BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2011, Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut termasuk karies dan penyakit periodontal merupakan masalah yang cukup besar sekitar 60% dikeluhkan oleh masyarakat (Soeroso, 2011). Penyakit periodontal adalah keadaan inflamasi atau degenerasi pada jaringan pendukung gigi, dimulai dari gingivitis yang bila tidak dirawat akan berkembang menjadi periodontitis (Sionneau dan Flaws, 2005). Periodontitis adalah inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan migrasi epithel junctional ke apikal, kehilangan perlekatan, dan puncak tulang alveolar (Fedi dkk., 2004). Studi klinis telah membuktikan bahwa akumulasi bakteri anaerob gram negatif pada gigi berperan sebagai inisiasi dan penyebab timbulnya periodontitis (Wilson dan Kornman, 2003). Bakteri gram negatif bersifat patogen karena membran terluar bakteri disusun oleh lipopolisakarida. Lipopolisakarida (LPS) berperan sebagai endotoksin dalam organisme inangnya yang memicu timbulnya stimulator sel inflamasi (Agustin dkk., 2012). Makrofag merupakan sel inflamasi yang ditemukan pada periodontitis. Makrofag akan melepaskan mediator inflamasi seperti interlekuin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α) serta peningkatan jumlah produksi prostaglandin E2 (Reddy, 2008). Mediator inflamasi tersebut dapat menyebabkan peningkatan jumlah osteoklas sehingga 1 2 menyebabkan kerusakan tulang, namun hal ini tidak diimbangi aktivitas pembentukan tulang oleh osteoblas (Carranza dkk., 2012). Osteoblas merupakan indikator penting terjadinya pembentukan tulang. Semakin luas pembentukan tulang yang dihasilkan ditandai dengan adanya jumlah osteoblas yang semakin banyak (Ahn and Shin, 2008). Terapi pada penyakit periodontal dapat dilakukan dengan pemberian antiinflamasi secara topikal. Pemberian obat secara topikal dapat memberikan efek lokal yang optimal dan absorbsinya lebih baik. Salah satu bentuk sediaan obat yang dapat diberikan secara topikal adalah sediaan gel. Struktur sediaan gel memberikan efek long acting dan mampu berpenetrasi dengan baik (Coaccioli, 2011). Penggunaan NSAID secara topikal dapat digunakan untuk terapi penyakit periodontal dengan cara menghambat prostaglandin melalui jalur siklooksigenase (Funosas dkk., 2009). Efek samping yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan NSAID secara sistemik dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan pencernaan, perdarahan, serta kerusakan hati dan ginjal (Deshmukh dkk., 2011). Berdasarkan hal tersebut di atas perlu dilakukan pengembangan bahanbahan herbal sebagai pengganti obat-obatan (Banu dkk., 2012). Menurut Guitierreez-Orozco dan Faila (2013) pemberian secara topikal gel ekstrak kulit manggis dapat menurunkan inflamasi periodontal sebagai terapi adjuvant. Kulit buah manggis memiliki beberapa kandungan, salah satunya yakni xanton. Golongan xanton memiliki fungsi penting, yaitu sebagai antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, dan antikanker. Gamma-mangostin merupakan senyawa 3 bioaktif golongan xanton yang berkontribusi pada aktivitas antiinflamasi (Chen dkk., 2007; Akao dkk., 2008). Penelitian Nakatani dkk. (2002) ekstrak etanol kulit manggis terhadap sel C6 secara in vitro menunjukkan adanya sifat antiinflamasi, yaitu gamma-mangostin dapat menghambat jalur siklooksigenase dan mampu menghambat pelepasan Prostaglandin E2. Prostaglandin E2 sendiri merupakan mediator penting dalam terjadinya inflamasi. Gamma mangostin yang terdapat pada kulit manggis dapat menurunkan induksi TNF-α, IL-6, dan IL-1 (Bumrungpert dkk., 2004, Sargowo, 2010). Penelitian Prasetya (2013), pemberian ekstrak etanolik kulit manggis (Garcinia mangostana L.) pada tikus yang diinduksi periodontitis mampu menurunkan infiltrasi sel inflamasi dan ekspresi COX-2 pada proses penyembuhan periodontitis. B. Rumusan Masalah Apakah aplikasi topikal gel ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) berpengaruh terhadap osteoblas tulang alveolar pada periodontitis Sprague dawley? C. Keaslian Penelitian Banyak penelitian mengenai ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) telah dilaporkan, diantaranya penelitian Nakatani dkk. (2002) ekstrak etanol kulit manggis terhadap sel C6 secara in vitro, menunjukkan adanya sifat antiinflamasi gamma-mangostin yang dapat menghambat jalur siklooksigenase dan mampu menghambat pelepasan prostaglandin E2. Nakatani dkk. (2004) kemudian mengembangkan pengaruh gamma-mangostin yang terdapat pada kulit manggis 4 terhadap ekspresi COX-2 pada sel glioma tikus C6, dimana COX-2 terlebih dahulu diinduksi lipopolisakarida (LPS). Lipopolisakarida tersebut berfungsi sebagai stimulasi fosforilasi inhibitor kappaB (IkappaB) yang diperantarai oleh IkappaB kinase kemudian terjadi degradasi dan lebih lanjut menginduksi translokasi nukleus NF-kappaB sehingga mangaktivasi transkripsi gen COX-2. Penelitian Bumrungpert dkk. (2010), kandungan xanton pada kulit manggis dapat menurunkan TNF-α, IL-1, dan IL-6 pada inflamasi yang diinduksi lipopolisakarida (LPS) secara in vitro. Penelitian Sargowo (2010), menunjukkan ekstrak kulit manggis dapat menghambat pada aktivasi NF-kB, menurunkan TNF-α, dan IL-1 pada tikus yang diberikan diet kolesterol tinggi. Sepengetahuan penulis, penelitian pengaruh aplikasi topikal gel ekstrak kulit manggis terhadap osteoblas tulang alveolar pada periodontitis Sprague dawley belum pernah dilakukan. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi topikal gel ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap osteoblas tulang alveolar pada periodontitis Sprague dawley. E. Manfaat Penelitian Memperluas ilmu pengetahuan dan menambah informasi mengenai manfaat limbah kulit manggis (Garcinia mangostana L.) yang dapat membantu pembentukan osteoblas pada periodontitis.