Pharmacokinetics Of Rifampicin Due To Pre-Treatment Of Mangosteen Skin Juice (Garcinia Mangostana L.) On Male Wistar Rats Dimas Adhi Pradana, Farida Hayati, Praptiwi Prodi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Penetahuan Alam Universitas Islam Indonesia email : [email protected] Abstract Aim of this study was to determine the effect of pre-treatment of mangosteen rind juice on the pharmacokinetics of rifampicin on white male Wistar rats . Rats (10) devided into 2 groups , each group consisted of 5 rats. Group I rats were given a dose of rifampicin 50 mg / kg body weight as the control group . Group II rats were given pre-treatment mangosteen rind juice 200 mg / kg for 7 days and then on day 8 were given rifampicin 50 mg / kg and mangosteen rind juice 200 mg / kg as the treatment group. On the hour to 0,25; 0,5; 1 ; 1,5 ; 2; 3 ; 4; 6; 8 ; 10 ; 12 and 24 blood sample was taken and then determined the rifampicin plasma levels by HPLC . The results obtained made curve rifampicin levels in the blood versus time. Pharmacokinetic rifampicin determined as AUC 0 - ∞ , AUMC0-∞ , and MRT. The results showed that pre-treatment mangosteen rind juice did not have a significant effect on the pharmacokinetics of rifampicin- based parameters AUC 0 - ∞ , AUMC0-∞ , and MRT. Keywords : pharmacokinetics , mangosteen rind , rifampicin . Farmakokinetika Rifampisin Akibat Praperlakuan Jus Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Pada Tikus Wistar Jantan Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh praperlakuan jus kulit manggis terhadap profil farmakokinetika rifampisin pada tikus Wistar jantan. Hewan uji terdiri dari 2 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok I, tikus diberi rifampisin dengan dosis 50 mg/kg BB sebagai kelompok kontrol. Kelompok II tikus diberi praperlakuan jus kulit manggis 200 mg/kg BB selama 7 hari kemudian pada hari ke-8 diberi rifampisin 50 mg/kg BB sebagai kelompok perlakuan bersama jus kulit manggis 200 mg/kg BB . Pada jam ke 0,25; 0,5; 1; 1,5; 2; 3; 4; 6; 8; 10; 12; dan 24 diambil sampel darah kemudian ditetapkan kadar rifampisin dalam sampel darah dengan HPLC. Hasil yang diperoleh dibuat kurva kadar rifampisin dalam plasma terhadap waktu kemudian ditentukan nilai parameter farmakokinetik rifampisin seperti AUC 0-∞, AUMC0-∞, dan MRT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian praperlakuan jus kulit manggis tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap farmakokinetika rifampisin berdasarkan parameter AUC 0-∞, AUMC0-∞, dan MRT . Kata kunci : farmakokinetika, kulit manggis, rifampisin. PENDAHULUAN Profil farmakokinetika suatu obat dapat berubah oleh adanya obat lain, obat herbal bahkan makanan dan minuman yang terkadang kurang mendapatkan perhatian (1). Hal tersebut dapat disebabkan karena terjadinya interaksi farmakokinetika yang dapat merubah profil absorbsi, distribusi, metabolisme dan eksresi dari suatu obat(2). Salah satu contoh obat yang dilaporkan banyak mengalami interaksi obat adalah Rifampisin. Rifampisin merupakan obat lini pertama yang berguna dalam pengobatan TB(3). Rifampisin merupakan obat yang bersifat autoinducer, hal ini dikarenakan rifampisin merupakan substrat CYP 3A4 sekaligus sebagai induktor kuat CYP 3A4 (4). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa makanan dan minuman dapat mempengaruhi profil farmakokinetika rifampisin. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pemberian brokoli satu kali sehari selama 7 hari sebelum pemberian rifampisin dapat mempengaruhi farmakokinetika rifampisin pada tikus putih betina galur Sprague Dawley, yaitu berupa peningkatan nilai ClT dan penurunan harga Cmak (5). Penelitian lain menunjukkan bahwa sirup temulawak dosis tunggal 2,7 mL/kgBB yang diberikan satu jam sebelum penggunaan rifampisin dapat meningkatkan nilai Vd dan menurunkan nilai Cmaks rifampisin pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley(6). Penelitian lain menunjukkan bahwa senyawa flavonoid merupakan inhibitor terhadap enzim CYP 3A4(7). Selain itu rifampisin dapat meransang enzim mikrosom, sehingga dapat menginaktifkan obat terentu serta mampu melintasi plasenta, sawar darah otak dan mendifusikan obat tertentu kedalam hati (8) Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan bagian dari buah manggis yang mempunyai aktivitas antituberkulosis karena kandungan senyawa α- dan β-Mangostins serta garcinone B(9). Studi eksperimental dari ekstrak kulit buah manggis menunjukkan aktivitas antioksidan, antitumor, antialergi, antiinflamasi, antibakteri dan antiviral (10). Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan ekstrak kulit buah manggis positif terhadap uji flavonoid dan polifenol. Senyawa indol, senyawa flavon, dan isotiosianat dapat berperan sebagai induktor atau inhibitor sistem enzim biotransformasi obat fase I atau II (11). Mangostenon merupakan senyawa flavon yang terdapat pada buah manggis (Garcinia mangostana) dan memiliki aktivitas protease inhibitor(12). Protease inhibitor dapat menurunkan efek ataupun kadar rifampisin dalam darah(13). Kulit buah manggis juga mengandung senyawa xanthon yang terbukti dapat meningkatkan level antioksidan dalam darah sehingga mampu mencegah penuaan dan beberapa penyakit kronis(14). Oleh karena aktivitas kulit manggis sebagai antituberkulosis maka sangat memungkinkan digunakan secara bersamaan dengan rifampisin yang merupakan first choice dalam terapi tuberculosis. Berdasarkan hal tersebut telah dilakukan penelitian untuk menggali lebih jauh ada tidaknya interaksi yang terjadi antara rifampisin yang diberikan bersamaan dengan jus kulit manggis terutama karena aktivitas induksi atau inhibisi dari kulit manggis. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka dilakukanlah penelitian pra perlakuan jus kulit manggis terhadap farmakokinetika rifampisin. METODE PENELITIAN ALAT Alat – alat yang digunakan alat-alat gelas seperti kaca arloji, gelas beker, gelas ukur, labu ukur, erlenmeyer, dan batang pengaduk, timbangan elektrik, stopwatch, spatula, pipet volume, pipet ukur, mikropipet, spuit injeksi 1-5 mL, flacon, jarum oral, ependorf, sentrifuge Hanil MF 80, vortex type 16700 mixer dan seperangkat alat spekrofotometer Shimadzu UV-Vis 1800, HPLC Water e2695, detektor UV 2487 pada 244,6 nm, kolom Sunfire C18 (5 µm) 4,6 x 150 mm, injektor SM7, perangkat lunak Empower (versi 2.0, Waters Corporation). BAHAN Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah manggis (Garcinia mangostana L.) yang diperoleh dari daerah Tempel; rifampisin serbuk mutu farmasetis dari PT.Sanbefarma, Kalium dihidrogen fosfat (kualitas analisis, Merck), asetonitril (kualitas ultra gradient solvent untuk HPLC, J.T. Baker), metanol (kualitas solvent untuk HPLC, J.T.Baker), asam askorbat (kualitas analisis, Merck), heparin sodium (Inviclot® dari PT. Pratapa Nirmala), asam ortofosfat (Merck) dan akuabidestilata (PT. Ikapharmindo Putramas). Hewan uji dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang diperoleh dari LPPT (Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu) UGM, berat badan tikus 180-250 g dan berumur 2-3 bulan. CARA KERJA Penetapan kadar rifampisin dalam darah Penetapan kadar rifampisin dalam darah dilakukan dengan HPLC mengikuti metode Kumar (2004) dengan modifikasi dari peneliti. Pada metode tersebut proses sentrifuge dilakukan selama 5 menit dengan kecepatan 10.000 rpm, karena keterbatasan alat maka proses sentrifuge pada penelitian ini dilakukan selama 30 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Analisis kadar rifampisin dalam darah dilakukan dengan menggunakan HPLC metode fase terbalik (fase gerak bersifat polar dan fase diam bersifat non polar), menggunakan kolom ODS C18. Sebanyak 200 μl plasma dipipet ke flacon kemudian tambahkan 400 μl asetonitril, vortex selama 1 menit dan disentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan 4.000 rpm. Diambil beningannya dan dimasukkan kedalam vial injektor lalu diinjeksikan ke HPLC sebanyak 20 μl secara auto injeksi. Fase gerak yang digunakan adalah 0,05 M buffer fosfat (pH 2,6) : asetonitril (55:45 v/v) dengan laju alir 1,2 ml/menit pada panjang gelombang 244,6 nm(15). Uji pendahuluan a. Optimasi metode analisis 1). Penetapan panjang gelombang maksimum Rifampisin dilarutkan dalam fase gerak 0,05 M buffer fosfat : asetonitril (55:45 v/v) dengan kadar 20 μg/ml kemudian di baca pada spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang pada range 200-400 nm (15). 2). Penetapan waktu retensi dan selektivitas rifampisin Rifampisin murni dilarutkan dalam metanol hingga konsentrasi 5 μg/ml. Hasil larutan dimasukkan dalam vial injektor, diambil secara autoinjeksi dalam jumlah 20 μL ke dalam HPLC dengan menggunakan kolom C18, fase gerak 0,05 M buffer fosfat : asetonitril (55:45 v/v) dengan laju alir 1,2 ml/menit dan panjang gelombang maksimum yang sudah didapatkan sebelumnya, kemudian ditetapkan waktu retensi dan selektivitas rifampisin (15). 3). Penetapan persamaan kurva baku rifampisin dalam darah Dibuat larutan stok rifampisin dengan cara melarutkan 10 mg rifampisin dalam 10 ml metanol dan ditambahkan dengan 0,5 mg/ml asam askorbat. Diambil sejumlah rifampisin dari larutan stok kemudian ditambahkan 0,2 ml plasma setelah dikurangi volume larutan stock yang ditambahkan untuk membuat konsentrasi 0,5; 1; 2; 5, dan 10 μg/ml dalam 200 μl darah. Pengerjaan standar rifampisin dilakukan dalam range konsentrasi 0,5-10 (0,5; 1; 2; 5, dan 10) μg/ml dan tambahkan 400 μL asetonitril. Vortex selama 1 menit dan disentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan 4.000 rpm. Diambil beningannya dan diinjeksikan ke HPLC sebanyak 20 μl secara auto injeksi. Regresi linear ditentukan dengan analisis tinggi puncak terhadap kurva konsentrasi. Linearitas ditentukan dengan koefisien korelasi (r)(15)(17). 4) Penetapan stabilitas rifampisin dalam pelarut Diambil 200 µL darah dari hewan uji yang telah diberikan rifampisin secara oral dosis 50 mg/Kg BB dan ditambahkan 400 µL asetonitril, kemudian divortex selama 1 menit dan disentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan 4.000 rpm, diambil beningannya. Larutan bening di simpan pada suhu 2-80C selama 24. Kadar rifampisin ditetapkan dengan HPLC pada jam ke-0 dan 24. Hasil yang diperoleh dinyatakan sebagai persen degradasi rifampisin selama penyimpanan dalam pelarut metanol dengan penambahan asam askorbat (16). 5) Penentuan kriteria kecermatan (accurate) Kadar rifampisin dalam darah dibuat dengan dengan cara melarutkan sejumlah tertentu rifampisin dalam 10 ml metanol dan ditambahkan dengan 0,5 mg/ml asam askorbat. Dibuat konsentrasi 5, 10 dan 15 μl/ml dengan replikasi 3 kali. Divortex selama 1 menit dan disentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan 4.000 rpm lalu diambil beningannya dan diinjeksikan ke HPLC sebanyak 20 μl secara auto injeksi (16). 6) Penentuan kriteria ketepatan (precise) Nilai kesalahan acak mencerminkan presisi yang diperoleh dalam suatu metode. Rentang penerimaan yang diperbolehkan untuk metode HPLC adalah kurang dari 15%(16). 7) Penetapan batas deteksi dan kuantifikasi kadar rifampisin Penetapan batas deteksi dan kuantifikasi dihitung melalui persamaan regresi linier yang sudah didapat pada penetapan kurva baku (17). b. Penetapan dosis Dosis rifampisin yang digunakan sesuai dengan dosis pada penelitian sebelumnya yaitu 50 mg/kgBB tikus (setara dengan 560 mg/70 kg BB manusia) (5), sedangkan dosis ekstrak jus kulit manggis (Garcinia mangostana L.) untuk tikus adalah 200 mg/kg BB tikus(18). c. Penetapan waktu sampling Waktu sampling yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan waktu sampling penelitian sebelumnya yakni pada jam ke 0,25; 0,5; 1; 1,5; 2; 3; 4; 6; 8; 10; 12; dan 24(5). Penetuan parameter farmakokinetika rifampisin Penetapan parameter AUC 0-∞, AUMC 0-∞, dan MRT menggunakan farmakokinetik model non kompartemen (19). HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sudah memenuhi syarat secara etik dan mendapatkan surat kelayakan etik (ethical clearance) nomor 103/KEC-LPPT/V/2013 dari Komite Etik Penelitian Hewan Coba Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada 1. Penetapan panjang gelombang maksimum rifampisin Penetapan panjang gelombang maksimum (λmaks) rifampisin dibaca dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimum rifampisin terdapat pada panjang gelombang 244,6 nm (gambar 1) Gambar 1. Kromatogram spektrofotometri UV-Vis panjang gelombang Rifampisin 2. Penetapan waktu retensi Berdasarkan hasil penelitian, waktu retensi rifampisin yang dilarutkan dalam fase gerak adalah 5,153 menit (gambar 4). Hasil kromatogram rifampisin dalam darah secara in vitro menunjukkan bahwa rifampisin terpisah dengan baik dari komponen endogen plasma yang ditunjukkan dengan puncak rifampisin memiliki waktu retensi 5,105 menit, sedangkan senyawa endogen darah terdekat memiliki waktu retensi 3,472 (gambar 2). Gambar 2. Kromatogram rifampisin dalam darah (in vivo) sampel jam ke 8 pada tikus kontrol 1 dengan fase gerak 0,05 M buffer fosfat : asetonitril (55:45 v/v) 3. Penetapan persamaan kurva baku rifampisin dalam darah Persamaan kurva baku rifampisin yang didapatkan adalah y = 19438,99676x+1440,71197; dengan r = 0,997 ; x adalah kadar rifampisin dalam darah sedangkan y adalah luas area di bawah puncak kromatogram rifampisin hasil dari pengukuran dengan HPLC (gambar 3). Gambar 3. Grafik kurva baku rifampisin dalam darah tikus pada beberapa seri kadar 4. 5. Penetapan kriteria sensitivitas Kriteria yang digunakan untuk menilai sensitivitas metode pada penelitian ini adalah LOD, LOQ, dan LLOQ. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai LOD sebesar 0,938 µg/mL, nilai LOQ sebesar 3,128 µg/mL, dan nilai LLOQ sebesar 1,564 µg/mL.(17) Penetapan kriteria akurasi dan presisi Tabel 1 menunjukkan nilai dari perolehan kembali, kesalahan sistematik, kesalahan acak, dan HORRAT dari metode penetapan kadar rifampisin dalam darah pada penelitian ini. Tabel 1. Nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, kesalahan acak, dan HORRAT pada penetapan kadar rifampisin dalam darah Diketahui (µg/mL) 5 Kadar rifampisin Luas Terukur Area (µg/mL) 79707 4,03 81130 4,10 80919 4,09 Ratarata±SD 10 201400 200133 200069 Ratarata±SD 15 Ratarata±SD 259390 262664 242551 80,53 81,99 81,77 Kesalahan Sistematik (%) 19,48 18,01 18,23 4,07±0,04 81,43±0,79 18,57±0,79 10,29 10,22 10,22 102,87 102,21 102,18 -2,87 -2,21 -2,18 10,24±0,04 102,42±0,39 -2,42±0,39 13,27 13,44 13,04 88,47 89,59 82,69 11,54 10,41 17,31 13,04±0,56 86,91±3,70 13,09±3,70 Recovery (%) Kesalahan Acak (%) HORRAT 0,07 0,01 0,03 0,003 4,73 0,44 Berdasarkan data yang tersaji pada tabel 1, diperoleh informasi bahwa nilai rata-rata perolehan kembali dan kesalahan acak dari masingmasing seri kadar masih memenuhi rentang yang diperbolehkan, yaitu untuk perolehan kembali sebesar 100 ± 20%, sedangkan untuk kesalahan acak sebesar kurang dari 15% untuk metode yang menggunakan HPLC(16). Nilai HORRAT yang bernilai 0,01, 0,005, 0,89 menunjukkan bahwa metode yang digunakan memiliki presisi yang baik, yaitu kurang dari 2. Berdasarkan nilai parameter kesalahan acak dan recovery, dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi kriteria presisi dan akurasi (16). 6. Penetapan stabilitas rifampisin dalam asetonitril Parameter untuk menilai stabilitas rifampisin selama proses penyimpanan adalah persentase degradasi. Uji stabilitas rifampisin ini dilakukan selama 24 jam (short-term temperature stability). Pemilihan waktu uji stabilitas selama 24 jam bertujuan untuk mengetahui persentase degradasi rifampisin didalam sampel selama 24 jam penyimpanan dalam lemari pendingin sebelum dilakukan penetapan kadar rifampisin. Berdasarkan hasil penelitian yang tertera pada table 2, diperoleh persen degradasi sebesar 2,78 %. Hasil ini menunjukkan bahwa sampel yang disimpan selama 24 jam masih stabil karena persentase degradasinya kurang dari 10% (16). Tabel 2. Persentase degradasi rifampisin dalam asetonitril (in vivo) pada pemberian rifampisin 50 mg/kg BB tikus setelah dilakukan penyimpanan dalam lemari pendingin 7. Jam ke- Luas area 0 24 68872 66997 Kadar rifampisin dalam darah (µg/mL) 3,468867 3,372411 Degradasi (%) 0 2,78 Penetapan waktu sampling Waktu sampling yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan waktu sampling penelitian sebelumnya yakni pada jam ke 0,25; 0,5; 1; 1,5; 2; 3; 4; 6; 8; 10; 12; dan 24(5). 8. Penetapan asumsi pemodelan Berdasarkan grafik pada gambar 8, dapat dilihat secara visual bahwa rifampisin tidak mengikuti asumsi kompartemen, baik model 1 kompartemen maupun model 2 kompartemen ekstravaskular. Hal ini dikarenakan titik-titik yang ditunjukan pada grafik tidak dapat mewakili titik-titik minimal yang dapat digunakan untuk menerangkan setiap fase dalam penentuan model kompartemen sehingga perhitungan data farmakokinetika dilakukan dengan menggunakan model non kompartemen(19). 9. Hasil Uji Farmakokinetika Data hasil penelitian yang berupa data kadar plasma rifampisin (tabel 3) dan parameter farmakokinetika rifampisin pada kelompok kontrol dan perlakuan (tabel 4). Kelompok kontrol diberikan rifampisin secara oral dengan dosis 50 mg/kg BB tikus, sedangkan kelompok perlakuan diberikan praperlakuan jus kulit manggis (Garcinia mangostana L.) 200 mg/kg BB tikus 1 x sehari selama 7 hari kemudian diberikan rifampisin secara oral dengan dosis 50 mg/kg BB. Tabel 3. Data kadar rifampisin dalam darah pada kelompok kontrol (diberikan rifampisin 50 mg/kg BB) dan perlakuan (diberikan jus kulit manggis 200 mg/kg BB dan rifampisin 50 mg/kg BB) (n=5). Kadar (µg/mL) Waktu sampling Kontrol Perlakuan (jam ke-) (Rata-rata±SE) (Rata-rata±SE) 0,25 0,49±0,23* 1,71±0,4 0,5 1,22±0,53* 2,78±0,22 1 1,78±0,58 3,41±0,14 1,5 2,43±1,08 4,03±0,69 2 1,17±0,46* 3,27±0,46 3 4,21±1,06 2,17±0,85 4 1,35±0,47* 2,98±0,76 6 1,78±0,47 3,01±0,38 8 2,51±0,65 2,40±0,61 10 1,86±0,90 1,86±0,51 12 1,40±0,40* 2,49±0,81 24 1,07±0,27* 0,95±0,19* - Keterangan : Perhitungan kadar rifampisin pada kelompok kontrol dan perlakuan menggunakan persamaan kurva baku y = 19438,997x+1440,71 *kadar berada dibawah nilai LLOQ (1,564 µg/mL) Tabel 4. Data parameter farmakokinetika rifampisin dalam darah pada kelompok kontrol (diberikan rifampisin 50 mg/kg BB) diperlakuan (diberikan jus kulit manggis 200 mg/kg BB dan rifampisin 50 mg/kg BB) (n=5). Nilai parameter Parameter Farmakokinetika AUC0-∞ (µg.jam/mL) AUMC (µg.mL1.jam2) MRT (jam) (Rata-rata±SE) Uji t tidak berpasangan (p) Kontrol Perlakuan % Beda 62,47±11,96 73,94±14,71 18,36 0,56 1533,22±712,59 1608,39±628,32 4,9 0,94 20,92±5,73 18,91±4,46 -9,61 0,79 Penetapan parameter-parameter farmakokinetika dalam penelitian ini berdasarkan pada penetapan model non kompartemen. Penetapan model non kompartemen akan mempengaruhi rumus yang akan digunakan dalam proses perhitungan parameter farmakokinetika. Parameterparameter farmakokinetika yang akan ditentukan pada penelitian ini berupa luas area dibawah kurva (AUC0-∞), luas area di bawah momen pertama (AUMC) dan lama tinggal rata-rata molekul obat dalam tubuh (MRT). Data-data yang didapatkan pada penelitian ini dihitung secara manual dengan bantuan perangkat lunak berupa Microsoft Excel 2010. Parameter yang diperoleh dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan terlebih dahulu diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk menguji normalitas data, selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan uji parametrik yaitu uji t tidak berpasangan. Apabila nilai sig.2-tailed lebih besar dari 0,05 hal ini menunjukkan hasil uji tidak signifikan secara statistik. Dengan demikian hipotesis null dapat diterima dimana tidak ada perbedaan distribusi nilai parameter pada kelompok kontrol maupun perlakuan. Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari hasil pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya dalam darah, urin, atau cairan hayati lainnya. Pengetahuan tentang parameter dalam farmakokinetika diperlukan dalam rangka menginterpretasikan perubahan-perubahan disposisi obat di dalam tubuh seperti yang terwujud dalam perubahan nilai parameter. Setiap perubahan faktor hayati (biokimiawi dan faal), baik karena faktor patologik atau sebab lain, misalnya interaksi obat, dapat mempengaruhi nilai-nilai parameter pada fase absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat(19). Makanan ataupun minuman dapat menyebabkan penurunan absorpsi rifampisin(13). Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa senyawa flavonoid dapat menginhibisi CYP 3A4 yang merupakan enzim pemetabolisme rifampisin(7) . Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jus kulit manggis (Garcinia mangostana L.) 200mg/kg BB tikus tidak berpengaruh secara signifikan terhadap parameter AUC0-∞ dan AUMC0-∞ rifampisin (p > 0,05), dimana parameter tersebut dipengaruhi oleh seluruh tahapan ADME (absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi) obat dalam tubuh. Absorpsi suatu obat tidak hanya dipengaruhi oleh adanya makanan tetapi sangat dipengaruhi oleh kondisi fisiologis hewan uji seperti luas permukaan saluran cerna, kecepatan pengosongan obat dari lambung, motilitas gastrointestinal, metabolisme oleh mikroflora usus, dan aliran darah di tempat absorpsi. Parameter MRT yang menyatakan lama ratarata molekul obat tinggal dalam tubuh yang berkaitan dengan fase eliminasi obat juga tidak berbeda signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian pra perlakuan jus kulit manggis tidak berpengaruh terhadap fase absorbsi, distribusi dan eliminasi dari rifampisin. Hasil penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya. Perbedaan ini bisa terjadi karena jenis senyawa flavonoid yang terkandung pada kulit buah manggis kemunginan berbeda dengan jenis senyawa flavonoid yang terkandung dalam buah anggur, sehingga kemampuan dalam menginhibisi enzim CYP 3A4 juga berbeda. Hal ini juga dapat terjadi karena adanya pengaruh autoinduksi dari rifampisin sehingga inhibisi oleh senyawa flavonoid semakin tidak berpengaruh. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian praperlakuan jus kulit manggis (Garcinia mangostana L.) 200 mg/BB tikus 1 x sehari selama 7 hari tidak berpengaruh secara signifikan terhadap profil farmakokinetika rifampisin berdasarkan parameter AUC0-∞, AUMC0-∞, dan MRT pada tikus Wistar Jantan. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan: 1. Perlu dilakukan optimasi dosis lebih lanjut (peningkatan dosis) sehingga diperoleh hasil validasi metode yang lebih baik. 2. Perlu dilakukan pengambilan cuplikan yang lebih lama sehingga diperoleh data farmakokinetik rifampisin yang lebih baik. PUSTAKA 1) Ismail. 2009. M. Drug-Food Interaction and Role of Pharmacist. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research. 2(4) 2) Baxter. 2008. K. Stockley’s Drug Interaction. Eight Edition. USA: Pharmaceutical Press. 3) Debra C., Quenelle. Jay K., Staas. Gary, A. Winchester et.al. 1999. Efficacy Of Microencapsulated Rifampin In Mycobacterium Tuberculosis-Infected Mice. Antimicrobial Agents And Chemotherapy Journal. 43(5): 1144–1151. 4) Goodman, Louis S., Hardman, J. G., Limbird, L. E., eds. 2000. Goodman & Gilman’s. The Pharmacological Basis of Therapeutics, 9th ed. Elmsford. McGraw-Hill, New York: McGraw-Hill. 5) Wahyono. D., Hakim. A.R. 2005. Pengaruh Praperlakuan Brokoli (Brassica oleracea L. Var. Botrytis L.) terhadap Farmakokinetika Rifampisin pada Tikus. Majalah Farmasi Indonesia. 16 (3): 177 – 181. 6) Wahyono. D, Hakim. A.R.., Purwatiningsih. 2007. Pengaruh Pemberian Syrup Curcuma Plus® terhadap Farmakokinetika Rifampisin pada Tikus. Majalah Farmasi Indonesia; 18 (4): 163-168. 7) Ping CH, Dorothy JS, Sompon W. 2001. Inhibition of human CYP3A4 activity by grapefruit flavonoids, furanocoumarins and related compounds. J Pharm Pharmaceut Sci.; 4(3):217-227. 8) Eka S.Y. 2004. Pengaruh Rifampisin terhadap Onset dan Durasi Anatesi Tiopental pada Tikus Sprague Dawley. J. Sain Vet.; 12(2): 44. 9) Suksamrarn, S., Suwannapoch, N., Phakhodee, W., Thanuhiranlert, J., Ratananukul, P., Chimnoi, N., Suksamrarn., A. 2003. Antimycobacterial Activity of Prenylated Xanthones from the Fruits of Garcinia mangostana. Chem. Pharm. Bull ; 51(7): 857—859. 10)Chaverri, J.P., Rodriguez, C., Ibarra, M.O., Rojas, P. 2008. Medicinal properties of mangosteen (Garcinia mangostana). Food and Chemical Toxicology Journal ; 46: 3227–3239. 11)Watson, D.H.1987. Natural toxicant food. Ellis Horwood Ltd. Chichester; 12)Chen, S., Wan, M, Loh B. 1996. Active constituents against HIV-1 protease from Garcinia mangostana, Planta Medicina. 13) Amstrong, L.C., Norton, G.L. 2009. Drug Information Handbook. United State: AphA. 14)Kondo, M., Zhang, L., Ji, H. 2009. Bioavailability And Antioxidant Effects Of A Xanthone-Rich Mangosteen (Garcinia Mangostana) Product In Humans. J. Agric. Food Chem; 57: 8788–8792. 15)Kumar, K.H., Chandra, I., Geetha, R., Chelvi, K.S., Prema, L.G. 2004.. A validated high-performance liquid chromatography method for the determination of rifampicin and desacetyl rifampicin in plasma and urine. Indian J Pharmacol; 36(4): 231-233. 16)Guidance for the Validation of Analytical Methodology and Calibration of Equipment used for Testing Illicit Drug in Seizxed Materials and Biological Specimens. New York: United Nations Publication; 2009. 17)Harmita. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara Perhitungannya. Review Artikel. Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2004; 1(3): 117 – 135. (20) 18)Jujun, P. Mangosteen Extract Botanical Name: Garcinia mangostana. Cina: BannerBio Nutraceuticals Inc; 2000. 18 19)Hakim. L. Farmakokinetik. Yogyakarta: Bursa Ilmu; 2011.