BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Hidup Gaya hidup. Life Style

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Gaya Hidup
Gaya hidup. Life Style. Itulah istilah yang bisa dikatakan sedang naik daun
saat ini di kalangan peminat Cultural Studies dinegeri kita. Namun, bisa jadi, tanpa
kita sadari, mencuatlah kerancuan ketika istilah gaya hidup dengan mudahnya
dilekatkan kepada apapun. Dan, akhirnya, istilah gaya hidup pun telah menjelma
menjadi segala sesuatu, sehingga pada saat yang bersamaan pula istilah tersebut
menjadi tidak bermakna apa pun.
Setiap manusia itu unik, maka gaya hidup mereka pun unik. Gaya hidup
dipahami sebagai tata cara hidup yang mencerminkan nilai dan sikap dari seseorang.
Gaya hidup merupakan adaptasi aktif individu terhadap kondisi social dalam rangka
memenuhi kebutuhan untuk menyatu dan bersosialisasi dengan orang lain. Cara
berpakaian, konsumsi makanan, cara kerja, dan bagaimana individu mengisi
kesehariannya merupakan unsur-unsur yang membentuk gaya hidup.4
4
Agung Hujatnikajennong, dkk. 2006 Resistensi Gaya Hidup : Teori dan realitas ( Yogyakarta :
Jalasutra) hal : 9.
10
Gaya Hidup merupakan pola-pola tindakan yang membedakan antara satu
orang dengan orang lain.maksudnya adalah siapapun yang hidup dalam masyarakat
modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan
tindakannya sendiri maupun orang lain.5 Sedangkan pengertian “gaya hidup” menurut
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah : pola tingkah laku sehari-hari
segolongan manusia di dalam masyarakat.6
Persoalan gaya hidup tidak sesederhana seperti halnya potret kehidupan kelas
menengah, Orang Kaya Baru, orang sukses, atau selebriti di kalangan gaya hidup
media popular. Urusan gaya hidup bukan pula selalu dimonopoli orang berduit.
Orang yang miskin sekalipun masih bisa memakai model gaya hidup tertentu,
meskipun mungkin hanya bersandiwara, meniru-niru atau berpura-pura.
Gaya hidup pada masyarakat saat ini, memang telah mengalami perubahan
yang sangat pesat akibat berkembangnya tekhnologi. Kita bisa melihat Masyarakat
dahulu tidak terlalu mementingkan urusan penampilan dan berbanding terbalik
dengan keadaan saat ini. Mereka, lebih mementingkan urusan penampilan dan hanya
meningkatkan prestise di lingkungannya. Terlebih lagi, gaya hidup kini bukan lagi
monopoli suatu kelas, tapi sudah lintas kelas. Mana yang kelas atas, menengah, dan
bawah semua sudah bercampur baur dan terkadang dipakai berganti-ganti.
5
Op.Cit, David Chaney, LIFE STYLE sebuah pengantar komprehensif, (Yogyakarta :
JALASUTRA,1996) 40.
6
http://kamusbahasaindonesia.org/sosial/mirip/17-10-2014/pukul20:13
11
Lantas, kalau kita menyelami dan merefleksikan karya Chaney dengan
kehidupan kita sehari-hari, betapa akan mencengangkannya bahwa ternyata pilihan
gaya hidup yang kita buat dari sekian banyak pilihan gaya hidup yang kita buat dari
sekian banyak pilihan model gaya hidup yang ditawarkan dalam masyarakat adalah
hasil dari pergulatan diri kita dalam pencarian identitas dan sensibilitas kita dengan
lingkungan di mana kita hidup. Sekalipun mungkin kita tidak menyadari bahwa kini
dalam banyak hal kita sudah banyak berubah, namun kita tidak tahu persis apa
sebenarnya yang paling dominan yang membentuknya-nilai, cita rasa, gaya-hingga
tampilan diri kita seperti sekarang ini. Kita seolah-olah hanya menentukan pilihan
dari sekian banya pilihan gaya hidup.7
Gaya Hidup merupakan gambaran keseluruhan diri seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dalam menunjukkan bagaimana orang
mengatur kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di depan umum, dan
upaya membedakan statusnya dari orang lain melalui lambing-lambang sosial.
Ketika suatu gaya hidup menyebar kepada banyak orang dan menjadi mode
yang diikuti, pemahaman terhadap gaya hidup sebagai satu keunikan tidak memadai
lagi digunakan. Gaya hidup bukan lagi semata tata cara atau kebiasaan pribadi dan
unik dari individu, tetapi menjadi sesuatu yang popular diadopsi oleh sekelompok
orang. Sifat unik tak lagi dipertahankan. Istilah gaya hidup, baik dari sudut pandang
7
Op.Cit David Chaney, LIFE STYLE sebuah pengantar komprehensif, (Yogyakarta :
JALASUTRA,1996) 12
12
individual maupun kolektif mengandung pengertian bahwa gaya hidup mencakup
sekumpulan kebiasaan, pandangan, dan pola respons terhadap hidup, serta terutama
perlengkapan untuk hidup.8
Gaya hidup bukan lagi semata-mata tata cara atau kebiasaan pribadi dan unik
dari individu, tetapi menjadi suatu identitas yang diadopsi oleh sekelompok orang.
Sebuah gaya hidup bisa menjadi popular dan diikuti oleh banyak orang. Mereka tak
segan-segan mengikutinya jika dianggap baik oleh orang banyak.9
8
Imy Ferica, 2006. Konsumsi Media Sebagai Gaya Hidup : Dominasi Sistem Tanda Dalam Konsumsi
Buku Impor Kaum Urban Jakarta. Volume V. Nomor 3, September-Desember. Hal 3
9
Op.Cit, Agung Hujatnikajennong, dkk. 2006 Resistensi Gaya Hidup : Teori dan realitas ( Yogyakarta
: Jalasutra) hal : 37.
13
2.2
Teori Interaksi Simbolik
Perspektif Interaksi Simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari
sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus
dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur
perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi
mitra interaksi mereka.10
Bersamaan dengan perspektif fenomenologis, pendekatan ini berasumsi
bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran. Objek, orang, situasi, dan
peristiwa tidak memiliki pengertiannya sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan
untuk mereka.11
George Herbert Mead dipandang sebagai pembangun paham interaksi
simbolik ini. Ia mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil interaksi di antara
manusia, baik secara verbal maupun non verbal. Melalui aksi dan respons yang
terjadi, kita memberikan makna ke dalam kata-kata atau tindakan, dan karenanya kita
dapat memahami suatu peristiwa dengan cara-cara tertentu. Menurut paham ini,
masyarakat muncul dari percakapan yang yaling berkaitan di antara individu.12
10
Aaron V. Cicourel. Method and Measurement in Sociology. New York :Free Press, 1964, hlm. 1.
Dr. Lexy J. Moleong, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2004) hal : 10.
12
Morissan, Teori Komunikasi : Komunikator, Pesan, Percakapan, dan Hubungan (Interpersonal)
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), 75.
11
14
Mengacu pada karya mead yang paling terkenal yang berjudul Mind, Self, and
Society. Hal pertama yang harus dicatat adalah bahwa tiga konsep ini saling
mempengaruhi satu sama lain dalam term interaksionisme simbolik. Dari itu, pikiran
manusia (Mind) dan interaksi sosial (diri/Self dengan yang lain)digunakan untuk
menginterpretasikan dan memediasi masyarakat (society) dimana kita hidup.13
Menurut teoretisi interaksi simbolik, kehidupan social pada dasarnya adalah
“interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol.” Mereka tertarik pada cara
manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang mereka
maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang
ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang
terlibat dalam interaksi social.
Penganut interaksionisme simbolik berpandangan, perilaku manusia pada
dasarnya adalah bentuk pikiran manusia (Mind) dari interpretasi mereka atas dunia di
sekelilingnya, jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan,
sebagaimana dianut teori behavioristik atau teori struktural.14
13
Op.Cit, Ardianto Elvinaro & Q-Aness Bambang, Filsafat Ilmu Komunikasi. hal : 136
14
Goffman, 1959, hlm.32
15
George Ritzer meringkaskan teori interaksi simbolik ke dalam prinsip-prinsip,
sebagai berikut :
1. Manusia, tidak seperti hewan lebih rendah, diberkahi dengan
kemampuan berpikir.
2. Kemampuan berpikir itu dibentuk oleh interaksi social.
3. Dalam interaksi social orang belajar makna dan simbol yang
memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai
manusia, yakni berpikir.
4. Makna dan simbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan
(action) dan interaksi yang khas manusia.
5. Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang
mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi
mereka atas situasi.
6. Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena, antara
lain, kemampuan mereka berinteraksi dengan diri sendiri, yang
memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai
keuntungan dan kerugian relative, dan kemudian memilih salah
satunya.
16
7. Pola-pola tindakan dan interaksi yang jalin menjalin ini membentuk
kelompok dan masyarakat.15
Pada pandangan interaksi simbolik, makna suatu objek social serta sikap dan
rencana tindakan tidak merupakan sesuatu yang terisolir satu sama lain. Seluruh ide
paham interaksi simbolik menyatakan bahwa makna muncul melalui interaksi.
Orang-orang terdekat memberikan pengaruh besar dalam kehidupan kita. Mereka
adalah orang-orang dengan siapa kita memiliki hubungan dan ikatan emosional
seperti orang tua dan saudara. Mereka memperkenalkan kita dengan kata-kata baru,
konsep-konsep tertentu atau kategori-kategori tertentu yang kesemuanya memberikan
pengaruh kepada kita dalam melihat realitas. Orang terdekat membantu kita belajar
membedakan antara diri kita dan orang lain sehingga kita terus memiliki sense of
self.16
Inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang “diri” (self) dari George
Herbert Mead, yang juga dapat dilacak hingga definisi diri dari Charles Horton
Cooley. Mead, seperti juga Cooley, menganggap bahwa konsepsi – diri adalah suatu
proses yang berasal dari interaksi social individu dengan orang lain.
15
Dr. Deddy Mulyana, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu social lainnya (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2006), 73.
16
Op.Cit Morissan, Teori Komunikasi : Komunikator, Pesan, Percakapan, dan Hubungan
(Interpersonal), 75.
17
Teori tindakan yang dikembangkan George Herbert Mead melalui empat
tahap, yakni 1). Impulse; 2). Perception; 3). Manipulation; dan 4). Consummation.
Tahap impulse atau menangkap fenomena luar diri aktor yang terjadi sejak ia
dilahirkan dalam realitas social; tahap perception terjadi saat diri aktor akan
menyeleksi situasi dan kondisi yang hidup disekitarnya; tahap manipulation dibangun
atas asumsi yang diformulasikan dalam bentuk pertanyaan: “apa yang harus saya
perbuat ?”. pemaknaan situasi berjalan seiring dengan peran yang harus dijalankan
oleh diri (Self) actor. Pada posisional ini, George Herbert Mead menggaris bawahi
kemampuan makhluk hidup untuk memecahkan persoalannya dengan berbagai cara,
oleh sebab itu, tahap keempat kepenuhan tindakan (consummation) dipastikan sesuai
dengan peran yang dimainkan oleh diri actor. Melihat tahap-tahapan pada teori
tindakan tersebut, nyata pembedaan utama antara manusia dan makhluk lain, yaitu
pada tahap ketiga (manipulation).17
Penafsiran bukanlah tindakan bebas dan bukan pula ditentukan oleh kekuatan
manusia atau bukan. Orang-orang menafsirkan sesuatu dengan bantuan orang lain
seperti orang-orang masa lalu, penulis, keluarga, pemeran di televisi, dan pribadipribadi yang ditemuinya dalam latar tempat mereka berkerja atau bermain, namun
orang lain tidak melakukan-nya untuk mereka. Melalui interaksi seseorang
membentuk pengertian.
17
Ibid, Hal 149.
18
Teori interaksi simbolik ialah konstrak tentang “diri”. Diri itu tidak dilihat
sebagai yang berada dalam individu seperti “aku” atau “kebutuhan yang teratur”,
“motivasi”, dan “norma” serta “nilai” dari dalam. Diri adalah subjek dari fenomena
pengalaman sendiri : persepsi, emosi, pikiran. Dalam fenomenologi, hal itu dipahami
sebagai suatu pengalaman, dan tidak ada yang mengalami tanpa mengalaminya
sendiri. Oleh karena itu, Diri adalah definisi yang diciptakan orang (melalui interaksi
dengan yang lainnya) di tempat ia berbeda. Dalam mengkonstruk atau mendefinisikan
aku, manusia mencoba melihat dirinya sebagai orang lain, melihatnya dengan jalan
menafsirkan tindakan dan isyarat yang diarahkan kepada mereka dan dengan jalan
menempatkan dirinya dalam peranan orang lain. Dengan singkat, kita melihat diri kita
sendiri sebagai bagian dari orang lain melihat kita. Jadi diri itu juga merupakan
konstrak social, yaitu hasil persepsi seseorang terhadap dirinya dan kemudian
mengembangkan definisi melalui proses interaksi. Cara konseptualisasi diri ini telah
mengarahkan pada penelitian tentang self-fulfilling prophecy dan menyediakan latar
belakang tentang apa yang dinamakan labeling approach terhadap perilaku
menunjang.18
Pandangan Mead tentang diri terletak pada konsep “pengambilan peran orang
lain” (taking the role of the other). Konsep Mead tentang diri merupakan penjabaran
“diri social” (social self) yang dikemukakan William James dan pengembangan dari
teori Cooley tentang diri. Bagi Mead dan pengikutnya, individu bersifat aktif, inovatif
18
Ibid, Dr. Lexy J. Moleong, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2004) hal : 13.
19
yang tidak saja tercipta secara social, namun juga menciptakan masyarakat baru yang
perilakunya tidak dapat diramalkan.19
Dalam Principles of psychology, William James (1890, dalam Sarwono, 1997)
menyebut diri sebagai segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya
sendiri, bukan hanya tentang tubuh dan keadaan psikisnya saja, melainkan juga
tentang tentang anak istri, rumah, pekerjaan, nenek moyang, teman-teman, milik dan
juga uangnya.20
Dorongan Biologis memberikan motivasi bagi perilaku atau tindakannya, dan
dorongan-dorongan tersebut mempunyai sifat social yang tinggi di lingkaran realitas
social mereka sendiri. Artinya, ada faktor-faktor yang bersifat “mempengaruhi”
tindakan social actor terutama dalam lingkaran realitas social mereka sendiri. Pada
konteks yang demikian George Herbert Mead sangat memperhitungkan faktor
eksternal seperti konflik dan status social dalam interaksi social.
Interaksi simbolik menjadi paradigma konseptual melebihi “dorongan dari
dalam”, sifat-sifat pribadi”, “motivasi yang tidak disadari”, “kebetulan”, status social
ekonomi”,
kewajiban-peranan”,
“resep
budaya”,
“mekanisme
pengawasan
masyarakat”, atau lingkungan fisik lainnya. Faktor-faktor tersebut sebagian adalah
19
Prof. Deddy Mulyana, M.A, Ph.D., Cetakan Ke-Delapan, Metodologi Penelitian Kualitatif :
Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu social lainnya (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013),
75.
20
Drs. Alex Sobur, M. Si., Filsafat Komunikasi : Tradisi dan Metode Fenomenologi (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2013), hal : 109.
20
konstrak yang digunakan para ilmuwan social dalam usahanya untuk memahami dan
menjelaskan perilaku. Para interaksionis simbolik tidak menolak kenyataan bahwa
konsep teoretik tersebut mungkin ber-manfaat.21
Posisional teori interaksionisme simbolik yang paling kontras adalah dengan
behaviorisme radikal, terlebih dalam konsep stimulus-respons yang dikembangkan
oleh behaviorisme radikal tersebut. Teori interaksionisme simbolik menilai, actor
ketika ada stimulus yang ada ia tidak akan langsung merespons stimulus tersebut.
Actor akan terlebih dahulu memahami dan menafsirkan stimulus tersebut untuk
direspons dalam bentuk tindakan.22
Pendekatan teori interaksionisme simbolik mengikuti pendekatan Max Weber
(Pendekatan yang berusaha mengerti makna yang mendasari dan mengitari peristiwa
social dan historis) dalam teori aksi yang menyatakan bahwa actor memilih, menilai
dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukan.
Proposisi ini memiliki hampir memiliki kesamaan dengan teori-teori yang
dikembangkan oleh interaksionisme simbolik dengan memperhatikan secara
menyeluruh tindakan social yang dilakukan oleh actor.
21
Op.Cit, Dr. Lexy J. Moleong, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2004) hal : 11.
22
Umiarso Elbadiansyah, Interaksionisme simbolik dari era klasik hingga modern (Jakarta : PT
RAJAGRAFINDO PERSADA, 2014) hal :61.
21
Namun, titik tekan pada kedua teori ini walaupun sama-sama memfokuskan
pada tindakan social yang dilakukan actor memiliki ruang yang berbeda di mana teori
interaksionisme simbolik lebih memaknai tindakan actor sebagai proses pemaknaan
simbol untuk menginterpretasikan dan memediasi masyarakat (Society). Simbol pada
lingkaran ini merupakan sesuatu yang digunakan dalam berkomunikasi untuk
menyampaikan pesan yang dimaksud actor, sebagaimana seperti dalam teori yang
digunakan dan dipopulerkan oleh George Herbert Mead.23
Simbol tersebut menjadi medium yang sangat efektif dalam interaksi yang
dilakukan actor untuk menyampaikan pikiran atau perasaan, maksudnya, atau
tujuannya kepada orang lain.
2.3
Definisi Tekhnologi Komunikasi
Sebelum memilah definisi tekhnologi komunikasi, ada baiknya coba kita
perhatikan tentang sikap kita ketika muncul teknologi modern dengan sebuah inovasi
baru alat komunikasi yang dinamakan Hand Phone (HP).
Dewasa ini tekhnologi Hand Phone sudah sedemikian maju fiture layanannya,
dahulu hanya digunakan untuk menerima dan menelepon serta mengirim dan
menerima Short Message System (SMS), namun sekarang sudah dipadukan dengan
teknologi audio dan video, sehingga bisa mengirim gambar dan suara.
23
Ibid, Hal 63.
22
Pada
tahun-tahun belakangan
ini kebutuhan
manusia untuk saling
berkomunikasi semakin berkembang pesat. Perkembangan ini disebabkan oleh kian
bertambah ruwetnya berbagai masalah yang harus dicapai dan diselesaikan dalam
waktu cepat dan singkat. Atau mungkin juga disebabkan makin hebatnya saling
kebergantungan sesama manusia yang satu dengan manusia lainnya dalam
melengkapi keperluan hidup mereka sehari-hari.
Perkembangan teknologi bidang telekomunikasi yang begitu cepat dan masif,
telah berimplikasi secara langsung perekonomian, baik yang bertautan dengan
industri tekhnologi maupun jasa bidang telekomunikasi itu sendiri.
Sekarang kita akan membahas Tekhnologi, Tekhnologi adalah “a design for
instrumental action that reduces the uncertainly in cause-effect relationships
involvein achieving a desired outcome”. Tekhnologi merupakan seperangkat untuk
membantu aktivitas kita dan dapat mengurangi ketidak pastian yang disebabkan oleh
hubungan sebab akibat yang melingkupi dalam mencapai suatu tujuan.
Tekhnologi selalu memiliki dua aspek, yakni Hardware (yang terdiri dari
obyek material atau fisik) dan software (terdiri dari informasi untuk mengoperasikan
hardware). Hardware bersifat visible (dapat dilihat), mungkin inilah yang membuat
23
persepsi tentang tekhnologi selalu pada hardware, berdiri sendiri dan terpisah dengan
fenomena sosial kemasyarakatan.24
2.4
Fenomenologi
Penelitian fenomenologi berorientasi untuk memahami, menggali dan
menafsirkan arti dari peristiwa-peristiwa, fenomena-fenomena dan hubungan dengan
orang-orang yang biasa dalam situasi tertentu. Ini biasa disebut dengan penelitian
kualitatif dengan menggunakan pengamatan terhadap fenomena-fenomena atau
gejala-gejala social yang alamiah (nature), digunakan sebagai sumber data,
pendekatan ini berdasarkan kenyataan lapangan (empiris).
Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa
dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Sosiologi
Fenomenologis pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh filsuf Edmund Husserl dan
Alfred Schultz. Pengaruh lainnya berasal dari Weber yang memberi tekanan pada
Verstehen,
yaitu
pengertian
interpretative
terhadap
pemahaman
manusia.
Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orangorang yang sedang diteliti oleh mereka. Inkuiri fenomenologis memulai dengan diam.
Diam merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti.
Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis ialah aspek subjektif dari perilaku orang.
24
Agoeng Noegroho, Teknologi Komunikasi, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hal.2-
3
24
Para fenomenolog percaya bahwa pada makhluk hidup tersedia berbagai cara untuk
menginterpretasikan pengalaman melalui interaksi dengan orang lain, dan bahwa
pengertian pengalaman kitalah yang membentuk kenyataan.25
Menurut Bogdan dan Biklen (1982) dalam Asmadi Alsa (2003) penelitian
dengan pendekatan fenomenologi berusaha memahami makna dari suatu peristiwa
atau fenomena yang saling berpengaruh dengan manusia dalam situasi tertentu.26
Dalam penelitian fenomenologi, interaksi simbolik merupakan suatu tipe
kerangka kerja penelitian utama yang harus diperhatikan peneliti. Adapun bentukbentuk kerangka kerja interaksi simbolik, sebagai berikut :
i.
Perspektif fenomenologi menyatakan bahwa interaksi simbolik
berasumsi bahwa pengalaman manusia di mediasi oleh interpretasi
atau penafsiran terhadap peristiwa yang terjadi.
ii.
Di dalam perspektif fenomenologi obyek, manusia, situasi dan
peristiwa-peristiwa tidak memiliki makna, selain makna yang
diberikan oleh obyek manusia, dan peristiwa-peristiwa tersebut.
Makna yang diberikan oleh informan penelitian bukan secara
kebetulan, melainkan suatu esensial.
25
Op.Cit, Dr. Lexy J. Moleong, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2004) hal : 9.
26
Dr. Iskandar, M.Pd., Metodologi Penelitian Kualitatif : Aplikasi Untuk Penelitian Pendidikan,
Hukum, Ekonomi & Manajemen, Sosial, Humaniora, Politik, Agama dan Filsafat (Jakarta : Gaung
Persada, 2009) hal : 51.
25
iii.
Interpretasi atau penafsiran bukan suatu pekerjaan otonom peneliti,
namun interpretasi dapat dilakukan melalui interkasi dengan orang lain
dalam penafsiran suatu peristiwa yang terjadi.
iv.
Interpretasi merupakan interaksi simbolik dalam paradigm internal,
sifat, kepribadian, kebutuhan, motif tak disadari, status social
ekonomi, dan budaya. Faktor-faktor tersebut merupakan konstruk bagi
ilmuwan social dan pendidikan menggambarkan dalam usaha mereka
memahami perilaku obyek, manusia, dan peristiwa yang terjadi.
v.
Teori bukan aturan, regulasi, norma, atau apapun yang krusial dalam
memahami perilaku, akan tetapi bagaimana teori ini didefinisikan dan
dipakai didalam situasi-situasi khusus.27
Pertama dan prinsip paling dasar dari fenomenologi- yang secara jelas
dihubungkan
dengan idealism jerman adalah bahwa pengetahuan tidak dapat
ditemukan dalam pengalaman eksternal tetapi dalam diri kesadaran individu. Jadi,
fenomenologi lebih mengitari penelitian untuk pemahaman subjektif ketimbang
mencari objektivitas sebab akibat dan penjelasan universal. Kedua, makna adalah
derivasi dari potensialitas sebuah objek atau pengalaman yang khusus dalam
kehidupan pribadi. Ketiga, kalangan fenomenolog percaya bahwa dunia dialami- dan
makna dibangun- melalui bahasa.28
27
Ibid, hal : 53.
28
Op. Cit Ardianto Elvinaro & Q-Aness Bambang, Filsafat Ilmu Komunikasi. Hal : 127
26
Dalam pengertian yang paling inti, istilah fenomenologi menunjuk pada suatu
teori spekulatif tentang penampilan pengalaman, dan dalam penggunaan awal,
pengertian fenomenologi dikaitkan dengan dikotomi “phenomenon-noumenon,”
suatu perbedaan antara yang tampak (phenomenon) dan yang tidak tampak
(noumenon).
Namun dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan Teori Fenomenologi
Husserl karena teori yang ia kemukakan merupakan usaha spekulatif untuk
menentukan hakikat yang seluruhnya didasarkan atas pengujian dan penganalisisan
terhadap yang tampak. Husserl sendiri menekankan kemiripannya atas Descartes:
keduanya berupaya mencari kepastian untuk filsafat, dan menemukannya dalam
Cogito, dalam kepastian “ Aku berpikir”. Namun pada titik ini, Husserl memisahkan
diri dari Descartes. Husserl tidak setuju dengan pernyataan cogito-nya Descartes telah
menetapkan kepastian zat berpikir, melainkan sekadar kepastian kesadaran. Terlebih
lagi, kata Husserl, kesadaran selalu merupakan hal terpenting, selalu diniatkan,
ditujukan langsung pada sebuah objek. Dengan demikian, landasan pengetahuan
bukan dari kepastian zat berpikirnya Descartes, yang terpisah dari objek di dunia,
yang eksistensi dan alamnya dipertanyakan. Landasan Husserl adalah kesadaran dan
objek yang dimaksudkannya: kesadaran tidak terpisah dengan dunia, tetapi bergabung
melalui niatan.29
29
Op.Cit, Drs. Alex Sobur, M. Si., Filsafat Komunikasi : Tradisi dan Metode Fenomenologi (Bandung
: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2013), hal : 32.
27
Dari rentangan makna fenomenologi di atas, akhirnya kita dapat
menyimpulkan tiga konsep dasar fenomenologi (Deetz, 1973, dalam Little john &
Foss, 2008 ). Pertama, pengetahuan diperoleh secara langsung lewat pengalaman
sadar kita akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengannya. Kedua, makna
benda terdiri atas kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Dengan kata lain,
bagaimana anda berhubungan dengan benda, menentukan maknanya bagi anda.
Ketiga, bahasa pada dasarnya merupakan kendaraan makna.30
30
Ibid, hal : 19.
28
Download