air yang berasal dari tanah dalam hampir tidak terpengaruh oleh
musim dan kuantitas atau kualitasnya sama dengan keadaan air dalam.
Menurut direktorat penyehatan air Ditjen PPM dan PLP Depkes RI (1997:
6) mata air atau air tanah adalah air yang berada di dalam tanah untuk
memperolehnya dengan cara menggali (dibor) atau secara alamiah keluar
ke permukaan tanah.
Mata air adalah suatu titik di mana air tanah mengalir keluar dari
permukaan tanah, yang berarti dengan sendirinya adalah suatu tempat di
mana permukaan muka air tanah (akuifer) bertemu dengan permukaan
tanah. Bergantung dengan asupan sumber air seperti hujan atau lelehan
salju yang menembus bumi, mata air bersifat ephemeral (intermiten) atau
perenial (terus-menerus). Munculnya mata air tentu saja disebabkan karena
muka air tanah yang lebih tinggi dari permukaan tanah. Munculnya mata
air ini mirip seperti sumur artesis yaitu sumur yang dibuat menembus
lapisan air yang bertekanan (Anonim, 2009).
2.3.2. Klasifikasi Mata Air
Mata air dapat dikategorikan dalam beberapa kriteria yang berbeda.
Klasifikasi mata air didasarkan pada karakter fisik dan kejadiannya.
Parameter yang dijadikan klasifikasi tersebut adalah:
a. Geologi
b. Magnitudo, variasi, dan jenis aliran (permanence of flow)
c. Kualitas dan mineralisasi air pada mata air
d. Temperatur pada mata air
27
Tabel 10. Tipe Mata Air berdasarkan Klasifikasi Geologi
Tipe Mata Air
Geologi
Tipe Porositas
Mata Air Depresi
Sedimen tak terkonsolidasi
Primer (antar butir)
Mata Air Kontak
Sedimen tak terkonsolidasi
Primer (antar butir)
Mata Air Rekahan
Bedrock
Sekunder (rekahan)
Mata Sir KARS
Batuan Karbonat
Sekunder (solutin channel)
Mata Air Lava
Batuan Vulkanik
Sekunder (flow tubes,
interbeds and/or joint)
a) Mata air depresi (depression spring): mata air yang disebabkan karena
permukaan tanah memotong muka air tanah (water table).
Gambar 1. Mata air depresi (depression spring)
b) Mata air kontak (contact spring): mata air akibat kontak antara lapisan
akuifer dengan lapisan impermeabel pada bagian bawahnya.
Gambar 2. Mata air kontak (contact spring) tipe A
28
Gambar 3. Mata air kontak (contact spring) tipe B
c) Mata air rekahan (fracture spring): mata air yang dihasilkan oleh
akuifer tertekan yang terpotong oleh struktur impermeabel.
Gambar 4. Mata air rekahan (fracture spring) tipe A
29
Gambar 5. Mata air rekahan (fracture spring) tipe B
d) Mata air pelarutan (solution tubular spring): mata air yang terjadi
akibat pelarutan batuan oleh air tanah .
Gambar 6. Mata air pelarutan KARS (KARS solution tubular spring)
30
Gambar 7. Mata air pelarutan Lava (Lava solution tubular spring)
Selain itu, aliran tanah pada mata air dipengaruhi oleh 3 faktor
yang saling berhubungan yaitu:
a. Geologi (tipe, distribusi, dan karakter permeabilitas pada geologi)
b. Topografi (bentuk lahan dan relief)
c. Klimatologi (jumlah dan lamanya presipitasi)
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi jumlah air yang ada pada
aliran permukaan dan aliran yang meresap ke dalam tanah yang kemudian
mengisi air tanah.
Tata air pada mata air berhubungan dengan sistem alirannya.
Secara umum, relief topografi lokal akan berpengaruh pada sistem aliran
dangkal, sedangkan relief regional akan berpengaruh pada daerah yang
lebih dalam. Keberagaman satuan geologi akan sangat mempengaruhi
aliran air tanahnya.
31
Gambar 8. Pengaruh Topologi pada Pola Aliran Air Tanah
Kandungan kimia air akan sangat bergantung pada lingkungan
pembentukan tempat air tersebut berada. Secara umum, terdapat beberapa
faktor penyebab terjadinya perubahan sifat kimia dan fisika air tanah di
suatu daerah yaitu :
a. Jenis litologi akuifer, tempat terdapat terakumulasinya air tanah.
b. Kondisi batuan dan lingkungan lain, tempat pergerakan air tanah.
c. Jarak dari resapan, tempat pembentukan air tanah berlangsung
Tabel 11. Komposisi Ion pada jenis air yang berasal dari sumber mata air
32
2.3.3. Pemanfaatan Sumber Mata Air
Kebanyakan air yang bersumber dari mata air kualitasnya baik
sehingga umumnya digunakan sebagai sumber air minum oleh masyarakat
sekitarnya. Sebagai sumber air minum, maka harus memenuhi beberapa
aspek yang meliputi kuantitas, kualitas, dan kontinuitas. Khusus dari segi
kualitas harus memenuhi syarat kualitas fisika, kimia, mikrobiologi, dan
radioaktivitas. Beberapa parameter syarat fisika yaitu kekeruhan, warna,
rasa, dan bau. Rasa dan bau dapat berasal dari keadaan alamiah air yang
mengandung bahan kimia organik dan anorganik. Selain itu, dapat pula
karena adanya proses biologik seperti mikroorganisme air.
Adapun indikator utama yang dipakai dalam menentukan kualitas
mikrobiologi adalah keberadaan Escerichia coli. Bakteri ini biasanya
terdapat dalam tinja manusia maupun hewan dan sangat jarang ditemui di
tempat yang bebas dari pencemaran tinja. Namun, terbukti dapat tumbuh
di tanah yang beriklim tropis. Bakteri E. coli ini peka terhadap proses
desinfeksi dibandingkan protozoa dan virus yang menyebabkan penyakit
perut.
2.3.4. Teknik Pengolahan Air
Ada berbagai macam cara sederhana yang dapat digunakan untuk
mendapatkan air bersih. Cara yang paling mudah adalah dengan membuat
penjernih air atau saringan air sederhana. Air bersih yang dihasilkan dari
proses penyaringan air secara sederhana tidak dapat menghilangkan semua
garam yang larut air.
Destilasi sederhana digunakan untuk menghasilkan air yang tidak
mengandung garam.
Ada beberapa alternatif cara sederhana dan mudah guna
mendapatkan air
bersih dengan
penyaringan air yaitu:
2.3.4.1. Pengolahan Air Bertingkat
33
cara
mempergunakan filter
air atau
Bahan:
1) Pasir
2) Kerikil
3) Ijuk
4) Arang Karbon Aktif
5) Drum Air 2 Buah
Gambar 9. Pengolahan Air Bertingkat
34
2.3.4.2. Pengolahan Air Dengan Penyulingan
Tujuan
1. Memisahkan racun bahan kimia (insektisida & limbah industri)
2. Memisahkan unsur radioaktif (Ra dan Plutonium)
3. Memisahkan mineral tidak diperlukan (Mercuri, arsenik dan
timah)
4. Membunuh organisme merugikan (bakteri, virus dan parasit)
Bahan
1. Tangki pemanas listrik
2. Kumparan kondensor
3. Penyaring karbon aktif
4. Wadah penampung air
Cara Kerja Alat
1. Air ledeng dimasukkan dalam tangki pemanas
2. Pada titik didih normal 100 C bakteri dan virus mati
3. Air mendidih berubah jadi uap, menyisakan zat padat yang tidak
larut,
4. Uap menjadi tetesan air suling murni melewati saringan karbon
aktif untuk menghilangkan bau, warna dan rasa
6. Ditampung dalam wadah plastik
7. Langsung diminum tanpa direbus
35
Gambar 10. Pengolahan Air dengan penyulingan
Keterangan:
1. Penutup
a) Kumparan kondensor
b) Kipas angin
c) Penguapan
d) Karbon aktif diletakkan pada ujung penates
2. Tangki pemanas
a) Lempengan pemanas
b) Tombol reset
c) Kabel penutup
3. Wadah Plastik penampung air suling
a) Tutup berlobang sebesar ujung penetes dipakai pada saat alat bekerja
b) Tutup bulat rapat dipakai sewaktu menyimpan air
36
2.3.4.3. Pengolahan Air Suling Yang Mengandung Bakteri E.Coli
Bahan:
1. Pompa air
2. Bak penampung/pengendapan awal
3. Bak pengolahan/penyaringan
4. Saringan pasir dan kerikil
5. Desinfektan kaporit
Gambar 11. Pengolahan Air Suling Yang Mengandung Bakteri E.Coli
37
2.3.4.4. Membuat Instalasi Penjernihan Air Skala Rumah Tangga
Bahan:
1. Pasir, Kerikil, Ijuk, Arang Karbon Aktif
2. Kaporit 0,01%, Tawas 0,10% dan Batu Kapur 0,10%
3. Drum air penampung
4. Drum air penyaringan/pengolahan
Gambar 12. Pengolahan Air Instalasi Penjernihan Air Skala Rumah Tangga
38
2.4.Analisis Mikrobiologi Air
Analisis terhadap suatu habitat yang ditujukan untuk kepentingan
pengolahan lingkungan harus memperhitungkan antara faktor biotis dan
abiotis sehingga secara langsung ataupun tidak langsung, analisis tersebut
harus menggunakan pendekatan ekologis (Suriawiria, 1996). Adapun analisis
tersebut adalah:
2.4.1. Total Plate Count
Uji Total Plate Count (TPC) dimaksudkan untuk menunjukkan
jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu produk dengan cara
menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media agar (Standar
Nasional Indonesia / SNI Nomor 2897, 2008).
2.4.2. Penentuan Nilai Indeks Pencemar Biologis (IPB)
Kepentingan nilai IPB suatu perairan pada umumnya dilakukan
jika air dari perairan tersebut akan digunakan sebagai bahan baku
kepentingan pabrik, industri, atau rekreasi (berenang). Perhitungan nilai
dilakukan secara langsung (tidak mengalami pembiakan atau penanaman
terlebih dahulu) yaitu 500-1.000 ml. Contoh air dipekatkan sampai 50 ml
baik melalui penyaringan atau sentrifuge (rata-rata 1.500 rpm). Endapan
yang terjadi kemudian dianalisis mikroorganismenya menggunakan
kolum hitung microalgae dan pewarnaan (untuk bakteri dan fungi).
Kandungan kedua kelompok tersebut dapat dijadikan dasar untuk
perhitungan nilai IPB (Suriawiria, 1996).
2.4.3. Perhitungan Nilai Most Propable Number (MPN) Coli
Uji Most Propable Number (MPN) Coliform pada prinsipnya
terdiri dari uji presumtif dan uji konfirmasi dengan menggunakan media
cair di dalam tabung reaksi dan dilakukan berdasarkan jumlah tabung
positif (SNI Nomor 2897, 2008).
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Metode ini
digunakan untuk menjelaskan data-data yang diperoleh dalam penelitian
untuk memperoleh kesimpulan.
3.2.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 di Laboratorium
Kesehatan Daerah (Lapkesda) Ponorogo.
3.3.
Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau
objek yang diteliti (Arief, 2004).
3.3.1. Populasi target : air bersih
3.3.2.
Populasi terjangkau : air bersih dari sumber mata air di Desa
Semanding, Kecamatan Jenangan, Kota Ponorogo
3.4.
Sampling dan Teknik Sampling
Sampling adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili keseluruhan populasi (Notoadmojo, 2005).
Sampel yang diteliti pada penelitian ini adalah air bersih dari sumber
mata air di Desa Semanding Kecamatan Jenangan Kota Ponorogo sebanyak 5
sampel. Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling.
3.5.
Kriteria Restriksi
3.5.1. Kriteria Inklusi (syarat yang harus dipenuhi)
40
3.5.1.1.
Air bersih dari sumber mata air di desa Semanding,
kecamatan Jenangan, kabupaten Ponorogo
3.5.2. Kriteria Eksklusi (syarat bias yang harus dihindari)
3.6.
3.5.2.1.
Air bersih dengan penampungan yang terkontaminasi
3.5.2.2.
Air bersih dengan kran yang terkontaminasi
3.5.2.3.
Air bersih dengan pipa yang terkontaminasi
Identifikasi Variabel
3.6.1. Variabel Bebas
: air bersih dari sumber mata air di Desa Semanding
Kecamatan Jenangan Kota Ponorogo
Skala Variabel
: skala nominal
3.6.2. Variabel Terikat : indeks kuman koliform pada air bersih dari sumber
mata air
Skala Variabel
: skala rasio
3.6.3. Variabel Pengganggu:
3.6.3.1.
Terkendali :
peralatan
steril,
pelaksanaan
pengujian tepat waktu
3.6.3.2.
Tak terkendali
: kontaminasi bakteri udara
saat pengisian air ke dalam tabung, musim
3.7.
Definisi Operasional
3.7.1. Air Baku Mata Air
Air baku adalah air yang belum diproses atau sudah diproses menjadi
bersih yang memenuhi syarat mutu sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
untuk diolah menjadi produk air minum (Sulistyandari, 2009). Ada
Syarat Mutu air tersebut meliput jumlah bakteri yang kadarnya sudah
ditentukan. Jumlah bakteri yang dihitung menggunakan metode uji
mikrobiologi air yaitu most probable number (MPN) (Suriawiria, 1996).
41
Su
Sumber: Suriawiria (1996)
Diagram 8. Kelayakan Air yang dapat Dikonsumsi menurut MPN
3.8.
Alat dan Bahan
3.8.1. Alat
a. Botol steril
b. Korek api
c. Kapas
d. Termometer raksa
e. Kertas lakmus (PH)
3.8.2. Bahan
a. Kotak pendingin
b. Alkohol
c. Kapas
d. Air sampel
3.9.
Cara Kerja
Langkah penelitian untuk sampling yaitu:
a. Siapkan botol atau tempat penampung yang sudah disteril dengan api.
b. Bersihkan kran secara aseptis dengan cara mengusap dengan alkohol
70% dan diamkan beberapa menit sampai sisa alkohol menguap.
Kemudian kran dipanaskan di atas api selama 3-5 detik. Biarkan air
mengalir dari kran selama 2 menit.
42
c. Kemudian ulangi dengan memanaskan kran di atas api selama beberapa
detik lalu biarkan air mengalir dari kran selama 2 menit.
d.
Secara aseptik tampunglah air kran yang masih mengalir ke dalam
botol steril yang telah disiapkan sebanyak ± 500 ml.
e. Setelah itu botol segera ditutup dan dimasukkan ke dalam kotak
pendingin.
f. Di botol lain (tidak steri) isi dengan air kemudian ukur pH dengan cara
memasukkan kertas lakmus ke dalam air minimal selama 2 menit dan
ukur suhu menggunakan termometer air raksa minimal selama 10
menit.
g. Sampel segera diperiksa secara bakteriologi dan kirimkan ke lapkesda.
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Penelitian
Pada penelitian mini projek dokter internship bersama ini, sampel air
yang diambil adalah dua puluh lima sampel, di mana diambil dari lima
sumber mata air penduduk di kecamatan Jenangan. Kelima sumber mata air
tersebut yaitu mata air (mata air pegunungan), sumur dalam, sumur dangkal,
PDAM, dan WSLIC. Kelima sumber mata air tersebut didapat dari empat
desa yaitu desa Semanding ( Mata air pegunungan ), desa Paringan (WSLIC),
desa Sraten (Sumur dalam) dan desa Nglayang (Sumur dangkal dan PDAM).
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Ponorogo.
Adapun total sampel yang diteliti oleh peneliti terkhusus ada 5 sampel air
bersih dari sumber mata air di Desa Semanding Kecamatan Jenangan Kota
Ponorogo.
Sumber mata air di desa Semanding didapatkan dari Mata Air desa
Ngrogung Kecamatan Ngebel yang dialirkan melalui perpipaan ke
tampungan yang berada tepat di depan polindes Semanding. Setelah itu air
yang sudah ditampung dibagi rata ke beberapa rumah masyarakat. Rumah
yang mendapat jatah aliran mata air adalah rumah masyarakat yang ikut
swadya pembangunan perpipaan dan penampungan. Air dari sumber mata air
ini mengalir 24 jam dengan debit yang relatif konstan.
Mata Air di desa Ngrogung Kecamatan Ngebel termasuk Mata air
depresi (depression spring) yakni mata air yang disebabkan karena
permukaan tanah memotong muka air tanah (water table). Mata air ini dirasa
cukup jernih, warna tidak keruh dan tidak berbau. Oleh karena itu banyak
dipakai sebagai sumber mata air yang dialirkan tidak Cuma di kecamatan
44
Ngebel, tapi juga ke daerah sekitarnya hingga mencapai desa Semanding
kecamatan Jenangan.
Dari mata air ini, peneliti mengambil lima sampel air yang didapatkan
dari lima rumah penduduk di desa Semanding. Air yang didpatkan diambil
sesuai dengan prosedur pengambilan sampel yang sudah ditetapkan oleh
Laboratorium Kesehatan Daerah Ponorogo.
Setelah itu sampel dikirim segera ke Laboratorium Kesehatan Daerah
Ponorogo untuk diperiksa. Hal ini dikarenakan, peneliti mengharapkan
kevalidan jumlah MPN coliformnya. Jika jarak waktu pengambilan sampel
dengan pemeriksaan sampel tidak terlalu lama diharapkan bakteri coliform
belum berkembang biak sehingga data yang didapatkan akan menjadi valid.
Beberapa yang menjadi perhatian dalam pengambilan dan pengiriman
sampel adalah :
4.1.1. Prosedur pengambilan sampel. Dalam hal ini peneliti sudah
menggunakan alkohol dan korek api sebgai desinfektan pada
saluran keluaran pipa kran air. Selanjutnya langkah-langkah
pengambilan juga dilakukan dengan selalu menjaga sterilisasi dari
alat.
4.1.2. Prosedur pengiriman sampel. Dalam hal ini, peneliti berupaya
dengan secepat mungkin sampel yang sudah diambil dikirim ke
Laboratorium Kesehatan Daerah Ponorogo dengan harapan kondisi
sampel masih valid untuk diperiksa. Selama pengiriman sampel,
botol yang dipakai dijaga temperaturnya dengan tas pendingin
sehingga kuman atau MPN coliform tidak bisa berkembang biak
dengan suhu tersebut.
4.1.3. Prosedur pelabelan. Dalam hal ini label yang digunakan nama,
jenis sampel, pH, suhu, lokasi dan tanggal pemeriksaan.
Berikut hasil pemeriksaan sampel yang didaptakan dari Laboratorium
Kesehatan Daerah Ponorogo.
45
4.2.
Pembahasan
Dari data hasil penelitian di Laboratorium Kesehatan Daerah Ponorogo
tersebut diatas, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 416/ Menkes/Per/IX/1990, dapat kita ketahui bahwa air bersih yang
memenuhi syarat di desa Semanding hanyalah 20 % atau 1 dari 5 sampel yang
diperiksa. Sedangkan sesuai dengan SK. Dirjen PPM dan PLP No.
1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK PKA Tahun 2000/2001, dapat kita ketahui
bahwa sekitar 20 % (1 sampel) masuk kategori A (air bersih yang baik), 40 % (2
sampel) masuk kategori B (air bersih kurang baik), sedangkan sekitar 40% yang
lain (2 sampel) masuk kategori E (airbersih yang sangat amat jelek).
Mata air dari pengunungan jika dibandingkan dengan sumber mata air
lainnya memang dinilai mempunyai kualitas yang lebih baik. Hal ini dikarenakan
mata air pegungungan secara natural sudah mengalamai desinfektan saat melalui
media akuifer tanah. Akan tetapi jika dilihat dari hasil penelitian ini tampaknya
masih perlu kewaspadaan dan pengelolaan lebih lanjut terkait mata air ini.
Dari analisis data tersebut tampak bahwa air di desa Semanding yang
notabene menggunakan air sumber mata air pegunungan masih belum layak
dijadikan sumber air bersih untuk penduduk. Dari indikator bakteriologis yang
dijadikan parameter uji kualitas air ini, juga tampak bahwa MPN coliform masih
banyak terkandung di sumber mata air ini. Jumlah MPN coliform ini
mengindikasikan bahwa dalam air tersebut besar kemungkinan masih tercemar
dengan tinja atau feses. Selain itu dengan adanya MPN coliform ini, besar
kemungkinan pula banyak bakteri yang terkandung dalam air tersebut.
Dalam bidang mikrobiologi pangan, dikenal istilah bakteri indikator
sanitasi. Dalam hal ini pengertian pangan adalah pangan seperti yang tercantum
pada Undang-Undang Pangan No. 7 tahun 1996 yang mencakup makanan dan
minuman (termasuk air minum). Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang
keberadaannya dalam pangan menunjukkan bahwa air atau makanan tersebut
pernah tercemar oleh kotoran manusia. Bakteri-bakteri indikator sanitasi tersebut
pada umumnya adalah bakteri yang lazim terdapat dan hidup pada usus manusia.
46
Jadi adanya bakteri tersebut pada air atau makanan menunjukkan bahwa
dalam satu atau lebih tahap pengolahan air atau makanan tersebut pernah
mengalami kontak dengan kotoran yang berasal dari usus manusia dan oleh
karenanya mungkin mengandung bakteri patogen lainnya yang berbahaya.
Bakteri yang paling banyak digunakan sebagai indikator sanitasi adalah E.
coli , karena bakteri ini adalah bakteri komensial pada usus manusia hal ini
dikarenakan bakteri tersebut menguntungkan tidak hanya membantu mencerna
makanan tetapi juga melindungi organisme berbahaya yang mungkin masuk ke
saluran gastrointestinal melalui air dan makanan, umumnya bukan patogen
penyebab penyakit sehingga pengujiannya tidak membahayakan dan relatif tahan
hidup di air sehingga dapat dianalisis keberadaannya di dalam air yang notabene
bukan merupakan medium yang ideal untuk pertumbuhan bakteri.
Keberadaan
E. coli dalam air atau makanan juga dianggap memiliki
korelasi tinggi dengan ditemukannya patogen pada pangan. Karena uji E. coli
yang kompleks, maka beberapa standar, misalnya Standar Nasional Indonesia
(SNI), mensyaratkan tidak adanya coliform dalam 100 ml air minum. Air yang
kurang bersih atau tercemar tentunya akan berdampak pada kesehatan . Dalam hal
ini erat kaitannya dengan angka kejadian penyakit infeksi pada saluran pencernaa
khususnya saluran pencernaan bagian bawah.
kejadian penyakit infeksi saluran
Jika dilihat dari data angka
pencernaan bagian bawah, tampak diare
menjadi kasus terbanyak di kecamatan Jenagan.
47
Diagram 11. Prosentase Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan Bawah di
Puskesmas Jenangan Januari-Juni 2015
Gambar 13. Jumlah Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan Bawah
48
Angka kejadian diare sangat erat kaitannya dengan sumber mata air yang
tercemar. Hal ini lah yang mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara
angka kejadian diare yang banyak di kecamatan Jenangan dengan sumber mata air
bersih belum memenuhi standar khususnya di desa Semanding yang saat ini masih
menggunakan sumber mata air.
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa air bersih yang berasal dari
sumber mata air pegunungan yang saat ini notabene digunakan oleh penduduk
desa Semanding Jenangan sesuai dengan SK. Dirjen PPM dan PLP No.
1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK PKA Tahun 2000/2001, sekitar 20 % (1
sampel) masuk kategori A (air bersih yang baik), 40 % (2 sampel) masuk kategori
B (air bersih kurang baik), sedangkan sekitar 40% yang lain (2 sampel) masuk
kategori E (airbersih yang sangat amat jelek).
Sedangkan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 416/ Menkes/Per/IX/1990, air bersih di desa Semanding belum
memenuhi syarat .
5.2.
Saran
5.2.1. Perlu dilakukan upaya mempertahankan dan meningkatkan kualitas air
bersih.
5.2.2. Perlu dilakukan pengawasan terhadap kualitas air baku yang digunakan
untuk air minum.
5.2.3. Perlu dilakukan uji lanjutan untuk mengetahui jenis-jenis bakteri yang ada
pada air bersih sehingga dapat diketahui pilihan terapi yang digunakan jika
terjadi keluhan atau penyakit karena kontaminasi tersebut.
5.2.4. Perlu dilakukan penambahan besar sampel agar data yang diperoleh lebih
representatif.
50
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi UF. 2001. Peranan Air dalam Peningkatan Derajat Kesehatan
Masyarakat : Peringatan Hari Air Sedunia No. 4 Tahun XXVIII 2001.
Jakarta. Departemen Kimpraswil. pp. 2-3.
Arief TQ. 2004. Metodologi Penelitian Ilmu Kesehatan. Surakarta. UNS pers. pp.
65-71.
Cahyono DB, Supriharyono, Sarwoko. 2006. Analisis Tingkat Kepuasan
Terhadap Penyediaan Air Bersih PDAM di Perumahan Wijaya Kusuma
Kabupaten Demak. Majalah Pilar Volume 15 September 2006: 71-7.
Dahlan S. 2001. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta. Penerbit
Salemba Medika. pp. 30-75.
Departemen Kesehatan. 2002. Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia2002.
Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. pp. IV. 2-3.
Desiandi M, Rico JS, Hamzah H. 2009. Pemeriksaan Kualitas Air Minum Pada
Daerah Persiapan Zona Air Minum Prima (Zamp) PDAM Tirta Musi
Palembang
Tahun 2009. Penelitian Pengembangan Kesehatan Dinas
Kesehatan Kota Palembang Tahun 2009. pp. 37-41.
Dwi R, Nur AN. 2009. Pemantauan dan Pemeriksaan Sampel Air Bersih, Air
Minum di PDAM Piru Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku
Tahun 2009. Majalah Best Volume 3 No. 1 April Tahun 2009: 11-5.
Irawan AM. 2007. Cairan Tubuh, Elektrolit, dan Mineral: Polton Sport Science
and Performance Lab. Sport Science Brief Volume 01 No. 01 Tahun
2007. http://www.pssplab.com/journal/01.pdf.
51
Ita. 2009. Kasus Diare di Indonesia dalam Buletin Piogama Edisi Januari 2009.
http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/01/epidemiologi-kasus-diare.
I’tishom M. 2010. Pengelolaan Penyediaan Air Bersih oleh Masyarakat di
Kawasan Jetisharjo Kota Yogyakarta. Semarang. Program Pascasarjana
Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro
Semarang. Thesis.
Karsinah, Lucky HM, Suharto, Mardiastuti HW. 1993. Batang Gram Negatif:
Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta. Binarupa Aksara. pp. 15960.
Marsono. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Bakteriologis
Air Sumur Gali Di Permukiman. Semarang. Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro Semarang. Thesis.
Musadad A. 1996. Sistem Penyedia Air Bersih di Beberapa Rumah Sakit. Majalah
Cermin Dunia Kedokteran No. 109 Tahun 1996: 33-4.
Notoadmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rhineka Cipta.
pp. 127-30.
PDAM Kota Bandung. 2008. Pelayanan Air di Wilayah Kota Bandung. Bandung.
PDAM Kota Bandung. pp. 6-11.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/
2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/MENKES/SK/IV/2010
tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air
Raini M, Ani I, Kurniati. 2004. Kualitas Fisik dan Kimia Air PDAM DKI Jakarta,
Bogor, Tangerang, Bekasi Tahun 1999-2001. Media Litbang Kesehatan
52
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Volume XIV Nomor 3 Tahun
2004: 14-9.
Said NI. 2008. Cara Pengolahan Air Sumur untuk Kebutuhan Air Minum.
http://www.enviro.bppt.go.id/
Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 2897-2008. 2008. Metode Pengujian
Cemaran Mikrobia dalam Daging, Telur dan Susu serta Hasil
Olahannya. http://www.sni.go.id.mpn/daging/telur/susu/olahanlainnya/
Suriawiria U. 1996. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Buangan
secara Biologis. Bandung. Penerbit Alumni. pp. 100-27.
Volk WA & Wheeler MF. 1990. Mikrobiologi Dasar Jilid II. Jakarta. Penerbit
Erlangga. 259-62.
Zulkifli. 2009. Sistem Pengolahan Air Baku Menjadi Air Bersih di PDAM. Batam.
http://www.atbbatam.com/site/index.php/layanan/layananinfrastruktur/proses
53
Download