RISET/ PENELITIAN PERILAKU MEMILIH ( VOTING BEHAVIOUR ) MASYARAKAT KABUPATEN BENER MERIAH PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 DI KABUPATEN BENER MERIAH METODE : ANGKET/KUESIONER DI S U S U N OLEH KIP KABUPATEN BENER MERIAH KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN KABUPATEN BENER MERIAH 2015 LEMBAR PERSETUJUAN HASIL PENELITIAN / RISET PERILAKU MEMILIH/ VOTING BEHAVIOUR MASYARAKAT KABUPATEN BENER MERIAH PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 DIKABUPATEN BENER MERIAH Disetujui oleh : KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN KABUPATEN BENER MERIAH KETUA, IWAN KURNIA, S.Pd.I ANGGOTA ANGGOTA YUSRIJAL FAINI, SH ANWAR HIDAYAT DAHRI, S.Pi ANGGOTA ANGGOTA MUHTAR, SP MUHTARUDDIN i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang kiranya patut penulis ucapkan karena atas berkah rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan laporan Riset tentang Prilaku Memilih Masyarakat Kabupaten Bener Meriah pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Bener Meriah. Dalam laporan ini kami menjelaskan mengenai Prilaku dan Partisipasi Pemilih serta Faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku memilih diantaranya faktor Figur/Citra Calon, Citra Partai, Visi Misi, Agama, Kesamaan Suku, Sosial Ekonomi, Hubungan Keluarga, Rasa Percaya Terhadap Calon. Kami menyedari dalam laporan ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, Pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki, namun demikian banyak pula pihak yang telah membantu kami terutama responden yang telah memberikan masukan melalui kuisioner yang telah kami sebarkan. Kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan laporan ini, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri khususnya dan pembaca pada umumnya. Redelong, 31 Juli 2015 KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN KABUPATEN BENER MERIAH Ketua, IWAN KURNIA, S.Pd.I ii DAFTAR ISI Lembar Persetujuan …………………………………………………………… i Kata Pengantar .................................................................................... ii Daftar Isi ............................................................................................. iii BAB.I BAB.II PENDAHULUAN ....................................................................... 1 A. B. C. D. E. Latar Belakang Masalah ............................................................ Sasaran Penelitian ..................................................................... Tujuan dan Mamfaat Penelitian ................................................. Tinjauan Pustaka ...................................................................... Kerangka Teoritis....................................................................... 1 2 2 3 3 TINJAUAN UMUM ..................................................................... 4 A. Letak Goegrafis dan Luas Wilayah ............................................. 4 B. Jumlah Penduduk ..................................................................... 4 BAB. III METODELOGI PENELITIAN ...................................................... A. B. C. D. E. F. 6 Jenis Penelitian ......................................................................... Fokus Penelitian ........................................................................ Sumber Data Penelitian ............................................................. Metode Pengumpulan Data ........................................................ Metode Pengolahan Data............................................................ Analisa Data .............................................................................. 7 7 7 8 9 10 BAB. IV TINJAUAN TEORITIS................................................................ 11 A. Pengertian Pemilihan Umum...................................................... 11 B. Definisi Perilaku Memilih ........................................................... 12 BAB. V HASIL PENELITIAN .................................................................. 27 A. Tingkat Partisipasi Pemilih Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Bener Meriah .............................................. 27 B. Faktor-faktor yang Dominan Mempengaruhi Perilaku Memilih Masyarakat pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Bener Meriah ............................................................................. 29 C. Tingkat Rasionalitas Memilih Pada Pemilu Legislatif Tahun di Kabupaten Bener Meriah. .................................................... 33 iii BAB. VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 35 A. Kesimpulan .............................................................................. 35 B. Saran......................................................................................... 36 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ iv 37 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu negara demokrasi, pemilihan umum dianggap sebagai lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Dan hasil pemilihan umum diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan partisipasi berserikat serta aspirasi dianggap untuk masyarakat. mencerminkan Memilih keakuratan merupakan aktifitas menentukan keputusan secara langsung mapun tidak langsung. Di Indonesia pemilihan umum ( pemilu ) pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan yaitu DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002 pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilprespun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari Pemilu diadakan pertamakali pada Pemilu 2004. Dan pada 2007 berdasarkan UU nomor 22 tahun 2007 pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah ( Pilkada ) juga sebagai bagian dari rezim pemilu setelah diberlakukan otonomi daerah pemilihan kepala daerah bukan lagi dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD), tetapi dipilih langsung oleh rakyat. Pemilu, sebagai medium pilihan publik, seharusnya mengkondisikan seluruh pihak yang terlibat untuk belajar berbagai peran sehingga tidak semuanya harus berpusat pada salah satu aktor atau salah satu lokus ( Pusat ). 1 B. Sasaran Penelitian Untuk membuat penelitian ini lebih terarah maka penulis memutuskan untuk melakukan penelitian berdasarkan masalah yang mendasar, yaitu : Bagaimana Prilaku Memilih ( voting behavior) masyarakat Kabupaten Bener Meriah dalam Pemilu Legislatif ( Pileg ) tahun 2014. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memahami Prilaku Memilih ( voting behavior ) masyarakat pada Pileg 2014 di Kabupaten Bener Meriah, fokus ini mengarah pada pilihan rasional yang semakin tumbuh dikalangan masyarakat Bener Meriah. Sedangkan manfaat penelitian ini di bagi dua : a. Manfaat Akademik Untuk memperkaya khasanah intelektual politik penulis mengharapkan agar penelitian ini bermanfaat dan dapat memberikan arti akademis dalam menambah informasi dan memperkaya wawasan politik terutama dalam mengamati dan menganalisa Prilaku Memilih masyarakat yang berperan penting dalam pemilihan umum di Indonesia, khususnya di Kabupaten Bener Meriah. b. Manfaat Teknis Semoga penelitian ini dapat memberikan masukan kepada Partai Politik ataupun kepada calon-calon pejabat publik mendatang bagaimana dalam menampung aspirasi politik masyarakat untuk kemudian mencari setrategi menarik minat masyarakat agar layak dipilih dan memenangkan pemilu meskipun berada pada situasi yang 2 tadinya di anggak kental akan etnisitasnya dan berhadapan dengan rival yang memiliki kekuatan massa. D. Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini, ada literature yang penulis jadikan sebagai acuan dan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menemukan sisi menarik atau sisi lain dan kegunaan dari penelitian ini yang sedang penulis teliti. Adanya tinjauan pustaka yang penulis temukan sebagai instrumen perbandingan dalam melakukan penelitian mengenai Prilaku Memilih ( voting behavior ). E. Kerangka Teoritis Dalam penelitian ini penulis menggunakan Prilaku Memilih sebagai landasan teori. Teori ini menempatkan prilkau politik sebagai variabel yang ditentukan atau dipengaruhi oleh sosiologis, psikologis dan pilihan rasional. Untuk itu pada bagian ini penulis menggunakan teori tersebut untuk menjelaskan perubahan Prilaku Memilih masyarakat Bener Meriah pada Pemilu Legislatif Tahun 2014. 3 BAB. II TINJAUAN UMUM A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Aceh. Kabupaten Bener ini Meriah adalah merupakan salah hasil satu kabupaten di Provinsi pemekaran Kabupaten Aceh Tengah yang terdiri atas tujuh kecamatan yang kemudian berkembang menjadi sepuluh kecamatan, Kabupaten Bener Meriah yang beribukota di Simpang Tiga Redelong memiliki luas 1.919,69 km² terdiri dari 10 Kecamatan dan 233 desa. Penduduk terbesar di wilayah ini adalah suku Gayo suku Aceh dan diikuti suku Jawa. Bahasa Gayo bahasa Aceh dan bahasa Jawa di pakai oleh sebagian besar penduduk selain bahasa Indonesia. Kabupaten Bener Meriah merupakan Kabupaten termuda dalam wilayah Provinsi Aceh, merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah, yang dibentuk berdasarkan Undang- Undang No. 41 tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Aceh. Dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 7 Januari 2004. Kabupaten Bener Meriah terletak pada 4° 33 50 - 4° 54 50 Lintang Utara dan 96° 40 75- 97° 17 50 Bujur Timur dengan tinggi rata-rata di atas permukaan laut 100 - 2.500 mdpl. Di tinjau dari sudut georgafis Kabupaten Bener Meriah berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Bireuen. 2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Tengah. 4 3. Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Timur. 4. Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tengah B. Jumlah Penduduk Secara demografis jumlah penduduk Kabupaten Bener Meriah hasil data agregat kependudukan per kecamatan tahun 2012 berjumlah 148.616 jiwa yang terdiri atas 75.958 dan 72.658 jiwa. Penduduk terbanyak berada di Kecamatan Bandar yakni berjumlah 25.509 jiwa sedangkan penduduk terkecil berada di Kecamatan Syiah Utama yang berjumlah 3.337 jiwa. Data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel. 1 JUMLAH PENDUDUK PER-KECAMATAN MENURUT JENIS KELAMIN No Kecamatan Laki2 Jumlah Penduduk Perempuan Luas Wilayah Kepadatan Penduduk 1 Pintu Rime Gayo 6.902 6.451 13.353 223,56 km² 59,73 jiwa/km² 2 Permata 9.440 8.830 18.270 159,66 km² 114,43 jiwa/km² 3 Syiah Utama 1.710 1.627 3.337 4 Bandar 12.859 12.650 25.509 88,10 km² 289,55 jiwa/km² 5 Bukit 12.802 12.536 25.338 110,95 km² 228,37 jiwa/km² 5 792,71 4,21 jiwa/km² km² 6 Wih Pesam 11.951 11.427 23.378 66,28 km² 352,72 jiwa/km² 7 Timang Gajah 10.264 9.862 20.126 98,28 km² 204,78 jiwa/km² 8 Bener Kelipah 2.379 2.285 4.664 19,75 km² 236,15 jiwa/km² 9 Mesidah 2.802 2.435 5.237 286,83 km² 18,25 jiwa/km² 10 Gajah Putih 4.849 4.555 9.404 73,57 km² 127,82 jiwa/km² 6 BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam peneltian Perilaku Memilih di Kabupaten Bener Meriah dalam Pelaksanaan Pemilu 2014 peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa angka-angka yang kemudian dijabarkan dengan kata-kata yang memperoleh gambaran yang jelas terhadap kecenderungan prilaku yang diamati. Dengan pendekatan ini diharapkan mampu menjabarkan tentang perilaku memilih terkait dengan keputusan pemilih untuk memilih kandidat atau peserta pemilu tertentu. Kenapa seorang pemilih menjatuhkan pilihannya kepada kandidat atau peserta pemilu tesebut. B. Fokus Penelitian Penentuan fokus penelitian memiliki dua tujuan yaitu, penetapan fokus akan membatasi studi jadi dalam fokus akan membatasi bidang inkuiri. Kedua, penetapan fokus berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi-eksklusi atau kriteria masuk - keluar suatu informasi yang diperoleh. Di dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah partisipasi politik pemilih yang berupa perilaku memilih pelaksanaan pemilu 2014 di Kabupaten Bener masyarakat pada Meriah. Agar dapat memberikan hasil yang lengkap maka fokus penelitian tersebut dirinci dalam unit-unit kajian sebagai berikut. Pertama, yaitu tingkat kehadiran pemilih 7 dalam pemilihan umum tahun 2014 di Kabupaten Bener Meriah. Kedua yaitu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku memilih pemilih untuk memberikan hak suaranya pada pemilihan umum tahun 2014 di Kabupaten Bener Meriah. C. Sumber Data Peneltian Sumber data utama dalam penelitian kuantitatif adalah data berupa angka-angka dan selebihnya dalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain. Data merupakan keterangan-ketarangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau yang dianggap. Data dapat digambarkan lewat angka, symbol, dan lain-lain. Data perlu dikelompok-kelompokkan terlebih dahulu sebelum dipakai dalam proses analisis. Pengelompokan disesuaikan dengan karakteristik yang menyertainya. Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa pertanyaan- pertanyaan yang disebarkan kepada pihak responden melalui pertanyaanpertanyaan bersifat angket dan kuesioner yang dijawab dalam bentuk jawaban pilihan berganda maupun dalam bentuk isian, selain itu data penelitian ini juga didapat melalui data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bener Meriah mulai dari Pemilu tahun 2009 sampai dengan data pemilu tahun 2014. Kemudian ditambah dengan data statistik yang diambil dari KPU Kabupaten Bener Meriah Dalam Angka tahun 2014. D. Metode Pengumpulan Data Data primer adalah data yang diperoleh di lapangan atau di daerah penelitian data primer merupakan data yang belum diolah atau data mentah berupa hasil wawancara dengan berbagai 8 responden. Sesuai dengan pengertian di atas maka data primer yang digunakan yaitu data mengenai hal-hal yang berhubungan tentang perilaku memilih terkait dengan keputusan pemilih untuk memilih kandidat atau peserta pemilu tertentu. Kenapa seorang pemilih menjatuhkan pilihannya kepada kandidat atau peserta pemilu tersebut. Buku Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kabupaten Bener Meriah dari data tersebut dapat diperoleh jumlah banyaknya warga Kabupaten Bener Meriah yang mempunyai hak pilih. Kedua, yaitu Buku pedoman teknis pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara dalam pemilihan umum tahun 2014 dari situ dapat diperoleh data mengenai teknis pemungutan dan penghitungan suara. Data sekunder diperoleh melalui buku-buku, dokumen negara, laporan-laporan hasil penelitian, makalah-makalah, jurnal-jurnal ilmiah, dan artikel-artikel yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. E. Metode Pengolahan Data Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Seleksi Data, yaitu pemeriksaan data untuk mengetahui apakah data tersebut sudah lengkap sesuai dengan keperluan penelitian. 2. Klasifikasi Data, yaitu menempatkan data sesuai dengan bidang pokok bahasan agar mudah dalam menganalisisnya. 3. Sistematika data, yaitu penyusunan data menurut sistematika yang ditetapkan dalam penelitian sehingga mempermudah dalam analisa. 9 F. Analisa Data Data yang telah diolah, dianalisis secara kuantitatif dengan teori yang digunakan, yaitu memberi arti dan menginterpretasikan setiap data yang telah diolah kemudian diuraikan secara komperhensif dan mendalam dalam bentuk uraian kalimat yang sistematis untuk kemudian ditarik kesimpulan. Selain itu dalam menjawab permasalah pertama peneliti menggunakan analisa isi (contain analysis) untuk mendeskripsikan hasil pemilihan dalam 10 tahun terakhir kemudian menyusun dan mengklasifikasikannya. Terdapat tiga tahap model dalam analisis bahan hukum, yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Ketiga tahapan tersebut akan dilakukan secara simultan. Analisa data merupakan langkah terakhir sebelum melakukan penarikan kesimpulan. Analisis bahan hukum merupakan langkah yang paling penting dalam suatu penelitian, sebab dengan analisis ini akan diketahui benar atau tidaknya suatu kesimpulan yang diambil. 10 BAB IV TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Pemilihan Umum ( Pemilu ) Berdasarkan UUD 1945 Bab I Pasal 1 ayat (2) kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam demokrasi modern yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat yang ditentukan sendiri oleh rakyat. Untuk menentukan siapakah yang berwenang mewakili rakyat maka dilaksanakan pemilihan umum. Pemilihan umum adalah suatu cara memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dilembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik.1 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2007 tentang penyelenggara pemiliham umum dinyatakan bahwa pemilihan umum, adalah saranan pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia tahun 1945. Pemilihan umum ( pemilu ) merupakan salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai dengan asas bahwa rakyatlah yang berdaulat maka semuanya itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah suatu pelanggaran suatu hak asasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemilu 11 atau memperlambat pemilu.2 Dari pengertian di atas bahwa pemilu adalah sarana mewujudkan pola kedaulatan rakyat yang demokratis dengan cara memilih wakil-wakil rakyat, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Karena pemilu merupakan hak asasi mansia maka pemilu 2014 warga negara yang terdaftar pada daftar calon pemilih berhak memilih langsung wakil-wakilnya dan juga memilih langsung Presiden dan Wakil Presidennya. B. Definisi Perilaku Memilih Prilaku adalah sifat alamiah manusia yang dapat membedakan manusia dengan manusia lainnya, dan menjadi ciri khas individu dengan individu yang lain. Dalam konteks politik, prilaku dikatagorikan sebagai interaksi antara pemerintah dan masyarakat, lembaga – lembaga pemerintah, dan diantara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakkan keputusan politik pada dasarnya merupakan prilaku politik. Memilih adalah suatu kegiatan atau aktifitas yang merupakan proses menentukan sesuatu yanag dianggap cocok dan sesuai dengan keinginan seseorang atau kelompok, baik yang bersifat eksklusif maupun yang inklusif. Memilih merupakan aktifitas menentukan keputusan secara langsung maupun tidak langsung. 3 Di dalam masyarakat, individu berprilaku dan berinteraksi, sebagian dari perilaku dan interaksi dapat dilihat dari perilaku politik, yaitu perilaku yang bersangkut paut dengan proses politik. Sebagian lainnya berupa perilaku ekonomi, keluarga, agama dan budaya. Sebagai contoh : yang termasuk 2 3 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT.Grasindo, 1992), 15. 12 kedalam katagori ekonomi yaitu kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, menjual dan membeli barang dan jasa, menukar, menanam modal dan menspekulasikan modal. Namun, hendaklah diketahui pula tidak semua individu ataupun kelompok masyarakat mengerjakan kegiatan politik. Menurut Ramlan Surbakti, menilai perilaku memilih ialah keikutsertaan warga Negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yaitu apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum. 44 Perilaku memilih merupakan realita sosial politik yang tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal dan internal. Secara ekternal perilaku politik merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai dari lingkungannya, sedangkan secara internal merupakan tindakan yang didasarkan atas rasionalitas berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Banyak faktor yang dapat ,mempengaruhi Perilaku Memilih, misalnya saja isu-isu dan kebijakan politik, tapi ada juga sekelompok orang yang memilih kandidiat karena dianggap representative dengan agama atau keyakinannya, sementara kelompok lainnya memilih kandidiat politik tertentu karena dianggap representative dengan kelas sosialnya, bahkan ada juga kelompok yang memilih sebagai ekspresi dari sikap loyal pada ketokohan figure tertentu sehingga yang paling mendasar dalam mempengaruhi perilaku antara lain pengaruh elit, identifikasi kepartaian sistem sosial media masa dan aliran politik. Pembahasan perilaku memilih dalam kemenangan suatu partai dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Bener Meriah, tentu tidak hanya sekedar 4 mendeskreditkan perilaku Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 145 13 tersebut, tapi proses pengambilan keputusan yang terjadi sebelumnya juga perlu ikut dijelaskan. Hal ini merupakan berbagai faktor yang berpengaruh, baik untuk jangka waktupendek, maupun jangka panjang, dan secara emosional ataupun rasional. Ada tiga macam pendekatan atau dasar pemikiran yang berusaha menerangkan perilaku memilih. Ketiganya tidak sepenuhnya berbeda, dan dalam beberapa hal ketiganya bahkan saling membangun mendasari serta memiliki urutan kronologis yang jelas. Pendekatan tersebut adalah, pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis dan pendekatan pilihan rasional ( rational choice ). 5 Penjelasannya sebagai berikut : a. Pendekatan sosiologis Pendekatan sosiologis menentukan perilaku memilih pada para pemilih, terutama pada kelas sosial, agama, dan kelompok etnik / kedaerahan yang akhirnya bermuara pada perilaku tertentu.6 Kondisi yang sama antar anggota subkultur terjadi karena sepanjang hidup mereka dipengaruhi lingkungan fisik dan sosial cultural yang relative sama. Mereka dipengaruhioleh kelompok – kelompok referensi yang sama. Karena itu mereka memiliki kepercayaan, nilai, dan harapan yang juga relatif sama, termasuk dalam kaitannya dengan preferensi pilihan politik. Dengan pendekatan ini, para anggota subkultur yang sama cenderung mempunyai preferensi politik yang sama pula. Pendekatan ini berdasarkan pengelompokan sosial, baik secara formal ataupun informal. Secara formal seperti keanggotaan seseorang 5 Dieter Roth, Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode, Dodi Ambardi, ed., (Jakarta: FriedrichNaumann-Stiftung dan LSI, 2009), 23 6 Saiful Mujani, R. William Liddle, dan Kuskrido Ambardi. 2012. Kuasa Rakyat: AnalisaTentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Baru. (Jakarta: Mizan Media Utama (MMU), 2012), 6. 14 dalam organisasi sebagainya. Dan keagamaan, organisasi – kelompok kelompok informal – organisasi profesi, seperti dan keluarga, pertemuan ataupun kelompok – kelompok kecil lainnya, merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami perilaku politik seseorang, karena kelompok – kelompok inilah yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan sikap, persepsi dan orientasi seseorang. Menurut Paul F. Lazarsfeld, manusia terikat di dalam berbagai lingkaran sosial, contohnya keluarga, lingkaran rekan – rekan, tempat kerja dan sebagainya. Dia menerapkan cara ini pada pemilih, bahwa seorang pemilih hidup dalam konteks tertentu : status ekonominya, agamanya, tempat tinggalnya, peketrjaannya, dan usianya untuk mendefinisikan lingkaran sosial yang mempengaruhi keputusan para pemilih. Setiap lingkaran sosial memiliki normanya tersendiri, kepatuhan terhadap norma-norma tersebut menghasilkan ingtegrasi. Namun konteks ini turut mengontrol perilaku individu dengan cara memberikan tekanan agar individu tersebut menyesuaikan diri, sebab pada dasarnya setiap orang ingin hidup dengan tentram, tanpa bersitegang dengan lingkungan sosialnya.7 b. Pendekatan Psikologis Pendekatan psikologis berusaha untuk menerangkan faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan pemilu jangka pendek atau keputusan yang diambil dalam waktu yang singkat. Hal ini berusaha 7 Paul F Paul F Lazarsfeld, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet (1968): The People’sChoice, Bernard Berelson, dan Hazel Ga t (1968): The People’s Choice. How The Voter Makes Up His Mind in a Presidential Campaign (New York: Tubingen, 1944), 148. 15 menjelaskan melalui trias determinan dengan melihat sosialisasinya dalam menentukan psikologis menekankan pada tiga aspek, yaitu identifikasi partai, orientasi, dan isu orientasi kandidat. Sementara itu faktor- faktor lainnya yang sudah ada terlebih dahulu (seperti misalnya keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu) dianggap memberi pengaruh langsung terhadap perilaku memilih. Dasar pemikiran ini dituangkan dalam bentuk sebuah variabel yaitu identifikasi partai (party identification). Variabel ini digunakan untuk mengukur jumlah faktor-faktor kecenderungan pribadi maupun politik yang relevan bagi seorang individu. Apabila faktor-faktor kecenderungan (seperti misalnya pengalaman pribadi atau organisasi politik) diumpamakan sebagai suatu aliran yang dituangkan melewati sebuah corong, maka identifikasi partai sebagai sebuah saringan dalam corong kausal / penyebab ini ( funnel of cautality). 8 Identifikasi dalam sebuah partai biasanya tidak harus dengan keanggotaan formil / resmi seprang individu dalam sebuah partai. Oleh karena itu keanggotaan partai secara psikologis juga disebut orientasi partai yang efektif, sebuah efek yang sama sekali tidak menggunakan istilah “ keanggotan “. Identifikasi partai sering kali diwariskan oleh orang tua kepada anak-anak mereka. Seiring dengan bertambahnya usia, identifikasi partai menjadi semakin stabil dan intensif. Kemudian identifikasi partai menjadi orientasi 8 Angus Campbell, Philip E. Converse, danWarren E. Miller, dan Donal E. Stokes The American Voter (New York: Tubingen, 1960), 24 - 34 16 yang permanen, yang tidak berubah dari pemilu ke pemilu. Tapi kalau seseorang mengalami perubahan pribadi yang besar (misalnya menikah, pindah profesi atau tempat tinggal) atau situasi politik yang luar biasa (seperti krisis ekonomi atau perang), maka identifikasi partai ini dapat berubah).9 Pendekatan psikologis membedakan antara kekuatan, arah dan intensitas orientasi, baik dalam orientasi isu maupun orientasi kandidat.10 Isu-isu khusus hanya dapat mempengaruhi perilaku memilih individu apabila memenuhi tiga persyaratan dasar : isu tersebut harus dapat ditangkap oleh pemilih, isu tersebut dianggap penting oleh pemilih, pada akhirnya pemilih harus mampu menggolongkan posisi pribadinya (baik secara positif atau negative) terhadap konsep pemecahan permasalahan yang ditawarkan oleh sekurang-kurangnya satu partai. 11 Dalam orientasi kandidat pun berlaku ketentuan : semakin sering sang pemilih mengambil posisi terhadap kandidat – kandidat yang ada, semakin besar pula kemungkinan bahwa ia akan berpartisipasi dalam pemilu. Bila posisi / pandangan sang pemilih semakin cocok dengan kandidiat sebuah partai tertentu, maka semakin besar pulalah kemungkinan bahwa ia akan memilih kandidat tersebut. Para peneliti pemilu dari Ann Arbor berpandangan bahwa preferensi kandidat dan orientasi isu lebih tergantung kepada dibandingkan dengan identifikasi partai.12 9 Roth, Studi Pemilu Empiris, 38. 10 Campbell et al, The American Voter, 149-160 Campbell et al, The American Voter, 170 12 Campbell et al, The Voter Decides, 183. 11 17 perubahan dan fluktuasi Oleh karena itu Angus Campbell sejak 1960 sudah memandang identifikasi partai sebagai sebuah ikatan partai psikologis dan stabil, yang tidak lagi dipengaruhi oleh faktor ikatan pengaruh jangka pendek. 13 C. Pendekatan Pilihan Rasional (Rational Choice) Pusat perhatian pendekatan teoritis mengenai perilaku memilih yang rasional terletak pada perhitungan biaya dan manfaat ( cost and benefit). Dari pendekatan pilihan rasional, yang menentukan dalam sebuah pemilu bukanlah adanya ketergantungan terhadap ikatan sosial struktural atau ikatan partai yang kuat, melainkan hasil penilaian rasional dari warga yang baik. Sebenarnya pendekatan pilihan rasional diadopsi dari ilmu ekonomi. Karena didalam ilmu ekonomi menekankan modal sekecilkecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini senada dengan perilaku politik yaitu seseorang memutuskan memilih kandidat tertentu setelah mempertimbangkan untung ruginya sejauh program yang disodorkan kandidat tersebut akan menguntungkan dirinya, atau sebaliknya malah merugikan. Para pemilih akan cenderung memilih kandidat yang kerugiannya paling minim. dalam konteks pendekatan semacam ini, sikap dan pilihan politik tokoh-tokoh populer tidak selalu diikuti oleh para pengikutnya kalau ternyata secara rasional tidak menguntungkan. Beberapa indikator yang bisa dipakai oleh para pemilih untuk menilai seorang kandidiat khususnya bagi pejabat yang hendak mencalonkan kembali, diantaranya kualitas, kompetensi, dan integrasi kandidat. 13 Campbell et al. The American Voter, 121. 18 Pada awal 60-an, Valdimer O Key menuding bahwa kedua pendekatan untuk menerangkan perilaku memilih yang selama ini berlaku (yaitu pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis), merendahkan rasionalitas manusia.14 Menurut Key, masing-masing pemilih menetapkan pilihannya cesara retrospektif, yaitu dengan menilai apakah kinerja partai yang menjalankan pemerintahan pada periode legislative terakhir sduah baik bagi dirinya sendiri dan bagi Negara, atau justru sebaliknya. Penilaian ini juga dipengaruhi oleh penilaian terhadap pemerintah masa lampau. Apabila hasil penilaian kinerja pemerintah yang berkuasa (juga bila dibandingkan dengan pendhulunya) positif, maka mereka akan dipilih kembali. Apibila hasil penilaiannya negative, maka pemerintahan tersebut tidak akan dipilih kembali.15 Menurut Anthony Downs, pemilih yang rasional hanya menuruti kepentingannya sendiri atau kalaupun tidak, akan selalu mendahulukan kepentingan sendiri diatas kepentingan orang lain, ini disebut dengan self interest axiom. 16 Walupun menurut Downs, tidak semua orang merupakan orang yang egois, “ bahkan dalam politik sekalipun,” namun ia tiba pada kesimpulan bahwa “ sosok-sosok heroic” ini dari segi jumlah dapat diabaikan. 17 Manusia bertindak egois, terutama oleh karena mereka ingin mengoptimalkan kesejahteraan material mereka, yaitu pemasuka atau harta benda mereka. Jika hal ini diterapkan kepada perilaku memilih 14 Valdimer O Key, The Responsible Electorate: Rationality in Presidential Voting 19361960 (Melbourne: Cambridge University Press, 1966). 15 Key, The Responsible Electorate, 61. 16 Anthony Downs, Okonomische Theorie der Demokratie, engl.: An Economic Theory of Democracy 1957 (New York: Tubingen, 1968), 26. 17 Downs, Okonomische Theorie der Demokratie, 27. 19 pemilu, maka ini berarti bahwa pemilih yang rasional akan memilih partai atau kandidat yang paling menjanjikan keuntungan bagi dirinya. Pemilih tidak terlalu tertarik kepada konsep politis sebuah partai atau kandidiat, melainkan pada keuntungan terbesar yang dapat ia peroleh apabila partai atau kandidat ini menduduki pemerintahan dibandingkan dengan partai atau kandidiat lain. Untuk dapat memperkirakan atau menghitung keuntungan ini, Downs mengistilahkannya sebagai “ Utility Maximation”, pemilih harus memiliki informasi mengenai kegiatan partai atau kandidiat masa lalu dan apa yang mungkin dilakukan partai atau kandidat di masa mendatang. Dan pemilih yang rasional membutuhkan informasi yang lengkap. Dengan informasi yang lengkap, alternatif-alternatif pilihan lebih mudah dirumuskan.18 Menurut Ramlan Surbakti dan Dennis Kavaagh, bahwa pilihan rasional melihat kegiatan prilaku memilih sebagai produk antara untung dan rugi, ini disebabkan karena pemilih tidak hanya mempertimbangkan ongkos memilih dan kemungkinan suaranya dapat memepengaruhi hasil yang diharapkan, tetapi juga perbedaan alternative berupa pilihan yang ada.Pemilih didalam pendelatan ini diasumsikan memiliki motivasi, prinsip, pendidikan , pengetahuan dan informasi yang cukup. 19 Pilihan politik yang mereka ambil dalam pemilu bukanlah karena Faktor kebetulan atau kebiasaan melainkan menurut pemikiran dan pertimbangan yang logis. Berdasarkan informasi, pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki p emilih. Pemilih memutuskan harus menentukan pilihannya dengan 18 19 Roth, Studi Pemilu Empiris, 49. Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 146. 20 pertimbangan untung dan ruginya untuk menetapkan pilihan atas alternatif-alternatif yang ada kepada pilihan yang terbaik dan yang paling menguntungkan baik untuk kepentingan sendiri (self interest) maupun untuk kepentingan umum. Sehingga pada kenyataannya, terdapat sebagian pemilih yang mengubah pilihan politiknya dari satu pemilu ke pemilu lainnya. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa terdapat variabel-variabel lain yaitu faktor kondisi yang juga turut mempengaruhi pemilih ketika menentukan pilihan politiknya pada pemilu. Hal ini disebabkan seorang pemilih tidak hanya pasif, terbelenggu oleh karakteristik sosiologis dan faktor psikologis akan nmerupakan individu yang aktif dan bebas bertindak. Dari pendekatan rasional, fahtorfaktor kondisi berupa isu politik dan kandidat yang dicalonkan memiliki peranan yang penting dalam mementukan dan merubah referensi pilihan politik seorang pemilih karena malalui penilaian Terhadap isu-isu politik dan kandidat dengan berdasarkan pertimbangan – pertimbangan yang rasional, seorang pemilih akan dibimbing untuk menentukan pilihan akan dibimbing untuk menentukan pilihan politiknya. Orientasi isu berpusat pada pertanyaan apa yang seharusnya dilakukan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara. Sementara orientasi kandidat mengacu pada persepsi dan sikap seprang pemilih terhadap kepribadian kandidat tanpa memperdulikan label partai yang mengusung kandidat tersebut. Pengaruh isu yang ditawarkan bersifat situasional ( tidak permanen/berubah-ubah) terkait erat dengan peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, politik, hukum dan keamanan khususnya yang kontekstual dan 21 dramatis. Sementara itu untuk menilai kandidat menurut Him Melweit, terhadan dua variabel yang harus dimiliki oleh seorang kandidiat. Variabel pertama adalah kualitas instrumental yaitu tindakan yang diyakini pemilih akan direalisasikan oleh kandidat apabila ia kelak menang dalam pemilu. Variabel kedua adalah kualitas simbolis yaitu kualitas kepribadian kandidat yang berkaitan dengan integrasi diri, ketegasan, kejujuran, kewibawaan, kepedulian, ketaatan pada norma dan aturan dan sebagainya.20 Menurut Dan Nimmo, pemberi suara yang rasional pada hakikatnya adalah aksional diri, yaitu sifat intrinsik pada setiap karakter personal pemberi suara yamng turut memutuskan pemberian suara kebanyakan warga negara. Orang yang rasional yaitu : 2121 1. Selalu dapat mengambil keputusan bila dihadapkan pada alternatif. 2. Memilah alternatif-alternatif sehingga masing-masing apakah lebih disukai, sama saja atau lebih rendah bila dibandingkan dengan alternatif yang lain. 3. Menyusun alternatif –alternatif dengan cara trasitif, jika A lebih disukai dari pada B, dan B daripada C. 4. Selalu memilih alternatif yang peringkat preferensi paling tinggi dan 5. Selalu mengambil keputusan yang sama dihadapkan pada alternatifalternatif yang sama, dan bahwa pemberi suara rasional selalu dapat 6. Mengambil keputusan apabila dihadapkan pada alternatif dengan memilah alternatif itu, yang lebih disukai sama atau lebih rendah dari 20 21 Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 148. Nimmo, Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek (Bandung: CV. Remaja Karya), 22 alternatif yang lain, menyusunya dan kemudian memilih dari alternatifalternatif tersebut yang peringkat preferensinya paling tinggi dan selalu mengambil keputusan yang sama apabila dihadapkan pada alternatif yang sama. Penerapan pendekatan rational choice dalam ilmu politik salah satunya adalah untuk menjelaskan perilaku memilih suatau masyarakat terhadap kandidiat atau partai tertentu dalam konteks pemilu. Teori pilihan rasional sangat cocok untuk menjelaskan variasi perilaku memilih pada suatu kelompok yang secara psikologis memiliki persamaan karakteristik. Pergeseran pilihan dari satu pemilu ke pemilu yang lain dari orang yang sama dan status sosial yang sama tidak dapat dijelaskan memlalui pendekatan sosiologis maupun psikologis. Dua pendekatan terakhir tersebut menempatkan pemilih pada situasi dimana mereka tidak mempunhyai kehendak bebas karena ruang geraknya ditentuka olah posisi individu dalam lapisan sosialnya. Sedangkan dalam pendekatan rasional yang menghasilkan pilihan rasional pula terdapat faktor-faktor situasional yang ikut berperan dalam mempengaruhi pilihan politik seseorang, misalnya faktor isu-isu politik ataupun kandidat yang dicalonkan. Dengan demikian muncul asumsi bahwa para pemilih mempunyai kemampuan untuk menilai isu-isu politik tersebut. Dengan kata lain pemilih dapat menengtukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional. Sebagai individu yang mendukung legitimasi system pemilihan demokratis, maka seorang warga Negara harus memiliki kemampuan untuk mengetahui konsekwensi 23 dari pilihannya. Kehendak rakyat merupakan perwujudan dari seluruh pilihan rasional individu yang dikumpulkan (public choice). Dalam konteks pemilu di Australia, istilah public digunakan untuk mewakili masyarakat Australia yang terdiri dari individu-individu dengan keanekaragaman karakteristiknya. Mereka bertindak sebagai responden dalam pemilu yang masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk melalukan pilihan politik. Public choice dalam konteks pemilu sangat penting artinya bagi kelangsungan roda pemerintahan si suatu Negara. Bagaimana agenda politik dalam suatu Negara itu disusun, tergantiung dari pilihan masyarakat terhadap agenda yang ditawarkan melalui pemilihan umum. Akan tetapi yang menjadi permasalahan dari pilihan kolektif semacam ini adalah bagaimana mengkondisikan berbagai macam preferensi individuindividu kedalam sebuah kebijakan yang akan diterima secara luas oleh masyarakat.22 Terkait dengan hal tersebut, pemilu digunakan sebagai sarana untuk menentukan suara terbesar dari masyarakat, karena hanya pilihan mayoritaslah yang akan mendominasi arah politik suatu negara. Disamping itu, dalam perannya sebagai individu yang independen, manusia akan selalu mengejar seluruh kepentingannya dengan maksimal dan membuat pilihyan-pilihan yang sulit untuk diwujutkan oleh pemerintah di negaranya, akan tetapi dalam peran manusia sebagai anggota sebuah komunitas atau masyarakat, hal itu tidak berlaku. 22 James Q. Wilson, Marc K. Landy dan Martin A. Levin, The New Politics of PublicPolicy: New Politics, New Ellites, Old Publ ics (London: The Johns Hopkins University Press,1995), 263. 24 Menurut Buchanan Tullock, dalam menentukan suatu public choice, terdapat aspek-aspek yang lebih dari pada sekedar memenuhi peraturtan politik pemerintah dalam pemilu. Aspek-aspek tersebut meliputi pilihanpilihan untuk membuat suatu keputusan sosial dengan pertimbangan negara dan lembaga-lembaga perekonomian yang bebas dari campur tangan pemerintah, disamping mekanisme pemerintah lain yang terpusat dalam suatu negara dan lembaga-lembaga yang menggabungkan sektor publik dan sektor privat.23 Kemudian Buchanan dan Tullock juga menyatakan bahwa untuk menghasilkan keputusan sosial tersebut dibutuhkan adanya integrasi antara politik dan ekonomi. Integrasi tersebut akan sangat berguna untuk memahami hal-hal seperti mengapa pemerintah melakukan pengaturan terhadap sistem pasar, Redistribusi - redistribusi terhadap kekayaan, serta bagaimana kekuatan pasar dapat mempengaruhi tujuan-tujuan politik. Semua segisegi ekonomi dan politik tersebut hanya dapat dipahami jika kita memandangnya dari perspektif teori yang sama.24 Pada kenyataannya terutama di daerah pedesaan, tidak semua pemilih menggunakan prinsip-prinsip rasionalitas didalam menentukan pilihannya. Pemilih yang berprinsip rasional lebih banyak ditemukan di daerah urban. Tingkat pendidikan yang dimiliki serta pemahaman akan politik mempunyai korelasi positif terhadap perilaku memilih yang semakin rasional. Penduduk yang bermukim di negara-negara maju seperti 23 Peter C. Ordeshook, James E. Alf dan Kenneth A. Shelpse, The Emerging Discipline of Political Economy: Perspective on Positive Political Economy (Melbourne: Cambridge University Press, 1990),15. 24 Peter C. Ordeshook et al. The Emerging Discipline of Political Economy, 15. 25 Australia yang terkenal memiliki pendidikan yang sangat tinggi, hal itu dapat dilihat dari tingkat buta huruf yang sangat minim. Menurut Saiful Mujani, seorang pemilih akan cenderung memilih partai politik atau kandidat yang berkuasa di pemerintahan dalam pemilu apabila merasa keadaan ekonomi rumah tangga pemilih tersebut atau ekonomi nasional pada saat itu lebih baik dibanding dari ntahun sebelumnya, sebaliknya pemilih akan menghukumnya dengan tidak memilih jika keadaan ekonomi rumah tangga dan nasional tidak lebih baik atau menjadi lebih buruk.25 Pertimbangan ini tidak hanya terbatas pada kehidupan ekonomi, melainkan juga kehidupan politik, sosial, hukum dan keamanan. Menurut beliau dalam mengevaluasi kinerja pemerintah, media ,massa terutama yang masif seperti televisi memeiliki peran yang sangat menentukan. Melalui informasi yangt berasal dari media massa , seorang pemilih dapat menilai apakah kinerja pemerintah sudah maksimal atau hanya jalan ditempat. 25 Saiful Mujani, Penjelasan Aliran dan Kelas Sosial sudah tidak memadai dalam http://islamlib.com?page.php?page=article&id=703. http://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teori-pilihan-rasional/. Diakses pada 1 Juli 2015 26 BAB V HASIL PENELITIAN A. Tingkat Partsipasi pemilih Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Bener Meriah. Partisipasi pemilih atau partisipasi politik adalah suatu usaha terorganisir oleh para warga Negara untuk memilih Pemimpin-pemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum yang dilakukan berdasarkan atas kesadaran akan tanggung jawab mereka terhadap kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam suatu Negara. Partisipasi pemilih merupakan suatu aspek penting dalam sebuah tatanan Negara demokrasi sekaligus merupakan cirikhas adanya modernisasi politik. Partisipasi politik pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan warga Negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah, tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu Legislatif Tahun 201426, dapat kita lihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2 TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 N O KECAMATAN GAMPONG JUMLAH TPS JUMLAH JUMLAH PEMILIH PENGGUNA HAK PILIH % DPT DPK DPTb DPKTb JML DPT DPK DPTb DPKTb JML 1. PINTU RIME GAYO 23 26 7.655 174 67 73 7.969 6.420 115 66 73 6.674 84% 2. GAJAH 10 12 5.749 73 26 107 5.955 4.921 18 15 86 5.040 85% 26 Arsip KIP Kabupaten Bener Meriah 27 PUTIH 3. TIMANG GAJAH 30 34 13.086 50 40 69 13.245 11.642 26 38 69 11.775 89% 4. WIH PESAM 27 33 14.905 85 10 188 15.188 11.870 78 10 188 12.146 80% 5. BUKIT 40 45 15.972 92 31 120 16.215 14.202 54 30 120 14.406 89% 6. BANDAR 35 43 16.408 74 12 87 16.581 13.865 62 12 87 14.026 85% 7. BENER KELIPAH 12 12 2.810 13 7 11 2.841 2.544 10 7 11 2.572 91% 8. PERMATA 27 31 10.900 105 4 39 11.048 9.804 65 4 24 9.897 90% 9. MESIDAH 15 15 2.333 46 0 2 2.381 2.179 0 0 2 2.181 92% 1 0 SYIAH UTAMA 14 14 1.006 36 0 9 1.051 952 0 0 8 960 91% JUMLAH 233 265 90.824 748 197 705 92.474 78.399 428 182 668 79.677 86 % Berdasarkan tabel diatas dapat kita ketahui bahwa jumlah pengguna hak pilih dalam Pemilu legislatif 2014 di Kabupaten Bener Meriah sebanyak 76.677 Pemilih atau 86 persen dari total jumlah pemilih terdaftar yaitu 92.474. Persentase pengguna hak pilih tertinggi terdapat di Kecamatan Mesidah yaitu sebanyak 2.181 (92 %) pemilih yang menggunakan hak pilihnya dari 2.381 pemilih terdaftar. Sedangkan tingkat partisipasi terendah terdapat di kecamatan wih pesan yaitu sebesar 80 % atau sebanyak 12.146 pengguna hak pilih dari 15.188 pemilih terdaftar. Secara keseluruhan, tingkat partisipasi masyarakat di Kabupaten Bener Meriah pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 cukup baik dimana disetiap kecamatan tingkat partisipasi atau pengguna hak pilih tidak kurang dari 80 % jumlah pemilih yang terdaftar. Dapat dipahami bahwa masyarakat di Kabupaten Bener Meriah masih menaruh harapan besar 28 terhadap eksistensi Partai Politik yang ikut dalam pemilu Legislatif tahun 2014 dan juga Kandidat dari masing-masing partai, untuk mengetahui secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel hasil dan persentase perolehan suara pemilu legislatif tahun 201427 berikut ini : Tabel 3 HASIL PEMILU LEGISLATIF PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN BENER MERIAH TAHUN 2014 B. Faktor –faktor yang Dominan mempengaruhi prilaku memilih Pada Pemilu Legislatif 2014 di Kabupaten Bener Meriah. Perilaku memilih (Voting behavior) dalam pemilu adalah respon psikologis dan emosional yang diwujudkan dalam bentuk tindakan politik mendukung suatu partai politik atau kandidat dengan cara mencoblos surat suara. Dalam hal pemilih mewujudkan tindakan politiknya dipengaruhi oleh faktor faktor lingkungan seperti sosial ekonomi, afiliasi etnis, tradisi keluarga, keanggotaan terhadap organisasi, usia, jenis 27 Arsip KIP Kabupaten Bener Meriah 29 kelamin, pekerjaan, tempat tinggal, dan lain-lain. Untuk meneliti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku memilih dalam pemilihan Umum Legislatif Anggota DPRK Bener Meriah Tahun 2014, untuk itu Tim Risert KPU Bener Meriah telah mengadakan Risert dengan jumlah responden sebanyak 100 Orang yang tersebar pada 10 Kecamatan dalam Kabupaten Bener Meriah. Adapun data tentang responden dapat disajikan pada Tabel di bawah ini. Tabel 4 DATA JENIS KELAMIN RESPONDEN Jenis Kelamin Jumlah Responden Laki-laki 43 Perempuan 57 Jumlah 100 Orang Tabel 5 DATA TINGKAT PENDIDIKAN RESPONDEN Tingkat Pendidikan Jumlah Responden SD/Sederajat 15 Orang SMP/Sederajat 22 Orang SMU/Sederajat 47 Orang Diploma I,II dan III 13 Orang S.1/S2 10 Orang Jumlah……….. 100 Orang 30 Tabel 6 DATA USIA/UMUR RESPONDEN Kelompok Usia- Umur Jumlah Responden Kurang dari 20 Tahun 7 Orang 21-35 Tahun 43 Orang 36 -50 Tahun 21 Orang 51 – 65 Tahun 26 Orang Diatas 65 Tahun 4 Orang Jumlah……….. 100 Orang Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling dominan memepengaruhi prilaku memilih masyarakat di Kabupaten Bener Meriah pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014, sesuai dengan jawaban dari pertanyaan pada quisioner yang telah disampaikan oleh responden. Dari 100 orang yang diberikan quisioner, 2 dari 100 responden menyatakan tidak menggunakan hak pilihnya dengan alasan tidak berminat/malas yang didasari oleh pengalaman dimasa yang lalu, karena merasa bahwa tidak adanya pililihan yang tepat dalam memenuhi janji-janjinya. . Sedangkan 98 orang lainnya menyatakan diri ikut memilih pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 yang lalu. responden Untuk lebih jelasnya, dapat lihat pada tabel dibawah ini. 31 Tabel 7 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMEPENGARUHI PRILAKU MEMILIH NO FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH RESPONDEN PERSENTASE JAWABAN 1. figur / citra calon 28 29 % 2 Citra partai 19 19 % 3 Hubungan 5 5% 7 7% 12 12 % 4 4% 13 13 % keluarga/persaudaraan 4 Kesamaan suku 5 agama 6 Rasa Percaya 7 Visi misi 8 Sosial ekonomi 6 6% 9 Keinginan tertentu 4 4% 98 100% JUMLAH Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa faktor Figur/citra dari calon sangat dominan mempengaruhi prilaku memilih dalam menentukan pilihannya pada pemilu Legislatif yang lalu di Kabupaten Bener Meriah yaitu sebanyak 28 Responden atau 29 % dari seluruh jumlah Respoden menyatakan menggunakan hak pilihnya. Kemudian diikuti oleh faktor Citra Partai dengan jumlah 19 responden atau 19 %. Pada urutan ketiga faktor yang mempengaruhi prilaku memilih adalah faktor Visi Misi yang disampaikan oleh Calon sebanyak 13 %. Selanjutnya faktor agama pada 32 urutan keempat Agama dengan jumlah responden sebanyak 12 orang atau setara dengan 12 %.. Pada urutan kelima yang memepengaruhi prilaku memilih adalah faktor kesamaan suku dengan calon yang dipilih oleh sebanyak 7 orang responden dan faktor sosial ekonomi sebanyak 6 % ( 6 orang responden) dan pada urutan ketujuh dan kedelapan di tentukan oleh faktor Percaya dan adanya keinginan tertentu masing-masing dipilih oleh 4 orang responden atau sebanyak 4 % dari total responden. C. Tingkat rasionalitas memilih pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 Kabupaten Bener Meriah. Menurut muhammad Asfar pemilih rasional adalah pemilih yang mengutamakan kemampuan partai politik atau calon peserta pemilu dengan program kerjanya, mereka melihat program kerja tersebut melalui kinerja partai atau kontestan dimasa lampau, dan tawaran program yang diberikan sang calon atau partai politik dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang terjadi. Pemilih jenis ini memiliki ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada suatu partai politik atau seorang kontestan. Hal yang terpenting bagi pemilih jenis ini adalah apa yang bisa dan yang telah dilakukan oleh sebuah partai atau seorang kontestan pemilu. Dari penjelasan terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku memilih masyarakat Kabupaten Bener Meriah dapat disajikan dalam sebuah diagram sebagi berikut : 33 1 figur / citra calon 6% 5% 2 Citra partai 4% 4% 29% 7% 3 Visi misi 4 agama 12% 19% 13% 5 Kesamaan suku 6 Sosial ekonomi 7 Hubungan keluarga/persaudaraan 8 Rasa Percaya Jika kita dasarkan pada teori diatas , maka dapat kita simpulkan bahwa tingkat rasionalitas dari pilihan faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku memilih masyarakat Kabupaten Bener Meriah dalam pemilihan Pemilu legislatif Anggota DPRK Bener Meriah Tahun 2014 sudah relatif tinggi. Hal dapat kita lihat dari diagram diatas dimana lebih dari 50 % pemilih (responden) menjadikan faktor-faktor yang sifatnya lebih rasional seperti figur calon, citra partai dan visi dan misi yang ditawarkan oleh calon atau partai sebagai landasan dalam mementukan pilihan pada saat memilih di TPS. 34 BAB. VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Prilaku Memilih masyarakat Kabupaten Bener Meriah dalan Pemilu Legislatif Tahun 2014, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Bener Meriah dalam Pemilu Lagislatif Tahun 2014 sudah cukup tinggi yaitu sebesar 86 % atau sebanyak 79.677 Pemilih dari 92.474 Pemilih yang terdaftar. 2. Faktor Figur/citra dari calon merupakan faktor yang memberikan pengaruh cukup besar bagi pemilih dalam menentukan pilihannnya dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Bener Meriah yang mencapai 29 %, yang diikuti oleh faktor Citra Partai, Visi dan misi yang ditawarkan serta kesamaan keyakinan (agama) yang masing-masing berada diatas 10 % pemilih. Sedangkan faktor Kesamaan Suku, sosial ekonomi, Hubungan keluarga, rasa percaya terhadap calon/partai dan adanya keinginan tertentu yang diharapkan hanya mendapatkan angka dibawah 10 % dari total pemilih/responden. 3. Dari analisis data primer dan data sekunder terkait dengan pilihan yang rasional dalam memilih, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat rasionaliltas memilih masyarakat Kabupaten Bener Meriah pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014 sudah relatif tinggi. 35 B. Saran Untuk lebih meningkatkan partisipasi dan prilaku memilih dalam pemilihan umum Legislatif yang akan datang penulis memberikan saran antara lain : 1. Mengingat animo masyarakat pada pemilu Legislatif tahun 2014 lebih menentukan pilihan mereka terhadap Figur Bakal Calon tanpa memperhatikan Integritas Partai diharapkan kepada partai politik sebagai mesin politik agar lebih meningkatkan kepedulian partai terhadap masyarakat pemilih dengan meningkatkan Integritas Partai dan berkomitmen untuk menciptakan Partai yang Bersih, bebas korupsi, Aspiratif dan Akomodatif, sehingga para pemilih lebih antusias dalam memilih pada pemilu yang akan datang. 2. Diharapkan kepada Caleg yang telah berhasil terpilih pada pemilu Legislatif tahu 2014 dan telah menduduki kursi Parlemen agar tetap konsisten melaksanakan Visi dan Misi yang dijanjikan, sehingga kepercayaan dan animo pemilih terhadap pemilu legislatif tetap terjaga. 36 DAFTAR PUSTAKA BUKU: 1. Campbell, Angus, Philip E. Converse, dan Warren E. Miller, dan Donal E. Stokeset al, 1960, The American Voter. New York: Tubingen. 2. Campbell, Angus, Geral Gurin, dan Warren E. Miller,1954, The Voter Decides.Evanston. 3. Downs, Anthony, 1968, Okonomische Theorie der Demokratie, engl.: An Economic Theory of Democracy 1957. New York: Tubingen. 4. Key, Valdimer O,1966, The Responsible Electorate: Rationality in Presidential Voting 1936-1960. Melbourne: Cambridge University Press. 5. Lazarsfeld, Paul F, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet, 1944, The People’s Choice. How The Voter Makes Up His Mind in a Presidential Campaign. New York: Tubingen. 6. Mujani, Saiful, R. William Liddle, dan Kuskrido Ambardi, 2012. Kuasa Rakyat: Analisa Tentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia PascaOrde Baru. Jakarta: Mizan Media Utama. 2007, Muslim Demokrat. Jakarta: Gramedia. 7. Nimmo, Dan,2008, Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek. Bandung: CV.Remaja Kar ya. 8. Roth, Dieter, 2009, Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode, Dodi Ambardi, ed., Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung dan LSI. 9. Surbakti, Ramlan, 1992, Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT.Grasindo.Upe, Ambo, 20 08, Sosiologi Politik Kontemporer. Jakarta: Prestasi Pustaka. 10. Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kabupaten Bener Meriah tahun 2014 11. Laporan pelaksanaan Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota Tahun 2014, Kabupaten Bener MeriahDPR D PROVINSI, DPRD KABUPATEN/ KOTA) tahun 2014 di Kabupaten Bener Meriah. ANGKET : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Bukit 15 Orang Bandar 15 Orang Timang Gajah 13 Orang Syiah Utama 5 Orang Wih Pesam 13 Orang Permata 10 Orang Pintu Rime Gayo 12 Orang Mesidah 7 Orang Bener Kelipah 5 Orang Gajah Putih 5 Orang i 37