merupakan upaya orang tua dalam meletakkan dasar

advertisement
PENGANTAR
Latar Belakang Permasalahan
Pola asuh menurut Shochib (1998) merupakan upaya orang tua dalam
meletakkan dasar-dasar disiplin kepada anak, sehingga memiliki disiplin diri. Jersild
(Gunarsa, 1982) mengatakan bahwa pendidikan dan pengasuhan merupakan usaha yang
diarahkan untuk mengubah tingkah laku sesuai dengan keinginan pendidik atau
pengasuh. Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh merupakan
bentuk komunikasi orang tua dengan anak dalam rangka mendidik dan mendisiplinkan
anak dalam kehidupan sehari-hari.
Orang tua yang berperilaku otoriter dalam pengasuhhannya kepada anak atau
remaja,
sebagaimana
diungkapkan
oleh
Widianti
(http://www.tabloit_nakita.com/cetak/0703/27/06.htm 28/07/07) memposisikan diri
sebagai komandan dan anak sebagai prajuritnya, dimana tidak ada kebebasan bagi anak
untuk mengeluarkan pendapat, orang tua memilih dan terus-menerus mendikte semua
hal yang berkaitan dengan anak, misalnya baju yang harus dipakai, menu makanan, atau
mainan yang akan dibeli merupakan salah satu wujud dari pola asuh otoriter. Dalam
penelitiannya Baldwin (Gerungan, 2004) mendefinisikan sikap-sikap otoriter orang tua
ialah sebagai berikut: orang tua menberikan banyak larangan-larangan kepada anak
tanpa merasa perlu menjelaskan apa guna dan alasan di balik aturan tersebut. Dari
penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh otoriter adalah gaya
komunikasi orang tua untuk membentuk, mengontrol serta mendisiplinkan anak dengan
2
standar yang tinggi, dimana anak dipaksa untuk dapat melakukan segala kegiatan sesuai
dengan parintah atau keinginannya. Orang tua cenderung mengekang dan tidak
memberi kesempatan kepada anak untuk mengeluarkan pendapat.
Berdasarkan wawancara dan observasi (190106) yang dilakukan peneliti
memukan sikap orang tua yang memberi batasan sangat ketat dan kaku kepada anak,
seperti: dilarang bermain di area sekitar lokalisasi, bahkan untuk melewati jalan di di
daerah kawasan lokalisaja tidak boleh, walau jalur tersebut merupakan jalur terdekat
menuju rumah mereka (terutama pada penduduk yang rumahnya terletak tepat di
belakang lokalisasi); memilihkan teman bermain bagi anak; melarang anak bermain
dengan orang yang tidak dikenal; selalu menanyakan setiap perilaku anak diluar rumah
”saat bermain”, seperti menanyakan kemana anak bermain, dengan siapa bermain,
permainan apa yang mereka mainkan, dsb. Apabila anak pulang terlambat dari jam yang
telah ditentukan, orang tua langsung memarahi anak tanpa menanyakan terlebih dahulu
alasan anak terlambat pulang.
Lingkungan sebagai suatu rangkaian sistem sosial mempunyai pengaruh
langsung yang berperan dalam perkembangan anak, Bronfenbrenner (Agustiani, 2006).
Pengaruh yang berperan langsung terhadap perkembangan anak adalah disebut system
mikro, dapat berupa hubungan tatap muka seperti interaksi antara orang tua dengan
anak atau interaksi guru dengan anak bahkan anak dengan lingkungan. Perkembangan
manusia merupakan hasil interaksi antara manusia yang berkembang dengan
lingkungannya. Lewin (Agustiani, 2006) lebih memfokuskan pada bagaimana cara
3
lingkungan itu diamati oleh orang tua yang berinteraksi di dalam dan dengan
lingkungan tersebut.
Sertain (Dalyono, 2001) menjelaskan bahwa lingkungan merupakan semua
kondisi alam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku,
pertumbuhan dan perkembangan kita, tak terkecuali pada lingkungan tempat tinggal.
Lingkungan tempat tinggal merupakan tempat dimana keluarga bertempat, berintraksi,
dan bermasyarakat dengan individu atau keluarga lain secara intens dan dalam waktu
yang relatif lama. Lingkungan tempat tinggal dapat dikelompokkan ke dalam dua
kategori, yaitu lingkungan tempat tinggal yang baik dan lingkungan tempat tinggal yang
tidak baik atau buruk. Lingkungan tempat tinggal yang tidak baik atau buruk menurut
Thalib (http:www/kafemuslimah.com/120307), adalah lingkungan masyarakat yang
mempunyai tradisi berjudi, membuka prakter pelacuran, gemar minum-minuman keras,
dan melakukan kegiatan-kegiatan maksiat lainnya merupakan contoh lingkungan yang
tidak baik, dan lingkungan semacam ini merugikan pembinaan akhlaq dan keagamaan
masyarakat.
Dalyono (2001) berpendapat bahwa lingkungan hidup seseorang yang jelek dan
kurang bersih akan mengganggu kesehatan, lingkungan sosial yang kacau dan kurang
toleran akan mengganggu ketenangan jiwa, lingkungan yang sibuk dan menentang
aktifitas akan mengurangi istirahat. Lingkungan lain yang sifat dan kondisinya
mempunyai potensi besar terhadap kejahatan, kriminal, gangguan kenyamanan, dan
polusi antara lain pada daerah terminal, stasiun, pasar, tempat mangkalnya kendaraankendaraan umum dan lain-lain (Turan, 2001).
4
Dari penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan tempat
tinggal yang baik adalah lingkungan tempat tinggal yang mempunyai resiko gangguan
kecil, baik dari gangguan bencana alam, gangguan kesehatan, gangguan orang jahat,
gangguan keramaian (keadaan bising), gangguan sosial maupun gangguan yang bersifat
psikologis (kejiwaan). Sedangkan untuk lingkungan tempat tinggal yang buruk atau
tidak baik adalah lingkungan tempat tinggal yang mempunyai resiko gangguan relatif
tinggi, resiko tersebut dapat mengganggu kesehatan fisik dan psikis, hubungan sosial,
hubungan antar individu (termasuk hubungan keluarga) dan dapat mempengaruhi
seluruh aspek dalam kehidupan manusia.
Masyarakat
umumnya
beranggapan
bahwa
kualitas
lingkungan
dapat
mencerminkan kualitas manusianya, lingkungan yang baik akan memberi pengaruh
yang baik dan sebaliknya lingkungan yang buruk akan berpengaruh pada seseorang
(Nuryoto dan Tjahjaningrum, 1994). Jiwa anak terutama remaja itu amat labil menurut
Kartono (2003), dalam penjelasannya jika anak mendapatkan pengaruh buruk dari film
biru, bacaan porno, bacaan immoral dan sadistis, banyak melihat perubahan dan
perilaku anti-sosial yang dilakukan oleh orang dewasa, maka mereka dengan mudah
akan terjangkit perilaku buruk tadi (dijadikan pola kebiasaan yang menetap). Dari hasil
wawancara penulis (190106) dengan beberapa orang yang tinggal di daerah sekitar
lokalisasi, mengaku cukup takut, resah akan lingkungan tempat tinggal mereka,
terutama pada perilaku dan pergaulan orang-orang yang datang ke lokalisasi. Contoh
perilaku atau kegiatan yang sering muncul di daerah lokalisasi (Penataran, April 2006)
antara lain: mabuk-mabuka, pesta miras, banyak tindak kekerasan seperti memukul dan
5
meneror warga setempat di saat para pengunjung lokalisasi tersebut mabuk. Melihat
keadaan ini tentu saja sangat kurang menguntungkan bagi penduduk baik-baik yang
tempat tinggalnya berada di sekitar kompleks pelacuran, keadaan ini menimbulkan
perasaan risih dan malu teruama pada orang tua yang memiliki anak-anak puber yang
sangat perlu mendapatkan lingkungan sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan
keribadiaannya (Nuryoto dan Tjahjaningsih, 1994).
Hubungan yang terjadi antara persepsi negatif pada lingkungan tempat tinggal
dengan pola asuh otoriter seringkali terjadi pada daerah lokalisasi, seperti yang terjadi di
Desa Ngujang, Kecamatan Ngantru Kabupaten Tulungagung. Asumsi peneliti terhadap
fenomena ini adalah karena keadaan lingkungan yang “menyeramkan” dan mengingat
lingkungan mempengaruhi perkembangan anak, maka diasumsikan orang tua akan
menerapkan disiplin yang lebih ketat kepada anak. Penerapan disiplin orang tua
dituangkan dalam bentuk pola asuh yang digunakan yaitu pola asuh otoriter kepada
anak karena persepsi negatif orangtua pada lingkungan tempat tinggalnya. Semakin
tinggi persepsi negatif orang tua pada lingkungan tempat tinggal, maka semakin otoriter
pola asuh yang diterapkan orang tua.
Keadaan ini sebenarnya kurang ideal apabila di tinjau dari pola asuh ideal yang
seharusnya diterapkan oleh orang tua. Pola asuh ideal yang diyakini dapat menjadikan
anak berkembang dengan baik dan bertanggung jawab adalah pola asuh demokratis.
Fenomena di Desa Ngujang menimbulkan pertanyaan bahwa apakah ada hubungan
antara persepsi negatif orang tua pada lingkungan tempat tinggal dengan pola asuh
otoriter yang diterapkan pada anak-anak mereka?
6
METODE PENELITIAN
Responden dalam penelitian ini adalah para orang tua yang tinggal di sekitar
lokalisasi (Desa Ngujang) dan mempunyai anak antara usia 6 sampai 19 tahun (SD
sampai SLTA) yang tinggal di lingkungan tersebut. Alasan dipilihnya orang tua yang
memiliki anak pada usia tersebut adalah pada usia tersebut anak-anak masih dalam
kendali orang tua atau masih dalam pengasuhan orang tua.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam
yautu (1) Skala Pola Asuh Otoriter dan (2) Skala Persepsi Negatif Orang Tua Pada
Lingkungan Tempat Tinggal. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Try out
terpakai dimana alat ukur tersebut langsung dipakai dalam penelitian. Adapun alat ukur
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Skala pola asuh otoriter
Skala pola asuh otoriter ini mengacu pada aspek-aspek yang merupakan
pengertian dan ciri-ciri dari pola asuh otoriter. Skala ini dibuat oleh penulis untuk
mengukur seberapa besar tingkat pola asuh otoriter. Skala ini disusun berdasarkan
aspek-aspek pola asuh yang diungkapkan oleh Hurlock (1992) yang menguraikan pola
asuh otriter. Aspek-aspek otoriter tersebut adalah:
7
a. Keras atau kaku
Sikap, ucapan dan perilaku orang tua yang mengharuskan, memaksa, dan susah
menerima pendapat dari oranglain
b. Tidak memberi kepercayaan pada anak
Tidak mendorong anak untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan
tindakan atau keinginan anak sendiri.
c. Pengontrolan terhadap tingkah-laku anak yang sangat ketat
Anak dibatasi dalam tindakan mereka, dan keputusan diambil oleh orangtua
(kekuasaan berada ditangan orangtua).
d. Cenderung memberikan hukuman fisik kepada anak
Bentuk pengendalian anak melalui perilaku orang tua yang cenderung
menggunakan kekuatan eksternal dalam bentuk hukuman, terutama hukuman
badan.
e. Jarang memberikan pujian dan hadiah
Tidak adanya penghargaan dari orang tua atas keberhasilan yang telah dicapai
anak.
2. Skala Skala persepsi negatif pada lingkungan tempat tinggalnya
Skala persepsi negatif pada lingkungan tempat tinggal dalam penelitian ini
diungkap dengan menggunakan Skala persepsi negatif pada lingkungan tempat tinggal
yang disusun sendiri oleh penulis. Skala ini dibuat oleh penulis untuk mengukur
besar tingkat persepsi negatif pada lingkungan tempat tinggalnya. Skala tersebut di
8
susun berdasarkan indikator persepsi negatif pada lingkungan sekitar tempat tinggal
berdasarkan perilaku negatif yang menjurus kearah kriminalitas dan merupakan
perbuatan yang meresahkan sehingga dapat menimbulkan perusakan kepentingankepentingan umum. Aspek-aspek persepsi negatif pada lingkungan tempat tinggal yang
akan diungkap dalam penelitian ini yaitu:
a. Perbuatan-perbuatan
atau
tindakan
yang
terjadi
dilingkungan
anak
yang
melanggaran norma-norma yang berlaku.
1)
Mengeluarkan kata-kata kotor atau mengumpat : Suatu cacian, makian, pujian,
sesalan, perkataan yang keji (kotor) yang diucapkan karena marah, jengkel,
kecewa, dsb kepada orang lain atau dalam situasi tertentu.
2)
Jail : Suatu perbuatan suka mengganggu, menggoda, nakal kepada orang lain
yang membuat kerusuhan.
3)
Membuat Keributan atau berkelahi :Kegemparan, kerusuhan, kekaauan, yang
terjadi di suatu tempat.
4)
Bergunjing :Membicarakan kekurangan orang lain (memfitnah)
b. Perbuatan atau tindakan seseorang yang dianggap sebagai kejahatan dan diancam
dengan sanksi hukum dan sebagaimana yang tercantum dalam KUHP, misalnya:
1) Mabuk-mabukan (pasal 429 KUHP) : Perilaku membuat diri mabuk atau hilang
kesadaran secara berlebihan karena terlalu banyak mengkonsumsi minuman
keras
9
2) Pemalakan atau pemerasan (pasal 368 KUHP) :Perbuatan yang mengancam atau
berbahaya bagi orang lain dengan tujuan untuk merampas milik orang lain
(mengambil secara paksa)
3) Pencurian (pasal 362 KUHP) :Perbuatan yang dilakukan seseorang secara
sembunyi-sembunyi untuk mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan
tidak sah
4) Pengeroyokan (pasal 358 KUHP)
5) A-Susila : Perilaku yang tidak sesuai dengan adat, sopan santun, norma dan tata
krama
c. Perbuatan atau tindakan yang bersifat kusus, baik yang menyangkut perbuata
maupun akibat yang ditimbulkan dapat meresahkan masyarakat atau mengganggu
kelancaran pembangunan nasional, misalnya:
1) Perkelahian : Pertengkaran yang disertai dengan adu kata-kata dan tenaga
2) Penyalahgunaan narkotika :Obat untuk menenangkan saraf, menghilangkan rasa
sakit atau perangsang (seperti opium, ganja)
3) Pertengkaran :Perdebatan, perselisihan pendapat antara satu orang atau lebih.
Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah
teknik analisis adalah korelasi product moment. Perhitungan-perhitungan tersebut akan
dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer dengan program SPSS for windows
versi 12.0.
10
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Deskripsi Subjek Penelitian berdasarkan jenis Kelamin
No.
Jenis Kelamin
Jumlah
Prosentase
1.
Laki-laki
28
33,73%
2.
Perempuan
55
66,27%
Jumlah
83
100%
Deskripsi Data Penelitian
Hipotetik
Variabel
Xmax Xmin Mean SD
Persepsi Negatif Orangtua
Pada Lingkungan Tempat
Tinggal
Pola Asuh Otoriter
Empirik
Xmax Xmin Mean
SD
35
0
17,5
5,83
35
0
168
28
98
23,33
166
63 100,96 27,349
Kriteria Kategorisasi Pola Asuh Otoriter
Kategori
Norma
Rentang skor
20,11 8,957
Jumlah
Prosentase
x > 121
33
39,754 %
Tinggi
? + 1,8 ? < x
Sedang
? - 0,6 ? ? x < ? + 1,8 ?
75 < x < 121
32
38,554 %
Rendah
x < ? - 1,8 ?
x < 75
18
21,687 %
83
100 %
Keterangan: s=sta nd a rd e fia si,µ =rera ta
Kriteria Kategorisasi Persepsi Negatif Orang Tua Pada Lingkungan Tempat
Tinggal
Kategori
Norma
Rentang skor Jumlah Prosentase
Tinggi
? + 1,8 ? < x
x > 23
65
78,313 %
11
Sedang
? - 0,6 ? ? x < ? + 1,8 ?
12 < x < 23
11
13,253 %
Rendah
x < ? - 1,8 ?
x < 12
7
8,434 %
100 %
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah sebaran skor pada variable
penelitian mengikuti distribusi kurva normal atau tidak. Tehnik yang digunakan untuk
uji normalitas adalah tehnik One Sample Kolmogorof-Smirnov Test. Sebaran skor suatu
variable penelitian dikatakan normal jika harga p dari nilai K-S-Z lebih besar dari 0,05
(p>0,05). Hasil uji normalitas yang yang dilakukan pada variable persepsi negatif orang
tua pada lingkungan tempat tinggal memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,272 dengan p = 0,79
(p>0,05) sehingga menunjukkan distribusi yang normal. Distribusi variable pala asuh
otoriter memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,715 dengan p = 0,006 (p>0,05) sehingga
menunjukkan distribusi yang tidak normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa masingmasing variable memiliki sebaran data yang tidak normal.
2. Uji Linieritas
Uji linieritas ini dilakukan untuk menguji apakah ada hubungan antara variable
Persepsi Negatif Orang Tua Pada Lingkungan Tempat Tinggal dengan Pola Asuh
Otoriter mengikuti garis linier (membentuk garis lurus) atau tidak. Linieritas terpenuhi
jika harga p dari nilai F linierity lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) dan harga p dari F
deviation linierity lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Hasil uji linieritas hubungan persepsi
negatif orangtua pada lingkungan tempat tinggal dengan pola asuh otoriter diperoleh
hasil F = 35,304 dengan p = 0,000 dan deviation of liniertity F = 0,998 dengan p =
12
0,480. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variable persepsi negatif orang tua pada
lingkungan tempat tinggal dengan pola asuh otoriter bersifat linier.
3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui hubungan Persepsi Negatif Orang Tua
Pada Lingkungan Tempat Tinggal Dengan Pola Asuh Otoriter. Adapun syarat dalam
melakukan uji hipotesis, yaitu melalui uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas (data
tidak normal) dan linieritas (data linier) terpenuhi. dari hasil uji asumsi tampak bahwa
terdapat salah satu data tidak terdistribusi secara normal, sehingga hipotesis dalam
penelitian ini menggunakan tehnik uji Non Parametrik Corelation Sperman. Analisis
statistiknya menggunakan bantuan program SPSS For Windows 12.0.
Dari hasil analisis Sperman diketahui bahwa keterkaitan atau hubungan antara
persepsi negatif orang tua pada lingkungan tempat tinggal dengan pola asuh otoriter
menghasilkan nolai rho = 0,451 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05). Hasil ini
menunjukkan hipotesis diterima.
Hasil Uji Hipotesis Persepsi Negatif Orang Tua Pada Lingkungan Tempat Tinggal
Dengan Pola Asuh Otoriter.
Pola Asuh Persepsi Negatif Orang Tua Terhadap
Variabel
Persepsi Negatif Orang Tua
Terhadap Lingkungan Tempat
Tinggal
Pola Asuh Otoriter
Otoriter
Lingkungan Tempat Tinggal
1
0,451**
0,451**
1
13
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
persepsi negatif orangtua pada lingkungan tempat tinggal dengan pola asuh otoriter.
Hasil tersebut dapat diketahui dari hasil analisis Sperman dengan menggunakan fasilitas
komputer SPSS 12.00 For Windows yang menunjukkan bahwa nilai rho sebesar 0,451
dengan signifikan 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian diperoleh hasil bahwa semakin
tinggi persepsi negatif orang tua pada lingkungan tempat tinggal maka semakin otoriter
pola asuhnya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Dariyo (2007), bahwa dalam
mengasuh anak atau remaja orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di
lingkungannya. Anak atau remaja akan mengamati, memahami, menilai, dan meniru
nilai-nilai yang berlaku di dalam lingkungan sosial-budaya. Karena itu baik-buruknya
struktur keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar (lingkungan tempat tinggal)
memberikan pengaruh baik dan buruk pada perkembangan anak atau remaja (Kartono,
2003).
Lingkungan dalam penelitian ini memang dikenal tidak baik oleh warga
setempat ataupun orang di luar wilayah Ngujang, karena kondisi lingkungan yang
berdekatan dengan kompleks lokalisasi, dengan aktivitas yang bermacam-macam
seperti pesta miras, mabuk-mabukan, perkelahian, pemalakan, dsb. Sesuai dengan
pendapat Kartono (2003) bahwa lingkungan yang memiliki kelas ekonomi rendah
dengan banyaknya kaum pekerja yang tidak terlatih, daerah kumuh, kawasan
14
perumahan baru yang transisional dengan banyak kasus defisiensi mental dan
jasmaniah, alkoholisme, perkelahian, penodongan,dll dan daerah-daerah rawan sarang
penjahat merupakan lingkungan yang tidak baik. Melihat perilaku-perilaku yang muncul
diatas, mendorong orang tua untuk lebih ketat menjaga dan melindungi anak dari
lingkungan tempat tinggalnya.
Melihat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan atau tidak baik
membawa sikap dan perilaku orang tua untuk menjauhkan anak dengan lingkungannya
yaitu dengan: membatasi ruang lingkup bermain anak, selalu bertanya dengan siapa,
kemana anak pergi bermain, memilih dan menyeleksi siapa saja teman yang pantas
bermain dengan anaknya, dsb. Perilaku ini muncul terkait dengan harapan-harapan
orang tua, dimana mereka menginginkan anaknya dapat menjadi orang yang dewasa,
mandiri, dan sukses, sehingga orang tua cenderung untuk bertindak otoriter dalam
pengasuhannya. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ancok (Agustiani,
2006) bahwa Sikap dan prilaku orang tua yang otoriter diakibatkan karena selalu
kawatir bahkan kurang percaya pada anak dalam hubungan sosial, dimana orang tua
menganggap bahwa anak akan lebih baik jika selalu mendengar pendapat-pendapat
orang tua dan tidak sesuka hatinya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, tampak bahwa 33 orang memiliki pola asuh
otoriter dengan prosentase 39,754%, yang artinya orang tua berkecenderungan kuat
untuk berperilaku otoriter kepada anak. Hal ini tampak pada cara-cara orang tua dalam
memperlakukan anaknya yaitu; membatasi tempat bermain dengan aturan yang tegas
dan kaku; mengawasi setiap gerak-gerik anak diluar atau di dalam rumah, misalnya
15
anak pergi kemana, dengan siapa, jika sedang bermain permainan apa yang mereka
mainkan; tak segan memilih atau menyeleksi teman bermain anak, misalnya dengan
melarang anak bergaul dengan sembarangan anak yang tidak dikenal orang tua; bahkan
orang tua sering memarahi dan memberi hukuman kepada anak untuk mematuhi dan
melaksanakan segala aturan ataupun perintah tanpa komunikasi terlebih dahulu dengan
anak. Sesuai dengan pendapat Hurlock (1992) bahwa Pola asuh otoriter ditandai
dengan; Peraturan yang terlalu Keras atau kaku, Tidak memberi kepercayaan pada anak,
Pengontrolan terhadap tingkah-laku anak yang sangat ketat, Cenderung memberikan
hukuman fisik kepada anak, Jarang memberikan pujian dan hadiah atas keberhasilan
yang telah dicapai anak.
Tingginya nilai subjek pada skala pola asuh otoriter terkait dengan keinginan
orang tua kepada anak atau remaja untuk tumbuh menjadi orang yang matang, mandiri,
sukses, dan dewasa secara sosial (Astuti, 2002). Sehingga orang tua merasa bertanggung
jawab terhadap perkembangan anak. Tanggung jawab tersebut diwujudkan dalam
penataan perilaku anak atau remaja melalui pola asuh yaitu pola asuh otoriter. Pola asuh
otoriter adalah gaya komunikasi orang tua dengan anak dalam bentuk kontrol dan
disiplin dalam standar tinggi, anak dipaksa untuk dapat melakukan segala kegiatan
sesuai dengan parintah atau keinginannya. Menurut pendapat Ancok (Agustiani, 2006)
menyatakan bahwa sikap dan perilaku otoriter orang tua pada anak atau remaja
disebabkan karena orang tua merasa kawatir bahkan kurang percaya kepada anak dalam
hubungan social, dimana orang tua menganggap bahwa anak akan lebih baik jika selalu
mendengar pendapat-pendapat orang tua dimana anak tidak berperilaku sesuka hatinya.
16
Berdasarkan skor kategori persepsi negatif orang tua pada lingkungan tempat
tinggal tampak bahwa 65 orang memiliki persepsi negatif pada lingkungan tempat
tinggal berada dalam kategori tinggi dengan prosentase sebesar 78,313 %, karena
jumlah subjek yang berada pada rentang skor > 23 paling banyak dibandingkan dengan
jumlah subjek pada rentang skor yang lain.
Tingginya persepsi negatif orang tua pada lingkungan tempat tinggal terkait
dengan perasaan was-was, takut, resah, dan tidak tenang berada di lingkungan tempat
tinggal tersebut. Selain itu pada orang tua utamanya yang memiliki anak atau remaja
merasa kawatir pada perilaku dan pergaulan di lingkungan tempat tinggalnya tersebut
seperti mabuk-mabukan, pesta miras, perkelahian, pengeroyokkan, pemalakan, dsb.
Turan (2001) menjelaskan bahwa bentuk stimulus yang mengganggu atau mengancam
sehingga menyebabkan seseorang merasa tidak aman, terganggu, resah dalam
lingkungan bermasyarakat antara lain adalah pencurian, penjambretan, penodongan,
curanmor, perkelahian, tawuran, gangguan-gangguan lain seperti peredaran narkotika
dan obat-obatan terlarang (NARKOBA) serta kemungkinan adanya tempat-tempat
persembunyian pelaku kejahatan.
Pandangan masyarakat umum yang beranggapan bahwa kualitas lingkungan dapat
mencerminkan kualitas manusianya, lingkungan yang baik akan memberi pengaruh
yang baik dan sebaliknya lingkungan yang buruk akan berpengaruh pada seseorang
(Nuryoto dan Tjahjaningrum, 1994). Sesuai dengan pendapat Kimbel (Nurdalena, 2004)
bahwa ) bahwa seseorang dapat memaknai baik-buruknya suatu objek tertentu apabila
telah memiliki pengetahuan sebelumnya tentang objek tersebut. Pengetahuan ini dapat
17
berupa pengetahuan kebudayaan yang diperoleh dari hasil belajar dari lingkungan sosial
yang sifatnya menetap. Pengetahuan kebudayaan yang dimaksud adalah norma, nilai,
aturan, kebiasaan, maupun pandangan umum yang berkembang di lingkungan tempat
tinggal tersebut. Pengetahuan ini secara tidak langsung akan mempengaruhi interpretasi
seseorang, hal ini terjadi karena yang bersangkutan seperti pada orang tua yang tingal di
daerah sekitar lokalisasi Ngujang sudah berproses lama dengan lingkungan tempat
tinggalnya. Sehingga orang tua yang tinggal di lingkungan daerah sekitar lokalisasi
dapat dengan mudah untuk mempersepsi negatif pada lingkungannya karena merasa ada
tidak kesesuaian dalam norma, aturan, nilai , ataupun kebiasaan yang berlaku di
lingkungan tempat tinggal dengan kepribadian atau norma, aturan, nilai, ataupun
kebiasaan dalam keluarganya. Dalam penelitian ini persepsi negatif orangtua pada
lingkungan tempat tinggal diungkap melalui ciri-ciri; munculnya perilaku perkelahian,
pencurian, mabuk-mabukkan, pemalakan, pertengkaran, perjudian, munculnya kata-kata
kotor, bergunjing, pergaulan bebas, iseng, pengeroyokkan, dan narkotika yang tampak
di lingkungan tersebut
Berdasarkan hasil penelitian yang ada disertai pengkajian secara lebih mendalam
mengenai penelitian ini, maka terdapat banyak kelemahan-kelemahan yang muncul
antara lain pada subjek penelitian dan alat ukur yang digunakan. Dalam hal ini peneliti
tidak menjelaskan secara lengkap dan terlampir, seperti pada penjelasan mengenai
kriteria subjek penelitian sebagai orangtua, apakah itu sebagai orangtua kandung,
orangtua wali ataupun orangtua angkat. Sehingga terjadi kerancuan pada penelitian
karena ada salah satu subjek yang ikut dalam penelitian ini merupakan nenek yang
18
mengasuh cucunya dari kecil. Selain itu pada identitas subjek penelitian juga tidak
terlampir secara lengkap dimana seharusnya data identitas pada skala alat ukur
disertakan secara rinci guna keakuratan penelitian. Data tersebut antara lain; usia,
tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anak yang dimiliki, usia anak yang diteliti, dsb.
Selain itu pada alat ukur yang digunakan utamanya pada skala pola asuh otoriter, tidak
terdapat kesesuaian subjek penelitian dimana pada penelitian ini skala pola asuh otoriter
khususnya pada aitem-aitem yang digunakan lebih sesuai jika digunakan pada kriteria
subjek yang memiliki anak pada usia Sekolah Dasar. Sedang pada penelitian ini
digunakan pada segala usia, artinya digunakan pada anak-anak dan remaja ( SD–SMU ).
19
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara
persepsi negatif orangtua pada lingkungan tempat tinggal dengan pola asuh otoriter
pada warga Desa Ngujang Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung. Adanya
hubungan antara kedua variable, ditunjukkan oleh Koefisien Korelasi sebesar 0,451
dengan signifikan 0,000 (p < 0,05). Hubungan kedua variable menunjukkan bahwa
semakin tinggi persepsi negatif orang tua pada lingkungan tempat tinggal maka semakin
tinggi pula perilaku otoriter orang tua kepada anak. Begitu pula sebaliknya semakin
rendah persepsi negatif orang tua pada lingkungan tempat tinggal maka semakin rendah
pula perilaku otoriter orang tua kepada anak.
SARAN
1. Saran Bagi Subjek Penelitian
Saran bagi subjek penelitian yang memiliki pola asuh otoriter tinggi hendaklah
untuk sedapat mungkin berusaha mengurangi perilaku otoriter mereka. Mengingat
banyaknya efek yang terjadi dari sikap orang tua yang berperilaku otoriter antara lain:
kurangnya ketrampilan sosial pada anak, tingginya tingkat agresifitas, rendahnya
kreativitas verbal anak, dsb.
2. Saran bagi PEMDA Daerah setempat
20
Saran bagi PEMDA setempat, berkaitan dengan pengurangan perilaku-perilaku
kenakalan remaja ataupun perilaku-perilaku kejahatan antara lain:
a. Dari pihak PEMDA setempat hendaklah membuat satuan tugas P4GN (Pencegahan
Pemberantasan Penanggulanggan Peredaran Gelap Narkoba). Gerakan ini bukan
hanya bergerak pada bidang NARKOBA saja melainkan juga pada peredaran
minuman beralkohol dan sejenisnya.
b. Memberikan stimulus kepada warga lingkungan setempat dengan sasaran utamanya
adalah remaja dan anak-anak yang tinggal di lingkungan tersebut, yaitu dengan
membuka lapangan kerja baru ataupun memberikan bekal ketrampilan pada anakanak atau remaja putus sekolah, membentuk kelompok kesenian dan kelompok olah
raga yang berguna untuk menampung minat, bakat dan hoby warga lingkungan
setempat, sehingga utamanya anak-anak dan remaja di daerah tersebut memiliki
kegiatan yang terarah sehingga dapat mengurangi pengaruh dari lingkungan.
3. Saran Bagi Peneliti Berikutnya
Saran untuk peneliti berikutnya, agar lebih memperhatikan variable yang
digunakan, seperti usia, tingkat pendidikan orang tua, jumlah anak yang dimiliki
ataupun status social ekonomi yang dapat mempengaruhi pola asuh otoriter. Dan lebih
menggali informasi tentang pengetahuan subjek terkait dengan persepsi mengenai
lingkungan khususnya pada lingkungan tempat tinggal. Hal ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bermanfaat bagi kehidupan sosial individu.
21
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, Hendriati. D.R. 2006. Psikologi Perkembangan: pendekatan ekologi
kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja.
Bandung: refika Aditama
Gerungan, W.A., 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama
Gunarsa, Y. S.D. 1982. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia
Gibson, J.L., Ivanisevich, D. Jr., James, H. 1997. Organisasi dan Menejemen: Perilaku,
struktur, proses, terjemahan Djoerban Wahid, SH., Jakarta: Erlangga
Hurlock, E. B. 1978. Adolescent Development. Tokyo:MC Graw-Hill Kogakusha. Ltd.
Kartono, Kartini. 1984. Patologi Sosial. Jakarta: CV Rajawali
Maccoby, E. E. 1992. Social Development Psychologycal Growth And The Parenting
Child Relation Ship. New York: Harcourt Brance javano. Vic. Inc
Mar’at, S., 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mussen, P. H., Conger, J.J And Kagan, J. 1990. Child Development And Personality.
New York: Harper And Raw Publisher
Nurdahlena . 2004. Hubungan Antara Persepsi Remaja Awal Terhadap Pola Asuh
Otoriter Dengan Motivasi Berprestasi. Tesis (tidak diterbitkan).
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Nuryoto, S. 1993. Teori Perkebangan Remaja. Yogyakarta: Psikologi Universitas Gajah
Mada
Nuryoto, Sartini dan Tjahjaningsih. 1994. Harga Diri Remaja Yang Bertempat Tinggal
Di Dalam Lingkungan Kompleks Pelacuran dan Diluar Lingkungan
Kompleks Pelacuran. Jurnal Psikologi No. 2, 9-16
Papalia, D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D. 2002. A Child World: Infancy Throught
Adolescsnce, Singapura: MC Grow Hill
____________ . 2004. Human development. Boston: McGraw-hill.
Ridwan, DRS. 2002. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabet
22
Santrok, John. W. 1995. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta:
Erlangga
Shochib, Moh. 1998. Pola Asuh Orang Tua: Untuk membantu anak mengembangkan
disiplin diri. Jakarta: Rineka Cipta
Stewart and Koch. 1983. Children Development Trought Adolesence. Canada: John
Wiley And Sons, Ink
Sukmana, Oman. 2003. Dasar-dasar Psikologi Lingkungan. Malang: UMM Press
Tarmudji, Tarsis. 2001. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Agresifitas Remaja.
http//:www.depkes.go.id. 27/12/05
Turan, Achmad. 2001. Kiat-Kiat Mengembangkan Rasa Perduli Terhadap Kaemanan
Diri Dan Lingkungan. Jakarta: Karya Jaya.
Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset
____________, 2000. Psokologi Sosial: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Andi Offset
Widianti,
Astri.S.
2006.
Empat
Tipe
Pola
Asuh
Orang
http://www.tabloit_nakita.com/cetak/0703/27/06.htm 28/07/07
Willis, Sofyan. 2005. Remaja Dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta
Tua.
Download