Awas terbentur kepentingan! Bisnis Indonesia, Edisi Minggu, 20 Juli 2008 Akhir-akhir ini masalah rangkap jabatan oleh pejabat negara sering dibicarakan dan dikaitkan dengan benturan kepentingan. Ini sudah menjadi sorotan sejak lama oleh para pemerhati good governance dan bukan rahasia bahwa banyak pejabat pemerintah menjadi komisaris di BUMN. Apa sebenarnya benturan kepentingan, dan bagaimana benturan kepentingan tersebut terjadi? Pedoman Umum GCG Indonesia menjabarkan bahwa benturan kepentingan adalah keadaan di mana terdapat konflik antara kepentingan ekonomis perusahaan dan pribadi pemegang saham, komisaris dan direktur, serta karyawan perusahaan. Dalam konteks sektor publik, benturan kepentingan melibatkan adanya konflik antara tugas sebagai pejabat negara dan kepentingan pribadi. Benturan kepentingan ini bisa sesuatu yang sudah terjadi (perceived) atau memiliki potensi untuk terjadi (potential). Pandangan bahwa kepentingan pribadi seorang pejabat negara dapat secara tidak wajar memengaruhi pemenuhan tugas dan kewajibannya sebagai pejabat negara memiliki signifikansi yang sama untuk diidentifikasi dengan benturan kepentingan yang telah terjadi. Hal ini disebabkan peran menjaga kepercayaan publik terhadap integritas organisasi atau pemerintah menjadi sangat vital. Potensi benturan kepentingan muncul pada saat seorang pejabat negara memiliki kepentingan pribadi yang dapat bertentangan dengan tugas dan kewajiban pejabat tersebut di masa yang akan datang. Benturan kepentingan juga bisa muncul jika seorang pejabat negara memiliki kepentingan berbeda yang disebabkan oleh adanya peran berbeda yang diembannya. Tentu Anda tahu Boeing, perusahaan raksasa manufaktur pesawat terbang di Amerika. Tapi yang menarik adalah kasus benturan kepentingan yang pernah terjadi di sana. Alkisah, Darlene Druyun yang merintis kariernya sebagai pegawai pemerintah, hingga akhirnya menjadi pejabat yang memiliki wewenang untuk membeli pesawat terbang untuk US Air Force. Posisi terakhirnya adalah sebagai Principal Deputy Assistant Secretary di US Air Force. Menjelang pensiun pada akhir 2002, wanita yang dijuluki Dragon Lady ini mencoba untuk mencari kesempatan kerja di Boeing, tempat dimana anak dan menantunya bekerja. Pada Oktober 2002, Darlene dan Boeing menandatangani kontrak kerja, dan pada Januari 2003, Darlene resmi bekerja sebagai Vice President Boeing Chicago. Sebelum kontrak kerja tersebut final, Boeing sedang menawarkan penyediaan 100 buah pesawat Boeing 767 kepada US Air Force, dan salah seorang pengacara Boeing juga diketahui membeli rumah milik Darlene di Washington DC. Pada April 2004, sang Dragon Lady terbukti menyalahgunakan wewenangnya sewaktu menjabat sebagai pejabat pemerintah dan dijatuhi hukuman penjara 9 bulan. Dia terbukti memberikan beberapa kontrak bagi Boeing, kemudahan penentuan harga, dan sebagai gantinya, putri dan menantunya mendapat pekerjaan di perusahaan itu. Hal tersebut terus dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan karir mereka di sana. Benturan kepentingan sebenarnya dapat sering terjadi, dan tidak selalu berarti sesuatu yang tidak etis atau salah. Yang paling penting adalah bagaimana kita mengidentifikasi potensi benturan kepentingan tersebut dan mengendalikan potensi benturan kepentingan tersebut. Apakah salah jika ada wakil pemerintah sebagai pemegang saham untuk menjaga kepentingan negara sebagai pemegang saham di BUMN? Tentu saja tidak. Lalu apa berarti semua pejabat negara boleh memiliki rangkap jabatan tersebut? Ini juga tentu tidak. Membingungkan? Sebenarnya dalam melihat apakah perangkapan jabatan tersebut memiliki potensi benturan kepentingan sehingga perlu dihindari, ada prinsip dasar yang perlu dipegang, yaitu, jika tugas sebagai pejabat negara memiliki kewenangan dalam menerbitkan regulasi, kebijakan, keputusan tertentu yang berdampak langsung pada perusahaan, maka hal itu bisa dianggap sebagai potensi benturan kepentingan, dan perlu dihindari. Misalnya, Dirjen Pajak. Jika seseorang menjabat posisi ini, tentu saja perangkapan jabatan di manapun, bukan hanya di BUMN memiliki potensi benturan kepentingan, karena kebijakan yang dikeluarkan instansi pajak berlaku bagi semua sektor. Pedoman Umum GCG Indonesia juga telah memuat apa saja yang yang dapat menimbulkan potensi benturan kepentingan, yaitu jika seseorang memiliki hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, direktur atau komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Jika seorang pejabat negara yang memiliki kewenangan sebagai regulator atau berasal dari departemen teknis, maka ada potensi benturan kepentingan jika yang bersangkutan memiliki perangkapan jabatan di BUMN. Tentu saja ini harus dihindari. Jika seorang pejabat negara secara ex-officio memiliki perangkapan jabatan di tempat lain, maka jabatan yang dirangkapnya itu bukan diperoleh karena pribadi yang bersangkutan, melainkan karena jabatannya di pemerintah. Dan penempatannya adalah untuk mewakili pemerintah dalam menjaga kepentingan negara. Tentu saja agar tidak muncul benturan kepentingan disini, maka tentu yang bersangkutan tidak boleh menerima apapun dari BUMN tersebut. Bila ada gaji, tunjangan, honor, bonus yang diberikan oleh BUMN kepada pejabat tersebut, maka sudah seharusnya segala manfaat yang diberikan masuk ke kas negara, dan bukan ke kantong pribadi. Sebagai pengganti biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pejabat tersebut karena perangkapan jabatan yang diinstruksikan oleh negara, sudah tentu yang bersangkutan berhak memeroleh penggantian atau tunjangan yang diberikan oleh negara, melalui kementerian atau departemen, bukan dari BUMN. Bisa jadi memang diperlukan ketentuan yang mengatur secara khusus mekanisme perangkapan jabatan ini, namun untuk melarang sepenuhnya perangkapan jabatan oleh pejabat negara rasanya juga tidak pas. Apa kita sebagai rakyat ikhlas kalau kita tidak memiliki perwakilan untuk memastikan kepentingan negara dalam menjaga aset BUMN? Mari kita sama-sama secara jernih melihat dan merumuskan mekanisme terbaik untuk mengelola potensi benturan kepentingan yang disebabkan oleh perangkapan jabatan ini. Pertanyaan, saran, kritik, dan komentar dapat disampaikan ke redaksi melalui: [email protected] dan www.bisnis.com oleh : Mas Achmad Daniri Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance & Angela Indirawati Simatupang Anggota Tim Penyusun Pedoman Umum GCG, Komite Nasional Kebijakan Governance