Infosheet No.3 AGUSTUS 2015 Tropenbos International Indonesia Program Bentang Alam Produktif Memperkuat Manajemen Kawasan Warisan Hutan Tropis Sumatra Edi Purwanto Kawasan Warisan Hutan Tropis Sumatra (TRHS, 2.595.124,0 Ha), terdiri dari tiga Taman Nasional terpisah, yaitu: Gunung Leuser (TNGL), Kerinci Seblat (TNKS) dan Bukit Barisan Selatan (TNBBS), dicantumkan dalam daftar Warisan Dunia pada 2004 oleh Komite Warisan Dunia - UNESCO. Ancaman utama terhadap keutuhan TRHS adalah deforestasi, perambahan (hunian liar di lahan hutan negara) dan pembangunan infrastruktur. Ancaman yang terus berlangsung ini menyebabkan dimasukkannya TRHS ke dalam daftar Warisan Dunia Dalam Bahaya oleh Komite Warisan Dunia pada 2011. Para perambah (penghuni liar) dapat dikategorikan kedalam empat tipe: (a) masyarakat asli tanpa lahan, mereka yang telah ada jauh sebelum penetapan Taman; (b) migran lokal, masyarakat asli di dalam kabupaten atau provinsi yang sama yang berpindah setelah penetapan Taman; (c) imigran Jawa, digagas oleh pemerintah kolonial Belanda sejak 1905, kemudian disponsori pemerintah dan migran spontan yang sudah tinggal di sekitar Taman sebelum dan sesudah penetapan Taman. (d) Oportunis licik, mereka adalah pengusaha, spekulan tanah, politisi berpengaruh atau memiliki jaringan luas yang berperan sebagai dalang yang menarik dan mem-back-up perambah untuk mengamankan bisnis atau kepentingan mereka. Berdasarkan studi UNESCO-Tropenbos, hampir 10% kawasan TRHS (247.798 Ha) baru-baru ini telah dirambah terutama digunakan untuk ekspansi pertanian. Perambahan terbesar terjadi di TNKS (130.322 Ha atau 9,4% kawasan Taman), karena bentuknya yang memanjang dan tidak beraturan, sementara lahan yang sesuai untuk pertanian masih melimpah. Diikuti oleh TNBBS (74.988 Ha atau 21% kawasan Taman), terutama disebabkan oleh migrasi besar-besaran di sekitar perbatasan Taman yang dipicu oleh tingginya harga kopi Robusta sepanjang era 1990an, sedangkan yang terakhir adalah TNGL (42.488 Ha atau 5,0% dari Taman), terhambat oleh dominannya kelerengan yang curam. Perambahan utama terjadi di lahan datar Besitang (25.000 Ha), di Langkat, Sumatra Utara. Untuk mengatasi masalah perambahan, serangkaian rekomendasi upaya telah diajukan oleh para pakar konservasi yang dapat dikategorikan kedalam tiga rekomendasi: penguatan tata kelola Taman, manajemen berbasis bentang alam terintegrasi, dan membangun penyangga sosial di sepanjang batas Taman yang kritis. Nyatanya, rekomendasi-rekomendasi tersebut telah diakui secara luas, dan direalisasikan oleh para manajer Taman, namun mereka tidak memiliki kekuasaan untuk mengimplementasikan. Ini bisa ditelusuri melalui pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang manajemen berikut: apakah struktur organisasi Taman (jumlah divisi, seksi, resort) didesain dan disesuaikan untuk mengatasi tantangan khusus yang mereka hadapi; apakah jumlah dan kualitas manajer Taman dan staf teknis cukup untuk menghadapi beragam tantangan itu; apakah administrasi Taman, termasuk instrumen peraturan, perencanaan, keuangan, alokasi sumber daya dan sistem-sistem terkait dirancang untuk melakukannya. Pada sistem koordinasi dan pembuatan keputusan apakah manajemen Taman diberdayakan secara tepat untuk berhadapan dengan isu-isu tersebut. Sejauh ini, isu manajemen yang mendasar di atas belum ditentukan berdasarkan tantangan khusus yang dihadapi Taman, tetapi secara seragam diarahkan langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berdasarkan pada asumsi umum, perlakuan tertentu dan distribusi dana yang dipukul rata. Dapat dimengerti jika Manajemen Taman tidak memiliki kekuatan karena sumber daya yang diterima dari Pemerintah Pusat (KLHK) tidak sesuai dengan tantangan sebenarnya. Jelaslah, memperkuat pemberdayaan manajemen Taman harus dilakukan dengan menetapkan aksi strategis dan sumber daya terkait berdasarkan tantangan khusus yang dihadapi Taman. Mengingat sebagian besar masalah Taman berada diluar kewenangan/otoritas manajemen, tata kelola Taman, penegakan hukum dan pengelolaan dapat ditegakkan hanya dengan dukungan politik kuat dari pemerintah pusat. Pemerintah pusat idealnya harus mengulurkan tangan untuk memecahkan masalah perambahan kronis yang sudah berlangsung lama yang disponsori oleh perambah oportunis licik melalui penegakan hukum terintegrasi dan proses peradilan yang melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Upaya-upaya ekstra secara khusus dan investasi diperlukan untuk menegakkan status tiga Taman Nasional sebagai Kawasan Warisan Hutan Tropis Sumatra. Jika tidak, tren yang berlangsung saat ini akan menjadi tak tertahankan, dan sebagian besar TRHS akan segera dikonversi menjadi perkebunan. Infosheet ini merupakan bagian dari materi komunikasi Tropenbos International Indonesia untuk tema program Bentang Alam Produktif, yang diantaranya ditujukan untuk menjawab isu mengenai pembangunan landscape, perencanaan konservasi landscape, mata pencaharian berkelanjutan bagi masyarakat di sekitar hutan, dan penguatan masyarakat berbasis restorasi landscape. Hak cipta: Tropenbos International Indonesia Programme, 2015 Penulis: Dr. Edi Purwanto, Direktur Program Tropenbos International Indonesia Foto-foto: TBI Indonesia Informasi lebih lanjut: Tropenbos International Indonesia Programme Jl. Jend. A. Yani No. 68J Bogor – West Java Telp. 62-251-8316156 Fax. 62-251-8316257 www.tropenbos.org TROPENBOS INTERNATIONAL Indonesia