Studi Tingkat Melek Politik (Political Literacy) Warga Kota Banda Aceh Executive Summary Pendahuluan dan Metodologi Melek politik atau disebut juga political literacy merupakan salah satu faktor yang berperan dalam kualitas pemilu di suatu Negara. Melek politk bukan hanya sebuah keharusan bagi warga Negara (pemilih), tetapi juga bagi semua stake holder pemilu. Ada suatu pandangan yang masih perlu dibuktikan secara empirik bahwa perilaku kontestan pemilu yang memiliki pemahaman politik yang rendah akan menyebabkan melemahnya integritas pemilih. Sebagai contoh, prilaku money politik yang dilakukan oleh kontestan pemilu akan menyebabkan pemilih menjadi pragamatis dan cenderung meninggalkan nilai-nilai jurdil dari sebuah pemilu. Civic education dan sosialisasi pemilu yang gencar dilakukan penyelenggara pemilu menjadi tidak bermakna ketika kontestan pemilu melakukan cara-cara yang tidak sehat dalam meraih kemenangan. Namun demikian pandangan ini masih perlu diuji validitasnya. Berbagai teori mengatakan bahwa tingkat kesadaran politik warga negara yang baik akan meningkatkan rasionalitas pemilih dalam menentukan pilihan-pilihan politiknya, termasuk memilih untuk tidak memilih karena latar belakang kontestan yang berkompetisi dianggap tidak layak menurut perspektif pemilih tersebut. Fakta ini terlihat di Negara-negara maju, yang notabene kesadaran politik warga negaranya sudah baik namun tingkat partisipasi di pemilu justru tergolong rendah. Di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebenarnya baik secara formal maupun non formal pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan politik sudah banyak dilakukan. Namun kualitas pemilu kita masih belum maksimal, terutama dalam hal penentuan pilihan-pilhan dari pemilih. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, salah satu faktor penyebabnya adalah belum semua stake holder pemilu menyadari arti pentingnya kualitas pemilu terhadap kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal kualitas pemilu merupakan indikator yang penting untuk mendapatkan aktor-aktor politik yang baik dan berkualitas, termasuk pemimpin di berbagai tingkatan. Selain itu perilaku berdemokrasi juga merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai pemilu yang baik dan berkualitas, termasuk dalam hal kesadaran terhadap menerima perbedaan, baik dalam konteks pilihan politik maupun dalam konteks yang lebih luas seperti etnis, agama dan entitas politik lainnya. Berdasarkan permasalahan di atas perlu dilakukan kajian yang lebih dalam terhadap pengaruhpengaruh melek politik terhadap kedewasaan perilaku berdemokrasi yang secara lebih jauh berdampak terhadap kualitas demokrasi khususnya di Kota Banda Aceh. Agar penelitian ini lebih fokus dan bermakna, batasan-batasan yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang: Seberapa tinggi melek politik pemilih di Kota Banda Aceh; Bagaimana cara yang efektif untuk meningkatkan melek politik warga; Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap peningkatan melek politik masyarakat; dan 1 Kebijakan apa saja yang perlu dirumuskan untuk peningkatan melek politik masyarakat Pendekatan yang digunakan dalam survei ini adalah kuantitatif dan kualitatif dengan melihat faktorfaktor yang seperti yang tertuang pada batasan penelitian. Sumber data yang diperlukan dalam survei ini adalah data yang dapat menggambarkan permasalahan yang ada, sehingga diperoleh gambaran mengenai objek yang diteliti. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu: a) Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek yang akan diteliti. Data ini berupa hasil survey kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan dalam bentuk FGD dan wawancara mendalam. b) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung (buku-buku laporan-laporan, dokumen-dokumen dan literatur lainnya yang diperlukan dalam survei ini). Teknik pengumpulan data dalam survei ini sebagai berikut: a) Data primer yang berasal dari survey kuantitatif berupa kuesioner dilakukan dengan metode wawancara kepada responden. Basis populasi adalah penduduk Kota Banda Aceh yang masuk dalam kategori pemilih (yang sudah memiliki hak pilih); b) Data primer yang berasal dari survey kualitatif (FGD), berupa catatan dan rumusan yang diperoleh dari hasil FGD dengan nara sumber (responden) yang berasal dari berbagai elemen stake holder pemilu, seperti penyelenggara, tokoh masyarakat, representasi pemilih, aktifis LSM yang bergerak di bidang demokrasi, pengurus parpol dan anggota parlemen; c) Data sekunder dilakukan dengan cara dokumentasi (studi kepustakaan), yaitu peneliti mengumpulkan data dengan mencari data yang diperlukan dari dokumen atau dan literatur yang meliputi arsip, buku, jurnal, penelitian terdahulu yang terkait dengan survei ini. Populasi dalam survei kuantitatif, yaitu masyarakat umum Kota Banda Aceh yang mempunyai hak pilih dengan jumlah 156.808 jiwa (berdasarkan data DPT/K pada Pilpres 2014, http://data.kpu.go.id/ss89.php, diakses 05/02/2015). Pemilihan sampel menggunakan Probabilty sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah sample random sampling (sampel acak sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada pada populasi tersebut. Pengambilan sampel ini menggunakan rumus Slovin dengan nilai presisi 95% (sampling error sebesar 0,05), maka didapatkan hasil jumlah sampel sebesar 398 yang dibulatkan menjadi 400 sampel. Jumlah sampel ini akan terbagi secara proporsional dengan jumlah penduduk/populasi pada 9 kecamatan di Kota Banda Aceh. Proporsi populasi masing-masing kecamatan, yaitu 14.1% Baiturrahman, 9.4% Banda Raya, 9.7% Jaya Baru, 19.2% Kuta Alam, 5.0% Kutaraja, 10.5% Lueng Bata, 7.3% Meuraxa, 14.7% Syiah Kuala, dan 10.0% Ulee Kareng. Pembagian ke-400 sampel akan mengikuti persentase tersebut. Selain itu, pembagian sampel ini juga memperhatikan proporsi dari lakilaki dan perempuan di masing-masing kecamatan. Hasil Penelitian dan Pembahasan Salah satu informasi penting yang perlu dilakukan dalam Penelitian Tingkat Melek Politik Warga Kota Banda Aceh adalah profil responden. Beberapa variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1) Gender; (2) Usia responden; (3) Tingkat pendidikan responden; dan (4) Pekerjaan utama responden. Secara lebih rinci, informasi masing-masing variable terlihat pada penjelasan di bawah ini. 2 Gender, studi yang dilakukan menampilkan hubungan antar variabel, misalnya hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat pemahaman terhadap pemilu. Untuk itu sebelumnya perlu dilihat rasio antara responden laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hasil interprestasi data, diperoleh informasi bahwa rasio antara lakilaki dan perempuan masing-masing adalah 51,38% dan 48,62% sebagaimana terlihat pada gambar 1. 51.38% 48.62% Gambar 1. Profil responden berdasarkan gender Usia Responden, penelitian ini membagi usia responden menjadi lima kelompok, yaitu 17-20 tahun, 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun dan lebih besar dari 60 tahun. Berdasarkan hasil studi diperoleh bahwa jumlah responden yang berusia 17-20 tahun (2%), 21-30 tahun (41%), 31-40 tahun (30%), 41-50 tahun (16%), 51-60 51-60 >60 17-20 tahun (9%) dan lebih besar dari 60 tahun 2% 9% 2% (2%). Penelitian ini tidak secara spesifik 41-50 membagi secara rata jumlah responden 16% untuk masing-masing kelompok usia, namun 21-30 41% responden yang terambil secara acak dan tak sengaja didominasi kelompok usia 21-40 tahun (71%). Temuan khusus terjadi pada 31-40 kelompok usia 17-20 tahun. Persentase 30% yang bersedia menjadi responden sangat rendah, karena mereka merasa tidak cukup mampu memberikan informasi yang dibutuhkan sehingga cenderung meminta Gambar 2. Komposisi kelompok usia responden orang tuanya atau kakak untuk menjadi responden. Tingkat Pendidikan, secara umum tingkat pendidikan warga Kota Banda Aceh yang terambil tersebar mulai dari sekolah dasar sampai master (S2) dengan komposisi yang bervariasi. Berdasarkan hasil studi diperoleh bahwa komposisi tingkat pendidikan SD (3%), SMP/MTs (6%), SMA/MA/SMK (47%), D3/D4 (12%), S1 (28%), dan S2 (4%). Sementara itu, tidak ada satupun yang berpendidikan S3 (doctor). Dari temuan ini tergambar S2 SD SMP/MTs bahwa mayoritas responden atau S1 4% 3% 6% mewakili seluruh warga Kota Banda 28% Aceh berpendidikan SMA/SMK ke atas, yaitu mencapai 91%, hanya 9% yang berpendidikan sekolah dasar sampai SMP/MTs sebagaimana SMA/SMK/ terlihat pada gambar 3. D3/D4 MA 12% 47% Gambar 3. Komposisi tingkat pendidikan responden 3 Pekerjaan Utama Responden, pekerjaan responden bervariasi dengan komposisi yang hampir berimbang, kecuali petani, nelayan, siswa dan lainlain. Secara lebih rinci terlihat bahwa komposisi tertinggi bekerja sebagai wiraswasta (21%), ibu rumah tangga (20%), karyawan (17%), PNS (15%), mahasiswa (12%), pedagang (8%), lain-lain (5%), petani dan nelayan masing-masing 1%. Mahasiswa 12% Siswa 0.25% Lain-lain 5% Petani 1% Nelayan 1% Pedagang 8% PNS 15% Wiraswasta 21% IRT 20% Karyawan 17% Informasi profil responden ini dapat Gambar 4. Komposisi jenis pekerjaan responden dihubungkan dengan beberapa variabel penting dalam penelitian ini, seperti pemahaman terhadap jenis-jenis pemilu, alasan sesorang memilih anggota legislatif dan kandidat dalam pilkada berdasarkan masing-masing perbedaan variabel profil responden. Bila kita bandingkan temuan-temuan dalam studi ini dengan data 2013 kependudukan yang dikeluarkan BPS T untuk beberapa variabel memiliki a 2012 korelasi yang cukup kuat. Misalnya h dalam hal rasio jumlah penduduk lakiu 2011 laki dan perempuan, terlihat bahwa n laki-laki 51,51% dan perempuan 2010 48,49%. Dari tingkat pendidikan dapat dibandingkan dengan indeks 0 20 40 60 80 100 pembangunan manusia (IPM) dan Persentase penduduk (%) angka melek huruf umur 15+ Angka Melek Huruf Usia 15+ Tahun penduduk Kota Banda Aceh. Indeks Pembangunan Manusia Berdasarkan data BPS terlihat Gambar 5. Trend IPM dan Melek Huruf Tahun 2010-2013 sebagaimana gambar 5 disamping. Dengan demikian hasil studi terkait dengan profil responden dapat diproyeksikan menjadi informasi yang linear dengan profil warga Kota Banda Aceh. Bila dilihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemahaman tentang Pemilu, ternyata tidak serta merta tingkat pendidikan berpengaruh langsung terhadap pemahaman Pemilu. Pengetahuan pemilih ternyata lebih dipengaruhi oleh sumber informasi seputar pemilu yang di dapat (gambar 6). Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa informasi dari surat kabar, internet dan televisi sangat dominan berpengaruh terhadap informasi tentang Pemilu (gambar 7). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Silverblatt (2005) yang menyatakan bahwa kemampuan mengamalkan (karakter) media literasi seseorang dapat memandang secara kritis semua yang dia lihat dan dengar dalam media komunikasi baik itu suratkabar, majalah, televisi, film hingga konten media siber. Selain itu juga termasuk kemampuan dalam mengkomunikasikan pesan dengan berbagai media komunikasi dengan bijak. 4 120.0% 100.0% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 1.8% 6.3% 3.8% 2.1% 0.0% Ya Tidak 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% Satu Dua Tiga Empat Gambar 6. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan (A) mengetahui tentang Pemilu, dan (B) Mengetahui ada berapa jenis Pemilu saat ini Mempelajari melek politik (political literacy) masyarakat Kota Banda Aceh sangat diperlukan guna mendapatkan informasi ilmiah serta memperbaiki sistem tata kelola kepemiluan ke depannya. Selain itu, ketika lebih dalam ditanya apakah responden bisa menyebutkan jenis-jenis pemilu yang diketahui, ditemukan bahwa responden yang mendapatkan informasi melalui surat kabar, internet dan televise secara dominan 70.0% menjawab dengan 60.0% benar, selanjutnya 50.0% diikuti oleh sosialisasi 40.0% KIP. Sedangkan yang 30.0% mendapatkan informasi 20.0% dari sumber lain masih 10.0% tidak terlalu besar 0.0% persentasenya (gambar Surat Kabar, Sosialisasi KIP dan Sekolah Parpol/Caleg/Tim Lain-lain internet dan televisi Spanduk/Baliho Kampanye 8). Satu Dua Tiga Empat Gambar 10. Hubungan antara sumber informasi Pemilu dengan pengetahuan tentang ada berapa jenis Pemilu yang berlaku saat ini Pada penelitian ini diperoleh bahwa 98% responden mengetahui apa itu Pemilu. Hanya 2% yang menjawab tidak mengetahui. Setelah ditelusuri lebih lanjut, bahwa yang tidak mengetahui apakah berasal dari kalangan berpendidikan atau tidak mendapatkan pendidikan yang cukup. Ternyata mereka berasal dari kalangan berpendidkan (1,8% dari kalangan berpendidikan S1 dan 6,3% dari lulusan S2). Dalam hal ini dianggap outlier, karena secara normal tidak ada alasan yang kuat bahwa lulusan S1 dan S2 tidak mengetahu sama sekali tentang Pemilu. Menurut Hanta Yuda (2014)1, dalam data hasil survei yang merangkum fakta pada bulan Oktober 2013, (74%) menyatakan bahwa media mempengaruhi pilihan politik mereka, sementara sisanya, (8%) menyatakan tidak berpengaruh, dan (18%) menyatakan tidak tahu/tidak menjawab. Pada periode survei kedua, yakni bulan Desember 2013, data hasil survei menunjukan peningkatan pengaruh media 1 Potret Geliat Pemberitaan Partai Politik Sepanjang 2013, Pol-Tracking Institute, 2014 5 terhadap pilihan politik masyarakat. Sebanyak (75%) responden menyatakan berpengaruh, sementara (8%) menyatakan tidak berpengaruh, dan (17%) tidak tahu/tidak menjawab. Menelisik fakta lain, data hasil survei ini juga menunjukan, media juga memegang peranan sebagai sumber informasi publik terhadap Parpol. 100.0% 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% Surat Kabar, internet Sosialisasi KIP dan dan televisi Spanduk/Baliho Sekolah Parpol/Caleg/Tim Kampanye Lain-lain Pemilu Legislatif Pilpres Pemilihan Gub/Wagub, Bup/Wabup, Walkot/Wawalkot Pemilu Legislatif dan Pilpres Pemilu legislatif dan Pemilihan Gub/Wagub, Bup/Wabup, Walkot/Wawalkot Pilpres dan Pemilu legislatif dan Pemilihan Gub/Wagub, Bup/Wabup, Walkot/Wawalkot Menjawab semua jenis pemilu Gambar 8. Hubungan antara sumber informasi Pemilu dengan pengetahuan tentang jenis-jenis , Pemilu yang berlaku saat ini Sedangkan data hasil survey periode Oktober 2013, menunjukan fakta bahwa, sebanyak (46,91%) responden menyatakan, menjadikan pemberitaan media massa sebagai sumber informasi mereka akan Parpol. Sementara (23,01%) menyatakan, iklan Parpol di media Lain-lain Parpol/Caleg/T 8% im Kampanye massa menjadi sumber informasi 7% Sekolah lain bagi masyarakat. Sementara itu, 2% Sosialisasi tatap muka Parpol hanya Sosialisasi KIP menempati urutan kelima dengan dan Surat Kabar, (2,77%) suara responden, diikuti Spanduk/Balih internet dan o dengan ketokohan Parpol di televisi 19% 64% peringkat enam dengan (1,78%) suara responden. Mengacu kepada hasil penelitian Pol-Tracking Institute, pada studi Gambar 9. Komposisi sumber informasi Pemilu tingkat melek politik warga Kota Banda Aceh ini ditemukan bahwa pada Pemilu terakhir, Tahun 2014, sumber informasi yang paling dominan diperoleh oleh warga adalah dari surat kabar, internet dan televisi yang mencapai 64%, kemudian dari sosialisasi KIP/baliho sebesar 19%, lain-lain 8%, dari parpol/caleg/tim kampanye sebesar 7% 6 Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa ada 57% responden mengetahui ada tiga jenis Pemilu yang berlaku saat ini, dan 30% menyatakan ada empat jenis Pemilu. Kecenderungan berbeda dalam memberikan jumlah Pemilu dapat dipahami Tiga bahwa sebagian responden memi-sahkan antara 57% Pemilihan Kepala Daerah tingkat provinsi dengan tingkat kabupaten.kota. Sedangkan jawaban yang paling tepat adalah tiga, yaitu: (1) Pemilu Legislatif; (2) Pemilihan Presiden/Wakil Presiden; Gambar 10 Komposisi responden yang menjawab dan (3) Pemilihan Kepala Daerah, jumlah Pemilu yang berlaku di Indonesia saat ini Gubernur/Wakil Gubernur, serta Pemilihan Bupati/Wakil Bupati, dan Pemilihan Walikota/Wakil Walikota. Bila kedua jawaban ini dianggap mendekati benar, maka 87% warga Kota Banda Aceh yang sudah berhak memilih mengetahui ada berapa jenis Pemilu (gambar 13). Ketika ditelisik lebih dalam, dari 57% yang mengetahui dengan tepat jumlah Pemilu, 89% diantaranya mengenal dengan baik nama-nama pemilu tersebut. Empat 30% Satu 3% Dua 10% Untuk menguji apakah informasi yang diterima dianggap layak atau tidak, dengan menggunakan skala likert, apakah seluruh sumber informasi pemilu yang diterima dianggap sangat layak, layak, sedang, tidak layak dan sangat tidak layak. Sangat Tidak layak Sangat Ternyata dari hasil studi ini diperoleh tidak layak 7% layak bahwa yang mengatakan sangat layak 2% 2% hanya 2%, layak 59%, sedang 30%, tidak layak 7% dan sangat tidak layak hanya 2%. Sedang 30% Layak Hal yang unik dari hasil studi ini adalah 59% 98% responden yang diwawancarai menyatakan pernah memberikan hak suara pada Pemilu. Namun setelah ditanya lebih lanjut, narasumber menyatakan bahwa sejak Pemilu era reformasi tahun 1999, tidak semua pemilu termasuk Pemilihan Gambar 11. Bagaimana penilaian terhadap informasi tentang Pemilu yang diterima Kepala Daerah pernah diikuti. Hal ini memberikan sebuah informasi berharga bahwa walapun sebagian besar warga Kota Banda Aceh memiliki kesadaran politik yang tinggi, namun kondisi ini tidak linear dengan tingkat partisipasi pemilih (Voter turn out). Berdasarkan laporan KIP Kota Banda Aceh, tingkat partisipasi pemilih di Banda Aceh sangat fluktuatif sejak Pemilu Tahun 1999. Kasus yang terakhir terlihat pada Pilpres 2014, hanya 53,26% dari DPT yang menggunakan hak pilihnya atau berpartisipasi dalam Pemilu, sedangkan 47% memilih Golput. Ya Hasil ini menurun sebanyak 10% Tidak 47% 53% dibandingkan Pemilu Legislatif di 2014, dimana tingkat partisipasi pemilih sebesar 63%. Demikian juga yang terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya. Pada bagian selanjutnya juga dilihat apakah ada pengaruh informasi yang diterima terhadap partisipasi mereka Gambar 12. Pengaruh informasi Pemilu terhadap partisipasi dalam Pemilu, ternyata 53% dalam Pemilu 7 menyatakan tidak memberi pengaruh, dan 47% yang menyatakan berpengaruh. Temuan menarik ini bisa dijadikan argumen terhadap rendahnya partisipasi warga Kota Banda Aceh dalam Pemilu (gambar 15). Di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, melek politik (political literacy) warga Negaranya juga sangat tinggi, namun dalam kurun waktu yang sangat panjang, partisipasi pemilih relatif rendah. Apabila dilihat dari segi jumlahnya, partisipasi politik melalui pemilihan suara di Amerika Serikat memang sedikit jumlahnya. Akan tetapi, pemilihan suara memang bukan satu-satunya bentuk dari partisipasi politik. Masih banyak bentuk partisipasi politik yang berjalan secara kontinu dan tidak terbatas. Aktifnya partisipasi politik warga negara Amerika Serikat di luar bentuk partisipasi pemilihan suara dapat dilihat dalam aktifnya mereka untuk mencari pemecahan bermacam-macam masalah masyarakat dan lingkungannya melalui kegiatan lainnya (Calvin Mackanzie, 1986:47-52)2 Publik sudah memahami karakteristik dari masyarakat Banda Aceh sangat heterogen (beragam) yang membedakan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Aceh. Keunikan heterogenitas dari pemilih di Banda Aceh sangat menarik, ketika melihat melek politik warganya (pemilihnya). Bahkan beberapa responden (narasumber)3 menyebutkan karakteristik pemilih di Banda Aceh sangat dipengaruhi oleh informasi yang cepat karena akses informasi mudah, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Hal ini perlu telusuri apakah berhubungan dengan melek politik untuk warga Banda Aceh. Mengatasi masalah tersebut sangat diperlukan pendidikan politik bagi mereka yang tidak peduli dengan keterlibatan di Pemilu4. Faktanya berdasarkan hasil survey Jaringan Survey Inisiatif5 dengan pertanyaan peran partai politik dalam menyebarkan informasi dan pendidikan politik hanya mendapatkan sebesar 7%. Ini dapat disimpulkan bahwa peran-peran pendidikan politik yang seharusnya menjadi tanggung jawab partai kepada konstituennya tidak berjalan. Dengan demikian pengelolaan manajemen kepartaian kurang peduli terhadap urusan pendidikan politik bagi konstituennya. Pendidikan Politik dan Partai Politik Memahami peran organisasi masyarakat sipil (OMS) agar warga/masyarakat Kota Banda Aceh melek politik perlu dimaksimalkan. Lagi-lagi Parpol /Caleg Parpol/Caleg pemaksimalan peran OMS terbentur dengan yang ada yang Parpol/Caleg hubungan memberikan ketersediaan logistik (finansial) sehingga yang bagus famili uang dll Programnya ruang gerak sangat terbatas dalam 7% 5% Parpol/Caleg 26% berperan. Bagi sebagian peserta FGD di bersih 48% media center pada tanggal 11 Juli 2015 mengatakan sangat tergantung komitmen Ideologi/Figur Parpol dan konsistensi OMS berperan memberikan Parpol pemenang 9% penyadaran warga Banda Aceh agar melek Pemilu 5% politik. Tanpa uang pun bisa dilakukan asal dengan syarat dimaksimalkan akses media cetak/online serta media sosial yang tidak Gambar 13. Alasan responden memilih Caleg pada memerlukan uang, Pemilu 2 Halissa Haqqi, Analisa partisipasi politik di Amerika Serikat, Transformasi, Vol XIV No. 22 Tahun 2012 Diskusi dengan narasumber dari kalangan: wartawan, lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi. 05/07/2015. 4 Wawancara Ramli Rasyid,M.Si, M.Pd, Badan Kesbang,Pol dan Linmas Kota Banda Aceh, 11/07/2015, media center KIP Banda Aceh. 5 Survey dilakukan dari bulan Juni – Juli 2015. Sampel 400 responden, metode sampling, margen error 2 %, wilayah survey Kota Banda Aceh. 3 8 Dalam konteks peran aktif dari Pemerintah Kota Banda Aceh. Hasil dari FGD memberikan rekomendasi untuk dapat memberdayakan struktur pemerintah yang sudah terbentuk dari jenjang kepala desa hingga kecamatan. Tujuannya untuk memberikan sosialisasi kepemiluan dan hak-hak politik dengan target penyadaran melek politik warga Banda Aceh. Hasil temuan dari FGD serta wawancara mendalam melek politik tidak menjamin partisipasi dalam Pemilu meningkat. Hal lainnya melek politik warga di Banda Aceh sangat bagus, akan tetapi partisipasi warganya tidak tinggi. Terkait dengan alasan kenapa responden memilih caleg dalam Saudara/Famili Pemilu legislatif mayoritas responden /Teman memilih Parpol/Caleg yang bersih 7% (48%), Parpol/Caleg yang bagus programnya (26%), berdasarkan Bagus rekam ideologi parpol (9%), Parpol/Caleg jejaknya yang ada hubungan family (7%) dan 48% Bagus karena alasan Parpol/Caleg yang Visi/Misinya 38% memberikan uang (5%) (gambar 13). Secara umum temuan ini menunjukkan kecenderungan posiitif karena memberi sebuah harapan untuk perbaikan kualitas pemilu di Gambar 14. Alasan memilih kandidat dalam pemilihan masa yang akan dating. Namun hasil kepala daerah penulusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa ternyata kalangan perempuan tidak terpengaruh dengan faktor hubungan famili dan money politic (gambar 15). Memberikan Uang dll 7% Dari informasi yang terlihat pada gambar 14, ternyata dalam hal memilih, kalangan perempuan lebih menonjolkan sisi kualitas parpol/caleg dibandingkan dengan sisi hubungan antar manusia dan sisi kebutuhan dasar. Data ini diperkuat dengan temuan tentang kecenderungan alasan memilih kandidat dalam pemilihan kepala daerah. Terlihat adanya gejala yang sama, dimana perempuan cenderung lebih punya pendirian dalam menentukan pilihan dibandingkan laki-laki. Secara umum mayoritas pemilih di Kota Banda Aceh mengandalkan faktor latar belakang si kandidat atau yang memiliki rekam jejak yang baik, yaitu mencapai 48%, selanjutnya disusul dengan kandidat yang bagus visi/misinya sebesar 38%. Ternyata faktor hubungan famili dan faktor menerima uang dari kandidat masingmasing hanya sebesar 9 60.0% 55.0% 50.0% 40.2% 40.0% 31.9% 30.0% 20.6% 20.0% 10.0% 10.1% 9.0% 8.4% 1.0% 11.1% 9.0% 3.7% 0.0% Perempuan Laki-laki Parpol/Caleg bersih Ideologi/Figur Parpol Parpol pemenang Pemilu Parpol/Caleg yang bagus Programnya Parpol /Caleg yang ada hubungan famili Parpol/Caleg yang memberikan uang dll Gambar 15. Alasan memilih caleg berdasarkan faktor gender 7% (gambar 15). Ketika dipelajari lebih jauh, ternyata nilai 7% karena adanya hubungan kekerabatan dan money politik yang berpengaruh terhadap pilihan lagi-lagi hanya terjadi pada kalangan pemilih lakilaki (gambar 16). Kecenderungan yang sama terjadi pada kelompok pemilih pemula, ternyata kelompok usia sangat muda (17-20 tahun), alasan memilih kandidat calon kepala daerah hanya disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu kandidat yang bagus visi misinya (85,7%) dan kandidat yang bagus rekam jejaknya (14,3) (gambar 16). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendrastomo dkk (2014) menunjukkan bahwa beberapa hal yang mempengaruhi sosialisasi politik bagi pemilih pemula adalah kebiasaan, aktivitas sosial, lingkungan sosial, relasi sosial, media sosial. Pandangan pemilih terhadap partai politik melihat pada pentingnya identitas kepartaian partai politik sebagai dasar pertimbangan pemilihan, melemahnya kepercayaan terhadap partai politik menjadi sebuah indikasi bahwa partai tidak lagi memiliki kekuasaan mengikat orientasi politik masyarakat, strategi money politic dalam sosialisasi partai menjadi hal yang mempengaruhi pemilih pemula untuk tidak memilih partai tersebut. Dasar pertimbangan pemilih menentukan pilihan berdasarkan sosok caleg disebabkan oleh beberapa hal yakni ideologi, prestasi, track record atau latar belakang caleg, metode sosialisasi. Alasan pemilih lebih 90.0% 60.0% 80.0% 50.0% 70.0% 40.0% 60.0% 50.0% 30.0% 40.0% 20.0% 30.0% 20.0% 10.0% 10.0% 0.0% 0.0% Perempuan Bagus rekam jejaknya Saudara/Famili/Teman Laki-laki 17-20 21-30 31-40 41-50 Bagus Visi/Misinya Bagus rekam jejaknya Bagus Visi/Misinya Memberikan Uang dll Saudara/Famili/Teman Memberikan Uang dll 51-60 >60 Gambar 16. Alasan memilih caleg berdasarkan perbedaan gender (A) dan Kelompok Usia (B) terhadap Alasan memilih kandidat kepala daerah memilih sosok calon anggota legislatif daripada partai politik menempatkan rasionalitas pemilih pemula yang lebih melihat pada track record calon pemimpin dan melemahnya kepercayaan terhadap partai politik, dan tidak disepakatinya sistem money politic6. Sama seperti yang terjadi pada kelompok perempuan, pada pemilu legislatif, kecenderungan pemilih pemula dalam menentukan pilihannya juga didasarkan kepada alasan-alasan yang rasional dan positif, dimana 57,1% memilih parpol/caleg yang bagus programnya, 42,9% memilih karena alasan parpol/caleg yang bersih (gambar 17). 6 Demokrasi dan Orientasi Politik Pemuda (Studi Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum 2014) 10 Pemilih pemula memiliki karakteristik yang berbeda 60.0% dengan orang-orang tua pada 50.0% umumnya. Pemilih pemula 40.0% cenderung kritis, mandiri, 30.0% independen serta tidak puas 20.0% dengan kemapanan, pro 10.0% perubahan dan sebagainya. 0.0% Karakteristrik itu cukup kondusif 17-20 21-30 31-40 41-50 51-60 >60 untuk membangun komunitas Parpol/Caleg bersih Ideologi/Figur Parpol pemilih cerdas dalam pemilu Parpol pemenang Pemilu Parpol/Caleg yang bagus Programnya yakni pemilih yang memiliki Parpol /Caleg yang ada hubungan famili Parpol/Caleg yang memberikan uang dll pertimbangan rasional dalam Gambar 17. Preferensi pemilih pemula pada pemilu legislatif menentukan pilihannya. Misalnya karena integritas tokoh yang dicalonkan partai politik, track record atau program kerja yang ditawarkan. Karena belum punya pengalaman memilih dalam pemilu, pemilih pemula perlu mengetahui dan memahami berbagai hal yang terkait dengan pemilu. Misalnya untuk apa pemilu diselenggarakan, apa saja tahapan pemilu, siapa saja yang boleh ikut serta dalam pemilu, bagaimana tata cara menggunakan hak pilih dalam pemilu dan sebagainya7. 70.0% Partisipasi Pemilih (Voter turnout) Partisipasi politik itu merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk memepengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalm kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung ,mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy) (Budiarjo: 1982). Kegiatan tersebut mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum,menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya. Menurut Samuel P. Huntington & Joan M Nelson, Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud Merasa tidak ada Siapapun terpilih untuk mempengaruhi pembuatan calon yang layak tidak berpengaruh keputusan oleh pemerintah. 34% terhadap saya 28% Partisipasi bisa bersifat individual Tidak mau atau kolektif, terorganisir atau memilih (tanpa spontan mantap atau sporadik, alasan) 3% secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif (Huntington: 1994). Sibuk dan tidak ada waktu ke TPS 20% Tidak terdaftar sebagai pemilih 5% Penyelenggara tidak fair 3% Keterbatasan fisik 7% Gambar 18. Alasan responden tidak berpartisipasi dalam Pemilu 7 Berdasarkan hasil interpretasi data penelitian Tingkat Melek Politik Warga Kota Banda Aceh ditemukan bahwa secara psikologis masyarakat memiliki animo yang tinggi untuk Preferensi Politik Pemilih Pemula pada Pemilu Legislatif, Thesis USU, Tahun 2014 11 berpartisipasi dalam pemilu. Hal ini terlihat dari respon responden ketika ditanya apakah Saudara pernah memilih. 97% menyatakan pernah, namun ketika dilakukan wawancara lebih jauh, partisipasi mereka dalam pemilu tidak berlangsung secara kontinyu dan konsisten. Artinya ada kalanya mereka berpartisipasi ada kalanya tidak. Ketika ditanya alasannya jawaban yang dominan disebabkan karena merasa tidak ada calon yang layak (34%), selanjutnya siapapun terpilih tidak berpengaruh terhadap saya (28%), dan karena sibuk dan tidak ada waktu ke TPS (20%). Data lengkap terlihat pada gambar 18. Fenomena ini memberikan gambaran ada 3 hal pokok yang menjadi salah satu penyebab menurunnya persentase partisipasi pemilih dari pemilu ke pemilu sejak Tahun 1999: a. Ada sebuah harapan besar warga Negara Indonesia ketika Pemilu reformasi dilakukan Tahun 1999. Pada saat itu rakyat Indonesia menginginkan lahirnya anggota parlemen yang memiliki komitmen yang kuat dalam membangun Indonesa di berbagai tingkatan, mulai dari DPRK sampai DPRRI. Namun yang terjadi justru sebaliknya, rakyat hanya menjadi objek politik ketika tidak ada perubahan yang signifikan yang dirasakan. Gejala ini kemudian menimbukan apatisme yang semakin lama semakin dalam bagi rakyat, sehingga berimbas ke semangat dalam memberikan suaranya dalam pemilu; b. Terjadinya sebuah persepsi permanen bahwa sejauh ini baik secara individu maupun kolektif belum ada yang mampu mendorong lahirnya dampak langsung terhadap proses pemilu, apalagi ditambah dengan terbukanya peluang yang besar bagi kontestan dan penyelenggara untuk melakukan kecurangan yang mencederai nilai-nilai demokrasi tanpa pernah ada sebuah penegakan hukum yang setimpal dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan; c. Belum ada regulasi permanen yang memberikan ruang bagi pemilih untuk dapat menyalurkan hak pilihnya secara lebih mudah dan sederhana, bahkan bagi kalangan tertentu yang memiliki rutinitas yang padat tidak ada satupun media yang dapat membantu mereka agar tetap dapat berpartisipasi; Dalam konteks ini terlihat seolah-olah ada hubungan yang linear antara peningkatan wawasan dan pendidikan suatu bangsa dengan penurunan partisipasi pemilih dalam pemilu. Beberapa potensi yang mungkin terjadi dengan peningkatan kesadaran politik warga adalah meningkatnya daya kritis dan penolakan terhadap prilaku90.0% prilaku yang lari dari nilai-nilai 80.0% kebenaran. Kehadiran media 70.0% massa yang lebih massif dalam menghadirkan informasi seputar 60.0% pemimpin, anggota parlemen, 50.0% prilaku anggota dewan saat 40.0% sidang di parlemen akan 30.0% semakin memperjelas kinerja 20.0% dan aspek moral dari orangorang yang sebelumnya 10.0% dipercaya mengemban 0.0% amanah. Asumsi ini dudukung Sangat Tidak layak Sedang Layak Sangat oleh temuan dalam penelitian tidak layak layak ini yang melihat apakah Gambar 19. Hubungan antara kelayakan informasi pemilu Berpatisipasi Tidak berpartisipasi informasi tentang pemilu dengan partisipasi pemilih dalam Pemilu berpengaruh terhadap partisipasi di pemilu sebagaimana yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Ternyata 53% menyatakan tidak memberi pengaruh, dan 47% yang menyatakan berpengaruh (gambar 15). Kemudian kita bisa melihat lebih dalam lagi hubungan antara penilaian terhadap kelayakan sumber informasi pemilu dengan memberi pengaruh terhadap partisipasi, sebagaimana terlihat pada gambar 19. 12 Kesimpulan dan Saran Tingkat melek politik (political literacy) warga Kota Banda Aceh tergolong, dibuktikan dengan beberapa indikator, seperti kesadaran politik terhadap penentuan pilihan parpol/caleg dan kandidat yang bersaing dalam pemilu; Tingkat pendidikan warga tidak terlalu signifikan berpengaruh terhadap tingkat melek politik warga Kota Banda Aceh, namun yang lebih dominan berpengaruh terhadap tingkat melek politik adalah media yang digunakan untuk mendesiminasi informasi yang terkait dengan Pemilu; Jenis media yang paling berpengaruh terhadap peningkatan political literacy adalah surat kabar, internet dan televise, sedangkan parpol dan tim kampanye kandidat belum mampu menjalankan peran dengan baik dalam melakukan pendidikan politik bagi masyarakat, khususnya pemilih; Tingginya tingkat melek politik warga Kota Banda Aceh ternyata tidak menjadi faktor pendorong bagi peningkatan partisipasi politik warga, terbukti tingkat partisipasi pemilih Kota Banda Aceh paling rendah dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lain di Aceh; Perempuan dan pemilih pemula di Kota Banda Aceh lebih rasional dalam penentuan pilihan parpol/caleg atau kandidat kepala daerah dalam pemilu, dimana yang menjadi alasan utama dalam memilih adalah disebabkan oleh faktor program kerja caleg atau visi misi kandidat kepala daerah serta faktor rekam jejak partpol/caleg dan kandidat Rekomendasi dan saran dari penelitian ini adalah: Tingat melek politik warga Kota Banda Aceh yang sudah baik ini perlu terus dipelihara dan ditingkatkan melalui peningkatan frekuensi diseminasi informasi pemilu melalui media surat kabar, internet dan televisi dengan program-program yang inovatif; Diperlukan upaya serius dari seluruh stake holder pemilu, khususnya kontestan yang bersaing dalam pemilu untuk mengeksplorasi metode-metode yang dapat meningkatkan partisipasi pemilih; Peran parpol sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam memberikan pendidikan politik bagi warga Negara harus sangat maksimal, apalagi Negara sudah memberikan kompensasi kepada parpol untuk melakukan pendidikan politik bagi warga negara. Daftar Pustaka 13 Surbakti, Ramlan, 1992, Memahami Ilmu Politik, Gramedia Widya Sarana, Jakarta. Mar’at, 1992, Perubahan serta Pengukurannya, Gramedia Widya Sarana, Jakarta. Sastraatmadjo, Sudijono,1995, Perilaku Politik, IKIP Semarang Press, Semarang. Budiarjo, Miriam, 1982, Partisipasi dan Partai Politik, PT. Gramedia, Jakarta. Huntington, Samuel, 1994, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Rineka Cipta, Jakarta. Marbun, B.N, 2007,Kamus Politik, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Asfar, M, 2004, Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004, Pustaka Utama,fu