Analisis Formulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Impor Tiopi R. Togi 1 dan Iman Santoso2 1. Departemen Ilmu Admimistrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2. Departemen Ilmu Admimistrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia [email protected], [email protected] ABSTRAK Perdagangan internasional semakin berkembang membuat perjanjian perdagangan bebas antar negara semakin banyak. Perjanjian perdagangan bebas berdampak pada peningkatan nilai impor Indonesia, aktivitas impor merupakan salah satu objek pajak di Indonesia. Pemerintah melakukan kenaikan tarif Pajak Penghasilan atas aktivitas impor. Penelitian ini mengangkat permasalahan dasar pertimbangan pemerintah dalam membuat kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor dan proses formulasinya. Konsep-konsep yang digunakan antara lain konsep kebijakan publik, formulasi kebijakan publik, kebijakan fiskal, kebijakan pajak, impor, perdagangan internasional, tarif, dan fungsi pajak. Pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi reguleren pajak menjadi dasar pertimbangan utama pemerintah dalam merumuskan kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor. Proses formulasi kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor sesuai dan memenuhi tahap-tahap kebijakan publik. Kata kunci : Impor, Formulasi Kebijakan, Pajak Penghasilan atas Impor, Kenaikan Tarif. ABSTRACT Growth of international trade makes free trade treaty is also increasing. The free trade treaty effect the increase of Indonesian import rate, which is one of the object of taxation in Indonesia. Government increased the rate of income tax article 22. This research raised the issue of basic considerations of the government in making policy of increase in income tax rate article 22 imports and the process of the formulation. Concepts used are public policy, formulation of public policy, import, international trade, rate, fiscal policy, taxation policy, and tax function. Qualitative research approach with the types of descriptive research. Research showed that regulerend function of tax became the major consideration in formulating income tax art 22 rates increase policies. The process of policy formulations fullfill stages of public policy. Key words : Import, Policy Formulations, Income Tax on Import, Rate Increased. Pendahuluan Perjanjian perdagangan banyak dilakukan oleh negara-negara di dunia. Perjanjian perdagangan bebas merupakan aktivitas perdagangan internasional yang memungkinkan dua Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 negara atau lebih melakukan transaksi jual-beli dengan cara yang lebih mudah dan murah, dengan adanya perjanjian perdagangan internasional maka negara-negara yang terikat dalam perjanjian tersebut terikat dalam sebuah perjanjian yang membuat negara-negara tersebut dapat melakukan perdagangan dengan lebih mudah ke sesama negara pemilik perjanjian perdagangan bebas. Pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas tentunya memiliki dampak bagi kegiatan perdagangan Indonesia yang kemudian akan berdampak langsung kepada perekonomian nasional. Perjanjian perdagangan bebas yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dapat berdampak positif maupun negatif bagi perekonomian Indonesia, hal tersebut bergantung dari respon dan langkah yang akan diambil oleh Pemerintah Indonesia terkait pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas. Berdasarkan Kementerian Perdagangan Indonesia (74-82), ada beberapa peluang dan tantangan yang akan dihadapi oleh Indonesia terkait diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas. Peluang-peluang yang akan dimiliki oleh Indonesia seperti terciptanya integrasi ekonomi, menjadi pasar potensial di dunia, dapat meningkatkan ekspor produk-produk dalam negeri, menjadikan Indonesiasebagai negara tujuan investor, meningkatkan daya saing, sektor jasa dan aliran modal yang akan semakin meningkat. Selain mendapatkan peluang, Indonesia juga harus bersiap menghadapi tantangan yang akan dihadapi saat diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas dengan negara lain. Tantangan-tantangan yang akan dihadapi Indonesia seperti meningkatnya nilai ekpor dan impor, laju inflasi Indonesia yang masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, dampak negatif yang disebabkan oleh arus modal yang lebih bebas, kesamaan produk ekspor dengan negara lain, daya saing SDM, tingkat perkembangan ekonomi, kepentingan nasional, dan kedaulatan negara. Pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas sebagaimana sudah diuraikan di atas membuat arus barang antar negara menjadi mudah yang tentunya akan berdampak secara langsung terhadap aktivitas perdagangan Indonesia. Apabila produk-produk dalam negeri dapat bersaing dengan produk-produk luar maka produk-produk yang berasal dari Indonesia akan merajai pasar-pasar di berbagai negara dan tentunya hal tersebut akan berdampak positif bagi kondisi neraca perdagangan Indonesia dan perekonomian Indonesia, sebaliknya jika produkproduk dalam negeri masih belum dapat bersaing dengan produk dari negara lain maka perjanjian perdagangan bebas akan menjadi sebuah tantangan yang besar bagi sektor perekonomian maupun sektor industri di Indonesia. Apabila produk dalam negeri belum dapat bersaing dengan produk Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 luar, maka produk-produk Indonesia tidak dapat menguasai pasar mancanegara bahkan produkproduk luar akan semakin membanjiri Indonesia. Indonesia membutuhkan banyak sumber daya di berbagai sektor untuk memenuhi kebutuhan nasional. Sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nasional di Indonesia saat ini masih belum dapat dipenuhi seluruhnya oleh produk dalam negeri. Guna mengatasi hal tersebut baik pemerintah Indonesia, pelaku industri maupun para konsumen di Indonesia melakukan aktivitas impor. Tingginya permintaan domestik terhadap produk luar negeri semakin meningkat, hal tersebut sesuai dengan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan data nilai impor Indonesia yang dicatat oleh BPS, nilai impor Indonesia cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Tercatat pada tahun 2009 nilai impor Indonesia mencapai angka US$ 96.829.244.981, nilai tersebut kembali mengalami peningkatan di tahun berikutnya. Berturut-turut nilai impor Indonesia mengalami peningkat dari tahun 2010 sampai 2012. Penurunan nilai impor tersebut tidak kembali terulang di tahun selanjutnya. Nilai impor Indonesia pada tahun 2010 tercatat sebesar US$ 135.663.284.048, angka ini meningkat cukup tinggi jika dibandingkan dengan nilai impor Indonesia pada tahun 2009. Nilai impor Indonesia kembali mengalami peningkatan sepanjang tahun 2011, BPS mencatat impor Indonesia menyentuh angka US$ 177.435.555.736. Naiknya nilai impor Indonesia tidak berhenti pada tahun 2011, di tahun 2012 nilai impor Indonesia kembali mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Impor yang tercatat pada tahun 2012 sebesar US$ 191.691.001.109. Tahun 2013 nilai impor Indonesia mengalami sedikit penurunan jika dibanding tahun 2012, tercatat nilai impor Indonesia pada tahun 2013 adalah sebesar US$ 186.628.669.880. Aktivitas impor merupakan kegiatan yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 UndangUndang Pajak Panghasilan. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, sebagaimana diatur dalam PMK No. 154/PMK.03/2010. Berdasarkan peraturan yang terdapat dalam PMK No. 154/PMK.03/2010 sebagaimana telah diubah dengan PMK No. 224/PMK.011/2012 terdapat delapan jenis kegiatan yang dikenakan dan dipungut PPh pasal 22 oleh pemerintah. Kegiatan-kegiatan yang dikenakan PPh 22 tersebut adalah PPh pasal 22 impor, PPh pasal 22 Bendahara Pemerintah, PPh pasal 22 BUMN, PPh pasal 22 industri tertentu, PPh pasal 22 Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), PPh pasal 22 Bahan Bakar Minyak (BBM), PPh pasal 22 pedangang pengumpul, dan PPh pasal 22 barang mewah. Peraturan Menteri Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 Keuangan No. 154/PMK.03/2010 sebagaimana telah diubah dengan PMK No. 224/PMK.011/2012 menjelaskan bahwa kegiatan impor barang merupakan kegiatan yang dikenakan PPh Pasal 22, atau lebih sering dikenal dengan PPh pasal 22 impor. Besarnya jumlah Pajak Penghasilan terutang importir ditentukan oleh besarnya nilai impor yang mereka lakukan serta kepemilikian Angka Pengenal Importir (API), jika memiliki API, maka Pajak Penghasilan yang harus importir bayar sebesar 2,5% dari nilai impor. Apabila belum memiliki API maka importir harus membayar Pajak Penghasilan pasal 22 impor sebesar 7,5% dari nilai impor yang mereka lakukan. Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 175/PMK.011/2013 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang pemungutan Pajak Penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Peraturan pemerintah ini mengatur mengenai Pajak Penghasilan pasal 22 impor, PMK Nomor 175/PMK.011/2013 mengatur adanya perubahan tarif yang dikenakan pada barang impor. Besarnya pungutan Pajak Penghasilan pasal 22 atas barang-barang tertentu sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK Nomor 175/PMK.011/2013 dikenakan sebesar 7,5% dari nilai impor baik importir yang memiliki API maupun importir yang tidak memiliki API. Selain barang-barang tertentu sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan tersebut berlaku normal atau tidak ada perubahan. Perubahan tarif impor sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Keuangan No 175/PMK.011/2013 menjadi menarik untuk dibahas dan diteliti. Keputusan pemerintah menaikan tarif impor untuk beberapa barang yang tercantum pada lampiran PMK No 175/PMK.011/2013 tentunya berdasarkan beberapa alasan yang melatarbelakangi adanya kebijakan tersebut. Latar belakang Pemerintah Indonesia mengesahkan Peraturan Menteri Keuangan terkait kenaikan tarif PPh Pasal 22 impor merupakan topik yang menarik untuk dibahas dan diteliti. Tinjauan Teoritis Dalam penelitian ini, terdapat beberapa konsep yang membentuk kerangka berpikir yaitu konsep kebijakan publik, formulasi kebijakan publik, kebijakan fiskal, kebijakan pajak, fungsi pajak. Berkaitan dengan kebijakan publik, Edward III dan Sharkansy dalam Widodo (15) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang pemerintah lakukan dan tidak lakukan, Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 kebijakan publik adalah tujuan dari program pemerintah. Dalam membuat sebuah kebijakan publik, pemerintah harus melalui proses-proses sebuah kebijakan publik. Proses kebijakan publik dimulai dari formulasi kebijakan publik. Theodolou dan Kofinis (131-132) menyatakan bahwa formulasi kebijakan merupakan pengembangan perbaikan-perbaikan yang berhubungan dengan masalah tertentu atau isu tertentu di dalam agenda institusional. Formulasi kebijakan dilaksanakan sebelum undang-undang diundangkan dan secara teoritis berakhir setelah kebijakan diimplementasikan. Formulasi kebijakan public memiliki tahap-tahap yang harus dilalui, Patton dan Savicky dalam Nugroho (543-544) menyatakan bahwa tahap-tahap proses formulasi ada 6 yaitu mendefinisikan dan mendetailkan masalah, menciptakan kriteria evaluasi, mengidentifikasi alternatif, mengevaluasi alternatif, menyajikan alternatif kebijakan, dan memonitor kebijakan. Keenam tahap tersebut penting dalam penelitian ini karena merupakan konsep yang digunakan dalam analisis penelitian ini. Kebijakan publik merupakan payung besar dari kebijakan-kebijakan yang lain salah satunya adalah kebijakan fiskal dan kebijakan pajak. Kebijakan fiskal menurut Mansury (1-2) adalah sebuah kebijakan untuk mempengaruhi produksi masyarakat, kesempatan kerja, dan inflasi dengan mempergunakan instrumen pemungutan pajak dan pengeluaran belanja negara. Kebijakan fiskal berkorelasi secara langsung dengan kebijakan pajak, Mansury (6) menyatakan bahwa Kebijakan pajak adalah bagian dari kebijakan fiskal, karena instrumen kebijakan fiskal adalah pajak (tax policy) dan pengeluaran (expenditure policy). Pajak dipungut dengan tujuan utama untuk mengumpulkan sumber daya dari masyarakat guna dapat membiayai barang-barang yang diperlukan seluruh masyarakat dan jasa-jasa pemerintah yang sangat diperlukan seluruh masyarakat. Kebijakan pajak yang diambil oleh pemerintah seringkali mempertimbangkan fungsi-fungsi pajak yang ada. Fungsi pajak secara umum menurut Nurmantu (1-2) ada 2 yaitu fungsi budgeter dan regulerend, namun Sommerfeld, Anderson, dan Brock sebagaimana dikutip oleh Rosdiana dan Irianto (45) menyebutkan bahwa ada lima fungsi pajak yaitu raising revenues, economic price stability, economic growth and full employment, economic development, and wealth redistribution. Konsep-konsep tersebut yang membentuk kerangka pemikiran sehingga alur pada penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi dasar pertimbangan pemerintah dalam membuat kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor dan proses formulasi kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor. Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 Metode Penelitian Pendekatan penelitian ini tergolong pendekatan kualitatif yang menurut Creswell (21) merupakan penelitian dimana sering terbentuk sebuah klaim-klaim atas pengetahuan yang utamanya didasarkan pada perspektif konstruktivis (misal, beberapa makna dari pengalaman individu yang dibangun secara makna sosial dan historis, dengan tujuan untuk mengembangkan suatu teori atau pola) atau advokasi/perspektif partisipatif (misal, politik, berorientasi-masalah, kolaboratif, atau berorientasi-perubahan) atau keduanya. Berdasarkan pada tujuannya, penelitian ini bersifat deskriptif dengan manfaat yang bersifat murni tanpa ada sponsor dari pihak manapun. Penelitian ini dilakukan sejak Januari hingga Juni 2014. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui wawancara mendalam yang terdiri dari Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Pajak, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia, serta Akademisi. Teknik pengolahan data dan analisis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, dimana peneliti menggolongkan dan mempersiapkan data-data yang ingin dianalisis dan yang tidak, kemudian data yang sesuai dengan masalah penelitian kemudian disajikan dalam bentuk kutipan-kutipan langsung atau penjelasan hasil wawancara dengan informan penelitian. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian ini dimulai dari dasar pertimbangan yang diambil oleh pemerintah berdasarkan fungsi pajak yang ada. Penelitian ini akan menjelaskan fungsi pajak manakah yang menjadi prioritas bagi pemerintah dengan adanya kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor. Penelitian ini juga akan menjelaskan bagaimana proses formulasi kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor yang dilakukan oleh pemerintah. Dasar Pertimbangan Pemberlakuan Kebijakan Kenaikan Tarif PPh 22 Impor Terdapat beberapa hal penting yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui dasar pertimbangan yang lebih diutamakan oleh pemerintah dalam pengesahan kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor. a. Dasar penyebab kebijakan kenaikan PPh 22 Impor. Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Sidik selaku Kepala Sub Bidang Evaluasi Kebijakan Kepabeanan, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, dapat Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 diketahui bahwa yang menjadi dasar penyebab dari kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor adalah defisit nya neraca perdagangan Indonesia pada awal tahun 2013 yang sudah terlihat pada akhir tahun 2012 dan jika dibiarkan maka dapat membahayakan perekonomian Indonesia. Dasar penyebab atau permasalahan yang terjadi di Indonesia sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan PPh 22 impor tersebut adalah kondisi trial balance Indonesia yang defisit pada tahun 2013, hal tersebut dinilai berbahaya oleh pemerintah karena belum pernah terjadi sejak tahun 2003 dan jika dibiarkan akan berbahaya bagi perekonomian Indonesia. b. Tujuan pemerintah dalam mengesahkan kebijakan kenaikan PPh 22 impor Sidik selaku Kepala Sub Bidang Evaluasi Kebijakan Kepabeanan, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah lewat kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor adalah untuk mengurangi jumlah konsumsi masyarakat akan produk-produk impor yang sebenarnya tidak terlalu penting jika tidak diimpor oleh Indonesia. Pernyataan tersebut secara tersirat menyatakan bahwa kenaikan tarif PPh 22 impor dipakai oleh pemerintah untuk mengurangi konsumsi barang-barang impor sehingga jumlah barang impor akan berkurang dan nilai impor Indonesia juga ikut mengalami penurunan. Tujuan ini sesuai dengan dasar penyebab pemerintah Indonesia mengesahkan kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor yaitu kondisi neraca perdagangan Indonesia yang defisit. Kenaikan tarif PPh 22 impor ini diciptakan agar dapat menekan nilai impor dengan cara mengurangi konsumsi barang-barang impor sehingga jumlah barang impor di Indonesia dapat berkurang sehingga nilai impor Indonesia tidak semakin mengalami kenaikan. c. Dasar Pertimbangan yang Tercantum Dalam PMK No. 175/PMK.011/2013 Pertimbangan yang dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor dapat kita lihat langsung dalam PMK No. 175/PMK.011/2013. Dalam PMK tersebut dicantumkan pertimbangan yang dilakukan oleh pemerintah yang terdapat dalam bagian pembuka PMK No. 175/PMK.011/2013. Bagian pembuka pada poin b dalam PMK No. 175/PMK.011/2013 tersebut menjelaskan apa yang menjadi pertimbangan dari pemerintah Indonesia dalam kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor. Kondisi perekonomian Indonesia khususnya bagian impor menjadi pertimbangan khusus pemerintah Indonesia dalam menetapkan kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor. Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 Berdasarkan ketiga acuan yang telah dipaparkan di atas, dapat terlihat secara jelas bahwa fungsi pajak yang lebih dominan dan menjadi dasar pertimbangan utama dalam penentuan kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor adalah fungsi regulerend pajak. Mansury mengatakan bahwa fungsi reguleren pajak berfungsi sebagai upaya pemerintah untuk turut mengatur, Mansury menambahkan bahwa fungsi reguleren sering digunakan oleh pemerintah untuk mengatur kebiasaan dan perilaku masyarakatnya yang dinilai kurang baik. Kebijakan kenaikan PPh 22 impor merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur perilaku masyarakat Indonesia yang cenderung lebih memilih menggunakan barang impor dibandingkan dengan barang lokal. Akibat kebiasaan tersebut nilai impor Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan sehingga neraca perdagangan Indonesia menjadi defisit. Kondisi tersebut dapat merugikan Indonesia karena dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia. Upaya pemerintah dalam merubah perilaku masyarakat sehingga berpaling dari produk impor ke produk lokal dengan cara menaikan tarif PPh 22 impor sehingga harga produk impor naik. Kenaikan tarif PPh 22 impor memang secara otomatis dapat menaikan penerimaan Negara dari PPh 22 impor, namun kenaikan tarif PPh 22 impor ini bukan merupakan tujuan utama dibentuknya kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor karena jumlah barang impor yang dikenakan kenaikan tarif PPh 22 impor hanya sebanyak 502 barang atau hanya sekitar 7% dari total produk impor yang masuk ke Indonesia. Berdasarkan jumlah tersebut maka nilai penerimaan Negara yang berasal dari kenaikan tarif PPh 22 impor tidak akan terlalu besar dan signifikan kepada penerimaan Negara. Suwardi, selaku Kepala Subbidang Evaluasi Kebijakan Pajak dan PNBP, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan menyatakan bahwa kenaikan tarif PPh 22 impor diperkirakan hanya akan menyumbang ke penerimaan Negara sebesar 7 Trilyun. Jika dilihat dari jumlah penerimaan yang akan diterima pemerintah maka fungsi budgeter tidaklah terlalu dominan didalam kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor. Kenaikan tarif PPh 22 impor juga berdampak terhadap penyediaan lapangan pekerjaan jika dilihat dari fungsi pajak sebagai fungsi pajak sebagai instrument penyedia lapangan pekerjaan, namun fungsi pajak tersebut hanyalah sebagai dampak lain yang dihasilkan oleh fungsi regulerend pajak dalam kebijakan kenaikan PPh 22 impor. Fungsi pajak sebagai instrumen pembangunan ekonomi berkorelasi secara langsung dengan fungsi reguleren, karena kedua baik fungsi reguleren pajak maupun fungsi instrumen pembangunan ekonomi mengatur dan memberikan dampak yang sama terhadap perilaku ekonomi masyarakat. Fungsi pajak sebagai instrumen pembangunan ekonomi Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 mungkin dapat dikatakan sebagai fungsi reguleren pemerintah di dalam aktivitas perekonomian Negara sehingga kedua fungsi tersebut memiliki korelasi satu dengan yang lain. Proses Formulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor Formulasi kebijakan memiliki beberapa tahap yang harus dilewati agar pada akhirnya formulasi kebijakan dapat menghasilkan output yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Tahapan-tahapan yang disampaikan oleh Patton and Savicky merupakan tahapan-tahapan formulasi kebijakan publik yang baik dan benar, namun seringkali apa yang telah dirumuskan oleh para ahli kebijakan publik tidak selalu diimplementasikan dengan baik dan benar dalam dunia nyata. Pemerintah sering kali mengabaikan teori-teori formulasi kebijakan dan melakukan proses formulasi kebijakan tidak sesuai dengan teori-teori yang ada. Berikut ini adalah proses formulasi kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor jika dikaji berdasarkan tahapan proses formulasi kebijakan publik. a. Mendefinisikan, Verifikasi, dan Mendetailkan Permasalahan Kebijakan Tahap pertama dalam proses formulasi kebijakan adalah mendefinisikan dan mendetailkan permasalahan apa yang terjadi di masyarakat. Masalah yang ada dalam masyarakat menjadi hal yang harus diidentifikasikan dan diberikan penyelesaian. Setiap departemen yang terkait dalam proses penentuan masalah harus dilakukan dengan identifikasi secara tepat. Dalam penyelesaian masalah tersebut harus memperhitungkan kondisi yang ada dan berbagai sarana yang akan menciptakan rumusan yang mudah untuk dilaksanakan serta tercapainya tujuan yang diharapkan. Tahap mendefinisikan dan mendetailkan permasalahan merupakan tahap yang penting dalam sebuah kebijakan, karena dengan mengetahui permasalahan yang terjadi secara jelas dan detail pembuat kebijakan dapat menentukan kebijakan yang tepat sesuai dengan permasalahan yang ada. Kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor yang tercantum dalam PMK 175/PMK.011/2013 ini terbentuk atas permintaan dari Wakil Menteri Keuangan kepada pihak BKF untuk melakukan kajian terkait kondisi neraca perdagangan Indonesia. Kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor dikarenakan kondisi perdagangan Indonesia yang pada tahun 2012 dan 2013 mengalami defisit akibat tingginya nilai impor Indonesia. Defisitnya neraca perdagangan Indonesia sebagai permasalahan yang melatarbelakangi dibentuknya kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor. Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 b. Membuat Kriteria Evaluasi Setelah mendefinisikan, verifikasi, dan mendetailkan permasalahan kebijakan, maka tahap selanjutnya yang harus dilakukan oleh pembuat kebijakan adalah menentukan kriteria evaluasi. Menurut Patton dan Savicki kriteria evaluasi penting untuk dibuat selama proses formulasi, agar pemerintah memahami apa yang menjadi tujuan kebijakan dan apakah kebijakan tersebut telah sesuai dengan tujuan kebijakan yang hendak dicapai. Kriteria-kriteria evaluasi yang ditentukan oleh pemerintah bisa bermacam-macam bentuknya, jika mengacu pada criteria evaluasi yang dikemukakan oleh Patton dan Savicki maka terdapat 8 kriteria yang umumnya dipakai oleh policy maker agar pemerintah memahami apa yang menjadi tujuan kebijakan dan apakah kebijakan tersebut telah sesuai dengan tujuan kebijakan yang hendak dicapai. Kriteria-kriteria evaluasi tersebut adalah free market model, costs, benefits, standing, eksternality, elastisitas, marginal analysis, and equity. Dalam menentukan kebijakan yang ingin dibentuk, pemerintah selaku policy maker tidak menggunakan seluruh Kriteria evaluasi sebagaimana dijelaskan oleh Patton dan Savicky. Dalam proses pembuatan kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor, pemerintah menggunakan kriteria manfaat dan eksternalitas sebagai kriteria evaluasi kebijakan. Kriteria Manfaat merupakan kriteria yang berkenaan dengan peluang untuk tercapainya tujuan kebijakan. Kriteria keuntungan dapat diartikan juga bahwa dengan adanya kebijakan ini maka masyarakat luas akan mendapatkan manfaat. Manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat bukan hanya perbaikan neraca perdagangan Indonesia tetapi juga perubahan perilaku masyarakat Indonesia yang lebih memilih produk impor dibanding dengan produk lokal, dengan adanya kebijakan kenaikan PPh 22 impor diharapkan masyarakat lebih memilih produk lokal sehingga industry-industri dalam negeri dapat berkembang. Perubahan perilaku para konsumen di Indonesia dan dampak yang dirasakan oleh industri lokal merupakan kriteria keuntungan yang ditentukan oleh pemerintah sebagai salah satu kriteria evaluasi. Kriteria berkutnya yang ditentukan oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan adalah eksternalitas. Sebuah kebijakan publik sering kali memberikan dampak pada sektor lainnya yang bukan menjadi perhatian utama dalam sebuah kebijakan, namun jika sebuah kebijakan dapat memberikan dampak yang positif kepada sektor lainnya maka kebijakan tersebut dapat dinyatakan sebagai kebijakan yang baik. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan menentukan faktor eksternalitas sebagai salah satu kriteria evaluasi dalam kebijakan kenaikan PPh 22 Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 impor. Kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor merupakan kebijakan yang dibuat untuk dapat menekan nilai impor sehingga tidak membebani neraca perdagangan Indonesia, dampak lain yang dapat ditimbulkan oleh karena kenaikan tarif PPh 22 impor ini adalah penyediaan lapangan kerja bagi tenaga kerja Indonesia. c. Mengidentifikasi Alternatif Tahapan selanjutnya dalam proses formulasi kebijakan publik adalah mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan yang tepat. Sebelum mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan yang dapat diambil, pembuat kebijakan harus mendetailkan kebijakan-kebijakan apa saja yang mungkin dapat diambil untuk dapat menyelesaikan permasalahan. Ada 3 alternatif kebijakan yang dapat didigunakan untuk dapat menghambat masuknya barang impor ke Indonesia yaitu dengan Bea Masuk, PPN Impor, dan PPh Impor. Guna memperoleh pilihan kebijakan yang tepat maka pemerintah mengidentifikasi ketiga alternatif tersebut menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh Walker. Kriteria-kriteria tersebut adalah biaya, keberlanjutan, resiko, penyampaian, dan kecocokan. Ketiga alternatif kebijakan tersebut diidentifikasi satu persatu menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh Walker tersebut dan kemudian dipilihlah satu kebijakan yang paling baik untuk dilaksanakan dan diimplementasikan. - Biaya Kriteria ini merupakan kriteria yang berkaitan dengan efektifitas biaya. Semakin kecil biaya yang dibutuhkan bagi pemerintah untuk menjalankan sebuah kebijakan baru maka semakin baik kebijakan tersebut. Seringkali pemerintah memilih alternatif kebijakan dengan biaya paling murah karena dianggap dengan biaya murah maka beban pemerintah tidak bertambah dengan adanya kebijakan baru. Bila ketiga alternatif kebijakan dinilai menggunakan kriteria biaya maka hanya kebijakan menaikan tarif Bea Masuk yang membutuhkan biaya ekstra dibanding dengan kenaikan tarif PPN Impor dan PPh Impor. Kenaikan tarif bea masuk Indonesia dianggap membutuhkan biaya yang lebih karena dengan naiknya tarif bea masuk Indonesia maka akan semakin banyak yang menggunakan tarif preferensi dibandingkan dengan tarif bea masuk umum yang dikenakan kepada seluruh Negara. Tarif preferensi adalah tarif khusus yang telah ditentukan sebelumnya karena adanya perjanjian antar dua Negara. Kenaikan tarif bea masuk Indonesia secara umum dapat Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 mengakibatkan importir berusaha menggunakan tarif preferensi dibanding dengan tarif umum. Upaya importir untuk menggunakan tarif preferensi inilah yang harus menjadi focus utama pemerintah karena banyak importir yang berusaha menggunakan tarif preferensi sebuah Negara padahal produk tersebut bukan berasal dari Negara tersebut. Kasus tersebut banyak ditemukan di perdagangan internasional, pedagang melakukan penipuan terkait asal dari barang tersebut sehingga mendapatkan tarif preferensi, sebagai contoh barang x adalah barang yang berasal dari Negara Jerman yang tidak memiliki tarif preferensi dengan Indonesia tetapi pedagang barang x melakukan pemalsuan identitas yang disebut sebagai surat keterangan asal sehingga menyatakan barang tersebut berasal dari Negara Tiongkok yang memiliki tarif preferensi dengan Indonesia. Usaha-usaha penghindaran tarif tersebutlah yang menjadi perhatian khusus dari pemerintah Indonesia dalam hal ini DJBC selaku pihak yang berwenang. Diperlukan kelembagaan yang kuat dari DJBC untuk dapat bertindak sebagai gerbang masuknya barang-barang impor agar membayar tarif sesuai dengan ketentuan. Kelembagaan yang kuat untuk dapat mengetahui dan menindak pelanggaran-pelanggaran terkait dengan pemalsuan surat keterangan asal dan penggunaan tarif membutuhkan proses dan dana yang besar karena untuk melakukan verifikasi dan investigasi tentang surat keterangan asal tersebut hanya dapat dilaksanakan di Negara tersebut. Proses verifikasi dan investigasi tersebut tentunya membutuhkan anggaran dana yang tidak sedikit. - Keberlanjutan. Kriteria ini berkaitan dengan probabilita jalannya kebijakan secara berkelanjutan. Kriteria ini membahas kemungkinan sebuah kebijakan dapat tetap dijalankan secara berkelanjutan di masa yang akan dating. Berdasarkan kriteria ini maka kebijakan kenaikan bea masuk merupakan kebijakan yang paling tepat untuk dilaksanakan oleh pemerintah karena seiring dengan kenaikan tarif bea masuk dibutuhkan penguatan kelembagaan di DJBC sebagai gerbang masuk produk-produk luar negeri. Kebijakan kenaikan tarif bea masuk harus diiringi dengan penguatan kelembagaan di DJBC jika ingin kebijakan tersebut berjalan maksimal. Kenaikan tarif bea masuk juga dapat berfungsi sebagai stimulus bagi Negara lain untuk melakukan perjanjian perdagangan dengan Indonesia. Kenaikan tarif bea masuk membuat Negara-negara lain lebih memilih melakukan perjanjian perdagangan dengan Indonesia agar produk-produk mereka bisa memasuki wilayah Indonesia dengan tarif yang Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan tarif umum yang akan dikenakan kenaikan oleh pemerintah Indonesia. Semakin banyaknya perjanjian-perjanjian perdagangan ini membuat DJBC selaku pihak yang berwenang harus bekerja ekstra, sehingga dibutuhkan kelembagaan yang kuat di dalam tubuh DJBC. Sementara itu kebijakan kenaikan tarif PPh impor dinilai bukanlah kebijakan yang dibuat untuk jangka waktu yang panjang. Kebijakan kenaikan PPh 22 impor terjadi akibat neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan kenaikan tarif PPh 22 ini hanyalah sebuah respon dari pemerintah agar kondisi tersebut dapat terselesaikan. Kebijakan kenaikan PPh 22 impor merupakan short term policy dimana kebijakan tersebut dapat diubah kembali apabila neraca perdagangan Indonesia sudah kembali stabil dan perilaku kosumen sudah beralih kepada produk lokal dari produk impor. - Resiko Kriteria ini merupakan kriteria yang berkaitan dengan kemungkinan gagal atau tidak dapat dijalankannya sebuah kebijakan. Kebijakan kenaikan tarif PPN impor merupakan kebijakan yang dinilai memiliki tingkat kemungkinan gagal atau tidak dapat dijalankan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kebijakan kenaikan PPh impor dan bea masuk, karena kenaikan PPN impor harus disertai dengan kenaikan PPN dalam negeri. Kenaikan tarif PPN dalam negeri memang bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan oleh pemerintah Indonesia namun kebijakan tersebut tentunya akan mendapat protes keras dari berbagai pihak karena kenaikan tarif PPN akan mempengaruhi perekonomian dan memberikan beban pajak yang lebih tinggi kepada seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan hal itu maka kenaikan PPN impr sulit untuk dapat diimplementasikan. Sementara itu kebijakan kenaikan tarif bea masuk juga memiliki kemungkinan gagal yang tinggi karena seiring dengan naiknya tarif bea masuk maka penguatan kelembagaan di DJBC harus segera dilaksanakan dan untuk melakukan penguatan kelembagaan tersebut bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan proses yang panjang dan anggaran yang besar untuk dapat menciptakan sebuah kelembagaan yang kuat namun hal tersebut dapat dilakukan jika pemerintah memang bersungguh-sungguh dalam melakukan penguatan kelembagaan di DJBC. Kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor merupakan kebijakan yang memiliki resiko gagal yang paling rendah diantara kebijakan-kebijakan sebelumnya. Penyebab kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor mengalami kegagalan atau tidak berfungsi dengan baik adalah Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 kepemilikan surat keterangan bebas (SKB) atas PPh impor. Banyaknya pengusaha yang memiliki SKB dapat menjadi penyebab gagalnya kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor untuk menekan nilai impor Indonesia karena dengan kepemilikan SKB, seorang pengusaha dapat melakukan impor tanpa harus dikenakan PPh 22 impor. Kemungkinan gagalnya PPh 22 impor yang diakibatkan oleh SKB tersebut dapat diatasi dengan seleksi yang ketat oleh DJP dalam menyetujui permohonan pengajuan SKB - Penularan/Penyampaian Kriteria ini merupakan kriteria yang berkaitan dengan kemudahan sebuah kebijakan untuk dipahami dan disosialisasikan kepada masayarakat luas. Kebijakan kenaikan tarif dalam jenis pajak apapun pada umumnya mudah untuk dipahami dan disosialisakan kepada masyarakat. Kebijakan kenaikan tarif hanya mengatur mengenai penyesuaian tarif atau perubahan tarif, selain perubahan tarif tidak ada hal lainnya yang mengalami perubahan. Berdasarkan kriteria ini kenaikan tarif bea masuk, PPN impor, dan PPh impor tidak mengalami permasalahan yang besar karena perubahan yang terjadi mudah untuk dipahami oleh masyarakat sehingga proses sosialiasinya pun akan mudah dilaksanakan. - Kecocokan Kriteria ini merupakan kriteria yang terkait dengan kecocokan kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang sedang dialami. Permasalahan yang ingin diselesaikan dengan adanya kebijakan baru ini adalah defisitnya neraca perdagangan Indonesia yang disebabkan oleh tingginya nilai impor Indonesia, sehingga dibutuhkan kebijakan yang dapat dengan segera menekan nilai impor sehingga neraca perdagangan Indonesia tidak mengalami defisit. Berdasarkan permasalahan yang ada tersebut, ketiga alternatif kebijakan yaitu kebijakan kenaikan tarif bea masuk, PPN impor, dan PPh impor dapat menekan nilai impor dan menghambat produk luar negeri masuk ke Indonesia. Kebijakan kenaikan PPh 22 impor dinilai lebih cocok untuk mengatasi permasalahan neraca perdagangan Indonesia, karena kebijakan PPh 22 impor dalam waktu yang singkat dapat diimplementasikan oleh pemerintah. Kebijakan kenaikan PPh 22 impor dinilai cocok karena waktu yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut terbilang singkat dan dampak akibat adanya kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor dapat dirasakan dengan waktu yang singkat. Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 d. Mengevaluasi Alternatif Tahapan selanjutnya dalam proses formulasi kebijakan adalah mengevaluasi alternatif-alternatif kebijakan yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya. Tahap evaluasi alternatif kebijakan ini menjadi tahap yang penting karena dalam tahap ini pemerintah mulai menimbang kebijakan mana yang paling tepat untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang dialami. Pemerintah mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang ada menggunakan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu kriteria yang digunakan dalam tahap identifikasi alternatif. Ketiga alternatif kebijakan yang diidentifikasi sebelumnya dievaluasi agar kebijakan yang diambil merupakan kebijakan yang paling tepat dan sesuai untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Berikut ini adalah hasil evaluasi ketiga alternatif kebijakan. - Kebijakan Kenaikan Tarif PPh 22 Impor Kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor merupakan kebijakan yang mengatur kembali besarnya tarif PPh 22 impor. Berdasarkan hasil identifikasi alternatif kebijakan yang telah dikemukakan sebelumnya, kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor merupakan kebijakan yang tepat untuk dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor dinilai tepat karena jika dilihat dari kriteria biaya, maka kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor merupakan kebijakan yang mudah untuk dilaksanakan karena tidak membutuhkan dana atau biaya yang besar dalam proses pengimplementasian nya. Berdasarkan kriteria yang selanjutnya yaitu kriteria keberlanjutan, kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor bukanlah kebijakan yang dibuat untuk jangka waktu panjang atau long term policy melainkan short term policy. Meskipun kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor bukanlah kebijakan yang dibentuk untuk jangka waktu yang panjang dan berkelanjutan tetapi jika pemerintah tetap menggunakan kebijakan ini sebagai salah satu alat untuk menghambat masuknya produk luar ke Indonesia bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan. Sehingga jika melihat dari probabilita jalannya kebijakan secara berkelanjutan maka kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor, maka kebijakan ini bisa dijalankan secara berkelanjutan meskipun pada awalnya kebijakan kenaikan PPh 22 impor merupakan short term policy. Bila dievaluasi dari kriteria resiko kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor memiliki peluang untuk gagal yang paling kecil jika dibandingkan dengan alternatif kebijakan yang lain. Kemungkinan gagal nya kebijakan Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 kenaikan PPh 22 impor dapat terjadi akibat SKB, banyaknya pengusaha yang memiliki SKB dapat membuat kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor merupakan kebijakan yang mudah dipahami oleh masyarakat banyak karena merupakan kebijakan yang menyesuaikan tarif saat ini menjadi tarif baru, karena itu kebijakan kenaikan PPh 22 impor menjadi mudah untuk disosialisasikan karena pada dasarnya kebijakan ini mudah untuk dimengerti oleh masyarakat banyak. Kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor juga dinilai sebagai kebijakan yang paling memiliki kriteria kecocokan karena paling cocok untuk dapat mengatasi permasalahan neraca perdagangan Indonesia. Permasalahan defisitnya neraca perdangangan Indonesia membutuhkan sebuah kebijakan yang murah, mudah, dan dapat dilaksanakan dengan cepat agar neraca perdagangan Indonesia dapat kembali normal. Berdasarkan kriteria kecocokan, kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor merupakan kebijakan yang paling tepat untuk mengatasi masalah dibanding alternatif kebijakan yang lain. - Kebijakan Kenaikan Tarif PPN Impor Kebijakan kenaikan tarif PPN impor merupakan kebijakan yang menguntungkan bagi pemerintah Indonesia. Kebijakan kenaikan tarif PPN tidak berbeda jauh dengan kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor, namun kebijakan kenaikan PPN impor ini dinilai tidak dapat atau sulit untuk dapat dilaksanakan karena apabila pemerintah menaikan tarif PPN impor maka tarif PPN dalam negeri pun akan mengalami kenaikan karena PPN menggunakan tarif flat. Kenaikan tarif PPN dalam negeri ini dinilai sulit untuk dapat terealisasikan karena akan mendapatkan penolakan dari masyarakat luas, sehingga kebijakan kenaikan tarif PPN impor ini tidak dapat memenuhi kriteria resiko. Tingkat kegagalan yang tinggi apabila dijalankan membuat kebijakan kenaikan tarif PPN impor bukanlah alternatif kebijakan yang tepat untuk permasalahan negatif nya neraca perdagangan Indonesia. - Kebijakan Kenaikan Tarif Bea Masuk Kebijakan kenaikan tarif bea masuk merupakan kebijakan yang perlu dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia pada masa yang akan datang. Kebijakan kenaikan tarif bea masuk memenuhi kriteria keberlanjutan, resiko, penularan, dan kecocokan berdasarkan identifikasi alternatif kebijakan yang telah dikemukakan sebelumnya. Kebijakan kenaikan tarif bea masuk Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 hanya tidak memenuhi kriteria biaya dalam kriteria yang telah ditentukan. Kebijakan kenaikan tarif bea masuk membutuhkan biaya dan anggaran yang besar karena seiring dengan kenaikan tarif bea masuk maka diperlukan pula penguatan kelembagaan dalam tubuh DJBC. Dana dan anggaran yang besar dibutuhkan untuk dapat menyokong kerja dan tanggung jawab yang diemban oleh DJBC sebagai “penjaga” gerbang masuknya barang-barang impor ke Indonesia. e. Menyajikan Alternatif Kebijakan Setelah melihat dan menimbang alternatif-alternatif kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah untuk dapat menyelesaikan permasalahan neraca perdagangan Indonesia, maka pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus menentukan kebijakan mana yang akhirnya dipilih untuk dapat menyelesaikan permasalahan neraca perdagangan Indonesia. Kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor menjadi kebijakan yang dipilih oleh pemerintah sebagai upaya pemerintah menstabilkan kembali neraca perdagangan Indonesia. Kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor merupakan kebijakan yang mengatur mengenai adanya perubahan tarif PPh 22 impor bagi para pemilik API. Penyesuaian tarif yang ditentukan oleh pemerintah adalah perubahan besarnya tarif PPh 22 impor yang dikenakan atas para pemilik API yang melakukan impor barang-barang sebagaimana tercantum dalam lampiran PMK No. 175 tahun 2014. Kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor ini secara lebih jelas dan lengkap diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 175/PMK.011/2013 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang pemungutan Pajak Penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan, maka terdapat dua simpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini. Pertama, Pemerintah menggunakan fungsi reguleren pajak sebagai dasar pertimbangan utama dalam merumuskan kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor. Fungsi regulerend pajak menjadi dasar pertimbangan utama pemerintah dalam perumusan kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor dibandingkan dengan fungsi pajak yang lainnya seperti fungsi budgeter. Fungsi reguleren dijadikan sebagai dasar pertimbangan utama karena tujuan Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 pemerintah dalam perumusan kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor adalah untuk menekan nilai impor sehingga tidak membebankan neraca perdagangan Indonesia dengan cara mengatur perilaku konsumsi warga Negara Indonesia. Kedua, Proses formulasi kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor memenuhi tahap-tahap kebijakan publik sebagaimana teori yang menjadi landasan pemikiran dalam penelitian ini. Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh BKF telah melakukan tahapan-tahapan formulasi, meskipun telah memenuhi tahapan-tahapan tersebut proses formulasi kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor ini. Saran Saran yang dapat peneliti berikan terkait kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor antara lain: 1. Dalam proses kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor, sebaiknya BKF sebagai aktor utama dalam formulasi kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor ini melibatkan semua pihak yang terkait secara aktif, seperti pihak Kementerian Perdagangan, dan Asosiasi Importir sehingga mendapatkan pertimbangan serta masukan yang tentunya akan menambah pemikiran dalam formulasi kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor. 2. Kebijakan kenaikan tarif PPh 22 impor merupakan kebijakan yang bersifat short term. Pemerintah harus dengan segera memulai kebijakan jangka panjang yang dapat menekan nilai impor Indonesia agar tidak membebani neraca perdagangan Indonesia. Kebijakan yang dapat dilakukan oleh Indonesia adalah dengan menaikan tarif bea masuk yang seiring dengan penguatan kelembagaan di dalam tubuh DJBC. Penguatan kelembagaan tersebut sangat dibutuhkan oleh Indonesia mengingat perdagangan bebas yang semakin berkembang di masa yang akan datang. Referensi Abdul Wahab Solichin. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Penyusunan Model-model implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara, 2012 Arifin, Sjamsul , Rizal A. Djaafara, dan Aida S. Budiman. Masyarakat Ekonomi Asean 2015 Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008. Brotodihardjo, Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Refika Aditama, 2003. Creswel, John W. Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches, London: SAGE Publikations, 1994 Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2003 Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 Dwidjowijoto, Riant N. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2002 Dwijowijoto, Riant Nugroho. Kebijakan Publik: Formulasi Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2002 Fermana Surya. Kebijakan Publik: Sebuah Tinjauan Filosofis, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009 Halwani, Hendra. Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002 Islamy, M. Irfan. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara, 2007 Jhingan, M. L. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1994 Jones, Charles O. Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta:CV. Rajawali, 1991 Lauddin Marsumi. Hukum dan Kebijakan Perpajakan di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2006 Luhulima, et.al. Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015. Jakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Mansury. Kebijakan Perpajakan. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan, 2000 Mardiasmo. Perpajakan (Edisi Revisi). Yogyakarta: Andi, 2004 Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2006 Nawawi, Ismail. Publik Policy Analisis, Strategi Advokasi Teori dan Praktek. Surabaya: CV. Putra Media Nusantara, 2009 Neuman, W. Lawrance. Sosial Research Methods: Qualitatives and Quantitative Approaches (6th Edition). New York: Pearson education Inc, 2006. Nugroho, Riant. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2004 Palumbo, Dennis J. Publik Policy in America, Government ini Action. Florida : Harcout Brace and Company. 1994 Purwito Ali. Kepabeanan dan Cukai:Teori dan Aplikasi, Jakarta: Kajian hukum Fiskal FH UI, 2006 Rahayu, Ani Sri. Pengantar Kebijakan Fiskal, Jakarta: Bumi Aksara, 2010 Rosdiana, Haula dan Irianto, Edi Slamet. Pengantar Ilmu Pajak. Jakarta: Rajawali Pers, 2011. Rosdiana, Haula dan Tarigan, Rasin. Perpajakan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005 Sudirman, I Wayan. Kebijakan Fiskal dan Moneter: Teori dan Empirikal, Jakarta: Kencana, 2011. Suharto. Analisis Kebijakan Publik, Ed Revisi Bandung: Alfabeta. 2008 Theodolou, Stella Z., dan Kofinis, Chris. The Art Of The Game, Understanding American Publik Policy Making. Thomson Learning Inc., Asia, 2004 Vaughan, Roger J. Guidelines For Developing A State Tax Policy, Dalam Michael Barker. State Taxation Policy. Durham, N.C.: Duke Press Policy Studios, 1983 Widodo, Joko. Analisis Kebijakan Publik. Sidoardjo: Bayumedia, 2006. Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014 Analisis formulasi…, Tiopi Roihut Togi Immanuel Sijabat, FISIP UI, 2014