1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Laporan
keuangan
merupakan
sebuah
alat
pertanggungjawaban
manajemen terhadap pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan, seperti
pemegang saham, investor, kreditor, pemerintah, dll. Laporan keuangan ini
menggambarkan kinerja perusahaan selama satu periode akuntansi. Lewat laporan
keuangan tersebut pihak-pihak yang terkait akan mengambil keputusan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan atas informasi yang tersedia dalam
laporan keuangan. Maka dari itu, pihak manajemen sebagai pihak yang
bertanggungjawab atas laporan tersebut harus menyediakan informasi yang
relevance dan reliable agar tidak menyesatkan para stakeholder dalam mengambil
keputusan yang terkait dengan perusahaan.
Jensen dan Meckling (1976) menggambarkan hubungan antara pemegang
saham sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Manajer berkewajiban
memberikan informasi kepada para pemegang saham mengenai kondisi
perusahaan lewat penyajian laporan keuangan. Dalam hal ini pemegang saham
dan manajer merupakan individu-individu yang memiliki kepentingannya masingmasing. Individu-individu tersebut pada umumnya memiliki sifat untuk lebih
mengutamakan kepentingan pribadinya. Berdasarkan asumsi tersebut manajer
sebagai seorang individu akan cenderung melakukan sesuatu yang lebih
menguntungkan dan lebih bermanfaat bagi kepentingannya. Mereka beranggapan
1
bahwa kepentingan pemegang saham tidak terlalu menjadi prioritas bagi mereka.
Maka dari itu timbulah motivasi dari dalam diri mereka untuk melakukan
kecurangan atas laporan keuangan yang mereka sajikan.
Semakin banyaknya kasus fraud yang terjadi tentu menjadi hal yang
meresahkan. Hal ini terkait dengan kepentingan publik yang sangat bergantung
pada
informasi-informasi
yang
ada
dalam
laporan
keuangan
yang
menggunakannya sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan
mereka mengenai tindakan-tindakan yang akan mereka lakukan terhadap suatu
perusahaan.
Dimulai dengan adanya sebuah skandal yang cukup menggemparkan
dunia internasional yaitu kasus Enron yang melibatkan Arthur Andersen sebagai
auditor eksternalnya. Enron sendiri merupakan sebuah perusahaan raksasa yang
bergerak dalam bidang industri energi, yang kemudian melakukan perluasan
usaha bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi
seperti komunikasi. Di tahun 2000, Enron masih sempat meraih penghargaan
sebagai perusahaan terbesar ke-7 versi majalah Fortune. Enron pun masih
memberikan keuntungan sebesar US $ 101 M. Namun di tahun 2001 kasus
kecurangan yang terjadi di Enron mulai terungkap dan semakin terbongkar pada
tahun 2002, sampai akhirnya perusahaan energi terbesar di Amerika Serikat ini
bangkrut dan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 M.
Indonesia sendiri mau tidak mau harus ikut terlibat dalam penanganan
masalah fraud karena kasus Enron tersebut berdampak cukup besar pada
perekonomian dunia yang tentu saja juga akan berpengaruh pada perekonomian
2
Indonesia sebagai negara yang masih berkembang. Selain itu, Indonesia sendiri
juga tercatat sebagai negara yang memiliki skandal akibat fraud, baik yang terjadi
di sektor pemerintahan maupun sektor swasta. Hal tersebut dibuktikan oleh
Transparancy International yang menyatakan bahwa
Indonesia duduk di
peringkat 118 dari daftar peringkat indeks persepsi korupsi 174 negara dunia.
Namun jika mengacu poin tiap negara, Indonesia duduk di posisi 56 negara
terkorup. Indeks persepsi korupsi di Indonesia mencapai poin 32.
Menurut Association of Certified fraud Examiners (ACFE), fraud dalam
hubungan kerja memiliki tiga cabang utama, yaitu corruption, asset misaproption,
dan fraudulent statments. Masing-masing cabang tersebut selanjutnya masih akan
terbagi-bagi lagi menjadi beberapa ranting dan anak ranting yang lebih spesifik.
Pembagian cabang-cabang, ranting, dan anak ranting fraud tersebut digambarkan
dalam bentuk bagan yang biasa disebut dengan fraud tree.
Dalam hal ini pembahasan akan lebih difokuskan pada fraudulent
statments karena fraud jenis ini dapat mengakibatkan kerugian yang bersifat luas
yaitu bagi seluruh publik yang bergantung pada informasi yang ada sebagai dasar
pengambilan keputusannya. Selain itu, adanya fraudulent staments juga akan
berpengaruh pada turunnya integritas informasi perusahaan dengan dampak yang
terburuk yaitu perusahaan akan gagal dalam mempertahankan kelangsungan hidup
usahanya.
Fraudulent statments berkaitan dengan penyajian laporan keuangan
sebagai tanggung jawab manajemen perusahaan kepada para stakeholder-nya.
Manajemen biasanya akan berusaha untuk menghasilkan laporan keuangan yang
3
terlihat baik guna meningkatkan nilai perusahaannya sesuai dengan harapan para
pemegang saham. Hal tersebut menjadikan manajemen merasa tertekan sehingga
memaksa mereka melakukan berbagai cara agar laporan keuangan yang dihasilkan
terlihat baik, salah satunya dengan melakukan kecurangan dalam penyajian
laporan keuangan.
Dalam fraudulent financial statments, manajemen bisa saja menyajikan
aset
atau
pendapatannya
lebih
tinggi
dari
keadaan
yang
sebenarnya
(overstatment), ataupun menyajikan aset dan pendapatan lebih rendah dari
keadaan yang sebenarnya (understatment). Manajemen sendiri mengambil
keputusan untuk memanipulasi laporan keuangan tersebut karena memiliki tujuan
tertentu, baik bagi pribadinya ataupun bagi organisasinya. Overstatment biasanya
dilakukan untuk meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat menarik para
investor dan kreditur untuk menanamkan investasi dan memberikan pinjaman
kepada perusahaan. Sedangkan, understatment biasa dilakukan untuk kepentingan
perpajakan.
Contoh kasus fraudulent statments yang ada Indonesia antara lain yang
dilakukan oleh PT Kimia Farma Tbk (PT KAEF). Bapepam menemukan adanya
kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF. Akibat kesalahan
penyajian tersebut laporan keuangan mengalami overstated laba bersih untuk
tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan
2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Kesalahan
penyajian tersebut dilakukan dengan cara membuat 2 daftar harga persedian
(master prices) yang berbeda yang masing-masing diterbitkan pada tanggal 1
4
Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya merupakan master prices
yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT
KAEF. Master prices per 3 Februari 2002 merupakan master prices yang telah
disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan dijadikan dasar sebagai penentuan
nilai persediaan pada unit distribusi PT KAEF per 31 Desember 2001 (Bapepam,
2002).
Kasus-kasus kecurangan pelaporan keuangan lain yang juga terjadi di
Indonesia antara lain oleh PT Bank Lippo Tbk. PT Bank Lippo Tbk
telah
melakukan kecurangan dengan mengiklankan laporan keuangan yang tidak
diaudit pada tanggal 28 November 2002 walaupun angka-angkanya sama seperti
yang tercantum dalam Laporan Auditor Independen. Kecurangan lain yang juga
dilakukan oleh PT Lippo Bank Tbk adalah dengan menyerahkan laporan
keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 ke BEJ pada tanggal 27
Desember 2002 yang tidak disertai Laporan Auditor Independen dan di dalamnya
telah terdapat penilaian kembali terhadap Agunan Yang Diambil Alih (AYDA)
dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Hal ini mengakibatkan
terjadinya perbedaan antara laporan keuangan yang diiklankan pada tanggal 28
dengan laporan keuangan yang diserahkan ke BEJ disebabkan karena adanya
penyesuaian penilaian kembali atas Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) (Bapepam, 2003).
Selain kedua kasus di atas, masih ada juga PT Indofarma yang pada tahun
2004 melakukan praktek manajemen laba dengan menyajikan overstated (lebih
saji) laba bersih senilai Rp 28,870 miliar. Hal ini sebagai dampak dari penilaian
5
persediaan barang dalam proses yang lebih tinggi dari seharusnya, sehingga harga
pokok penjualan tahun tersebut understated (kurang saji). Targetnya adalah untuk
menaikkan laba perusahaan (Bapepam, 2004).
Laporan keuangan memiliki peranan yang sangat penting bagi para
penggunanya, baik pihak internal maupun eksternal perusahaan. Oleh karena itu,
auditor perlu melakukan suatu tindakan untuk mendeteksi dan mencegah terjadi
kecurangan dalam pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting) terlepas
apakah laporan keuangan tersebut memang menyimpang atau tidak. Auditor dapat
menganalisis dan mendeteksi terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan
(fraudulent financial reporting) dengan melihat apakah terdapat gejala-gejala
fraud yang dalam auditing biasa disebut dengan red flags. Dengan memahami
gejala-gejala tersebut dan disertai dengan penguasaan teknik audit investigasi
yang kompeten, diharapkan fraud tersebut bisa dideteksi (Tuanakotta, 2012).
Penelitian Skousen et al. (2009) bertujuan untuk menguji efektivitas
pengadopsian fraud risk factor framework oleh Cressey (1953) dalam SAS No.99
untuk mendeteksi adanya financial statements fraud. Penelitian ini menggunakan
variabel-variabel yang berasal dari pengembangan fraud triangle (pressure,
opportunity, dan razionalization) yaitu financial stability, external pressure,
presonal financial need, financial target, nature of industry, ineffective
monitoring, organizational structure, dan rationalization. Dari variabel-variabel
tersebut, selanjutkan ditentukan proksi-proksi pengukurannya. Dalam penelitian
ini digunakan metode analisis regresi logistik dengan membandingkan antara
sampel perusahaan yang melakukan fraud dan yang tidak melakukan fraud. Dari
6
penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa lima variabel dari kelompok tekanan
(ACHANGE, FINANCE, FREEC, OSHIP, dan 5%OWN) dan dua variabel dari
kelompok kesempatan (IND dan CEO) terbukti signifikan dalam mendeteksi
fraud.
Kusumawadhani (2013) melakukan penelitian terhadap penggunaan fraud
triangle dalam pendeteksian financial statment fraud. Penelitian ini menggunakan
perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2010 dan 2011. Penelitian
ini menggunakan variabel-variabel yang merupakan pengembangan dari fraud
triangle seperti financial stability, personal financial need, dan ineffective
monitoring dalam mendeteksi terjadinya financial statment fraud. Dari penelitian
tersebut diperoleh hasil bahwa financial stability dan ineffective monitoring
berpengaruh siginifikan terhadap pendeteksian financial statment fraud.
Selanjutnya, penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Muhammad
Ansar (2013) yang bertujuan untuk menguji kembali faktor-faktor yang
mempengaruhi kecurangan pelaporan keuangan. Dalam penelitian tersebut
variabel yang digunakan antara lain kesulitan keuangan perusahaan (financial
distress), manajemen laba, likuiditas, financial leverage, capital turnover, ukuran
perusahaan (firm size) dan profitabilitas. Hasil dari penelitian tersebut adalah
bahwa kecurangan pelaporan keuangan pada perusahaan publik di Indonesia
terjadi ketika semakin kecil nilai capital turnover dan semakin turunnya
profitabilitas perusahaan.
Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang sangat berharga
bagi pihak-pihak yang memiliki keterkaitan terhadap sebuah perusahaan.
7
Sayangnya pada beberapa tahun terakhir, laporan keuangan yang seharusnya
menyajikan data-data yang sesuai dengan fakta terkadang digunakan sebagai
media bagi beberapa kelompok untuk meningkatkan keuntungannya dengan
melakukan manipulasi data yang ada dalam laporan keuangan. Manipulasi data ini
bisa dikategorikan sebagai sebuah fraud, dan tentu akan sangat merugikan bagi
pihak-pihak lain. Tentunya akan lebih baik jika fraudulent financial statments ini
bisa dicegah dan diminimalisir
sedini
mungkin dengan
meningkatkan
kewaspadaan terhadap hal-hal yang bisa mempengaruhi sebuah perusahaan untuk
melakukan fraudulent financial statments.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka peneliti mengambil judul “Analisis
Faktor Tekanan dan Peluang dalam Fraud Triangle terhadap Perilaku Kecurangan
Pelaporan Keuangan”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah
stabilitas
finansial
mempengaruhi
terjadinya
kecurangan
pelaporan keuangan?
2. Apakah tekanan eksternal mempengaruhi terjadinya kecurangan pelaporan
keuangan?
3. Apakah
kebutuhan
finansial
personal
mempengaruhi
terjadinya
kecurangan pelaporan keuangan?
8
4. Apakah target finansial mempengaruhi terjadinya kecurangan pelaporan
keuangan?
5. Apakah karakteristik industri mempengaruhi terjadinya kecurangan
pelaporan keuangan?
6. Apakah pengawasan yang tidak efektif mempengaruhi terjadinya
kecurangan pelaporan keuangan?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis apakah terdapat hubungan antara variabel stabilitas finansial
terhadap terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.
2. Menganalisis apakah terdapat hubungan antara variabel tekanan eksternal
terhadap terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.
3. Menganalisis apakah terdapat hubungan antara variabel kebutuhan
finansial personal terhadap terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.
4. Menganalisis apakah terdapat hubungan antara variabel target finansial
terhadap terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.
5. Menganalisis apakah terdapat hubungan antara variabel karakteristik
industri terhadap terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.
6. Menganalisis apakah terdapat hubungan antara variabel pengawasan yang
tidak efektif terhadap terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.
.
9
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada:
1. Bagi auditor, dapat memberikan referensi mengenai hal-hal yang bisa
menyebabkan terjadinya kecurangan pelaporan keuangan, sehingga
diharapkan auditor bisa lebih peka dalam mendeteksi secara lebih dini jika
terdapat indikasi-indikasi yang mengarah ke terjadinya kecurangan
pelaporan keuangan.
2. Bagi pemegang saham, investor, kreditur, serta pihak-pihak lain yang
menggunakan laporan keuangan sebagai dasar pengambilan keputusannya,
dapat memberikan informasi mengenai hal-hal yang bisa menimbulkan
terjadinya kecurangan pelaporan keuangan, sehingga diharapkan pihakpihak tersebut akan lebih berhati-hati dan bersikap waspada dalam
menggunakan laporan keuangan sebagai dasar pengambilan keputusannya.
3. Bagi perusahaan, dapat digunakan sebagai referensi mengenai faktorfaktorr apa saja yang bisa menyebabkan terjadinya kecurangan pelaporan
keuangan, sehingga mereka akan lebih memahami dan memperhatikan
penyebab terjadinya kecurangan pelaporan keuangan dan kecurangan
pelaporan keuangan tersebut dapat diminimalisir resikonya atau bahkan
dicegah.
4. Bagi penelitian selanjutnya, dapat digunakan sebagai referensi mengenai
hal-hal
yang dapat mempengaruhi terjadinya kecurangan pelaporan
keuangan dalam suatu perusahaan, terutama untuk menganalisis lebih
10
lanjut mengenai masing-masing indikator dari variabel-variabel yang
dapat mempengaruhi terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.
1.5
Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini akan dibagi menjadi lima bab, dengan susunan sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang yang menjadi
masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi landasan teori, konsep argumentasi yang
relevan dengan permasalahan yang dipakai sebagai bahan acuan
untuk menganalisis. Pada bab ini berisi pula hipotesis dan model
analisis .
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang pendekatan penelitian,
mengidentifikasi variabel yang diteliti, definisi operasional dari
masing-masing variabel, jenis dan sumber data yang digunakan,
prosedur pengumpulan data dan teknik analisis.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab menguraikan tentang gambaran umum mengenai
perusahaan-perusahan yang dipilih sebagai objek penelitian,
11
deskripsi hasil penelitian, Menganalisis data berdasarkan landasan
teori dan pembuktian hipotesis serta pembahasan analisis
penelitian.
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang beberapa simpulan dan saran dari
hasil analisis yang berguna bagi pembaca.
12
Download