Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016 Efektivitas formulasi minyak mimba hasil screw press terhadap rayap tanah (Coptotermes gestroi) Arief Heru Prianto1*, Adinda S. Dewi2, H. Basri2, Sulaeman Yusuf1 1 Pusat Penelitian Biomaterial Cibinong Science Center, Cibinong-Bogor 16911 2 Sekolah Tinggi MIPA Bogor Raya Bangbarung No.1, Kota Bogor 16152 *email korespondensi: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan mencari formulasi biosida dan pengujiannya terhadap serangan rayap tanah Coptotermes gestroi. Biji mimba dipress dengan menggunakan screw press. Minyak mimba diformulasikan dengan surfaktan kalsium dodesilbenzen sulfonat dan etoksilat alkil fenol. Sampel kayu kemudian diberi perlakuan formulasi minyak mimba dengan konsentrasi 0%; 5%; 10%; 20%; 40% dan 80%. Spektroskopi FTIR dilakukan untuk menentukan kelompok senyawa dari formulasi minyak mimba. Berdasarkan spektroskopi FTIR, minyak biji mimba mengandung gugus C-H dari gugus metilen (2922,82 cm-1 dan 2853,48 cm-1) yang diperkuat oleh adanya serapan pada bilangan 722,06 cm-1 yang dihasilkan oleh tekukan goyangan dari gugus metilen. Gugus C=O (1743,40 cm-1 dan 1712,68 cm-1), gugus C-O alkohol (1235,98 cm-1; 1163,16 cm-1 dan 1117,46 cm-1), C-H dari gugus metil alifatik (1463,94 cm-1; 1416,80 cm-1 dan 1377,62 cm-1), gugus N-H (3444,73 cm-1) yang diperkuat oleh serapan 1511,84 cm-1 dan gugus yang diduga alkil halida C-X (601,83 cm-1; 583,03 cm-1 dan 461,99 cm-1). Berdasarkan uji efektivitas formulasi minyak biji nimba untuk pengawet kayu, 10% dosis dapat dianggap efektif untuk mengawetkan kayu terhadap serangan rayap, tidak berbeda secara signifikan dari efek yang disebabkan oleh administrasi minyak biji nimba dengan konsentrasi yang lebih tinggi Kata kunci: Coptotermes gestroi; formulasi minyak mimba; pengawetan kayu Effectiveness of screw pressed-neem oil formula against subterranean termite (Coptotermes gestroi) The purpose of this study is to determine the optimum formula of neem based-biocide and to test it against termite attack Coptotermes gestroi. Neem seeds was pressed using a screw press continuously. Neem oil was then formulated with surfactant kalsium dodesilbenzen sulfonat and etoksilat alkil fenol. Wood samples were treated using neem oil formulations at different concentrations of 0%; 5%; 10%; 20%; 40% and 80, respectively. Structural analysis using FTIR spectroscopy was conducted in order to determine cluster function of neem oil formulation. Based on FTIR spectroscopy, neem seed oil contains C-H cluster from methylene group (2922.82 cm-1 and 2853.48 cm-1) that is reinforced by the presence of absorption at 722.06 cm-1 numbers were allegedly produced by bending wobble of a methylene group. Cluster C=O (1743.40 cm-1 and 1712.68 cm-1), cluster C-O alcohol (1235.98 cm-1; 1163.16 cm-1 and 1117.46 cm-1), C-H from cluster aliphatic methyl (1463.94 cm-1; 1416.80 cm-1 and 1377.62 cm-1), cluster N-H (3444.73 cm-1) also strengthened by absorption 1511.84 cm-1 and cluster alkyl halide C-X (601.83 cm-1; 583.03 cm-1 and 461.99 cm-1). Based on effectiveness test of neem seed oil formulation for wood preservative, 10 % dosage can be considered effective to preserve the wood against termite attack. The effect was not significantly different from the one caused by the administration of neem seed oil with higher concentrations. Keywords: Coptotermes gestroi; neem oil formulation; wood preservative 42 Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016 Pendahuluan Rayap merupakan hama utama yang menyerang kayu pada produk kayu seperti furnitur, kusen, pintu, dan juga kontruksi bangunan dari kayu. Kayu merupakan salah satu bahan baku yang dibutuhkan oleh industri maupun masyarakat. Hingga saat ini di dunia terdapat lebih dari 2300 spesies rayap yang dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok ekologi yang berbeda: kayu lembab, kayu kering, tanah (subterranean), arboreal dan pohon. Kurang dari 15% dari keragaman spesies rayap tersebut berada pada tata ruang yang dikelola oleh manusia, dan sekitar 150 spesies diketahui menyerang struktur berbahan baku kayu. Dari sekian banyak spesies rayap, 10% atau 200 spesies lebih ditemukan di Indonesia, dan sekitar 20 spesies berperan sebagai hama perusak kayu dan tanaman (Yusuf, 2004; Lewis, 2006). Penelitian mengenai metode pencegahan dan pengendalian serangan rayap telah banyak dilakukan oleh peneliti di dunia. Sampai saat ini berbagai teknologi pengendalian rayap telah dicoba, antara lain adalah: 1) Penggunaan termitisida yang diaplikasikan melalui tanah atau dengan cara impregnasi ke dalam kayu (chemical barrier), 2) Menggunakan penghalang fisik (physical barrier) yaitu untuk mencegah penetrasi rayap pada bangunan dan 3) Teknologi pengumpanan (baiting), untuk mengeliminasi koloni rayap (Desyanti, 2007). Pengendalian rayap secara kimiawi sangat umum digunakan, karena murah dan praktis dalam penggunaannya. Penggunaan bahan-bahan kimiawi yang berlebihan akan menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan dan manusia itu sendiri. Pengendalian dengan menggunakan bahan alami akan lebih ramah lingkungan karena bersifat mudah terurai. Pestisida nabati merupakan salah satu cara yang efektif dan relatif aman bagi manusia, hewan dan lingkungan. Pestisida nabati berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya (Arsyadana, 2014). Metode rendaman dingin merupakan cara yang paling mudah untuk pengawetan produk kayu (Wicaksono, 2012). Penggunaan pestisida nabati pada metode pengawetan pada kayu dapat lebih efisien dalam mencegah serangan rayap pada produk berbasis kayu. Mimba (Azadirachta indica) merupakan tanaman yang memiliki senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai pestisida. Senyawa-senyawa fitokimia yang terkandung dalam Mimba antara lain saponin, tannin, alkaloid, steroid, triterpenoid, dan flavonoid. Azadirachtin merupakan senyawa aktif yang bersifat sebagai penghambat daya reproduksi, perkawinan, komunikasi seksual dan juga menghambat pembentukan kitin (Kardinan, 2002). Mimba efektif mencegah makan (antifeedant) bagi serangga dan mencegah serangga mendekati tanaman (repellent), dan bersifat sistemik. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh formulasi pestisida nabati berbahan aktif minyak biji mimba yang efektif digunakan sebagai bahan pengawet kayu terhadap serangan rayap Coptotermes sp. Bahan dan Metode Penelitian Bahan dan alat Bahan yang digunakan adalah biji mimba (Azadirahta india) utuh dengan cangkangnya dalam kondisi kering udara. Alat yang digunakan antara lain piknometer, viskometer, stirer magnetis, mikropipet dan neraca analitik Produksi minyak mimba Minyak biji mimba diperoleh dengan cara pengepresan dengan alat screw press. Sebelum pengepresan biji, perlu dilakukan proses pendahuluan yang meliputi depulping (mengeluarkan biji dari buahnya), drying (pengeringan biji), dan decortating (menghancurkan endorkarp). Biji yang sudah bersih kemudian di kempa dengan alat screw press. Minyak yang diperoleh disaring sehingga diperoleh minyak mimba murni. 43 Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016 Formulasi pestisida nabati minyak biji mimba Pembuatan formulasi pestisida nabati berbahan aktif minyak biji mimba dilakukan dengan mencampur minyak mimba yang diperoleh dengan surfatan anionik dan surfaktan ionik. Kombinasi dari kompisisi tiap bahan dilakukan agar diperoleh kombinasi terbaik yang menghasilkan stabilitas emulsi yang paling baik Pada percobaan pendahuluan ini dibuat 5 (lima) formulasi minyak biji mimba. Formula F1 sampai F5 dibuat dengan cara yang sama melalui proses dingin. Proses dingin ini dipilih karena lebih efisien dibandingkan dengan proses panas. Pada formula F1 hingga F5 digunakan 2 jenis surfaktan yang sama yaitu Genorol bc-5 dan Rhodakal 70 bc, dalam variasi kadar total surfaktan sebesar 10% secara acak. Uji sifat fisik Sifat fisik yang diuji antara lain pH, viskositas, dan berat jenis. Formula pestisida nabati diukur dengan pH-meter. Elektroda pH meter dikalibrasi dengan larutan standar pH 4 dan pH 7. Setelah dicuci dengan akuades, elektroda dicelupkan ke dalam pestisida nabati dan minyak biji mimba murni, dan nilai pH dicatat. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada suhu kamar. Viskositas diukur dengan viskometer Brookfield dengan kecepatan putaran 6 dan 12 rpm. Pembacaan dilakukan pada posisi jarum stabil. Angka bacaan yang diperoleh dikalikan dengan faktor koreksi pengukuran yang dipengaruhi oleh kecepatan dan nomor spindel. Viskositas dihitung dengan rumus berikut: 𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠(𝜂 ) = angka yang terbaca × faktor koreksi pengukuran Berat jenis (densitas) pada formulasi minyak biji mimba ditentukan dengan menggunakan piknometer 25 mL. Piknometer lengkap dengan tutupnya ditimbang pada kondisi kosong, diisi air dan diisi dengan formulasi pestisida. Berat jenis dihitung dengan rumus berikut ini. Nilai air (a) = (bobot piknometer + air) – (bobot piknometer kosong) Nilai sampel (b) = (bobot piknometer + sampel) – (bobot piknometer kosong) 𝑏 𝜌= 𝑎 Keterangan : 𝜌 = berat jenis (densitas) a = nilai air b = nilai sampel Analisis Kualitatif Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) Sampel ditempatkan pada plat kristal. Analisis dibuat pada frakuensi 4000 - 450 cm-1. Setelah selesai pengukuran plat dibersihkan dengan akuades sampai tidak ada sampel yang tertinggal lalu keringkan dengan tissue. Setelah proses scan selesai, spektrum yang diambil disimpan dalam bentuk microsoft word dalam perangkat komputer. Prinsipnya didasarkan pada besarnya frekuensi sinar infra merah yang diserap dengan tingkat energi tertentu. Apabila frekuensi tertentu diserap ketika melewati sebuah senyawa yang diselidiki, maka energi dari frekuensi tersebut akan ditransfer ke senyawa tersebut. Uji keefektifan minyak biji mimba terhadap rayap Pengujian pengawetan dilakukan berdasarkan SNI 01-7202-2006 dengan ukuran contoh uji kayu 2,5 x 2,5 x 0,5 cm. Contoh uji dioven pada suhu 105 ºC ± 2 ºC selama 24 jam untuk mendapatkan berat 44 Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016 kayu oven sebelum perendaman, serta dilakukan sterilisasi pada pasir dan botol uji. Pengawetan contoh uji kayu oven. dilakukan dengan cara perendaman dingin dengan konsentrasi masing-masing 0%, 5%, 10%, 20%, 40%, dan 80%. Selanjutnya contoh uji direndam ke dalam setiap konsentrasi sediaan pestisida nabati berbahan aktif minyak biji mimba yaitu 0%, 5%, 10%, 20%, 40%, dan 80%. Lalu contoh uji kayu dikering-udarakan. Contoh uji yang telah kering udara ditimbang untuk mendapatkan berat kayu sebelum pengumpanan (W1). Selanjutnya, contoh uji di masukkan ke dalam botol uji sedemikian rupa sehingga salah satu bidang terlebar menyentuh dinding botol uji. Kemudian ke dalam botol uji dimasukkan 200 g pasir lembab steril yang mempunyai kadar air 7%. Sebanyak 200 ekor rayap tanah (Coptotermes sp) kasta pekerja yang masih sehat dan aktif dimasukkan ke dalam botol uji selanjutnya botol uji ditutup alumunium foil dan disimpan dalam ruang gelap selama 1 minggu. Setiap hari aktivitas rayap dalam botol uji diamati tanpa menggangu aktivitasnya. Jika kadar air pasir turun 2 % atau lebih, maka ke dalam jampot tersebut ditambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya kembali seperti semula. Setelah 1 minggu, contoh uji dibongkar dan dibersihkan. Contoh uji dioven pada suhu 60 ºC ± 2 ºC selama 24 jam untuk mendapatkan berat kayu setelah pengujian (W2). Nilai kehilangan berat contoh uji akibat serangan rayap tanah dihitung dengan persamaan berikut: P= 𝑊1 − 𝑊2 𝑥 100 𝑊2 Keterangan : P = penurunan berat (%) W1 = berat kayu kering oven sebelum diumpankan (g) W2 = berat kayu kering oven setelah diumpankan (g) Penentuan ketahanan dan kelas awet contoh uji terhadap rayap tanah diklasifikasikan berdasarkan penurunan berat sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi ketahan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat (SNI, 2006). Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%) Sangat tahan < 3,52 I Tahan 3,52 – 7,50 II Sedang 7,50 – 10,96 III Buruk 10,96 – 18,94 IV Sangat buruk 18,94 – 31,89 V Analisis Data Pengamatan ini mengguanakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 perlakuan termasuk kontrol dengan pengulangan sebanyak 3 kali sehingga keseluruhan terdapat 18 unit percobaan. Data hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis menggunakan uji analisis varian (ANOVA) satu arah dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf kepercayaan 95% terhadap keefektifan minyak biji mimba pada rayap. Hasil dan Pembahasan Formulasi pestisida nabati Pada percobaan pendahuluan telah dibuat 5 (lima) formulasi pestisida nabati berbahan aktif minyak biji mimba, yaitu formulasi F1 sampai F5 dengan cara pembuatan yang sama, namun dengan kadar surfaktan yang berbeda. Formula dasar terdiri 90% bahan aktif yaitu minyak biji mimba dan 10% 45 Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016 surfaktan ionik dan anionik. Formulasi F1 hingga F5 menggunakan kedua jenis surfaktan tersebut dalam kadar total 10%, selengkapnya di Tabel 2. Tabel 2. Hasil formulasi Pestisida Formulasi F1 F2 F3 F4 F5 Mimba mimbar (%) 90 90 90 90 90 Geronol (%) 4 5 6 7 3 Rodakal (%) 6 5 4 3 7 Menurut Sukriya (2011), bahan pengemulsi digunakan untuk meningkatkan kemampuan bentuk emulsi dan meningkatkan stabilitas emulsi. Dari hasil fomulasi F1 sampai dengan F5 pada saat pengujian kelarutan dalam air menghasilkan busa. Terbentuknya busa saat penghomogenan campuran terjadi karena surfaktan yang melarut dalam air. Surfaktan memiliki gugus hidrofobik (tidak suka air) dan gugus hidrofilik (suka air) yang berada di dalam satu molekul yang menyebabkan surfaktan cenderung berada pada antar muka antara fasa yang berbeda sifat kepolarannya (Fatimah, 2005). Formulasi F 1 hingga F4 membentuk 2 fasa dimana fasa atas berupa larutan putih yang disertai dengan busa dan atau terdapat minyak dan fasa bawah berupa larutan putih keruh, sedangkan fomulasi F5 hanya menghasilkan satu fasa yaitu larutan berwarna putih gading yang disertai busa. Uji sifat fisik Formulasi F5 merupakan formulasi terbaik dari kelima formulasi yang dibuat, oleh karena itu hanya formula F5 yang diuji lanjut sifat fisiknya. Hasil uji sifat fisik ditampilkan pada Tabel 3 dibawah ini. Tabel 3. Hasil uji sifat fisik formula F5 Formula pH Viskositas (cps) Berat Jenis F5 4,845 85 0,9482 Formulasi biopestisida berbahan aktif minyak biji mimba memiliki nilai pH dengan rata-rata sebesar 4,845. Pada umunya pestisida bersifat asam karena pada kondisi basa akan terjadi hidrolisis yang akan menyebabkan waktu paruh pestisida menurun (Sudarmo & Sri, 2014). pH yang asam ini juga disebabkan oleh kandungan asam lemak dan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam minyak biji mimba. Pengukuran viskositas formulasi yang didapatkan sebesar 85 cps dengan spindel nomor 1 (satu) dan kecepatan 6 dan 12 rpm. Sedangkan berat jenis rata-rata hasil analisis adalah 0,9482. Hasil spektroskopi FTIR Hasil pembacaan spektrum sediaan pestisida nabati berbahan aktif minyak biji mimba dengan menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) pada panjang gelombang 4000 cm-1 sampai dengan 450 cm-1. Metode spektroskopi yang digunakan adalah metode adsorpsi yaitu metode spektroskopi yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi inframerah. Adsorpsi inframerah oleh suatu materi dapat terjadi jika dipenuhi 2 syarat, yaitu kesesuaian antara frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi getaran (vibrasional) molekul sampel dan perubahan momen dipol selama bervibrasi (Anam et al., 2007). Hasil pembacaan absorbansi dari sediaan pestisida nabati berbahan aktif minyak biji mimba dapat dilihat pada Tabel 4. 46 Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016 2922.82cm-1, 0.21A 0.22 0.20 0.18 0.16 1743.40cm-1, 0.15A 2853.48cm-1, 0.15A 1163.16cm-1, 0.13A 0.14 1712.68cm-1, 0.08A A 0.12 1235.98cm-1, 0.09A 0.10 1463.94cm-1, 0.08A 1097.54cm-1, 0.09A 1117.46cm-1, 0.09A 1037.04cm-1, 0.07A 0.08 0.06 1377.62cm-1, 0.05A 3007.01cm-1, 0.02A 0.04 0.02 -0.00 -0.01 4000 722.06cm-1, 0.08A 1416.80cm-1, 0.04A 601.83cm-1, 0.05A 1010.25cm-1, 0.06A 583.02cm-1, 0.06A 872.96cm-1, 0.03A 461.99cm-1, 0.05A 952.52cm-1, 0.04A 834.85cm-1, 0.04A 3444.73cm-1, 0.01A 2051.01cm-1, 0.00A 1991.06cm-1, 0.00A 3500 3000 2500 2000 1511.84cm-1, 0.01A 1500 1000 500450 cm-1 Gambar 1. Hasil spektroskopi FTIR formula F5 Tabel 4. Hasil absorbansi FTIR formula F5 No. Absorban (cm-1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 3444,73 3007,01 2922,82 2853,48 2051,01 1991,06 1743,40 1712,68 1511,84 1463,94 1416,80 1377,62 1235,98 1163,16 1117,46 1097,54 1037,04 1010,25 952,52 872,96 834,85 722,06 601,83 583,03 461,99 47 Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016 Hasil analisa terhadap spektrum inframerah menunjukkan adanya serapan panjang gelombang 2922,82 cm-1 dan 2853,48 cm-1. Serapan ini diduga merupakan serapan uluran C-H dari gugus metilen (-CH2-). Setiaji (2014) menyatakan bahwa uluran tak simetrik gugus –CH2– terletak di daerah bilangan gelombang 2926 cm-1 dan uluran simetriknya terletak pada gelombang 2853 cm-1. Adanya gugus metilen diperkuat oleh adanya serapan pada bilangan gelombang 722,06 cm-1 yang diduga dihasilkan oleh tekukan goyangan dari gugus –CH2– yang teletak di dekat bilangan gelombang 720 cm-1. Spektrum tersebut menunjukkan adanya senyawa golongan steroid. Puncak serapan dengan intensitas kuat dan tajam pada bilangan gelombang 1743,40 cm-1 dan 1712,68 cm-1 diduga dihasilkan oleh uluran C=O (1750-1350 cm-1). Sedangkan serapan pada bilangan gelombang 1235,98 cm-1, 1163,16 cm-1, dan 1117,46 cm-1 diduga dihasilkan oleh uluran C-O alkohol (1260-1000 cm-1). Pada bilangan gelombang 1463,94 cm-1, 1416,80 cm-1, dan 1377,62 cm-1 menunjukkan tekukan C-H menggunting dari gugus metil (-CH3) alifatik. Tekukan C-H tak simetrik terletak di dekat bilangan gelombang 1450 cm-1 sedangkan tekukan C-H simetrik terletak di dekat bilangan gelombang 1375 cm-1 (Silverstain et al., 1986). Pada bilangan gelombang 1377,62 cm-1 menunjukkan adanya senyawa –C(CH3)2 yang merupakan ciri khas senyawa terpenoid (Unang, 2009). Dengan demikian senyawa aktif utama dalam minyak mimba yaitu azadirachtin yang merupakan golongan senyawa triterpenoid terdeteksi pada bilangan gelombang ini. Pada serapan bilangan gelombang 3444,73 cm-1 diduga dihasilkan oleh uluran N-H yang diperkuat oleh tekukan pada bilangan gelombang 1511,84 cm-1. Sedangkan pada bilangan gelombang 3007,01 cm-1 diduga dihasilkan uluran C-H dari gugus alkena yang diperkuat oleh bilangan gelombang 952,52 cm-1 yang diduga C=H dari gugus alkena (Skoog et al., 1998). Menurut Sari (2015), pada bilangan gelombang 952,52 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=H yang diperkuat oleh bilangan gelombang 872,96 cm-1 dengan intensitas lemah yang menunjukkan adanya senyawa golongan tanin. Senyawa tanin terhidrolisis akan menghasilkan gugus ester karena tanin terhidrolisis akibat ikatan ester antara gugus hidroksil pada glukosa dengan gugus karboksil dari asam fenolat. Senyawa tanin ditunjukkan dengan adanya gugus –OH, C-H , C=O, C=C aromatik, C-O-H dan C-O-C eter. Serapan pada bilangan gelombang 1097,54 cm-1, 1037,04 cm-1, dan 1010,25 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-O dan/atau –OH. Pada serapan bilangan gelombang 2051,01 cm-1 dan 1991,06 cm-1 diduga dihasilkan oleh gugus alena (X=C=Y). Sedangakan pita serapan 601,83 cm-1, 583,03 cm-1, dan 461,99 cm-1 diduga dihasilkan dari uluran alkil halida (C-X) (Pavia et al., 2001). Efektivitas formulasi terhadap serangan rayap tanah Nilai kehilangan berat ditentukan berdasarkan penurunan berat yang terjadi selama proses pengumpanan contoh uji. Semakin banyak kayu yang diamakan rayap selama proses pengumpanan, maka semakin tinggi kehilangan berat. Menurut Nihayah (2014), kadar toksisitas suatu senyawa dapat diukur dari nilai kehilangan berat. Semakin toksik suatu ekstrak maka rayap cenderung akan menghindari dan mengurangi konsumsi sumber makanan (kayu) yang telah direndam minyak biji mimba. Oleh karena itu persentase kehilangan berat berbanding terbalik dengan toksisitas minyak biji mimba. Nilai rata-rata kehilangan berat sampel kontrol adalah yang paling besar dibanding dengan semua sampel yang diawetkan. Sedangkan untuk sampel yang diawetkan dengan formulasi minyak biji mimba dengan konsentrasi 80% memiliki kehilangan berat paling rendah dibandingkan dengan perlakuan dalam konsentrasi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa semua pengawetan yang dilakukan dalam pengujian ini menyebabkan penurunan nilai kehilangan berat yang signifikan dibandingkan kehilangan berat pada kontrol. 48 Penurunan berat kayu (%) Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016 12 11,34 10 8 5,93 6 4 2,61 2 1,74 1,45 1,23 20 40 80 0 0 5 10 Konsentrasi (%) Gambar 2. Grafik kehilangan berat rerata contoh uji Dari nilai rata-rata kehilangan berat, maka dapat ditentukan kelas keawetan kayu yang dikelompokkan berdasarkan kriteria SNI (2006). Untuk kayu yang diawetkan dengan metode perendaman dingin, pada konsentrasi 10% hingga 80% masuk dalam kelas awet I, artinya memiliki ketahanan sangat tahan. Sedangkan untuk kayu yang direndam dengan konsentrasi 5% masuk dalam kelas II yang berarti tahan terhadap serangan rayap. Dan kayu yang tidak diawetkan (kontrol) memiliki kelas keawetan IV yang berarti buruk. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pengawetan dengan minyak biji mimba memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan berat contoh uji kayu. Hal ini berarti pemberian perlakuan formulasi minyak biji mimba mampu meningkatkan ketahanan terhadap serangan rayap dan menurunkan kehilangan berat contoh uji kayu. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa ada terdapat perbedaan nyata antara control dengan seluruh perlakuan dan konsentrasi 5% dan 10%. Namun konsentrasi 10% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi diatasnya. Dengan demikian konsentrasi 10% merupakan konsentrasi optimal untuk pengawetan kayu. Pada konsentrasi 10%, terjadi penurunan kehilangan berat yang sangat nyata dibanding kontrol dan konsentrasi 5% dan tidak berbeda nyata dengan kehilangan berat pada konsentrasi 20, 40, dan 80%. Minyak mimba sebagai bahan yang memiliki senyawa aktif diduga berperan terhadap berkurangnya serangan rayap. Senyawa bioaktif yang terdapat dalam formulasi tersebut yang dideteksi dengan spektroskopi FTIR antara lain dari golongan triterpenoid, alkaloid, flavonoid dan tannin. Sastrodiharjo (1999), mengemukakan bahwa senyawa bioaktif yang terkandung tesebut diduga memiliki peranan yang sangat besar dalam meningkatkan sifat anti rayap dalam mematikan rayap. Sifat antifeedant yang terkandung dalam minyak biji mimba diduga mempengaruhi penurunan berat contoh uji kayu (Sunarto & Nurindah 2009). Alkaloid dapat menghalangi aktivitas makan rayap. Alkaloid dapat bersinergi dengan flavonoid yang bertindak sebagai racun perut untuk serangga (Febrianti & Dwi, 2012). Alkaloid yang berupa garam sehingga dapat mendegradasi membran sel saluran pencernaan untuk masuk ke dalam dan merusak sel dan mengganggu sistem kerja saraf rayap. Selain adanya alkaloid dan flavonoid, terdapat senyawa tanin. Tanin berperan sebagai pertahanan tanaman terhadap serangga dengan cara menghalangi serangga dalam mencerna makanan. Kesimpulan Formula F5 dengan rasio surfaktan ionik 7% dan anionik 3%, serta rasio minyak biji mimba sebesar 90% merupakan formulasi yang membentuk emulsi terbaik. Hasil uji sifat fisik formula F5 menghasilkan kadar pH 4,845 dan viskositas 85 cps dengan berat jenis 0,9482. Formula F5 pada konsentrasi 10% sangat efektif untuk mengawetkan kayu dari serangan rayap dan merupakan 49 Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016 konsentrasi optimal. Senyawa aktif utama dalam minyak mimba yaitu azadirachtin yang merupakan golongan senyawa triterpenoid terdeteksi pada panjang gelombang 1377,62 cm-1. Daftar Pustaka Anam, C., Sirojudin, Firdaus, K.S. (2007). Analisis gugus fungsi pada sampel uji bensin dan spirtus menggunakan metode spektroskopi FTIR. Berkala Fisika, 10(1): 80. ISSN: 1410-9662. Arsyadana (2014). Efektivitas biopestisida biji mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan lama fermentasi yang berbeda untuk mengendalikan hama keong mas (Pomacea canaliculata) pada tanaman padi [Skripsi]. Solo: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Desyanti (2007). Kajian pengendalian rayap tanah Coptotermes sp (Isoptera: Rhinotermitidae) dengan menggunakan cendawan entomopatogen isolat lokal [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Fatimah, F. (2005). Efektivitas antioksidan dalam sistem emilsi oil-in-water (O/W) [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sekolah Pascasajana. Program Studi Ilmu Pangan. Febrianti, N. & Dwi R. (2012). Aktivitas insektisidal ekstrak etanol daun kirinyuh (Eupatorium odoratum L.) terhadap wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.). Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS, Surakarta. Kardinan, A. (2002). Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 80. Lewis, V. (2006). Termite damage and detection: an American perspective. The Third Conference of Pacific Rim Termite Research Group (TRG 3); Guangzhou, P. R. China. Nihayah, E. (2014). Sifat antirayap zat ekstraktif daun mindi (Melia azedarach Linn.) terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fakultas Kehutanan. Departemen Hasil Hutan. Pavia, D.L., Lampman, G.M., Kriz, G.S. 2001. Introduction to Spectroscopy. Department of Chemistry. Western Washington University. Bellingham, Washington. Hal 23-26. Sari P.P., Rita W.S., Puspawati, N.M. (2015). Identifikasi dan uji aktivitas senyawa tanin dari ekstrak daun trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr) sebagai antibakteri Escherichia coli (E. coli). Jurnal Kimia, 9(1): 27-34. ISSN 1907-9850. Sastrodihardjo, S. (1999). Arah Pengembangan dan Strategi Penggunaan Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Silverstain, R., Bassler, G.C., Morrill, T.C. (1986). Penyidikan Spektrofotometrik Senyawa Organik. Jakarta: Erlangga. Hal 20. Skoog, D.A., Holler, F.J., Niemaan, T.A. (1998). Priciple of Instrumental Analysis, edisi ke-5. Philadephia: Harcaurt Brace. Standar Nasional Indonesia [SNI] (2006). Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. SNI 01. 7207-2006. Hal 5-6. Sriwahyuni, I. (2010). Uji fitokimia ekstrak tanaman anting-anting (Acalypha Indica Linn) dengan variasi pelarut dan uji toksisitas menggunakan brine shrimp (Artemia salina Leach) [Skripsi]. Malang: Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim. Jurusan Kimia. Fakultas Sains dan Teknologi. Sudarmo, S dan Sri, M. (2014). Mudah Membuat Pestisida Nabati Ampuh. Agromedia. Jakarta. Sukriya, I.N. (2011). Formulasi surfaktan untuk screening awal chemical flooding pada EOR [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia. Fakultas Teknik. Program Ekstensi Teknik Kimia. Hal 41. Sunarto, D. & Nurindah. (2009). Peran Insektisida Botani Ekstrak Biji Mimba untuk Konservasi Musuh Alami dalam Pengelolaan Serangga Hama Kapas, Jurnal Entomol Indonesia, 6(1): 42-52. Unang, S. 2009. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Universitas Pandjajaran. Hal 18. Wicaksono, A.P. (2012). Peningkatan Kualitas Kayu Rakyat dengan Metode Pengawetan Ramah Lingkungan [Skripsi]. Bogor: Institut pertanian Bogor. Fakultas Kehutanan. Departemen Hasil Hutan. Yusuf, S. 2004. Current Termite Management in Indonesia. TRG 1, Pacific Rim Termite Research Group; Malaysia. 50