PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRI OPERASI APENDISITIS AKUT DI RS BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015 SKRIPSI Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi Oleh : Yohanes Hastya Ekaristiadi NIM : 138114080 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRI OPERASI APENDISITIS AKUT DI RS BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015 SKRIPSI Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi Oleh : Yohanes Hastya Ekaristiadi NIM : 138114080 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dalam dalam hidupanku Keluargaku untuk doa, bimbingan, dan kasih sayang yang selalu ada Teman-teman terkasih yang telah berproses bersama, dan Untuk almamater Universitas Sanata Dharma v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, hikmat dan kasih-Nya yang telah dianugerahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan naskah skripsi yang berjudul “Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Pediatri Operasi Apendisitis Akut di RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015” dengan baik dan tepat pada waktu yang ditentukan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan naskah skripsi ini telah banyak melibatkan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta serta sebagai Dosen Penguji Skripsi. 2. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas waktu dan ilmu yang telah diberikan selama membimbing peneliti melaksanakan penelitian hingga penyusunan naskah skripsi. 3. Ibu dr.Fenty.M.Kes.,Sp.PK., selaku Dosen Penguji Skripsi atas waktu dan saran yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan naskah skripsi. 4. Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi saran dan motivasi selama masa perkuliahan. 5. Segenap Staff Sekretariat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu dalam menyediakan berkas yang dibutuhkan selama penelitian hingga pengujian skripsi. 6. Segenap Staff, Kepala Rekam Medis, Apoteker, Perawat dan Dokter Poli Bedah RS Bethesda Yogyakarta atas waktu dan bantuannya sehingga kami dapat menyelesaikan pengambilan data tepat pada waktu yang ditentukan. 7. Mas Eko dan Tim Komite Etik Fakutas Kedokteran UKDW yang mengarahkan dan membantu selama proses pembuatan ethical clearance. 8. Bapak, ibu, adik, dan seluruh keluarga tercinta sumber semangat yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan dalam berproses selama ini. 9. Wilda Apriliana Datuan atas kerjasama, dukungan dan kasih yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10. Teman-teman satu kelompok skripsi “Tirza Yunita dan Krispina Priska Adriani” atas kerjasama, bantuan, semangat dan saran yang telah diberikan selama penelitian dilakukan hingga penyusunan naskah skripsi. 11. Teman-teman dekat penulis “Asti Aprilia, Edwin Tesalonika, dan Kevin Giovedi” atas kebersamaan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan hingga penyusunan skripsi. 12. Tema-teman satu kontrakan “Morgan Wahyu Pratama, Galih Permadi, Willy Juneidi Sine, Wendy Felix, Benidiktus Harimurti, Patric Pierre Eswindi, dan Michael Ryanda” serta teman-teman “Medicine Man” atas kebersamaan dan penghiburannya. 13. Teman-teman Betutu “Dian Pratiwi, Frascisca Puspa Jelita, Clara Wina Caesaria, Albertine Gilang, Ajeng Dwi Kartika, Anastasia Sari, dan Asa Chandra” atas kerjasama dan bantuannya dari awal masuk kuliah hingga masa perkuliahan berakhir. 14. Teman-teman FSM B, FKK B, angkatan 2013 yang telah berjuang bersama mulai dari masa orientasi TITRASI hingga masa perkuliahan berakhir. 15. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas dukungan dan doa bagi penulis sehingga penulis dapat menyelasikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa didalam skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis memohon kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun guna membuat karya ini menjadi lebih baik dikemudian hari. Penulis meminta maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang tedapat dalam naskah skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi Klinis. Yogyakarta, 10 Januari 2017 Penulis ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK Apendisitis merupakan penyakit yang termasuk dalam 10 besar pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia. Peningkatan angka kejadian apendisitis akut tertinggi ditunjukkan pada rentang usia pediatri. Pemberian terapi antibiotik merupakan langkah yang paling utama dalam pengobatan apendisitis akut. Antibiotik yang dikonsumsi tidak tepat waktu dan tidak tepat sasaran dapat menyebabkan kerugian bagi pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peresepan antibiotik serta jumlah penggunaan antibiotik rasional pada pasien apendisitis akut usia pediatri di instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta dengan standar acuan Clinical Pathway RS Bethesda dan IDSA (2010). Penelitian observasional ini dilakukan dengan desain studi deskriptif dan retrospektif. Data yang diambil merupakan rekam medis pasien pediatri dalam rentang usia 0-14 tahun dengan total 30 kasus. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 4 golongan antibiotik dan 8 jenis antibiotik yang diresepkan dengan peresepan terbanyak yaitu antibiotik kombinasi (68,77%). Jenis antibiotik yang sering diresepkan adalah Ceftriaxone + Metronidazole (golongan Sefalosporin + Nitroimidazole) sebanyak 10 kasus (31,25%) dan Ceftazidim + Metronidazole (golongan Sefalosporin + Nitroimidazole) sebanyak 5 kasus (15,63%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 17 kasus dari 30 kasus (57%) rasional dan 13 kasus dari 30 kasus (43%) tidak rasional. Kata Kunci : Apendisitis akut, pediatri, antibiotik, rasionalitas x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT Appendicitis is one of the 10 patterns of diseases in hospitalized patients in the Indonesian hospital. Enhancement in the incidence of acute appendicitis is highest shown in pediatric age range. Antibiotic therapy is the most important step in the treatment of acute appendicitis. Wrong consumption of antibiotics consumed such as not timely and not the right target can be dangerous to patients. The purpose of this study is to describe the amount of antibiotic prescribing and rational use of antibiotics in patients with acute appendicitis in pediatrics age in Bethesda Hospital in Yogyakarta with reference standards Bethesda Hospital Clinical Pathway, and IDSA (2010). Criteria for rational drug use include precise indication of the patient, proper drug selection, right dosage, right time intervals of administration, duration of administration exact, precise assessment of the condition of the patient. This observational study conducted with descriptive and retrospective study design. Data taken the medical records of pediatric patients in the age range 0-14 years with a total of 32 cases. The results showed there are 4 classes of antibiotics and 8 kinds of antibiotics are prescribed with an antibiotic prescription combination that most (68,77%). The type of antibiotic is often prescribed Ceftriaxone + Metronidazole (class of Cephalosporins + Nitroimidazole) were 10 cases (31,25%) and Ceftazidim + Metronidazole (class of Cephalosporins + Nitroimidazole) as much as 5 cases (15,63%). The results showed that there were 17 rational cases of the 30 cases (57%) and 13 irrational cases of the 30 cases (43%). Key words : Acute Appendicitis, Pediatric, Antibiotic, Rationality xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI Halaman Cover ............................................................................................................. i Halaman Judul .............................................................................................................. ii Halaman Persetujuan Pembimbing............................................................................... iii Halaman Pengesahan .................................................................................................... iv Halaman Persembahan ................................................................................................. v Pernyataan Keaslian Karya ........................................................................................... vi Pernyataan Persetujuan Publikasi ................................................................................. vii Prakata .......................................................................................................................... viii Abstrak ......................................................................................................................... x Abstract......................................................................................................................... xi Daftar Isi ....................................................................................................................... xii Daftar Tabel .................................................................................................................. xiii Daftar Gambar .............................................................................................................. xiv Daftar Lampiran ........................................................................................................... xv PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1 METODE PENELITIAN ............................................................................................. 2 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 4 Gambaran Penggunaan Antibiotik .................................................................... 5 Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik .................................................. 5 KESIMPULAN ............................................................................................................ 12 Daftar Pustaka .............................................................................................................. 13 LAMPIRAN ................................................................................................................. 15 xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR TABEL Tabel I. Antibiotik Monoterapi dan Kombinasi .......................................................... 6 Tabel II. Ketepatan Dosis ............................................................................................ 8 Tabel III. Ketepatan Interval Pemberian Antibiotik.................................................... 9 Tabel IV. Ketepatan Lama Pemberian (Durasi) .......................................................... 9 Tabel V. Ketepatan Penilaian Kondisi Pasien ............................................................. 10 Tabel VI. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik ........................................................... 11 xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian........................................................................... 3 Gambar 2. Gambaran Rasionalitas Penggunaan Antibiotik........................................ 11 xiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Ethical Clearance ................................................................................... 15 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian RS Bethesda Yogyakarta ...................................... 16 Lampiran 3. Definisi Operasional Penelitian .............................................................. 17 Lampiran 4. Clinical Pathway RS Bethesda Yogyakarta ........................................... 18 Lampiran 5. Range Dosis Berdasarkan DIH .............................................................. 20 Lampiran 6. Lembar Pengambilan Data Rekam Medis .............................................. 21 Lampiran 7. Check List Rasionalitas Penggunaan Antibiotik .................................... 23 xv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PENDAHULUAN Apendisitis akut atau yang biasa disebut dengan usus buntu merupakan salah satu kondisi bedah akut yang paling sering terjadi di perut (Acton, 2011). Di Amerika Serikat, 250.000 kasus apendisitis dilaporkan setiap tahunnya. Apendisitis terjadi pada 7% dari populasi di Amerika Serikat dengan kejadian 1,1 kasus per 1000 orang per tahun (Schlossberg, 2008). Di Indonesia, apendisitis termasuk dalam 10 besar pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit yaitu sebanyak 30.073 kasus dilaporkan pada tahun 2009 (Depkes, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Buckius, dkk. (2012) menunjukkan adanya peningkatan angka kejadian apendisitis akut pada semua rentang usia pada tahun 1993-2008. Peningkatan angka kejadian apendisitis akut tertinggi ditunjukkan pada rentang usia 10-19 tahun yaitu sebesar 27,5% di tahun 1993-1996; 26,0% pada tahun 1997-2000; 23,8% pada tahun 2001-2008; dan 22,9% pada tahun 2005-2008. Perforasi pada apendiks lebih sering terjadi pada anak-anak, khususnya anak-anak muda, dibandingkan pada orang dewasa. Anak-anak dengan kondisi apendisitis yang mengalami ruptur lebih berisiko terkena abses intra-abdominal dan obstruksi pada usus. Rasio mortalitas apendisitis akut pada pediatri adalah 0,1-1% (Alder, 2016). Pemberian terapi antibiotik merupakan langkah utama dalam pengobatan apendisitis akut. Beberapa penelitian pada anak-anak melaporkan manfaat dan keamanan serta menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan pada tingkat keparahan perforasi ketika antibiotik mulai diberikan bahkan jika apendektomi ditunda untuk dilaksanakan pada keesokan harinya (Alder, 2016). Dalam mengkonsumsi antibiotik harus dilakukan secara benar. Antibiotik yang dikonsumsi tidak tepat waktu dan sasaran dapat menyebabkan kerugian bagi pasien. Kerugian yang dapat muncul yaitu terjadinya infeksi berulang dan terjadinya resistensi antibiotik (Utami, 2012). Dalam mencegah terjadinya resistensi antibiotik, perlu adanya peningkatan penggunaan antibiotik secara rasional. Menurut Kemenkes tahun 2011, rasionalitas penggunaan obat terkait dengan beberapa kriteria ketepatan diantaranya tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat interval waktu pemberian, tepat lama pemberian dan tepat penilaian kondisi pasien. Enam kriteria tersebut akan menjadi kriteria evaluasi pada penelitian ini. 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penelitian mengenai rasionalitas antibiotik pada pasien apendisitis akut usia pediatri belum banyak dilakukan khususnya di Indonesia, oleh karena itu perlu adanya penelitian yang terfokus pada topik tersebut sebagai gambaran tingkat rasionalitas penggunaan antibiotik pada kasus apendisitis akut usia pediatri yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik pada usia pediatri dan meminimalisir komplikasi penyakit akibat ketidakrasionalan penggunaan antibiotik. Penelitian ini akan mengkaji gambaran penggunaan antibiotik meliputi golongan dan jenis antibiotik sehingga dapat memetakan pola antibiotik yang dominan digunakan pada peresepan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jumlah penggunaan antibiotik rasional pada terapi apendisitis akut pada usia pediatri dan mengevaluasi kesesuaian peresepan antibiotik terapi apendisitis akut dengan standar terapi acuan Clinical Pathway RS Bethesda Yogyakarta, Infectious Diagnosis and Management of Complicated Intra-abdominal Infection in Adults and Children: Guidelines by the Surgical Infection Society and the Infectious Diseases Society of America (IDSA, 2010), Modul Penggunaan Obat Rasional (Kemenkes RI, 2011), dan Drug Information Handbook 24th ed (APA, 2015). METODE Desain dan Subjek Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional (non-experimental) dengan rancangan deskriptif dan pengambilan data secara retrospektif untuk melihat rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien apendisitis akut usia pediatri di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015. Jumlah pasien dengan diagnosa apendisitis akut usia pediatri di RS Bethesda Yogyakarta periode tahun 2015 yang memenuhi kriteria inklusi penelitian sejumlah 30 kasus. Kriteria inklusi penelitian yaitu pasien usia 0-14 tahun yang terdiagnosis apendisitis akut tanpa penyakit penyerta infeksi bakteri lain dan mendapatkan terapi antibiotik. Rentang usia yang digunakan penelitian ini didapatkan dari rentang usia yang digunakan oleh RS Bethesda pada tahun 2015. Kriteria eksklusi penelitian yaitu pasien dengan data rekam medis yang tidak terbaca jelas dan hilang. Penelitian telah mendapat izin dari RS Bethesda dengan nomor surat 7051KC. 215/2016 dan prosedur yang digunakan telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Duta Wacana Yogyakarta dengan nomor surat 244/C.16/FK/2016. 2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 RM pasien periode Januari – Desember 2015 Tidak memenuhi kriteria inklusi: 3 RM pasien terdapat infeksi penyerta lain 1 RM pasien apendisitis akut sebagai diagnosa sekunder Kriteria ekskulusi : 3 RM pasien tidak lengkap data rekam medis Total sampel penelitian 30 RM Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Apendisitis Akut Usia Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015 Pengambilan Data Penelitian dilakukan tanpa adanya intervensi dimana sampel menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien rawat inap RS Bethesda Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel rekam medis pasien dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu dengan pertimbangan tertentu atau sesuai kriteria inklusi (Sugiyono, 2013). Data yang diambil meliputi data nomor rekam medis, umur pasien / tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan, tanggal masuk dan keluar, keluhan utama, diagnosis primer, diagnosis pembanding, perlakuan (operasi), kondisi awal, riwayat alergi, riwayat penyakit, pemeriksaan patologi dan catatan penggunaan antibiotik yang meliputi nama obat, jalur pemberian, dan aturan pakai obat (dosis obat) yang digunakan selama terapi apendisitis akut. Identitas subyek pada sampel penelitian dirahasiakan dengan tidak mencantumkan alamat, nomor telepon dan mengganti nama dengan inisial. Data subyek sepenuhnya hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Untuk mendukung analisa data penelitian, dilakukan juga wawancara dengan dokter kepala poliklinik bedah dan apoteker di RS Bethesda Yogyakarta. 3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Analisis Data Data gambaran antibiotik yang digunakan dikelompokan menjadi golongan dan jenis antibiotik. Analisis gambaran penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kategori kemudian dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali dengan 100%. Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan persentase. Data terapi antibiotik yang diperoleh dikaji berdasarkan kriteria penggunaan obat rasional menurut Kemenkes tahun 2011 yaitu tepat indikasi penyakit, pemilihan obat, dosis, interval waktu pemberian obat, lama pemberian, dan penilaian kondisi pasien dengan membandingkan data penggunaan antibiotik pada literatur. Pemilihan kriteria tersebut didasarkan pada kondisi data yang terdapat pada rekam medis pasien. Literatur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Clinical Pathway RS Bethesda Yogyakarta, Infectious Diagnosis and Management of Complicated Intra-abdominal Infection in Adults and Children: Guidelines by the Surgical Infection Society and the Infectious Diseases Society of America (IDSA, 2010), dan Drug Information Handbook 24th ed (APA, 2015). Apabila terapi antibiotik yang digunakan telah memenuhi seluruh kriteria penggunaan obat rasional, maka dapat dikatakan bahwa terapi yang diberikan telah memenuhi terapi antibiotik yang rasional. HASIL DAN PEMBAHASAN Pasien apendisitis akut usia pediatri yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta periode tahun 2015 yaitu sebanyak 37 pasien. Data tersebut seluruhnya diambil oleh peneliti sebagai sampel. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dimana peneliti menetapkan kriteria inklusi dan ekslusi (Sugiyono, 2013). Data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi penelitian sebanyak 30 kasus (81,08%). Dari 37 data rekam medis tersebut terdapat 3 data (8,11%) yang tidak dapat digunakan atau diekslusi oleh peneliti karena terdapat infeksi penyerta lain. Terdapat 3 data lain (8,11%) yang harus dieksklusi karena data rekam medis yang tidak lengkap dan terdapat 1 data (2,70%) yang dieksklusi karena apendisitis akut bukan merupakan diagnosa utama dari pasien tersebut. 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambaran Penggunaan Antibiotik pada pasien apendisitis akut usia pediatri pada periode tahun 2015 di RS Bethesda Yogyakarta Pada penelitian ini, profil jenis dan golongan antibiotik yang diberikan selama terapi terbagi dalam 8 kasus (25%) penggunaan antibiotik tunggal, 25 kasus (68,77%) penggunaan antibiotik kombinasi, dan 2 kasus (6,25%) dengan pergantian jenis antibiotik selama terapi (Tabel I). Terdapat 32 total penggunaan antibiotik pada 30 pasien apendisitis akut usia pediatri. Golongan dan jenis antibiotik yang digunakan dalam terapi apendisitis akut Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik monoterapi yang digunakan yaitu Ceftriaxone (golongan Sefalosporin) sebanyak 8 kasus (25%). Hal ini sudah sesuai dengan clinical pathway yang ada di RS Bethesda Yogyakarta mengenai standar terapi yang digunakan pada umumnya yaitu diberikan Ceftriaxone atau golongan Sefalosporin untuk pasien dengan diagnosis apendisitis akut usia pediatri. Antibiotik kombinasi yang digunakan sebagai terapi yaitu kombinasi antara golongan Cefalosporin dengan golongan lain. Pengkombinasian dengan antibiotik golongan lain ini menurut wawancara dari dokter bedah disesuaikan dengan kondisi pasien. Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Kriteria rasionalitas penggunaan obat menurut Kemenkes (2011) yaitu tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat interval waktu pemberian obat, tepat lama pemberian, dan tepat penilaian kondisi pasien akan dievaluasi dengan menggunakan standar acuan Clinical Pathway RS Bethesda Yogyakarta, Infectious Diagnosis and Management of Complicated Intra-abdominal Infection in Adults and Children: Guidelines by the Surgical Infection Society and the Infectious Diseases Society of America (IDSA, 2010), dan Drug Information Handbook 24th ed (APA, 2015). 5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel I. Antibiotik Monoterapi dan Kombinasi yang diberikan pada pasien apendisitis akut usia pediatri di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta periode tahun 2015. Antibiotik yang Digunakan di RS Antibiotik Monoterapi Antibiotik Kombinasi Penggantian Antibiotik Total Jumlah Persentase Kasus (%) Golongan Sefalosporin Ceftriaxone Gol Sefalosporin + Nitroimidazole Ceftriaxone + Metronidazole Cefotaxime + Metronidazole Ceftazidime + Metronidazole Gol Sefalosporin – Beta Laktam + Nitroimidazole Cefoperazone Sulbacam + Metronidazole Gol Nitroimidazole + Beta Laktam Metronidazole + Meropenem Golongan Beta Laktam Meropenem 8 25 10 3 5 31,25 9,38 15,63 3 9,38 1 3,13 2 32 6,25 100 Tepat Indikasi Penyakit Terapi obat terutama antibiotik yang diberikan untuk eradikasi infeksi harus sesuai dengan indikasi setiap pasien. Penatalaksanaan terapi infeksi yang diberikan disesuaikan dengan indikasi bakteri penyebab infeksi (Kemenkes RI, 2011). Seleksi awal penggunaan antibiotik sering kali diberikan secara empiris dimana pemilihan antibiotik secara empiris biasanya didasarkan pada informasi yang dikumpulkan dari riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Pemilihan agen biasanya dipilih antibiotik berspektrun luas apabila tidak dilakukan kultur bakteri (Dipiro et al, 2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketepatan indikasi penyakit menunjukkan hasil 100% yang artinya seluruh pasien mendapatkan tatalaksana terapi antibiotik yang sesuai dengan indikasi penyakit. Penggunaan antibiotik yang sesuai dengan indikasinya dapat mencegah ataupun menurunkan risiko resistensi antibiotik (Kemenkes, 2011). Tepat Pemilihan Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit (Kemenkes RI, 2011). Pada hasil penelitian, bakteri penyebab apendisitis akut yang diketahui antara lain Providencia alcalifacient, Streptococcus 6 alpha non pneumococcus, Leclercia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI adecarboxylata, Stapphylococcus epidermidis, dan Klebsiella oxytoca. Untuk itu pemberian antibiotik yang disarankan adalah antibiotik yang spesifik dengan bakteri yang sudah diketahui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilihan obat secara tepat menunjukkan hasil 100% artinya pemilihan antibiotik sudah berdasarkan diagnosis yang ditegakkan. Menurut clinical pathway RS Bethesda Yogyakarta, antibiotik utama yang digunakan untuk menangani apendisitis akut adalah Ceftriaxone atau antibiotik yang termasuk golongan Sefalosporin yang lainnya. Apabila diperlukan dapat dikombinasikan dengan antibiotik golongan lain untuk menunjang terapi pasien. Pada tabel I terlihat bahwa 8 terapi antibiotik monoterapi dan 22 kasus terapi kombinasi menggunakan antibiotik golongan Sefalosporin. Hal ini menunjukkan bahwa terapi yang diberikan telah sesuai dengan standar terapi. Terdapat dua terapi pada pemberian antibiotik monoterapi yang tidak sesuai dengan standar acuan Clinical Pathway RS Bethesda namun masih diberikan yaitu pemberian Meropenem. Hal ini disebabkan karena pemberian Meropenem pada antibiotik monoterapi merupakan pergantian untuk terapi sebelumnya. Pemberian antibiotik ini sesuai dengan hasil wawancara dengan dokter bedah yang sudah dilakukan dimana apabila antibiotik golongan Sefalosporin tidak dapat mengatasi bakteri penyebab infeksi maka dapat dikombinasikan atau diganti dengan Metronidazole atau Meropenem. Penentuan terapi monoterapi antibiotik atau kombinasi antibiotik menurut IDSA (2010) dapat didasarkan dari skor APACHE II. Apabila skor APACHE II > 15 menandakan bahwa infeksi intra-abdominal pada pasien tersebut memiliki keparahan yang tinggi sehingga direkomendasikan antibiotik kombinasi. Terapi kombinasi menggunakan Cefoperazone Sulbactam + Metronidazole diberikan kepada 3 pasien terdiagnosa apendisitis akut. Pada penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2008), Cefoperazone Sulbactam menunjukkan hasil yang lebih baik dalam mengatasi infeksi intra-abdominal apabila dibandingkan dengan Ceftazidime-Amikacin- Metronidazole. Pada tabel I terlihat bahwa terdapat 2 jenis antibiotik lain yang dikombinasikan dengan antibiotik golongan Sefalosporin sebagai antibiotik utama yaitu Metronidazole dan Meropenem. Menurut IDSA (2010), Meropenem dan Metronidazole merupakan alternatif antibiotik pilihan yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah infeksi intra-abdominal. 7 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tepat Dosis Dosis obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit, akan sangat berisiko menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Sebaliknya apabila dosis yang diberikan terlalu kecil, maka tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan (Kemenkes RI, 2011). Dosis antibiotik yang diberikan pada pasien usia pediatri harus disesuaikan dengan berat badan dan umur pasien (BPOM, 2014). Ketepatan dosis disesuaikan dengan acuan dosis anak pada literatur Drug Information Handbook 24th ed (APA, 2015). Tabel II. Ketepatan dosis pada pasien apendisitis akut usia pediatri di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta tahun 2015 Ketepatan Dosis Jumlah kasus Persentase (%) Dosis Kurang 12 kasus 40 Dosis Tepat 18 kasus 60 Hasil penelitian pada tabel II menunjukkan bahwa pemberian dosis antibiotik yang tepat sebesar 60% dan tidak tepat sebesar 40%. Pemberian dosis yang tidak tepat ini menurut Darmansjah (2008) disebabkan karena terbatasnya penelitian uji klinik antibiotik untuk anak karena hasil penelitian pada anak sulit diperoleh dan tidak mudah dilakukan. Penyebab lainnya adalah industri farmasi jarang untuk melakukan penelitian penentuan dosis obat terutama pediatri sehingga mengikuti dosis pemilik lisensi obat (obat paten). Menurut Lisni (2015), pemberian antibiotik dengan dosis yang kurang akan mengakibatkan tidak tercapainya efek terapi yang diinginkan dan tidak berefeknya antibiotik karena tidak mencapai KHM (Kadar Hambat Minimum) dalam cairan tubuh sehingga mikroorganisme yang menginfeksi tidak mati. Tepat Interval Waktu Pemberian Obat Interval waktu pemberian merupakan jarak waktu dari pemberian antibiotik yang pertama dengan pemberian ke dua, ke tiga, dan selanjutnya (Kemenkes, 2013). Hal ini penting untuk diperhatikan supaya dapat menjaga kadar antibiotik dalam darah dan juga mencegah kadar antibiotik dalam darah kurang dari kadar terapetik sehingga bakteri dapat kembali beregenerasi dan menjadi resisten terhadap antibiotik terapi yang digunakan (Amin, 2014). 8 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel III. Ketepatan interval pemberian antibiotik pada pasien apendisitis akut usia pediatri di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta tahun 2015 Ketepatan Interval Pemberian Antibiotik Jumlah kasus Persentase (%) Interval pemberian tepat 29 kasus 96,67 Interval pemberian tidak tepat 1 kasus 3,33 Hasil penelitian pada tabel III menunjukkan bahwa interval pemberian yang sudah tepat terjadi pada 29 kasus (96,67%). Dari 29 kasus, terdapat 13 kasus dengan interval yang kurang tepat. Hal ini terjadi karena interval pemberian antibiotik dalam sehari yang diberikan pada kasus lebih panjang rentang pemberiannya daripada yang terdapat di literatur, seperti contohnya pada kasus nomor 2 dimana seharusnya pemberian antibiotik Metronidazole yang tepat adalah setiap 8 jam (IDSA, 2010) namun pada pasien tersebut diberikan setiap 12 jam. Meski begitu, penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Beique, dkk. (2016) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan efektivitas obat antara Metronidazole yang diberikan setiap 8 jam dan yang diberikan selama 12 jam pada rentang outcome selama 30 hari. Tepat Lama Pemberian Pemberian terapi antibiotik harus selalu memperhatikan durasi atau lama pemberian antibiotik. Antibiotik merupakan salah satu obat yang durasi pemberiannya harus diperhatikan khususnya pada usia pediatri agar efektif membunuh bakteri penyebab infeksi dan mengurangi resiko resistensi pada usia pediatri. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan (Kemenkes RI, 2011). Menurut IDSA (2010), durasi pemberian antibiotik untuk infeksi intra-abdominal yang disarankan adalah 4-7 hari. Tabel IV. Ketepatan lama pemberian (durasi) pada pasien apendisitis akut usia pediatri di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta tahun 2015 Ketepatan Lama Pemberian (Durasi) Jumlah kasus Persentase (%) Durasi tepat 30 kasus 100 Durasi tidak tepat 0 kasus 0 Hasil penelitian pada tabel IV menunjukkan lama pemberian (durasi) antibiotik yang tepat sudah mencapai 100%. Hal ini sesuai dengan literatur dari IDSA (2010) yang mengatakan bahwa untuk infeksi intra-abdominal, lama pemberian yang direkomendasikan 9 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI adalah 4-7 hari. Pemberian antibiotik yang terlalu lama tidak menunjukkan perkembangan outcome. Tepat Penilaian Kondisi Pasien Tepat penilaian kondisi pasien berarti mencakup pertimbangan apakah ada kontra indikasi, atau ada kondisi-kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian dosis (misalnya ada kegagalan ginjal) yang memerlukan penyesuaian dosis secara individual (EGC, 2009). Pemberian terapi antibiotik dengan menyesuaikan kondisi pasien dapat memberikan efek terapi yang diharapkan serta mengurangi risiko efek samping yang dapat terjadi (With, dkk., 2016). Hasil penelitian pada tabel V menunjukkan bahwa ketepatan penilaian kondisi pasien dengan pemberian antibiotik yang sesuai sebesar 30 kasus (100%). Pada penelitian tidak ditemukan pasien pasien yang alergi ataupun kontraindikasi dengan antibiotik tertentu, namun terdapat 3 pasien yang memiliki kadar kreatinin lebih dari normal pada hasil laboratorium. Kadar kreatinin yang lebih dari normal menurut Winnett (2010) merupakan penanda yang spesifik untuk melihat adanya gangguan fungsi ginjal. Tiga pasien yang memiliki kadar kreatinin lebih dari normal tersebut masuk dalam kategori moderate (GFR 30-59 ml/min). Penyesuaian dosis yang dapat dilakukan hanyalah pada antibiotik Meropenem yang menurut APA (2015) dilakukan penyesuaian dosis yaitu 20-40 mg/kgBB setiap 12 jam untuk pasien dengan GFR 10-50 ml/min. Menurut Munar (2007), Ceftriaxon dan Metronidazol tidak dilakukan penyesuaian dosis untuk pasien dengan kadar GFR 10-50 ml/min. Setelah dihitung dosis Metronidazol untuk pediatri dengan GFR 10-50 ml/min, dosis pada kasus sudah rasional. Tabel V. Ketepatan penilaian kondisi pasien apendisitis akut usia pediatri di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta tahun 2015 Ketepatan Penilaian Kondisi Pasien Penilaian kondisi pasien tepat Penilaian kondisi pasien tidak tepat Jumlah kasus 30 kasus 0 kasus Persentase (%) 100 0 Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Terapi antibiotik pada penelitian ini dikatakan rasional apabila pada masing-masing kasus memenuhi ke-enam kriteria rasionalitas yang telah ditentukan oleh Kemenkes RI (2011). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini (Gambar 2) yaitu pasien dengan penggunaan antibiotik rasional sebanyak 17 kasus (57%) dan tidak rasional sebanyak 13 kasus (43%). 10 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Sebagian besar kasus (12 penggunaan antibiotik tidak rasional) yang terjadi disebabkan oleh tidak tepatnya dalam pemberian dosis (Tabel VI). Penggunaan Antibiotik Rasional Penggunaan Antibiotik Tidak Rasional 43% 57% Gambar 2. Gambaran rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien apendisitis akut usia pediatri di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015 Tabel VI. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Pediatri Operasi Apendisitis Akut di RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kriteria Rasionalitas Tepat Indikasi Tepat Pemilihan Obat Tepat Dosis Tepat Waktu Pemberian Tepat Lama Pemberian Tepat Penilaian Kondisi Pasien Rasional Jumlah Persentase Kasus (%) 30 100 30 100 18 60 29 96,67 30 100 30 100 Tidak Rasional Jumlah Persentase Kasus (%) 0 0 0 0 12 40 1 3,33 0 0 0 0 Menurut Holloway (2011), penggunaan antibiotik yang tidak rasional disebabkan oleh beberapa alasan seperti kurangnya pengetahuan mengenai obat yang diresepkan, kebiasaan orang yang meresepkan obat tersebut, kurangnya ketersediaan informasi seperti guideline dan buletin obat, promosi farmasi yang berlebihan yang mungkin menjadi satusatunya informasi untuk dokter dan sangat mungkin bias, waktu konsultasi dan waktu interaksi dengan pasien yang sangat singkat yang tidak memberikan cukup waktu untuk membuat diagnosa yang tepat, permintaan pasien yang terkadang kurang sesuai, kurangnya dukungan layanan diagnostik seperti laboratorium, dan obat-obatan yang tidak tepat pasokan. 11 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penelitian yang dilakukan Ullah, dkk. (2013) menunjukkan bahwa penting dilakukan uji sensitivitas antibiotik untuk melihat kultur bakteri dan antibiotik yang tepat sehingga dapat meminimalkan resiko resistensi dan meminimalkan biaya terapi pasien. Hal penting lain yang dapat dilakukan adalah konseling kepada pasien dan pengumpulan informasiinformasi yang mendukung dalam kerasionalan penggunaan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang rasional dapat terwujud apabila terjadi kerjasama yang baik antara Farmasi Klinis dengan dokter pada komunitas. Penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik rasional pada pasien apendisitis akut usia pediatri dapat dimanfaatkan oleh klinisi dan farmasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan mengurangi risiko resistensi atau kekebalan antibiotik. Penelitian yang dilakukan memiliki keterbatasan yaitu jumlah sampel yang diperoleh sedikit (30 kasus) dan dilakukan dalam kurun waktu yang pendek (periode 1 tahun). Dibutuhkan sampel penelitian yang lebih besar, lengkap, dan data yang prospektif untuk dapat mengevaluasi penggunaan obat secara rasional selama terapi sedang dilakukan. Saran pada penelitian berikutnya adalah pengambilan waktu dilakukan secara prospektif sehingga diperoleh data dengan validitas yang lebih baik, penentuan periode waktu yang lebih panjang sehingga jumlah sampel lebih besar dan dapat mewakili penggunaan antibiotik di RS yang bersangkutan. Kesimpulan Pada penelitian ini, diperoleh 4 golongan antibiotik dan 8 jenis antibiotik yang diresepkan dengan peresepan terbanyak yaitu antibiotik kombinasi (68,77%). Jenis antibiotik yang sering diresepkan adalah Ceftriaxone + Metronidazole (golongan Sefalosporin + Nitroimidazole) sebanyak 10 kasus (31,25%) dan Ceftazidim + Metronidazole (golongan Sefalosporin + Nitroimidazole) sebanyak 5 kasus (15,63%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 17 kasus dari 30 kasus (57%) rasional dan 13 kasus dari 30 kasus (43%) tidak rasional. 12 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR PUSTAKA APA, 2015. Drug Information Handbook. 24th Edition. Lexicomp Drug Reference Handbook, USA. Amin, L.Z., 2014. Pemilihan Antibiotik yang Rasional. Medicinus, 27(3), 40-15. Acton Q.A., 2011. Acute Appendicitis: New Insights for The Health Care Professional. Scholarly Edition, Atalanta, p. 1 Alder, 2016. Pediatric Appendicitis Differential Diagnoses. Medscape, http://emedicine.medscape.com/article/926795-differential diakses pada 14 Desember 2016 Beique L., Tsang C., Geertsema S., and Zvonar R., 2016. Comparison of Metronidazole q12h to q8h in Combination with Other Antibiotics on the Clinical Outcome and Readmission Rate of Patients with Appendicitis and Diverticulitis. Lizanne Beique The Ottawa Hospital, pp. 1-2 BPOM, 2014. Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta. Buckius M.T., McGrath B., Monk J., Grim R., Bell T., and Ahuja V., 2012. Changing Epidemiology of Acute Appendicitis in the United States : Study Period 1993-2008. Journal of Surgical Research, p.187 Chandra A., dkk., 2008. Cefoperazone-Sulbactam for Treatment of Intra-Abdominal Infections: Results from a Randomized, Parallel Group Study in India. Surgical Infections., 9 (3), pp. 371-373 Darmansjah, I., 2008. Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak. Maj Kedok Indon, 58(10), 368-369. Depkes, 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2009, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, hal. 34 Dipiro, J.t., Wells, B.G., Dipiro, C.V., Schwinghammer, T.L., 2015. Pharmacotherapy Handbook. Ninth Edition. McGraw-Hill Education, USA, pp. 313. EGC, 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi, hal. 12 Holloway, K.A., 2011. Promoting The Rational Use of Antibiotics. Regional Health Forum, 15(1), 122-130. http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/51-antibakteri diakses pada 14 Desember 2016 Kemenkes, 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, hal. 3-8 Kurup A., dkk, 2014. Antibiotic management of complicated intra-abdominal infections in adults: The Asian perspective. Elsevier, pp. 87-90 Lisni, I., et al., 2015. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Faringitis di Suatu Rumah Sakit di Kota Bandung. Jurnal Farmasi Galenika, 02(01), 43-52. Minkes R.K., 2014, Pediatric Appendicitis, https://www.cmich.edu/colleges/cmed/Documents/Research/Saginaw%20Library/ COLA%202015-2017/926795.pdf diakses pada 26 Mei 2016 Munar, M.Y., dan Singh H., 2007. Drug Dosing Adjustments in Patients with Chronic Kidney Disease. American Family Physician, 10 (November), p. 1492 Schlossberg D., 2008. Clinical Infectious Disease. Cambridge University Press, pp. 377, 379 IDSA, 2010. Diagnosis and Management of Complicated Intra-abdominal Infection in Adults and Children: Guidelines by the Surgical Infection Society and the Infectious Diseases Society of America, 15 (Januari), pp. 135-148 Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, hal.91 13 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Ullah A., Kamal Z., Ullah G., and Hussain H., 2013. To Determine The Rational Use of Antibiotics ; A Case Study Conducted at Medical Unit of Hayatabad Medical Complex, Peshawar, International Journal of Research in Applied Natural and Social Sciences (IJRANSS), 1 (2), p. 66 Utami P., 2012. Antibiotik Alami untuk Mengatasi Aneka Penyakit, hal. 15-17 Winnett G., Cranfield L., and Almond M., 2010. Apparent Renal Disease Due to Elevated Creatinine Levels Associated with The Use of Boldenone. Nephrology Dialysis Transplantation Advance Access, pp. 1-3 With K., dkk., 2016, Strategies to Enhance Rational Use of Antibiotics in Hospital: A Guideline By The German Society for Infectious Diseases. Infection, p. 401 14 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 1. Ethical Clearance 15 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian RS Bethesda Yogyakarta 16 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 3. Definisi Operasional Penelitian 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Apendisitis akut yang dimaksud adalah inflamasi yang terjadi pada bagian apendiks yang mengalami komplikasi yang dapat dibuktikan dari gejala, penilaian histopatologi, apendikogram, dan diagnosis dokter serta memerlukan tindakan operasi secara darurat. Data gejala, penilaian histopatologi, apendikogram dan diagnosis dokter tercantum dalam rekam medis. Antibiotik profilaksis yang dimaksud adalah antibiotik yang digunakan sebelum dan sesudah operasi apendisitis akut yang bertujuan untuk mencegah infeksi pasca operasi. Subjek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi apendisitis akut di RS Bethesda Yogyakarta pada tahun 2015 berusia 0-14 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, terdiagnosa apendisitis akut, menggunakan antibiotik dan pasien tidak memiliki penyakit penyerta lain atau memiliki penyakit penyerta lain non-infeksi serta memiliki data rekam medis yang lengkap. Data yang diambil dari catatan rekam medik adalah data pengobatan dan perawatan pasien yang memuat nomor rekam medik, usia, jenis kelamin, berat badan, tanggal masuk dan keluar pasien, keluhan utama, diagnosis masuk, kondisi awal, riwayat penyakit, riwayat alergi, data laboratorium, pemeriksaan penunjang, diagnosis akhir, catatan keperawatan, instruksi dokter, catatan penggunaan obat, lama perawatan, dan pemeriksaan fisik pasien seperti tekanan darah, nadi, dan suhu badan. Rasionalitas penggunaan antibiotik profilaksis yang akan dievaluasi berdasarkan kriteria Kemenkes (2011) tepat indikasi penyakit, pemilihan obat, dosis, interval waktu pemberian obat, lama pemberian, dan tepat penilaian kondisi pasien. Profil penggunaan antibiotik profilaksis oleh pasien operasi apendisitis akut kelompok pediatri meliputi golongan, jenis, dosis, dan waktu pemberian antibiotik. Data yang diperoleh dikaji dengan Clinical Pathway RS Bethesda Yogyakarta, Infectious Diagnosis and Management of Complicated Intra-abdominal Infection in Adults and Children: Guidelines by the Surgical Infection Society and the Infectious Diseases Society of America (IDSA, 2010), Modul Penggunaan Obat Rasional (Kemenkes RI, 2011), dan Drug Information Handbook 24th ed (APA, 2015). sebagai acuan utama dan digunakan juga jurnal terkait yang digunakan sebagai acuan tambahan. 17 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 4. Clinical Pathway RS Bethesda Yogyakarta Diagnosis Awal : Appendicitis Akut Kode ICD 10 : Rencana BB: TB: Rawat : R. Rawat : Aktivitas Tgl/Jam Tgl/Jam Lama Hari Rawat 1 Pelayanan masuk: keluar: rawat: Hari Hari Hari Rawat 2 Rawat 3 Rawat 4 DI IGD / RAJAL Hari op Post op Post op hari 1 hari 2 Assesmen Klinis: Pemeriksaan dokter : Konsultasi Obsgyn Anesthesi Pemeriksaan Penunjang : Darah rutin, CT/BT Urine Rutin PA PP Test Ureum, kreatinin GDS Ro Thorax ECG Tindakan : Pasang infus Injeksi 18 Kelas: Tarif: Biaya (Rp): PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Preparasi kulit Appendectomy Rawat luka Lepas infus Review obat Obat-obatan : RL Fentanyl + Recofol O2 N2O / Ceftriaxon 2x1 Isoflurane selofurane gr/iv Ketorolac 3x30 mg/iv (dws) / Ketorolac 3x10 mg (anak) Obat oral dan dibawa pulang/ 5 hari Cefixime 2x100 mg Natrium diklofenak 2x50 mg / ibuprofen syr 2x1 cth (anak) Nutrisi Puasa 6 jam Cair BS preop 19 BB PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 5. Range dosis berdasarkan DIH No Nama Antibiotik Range Dosis Golongan Sefalosporin 1 Ceftriaxone IM, IV : 50-100mg/kgBB/hari dalam1-2 dosis terbagi (max : 4000mg/hari) 2 Ceftazidime 1 blm – 12 th : 30-50 mg/kg/hari setiap 8 jam (max 6 gram) Dewasa, remaja > 12 th : 500mg – 2g 2-3x sehari 3 Cefixime ≥ 6 bln (≤ 45 kg) : 8 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis terbagi (max 400 mg) > 12 th (> 45kg) : 400 mg 1-2x sehari 4 Cefadroxil Anak :30 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi (max 2000 mg) Dewasa : 1-2 gram 1-2x sehari 5 Cefotaxim < 50 kg : 50-180 mg/kg/hari 3-6 kali sehari max 12 gram ≥ 50 kg : 1-2 gram 1-2x sehari Golongan Nitroimidazole 6 Metronidazole Anak : 22,5-40 mg/kg/hari tiap 8 jam Dewasa : 500 mg tiap 6-8 jam (max 4g/hari) Golongan Beta-laktam 7 Meropenem ≥ 3 bln (<50 kg) : 20 mg/kg tiap 8 jam (max 1000 mg) Dewasa >12 th (>50 kg): 5-6 g terbagi tiap 8 jam Golongan Sefalosporin – Beta Laktam 8 Cefoperazone Sulbactam Anak : 40-80 mg/kg/hari 2-3x sehari, dapat dinaikkan hingga 160 mg/kg/hari 2-4x sehari Dewasa : 2-4 g per hari 2x sehari bisa dinaikkan hingga max 8g per hari 20 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 6. Lembar Pengambilan Data Rekam Medis No. RM Nama / jenis kelamin Ruang perawatan Umur / tanggal lahir BB Tanggal masuk – tanggal keluar Nama Dokter Alergi obat Riwayat penyakit Riwayat pengobatan 01-xx-xxMNR / L G.IIIA / III 9 tahun 4 bulan 9 hari / 03/07/2006 28 kg 11/11/2006 – 16/1/2006 Dr. X., Sp. B - Hasil Pemeriksaan Awal Keluhan utama Kondisi klinis awal (tanda vital) Diagnosa utama / ICD10 Diagnosa pembanding / ICD10 Tindakan (operasi) / ICD10 Susah BAB, sakit perut, ± 1 bulan sakit perut kanan bawah dan perut bawah kumatkumatan Suhu : 36oC Nadi : 120 x/menit Nafas : 24 x/menit Apendisitis kronis eksaserbasi akut / K35.8 Laparotomi appendectomy / 5-470 Riwayat Terapi Antibiotik Nama Antibiotik Ceftriaxon Cefadroxil Dosis 2x500 mg 2x250 mg Rute Pemberian parenteral Tanggal Pemberian 11/11 12/11 V V V Non parenteral Hasil Pemeriksaan Patologi Appendik : appendisitis kronis 21 13/11 V V 14/11 V V 15/11 16/11 V V V V V V V V PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hasil laboratorium Tanggal : 11/11/15 pemeriksaan Segmen neutrofil hematokrit MCV PDW Tanggal : 11/11/2015 pemeriksaan Lekosit gelap Sampel : darah nilai H 56,4 L 38,0 L 77,6 L 8,7 satuan % % fL fL Nilai rujukan 32-52 40,0-54,0 80,0-94,0 9,0-13,0 Sampel : urin nilai 1 + (<4 sel/LPB) satuan 22 Nilai rujukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 7. Check List Rasionalitas Penggunaan Antibiotik No Antibiotik 1 2 Ceftriaxon 2x500 mg , cefadroxil 2x250 mg Metronidazole 2x200 mg , ceftriaxone 2x500 mg Cefoperazone sulbactam 2x500 mg , metronidazole 2x250 mg Ceftriaxone 2x500 mg , Meropenem 2x500 mg Ceftriaxone 2x1 gr Ceftriaxone 2x500 mg , metronidazole 2x200 mg Ceftazidime 2x500 mg , metronidazole 2x250 mg Ceftriaxone 2x500 mg , metronidazole 2x200 mg Ceftazidime 2x500 mg , metronidazole 2x250 mg Metronidazole 2x500 mg , ceftazidime 2x1 gr Metronidazole 2x250 mg , ceftriaxone 2x500 mg Ceftriaxone 2x500 mg Ceftriaxone 2x1 gr , metronidazole 3x400 mg Ceftazidime 3x1 gr , metronidazole 2x500 mg Ceftriaxone 2x1 gr , metronidazole 2x200 mg Ceftriaxone 2x1 gr Metronidazole 3x300 mg , cefotaxime 3x1 gr 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Tepat indikasi Tepat pemilihan obat V V V V Kriteria Rasionalitas Tepat dosis Tepat interval waktu pemberian X V V V V V V V V V V V V V V V Tepat penilaian kondisi pasien V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V V V X V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X X V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X X V V V V 23 Tepat lama pemberian (durasi) Pengobatan rasional X V PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Cefotaxime 3x500 mg , metronidazole 3x150 mg Ceftriaxone 2x1 gr , metronidazole 2x200 mg Cefoperazone sulbactam 2x500 mg , metronidazole 2x250 mg Ceftriaxone 2x750 mg , cefixime 2x100 mg Ceftazidime 3x500 mg , metronidazole 3x150 mg Metronidazole 3x200 mg , meropenem 3x250 mg Cefoperazone sulbactam 2x250 mg , metronidazole 3x150 mg Ceftriaxone 2x500 mg , cefixime 2x100 mg Cefotaxime 2x500 mg , metronidazole 3x250 mg Ceftriaxone 2x500 mg , metronidazole 2x500 mg Ceftriaxone 2x1 gr Ceftriaxone 2x1 gr , metronidazole 3x250 mg Ceftriaxone 2x500 mg , metronidazole 2x200 mg , Meropenem 3x250 mg V V V V V V V V V V V X X V V V V V V X X V V V V X V V V V V V V X V V X X V V V X V V V V V V V V V V V X V V X V V V V X X V V X V V V X V V V V V V V X X V V V V V V V V V V X X 24 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BIOGRAFI PENULIS Penulis bernama lengkap Yohanes Hastya Ekaristiadi, lahir di Semarang pada tanggal 8 Oktober 1995 dan merupakan anak pertama dari pasangan J. Tri Hastjarjo K. dan M.A. Dwiwahjuni. Pendidikan formal telah ditempuh penulis yaitu TK Santo Yosef Semarang(1999 - 2001), tingkat Sekolah Dasar di SD Pangudi Luhur 2 Surakarta (2001 – 2007), tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP PL Bintang Laut Surakarta (2007 - 2010), dan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Kolese De Britto Yogyakarta (2010 – 2013). Pada tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis memiliki pengalaman sebagai asisten dosen Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia pada tahun 2015 dan Praktikum Komunikasi Farmasi pada tahun 2016. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti Pharmacy Performance and Road to School tahun 2013 dan 2014 sebagai anggota divisi perlengkapan, TITRASI sebagai koordinator Bandzen tahun 2014, Paingan Festival sebagai ketua bidang acara tahun 2014, dan Lomba Cerdas Cermat Kimia Tingkat SMA se-DIY sebagai ketua umum tahun 2015. Penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan organisasi dalam kampus seperti BEMF (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas) sebagai anggota divisi hubungan masyarakat periode 2014/2015 dan pada BEMF periode 2015/2016 sebagai koordinator divisi hubungan masyarakat. 25