Infosheet No.1 Agustus 2015 Tropenbos International Indonesia Program Pendekatan Bentang Alam Terintegrasi Mengelola Warisan Hutan Tropis Sumatra Dr. Edi Purwanto Jakarta Post, 25 Mei 2015 Warisan Hutan Tropis Sumatra (TRHS) dicantumkan dalam daftar Warisan Dunia pada 2004 karena keunikan keindahan alamnya, nilai penting habitatnya bagi konservasi spesies endemik, dan peran pentingnya bagi kelangsungan proses ekologi dan biologi dalam ekosistem bentang alam dunia. TRHS terdiri dari tiga Taman Nasional (TN) terpisah; Gunung Leuser, Kerinci Seblat dan Bukit Barisan Selatan. Ketiga TN ini meliputi total kawasan seluas 2,5 juta hektar, sehingga menjadi salah satu kawasan konservasi terbesar di Asia Tenggara. Ancaman utama keutuhan TRHS adalah deforestasi dan perambahan kawasan TN akibat ekspansi pertanian monokultur (kelapa sawit, karet, kopi, dsb.) serta pembangunan infrastruktur. Perambahan seringkali ditambah dengan masalah lain seperti penebangan liar dan perburuan. Hingga pada akhirnya, persoalan telah menjadi berakar karena kepentingan politik dan ekonomi ikut bermain dalam pemanfaatan sumber daya di dalam TN. Ancaman yang terus berlangsung ini menyebabkan dicantumkannya TRHS dalam daftar Warisan Dunia Dalam Bahaya oleh Komite Warisan Dunia/World Heritage Committee pada 2011. Otoritas pengelolaan TN ada pada Pemerintah Pusat; ini kerap memicu persepsi umum yang keliru baik bagi TN maupun bagi pemerintah daerah. Yang terakhir kerap merasa bahwa manajemen TN jelas berada diluar tanggung jawab mereka, sementara TN kerap mengabaikan peran pemerintah Kabupaten dan Provinsi sebagai pemangku kepentingan penting di tingkat daerah. Mereka merasa tidak harus melibatkan partisipasi pemerintah daerah dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi. Dengan menghilangkan peran pemerintah daerah, manajemen TN menjadi eksklusif; ini seperti kerajaan di dalam kerajaan Akibatnya, pemerintah daerah tidak peduli terhadap masalah TN. Mereka bahkan menghargai perambah dengan memberikan hibah, membangun sekolah-sekolah dan berbagai fasilitas umum serta mengakui kawasan perambahan sebagai desa. Di sisi lain dampak pembelahan kabupaten dan pembangunan sepanjang era reformasi telah menyebabkan tingginya permintaan akan lahan bagi pembangunan infrastruktur, kawasan pemukiman, dan lahan pertanian. LO-TBI_August2015-ind.indd 1 10/19/2015 12:37:21 PM Akibat miskinnya visi dalam menghargai alam, mereka seringkali menganggap bahwa keberadaan TN telah menghambat pembangunan daerah. Mereka sering mengeluh bahwa bagian terbesar kabupaten mereka merupakan kawasan TN yang berada diluar akses kekuasaan dan kontrol mereka. Untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah, pemerintah kabupaten menstimulasi investasi berskala besar untuk pemanfaatan sumber daya alam yang menyebabkan adanya tekanan permintaan untuk melepaskan status hutan negara menjadi pemanfaatan lahan bukan hutan (APL). TN telah menggunakan serangkaian strategi untuk menghadapi perambahan: melaksanakan patroli, pengembangan masyarakat, dan restorasi kawasan perambahan. Tidak satupun dari langkah-langkah ini telah sukses, karena kecilnya skala di mana mereka dilaksanakan. Memastikan kehadiran staf TN sebagai upaya efektif dan murah untuk mencegah perambahan pada tahap dini tampaknya sulit diterapkan mengingat terbatasnya insentif bagi staf. Pengelolaan TRHS berbasis pendekatan bentang alam terintegrasi merupakan kunci untuk mengatasi kompetisi klaim atas masalah lahan. Kawasan TN dan pemanfaatan lahan lain seharusnya ditujukan sebagai bentang alam terintegrasi untuk dikelola berdasarkan perencanaan pemanfaatan lahan berkelanjutan, dengan memperhatikan keseimbangan antara aspek-aspek ekosistem alam, sosial budaya, politik dan ekonomi. Untuk mencapai hal itu, manajemen TN seharusnya tidak beroperasi secara terpisah dari agen pembangunan lainnya. Ia harus mengedepankan komunikasi diantara berbagai pemangku kepentingan untuk menyelesaikan perencanaan yang tumpang tindih dan agenda diantara lembaga-lembaga yang berbeda. Untuk mengatasi tekanan kepadatan populasi masyarakat migran atau masyarakat asli di lahan sumberdaya di sekitar TN, TN dapat mengembangkan skema hutan kemasyarakatan atau hutan sosial di Zona Pemanfaatan Khusus TN, selain mengizinkan masyarakat lokal mengumpulkan produk hutan nonkayu dan mengelola jasa lingkungan TN (air, ekoturisme). Perencanaan manajemen TRHS seharusnya tidak dilakukan di unit manajemen TN tetapi di tingkat bentang alam (tingkat provinsi), ini menyiratkan perlunya kerja kolaboratif dengan pemerintah terkait di tingkat daerah yang erat hubungannya dengan prinsip manajemen ecoregion seperti diamanatkan oleh Undang-undang No.32/1999 tentang tata kelola daerah. Infosheet ini merupakan bagian dari materi komunikasi Tropenbos International Indonesia untuk program Mengarusutamakan Pendekatan Bentang Alam, yang diantaranya ditujukan untuk menjawab isu mengenai pembangunan landscape, perencanaan konservasi landscape, mata pencaharian berkelanjutan bagi masyarakat di sekitar hutan, dan penguatan masyarakat berbasis restorasi landscape. Hak cipta: Tropenbos International Indonesia Programme, 2015 Penulis: Dr. Edi Purwanto, Direktur Program Tropenbos International Indonesia Foto-foto: TBI Indonesia Informasi lebih lanjut: Tropenbos International Indonesia Programme Jl. Jend. A. Yani No. 68J Bogor – West Java Telp. 62-251-8316156 Fax. 62-251-8316257 www.tropenbos.org TROPENBOS INTERNATIONAL Indonesia LO-TBI_August2015-ind.indd 2 10/19/2015 12:37:23 PM